Post on 10-Aug-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Alam semesta beserta isinya dan seluruh kehidupan yang terjadi
didalamnya, ada yang menciptakan dan mengaturnya. Siapakah Dia ? Dia adalah
Allah swt SWT, “Allah swt Rabbul Alamin”. Kita semua tahu bahwa tiada
pelindung, selain Allah swt tiada penolong lain selain dirinya. Dialah yang
menghendakkan dan mengatur kehidupan dialam ini. Tidak ada hal yang mustahil
bagi Allah swt. Cukup mengatakan “Kun Fayakun “, maka semuanya jadi
kenyataan. Apakah kita masih perlu Tuhan selain diri-Nya? Tidakkah cukup Allah
swt semata sebagai Tuhan kita ? (QS. Al-Baqarah 107 )
Allah swt tidak senang jika kita menduakannya. Dia menghendaki kita
untuk berkomitmen konsisten bertuhan kepada-Nya. Istiqomah, beraqidah dengan
benar. Jangan sampai kita menyimpangdari aturan-aturan tersebut. Akan tetapi
dalam kenyataan kehidupan banyak penyempingan-penyimpangan yang terjadi.
Kita melaksanakan sholat, akan tetapi didalam saku kita ada jimat keberuntungan.
Ketika bergadang, kita lengkapi barang dagangan dengan jimat-jimat. Dalam
pekerjaan kita juga melibatkan orang-orang pintar, paranoimat sesat, dukun,
sesaji. Tuhan selain Allah swt ini dan itu, dll.
Ini menunjukkan bahwa kita memperlakukan Allah swt bukan seperti
Tuhan yang mempunyai segala sesuatu di alam ini. Kita bekerja dan berusaha,
bekerja dan berusaha saja tanpa diimbangi dengan ibadah kepada-Nya? Kita
merasa kehidupan ini berjalan dengan sendirinya, seolah-olah tidak ada
penguasaan-Nya, tidak ada Allah swt dalam kehidupan ini. Apakah ini yang
disebut bertuhan Allah swt?
Oleh karena itu kami ingin mempelajari lebih dalam lagi tentang konsep
ketuhanan yang sebenarnya dalam islam. Agar kita tidak terjerumus ke jalan yang
salah.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pentingnya iman kepada Tuhan?
2. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Ketuhanan?
3. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan?
4. Apa hakikat keimanan dan ketaqwaan ?
5. Bagaimana implementasi iman dan takwa dalam kehidupan sehari-hari?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pentingnya Iman Kepada Tuhan
Iman menurut bahasa berarti kepercayaan atau keyakinan. Menurut istilah,
iman berarti dimantabkan dalam hati, diucapkan dengan lisan, dilakukan dengan
perbuatan. Iman kepada Allah swt adalah mempercayai adanya Allah swt sebagai
dzat yang Maha Pencipta. Percaya bahwa Allah swt itu Esa merupakan dasar
keimanan dalam beragama islam. Dan hal itu tidak perlu kita pikirkan karena itu
semua diluar batas kemampuan akal pikiran kita.
Allah swt mempunyai sifat-sifat kesempurnaan. Adapun sifat-sifat
kesempurnaan Allah swt secara garis besar sebagai berikut.
1. Sifat wajib adalah sifat-sifat yang pasti atau harus ada pada Allah swt.
Jumlah sifat wajib Allah swt ada 13 atau 20 (jika termasuk sifat Maha
atau Paling)
2. Sifat mustahil adalah sifat-sifat yang tidakF mungkin ada pada Allah swt.
Jumlah sifat mustahil Allah swt ada 13 atau 20 (jika termasuk sifat Maha
atau Paling)
3. Sifat mungkin bagi Allah swt untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu. Jumlahnya hanya satu yaitu sifat wewenang dari Allah swt untuk
berbuat sesuatu atau tidak berbuat.
Sifat wajib dan sifat mustahil bagi Allah swt:
1. Wujud
Artinya ada, sifat mustahilnya adalah adam artinya tidak ada.
2. Qidam
Artinya tidak berawal, sifat mustahilnya hudus artinya baru
3. Baqa’
Atinya kekal, tidak berkesudahan. Sifat mustahilnya adalah fana’ artinya
rusak atau ada batas akhirnya.
4. Mukhalafatu lilhawadisi
3
Artinya berbeda dengan semua yang baru yaitu makhluk. Sifat
mustahilnya adalah mumasalatu lilhawadisi artinya serupa dengan semua
yang baru (makhluk).
5. Qiyamuhu binafsihi
Artinya berdiri sendiri. Sifat mustahilnya adalah qiyamuhu bigairihi
artinya membutuhkan bantuan pihak lain.
6. Wahdaniah
Artinya Esa atau tunggal karena itu adalah sifst mutlak bagi-Nya. Sifat
mustahilnya adalah ta’addu artinya berbilang atau lebih dari satu.
7. Qudrat
Artinya berkuasa. Sifat mustahilnya adalah ‘ajun artinya lemah
8. Iradat
Artinya berkehendak. Sifat mustahilnya adalah karahah artinya terpaksa.
9. Ilmu
Artinya mengetahui atau pandai. Sifat mustahilnya adalah jahalun artinya
bodoh.
10. Hayat
Artinya hidup. Sifat mustahilnya adalah mautun artinya mati.
11. Sama’
Artinya mendengar. Sifat mustahilnya adalah summun artinya tuli.
12. Basar
Artinya melihat. Sedangkan sifat mustahilnya adalah umyun artinya buta.
13. Kalam
Artinya berfirman atau berbicara. Sedangkan sifat mustahilnya adalah
bukmun artinya bisu.
14. Qadiran
Artinya Mahakuasa, sifat mustahilnya ajizan artinya Yang Maha lemah.
15. Muridan
srtinya Maha berkehendak, sifat mustahilnya mukrahan artinya Yang
Maha Terpaksa.
16. ‘aliman
4
Artinya Maha mengetahui, sifat mustahilnya jahilan artinya Yang Maha
bodoh.
17. Hayyan
Artinya Maha hidup, sifat mustahilnya mayyitan artinya Yang Maha mati.
18. Sami’an
Artinya Maha mendengar, sifat mutahilnya adalah asamma artinya Yang
Maha tuli
19. Basiran
Artinya Maha melihat, sifat mustahilnya a’ma artinya Maha buta
20. Mutakalliman
Artinya Maha berfirman, sifat mustahilnya abkama artinya Yang Maha
bisu.
Fungsi iman kepada Allah swt dalam kehidupan sehari-hari adalah ebagai berikut:
Mengenal adanya Allah swt dan segala sifat-sifat kesempurnaanNya.
Memperkuat keyakinan bahwa Allah swt pencipta alam semesta dan Dia
pula yang mengaturnya.
Menumbuhkan sikp disiplin dalam aktifitas kehidupannya.
Meningkatkan rasa percaya diri dalam bertindak dan berbuat sesuatu.
