Post on 21-Jan-2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tangan merupakan media yang sangat mudah untuk penyebaran penyakit
dan infeksi pada manusia karena tangan manusia sangat sering melakukan kontak
dengan lingkungan, serta kontak dengan area mata, hidung maupun mulut yang
sangat rentan untuk jalan infeksi bakteri (1).
Manusia terus menerus terpapar patogen berbahaya sepanjang hidup
mereka yang mengakibatkan berbagai macam penyakit dan dampak besar pada
kesehatan mereka. Banyak cara dilakukan untuk menghindarkan diri dari
beberapa paparan patogen tersebut, salah satunya adalah dengan menjaga
kebersihan tangan (2). Salah satu cara yang paling sederhana dan paling umum
dalam menjaga kebersihan tangan adalah mencuci tangan dengan sabun (3).
Sabun merupakan produk yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak
dengan basa kuat yang berfungsi untuk mencuci dan membersihkan lemak
(Kotoran). Selain dapat membersihkan kulit dari kotoran, sabun juga dapat
digunakan untuk membebaskan kulit dari bakteri (4). Sediaan sabun dapat berupa
emulsi dan gel. Sediaan dalam bentuk gel masih jarang ditemukan, apalagi gel
yang mengandung zat aktif alami dari ekstrak tanaman. Gel merupakan sistem
semi padat yang terdiri dari suspensi partikel anorganik kecil atau molekul
organik besar terpenetrasi oleh suatu cairan.Sediaan gel lebih banyak digunakan
karena tampilannya yang transparan dan menarik (5). Salah satu faktor penting
dalam formulasi gel adalah gelling agent. Gelling agent bermacam-macam
jenisnya, biasanya berupa turunan dari selulosa seperti Carboxy metil selulosa
(CMC-Na) dan ada juga yang berasal dari polimer sintetik seperti carbopol.
Masing masing gelling agent memiliki karakteristik tersendiri (6).
CMC-Na merupakan basis gelling agent yang memiliki sifat fungsional
pengemulsi dan stabilisator ( pengental) yang memberikan kekentalan yang stabil
pada sediaan (6). Carbopol merupakan basis gel hidrofilik yang sangat umum
digunakan pada produk kosmetik dan obat yang mempunyai sifat mudah
didispersikan dengan menggunakan konsentrasi 0,5%- 2% (7).
Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai antibakteri adalah
tanaman kecombrang (Etlingera elatior (Jack)) adalah salah satu jenis tanaman
rempah-rempah yang berasal dari keluarga zingiberaceae yang sejak lama telah
dikenal dan dimanfaatkan sebagai obat-obatan dan berkhasiat sebagai
pengobatluka dan penghilang bau badan (8). Kandungan yang terdapat pada daun
adalah saponin,flavonoid dan asam klorogenat (9).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan (Ningtyas,2010) telah diteliti
uji antioksidan dan antibakteri ekstrak air daun kecombrang (Etlingera elatior
(Jack)), sebagai pengawet alami terhadap Eschericia coli dan Staphylococcus
aureusdapat diketahui bahwa terkandung senyawa antibakteri didalamnya. Hasil
uji aktivitas antibakteri menunjukkan ekstrak daun kecombrang memiliki
kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri dengan zona hambat 8,663
mmdengan konsentrasi 20% (10).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan (kusumawati,2015) telah
diteliti uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kecombrang Etlingera elatior
(Jack) R.M.Sm terhadap Salmonella thypi. Hasil uji aktivitas antibakteri
menunjukkan ekstrak etanol daun kecombrang memiliki kemampuan
menghambat pertumbuhan bakteri dengan zona hambat sebesar 9,28 mm pada
konsentrasi 100% (31).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan (Halim,2015) telah diteliti uji
efek penyembuhan luka sayat ekstrak etanol daun kecombrang (Etlingera elatior)
dalam bentuksediaan gel terhadap kelinci (Oryctolagus cuniculus). Hasil uji efek
penyembuhan luka sayat menunjukkan bahwa formula gel sekstrak etanol daun
kecombrang mempunyai efektivitas dalam penyembuhan luka sayat pada kelinci
sebesar 9% (32).
Berdasarkan potensi dan pemanfaatan daun kecombrang dalam bidang
medis secara empiris serta penelitian yang menunjukkan adanya antibakteri secara
ilmiah, maka tanaman ini memiliki potensi untuk diolah lebih lanjut dalam bentuk
sediaan topikal agar dapat digunakan secara meluas sebagai sabun tangan
(Handsoap). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang formulasi sediaan Handsoap gel ekstrak etanol daun
kecombrang (Etlingera elatior (Jack)). Adapun parameter untuk sediaan yang
dibuat meliputi uji organoleptis, uji homogenitas, uji pH dan uji tinggi busa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian yaitu:
1. Apakah ekstrak daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack)), dapat
diformulasikan kedalam sediaan handsoap dalam bentuk gel?
