BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1262/2/BAB I - BAB III.pdf ·...

44
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia lanjut (old age) adalah istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan tersebut. Semua makhluk hidup memiliki siklus kehidupan menuju tua yang diawali dengan proses kelahiran, kemudian tumbuh menjadi dewasa dan berkembang biak, selanjutnya menjadi semakin tua dan akhirnya akan meninggal.(1) Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH) / Angka Harapan Hidup (AHH). Peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan karena penyakit degeneratif. Perubahan struktur demografi ini diakibatkan oleh peningkatan populasi lanjut usia (lansia) dengan menurunnya angka kematian serta penurunan jumlah kelahiran.(1) Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan. Keberadaan lanjut usia (lansia) memegang peranan penting bagi pembangunan Indonesia. Hal ini mengingat bahwa salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup. Semakin meningkatnya usia harapan hidup maka menyebabkan jumlah penduduk lansia semakin besar.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.helvetia.ac.id/1262/2/BAB I - BAB III.pdf ·...

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Usia lanjut (old age) adalah istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan

    tersebut. Semua makhluk hidup memiliki siklus kehidupan menuju tua yang

    diawali dengan proses kelahiran, kemudian tumbuh menjadi dewasa dan

    berkembang biak, selanjutnya menjadi semakin tua dan akhirnya akan

    meninggal.(1)

    Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari

    peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH) / Angka Harapan Hidup

    (AHH). Peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi

    epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka

    kesakitan karena penyakit degeneratif. Perubahan struktur demografi ini

    diakibatkan oleh peningkatan populasi lanjut usia (lansia) dengan menurunnya

    angka kematian serta penurunan jumlah kelahiran.(1)

    Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah satu indikator

    keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan.

    Keberadaan lanjut usia (lansia) memegang peranan penting bagi pembangunan

    Indonesia. Hal ini mengingat bahwa salah satu indikator keberhasilan

    pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup. Semakin

    meningkatnya usia harapan hidup maka menyebabkan jumlah penduduk lansia

    semakin besar.

  • 2

    Menurut World Health Organization (WHO) Secara global pada tahun

    2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7%

    dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat

    seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Data WHO menunjukan pada

    tahun 2000 usia harapan hidup orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012

    naik menjadi 70 tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi

    lansia di Indonesia juga bertambah setiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2009

    menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011 menjadi

    7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total

    populasi.(2)

    Menurut data dari Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2015,

    dari21,7jutajiwadiatas60tahuntersebut,sekitar45%beradadirumahtanggadenganstat

    ussosial ekonomi40%terendah. SUSENAS memproyeksikan pertumbuhan

    populasipenduduklansiaakanberkembangsecaracepathinggamencapailebihdari23%

    daritotalpendudukIndonesiapadatahun2050.JumlahpendudukLansiadiatas80tahun

    berkembangpalingcepat.(3)

    Menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2014, lansia

    masih aktif bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebesar

    47,48%, namun di sisi lain diketahui semakin bertambah tua umurnya, maka

    lansia yang mengalami kemunduran fungsi organ akan semakin banyak. Angka

    kesakitan lansia tahun 2014 sebesar 25,05% berarti bahwa sekitar satu dari empat

    lansia pernah mengalami sakit dalam satu bulan terakhir.(4)

    Berdasarkan Laporan Kementrian Kesehatan RI (2017), jumlah penduduk

    lanjut usia di Indonesia sebesar 11,3 juta jiwa (6,4%), meningkat menjadi 15,3

  • 3

    juta jiwa (7,4%). Tahun 2011 diketahui jumlah lansia sama dengan jumlah balita

    yaitu sekitar 24 juta jiwa atau 9,77% dari seluruh jumlah penduduk. Hal ini sama

    dengan yang disampaikan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

    (BKKBN provinsi Sumatera Utara), bahwa jumlah penduduk lansia mencapai

    sekitar 24 juta jiwa.(5)

    Menurut informasi pusat dan data Kementrian kesehatan RI (2016),

    sebaran penduduk lansia menurut Provinsi yaitu persentase penduduk lansia di

    atas 10% sekaligus paling tinggi ada di Provinsi DI Yogyakarta (13,04%), Jawa

    Timur (10,40%) dan Jawa Tengah (10,34%). Sebaran penduduk terendah berada

    di provinsi papua yaitu 1.94%. Sedangkan Sumatera Utara berada urutan ke-17

    yaitu dengan persentase sebanyak 6,8%. (6)

    Jumlah penduduk Sumatera Utara sebanyak 13.042.317 jiwa dan sekitar

    6,3% dari populasi tersebut adalah lanjut usia yang jumlahnya 820.990 jiwa,

    sedangkan jumlah lanjut usia yang dibina sebesar 24.659 atau sekitar 30% dari

    seluruh populasi lansia. Meningkatnya jumlah penduduk lansia, maka perhatian

    terhadap lansia perlu ditingkatkan agar terwujud kualitas keluarga yang sejahtera.

    Kenyataannya, peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai

    masalah diberbagai aspek kehidupan lansia, baik secara individu dalam kaitannya

    dengan keluarga, masyarakat maupun pemerintah.(6)

    Permasalahan tersebut berupa aspek kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan

    ekonomi. Manusia lanjut usia akan mengalami kemunduran terutama dibidang

    kemampuan kesehatan fisiknya karena adanya proses penuaan atau perubahan

    yang dialami lansia sendiri, yang dapat mengakibatkan pada timbulnya

    gangguan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan

  • 4

    ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (old age ratio

    dependency).(2)

    Berdasarkan hasil penelitian Sampelan, dkk (2015), menunjukkan bahwa

    dari 63 responden (100%), dukungan keluarga yang kurang dengan kemandirian

    lansia sebanyak 19 responden (30.2%), dan dukungan keluarga yang baik dengan

    kemandirian lansia sebanyak 44 responden (69.8%) dengan menggunakan Hasil

    uji chi-square menunjukkan, bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan

    kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari di Desa Batu

    Kecamatan Likupang Selatan Kabupaten Minahasa Utara (p=0.003

  • 5

    bina keluarga lansia sedangkan 4 lainnya tidak ikut kegiatan karena 1 orang tidak

    ada yang mengantar, 1 orang lupa jadwal kegiatan tetapi tidak ada yang

    mengingatkan dan 2 orang lainnya merasa kegiatan BKL tidak ada gunanya.

    Berdasarkan permasalahan diatas dan survei awal yang telah dilakukan

    peneliti, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

    “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pemberdayaan Lansia melalui Kegiatan

    Bina Keluarga Lansia (BKL) di Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan

    Barat, Kota Medan Tahun 2018”.

    1.2. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah dukungan

    keluarga dengan pemberdayaan lansia melalui kegiatan bina keluarga lansia(BKL)

    di Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan Tahun

    2018.

    1.3. Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui dukungan keluarga dengan pemberdayaan lansia

    melalui kegiatan bina keluarga lansia(BKL) di Kelurahan Karang Berombak,

    Kecamatan Medan Barat, Kota Medan Tahun 2018.

    1.4. Manfaat Penelitian

    1.4.1. Manfaat Teoritis

    Untuk menambah wawasan dan mengetahui lebih jauh tentang pengaruh

    BKL terhadap pemberdayaan lansia.

    1.4.2. Manfaat Praktik

  • 6

    1. Bagi Peneliti

    Untuk meningkatkan pengetahuan kegiatan dan menambah wawasan

    peneliti tentang pengaruh BKL terhadap pemberdayaan lansia.

    2. Bagi Tempat Penelitian

    Adanya penelitian ini untuk memberikan kesadaran bagi responden dan

    lingkungan tempat penelitian.

    3. Bagi Institusi

    Hasil penelitian ini dapat sebagai dokumentasi atau bahan acuan bagi

    peneliti selanjutnya untuk memudahkan peneliti mendapatkan ideatau

    masukan dari hasil penelitian ini.