Meningkatkan semangat kerja dan beramal salih.
Menyadarkan manusia agar selalu ingat dan beribadah kepadaNya.
Memberikan ketenangan jiwa, rasa damai dan ketentraman sebab Allah
swt dijadikan tempat berlindung.
Mendidik seseorang untuk tunduk dan patuh terhadap segala perintahNya.
Mendidik seseoang untuk mengendalikan diri dari berbuat maksiat dan
melanggar ajaran-ajaranNya.
Meyakini kekuasaan dan kebesaran Allah swt bahwa manusia tidak
berdaya dan tidak mempunyai kekuatan dihadapanNya.
2.2 Filsafat Ketuhanan
Untuk lebih detail dalam mengkaji, sebaiknya kita memahami betul
terlebih dahulu pengertian tuhan. Tentunya, pengertian yang paling tepat yang
diambil dari pemahaman Al-Quran mengenai definisi tuhan yang sudah
5
dijabarkan didalam Al-Quran. Oleh sebab itu, perlu kita sadari kenyataan-
kenyataan yang penting apabila seseorang mengkaji dengan sungguh-sungguh
kandungan yang terdapat dalam Al-Quran.
Kenyataan pertama yang patut untuk kita sadari, bahwa didalam Al-
Quran tidak ditemukan satu ayat pun yang menjelaskan mengenai atheis atau
atheisme. Sehingga, patut kita fikirkan disaat zaman modern ini mengingat
ribuan juta orang yang mengatakan kalau dirinya sebagai penganut “Atheis”
atau tidak mempunyai tuhan. Bahkan, setiap orang yang menganut ideologi
komunis menyatakan kalau dirinya sebagai atheis atau atheisme. Padahal
didalam Al-Quran sama sekali tidak ada sepotong ayatpun yang menjelaskan
atheis atau atheisme.
Sungguh itu akan menjadi renungan besar bagi kaum muslim yang
meyakini akan kebenaran kitab sucinya itu. Akankah Allah SWT “lupa” untuk
menjelaskan atheis atau pun atheisme didalam Al-Quran. Sehingga, akibatnya
didalam kamus bahasa arab besar atau pun kecil tidak ditemukan kata atheis.
Memang, dimasa sekarang segerombolan orang arab menyebutkan kata
‘mulhid’ untuk kata atheis dan mempergunakan kata ‘ilhad’ untuk
menyebutkan atheisme. Namun tunggu dulu, kita simak betul-betul mengenai
kata tersebut dalam Al-Quran.
Perkataan “mulhid dan ilhad” didalam Al-Quran mempunyai makna
yang jauh sangat berbeda dengan kata “atheis dan atheisme”. Didalam Al-
Quran perkataan ilhad berasal dari “lahada” yang mempunyai arti menggali
lobang atau terjerumus kedalam lobang galian. Kita ingat didalam bahasa
indonesia kita mengenai kata “liang lahad” yang berasal dari “lahada”.
Sehingga, tidak masuk akal sekali kalau kata “mulhid ataupun ilhad”
mempunyai arti sama dengan “atheis dan atheisme”.
Kemudian, kenyataan kedua adalah perkataan ilah didalam kitab suci
Al-Quran yang selalu diartikan “Tuhan”. Perkataan ilah didalam Al-Quran
mempunyai makna yang cukup besar untuk mengagungkan kebesaran berbagai
obyek atau membesarkan sesuatu yang dipentingkan oleh manusia. Contohnya
saja dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah:23) yang artinya :
6
“ Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya....?” (Al-Jatiiyah:23)
Dalam petikan ayat tersebut, menunjukkan kalau kata ilah mengandung
banyak arti, baik abstrak maupun berupa benda nyata. Ayat lain yang
menunjukkan kalau perkataan Ilah itu sebagai mengagungkan kebesaran suatu
obyek terdapat dalam QS 28 (Al-Qashasa:38), perkataan ilah digunakan oleh
Fir’aun untuk mengagungkan dirinya sendiri :
“Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui
tuhan bagimu selain aku.” (Al-Qashasa:38)
Contoh ayat tersebut menunjukkan kalau perkataan ilah yang dipakai
oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri yang menjadi penguasa yang dipatuhi dan
dipuja. Sehingga, hakikatnya seseorang itu pastinya mempunyai tuhan sendiri
dan sangat tidak masuk akal kalau ada orang yang bertuhan nol atau dalam
istilahnya menganut atheisme.
Alternatip yang bisa dipahami adalah mempunyai tuhan satu
(monotheist) atau mempunyai banyak tuhan (politheist). Sehingga perkataan
ilah yang terdapat didalam Al-Quran berbagai bentuk, diantaranya ada yang
berbentuk tunggal (mufrad) yaitu ilaahun, berbentuk ganda (mutsanna) yaitu
ilaahaini dan ada yang berbentuk banyak (jama’) yakni aalihatun. Untuk lebih
jelasnya lagi mengenai pengertian dari Ilah atau Tuhan yang benar, berdasarkan
logika Al-Quran :
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya untuk dikuasai olehnya
(sesuatu tersebut).
Sebaiknya, perkataan dipentingkan jangan kita pandang dalam arti
sempit. Makna kata dipentingkan sangat luas tercakup didalamnya yang
dicintai, yang dipuja, yang diharap-harapkan mampu memberikan pertolongan,
yang disembah dan termasuk juga yang ditakuti akan membuat bahaya atau
kerugian. Syaikhul islam Ibnu Taimiyah memberikan pengertian mengenai al-
ilah dibawah ini:
7
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya
tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal
kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya,
dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta
kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Sehingga dengan dasar pengertian ini, tuhan bagi manusia bisa
berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Pastinya manusia tidak
mungkin tidak bertuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, seluruh manusia pasti
ada sesuatu yang menjadi tuhannya. Sementara orang-orang yang menganut
ideologi komunis pada hakikatnya juga mempunyai tuhan. Tuhan mereka
adalah ideologi atau angan-angan mereka semata.
Berdasarkan pengertian tuhan atau “ilah” yang sudah dijelaskan secara
rinci diatas, maka dapat disimpulkan kalau tidak ada satu pun manusian yang
mampu berfikir logis, yang mengaku tidak mempunyai tuhan. Dan bahkan,
dapat kita buktikan kalau sangat tidak mungkin untuk manusia tidak
mempunyai sesuatu kepercayaan. Buktinya, kalau saja ada seseorang yang
mengatakan : “saya sama sekali tidak percaya kepada sesuatu apapun,” maka
orang tersebut akan dihadapkan kepada suatu kontradiksi, sebab pernyataan
yang sudah ia katakan itu mengandung pembatalan diri. Kalau memang benar
orang tersebut tidak percaya kepada sesuatu apapun, maka kalimat yang sudah
dikatakannya itu jadi tersangkal kebenarannya. Jika tidak, berarti orang tersebut
masih mempunyai satu kepercayaan, yaitu kebenaran akan pernyataan tersebut.
