Post on 28-Dec-2015
2.1 Struktur Jaringan Periodontal
Jaringan periodontal terdiri dari gingiva dan jaringan periradikuler.
Jaringan periradikular terdiri dari sementum, yang menutupi akar gigi,
prosesus alveolar yang membentuk saluran tulang yang berisi akar gigi, dan
ligament periodontal, yang serabut kolagennya, tertanam di dalam sementum
akar dan di dalam prosesus alveolar, mengikatkan akar pada jaringan di
sekelilingnya. Pada daerah ini terletak jalan masuk dan keluar antara saluran
akar dan jaringan disekitarnya dan muncul reaksi patologik terhadap penyakit
pulpa (Grossman, 1995).
2.2 Gingiva
2.2.1 Klasifikasi Anatomi Gingiva
Pada orang dewasa, gingiva normal menutupi tulang alveolar dan akar gigi kearah
koronal dari hubungan sementum enamel. Secara anatomis, gingiva dibagi
menjadi marginal, attached, dan area interdental. Meskipun masing-masing
gingiva memiliki perbedaan kekerasan dan struktur histologi, tetapi secara umum
gingiva berperan untuk melindungi kerusakan mekanik maupun bacterial. Karena
itu, spesifisitas dari struktur gingiva menunjukkan efektivitasnya untuk menjadi
tameng dari penetrasi mikroba maupun agen berbahaya untuk masuk ke jaringan
yang lebih dalam (Carranza, 2006).
Marginal Gingiva. Marginal gingiva merupakan bagian tepi gingiva yang
menyelimuti gigi seperti kerah pada baju. Pada 50% kasus, Lapisan ini terletak
pada daerah koronal dari bagian gingiva yang lain, batas marginal gingiva dengan
attached gingiva ditandai dengan adanya cerukan dangkal yang disebut free
gingival groove. Marginal gingiva umumnya memiliki lebar 1mm, membentuk
dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat dipisahkan
dengan permukaan gigi dengan menggunakan probe periodontal.
Marginal ginggiva berbatasan dengan gingiva cekat oleh suatu indentasi (lekukan)
yang dinamakan alur gusi bebas (free gingival groove). Alur gusi bebas berada
pada level yang setentang dengan tepi apikal epitel penyatu, tetapi tidak berarti
bahwa level-nya setentang dengan dasar sulkus gingiva. Alur gusi bebas hanya
dijumpai pada 50% individu, dan ada atau tidaknya alur tersebut pada individu
tidak dapat dikaitkan dengan terinflamasi atau tidaknya gingiva. (Carranza,
2006).
Attached gingiva. Attached gingiva merupakan kelanjutan dari marginal gingiva.
Jaringan padat ini terikat kuat dengan periosteum tulang alveolar dibawahnya.
Permukaan luar dari attached gingiva terus memanjang ke mukosa alveolar yang
lebih kendur dan dapat digerakkan, bagian tersebut disebut mucogingival junction
(Carranza, 2006).
Interdental gingiva. Interdental gingiva mewakili gingiva embrasure, dimana
terdapat ruang interproksimal dibawah tempat berkontaknya gigi. Interdental
gingiva dapat berbentuk piramidal atau berbentuk seperti lembah. Gingiva
interdental merupakan bagian gingival yang mengisi daerah interdental, umumnya
berbentuk konkaf, menghubungkan papilla fasial dan papilla lingual. Bila gigi –
geligi berkontak, struktur ini akan menyesuaikan terhadap bentuk gigi – geligi di
apical daerah kontak. Bila gigi – gigi yang berdekatan tidak saling berkontak,
tidak ada terlihat bentukan konkaf / “col” dan gingival interdental kelihatan
berbentuk datar atau konveks. Epithelium col biasanya sangat tipis, tidak
keratinisasi dan terbentuk hanya dari beberapa lapis sel. Strukturnya mungkin
merefleksikan posisinya yang terlindung. Pertukaran sel – sel epithelial sama
seperti pada daerah gingival lainnya. Region interdental berperan sangat penting
karena merupakan daerah stagnasi bakteri yang paling persisten dan strukturnya
menyebabkan daerah ini sangat peka. Di daerah inilah biasanya timbul lesi awal
pada gingivitis(Carranza, 2006).
