Post on 17-May-2018
ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM (BANJIR) DI KEC.NGARAS KABUPATEN PESISIR BARAT
(study kasus tgl 09 Nopember 2017)
Adi Saputra1, Fahrizal2 Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten II Bandar Lampung
Email : adi.bmkgsorong7@gmail.com
ABSTRAK Dari sejumlah bencana banjir dan longsor yang terjadi, dapat diketahui bahwa penyebab utama adalah faktor meteorologis unsur curah hujan terutama intensitas hujan, distribusi hujan, dan durasi hujan. Faktor lain penyebab banjir adalah sifat-sifat fisis dari permukaan tanah, kandungan air tanah, dan permukaan tanah(tanah gundul, tanah yang ditumbuhi tanaman-tanaman dan lain-lain). Kondisi Iklim di wilayah Lampung bagian barat sangat berbeda dengan kabupaten- kabupaten lainnya yang ada di wilayah Provinsi Lampung karena Topografi Lampung bagian Barat memiliki khas tersendiri yaitu diapit oleh Bukit Barisan disebelah Timur dan Samudra Hindia sebelah Barat. Oleh karenanya iklim wilayah Lampung bagian barat dan pesisir bersifat lokal dan sangat mudah berubah dan memiliki potensi terjadinya cuaca ekstrim. Berdasarkan informasi media www.lampost.co lihat Lampiran I hal.10-11, pada tanggal 09 Nopember 2017 telah terjadi cuaca ekstrim berupa hujan dengan intensitas lebat yang mengakibatkan ratusan rumah warga di Pekon Mulangmaya dan Rajabasa, Kec.Ngaras Kab.Pesisir Barat, terendam banjir dengan ketinggian 1(satu) meter. Hasil analisis citra satelit dengan aplikasi Soft.SATAID menunjukan terlihat suhu puncak
awan Cb mencapai rata-rata -60 s.d -72,5 dan suhu yang sangat dingin ini merupakan kreteria jenis awan Cb yang sangat kuat dan menjulang tinggi, konsentrasi awan di sebagian wilayah Lampung bagian Barat sangat kuat, dan dari data angin 3000 feet, pengaruh tekanan rendah (1005 s.d 1006 mb) di sebelah Barat Lampung menyebabkan terbentuknya konvergensi diatas wialayah Lampung bagian barat sehingga memengaruhi terbentuk pertemuan massa udara di atas wilayah Lampung bagian barat dan mengakibatkan tumbuhnya awan-awan konvektif kuat yang menghasilkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat dan berdurasi lama. Kata kunci : Cuaca Ekstrem, Iklim Lokal, Topografi, Konvergensi, Awan Konvektif
1. PENDAHULUAN
Awan konvektif jenis cumulus banyak muncul karena Indonesia merupakan daerah konvektif aktif. Jika awan
ini tumbuh menjadi cumulonimbus (Cb) dalam sistem cuaca lokal maka akan menghasilkan hujan deras dan
kemungkinan petir. Hujan deras ini sering menimbulkan banjir lokal dalam waktu relatif singkat. Wilayah
Provinsi Lampung memiliki 15 (lima belas) kabupaten/kota, dimana ada beberapa Kabupaten di Lampung
bagian Barat yang memiliki ciri khas Iklim nya tidak dipengaruji oleh Musim hujan/kemarau atau bersifat
lokal. Hal ini karena Topografi kabupaten tersebut yang membuat kondisi cuaca lokalnya berperan sangat
kuat. Yaitu adanya Bukit Barisan dan Samudra Hindia. Kabupaten Pesisir Barat yang ibu kotanya Krui
adalah salah satu contoh yang memiliki khas cuaca lokal, letaknya yang diapit oleh sebelah Barat Samudra
Hindia dan sebelah timur oleh Bukit Barisan. Karena pengaruh Topografi tersebut, cuaca di sebagian besar
wilayah Lampung bagian Barat sangat mudah berubah dan memiliki potensi terjadinya cuaca ekstrim.