Jadi, kalimat diatas tersebut tidak logis, dan pasti tidak akan mungkin terucap
oleh orang yang mau untuk berfikir logis.
Didalam ajaran agama Islam tentu diajarkan dengan kalimat tauhid yang
berbunyi “la ilaaha illa Allah”. Setelah kita amati, susunan kalimat dalam
kalimat tauhid tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada tuhan”,
kemudian dilanjutkan dengan kata penegasan “kecuali Allah”. Dengan susunan
kalimat tauhid tersebut dapat kita pahami kalau seorang muslim terlebih dahulu
8
membersihkan diri dari segala macam Tuhan sehingga yang ada didalam
hatinya hanya ada satu Tuhan, yakni Allah SWT.
2.3 Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
Sejarah pemikiran dalam hal ini adalah pemikiran yang berdasarkan
pemikkiran lahiriah-batiniah. Dalam konteks literatur historis disebut teori
evolusionisme (suatu proses kepercayaan tingkat sederhana sampai menjadi
tingkat sempurna).
Berikut pemikiran orang Barat tentang Tuhan:
a. Tuhan Dinamisme
Sejak zaman primitif, manusia sudah mengenal dan mengakui adanya
kekuatan ghaib yang mempengaruhi hidup manusia, yaitu sebuah benda
yang bisa berpengaruh positif-negatif.
Kepercayaan pada benda-benda tertentu yang mempunyai kekuatan ghaib
dan berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari inilah yang disebut
dengan kepercayaan dinamisme. Kekuatan ini tidak dapat dilihat
b. Tuhan Animisme
Masyarakat primitif menganggap tiap benda mempunyai roh yang bersifat
aktif meski benda tersebut kelihatan mati. Oleh sebab itu roh dianggap
sesuatu yang hidup yang mempunyai rasa senang dan kebutuhan.
Sehingga masyarakat primitif menyediakan sesajian sebagai wujud untuk
memenuhi kebutuhan roh. Karena jika tidak manusia bisa terkena dampak
negatif dari roh tersebut.
c. Tuhan Politeisme
Bagi Tuhan politeisme eksistensi Tuhan dinamisme dan Tuhan animisme
belum dapat memberikan konsep ketuhanan yang sebenarnnya karena
masih berupa pujaan dan sanjungan. Baginya dari sekian banyak roh
hanya ada beberapa saja yang dianggap unggul yang dianggap sebagai
dewa yang punya karakter dan pengaruh terhadap hidup manusia.
d. Tuhan Henoteisme
Hanya mengakui satu dewa dari sekian banyak dewa. Namun, manusia
mengakui Tuhan bangsa lain (Tuhan tingkat nasional).
9
e. Tuhan Monoteisme
Dalam mono hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan
bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari segi filsafat
ketuhanan dibagi menjadi 3:
1. Deisme (Tuhan bersifat Transenden) : Setelah penciptaan alam, Tuhan
tidak terlihat lagi dengan hasil ciptaannya.
2. Panteisme (Tuhan semudah imanan): Tuhan menampakkan diri dalam
berbagai fenomena alam.
3. Teisme (Tuhan pada prinsip bersifat Transenden): Mengatasi semesta
kenyataan tetapi Tuhan juga selalu terlibat dengan alam semesta.
2.4 Keimanan dan ketaqwaan
a. Keimanan
Pengertian iman secara bahasa menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin adalah Pengakuan yang melahirkan sikap menerima dan tunduk.
Sedangkan menurut bahasa sendiri, pengertan iman yakni meyakini dengan hati,
mengucapkan dengan lisan, dan melakukannya dengan suatu tindakan. Sedangkan
pengertian lainnya, iman adalah pembenaran hati, dimana kita mempercayai
semua ajaran yang dibawakan oleh Rasulullah SAW. Adapun yang dimaksud
dengan “diyakini dengan hati” adalah yakin bahwa Allah SWT dan Rasul SAW
itu ada. Sedangkan yang dimaksud dengan “diucapkan secara lisan” yakni
mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan yang dimaksud dengan “dilakukan
dengan tindakan” yaitu melakukan semua amalan dan ajaran yang diturunkan oleh
Rasul dengan anggota badan lain dengan melakukan ibadah sesuai dengan
kemampuan.
1. Macam-macam keimanan:
a. Iman Kepada Allah SWT
Keyakinan kepada Allah Yang Maha Esa merupakan titik pusat keimanan
seseorang, karena itu setiap aktivitas seseorang muslim senantiasa dimulai dengan
mengingat Sang Pencipta dengan berbagai kegiatan, semisal mengawali hari
dengan sholat shubuh atau sholat dhuha, bisa juga dengan memulai aktivitas
dengan membaca doa supaya diberi kelancaran nantinya. Pekerjaan/Aktivitas
10
seseorang muslim apabila dimulai dengan dengat niat karena Allah niscaya
pekerjaan itu akan menjadi ibadah baginya, serta bisa menjadi lumbung pahala
baginya pula. Sebaliknya, apabila suatu pekerjaan dimulai tanpa niat karena Allah
swt niscaya pekerjaan tersebut akan bernilai hampa/kosong walaupun orang
tersebut bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Ada 3 perwujudan sikap manusia dalam hal iman kepada Allah swt :
1. Keyakinan dirinya kepada Tuhan
Keyakinan bahwa dimuka bumi ini terdapat suatu kekuatan yang sangat
besar dan berkuasa dalam segala kehidupan dimuka bumi ini, dimana kekuatan
tersebut tidak dapat tergantikan oleh siapapun. Sedemikian kuatnya sampai kita
tidak dapat bersembunyi dari kekuatan tersebut. Orang yang beriman kepada
Allah swt pasti menyakini kekuatan besar itu adalah Allah swt, sehingga dapat
membuat dirinya yakin kalau dia tidak sendirian didunia ini, dan dia juga yakin
bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pasti sudah diatur oleh Allah swt
sehingga dapat membuat hidup nyaman & tenang.
2. Ucapan yang mengikuti keyakinannya
Untuk mengetahui tingkat kenyakinan seseorang kepada Allah, maka kita
dapat mengetahuinya dari wujud ucapan yang diungkapannya. Dengan cara itu
kita bisa tahu ucapan keyakinannya kepada Allah, semisal jika dia mendapat
rezeki maka dia bilang “Alhamdulilah”, bila dia terkena masalah maka dia bilang
“Masya Allah”, bila dia berjanji dia bilang “Insya Allah”, bila dia gagal dalam
suatu usaha maka dia bilang “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun”.
3. Melakukan berbagai kegiatan hidup
Beriman kepada Allah dapat kita wujudkan dengan berbagai kegiatan
hidup dalam kegiatan hidup kita. Semakin bagus tingkah laku kita dalam
kehidupan, maka keimanan kita boleh dibilang semakin bagus pula. Pada
umumnya, mereka yang mempunyai tingkat keimanan yang tinggi biasanya
mengisi kegiatan hidup mereka dengan melakukan hal-hal yang positif, yang lebih
tertuju pada Allah swt, semisal membaca tasbih, mengisi waktu luang dengan
berdzikir, membaca Al Qur’an setelah melakukan sholat lima waktu maupun
sholat sunnah.