2.2.2 Struktur Mikroskopik Gingiva
a. Epitel gingiva
Sel epitel gingiva bersifat aktif secara metabolik dan dapat bereaksi terhadap
rangsangan eksternal dengan mensintesis sejumlah sitokin, molekul adhesi, faktor
pertumbuhan, dan enzim. Sel epitel juga bereaksi terhadap bakteri dengan
meningkatkan proliferasi, perubahan signal sel, perubahan dalam diferensiasi, dan
kematian sel yang merubah homeostasis jaringan. Guna mempertahankan
integritas fungsional jaringan gingiva dari infeksi bakteri, epitel gingiva dapat
menebal dengan cara menambah kecepatan pembelahan selnya atau disebut
keratinisasi. Keratin mempunyai insolubilitas yang tinggi dan resisten terhadap
enzim. Terdapat cornified envelope (CE) pada setiap sel yang mengalami
keratinisasi, CE memiliki ketebalan 15 nm, tersusun dari ikatan silang protein dan
lipid yang bertemu saat diferensiasi terminal. Gabungan protein-lipid dalam
struktur CE menggantikan membrane plasma dan integritasnya sangat vital dalam
fungsi pertahanan (Carranza, 2006).
Gusi memiliki lapisan epitel yang merupakan epitel skuama berlapis (stratified
squamous epithelium) dinamakan lamina propria. Bagian tengah berupa jaringan
ikat, yang dinamakan lamina propria(Carranza, 2006).
Berdasarkan aspek morfologis dan fungsionalnya dibedakan atas tiga bagian,
epitel oral/luar (oral/outer epithelium), epitel sulkular/krevikular
(sulcular/crevicular epithelium), epitel penyatu/jungsional (junctional ephitelium)
(Carranza, 2006).
Fungsi utama epitel gingival adalah melindungi struktur yang berada dibawahnya,
serta memungkinkan terjadinya perubahan selektif dengan lingkungan oral.
Perubahan tersebut dimungkinkan oleh adanya proses proliferasi dan
diferensiasi(Carranza, 2006).
Epitel gingiva disatukan ke jaringan ikat oleh lamina basal. Lamina basal terdiri
atas lamina lamina basal. Lamina basal terdiri atas lamina lamina basal. Lamina
basal terdiri atas lamina lusida dan lamina densa. Hemidesmosom dari sel-sel
epitel basal mengikat lamina lusida. Komposisi utama dari lamina lusida adalah
laminin glikoprotein, sedangkan lamina densa adalah berupa kolagen tipe IV.
Lamina basal berhubungan dengan fibril-fibril jaringan ikat dengan bantuan fibril-
fibril penjangkar (anchoring fibrils) (Carranza, 2006).
Epitel oral. Epitel oral merupakan epitel skuama berlapis yang berkeratin
(keratinized) atau berparakeratin (parakeratinized) yang membalut permukaan
vestibular dan oral gingiva. Meluas dari batas mukogingival ke krista tepi gingiva
(crest gingival margin), kecuali pada permukaan palatal dimana epitel ini menyatu
dengan epitel palatum. Lamina basal yang menyatukan epitel gingiva ke jaringan
ikat gingiva bersifat permeabel terhadap cairan, namun dapat menjadi penghalang
bagi bahan partikel tertentu. Mempunyai rete peg yang menonjol ke arah lamina
propria. (Carranza, 2006).
Epitel sulkular. Epitel sulkular mendindingi sulkus gingiva dan menghadap ke
permukaan gigi tanpa melekat padanya. Epitel ini merupakan epitel skuama
berlapis yang tipis,tidak berkeratin, tanpa rete peg dan perluasannya mulai dari
batas koronal epitel penyatu sampai ke krista tepi gingival. Selain itu juga
memiliki peran penting karena bertindak sebagai membran semipermeabel yang
dapat dirembesi oleh produk bakteri masuk ke gingiva, dan oleh cairan gingiva
yang keluar ke sulkus gingival. (Carranza, 2006).
Epitel penyatu. Epitel penyatu membentuk perlekatan antara gingiva dengan
permukaan gigi dan berupa epitel skuama berlapis tidak berkeratin. Pada usia
muda epitel penyatu terdiri atas 3 – 4 lapis, namun dengan bertambahnya usia
lapisan epitelnya bertambah menjadi 10 – 20 lapis melekat ke permukaan gigi
dengan bantuan lamina basal.panjang epitel penyatu ini bervariasi antara 0,25 –
1,35 mm merentang dari dasar sulkus gingiva sampai 1,0 mm koronal dari batas
semento-enamel pada gigi yang belum mengalami resesi(Carranza, 2006).
Bila gigi telah mengalami resesi, epitel penyatu berada pada sementum. Karena
perlekatannya ke permukaan gigi, epitel penyatu dan serat-serat gingiva dianggap
sebagai suatu unit fungsional yang dinamakan unit dentogingival(Carranza,
2006).
