Post on 17-Mar-2019
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT
(Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai
(PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan)
Oleh
SANTY WIDYASTUTI
A14103586
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
SANTY WIDYASTUTI. Analisis Pengendalian Persediaan Inti Sawit (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto.
Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) merupakan salah satu minyak yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit selain CPO. Minyak inti sawit diperoleh dari biji (seed) di dalam buah kelapa sawit yang disebut inti sawit (Palm Kernel, PK). Biasanya PKO lebih banyak digunakan untuk industri oleokimia. Di Indonesia masih sedikit perusahaan kelapa sawit yang memproduksi dan menghasilkan produk turunan dari PKO. PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi minyak inti sawit (PKO). Crushing Plant (Departemen PKC) adalah salah satu unit pengolahan PT. SAP yang mengolah inti sawit untuk menghasilkan minyak inti sawit (PKO) sebagai produk utama dan bungkil kelapa sawit (PKM) sebagai produk sampingannya. Selama ini, Departemen PKC berproduksi berdasarkan target dan untuk memenuhi stok minyak inti sawit perusahaan (menggunakan inti sawit sebanyak 28 750 ton per bulan untuk menghasilkan 12 362.5 ton PKO). Pembelian bahan baku inti sawit, selama ini dilakukan oleh kantor pusat (HO) di Medan. Sedangkan, perencanaan dan pengadaan inti sawit dilakukan oleh bagian PPIC dan bagian logistik PT. SAP. Inti sawit dibeli dari beberapa PKS (PKS dalam satu grup dan PKS lain). Hal ini dilakukan karena PT. SAP tidak memiliki perkebunan sendiri. Selama tahun 2006 volume pemakaian bahan baku inti sawit berfluktuasi setiap bulannya. Perubahan volume pemakaian inti sawit menuntut pihak perusahaan melakukan perubahan terhadap rencana produksinya. Dampak dari naik turunnya persediaan bahan baku inti sawit, selain membuat siklus produksi perusahaan terganggu juga menyebabkan biaya produksi meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem pengadaan dan pengendalian persediaan inti sawit yang diterapkan oleh perusahaan dan menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan inti sawit yang dapat diterapkan pada perusahaan. Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari PT. SAP yang berlokasi di Jalan Sabar Jaya, Desa Prajin, Mariana, Musi Banyuasin – Sumatera Selatan, pada bulan Juli 2006-Juni 2007. Data tersebut diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder diperoleh dari dokumen perusahaan berupa laporan tahunan atau bulanan yang meliputi data historis, data biaya dan data pendukung lainnya. Selain itu ditambah dengan studi literatur berupa skripsi, makalah, laporan penelitian, dan internet. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Microsoft Exel. Untuk menganalisis digunakan model MRP dengan teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB yang akan dibandingkan dengan metode perusahaan.
2
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode perusahaan diperoleh biaya persediaan sebesar Rp 223 052 921.3 dan biaya pembelian yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 480 643 330 440. Sedangkan teknik LFL biaya persediaan sebesar Rp 54 544 851.9 dan untuk biaya pembelian inti sawit sama dengan teknik POQ dan PPB yaitu Rp 455 555 255 704. Untuk biaya persediaan POQ dan PPB berturut-turut sebesar Rp 538 275 111.8 dan Rp 208 705 799.3. Teknik EOQ biaya persediaan dan biaya pembelian yang diperoleh sebesar Rp 219 850 227.9 dan Rp 456 388 702 240. Alternatif pengendalian persediaan inti sawit di PT. SAP adalah teknik PPB, hasil perbandingan antara keempat teknik Metode MRP dengan metode perusahaan. Teknik PBB dapat menghemat biaya persediaan sebanyak 6.43 persen dan menghemat biaya pembelian sebesar 5.22 persen. Teknik ini pun sesuai dengan kondisi perusahaan karena pada teknik ini masih terdapat persediaan pada periode/minggu yang digabung dan pada teknik ini kuntitas pemesanan dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat di dukung dari kapasitas silo yang besar, kapasitas mesin, julah tenaga kerja yang cukup serta karakteristik dari inti sawit yang dapat disimpan dalam waktu yang agak lama.
3
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT
(Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai
(PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan)
Santy Widyastuti
A 14103586
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
4
Judul Penelitian : Analisis Pengendalian Persediaan Inti Sawit (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan)
Nama Mahasiswa : Santy Widyastuti Nomor Pokok : A 14103586
Menyetujui Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec NIP. 131 578 796
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr.Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan:
5
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT STUDI KASUS DI DEPARTEMEN PALM KERNEL CRUSHING PT. SINAR ALAM PERMAI (PT SAP), MARIANA, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN” INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2009
Santy Widyastuti A 14103586
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 08 November 1981 di Plaju, Sumatera
Selatan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan
ayahanda Suwitno dan ibunda Tri Mulyati.
Penulis memulai pendidikan dasar di SD Taman Siswa I Sei Gerong pada
tahun 1988, pada tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP YKPP
(Yayasan Kesejahteraan Pegawai Pertamina) 3 Sei Gerong dan lulus pada tahun
1997. Pada tahun 2000 penulis menamatkan pendidikan sekolah menengah atas di
SMU YKPP 2 Sei Gerong.
Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program Diploma III Program
Teknisi Usaha Ternak Unggas (TUTU), Departemen Ilmu Produksi Ternak,
Fakultas Peternakan hingga tahun 2003. Tahun 2004 penulis diterima di Program
Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengendalian
Persediaan Inti Sawit (Studi Kasus di Departemen Palm Kernel Crushing (PKC)
PT. Sinar Alam Permai (PT. SAP) Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin,
Sumatera Selatan.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mencari metode alternatif yang dapat
direkomendasikan kepada perusahaan dalam pengadaan bahan baku, dengan
memberikan tingkat persediaan dan biaya persediaan yang optimal serta dapat
meghemat biaya pembelian bahan baku. Model pengendalian persediaan yang
digunakan adalah model Material Requirement Planning (MRP) dengan teknik
Lot For Lot (LFL), teknik Economic Order Quantity (EOQ), teknik Period Order
Quantity (POQ), dan teknik Part Period Balancing (PPB). Model pengendalian
tersebut dibandingkan dengan metode pengendalian persediaan perusahaan untuk
mendapatkan alternatif dalam pengendalian persediaan bahan baku yang
menghasilkan biaya persediaan minimum.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa hasil dari
penelitian ini jauh dari sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan. Penulis
berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan. Terima kasih
Bogor, Januari 2009
Santy Widyastuti A 14103586
8
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahhirobil Alamin
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadari bahwa dalam
menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberi
bimbingan, bantuan dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec sebagai pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan bimbingan, saran dan masukan selama proses penelitian
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen evaluator, atas masukannya berupa
saran dan kritik dalam kolokium proposal penelitian.
3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS sebagai dosen penguji utama, yang telah
memberikan kritikan dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini.
4. Ir. Eva Yolanda, MM sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang
telah memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
5. Papa, Mama, Mas Enjen, dan adik-adikku (Supri, Jayanti dan Rama) atas
segenap daya upaya yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang,
dorongan dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga saat ini.
6. Om Warsito dan keluarga atas bantuan ketika penulis akan melakukan
penelitian di PT. SAP.
7. Ibu Jusmarni, Ibu Shintia dan Bapak Ginting sebagai pembimbing lapang
penulis, terima kasih atas bimbingan dan bantuan data-datanya, Mr. Lou
9
sebagai general manajer yang telah mengizinkan penulis untuk penelitian di
PT. SAP. serta karyawan di departemen PKC, Lab PK dan Timbangan yang
tidak dapat disebutkan satu per satu, atas ilmu, informasi dan bantuan serta
bimbingan selama penulis berada di PT. SAP
8. Adik-adikku di Neo Yasmin (Nanik, Ila, Agnes, Vera, Ela, Supreh, Uke dan
Arnis) atas doa, kebersamaan, keceriaan, semangat dan kasih sayang selama
ini.
9. Teman-teman ekstensi (Nora, Mini, Dewi, Nde, Wawan, Novalina dan
Yunita) terima kasih atas bantuan dan semangatnya sehingga penelitian dan
skripsi ini dapat selesai.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 5 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8 1.4. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit ......................................................................................... 10 2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia ................................................. 10 2.1.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit ..................................................... 12 2.1.3 Inti Sawit.......................................................................................... 13 2.1.4 Proses Pembuatan Palm Kernel Oil (Minyak Inti Sawit, PKO) ............................................................... 13
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................................. 14 III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Bahan Baku ......................................................................................... 19 3.1.1 Pengadaan Bahan Baku ................................................................... 19
3.1.2 Persediaan Bahan Baku 3.1.3 Persediaan ....................................................................................... 23
3.1.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan ................................................. 24 3.1.3.2 Jenis Persediaan ........................................................................ 25 3.1.3.3 Biaya Persediaan ....................................................................... 27 3.1.3.4 Pengendalian Persediaan ........................................................... 30 3.1.3.5 Kebijakan Pengendalian Persediaan ......................................... 30
3.1.4 Model Pengendalian Persediaan ..................................................... 31 3.1.4.1 MRP Teknik Lot For Lot .......................................................... 34 3.1.4.2 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) ....................... 35 3.1.4.3 MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) ............................... 39 3.1.4.4 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) ............................. 40
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 41
v
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu ................................................................................. 43 4.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 43 4.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 44 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 44
4.4.1 Identifikasi Kondisi Perusahaan dalam Manajemen Pengendalian Persediaan Inti Sawit ....................................................................... 45
4.4.2 Analisis Persediaan Bahan Baku .................................................... 45 4.4.3 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan .................................. 46 4.4.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku .................. 47
4.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan ................................... 52 4.6 Definisi Operasional ............................................................................. 52
V. GAMBARAN UMUM PT. SAP
5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ............................................... 54 5.2 Lokasi Perusahaan ................................................................................ 55 5.3 Visi, Misi, Kebijakan Mutu Perusahaan dan sasaran Mutu
Perusahaan ........................................................................................... 58 5.4 Struktur Organisasi ............................................................................... 59 5.5 Ketenagakerjaan ................................................................................... 63 5.6 Proses Produksi .................................................................................... 65
5.6.1 Bahan Baku ..................................................................................... 65 5.6.2 Proses Pembuatan PKO (Palm Kernel Oil) .................................... 65
5.7 Pemasaran ............................................................................................. 67 VI. SISTEM PERSEDIAAN INTI SAWIT DEPARTEMEN PALM KERNEL CRUSHING PT. SAP
6.1 Jenis, Asal dan Kualitas Persediaan ..................................................... 69 6.2 Perencanaan Pengadaan Bahan Baku ................................................... 70 6.3 Prosedur Pembelian dan Penerimaan Inti Sawit ................................... 72
6.3.1 Prosedur Pembelian Inti Sawit ....................................................... 72 6.3.2 Penerimaan Bahan Baku ................................................................. 74
6.4 Sistem Pengadaan Persediaan Inti Sawit .............................................. 75 VII. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT PT. SINAR ALAM PERMAI
7.1 Biaya Persediaan ................................................................................... 77 7.2 Pemakaian Inti Sawit dan Waktu Tenggang PT. SAP ......................... 79 7.3 Waktu Tunggu (Lead Time) dan Persediaan Pengaman
(Safety Stock) ....................................................................................... 81 7.4 Sistem Pengendalian Persediaan Inti Sawit
PT. Sinar Alam Permai ........................................................................ 82 7.4.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada
PT. Sinar Alam Permai ................................................................... 83 7.4.2 Metode Material Requirement Planning (MRP) ............................ 84
7.4.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL) .................................. 85 7.4.2.2 Metode MRP Teknik Economic Quantity Order
(EOQ) ........................................................................................ 86
vi
7.4.2.3 Metode MRP Teknik Periode Order Quantity (POQ) ........................................................................................ 88
7.4.2.4 Metode MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) ......................................................................................... 89
7.4.3 Analisis Perbandingan Metode Perusahaan Dengan Metode MRP ................................................................................... 90
7.4.4 Analisis Penghematan Terhadap Metode MRP dan Metode Perusahaan ......................................................... 93
7.4.5 Alternatif Model Pengendalian Persediaan Inti Sawit .................... 94 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan ........................................................................................... 97 8.2 Saran ..................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................100
vii
DAFTAR TABEL
No Teks Hal
1. Perkembangan Penerimaan Devisa dari Sektor Pertanian Tahun 1995-Agustus 2008 ................................................................................ 1
2. Perkembangan Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999-2006 ....................... 3
3. Perkembangan Produksi dan Volume Ekspor Minyak Inti Sawit (PKO) Tahun 1996-2005 .......................................... 4
4. Perkembangan Jumlah PK yang digunakan dan Produksi PKO pada Departemen PKC Tahun 2006 ............................... 7
5. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kelapa Sawit ............................................. 10
6. Penelitian-Penelitian Terdahulu .............................................................. 15
7. Cara Perhitungan Lot dengan Bagian PPB ............................................. 40
8. Format Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku (MRP) ............................ 48
9. Fasilitas yang Terdapat di PT. Sinar Alam Permai ................................. 56
10. Fasilitas dan Kapasitas di Plant 1 dan Plant 2 di Departemen KPC ...... 57
11. Standar Losses (Penyusutan/kehilangan) yang Terjadi di Setiap Pabrik Pengolahan PT. SAP ........................................................ 59
12. Spesifikasi Standar Kadar Inti Sawit PT. SAP ....................................... 69
13. Perkembangan Pembelian Inti Sawit Juli 2006 – Juni 2007 ................... 76
14. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Inti Sawit Periode Juli 2006-Juni 2007 ................................................................................. 77
15. Biaya Penyimpanan Inti Sawit Periode Juli 2006-Juni 2007 .................. 79
16. Perkembangan Volume Pemakaian Inti Sawit Departemen PKC PT. SAP Periode Juli 2006-Juni 2007 .................................................... 80
17. Perkembangan Persediaan Inti Sawit (kg) Periode Juli 2006-Juni 2007.................................................................................. 81
18. Frekuensi Pemesanan Inti Sawit PT. SAP Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................................................. 84
19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot Bulan Juli 2006-Juni 2007 ...................................... 86
20. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Economic Quantity Order (EOQ) Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................................................. 87
21. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................................................. 88
viii
22. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................................................. 89
23. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Juli 2006-Juni 2007 ................................ 90
24. Frekuensi Pemesanan dan Biaya Pemesanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ...................... 91
25. Jumlah Persediaan dan Biaya Penyimpanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ...................... 92
26. Biaya Persediaan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ......................................................... 93
27. Persentase Penghematan Teknik Metode MRP Terhadap Metode Perusahaan Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................... 94
DAFTAR GAMBAR
No Teks Hal 1. Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan.................................... 36
2. Tingkat Persediaan Versus Waktu bagi EOQ ......................................... 39
3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional ..................................... 42
4. Skema Pembuatan Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil, PKO) PT. Sinar Alam Permai (SAP) ................................................................ 67
5. Diagram Alir Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku PT. SAP .................................................................................................. 71
2
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal 1. Struktur Organisasi PT. Sinar Alam Permai ......................................... 102
2. Struktur Organisasi Departemen Palm Kernel Crushing (PKC Plant) ........................................................................................... 103
3 Suku Bunga Simpanan Berjangka Rupiah Bank Umum Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007 ............................................................................... 104
4. Perhitungan Biaya Persediaan Inti Sawit Dengan metode Perusahaan Bulan Juli 2006-Juni 2007 ................................................. 104
5. Perhitungan EOQ, EPP (Economic Part Period) dan POQ ................. 105
6. Metode MRP Teknik Lot for Lot .......................................................... 106
7. Metode MRP Teknik EOQ ................................................................... 107
8. Metode MRP Teknik POQ ................................................................... 108
9. Cara Perhitungan PPB Persediaan Inti sawit ........................................ 109
Metode MRP Teknik PPB .................................................................... 110
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan
komparatif yang didukung oleh sumber daya alam dalam pembangunan sektor
pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian
Indonesia karena berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan
ekonomi.
Peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi terlihat dari
kontribusi sektor ini Produk Domestik Bruto (PDB) dan terhadap devisa negara.
Pada tahun 2007 sektor ini memberikan kontribusi pada PDB sebesar 13.83
persen1. Kontribusi sektor pertanian terhadap devisa negara dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Penerimaan Devisa dari Sektor Pertanian Tahun 1995-Agustus 2008
Tahun Penerimaan Devisa (USD)
1995-1997 5.12 Juta
1998-1999 4.58 Juta
2000-2003 5.03 Juta
2007 9.52 Juta
Januari-Agustus 2008 16.21 JutaSumber : Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, 20082
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa penerimaan devisa dari
sektor pertanian cukup besar. Pada tahun 1998-1999 penerimaan devisa dari
sektor pertanian mengalami penurunan sebesar USD 54 juta dari tahun
1 Perkembangan Domestik Bruto “Perekonomian Indonesia Pada Tahun 2007 Mengalami
Ekspansi”. 2007. www.bi.go.id 2 Ekspor Pertanian Masih Yang Tertinggi dan Ekspor Impor Produk Pertanian Pasca Krisis. 2008.
www.deptan.go.id
2
sebelumnya. Hal ini disebabkan pada tahun 1998-1999 sedang terjadi krisis
moneter. Pasca krisis moneter (Tahun 2000-2003) pendapatan dari sektor ini
mulai mengalami peningkatan kembali (USD 5.03 juta) dan sektor ini tetap
menjadi salah satu andalan bagi negara ketika terjadinya krisis keuangan global.
Pada tahun 2008 pendapatan dari sektor ini sebesar USD 16.21 juta (periode
Januari-Agustus 2008) naik 70.25 persen dari tahun 2007 pada periode yang sama.
Perkebunan merupakan salah satu subsektor pertanian dan salah satu
komoditi primadona pada subsektor perkebunan adalah kelapa sawit. Industri
kelapa sawit memberikan kontribusi sebesar 1 persen terhadap PDB non-migas
dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 8,5 juta orang3. Kelapa sawit
mempunyai beberapa keunggulan baik dari segi produktivitas, ragam kegunaan
maupun harga produk. Terdapat trend bahwa ke depan tingkat pertumbuhan
konsumsi minyak sawit dunia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan produksinya.
Berdasarkan data perkembangan produksi, luas areal dan produktivitas
kelapa sawit Indonesia (Tabel 2), rata-rata produksi per tahun kelapa sawit
nasional selama periode tahun 1999-2006 sebesar 9 749 820 ton dengan
peningkatan sebesar 11.1 persen per tahun. Peningkatan rata-rata produktivitas
kelapa sawit pada periode 1999-2006 sebesar 1.93 ton per ha. Areal perkebunan
kelapa sawit nasional mengalami perkembangan yang semakin meningkat setiap
tahunnya (Tabel 2). Pada tahun 2006 luas areal perkebunan telah mencapai 6 074
926 ha. Rata-rata tingkat pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar
6.62 persen per tahun. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.
3 Pola Pengembangan dan Prospek Industri Kelapa Sawit dan Produk Turunannya di Indonesia.
Agustus 2007. www.visdatin.com
3
Tabel 2. Perkembangan Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia Tahun 1999-2006
Produksi Luas Areal Produktivitas Tahun Ton %/Th Ha %/Th Ton/Ha %/Th
1999 6 455 590 3 901 802 - 1.65 -2000 7 000 508 8.44 4 158 077 6.57 1.68 1.762001 8 396 472 19.94 4 713 435 13.36 1.78 5.812002 9 622 345 14.60 5 067 058 7.50 1.90 6.602003 10 440 834 8.51 5 283 557 4.27 1.98 4.062004 10 830 389 3.73 5 284 723 0.02 2.05 3.712005 11 861 615 9.52 5 453 817 3.20 2.17 6.13
2006 *) 13 390 807 12.89 6 074 926 11.39 2.20 1.35Rata-Rata 9 749 820 11.10 4 992 174 6.62 1.93 4.20
Sumber : Statistik Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007 Keterangan : *) Angka Sementara
Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) merupakan salah satu minyak
yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit selain CPO. Minyak inti sawit (PKO)
diperoleh dari biji (seed) di dalam buah kelapa sawit yang disebut inti sawit (Palm
Kernel, PK). Biasanya PKO lebih banyak digunakan untuk industri oleokimia. Di
Indonesia masih sedikit perusahaan kelapa sawit yang memproduksi dan
menghasilkan produk turunan dari PKO. Ekstraksi PK rata-rata 2 persen dari berat
tandan buah segar (TBS), sedangkan rendemen (ukuran persentase perolehan
minyak dari buah segar) untuk PKO dari inti sawit/biji kelapa sawit, secara teoritis
untuk tiap kelas kelapa sawit, pada usia puncak adalah 6 persen. Namun demikian,
pada prakteknya rendemen PKO berkisar antara 4 persen-5 persen.
Peningkatan produksi TBS (Tandan Buah Segar) dan produksi CPO
berpengaruh terhadap produksi PKO dan permintaan PKO, hal ini dapt dilihat
pada Tabel 3. Berdasarkan data pada Tabel 3 perkembangan produksi PKO dan
khususnya volume ekspor minyak inti sawit (PKO) mengalami fluktuasi. Produksi
minyak inti sawit (PKO) selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, dengan
rata-rata peningkatan sebesar 138 985.6 ton.
4
Tabel 3. Perkembangan Produksi dan Volume Ekspor Minyak Inti Sawit (PKO) Tahun 1996-2005
Tahun Produksi PKO (Ton)
Volume Ekspor PKO (Ton) Nilai (000 USD)
1996 1 084 676 341 318 235 1681997 1 095 273 502 979 294 2551998 1 186 083 347 009 195 4471999 1 291 118 597 843 347 9752000 1 400 102 578 825 239 1202001 1 675 676 581 926 146 2592002 1 831 069 738 416 256 2342003 2 104 722 659 894 264 6782004 2 267 271 904 327 502 6812005 2 474 532 1 042 613 602 606
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006
Sedangkan, permintaan akan minyak inti sawit (PKO) tidak mengalami
penurunan yang signifikan meskipun mengalami fluktuasi setiap tahunnya.
Permintaan akan minyak inti sawit dapat dilihat dari volume ekspor inti sawit
setiap tahunnya. Volume ekspor minyak inti sawit mengalami peningkatan yang
sangat signifikan terjadi pada tahun 2005 yaitu 1 042 613 ton.
Nilai ekspor minyak inti sawit mengalami fluktuasi dari tahun 1996
sampai tahun 2003. Nilai ekspor minyak inti sawit terendah terjadi pada tahun
2001 dengan nilai sebesar USD 146 juta. Namun, pada tahun 2004 nilai ekspor
minyak inti sawit mengalami peningkatan yang sangat signifikan sebesar USD
238 juta dari tahun sebelumnya.