Cuaca Ekstrim adalah kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkan kerugian
terutama keselamatan jiwa dan harta. Salah satu bentuk cuaca ekstrim adalah peristiwa hujan dengan
intensitas lebat yang mengakibatkan banjir, longsor, Jembatan terputus dan lain sebagianya.
Peristiwa hujan dengan intensitas sedang hingga lebat dengan durasi lama dari siang hingga malam yang
terjadi di Kecamatan Ngaras, Kab. Pesisir Barat Tanggal 09 Nopember 2017, mengakibatkan ratusan
rumah warga di Pekon Mulangmaya dan Rajabasa, Kec.Ngaras Kab.Pesisir Barat, terendam banjir dengan
ketinggian 1(satu) meter (www.lampost.co) lihat lampiran I hal 10-11. Hujan yang melanda Lampung pada
tanggal 09 Nopember 2017 mulai siang, sore, dan malam hari tergolong ekstrem, berdasarkan data satelit
dan data GSMap bahwa Hujan yang turun termasuk kategori sedang hingga lebat dan bersumber dari awan
CB multi sel atau berkelompok besar.
Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis kondisi cuaca dan mengidentifikasi penyebab hujan lebat
yang terjadi pada tanggal 09 Nopember 2017 di wilayah Kecamatan Ngaras kabupaten Pesisir Barat
Lampung. Hasil analisis diharapkan menjadi bahan informasi bagi masyarakat untuk meminimalisir dampak
buruk yang mungkin timbul dari kejadian serupa di masa mendatang.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Data
2.1.1 Data SATAID
Data SATAID yang penulis gunakan dalam menganalisa kejadian cuaca ekstrim (banjir) yaitu data Satelit
Himawari 8 dengan kanal WV (Water Vavor) tanggal 09 Nopember 2017 jam 00-23 UTC.
2.1.2 Data Angin 3000 feet
Data angin yang penulis gunakan adalah data angin 3000 feet jam 00 dan 12 UTC tanggal 08-09 Nopember
2017. Data ini digunakan karena dapat mewakili kondisi cuaca Skala Meso. Dari data angin 3000 feet juga
dapat diketahui pengaruh gangguan cuaca skala Meso yang memberikan (triger) pada gangguan cuaca
skala lokal.
2.1.3 Data Presipitasi GSMap
Data ini digunakan untuk melihat distribusi presipitasi di sekitar wilayah kejadian cuaca ekstrim. Data spasial
presipitasi GSMap merupakan solusi bilamana tidak ada data pengamatan di tempat kejadian cuaca ekstrim.
Adapun data yang penulis gunakan data tanggal 09 Nopember 2017dari jam 00 – 23 UTC.
2.2 Metode
Metode untuk membahas kejadian cuaca ekstrim ini adalah dengan menganalisa kondisi awan mulai dari
tahap tumbuh hingga punah dengan aplikasi SATAID, Analisis Medan Angin dan Analisis Peta Spasial
Hujan GSMap.
2.2.1 Analisa SATAID
Metode ini sudah lama dikembangkan oleh JMA (Jepang Meteorological Agents), dimana dengan software
ini, dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan awan samapai tahap matang. Pada fungsi Measure
terdapat beberapa tool seperti: (a) Brit, digunakan untuk mengetahui Reflektansi/ Temperatur Kanal, (b)
Time, digunakan untuk membuat plot time series di satu titik,dan (c) Contour, digunakan untuk membuat
kontur di wilayah tertentu.