    4. Bagi Peneliti Selanjutnya

    Untuk menambah wawasan bagi mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat

    yang menjadi peneliti selanjutnya tentang pengaruh BKL terhadap

    pemberdayaan lansia.

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu

    Menurut penelitian Khotimah (2016), tentang Lanjut Usia (Lansia) Peduli

    Masa Depan di Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa responden di daerah

    penelitian secara keseluruhan mengalami perubahan mental lebih besar pada

    lansia non peserta BKL (66%) jika dibandingkan dengan lansia peserta

    BKL(57%). Lansia peserta BKL di daerah penelitian secara keseluruhan

    persentasenya lebihbanyak melakukan pengembangan profesi (64%) jika

    dibandingkan lansia non peserta BKL(59%). Lansia peserta BKL di daerah

    penelitian secara keseluruhan lebih banyak melakukanpengembangan usaha

    ekonomi produktif (52%) jika dibandingkan lansia non peserta BKL(50%). Lansia

    peserta BKL di daerah penelitian secara keseluruhan lebih banyak

    melakukanupaya memperoleh ketenangan batin (99%) jika dibandingkan lansia

    non peserta BKL(97%). Lansia peserta BKL di daerah penelitian secara

    keseluruhan lebih banyak melakukanupaya untuk saling komunikasi dan tukar

    informasi (98%) jika dibandingkan lansia nonpeserta BKL (92%).(9)

    Menurut penelitian Listyaningsih (2017), hasil wawancara dari 36

    responden semua responden menjawab program BKL di Sidoluhur, Sidoagung,

    Sidokarto dan Sidoarum berhasil dilihat dari rutinitas pelaksanaan kegiatan yang

    dilakukan satu kali satu bulan, peserta yang datang lebih dari 75%, kegiatan yang

    sudah direncanakan semua dapat dilakukan. Peneliti berpendapat bahwa

    efektivitas dapat dilihat dari keberhasilan program melalui rutinitas kegiatan,

  • 8

    jumlah peserta yang hadir dan tujuan yang tercapai. Berdasarkan hasil wawancara

    dari 36 responden semua responden mengatakan bahwa responden merasa puas

    dengan adanya program BKL, karena program BKL dapat membantu keluarga

    yang mempunyai lansia untuk memecahkan permasalahan yang dialami lansia dan

    lansia menjadi sejahtera. (10)

    Berdasarkan penelitian Pramudaningsih (2018), terdapat beberapa

    gambaran terhadap perilaku sehat lansia melalui bina keluarga lansia yaitu: (a).

    Gambaran Sikap subyek penelitian dalam menyikapi program BKL Subjek

    penelitian merasa senang dan mendukung dengan adanya program BKL tersebut,

    program BKL merupakan suatu stimulasi untuk mempunyai semangat dalam

    menerapkan hidup sehat. (b). Gambaran Program BKL terhadap perilaku sehat

    lansia subjek penelitian, subjek penelitian sudah mengalami perubahan perilaku

    yang positif terhadap kesehatan mereka. (11)

    2.2. Pemberdayaan Lansia

    2.2.1. Lanjut Usia

    Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang”. Manusia tidak

    secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan

    ahirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku

    yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai

    usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lanjut usia merupakan proses alami

    yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami

    proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir.

  • 9

    Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara

    bertahap. (12)

    Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan

    Lanjut Usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang

    yang mencapai usia 60 tahun keatas. Pengertian lanjut usia beragam tergantung

    kerangka pandang individu, orang tua yang berusia 35 tahun dapat dianggap tua

    bagi anaknya dan tidak muda lagi. Orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin

    menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut. (13)

    Lanjut usia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap

    bahwa orang telah tua jika menunjukan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan

    kulit, dan hilangnya gigi. Peran masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi

    peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi

    produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria

    simbolik seseorang dianggap tua jika cucu pertamanya lahir. Masyarakat

    kepulauan pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari

    garis keturunan keluarganya. Sehingga dapat disimpulkan bahwalanjut usia adalah

    seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang mencapai usia 60 tahun

    keatas.(12)

    2.2.2. Batasan-Batasan Lanjut Usia :

    Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut

    WHO lansia meliputi : (12)

    a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun

    b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun

  • 10

    c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun

    d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

    Para ahli membedakannya menjadi dua macam usia yaitu usia kronologis

    dan usia biologis”. Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Indonesia,

    dengan usia pensiun 56 tahun, barangkali dapat dipandang sebagai batas

    seseorang memasuki usia lanjut, namun dalam perkembangan selanjutnya,

    menurut undang-undang No.13 tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun

    keatas adalah yang paling layak disebut usia lanjut. Usia biologis adalah usia yang

    sebenarnya. Biasanya diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia

    biologis. (13)

    2.2.3. Masalah Kesehatan dan Pemberdayaan Pola Hidup Sehat pada

    Lanjut Usia

    Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia di Indonesia dinilai masih kurang

    memadai”. Belum semua pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit

    atau puskesmas telah membuka pelayanan khusus bagi lansia, sementara itu

    segala macam bentuk penyakit yang timbul karena ketuaan memerlukan

    pengetahuan dan teknologi khusus. Geriatrik sebagai disiplin ilmu yang khusus

    mempelajari berbagai hal mengenai pelayanan kesehatan lansia masih merupakan

    cabang ilmu baru di Indonesia, dan belum mampu mengimbangi pesatnya

    perkembangan kebutuhan pelayanan kesehatan lansia. Kehidupan lansia sebagian

    besar adalah tanggung jawab pemerintah, termasuk berbagai kemudahan yang

    patut diterimanya seperti potongan biaya perjalanan, aksesibilitas umum, dana

    perlindungan hari tua, potongan biaya pengobatan dan lain-lain. (12)

  • 11

    2.2.4. Pemberdayaan Lanjut Usia (Lansia)

    Negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, jaminan sosial

    penduduk usia lanjut umumnya mengikuti sistem tradisional, yaitu berasal dari

    anak-anak, teman atau anggota keluarga lainnya. Berdasarkan hal ini maka

    pemberdayaan bagi para usia lanjut adalah hal yang harus dilakukan untuk

    mengurangi ketergantungannya kepada anak, teman atau anggta keluarga lainnya.

    (1)

    Pemberdayaan penduduk usia lanjut mengacu pada upaya

    mengembangkan daya (potensi) individu maupun kolektif penduduk usia lanjut

    sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuannya dalam berbagai aktivitas,

    baik sosial, ekonomi, maupun politis. Menciptakan kondisi tersebut perlu ada

    intervensi atau stimulasi yang berasal dari luar. Sebab keinginan pendudduk usia

    lanjut untuk berkembang tidak terlepas dari kemampuan individu yang

    ditentukan leh tingkat pendidikan dan keterampilan, lingkungan serta konteks

    budaya. (1)

    Pemberdayaan tidak melibatkan penyerahan kekuasaan seseorang untuk

    memberdayakan yang lain tetapi lebih pada pemberdayaan sebagai proses aktif

    dan bertujuan dari tiap pasangan untuk mengembangkan dan menguatkan

    kekuasaan pada yang lain. Tiap pasangan didorong untuk mencapai potensi

    pribadi setinggi mungkin. Pemberdayaan dalam konteks ini berarti bahwa tiap

    anggota keluarga berkeinginan membantu anggota yang lain untuk menjadi diri

    mereka sendiri seoptimal mungkin. Memfokuskan otoritas antara satu sama lain

    bukan “mengendalikan” seseorang, merupakan kunci dari model pemberdayaan.

    Bekerja mengarahkan pada pemberdayaan antara satu sama lain dapat

  • 12

    menghasilkan suatu kekuatan dan hubungan saling ketergantungan yang sehat.