Pembaharuan gingiva. Epitel oral memgalami pembaharuan secara terus
menerus. Ketebalan epitel terpelihara oleh adanya keseimbangan antara
pembentukan sel baru pada lapisan basal dan lapisan spinosa dengan
pengelupasan sel-sel tua pada permukaan. Laju aktivitas mitotik tersebut paling
tinggi pada pagi hari dan paling rendah pada sore hari (Carranza, 2006).
b. Sulcus Gingiva
Sulkus ginggiva merupakan suatu celah dangkal disekeliling gigi dengan dinding
sebelah dalam adalah permukaan gigi dan dinding sebelah luar adalah epitel
sebelah dalam dari gingiva bebas. Sulkus ini membetuk seperti huruf V, dan
kedalamnya dapat diselipkan alat prob periodontal dalam keadaan yang sangat
normal dan bebas kuman (eksperimental) kedalamannya bisa 0 atau mendekati 0,
namun secara klinis biasanya dijumpai sulkus gingiva.
Dengan kedalaman tertentu. Secara histologis kedalamannya adalah 1,5 – 1,8 mm.
Kedalaman klinis diukur dengan alat prob (dinamakan kedalaman probing) adalah
2,0 – 3,0 mm.
c. Cairan sulcus gingiva
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh
darah yang termodifikasi. Cairan sulkus gingiva dapat berasal dari jaringan
gingiva yang sehat. Cairan sulkus gingiva berasal dari serum darah yang terdapat
dalam sulkus gingiva baik gingiva dalam keadaan sehat maupun meradang. Pada
CSG dari gingival yang meradang jumlah polimorfonuklear leukosit, makrofag,
limfosit, monosit, ion elektrolit, protein plasma dan endotoksin bakteri bertambah
banyak, sedangkan jumlah urea menurun. Komponen seluler dan humoral dari
darah dapat melewati epitel perlekatan yang terdapat pada celah gusi dalam
bentuk CSG. Pada keadaan normal, CSG yang banyak mengandung leukosit ini
akan melewati epitel perlekatan menuju ke permukaan gigi. Aliran cairan ini akan
meningkat bila terjadi gingivitis atau periodontitis. Cairan sulkus gingiva bersifat
alkali sehingga dapat mencegah terjadinya karies pada permukaan enamel dan
sementum yang halus. Keadaan ini menunjang netralisasi asam yang dapat
ditemukan dalam proses karies di area tepi gingiva. Cairan sulkus gingiva juga
dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai keadaan jaringan periodontal
secara objektif sebab aliran CSG sudah lebih banyak sebelum terlihatnya
perubahan klinis radang gingiva bila dibandingkan dengan keadaan normal
(Carranza, 2006).
d. Jaringan konektif gingiva
1. Lapisan papillary
Berada dekat dengan epitel diantara rete pegs.
2. Lapisan Reticular
Berbatasan dengan periosteum tulang, terdiri dari bagian seluler dan interselular.
Bagian interseluler mengandung proteoglycan dan glicoprotein (terutama
fibronectin yang mengikat fibroblast-fiber) (Carranza, 2006).
e. Serat gingiva /serat kolagen
Jaringan ikat margin gusi dipadati oleh kolagen tebal disebut serat-serat gingival.
Jaringan ikat ini berfungsi menahan margin gusi dengan kuat pada gigi, menahan
daya kunyah, menyatukan margin gusi dengan sementum dan dengan gusi cekat.
(Carranza, 2006).
Serat gingival dapat dikelompokkan sebagai kelompok gingivodental, kelompok
sirkular, dan kelompok transeptal (Carranza, 2006).
f. Vaskularisasi gingiva
Suplai darah pada gingiva melalui 3 jalan yaitu:
a. Arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai
gingiva pada daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang
arteri alveolar yaitu arteri infra orbital, nasopalatina, palatal,
bukal, mental dan lingual (Grossman, 1995).
b. Pada daerah interdental percabangan arteri intraseptal
(Grossman, 1995).
c. Pembuluh darah pada ligamen periodontal bercabang ke luar ke
arah gingival. Suplai saraf pada periodontal mengikuti pola
yang sama dengan distribusi suplai darah (Grossman, 1995).