2.2.2 Analisa Medan Angin
Tujuan analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat gerakan dan aliran udara. Di daerah Tropik analisa
medan angin perlu diperhatikan karena peubah ruang dan waktu cukup cepat. Dalam menganalisa medan
angin biasanya kita membuat Streamline. Khusus pada peta sinoptik permukaan antara 200
LU dan 200
LS,
analisa Isobar perlu diganti, dengan Streamline dengan pertimbangan kurang signifikan hubungan antara
tekanan udara dan cuaca di sekitar Equator. Pola medan angin lebih memberikan informasi yang berkaitan
dengan cuaca. Dalam menganalisa streamline akan kita temui titik simpang, anti siklon, siklon, low
depression, Shear, trough, ridge, konvergen, dan divergen serta masih ada variasai-variasi streamline
lainnya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Data SATAID
Berdasarkan gambar 1, terlihat tampilan kontur suhu puncak awan Cumulunimbus (Cb), terlihat suhu puncak
awan Cb dapat mencapai rata-rata -60 s.d -72,5 dan suhu yang sangat dingin ini merupakan kreteria jenis
awan Cb yang sangat kuat dan menjulang tinggi. Kemudian dari gambar 2, terlihat historis pertumbuhan
awan dari tahap tumbuh sampai tahap matang dan meluruh. Pada jam 03.00 s/d 05.00 UTC (10.00 s/d
12.00 WIB) pertumbuhan awan konvektif mulai terjadi, dan pada jam 06.00-12.00 UTC (13.00-19.00 WIB)
tahap dewasa awan mulai terbentuk dimana suhu puncak awan mencapai rata-rata -60 s.d -72,5 , dan
pada jam 13.00-15.00 UTC (20.00-22.00 WIB) awan CB mulai meluruh atau punah. Dapat dipastikan banjir
yang terjadi merupakan hasil dari Intensitas hujan yang lebat dengan durasi yang cukup lama di wilayah
hulu sungai Way Mulangmaya dan Way Rajabasa di kec.Ngaras sehingga air dari sungai meluap sehingga
merendam rumah-rumah di pingiran sungai.
Pada times series citra Satelit Himawari kanal WV lihat gambar.3, terlihat tahap-tahap pertumbuhan awan,
dari awan tunggal (singel sel) sampai menjadi multi sel. Kondisi awan singel sel (Cb tunggal) bisa terjadi
bilamana faktor lokal lebih dominan yang membentuk awan itu sendiri. Sebaliknya awan multi sel (Cb
berkelompok) terbentuk bilamana faktor skala Meso (efek adanya Tekanan rendah) ikut berperan dalam
mempengaruhi faktor lokal.
Gambar 1. Peta Kontur Suhu Puncak Awan Cumulunimbus (Cb)
Kontur Awan Cb
siang hari
Kontur Awan Cb
sore hari
Gambar 2. Historis Pertumbuhan Awan Cumulunimbus (Cb)
Gambar 3. Times Series Awan Cumulunimbus (Cb) pada Citra Satelit.
Awan Cb siang hari
Awan Cb sore hari
3.3 Data Angin 3000 Feet
Dari data angin 3000 feet pada gambar 4, terlihat bahwa di sebelah barat Provinsi Lampung
terbentuk Low Presure (1005 s.d 1006 Hpa), pola inilah yang membentuk daerah konvergensi
(massa udara yang berkumpul) diatas Wilayah Lampung bagian Barat sehingga memperkuat
mekanisme pengangkatan massa udara dan memperlama proses labilitas atmosfer, sehingga
hampir sebagian besar Lampung bagian Barat banyak terdapat awan-awan konvektif yang nantinya
berkembang menjadi awan-awan Cb yang terbentuk sangat kuat dan berkelompok menjadi awan Cb
multi sel.
Gambar 4. Analisis Angin 3000 feet Tanggal 08-09 Nopember 2017jam 00 dan 12 UTC.
3.4 Data Presipitasi GSMap
Dari data GSMap terlihat wilayah sebagian besar Lampung bagian barat memiliki intensitas curah
hujan sedang hingga sangat lebat lihat gambar 5, meskipun tidak ada data pengamatan di titik
kejadian. Tapi dapat diperkirakan cuaca ekstrim yang terjadi pada tanggal 09 Nopember 2017
Siang, Sore dan Malam hari, berasal dari awan Cb yang sangat kuat dan berkelompok (multi sel).
