Post on 19-Jun-2015
BAB 6 MENYIPAT DATAR
Pengajar :A.Adhe Noor PSH, ST, MT
Definisi
Tujuan :menentukan beda tinggi antara titik – titik di
atas permukaan bumi secara teliti.
Tinggi suatu obyek di atas permukaan bumi mengacu pada suatu bidang referensi yaitu bidang yang ketinggiannya dianggap nol.
Definisi
Bidang ini disebut sebagai bidang geoid, yaitu bidang ekuipotensial yang berhimpit dengan permukaan air laut rerata (mean sea level) bidang nivo bidang yang selalu tegak lurus dengan arah gaya berat dimana saja di permukaan bumi.
Definisi
Mean Sea Levelatau Geoid
HA
HB
hAB
Bidang Nivo
Permukaan Bumi
A
B
Gambar 1 Bidang referensi ketinggian
Alat Penentu Beda tinggi
Penentuan beda tinggi :a. Sipat datar (spirit levelling)b. Takhimetrik (tachymetric levelling)c. Trigonometrik (trigonometric levelling)d. Barometrik (barometric levelling)
Komponen Dasar Alat Sipat Datar
Alat sipat datar terdiri atas :a. statip agar alat tegak berdirib. rambu ukur membaca tinggi garis bidik pada
titik yang akan diukur beda tingginya di lapangan. Bahan bisa terbuat dari aluminium, besi, kayu atau invar. Rambu memilki nivo rambu dan statip rambu agar dapat membantu rambu tegak berdiri. Panjang rambu 3, 4 atau 5 m.
Konsep Pengukuran Beda Tinggi
Pengukuran beda tinggi antara dua buah titik1.Konsep Penentuan beda tinggi.
a b
b
DHAB = a - b
a
Sipat datar merupakan konsep penentuan beda tinggi antar dua buah titik atau lebih dengan garis bidik mendatar / horisontal yang diarahkan pada rambu – rambu yang berdiri tegak / vertikal.
Gambar 3 Penentuan beda tinggi
Konsep Pengukuran Beda Tinggi
Beda tinggi antar A dan B dapat dirumuskan sebagai berikut ini.DHAB = a – b ,
dengan A dan B : titik di atas permukaan bumi yang akan diukur beda
tingginya,a dan b : bacaan rambu atau tinggi garis mendatar / garis bidik
di titik A dan BHA dan HB : ketinggian titik A dan B di atas bidang referensi (m)DHAB : beda tinggi antara A dan B (m)
Apabila DHAB > 0, maka Posisi titik B lebih tinggi daripada titik A.
Apabila DHAB < 0, maka Posisi titik B lebih rendah daripada titik A
Tipe Pengukuran Beda Tinggi
2. Tipe pengukuran beda tinggi antara dua buah titik.
Jarak bidik optimum alat penyipat datar berkisar antara 40 – 60 m, sehingga bila jarak antar dua buah titik yang akan diukur cukup dekat, maka tipe pengukuran dengan alat penyipat datar dapat dilakukan dengan beberapa kemungkinan cara sebagai berikut.
Tipe Pengukuran Beda Tinggi
a b
b
DHAB = a - b
a
A
B
b
t
DHAB = b - t
b
B
A
a b
b
DHAB = a - b
a
A
B
Gambar 4 Kemungkinan tipe pengukuran beda tinggi di lapangan
Tipe Pengukuran Beda Tinggi
Slag : jarak antara dua buah rambu, dimana posisi alat berada di tengahnya, sehingga terjadi bidikan ke rambu muka dan ke rambu belakang.
Pengukuran Sipat Datar Berantai
3. Pengukuran sipat datar berantai.Pengukuran ini dilakukan apabila jarak antara
dua buah titik yang akan diukur berjauhan (melebihi batas optimum) dan dinamakan differential levelling.
Pengukuran beda tinggi tidak cukup dilakukan satu kali jalan melainkan dilakukan pengukuran pergi-pulang dengan pelaksanaan salam satu hari (dinamakan seksi/section) yang dimulai dan diakhiri pada titik tetap.
Gabungan beberapa seksi dinamakan trayek.
Pengukuran Sipat Datar Berantai
Gambar 5 Differential Levelling
b1
A
m1
1
b2m2
2
b3m3
B
Pengukuran Sipat Datar Berantai
Pada gambar di atas, titik A dan B adalah titik yang akan dicari beda tingginya.