11
b. Iman kepada malaikat
Allah telah menciptakan sejenis makhluk gaib, yaitu malaikat disamping
makhluk lainnya, disamping memiliki tugas khusus yang ada hubungannya
dengan wahyu, rasul, manusia, alam semesta, dan dunia akhirat, malaikat juga
memiliki sifat berbeda pula dibandingkan dengan manusia, semisal malaikat
mempunyai sifat bersih dari dosa, dan selalu setia kepada Allah swt, mereka juga
mempunyai akses untuk turun ke alam materi dengan menjelma sebagai
seseorang/sesuatu dengan seizin Allah.
Sebagai makhluk immaterial, malaikat mempunyai ciri-ciri diantara lain :
1. Mereka adalah makhluk yang selalu takut dan patuh kepada Allah
2. Mereka adalah makhluk yang tidak pernah berdosa atau bermaksiat
3. Mereka adalah makhluk yang tidak pernah sombong dan selalu bertasbih
kepada Allah
Adapun tugas-tugas malaikat, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an,
adalah sebagai berikut :
1. Jibril, yang bergelar ruhul qudus atau ruhul amin ( Makhluk suci yang
mempunyai tugas penting bagi kepentingan makhluk hidup), bertugas
menurunkan wahyu
2. Malaikat lain ada yang menurunkan wahyu kepada abdi-abdi Allah yang
dikehendaki-Nya
3. Malaikat ada yang bertugas meneguhkan hati mukminin atau rasul
4. Malaikat ada yang mendoakan kaum muslimin
5. Malaikat ada yang menjadi kawan atau penjaga orang-orang mukmin
6. Malaikat ada yang bertugas melaksanakan hukuman Allah bagi manusia
7. Ada malaikat yang memohonkan ampunan bagi manusia
8. Ada malaikat yang membaca salawat atas nabi Muhammad saw
9. Ada malaikat yang mencatat amal manusia, seperti malaikat raqib (baik) dan
atib (buruk)
10. Malaikat yang bertugas mencabut nyawa, seperti malaikat izrail
11. Malaikat ada yang bertugas memberi salam dan keselamatan kepada ahli
surga
12
c. Iman kepada kitab-kitab suci
Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan
meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitabnya
kepada para nabi atau rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa ada 4 kitab Allah.
Taurat diturunkan kepada nabi Musa a.s, Zabur kepada nabi Daud a.s, Injil kepada
nabi Isa a.s, dan Al Qur’an kepada nabi Muhammad SAW.
Semua kitab yang diturunkan Allah kepada nabi dan Rasul-Nya memmuat
ajaran tauhud atau mengesankan Allah. Sedangkan tata cara penyembahan atau
syariat yang terdapat didalamnya berbeda-beda. Setiap muslim wajib beriman
kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya dan
meyakini isinya yang memuat tuntutan Allah bagi manusia pada zamannya.
Al Qur’an sebagai kitab suci terakhir agama islam memberikan keterangan
yang lengkap tentang pokok-pokok agama dan menjelaskan persoalan-persoalan
yang masih kabur atau gelap. Menampung perkembangan pemikiran manusia
sampai puncak tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia.
Ayat-ayat Al Qur’an dibagi menjadi dua, yaitu ayat-ayat muhkamat
(kokoh, rapi,kuat) dan ayat mutasyabihat (samar, kiasan). Jenis pertama meliputii
soal-soal hukum. Ia terang dan jelas artinya, tidak sulit memahaminya, tidak
memerlukan keterangan panjang lebar. Ia merupakan induk, pokok, dan isi Al
Qur’an yang membentuk sendi Islam. Misalnya ayat-ayat tentang perintah puasa,
salat, seruan dan larangan, tentang ilmu, berpikir, akal, haram dan halal. Jenis
kedua memerlukan keterangan panjang, kupasan mendalam, penelitian membuka
berbagai kemungkinan. Tidak dapat dijelaskan oleh sembarang orang, melainkan
hanya orang-orang yang berilmu, cerdas dan kokoh imannya, dan menguasai ilmu
Al Qur’an. Misalnya, susunan langit dan bumi, manusia sebagai khalifah Allah
dimuka bumi, peristiwa sejarah, dll.
Isi Al Qur’an juga dibagi menjadi dua bagian, yakni Ayat Makkiyah dan
Ayat Madaniyyah. Ayat-ayat Makkiyah terutama mengandung masalah-masalah
hubungan manusia dengan Allah, sedangkan ayat-ayat Madaniyyah mengandung
masalah-masalah hubungan manusia dengan manusia dan alam sekitarnya. Karena
13
itu biasanya, ayat Makkiyah dimulai dengan seruan yaa ayyuhan nas (Wahai
sekalian manusia), sedangkan aat Madaniyyah biasanya dimulai dengan yaa
ayyuhal lazina amanu (Wahai orang-orang yang beriman).
d. Iman kepada para rasul
Rasul adalah manusia pilihan yang menerima wahyu dari Allah untuk
disampaikan kepada umatnya dan sekaligus sebagai contoh konkret pribadi
manusia yang baik.
Perubahan dan perbaikan manusia hanya mungkin dilakukan dan diberi
contoh oleh manusia sendiri. Sebab, jika tidak, akan jauh dari realitas
kemanusiaan. Allah swt menyediakan bahan-bahan material untuk merawat
jasmani manusia dan menyediakan bahan-bahan rohanniah untuk merawat batin
atau jiwa manusia. Bahan-bahan rohani itu berbentuk ajaran yang diturunkan
Allah sebagai wahyu melalui nabi dan Rassul-Nya. Allah swt mengutus nabi dan
rasul terdahulu untuk memperbaiki dan membimbing rohani manusia untuk
tempat dan waktu tertentu, karena nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu itu hanya
untuk tempat dan waktu tertentu saja, maka ajaran yang dibawanya pun hanya
sesuai dan berlaku untuk tempat dan waktu tertentu saja. Meskipun hukum-hukum
syariahnya berbeda-beda, akan tetapi aqidah yang dibawanya sama, yaitu tauhid.