2. Jenis basis gel manakah yang dapat menghasilkan sediaan handsoapgel
ekstrak etanol daun kecombrang ( Etlingera elatior (Jack)) berdasarkan uji
parameter yang dilakukan?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bahwa ekstrak daun kecombrang (Etlingera elatior
(Jack)) dapat diformulasikan kedalam sediaan handsoap gel.
3. Untuk mengetahui jenis basis gel mana yang dapat menghasilkan
sediaanhandsoap gel ekstrak etanol daun kecombrang (Etlingera elatior
(Jack))berdasarkan uji parameter yang dilakukan.
1.4 Manfaat Penelitian
Untuk menambah informasi dan pengetahuan pemanfaatan ekstrak daun
kecombrang (Etlingera elatior (Jack)), sebagai handsoap dalam bentuk gel.
1.5 Hipotesis
1. Ekstrak daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack)), dapat diformulasikan
kedalam sediaan handsoap gel.
2. Jenis basis gel Carbopol yang dapat menghasilkan sediaan ekstrak etanol
daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack)) berdasarkan uji parameter
yang dilakukan.
1.6. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat Parameter
Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian
Ekstrak daun kecombrang ( Etlingera elatior (Jack)
Dengan variasi gelling agent:
CMC 1,3%
Carbopol 1%
Kontrol positif (Yuri Handsoap gel®)
Organoleptis
Homogenitas
pH
Uji Organoleptis
(bentuk, warna dan bau)
Uji Homogenitas
(ada /tidaknya butiran kasar)
Uji pH
(tingkat asam dan basa)
Tinggi Busa
Uji Tinggi Busa
(mengetahui tingginya busa )
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman Kecombrang
Uraian tanaman meliputi habitat tanaman sistematika tanaman, nama
sinonim, morfologi tanaman, kandungan dan manfaat tanaman.
2.1.1. Habitat Tanaman Kecombrang
Kecombrang (Etlingera elatior (Jack)) merupakan salah satu keluarga
Zingberaceae yang asli Indonesia. Tanaman ini dikenal dengan berbagai nama
antara lain “kencong” atau “kincung” di Sumatera Utara, “Kecombrang” di jawa,
“honje” di Bali, ‘sambuang” di Sumatera Barat dan “bunga kantan” di Malaysia.
Kecombrang merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempahyang
sejak lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai obat-obatan (11).
Gambar 2.1 Tanaman kecombrang ( Etlingera elatior (Jack))
2.1.2. Klasifikasi Tanaman Kecombrang
Klasifikasi dari tanaman kecombrang adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Etlingera
Spesies : Etlingera elatiorJack (12).
2.1.3. Sinonim Tanaman Kecombrang
Tanaman Kecombrang memiliki banyak sinonim diantaranya, seperti
Nicolaiaspeciosa, Nicolaia elatior Horan, Etlingera elatior (Jack)), Phaeomeria
maggnifica,Phaemoria spesiosa, P.intermedia Valet (10).
2.1.4. Morfologi Tanaman Kecombrang
Tanaman kecombrang (Etlingera elatior(Jack)) merupakan tanaman yang
tumbuh di daerah tropis dan termasuk ke dalam tanaman aromatik, karena
mempunyai aroma yang khas. Tanaman ini memiliki akar,batang, daun, bunga,
buah dan biji. Sepintas ciri morfologi tanaman kecombrang sebagai berikut:
1. Akar
Tanaman kecombrang mempunyai akar berbentuk serabut dan berwarna
kuning gelap.
2. Batang
Tanaman kecombrang mempunyai batang berbentuk semu bulat membesar
dipangkalanya. Tumbuh tegak, berpelepah,batang saling berdekat-dekatan
membentuk rimpang.
3. Daun
Tanaman kecombrang mempunyai daun tunggal, lanset tersusun dalam
dua baris berselang-seling, di batang semu helaian daun berbentuk lonjong
dengan panjang 20-30 cm dan lebar 5-15 cm. Tepinya bergelombang dan
ujungnya meruncing. Tulang daun menyirip dan berwarna hijau.
4. Bunga
Tanaman kecombrang mempunyai bunga majemuk berbentuk bongkol,
bertangkai 40-80 cm, panjang dengan ukuran ± 7 ½ cm dengan pelindung
berbentuk jorong 7-18 cm x 1-7 cm berwarna merah jambu hingga merah
terang berdaging.Mahkota berbentuk tabung berwarna merah jambu.
5. Buah
Tanaman kecombrang mempunyai buah berbentuk kotak dengan bulat
telur berwarna hijau dan ketika masak warnamya menjadi merah .
6. Biji
Tanaman kecombrang mempunyai bji banyak berwarna coklat kehitaman
(13).
2.1.5. Kandungan dan Manfaat Tanaman Kecombrang
Hampir seluruh bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan. Dalam
kecombrang terkandung zat aktif seperti saponin, flavonoida, dan polifenol. Zat
aktif tersebut dikenal sebagai deodorant alami yang akan mengurangi bau badan
yang kurang enak bagi orang yang mengkomsumsinya.
