BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1262/2/BAB I - BAB III.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1262/2/BAB I - BAB III.pdf ·...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usia lanjut (old age) adalah istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan
tersebut. Semua makhluk hidup memiliki siklus kehidupan menuju tua yang
diawali dengan proses kelahiran, kemudian tumbuh menjadi dewasa dan
berkembang biak, selanjutnya menjadi semakin tua dan akhirnya akan
meninggal.(1)
Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari
peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH) / Angka Harapan Hidup
(AHH). Peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi
epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka
kesakitan karena penyakit degeneratif. Perubahan struktur demografi ini
diakibatkan oleh peningkatan populasi lanjut usia (lansia) dengan menurunnya
angka kematian serta penurunan jumlah kelahiran.(1)
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah satu indikator
keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan.
Keberadaan lanjut usia (lansia) memegang peranan penting bagi pembangunan
Indonesia. Hal ini mengingat bahwa salah satu indikator keberhasilan
pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup. Semakin
meningkatnya usia harapan hidup maka menyebabkan jumlah penduduk lansia
semakin besar.
-
2
Menurut World Health Organization (WHO) Secara global pada tahun
2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7%
dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat
seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Data WHO menunjukan pada
tahun 2000 usia harapan hidup orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012
naik menjadi 70 tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi
lansia di Indonesia juga bertambah setiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2009
menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011 menjadi
7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total
populasi.(2)
Menurut data dari Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2015,
dari21,7jutajiwadiatas60tahuntersebut,sekitar45%beradadirumahtanggadenganstat
ussosial ekonomi40%terendah. SUSENAS memproyeksikan pertumbuhan
populasipenduduklansiaakanberkembangsecaracepathinggamencapailebihdari23%
daritotalpendudukIndonesiapadatahun2050.JumlahpendudukLansiadiatas80tahun
berkembangpalingcepat.(3)
Menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2014, lansia
masih aktif bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebesar
47,48%, namun di sisi lain diketahui semakin bertambah tua umurnya, maka
lansia yang mengalami kemunduran fungsi organ akan semakin banyak. Angka
kesakitan lansia tahun 2014 sebesar 25,05% berarti bahwa sekitar satu dari empat
lansia pernah mengalami sakit dalam satu bulan terakhir.(4)
Berdasarkan Laporan Kementrian Kesehatan RI (2017), jumlah penduduk
lanjut usia di Indonesia sebesar 11,3 juta jiwa (6,4%), meningkat menjadi 15,3
-
3
juta jiwa (7,4%). Tahun 2011 diketahui jumlah lansia sama dengan jumlah balita
yaitu sekitar 24 juta jiwa atau 9,77% dari seluruh jumlah penduduk. Hal ini sama
dengan yang disampaikan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN provinsi Sumatera Utara), bahwa jumlah penduduk lansia mencapai
sekitar 24 juta jiwa.(5)
Menurut informasi pusat dan data Kementrian kesehatan RI (2016),
sebaran penduduk lansia menurut Provinsi yaitu persentase penduduk lansia di
atas 10% sekaligus paling tinggi ada di Provinsi DI Yogyakarta (13,04%), Jawa
Timur (10,40%) dan Jawa Tengah (10,34%). Sebaran penduduk terendah berada
di provinsi papua yaitu 1.94%. Sedangkan Sumatera Utara berada urutan ke-17
yaitu dengan persentase sebanyak 6,8%. (6)
Jumlah penduduk Sumatera Utara sebanyak 13.042.317 jiwa dan sekitar
6,3% dari populasi tersebut adalah lanjut usia yang jumlahnya 820.990 jiwa,
sedangkan jumlah lanjut usia yang dibina sebesar 24.659 atau sekitar 30% dari
seluruh populasi lansia. Meningkatnya jumlah penduduk lansia, maka perhatian
terhadap lansia perlu ditingkatkan agar terwujud kualitas keluarga yang sejahtera.
Kenyataannya, peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai
masalah diberbagai aspek kehidupan lansia, baik secara individu dalam kaitannya
dengan keluarga, masyarakat maupun pemerintah.(6)
Permasalahan tersebut berupa aspek kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan
ekonomi. Manusia lanjut usia akan mengalami kemunduran terutama dibidang
kemampuan kesehatan fisiknya karena adanya proses penuaan atau perubahan
yang dialami lansia sendiri, yang dapat mengakibatkan pada timbulnya
gangguan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan
-
4
ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (old age ratio
dependency).(2)
Berdasarkan hasil penelitian Sampelan, dkk (2015), menunjukkan bahwa
dari 63 responden (100%), dukungan keluarga yang kurang dengan kemandirian
lansia sebanyak 19 responden (30.2%), dan dukungan keluarga yang baik dengan
kemandirian lansia sebanyak 44 responden (69.8%) dengan menggunakan Hasil
uji chi-square menunjukkan, bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan
kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di Desa Batu
Kecamatan Likupang Selatan Kabupaten Minahasa Utara (p=0.003
-
5
bina keluarga lansia sedangkan 4 lainnya tidak ikut kegiatan karena 1 orang tidak
ada yang mengantar, 1 orang lupa jadwal kegiatan tetapi tidak ada yang
mengingatkan dan 2 orang lainnya merasa kegiatan BKL tidak ada gunanya.
Berdasarkan permasalahan diatas dan survei awal yang telah dilakukan
peneliti, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberdayaan Lansia melalui Kegiatan
Bina Keluarga Lansia (BKL) di Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan
Barat, Kota Medan Tahun 2018”.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah dukungan
keluarga dengan pemberdayaan lansia melalui kegiatan bina keluarga lansia(BKL)
di Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan Tahun
2018.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dukungan keluarga dengan pemberdayaan lansia
melalui kegiatan bina keluarga lansia(BKL) di Kelurahan Karang Berombak,
Kecamatan Medan Barat, Kota Medan Tahun 2018.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah wawasan dan mengetahui lebih jauh tentang pengaruh
BKL terhadap pemberdayaan lansia.
1.4.2. Manfaat Praktik
-
6
1. Bagi Peneliti
Untuk meningkatkan pengetahuan kegiatan dan menambah wawasan
peneliti tentang pengaruh BKL terhadap pemberdayaan lansia.
2. Bagi Tempat Penelitian
Adanya penelitian ini untuk memberikan kesadaran bagi responden dan
lingkungan tempat penelitian.
3. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat sebagai dokumentasi atau bahan acuan bagi
peneliti selanjutnya untuk memudahkan peneliti mendapatkan ideatau
masukan dari hasil penelitian ini.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk menambah wawasan bagi mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat
yang menjadi peneliti selanjutnya tentang pengaruh BKL terhadap
pemberdayaan lansia.