Produksi minyak inti sawit (PKO) selama ini masih di bawah produksi
minyak sawit mentah CPO. Harga minyak sawit mengalami peningkatan selama
dua tahun terakhir ini, tetapi menurut Derom Bangun (Ketua Gabungan Kelapa
Sawit Indonesia, GAPKI) meskipun harga minyak sawit mentah (CPO)
mengalami peningkatan tetapi hal itu tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk
keuntungan perusahaan. Menurut Bangun, dalam industri kelapa sawit, pengusaha
5
mengambil keuntungan dari penjualan minyak inti sawit (PKO). Para pengusaha
memperoleh keuntungan sebesar Rp 1 550 per kilogram minyak inti sawit
(PKO).4
Industri kelapa sawit terdiri dari beberapa segmen industri yaitu budidaya
perkebunan, mill (Pabrik Kelapa Sawit), industri pengolahan dan perdagangan.
Umumnya industri yang banyak diusahakan di Indonesia adalah segmen
perkebunan dan mill5. Salah satu perusahaan yang bergerak dalam beberapa
segmen industri kelapa sawit adalah Wilmar Corporation.
Salah satu anak perusahaan dari Wilmar Corporation adalah PT. Sinar
Alam Permai (PT. SAP). Perusahaan ini bergerak dalam industri hilir yang
mengolah minyak sawit kasar (CPO) menjadi minyak goreng (merek ”Fortune”)
dan turunan dari CPO lainnya serta mengolah inti sawit untuk menghasilkan
minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO). Untuk menjalankan produksinya, PT.
SAP memiliki lima unit pengolahan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
1.2 Perumusan Masalah
Crushing Plant (Departemen PKC) merupakan salah satu unit pengolahan
PT. SAP yang mengolah inti sawit untuk menghasilkan minyak inti sawit (PKO)
sebagai produk utama dan bungkil kelapa sawit (Palm Kernel Meal, PKM)
sebagai produk sampingannya. Selama ini, Departemen PKC berproduksi
berdasarkan target dan untuk memenuhi stok minyak inti sawit perusahaan.
Inti sawit (PK) merupakan bahan baku yang digunakan oleh departemen
PKC untuk memproduksi PKO. PT. SAP tidak mempunyai perkebunan sendiri
maka bahan baku inti sawit diperoleh dari beberapa Pabrik Kelapa Sawit (PKS). 4 B. Josie Susilo. 2003. Kelapa Sawit Indonesia Tidak Sekedar CPO. www.kompas.com 5 www. Elearning_unej.ac.id/courses/ PNU1705/document/babIklpswt.doc
6
Inti sawit tersebut diperoleh dari dua sumber yaitu PKS yang tergabung dalam
satu grup dengan PT. SAP dan PKS dari grup yang lain. PKS tersebut berada di
provinsi Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung.
Selama ini pengadaaan inti sawit (PK) untuk departemen PKC dilakukan
oleh kantor pusat (Head Office,HO) dari Wilmar Corporation yang berada di
Medan. Perencanaan dan pengadaan bahan baku inti sawit di PT. SAP dilakukan
oleh bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) dan bagian
logistik. Pembelian inti sawit dilakukan dengan sistem kontrak oleh PT. SAP
kepada pihak PKS dan kesepakatan kontrak (kualitas dari inti sawit yaitu kadar
air, kadar minyak, dan persentase kotoran) dilakukan di awal kontrak pembelian.
Perusahaan melakukan produksi berdasarkan target (jumlah hari kerja
dalam satu bulan adalah 28.75 hari) yaitu mengolah 28 750 ton inti sawit (Palm
Kernel, PK) per bulan, untuk menghasilkan minyak inti sawit (PKO) sebanyak 12
362.5 ton per bulan. Berdasarkan data perkembangan jumlah PK dan produksi
PKO pada Departemen PKC (Tabel 4), PK yang digunakan untuk memproduksi
PKO selama tahun 2006 mengalami fluktuasi setiap bulannya.
Rata-rata PK yang digunakan sebesar 18 174 178.08 kg per bulan dengan
jumlah PKO yang dihasilkan rata-rata 7 670 326.25 kg per bulan. Hal ini
menunjukkan pada tahun 2006 departemen PKC hanya dapat memenuhi target
mengolah inti sawit sebesar 63.21 persen dan target produksi PKO sebesar 62.05
persen. Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan pemakaian inti sawit dan PKO
yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.
7
Tabel 4. Perkembangan Jumlah PK yang digunakan dan Produksi PKO pada Departemen PKC Tahun 2006
Sumber : Departemen PKC
Naik turunnya penggunaan inti sawit berpengaruh pada persediaan inti
sawit di perusahaan. Fluktuasi penggunaan inti sawit disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu (1) harga inti sawit yang tidak stabil dipengaruhi dari permintaan akan
CPO dan PKO serta produk turunannya. (2) Perusahaan memiliki pesaing yaitu
PT. Musim Mas, sehingga perusahaan harus bersaing mendapatkan inti sawit. (3)
Karakteristik inti sawit yang tidak cepat busuk, tetapi bila kelamaan disimpan
akan mengurangi kadar minyak yang terkandung didalamnya. Untuk memenuhi
target produksinya PT. SAP memesan serta melakukan persediaan inti sawit
dalam jumlah yang besar, untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku.
Dampak dari naik turunnya persediaan bahan baku inti sawit, dapat
menyebabkan siklus produksi perusahaan terganggu dan juga menyebabkan biaya
produksi meningkat. Persediaan bahan baku yang berfluktuasi, bagian PPIC
perusahaan harus menyesuaikan kembali jumlah bahan baku yang akan diolah
Bulan Jumlah PK (Kg) Produksi PKO (Kg) Januari 16 020 537.00 6 645 444.00Februari 14 919 505.00 6 180 272.00Maret 16 312 147.00 6 887 905.00April 17 205 840.00 7 365 963.00Mei 18 242 380.00 7 820 716.00Juni 19 126 182.00 8 238 251.00Juli 18 839 767.00 8 094 648.00Agustus 17 325 105.00 7 425 643.00September 19 069 151.00 8 159 094.00Oktober 17 527 382.00 6 602 157.00November 22 752 271.00 9 766 022.00Desember 20 749 870.00 8 857 800.00Rata-Rata 18 174 178.08 7 670 326.25
8
dengan mengubah rencana produksi. Persediaan yang berfluktuasi berdampak
pada biaya penyimpanan yang ikut berfluktuasi.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka rumusan masalah
penelitian ini yaitu :
1. Apakah sistem pengendalian persediaan inti sawit yang dilakukan oleh
perusahaan sudah efisien, sehingga diperoleh biaya persediaan yang
minimum?
2. Bagaimanakah model alternatif pengendalian persediaan inti sawit yang dapat
meminimalkan biaya, sesuai dengan kondisi perusahaan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi sistem pengadaan dan pengendalian persediaan inti sawit
yang diterapkan oleh perusahaan.
2. Menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dan
menentukan alternatif teknik pengendalian persediaan inti sawit yang dapat
diterapkan pada perusahaan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perusahaan, penulis maupun
pembaca. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat membantu manajer
dalam memberikan alternatif model pengendalian persediaan bahan baku yang
optimal sehingga dapat meminimumkan biaya produksi perusahaan. Bagi penulis
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan menambah
9
pengetahuan, serta sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh selama
kuliah, dan bagi pembaca penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang bermanfaat, dan sebagai masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit terdiri dari dua spesies yaitu Elaeis guineensis,
berasal dari Afrika Barat dan Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan
Amerika Selatan. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon, tingginya dapat
mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan dan bercabang banyak.
Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging dan kulit
buahnya mengandung minyak. Adapun, klasifikasi ilmiah tanaman kelapa sawit
terdiri dari (Wikipedia Indonesia, Maret 2008) :
Tabel 5. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kelapa Sawit Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan Plantae Divisi Magnoliophita Kelas Liliopsida Ordo Arecales Famili Arecaceae Genus Elaeis
2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1848. Beberapa bijinya di tanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa
benihnya di tanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara
pada tahun 1870-an. Pada pertengahan abad ke-19 saat permintaan minyak nabati
meningkat akibat Revolusi Industri. Muncul ide untuk membuat perkebunan
kelapa sawit, bibit kelapa sawit diperoleh dari Bogor dan Deli, yang di kenal
dengan jenis sawit "Deli Dura".
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara
komersial dengan perintisnya di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia,
11
yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di
Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123
ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal
sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor,
Malaysia pada tahun 1911-1912.
Pada tahun 1919 Indonesia mulai mengekspor minyak sawit mentah
sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850
ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai
mendominasi ekspor minyak sawit dunia, hal ini sejalan dengan meningkatnya
permintaan di pasar dunia karena semakin berkembangnya industri di Eropa yang
membutuhkan bahan mentah/bahan baku minyak sawit mentah (CPO) dan minyak
inti sawit (PKO). Namun, saat masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa
sawit mengalami kemunduran. Pada tahun 1948-1949 lahan perkebunan
mengalami penyusutan sebesar 16 persen dari total luas lahan yang ada.
Namun, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia Pada tahun
1957, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan
keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan
perwira militer di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga
membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh
perkebunan dan militer. Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi
sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan
produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak
sawit terbesar di dunia bergeser menjadi nomor dua setelah Malaysia.
12
Pada masa pemerintahan orde baru pembangunan perkebunan diarahkan
dalam rangka untuk menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan sebagai penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong
pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan
mencapai 294 560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721 172
ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat
terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang
melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN) (Guritno
P, 2000).
2.1.2 Varietas Tanaman Kelapa Sawit
Berdasarkan tebal tempurung varietas tanaman kelapa sawit dibagi
menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya
memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin
pengolah, tetapi tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya
berkisar 18 persen. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga
betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah
persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Tenera dianggap bibit unggul sebab
melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis
namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul, dengan persentase
daging perbuahnya dapat mencapai 90 persen dan kandungan minyak
pertandannya dapat mencapai 28 persen. Tenera dapat menghasilkan minyak
kelapa sawit (CPO) sebanyak 4-5 ton per hektarnya, ditambah sekitar 0.5 ton
minyak inti sawit (PKO) dan 0.6 ton palm kernel meal (PKM) (Guritno P, 2000).
Tanaman kelapa sawit juga dapat dibedakan menjadi bagian vegetatif dan
13
generatif. Bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun. Untuk bagian generatif
terdiri dari bunga dan buah (Guritno, P, 2000).
2.1.3 Inti Sawit
Inti sawit merupakan buah kelapa sawit yang dipisahkan dari daging buah
dan tempurungnya. Dari tandan buah segar (TBS) diperoleh inti sawit sebanyak
4%-5% dan diperoleh minyak inti sawit sebanyak 45-48 % yang kaya akan gugus
Asam laurat bersifat cair pada suhu kamar. Spesifikasi inti sawit harus memenuhi
syarat yang telah ditetapkan yaitu (Departemen Perindustrian, 2007):
a) Kadar minyak minimum
b) Kadar air maksimum
c) Kontaminasi maksimum
d) Kadar inti pecah maksimum
2.1.4 Proses Pembuatan Palm Kernel Oil (Minyak Inti Sawit, PKO)
Palm kernel oil (PKO) diperoleh dari inti sawit. Proses pembuatan minyak
inti sawit (PKO) hampir sama dengan pembuatan minyak kedelai, sama-sama
menghasilkan minyak dan meal (bungkil/ampas). Inti sawit dipisahkan dari
daging buah dan tempurungnya, serta telah dikeringkan. Untuk mengeluarkan
minyaknya, inti sawit di pres dengan mesin pres.
Pengolahan palm kernel oil (PKO) agak sedikit rumit, hal ini tergantung
penggunaan PKO lebih lanjut. Beberapa pengolahan PKO diantaranya (Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), 2001) :
1. Dimurnikan (refined) untuk pembuatan margarin, confectioneries, filled milk,
dan es krim.
14
2. Dipisahkan (split) dalam pembuatan oleo-chemicals.
3. Dimurnikan (refined) dan dihidrogenasi (hydrogenated), dalam pembuatan
confectioneries, coffee whitener dan lain sebagainya.
4. Difraksionasi (fractionated) dan dimurnikan (refined) menjadi palm kernel
olein dalam pembuatan confectionery fats atau menjadi palm kernel stearin
dalam pembuatan margarine.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang berbagai komoditi perkebunan termasuk kelapa sawit
dan produk olahannya telah banyak dilakukan, begitu pula dengan penelitian
tentang pengendalian persediaan bahan baku. Berbagai model digunakan untuk
menganalisis dan meningkatkan persediaan bahan baku sehingga meminimalkan
biaya persediaan. Pada penelitian ini yang menjadi tinjauan pustaka dari penelitian
terdahulu tentang kelapa sawit yaitu penelitian Risma (2005) dan Sahat (2005).
Sedangkan, untuk metode pengendalian bahan baku yaitu peneltian Sary (2004),
Reza (2004) dan Dessy (2002). Untuk penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat
pada Tabel 6.
15
Tabel 6. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Risma (2005) dengan penelitian Analisis Kinerja Ekspor CPO dan PKO
Indonesia di Pakistan, melakukan analisis dengan metode kuantitatif dengan
peramalan, analisis keunggulan komparatif (RCA), dan analisis pangsa pasar
konstan (CMSA). Hal ini dilakukan untuk mengetahui daya saing CPO/PKO
Indonesia di Pakistan, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh efek total impor
Pakistan, efek permintaan CPO/PKO Pakistan dan efek daya saing terhadap
pertumbuhan ekspor CPO/PKO Indonesia.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan RCA dapat diketahui bahawa
Indonesia mempunyai daya saing pada komoditi CPO/PKO yang bervariasi. Hal
ini disebabkan jumlah ekspor CPO/PKO Indonesia mengalami fluktuasi dari
No. Peneliti Tahun Komoditi Topik Alat Analisis
1 Risma 2005 CPO dan PKO Analisis Kinerja Ekspor CPO/PKO Indonesia di Pakistan
Analisis RCA dan analisis CMSA
2 Sahat 2005 CPO dan PKO
Peramalan Produksi CPI dan PKO PT PAMTAMA Kebun Teluk Dalam, Asahan, Sumatera Utara
Metode Peramalan Time Series
3 Sary 2004 Kelapa
Peramalan Produksi dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kelapa pada PT. Riau Sakti United Plantation, Riau
Metode Material Requirements Planning (MRP) dengan teknik EOQ,LFL dan PPB
4 Reza 2004 Kayu
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu pada PT. Jaya Cemerlang Industry, Banten
Metode Material Requirements Planning (MRP) dengan teknik EOQ,LFL dan PPB
5 Dessy 2002 Crumb Rubber
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Crumb Rubber PT. VIRCO, Sumatera Utara
Metode Material Requirements Planning (MRP) dengan teknik EOQ,LFL dan POQ
16
tahun ke tahun. Hasil analisa CMSA menunjukkkan bahwa efek daya saing paling
menentukan dalam meningkatkan/menurunkan nilai ekspor CPO/PKO Indonesia
di Pakistan.
Sahat (2005), melakukan identifikasi terhadap pola data produksi CPO dan
PKO di PT. PANAMTAMA, Sumatera Utara dan mencari metode peramalan time
series yang terbaik untuk produksi CPO dan PKO. Berdasarkan metode kuantitatif
yang diterapkan, diperoleh metode peramalan terbaik untuk produksi CPO dan
PKO adalah metode ARIMA yang ditentukan berdasarkan nilai MAPE yang
dihasilkan dan keefisienan dalam menerapkan metode. Hasil peramalan dapat
dijadikan pedoman bagi pihak manajemen untuk menyusun strategi atau kebijakan
yang berkaitan dengan bagian produksi, keuangan dan pemasaran.
Sary (2004) melakukan peramalan produksi dan pengendalian persediaan
bahan baku kelapa di PT. Riau Sakti United Plantation dalam menentukan
persediaan kelapa yang optimal. Sistem pengendalian persediaan yang
direncanakan oleh perusahaan adalah teknik Lot For Lot. Perencanaan kebutuhan
bahan baku pada perusahaan diturunkan dari rencana panen kebun sendiri per
periode satu tahun. Berdasarkan rencana panen tersebut, perusahaan kemudian
menentukan berapa bahan baku kelapa grade A yang akan di proses menjadi
kelapa parut kering, santan kelapa murni dan santan cair.
Biaya pemesanan yang dihasilkan dengan teknik PPB adalah yang paling
kecil yaitu Rp 0.636 milyar/ tahun dengan jumlah pemesanan sebanyak 170 kali.
Untuk biaya penyimpanan teknik PPB sebesar Rp 0.564 milyar, dengan total
biaya persediaan sebesar Rp 1.271 milyar. Dengan menggunakan teknik PPB,
17
perusahaan dapat menghemat biaya persediaan sebesar 6.8 persen yaitu dari Rp
1.271 milyar menjadi 1.18 milyar.
Penelitian yang dilakukan oleh Reza (2004) pada PT. Jaya Cemerlang
Industry, Tangerang, Banten menganalisis pengendalian persediaan bahan baku
kayu dalam rangka meningkatkan efisiensi produksi, termasuk penghematan biaya
persediaan. Pada penelitian Reza terdapat dua jenis kayu yang digunakan sebagai
bahan baku di perusahaan tersebut yaitu kayu pinus dan kayu prupuk. Pada
penelitian ini Reza membandingkan metode perusahaan dengan metode MRP.
Metode MRP yang digunakan dalam penelitian Reza adalah teknik LFL, EOQ dan
PPB.
Hasil perbandingan antara metode perusahaan dan metode MRP pada tiap
jenis kayu diperoleh, penghematan persediaan pada kayu pinus terdapat pada
teknik Lot For Lot (44.30 persen) dan teknik PPB (43.16 persen), sedangkan kayu
prupuk terjadi pada metode perusahaan. Pada penelitian Reza dipilih teknik LFL
sebagai metode alternatif untuk persediaan kayu pinus. Metode ini mampu
mengurangi biaya penyimpanan, meskipun biaya pemesanan pada teknik ini
tinggi. Pada kayu prupuk metode yang dilakukan oleh perusahaan sudah baik.
Penelitian Dessy (2002) pada PT. Virginia Indonesia Rubber Company
menganalisis pengendalian persediaan bahan baku crumb rubber dengan
menggunakan (BOKAR) berupa lump. Perusahaan tidak memiliki perkebunan
sendiri, bahan baku diperoleh dari agen pemasok. Penelitian ini menawarkan
alternatif metode pengendalian persediaan bahan baku yang sesuai dengan
kebijakan perusahaan. Metode pengendalian bahan baku yang digunakan adalah
18
metode MRP dengan teknik LFL, EOQ dan POQ yang dibandingkan dengan
metode perusahaan.
Hasil penelitian Dessy diperoleh biaya persediaan berturut-turut yaitu
teknik LFL (Rp 18 693 042), EOQ (Rp 104 974 043) dan teknik POQ (Rp 160
525 154). Teknik yang direkomendasikan sebagai metode alternatif adalah teknik
EOQ, dengan alasan kapasitas perusahaan seperti gudang, mesin dan tenaga kerja
mendukung penggunaan teknik EOQ.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai pengendalian
persediaan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian yang
menerapkan metode MRP pada berbagai perusahaan dapat menghemat biaya
persediaan. Hasil perhitungannya menghasilkan kuantitas dan frekuensi
pemesanan yang optimal sehingga dapat meminimalkan biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan.
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Bahan Baku
Bahan baku adalah salah satu unsur atau bagian dari sumber daya
disamping modal, tenaga kerja dan lain-lain. Bahan yang dapat digunakan dalam
proses produksi dapat dibedakan menjadi (Burton dalam Reza, 2004) :
1. Bahan langsung (direct materials)
Bahan yang menjadi bagian dari barang-barang jadi dan merupakan bagian
pengeluaran yang besar dalam memproduksi sesuatu.
2. Bahan tidak langsung (indirect materials)
Bagian dari produk jadi yang dipergunakan dalam jumlah kecil sehingga biaya
bahan tidak besar jika dibandingkan dengan biaya langsung.
3. Pelengkapan (supplies)
Bahan yang digunakan dalam proses produksi tetapi tidak mengambil bagian
dalam barang jadi.
Bahan baku merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses
produksi. Tanpa bahan baku, proses produksi tidak dapat berjalan sehingga
industri tidak dapat menghasilkan barangnya. Bahan baku merupakan komponen
yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi (Mulyadi, 2000). Bahan baku
dapat diperoleh dari luar atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan
dalam proses produksi selanjutnya.
Pengadaan bahan baku berhubungan dengan kegiatan pembelian bahan
baku secara aktual. Pada analisis pengadaan bahan baku perlu diperhatikan : (1)
Jenis dan asal bahan baku, (2) Identifikasi kebutuhan bahan baku, (3) Prosedur
20
pembelian dan spesifikasi bahan baku, (4) seleksi sumber persediaan bahan baku,
dan (5) pengawasan kualitas bahan baku.
Kegiatan utama dalam pengadaan bahan baku adalah pembelian bahan
baku, yang dilakukan sesuai dengan prosedur pembelian. Prosedur pembelian
bahan baku yang dilakukan tiap-tiap perusahaan berbeda satu sama lain,
tergantung dari jenis bahan baku, volume kegiatan dan pembebanan
tanggungjawab persediaan pada masing-masing perusahaan (Assauri, 1999).
3.1.1 Pengadaan Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku sangat menunjang kelancaran proses produksi.
Ketepatan dalam pemenuhan kualitas maupun kuantitas bahan baku merupakan
suatu hal yang patut diperhatikan perusahaan. Menurut Mulyadi (2000), bahan
baku yang diperoleh dapat berupa pembelian lokal, impor, atau dari pengolahan
sendiri.
Bahan baku yang diperoleh dengan cara memproduksi sendiri dapat lebih
terjamin ketersediaannya bila dibandingkan dengan membeli bahan baku tersebut.
Namun, tidak semua perusahaan dapat memproduksi sendiri kebutuhan bahan
bakunya, oleh sebab itu perlu diadakan pembelian dari luar perusahaan.
Pembelian merupakan proses pengambilan keputusan yang digunakan
dalam menetapkan kebutuhan akan barang dan jasa, mengidentifikasi, menilai,
dan memilih berbagai alternatif merek dan pemasok (Webster dan Wind dalam
Kotler, 2000). Pembelian merupakan fungsi yang penting dalam operasi suatu
perusahaan.
Berdasarkan sifatnya, pembelian dibagi menjadi tiga macam
(Manullang,1994) :
21
1. Pembelian yang teratur (Hand - to Mouth Buying)
Pembelian berdasarkan atas besarnya kebutuhan sekarang dan bertujuan untuk
mencegah kerugian atau keburukan yang diakibatkan oleh adanya persediaan
bahan yang berlebih di gudang.
2. Pembelian spekulatif (Speculative Purchasing)
Pembelian yang didasarkan karena motif untuk mendapatkan keuntungan akan
naiknya harga bahan pada waktu yang akan datang.
3. Pembelian sebelumnya (Forward Buying)
Pembelian yang bertujuan untuk menjaga ketersediaan bahan mentah secara
kontinyu selama waktu tertentu.
Perusahaan yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku
sebagian besar akan melakukan pembelian sebelumnya. Hal ini disebabkan
produk pertanian memiliki sifat tidak berkesinambungan dalam ketersediaannya.