Karena jarak cukup jauh, maka dibuat beberapa slag. Beda tinggi antara A dan B adalah kumulatif dari beda tinggi setiap slag, yaitu :DhA1 = a1 – b1
DhA2 = a2 – b2
DhA3 = a3 – b3
- = - -DhAB = D h = a – b
dengan, a : jumlah pembacaan rambu belakang b : jumlah pembacaan rambu mukaDh : beda tinggi setiap slag
Perataan Beda Tinggi
4. Perataan beda tinggi ukuran sipat datar
Apabila jarak antara dua buah titik sangat jauh, dilakukan pengukuran pergi – pulang. Beda tinggi yang diperoleh pun ada dua yaitu beda tinggi pergi (Dhpg) dan beda tinggi pulang (Dhpl).
Beda tinggi definitif yang digunakan adalah rerata antara Dhpg dan Dhpl sebagai berikut.
Dh rerata (Dhr) = 0,5 x (Dhpg + Dhpl)
Perataan Beda Tinggi
• Pengukuran pergi – pulang akan menghasilkan beda tinggi (Dh) yang tidak sama (Dhpg ≠ Dhpl ), oleh karena dalam pengukuran di lapangan banyak ketidak sempurnaan. Selisih antara hasil pengukuran pergi dan pulang serta jarak antaranya akan menentukan diterima atau tidaknya hasil pengukuran tersebut.
• Angka penentu diterima atau tidaknya perbedaan hasil pengukuran pergi dan pulang (Dhpg dan Dhpl) disebut toleransi. Apabila selisih Dhpg dan Dhpl ≤ toleransi pengukuran tersebut diterima. Apabila selisih Dhpg dan Dhpl > toleransi pengukuran tersebut ditolak.
Perataan Beda Tinggi
• Apabila hasil pengukuran diterima (selisih Dhpg dan Dhpl ≤ toleransi ), maka beda tinggi definitif antara A dan B adalah rerata Dhpg dan Dhpl.
• Selisih antara Dhr dan Dhpg dinamakan penyimpangan pengukuran pergi sedangkan selisih antara Dhr dan Dhpl penyimpangan pengukuran pulang.
• Simbol untuk penyimpangan pengukuran pergi atau pulang adalah fh.
Perataan Beda Tinggi
Apabila akan dicari beda tinggi antar slag secara definitif maka Dhpg atau Dhpl dikoreksi sebanding dengan jarak – jaraknya, atau :
i = fH x (di / d)dengan i : koreksi beda tinggi slag ke ifH : kesalahan atau penyimpangan pengukurandi : jarak slag ke id : jumlah jarak dalam seksi
Perataan Beda TinggiApabila pengukuran terdiri atas beberapa seksi dan berbentuk tertutup
(loop/circuit) persyaratan untuk setiap seksi harus ≤ toleransi.
Pengukuran tertutup (loop/circuit) juga harus ≤ toleransi, selain itu jumlah beda tinggi rerata loop seksi harus sama dengan nol (DhRS = 0 ).
Apabila DhRS ≠ 0 dinamakan fH (kesalahan penutup beda tinggi).Apabila fh ≤ toleransi pengukuran tertutup diterima.Agar dapat memenuhi persyaratan DhRS = 0, maka beda tinggi rerata setiap
seksi dikoreksi sebesar berikut.Hi = fH x ( Di / D )
dengan Hi : koreksi beda tinggi seksi ke ifH : kesalahan penutup beda tinggiDi : jarak seksi ke i (jarak rerata pergi – pulang)D : jumlah jarak pengukuran tertutup
Sumber Kesalahan yang umumnya terjadi dalam Pengukuran dengan menggunakan Alat Penyipat Datar di Lapangan
Bersumber dari alat ukura. garis bidik tidak sejajar garis arah nivob. kesalahan titik nol rambuc. rambu tidak betul - betul vertikald. penyinaran pada alat tidak merata
Bersumber dari si pengukura. kurang paham tentang pembacaan rambub. mata cacat atau lelahc. kondisi fisik yang lemahd. pendengaran yang kurang
Bersumber dari alama. kelengkungan permukaan bumib. refraksi sinarc. Undulasi
Kondisi tanah tidak stabil
Sekian Terima Kasih