Kecombrang juga kaya vitamin dan mineral. Khasiat lain dari kecombrang
adalah memperbanyak ASI, dan pembersih darah. Hal ini sangat baik bagi ibu
yang sedang menyusui. Di beberapa kalangan masyarakat, kecombrang dipercaya
sebagai penetral kolesterol. Hal ini tidaklah mengejutkan mengingat adanya
beberapa hasil penelitian yang menunjukkan kandungan senyawa- senyawa dari
tanaman ini seperti antibakteri, antioksidan, dan antikanker.
Hasil penelitian Ningtyas (2010) menguji ekstrak air daun kecombrang
dalam kemampuannya untuk membunuh bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Hasil penelitian menunjukkan adanya aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dengan zona hambat 8,663 mm dan terhadap
Esherichia coli dengan zona hambat 10 mm (10).
2.2 Kulit
2.2.1. Definisi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang
melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan merupakan alat
tubuh yang terberat dan terluas ukurannya yaitu kra-kira 15% dari berat tubuh dan
luas kulit orang dewasa1,5 m2. Kulit merupakan organ esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.Kulit juga sangat kompleks, elastik
dan sensitif serta sangat bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga
bergantung pada lokasi tubuh.Struktur kulit manusia dapat dilihat pada gambar
2.2 (14).
Gambar 2.2 Struktur Kulit Manusia
2.2.2. Fungsi kulit
Kulit mempunyai fungsi bermacam –macam untuk menyesuaikan dengan
lingkungan. Adapun fungsi utama kulit adalah :
a. Fungsi proteksi: menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik
seperti gesekan dan tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan
iritasi seperti radiasi. Kulit juga merupakan alat proteksi rangsangan kimia
karena stratum korneum ini bersifat impermeable terhadap zat kimia dan
air.
b. Fungsi absorpsi: Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap yang
diserap ( kulit bersifat permeabel terhadap O2, CO2 dan uap air), begitu
juga yang larut dalam lemak. Penyerapan terjadi melalui celah antar sel
menembus sel-sel epidermis dan saluran kelenjar.
c. Fungsi ekskresi: Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna
lagi atau sisa metabolism dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan
ammonia.
d. Fungsi persepsi: Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis sehingga kulit mampu mengenali rangsangan yang diberikan.
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi): Kulit melakukan fungsi ini
dengan cara mengekskresikan keringat dan mengerutkan (otot
berkontraksi) pembuluh darah kulit. Di waktu suhu dingin, peredaran
darah di kulit berkurang guna mempertahankan suhu badan. Pada waktu
suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi penguapan
keringat dan kelenjar keringat sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak
terlalu panas.
f. Fungsi pembentukan pigmen: Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak
di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosid membentuk
warna kulit, enzim melanosom dibentuk aparatus golgi dengan bantuan
tiroksinase meningkatkan metabolisme sel, Ion Cu dan Oksigen. Sinar
matahari mempengaruhi melanosom, pigmen yang terbesar di epidermis
melalui tangan- tangan dendrit.
g. Fungsi keratinisasi: sel basal akan berpindah ke atas dan berubah bentuk
menjadi sel spinosum. Keratinosid melalui proses sintesis dan generasi
menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira-kira 14-21 hari (14).
2.2.3 Anatomi Kulit secara hispatologik
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit yang paling luar. Ketebalan epidermis
berbeda- beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1
misalnya pada telapak tangan dan telapak kaki.
Lapisan epidermis terdiri atas :
a. Lapisan tanduk (Stratum korneum) adalah lapisan kulit yang paling
luar dan terdiri atas beberapa lapis sel- sel gepeng yang mati, tidak
berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
b. Lapisan lusidum (Stratum lusidum) terdapat langsung di bawah lapisan
korneum merupakan lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein
yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak
tangan dan kaki.
c. Lapisan Keratolin (Stratum Granulosum) merupakan 2 atau 3 lapis sel-
sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti
diantaranya. Butir- butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa
biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga
tampak jelas ditangan tangan dan kaki.
d. Lapisan Malphigi (Stratum spinosum) merupakan lapisan epidermis
yang paling kuat dan tebal. Terdiri dari beberapa lapis sel yang
berbentuk polygonal yang besarnya berbeda-beda akibat adanya
mitosis serta sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng
bentuknya. Pada lapisan ini banyak mengandung glikogen.
e. Lapisan basal (Stratum germinativum) merupakan lapisan epidermis
paling bawah dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal
terdapat melanosit. Melanosit adalah sel yang membentuk melanin
yang berfungsi melindungi kulit terhadap sinar matahari.
2. Dermis
Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis.Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis , berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah .
b. Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah
subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut- serabut penunjang seperti
serabut kolagen, elastin dan retikulin.
3. Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Jaringan
subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut dan di
lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat.Fungsi jaringan subkutan
adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi
(14).
2.3 Ekstrak (Extracta)
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelrut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (15).
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman obat
yang bertujuan untuk menarik komponen k imia yang terdapat dalam bagian
tanaman obat tersebut (16).
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari
komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang
digunakan (16).
Hasil dari ekstraksi disebut ekstrak yaitu sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan (16).
