Post on 11-Jan-2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nilai ekspor di Indonesia saat ini sangat disumbang dari sektor industri karet
dan produk olahannya, karena Indonesia merupakan salah satu produsen dan juga
eksportir karet terbesar (kode HS 40) di dunia, disamping China dan Thailand.
Adanya potensi yang baik dalam bidang ekspor dapat dilihat dari pasar produksi
karet dalam negeri yang cukup besar, dengan luas lahan perkebunan karet alam
Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Hal ini sangat menyokong pertumbuhan
ekonomi dari aspek ekspor. Namun, jumlah dan mutu komoditas karet Indonesia
masih kalah dengan kedua negara pesaingnya tersebut.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu negara, ekspor
menjadi salah satu indikator pendukungnya, selain daripada konsumsi masyarakat,
investasi, pengeluaran pemerintah, dan impor. Ekspor dapat memberikan kontribusi
positif terhadap perekonomian, yang dapat dilihat dari meningkatnya Pendapatan
Domestik Bruto (PDB). Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2014, komponen
ekspor merupakan penyumbang terbesar kedua PDB Indonesia setelah konsumsi
rumah tangga, yakni sebesar 44,53%. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah
Indonesia sangat mengejar ekspor untuk menyokong pertumbuhan ekonominya,
dimana setiap tahun pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekspor yang terus
naik. Adapun komoditas yang diekspor merupakan bahan baku maupun bahan jadi
2
dari sektor pertanian, perikanan, pertambangan, sektor perkebunan, ataupun sektor
industri.
Data menunjukkan bahwa perkembangan ekspor Indonesia dari tahun 2003
hingga 2011 rata-rata menunjukkan tren positif. Namun, pertumbuhan ekspor
Indonesia pada lima tahun berikutnya dapat dikatakan relatif stagnan, yang tampak
pada tren yang menurun (Gambar 1.1). Adapun penyebabnya ialah negara-negara
tujuan ekspor utama ekspor Indonesia, seperti China, Amerika Serikat, Jepang dan
negara-negara di Eropa rata-rata mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi
sehingga permintaan produk-produk Indonesia mengalami penurunan.
Grafik 1.1 Perkembangan Nilai Ekspor Indonesia (miliar US$)
Terdapat beberapa kelompok hasil industri dalam sektor non-migas yang
menyumbang nilai ekspor terbesar di Indonesia, lima teratas diantaranya di tahun
2017 yaitu minyak yang berkontribusi tinggi terhadap ekspor industri makanan
61.0671.58
85.66100.8
114.1
137.02
116.51
157.78
203.5190.03182.55176.04
150.37144.49
168.81
0
50
100
150
200
250
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: UN COMTRADE 2019, diolah.
3
senilai 272 triliun rupiah, diikuti produk pakaian jadi yang menyumbang sebesar 90
triliun rupiah. Selanjutnya, produk industri karet, barang karet, serta barang dari
karet dan plastik sebesar 66 triliun rupiah, produk industri barang kimia dan barang
dari bahan kimia 59 triliun rupiah, serta produk industri logam menyumbang 51
triliun rupiah.
Tabel 1.1 Kategori Sektor Industri Utama Ekspor Indonesia Tahun 2014-2018
No. Sektor Industri Rata-rata 2014 -
2018 (juta US$)
Trend
2014-2018 (%)
1. Lemak dan minyak hewan/nabati 20.244,92 1,4
2. Mesin/peralatan listrik 8.765,56 -2
3. Karet dan barang dari karet 6.548,80 0,6
4. Kendaraan dan bagiannya 6.177,88 10,2
5. Perhiasaan dan permata 5.505,16 4
6. Alas kaki 4.655,72 5,4
7. Pakaian jadi 4.086,70 3,1
8. Produk kimia 3.685,42 7,6
9. Plastik dan barang dari plastik 2.531,40 0,3
10. Makanan olahan 957,16 10,9
Kategori-kategori sektor industri yang disajikan dalam Tabel 1.1 saat ini
menjadi prioritas pengembangan oleh Kementerian Perindustrian untuk mencapai
implementasi revolusi industri generasi keempat (industri 4.0) di Indonesia. Hal ini
dikarenakan sektor-sektor tersebut mampu memberikan kontribusi besar bagi
Pendapatan Domestik Bruto, bagi total ekspor, serta tenaga kerja di sektor tersebut.
Pencapaian ini menjadikan sektor industri dapat menjadi tulang punggung dalam
kegiatan ekspor Indonesia. Lonjakan nilai ekspor tertinggi pada sektor industri pada
bulan Januari 2017 terhadap Desember 2016 mencapai diatas 1% terjadi pada
Sumber: Kementerian Perdagangan 2019, diolah.