Fungsi pembelian dibagi menjadi dua, yaitu
1. Fungsi pembelian sentralisasi
Pembelian dilakukan oleh satu departemen untuk menghindari pembelian
dalam jumlah kecil yang tidak ekonomis. Fungsi pembelian ini memiliki
keuntungan antara lain pelaksanaan kebijakan pembelian konsisten, kekuatan
pembelian maksimal, catatan pembelian terorganisir dan seragam, tetapi
fungsi pembelian ini tidak ditangani oleh spesialisnya.
2. Fungsi pembelian desentralisasi
Pembelian dilakukan oleh masing-masing bagian yang membutuhkan bahan
baku. Keuntungan penggunaan sistem ini pembelian dapat fleksibel terhadap
perubahan penggunaan bahan baku, hubungan pemakai bahan dengan
22
pemasok menjadi lebih erat, dan tanggungjawab pembelian tiap lokasi dapat
lebih terfokus.
3.1.2 Persediaan Bahan Baku
Pelaksanaan persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan,
ditentukan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut adalah
(Ahyari, 1999) :
1. Perkiraan pemakaian
Perkiraan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi suatu
produk, dilakukan sebelum kegiatan pembelian. Perkiraan kebutuhan bahan
baku ini merupakan perkiraan tentang besarnya jumlah bahan baku yang
akan dipergunakan untuk keperluan proses produksi yang akan datang.
2. Harga bahan baku
Harga bahan baku merupakan dasar penyusunan perhitungan berapa besar
dana yang harus disediakan perusahaan untuk investasi dalam persediaan
bahan baku.
3. Biaya-biaya persediaan
Biaya-biaya persediaan secara umum terdiri dari biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan. Selain itu, terdapat biaya variabel yang harus diperhitungkan
dalam penentuan biaya persediaan, seperti biaya penyiapan dan biaya
kekurangan bahan baku.
4. Kebijakan pembelian
Kebijakan pembelian merupakan ketentuan seberapa besar persediaan bahan
baku dalam mendapatkan dana dari perusahaan yang tergantung pada
pembelanjaan dari dalam perusahaan tersebut.
23
5. Pemakaian sesungguhnya
Menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku agar mendekati kenyataan
dengan menganalisa besarnya penyerapan bahan baku yang sudah disusun.
Selain itu, perlu diperhatikan faktor pemakaian bahan baku sesungguhnya
dari periode-periode lalu (actual demand).
6. Waktu tunggu (lead time)
Waktu tunggu merupakan tenggang waktu yang diperlukan antara
pemesanan suatu bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri.
Waktu tunggu harus diperhatikan karena berhubungan dengan penentuan
saat pemesanan kembali bahan baku. Sehingga resiko penumpukkan
persediaan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin.
3.1.3 Persediaan
Setiap perusahaan, baik itu perusahaan perdagangan, perusahaan jasa
ataupun perusahaan pabrik akan selalu mengadakan persediaan. Persediaan
merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan
maksud untuk dijual kembali dalam satu periode usaha yang normal, ataupun
persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun
persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses
produksi (Handoko, 2000).
Persediaan merupakan salah satu asset yang paling mahal di banyak
perusahaan. Persediaan adalah semua sumber daya yang tersimpan, yang dapat
digunakan untuk memberikan kepuasan baik pada kebutuhan sekarang maupun
untuk kebutuhan yang akan datang
24
3.1.3.1 Fungsi dan Peranan Persediaan
Menurut Handoko (2000) yang dimaksud dengan fungsi persediaan
adalah:
1. Fungsi Decoupling
Mempertahankan tingkat persediaan sebagai keputusan untuk menghadapi
penawaran dan permintaan terhadap persediaan yang tidak teratur. Jika
kebutuhan perusahaan berfluktuasi, persediaan bahan mentah diperlukan
sebagai input bagi proses transformasi produksi.
2. Fungsi Economic Size
Perusahaan melakukan penyimpanan persediaan dalam jumlah besar dengan
pertimbangan adanya diskon atas persediaan bahan,diskon atas kualitas yang
dipergunakan dalam proses konversi, serta didukung kapasitas gudang yang
memadai.
3. Fungsi Antisipasi
Fungsi yang berguna untuk menghadapi ketidakpastian jangka waktu
pengiriman dan pemesanan akan barang-barang selama periode pemesanan
kembali, sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut
persediaan pengaman (safety stock inventories).
Peranan persediaan berkaitan dengan tujuan dari diadakannya persediaan.
Persediaan yang diadakan mulai dari bahan mentah sampai barang jadi menurut
Assauri (1999) antara lain berguna untuk :
1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan
yang dibutuhkan oleh perusahaan.
25
2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus
dikembalikan lagi.
3. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga
dapat digunakan bila bahan tersebut tidak ada di pasaran.
4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus
produksi.
5. Mencapai penggunaan mesin secara optimal.
6. Memberikan pelayanan (service) kepada langganan dengan sebaik-baiknya
dimana keinginan langganan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau
memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut.
7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau
penjualannya.
Persediaan timbul karena tidak pasnya antara permintaan dengan
penyediaan dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk
menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu
proses diperlukan persediaan. Oleh karena itu, terdapat empat faktor yang
dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan, yaitu faktor waktu, faktor
ketidakpastian waktu datang, faktor ketidakpastian penggunaan dalam pabrik dan
faktor ekonomis.
3.1.3.2 Jenis Persediaan
Persediaan yang terdapat dalam perusahaan dapat dibedakan berdasarkan
beberapa cara. Berdasarkan jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas (Handoko,
2000) :
26
1. Persediaan bahan mentah (Raw materials), yaitu persediaan barang-barang
yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari
sumber-sumber alam atau diperoleh dari supplier dan atau dibuat sendiri oleh
perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (Purchased Parts), yaitu persediaan
barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari
perusahaan lain, di mana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (Supplies), yaitu persediaan
barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan
bagian atau komponen barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (Work in Process) yaitu persediaan barang-
barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi
atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih
lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (Finished Goods), yaitu persediaan barang-barang yang
telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau
dikirim kepada langganan.
Selain perbedaan menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan
berdasarkan fungsinya, yaitu (Assauri, 1999) :
1. Batch Stock atau Lot Size Inventory
Persediaan yang diadakan karena adanya pembelian atau pembuatan bahan-
bahan dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat
itu. Jadi dalam hal ini pembelian atau pembuatan yang dilakukan dalam
27
jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluarannya dalam jumlah
kecil.
2. Fluctuation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen
yang tidak diramalkan. Dalam hal ini, perusahaan mengadakan persediaan
untuk dapat memenuhi permintaan konsumen.
3. Anticipation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan
untuk menghadapi penggunaan atau penjualan maupun permintaan yang
meningkat. Selain itu, anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga
kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu
jalannya produksi.
3.1.3.3 Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah biaya-biaya yang ditimbulkan akibat adanya
persediaan. Menurut Handoko (2000), biaya-biaya persediaan terdiri dari :
1. Biaya Pemesanan (Ordering Costs)
Biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau
bahan-bahan dari penjual. Sejak pesanan (order) dibuat dan dikirim kepada
penjual, sampai bahan-bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta diperiksa
di gudang atau daerah pengolahan. Jadi, biaya ini berhubungan dengan
peranan, tetapi sifatnya agak konstan, dimana besarnya biaya yang
dikeluarkan tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya barang yang
dipesan. Yang termasuk biaya-biaya pemesanan adalah :
28
a. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi.
b. Upah.
c. Biaya telepon.
d. Pengeluaran surat-menyurat.
e. Biaya pengepakan dan penimbangan.
f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan.
g. Biaya utang lancar.
h. Biaya pengiriman ke gudang.
2. Biaya Penyimpanan ( Holding Costs atau Carrying Costs)
Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan
yang dipesan semakin banyak. Biaya-biaya yang bervariasi secara langsung
dengan kuantitas persediaan merupakan bagian dari biaya penyimpanan.
Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah :
1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan ( termasuk penerangan, pemanasan
atau pendinginan).
2. Biaya modal (Opportunity Cost of Capital) yaitu, alternatif pendapatan
atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.
3. Biaya keusangan.
4. Biaya Perhitungan fisik dan konsolidasi laporan.
5. Biaya asuransi persediaan.
6. Biaya pajak persediaan.
7. Biaya Pencurian, kerusakan atau perampokan.
8. Biaya penanganan persediaan.
29
3. Biaya kekurangan atau kehabisan bahan
Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya
kekurangan bahan adalah yang paling sulit diperkirakan. Biaya ini timbul
bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya
yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan penjualan
2. Kehilangan langganan
3. Biaya pemesanan khusus
4. Biaya ekspedisi
5. Selisih harga
6. Terganggunya operasi
7. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan sebagainya
4. Biaya Penyiapan (Manufacturing)
Bila bahan-bahan tidak dibeli tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik
perusahaan. Perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up cost) untuk
memproduksi komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari :
1. Biaya mesin-mesin menganggur.
2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung.
3. Biaya scheduling.
4. Biaya ekspedisi dan sebagainya
Seperti biaya pemesanan, biaya penyiapan total per periode adalah sama
dengan biaya penyiapan dikalikan jumlah per periode.
30
5. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas
Biaya ini terjadi karena adanya penambahan atau pengurangan kapasitas, atau
biaya terlalu banyak atau terlalu sedikitnya kapasitas yang digunakan pada
suatu waktu. Biaya yang berhubungan dengan kapasitas adalah biaya kerja
lembur, biaya latihan, biaya kematian dan pengangguran.
3.1.3.4 Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat
dan komposisi persediaan rakitan, bahan baku dan barang hasil/produk sehingga
perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan (Assauri,1999).
Kelebihan maupun kekurangan persediaan akan mengakibatkan kerugian, karena
kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya diperoleh
perusahaan.
Kelebihan persediaan mengakibatkan timbulnya resiko kerusakan,
kenaikkan biaya-biaya penyimpanan, asuransi, dan biaya-biaya lainnya yang
berhubungan dengan persediaan akan meningkat. Kekurangan persediaan akan
mengganggu jalannya proses produksi, tidak dapat memenuhi kebutuhan
konsumen dan meningkatnya biaya pemesanan sejalan dengan meningkatnya
frekuensi pembelian.
3.1.3.5 Kebijakan Pengendalian Persediaan
Pengaturan persediaan bahan baku sangat memerlukan kebijakan-
kebijakan baik mengenai pemesanan maupun mengenai tingkat persediaan
optimum. Dalam penentuan kebijaksanaan persediaan diperlukan standar
kuantitas (Quantity Standard), yaitu (Ismail, 2007) :
31
1. Persediaan minimum (Minimum Point Stock) / Persediaan Pengaman
Persediaan minimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling rendah
yang harus ada untuk satu jenis bahan. Persediaan ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kekurangan bahan (stock out) sehingga kelancaran
produksi dapat berjalan lancar.
2. Besarnya pesanan standar (Standard Order)
Jumlah pesanan yang telah ditentukan besarnya sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, dengan tujuan tidak terjadi kelebihan persediaan bahan baku atau
kekurangan bahan baku, agar perusahaan dapat meminimalkan jumlah biaya
pesanan dan biaya penyimpanan.
3. Persediaan maksimum (Maximum Point Stock)
Tingkat persediaan yang menghasilkan biaya persediaan yang paling
minimum. Dalam hal ini perlu ditentukan bagaimana cara pemesanannya,
jumlah yang harus dipesan dan kapan pemesanan itu dilakukan sehingga
pemesanan tersebut dapat dinilai cukup ekonomis.
4. Titik pemesanan kembali (Reorder Point Level)
Titik pemesanan yang telah ditentukan sebelumnya, bila sediaan bahan telah
mencapai persediaan minimum maka pemesanan barang akan dilakukan.
Sebab, permintaan selama waktu tenggang tidak pasti, karena sediaan
adakalanya menurun sehingga mengakibatkan kehilangan penjualan (loss
sales) atau tunggakan pesanan (back order) sampai pesanan diterima.
3.1.4 Model Pengendalian Persediaan
Model persediaan akan sangat tergantung kepada sifat bahan atau barang,
apakah bahan tersebut bersifat bebas (independent) atau sebagai permintaan
32
terikat (dependent). Permintaan bebas adalah suatu permintaan yang bebas, tidak
ada keharusan untuk membelinya sebagai kepentingan proses konversi sedangkan
permintaan terikat disebabkan jika bahan atau barang tersebut tidak ada, maka
proses konversi suatu perusahaan tidak dapat berjalan (Tampubolon, 2004).
Dengan berbedanya jenis permintaan tersebut, maka model persediaan
yang digunakan juga berbeda. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai
pengendalian persediaan bahan baku yang memiliki jenis permintaan terikat.
Pembahasan mengenai jenis-jenis pengendalian persediaan akan dititik beratkan
pada model-model yang sesuai untuk jenis permintaan terikat.
Untuk model jenis-jenis barang permintaan terikat yang lebih sesuai
adalah Sistem Rencana Kebutuhan Barang (Material Requirement Planning/MRP
System). MRP adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan
material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan/fase atau dengan kata
lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang
diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan
menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa
banyak dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan diolah
(Buffa dan Sarin, 1996).
Metode perencanaan kebutuhan bahan (MRP) memanfaatkan informasi
tentang kebergantungan pada permintaan ini untuk memanajemeni sediaan dan
pengendalian ukuran lot produksi dari berbagai komponen yang diperlukan untuk
membuat suatu produk akhir. Sasaran manajerial dalam menggunakan
perencanaan kebutuhan bahan (MRP) adalah menghindari kehabisan sediaan
33
sehingga produksi berjalan mulus, sesuai rencana, dan menekan investasi sediaan
bahan baku dan barang setengah jadi.
Menurut Heizer dan Render (2005), untuk menggunakan MRP pada
dasarnya memiliki empat prasarat dasar yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Ketersediaan jadwal induk produksi (master production schedule)
Jadwal induk produksi merupakan rencana yang terperinci tentang jumlah
barang yang akan diproduksi pada beberapa satuan waktu dalam horizon
pemesanan. Rencana produksi diturunkan dari teknik perencanaan agregat.
Rencana ini mencakup perencanaan jenis-jenis input, keuangan, permintaan
pelanggan, kemampuan secara teknik, ketersediaan tenaga kerja, fluktuasi
persediaan, keragaan pemasok dan pertimbangan-pertimbangan lainnya. Dari
rencana inilah jadwal dibuat. Jadwal induk produksi memberitahukan apa
yang dubutuhkan untuk memenuhi permintaan dan memenuhi rencana
produksi.
2. Struktur produk dan Bill of Materials
Bill of Materials merupakan daftar kuantitas komponen. Kandungan dan
kebutuhan bahan untuk membuat produk yang menggambarkan struktur
produk. Bill of Materials tidak hanya menjabarkan kebutuhan, tetapi juga
penting dalam pembiayaan dan dapat memberikan daftar barang-barang yang
harus diproduksi atau dirakit.
3. Kejelasan dan akurasi catatan produksi
Sistem MRP didasarkan atas keakuratan persediaan yang dimiliki sehingga
keputusan untuk membuat atau memesan barang pada suatu saat dapat
dilakukan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu tingkat persediaan komponen dan
34
material harus selalu diamati. MRP tidak mungkin dijalankan tanpa adanya
catatan persediaan yang akurat.
4. Waktu tunggu (lead time)
Waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai dari saat pesanan unit
dilakukan sampai dengan saat unit tersebut diterima dan siap untuk digunakan,
baik untuk produksi yang harus dibuat sendiri maupun unit produk yang
dipesan dari luar perusahaan. Sistem MRP dapat diterapkan dengan baik
apabila waktu tunggu pemesanan komponen diketahui. Waktu tunggu ini
digunakan dalam hal perencanaan waktu serta mempengaruhi kapan rencana
pemesanan akan dilakukan.
3.1.4.1 MRP Teknik Lot For Lot
Teknik lot for lot merupakan teknik penentuan ukuran lot, dalam hal ini
perusahaan akan memesan kuantitas bahan baku tepat sebesar yang dibutuhkan,
tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut.
Prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala,
persediaan tepat waktu rendah dan permintaan terikat (Buffa dan Sarin, 1996).
Teknik ini dapat menekan biaya yang ditanamkan dalam persediaan barang-
barang terikat, apabila perusahaan mampu menyediakan fasilitas yang memadai
bagi teknik ini dan memiliki bahan baku dengan sifat yang sesuai.
Pesanan dalam teknik Lot for Lot dilakukan sebelum barang tersebut
digunakan sebesar kebutuhan bersih, yaitu kebutuhan kotor dikurangi persediaan
yang ada di tangan untuk periode-periode awal dan diharapkan pesanan akan
diterima pada saat persediaan tersebut dibutuhkan, untuk periode-periode
berikutnya. Setelah persediaan awal dihabiskan tidak terdapat persediaan yang ada
35
di tangan, sehingga kebutuhan kotor adalah sama dengan kebutuhan bersih yang
kemudian di pesan sebelumnya dengan harapan akan diterima tepat pada
waktunya.
Teknik ini memberikan penghematan pada biaya penyimpanan, karena
bahan baku di pesan sesuai dengan kebutuhan bersih produksinya. Sehingga
penumpukkan bahan baku yang di gudang dalam jumlah yang melimpah dapat
dihindari. Kekurangan dari teknik lot for lot adalah teknik ini tidak dapat
digunakan apabila bahan baku yang digunakan jumlahnya sedikit di pasaran
sehingga permintaan tepat pada waktunya tidak dapat dilakukan.
3.1.4.2 MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)
Metode manajemen persediaan yang paling terkenal adalah model
economic order quantity (EOQ) atau Economic Lot Size (ELS). Metode ini dapat
digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri.
Model ini mengidentifikasi kuantitas pemesanan/pembelian optimal dengan
tujuan meminimalkan biaya persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan dan
penyimpanan.
Model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan
yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya
pemesanan persediaan. Gambar 1 akan menunjukkan hubungan antara kedua
biaya tersebut, biaya penyimpanan (holding atau carrying cost) dan biaya
pemesanan (Ordering atau Set UpCost), dalam bentuk grafik.
Berdasarkan gambar tersebut, jumlah pesanan yang ekonomis terletak
antara perpotongan biaya penyimpanan (2QH ) dan biaya pemesanan (
QDS ).
36
Gambar 1. Hubungan Antara Kedua Jenis Biaya Persediaan Sumber : Handoko, 2000
Jumlah pemesanan akan optimal jika biaya penyimpanan dengan biaya
pemesanan mencapai nilai minimum. Kuantitas pemesanan yang optimal terjadi
pada titik Q, yaitu pada saat biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan
yang merupakan perpotongan keduanya. Pada titik Q tersebut, total biaya
pengendalian persediaan adalah minimal. Pada biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan memiliki hubungan negatif, artinya semakin banyaknya kuantitas
yang dipesan, biaya pemesanan cenderung menurun. Sebaliknya, untuk biaya
penyimpanan meningkat, dimana hubungan berkorelasi positif dengan kuantitas
pesanan yang meningkat juga.
Kuantitas dibawah titik EOQ menunjukkan bahwa biaya pemesanan lebih
tinggi dari pada biaya penyimpanan. Biaya pemesanan cenderung besar, karena
semakin kecil jumlah pesanan, maka biaya pesanan semakin tinggi, sedangkan
biaya penyimpanan cenderung kecil, karena semakin sedikit jumlah bahan baku
yang dipesan, maka biaya penyimpanannya akan kecil. Sebaliknya jika kondisi di
atas EOQ, maka biaya penyimpanan semakin tinggi
37
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penentuan kuantitas yang optimal
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Biaya penyimpanan = 2Q .................................................... (H)
Biaya Pemesanan = QD ................................................... (S)
Biaya Total Persediaan = 2Q +
QD ......................................... (H) + (S)
Nilai Q akan optimal apabila TC mencapai nilai minimal. Hal ini akan
dicapai apabila turunan pertama TC terhadap variabel Q sama dengan nol dan
turunan kedua lebih besar nol, atau dapat ditulis dengan :
1) dQ
dTC = 0
2) d2 TC > 0 dQ2
Maka hasilnya adalah : Q2 = HSD2
Jadi Q = HSD2
di mana :
D : Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu
S : Biaya pemesanan (persiapan pesanan dan penyiapan mesin) per pesanan
H : Biaya penyimpanan per unit per tahun
Model EOQ dapat diterapkan bila asumsi-asumsi berikut terpenuhi
(Handoko, 2000) :
1. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui
(deterministik).
2. Harga per unit produk adalah konstan.
38
3. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H) adalah konstan.
4. Biaya pemesanan per pesanan (S) adalah konstan.
5. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (lead time, L)
adalah konstan.
6. Tidak terjadi kekurangan barang atau back order
Berdasarkan pernyataan di atas, karena permintaan akan produk adalah
konstan dan seragam maka grafik tingkat persediaan dari waktu ke waktu
berbentuk seperti dalam Gambar 2 (ini yang menyebabkan mengapa EOQ sering
disebut model “continuous”). Q adalah jumlah yang dipesan kapan saja persediaan
mencapai titik pemesanan kembali (Reorder Point, R), d adalah tingkat
permintaan atau penggunaan per hari, dan L adalah lead time.
Waktu tunggu (lead time) perlu diperhatikan untuk mengatasi
ketidakpastian bahan baku yang berasal dari luar perusahaan, karena seringkali
tenggang waktu yang terjadi antara pemesanan dengan saat pengiriman atau
diterimanya bahan tersebut tidak selalu sama. Sedangkan persediaan pengaman
berfungsi melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan
baku yang disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang lebih besar dari
perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang
dipesan.
39
Gambar 2. Tingkat Persediaan Versus Waktu bagi EOQ. Sumber : Handoko, 2000
Keuntungan penggunaan teknik EOQ adalah pemesanan dilakukan lebih
besar dari kebutuhan bersihnya, sehingga apabila perubahan kuantitas produksi
menjadi lebih besar, maka persediaan bahan baku tersedia. Kekurangan teknik ini
memberikan biaya penyimpanan yang lebih besar bila dibandingkan dengan
teknik lot for lot.
3.1.4.3MRP Teknik Part Period Balancing (PPB)
Teknik PPB (Teknik Penyeimbang Bagian Periode) merupakan
pendekatan yang lebih dinamis untuk menyeimbangkan biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan. PPB membentuk bagian periode ekonomis, yang merupakan
risiko antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. PPB secara sederhana
menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai EPP (Economic
Part Period).
Teknik ini memiliki prinsip untuk mencoba menggabungkan suatu periode
berikutnya, lalu menghitung kumulatif bersih dari periode gabungan tersebut dan
juga menghitung kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode dapat
40
diperoleh dengan mengkumulatifkan perkalian kebutuhan bersih suatu periode
dengan periode tambahan yang ditanggung (Tabel 7).
Tabel 7. Cara Perhitungan Lot dengan Teknik PPB Periode yang digabungkan
Kebutuhan Bersih Kumulatif
Kumulatif Bagian Periode
1 a a x (1-1) 1,2 a + b b x (2-1)
1,2,3 a + b + c b x (2-1) + c x (3-1) Sumber : Buffa dan Sarin, 1996
Bagian periode yang paling mendekati nilai EPP adalah pilihan gabungan
periode yang dipilih dan juga dilakukan untuk periode-periode selanjutnya. Besar
pesanan adalah sebesar kebutuhan bersih kumulatif, yang dilakukan sebelum
kebutuhan tersebut terjadi dengan harapan akan diterima tepat pada awal periode
gabungan tersebut dan akan digunakan selama periode gabungan.