2.4.1. Metode Ekstraksi
Beberapa metode ekstraksi yang sering diigunakan antara lain yaitu :
a) Ekstraksi secara dingin
Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa-
senyawa yang terdapat dalam simlisia yang tidak tahan terhadap panas atau
bersifat termolabil. Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan dengan beberapa cara
berikut ini :
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan hanya
dengan cara merndam simplisia dalam satu atau campuran pelarut
selama waktu tertentu pada temperatur kamar dan terlindung dari
cahaya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian zat aktif secara dingin dengan cara
mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu
tertentu
b) Ekstraksi secara Panas
Metode panas digunakan apabila senyawa- senyawa yang terkandung
dalam simplisia sudah dipastikan tahan panas, metode ekstraksi yang
membutuhkan panas diantaranya :
1. Seduhan
Seduhan merupakan metoda ekstraksi paling sederhana hanya dengan
merendam simplisia dengan air panas selama waktu tetentu (5-10
menit).
2. Coque (penggodokan)
Coque merupakan proses penyarian dengan cara menggodok simplisi
menggunakan api langsung dang hasilnya dapat langsung digunakan
sebagai obat baik secara keseluruhan termasuk ampasnya atau hanya
hasil godokannya saja tanpa ampas.
3. Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari
simplisia nabati dengan air pada suhu 90ºC selama 15 menit.
4. Digestasi
Digestasi adalah proses ekstraksi yang cara kerjanya hampir sama
dengan maserasi, hanya saja digesti menggunakan pemanasan rendah
pada suhu 30-40ºC. Metoda ini biasanya digunakan untuk simplisia
yang tersari baik pada suhu biasa.
5. Dekokta
Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia
nabati dengan air pada suhu 90ºC selama 30 menit.
6. Refluks
Refluks adalah proses ekstraksi dengan pelarut pada tiitik didih pelarut
selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin
balik (kondensor). Proses ini umumnya dilakukan 3-5 kali pengulangan
pada residu pertama, sehingga termasuk proses ekstraksi yang cukup
sempurna.
7. Soxhletasi
Proses soxhletasi merupakan proses ekstraksi panas menggunakan kalat
khusus berupa ekstraktor soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah
dibandingkan dengan suhu pada metoda refluks (16).
2.5 Pelarut
Pelarut pada umumnya adalah zat berada pada larutan dalam jumlah yang
besar, sedangkan zat lainnya dianggap sebagai zat terlarut. Pelarut yang
digunakan pada proses ekstraksi haruslah merupakan pelarut terbaik untuk zat
aktif yang terdapat dalam sampel atau simplisia, sehingga zat aktif dapat
dipisahkan dari simplisia dan senyawa lainnya yang ada dalam simplisia tersebut.
1. Macam-macam Pelarut
a. Air
Air merupakan salah satu pelarut yang mudah, murah dan dipakai
secara luas oleh masyarakat. Pada suhu kamar, air merupakan pelarut
yang baik untuk melarutkan berbagai macam zat seperti : Garam-
garam alkaloida, glikosida, asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan
garam-garam mineral lainnya. Selain itu, air dapat mengembangkan
simplisia sedemikian rupa, sehingga akan menyulitkan dalam
ekstraksi terutama dengan metode perkolasi.
b. Etanol
Berbeda dengan air yang dapat melarutkan berbagai macam zat aktif,
etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu saja seperti alkaloida,
glikosida, damar-damar dan minyak atsiri. Keuntungan dari
penggunaan etanol sebagai pelarut adalah ekstrak yang dihasilkan
lebih spesifik, dapat bertahan lama karena disamping sebagai pelarut,
etanol juga berfungsi sebagai pengawet.
c. Gliserin
Gliserin digunakan sebagai pelarut terutama untuk menarik zat aktif
dari simplisia yang mengandung zat samak. Disamping itu, gliserin
juga merupakan pelarut yang baik untuk golongan tanin dan hasil-
hasil oksidannya, berbagai jenis gom dan albumin.
d. Eter
Eter merupakan pelarut yang sangat mudah menguap sehingga tidak
dianjurkan untuk pembuatan sediaan obat yang akan disimpan dalam
jangka waktu yang lama.
e. Heksana
Heksana adalah yang berasal dari hasil penyulingan minyak bumi.
Heksana merupakan pelarut yang baik untuk lemak dan minyak.
Pelarut ini biasanya dipergunakan untuk menghilangkan lemak
pengotor dari simplisia sebelum simplisia tersebut dibuat sediaan
galenik.
f. Aceton
Aceton memiliki kemampuan hampir sama dengan heksana dimana
aceton mampu melarutkan dengan bak berbagai macam lemak,
minyak atsiri dan damar. Akan tetapi aceton tidak dipergunakan untuk
sediaan galenik untuk pemakaian dalam.
g. Chloroform
Chloroform tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena secara
farmakologi, chloroform mempunyai efek toksik. Chloroform
biasanya digunakan untuk menarik bahan-bahan yang mengandung
basa alkaloida, damar, minyak lemak, dan minyak atsiri.