Setelah para nabi dan rasul membawa syariah yang berlaku setempat dan
temporer, Allah mengutus rasul terakhir yang membawa syariah bagi seluruh
manusia dimanapun dan kapanpun mereka berada. Ajaran atau agama yang
dibawa oleh Rasullah Muhammad saw itu dinul islam. Dinul Islam menurut istilah
agama Islam berarti sikap tunduk dan patuh kepada tata aturan yang berasal dari
Allah Swt yang diperuntukan untuk segenap manusia yang disampaikan melalui
Nabi Muhammad Saw untuk memperoleh kesejahteraan dan keselamatan hidup
manusia di dunia dan di akhirat.
e. Iman kepada hari kiamat
Iman kepada hari akhir adalah mempercayai dan meyakini akan adanya
kehidupan yang kekal dan abadi setelah kehidupan dunia ini. Bagi orang islam
wajib mengimani dan meyakini bahwa suatu ketika nanti dunia yang kita huni
beserta isinya ini akan hancur lebur, yang dikenal dengan hari kiamat. Setelah itu
14
manusia akan di bangkitkan lagi dari alam kuburnya untuk menerima kebenaran
yang sesungguhnya, yakni manusia akan mempertanggungjawabkan semua yang
diperbuat selama hidup dunia. Bukti seseorang beriman kepada hari akhir adalah
ia mau mempersiapkan diri untuk menyambut hari itu, yakni dengan banyak
beramal saleh, contohnya salat lima waktu, infaq, belajar dengan giat, dan lain-
lain.
Hari kiamat juga dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Kiamat Sughra (kiamat kecil), yaitu kerusakan atau kematian yang dialami
oleh sebagian kecil umat manusia yang ada di dunia. Misalnya kematian
yang dialami seseorang karena kecelakaan, sakit, bencana alam. Banjir,
tsunami, gunung meletus, dan lain-lain.
2. Kiamat kubro (kiamat besar), yaitu kematian dan kehancuran seluruh alam
semesta ini tanpa kecuali. Setelah kejadian ini maka kehidupan di dunia
akan berganti dengan kehidupan di akhirat.
Dalam kehidupan hari akhir manusia akan mengalami proses kehidupan
sebagai berikut :
1. Alam Barzakh, yaitu alam setelah manusia dimatikan oleh Allah.
2. Yaumul Ba’ats (Hari Kebangkitan), yakni hari dibangkitkannya
manusia dari kubur.
3. Yaumul Mahsyar, yakni hari dimana semua manusia sejak zaman Nabi
Adam a.s sampai zaman Nabi Muhammad SAW dikumpulkan ditanah
lapang yang sangat luas.
4. Yaumul Hisab dan Mizan, yakni hari dihitung dan ditimbangnya amal
manusia dengan sangat teliti untuk mendapatkan balasan yang sesuai.
5. Sirathal Mustaqim, yakni setelah amal manusia ditimbang, manusia
akan melewati sebuah titian yang membentang diantara kedua tepi
neraka. Orang yang beriman akan dengan mudah melewatinya,
sedangakan orang-orang kafir tidak akan mampu melewati titian
tersebut dan akan jatuh ke neraka.
15
6. Surga dan Neraka, yakni tempat pembalasan amal mausia. Manusia
yang beriman dan beramal saleh akan menempati surga yang penuh
kenikmatan, sedangkan manusia yang kafir akan bertempat di neraka.
Orang yang betul-betul beriman kepada Hari Akhirat dengan pahala
(surga) dan siksanya (neraka) pasti akan berlomba-lomba untuk berbuat kebajikan
dan sebaliknya, akan berpikir seribu kali sebelum ia akan berbuat maksiat. Maka
iman kepada Hari Akhirat akan memberikan dampak positif kepada tata
kehidupan manusia.
f. Iman kepada Qada dan Qadar
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa Qadha memiliki beberapa
pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan,
penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan
Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang
berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah:
kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau
kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk
tertentu sesuai dengan iradah-Nya
Hikmah beriman kepada Qada dan Qadar :
1. Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat
keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu
merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena
musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian.
2. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh
keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena
hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami
kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia
menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
3. Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
16
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua
orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu
tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang
yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja
untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
4. Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami
ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan
apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia
bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
b. Ketaqwaan
Taqwa (takwa) berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah, yang berarti takut,
menjaga, memelihara dan melindungi . sesuai dengan makna etimologis tersebut,
maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam
pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten (istiqamah).
Allah swt. berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 177 yang artinya
“Bukanlah kebajikan itu (di dalam urusan) kamu memalingkan muka kamu ke
pihak timur dan barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir dan malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi,
dan mendermakan harta yang sedang ia cintai itu kepada keluarga dekat dan
anak-anak yatim dan orang-orang miskin dan orang-orang yang terputus di
perjalanan dan orang-orang yang meminta, dan di dalam (urusan ) menebus
hamba-hamba , dan mendirikan sholat, dan mengeluarkan zakat, dan
menyempurnakan janji apabila berjanji, dan sabar di waktu kepayahan dan
kesusahan dan di waktu perang. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan
mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.”
Ayat di atas menjelaskan tentang karakteristik orang-orang yang bertaqwa,
yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori atau indiator
ketaqwaan. Pertama, iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para nabi.
Dengan kata lain, instrument ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan
memelihara iman. Kedua, mengeluarkan harta yang dikasihinya kepada kerabat,
17
anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang terputus di perjalanan, orang-
orang yang meminta dana, orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk
memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indicator taqwa yang kedua
ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan
melalui kesanggupan mengorbankan harta. Ketiga, mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara ibadah formal. Keempat,
menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.
Kelima, sabar disaat kepayahan, kesusahan dan di waktu perang , atau dengan
kata lain memiliki semangat perjuangan.
Takwa yang ditunjukkan dalam ayat di atas dengan lima indicator, pada
dasarnya dapat disarikan dalam dua kecenderungan sikap, yaitu:
a. Sikap konsisten memelihara hubungan secara vertical dengan Allah swt,
yang diwujudkan melalui iktikad dan keyakinan yang lurus, ketulusan
dalam menjalankan ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan dan aturan
yang dibuat-Nya.
b. Memelihara hubungan secara horizontal, yakni cinta dan kasih sayang
kepada sesama umat manusia yang diwujudkan dalam segala tindakan
kebajikan.
Melihat karakteristik takwa di atas, maka takwa meliputi keseluruhan aspek
kemanusiaan, baik keyakinan, ucapan maupun perbuatan yang mencerminkan
konsistensi seseorang terhadap nilai-nilai ajaran islam. Oleh sebab itu, takwa
merupakan nilai tertinggi yang hendak dicapai oleh setiap muslim.
1. Hubungan dengan Allah swt
Inti ketakwaan adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya. Seseorang yang bertaqwa (muttaqi) adalah orang yang
menghambakan dirinya kepada Allah dan selalu menjaga hubungan dengan-Nya
setiap saat. Memelihara hubungan dengan Allah terus menerus akan menjadi
kendali dirinya sehungga dapat menghindar dari kejahatan dan kemungkaran dan
membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah.
Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan tugas
perhambaan dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh (khusyuk) dan
18
ikhlas seperti mendirikan sholat dengan khusyuk dan penuh penghayatan sehingga
sholat memberikan bekas dan memberi warna dalam kehidupannya.
Melaksanakan puasa dengan ikhlas melahirkan kesabaran dan pengendalian diri.