Kelemahan teknik PPB apabila diterapkan perusahaan, yaitu adanya
kemungkinan kerusakan persediaan bahan baku akibat penyimpanan bahan baku
di gudang. Teknik PPB ini tidak dapat dilakukan apabila nilai EPP-nya lebih kecil
dibandingkan dengan kebutuhan kotornya.
3.1.4.4 MRP Teknik Period Order Quantity (POQ)
Dalam teknik POQ, ukuran lot sama dengan kebutuhan aktual dalam
jumlah periode tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian
sediaan yang mungkin timbul dalam kebijakan EOQ dihilangkan. Keunggulan
kebijakan POQ dibandingkan EOQ adalah dalam mengurangi biaya penyimpanan
sediaan bila kebutuhan tidak seragam karena sediaan yang berlebih dapat
dihindarkan.
41
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Kerangka pemikiran operasional ini dimulai mengidentifikasi kondisi
perusahaan yang berkaitan dengan manajemen persediaan bahan baku. Beberapa
hal yang terkait dalam pembelian yaitu jenis dan asal bahan baku, kualitas,
volume pemakaian, waktu tunggu, serta biaya persediaan yang meliputi biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan. Kedua biaya ini dipilih karena merupakan
biaya yang dominan pada PT. Sinar Alam Permai terutama yang bergerak di
bidang manufaktur/pabrik.
Alat analisis pengendalian persediaan bahan baku dari produksi PKO
adalah dengan menggunakan metode pengendalian persediaan bahan baku yang
dilakukan oleh perusahaan dan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Metode Rencana Kebutuhan Bahan (Material Requirement Planning, MRP) yang
mencakup teknik Lot For Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), Period
Order Quantity (POQ) dan Part Period Balancing (PPB). Setelah diperoleh hasil
ketiganya kemudian dibandingkan dengan metode yang dilakukan perusahaan
dengan tujuan untuk memperoleh tingkat persediaan optimal dengan biaya
persediaan minimum.
Selanjutnya dilakukan analisis penghematan dengan menghitung selisih
antara nilai pada metode alternative dengan nilai pada metode perusahaan, dan
kemudian ditentukan metode terbaik untuk dijadikan alternatif system
pengendalian persediaan yang efektif dan efisien. Secara ringkas, dapat dilihat
pada diagram alir kerangka pemikiran operasional pada Gambar 3.
42
Gambar 3. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional
Tingkat Persediaan Bahan Baku Optimal dengan Biaya Persediaan yang Minimum
Analisis Perbandingan dan Penghematan
Metode MRP Teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB
Metode Perusahaan
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Waktu Tunggu Biaya Persediaan Bahan Baku
Volume Pemakaian Bahan Baku
Analisis Persediaan Bahan Baku Inti Sawit
Identifikasi Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Inti sawit
Permasalahan di Departemen PKC PT SAP - Fluktuasi penggunaan inti sawit - Target perusahaan belum terpenuhi
PT. SAP
43
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di PT Sinar Alam Permai (PT SAP) yang
berlokasi di Jalan Sabar Jaya No. 21, Desa Prajin, Mariana, Musi Banyuasin,
Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja,
dengan pertimbangan bahwa PT SAP merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak dalam industri hilir kelapa sawit, yang menghasilkan produk dengan
orientasi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Adapun
pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan dan wawancara
langsung. Pengamatan dilakukan dengan melihat kondisi perusahaan untuk
menetapkan kendala atau permasalahan untuk mengoptimalkan model persediaan.
Wawancara ditujukan kepada Manajer Produksi dan Leader Produksi Departemen
PKC (Palm Kernel Crushing), Lab PK (Palm Kernel), depatemen keuangan,
departemen PPIC (Production Planning and Inventory Control), departemen
HRD (Human Resorce and Development) dan departemen Tracking, khususnya
bagian logistik.
Data sekunder diperoleh dari dokumen perusahaan berupa laporan tahunan
atau bulanan yang meliputi data historis, data biaya dan data pendukung lainnya.
Selain itu ditambah dengan studi literatur berupa skripsi, makalah, laporan
penelitian, dan internet.
44
4.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif. Data-data tersebut antara
lain jenis dan asal bahan baku, prosedur pembelian, pengawasan mutu bahan baku
dan kebijakan persediaan perusahaan. Data sekunder diperoleh dari data-data yang
dimiliki oleh perusahaan. Data pengendalian persediaan bahan baku PT. SAP
(Sinar Alam Permai) yang dikumpulkan antara lain :
1. Data persediaan inti sawit.
2. Data persediaan PKO.
3. Biaya pemesanan.
4. Biaya penyimpanan.
5. Waktu tunggu.
6. Data pembelian.
7. Data penyimpanan inti sawit.
Data yang diambil merupakan data bulanan, dimulai pada bulan Juli 2006 sampai
bulan Juni 2007 karena perusahaan tutup buku setiap bulan Juni.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menyusun data kuantitatif
yang diperoleh ke dalam tabel-tabel yang tersedia. Data kuantitatif diolah dengan
menggunakan alat bantu program Microsoft excell dan kalkulator, hasil
pembahasannya disajikan dalam bentuk tabel yang kemudian di analisis secara
deskriptif dan diinterpretasikan untuk menjelaskan hasil yang telah di dapat
tersebut. Hasil analisis dari model-model pengendalian persediaan tersebut
dibandingkan untuk mencari suatu alternatif model yang paling baik sesuai
dengan kondisi perusahaan.
45
4.4.1 Identifikasi Kondisi Perusahaan dalam Manajemen Pengendalian Persediaan Inti Sawit
Langkah awal yang dilakukan dalam analisis pengendalian persediaan
adalah mengidentifikasi manajemen pengendalian bahan baku perusahaan.
Sebelum dilakukan analisa, perlu diketahui kebijakan-kebijakan yang diterapkan
perusahaan sehubungan dengan produksi, pembelian bahan baku, cara perusahaan
dalam menangani persediaan dan menentukan besar pesanan selama ini. Setelah
itu perlu diketahui bagaimana perjanjian pesanan pembelian antara perusahaan
dan pemasok serta perjanjiannya dan hal-hal penting lainnya yang dapat diketahui.
4.4.2 Analisis Persediaan Bahan Baku
Jenis data yang diperlukan dalam menganalisis persediaan bahan baku
adalah :
a. Volume pemakaian bahan baku
Volume pemakaian bahan baku digunakan sebagai pendekatan yang
menyatakan besar permintaan akan bahan baku.
b. Penyesuaian dan penentuan waktu tunggu
Waktu tunggu bahan baku adalah waktu yang dibutuhkan sejak bahan baku
dipesan hingga bahan baku tersebut dapat digunakan untuk proses produksi.
Waktu tunggu bahan baku digunakan dalam menentukan pelaksanaan
pemesanan sehingga pesanan dapat diterima pada saat yang tepat.
c. Analisis Persediaan Pengaman
Dalam beberapa situasi, kebutuhan per periode bersifat variabel yang dapat
disebabkan karena adanya variabilitas produksi dan pemakaian bahan baku.
Untuk mengatasi keragaman tersebut dibutuhkan persediaan minimum.
Persediaan minimum besarnya sama dengan persediaan pengaman.
46
Penentuan volume atau tingkat persediaan pengaman yang dipilih
perusahaan harus didasarkan atas pertimbangan yang rasional sehingga dapat
menghasilkan penentuan kebijakan yang efektif. Persediaan pengaman merupakan
persediaan yang harus ada selama waktu tunggu pengadaan bahan baku. Dalam
perhitungan persediaan pengaman terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan
yaitu waktu tunggu, dan rata-rata pemakaian bahan baku.
Rumus perhitungan persediaan pengaman adalah sebagai berikut :
S = d x L
di mana :
S : Persediaan pengaman
d : Rata-rata permintaan/ pemakaian bahan per periode
L : Waktu tunggu pemakaian per periode
4.4.3 Pendugaan dan Penentuan Biaya Persediaan
Perhitungan-perhitungan yang dilakukan dalam menentukan kuantitas
optimal pesanan pada analisis pengendalian persediaan merupakan perhitungan
yang melibatkan berbagai jenis biaya yang terkandung dalam persediaan, yaitu
meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya pemesanan
setahun dihitung dengan cara :
TC = f X C
dimana :
TC : Biaya pemesanan selama setahun (Rp)
F : Kuantitas pemesanan selama setahun (Kg)
C : Biaya pemesanan per pesanan (Rp)
Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang berkenaan dengan
diadakannya persediaan. Biaya ini berkaitan dengan tingkat rata-rata persediaan
47
yang ada di gudang. Biaya penyimpanan setahun dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
TH = ∑=
12
1i
thi
Thi = Qri x h
Qri = (Qawi + Qaki) / 2
Thi = [(Qawi + Qaki)/2] x h
maka :
TH = ∑=
12
1i[(Qawi + Qaki)/2] x h
TH = [(∑=
12
1i
Qawi + ∑=
12
1i
Qaki)/2) x h]
di mana :
Thi : Biaya penyimpanan sebulan (Rp)
h : Biaya penyimpanan per unit per bulan (Rp)
Qawi : Tingkat persediaan awal bulan i (Kg)
Qki : Tingkat persediaan akhir bulan i (Kg)
Qri : Persediaan rata-rata (Kg)
4.4.4 Analisis Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pengendalian
persediaan bahan baku yang termasuk dalam rencana kebutuhan bahan (Material
Requirement Planning System, MRP). Dalam model MRP biasanya digunakan
format seperti pada Tabel 8.
48
Tabel 8. Format Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku (MRP) Mingguan Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kebutuhan kotor Persediaan Kebutuhan bersih Rencana penerimaan pesanan Rencana pelaksanaan pesanan
Sumber : Buffa dan Sarin, 1996
Langkah-langkah pengisian tabel MRP adalah sebagai berikut :
1. Menentukan kebutuhan kotor.
Kebutuhan kotor adalah rencana pemakaian bahan baku perusahaan yang telah
ditentukan sebelumnya pada saat penjadwalan produksi.
2. Persediaan di tangan
Perkiraan persediaan yang ada di tangan untuk satu periode. Apabila tidak
terdapat kebutuhan bersih dan rencana penerimaan pesanan pada periode
tersebut, maka besarnya persediaan di tangan untuk suatu periode adalah
persediaan di tangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode
tersebut. Apabila terdapat kebutuhan bersih dan rencana penerimaan pesanan
pada periode tersebut, maka persediaan di tangan untuk suatu periode adalah
sebesar rencana penerimaan pesanan periode tersebut ditambah persediaan
ditangan periode sebelumnya dikurangi kebutuhan kotor periode tersebut.
3. Menghitung kebutuhan bersih.
Kebutuhan bersih adalah kebutuhan bahan baku yang tidak dapat lagi dipenuhi
oleh persediaan perusahaan. Apabila persediaan di tangan suatu periode lebih
besar dari kebutuhan kotor, maka tidak terdapat kebutuhan bersih untuk
periode tersebut. Tetapi, jika persediaan di tangan lebih kecil dari kebutuhan
kotor suatu periode, maka kebutuhan bersih untuk periode tersebut adalah
49
sebesar kebutuhan kotor periode tersebut dikurangi persediaan di tangan
periode sebelumnya.
4. Menentukan rencana penerimaan pesanan.
Rencana penerimaan pesanan adalah besarnya bahan baku yang akan diterima
pada periode tertentu berdasarkan pemesanan yang telah dilakukan
sebelumnya.
5. Membuat rencana pelaksanaan pesanan.
Rencana pelaksanaan pesanan adalah besarnya pesanan yang direncanakan
perusahaan pada suatu periode dengan harapan akan diterima perusahaan tepat
pada saat dibutuhkan, yaitu pada saat rencana penerimaan pesanan, hanya
periode pelaksanaannya yang berbeda yaitu sebelum rencana penerimaan
pesanan. Pesanan diasumsikan akan diterima ketika barang terakhir
meninggalkan pesanan.
Ukuran Lot adalah jumlah kuantitas yang akan dipesan untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku perusahaan dengan kuantitas yang minimum. Ada
beberapa teknik yang dapat digunakan dalam menentukan ukuran lot pada system
MRP, diantaranya :
a. Teknik Lot For Lot
Dalam teknik ini, pemesanan dilakukan tepat sebesar kebutuhan yang akan
dipakai. Hal yang perlu diketahui dalam menjalankan teknik lot for lot adalah
besar dan waktu pemakaian bahan baku secara akurat yang didasarkan pada
jadwal induk produksi dan waktu tunggu bahan baku.
50
b. Teknik Economic Order Quantity (EOQ)
Teknik EOQ (kuantitas pesanan ekonomis), besarnya pesanan yang dilakukan
sebesar kelipatan dari EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan kebutuhan
bersih.
Rumus dasar dari EOQ adalah sebagai berikut :
EOQ = HCR2
dimana :
R : Permintaan bahan baku (Kg)
C : Biaya pemesanan per pesanan (Rp)
H : Biaya penyimpanan per unit tahun (Kg)
c. Teknik Part Period Balancing (PPB)
Teknik Penyeimbang Bagian Periode (PPB) merupakan pendekatan yang
lebih dinamis untuk menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Dalam teknik PPB, besar pesanan dilakukan sebesar kebutuhan pokok pada suatu
periode yang dapat digabungkan. Penggabungan periode dilakukan untuk
gabungan berurutan yang memiliki nilai kumulatif bagian period mendekati nilai
Economic Part Periode (EPP). EPP dihitung dengan rumus :
EPP = S/H
dimana :
S : biaya pemesanan per pesanan
H : biaya penyimpanan per unit per periode.
Pesanan yang direncanakan akan diterima pada saat jumlah yang
mencukupi kebutuhan kotor sepanjang periode gabungan sesuai dengan
perhitungan PPB berdasarkan EPP yang telah dihitung sebelumnya. Sehingga
51
pada saat suatu periode gabungan yang telah ditentukan tidak memiliki kebutuhan
bersih, maka tidak ada rencana penerimaan pesanan. Pada periode gabungan yang
kedua dan ketiga dan seterusnya dari suatu gabungan periode, kebutuhan kotornya
sudah diterima pada periode pertama dari gabungan periode, maka periode kedua,
ketiga dan seterusnya tidak terdapat kebutuhan bersih, sehingga pesanan yang
direncanakan akan diterima sama dengan nol. Pada awal periode gabungan,
rencana pesanan akan diterima sebesar kebutuhan kotor sepanjang periode
gabungan.
d. Teknik Period Order Quantity (POQ)
Pada teknik POQ, ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan actual
dalam jumlah periode tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
demikian sediaan yang muncul timbul dalam kebijakan EOQ adalah dalam
mengurangi biaya penyimpanan sediaan bila kebutuhan tidak seragam karena
sediaan yang berlebih dapat dihindarkan. Untuk menghitung jumlah periode yang
kebutuhannya harus dipenuhi oleh satu lot tunggal, digunakan perhitungan
dibawah ini :
Jumlah pesanan = EOQ/Permintaan Rata-Rata
e. Metode Perusahaan
Metode ini disesuaikan dengan kondisi yang dijalankan perusahaan. Hal
ini berarti penentuan jumlah bahan baku yang diterima pada setiap pemesanan
adalah jumlah kebutuhan bahan baku per tahun dibagi dengan frekuensi optimal
pembelian bahan baku.
52
4.5 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan
Dari hasil analisis biaya persediaan bahan baku untuk setiap model yang
digunakan akan dibandingkan besar pesanan, banyak pesanan, dan biaya
persediaan yang timbul. Selain melakukan perbandingan antar teknik juga akan
dilakukan perbandingan antar teknik-teknik tersebut dengan sistem pengendalian
yang dilakukan oleh perusahaan, kemudian dilakukan penghitungan penghematan
biaya bahan baku. Dari hasil analisis perbandingan dan penghitungan
penghematan tersebut dilakukan pemilihan alternatif sistem pengendalian yang
tepat bagi perusahaan. Metode yang menghasilkan persentase penghematan
terbesar dengan biaya persediaan minimum dan sesuai dengan kondisi perusahaan
akan direkomendasikan untuk digunakan perusahaan.
4.6 Definisi Operasional
Batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Persediaan
Sumberdaya organisasi yang disimpan dalam rangka antisipasi terhadap
pemenuhan permintaan, atau sumberdaya yang digunakan untuk masa yang
akan datang. Persediaan inti sawit dihitung dalam satuan kilogram (Kg).
2. Bahan Baku
Bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari suatu produk jadi, dan
merupakan bagian pengeluaran terbesar dalam memproduksi barang. Bahan
baku inti sawit dihitung dalam satuan kilogram (Kg)
53
3. Biaya pemesanan
Biaya-biaya yang terkait langsung dengan kegiatan pemesanan atau pembelian
bahan yang dilakukan oleh perusahaan. Komponen biaya pemesanan terdiri
dari biaya telepon, biaya transportasi, biaya ekspedisi, dan biaya angkut.
Dihitung dalam satuan Rupiah (Rp).
4. Biaya penyimpanan
Biaya yang timbul karena adanya bahan baku yang disimpan oleh perusahaan.
Komponen biaya penyimpanan hanya terdiri dari biaya modal (opportunity
cost). Biaya penyimpanan dihitung dalam satuan Rupiah (Rp).
5. Waktu Tunggu
Tenggang waktu antara pemesanan bahan baku sampai bahan baku tersebut
diterima oleh perusahaan. Waktu tunggu atau waktu ancang-ancang dihitung
dalam satuan hari.
54
V. GAMBARAN UMUM PT. SAP
5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
Perusahaan pada mulanya bernama PT. Sinar Laut yang didirikan pada
tahun 1984, yang bergerak di bidang produksi dan pengolahan minyak kelapa
sawit. PT. Sinar Laut merupakan perusahaan keluarga dari keluarga Sukrianto
Halim. Perusahaan didirikan dengan penanaman modal dalam negeri. Modal
diperoleh dari pinjaman Bank Dagang Negara (BDN), dengan pinjaman sebesar
Rp 25 Milyar, ditambah dengan modal sendiri.
PT. Sinar Laut mengalami kemunduran pada tahun 1991. Perusahaan ini
berpindah tangan ke pengusaha Medan yang bergerak di bidang minyak goreng
pada tanggal 01 Oktober 1991 dan berganti nama menjadi PT. Sinar Alam Permai.
PT. SAP merupakan salah satu anak perusahaan dari Karya Prajona Nelayan
(KPN) yang mulai berproduksi kembali pada awal tahun 1992. KPN Grup
melakukan merger (penggabungan) dengan perusahaan kelapa sawit dari
Malaysia pada awal tahun 2006 dan berganti nama menjadi Wilmar Corporation
dan mulai go public pada akhir tahun 2006.
Perubahan tersebut diikuti dengan perubahan pada Top Manager,
sedangkan staf dan karyawan masih seperti awal berdirinya perusahaan. Untuk
semua keputusan diserahkan kepada pimpinan pusat yang berada di Medan dan
Singapura. Adapun tujuan utama pendirian PT. SAP adalah :
1. Untuk menghasilkan produk-produk dari minyak kelapa sawit. Industri
pengolahan kelapa sawit masih relatif sedikit khususnya di Propinsi
Sumatera Selatan, sedangkan hasil perkebunan kelapa sawit di wilayah ini
sangat melimpah.
55
2. Untuk mencukupi kebutuhan minyak kelapa sawit dalam negeri,
khususnya minyak goreng.
3. Untuk membantu program pemerintah, khususnya dalam meningkatkan
taraf hidup petani kelapa sawit.
Sejak tahun 1991 sampai sekarang PT. SAP mengalami peningkatan
produktifitas di beberapa produknya berdasarkan target yang telah ditetapkan oleh
perusahaan. Namun demikian keberhasilan dalam peningkatan produktifitas
tersebut tidak terlepas dari berbagai hambatan, antara lain :
1. Terjadinya berbagai persaingan dalam pemasaran internasional.
2. Terjadinya persaingan dengan industri yang sejenis di daerah yang sama.
3. Jarak perkebunan dan lokasi perusahaan yang jauh.
5.2 Lokasi Perusahaan
PT. SAP berkantor di Jl. Blabak No. 18 Tiga Ilir Palembang. Pabrik
pengolahannya berlokasi di Jl. Sabar Jaya No. 21, Desa Prajin, Kecamatan Banyu
Asin I, Kabupaten Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan (30 KM dari kota
Palembang). Lokasi pabrik dan kantor PT SAP berada di pinggir sungai Musi.
Perusahaan memiliki pelabuhan sendiri sehingga mempermudah penerimaan
bahan baku dengan jalur air dan pengiriman produk menuju kantor pemasaran di
Tiga Ilir, pengiriman domestik dan pengiriman ekspor. PT. SAP memiliki
beberapa fasilitas bangunan yang dapat dilihat pada Tabel 9.
56
Tabel 9. Fasilitas yang Terdapat di PT. Sinar Alam Permai No Fasilitas Jumlah Nama
1 Kantor 4
1. Kantor Utama 2. Kantor Administrasi 3. Kantor Keselamatan Kesehatan Kerja 4. Kantor Security
2 Laboratorium 2 1. Lab Utama 2. Lab Palm Kernel 3. Tempat Penimbangan
3 Pabrik (Plant) 5
1. Refenery 2. Fraksinasi 3. Palm Kernel Crushing 4. Teksturing 5. Pengemasan
4 Tempat Bongkar Muat 1 Terdapat 4 jalur dengan dilengkapi timbangan hidrolik
5 Tangki 24
1. Penampungan PKO (2) 2. Penyimpanan PKO (stok) (3) 3. Penampungan/penyimpanan CPO (3) 4. Penyimpanan Olein (3) 5. Penyimpanan Stearine (3) 6. Tangki pendingin (6) 7. Tangki air (4)
6 Gudang 3
1. 2 buah gudang bungkil kelapa sawit dengan kapasitas
2. 1 buah gudang penyimpanan batu bara dan cangkang yang akan digunakan untuk bahan bakar boiler.
7 Bak Pengolahan limbah 2 -
9 8 Bengkel 2 1. Bengkel refenery
2. Bengkel Palm Kernel Crushing 9 Ruang Generator -
10 Ruang Boiler -
11 Perumahan/mess 20 1. 4 buah rumah untuk manajer 2. 16 buah rumah untuk supervisor dan
mandor
Departemen Palm Kernel Crushing (PKC) merupakan departemen yang
mengolah inti sawit (PK) menjadi minyak inti sawit (PKO) di PT.SAP. Minyak
inti sawit merupakan produk utama dari departemen tersebut, sedangkan bungkil
kelapa sawit merupakan produk sampingannya. Departemen ini dipimpin oleh
seorang manajer produksi yang dibantu oleh seorang asisten manajer untuk bagian
mekanik. Departemen PKC membawahi beberapa bagian yaitu bagian gudang
57
bungkil, bagian mekanik dan bagian produksi. Masing-masing bagian dipimpin
oleh seorang leader yang membawahi beberapa mandor.