4
industri mesin, industri kendaraan bermotor, serta industri karet, masing-masing
sebesar 12,72%; 6,67%; dan 7,94%.
Industri karet adalah salah satu industri yang berperan besar dalam
mendongkrak nilai ekspor di Indonesia, dimana karet sebagai komoditi industri
hasil tanaman tropis yang banyak digunakan untuk membuat produk dan peralatan
di seluruh dunia, sehingga mampu menjadi penyumbang devisa negara setelah
minyak dan gas. Selain itu, Indonesia menjadi salah satu produsen dan juga
eksportir karet terbesar (kode HS 40) di dunia, disamping China dan Thailand.
Selain potensial dalam bidang ekspor, pasar produksi karet dalam negeri pun cukup
besar. Hasil produksi karet Indonesia mencapai 3,2 juta ton lebih setelah Thailand,
dan luas areal perkebunan karet alam Indonesia adalah yang terbesar di dunia
dengan 3,7 juta hektar atau sekitar 1,5 kali luas areal perkebunan karet Thailand.
Industri karet mengalami prospek yang baik, hal ini dapat dilihat dari
adanya peralihan dari perkebunan-perkebunan komoditi seperti kopi dan teh
menjadi perkebunan-perkebunan karet dan kelapa sawit. Sektor perkebunan
Indonesia teralihkan karena hasil karet di tanah air dapat mencapai ketahanan yang
setara dengan karet negara pesaingnya, yakni Thailand dan China. Kadar air yang
rendah juga menjadi salah satu keunggulan getah karet Indonesia. Berdasarkan
keunggulan tersebut, peluang produksi karet tanah air pun terbuka lebar baik untuk
diekspor maupun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Perkembangan ekspor
karet Indonesia saat ini masih didominasi oleh produk primer.
Lahan perkebunan karet alam di Indonesia paling banyak berasal dari
provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat.
5
Total luas areal perkebunan karet Indonesia telah meningkat secara stabil dalam
sepuluh tahun terakhir. Di tahun 2016, total luas perkebunan karet di Indonesia
sebesar 3,64 juta hektar. Jumlah lahan perkebunan karet milik petani kecil
meningkat, sedangkan lahan perkebunan pemerintah sedikit berkurang, diduga
karena pemerintah berfokus kepada kebun kelapa sawit yang luas. Luas lahan
kebun karet milik swasta berkurang di antara tahun 2010 dan 2012, namun naik
cukup cepat mulai dari tahun 2013 (Gapkindo).
Tabel 1.2 Lima Provinsi Produsen Karet Terbesar di Indonesia Tahun 2016
No. Nama provinsi
Jumlah
produksi
(ribu ton)
Luas lahan
(ribu ha)
Produktivitas
(kg/ha)
1. Sumatera Selatan 962,4 835,6 1.356
2. Sumatera Utara 432,8 444,1 1.070
3. Riau 338,5 347,7 1.100
4. Jambi 287,0 377,9 933
5. Kalimantan Barat 252,8 365,9 838
Sumber: BPS 2017, diolah.
Indonesia dapat dikatakan masih mempunyai potensi yang besar untuk
meningkatkan produksi karet. Maka dari itu, perlunya meningkatkan kualitas
(mutu) dan produktivitas karet agar dapat meningkatkan kuantitas volume ekspor
karet dari berbagai bentuk dan dapat bersaing dengan produk karet hasil negara
pesaing. Sebagai bagian dari 10 komoditas utama ekspor, ekspor karet Indonesia
mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010.
6
Hasil produksi karet Indonesia diekspor ke luar negeri mencapai angka 85
persen per tahunnya, dikirimkan ke negara-negara Asia lain seperti Jepang dan
China, lalu diikuti negara-negara di Amerika dan Eropa. Jumlah ekspor karet
mencapai persentase yang sangat besar disebabkan rendahnya konsumsi karet
domestik. Indonesia masih bergantung pada impor produk-produk karet olahan
karena kurangnya fasilitas pengolahan-pengolahan domestik dan kurangnya
industri manufaktur yang berkembang baik.