2.3 Sementum
Sementum adalah jaringan mengapur menyerupai tulang yang
menutup akar gigi. Sebagai yang telah diuraikan, sementum berasal dari sel
mesenkimal folikel gigi yang berkembang menjadi sementoblas. Sementoblas
menimbun suatu matrik, disebut sementoid, yang mengalami pertambahan
pengapuran dan menghasilkan dua jenis sementum: aselular pertama-tama
ditimbun pada dentin membentuk pertemuan sementum-dentin, dan biasanya,
menutupi sepertiga servikal dan sepertiga tengah akar. Sementum selular
biasanya ditumpuk pada sementum aselular pada sepertiga apical akar dan
bergantian dengan lapisan sementum aselular. Sementum selular ditumpuk
pada kecepatan yang lebih besar daripada sementum aselular dan dengan
demikian menjebak sementoblas di dalam matriks. Sel-sel yang terjebak ini
disebut sementosit. Sementosit terletak pada kripta sementum dan dikenal
sebagai lacuna. Dari lacuna, kanal-kanal, disebut kanalikuli, yang berisi
perpanjangan protoplasmic sementosit dan berfungsi sebagai jalan
mengangkut nutrient ke sementosit, menjalin dengan kanalikuli lain dari
lakuna lain untuk membentuk suatu sistem yang dapat dipersamakan dengan
sistem Havers (haversian sistem) tulang. Oleh sebab sementum adalah
avaskular, nutrisinya berasal dari ligament periodontal. Karena lapisan
incremental sementum ditumpuk, ligamen periodontal dapat berpindah tempat
lebih jauh, dan akibatnya beberapa sementosit mungkin mati dan
meninggalkan lakuna kosong (Grossman, 1995).
Ketebalan sementum menggambarkan salah satu fungsinya. Tebal
sementum sekitar 20 sampai 50 µm pada hubungan sementum-email dan tebal
sementum adalah sekitar akar. Sementum yang lebih tebal pada apeks
disebabkan karena penumpukannya yang terus menerus selama kehidupan
eruptif gigi untuk mempertahankan tingginya pada bidang oklusal.
Penumpukan sementum yang terus-menerus juga memberi bentuk pada
foramen apical dewasa. Foramen bila menjadi dewasa, menjadi konis, dengan
aspek kerucut, disebut diameter minor (konstriktur), menghadap pulpa dan
dasar, disebut diameter mayor, menghadap ligament periodontal. Penumpukan
sementum yang terus menerus menaikkan diameter mayor dan menghasilkan
suatu deviasi rata-rata foramen apical sebesar 0,2 sampai 0,5 mm dari pusat
apeks akar. Diameter minor menentukan penghentian apical instrumentasi dan
obturasi saluran akar dan rata-rata terletak 0,5 mm dari permukaan semental
pada gigi-gigi muda dan 0,75 mm dari permukaan pada gigi-gigi dewasa.
Meskipun hubungan sementum-sementum bertepatan dengan diameter minor,
sementum dapat tumbuh tidak rata dan dapat mengubah hubungan ini
(Grossman, 1995).
Memperbaiki adalah fungsi lain sementum. Fraktur akar dan resorpsi
biasanya diperbaiki oleh sementum. Penutupan akar yang belum dewasa pada
prosedur apeksifikasi disempurnakan oleh deposisi sementum atau jaringan
yang menyerupai sementum. Sementum juga mempunyai fungsi protektif.
Lebih resisten terhadap rasorpsi daripada tulang. Mungkin disebabkan
avaskularitasnya. Akibatnya, gerakan ortodontik akar biasanya dapat
dilakukan dengan kerusakan resorptif minimum. Fungsi-fungsi lain adalah
deposisi sementum yang terus menerus dan penyumbatan foramina aksesori
dan apical setelah perawatan saluran akar (Grossman, 1995).
2.4 Ligament Periodontal
Ligament periodontal adalah suatu jaringan konektif, padat dan berserabut yang
menempati ruang di antara sementum dan tulang alveolar. Mengelilingi leher dan
akar gigi serta berkesinambungan dengan pulpa dan gusi. Ligament periodontal
tersusun dari substansi dasar, jaringan instertisial, pembuluh darah dan limfa,
saraf, sel-sel dan bundle serabut (Carranza, 2006).
Lebar ligament periodontal bervariasi dari 0,15 sampai 0,38 mm. Variasi dalam
lebar dijumpai dari gigi ke gigi dan pada daerah ligament yang berbeda pada akar
yang sama. Ligament periodontal lebih tipis pada tumpu/fulcrum pemutaran gigi.
Gigi-gigi dengan beban oklusal yang berat mempunyai ligament periodontal lebih
lebat daripada gigi-gigi dengan beban oklusal minimal yang ligament
periodontalnya lebih tipis. Dengan bertambahnya umur, lebar ligamen periodontal
berkurang (Carranza, 2006).