    (14)

    Melakukan pemberdayaan (empowerment) terlebih dahulu perlu dipahami

    dua hal, yaitu power dan empowerment.Power adalah bagaikan bangunan dasar,

    sedangkan empowermentadalah bagaikan bangunan atasnya. Pemberdayaan

    penduduk usia lanjut potensi objektif usia lanjut diibaratkan merupakan power

    yang dijadikan dasar pemberdayaan. Pemberdayaan penduduk usia lanjut melalui

    peningkatan kemampuan untuk tetap aktif dalan aktivitas produktif merupakan

    salah satu antisipasi agar mereka dapat mengurangi ketergantungan aktual

    terhadap anggta rumah tangga yang lain. Proses pemberdayaan penduduk usia

    lanjut perlu diarahkan pada upaya mendorong kearah kemandirian mereka. (1)

    Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

    Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2010 Tentang

    Model Perlindungan Perempuan Lanjut Usia yang Responsif Gender.(15)

    Pasal yang berhubungan dengan Implementasi Peraturan Menteri tersebut

    diatas di Desa Taman Cari Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur

    adalah pasal 1 poin a dan b yaitu : (15)

    Pasal 1 model perlindungan perempuan lanjut usia yang responsive gender

    meliputi :

    1. Pemberdayaan lanjut usia khususnya perempuan dibidang kesehatan,

    sosial, mental spiritual, pendidikan, ekonomi.

    2. Peran individu, keluarga dan masyarakat. Model perlindungan perempuan

    lanjut usia dapat dijadikan panduan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah

  • 13

    dan masyarakat dalam menyelenggarakan perlindungan perempuan lanjut

    usia.

    2.3. Bina Keluarga Lansia (BKL)

    Dibawah ini adalah kebijakan Badan Koordinasi Keluarga

    Berencana Nasional adalah :

    2.3.1. Kebijakan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

    Pendekatan keluarga merupakan sasaran utama dalammenjalankan

    Program (KKBPK) Kependudukan, KeluargaBerencana dan Pemberdayaan

    Keluarga. BKL adalahsalah satu Poktan Tribina (BKB, BKR, BKL), berupawadah

    kegiatan bagi keluarga lansia dan keluarga yangmemiliki lansia yang berusaha

    meningkatkan kegiatandan keterampilan keluarga dalam memberikan

    pelayanan,perawatan, dan pengakuan yang layak sebagaiorang tua yang tidak

    potensial dan meningkatkan kesejahteraankeluarga lansia melalui

    pemberdayaan,pembinaan, serta pengembangan potensi bagi lansia.(8)

    Tujuan utama kelompok ini adalah memberi pengetahuan, sikap, dan

    perilaku (PSP) keluarga lansia dankeluarga yang memiliki lansia dalam

    meningkatkanketahanan dan kesejahteraan keluarga. Kebijakan peningkatan

    ketahanan dan kesejahteraan keluarga (PK3) pada hakekatnya merupakan

    perwujudandari upaya membangun keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

    Kebijakan tersebut dimaksudkan untukmendukung keluarga agar dapat

    melaksanakan fungsikeluarga secara optimal. Kebijakan pembangunankeluarga

    sebagaimana yang diamanatkan dalam UUnomor 52 tahun 2009 tentang

    Perkembangan Kependudukandan Pembangunan Keluarga, antara lain

  • 14

    dilakukanmelalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraankeluarga dengan

    peningkatan kualitas anak, peningkatankualitas remaja, dan peningkatan kualitas

    hiduplansia agar tetap produktif dan berguna bagi keluargadan masyarakat. (8)

    Peningkatan kualitas hidup lansiadilakukan dengan pemberian kesempatan

    untukberperan dalam kehidupan keluarga. Pada pasal 47 dariaundang-undang

    tersebut, ditetapkan kebijakan pembangunankeluarga melalui Pembinaan

    ketahanan dankesejahteraan keluarga dalam upaya meningkatkankualitas SDM

    Indonesia. Pada RPJM tahun 2010-2014bidang KKBPK dalam kegiatan

    pembinaan ketahanankeluarga ditujukan untuk meningkatkan

    kesertaan,pembinaan dan kemandirian berKB bagi PUS anggotaPoktan, dengan

    sasaran meningkatnya keterampilankeluarga dalam pengasuhan dan

    pembinaan/perawatandalam rangka mewujudkan kualitas hidup lansia.Sementara

    RKP Pemerintah tahun 2014 untuk lansiadiharapkan agar seluruh keluarga yang

    memiliki lansiamenjadi anggota Poktan Tribina secara aktif. (8)

    RPJMtahun 2015-2019 tertuang misi BKKBN dalammendukung visi

    pembangunan 2015-2019, adalahmemfasilitasi pembangunan keluarga dan

    membangunjejaring kemitraandalam pengelolaan Program KKBPK.Target

    sasaran adalah meningkatnya persentase keluargayang memiliki pemahaman dan

    kesadarantentang fungsi Keluarga dari 5 (lima) persen (tahun2014) menjadi 10

    persen tahun 2015, disampingmeningkatnya pembinaan ketahanan keluarga

    dalamupaya meningkatkan PSP keluarga lansia dan rentan. (8)

    Sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007, BKKBNmerupakan salah

    satu lembaga yang diberi mandateuntuk mewujudkan agenda prioritas

  • 15

    pembangunan(Nawacita), terutama pada Agenda Prioritas Nomor 5,yaitu

    meningkatkan kualitas manusia Indonesia. StrategiPembangunan Nasional 2015-

    2019, BKKBN beradapada dimensi Pembangunan Manusia, yang berperanpada

    upaya mensukseskan dimensi Pembangunan Kesehatanserta Mental/Karakter

    (Revolusi Mental), yangbertanggung jawab untuk meningkatkan peran

    keluargadalam mewujudkan revolusi mental.(8)

    Berdasarkan kebijakan-kebijakan yang terkait denganprogram

    Pembangunan Ketahanan dan Keluarga Sejahtera,khususnya terhadap lansia

    melalui wadah BKL, ada4 (empat) hal penting yang akan disoroti. Analisis

    inimenjelaskan sejauhmana kesiapan Poktan BKL sesuaitemuan lapangan atau

    hasil penelitian terkini. Empat haltersebut adalah: (1) Pengetahuan peserta tentang

    8fungsi keluarga dan PSP keluarga tentang perawatanlansia, (2) Sasaran Keluarga

    dalam Poktan, (3)Keberadaan dan Kesiapan Poktan BKL, dan (4)Efektivitas

    Poktan BKL.(8)

    1. Pengetahuan 8 (delapan) Fungsi Keluarga

    Kebijakan PK3 mendukung keluarga agar dapat melaksanakanfungsi keluarga

    secara optimal. Hasil studiefektivitas Poktan melaporkan sebagian

    keluargaanggota poktan BKL (47 persen) pernah mendapatkanpen-jelasan tentang

    8 fungsi keluarga. Diantara 8 fungsitersebut, yang paling banyak diketahui adalah

    fungsiagama (74 persen) dan fungsi cinta kasih (60 persen), sedangkan terendah

    adalah fungsi reproduksi (2persen) dan fungsi sosialisasi pendidikan (3

    persen).Menyikapi temuan ini terlihat bahwa kebijakan PK3tentang 8 fungsi

    keluarga melalui BKL masih belumoptimal.(8)

  • 16

    Begitu pula tentang 7 dimensi lansia tangguh, baru 38 persen anggota poktan

    BKL mendapat penjelasan.Dimensi terbanyak diketahui adalah dimensi

    fisik,vokational dan spiritual, masing-masing 53, 46 dan 44persen, terendah

    adalah dimensi intektual (5 persen).Sedangkan penjelasan tentang jenis dan alat

    kontrasepsibaru sebagian (52 persen).Meningkatnya (PSP) Keluarga Lansia

    tentang perawatanlansia sebagai target sasaran program yang diharapkandalam

    RPJMN, temuan survei RPJM tahun2012 (analisis lanjut) menunjukkan,

    polapengasuhan/perlakuan/perawatan lansia (BKL), aspekfisik,

    jiwa/mental/spiritual, sosial, masih berada padakategori “kurang baik”.(8)