-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Menurut penelitian Khotimah (2016), tentang Lanjut Usia (Lansia) Peduli
Masa Depan di Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa responden di daerah
penelitian secara keseluruhan mengalami perubahan mental lebih besar pada
lansia non peserta BKL (66%) jika dibandingkan dengan lansia peserta
BKL(57%). Lansia peserta BKL di daerah penelitian secara keseluruhan
persentasenya lebihbanyak melakukan pengembangan profesi (64%) jika
dibandingkan lansia non peserta BKL(59%). Lansia peserta BKL di daerah
penelitian secara keseluruhan lebih banyak melakukanpengembangan usaha
ekonomi produktif (52%) jika dibandingkan lansia non peserta BKL(50%). Lansia
peserta BKL di daerah penelitian secara keseluruhan lebih banyak
melakukanupaya memperoleh ketenangan batin (99%) jika dibandingkan lansia
non peserta BKL(97%). Lansia peserta BKL di daerah penelitian secara
keseluruhan lebih banyak melakukanupaya untuk saling komunikasi dan tukar
informasi (98%) jika dibandingkan lansia nonpeserta BKL (92%).(9)
Menurut penelitian Listyaningsih (2017), hasil wawancara dari 36
responden semua responden menjawab program BKL di Sidoluhur, Sidoagung,
Sidokarto dan Sidoarum berhasil dilihat dari rutinitas pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan satu kali satu bulan, peserta yang datang lebih dari 75%, kegiatan yang
sudah direncanakan semua dapat dilakukan. Peneliti berpendapat bahwa
efektivitas dapat dilihat dari keberhasilan program melalui rutinitas kegiatan,
-
8
jumlah peserta yang hadir dan tujuan yang tercapai. Berdasarkan hasil wawancara
dari 36 responden semua responden mengatakan bahwa responden merasa puas
dengan adanya program BKL, karena program BKL dapat membantu keluarga
yang mempunyai lansia untuk memecahkan permasalahan yang dialami lansia dan
lansia menjadi sejahtera. (10)
Berdasarkan penelitian Pramudaningsih (2018), terdapat beberapa
gambaran terhadap perilaku sehat lansia melalui bina keluarga lansia yaitu: (a).
Gambaran Sikap subyek penelitian dalam menyikapi program BKL Subjek
penelitian merasa senang dan mendukung dengan adanya program BKL tersebut,
program BKL merupakan suatu stimulasi untuk mempunyai semangat dalam
menerapkan hidup sehat. (b). Gambaran Program BKL terhadap perilaku sehat
lansia subjek penelitian, subjek penelitian sudah mengalami perubahan perilaku
yang positif terhadap kesehatan mereka. (11)
2.2. Pemberdayaan Lansia
2.2.1. Lanjut Usia
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang”. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan
ahirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai
usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lanjut usia merupakan proses alami
yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami
proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir.
-
9
Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap. (12)
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun keatas. Pengertian lanjut usia beragam tergantung
kerangka pandang individu, orang tua yang berusia 35 tahun dapat dianggap tua
bagi anaknya dan tidak muda lagi. Orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin
menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut. (13)
Lanjut usia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap
bahwa orang telah tua jika menunjukan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan
kulit, dan hilangnya gigi. Peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi
peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi
produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria
simbolik seseorang dianggap tua jika cucu pertamanya lahir. Masyarakat
kepulauan pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari
garis keturunan keluarganya. Sehingga dapat disimpulkan bahwalanjut usia adalah
seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang mencapai usia 60 tahun
keatas.(12)
2.2.2. Batasan-Batasan Lanjut Usia :
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut
WHO lansia meliputi : (12)
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
-
10
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
Para ahli membedakannya menjadi dua macam usia yaitu usia kronologis
dan usia biologis”. Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Indonesia,
dengan usia pensiun 56 tahun, barangkali dapat dipandang sebagai batas
seseorang memasuki usia lanjut, namun dalam perkembangan selanjutnya,
menurut undang-undang No.13 tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun
keatas adalah yang paling layak disebut usia lanjut. Usia biologis adalah usia yang
sebenarnya. Biasanya diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia
biologis. (13)
2.2.3. Masalah Kesehatan dan Pemberdayaan Pola Hidup Sehat pada
Lanjut Usia
Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia di Indonesia dinilai masih kurang
memadai”. Belum semua pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit
atau puskesmas telah membuka pelayanan khusus bagi lansia, sementara itu
segala macam bentuk penyakit yang timbul karena ketuaan memerlukan
pengetahuan dan teknologi khusus. Geriatrik sebagai disiplin ilmu yang khusus
mempelajari berbagai hal mengenai pelayanan kesehatan lansia masih merupakan
cabang ilmu baru di Indonesia, dan belum mampu mengimbangi pesatnya
perkembangan kebutuhan pelayanan kesehatan lansia. Kehidupan lansia sebagian
besar adalah tanggung jawab pemerintah, termasuk berbagai kemudahan yang
patut diterimanya seperti potongan biaya perjalanan, aksesibilitas umum, dana
perlindungan hari tua, potongan biaya pengobatan dan lain-lain. (12)
-
11
2.2.4. Pemberdayaan Lanjut Usia (Lansia)
Negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, jaminan sosial
penduduk usia lanjut umumnya mengikuti sistem tradisional, yaitu berasal dari
anak-anak, teman atau anggota keluarga lainnya. Berdasarkan hal ini maka
pemberdayaan bagi para usia lanjut adalah hal yang harus dilakukan untuk
mengurangi ketergantungannya kepada anak, teman atau anggta keluarga lainnya.
(1)
Pemberdayaan penduduk usia lanjut mengacu pada upaya
mengembangkan daya (potensi) individu maupun kolektif penduduk usia lanjut
sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuannya dalam berbagai aktivitas,
baik sosial, ekonomi, maupun politis. Menciptakan kondisi tersebut perlu ada
intervensi atau stimulasi yang berasal dari luar. Sebab keinginan pendudduk usia
lanjut untuk berkembang tidak terlepas dari kemampuan individu yang
ditentukan leh tingkat pendidikan dan keterampilan, lingkungan serta konteks
budaya. (1)
Pemberdayaan tidak melibatkan penyerahan kekuasaan seseorang untuk
memberdayakan yang lain tetapi lebih pada pemberdayaan sebagai proses aktif
dan bertujuan dari tiap pasangan untuk mengembangkan dan menguatkan
kekuasaan pada yang lain. Tiap pasangan didorong untuk mencapai potensi
pribadi setinggi mungkin. Pemberdayaan dalam konteks ini berarti bahwa tiap
anggota keluarga berkeinginan membantu anggota yang lain untuk menjadi diri
mereka sendiri seoptimal mungkin. Memfokuskan otoritas antara satu sama lain
bukan “mengendalikan” seseorang, merupakan kunci dari model pemberdayaan.
Bekerja mengarahkan pada pemberdayaan antara satu sama lain dapat
-
12
menghasilkan suatu kekuatan dan hubungan saling ketergantungan yang sehat.