2. Pelarut berdasarkan kepolaran
a. Pelarut polar
Pelarut polar adalah senyawa yang memiliki rumus umum R-OH dan
menunjukkan adanya atom hydrogen yang menyerang atom
elektronegatif (oksigen). Pelarut dengan tingkat kepolaran yang tinggi
merupakan pelarut yang cocok baik untuk semua jenis zat aktif
(universal) karena disamping menarik senyawa yang bersifat polar,
pelarut polar juga tetap dapat menarik senyawa-senyawa dengan
tingkat kepolaran lebih rendah. Contoh pelarut polar diantaranya
adalah : air, methanol, etanol, asam asetat.
b. Pelarut non polar
Pelarut non polar merupakan senyawa yang memiliki konstanta
dielektrik yang rendah dan tidak larut dalam air. Pelarut ini baik
digunakan untuk menarik senyawa-senyawa sekali tidak larut dalam
pelarut polar seperti minyak. Contoh pelarut non polar adalah :
heksana, chloroform, dan eter.
c. Pelarut semi polar
Pelarut semi polar adalah yang memiliki molekul yang tidak
mengandung ikatan O-H. Pelarut dalam kategori ini, semuanya
memilik ikatan dipole yang besar. Ikatan dipole ini merupakan ikatan
rangkap antara karbon dengan oksigen atau nitrogen. Pelarut semi
polar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan
dengan pelarut polar. Pelarut ini baik digunakan untuk melarutkan
senyawa-senyawa yang juga bersifat semi polar dari tumbuhan.
Contoh pelarut semi polar adalah : Aseton, etil asetat dan Dikloro
metan (16).
2.6 Sabun Pencuci Tangan ( Handsoap)
2.6.1. Pengertian Sabun
Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal dari
minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang di gunakan sebagai pembersih
dapat berwujud padat (keras), lunak dan cair (DSN,1994). Sabun merupakan
pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium dan natrium dengan
asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani dengan diereaksikan dengan
alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80-100 °C melalui suatu
proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa,
menghasilkan gliserol sabun mentah (17).
2.6.2 Reaksi Penyabunan
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi
asam lemak.Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah
natrium (NaOH) dan amonia (NH4OH) sehingga rumus molekul selalu dinyatakan
sebagai RCOONa, RCOOK atau RCOONH4.
Proses pembuatan sabun dikenal dengan istilah saponifikasi. Saponifikasi
adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah/kuat. Berikut
merupakan reaksi saponifikasi (18):
CH3COCR CH2OH | | CHOCOR + 3NaOH 3RCOONa + CHOH | | CH2OCOR CH2OH
Lemak Alkali Sabun Gliserol
2.7 Gel
Gel disebut jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel dari anorganik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika
massa gel terdiri dari dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan
sebagai system dua fase. Dalam dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi
relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya
magma bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk
semipadatjika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus
dikocok dulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serta
sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara
moleku makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dapat
dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom alam
(misalnya tragakan). Sediaan tragakan disebut juga musilago. Walaupun gel-gel
ini umunya mengandug air, etanol, dan minyak dapat digunakan sebagai fase
pembawa (19).
2.7.1. Basis Gel
Berdasarkan komposisinya, basis gel dapat dibedakan menjadi basis gel
liofobik dan basis gel liofilik
1. Basis gel liofobik
Basis gel liofobik (tidak suka dengan pelarut) umumnya terdiri dari
partikel- partikel anorganik.Apabila ditambahkan kedalam fase pendispersi,
bilamana ada, hanya sedikit sekali interaksi terjadi antara kedua fase.Berbeda
dengan bahan liofilik, bahan liofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus
dirangsang dengan prosedur yang khusus.
Basis gel liofobik antara lain protelatum, mineral oil/gel polythilen,
plastibase, aluminium stearat, dan carbowax.Basis gel hidrofobik biasanya terdiri
dari paraffin cair dengan polietilen atau minyak lemak dengan koloid
silica.Minyak-minyak non polar seperti minyak zaitun, paraffin cair, atau isoprofil
miristat dapat membentuk basis gel dengan penambahan bahan penebal colloidal
silicon dioxide (aerosol).Basis gel yang dibuat dari bahan ini menghasilkan gel
yang transparan.Pembentuk gel hidrofobik memberikan kontribusi dalam
meningkatkan adhesi pembawa.
2. Basis gel liofilik
Basis gel liofilik umumnya adalah molekul-molekul organik yang besar
dan dapat larut atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.Istilah
hidrofilik berarti suka pada pelarut.Daya tarik menarik atau tidak adanya daya
tarik menarik antara fase terdispersi dengan medium pendispersinya
mempengaruhi kemudahan pembuatan dispersi koloid.Jika fase pendispersi
berinteraksi ini diistilahkan sebagai liofilik dengan fase pendispersi pada
umumnya.Karena daya tarik menarik pada pelarut bahan-bahan liofilik kebalikan
dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik, sisitem koloid
hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih
besar.
Basis gel liofilik antara lain bentonit, tragakan, derivate selulosa,
karbomer/karbopol, polivinil alkohol, alginat.