    2. Sasaran Keluarga dalam Poktan BKL

    Lansia sangat membutuhkan peran serta keluarga untukmendampingi dan

    menangani masalah-masalahyang timbul bagi dirinya. Keluarga harus

    memilikipengetahuan tentang perubahan fisik, mental yangdialami lansia agar

    dapat melakukan perawatan sertapembinaan untuk mem-bantu permasalahan

    yangdihadapi lansia. Ketidaksinkronan kebijakan ProgramKKBPK terlihat pada

    sasaran dan tujuannya adalahuntuk meningkatkan kualitas keluarga dan

    kesertaanber KB bagi keluarga Poktan Tribina. Sasaran RPJMtahun 2010-2014

    bidang KKBPK adalah meningkatnyakesertaan, pembinaan dan kemandirian ber

    KB bagi PUSanggota Poktan. Sedangkan Poktan BKL, merupakanwadah kegiatan

    bagi keluarga lansia dan keluarga yangmemiliki lansia.(8)

  • 17

    3. Keberadaan dan Kesiapan Poktan BKL

    Pada buku pedoman BKL yang diterbitkan BKKBN(2014) ditetapkan

    beberapa persyaratan yang harusdipenuhi pembentukan Poktan BKL, yaitu:

    ketersediaanSDM, dukungan dana, sarana dan prasarana, kehadirandan keaktifan

    anggota poktan, kemitraan, dan adanyamonitoring dan pemantauan. Temuan

    penelitian terungkapbahwa semua poktan BKL umumnya terintegrasidengan

    kegiatan lain, terutama dengan posyandulansia. Terintegrasinya poktan tersebut,

    namaBKL kurang dikenal; masyarakat lebih mengenalPosyandu Lansia atau

    Posbindu. Bahkan ditemukaninforman tidak menyadari bahwa kegiatan yang

    sedangdiikuti adalah BKL. (8)

    Beberapa informan mengatakankeberadaan Poktan BKL antara “ada dan

    tiada”, dankegiatannya masih belum mencerminkan konsep yangditetapkan

    BKKBN. Pembinaan petugas KB, maupunpenyuluhan oleh kader jarang

    dilakukan. Mayoritaskegiatan berupa posyandu lansia, seperti: pengukurantensi,

    cek gula darah, pemberian vitamin, PMT, penyuluhanpenyakit degeneratif, dll.

    Berbagai keterbatasandiungkapkan, seperti dukungan dana yang terbatas,tenaga

    PLKB yang terbatas, pelatihan terhadap PLKBdan kader yang kurang intensif dan

    tidak merata, saranaprasarana yang belum memadai.(8)

    4. Efektivitas Poktan BKL

    Penilaian efektivitas Poktan BKLmerupakan bagianpenting untuk mengetahui

    kesiapannya dalam mewujudkanprogram lansia tangguh. Studi EfektivitasPoktan

    Tribina (2015) melakukan pengamatan terhadappoktan BKL di tiga provinsi

    dengan keberadaanyang jelas dan masih berjalan serta dinilai bagus.

  • 18

    Pengukuranefektivitas menggunakan empat indikator utamayaitu: (1) Tingkat

    partisipasi keluarga, (2) Keaktifananggota poktan, (3) rutinitas kegiatan dan (4)

    kepuasananggota poktan. (8)

    2.3.2. Pengertian Bina Keluarga Lansia

    Bina Keluarga Lansia (BKL) merupakan kelompok kegiatan yang

    dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga yang

    memiliki lanjut usia dalam pengasuhan, perawatan dan pemberdayaan lansia agar

    dapat meningkatkan kesejahteraannya. Kelompok bina keluarga lansia adalah

    wadah kegiatan keluarga yang mempunyai lansia yang bertujuan untuk

    meningkatkan kepedulian dan peran serta keluarga dalam mewujudkan lanjut usia

    yang sehat, mandiri, poduktif dan bertaqwa sehingga tetap dapat diberdayakan

    dalam pembangunan dengan memperhatikan kearifan, pengetahuan, keahlian,

    keterampilan dan pengalamannya sesuai usia dan kondisi fisiknya. (4)

    Rangka memaksimalkan peningkatan kesejahteraan lansia, diperlukan

    peran keluarga yang turut berpartisipasi aktif mendampingi aktivitas lansia di

    masa senjanya. Peran keluarga sangatlah penting di dalam memberdayakan lansia,

    karena keluargalah orang terdekat dari lansia itu sendiri, baik anak, menantu

    maupun cucu bahkan adik atau kakak lansia itu sendiri. Kelompok bina keluarga

    lansia dapat memberikan kontribusi terhadap terwujudnya lansia tangguh dan

    berjalan secara berlanjut apabila memiliki mekanisme kerja yang dipahami dan

    disepakati oleh anggota kelompok. Mekanisme kerja yang jelas dapat dijadikan

    sebagai acuan dan dioperasionalkan dalam mencapai tujuan kelompok. Pokok-

    pokok kegiatan kelompok BKL/Kader, antara lain :

  • 19

    1) Kegiatan utama dilakukan pada kelompok BKL/kader meliputi:

    penyuluhan, temu keluarga, kunjungan rumah, rujukan, pencatatan dan

    pelaporan, serta monitoring dan evaluasi.

    2) Kegiatan pengembangan antara lain:

    a. Bina kesehatan fisik antara lain olahraga, senam, penyediaan makanan

    tambahan;

    b. Bina sosial dan lingkungan antara lain rekreasi, bina lingkungan;

    c. Bina rohani/spiritual melalui kegiatan keagamaan, social

    kemasyarakatan;

    d. Bina peningkatan pendapatan usaha ekonomi produktif melalui

    UPPKS UKM, Koperasi, dan lain-lain.(16)

    Masa Lansia adalah masa yang memiliki rentang hidup paling panjang.

    Berbagai penurunan fisik maupun psikis yang dialami lansia hendaknya dapat

    disikapi secara bijaksana sehingga lansia merasa berarti meskipun memiliki

    keterbatasan keterbatasan. Dari sisi ekonomi, produktiitas lansia dapat dilakukan

    dengan memberdayakan potensi-potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan

    pendapatan lansia. Lansia yang produktif secara ekonomi menjadikan lansia

    meskipun mengalami berbagai penurunan secara fisik maupun psikis namun

    merasa puas dengan kondisi dirinya karena dapat menjadikan kegiatan ekonomi

    sebagai mata pencaharian sekaligus aktivitas untuk mengisi masa tua. Pada

    akhirnya para lansia merasa bermakna, berarti, sekaligus dapat menambah

    pendapatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup lansia sehari-hari atau

    memberi sesuatu kepada anak cucunya.(16)

  • 20

    Berdasarkan Modul Pembinaan Sosial Kemasyarakatan Bagi Lansia oleh

    Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi

    Jawa Tengah Tahun 2013, BKL adalah kelompok kegiatan (Poktan) keluarga

    yang mempunyai lansia yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan

    keterampilan keluarga yang memiliki lansia dan lansia itu sendiri untuk

    meningkatkan kualitas hidup lansia dalam rangkameningkatkan kesertaan,

    pembinaan, kemandirian ber-KB bagi PUS anggota kelompok kegiatan. (16)

    Sedangkan menurut Buku Pegangan Kader Tentang Lansia Tangguh

    Dengan Tujuh Dimensi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

    Nasional Tahun 2015, Lansia tangguh adalah seseorang atau kelompok lansia

    yang sehat (secara fisik, sosial, dan mental), mandiri, aktif, dan produktif. Lansia

    potensial adalah warga lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan

    atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan atau jasa. Tujuh dimensi lansia

    tangguh terdiri dari:(17)

    1. Spiritual

    2. Intelektual

    3. Fisik

    4. Emosional

    5. Sosial Kemasyarakatan

    6. Professional Vokasional

    7. Lingkungan

    Kaitannya dengan pelaksanaan program untuk lansia, tidak terlepas dari

    faktor penghambat dan pendukung yang secara tidak langsung terdapat pada

  • 21

    Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang asas, arah,

    dan tujuan serta tugas dan tanggung jawab kesejahteraan lanjut usia, yaitu:(13)

    1. Pasal 4

    Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bertujuan untuk memperpanjang usia

    harapan hidup dan masa produktif. terwujudnya kemandirian dan

    kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa

    Indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

    2. Pasal 7

    Pemerintah bertugas mengarahkan. Membimbing. dan menciptakan suasana

    yang menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan social lanjut

    usia.