(14)
Melakukan pemberdayaan (empowerment) terlebih dahulu perlu dipahami
dua hal, yaitu power dan empowerment.Power adalah bagaikan bangunan dasar,
sedangkan empowermentadalah bagaikan bangunan atasnya. Pemberdayaan
penduduk usia lanjut potensi objektif usia lanjut diibaratkan merupakan power
yang dijadikan dasar pemberdayaan. Pemberdayaan penduduk usia lanjut melalui
peningkatan kemampuan untuk tetap aktif dalan aktivitas produktif merupakan
salah satu antisipasi agar mereka dapat mengurangi ketergantungan aktual
terhadap anggta rumah tangga yang lain. Proses pemberdayaan penduduk usia
lanjut perlu diarahkan pada upaya mendorong kearah kemandirian mereka. (1)
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2010 Tentang
Model Perlindungan Perempuan Lanjut Usia yang Responsif Gender.(15)
Pasal yang berhubungan dengan Implementasi Peraturan Menteri tersebut
diatas di Desa Taman Cari Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur
adalah pasal 1 poin a dan b yaitu : (15)
Pasal 1 model perlindungan perempuan lanjut usia yang responsive gender
meliputi :
1. Pemberdayaan lanjut usia khususnya perempuan dibidang kesehatan,
sosial, mental spiritual, pendidikan, ekonomi.
2. Peran individu, keluarga dan masyarakat. Model perlindungan perempuan
lanjut usia dapat dijadikan panduan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah
-
13
dan masyarakat dalam menyelenggarakan perlindungan perempuan lanjut
usia.
2.3. Bina Keluarga Lansia (BKL)
Dibawah ini adalah kebijakan Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional adalah :
2.3.1. Kebijakan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Pendekatan keluarga merupakan sasaran utama dalammenjalankan
Program (KKBPK) Kependudukan, KeluargaBerencana dan Pemberdayaan
Keluarga. BKL adalahsalah satu Poktan Tribina (BKB, BKR, BKL), berupawadah
kegiatan bagi keluarga lansia dan keluarga yangmemiliki lansia yang berusaha
meningkatkan kegiatandan keterampilan keluarga dalam memberikan
pelayanan,perawatan, dan pengakuan yang layak sebagaiorang tua yang tidak
potensial dan meningkatkan kesejahteraankeluarga lansia melalui
pemberdayaan,pembinaan, serta pengembangan potensi bagi lansia.(8)
Tujuan utama kelompok ini adalah memberi pengetahuan, sikap, dan
perilaku (PSP) keluarga lansia dankeluarga yang memiliki lansia dalam
meningkatkanketahanan dan kesejahteraan keluarga. Kebijakan peningkatan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga (PK3) pada hakekatnya merupakan
perwujudandari upaya membangun keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Kebijakan tersebut dimaksudkan untukmendukung keluarga agar dapat
melaksanakan fungsikeluarga secara optimal. Kebijakan pembangunankeluarga
sebagaimana yang diamanatkan dalam UUnomor 52 tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukandan Pembangunan Keluarga, antara lain
-
14
dilakukanmelalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraankeluarga dengan
peningkatan kualitas anak, peningkatankualitas remaja, dan peningkatan kualitas
hiduplansia agar tetap produktif dan berguna bagi keluargadan masyarakat. (8)
Peningkatan kualitas hidup lansiadilakukan dengan pemberian kesempatan
untukberperan dalam kehidupan keluarga. Pada pasal 47 dariaundang-undang
tersebut, ditetapkan kebijakan pembangunankeluarga melalui Pembinaan
ketahanan dankesejahteraan keluarga dalam upaya meningkatkankualitas SDM
Indonesia. Pada RPJM tahun 2010-2014bidang KKBPK dalam kegiatan
pembinaan ketahanankeluarga ditujukan untuk meningkatkan
kesertaan,pembinaan dan kemandirian berKB bagi PUS anggotaPoktan, dengan
sasaran meningkatnya keterampilankeluarga dalam pengasuhan dan
pembinaan/perawatandalam rangka mewujudkan kualitas hidup lansia.Sementara
RKP Pemerintah tahun 2014 untuk lansiadiharapkan agar seluruh keluarga yang
memiliki lansiamenjadi anggota Poktan Tribina secara aktif. (8)
RPJMtahun 2015-2019 tertuang misi BKKBN dalammendukung visi
pembangunan 2015-2019, adalahmemfasilitasi pembangunan keluarga dan
membangunjejaring kemitraandalam pengelolaan Program KKBPK.Target
sasaran adalah meningkatnya persentase keluargayang memiliki pemahaman dan
kesadarantentang fungsi Keluarga dari 5 (lima) persen (tahun2014) menjadi 10
persen tahun 2015, disampingmeningkatnya pembinaan ketahanan keluarga
dalamupaya meningkatkan PSP keluarga lansia dan rentan. (8)
Sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007, BKKBNmerupakan salah
satu lembaga yang diberi mandateuntuk mewujudkan agenda prioritas
-
15
pembangunan(Nawacita), terutama pada Agenda Prioritas Nomor 5,yaitu
meningkatkan kualitas manusia Indonesia. StrategiPembangunan Nasional 2015-
2019, BKKBN beradapada dimensi Pembangunan Manusia, yang berperanpada
upaya mensukseskan dimensi Pembangunan Kesehatanserta Mental/Karakter
(Revolusi Mental), yangbertanggung jawab untuk meningkatkan peran
keluargadalam mewujudkan revolusi mental.(8)
Berdasarkan kebijakan-kebijakan yang terkait denganprogram
Pembangunan Ketahanan dan Keluarga Sejahtera,khususnya terhadap lansia
melalui wadah BKL, ada4 (empat) hal penting yang akan disoroti. Analisis
inimenjelaskan sejauhmana kesiapan Poktan BKL sesuaitemuan lapangan atau
hasil penelitian terkini. Empat haltersebut adalah: (1) Pengetahuan peserta tentang
8fungsi keluarga dan PSP keluarga tentang perawatanlansia, (2) Sasaran Keluarga
dalam Poktan, (3)Keberadaan dan Kesiapan Poktan BKL, dan (4)Efektivitas
Poktan BKL.(8)
1. Pengetahuan 8 (delapan) Fungsi Keluarga
Kebijakan PK3 mendukung keluarga agar dapat melaksanakanfungsi keluarga
secara optimal. Hasil studiefektivitas Poktan melaporkan sebagian
keluargaanggota poktan BKL (47 persen) pernah mendapatkanpen-jelasan tentang
8 fungsi keluarga. Diantara 8 fungsitersebut, yang paling banyak diketahui adalah
fungsiagama (74 persen) dan fungsi cinta kasih (60 persen), sedangkan terendah
adalah fungsi reproduksi (2persen) dan fungsi sosialisasi pendidikan (3
persen).Menyikapi temuan ini terlihat bahwa kebijakan PK3tentang 8 fungsi
keluarga melalui BKL masih belumoptimal.(8)
-
16
Begitu pula tentang 7 dimensi lansia tangguh, baru 38 persen anggota poktan
BKL mendapat penjelasan.Dimensi terbanyak diketahui adalah dimensi
fisik,vokational dan spiritual, masing-masing 53, 46 dan 44persen, terendah
adalah dimensi intektual (5 persen).Sedangkan penjelasan tentang jenis dan alat
kontrasepsibaru sebagian (52 persen).Meningkatnya (PSP) Keluarga Lansia
tentang perawatanlansia sebagai target sasaran program yang diharapkandalam
RPJMN, temuan survei RPJM tahun2012 (analisis lanjut) menunjukkan,
polapengasuhan/perlakuan/perawatan lansia (BKL), aspekfisik,
jiwa/mental/spiritual, sosial, masih berada padakategori “kurang baik”.(8)
2. Sasaran Keluarga dalam Poktan BKL
Lansia sangat membutuhkan peran serta keluarga untukmendampingi dan
menangani masalah-masalahyang timbul bagi dirinya. Keluarga harus