Bagian produksi Departemen PKC adalah bagian yang mengolah inti sawit
(PK) menjadi minyak inti sawit (PKO). Bagian produksi Departemen PKC
memilki dua pabrik (plant) yaitu pabrik 1 dan pabrik 2. Masing-masing pabrik
tersebut dilengkapi dengan mesin mesin pres pertama, mesin pres kedua, hopper
dan bulking silo. Untuk lebih jelas mengenai Fasilitas dan kapasitas di ke dua
plant dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Fasilitas dan Kapasitas di Plant 1 dan Plant 2 di Departemen PKC Plant Fasilitas Satu Dua Kapasitas
1. Mesin pres satu (Fipress) 42 mesin 18 mesin
• @ 15 ton • Jam kerja mesin 1008
jam (plant 1) dan 432 jam (plant 2)
2. Mesin pres kedua
(secondpress) 44 mesin 18 mesin • @ 15 ton • Jam kerja mesin 1056
jam (plant 1) dan 432 jam (plant 2)
3. Hopper 3 2 @ 250 ton 4. Bulking Silo 3 1 @ 580 ton Sumber : Departemen PKC
Bagian gudang bungkil merupakan bagian yang bertugas dan
bertanggungjawab dalam penyimpanan dan pemuatan bungkil kelapa sawit bila
ada penjualan bungkil. Departemen PKC memiliki dua buah gudang bungkil
dengan kapasitas 10.000 ton untuk setiap gudang. Bagian mekanik adalah bagian
yang bertanggungjawab untuk memelihara peralatan produksi, bulking silo dan
timbangan hidrolik di departemen PKC. Bagian ini terdiri dari mekanik welding
(pengelasan), mekanik listrik, mekanik gerinda dan mekanik shoop.
58
5.3 Visi, Misi, Kebijakan Mutu Perusahaan dan Sasaran Mutu Perusahaan
Setiap perusahaan maupun suatu organisasi dan instansi akan selalu
memiliki visi dan misi yang menjadi pedoman kegiatan. PT. Sinar Alam Permai
memiliki visi dan misi, yaitu :
1. Visi Perusahaan
Menjadi mitra bisnis unggulan dan layak dipercaya Stoke Holders.
2. Misi Perusahaan
Perusahaan kelas dunia yang dinamis di bisnis agrikultur dan industri
terkait dengan pertumbuhan yang dinamis dengan tetap mempertahankan
posisi sebagai pemimpin pasar dunia melalui kemitraan dan manajemen
yang baik.
Visi dan misi perusahaan ditunjang dengan kebijakan mutu perusahaan
dan sasaran mutu perusahaan sebagai berikut :
1. Kebijakan mutu perusahaan
PT. SAP bergerak di bidang edible oil mengutamakan produk bermutu dan
ramah lingkungan sesuai dengan persyaratan dan perundang-undangan
yang relevan dalam rangka memberikan kepuasan stoke holders, dengan
cara :
a. Menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 dengan
sistem manajemen lingkungan ISO 14001 : 2004.
b. Melakukan tinjauan penerapan aktifitas perusahaan yang
berkenaan dengan mutu dan pengelolaan lingkungan.
c. Melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan dan efektifitas
yang efisien secara terus menerus dan berkesinambungan.
59
d. Membangun, memelihara dan meningkatkan kompetensi Sumber
Daya Manusia yang berlandaskan nilai-nilai inti perusahaan.
2. Kebijakan sasaran mutu perusahaan.
Perusahaan menentukan kebijakan sasaran mutu agar perusahaan dapat
menjaga mutu dari produknya. Kebijakan sasaran mutu perusahaan adalah
sebagai berikut :
a. Keluhan pelanggan maksimal 1% dari total produksi per bulan.
b. Produksi yang tidak sesuai maksimal 2,5% dari total produksi per
bulan.
c. Pelatihan untuk karyawan minimal 5 kali per tahun.
d. Untuk kecelakaan, 400.000 jam kerja selamat.
e. Kapasitas produksi minimal 95 % dari kapasitas terpasang.
f. Losses (penyusutan/kehilangan) produksi per bulan di setiap pabrik
PT. SAP dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Standar Losses (Penyusutan/kehilangan) yang Terjadi di Setiap Pabrik Pengolahan PT. SAP
5.4 Struktur Organisasi
PT. SAP memiliki struktur organisasi yang tersendiri yang dipimpin oleh
seorang General Manajer yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan
perusahaan yang dibantu oleh Deputi General Manajer yang membawahi beberapa
manajer yaitu Manajer Pemasaran, Manajer Operasional, Manajer Administrasi,
Pabrik Pengolahan Standar Maks (%) Refenery 0.6 Fraksination 0.1 Tekturizing 0.1 Consumer 1.0 PK Crushing 1.0
60
dan Personalia Manajer, Manajer Pabrik, dan Manager Keuangan. Bagan struktur
organisasi PT. SAP dan struktur organisasi departemen PKC dapat dilihat pada
lampiran 1. Adapun tugas dan tanggungjawab yang diberikan adalah sebagai
berikut :
1. Manajer Umum (General Manager)
a. Bertanggungjawab dan mengelola seluruh aktivitas perusahaan secara
umum.
b. Bertanggungjawab atas perkembangan perusahaan.
c. Bertanggungjawab langsung ke kantor pusat (Head Office, HO) di
Medan mengenai keadaan perusahaan.
2. Wakil Manajer Umum (Deputy General Umum)
a. Memberikan pengarahan umum serta menetapkan tugas, tanggungjawab
dan wewenang setiap manajer yang berada dibawahnya.
b. Menerima dan mengevaluasi laporan-laporan dari para manajer mengenai
kegiatan masing-masing departemen.
c. Bertanggungjawab langsung ke manajer umum.
3. Manajer Pabrik (Factory Manager)
a. Bertanggungjawab untuk mengatur kelancaran proses produksi di
beberapa pabrik pengolahan yang dibawahinya.
b. Melakukan penilaian dan koreksi terhadap hasil kerja yang dilakukan oleh
manajer dibawahinya dan karyawan.
c. Melakukan pengawasan pada berbagai pabrik yang menjadi
tanggungjawabnya.
d. Bertanggungjawab langsung ke wakil manajer umum.
61
4. Manajer Produksi
a. Bertanggungjawab terhadap kelancaran produksi di departemennya
b. Mengawasi produksi sesuai dengan mutu dan target produksi yang telah
ditetapkan.
c. Memberikan penilaian dan mengoreksi hasil kerja dari karywan yang
dipimpin.
d. Memberikan pengarahan kepada karyawannya mengenai tugas dan
tanggungjawab serta memberitahukan aturan terbaru dari manajer pabrik.
5. Departemen Administrasi
Departemen administrasi membawahi bagian Laboratorium, dan bagian PPIC
(Production Planning and Inventory Control), masing-masing bagian tersebut
dipimpin oleh seorang kepala bagian. Divisi administrasi bertugas
membukukan pengeluaran dan penerimaan serta menyimpan surat-surat
berharga. Divisi ini juga melakukan pencatatan transaksi-transaksi dan biaya
pengeluaran serta membuat dokumen jumlah bahan baku yang masuk dan
jumlah produk yang keluar dari perusahaan.
1. Bagian Laboratorium
Bertanggungjawab dan bertugas menganalisa bahan baku yang akan dibeli
dan masuk ke perusahaan sesuai dengan standar perusahaan. Departemen
ini juga bertanggungjawab memantau dan menguji produk perusahaan
mulai dari bahan baku yang akan dibeli, bahan baku masuk ke perusahaan,
produk selesai di produksi sampai produk tersebut akan di bongkar muat
untuk di kirim ke pembeli atau konsumen.
62
2. Bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control)
Bagian PPIC bertugas untuk menghitung kebutuhan bahan baku yang
dibutuhkan oleh setiap pabrik (plant). Departemen ini juga yang
merancang kegiatan produksi di setiap pabrik.
6. Departemen Tracking
Departemen ini membawahi bagian logistik dan bagian transportasi.
Departemen ini bertugas untuk melakukan pengadaan bahan baku yang
dibutuhkan oleh bagian PPIC dan bertugas menyediakan tranportasi untuk
mengangkut bahan baku dari PKS (pabrik kelapa sawit). Transportasi yang
digunakan adalah truk dan ponton (kapal). Untuk truk yang digunakan ada dua
yaitu armada truk milik PT. SAP dan armada truk ekspedisi dari perusahaan
lain.
7. Departemen Personalia
Departemen ini bertanggungjawab atas kesejahteraan karyawan dan bertugas
menerima serta memberhentikan karyawan.
8. Departemen Akuntansi
Departemen ini membuat rencana anggaran dan pendapatan perusahaan,
menyusun rencana dan laporan berkala di bidang keuangan serta laporan
tahunan perusahaan.
9. Departemen Pemasaran
Departemen ini membawahi bagian administrasi pemasaran dan penjualan
serta bagian distribusi penjualan. Adapun tugas dan wewenang manajer
pemasaran adalah sebagai berikut :
63
1. Merencanakan dan mengkoordinir semua kegiatan pemasaran dan
penjualan minyak goreng dan bungkil kelapa sawit.
2. Melakukan penelitian dan pengembangan pemasaran produk.
5.5 Ketenagakerjaan
PT. SAP merupakan perusahaan yang bergerak di industri kelapa sawit,
sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja. Tenaga kerja di PT. SAP berjumlah
542 orang, sebagian besar merupakan tenaga kerja bagian produksi. Tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh karyawan mulai dari SD sampai dengan S3. Tenaga
kerja yang bekerja pada PT. SAP jam kerjanya dibagi menjadi tiga kelompok
yaitu :
a. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja tetap yang harus bekerja secara
terus menerus di dalam unit kerja, tenaga kerja ini langsung berhubungan
dengan proses produksi yaitu pada bagian produksi, bagian laboratorium dan
bagian timbangan.
b. Tenaga kerja tak langsung yaitu tenaga kerja tetap yang bekerja secara
periodik di departemen administrasi, departemen personalia dan petugas
kebersihan.
c. Tenaga kerja kontrak dan tenaga kerja harian merupakan tenaga kerja yang
bekerja berdasarkan kontrak dengan perusahaan, tenaga kerja ini antara lain
buruh bongkar muat dan supir truk.
Perusahaan berproduksi selama tujuh hari dan libur pada hari-hari besar
dan libur nasional. Jam kerja setiap satu shift unit kerja adalah 8 jam kerja. Setiap
satu shift disediakan waktu istirahat selama satu jam, adapun pengaturan dalam
pembagian shift adalah :
64
a. Shift pagi dengan jam kerja pukul 08.00 s/d 16.00 WIB.
b. Shift sore dengan jam kerja pukul 16.00 s/d 24.00 WIB.
c. Shift malam dengan jam kerja pukul 24.00 s/d 08.00 WIB.
Kesejahteraan umum para karyawan dan pimpinan merupakan hal yang
sangat penting untuk kesejahteraan perusahaan. Untuk mencapai kesejahteraan
perusahaan PT. SAP menyediakan fasilitas untuk karyawan, adapun fasilitas yang
disediakan perusahaan berupa :
• Perumahan (Mess) Karyawan
Perusahaan menyediakan perumahan untuk staf dan karyawan, lokasi
perumahan berada tidak jauh dari lokasi pabrik.
• Kesehatan
Perusahaan memberikan fasilitas pengobatan, fasilitas pelayanan kesehatan
maupun fasilitas asuransi kecelakaan kerja pada staf dan karyawan dengan
melakukan kerja sama pada pihak PT. ASTEK.
Sistem penggajian yang dilakukan oleh perusahaan adalah bulanan untuk
karyawan tetap, besarnya gaji sesuai dengan golongan (gol 1 sampai 8 dimana
setiap golongan dibagi menjadi 13 kelas) dari karyawan. Setiap 6 bulan sekali
dilakukan penilaian kerja karyawan. Karyawan akan mendapatkan bonus tahunan,
THR dan pembagian hasil saham perusahaan. Untuk karyawan kontrak dan harian
pembayaran dilakukan oleh perusahaan jasa tempat karyawan tersebut bekerja,
dimana perusahaan tersebut telah melakukan kontrak kerja dengan PT. SAP. PT.
SAP akan membayar perusahaan berdasarkan perjanjian kontrak.
65
5.6 Proses Produksi
5.6.1 Bahan Baku
Produk utama PT. SAP adalah minyak goreng, olein, stearin dan PKO
(Palm Kernel Oil, Minyak Inti Sawit) serta PKM (Palm Kernel Meal, Bungkil
Kelapa Sawit) sebagai produk sampingan. Bahan baku untuk produksi berupa
CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (PK, Palm Kernel) diperoleh dari sejumlah
PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang ada di Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung.
Hal ini dikarenakan PT. SAP tidak memiliki perkebunan kelapa sawit sendiri.
Dalam penelitian ini penulis hanya meneliti di departemen Palm Kernel Crushing
(PKC), dimana bahan baku yang digunakan dalam proses produksi di departemen
ini hanya menggunakan bahan baku utama yaitu inti sawit (Palm Kernel, PK).
5.6.2 Proses Pembuatan PKO (Palm Kernel Oil)
Proses pembuatan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) dimulai pada
saat bahan baku berupa inti sawit (Palm Kernel, PK) diterima kemudian diambil
sampel oleh petugas laboratorium untuk diuji kadar air, kadar minyak dan kadar
kotorannya sesuai dengan kesepakatan diawal kontrak antara pihak perusahaan
dengan pihak pabrik kelapa sawit (PKS). Untuk mengetahui volume (berat) inti
sawit, truk yang membawa inti sawit ditimbang diatas jembatan penimbangan
(volume inti sawit diperoleh dari berat truk yang berisi inti sawit dikurangi dengan
berat kosong truk). Inti sawit dibawa ke bagian loading rump sampai ada
kepastian dari bagian laboratorium PK (inti sawit, Palm Kernel).
Inti sawit (PK) yang telah lulus uji laboratorium, akan dimasukkan ke
selokan penampungan sementara yang dilakukan oleh bagian bongkar muat
(Loading Rump). Dari parit penampungan inti sawit (PK) dibawa dengan
66
conveyor menuju bak penampungan sementara. Pada bak penampungan inti sawit
(PK) disaring untuk dipisahkan dari bahan material (besi, batu, paku dan plat besi)
yang ikut dalam tumpukan inti sawit (PK).
Inti sawit (PK) diangkut dengan menggunakan elevator menuju ke silo
(tempat penampungan berbentuk kerucut berfungsi sebagai tempat menyimpan
inti sawit). Dari silo inti sawit dialirkan ke hopper (tempat penampungan inti
sawit di dalam pabrik sebelum ke mesin pres) lalu masuk ke mesin fipres (mesin
yang berfungsi untuk mengepres inti sawit menjadi bungkil kelapa sawit).
Minyak inti sawit hasil dari fipres dan secondpres masuk ke dalam selokan
penampungan dialirkan masuk ke bak penampungan lalu di saring di niagara
filter. Dari niagara filter minyak inti sawit masuk ke tangki penampungan
sementara, setelah proses produksi berjalan selama 24 jam, minyak kelapa sawit
di dalam tangki diukur (setiap jam 8 pagi) lalu dialirkan ke tangki penampungan
yang lebih besar untuk dijadikan stok.
Bungkil kelapa sawit hasil dari fipress dialirkan ke mesin secondpress
(untuk mengambil sisa minyak yang masih ada). Bungkil kelapa sawit hasil dari
pengepresan secondpress dialirkan ke selokan penampungan, dengan
menggunakan ulir, bungkil kelapa sawit tersebut dimasukkan ke gudang bungkil
yang berada di sebelah pabrik produksi. Agar bungkil kelapa sawit tidak terlalu
panas sebelum masuk ke gudang, bungkil tersebut di semprot dengan air. Untuk
lebih jelas, proses pembuatan PKO dapat dilihat pada gambar 4.
67
Inti Sawit Pengambilan sampel oleh bagian Lab PK
Penimbangan Inti sawit
Bak penampungan
Loading Rump
PKO
PKM
Gambar 4. Skema Pembuatan Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil, PKO) PT. Sinar Alam Permai (SAP)
5.7 Pemasaran
PT. SAP merupakan salah satu produsen yang mengolah produk turunan
dari CPO dan minyak inti sawit, serta produsen minyak goreng di wilayah
Sumatera Selatan. Sejak berdiri sampai tahun 2002 PT. SAP adalah satu-satunya
perusahaan yang mengolah CPO dan inti sawit di Sumatera Selatan. Tetapi, sejak
tahun 2002 PT. SAP memiliki pesaing yaitu PT. Musim Mas. Hal ini berpengaruh
terhadap volume CPO dan inti sawit yang diolah.
PT. SAP adalah perusahaan swasta yang memproduksi produk-produk
turunan dari CPO (Crude Palm Oil) seperti minyak goreng dengan merk dagang
”Fortune”, olein, stearin dan shortening. Produk lain yang dihasilkan oleh PT.
SAP adalah minyak inti sawit (Palm Kernel Oil, PKO) dan menghasilkan produk
sampingan yaitu bungkil kelapa sawit (Palm Kernel Meal, PKM).
Silo Fipres Hopper
Second pres
Bak penampungan
Tangki penampunga
Tangki Stok
Niagara Filter
Gudang Bungkil
68
Produk PT. SAP sebagian dipasarkan sendiri oleh departemen marketing
PT. SAP dan sebagian lagi dipasarkan oleh kantor pusat di Medan. Produk yang
dijual sendiri oleh PT. SAP adalah minyak goreng dan bungkil kelapa sawit.
Minyak goreng yang dipasarkan oleh PT. SAP ada dua jenis yaitu minyak
goreng curah dan minyak goreng kemasan dengan merk dagang ”Fortune”
(kemasan jerigen 1 liter hingga 5 liter). Kapasitas produksi minyak goreng PT.
SAP adalah 52 000 buah per hari untuk kemasan 1 liter dan 2000 buah per hari
untuk kemasan jerigen 5 liter. Bungkil kelapa sawit (PKM) maksimal dijual
sebanyak 6 000 ton.
Minyak goreng tersebut di pasarkan ke pasar tradisional dan supermarket
yang ada di pulau Sumatera, sebagian pulau Jawa, pulau Sulawesi dan pulau
Kalimantan. Pada tahun 2007 minyak goreng tersebut mulai memasuki pasar
India. Pemasaran minyak goreng tersebut melalui distributor dan agen. Harga
minyak goreng yang dijual berdasarkan harga minyak goreng di pasaran.
Produk hasil turunan dari CPO yang lain dan minyak inti sawit (PKO)
dipasarkan oleh kantor pusat Wilmar Corporation yang ada di Medan dan
Singapura. Sebagian dari produk-produk tersebut di ekspor ke luar negeri yaitu
sebesar 87 persen dan sisanya dijual di dalam negeri. Adapun negara tujuan
ekspor Wilmar Corporation adalah Amerika Serikat, Korea, Cina, Thailand dan
India. Selama tiga tahun terakhir harga produk turunan dari CPO dan minyak inti
sawit berfluktuasi. Harga yang ditetapkan oleh perusahaan berdasarkan harga
dunia.
69
VI. SISTEM PERSEDIAAN INTI SAWIT DEPARTEMEN PALM KERNEL CRUSHING PT. SAP
6.1 Jenis, Asal dan Kualitas Persediaan
Jenis bahan baku yang digunakan oleh departemen PKC PT. SAP adalah
inti sawit. Proses produksi minyak inti sawit (PKO) di departemen PKC tidak
menggunakan bahan baku tambahan dan bahan baku pembantu. Untuk bisa
menjadi bahan baku PKO, inti sawit harus memenuhi beberapa persyaratan yang
ditetapkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 01-0002-1987. Standar ini menetapkan spesifikasi inti
kelapa sawit dengan persyaratan dan kriteria uji yang meliputi kadar minyak
kering, kadar asam lemak bebas yang dihitung sebagai asam laurat, kadar air dan
kadar kotoran.
Spesifikasi standar untuk kadar inti sawit setiap perusahaan berbeda-beda.
Standar kadar inti sawit di PT. Sinar Alam Permai dapat dilihat pada Tabel 12.
Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kualitas dari minyak inti sawit (PKO), tidak
merusak mesin produksi dan dapat meningkatkan efisiensi produksi sehingga
target produksi yang diinginkan tercapai.
Tabel 12. Spesifikasi Standar Kadar Inti Sawit PT. SAP % Spesifikasi PKO PKM
Kadar Minyak Minimum 8 - 10 Maksimum 7 - 12 Kadar Air Maksimal 7 - 10 Maksimum 3.5 – 5.0 Kadar Kotoran Maksimal 5 - 7 -
Sumber : Bagian Laboratorium
Inti sawit yang diperoleh PT. SAP berasal dari pabrik kelapa sawit (PKS)
yang memiliki perkebunan kelapa sawit yang berada dalam satu grup Wilmar dan
pabrik kelapa sawit (PKS) lain di luar grup Wilmar. PKS tersebut berada di
70
Propinsi Sumatera Selatan (Kabupaten Musi Banyu Asin, Kabupaten Ogan
Komering Ulu dan Kabupaten Ogan Komering Ilir), dan propinsi Jambi.
6.2 Perencanaan Pengadaan Bahan Baku
Perencanaan pengadaan bahan baku adalah menentukan jumlah bahan
baku yang diperlukan untuk kegiatan produksi masa mendatang. Sebelum rencana
produksi disusun, terlebih dahulu dibuat order status oleh bagian PPIC
(Production Planning and Inventory Control) yang ditujukan ke bagian logistik,
departemen Tracking. Setelah mendapatkan kepastian tentang jumlah bahan baku
yang dapat dipenuhi oleh bagian logistik, selanjutnya bagian PPIC bersama
dengan manajer dan staff departemen PKC mengadakan rapat koordinasi untuk
menyusun rencana produksi.
Perencanaan produksi berisi susunan program dalam memproduksi produk
yang dihasilkan oleh perusahaan. Perencanaan tersebut disesuaikan dengan jumlah
bahan baku yang ada. Departemen PKC memeriksa kondisi stok bahan baku yang
ada. Departemen PKC melakukan koordinasi dengan bagian PPIC mengenai
jumlah stok bahan baku yang ada.
Bagian PPIC berkoordinasi dengan bagian logistik untuk permintaan
bahan baku yang dibutuhkan oleh departemen PKC. Bagian logistik akan
menghubungi kantor pusat (HO) di Medan, setelah ada kesepakatan antara HO
dan pihak PKS/ perkebunan. Bagian logistik memberi jawaban ke bagian PPIC
mengenai kuantitas, kualitas dan waktu pengiriman bahan baku (Gambar 5).