Zakat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan diri dari ketamakan dan
kerakusan. Sedangkan haji mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari
takabur dan mendekatkan diri kepada Allah.
Memelihara hubungan dengan Allah dilakukan juga dengan menjauhi
perbuatan yang dilarang Allah, yaitu perbuatan dosa dan kemungkaran.
Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah pada dasarnya adalah
bentuk-bentuk perilaku yang lahir dari pengendalian diri atau mengendalikan
hawa nafsu yang ada dalam dirinya.
Hubungan seseorang dengan Allah dilakukan secara terus menerus dengan
swlalu mengingat kepada Allah, sehingga Allah dirasakan begitu erat. Apabila ini
telah terjadi wujud Allah akan dirasakan hadir setiap saat sehingga tidak ada
kesempatan untuk tidak melaksanakan perintah atau melanggar larangan-nya.
Islam menyeru manusia agar menghambakan dirinya kepada Allah swt,
menyandarkan diri kepada-Nya, meminta bantuan dan pertolongan-Nya, dan
mencari ridho serta cinta-nya. Sebab Allah adalah sumber segala kebenaran,
kemuliaan, kesucian, ketenangan, keharmonisan dan keselamatan. Segala aktivitas
hidup manusia yang ditujukan kepada Allah akan memperoleh kebahagiaan dan
keselamatan.
Dengan demikian instrument ketakwaan yang paling utama adalah iman
yang diwujudkan melalui kecenderungan untuk menghambakan diri kepada Allah
semata dan menyelaraskan kiprah hidup secara konsisten kepada islam. Yakni
dengan berpegan teguh dan berpedoman secara utuh dan menyeluruh kepada
Alquran dan ASunnah Nabi-Nya.
2. Hubungan dengan sesama manusia
Hubungan dengan Allah menjadi dasar bagi hubungan dengan sesama.
Orang yang bertkwa akan dapat dilihat dari peranannya di tengah-tengah
masyarakat. Sikap takwa tercermin dalam bentuk kesediaan untuk menolong
orang lain, melindungi yang lemah dan kebepihakan pada kebenaran dan keadilan.
19
Karena itu, orang yang takwa akan menjadi motor penggerak gotong royong dan
kerja sama dalam segala bentuk kebaikan dan kebajikan. Pada ayat ke 177 Surat
Al Baqarah, Allah menerangkan bahwa diantara ciri-ciri orang beriaman kepada
Allah dan Hari Akhir dan malaikat-malaikat, dan kitab-kitab Allah. Aspek-aspek
tersebut merupakan dasar keyakinan yang dimiliki orang yang bertakwa dan dasar
hubungan dengan Allah dalam bentuk ubudiah. Selanjutnya Allah
menggambarkan hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta, dan orang-
orang yang menepati janji. Dalam ayat itu Allah menggambarkan dengan jelas
dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa terhadap sesama manusia
dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi
juga mengeluarkan harta diposisikan di antara aspek keimanan dan sholat.
Setelah aspek sholat, diuraikan mengenai aspek tenggang rasa dalam
bentuk mengeluarkan zakat dan menepati janji. Dalam zakat terkandung
perhatian , kepedulian dan tenggang rasa.
Demikian pula pada surat Ali Imran ayat 134, Allah swt menunjukkan
bahwa kepedulian orang—orang yang bertakwa terhadap saudaranya sesama
manusia itu tidak mengenal situasi , dan kondisi, kesediaan untuk membantu
saudaranya akan selalu diwujudkan baik dalam keadaan senang ataupun susahh,
bahkan dalam keadaan marah dan teraniaya sekalipun.
“(yaitu) orang-orang yang mendema di waktu senang dan susah, dan menahan
marah, dan memaafkan manusia. Dan Allah mengasihi mereka yang berbuat
kebajikan” (Ali Imran, 3:134)
Firman-firman Allah di atas mengajarkan bahwa substansi ibadah kepada Allah
swt., bukanlah pemenuhan ibadah formal kepada Allah swt semata, tetapi juga
pengabdian terhadap sesama umat manusia, yang diwujudkan dalam bentuk
tolong-menolong, memaafkan orang lain, menepati janji, kepedulian dan
menegakkan keadilan.
3. Hubungan dengan Diri Sendiri
Dalam hubungannya dengan diri sendiri ketakwaan ditandai dengan ciri-
ciri antara lain:
20
a. Sabar, yaitu sikap diri menerima apa saja yang datang kepada dirinya,
baik perintah, larangan, maupun musibah yang menimpanya. Sabar
terhadap perintah adalah menerima dan melaksanakan perintah dengan
ikhlas. Dalam melaksanakan perintah terdapat upaya untuk
mengendalikan diri agar perintah itu dapat dilaksanakan dengan baik.
Disini diperlukan kesabaran yang lahir dari dalam diri sebagai
ungkapan penerimaan dirinya terhadap perintah yang datang
kepadanya. Demikian pula sabar terhadap larangan Allah harus ada
upaya pengendalian diri agar karangan tersebut dapat dihindari.
b. Tawakal, yaitu menyerahkan segala keputusan , ikhtiar dan usaha
hanya kepada Allah. Tawakal bukanlah menyerah, tetapi sebaliknya
usaha maksimal namun hasilnya diserahkan seluruhnya kepada Allah.
c. Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas apa saja yang diberikan Allah
atau sesama manusia. Bersyukur kepada Allah adalah sikap
berterimakasih terhadap apa saja yang telah diberikan Allah, baik
dengan ucapan maupun perbuatan.
d. Berani, yaitu sikap diri yang mampu menghadapi resiko sebagai
konsekuensi dari komitmen dirinya terhadap kebenaran. Jadi, berani
berkaitan dengan nilai-nilai kebenaran.
4. Hubungan dengan Lingkungan Hidup
Takwa ditampilkan pula dalam bentuk hubungan seseorang dengan
lingkungan hidupnya. Manusia yang bertakwa adalah manusia manusia yang
memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam, sebagai subjek yang
bertanggung jawab mengelola dan memelihara alam lingkungannya.
Alam yang penuh dengan sumber daya inimengharuskan manusia untuk
bekerja keras menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga dapat menghasilkan
barang yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Disamping itu, manusia
bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara lingkungan alam.
Orang yang bertakwa adalah orang yang mampu menyikapi lingkungan
dengan sebaik-baiknya. Ia dapat mengelola lingkungan dengan sebaik-baiknya. Ia
21
dapat mengelola lingkungan sehingga menghasilkan manfaat bagi manusia dan
sekaligus memeliharanya agar tidak habis atau musnah.
Fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukkan bahwa
manusia jauh dari ketakwaan. Mereka mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan
apa yang akan terjadi pada lingkkungan itu di masa de[an sehingga mala petaka
membayangi kehidupan manusia.
Bagi orang yang bertakwa, llingkungan alam adalah nikmat Allah yabg
harus disyukuri dengan cara memanfaatkannya sesuai dengan keharusannya dan
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Di samping nikmat, alam merupakan
amanah yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik.