memilikipengetahuan tentang perubahan fisik, mental yangdialami lansia agar
dapat melakukan perawatan sertapembinaan untuk mem-bantu permasalahan
yangdihadapi lansia. Ketidaksinkronan kebijakan ProgramKKBPK terlihat pada
sasaran dan tujuannya adalahuntuk meningkatkan kualitas keluarga dan
kesertaanber KB bagi keluarga Poktan Tribina. Sasaran RPJMtahun 2010-2014
bidang KKBPK adalah meningkatnyakesertaan, pembinaan dan kemandirian ber
KB bagi PUSanggota Poktan. Sedangkan Poktan BKL, merupakanwadah kegiatan
bagi keluarga lansia dan keluarga yangmemiliki lansia.(8)
-
17
3. Keberadaan dan Kesiapan Poktan BKL
Pada buku pedoman BKL yang diterbitkan BKKBN(2014) ditetapkan
beberapa persyaratan yang harusdipenuhi pembentukan Poktan BKL, yaitu:
ketersediaanSDM, dukungan dana, sarana dan prasarana, kehadirandan keaktifan
anggota poktan, kemitraan, dan adanyamonitoring dan pemantauan. Temuan
penelitian terungkapbahwa semua poktan BKL umumnya terintegrasidengan
kegiatan lain, terutama dengan posyandulansia. Terintegrasinya poktan tersebut,
namaBKL kurang dikenal; masyarakat lebih mengenalPosyandu Lansia atau
Posbindu. Bahkan ditemukaninforman tidak menyadari bahwa kegiatan yang
sedangdiikuti adalah BKL. (8)
Beberapa informan mengatakankeberadaan Poktan BKL antara “ada dan
tiada”, dankegiatannya masih belum mencerminkan konsep yangditetapkan
BKKBN. Pembinaan petugas KB, maupunpenyuluhan oleh kader jarang
dilakukan. Mayoritaskegiatan berupa posyandu lansia, seperti: pengukurantensi,
cek gula darah, pemberian vitamin, PMT, penyuluhanpenyakit degeneratif, dll.
Berbagai keterbatasandiungkapkan, seperti dukungan dana yang terbatas,tenaga
PLKB yang terbatas, pelatihan terhadap PLKBdan kader yang kurang intensif dan
tidak merata, saranaprasarana yang belum memadai.(8)
4. Efektivitas Poktan BKL
Penilaian efektivitas Poktan BKLmerupakan bagianpenting untuk mengetahui
kesiapannya dalam mewujudkanprogram lansia tangguh. Studi EfektivitasPoktan
Tribina (2015) melakukan pengamatan terhadappoktan BKL di tiga provinsi
dengan keberadaanyang jelas dan masih berjalan serta dinilai bagus.
-
18
Pengukuranefektivitas menggunakan empat indikator utamayaitu: (1) Tingkat
partisipasi keluarga, (2) Keaktifananggota poktan, (3) rutinitas kegiatan dan (4)
kepuasananggota poktan. (8)
2.3.2. Pengertian Bina Keluarga Lansia
Bina Keluarga Lansia (BKL) merupakan kelompok kegiatan yang
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga yang
memiliki lanjut usia dalam pengasuhan, perawatan dan pemberdayaan lansia agar
dapat meningkatkan kesejahteraannya. Kelompok bina keluarga lansia adalah
wadah kegiatan keluarga yang mempunyai lansia yang bertujuan untuk
meningkatkan kepedulian dan peran serta keluarga dalam mewujudkan lanjut usia
yang sehat, mandiri, poduktif dan bertaqwa sehingga tetap dapat diberdayakan
dalam pembangunan dengan memperhatikan kearifan, pengetahuan, keahlian,
keterampilan dan pengalamannya sesuai usia dan kondisi fisiknya. (4)
Rangka memaksimalkan peningkatan kesejahteraan lansia, diperlukan
peran keluarga yang turut berpartisipasi aktif mendampingi aktivitas lansia di
masa senjanya. Peran keluarga sangatlah penting di dalam memberdayakan lansia,
karena keluargalah orang terdekat dari lansia itu sendiri, baik anak, menantu
maupun cucu bahkan adik atau kakak lansia itu sendiri. Kelompok bina keluarga
lansia dapat memberikan kontribusi terhadap terwujudnya lansia tangguh dan
berjalan secara berlanjut apabila memiliki mekanisme kerja yang dipahami dan
disepakati oleh anggota kelompok. Mekanisme kerja yang jelas dapat dijadikan
sebagai acuan dan dioperasionalkan dalam mencapai tujuan kelompok. Pokok-
pokok kegiatan kelompok BKL/Kader, antara lain :
-
19
1) Kegiatan utama dilakukan pada kelompok BKL/kader meliputi:
penyuluhan, temu keluarga, kunjungan rumah, rujukan, pencatatan dan
pelaporan, serta monitoring dan evaluasi.
2) Kegiatan pengembangan antara lain:
a. Bina kesehatan fisik antara lain olahraga, senam, penyediaan makanan
tambahan;
b. Bina sosial dan lingkungan antara lain rekreasi, bina lingkungan;
c. Bina rohani/spiritual melalui kegiatan keagamaan, social
kemasyarakatan;
d. Bina peningkatan pendapatan usaha ekonomi produktif melalui
UPPKS UKM, Koperasi, dan lain-lain.(16)
Masa Lansia adalah masa yang memiliki rentang hidup paling panjang.
Berbagai penurunan fisik maupun psikis yang dialami lansia hendaknya dapat
disikapi secara bijaksana sehingga lansia merasa berarti meskipun memiliki
keterbatasan keterbatasan. Dari sisi ekonomi, produktiitas lansia dapat dilakukan
dengan memberdayakan potensi-potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan
pendapatan lansia. Lansia yang produktif secara ekonomi menjadikan lansia
meskipun mengalami berbagai penurunan secara fisik maupun psikis namun
merasa puas dengan kondisi dirinya karena dapat menjadikan kegiatan ekonomi
sebagai mata pencaharian sekaligus aktivitas untuk mengisi masa tua. Pada
akhirnya para lansia merasa bermakna, berarti, sekaligus dapat menambah
pendapatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup lansia sehari-hari atau
memberi sesuatu kepada anak cucunya.(16)
-
20
Berdasarkan Modul Pembinaan Sosial Kemasyarakatan Bagi Lansia oleh
Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2013, BKL adalah kelompok kegiatan (Poktan) keluarga
yang mempunyai lansia yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan keluarga yang memiliki lansia dan lansia itu sendiri untuk
meningkatkan kualitas hidup lansia dalam rangkameningkatkan kesertaan,
pembinaan, kemandirian ber-KB bagi PUS anggota kelompok kegiatan. (16)
Sedangkan menurut Buku Pegangan Kader Tentang Lansia Tangguh
Dengan Tujuh Dimensi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional Tahun 2015, Lansia tangguh adalah seseorang atau kelompok lansia
yang sehat (secara fisik, sosial, dan mental), mandiri, aktif, dan produktif. Lansia
potensial adalah warga lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan atau jasa. Tujuh dimensi lansia
tangguh terdiri dari:(17)
1. Spiritual
2. Intelektual
3. Fisik
4. Emosional
5. Sosial Kemasyarakatan
6. Professional Vokasional
7. Lingkungan
Kaitannya dengan pelaksanaan program untuk lansia, tidak terlepas dari
faktor penghambat dan pendukung yang secara tidak langsung terdapat pada
-
21
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang asas, arah,
dan tujuan serta tugas dan tanggung jawab kesejahteraan lanjut usia, yaitu:(13)
1. Pasal 4
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bertujuan untuk memperpanjang usia
harapan hidup dan masa produktif. terwujudnya kemandirian dan
kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa
Indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pasal 7
Pemerintah bertugas mengarahkan. Membimbing. dan menciptakan suasana
yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan social lanjut
usia.