Keuntungan gel liofilik antara lain: daya sebarnya pada kulit baik, efek
dingin yang ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak
menghambat fungsi fisiologis kulit khususnya respiration sensibilis oleh karena
tidak melapisi permukaan kulit secara kedap dan tidak menyumbat pori-pori kulit,
mudah dicuci dengan air dan memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang
berambut dan pelepasan obatnya baik (20).
2.7.2 Bahan Dasar Pembentuk Gel
1. CMC Na ( Carboxyl Metyl Selulosa)
CMC-Na berbentuk serbuk atau granul, putih sampai krem, dan
higroskopis. CMC-Na mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloida,
tidak larut dalam etanol, eter dan pelarut organik lain. Larutan stabil pada pH 2-
10, pengendapan terjadi pada pH dibawah 2. Penyimpanannya dalam wadah
tertutup rapat. CMC- Na inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan
larutan garam besi dan beberapa logam seperti aluminium , merkuri, zink juga
dengan gom xanthan, pengendapan terjadi pada pH dibawah 2 dan pada saat
pencampurandengan etanol 95% membentuk kompleks dengan gelatin dan pektin.
Kegunaannya adalah sebagai gellating agent dengan konsentrasi 3-6% (7).
Keuntungan CMC-Na antara lain memberikan viskositas stabil pada
sediaan (20). Kerugian CMC-Na antara lain Membentuk larutan koloida dalam air
yang dapat membuat gel menjadi tidak jernih karena menghasilkan dispersi koloid
dalam air yang ditandai munculnya bintik-bintik dalam gel, memiliki diameter
penyebaran yang lebih kecil dibandingkan dengan basis gel yang lain (7)
2. Carbopol
Carbopol merupakan gel hidrofilik, sehingga mudah terdispersi dalam air
dan dalam konsentrasi kecil dapat berfungsi sebagai basil gel dengan kekentalan
yang cukup pada pH 6-11. Pemakaian carbopol dibandingkan dengan bahan lain
adalah sifatnya yang mudah didispersikan oleh air dan dengan konsentrasi kecil
yaitu 0,050-2,00 % (7).
Keuntungan Carbopol antara lainsifatnya yang mudah didispersikan oleh
air, tidak toksis dan tidak mempengaruhi aktivitas biologi obat tertentu (21).
Kerugian carbopol antara lainpada temperature berlebih dapat mengalami
penurunan kekentalan sehingga dapat mengurangi stabilitas (7).
3. HPMC ( Hydroxyl Propyl Methyl Cellulose)
HPMC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) juga dapat menghasilkan gel yang
netral, jernih, tidak berwarna, stabil pada pH 3-11, mempunyai resistensi yang
baik terhadap serangan mikroba, dan memberikan kekuatan film yang baik bila
mengering pada kulit (7).
Keuntungan HPMC antara lain menghasilkan gel yang netral dan jernih,
tidak berwarna,stabil pada pH 3-11, mempunyai resistensi yang baik terhadap
serangan mikroba, memberikan kekuatan film yang baik bila mongering pada
kulit, memiliki Kecepatan pelepasan obat yang baik, daya Sebarnya luas (22).
2.8 Formula Standar Pembuatan Gel
Formula pembuatan basis gel sebagai berikut (23) :
Tabel 2.1 Formula Standar Basis Gel CMC-Na Bahan %b/b
CMC-Na 5% Gliserin 10 Propilenglikol 5 Aquades (ad) 100
Tabel 2.2 Formula Standar Basis Gel Carbopol (24):
Bahan %b/b Carbopol 0,5 Gliserin 10 TEA 0,5 Aquades (ad) 89 2.8.1. Bahan-bahan pembuat Handsoap Gel
a. Gliserin
Gliserin merupakan cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
manis diikuti rasa panas dan higroskopis. Gliserin larut bila dicampur dengan air,
etanol (95%), praktis tidak larut dengan kloroform, eter dan minyak lemak (25).
Sinonimya yaitu gliserol,glycon G-100, gliserolum, 1,2,3- propanetriol,
trihidroksipropan gliserol. Gliserin digunakan dalam berbagai formulasi farmasi
termsuk sediaan oral, otik, opthalmik dan parenteral. Dalam sediaan topikal
formulasi dan kosmetik, gliserin terutama digunakan sebagai humektan dan
emolien. Gliserin dapat mengkristal jika disimpan pada suhu yang rendah, kristal
tidak meleleh sampai dipanaskan pada suhu 20 °C. Gliserin harus disimpan dalam
wadahkedap udara, ditempat yang sejuk dan kering (7).
b. Propilenglikol
Propilenglikol merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, rasa agak manis, higroskopik. Propilenglikol larut dalam air, etanol (
95%) dan dengan kloroform, larut dalam 6 bagian eter, tidak dapat dicampur
dengan eter minyak tanah dan minyak lemak (25).
Propilenglikol memiliki sinonim propilen glycolum,propan-1,2-
diol,methyl ethylene glikol, metil glikol dan 1,2-Dihidroxypropane. Propilenglikol
telah banyak digunakan sebagai desinfektan, humektan, plastisizer dan pelarut.