Walaupun demikian, di beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan
meskipun lambat, karena jumlah ekspor sedikit menurun akibat meningkatnya
konsumsi domestik. Karet alam yang diserap secara domestik digunakan oleh
industri manufaktur ban terutama sektor otomotif, diikuti oleh produk sarung
tangan karet, benang karet, alas kaki, ban vulkanisir, sarung tangan medis dan alat-
alat lainnya. Dengan kata lain, industri ban merupakan pengguna karet alam utama
terbesar dibandingkan dengan industri lain, yakni sebesar 55 persen pada tahun
2016 (Kementerian Perindustrian). Ban menjadi produk unggulan dari hasil industri
karet yang banyak diekspor ke berbagai negara tujuan.
Industri ban yang merupakan industri sekunder berbasis karet kini telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Seiring dengan perkembangan
otomotif dan berbagai ragam tipe kendaraan khususnya mobil, penggunaan ban
menjadi bagian yang penting. Ban mobil bukan hanya semata-mata sebagai
pelengkap dalam memaksimalkan fungsi roda, namun juga untuk kebutuhan
keamanan kendaraan dan kenyamanan berkendara. Bila dipantau dari sisi ekspor,
nilai ekspor dari industri ban mobil (dengan kode HS 401110) pada tahun 2003
7
hingga 2011 rata-rata mengalami peningkatan, namun pada lima tahun selanjutnya
mengalami kemerosotan. Pada tahun 2016, ekspor ban Indonesia ke pasar dunia
kembali naik mencapai 1.378.384.206 dollar AS dengan volume ekspor sebesar
453.868 ton (UN Comtrade).
Grafik 1.2 Nilai Ekspor Ban Mobil Indonesia ke Enam Negara Tujuan
Utama Tahun 2004-2017 (juta US$)
Enam negara yang menjadi tujuan utama ekspor ban mobil Indonesia
khususnya pada lima tahun terakhir seperti tersaji pada Gambar 1.2, yaitu Amerika
Serikat, Jepang, Malaysia, Australia, Filipina, dan Arab Saudi. Dalam tiga tahun
terakhir, nilai ekspor ban Indonesia ke Jepang dan Filipina mengalami peningkatan,
ke Australia mengalami penurunan, sedangkan ke negara tujuan Amerika Serikat,
Malaysia, dan Arab Saudi mengalami fluktuasi. Di tahun 2017, nilai ekspor ban
mobil Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang masing-masing mencapai 628 juta
0
100
200
300
400
500
600
700
800
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
AS JEPANG MALAYSIA AUSTRALIA FILIPINA ARAB SAUDI
Sumber: UN COMTRADE 2019, diolah.
8
dollar AS dan 105 juta dollar AS (UN Comtrade). Kedua angka tersebut dapat
dikatakan cukup tinggi karena Jepang sendiri merupakan negara penghasil otomotif
dunia yang tentunya sangat membutuhkan produk ban khususnya dari Indonesia,
sedangkan Amerika Serikat merupakan pangsa pasar ban terbesar di dunia. Selain
itu, dengan adanya perang dagang antara AS-China yang dimulai sejak tahun 2018
mempengaruhi ekspor ban mobil Indonesia ke kedua negara tersebut.
Perang dagang atau lebih tepatnya perang tarif antara Amerika Serikat
dengan China disebabkan oleh alasan politik dari Presiden AS saat ini, Donald
Trump sebagai realisasi dalam salah satu program kampanyenya yaitu
meningkatkan restriksi impor dan menekan defisit neraca perdagangan, khususnya
dengan China. Neraca perdagangan Amerika Serikat dengan semua negara
mitranya mengalami defisit yakni sebesar 1,1 triliun dollar AS pada tahun 2017.
China selaku negara eksportir terbesar ke Amerika Serikat merupakan sumber
defisit utamanya dengan nilai 405,7 miliar dollar AS di tahun yang sama. Indonesia
merupakan negara pengekspor peringkat ke-19 di Amerika Serikat dan peringkat
ke-16 di China. Neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat mengalami
surplus yang mencapai 9,6 miliar dollar AS, sedangkan dengan China mengalami
defisit sebesar 12,7 miliar dollar AS. Bagi Indonesia, Amerika Serikat merupakan
negara penting sebagai tujuan ekspor utama produk ban yang dihasilkan Indonesia.
Maka dari itu, menurut GAPKINDO atau Gabungan Perusahaan Karet Indonesia
(2018), terjadinya perang dagang AS-China disikapi dengan optimis oleh Indonesia
karena terdapat banyak peluang, diantaranya:
- Meningkatkan peluang ekspor bagi Indonesia ke Amerika Serikat.
9
- Meningkatkan persaingan pasar atas produk yang menjadi target trade war.
- Adanya tekanan terhadap harga bahan baku termasuk harga karet alam.