Jadi, ketakwaan suatu masyarakat dapat membawa dampak yang besar
bagi kebaikan masyarakat itu, sebaliknya kehancuran masyarakat akan datang bila
ketakwaan telah menghilang di tengah-tengah masyarakat.
2.5 Implementasi Iman dan Taqwa
Iman dan taqwa adalah landasan primer umat islam secara kolektif dan
wajib untuk diasah terus-menerus, artinya setiap muslim harus bersungguh-
sungguh untuk berupaya meningkatkan iman dan taqwanya pada sang pencipta.
Di lain pihak, keimanan serta ketaqwaan akan menjadi jalan dan self
controling bagi setiap muslim agar dapat menjadi muslim sejati yang benar-benar
bisa mengimplementasikan keislamannya secara haqiqi yang disertai oleh
tebalnya iman dan taqwa yang dimiliki. Selain itu, kita sebagai umat islam,umat
beragama yang di ridhoi oleh Allah SWT wajib hukumnya untuk beriman dan
bertaqwa, hal ini tidak bisa ditorelir karena menjadi syarat kita untuk beribadah
pada tuhan semesta alam. Dalam sebuah hadis shohih yang menekankan hak
Allah dan hak manusia dikatakan:
Maka sesungguhnya hak Allah terhadap para hamba-Nya adalah agar
menyembah -Nya dan tidak menyekutukan-Nya akan sesuatu. Sedangkan hak para
hamba dari Allah ialah Dia tidak akan menyiksanya terhadap mereka yang tidak
menyekutukan-Nya akan sesuatu. (HR. Bukhari-Muslim).
22
Oleh karena itu, sebagai umat islam seyogyanya telah mengetahui hal
tersebut, akan tetapi mengetahui saja tidaklah cukup melainkan kita membutuhkan
untuk mengaplikasikan kedua hal tersebut dengan sebaik-sebaiknya. Dari
keterangan di atas, sangatlah jelas bahwa semua orang yang beragama islam
memahami kata-kata iman dan taqwa tersebut, sayangnya sedikit yang mau
mengetahui lebih dalam, berupaya meningkatkannya dan menjalankannya. Entah
apa sebagian dari kita masih tidak mengerti bagaimana menjalankan iman dan
taqwa atau mungkin tidak menggubris hal-hal yang berkaitan akan dua esensi
keislaman tersebut. Padahal jelas bahwa kita sebagai muslim hendaknya memiliki
pengetahuan tentang islam yang mendalam agar dapat memahami bagaimana
seharusnya seorang muslim itu pada penciptanya,sesama makhluknya dan untuk
dirinya sendiri
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama... ” (At-Taubah; 122)
Iman sendiri adalah meyakini (percaya) atas segala sesuatu yang Allah
SWT serukan untuk umat islam layaknya beriman pada malaikat-Nya, kitab-kitab
suci-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan qodlo’ serta qodar-Nya. Sedangkan
taqwa adalah tunduk dan patuh pada semua perintah dan larangan Allah SWT.
Agar dapat memahami lebih jelas, di bawah ini akan tertera beberapa point
tentang penjabaran ranting-ranting bagaimana implementasi iman dan taqwa.
a. Iman
Amar ma’ruf nahi mungkar. Artinya menjalankan semua perintahnya dan
menjauhi larangannya. Sudah jelas bahwa tanda dari kuat dan bersungguh-
sungguhnya seorang muslim atas imannya ialah dengan menjalankan kebaikan
juga menyerukannya dan menjauhi segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT,
ketika Hal tersebut telah dilakoni dengan benar maka tampaklah muslim tersebut
beriman pada khaliknya sehingga mereka tidak akan keluar dari hakekat mereka
hidup di dunia ini, yaitu menyembah pada-Nya, tidak menyekutukan-Nya dan dan
menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya. Di dunia ini, manusia
hanyalah sebuah wayang dan Allah adalah dalang-Nya, maka kita tidak bisa
23
bermain sendiri layaknya apa yang kita inginkan atau jika tidak kita akan
dikeluarkan dari panggung permainan.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru pada
kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,
merekalah orang-orang yang beruntung .” (Ali Imran: 104).
Di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali di terangkan
bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tersebut memiliki adab-adab untuk diamalkan.
1. Ilmu.
Ilmu sebagai adab yang pertama untuk umat muslim, karena ilmu adalah
pengetahuan atau science yang dengan ilmu maka setiap muslim dapat belajar dan
mengerti esensi dari setiap yang diperintahkan serta yang dilarang padanya.
Disinilah ilmu berperan besar dalam mengimprovisasi insan-insan muslim dalam
mendalami ilmu agama dan umum. Ilmu amatlah berharga hingga Allah SWT
berfirman,
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-
Mujadilah; 11)
Untuk itu, semua muslim wajib untuk mencari ilmu agar mereka mengerti
dimana mereka dan kapan mereka harus melakukan perintah dan menjauhi
larangan Allah, agar bisa membatasi diri dengan batasan syar’i dalam hal ini.
2. Wara’.
Adab yang kedua ini, umat muslim di arahkan agar bisa mengetahui
sesuatu yang menjadi larangan Allah, entah dari dosa kecil maupun dosa besar.
Setelah mengetahui hal-hal tersebut maka setiap muslim bisa mengetahui batas-
batas yang harus dihindari dari bermaksiat kepada Allah SWT. Dan menjadikan
sebagai acuan pokok untuk hidup sesuai aturan yang berlaku hingga mencapai
Sa’adah ad-Darain (kebahagian dunia dan akhirat).
3. Akhlak yang baik.
Akhlak yang baik merupakan landasan dasar atas sikap atau perilaku setiap
muslim agar menjalani hidup penuh dengan ketentraman, kenyamanan, kerukunan
dan saling bahagia. Akhlak yang baik menjadikan muslim berperangai indah serta
24
memberikan nilai lebih pada proses kehidupan. Sangatlah banyak contoh dan cara
bagaimana insan muslim berperilaku dengan baik atau menumbuhkan akhlak yang
baik. Hanya saja kekurangannya terletak pada kursangnya kesadaran untuk
mengapresiasikan dalam setiap kehidupan. Oleh karena itu, bila setiap muslim
konsisten menerapkan akhlak yang baik maka hidupnya akan selalu berguna dan
memberikan hal-hal yang positif untuk dirinya dan orang lain.
b. Taqwa.
Taqwa sendiri memiliki arti memelihara diri dari ancaman siksaan Allah
SWT dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
“Hamba Allah dengan kewajiban beribadah kepada-Nya agar kita bisa
menjaga diri dan selamat dari kecelakaan dan kebinasaan” (Al-Baqarah; 21).