Propilenglikol bersifat higroskopik dan harus disimpan dalam wadah yang
tertutup, terlindung cahaya dan di tempat yang sejuk dan kering (7).
c. Trietanolamin
Trietanolamin dengan rumus molekul C6H15NO3 memiliki sinonim TEA,
Tealan, Trihidroksitrietilamin. Trietanolamin memiliki berat molekul sebesar
149,19 g/mol. Trietanolamin berupa cairan kental, tidak berwarna hingga kuning
pucat, dengan bau mirip amoniak, perlu disimpan dalam wadah tertutup baik.
Trietanolamin larut dalam air, etanol, dan kloroform.
Trietanolamin digunakan biasanya sebagai perantara dalam pembuatan
surfaktan, tekstil, lilin, poles, herbisida, demulsifiers minyak bumi dan bahan
adiktif semen. Penggunaan umum lainnya yaitu sebagai buffer, pelarut, dan
sebagai humektan
d. Natrium Lauril Sulfat
Natrium lauril sulfat merupakan krim berwarna putih atau kuning
pucat,kristal, serpihan atau bubuk yang memiliki rasa khas lemah dan bau
berlemak. Sinonimnya adalah garam natrium dodecyl sulfate, sodium
monododecyl sulfate, texapon. Natrium lauril sulfat adalah surfaktan anionik yang
digunakan sebagai deterjen dan zat pembasah yang efektif baik dalam kondisi
asam maupun basa. Natrium lauril sulfat stabil dalam kondisi penyimpanan
normal yang disimpan dalam wadah tertutup dan ditempat yang sejuk dan kering
(7).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian secara eksperimental
(Experimental research) yaitu suatu penelitian dengan melakukan kegiatan untuk
mengetahui pengaruh yang ada, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu atau
eksperimen tersebut. Ciri khusus dari penelitian eksperimen adalah adanya
percobaan atau trial. Percobaan itu berupa perlakuan atau intervensi terhadap
suatu variabel. Dari perlakuan tersebut diharapkan terjadi perubahan atau
pengaruh terhadap variabel lain (26).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitan
3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasetika Institut Kesehatan
Helvetia Medan
3.2.2 Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai Juni –Agustus 2018
3.3 Alat-alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat – alat gelas
seperti beaker glass (Iwaki pyrex), gelas ukur ( Iwaki pyrex), pipet tetes, kaca
preparat, timbangan digital, pH meter, lumpang dan stamper, rotary evaporator,
blender ( Miyako), kertas saring, alumunium foil, pot gel,spatula, sudip.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu : ekstrak daun
kecombrang, CMC Na, Carbopol, gliserin , Propilenglikol, TEA, Natrium Lauril
Sulfat, ,Pengharum, aquadest dan Etanol 70%.
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Pengumpulan Sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Daun kecombrang dipanen langsung dari
pohon, yang tumbuh di Desa Porsea Kabupaten Toba Samosir. Panen dilakukan
pada pagi hari. Daun yang digunakan adalah daun tua.
3.4.2 Pengelolaan Sampel
Pengelolaan sampel daun kecombrang (Etlingera elatior(Jack)) meliputi
pencucian, perajangan hingga menjadi serbuk, dan pembuatan ekstrak daun
kecombrang.
a) Pencucian
Daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack)) segar sebanyak 10 kg
dibersihkan dari kotoran, kemudian dicuci dibawa air mengalir sampai
bersih, ditiriskan.
b) Perajangan
Daun kecombrang (Etlingera elatior (Jack)) yang telah dicuci bersih
dirajang . Perajangan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam
diatas talenan.
c) Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan cara disebarkan diatas kertas perkamen
terhindar dari sinar matahari langsung selama ± 2 minggu. Pengeringan
diakhiri setelah terdapat beberapa tanda seperti warna memudar, mudah
dipatah atau rapuh.
d) Pembuatan serbuk
Pembuatan serbuk dilakukan dengan menggunakan blender. Serbuk
kemudian ditimbang dan disimpan ditempat yang terlindung dari sinar
matahari langsung.
e) Pembuatan Ekstrak Daun Kecombrang
Pada penelitian ini sampel daun kecombrang diekstraksi menggunakan
etanol 70%. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi, yaitu
sebanyak 1,2 Kg serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup,
kemudian dimaserasi dengan menggunakan 1200 ml etanol 70%.
Tuangi dengan 75 bagian etanol, ditutup, biarkan selama 5 hari terlindung
dari cahaya matahari sambil sering diaduk, diserkai, diperas. Setalah 5 hari
ampas dicuci lagi dengan 25 bagian etanol. Pindahkan kedalam bejana
tertutup, biarkan ditempat sejuk, yang terlindung dari cahaya selama 2
hari. Kemudian dienap tuangkan atau disaring (15). Kemudian filtrat yang
dihasilkan dipekatkan dengan bantuan alat rotary evaporator diperoleh
ekstrak kental.