Bahan baku yang sudah diterima oleh bagian loading rump akan dibuat
laporan penerimaan barang yang akan disampaikan ke bagian administrasi
departemen PKC kemudian ke bagian PPIC untuk dibuat dokumen jumlah barang
71
Mengkonfirmasikan stok bahan baku yang ada di gudang
Order Status Ya
PO (Purcase Order)
Bila sudah ada kesepakatan harga, standar kadar inti sawit dan jumlah inti yang dapat disediakan serta penanda tanganan kontrak, PKS akan mengirim inti sawit ke PT. SAP sesuai dengan perjanjian.
yang masuk. Lamanya waktu dari bahan baku dipesan sampai bahan baku tiba
sekitar 2 sampai 6 hari.
Keterlambatan inti sawit sampai ke perusahaan disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya pengaruh musim dan mundurnya pemanenan bahan baku dari
pihak pabrik kelapa sawit (PKS). Faktor cuaca pun berperan pada saat pengiriman
bahan baku dan juga mempengaruhi kwalitas dari bahan baku.
Gambar 5. Diagram Alir Perencanaan dan Penerimaan Bahan Baku PT.
SAP
Bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control)
Kantor Pusat (Head Office, HO)
Departemen PKC (Palm Kernel Crushing)
Bagian Logistik
Bagian Laboratorium PK
Pemasok/ PKS
72
6.3 Prosedur Pembelian dan Penerimaan Inti Sawit
6.3.1 Prosedur Pembelian Inti Sawit
Pembelian inti sawit dilakukan oleh perusahaan karena perusahaan tidak
dapat memproduksi sendiri inti sawit yang dibutuhkan untuk menghasilkan PKO.
Pembelian inti sawit yang dilakukan oleh perusahaan merupakan pembelian untuk
menjaga ketersediaan inti sawit secara terus menerus. Pembelian inti sawit yang
dilakukan oleh PT. SAP menggunakan sistem kontrak melalui kantor pusat (Head
Office, HO) yang berada di Medan.
Secara umum prosedur pembelian inti sawit sebagai bahan baku pada
prinsipnya sama dengan pembelian bahan baku di departemen produksi lain di PT.
SAP, yaitu :
1. Kantor pusat (HO) PT. SAP yang berada di Medan menunjuk beberapa PKS
(Pabrik Kelapa Sawit) yang memproduksi inti sawit, PKS tersebut merupakan
satu anggota dalam Wilmar Grup (PT. Musi Banyuasin Indah dan PT AEK
Tarum (PKS 'BELIDA), PKS VINAGO) dan beberapa PKS dari perusahaan
lain seperti PT. PP London Sumatera, PTPN VII U.U Betung Barat, PT.
Bakrie Sumatera Plantation, PT. Selapan Jaya, PT. Mutiara Bunda Jaya, PT.
Hortinesia Permai, PTP. Mitra Ogan, PT. Perkebunan Minanga Ogan dan PT.
Guthrie Pecconina Indonesia. PKS tersebut berada di Sumatera Selatan dan
Jambi
2. Bagian laboratorium melakukan ekspedisi ke PKS yang ditunjuk oleh HO.
Ekspedisi ini dilakukan untuk mengambil sampel inti sawit dan menganalisa
inti sawit dari PKS yang ditunjuk.
73
3. Apapun hasil analisis kadar standar inti sawit dari PKS pemasok, bagian
laboratorium akan melaporkan hasil analisa yang telah dilakukan ke kantor
pusat di Medan.
4. Kantor pusat yang akan melakukan negosiasi harga, kuantitas, kualitas dan
kapan tersedianya inti sawit. Apabila telah terjadi kesepakatan antara kantor
pusat dengan pihak PKS maka akan diadakan kontrak kerjasama. Kontrak
dilakukan sesuai dengan kemampuan pihak PKS untuk memenuhi pasokan
inti sawit (periode kontrak bisa 1 bulan, 3 bulan atau 6 bulan). Kantor pusat
akan mengajukan Purchase Order (PO) yang berisi harga, kwalitas, jumlah
dan kapan barang akan diantar.
5. Purchase Order dari kantor pusat dikirimkan ke bagian logistik PT SAP yang
akan diteruskan ke bagian PPIC, bagian laboratorium dan departemen PKC.
6. Barang siap untuk dikirim sesuai dengan jadwal yang telah disepakati dan
barang harus sesuai dengan pesanan yang tertulis di PO. Pengadaan
transportasi dilakukan oleh bagian transportasi, departemen Tracking.
Transportasi ditanggung sepenuhnya oleh PT. SAP.
7. Barang diterima oleh PT. SAP dan pihak PKS/ perkebunan melaporkan inti
sawit yang dibawa ke bagian Loading Rump. Selanjutnya bagian Loading
Rump dan QC (bagian laboratorium PK) memeriksa inti sawit yang diterima
dan disesuaikan dengan perjanjian yang tertulis pada PO.
8. Bagian Loading Rump melaporkan hasil perhitungan inti sawit yang diterima
dari PKS kepada bagian administrasi departemen PKC.
9. Pembayaran dilakukan oleh Kantor Pusat berdasarkan perjanjian diawal
kontrak.
74
6.3.2 Penerimaan Bahan Baku
Penerimaan inti sawit oleh perusahaan harus melewati bagian timbangan
dan bagian Laboratorium PK, agar inti sawit yang masuk diketahui kuantitasnya
dan standar kualitasnya sesuai dengan yang ditetapkan oleh perusahaan. Bagian
timbangan memeriksa kelengkapan dokumen pengiriman bahan baku.
Bagian loading rump bekerjasama dengan bagian laboratorium PK
melakukan pengawasan terhadap standar mutu dari inti sawit yang masuk dan
melakukan koordinasi apakah inti sawit layak atau tidak untuk dibongkar. Bagian
loading rump dan laboratorium PK melakukan pemeriksaan terhadap inti sawit
yang masuk berdasarkan asal PKS/ perkebunan. Bagian loading rump memeriksa
kembali inti sawit yang akan di bongkar muat apakah terdapat air pada dasar truk
yang membawa inti sawit.
Jika pada pemeriksaan standar mutu terhadap kadar air, kadar minyak dan
kadar kotoran serta keadaan fisik inti sawit berada di luar standar yang telah di
sepakati pada PO, maka truk yang membawa inti sawit dari PKS/perkebunan
tidak boleh melakukan bongkar muat (truk tersebut ditahan sementara).
Supervisior laboratorium yang bertanggungjawab pada saat itu akan memberikan
informasi pada kepala laboratorium pusat, dari kepala laboratorium pusat
diteruskan ke departemen Tracking yang dilanjutkan ke kantot pusat (HO). Kantor
Pusat yang akan menghubungi PKS/ perkebunan yang bersangkutan.
Bila terjadi kesepakan harga kembali kantor pusat dan pihak PKS/
perkebunan (apabila harga dapat dikurangi dari kesepakatan sebelumnya karena
barang tidak sesuai) maka inti sawit dapat dibongkar. Tetapi, bila pihak PKS/
perkebunan tidak menyetujui syarat yang diajukan oleh kantor pusat, maka inti
75
sawit akan di kembalikan dan bila dalam tiga kali pengiriman selanjutnya kadar
standar inti sawit masih tidak sesuai maka kontrak akan dibatalkan.
6.4 Sistem Pengadaan Persediaan Inti Sawit
Besarnya jumlah pengadaan persediaan inti sawit di departemen PKC
tidak sama setiap bulannya (Tabel 12). Pengadaan dan pengendalian persediaan
bahan baku inti sawit bagi perusahaan adalah untuk memperlancar proses
produksi, mengantisipasi kelangkaan bahan baku dan mengantisipasi
keterlambatan penerimaan bahan baku. Produksi inti sawit di departemen PKC
berdasarkan target yang telah ditentukan oleh perusahaan. Hasil produksi
departemen PKC adalah untuk memenuhi stok PKO.
PT. SAP membeli bahan baku dalam bentuk kontrak dengan beberapa
PKS, lamanya kontrak di setiap PKS berbeda-beda sehingga berpengaruh
terhadap jumlah bahan baku yang dibeli setiap bulannya (Tabel 13). Selama Juli
2006 – Juni 2007, perusahaan membeli inti sawit sebanyak 251.382.495 kilogram.
Pada Tabel 13 terlihat bahwa jumlah pembelian inti sawit setiap bulan bervariasi.
Rata-rata pembelian inti sawit setiap bulan di PT. SAP sebesar 20.948.541,25
kilogram.
Persediaan bahan baku yang ada akan di produksi bersama dengan jumlah
bahan baku yang masuk ke perusahaan pada saat itu. Tetapi, bila terjadi
keterlambatan penerimaan inti sawit, maka persediaan bahan baku akan
digunakan semua pada proses produksi. Keterlambatan bahan baku disebabkan
terlambatnya pemanenan kelapa sawit oleh pihak PKS/ perkebunan. Pada awal
kontrak pihak PKS menyanggupi pengiriman inti sawit sesuai dengan waktu yang
diinginkan oleh perusahaan. Tetapi, peramalan yang dilakukan oleh pihak PKS
76
tidak tepat sehingga produksi inti sawit di PKS mengalami keterlambatan yang
berdampak pada persediaan inti sawit di departemen PKC.
Tabel 13. Perkembangan Pembelian Inti Sawit Juli 2006 – Juni 2007 Bulan Pembelian (Kg)
Juli 18 564 282Agustus 18 206 067September 20 384 869Oktober 19 024 500November 21 037 230Desember 22 090 121Januari 17 351 648Februari 19 609 975Maret 23 151 591April 20 511 424Mei 24 243 538Juni 27 207 250Total 251 382 495Rata-Rata 20 948 541.25
77
VII. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INTI SAWIT PT. SAP
7.1 Biaya Persediaan
Biaya persediaan merupakan biaya yang timbul akibat perusahaan
mengadakan persediaan bahan baku dalam hal ini inti sawit. Biaya persediaan PT.
SAP secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan.
Biaya pemesanan merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh
perusahaan setiap kali melakukan pemesanan bahan baku. Total biaya pemesanan
adalah hasil dari perkalian antara frekuensi pemesanan dengan biaya pemesanan.
Komponen dari biaya pemesanan per pesanan bahan baku PT. SAP adalah biaya
administrasi, biaya ekspedisi, biaya komunikasi dan tenaga kerja bongkar muat
inti sawit (tenaga kerja harian/buruh). Komponen besarnya biaya pemesanan per
pesanan inti sawit dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Komponen Biaya Pemesanan Per Pesanan Inti Sawit Periode Juli 2006-Juni 2007
No Jenis Biaya Biaya Pemesanan Per Pesanan (Rp/Pesanan) Persentase (%)
1 B. Administrasi 17 650 3.042 B. Ekspedisi 275 000 47.403 B. Komunikasi 32 650 5.634 B. Bongkar Muat 255 000 43.94
Total Biaya Pemesanan 580 300 100Sumber : Bagian PPIC dan Departemen Accounting (diolah)
Biaya administrasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan
dokumen penerimaan barang. Biaya ekspedisi merupakan biaya perjalanan
pegawai laboratorium yang mendapatkan tugas dari kantor pusat (HO) untuk
memeriksa kualitas kadar bahan baku yang akan dibeli oleh perusahaan.
78
Biaya komunikasi timbul akibat dari diadakannya bahan baku, pengiriman
dokumen pemesanan bahan baku dari kantor pusat ke PT SAP dan konfirmasi
jadwal pengiriman bahan baku. Sedangkan, biaya bongkar muat adalah biaya
tenaga kerja borongan pada saat inti akan di bongkar dari truk ke bak
penampungan sementara, sebelum masuk ke silo.
Berdasarkan Tabel 14 biaya pemesanan yang terbesar adalah biaya
ekspedisi/biaya perjalanan pegawai laboratorium yang bertugas untuk memeriksa
bahan baku di pemasok/PKS. Besarnya biaya ekspedisi ini sebesar 47.40 persen
dari total biaya pemesanan. Biaya pemesanan yang besar kedua adalah biaya
bongkar muat. Biaya ini diambil dari upah tenaga kerja harian/ borongan,
besarnya biaya adalah 43.94 persen dari total biaya pemesanan.
Biaya persediaan yang lain adalah biaya penyimpanan. Biaya ini adalah
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya penyimpanan bahan baku.
Biaya penyimpanan merupakan biaya variabel karena besar kecilnya biaya ini
dipengaruhi oleh jumlah bahan baku yang disimpan. Biaya ini diperoleh dari hasil
perkalian antara tingkat persediaan bahan baku rata-rata dengan biaya
penyimpanan bahan baku per unit. Komponen biaya penyimpanan bahan baku per
unit PT. SAP merupakan biaya opportunity cost.
Opportunity cost adalah biaya imbangan yang timbul karena adanya
persediaan inti sawit sebagai investasi yang tidak bergerak. Opportunity cost
dipengaruhi oleh harga rata-rata pembelian inti sawit dan tingkat suku bunga
Bank Indonesia. Opportunity cost diperhitungkan dalam komponen biaya
penyimpanan karena perusahaan belum memasukkan biaya ini ke dalam biaya
persediaan. Tingkat suku bunga rata-rata Bank Indonesia selama bulan Juli 2006
79
sampai bulan Juni 2007 adalah 10.12 persen. Rata-rata harga pembelian inti sawit
Rp 1 925 per kg (Tabel 15).
Tabel 15. Biaya Penyimpanan Inti Sawit Periode Juli 2006-Juni 2007 Jenis Biaya Total Biaya
Penyimpanan Setahun (Rp/Kg)
Biaya Penyimpanan
Sebulan (Rp/Kg)
Biaya Penyimpanan
Seminggu (Rp/Kg)Opportunity Cost 194.81 16.23 4.05
Sumber : Departemen Accounting dan Departemen Tracking(diolah)
7.2 Pemakaian Inti Sawit PT. SAP
Tempat penyimpanan bahan baku inti sawit yang digunakan oleh PT. SAP
disebut bulking silo, yang merupakan bangunan berbentuk kerucut terbalik.
Perusahaan memiliki empat buah bulking silo dan setiap bulking silo dapat
menampung 580 ton inti sawit. Bentuk dari bulking silo mempermudah
perusahaan dalam pemakaian bahan baku. Inti sawit yang lebih dulu di simpan
akan digunakan terlebih dulu dalam proses produksi, ini sesuai dengan metode
FIFO (First In First Out). Pemakaian bahan baku inti sawit berdasarkan target
yang telah ditetapkan oleh perusahaan (1 000 ton per hari).
Pemakaian bahan baku inti sawit di departemen PKC PT. SAP
berfluktuasi, terkadang pemakaian bahan baku sesuai dengan target dan terkadang
penggunaannya dibawah target perusahaan. Tingkat pemakaian inti sawit yang
berfluktuasi dapat juga akibat dari pengaruh hari kerja efektif dan jam kerja
mesin. Rata-rata inti sawit yang dipakai pada periode Juli 2006-Juni 2007 sebesar
20 534 619.25 kg, dengan rata-rata pemakaian perharinya sebesar 742 123 kg.
Untuk lebih jelas mengenai perkembangan volume pemakaian inti sawit dapat
dilihat pada Tabel 16.
80
Tabel 16. Perkembangan Volume Pemakaian Inti Sawit Departemen PKC PT. SAP Periode Juli 2006-Juni 2007
Bulan Hari Kerja Pemakaian (kg) Rata-Rata
Pemakaian Per Hari (kg)
Juli 28 18 839 767 672 848.82Agustus 27 17 325 105 641 670.56September 28 19 069 151 681 041.11Oktober 27 17 527 382 649 162.30November 30 22 752 271 758 409.03Desember 29 20 749 870 715 512.76Januari 23 18 277 653 794 680.60Februari 25 18 565 636 742 625.44Maret 30 23 238 466 774 615.53April 30 21 438 752 714 625.10Mei 31 23 892 022 770 710.40Juni 25 24 739 356 989 574.24Total 333 246.415 431 8 905 475.81Rata-Rata 27.75 20 534 619.25 742 123
Sumber : Departemen PKC dan Bagian PPIC (diolah)
Besar kecilnya jumlah pembelian dan pemakaian bahan baku yang
berfluktuasi menyebabkan timbulnya persediaan. Pada Tabel 17, perkembangan
persediaan inti sawit, persediaan awal bulan Juli 2006 merupakan persediaan
akhir bulan Juni 2006. Begitu pula dengan bulan-bulan sebelumnya, dimana
persediaan akhir bulan sebelumnya merupakan persediaan awal bulan selanjutnya.
Untuk persediaan akhir adalah persediaan awal bulan tersebut ditambah dengan
pembelian dan dikurangi dengan pemakaian pada bulan tersebut. Perusahaan
menggunakan kriteria tertentu untuk menetapkan pemakaian dan pembelian sesuai
dengan target stok yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Persediaan inti sawit pada awal bulan Juli sebesar 1 349 996 kg yang
merupakan persediaan akhir pada bulan sebelumnya. Persediaan akhir bahan baku
di PT. SAP berfluktuasi, hal ini disebabkan dari pembelian dan pemakaian inti
sawit yang juga berfluktuasi. Persediaan rata-rata inti sawit di PT. SAP selama
81
periode Juli 2006-Juni 2007 sebesar 3 508 413.33 kg dengan rata-rata persediaan
akhir untuk setiap bulannya sebesar 3 715 374.33 kg.
Tabel 17. Perkembangan Persediaan Inti Sawit (kg) Periode Juli 2006-Juni 2007
Bulan Pembelian (kg)
Persediaan Awal (kg)
Pemakaian (kg)
Persediaan Akhir (kg)
Persediaan Rata-Rata
(kg)
Juli 18 564 282.00 1 349 996.00 18 839 767.00 1 074 511.00 1 212 253.50 Agustus 18 206 067.00 1 074 511.00 17 325 105.00 1 955 473.00 1 514 992.00 September 20 384 869.00 1 955 473.00 19 069 151.00 3 271 191.00 2 613 332.00 Oktober 19 024 500.00 3 271 191.00 17 527 382.00 4 768 309.00 4 019 750.00 November 21 037 230.00 4 768 309.00 22 752 271.00 3 053 268.00 3 910 788.50 Desember 22 090 121.00 3 053 268.00 20 749 870.00 4 393 519.00 3 723 393.50 Januari 17 351 648.00 4 393 519.00 18 277 653.00 3 467 514.00 3 930 516.50 Februari 19 609 975.00 3 467 514.00 18 565 636.00 4 511 853.00 3 989 683.50 Maret 23 151 591.00 4 511 853.00 23 238 466.00 4 424 978.00 4 468 415.50 April 20 511 424.00 4 424 978.00 21 438 752.00 3 497 650.00 3 961 314.00 Mei 24 243 538.00 3 497 650.00 23 892 022.00 3 849 166.00 3 673 408.00 Juni 27 207 250.00 3 849 166.00 24 739 356.00 6 317 060.00 5 083 113.00 Total 251 382 495.00 39 617 428.00 246 415 431.00 44 584 492.00 42 100 960.00 Rata-Rata 20 948 541.25 3 301 452.33 20 534 619.25 3 715 374.33 3 508 413.33 Sumber : Bagian PPIC
Pemakaian inti sawit terkecil terjadi pada bulan Agustus 2006 dengan
jumlah 17 325 105 kg dan rata-rata persediaan pada bulan itu adalah 1 514 992 kg.
Pemakaian terbesar inti sawit terjadi pada bulan Juni 2007 sebesar 24 739 356 kg,
kapasitas pembelian lebih besar dari bulan-bulan sebelumnya yaitu 27 207 250 kg,
yang menyebabkan kapasitas persediaan akhir inti sawit menjadi dua kali dari
persediaan pengaman. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan bahan
baku pada bulan selanjutnya.
7.3 Waktu Tunggu (Lead Time) dan Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Waktu tunggu (lead time) pengadaan bahan baku adalah waktu yang
diperlukan saat bahan baku tersebut dipesan sampai bahan baku sampai di pabrik.
Perhitungan waktu tunggu dilakukan untuk mengantisipasi ketidak pastian
82
kedatangan bahan baku, sehingga perusahaan terhindar dari keterlambatan dalam
penerimaan yang mengakibatkan kekurangan bahan baku.
Berdasarkan wawancara dengan departemen PPIC dan bagian logistik,
diperoleh keterangan mengenai waktu tunggu rata-rata pengadaan inti sawit.
Waktu tunggu pengadaan inti sawit terdiri dari PPIC memesan bahan baku ke
bagian logistik, sampai persetujuan PO dari kantor pusat (HO) ke bagian logistik
+ 2 hari, ekspedisi dari bagian laboratorium + 2 hari (tergantung lokasi dari PKS/
perkebunan, dan waktu tunggu pengiriman inti sawit dari PKS/ perkebunan
maksimal + 3 hari (bila terjadi keterlambatan penerimaan inti sawit disebabkan
tidak sama waktu pemanenan dengan peramalan yang dilakukan oleh pihak PKS).
Persediaan pengaman (safety stock) merupakan persediaan yang dilakukan
oleh perusahaan untuk mengatasi ketidakpastian produksi maupun
ketidaktersediaan bahan baku. PT. SAP memiliki persediaan pengaman yang
disebut stok minimum sebesar 2000-3000 ton. Perusahaan selama ini berproduksi
berdasarkan target, dengan tujuan untuk memenuhi stok.
7.4 Sistem Pengendalian Persediaan Inti Sawit PT. Sinar Alam Permai
PT. SAP berproduksi berdasarkan target untuk memenuhi stok PKO
(minyak inti sawit). Agar produksi berjalan lancar, perusahaan harus melakukan
pengendalian persediaan bahan baku. Selain untuk menjaga ketersediaan bahan
baku, pengendalian persediaan juga untuk meminimumkan biaya total pesediaan.
Dalam sub bab ini akan dibahas bentuk pengendalian persediaan bahan
baku metode yang diterapkan oleh perusahaan dengan metode MRP. Metode
MRP yang digunakan memuat beberapa alternatif penentuan lot ekonomis yang
83
sesuai dengan perusahaan. Teknik yag digunakan adalah lot for lot, EOQ, PPB
dan POQ.
7.4.1 Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Sinar Alam Permai.
Pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan dimulai dengan
perencanaan produksi dan menghitung kebutuhan bahan baku dilakukan oleh
departemen PPIC dan departemen produksi. Sebelum perencanaan produksi,
departemem produksi menghitung persediaan bahan baku yang ada. Departemen
PPIC memesan bahan baku ke bagian logistik, setelah ada kepastian jumlah bahan
baku yang dapat dibeli, departemen PPIC membuat perencanaan produksi.
Pengawasan persediaan bahan baku dilakukan setiap satu minggu sekali
yang dilakukan oleh departemen PPIC dan departemen produksi. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan baku yang masuk dan menentukan
jumlah jam kerja mesin yang dipakai dalam proses produksi serta untuk
mengetahui apakah ada keterlambatan pengiriman bahan baku. Selama ini PT.
SAP melakukan pembelian bahan baku (melalui kantor pusat, HO). Jumlah bahan
baku yang dibeli tidak dibatasi, sesuai dengan kemampuan PKS dan kesesuaian
harga.
Pembelian bahan baku inti sawit PT. SAP dilakukan dengan menggunakan
sistem kontrak, jadi frekuensi pemesanan bahan baku dihitung berdasarkan jumlah
kontrak yang dilakukan oleh perusahaan. Frekuensi pemesanan inti sawit (Tabel
18) bervariasi setiap bulannya. Total pemesanan inti sawit selama periode Juli
2006-Juni 2007 sebanyak 63 kali. Perbedaan jumlah frekuensi pemesanan bahan
baku disebabkan perbedaan kuantitas pesanan pada setiap pemesanan.