Jaringan Interstisial
Jaringan interstisial adalah jaringan penghubung longgar yang
mengelilingi pembuluh darah dan limfatik, saraf, dan bundle serabut. Jaringan
ini berisi serabut kolagen, lepas dari ikatan serabut ligament periodontal.
Perubahan di dalam bundle serabut yang terus menerus. Ruang ini dalam
ligament periodontal, terisi dengan jaringan interstisial, pembuluh darah,
pembuluh limfa, dan saraf, disebut ruang interstisial (Grossman, 1995).
Sirkulasi dan Sistem Limfatik
Ligament sangat dipenuhi oleh pembuluh darah yang menyediakan
bahan gizi untuk aktivitas osteogenik, sementogenik, dan fibrogenik. Arteri
alveolar bercabang menjadi arteri gigi dan arteri interalveolar. Pada gigi-gigi
belakang juga bercabang menjadi arteri interadikular. Arteri gigi masuk ke
dasar kripta tulang ,dan sebelum menembus foramen apikal, bercabang
menjadi arteriola dan kapiler-kapiler untuk membentuk suatu anyaman
(pleksus) yang mensuplai daerah apikal ligamen periodontal (Grossman,
1995).
Arteri interalveolar bercabang dari arteri alveolar dari sebelah koronal
melintas tulang kanselus dinding lateral kripta tulang; cabang-cabang
lateralnya, disebut arteri perforating, masuk melalui plat kribriform ke dalam
ligamen periodontal lateral. Ateri menjadi arteriola dan kapiler-kapiler
membentuk anyaman yang subur. Pleksus arterial gigi dan interal veolar lebih
mencolok pada sisi tulang ligamen karena aktifitas mengubah bentuk tulang
yang konstan. Arteri interal veolar keluar melalui krista presassus alveolar dan
membentuk cabang-cabang gingival. Cabang-cabang gingival ini mensuplai
gingiva dan bagian koronal ligamen peridontal (Grossman, 1995).
Gigi-gigi posterior juga mempunyai arteri interadikular yang melintas
tulang kanselus sementum interadikular. Arteri-arteri ini membentuk cabang
yang mensuplai ligamen periodontal pada furkasi akar (Grossman, 1995).
Vena intrdental, vena interadikular dan vena gigi mengalir ke dalam
vena alveolar. Juga dijumpai anyaman pembuluh limfatik yang mengikuti
drainase vena ke dalam saluran limfe alveolar (Grossman, 1995).
Pembuluh darah ligamen periodontal memberikan dua fungsi penting:
fungsi nutritif bagi sel-sel ligamen periodontal; dan fungsi protektif.
Anasmotisis arteri-vena dan struktur menyerupai gromeruli antara arteri dan
vena dijumpai pada vaskulatur peridontal dan mengatur tekanan darah dan
tekanan jaringan; disamping itu memberikan mekanisme hidrolik untuk
menyokong gigi waktu berfungsi(Grossman, 1995).
Inervasi
Saraf alveolar yang dimulai pada saraf trigeminal, menginervasi
ligamen peridontal dan dibagi dalam saraf peridontal mendaki (ascending)
atau saraf gigi, saraf interalveola dan saraf intraradikular. Saraf ligamen
periodontal, seperti pada jaringan konektif lainnya, mengikuti distribusi arteri.
Cabang –cabang alveolar menginervasi daerah apikal, cabang interalveolar
menginervasi ligamen peridontal lateral, dan cabang-cabang saraf
interadikular menginervasi ligamen periodontal furkasi gigi posterior
(Grossman, 1995).
Saraf berakhir sebagai serabut dengan diameter kecil atau besar.
Serabut berdiameter kecil, baik yang bermielin atapun yang tidak bermielin,
berakhir sebagai ujung bebas pada ruang interstisial dan berhubungan dengan
rasa sakit. Serabut berdiameter besar bermielin, berakhir sebagai ujung khusus
berupa tombol atau kumparan dekat serabut utama ligamen peridontal, dan
merupakan mekanoseptor yang berhubungan dengan sentuhan, tekanan dan
propriosepsi (Grossman, 1995).
Saraf simpapetik mengikuti pembuluh darah arterial dalam ligamen
periodontal. Saraf-saraf itu berhubungan dengan kontrol vasomotor aliran
darah di dalam arteri dan kapiler (Grossman, 1995).