3. Pasal 8
Pemerintah, masyarakat, dan keluarga bertanggung jawab atas terwujudnya
upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia. Dari penjelasan beberapa
pengertian dari berbagai sumber di atas dapat disimpulkan, bina keluarga lansia
atau BKL merupakan wadah atau organisasi untuk berkegiatan lansia dan
keluarga yang memiliki lansia yang oleh dicanangkan oleh Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan bertujuan untuk
mensejahterakan lansia melalui program program pemberdayaan, ekonomi
produktif, tatacara perawatan dan pengasuhan lansia sehingga tercipta lansia
sejahtera, mandiri, produktif, semangat dan berdaya.
-
22
2.3.3. Tujuan BKL
Menurut BKKBN bahwa tujuan bina keluarga lansia adalah meningkatkan
kepedulian dan peran keluarga dalam mewujudkan lanjut usia sejahtera yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, hidup sehat, mandiri, produktif dan
bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat dengan cara memberdayakan lansia dan
memberikan pengasuhan kepada keluarga sebagai bentuk kepedulian keluarga
terhadap lansia sehingga lansia tidak merasa minder dengan perubahan yang
dimilikinya.(16)
2.3.4. Sasaran BKL
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), membagi
sasaran program bina keluarga lansia kepada dua macam, yaitu : (16)
1. Sasaran langsung diantaranya keluarga yang mempunyai anggota keluarga
lansia dan keluarga yang seluruh anggotanya lansia.
2. Sasaran tidak langsung yaitu:
a. Perorangan diantaranya pendidik/guru, pemuka agama, pemuka adat,
pemimpin organisasi sosial kemasyarakatan, pemuda, wanita, para ahli
dari berbagai bidang disiplin ilmu yang terkait (dokter, bidan, perawat,
psikolog).
b. Institusi/lembaga pemerintah dan non pemerintah, seperti organisasi
wanita, sekolah, LSOM.
c. Pokja/Pengelola.
-
23
2.3.5. Peran BKL
Peran Bina Keluarga Lansia (BKL) adalah meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan keluarga lansia, memahami dan membina kondisi serta mengatasi
permasalahan lansia, guna meningkatkan kesejahteraan lansia, menyadarkan
bahwa lansia dapat hidup secara produktif walaupun usia tidak memungkinkan
untuk produktif dengan cara kegiatan bina keluarga lansia.(16)
2.3.6. Peran Lansia di Dalam Keluarga
Menurut (BKKBN), disebutkan bahwa peran lansia di dalam keluarga
diantaranya:(17)
1. Sebagai penasehat atau pembimbing keluarga dan sanak saudara di
lingkungan keluarga.
2. Sebagai panutan di dalam keluarga.
3. Mengamalkan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang baik dan
berharga kepada anak cucu dan generasi muda.
4. Membantu meningkatkan pendapatan keluarga.
2.3.7. Peran Keluarga dalam Pembinaan terhadap Lansia
Sedangkan peran keluarga dalam pembinaan terhadap lansia. menurut
diantaranya:(17)
1. Memberikan fasilitas atau kemudahan bagi lansia untuk mengamalkan
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seperti membantu lansia
merangkai bunga dan keterampilan lainnya.
-
24
2. Pembinaan keagamaan yaitu menyiapkan peralatan ibadah, kitab suci,
buku-buku agama, menyediakan waktu pada acara keagamaan dan
perayaan hari-hari besar bersama keluarga serta masyarakat
3. Pembinaan fisik yaitu memberikan lingkungan beraktivitas seperti Jalan
kaki, berlari santai, naik sepeda, berenang, latihan otot dengan bola basket,
latihan otot kaki dll.
4. Pembinaan psikis/ mental yaitu memberikan ketenangan dan memberikan
rasa aman dan nyaman di tengah-tengah keluarga dengan cara
meningkatkan spiritual dan tidak membiarkan lansia merasa kesepian.
5. Pembinaan sosial ekonomi yaitu menyediakan semua perlengkapan yang
diperlukan lansia, menyediakan makanan sehat dan memberikan fasilitas
kesehatan yang diperlukan lansia.
2.3.8. Pengelolaan Program Bina Keluarga Lansia (BKL)
Pada pengelolaan program Bina Keluarga Lansia (BKL) dijelaskan
langkah-langkah pembentukan kelompok Bina Keluarga Lansia, yaitu:(16)
1. Persiapan, meliputi kegiatan:
a) Penggalangan kesepakatan. Penggalangan kesepakatan dilaksanakan
dalam pertemuan yang membahas tentang pentingnya BKL, dengan
kesepakatan bersama perlu dibentuknya kelompok BKL.
b) Inventarisasi sasaran dan tenaga/ ahli. Inventarisasi dilakukan dengan
menggunakan R/I/KS dan sumber lain serta dilakukan inventarisasi
tenaga/ ahli di bidang lansia.
c) Pembentukan kelompok-kelompok kader
-
25
1) Pemilihan kader
2) Syarat kader, yaitu:
a) Wanita atau pria telah berkeluarga dan aktif di masyarakat.
b) Dapat membaca, menulis dan berkomunikasi dengan baik.
c) Bertempat tinggal di lokasi kegiatan.
d) Sehat jasmani dan rohani.
e) Bersedia mengikuti latihan/ orientasi/ magang.
f) Bersedia menjadi kader.
g) Menjalankan tugas secara sukarela.
h) Tugas dan fungsi kader yaitu:
i) Mengelola kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL).
j) Melakukan penyuluhan.
k) Melakukan kunjungan rumah.
l) Melakukan pembinaan.
m) Melakukan rujukan.
n) Melakukan pencatatan.
o) Melakukan pengembangan KS.
p) Melakukan konsultasi kepada PLKB, tim pembina.
q) Pembekalan kader
r) Pembentukan kelompok BKL, penyusunan rencana kegiatan
kelompok, memberikan penjelasan tentang BKL, dan mengundang
calon peserta (keluarga yang memiliki lansia).
-
26
3) Pokok-pokok kegiatan kader
Pada bagian inti, merupakan kegiatan pembelajaran pada program
keluarga lansia, yang dilakukan melalui beberapa kegiatan yang
dilakukan oleh kader terhadap lansia dan keluarga lansia, kegiatan
tersebut meliputi:
a. Penyuluhan
b. Kunjungan rumah
c. Rujukan
d. Pencatatan.
e. Penyuluhan
f. Pelaksanaannya adalah kader.
g. Waktu 1 atau 2 kali sebulan.
h. Tempat berdasarkan kesepakatan.
i. Materi yang dibahas dalam pertemuan.