84
Tabel 18. Frekuensi Pemesanan Inti Sawit PT. SAP Bulan Juli 2006 - Juni 2007
Bulan Frekuensi Pembelian (Kg) Juli 4 18 564 282Agustus 3 18 206 067September 5 20 384 869Oktober 4 19 024 500November 5 21 037 230Desember 6 22 090 121Januari 3 17 351 648Februari 4 19 609 975Maret 7 23 151 591April 6 20 511 424Mei 8 24 243 538Juni 8 27 207 250Total 63 251 382 495
Sumber : Bagian Logistik dan Departemen PKC
Berdasarkan metode pengendalian persediaan inti sawit yang diterapkan
perusahaan, biaya persediaan yang dikeluarkan selama bulan Juli 2006 sampai
bulan Juni 2007 mencapai Rp 223 052 921.3. Biaya persediaan tersebut terdiri
atas biaya pemesanan sebesar Rp 36 558 900 (63 x Rp 580 300) yang ditambah
dengan biaya penyimpanan sebesar Rp 186 494 021.3 ((44 584 492 kg + 1 349
996 kg) x Rp 4.06). Sedangkan, total biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 480
643 330 440 (251 382 495 x Rp 1 912). Perhitungan biaya persediaan dengan
metode perusahaan secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 4.
7.4.2 Metode Material Requirement Planning (MRP)
Permintaan persediaan terhadap inti sawit tidak sama untuk setiap
periodenya, oleh karena itu perusahaan dapat menerapkan metode pengendalian
persediaan bahan baku yang disebut dengan Material Requirement Planning
(MRP), sebagai alternatif sistem pengendalian persediaan.
85
7.4.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot (LFL)
Sistem pengendalian persediaan inti sawit dengan Metode MRP Teknik
Lot for Lot melakukan pemesanan tepat sebesar kebutuhan bersih dan sesuai
dengan tenggang waktu masing-masing persediaan. Kebutuhan persediaan inti
sawit diharapkan dapat tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat sehingga
persediaan di gudang dapat dihilangkan. Teknik ini dapat mengurangi biaya
penyimpanan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Departemen PKC PT. SAP memiliki persediaan awal pada bulan Juli 2006
sebesar 1 349 996 kg, yang merupakan persediaan akhir dari bulan Juni 2006.
Pemesanan inti sawit dimulai akhir minggu kedua bulan Juli, jumlah pemesanan
disesuaikan dengan kebutuhan bersih untuk minggu selanjutnya. Penerimaan
bahan baku diterima pada awal minggu kedua bulan Juli 2006.
Selama periode Juli 2006 sampai Juni 2007, frekuensi pemesanan inti
sawit dengan menggunakan teknik ini lebih besar (46 kali), hal ini disebabkan
pada teknik ini pemesanan sebesar kebutuhan bersih, sehingga pesanan dilakukan
setiap minggu agar tidak ada persediaan di tangan. Untuk frekuensi dan kuantitas
pemesanan inti sawit dengan metode MRP teknik LFL dapat dilihat pada Tabel
19.
Kuantitas pemesanan inti sawit bervariasi setiap bulannya. Kuantitas
pesanan tertinggi terjadi pada bulan November 2006 yaitu sebesar 27 092 421
kilogram dan kuantitas pemesanan terendah terjadi pada bulan Juli 2006 yaitu
sebesar 12 721 759 kilogram. Pemesanan inti sawit dengan Teknik Lot For Lot
setiap bulannya rata-rata 3 sampai 4 kali (dapat dilihat pada Tabel 19).
86
Tabel 19. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Lot For Lot Bulan Juli 2006-Juni 2007
Bulan Frekuensi Kuantitas Pemesanan (Kg) Juli 3 12 721 759Agustus 4 17 459 118September 4 18 176 396Oktober 4 16 746 209November 4 27 092 421Desember 4 20 257 815Januari 4 18 668 646Februari 4 19 639 774Maret 4 21 907 225April 4 22 313 376Mei 4 24 301 497Juni 3 18 976 881Total 46 238 261 117
Tinggi rendahnya frekuensi pemesanan inti sawit berpengaruh pada biaya
pemesanan inti sawit. Biaya pemesanan dengan teknik ini sebesar Rp 26 693 800.
sedangkan biaya penyimpanan sebesar Rp 27 851 051.9 (Lampiran 6). Jadi, biaya
persediaan pada teknik ini adalah Rp 54 544 851.9. Untuk biaya pembelian teknik
ini sebesar Rp 455 555 255 704 (Rp 1 912 x 238 261 117 kg).
7.4.2.2 Metode MRP Teknik Economic Quantity Order (EOQ)
Metode MRP teknik EOQ adalah teknik pengendalian persediaan bahan
baku dengan melakukan pemesanan bahan baku sebesar kelipatan dari nilai EOQ
terdekat dan lebih besar dari kebutuhan bersih. Nilai EOQ merupakan lot
(kuantitas) ekonomis dalam melakukan pemesanan.Berdasarkan perhitungan
dengan rumus EOQ maka diperoleh nilai kuantitas ekonomis sebesar 1 211 660
kilogram.
Berdasarkan teknik ini rencana pelaksanaan pesanan dilakukan pada akhir
minggu kedua pada bulan Juli 2006, persediaan awal yang merupakan persediaan
87
akhir pada bulan sebelumnya ditambah dengan rencana pemesanan pada akhir
minggu keempat pada bulan Juni, telah digunakan terlebih dulu pada minggu
pertama dan kedua. Untuk frekuensi pemesanan dan kuantitas pemesanan dengan
teknik EOQ daat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Economic Quantity Order (EOQ) Bulan Juli 2006-Juni 2007
Bulan Frekuensi Kuantitas Pemesanan Juli 3 13 328 260Agustus 4 16 963 240September 3 23 021 540Oktober 2 12 116 600November 4 27 868 180Desember 4 24 233 200Januari 3 18 174 900Februari 4 15 751 580Maret 4 21 809 880April 4 23 021 540Mei 4 24 233 200Juni 3 18 174 900Total 42 238 697 020
Frekuensi rencana pelaksanaan pemesanan inti sawit berdasarkan
perhitungan menggunakan teknik EOQ sebanyak 42 kali, relatif lebih rendah
dibandingkan dengan metode yang digunakan oleh perusahaan dan teknik LFL.
Selama periode Juli 2006-Juni 2007 jumlah kuantitas inti sawit yang di pesan
sebanyak 238 697 020 kilogram. Berdasarkan frekuensi pemesanan bahan baku
dan jumlah persediaan dalam teknik ini diperoleh biaya pemesanan sebesar Rp 24
372 600 dan biaya penyimpanan sebesar Rp 195 477 627.9 (Lampiran 7). Total
biaya pembelian inti sawit dengan teknik EOQ sebesar Rp 456 388 702 240.
88
7.4.2.3 Metode MRP Teknik Periode Order Quantity (POQ)
Dalam penggunaan teknik POQ, ukuran kuantitas ditetapkan sama dengan
kebutuhan aktual dalam jumlah periode tertentu yang diperoleh dari pembagian
antara nilai EOQ dengan pemakaian rata-rata bahan baku. Hal ini dilakuakan
untuk mengantisipasi terjadinya persediaan di tangan di akhir periode yang
dihasilkan jika menggunakan metode EOQ. Berdasarkan hasil perhitungan maka
diperoleh periode penggabungan sebesar 1,71 diadakan pembulatan menjadi 2
periode/ minggu (Lampiran 5). Pada Tabel 21 dapat dilihat frekuensi dan
kuantitas pemesanan yang diperoleh dari perhitungan dengan teknik POQ.
Tabel 21. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Period Order Quantity (POQ) Bulan Juli 2006-Juni 2007
Bulan Frekuensi Kuantitas Pemesanan Juli 1 16 952 935Agustus 2 18 104 230September 2 17 141 725Oktober 2 19 325 343November 2 25 978 457Desember 2 19 518 691Januari 2 18 044 369Februari 2 21 506 004Maret 2 21 861 067April 2 22 812 923Mei 2 24 233 199Juni 2 12 782 174Total 23 238 261 117
Berdasarkan Tabel 21 diperoleh frekuensi pemesanan sebanyak 2 kali dan
total kuantitas pemesanan selama satu tahun adalah 238 261 117 kilogram dengan
biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 455 555 255 704. Biaya pemesanan pada
89
teknik ini sebesar Rp 13 346 900, sedangkan biaya penyimpanannya sebesar Rp
524 928 211.8
7.4.2.4 Metode MRP Teknik Part Period Balancing (PPB)
Metode pengendalian persediaan bahan baku dengan teknik ini, melakukan
pemesanan sebesar kebutuhan pada suatu periode yang dapat digabungkan.
Penggabungan periode (Lampiran 9) tersebut dilakukan dengan menggabungkan
periode berurutan yang memiliki nilai kumulatif bagian periode yang mendekati
nilai Economic Part Period (EPP). Nilai EPP (Lampiran 5) yang diperoleh dari
perhitungan adalah 142 931 kilogram (Pada Tabel 22).
Tabel 22. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan dengan Metode MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) Bulan Juli 2006-Juni 2007
Bulan Frekuensi Kuantitas Pemesanan Juli 3 16 952 935Agustus 2 18 104 230September 3 17 141 725Oktober 2 12 904 592November 4 32 399 208Desember 2 14 951 028Januari 3 22 612 032Februari 3 15 696 388Maret 4 21 907 225April 4 22 313 376Mei 4 24 301 497Juni 3 18 976 881Total 37 238 261 117
Frekuensi pemesanan (Tabel 22) yang diperoleh dengan teknik ini
sebanyak 37 kali. Bila dibandingkan dengan metode perusahaan,teknik LFL dan
teknik EOQ, teknik ini relatif lebih rendah. Hal ini berpengaruh terhadap biaya
pemesanannya yaitu sebesar Rp 21 471 100. Biaya penyimpanan sebesar Rp 187
90
234 699.3, dengan total kuantitas penyimpanan pada periode Juli 2006-Juni 2007
adalah 46 116 921 kilogram (Lampiran 10). Sedangkan biaya pembelian bahan
baku yang diperoleh sama dengan teknik LFL dan teknik POQ.
7.4.3 Analisis Perbandingan Metode Perusahaan Dengan Metode MRP
Perbandingan hasil pengendalian persediaan inti sawit PT. SAP selama
bulan Juli 2006-Juni 2007 yaitu dengan membandingkan antara metode analisis
yang digunakan oleh perusahaan dan metode MRP yang digunakan dalam
penelitian ini. Perbandingan antara metode yang digunakan meliputi :
perbandingan frekuensi pemesanan, biaya pembelian, kuantitas pesanan, biaya
pemesanan, biaya pernyimpanan dan biaya persediaan.
Tabel 23. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pesanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Juli 2006-Juni 2007
Metode Pengendalian Persediaan Frekuensi Kuantitas
Pesanan (kg) Biaya Pembelian
(Rp) Metode Perusahaan 63 251 382 495 480 643 330 440Teknik Lot For Lot 46 238 261 117 455 555 255 704Teknik EOQ 42 238 697 020 456 388 702 240Teknik POQ 23 238 261 117 455 555 255 704Teknik PPB 37 238 261 117 455 555 255 704
Sumber : Data Primer diolah, 2008
Frekuensi pemesanan dengan metode lot for lot lebih tinggi (Tabel 23)
dibandingkan dengan teknik yang lain. Pada teknik LFL pemesanan bahan baku
dilakukan hampir setiap minggu karena teknik pemesanan dilakukan sebesar
kebutuhan bersih, total pemesanan bahan baku sebesar 46 kali. Sedangkan,
metode yang dilakukan oleh perusahaan, pemesanan bahan baku dapat dilakukan
5 kali dalam sebulan.
Berdasarkan Tabel 23, kuantitas pemesanan dengan metode perusahaan
dan teknik dari metode MRP cukup besar, hal ini berpengaruh pada biaya
91
pembeliannya yaitu sebesar Rp 480 643 330 440. Kuantitas pesanan inti sawit
menggunakan metode MRP dengan teknik LFL, POQ dan PPB, masing-masing
memilki jumlah kuantitas yang sama. Untuk teknik EOQ jumlah kuantitas
pesanannya lebih besar dari ketiga teknik yang lain.
Besar kecilnya biaya pesanan tergantung pada frekuensi pemesanan dan
biaya pemesanan per pesanan. Semakin sering pemesanan dilakukan maka biaya
pemesanan akan semakin besar. Untuk mengurangi biaya pemesanan, perusahaan
dapat melakukan pemesanan bahan baku seoptimal mungkin, sehingga frekuensi
pemesanan dapat berkurang.
Tabel 24. Frekuensi Pemesanan dan Biaya Pemesanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007
Metode Pengendalian Persediaan Frekuensi Biaya Pemesanan
(Rp) Metode Perusahaan 63 36 558 900Teknik Lot For Lot 46 26 693 800Teknik EOQ 42 24 372 600Teknik POQ 23 13 346 900Teknik PPB 37 21 471 100
Sumber : Data Primer diolah, 2008
Biaya pemesanan inti sawit terbesar terjadi pada teknik LFL (Rp 26 693
800) dan biaya pemesanan terkecil terjadi pada teknik POQ yaitu sebesar Rp 13
346 900. Kecilnya biaya pemesanan pada teknik ini karena frekuensi pemesanan
inti sawit selama periode bulan Juli 2006-Juni 2007 sebanyak 23 kali dan dalam
pemesanan inti sawit, jumlah pemesanan merupakan penggabungan 2
periode/minggu.
Untuk mengurangi biaya pemesanan dan frekuensi pemesanan, sebagian
perusahaan mengadakan persediaan bahan baku. Adanya persediaan bahan baku
menimbulkan biaya penyimpanan. Tinggi rendahnya biaya penyimpanan
92
tergantung pada persediaan rata-rata yang di simpan setiap minggu atau
persediaan bahan baku di tangan dan besarnya biaya penyimpanan per kilogram.
Biaya penyimpanan dengan menggunakan metode perusahaan dan keempat teknik
metode MRP dapat dilihat pada Tabel 25.
Persediaan inti sawit tertinggi terjadi pada teknik POQ (129 292 663 kg)
karena pada teknik ini frekuensi pemesanan lebih kecil dari teknik MRP yang lain
dan metode perusahaan. Hal ini berdampak pada biaya penyimpanannya (Rp 524
928 211.8). Teknik yang paling kecil jumlah persediaan di tangan adalah teknik
LFL (6 859 865 kg) dengan biaya persediaan sebesar Rp 27 851 051.9.
Tabel 25. Jumlah Persediaan dan Biaya Penyimpanan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007
Metode Pengendalian Persediaan
Jumlah Persediaan (kg)
Biaya Penyimpanan (Rp)
Metode Perusahaan 45 934 488 186 494 021.3Teknik Lot For Lot 6 859 865 27 851 051.9Teknik EOQ 48 147 199 195 477 627.9Teknik POQ 129 292 663 524 928 211.8Teknik PPB 46 116 921 187 234 699.3
Sumber : Data Primer diolah, 2008
Berdasarkan dari beberapa penjelasan diatas selanjutnya akan
dibandingkan besarnya biaya persediaan antara metode perusahaan dengan
keempat teknik metode MRP. Biaya persediaan diperoleh dari penjumlahan biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan. Perbandingan biaya persediaan dapat dilihat
pada Tabel 26.
93
Tabel 26. Biaya Persediaan PT. SAP dan Keempat Teknik Metode MRP Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007
Metode Pengendalian
Persediaan
Biaya Pemesanan
(Rp)
Biaya Penyimpanan
(Rp)
Biaya Persediaan (Rp)
Biaya Pembelian (Rp)
Metode Perusahaan 36 558 900 186 494 021.3 223 052 921.3 480 643 330 440Teknik Lot For Lot 26 693 800 27 851 051.9 54 544 851.9 455 555 255 704Teknik EOQ 24 372 600 195 477 627.9 219 850 227.9 456 388 702 240Teknik POQ 13 346 900 524 928 211.8 538 275 111.8 455 555 255 704Teknik PPB 21 471 100 187 234 699.3 208 705 799.3 455 555 255 704
Sumber : Data Primer diolah, 2008
Pada Tabel 26 biaya persediaan terkecil terjadi pada teknik LFL yaitu Rp
54 544 851.9, meskipun biaya pemesanannnya lebih tinggi dari ketiga teknik
metode MRP tetapi pada teknik ini biaya penyimpanannya paling kecil. Teknik ini
berusaha untuk meminimalkan atau menghilangkan persediaan yang di simpan.
Begitu pula sebaliknya yang terjadi pada teknik POQ, dimana biaya
persediaannya paling besar diantara metode perusahaan dan teknik yang lain.
Untuk biaya pembelian inti sawit, teknik LFL, POQ dan PPB memilki biaya
pembelian yang sama dan lebih kecil dari metode perusahaan dan EOQ.
7.4.4 Analisis Penghematan Terhadap Metode MRP dan Metode Perusahaan
Analisis penghematan dilakukan dengan cara menghitung selisih antara
nilai-nilai pada metode alternatif dengan nilai-nilai pada metode perusahaan, lalu
hasilnya dibandingkan dengan nilai-nilai pada perusahaan. Hal ini dilakukan
untuk melihat apakah ada penghematan dan kalau ada seberapa besar
penghematan tersebut. Analisis penghematan terdiri dari penghematan frekuensi
pemesanan, kuantitas pesanan, biaya penyimpanan, biaya pembelian, biaya
pemesanan dan biaya persediaan. Berdasarkan analisis penghematan tersebut
(Tabel 27), ditentukan metode yang meminimumkan biaya persediaan sebagai
metode alternatif yang dapat digunakan oleh perusahaan.
94
Tabel 27. Penghematan Teknik Metode MRP Terhadap Metode Perusahaan Bulan Juli 2006-Juni 2007
Metode MRP Frekuensi Pemesanan
Biaya Pembelian
Biaya Pemesanan
Biaya Penyimpanan
Biaya Persediaan
Teknik LFL 26.98 5.22 26.98 85.07 75.55Teknik EOQ 33.33 5,05 33.33 -4.82 1.44Teknik POQ 63.49 5.22 63.49 -181.47 -141.32Teknik PPB 41.27 5.22 41.27 -0.40 6.43
Penghematan frekuensi pemesanan yang paling besar diantara keempat
teknik pada metode MRP adalah teknik POQ. Besarnya penghematan pada teknik
tersebut adalah 63.49 persen. Penghematan terbesar untuk biaya pembelian inti
sawit terjadi pada teknik LFL,POQ, dan PPB yaitu 5.22 persen. Pada Tabel 26
dapat dilihat bahwa penghematan biaya pemesanan terbesar terjadi pada teknik
POQ, sedangkan untuk biaya penyimpanan dan biaya persediaan penghematan
terbesar terjadi pada teknik LFL masing-masing sebesar 85,07 persen dan 75,55
persen.
7.4.5 Alternatif Model Pengendalian Persediaan Inti Sawit
Setelah melakukan analisis perbandingan biaya persediaan pada metode
perusahaan dan teknik metode MRP. Untuk selanjutnya, menentukan alternatif
metode yang akan digunakan oleh perusahaan dengan melihat sisi manajemen
produksi perusahaan. PT. SAP melakukan produksi secara kontinu, dengan
jumlah hari kerja sebanyak 345 hari dalam setahun dan memproduksi produknya
selama 24 jam. Perusahaan berproduksi berdasarkan target yaitu mengolah inti
sawit sebanyak 1 000 ton per hari dan menghasilkan PKO (minyak inti sawit)
sebanyak 430 ton per hari.
Inti sawit merupakan bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk
menghasilkan PKO (minyak inti sawit). Jumlah PKO yang dihasilkan dipengaruhi
oleh jumlah inti sawit, usia dari kelapa sawit dan kwalitas dari inti sawit itu
95
sendiri. Untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku, perusahaan membeli
bahan baku dari beberapa PKS baik itu yang berada di sekitar daerah perusahaan
maupun di luar daerah.
Pengadaan inti sawit di perusahaan dilakukan oleh kantor pusat (HO) yang
berada di Medan. Pemesanan dari perusahaan ke kantor pusat dilakukan oleh
bagian logistik. Inti sawit dibeli dari PKS (pabrik kelapa sawit) sebagai pemasok,
pemasok inti sawit dibagi dua yaitu PKS yang masih satu grup dengan PT. SAP
dan PKS yang bukan dari satu grup.
Pembelian inti sawit dari pemasok dilakukan dengan kontrak, mengenai
kuantitas, standar kadar inti dan harga ditentukan pada perjanjian awal kontrak.
Agar kadar inti sawit yang masuk ke perusahaan sesuai dengan perjanjian kontrak
pada saat pemesanan, maka setiap bahan baku yang masuk dilakukan pengujian
laboratorium. Kontrak dengan pihak PKS merupakan salah satu antisipasi
perusahaan agar ketersediaan bahan baku inti sawit tetap kontinu.
Hasil analisis perbandingan biaya persediaan dan penghematan metode
MRP terhadap kebijakan perusahaan periode bulan Juli 2006 sampai dengan Juni
2007, menunjukkan bahwa kebijakan pengendalian persediaan inti sawit
perusahaan belum optimal artinya biaya persediaan masih dapat ditekan lebih
rendah lagi. Biaya persediaan inti sawit yang ditanggung oleh perusahaan pada
periode tersebut mencapai Rp 223 052 921.3 dengan biaya pembelian inti sawit
sebesar Rp 480 643 330 440.
Metode MRP dengan teknik LFL, EOQ dan PPB memungkinkan
perusahaan untuk melakukan penghematan terhadap biaya persediaan. Sedangkan,
teknik POQ tidak dapat digunakan dalam metode alternatif pengendalian
96
persediaan, hal ini disebabkan teknik POQ memiliki biaya penyimpanan yang
sangat tinggi akibat dari persediaan yang lebih banyak.
Metode MRP dengan teknik LFL dapat menghemat biaya persediaan
sebanyak 75.55 persen, tetapi teknik ini memilki kelemahan yaitu hanya dapat
digunakan untuk pemesanan lot yang kecil dan jumlah pemesanan sebesar
kebutuhan bersih. Teknik ini kurang tepat digunakan pada perusahaan karena
seluruh inti sawit sebagai bahan baku perusahaan diperoleh dari luar perusahaan,
resiko kekurangan bahan baku sangat besar.
Teknik EOQ memungkinkan perusahaan untuk menghemat biaya
persediaan meskipun biaya persediaan yang di hemat hanya sebesar 1.44 persen.
Namun, teknik ini sulit untuk diterapkan pada perusahaan, ada beberapa asumsi
dari teknik ini yang tidak dapat dipenuhi.