Ujung saraf ligamen peridontal memungkinkan seseorang merasakan
sakit, sentuhan, tekanan, propriosepsi. Propiosepsi, yang memberikan
informasi pada gerakan dan posisi dalam ruang, memungkinkan seseorang
merasakan kekuatan yang diberikan pada gigi-gigi, gerakan gigi dan tempat
benda asing pada atau diantara permukaan gigi. Rasa propioseptif ini dapat
menggerakkan mekanisme refleks protektif yang membuka rahang bawah
untuk mencegah injuri pada gigi atau ligamen periodontal bila seseorang
menggigit suatu benda keras. Propiosepsi memungkinkan lokalisasi daerah
inflamasi pada ligamen periodontal. Reaksi inflamasi semacam itu pada
ligamen peridontal dapat diketahui dengan ujian perkusi dan palpasi
(Grossman, 1995).
Sel-sel Ligamen Periodontal
Sel-sel aktif ligamen periodontal adalah fibroblas, osteoblas, dan
sementoblas. Fibroblas adalah sel-sel membentuk kumparan dengan nuklei
oval dan prosesus sitoplasmik yang panjang. Biasanya sejajar dengan serabut
kolagen, dengan prosesusnya terbungkus di sekitar bundel serabut. Fibroblas
mensintesis kolagen dan matriks dan terlibat dalam degradasi kolagen untuk
pengubahan bentuknya. Hasilnya adalah suatu pengubahan bentuk serabut
utama yang konstan dan pemeliharaan suatu ligamen periodontal yang sehat.
Karena fungsi yang penting ini, maka fibroblas merupakn sel-sel ligamen
periodontal yang paling penting (Grossman, 1995).
Osteoblas atau sel pembentuk tulang ditemukan di pinggir ligamen
periodontal melapisi soket tulang. Biasanya terlihat dalam berbagai tingkat
diferensiasi. Dalam keadaan aktif berbentuk kuboidal dan dapat menimbun
suatu lapisan materiks, disebut osteoid diantaranya dan tulang dewasa. Bila
tidak aktif kelihatan seperti sel gepeng dan dapat menyerupai fibroblas. Fungsi
osteoblas adalah deposisi kolagen dan matriks yang ditumpuk pada
permukaan tulang dimana terikat serabut sharpey. Kalsifikasi osteoid
menjangkar serabut-serabut Sharpey. Pengubahan bentuk tulang yang konstan
memberikan perubahan ikatan ligamen periodontal pada tulang yang terus
menerus (Grossman, 1995).
Osteoklas atau sel peresorpsi-tulang ditemukan di pinggir tulang pada
masa pengubahan bentuk tulang. Osteoklas adalah sel bernuklei banyak
dengan batas suatu kerut atau garis-garis ke arah daerah resorpsi tulang. Bila
osteoklas mengalami demeneralisasi dan menghancurkan matriks maka akan
terbentuk daerah berlubang lubang pada tulang yang disebut Lakuna Howship
(Grossman, 1995).
Sementoblas sebagai yang dibicarakan sebelumnya terletak di garis
pinggir ligamen peridontal berhadapan dengan sementum. Sementoblas
dengan prosesus sitoplasmik, terlihat kuboidal bila pada suatu lapisan tunggal,
atau skuamus bila pada lapisan multipel. Fungsinya adalah menimbun suatu
matrik terdiri dari fibril kolagen dan substansi dasar yang disebut sementoid.
Sementoid ditemukan diantara sementum yang mengapur dan lapisan
sementoblas yang menebal pada masa aktifitas. Serabut ligamen periodontal
ditemukan diantara sementoblas dan terjebak di dalam sementoid. Bila
sementoid mengapur, serabut ligamen periodontal terkait di dalam sementum
yang baru terbentuk dan disebut serabut sharpey, sama seperti terkaitnya
serabut periodontal dalam tulang. Sementoid mungkin melindungi sementum
terhadap erosi (Grossman, 1995).
Sementoklas, atau sel yang meresorpsi sementum, tidak ditemukan
pada ligamen peiodontal normal.karena umumnya sementum tidak mengubah
bentuk dan hanya ditemukan pada pasien dengan kondisi patologik tertentu
(Grossman, 1995).
Sel-sel lain yang terdapat pada ligamen periodontal normal adalah
sisa-sisa sel epitelial Malasses, sel-sel mesenkimal tidak berkembang, sel mast
dan makrofag. Sisa-sisa sel epitelial Malasses adalah sisa selubung akar
epitelial Hertwig. Sel-sel ini berlokasi pada sisi sementum ligamen
periodontal. Fungsinya tidak diketahui teteapi dapat berkembang biak untuk
membentuk kista pada stimulinoksius (Grossman, 1995).
Sel Massenkimal yang tidak berkembang biasanya adalah sel stelat
dengan nuklei besar yang terlek dekat dengan pembuluh darah. Sel ini
mungkin berkembang menjadi fibroblas, odontoblas atau sementoblas
(Grossman, 1995).