    3. Pasal 8

    Pemerintah, masyarakat, dan keluarga bertanggung jawab atas terwujudnya

    upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia. Dari penjelasan beberapa

    pengertian dari berbagai sumber di atas dapat disimpulkan, bina keluarga lansia

    atau BKL merupakan wadah atau organisasi untuk berkegiatan lansia dan

    keluarga yang memiliki lansia yang oleh dicanangkan oleh Badan Kependudukan

    dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan bertujuan untuk

    mensejahterakan lansia melalui program program pemberdayaan, ekonomi

    produktif, tatacara perawatan dan pengasuhan lansia sehingga tercipta lansia

    sejahtera, mandiri, produktif, semangat dan berdaya.

  • 22

    2.3.3. Tujuan BKL

    Menurut BKKBN bahwa tujuan bina keluarga lansia adalah meningkatkan

    kepedulian dan peran keluarga dalam mewujudkan lanjut usia sejahtera yang

    bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, hidup sehat, mandiri, produktif dan

    bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat dengan cara memberdayakan lansia dan

    memberikan pengasuhan kepada keluarga sebagai bentuk kepedulian keluarga

    terhadap lansia sehingga lansia tidak merasa minder dengan perubahan yang

    dimilikinya.(16)

    2.3.4. Sasaran BKL

    Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), membagi

    sasaran program bina keluarga lansia kepada dua macam, yaitu : (16)

    1. Sasaran langsung diantaranya keluarga yang mempunyai anggota keluarga

    lansia dan keluarga yang seluruh anggotanya lansia.

    2. Sasaran tidak langsung yaitu:

    a. Perorangan diantaranya pendidik/guru, pemuka agama, pemuka adat,

    pemimpin organisasi sosial kemasyarakatan, pemuda, wanita, para ahli

    dari berbagai bidang disiplin ilmu yang terkait (dokter, bidan, perawat,

    psikolog).

    b. Institusi/lembaga pemerintah dan non pemerintah, seperti organisasi

    wanita, sekolah, LSOM.

    c. Pokja/Pengelola.

  • 23

    2.3.5. Peran BKL

    Peran Bina Keluarga Lansia (BKL) adalah meningkatkan pengetahuan dan

    keterampilan keluarga lansia, memahami dan membina kondisi serta mengatasi

    permasalahan lansia, guna meningkatkan kesejahteraan lansia, menyadarkan

    bahwa lansia dapat hidup secara produktif walaupun usia tidak memungkinkan

    untuk produktif dengan cara kegiatan bina keluarga lansia.(16)

    2.3.6. Peran Lansia di Dalam Keluarga

    Menurut (BKKBN), disebutkan bahwa peran lansia di dalam keluarga

    diantaranya:(17)

    1. Sebagai penasehat atau pembimbing keluarga dan sanak saudara di

    lingkungan keluarga.

    2. Sebagai panutan di dalam keluarga.

    3. Mengamalkan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang baik dan

    berharga kepada anak cucu dan generasi muda.

    4. Membantu meningkatkan pendapatan keluarga.

    2.3.7. Peran Keluarga dalam Pembinaan terhadap Lansia

    Sedangkan peran keluarga dalam pembinaan terhadap lansia. menurut

    diantaranya:(17)

    1. Memberikan fasilitas atau kemudahan bagi lansia untuk mengamalkan

    kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seperti membantu lansia

    merangkai bunga dan keterampilan lainnya.

  • 24

    2. Pembinaan keagamaan yaitu menyiapkan peralatan ibadah, kitab suci,

    buku-buku agama, menyediakan waktu pada acara keagamaan dan

    perayaan hari-hari besar bersama keluarga serta masyarakat

    3. Pembinaan fisik yaitu memberikan lingkungan beraktivitas seperti Jalan

    kaki, berlari santai, naik sepeda, berenang, latihan otot dengan bola basket,

    latihan otot kaki dll.

    4. Pembinaan psikis/ mental yaitu memberikan ketenangan dan memberikan

    rasa aman dan nyaman di tengah-tengah keluarga dengan cara

    meningkatkan spiritual dan tidak membiarkan lansia merasa kesepian.

    5. Pembinaan sosial ekonomi yaitu menyediakan semua perlengkapan yang

    diperlukan lansia, menyediakan makanan sehat dan memberikan fasilitas

    kesehatan yang diperlukan lansia.

    2.3.8. Pengelolaan Program Bina Keluarga Lansia (BKL)

    Pada pengelolaan program Bina Keluarga Lansia (BKL) dijelaskan

    langkah-langkah pembentukan kelompok Bina Keluarga Lansia, yaitu:(16)

    1. Persiapan, meliputi kegiatan:

    a) Penggalangan kesepakatan. Penggalangan kesepakatan dilaksanakan

    dalam pertemuan yang membahas tentang pentingnya BKL, dengan

    kesepakatan bersama perlu dibentuknya kelompok BKL.

    b) Inventarisasi sasaran dan tenaga/ ahli. Inventarisasi dilakukan dengan

    menggunakan R/I/KS dan sumber lain serta dilakukan inventarisasi

    tenaga/ ahli di bidang lansia.

    c) Pembentukan kelompok-kelompok kader

  • 25

    1) Pemilihan kader

    2) Syarat kader, yaitu:

    a) Wanita atau pria telah berkeluarga dan aktif di masyarakat.

    b) Dapat membaca, menulis dan berkomunikasi dengan baik.

    c) Bertempat tinggal di lokasi kegiatan.

    d) Sehat jasmani dan rohani.

    e) Bersedia mengikuti latihan/ orientasi/ magang.

    f) Bersedia menjadi kader.

    g) Menjalankan tugas secara sukarela.

    h) Tugas dan fungsi kader yaitu:

    i) Mengelola kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL).

    j) Melakukan penyuluhan.

    k) Melakukan kunjungan rumah.

    l) Melakukan pembinaan.

    m) Melakukan rujukan.

    n) Melakukan pencatatan.

    o) Melakukan pengembangan KS.

    p) Melakukan konsultasi kepada PLKB, tim pembina.

    q) Pembekalan kader

    r) Pembentukan kelompok BKL, penyusunan rencana kegiatan

    kelompok, memberikan penjelasan tentang BKL, dan mengundang

    calon peserta (keluarga yang memiliki lansia).

  • 26

    3) Pokok-pokok kegiatan kader

    Pada bagian inti, merupakan kegiatan pembelajaran pada program

    keluarga lansia, yang dilakukan melalui beberapa kegiatan yang

    dilakukan oleh kader terhadap lansia dan keluarga lansia, kegiatan

    tersebut meliputi:

    a. Penyuluhan

    b. Kunjungan rumah

    c. Rujukan

    d. Pencatatan.

    e. Penyuluhan

    f. Pelaksanaannya adalah kader.

    g. Waktu 1 atau 2 kali sebulan.

    h. Tempat berdasarkan kesepakatan.

    i. Materi yang dibahas dalam pertemuan.