Dari Gambar 6, terlihat frekuensi Hujan lebat terjadi 2 hingga 4 kali selama 1 hari. Dapat
diperkirakan cuaca ekstrim (banjir) yang melanda Kec.Ngaras Kabupaten Pesisir Barat Lampung
bersumber dari pengaruh gangguan cuaca skala lokal dan Meso.
KONVERGENSI
00 UTC
KONVERGENSI
12 UTC
Gambar 5. Data Jumlah Presipitasi GSMap Tanggal 09 Nopember 2017.
Gambar 6. Frekuensi Hujan Lebat GSMap Tanggal 09 Nopember 2017
4 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari analisi SATAID, terlihat suhu puncak awan Cb mencapai rata-rata -60 s.d -72,5 dan suhu yang
sangat dingin ini merupakan kreteria jenis awan Cb yang sangat kuat dan menjulang tinggi. Kemudian
dari historis pertumbuhan awannya, nampak pada jam 03.00 s/d 05.00 UTC (10.00 s/d 12.00 WIB)
pertumbuhan awan konvektif mulai terjadi, dan pada jam 06.00-12.00 UTC (13.00-19.00 WIB) tahap
dewasa awan mulai terbentuk dimana suhu puncak awan mencapai rata-rata -60 s.d -72,5 , dan pada
jam 13.00-15.00 UTC (20.00-22.00 WIB) awan CB mulai meluruh atau punah.
2. Dari data angin 3000 feet pada gambar 4, terlihat bahwa di sebelah barat Provinsi Lampung terbentuk
Low Presure (1005 s.d 1006 Hpa), pola inilah yang membentuk daerah konvergensi (massa udara yang
berkumpul) diatas Wilayah Lampung bagian Barat sehingga memperkuat mekanisme pengangkatan
massa udara dan memperlama proses labilitas atmosfer, sehingga hampir sebagian besar Lampung
bagian Barat banyak terdapat awan-awan konvektif yang nantinya berkembang menjadi awan-awan
Cb yang terbentuk sangat kuat dan berkelompok menjadi awan Cb multi sel.
3. Dari data GSMap terlihat wilayah sebagian besar Lampung bagian barat memiliki intensitas curah hujan
sedang hingga sangat lebat lihat gambar 5, meskipun tidak ada data pengamatan di titik kejadian. Tapi
dapat diperkirakan cuaca ekstrim yang terjadi pada tanggal 09 Nopember 2017 Siang, Sore dan Malam
hari, berasal dari awan Cb yang sangat kuat dan berkelompok (multi sel). Dari Gambar 6, terlihat
frekuensi Hujan lebat terjadi 2 hingga 4 kali selama 1 hari. Dapat diperkirakan cuaca ekstrim (banjir)
yang melanda Kec.Ngaras Kabupaten Pesisir Barat Lampung bersumber dari pengaruh gangguan
cuaca skala lokal dan Meso.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.lampost.co-berita-banjir-rendam-ratusan-rumahwarga-diKabupaten Pesisir barat- Lampung.
diakses tanggal 11 Nopember 2017.
Pusdiklat BMKG. 2017. Pemanfaatan Data Presipitasi GSMAP Untuk Analisis Kejadian Cuaca Ekstrim.
Online Group Discussion BMKG, Jakarta.
Puslitbang BMKG. 2009. Kajian Cuaca Ekstrim di Wilayah Indonesia. Laporan Penelitian, Pusat Penelitian
dan Pengembangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.
Suharsono.1973. Pedoman Analisa Cuaca. Pusat Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Tjasyono, B. 2006. Meteorologi Indonesia Volume 1. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.
Tjasyono, B. 2006. Meteorologi Indonesia Volume 2. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.
Lampiran I. Lembar Pengesahan
Lampiran II. Lokasi Tempat Kejadian Banjir
Lokasi Bencana
banjir
Lampiran III. Sumber Info Berita