MRP teknik PPB merupakan teknik pengukuran lot yamh ,e,perhitungkan
kebutuhan untuk periode-periode berikutnya. Teknik PPB dapat digunakan karena
dapat menghemat biaya pemesanan 41.27 persen. Teknik ini memesan bahan baku
dalam jumlah yang besar, hal ini di dukung dari kapasitas silo yang dapat
menampung inti sawit dalam jumlah yang banyak dan karakteristik inti sawit yang
dapat disimpan agak lama.
97
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
1. PT. SAP merupakan salah satu produsen yang mengolah inti sawit menjadi
minyak inti sawit (PKO). Untuk perencanaan dan pengadaan inti sawit
dilakukan oleh bagian PPIC, bagian logistik dan departemen PKC. Sedangkan,
yang membeli inti sawit langsung dari PKS adalah kantor pusat (HO) dari PT.
SAP dalam satu grup yang berlokasi di Medan. Selama ini perusahaan
memproduksi PKO unruk memenuhi stok. Perusahaan mengolah inti sawit
berdasarkan target yaitu 28 750 ton per bulan untuk menghasilkan PKO
sebanyak 12 362.5 ton.
Perusahaan membeli inti sawit melalui kontrak dengan PKS, dengan jumlah
inti sawit sesuai dengan kemampuan PKS. Selama periode Juli 2006-Juni
2007 perusahaan memesan sebanyak 63 kali dengan jumlah kuantitas inti
sawit sebanyak 251 382 495 kg. Biaya persediaan yang diperoleh sebesar Rp
223 052 921.3. Sedangkan, biaya pembelian yang dikeluarkan oleh
perusahaan sebesar Rp 480 643 330 440. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
inefisiensi pada pengendalian persediaan inti sawit. Inefisiensi ini terjadi
karena penggunaan inti sawit yang berfluktuasi setiap karena perusahaan tidak
memiliki perkebunan sendiri, sehingga kebutuhan bahan baku sangat
tergantung dari luar perusahaan.
2. Pengadaan bahan baku inti sawit di PT. SAP dengan menggunakan keempat
teknik metode MRP yaitu teknik LFL, EOQ, POQ dan PPB diperoleh
frekuensi pemesanan tertinggi adalah LFL (46 kali) dan terendah adalah teknik
98
POQ (23 kali). Untuk biaya persediaan yang terbesar adalah teknik POQ dan
terendah adalah teknik LFL. Sedangkan, teknik PPB dan teknik EOQ
diperoleh frekuensi pemesanan 42 dan 37, biaya persediaan sebesar Rp 219
850 227.9 dan Rp 208 705 799.3.
Teknik yang dapat direkomendasikan ke perusahaan adalah teknik PPB,
karena dari perbandingan biaya persediaan teknik ini dapat menghemat biaya
persediaan sebesar 6.43 persen dari metode perusahaan dan dari segi biaya
pembelian teknik ini dapat menghemat sebesar 5.22 persen. Meskipun, biaya
penyimpananya lebih tinggi 0.40 persen dari metode perusahaan. Teknik ini
pun sesuai dengan kondisi perusahaan karena pada teknik ini masih terdapat
persediaan pada periode/minggu yang digabung dan pada teknik ini kuntitas
pemesanan dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat di dukung dari kapasitas
silo yang besar, kapasitas mesin, jumlah tenaga kerja yang cukup serta
karakteristik dari inti sawit yang dapat di simpan dalam waktu yang agak
lama.
8.2 Saran
Berdasarkan hasil penjelasan mengenai hasil analisis yang telah dilakukan,
maka ada beberapa hal yang disarankan, yaitu :
1. Metode MRP teknik PPB dapat direkomendasikan sebagai metode alternatif
dalam sistem pengendalian persediaan inti sawit pada perusahaan dengan
harapan dapat menghemat biaya persediaan sehingga biaya yang dihemat
dapat direlokasikan untuk biaya yang lain.
99
2. Perusahaan perlu memperhatikan keakuratan tenggang waktu (lead time) dari
bahan baku untuk antisipasi terjadinya keterlambatan datangnya bahan baku.
3. Perusahaan perlu menjaga hubungan baik dengan pihak PKS yang dapat
diandalkan agar kelancaran produksi dapat tercapai.
100
DAFTAR PUSTAKA
Assauri,S .1999.Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Revisi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Ahyari, A. 1999. Manajemen Produksi dan Pengendalian Persediaan. BPFE. Yogyakarta
Buffa, Elwood. S dan Rakesh. K. Sarin. 1996. Manajemen Operasi dan Produksi Modern. Edisi Kedelapan. Binarupa Aksara. Jakarta.
Dessy. N. 2002. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Crumb Rubber PT. Virco (Vrginia Indonesia Rubber Company) Padangsidempuan, Sumatera Utara. Skripsi Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor.
Handoko, T. H. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yogyakarta.
Heizer, J and Render. 2005. Operation Management (Manajemen Operasi). Edisi ke-7. Salemba Empat. Jakarta
Ismail, A. 2000. Analisis Perencanaan Pengendalian Persediaan Optimal pada PT Sinar Sosro Sukabumi. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kotler. P. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid Satu.Edisi Mileniun. Prenhallindo, Jakarta.
Manullang, M. 1994. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Liberty. Yogyakarta.
Mulyadi. 2000. Akuntansi Biaya Edisi Kelima. Aditya Media. Yogyakarta.
Guritno, P. 2000. Tinjauan Ekonomi Industri Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan
Reza, S. 2004. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu Pada PT. Jaya Cemerlang Industri di Kecamatan Panongan, Tangerang, Banten. Skripsi Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor.
Risma. 2005. Analisis Kinerja Ekspor CPO dan PKO Indonesia di Pakistan. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Royanti, I. 2006. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Rajungan di PT Muara Bahari Internasional, Cirebon. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
101
Sahat, S. 2005. Analisis Peramalan Produksi CPO dan PKO di PT PANAMTAMA, Asahan, Sumatera Utara. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sary, I. 2004. Peramalan Produksi dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kelapa Pada PT. Riau Sakti United Plantations. Skripsi Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor.
Situs Departemen Perindustrian. 2001. Lokasi Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit. Buletin Perdagangan Berjangka. Edisi Agustus 2001. http;//www.deperindag.go.id/bappepti.
Situs Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. http;//www.deperindag.go.id.
Situs Wikipedia Indonesia. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis). http;//www.wikipedia.org/wiki/kelapa sawit. (Maret 2008)
Tampubolon, M. P. 2004. Manajemen Operasional (Operations Management). Ghalia Indonesia. Jakarta.
Lampiran 1
STRUKTUR ORGANISASI PT. SINAR ALAM PERMAI
GENERAL MANAGER
DEPUTI GENERAL MANAGER
FACTORY MANAGER
MARKETING MANAGER
OPERATIONAL MANAGER
ADMINISTRATION MANAGER
PERSONALIA MANAGER
ACCOUNTING MANAGER
102
Lampiran 2
STRUKTUR ORGANISASI DEPARTEMEN PALM KERNEL CRUSHING (PKC PLANT)
Manajer Pabrik
Manajer Produksi
Ass. Manajer
Leader Loading Ramp / Gudang PKM
Leader Mekanik Leader Mekanik Shoop Leader Produksi
Mandor Shif Produksi Mandor Mek. Prod Mandor Mekanik
Elivator/Compayer Mandor Welding
Operator Prod
Operator Mek. Prod
Operator Elivator
Operator Welding
Operator Mek. Shoop
Mandor Mek. Shoop
Operator Gerinda
Operator Listrik
Operator Load. Ramp
Operator Ware House
Operator Gudang Bungkil
103
Lampiran 3. Suku Bunga Simpanan Berjangka Rupiah Bank Umum Periode Bulan Juli 2006-Juni 2007
Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka Juli 12.25 Agustus 11.75 September 11.25 Oktober 10.75 November 10.25 Desember 9.75 Januari 9.50 Februari 9.25 Maret 9.00 April 9.00 Mei 8.75 Juni 8.50
Rata-rata 10.12
Lampiran 4. Perhitungan Biaya Persediaan Inti Sawit Dengan metode Perusahaan Bulan Juli 2006-Juni 2007
Bulan Frekuensi Pembelian (Kg) Persediaan Awal (Kg)
Pemakaian (Kg)
Persediaan Akhir (Kg)
Persediaan Rata-Rata
(Kg)
Juli 4 18 564 282.00 1 349 996.00 18 839 767.00 1 074 511.00 1 212 253.50
Agustus 3 18 206 067.00 1 074 511.00 17 325 105.00 1 955 473.00 1 514 992.00
September 5 20 384 869.00 1 955 473.00 19 069 151.00 3 271 191.00 2 613 332.00
Oktober 4 19 024 500.00 3 271 191.00 17 527 382.00 4 768 309.00 4 019 750.00
November 5 21 037 230.00 4 768 309.00 22 752 271.00 3 053 268.00 3 910 788.50
Desember 6 22 090 121.00 3 053 268.00 20 749 870.00 4 393 519.00 3 723 393.50
Januari 3 17 351 648.00 4 393 519.00 18 277 653.00 3 467 514.00 3 930 516.50
Februari 4 19 609 975.00 3 467 514.00 18 565 636.00 4 511 853.00 3 989 683.50
Maret 7 23 151 591.00 4 511 853.00 23 238 466.00 4 424 978.00 4 468 415.50
April 6 20 511 424.00 4 424 978.00 21 438 752.00 3 497 650.00 3 961 314.00
Mei 8 24 243 538.00 3 497 650.00 23 892 022.00 3 849 166.00 3 673 408.00
Juni 8 27 207 250.00 3 849 166.00 24 739 356.00 6 317 060.00 5 083 113.00
Total 63 251 382 495.00 39 617 428.00 246 415 431.00 44 584 492.00 42 100 960.00
Rata-Rata 5.25 20 948 541.25 3 301 452.33 20 534 619.25 3 715 374.33 3 508 413.33 Biaya Pembelian : 251 382 495 x Rp 1 912 = Rp 480 643 330 440 Biaya Pemesanan : 63 x Rp 580.300 = Rp 36 558 900 Biaya Penyimpanan : 45934488 x Rp 4,06 = Rp 186 494 021.3 Biaya persediaan : Rp 36.558.900 + Rp 186.494.021,3 = Rp 223 052 921.3
104
Lampiran 5. Perhitungan EOQ dan EPP (Economic Part Period)
Diketahui :
Biaya pemesanan per pesanan : Rp 580 300 ............................ (1)
Biaya penyimpanan per tahun : Rp 194.81 .............................. (2)
Pemakaian inti sawit setahun : 246 415 431 kg ...................... (3)
Pemakaian rata-rata inti sawit per hari : 20 534 619.25 kg ................... (4)
Perhitungan EOQ :
EOQ = )2(
)3()1(2 xx
EOQ = 81.194
2464154315803002Rp
xxRp
= 1 211 660 kg ............................................................................. (5)
Perhitungan EPP Inti Sawit
EPP = (1) : (2)
= Rp 580 300 : Rp 4.05
= 143 284 kg
Perhitungan POQ
Jumlah Periode = (5) : pemakaian rata-rata
= 1 211 660 kg : 742 123 kg
= 1.65
= 2 periode/ minggu
105
Lampiran 6. Metode MRP Teknik Lot for Lot Persediaan Awal = 1 349 996
Minggu Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kebutuhan Kotor 4 709 941 4 618 823 4 755 501 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298
Persediaan di Tangan 1 349 996 5 739 344 1 120 521 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 3 359 945 0 3 634 980 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Rencana Penerimaan Pesanan 9 099 289 0 3 634 980 4 755 502 4 331.277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 3 634 980 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 3 672 532
Minggu Uraian 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kebutuhan Kotor 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5 306 787 5 306 787 5 306 787 Persediaan di Tangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5 306 787 5 306 787 5 306 787 Rencana Penerimaan Pesanan 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5 306 787 5 306 787 5 306 787 Rencana Pelaksanaan Pesanan 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5 306 787 5 306 787 5 306 787 4 337 454
Minggu Uraian 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Kebutuhan Kotor 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Persediaan di Tangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Rencana Penerimaan Pesanan 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5809 617 5 809 616 Rencana Pelaksanaan Pesanan 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 4 478 376
Minggu Uraian 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Kebutuhan Kotor 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Persediaan di Tangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Rencana Penerimaan Pesanan 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Rencana Pelaksanaan Pesanan 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 0
Biaya Pemesanan 46 x Rp 580 300 = Rp 26 693 800
Biaya Penyimpanan 6 859 865 x Rp 4.05 = Rp 27 851 051.9 +
Biaya Persediaan Rp 54.544.851,9
106
Lampiran 7. Metode MRP Teknik EOQ Persediaan Awal = 1 349 996 EOQ = 1 211 660
Minggu Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kebutuhan Kotor 4 709 941 4 618 823 4 755 501 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Persediaan di Tangan 1.349.996 5 739 344 1 120 521 0 91 138 606 501 10 305 1 737 227 1 040 930 110 623 80 975 68 337 146 679 Kebutuhan Bersih 3 359 945 0 3 634 980 4 755 502 4 240 139 3 624 675 4 321 073 0 3 524 357 0 4 778 303 0 Rencana Penerimaan Pesanan 9 099 289 0 3 634 980 4 846 640 4 846 640 3 634 980 6 058 300 3 634 980 3 634 980 4 846 640 4 846 640 4 846 640 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 3 634 980 4 846 640 4 846 640 3 634 980 6 058 300 3 634 980 3 634 980 4 846 640 4 846 640 4 846 640 8 481 620
Minggu Uraian 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kebutuhan Kotor 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5. 306 787 5 306 787 5 306 787 Persediaan di Tangan 4 955 767 1 114 150 4 322 494 370 877 326 158 849 209 298 088 758 628 775 759 315 612 1 067 125 606 978 Kebutuhan Bersih 3 525 853 0 2 947 466 0 4 520 482 6 420 751 6 971 872 7 722 992 4 070 881 4 531 028 4 991 175 4 239 662 Rencana Penerimaan Pesanan 8 481 620 0 7 269 960 0 4 846 640 7 269 960 7 269 960 8 481 620 4 846 640 4 846 640 6 058 300 4 846 640 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 7 269 960 0 4 846 640 7 269 960 7 269 960 8 481 620 4 846 640 4 846 640 6 058 300 4 846 640 8 481 620
Minggu Uraian 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Kebutuhan Kotor 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Persediaan di Tangan 4 751 144 183 481 592 667 511 225 4 257 398 314 012 217 266 120 520 369 204 617 888 866 571 1 115 255 Kebutuhan Bersih 3 730 476 0 4 253 973 4 335 415 4 224 222 0 4 629 374 4 726 120 5 689 096 5 440 412 5 191 729 4 943 045 Rencana Penerimaan Pesanan 8 481 620 0 4 846 640 4 846 640 8 481 620 0 4 846 640 4 846 640 6 058 300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 4 846 640 4 846 640 8 481 620 0 4 846 640 4 846 640 6 058 300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 3 634 980
Minggu Uraian 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Kebutuhan Kotor 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5.598.459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6.202.905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Persediaan di Tangan 271 859 566 701 1 026 542 274.723 980 023 775 318 760 506 615.901 911 726 775 319 648 780 109 745 Kebutuhan Bersih 3 363 121 5 491 599 5 031 758 4.571.917 5 078 277 6 263 005 5 297 794 5.442.399 5 146 574 5 282 981 5 409 520 5 948 555 Rencana Penerimaan Pesanan 3 634 980 6 058 300 6 058 300 4.846.640 6 058 300 6 058 300 6 058 300 6.058.300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 Rencana Pelaksanaan Pesanan 6 058 300 6 058 300 4 846 640 6.058.300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 6.058.300 6 058 300 6 058 300 6 058 300 0
Biaya Pemesanan 42 x Rp 580.300 = Rp 24 372 600
Biaya Penyimpanan 48 147 199 x Rp 4 05 = Rp 195 477 627.9 +
Biaya Persediaan Rp 219 850 227.9
107
Lampiran 8. Metode MRP Teknik POQ Persediaan Awal = 1 349 996 Periode yang digabung = 2 minggu
Minggu Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan Kotor 4 709 941 4 618 823 4 755 501 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Persediaan di Tangan 1 349 996 5 739 344 1 120 521 4 755 502 0 4 231 176 0 4 331 277 0 4 876 288 0 4 768 298 0 Kebutuhan Bersih 3 359 945 0 3 634 980 0 4 331 277 0 4 331 378 0 4 565 287 0 4 859 278 0 Rencana Penerimaan Pesanan 9 099 289 0 8 390 482 0 8 562 453 0 8 662 655 0 9 441 575 0 9 627 576 0 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 8 390 482 0 8 562 453 0 8 662 655 0 9 441 575 0 9 627 576 0 7 514 149
Minggu Uraian 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kebutuhan Kotor 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5 306 787 5 306 787 5 306 787 Persediaan di Tangan 3 841 617 0 3 951 617 0 6 420 751 0 8 021 080 0 5 306 787 0 5 306 787 0 Kebutuhan Bersih 3 672 532 0 4 061 616 0 4 891 359 0 7 821 081 0 4 829 509 0 5 306 787 0 Rencana Penerimaan Pesanan 7 514 149 0 8 013 233 0 11 312 110 0 15 842 161 0 10 136 296 0 10 613 574 0 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 8 013 233 0 11 312 110 0 15 842 161 0 10 136 296 0 10 613 574 0 8 905 117
Minggu Uraian 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Kebutuhan Kotor 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 9433 86 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Persediaan di Tangan 4 567 663 0 4 928 082 0 3 943 386 0 4 9433 86 0 5 809 616 0 5 809 616 0 Kebutuhan Bersih 4 337 454 0 4 437 454 0 4 735 447 0 4 9433 86 0 5 809 616 0 5 809 617 0 Rencana Penerimaan Pesanan 8 905 117 0 9 365 536 0 8 678 833 0 9 886 772 0 11 619 232 0 11 619 233 0 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 9 365 536 0 8 678 833 0 9 886 772 0 11 619 232 0 11 619 233 0 10 241 834
Minggu Uraian 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Kebutuhan Kotor 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Persediaan di Tangan 5 763 458 0 5 598 459 0 6 263 005 0 6 202 905 0 6 194 707 0 6 597 335 0 Kebutuhan Bersih 4 478 376 0 5 598 459 0 5 353 000 0 6 073 112 0 5 762 475 0 6 184 839 0 Rencana Penerimaan Pesanan 10 241 834 0 11 196 918 0 11 616 005 0 12 276 017 0 11 957 182 0 12 782 174 0 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 11 196 918 0 11 616 005 0 12 276 017 0 11 957 182 0 12 782 174 0 0 Biaya Pemesanan 23 x Rp 580 300 = Rp 13 346 900
Biaya Penyimpanan 129 292 663 x Rp 4.05 = Rp 524 928 211.8 +
Biaya Persediaan Rp 538 275 111.8
108
Lampiran 9. Cara Perhitungan PPB Persediaan Inti sawit Periode yang Digabung Kebutuhan Bersih
Kumulatif (kg) Kumulatif Bagian Periode (kg)
3 3 634 980 0 4 4 755 502 0
5-6 8 562 453 0+(2-1) 4 231 176 = 4 231 176 7-8 8 662 655 0+(2-1) 4 331 277 = 4 331 277
9-10 9 441 575 0+(2-1) 4 876 288 = 4 876 288 11 4 859 278 0 12 4 768 298 0
13-14 7 514 149 0+(2-1) 3 841 617 = 3 841 617 15-16 8 013 233 0+(2-1) 3 951 617 = 3 951 617
17 4 891 359 0 18 6 420 751 0 19 7 821 081 0 20 8 021 080 0
21-22 10 136 296 0+(2-1) 5 306 787 = 5 306 787 23 5 306 787 0
24-25 9 644 241 0+(2-1) 4 337 454 = 4 337 454 26-27 9 005 117 0+(2-1) 4 437 454 = 4 437 454
28 4 928 082 0 29-30 8 678 833 0+(2-1) 3 943 386 = 3 943 386
31 4 943 386 0 32 4 943 386 0 33 5 809 616 0 34 5 809 616 0 35 5 809 617 0 36 5 809 616 0 37 4 478 376 0 38 5 763 458 0 39 5 598 459 0 40 5 598 459 0 41 5 353 000 0 42 6 263 005 0 43 6 073 112 0 44 6 202 905 0 45 5 762 475 0 46 6 194 707 0 47 6 184 839 0 48 6 597 335 0
109
Lampiran 10. Metode MRP Teknik PPB
Persediaan Awal = 1 349 996 EPP = 143 284 Minggu Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan Kotor 4 709 941 4 618 823 4 755 501 4 755 502 4 331 277 4 231 176 4 331 378 4 331 277 4 565 287 4 876 288 4 859 278 4 768 298 Persediaan di Tangan 1 349 996 5 739 344 1 120 521 0 0 4 231 176 0 4 331 277 0 4 876 288 0 0 0 Kebutuhan Bersih 3 359 945 0 3 634 980 4 755 502 4 331 277 0 4 331 378 0 4 565 287 0 4 859 278 4 768 298 Rencana Penerimaan Pesanan 9 099 289 0 3 634 980 4 755 502 8 562 453 0 8 662 655 0 9 441 575 0 4 859 278 4 768 298 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 3 634980 4 755 502 8 562 453 0 8 662 655 0 9 441 575 0 4 859 278 4 768 298 7 514 149
Minggu Uraian 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kebutuhan Kotor 3 672 532 3 841 617 4 061 616 3 951 617 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 5.306 787 5 306 787 5 306 787 Persediaan di Tangan 3 841 617 0 3 951 617 0 0 0 0 0 5 306 787 0 0 4 337 454 Kebutuhan Bersih 3 672 532 0 4 061 616 0 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 4 829 509 0 5 306 787 5 306 787 Rencana Penerimaan Pesanan 7 514 149 0 8 013 233 0 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 10 13 296 0 5 306 787 9 644 241 Rencana Pelaksanaan Pesanan 0 8 013 233 0 4 891 359 6 420 751 7 821 081 8 021 080 10 136 296 0 5 306 787 9 644 241 0
Minggu Uraian 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Kebutuhan Kotor 4 337 454 4 567 663 4 437 454 4 928 082 4 735 447 3 943 386 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Persediaan di Tangan 0 4 437 454 0 0 3 943 386 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 0 4 567 663 0 4 928 082 4 735 447 0 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Rencana Penerimaan Pesanan 0 9 005 117 0 4 928 082 8 678 833 0 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 Rencana Pelaksanaan Pesanan 9 005 117 0 4 928 082 8 678 833 0 4 943 386 4 943 386 5 809 616 5 809 616 5 809 617 5 809 616 4 478 376
Minggu Uraian 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Kebutuhan Kotor 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Persediaan di Tangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kebutuhan Bersih 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Rencana Penerimaan Pesanan 4 478 376 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073 112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 Rencana Pelaksanaan Pesanan 5 763 458 5 598 459 5 598 459 5 353 000 6 263 005 6 073112 6 202 905 5 762 475 6 194 707 6 184 839 6 597 335 0 Biaya Pemesanan 37 x Rp 580.300 = Rp 21.471.100
Biaya Penyimpanan 46.116.921 x Rp 4,06 = Rp 187.234.699,3 +
Biaya Persediaan Rp 208.705.799,3
110