2.4. Peran Keluarga
Peran keluarga meliputi satu keluarga dan kedua anggota keluarga dewasa
diharapkan bekerja dan saling berbagi semua urusan dan tanggung jawab
keluarga, dalam keluarga lain peran tradisional diharapkan dan dilaksanakan, dan
dalam situasi lainnya, keluarga orang tua tunggal, orang dewasa mengemban
peran kedua orang tua. Batasan normatif peran keluarga sangat luas, suatu rentang
perilaku yang uas diterima jika sesuai dan tergantung pada situasi. Kebutuhan
keadaan dan individu dalam situasi sering kali menentukan perilaku spesifik yang
ditemukan dalam sebuah peran. (14)
-
27
Peran keluarga sangat dipengaruhi oleh tuntutan dan kepentingan yang
diletakkan pada struktur sosial yang lebih besar. Jadi, sebagai respons
“penelantaran halus” masyarakat kita terhadap keluarga miskin, berbagai adaptasi
peran keluarga telah berkembang sebagai cara memecahkan masalah dan isu yang
berulang karena menjadi miskin. Keluarga orang tua tunggal menyusun bagian
bermakna dari keluarga yang tinggal dalam kemiskinan, dan proporsi keluarga
pekerja yang miskin selama 30 tahun. (14)
Peran keluarga dalam pemberdayaan lansia adalah dengan memberikan
motivasi atau dukungan kepada lansia, dengan adanya dukungan dari keluarga
maka lansia merasa aman dan nyaman. (18)
2.4.1. Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga
dengan lingkungan. Menurut Smet dukungan keluarga didefinisikan sebagai
informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku
yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam
lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan
keuntuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.
Dalam hal ini orang yang mendapat dukungan secara emosional merasa
diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. (18)
2.4.2. Faktor yang Memengaruhi Dukungan Keluarga
Faktor-faktor yang memengaruhi dukungan keuarga adalah :(18)
-
28
1. Faktor Internal
a. Tahap Perkembangan
Artinya dukungan keluarga dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini
adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang
usia memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan
berbeda-beda.
b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel
intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan, dan
pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara
berfikti seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor
yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan
tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.
c. Faktor Emosional
Faktor emosional juga memengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan
dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respon stress
dalam perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai sakit,
mungkin dilakukan dengan cara menghawatirkan bahwa penyakit tersebut
dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum melihat
sangat tenang mungkin mempunyai respon emosional yang kecil selama ia
sakit.
-
29
d. Spritual
Aspek spiritual dapat terliha dari bagaimana seseorang menjalani
kehidupannya, menyangkut nilai dan keyakinan yang dilaksanakan,
hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan
dan arti dalam hidup.
2. Faktor Eksternal
a. Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya mempengaruhi
penderita dalam melaksanan kesehatannya.
b. Faktor Sosial
Faktor sosial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan
memengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap
penyakitnya.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan nilai dan kebiasaan
individu dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan
kesehatan pribadi.
3. Bentuk Dukungan Keluarga
Jenis-jenis dukungan keluarga menjadi tiga jenis yaitu : (14)
a. Dukungan Fisiologi
Dukungan fisiologi merupakan dukungan yang dilakukan dalam bentuk
pertolongan dalam aktivitas sehari-hari yang mendasar, seperti dalam hal
mandi, menyiapkan makanan dan memperhatikan gizi, menyediakan
-
30
tempat tertentu atau ruangan khusus, merawat seseorang bila sakit,
menciptakan lingkungan yang aman.
b. Dukungan Psikologi
Dukungan psikologi yaitu ditujukan dengan memberikan perhatian dan
kasih sayang pada anggota keluarga, memberikan rasa aman, membantu
menyadari dan memahami identitas. selain itu, meminta pendapat atau
melakukan diskusi, meluangkan waktu bercakap-cakap untuk menjaga
komunikasi yang baik dengan intonasi atau nada bicara yang jelas.
c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial diberikan dengan cara menyaranan individu untuk
mengikuti kegiatan spiritual seperti pengajian, perkumpulan arisan,
memberikan kesempatan untuk memilih fasilitas kesehatan sesuai dengan
keinginan sendiri.
4. Sumber Dukungan Keluarga
Tiga komponen sumber dukungan, yaitu sebagai berikut :(14)
a. Sistem pendukung informal meliputi keluarga dan teman-teman.
b. Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-
program medikasi dan kesejahteraan sosial.
c. Sistem pendukun semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi social
yang disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar.
5. Fungsi Dukungan Keluarga
Fungsi dukungan keluarga menurut Friedman ada beberapa fungsi yaitu:(14)
-
31
a. Dukungan Informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar)
informasi dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi
yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari
dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena
informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus
pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan,
saran, petunjuk dan pemberian informasi.
b. Dukungan Penilaian
Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi pemecahan masalah. Sebagai sumber dan validator identitas
anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan
perhatian.
c. Dukungan Instumental
Keluarga merupakan sebuah pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya
kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,
terhindarnya penderita kelelahan.
d. Dukungan Emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dai
dukungan emosional meliputi dukunga yang diwujudkan dalam bentuk
afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
-
32
2.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan dukungan keluarga
dengan pemberdayaan lansia melalui kegiatan Bina Keluarga Lansia di Kelurahan
karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.
-
33
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain dalam penelitian adalah menggunakan surveianalitikdengan
pendekatancross sectional yaitu peneliti melakukan pengamatan secara bersamaan
tentangdukungan keluarga dengan pemberdayaan lansia melalui kegiatan Bina
Keluarga Lansia di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota
Medan Tahun 2018.(19)
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. LokasiPenelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan
Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai dari bulan Mei sampai dengan Oktober
tahun 2018.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki lansia
di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun
2018 yaitu sebanyak 525 orang.
-
34
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian anggota populasi yang memberikan keterangan
atau data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Jumlah pengambilan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan rumus Slovin sebagai berikut.
N
n =
1 + N (d)2
N
n =
1 + N (d)2
525
n =
1 + 525 (0.1)2
525
n =
1 + 525 (0.01)
525
n =
6,25
n = 84 orang
Pengambilan sampel menggunakan proportionate stratified sampel yaitu
penentuan sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.