Sel-sel mast, ditemukan dekat pembuluh darah adalah sel-sel besar,
bulat/oval dengan nuklei bulat yang terletak di tengah. Sitoplasmanya
mempunyai banyak granula merah yang dapat mengaburkan nuklei. Granula
ini mengandung heparin, koagulan darah dan histamin yang dapat
menuingkatkan permeabilitas kapiler. Histamin, yang dilepaskan melalui
degranelasi sel mast yang disebabkan oleh reaksi inflamasi akut, mengerutkan
sel endotelial pada dinding pembuluh yang menghasilkan ruang interselulair
dan permeabilitas vaskular (Grossman, 1995).
Makrofag juga dijumpai di dekat pembuluh darah. Dalam bentuknya,
makrofag menyerupai fibroblast, tetapi dengan prosesus yang lebih pendek
dan kecil dan nuclei yang berwarna agak gelap. Fungsinya adalah
memfagositosis debris selular dan benda asing. Makrofag mempunyai vakuola
digestif berisi enzim lisosomal yang memproses bahan yang dimakan
(Grossman, 1995).
Kalsifikasi
Sementikel dapat ditemukan di dalam ligament periondontal.
Kalsifikasi ini terikat pada sementum, tertanam didalamnya, atau bebas dalam
ligament periodontal dekat dengan batas sementum. Sel epithelial mungkin
membentuk nodus untuk kalsifikasi ini (Grossman, 1995).
Penyakit pulpa bermanifestasi pada ligament periodontal. Reaksi
inflamasi berkisar dari abses sampai granuloma dan kista, dan dapat merusak
dan mengganti ligament periodontal (Grossman, 1995).
Fungsi Ligamen Periodontal
Fungsi fisikal, yaitu sebagai penghantar tekanan oklusal ke tulang
alveolar, mencekatkan gigi ke tulang alveolar mempertahankan hubungan
jaringan gingival ke gigi dan menahan tekanan oklusal pada gigi untuk
melindungi pembuluh darah, saraf dan tekanan mekanis(Grossman, 1995)..
Fungsi formatif, berperan dalam pembentukan dan resorpsi dari
struktur jaringan pendukung gigi (Grossman, 1995).
Fungsi nutrisi dan sensori, yaitu untuk memasok nutrient ke
sementum, tulang alveolar dan gingival melalui pembuluh darah oleh ligament
periodontal. Persyarafan ligament periodontal memiliki sensitivitas yang dapat
mendeteksi dan melokalisir tekanan eksternal terhadap gigi (Grossman, 1995).
2.5 Tulang Alveolar
Prosesus alveolar dibagi menjadi tulang alveolar yang sebenarnya dan
tulang alveolar pendukung.
Tulang Alveolar Sebenarnya
Tulang alveolar yang sebenarnya adalah tulang yang membatasi
alveolus atau soket tulang yang berisi akar gigi. Tulang alveolar sebenarnya
adalah bagian dari jaringan periradikular. Pembentukannya dimulai oleh
osifikasi intra-membran pada tingkat awal pembentukan akar. Osteoblas pada
tepi ligament periodontal menumpuk suatu matriks organic yang disebut
osteoid, yang terdiri dari fibril kolagen dan substansi dasar yang terdiri dari
fibril kolagen dan substansi dasar yang terdiri dari glikoprotein, fosfoprotein,
lipid dan proteoglikan. Pada waktu ostetoblas menumpuk matriks, beberapa
terjebak di dalamnya; sel-sel ini disebut osteosit. Matriks mengapur karena
deposisi kristal hidroksiapatit yang terutama terdiri dari kalsium dan fosfat
(Grossman, 1995).
Osteosit dalam tulang yang mengapur terletak dalam ruang oval yang
disebut lakuna, yang saling berhubungan dengan melalui kanalikuli. Sistem
kanal ini membawa nutrient ke dalam osteoid dan membuang hasil
metaboliknya yang tidak berguna. Tulang yang ditimbun bagian demi bagian
selama aktivitas osteoblastik membentuk lembaran-lembaran tulang yang
disebut lamella. Masa istirahat dibatasi oleh garis-garis gelap yang disebut
garis-garis istirahat, yang berjalan sejajar dengan permukaan tulang. Osteosit
di dalam lakunya disebarkan secara rata pada seluruh permukaan lamela.
Lamela, garis-garis istirahat, lakuna dengan osteositnya, dan kanalikuli
memberikan tulang sifat histologiknya (Grossman, 1995).