Sesuai firman Allah SWT di atas hendaknya setiap muslim mengetahui
akan sangat tidak bergunanya mereka tanpa kekuasaan dan belas kasih-Nya. Tidak
ada kekuasaan selain milik Allah, maka di bumi ini tak selayaknya muslim
membangga-banggakan diri secara berlebihan tanpa disadari bahwa sebenarnya di
dunia ini manusia tak ada apa-apanya (tidak berarti). Sesungguhnya apa yang
telah diserukan pada setiap muslim merupakan bentuk dari cinta dan kasih sayang
Allah pada setiap makhluknya, Allah telah mengetahui kadar dari setiap ciptaan-
Nya dan tidak akan menyuruh melebihi kadar yang dimiliki oleh setiap ciptaan-
Nya tersebut. Taqwa sendiri memiliki penjabaran dalam bentuk pengamalannya.
1. Muraqabah.
Merasa diawasi oleh Allah (muraqabah) merupakan hal yang mutlak untuk
setiap muslim yakini dan sadari bahwa tak satupun yang terlepas dari pengetahuan
Allah SWT, entah itu dari lubuk hati sekalipun,
“Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu,
maka takutlah kepada-Nya” (Al-Baqarah; 235).
Oleh sebab itu, hendaklah selalu menanamkan kebiasaan pada diri sendiri
bahwasanya setiap apa saja yang dikerjakan entah itu bersifat besar atau kecil,
rahasia atau umum, tertutup-tutupi atau terbuka semuanya tidak akan luput dari
pengawasan Allah SWT dan semua itu akan tercatat baik buruknya.
25
2. Muhasabah.
Muhasabah diartikan sebagai berbena diri atau evaluasi diri,
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)
” (Al-Hasyr; 18).
Mengapa pada firman Allah SWT di atas setiap orang yang beriman wajib
bertaqwa dan memperhatikan apa yang telah diperbuatnya? Karena firman
tersebut memberikan kejelasan tentang pentingnya umat islam untuk berbenah diri
atau evaluasi atas semua yang telah di kerjakannya selama di dunia, agar
menyadari apa yang benar dan salah sehingga bisa menyesuaikan pada jalan yang
harus ditempuhnya sesuai dengan kadar (posisi dan kapasitas) setiap muslim agar
dapat menempatkan diri dengan tepat dan benar. Mayoritas hidup yang berjalan
dengan teratur adalah hidup yang tertata rapi serta terplaning hingga mempunyai
prioritas tujuan yang jelas. Dalam upaya berevaluasi dan berbenah diri, hukum-
hukum Allah adalah acuan pokoknya. Maka hakekatnya dalam muhasabah ini
adalah penyesuain kita terhadap perintah dan hukum-hukum Allah sesuai
kapasitas, kita berada dalam kapasitas perintah dan ditentukan bukan memerintah
dan menentukan. Muhasabah wa islah an-nafs (evaluasi dan berbenah diri) tidak
cukup dilakukan hanya sekali saja, tentu harus dilakukan setiap saat. Sebab, sifat
dasar manusia adalah tempat salah dan lupa.
Haasibu anfusakum qobla an tuhaasabuu, waazinuu a’maalakum qobla an
tuuzanuu. ”Evaluasilah dirimu sebelum di evaluasi orang, perhitungkan amalmu
sebelum diperhitungkan orang”.
26
27
BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
1. Arti penting iman Tuhan adalah percaya atau yakin BAHWA ALLAH
ITU ADA dan ALLAH itu ESA.
2. Dalam filsafat ketuhanan kita akan mengetahui secara benar dan tepat apa
makna tuhan itu. Tuhan atau ilah dapat diartikan sesuatu yang
dipentingkan oleh manusia sedemikian rupa baik berupa benda abstrak
maupun nyata dan kemudian manusia tersebut mau untuk dikuasai oleh
sesuatu tersebut. Arti tuhan atau ilah didalam Al-Quran mengandung
makna mengagungkan atau membesarkan sesuatu. Jadi, manusia yang
mementingkan dan kemudian bersedia untuk dikuasai oleh sesuatu
tersebut secara otomatis akan disebut tuhan mereka. Contohnya, seseorang
mementingkan hawa nafsunya dan dikuasai oleh hawa nafsunya itu maka
hawa nafsunya itulah sebagai tuhannya.
3. Berikut pemikiran orang Barat tentang Tuhan:
a. Tuhan Dinamisme
b. Tuhan Animisme
c. Tuhan Politeisme
d. Tuhan Henoteisme
e. Tuhan Monoteisme
Bentuk monoteisme ditinjau dari segi filsafat ketuhanan dibagi
menjadi 3:
1. Deisme (Tuhan bersifat Transenden) : Setelah penciptaan alam, Tuhan
tidak terlihat lagi dengan hasil ciptaannya.
2. Panteisme (Tuhan semudah imanan): Tuhan menampakkan diri dalam
berbagai fenomena alam.
3. Teisme (Tuhan pada prinsip bersifat Transenden): Mengatasi semesta
kenyataan tetapi Tuhan juga selalu terlibat dengan alam semesta.
28
4. a. iman berarti dimantabkan dalam hati, diucapkan dengan lisan, dilakukan
dengan perbuatan. Iman kepada Allah swt adalah mempercayai adanya
Allah swt sebagai dzat yang Maha Pencipta
b. takwa meliputi keseluruhan aspek kemanusiaan, baik keyakinan,
ucapan maupun perbuatan yang mencerminkan konsistensi seseorang
terhadap nilai-nilai ajaran islam. Inti ketakwaan adalah melaksanakan
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
5. Iman dan taqwa merupakan dua esensi apriori dalam islam, sehingga
dengan dua hal tersebut umat islam bisa menjadi muslim yang sejati.
Lebih dari pada itu, sebenarnya kedua hal pokok yang menjadi landasan
tersebut memiliki banyak sekali cabang. Jadi, iman dan taqwa tidak hanya
berupa pengertian saja, selebihnya harus dipahami secara mendalam dan
diapresiasikan secara sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama,
khususnya islam.
29
DAFTAR PUSTAKA
‘Imaduddin’ Abdulrahim, Muhammad. 1980. Kuliah Tauhid. Bandung: Pustaka-
Perpustakaan Salman ITB Bandung.
Azra Azyumardi dk. 2002. Buku Teks Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
Departemen Agama RI.
Mansur, Yusuf.2010. Temukan Penyebabnya Temukan Jawabannya. Jakarta:
Zikrul Media Intelektual.
Musa, Muhammad Yusuf. 1988. Islam Suatu Kajian Komprehensif. Jakarta:
Rajawali.
Nasution, Harun. 1919. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta:
Universitas Indonesia.
http://muslim.or.id/aqidah/definisi-iman.html
http://www.anneahira.com/iman-kepada-allah.htm
http://hbis.wordpress.com/2007/11/27/iman-kepada-kitab-allah/
http://supardisaminja.blogspot.com/2011/05/pengertian-dinul-islam.html
http://hbis.wordpress.com/2007/12/10/iman-kepada-qadha-dan-qadar/
30