Jumlah sampel diambil berdasarkan masing-masing bagian ditentukan dengan
rumus yaitu :
n = (Populasi kelas / Jumlah populasi keseluruhan) x Jumlah sampel yang
ditentukan
-
35
Lingkungan 1 = 19 lansia { n = (19 / 525) x 84 = 3 }
Lingkungan 2 = 29 lansia { n = (29 / 525) x 84 = 5 }
Lingkungan 3 = 14 lansia { n = (14 / 525) x 84 = 2 }
Lingkungan 4 = 11 lansia { n = (11 / 525) x 84 = 2 }
Lingkungan 5 = 33 lansia { n = (33 / 525) x 84 = 5 }
Lingkungan 6 = 10 lansia { n = (10 / 525) x 84 = 2 }
Lingkungan 7 = 17 lansia { n = (17 / 525) x 84 = 3 }
Lingkungan 8 = 18 lansia { n = (18 / 525) x 84 = 3 }
Lingkungan 9 = 16 lansia { n = (16 / 525) x 84 = 3 }
Lingkungan 10 = 21 lansia { n = (21 / 525) x 84 = 3 }
Lingkungan 11 = 40lansia { n = (40 / 525) x 84 = 6 }
Lingkungan 12 = 33 lansia { n = (33 / 525) x 84 = 5 }
Lingkungan 13 = 82 lansia { n = (82 / 525) x 84 = 13 }
Lingkungan 14 = 20 lansia { n = (20 / 525) x 84 = 3 }
Lingkungan 15 = 46 lansia { n = (46 / 525) x 84 = 7 }
Lingkungan 16 = 22 lansia { n = (22 / 525) x 84 = 6 }
Lingkungan 17 = 18 lansia { n = (18 / 525) x 84 = 3 }
Lingkungan 18 = 21 lansia { n = (21 / 525) x 84 = 3 }
Lingkungan 19 = 55 lansia { n = (55 / 525) x 84 = 9 }
Jadi jumlah keseluruhan sampel kelas = 84
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Batas toleransi kesalahan (error tolerance 90%)
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh sampel sebanyak 84 orang.
Teknik pengambilan sampel dilakukan menggunakan probability sampling
dengan cara proportionatestratified random samplingyaitu teknik pengambilan
sampel yang digunakan jika populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak
homogen dan berstrata secara proporsional. Pengambilan sampel proportionate
menggunakan rumus {n = (populasi kelas / jumlah populasi keseluruhan) x jumlah
sampel yang ditentukan}.(20)
-
36
3.4. Kerangka Konsep
Kerangka konsep menjelaskan tentang kaitan antara konsep – konsep/
variabel-variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan
dilaksanakan. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.5. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran
3.5.1. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah batasan yang digunakan untuk mendefinisikan
variabel-variabel atau faktor-faktor yang diteliti.
1. Dukungan Fisiologi adalah dukungan yang diberikan keluarga kepada
lansia dengan memberikan pertolongan dalam aktivitas sehari-hari yang
mendasar seperti menyiapkan makanan dll.
2. Dukungan Psikologi adalah memberikan dukungan dengan cara
memberikan perhatian, kasih sayang dan rasa aman.
3. Dukungan Sosial adalah dukungan yang diberikan kepada lansia untuk
menyarankan mengikuti kegiatan-kegiatan.
Peran Keluarga :
- Dukungan Fisiologi
- Dukungan Psikologi
- Dukungan Sosial
Pemberdayaan Lansia
-
37
4. Pemberdayaan lansia adalah memampukan lansia untuk meningkatkan
kesehatan dengan cara mengikuti kegiatan-kegiatan di tempat BKL.
3.5.2. Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel.
Berikut adalah tabel aspek pengukuran.
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen
No. Nama
Variabel
Cara dan
Alat Ukur
Value Kategori
Pengukuran
Jenis
Skala
Ukur
Variabel Independen
1. Dukungan Fisiologi
Kuesioner
Skor max =
10
Skor min = 0
Baik (1)
Cukup (2)
Kurang (3)
Skor 8-10
(76-100%)
Skor 6-7
(56-75%)
Skor ≤ 5
(≤55%)
Ordinal
2. Dukungan Psikologi
Kuesioner
Skor max = 9
Skor min = 0
Baik (1)
Cukup (2)
Kurang (3)
Skor 8 – 9
(76-100%)
Skor 6-7
(56-75%)
Skor ≤ 5
(≤55%)
Ordinal
3. Dukungan Sosial
Kuesioner
Skor max = 8
Skor min = 0
Baik (1)
Cukup (2)
Kurang (3)
Skor 8
(76-100%)
Skor 6 – 7
(56-75%)
Skor ≤ 5
(≤55%)
Ordinal
Varibael Dependen 1. Pemberdayaan
Lansia
Kuesioner
Skor max =
10
Skor min = 0
Baik (1)
Cukup (2)
Kurang (3)
Skor 8 - 10
(76-100%)
Skor 6 -7
(56-75%)
Skor ≤ 5
(≤55%)
Ordinal
-
38
3.6. Metode Pengumpulan Data
3.6.1. Jenis Data
Pengambilan data dilakukan menggunakan data sekunder dan dilanjutkan
dengan data primer. Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri
atau seorang atau suatu organisasi langsung dari obyeknya.
3.6.2. Tekhnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dilakukan dengan cara :
1) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden dan
dikumpulkan melalui kuisioner.
2) Data sekunder adalah data yang tersusun dalam bentuk dokumen-
dokumen, dalam penelitian ini data diambil dari Kelurahan Karang
Berombak yaitu data lansia tahun 2018. Data ini digunakan sebagai data
primer.
3) Data tersier adalah data riset yang sudah dipublikasikan secara resmi
seperti jurnal.
3.6.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Uji validitas adalah sebuah instrumen yang akan dilakukan untuk menjadi alat
ukur yang bisa diterima atau standar maka alat ukur tersebut harus melalui uji
validitas dan reliabilitas dari data, uji validitas dilakukan di Kelurahan Silalas
Kecamatan Medan Barat. Uji validitas menurut pendapat dari ahli dapat
menggunakan rumus pearson product moment. Jika uji validitas 20 orang maka
nilai product moment adalah 0,444. kemudian setelah itu diuji dengan
-
39
menggunakan uji t dan setelah itu baru dilihat penafsiran dari indeks
korelasinya.(21)
1. Uji Validitas Dukungan Fisiologi
Tabel 3.2. Tabel Uji Validitas Variabel Dukungan Fisiologi di Kelurahan
Silalas Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.
No. Variabel r – hitung r - tabel Keterangan
1. Pertanyaan– 1 0,512 0,444 Valid 2. Pertanyaan– 2 0,482 0,444 Valid 3. Pertanyaan– 3 0,522 0,444 Valid 4. Pertanyaan– 4 0,453 0,444 Valid 5. Pertanyaan– 5 0,804 0,444 Valid 6. Pertanyaan– 6 0,626 0,444 Valid 7. Pertanyaan– 7 0,648 0,444 Valid 8. Pertanyaan– 8 0,667 0,444 Valid 9. Pertanyaan– 9 0,627 0,444 Valid 10. Pertanyaan– 10 0,589 0,444 Valid
Berdasarkan tabel 3.2 dapat disimpulkan bahwa dari 10 pertanyaan
dinyatakan valid dengan ketentuan rhitung> rtabel. Kuesioner dapat dijadikan sebagai
alat untuk penelitian.
2. Uji Validitas Dukungan Psikologi
Tabel 3.3. Tabel Uji Validitas Variabel Dukungan Psikologi di Kelurahan
Silalas Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.