Meningkatnya peluang ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dapat dibuktikan
dengan terjadinya kenaikan total nilai ekspor pada tahun 2018, yakni mencapai
18.471.771.383 dollar AS, dimana di tahun sebelumnya nilai ekspor Indonesia ke
Amerika Serikat sebesar 17.810.479.989 dollar AS. Akan tetapi, nilai ekspor untuk
komoditas ban mobil Indonesia mengalami penurunan di tahun 2018, yakni sebesar
600.782.775 dollar AS, yang sebelumnya mencapai 628.154.162 dollar AS.
Melanjutkan pemaparan dari GAPKINDO, dengan terjadinya perang dagang
AS-China saat ini, bentuk respon pemerintah Indonesia antara lain sebagai berikut:
- Melakukan pendekatan langsung secara bilateral.
- Memperkuat peranan sektor jasa secara domestik maupun untuk ekspor.
- Beralih fokus dari produk primer ke produk industri/produk olahan.
- Mengelola impor dengan lebih baik.
- Mempercepat upaya peningkatan daya saing ekonomi.
Kegiatan produksi ban mobil sebagai hasil industri karet dalam perdagangan
internasional selalu berkaitan dengan nilai tukar. Perubahan nilai tukar disebabkan
oleh kondisi perekonomian maupun politik dari negara eksportir, Indonesia. Nilai
tukar menjadi determinan utama berjalannya perdagangan internasional antar
negara. Dalam hal ini adalah nilai tukar mata uang dollar Amerika Serikat terhadap
rupiah.
10
Tabel 1.3 Nilai Tukar Dollar AS Terhadap Rupiah Tahun 2004-2017
Tahun Nilai tukar US$/Rp
2004 8.938,85
2005 9.704,74
2006 9.159,32
2007 9.141,00
2008 9.698,96
2009 10.389,94
2010 9.090,43
2011 8.770,43
2012 9.386,63
2013 10.461,24
2014 11.865,21
2015 13.389,41
2016 13.308,33
2017 13.380,83
Berdasarkan fakta-fakta dan fenomena-fenomena yang telah dipaparkan
sebelumnya, dapat diketahui bahwasanya ekspor ban mobil Indonesia ke enam
negara tujuan utama cukup potensial dan memiliki peluang yang besar, mengingat
industri ban dengan berbagai inovasi sangat berkembang pesat di keenam negara
tersebut. Lantas, dibutuhkan daya saing yang kuat untuk tetap mempertahankan
ekspor ban mobil ke pasar internasional, karena daya saing merupakan salah satu
kriteria penting bagi suatu negara untuk melakukan perdagangan dengan negara
lain. Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
EKSPOR BAN MOBIL INDONESIA KE ENAM NEGARA TUJUAN UTAMA
TAHUN 2004-2017”. Dan nantinya, penelitian ini dapat menyusun strategi-strategi
Sumber: World Bank, 2019.
11
khusus untuk semakin meningkatkan kualitas ban dan mempertahankan kuantitas
nilai ekspor keenam negara tujuan tersebut pada kategori industri ban ini.
1.2. Identifikasi Masalah
Ekspor ban mobil Indonesia sebagai salah satu hasil dari produk karet hanya
berkontribusi sebesar 0,78% dari keseluruhan total ekspornya. Pertumbuhan ekspor
ban mobilnya pun berfluktuasi dan relatif stagnan apabila dibandingkan dengan
negara pesaingnya, yaitu China dan Thailand. Oleh sebab itu, permbahasan
penelitian ini akan dibatasi pada beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana daya saing komparatif ekspor ban mobil Indonesia ke enam
negara tujuan utama.
2. Apakah variabel GDP Indonesia, GDP negara tujuan, dan populasi
berpengaruh positif terhadap nilai ekspor ban mobil Indonesia ke enam
negara tujuan utama.
3. Apakah variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan jarak
geografis berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor ban mobil Indonesia
ke enam negara tujuan utama.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana daya saing komparatif dari ekspor ban
mobil Indonesia ke enam negara tujuan utama.
12
2. Untuk mengetahui faktor-faktor ekonomi apa saja yang mempengaruhi
ekspor ban mobil Indonesia ke enam negara tujuan utama.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
daya saing ekspor ban mobil Indonesia ke enam negara tujuan utama,
dan penelitian ini dapat menjadi bahan penulisan penelitian selanjutnya.
2. Penelitian ini dapat menjadi acuan dan referensi bagi pemerintah dalam
meningkatkan kualitas dan kinerja ekspor ban mobil Indonesia.