Tulang alveolar yang sebenarnya terdiri dari bundel tulang di tepi
alveoli dan tulang yang berlamela ke daeah pusat prosesus alveolar. Tulang
disebelah tepi disebut bundel tulang karena serabut Sharpey ligament
periodontal tertanam didalamnya. Karena serabut Sharpey di sebelah tepi
dapat mengapur dan karena lamela hampir tidak jelas, tulang ini tebal dan
mempunyai penampilan yang lebih radiopak dalam radiograf daripada tulang
kanselus atau ruang ligament periodontal. Gambaran radiogfrafik tulang
alveolar sebenarnya disebut lamina dura (Grossman, 1995).
Tulang alveolar yang sebenarnya dapat juga dianggap sebagai plat
kribriform. Istilah ini timbul karena banyaknya foramina yang melubangi
tulang. Foramina ini berisi pembuluh darah dan saraf yang mensuplai gigi-
gigi, ligament periodontal dan tulang (Grossman, 1995).
Tulang Alveolar Pendukung
Berdekatan dengan tulang alveolar yang sebenarnya terdapat suatu
diploe tulang kanselus ditutup oleh dua lamina eksterna tulang padat. Salah
satu dari lamina eksterna tulang padat adalah disebelah vestibular, dan yang
lain adalah di sebelah lingual atau palatal. Tulang kanselus terdiri dari tulang
yang berlamela tersusun dalam cabang-cabang disebut trabekula. Diantara
trabekula terdapat ruang meduler, terisi dengan sumsum. Sumsum dapat
seperti lemak atau hematopoitik. Pada orang dewasa, sumsum pada rahang
bawah dan rahang atas biasanya berlemak, tetapi jaringan hematopoitik
ditemukan pada tempat tertentu misalnya seperti tubersositas rahang bawah
dan rahang atas biasanya berlemak, tetapi jaringan hematopoitik ditemukan
pada tempat tertentu misalnya seperti tuberositas rahang atas, daerah
periradikular gigi molar rahang atas dan rahang bawah, dan daerah
periradikular gigi premolar. Ruang sumsum hematopoitik kelihatan radiolusen
pada radiograf (Grossman, 1995).
Dalam tulang kanselus juga dijumpai kanal nutrient. Kanal-kanal ini
berisi pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf. Kanal biasanya berakhir pada
krista alveolar pada foramina kecil-kecil dan dengan melalui foramina tersebut
pembuluh dan saraf masuk ke dalam gingiva (Grossman, 1995).
Jumlah tulang kanselus bervariasi di antara daerah rahang atas dan
rahang bawah dan tergantung pada lebar prosesus alveolar serta ukuran dan
bentuk akar gigi (Grossman, 1995).
Tulang kortikal (padat) menutupi tulang kanselus dan dibentuk oleh
tulang berlamela. Tulang berlamela ini mempunyai lakuna yang tersusun
dalam lingkaran konsentrik lakuna yang tersusun dalam lingkaran konsentrik
disekeliling kanal sentral yang disebut sistem Havers. Tulang kortikal
bergabung dengan tulang alveolar yang sebenarnya untuk membentuk Krista
alveolar di sekeliling leher gigi (Grossman, 1995).
Tulang digunakan sebagai reservoir kalsium badan. Badan, dibawah
kontrol hormonal, mengatur dan memelihara metabolisme kalsium. Untuk itu,
terjadi pengubahan tulang secara fisiologik dan konstan oleh aktivitas
osteoklastik dan osteoblastik. Aktivitas ini dapat lebih mudah dilihat pada
trabekula. Pola trabekular secara konstan diubah sebagai reaksi terhadap
tekanan oklusal. Pada trabekula didapati garis-garis istirahat, yang merupakan
ciri masa aktivitas osteoblastik, dan garis resorptif, yang merupakan ciri masa
aktivitas osteoklastik. Garis-garis istirahat mempunyai ciri garis-garis resorpsi
tepinya belekuk-lekuk (scalloped) dan mengarah pada daerah resorpsi yang
dikenal sebagai lakuna Howship (Grossman, 1995).
Penyakit pulpa dapat mempengaruhi jaringan daerah periradikular.
Perubahan radang akut pada ligament periodontal yang dimulai dalam pulpa
menyebabkan ekstrusi gigi. Perubahan radang kronis yang berasal dari pulpa
pada ligamen periodontal dapat menyebabkan resopsi lamina dura, resorpsi
akar eksternal, daerah resopsi tulang, atau daerah pemadatan tulang. Penyakit
sistemik dapat juga menyebabkan perubahan tulang pada daerah peradikular
(Grossman, 1995)