No. Variabel r – hitung r - tabel Keterangan
1. Pertanyaan– 1 0,521 0,444 Valid 2. Pertanyaan– 2 0,564 0,444 Valid 3. Pertanyaan– 3 0,391 0,444 Tidak Valid 4. Pertanyaan– 4 0,564 0,444 Valid 5. Pertanyaan– 5 0,532 0,444 Valid 6. Pertanyaan– 6 0,641 0,444 Valid 7. Pertanyaan– 7 0,492 0,444 Valid 8. Pertanyaan– 8 0,452 0,444 Valid 9. Pertanyaan– 9 0,482 0,444 Valid 10. Pertanyaan– 10 0,565 0,444 Valid
-
40
Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan
1,2,,4,5,6,7,9,10 dinyatakan valid sedangkan pertanyaan 3 dinyatakan tidak valid,
sehingga pertanyaan yang tidak valid tidak dapat digunakan sebagai alat
kuesioner.
c. Uji Validitas Dukungan Sosial
Tabel 3.4. Tabel Uji Validitas Variabel Dukungan Sosial di Kelurahan Silalas
Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.
No. Variabel r –hitung r -tabel Keterangan
1. Pertanyaan– 1 0,529 0,444 Valid 2. Pertanyaan– 2 0,604 0,444 Valid 3. Pertanyaan– 3 0,117 0,444 Tidak Valid 4. Pertanyaan– 4 0,015 0,444 Tidak Valid 5. Pertanyaan– 5 0,650 0,444 Valid 6. Pertanyaan– 6 0,550 0,444 Valid 7. Pertanyaan– 7 0,670 0,444 Valid 8. Pertanyaan– 8 0,584 0,444 Valid 9. Pertanyaan– 9 0,583 0,444 Valid 10. Pertanyaan– 10 0,729 0,444 Valid
Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan
1,2,5,6,7,9,10 dinyatakan valid sedangkan pertanyaan 3 dan 4 dinyatakan tidak
valid, sehingga pertanyaan yang tidak valid tidak dapat digunakan sebagai alat
kuesioner.
d. Uji Validitas Pemberdayaan Lansia
Tabel 3.5. Tabel Uji Validitas Variabel Pemberdayaan Lansia di Kelurahan
Silalas Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.
No. Variabel r – hitung r - tabel Keterangan
1. Pertanyaan– 1 0,759 0,444 Tidak Valid 2. Pertanyaan– 2 0,769 0,444 Valid 3. Pertanyaan– 3 0,535 0,444 Valid 4. Pertanyaan– 4 0,850 0,444 Valid 5. Pertanyaan– 5 0,584 0,444 Valid 6. Pertanyaan– 6 0,672 0,444 Valid 7. Pertanyaan– 7 0,046 0,444 Valid
-
41
Tabel 3.5. (Lanjutan)
No. Variabel r – hitung r - tabel Keterangan
8. Pertanyaan– 8 0,492 0,444 Tidak Valid 9. Pertanyaan– 9 0,669 0,444 Valid 10. Pertanyaan– 10 0,769 0,444 Valid 11. Pertanyaan– 11 0,056 0,444 Valid 12. Pertanyaan– 12 0,156 0,444 Valid 13. Pertanyaan– 13 0,850 0,444 Tidak Valid 14. Pertanyaan– 14 0,077 0,444 Tidak Valid 15. Pertanyaan– 15 0,356 0,444 Tidak Valid
Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan
2,3,4,5,6,7,9,10,11,12 dinyatakan valid sedangkan pertanyaan 1,8,13,14,15
dinyatakan tidak valid, sehingga pertanyaan yang tidak valid tidak dapat
digunakan sebagai alat kuesioner.
2. Uji Reliabilitas
Pertanyaan dinyatakan reliabelapabila jawaban seseorang itu konsisten dari
waktu ke waktu. Pengujian realiabilitas dilakukan pada pertanyaan yang sudah
dinyatakan valid. Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan menggunakan SPSS
dengan Korelasi Pearson Product Moment.
Untuk mengetahui reliabilitas adalah dengan membandingkan nilai r tabel
dengan r hasil. Dalam uji reliabilitas nilai r hasil adalah alpha dengan ketentuan
jika r alpha lebih besar dari r tabel, maka pertanyaan dinyatakan valid atau
reliabel, maka pertanyaan siap digunakan dalam kuesioner sebagai instrument
pengambilan data.
Untuk tabel t α = 0,05 derajat kebebasan (dk = 20-2). Jika t hitung > t tabel
berarti valid demikian sebaliknya, t hitung < t tabel berarti valid. Sebaliknya, t
hitung < t tabel berarti tidak valid, apabila instrument valid, maka indeks
korelasinya ( r ) adalah sebagai berikut. (21)
-
42
0,800 – 1,000 = Sangat tinggi
0,600 – 0,799 = Tinggi
0,400 – 0.599 = Cukup tinggi
0,200 – 0,399 = Rendah
0,000 – 0,199 = Sangat rendah (tidak valid)
Tabel 3.6. Tabel Uji Reliabilitas di Kelurahan Karang Berombak
Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.
No. Variabel Cronbach
Alpha r - hitung Keterangan
1. Dukungan Fisiologi 0,796 0,444 Reliabel 2. Dukungan Psikologi 0,705 0,444 Reliabel 3. Dukungan Sosial 0,732 0,444 Reliabel 4. Pemberdayaan Lansia 0,455 0,444 Reliabel
Berdasarkan tabel 3.5 menggunakan SPSS dengan korelasi pearson
product moment dengan nilai r tabel ( 0,444). Hasil output reliabilitas variabel
dukungan fisiologi r alpha (0,796), jadi pertanyaan dukungan fisiologi
dinyatakan reliabilitas dengan ketentuan (0,796 > 0,444), variabel dukungan
psikologi r alpha (0,705), jadi pertanyaan dukungan fisiologi dinyatakan
reliabilitas dengan ketentuan (0,705 > 0,444), variabel dukungan sosial r alpha
(0,732), jadi pertanyaan dukungan sosial dinyatakan reliabilitas dengan ketentuan
(0,732 > 0,444), variabel pemberdayaan lansia r alpha (0,455), jadi pertanyaan
pemberdayaan lansia dinyatakan reliabilitas dengan ketentuan (0,455 > 0,444).
3.7. Metode Pengolahan Data
Penelitian ini data dikumpulkan dan diolah secara bertahap sebagai
berikut: (22)
-
43
1. Collecting
Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner . angket maupun obervasi.
2. Checking
Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner atau lembar
observasi dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan
data memberikan hasil yang valid dan reliabel dan terhindar dari bias.
3. Coding
Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variable-variabel
yang diteliti.
4. Entering
Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang
masih dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam aplikasi
SPSS.
5. DataProcessing
Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai
dengan kebutuhan dari penelitian.
3.8. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara bertahap dari analisa univariat dan bivariat.
3.8.1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
setiap variabel penelitian. Umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.(23)
-
44
3.8.2. Analisis Bivariat
Setelah diketahui masing-masing karakteristik variabel pada penelitian ini
maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Untuk mengetahui hubungan
(korelasi) antara variabel bebas (independen variabel) dengan variabel terikat
(dependen variabel). Untuk membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara
variabel terikat dengan menggunakan uji statistik chi-square dimana p value<
0,05 yang berarti ada hubungan variabel independen dengan variabel dependen
melalui uji statistik chi-square dengan menggunakan tabulasi silang. (23)