    2.4. Peran Keluarga

    Peran keluarga meliputi satu keluarga dan kedua anggota keluarga dewasa

    diharapkan bekerja dan saling berbagi semua urusan dan tanggung jawab

    keluarga, dalam keluarga lain peran tradisional diharapkan dan dilaksanakan, dan

    dalam situasi lainnya, keluarga orang tua tunggal, orang dewasa mengemban

    peran kedua orang tua. Batasan normatif peran keluarga sangat luas, suatu rentang

    perilaku yang uas diterima jika sesuai dan tergantung pada situasi. Kebutuhan

    keadaan dan individu dalam situasi sering kali menentukan perilaku spesifik yang

    ditemukan dalam sebuah peran. (14)

  • 27

    Peran keluarga sangat dipengaruhi oleh tuntutan dan kepentingan yang

    diletakkan pada struktur sosial yang lebih besar. Jadi, sebagai respons

    “penelantaran halus” masyarakat kita terhadap keluarga miskin, berbagai adaptasi

    peran keluarga telah berkembang sebagai cara memecahkan masalah dan isu yang

    berulang karena menjadi miskin. Keluarga orang tua tunggal menyusun bagian

    bermakna dari keluarga yang tinggal dalam kemiskinan, dan proporsi keluarga

    pekerja yang miskin selama 30 tahun. (14)

    Peran keluarga dalam pemberdayaan lansia adalah dengan memberikan

    motivasi atau dukungan kepada lansia, dengan adanya dukungan dari keluarga

    maka lansia merasa aman dan nyaman. (18)

    2.4.1. Dukungan Keluarga

    Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga

    dengan lingkungan. Menurut Smet dukungan keluarga didefinisikan sebagai

    informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku

    yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam

    lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan

    keuntuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.

    Dalam hal ini orang yang mendapat dukungan secara emosional merasa

    diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. (18)

    2.4.2. Faktor yang Memengaruhi Dukungan Keluarga

    Faktor-faktor yang memengaruhi dukungan keuarga adalah :(18)

  • 28

    1. Faktor Internal

    a. Tahap Perkembangan

    Artinya dukungan keluarga dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini

    adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang

    usia memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan

    berbeda-beda.

    b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan

    Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel

    intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan, dan

    pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara

    berfikti seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor

    yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan

    tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.

    c. Faktor Emosional

    Faktor emosional juga memengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan

    dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respon stress

    dalam perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai sakit,

    mungkin dilakukan dengan cara menghawatirkan bahwa penyakit tersebut

    dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum melihat

    sangat tenang mungkin mempunyai respon emosional yang kecil selama ia

    sakit.

  • 29

    d. Spritual

    Aspek spiritual dapat terliha dari bagaimana seseorang menjalani

    kehidupannya, menyangkut nilai dan keyakinan yang dilaksanakan,

    hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan

    dan arti dalam hidup.

    2. Faktor Eksternal

    a. Praktik di Keluarga

    Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya mempengaruhi

    penderita dalam melaksanan kesehatannya.

    b. Faktor Sosial

    Faktor sosial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan

    memengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap

    penyakitnya.

    c. Latar Belakang Budaya

    Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan nilai dan kebiasaan

    individu dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan

    kesehatan pribadi.

    3. Bentuk Dukungan Keluarga

    Jenis-jenis dukungan keluarga menjadi tiga jenis yaitu : (14)

    a. Dukungan Fisiologi

    Dukungan fisiologi merupakan dukungan yang dilakukan dalam bentuk

    pertolongan dalam aktivitas sehari-hari yang mendasar, seperti dalam hal

    mandi, menyiapkan makanan dan memperhatikan gizi, menyediakan

  • 30

    tempat tertentu atau ruangan khusus, merawat seseorang bila sakit,

    menciptakan lingkungan yang aman.

    b. Dukungan Psikologi

    Dukungan psikologi yaitu ditujukan dengan memberikan perhatian dan

    kasih sayang pada anggota keluarga, memberikan rasa aman, membantu

    menyadari dan memahami identitas. selain itu, meminta pendapat atau

    melakukan diskusi, meluangkan waktu bercakap-cakap untuk menjaga

    komunikasi yang baik dengan intonasi atau nada bicara yang jelas.

    c. Dukungan Sosial

    Dukungan sosial diberikan dengan cara menyaranan individu untuk

    mengikuti kegiatan spiritual seperti pengajian, perkumpulan arisan,

    memberikan kesempatan untuk memilih fasilitas kesehatan sesuai dengan

    keinginan sendiri.

    4. Sumber Dukungan Keluarga

    Tiga komponen sumber dukungan, yaitu sebagai berikut :(14)

    a. Sistem pendukung informal meliputi keluarga dan teman-teman.

    b. Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-

    program medikasi dan kesejahteraan sosial.

    c. Sistem pendukun semiformal meliputi bantuan-bantuan dan interaksi social

    yang disediakan oleh organisasi lingkungan sekitar.

    5. Fungsi Dukungan Keluarga

    Fungsi dukungan keluarga menurut Friedman ada beberapa fungsi yaitu:(14)

  • 31

    a. Dukungan Informasional

    Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar)

    informasi dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi

    yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari

    dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena

    informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus

    pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan,

    saran, petunjuk dan pemberian informasi.

    b. Dukungan Penilaian

    Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik, membimbing dan

    menengahi pemecahan masalah. Sebagai sumber dan validator identitas

    anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan

    perhatian.

    c. Dukungan Instumental

    Keluarga merupakan sebuah pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya

    kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,

    terhindarnya penderita kelelahan.

    d. Dukungan Emosional

    Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

    pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dai

    dukungan emosional meliputi dukunga yang diwujudkan dalam bentuk

    afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

  • 32

    2.5. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan dukungan keluarga

    dengan pemberdayaan lansia melalui kegiatan Bina Keluarga Lansia di Kelurahan

    karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.

  • 33

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Desain Penelitian

    Desain dalam penelitian adalah menggunakan surveianalitikdengan

    pendekatancross sectional yaitu peneliti melakukan pengamatan secara bersamaan

    tentangdukungan keluarga dengan pemberdayaan lansia melalui kegiatan Bina

    Keluarga Lansia di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota

    Medan Tahun 2018.(19)

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    3.2.1. LokasiPenelitian

    Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan

    Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.

    3.2.2. Waktu Penelitian

    Waktu penelitian dilakukan mulai dari bulan Mei sampai dengan Oktober

    tahun 2018.

    3.3. Populasi dan Sampel

    3.3.1. Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki lansia

    di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun

    2018 yaitu sebanyak 525 orang.

  • 34

    3.3.2. Sampel

    Sampel adalah sebagian anggota populasi yang memberikan keterangan

    atau data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Jumlah pengambilan sampel

    dalam penelitian ini dilakukan dengan rumus Slovin sebagai berikut.

    N

    n =

    1 + N (d)2

    N

    n =

    1 + N (d)2

    525

    n =

    1 + 525 (0.1)2

    525

    n =

    1 + 525 (0.01)

    525

    n =

    6,25

    n = 84 orang

    Pengambilan sampel menggunakan proportionate stratified sampel yaitu

    penentuan sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.