3.5 Formulasi Sediaan Handsoap Gel
Sediaan handsoap gel yang akan dibuat adalah sebanyak 80 gram dengan
basis gel CMC-Na dan Carbopol.
Tabel 3.1 Formulasi sediaan Handsoap gel dengan basis gel CMC-Na dan Carbopol
Bahan Konsentrasi (%) F I F II FIII IV
Ekstrak Daun Kecombrang (%)
- 20 - 20
CMC-Na 1,3 1,3 - - Carbopol - - 1 1 TEA - - 1 1 Gliserin 10 10 10 10 Propilenglikol 5 5 5 5 Natrium Lauril Sulfat 2 2 2 2 Pewangi (gtt) q.s q.s q.s q.s Aquadest Ad 80 Ad 80 Ad 80 Ad 80
Keterangan:
FI :Formula dengan Basis CMC-Na 1,3% tanpa ekstrak daun kecombrang 20%
FII :Formula dengan basis CMC-Na 1,3% dengan ekstrak etanol daun kecombrang 20%
FIII :Formula dengan basis Carbopol 1 % tanpa ekstrak etanol daun kecombrang 20%
FIV :Formula dengan basis Carbopol 1% dengan ekstrak etanol daun kecombrang 20 %
3.6 Pembuatan Sediaan Handsoap Gel Ekstrak Daun Kecombrang
a.) Pembuatan handsoap gel ekstrak etanol daun kecombrang dengan basis
CMC- Na
Disiapkan semua bahan yang akan digunakan. Bahan ditimbang sesuai
dengan formula yang ada.Ekstrak daun kecombrang 20 % dilarutkan dengan
gliserin.Sodium Lauril sulfat dilarutkan dalam air panas. Dalam lumpang
masukkan aquadest dingin taburi CMC-Na, tunggu hingga transparan kemudian
dilakukan pengadukan secara terus-menerus sehingga terdispersi sempurna dan
terbentuk basis gel. Ditambahkan propilenglikol, ekstrak daun kecombrang,
natrium lauril sulfat dan sisa aquadest hingga 80 gram dengan cara terus
dilakukan pengadukan hingga terbentuk gel dan ditambahkan parfum aduk hingga
homogen.
b.) Pembuatan handsoap gel ekstrak etanol daun kecombrang dengan basis
Carbopol.
Carbopol dilarutkan dalam 25 ml aquadest dalam lumpang. Trietanolanim
dilarutkan dalam air lalu dimasukkan kedalam campuran carbopol lalu digerus
hingga terbentuk basis gel yang homogen. Kemudian ditambahkan propilenglikol
hingga terbentuk gel yang mengembang dan jernih. Disisi lain ekstrak daun
kecombrangdilarutkan dengan gliserin lalu dimasukkan kedalam massa gel
digerus lalu ditambahkan natrium lauril sulfat yang sudah dilarutkan dengan air
panas, diaduk secara pelan-pelan tambahkan sisa aquadest hingga 80 gram.
Terakhir ditambahkan parfum aduk hingga homogen hingga homogen
3.7 Evaluasi Handsoap Gel
Evaluasi sediaan handsoap gel mencakup uji organoleptik, uji
homogenitas, uji pH dan uji tinggi busa
3.7.1 Uji Organoleptik
Uji organoleptikdilakukan pada formulasi Handsoap gel ekstrak etanol
daun kecombrang bertujuan untuk mengetahui sifat fisik gel dan mengamati
adanya perubahan bentuk, warna maupun bau yang mungkin terjadi selama
penyimpanan (27).
3.7.2 Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah
dibuat homogen atau tidak.Caranya, gel dioleskan pada kaca transparan dimana
sediaan diambil 3 bagian yaitu atas, tengah dan bawah. Homogenitas ditunjukkan
dengan tidak adanya butiran kasar (27).
3.7.3 Uji pH
Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel untuk
menjamin sediaan gel tidak menyebabkan iritasi pada kulit.pHdapat diukur
dengan pH meter, pH stik dan pH universal.
pH sediaan gel diukur dengan menggunakan pH meter. pH meter terlebih
dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01)
dan larutan dapar asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga tersebut.
Kemudian elektroda dibilas dengan aquadest, lalu dikeringkan dengan tisu.
Sampel ditimbang 1g dan dilarutkan dalam 10 ml aquadest. Kemudian elektroda
dicelupkan kedalam larutan, diamkan beberapa saat sampai menunjukkan harga
pH yang konstan. Angka yang ditunjukkan oleh pH meter adalah pH sediaan
yang memenuhi kriteria pH kulit yaitu dalam interval 4,5-6,5 (28).
3.7.4 Uji Tinggi Busa
Uji busa tinggi busa dilakukan dengan metode Ross Milles Test dengan
cara ditimbang 0,1 gram sabun, dicampur dengan air suling ad 100ml.
Dimasukkan kedalam gelas ukur tertutup 100 ml dan dikocok dengan
membalikkan tabung sedimentasi selama 2 menit, volume busa yang terbentuk
diamati. Untuk pengukuran stabilitas busa,5 menit kemudian volume dicatat (29).