    Jumlah sampel diambil berdasarkan masing-masing bagian ditentukan dengan

    rumus yaitu :

    n = (Populasi kelas / Jumlah populasi keseluruhan) x Jumlah sampel yang

    ditentukan

  • 35

    Lingkungan 1 = 19 lansia { n = (19 / 525) x 84 = 3 }

    Lingkungan 2 = 29 lansia { n = (29 / 525) x 84 = 5 }

    Lingkungan 3 = 14 lansia { n = (14 / 525) x 84 = 2 }

    Lingkungan 4 = 11 lansia { n = (11 / 525) x 84 = 2 }

    Lingkungan 5 = 33 lansia { n = (33 / 525) x 84 = 5 }

    Lingkungan 6 = 10 lansia { n = (10 / 525) x 84 = 2 }

    Lingkungan 7 = 17 lansia { n = (17 / 525) x 84 = 3 }

    Lingkungan 8 = 18 lansia { n = (18 / 525) x 84 = 3 }

    Lingkungan 9 = 16 lansia { n = (16 / 525) x 84 = 3 }

    Lingkungan 10 = 21 lansia { n = (21 / 525) x 84 = 3 }

    Lingkungan 11 = 40lansia { n = (40 / 525) x 84 = 6 }

    Lingkungan 12 = 33 lansia { n = (33 / 525) x 84 = 5 }

    Lingkungan 13 = 82 lansia { n = (82 / 525) x 84 = 13 }

    Lingkungan 14 = 20 lansia { n = (20 / 525) x 84 = 3 }

    Lingkungan 15 = 46 lansia { n = (46 / 525) x 84 = 7 }

    Lingkungan 16 = 22 lansia { n = (22 / 525) x 84 = 6 }

    Lingkungan 17 = 18 lansia { n = (18 / 525) x 84 = 3 }

    Lingkungan 18 = 21 lansia { n = (21 / 525) x 84 = 3 }

    Lingkungan 19 = 55 lansia { n = (55 / 525) x 84 = 9 }

    Jadi jumlah keseluruhan sampel kelas = 84

    Keterangan :

    n = Jumlah sampel

    N = Jumlah populasi

    d = Batas toleransi kesalahan (error tolerance 90%)

    Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh sampel sebanyak 84 orang.

    Teknik pengambilan sampel dilakukan menggunakan probability sampling

    dengan cara proportionatestratified random samplingyaitu teknik pengambilan

    sampel yang digunakan jika populasi mempunyai anggota atau unsur yang tidak

    homogen dan berstrata secara proporsional. Pengambilan sampel proportionate

    menggunakan rumus {n = (populasi kelas / jumlah populasi keseluruhan) x jumlah

    sampel yang ditentukan}.(20)

  • 36

    3.4. Kerangka Konsep

    Kerangka konsep menjelaskan tentang kaitan antara konsep – konsep/

    variabel-variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan

    dilaksanakan. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut :

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

    3.5. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran

    3.5.1. Definisi Operasional

    Definisi operasional adalah batasan yang digunakan untuk mendefinisikan

    variabel-variabel atau faktor-faktor yang diteliti.

    1. Dukungan Fisiologi adalah dukungan yang diberikan keluarga kepada

    lansia dengan memberikan pertolongan dalam aktivitas sehari-hari yang

    mendasar seperti menyiapkan makanan dll.

    2. Dukungan Psikologi adalah memberikan dukungan dengan cara

    memberikan perhatian, kasih sayang dan rasa aman.

    3. Dukungan Sosial adalah dukungan yang diberikan kepada lansia untuk

    menyarankan mengikuti kegiatan-kegiatan.

    Peran Keluarga :

    - Dukungan Fisiologi

    - Dukungan Psikologi

    - Dukungan Sosial

    Pemberdayaan Lansia

  • 37

    4. Pemberdayaan lansia adalah memampukan lansia untuk meningkatkan

    kesehatan dengan cara mengikuti kegiatan-kegiatan di tempat BKL.

    3.5.2. Aspek Pengukuran

    Aspek pengukuran dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel.

    Berikut adalah tabel aspek pengukuran.

    Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen

    No. Nama

    Variabel

    Cara dan

    Alat Ukur

    Value Kategori

    Pengukuran

    Jenis

    Skala

    Ukur

    Variabel Independen

    1. Dukungan Fisiologi

    Kuesioner

    Skor max =

    10

    Skor min = 0

    Baik (1)

    Cukup (2)

    Kurang (3)

    Skor 8-10

    (76-100%)

    Skor 6-7

    (56-75%)

    Skor ≤ 5

    (≤55%)

    Ordinal

    2. Dukungan Psikologi

    Kuesioner

    Skor max = 9

    Skor min = 0

    Baik (1)

    Cukup (2)

    Kurang (3)

    Skor 8 – 9

    (76-100%)

    Skor 6-7

    (56-75%)

    Skor ≤ 5

    (≤55%)

    Ordinal

    3. Dukungan Sosial

    Kuesioner

    Skor max = 8

    Skor min = 0

    Baik (1)

    Cukup (2)

    Kurang (3)

    Skor 8

    (76-100%)

    Skor 6 – 7

    (56-75%)

    Skor ≤ 5

    (≤55%)

    Ordinal

    Varibael Dependen 1. Pemberdayaan

    Lansia

    Kuesioner

    Skor max =

    10

    Skor min = 0

    Baik (1)

    Cukup (2)

    Kurang (3)

    Skor 8 - 10

    (76-100%)

    Skor 6 -7

    (56-75%)

    Skor ≤ 5

    (≤55%)

    Ordinal

  • 38

    3.6. Metode Pengumpulan Data

    3.6.1. Jenis Data

    Pengambilan data dilakukan menggunakan data sekunder dan dilanjutkan

    dengan data primer. Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri

    atau seorang atau suatu organisasi langsung dari obyeknya.

    3.6.2. Tekhnik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dilakukan dengan cara :

    1) Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden dan

    dikumpulkan melalui kuisioner.

    2) Data sekunder adalah data yang tersusun dalam bentuk dokumen-

    dokumen, dalam penelitian ini data diambil dari Kelurahan Karang

    Berombak yaitu data lansia tahun 2018. Data ini digunakan sebagai data

    primer.

    3) Data tersier adalah data riset yang sudah dipublikasikan secara resmi

    seperti jurnal.

    3.6.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

    1. Uji Validitas

    Uji validitas adalah sebuah instrumen yang akan dilakukan untuk menjadi alat

    ukur yang bisa diterima atau standar maka alat ukur tersebut harus melalui uji

    validitas dan reliabilitas dari data, uji validitas dilakukan di Kelurahan Silalas

    Kecamatan Medan Barat. Uji validitas menurut pendapat dari ahli dapat

    menggunakan rumus pearson product moment. Jika uji validitas 20 orang maka

    nilai product moment adalah 0,444. kemudian setelah itu diuji dengan

  • 39

    menggunakan uji t dan setelah itu baru dilihat penafsiran dari indeks

    korelasinya.(21)

    1. Uji Validitas Dukungan Fisiologi

    Tabel 3.2. Tabel Uji Validitas Variabel Dukungan Fisiologi di Kelurahan

    Silalas Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.

    No. Variabel r – hitung r - tabel Keterangan

    1. Pertanyaan– 1 0,512 0,444 Valid 2. Pertanyaan– 2 0,482 0,444 Valid 3. Pertanyaan– 3 0,522 0,444 Valid 4. Pertanyaan– 4 0,453 0,444 Valid 5. Pertanyaan– 5 0,804 0,444 Valid 6. Pertanyaan– 6 0,626 0,444 Valid 7. Pertanyaan– 7 0,648 0,444 Valid 8. Pertanyaan– 8 0,667 0,444 Valid 9. Pertanyaan– 9 0,627 0,444 Valid 10. Pertanyaan– 10 0,589 0,444 Valid

    Berdasarkan tabel 3.2 dapat disimpulkan bahwa dari 10 pertanyaan

    dinyatakan valid dengan ketentuan rhitung> rtabel. Kuesioner dapat dijadikan sebagai

    alat untuk penelitian.

    2. Uji Validitas Dukungan Psikologi

    Tabel 3.3. Tabel Uji Validitas Variabel Dukungan Psikologi di Kelurahan

    Silalas Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.

    No. Variabel r – hitung r - tabel Keterangan

    1. Pertanyaan– 1 0,521 0,444 Valid 2. Pertanyaan– 2 0,564 0,444 Valid 3. Pertanyaan– 3 0,391 0,444 Tidak Valid 4. Pertanyaan– 4 0,564 0,444 Valid 5. Pertanyaan– 5 0,532 0,444 Valid 6. Pertanyaan– 6 0,641 0,444 Valid 7. Pertanyaan– 7 0,492 0,444 Valid 8. Pertanyaan– 8 0,452 0,444 Valid 9. Pertanyaan– 9 0,482 0,444 Valid 10. Pertanyaan– 10 0,565 0,444 Valid

  • 40

    Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan

    1,2,,4,5,6,7,9,10 dinyatakan valid sedangkan pertanyaan 3 dinyatakan tidak valid,

    sehingga pertanyaan yang tidak valid tidak dapat digunakan sebagai alat

    kuesioner.

    c. Uji Validitas Dukungan Sosial

    Tabel 3.4. Tabel Uji Validitas Variabel Dukungan Sosial di Kelurahan Silalas

    Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.

    No. Variabel r –hitung r -tabel Keterangan

    1. Pertanyaan– 1 0,529 0,444 Valid 2. Pertanyaan– 2 0,604 0,444 Valid 3. Pertanyaan– 3 0,117 0,444 Tidak Valid 4. Pertanyaan– 4 0,015 0,444 Tidak Valid 5. Pertanyaan– 5 0,650 0,444 Valid 6. Pertanyaan– 6 0,550 0,444 Valid 7. Pertanyaan– 7 0,670 0,444 Valid 8. Pertanyaan– 8 0,584 0,444 Valid 9. Pertanyaan– 9 0,583 0,444 Valid 10. Pertanyaan– 10 0,729 0,444 Valid

    Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan

    1,2,5,6,7,9,10 dinyatakan valid sedangkan pertanyaan 3 dan 4 dinyatakan tidak

    valid, sehingga pertanyaan yang tidak valid tidak dapat digunakan sebagai alat

    kuesioner.

    d. Uji Validitas Pemberdayaan Lansia

    Tabel 3.5. Tabel Uji Validitas Variabel Pemberdayaan Lansia di Kelurahan

    Silalas Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.

    No. Variabel r – hitung r - tabel Keterangan

    1. Pertanyaan– 1 0,759 0,444 Tidak Valid 2. Pertanyaan– 2 0,769 0,444 Valid 3. Pertanyaan– 3 0,535 0,444 Valid 4. Pertanyaan– 4 0,850 0,444 Valid 5. Pertanyaan– 5 0,584 0,444 Valid 6. Pertanyaan– 6 0,672 0,444 Valid 7. Pertanyaan– 7 0,046 0,444 Valid

  • 41

    Tabel 3.5. (Lanjutan)

    No. Variabel r – hitung r - tabel Keterangan

    8. Pertanyaan– 8 0,492 0,444 Tidak Valid 9. Pertanyaan– 9 0,669 0,444 Valid 10. Pertanyaan– 10 0,769 0,444 Valid 11. Pertanyaan– 11 0,056 0,444 Valid 12. Pertanyaan– 12 0,156 0,444 Valid 13. Pertanyaan– 13 0,850 0,444 Tidak Valid 14. Pertanyaan– 14 0,077 0,444 Tidak Valid 15. Pertanyaan– 15 0,356 0,444 Tidak Valid

    Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pertanyaan

    2,3,4,5,6,7,9,10,11,12 dinyatakan valid sedangkan pertanyaan 1,8,13,14,15

    dinyatakan tidak valid, sehingga pertanyaan yang tidak valid tidak dapat

    digunakan sebagai alat kuesioner.

    2. Uji Reliabilitas

    Pertanyaan dinyatakan reliabelapabila jawaban seseorang itu konsisten dari

    waktu ke waktu. Pengujian realiabilitas dilakukan pada pertanyaan yang sudah

    dinyatakan valid. Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan menggunakan SPSS

    dengan Korelasi Pearson Product Moment.

    Untuk mengetahui reliabilitas adalah dengan membandingkan nilai r tabel

    dengan r hasil. Dalam uji reliabilitas nilai r hasil adalah alpha dengan ketentuan

    jika r alpha lebih besar dari r tabel, maka pertanyaan dinyatakan valid atau

    reliabel, maka pertanyaan siap digunakan dalam kuesioner sebagai instrument

    pengambilan data.

    Untuk tabel t α = 0,05 derajat kebebasan (dk = 20-2). Jika t hitung > t tabel

    berarti valid demikian sebaliknya, t hitung < t tabel berarti valid. Sebaliknya, t

    hitung < t tabel berarti tidak valid, apabila instrument valid, maka indeks

    korelasinya ( r ) adalah sebagai berikut. (21)

  • 42

    0,800 – 1,000 = Sangat tinggi

    0,600 – 0,799 = Tinggi

    0,400 – 0.599 = Cukup tinggi

    0,200 – 0,399 = Rendah

    0,000 – 0,199 = Sangat rendah (tidak valid)

    Tabel 3.6. Tabel Uji Reliabilitas di Kelurahan Karang Berombak

    Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2018.

    No. Variabel Cronbach

    Alpha r - hitung Keterangan

    1. Dukungan Fisiologi 0,796 0,444 Reliabel 2. Dukungan Psikologi 0,705 0,444 Reliabel 3. Dukungan Sosial 0,732 0,444 Reliabel 4. Pemberdayaan Lansia 0,455 0,444 Reliabel

    Berdasarkan tabel 3.5 menggunakan SPSS dengan korelasi pearson

    product moment dengan nilai r tabel ( 0,444). Hasil output reliabilitas variabel

    dukungan fisiologi r alpha (0,796), jadi pertanyaan dukungan fisiologi

    dinyatakan reliabilitas dengan ketentuan (0,796 > 0,444), variabel dukungan

    psikologi r alpha (0,705), jadi pertanyaan dukungan fisiologi dinyatakan

    reliabilitas dengan ketentuan (0,705 > 0,444), variabel dukungan sosial r alpha

    (0,732), jadi pertanyaan dukungan sosial dinyatakan reliabilitas dengan ketentuan

    (0,732 > 0,444), variabel pemberdayaan lansia r alpha (0,455), jadi pertanyaan

    pemberdayaan lansia dinyatakan reliabilitas dengan ketentuan (0,455 > 0,444).

    3.7. Metode Pengolahan Data

    Penelitian ini data dikumpulkan dan diolah secara bertahap sebagai

    berikut: (22)

  • 43

    1. Collecting

    Mengumpulkan data yang berasal dari kuesioner . angket maupun obervasi.

    2. Checking

    Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jawaban kuesioner atau lembar

    observasi dengan tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan

    data memberikan hasil yang valid dan reliabel dan terhindar dari bias.

    3. Coding

    Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variable-variabel

    yang diteliti.

    4. Entering

    Data entry, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang

    masih dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam aplikasi

    SPSS.

    5. DataProcessing

    Semua data yang telah di input ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai

    dengan kebutuhan dari penelitian.

    3.8. Analisis Data

    Analisis data dilakukan secara bertahap dari analisa univariat dan bivariat.

    3.8.1. Analisis Univariat

    Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

    setiap variabel penelitian. Umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

    distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.(23)

  • 44

    3.8.2. Analisis Bivariat

    Setelah diketahui masing-masing karakteristik variabel pada penelitian ini

    maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Untuk mengetahui hubungan

    (korelasi) antara variabel bebas (independen variabel) dengan variabel terikat

    (dependen variabel). Untuk membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara

    variabel terikat dengan menggunakan uji statistik chi-square dimana p value<

    0,05 yang berarti ada hubungan variabel independen dengan variabel dependen

    melalui uji statistik chi-square dengan menggunakan tabulasi silang. (23)