Post on 01-Dec-2015
1
ANALISIS AKSES KREDIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP USAHATANI TOMAT DAN KENTANG: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
ROESKANI SINAGA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
2
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam tesis saya yang berjudul :
ANALISIS AKSES KREDIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP
USAHATANI TOMAT DAN KENTANG: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan arahan Komisi
Pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini belum pernah
diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juli 2011
NRP. H353080061 Roeskani Sinaga
3
ABSTRACT
ROESKANI SINAGA. Analysis of Credit Access and its Effect of Tomato and Potato Crops Farming: The Case in Simalungun District, North Sumatra. (
PARULIAN HUTAGAOL as a Chairman and RATNA WINANDI as a Member of the Advisory Committee)
The District of Simalungun is one of main producing area of vegetables in the Province of North Sumatra. One of main problem that local farmers face in operating their vegetable farm is the lack of access to capital market. Accordingly, local farmers depend on a variety of credit sources which implement different terms of credit contract. Presently, local farmers can obtain credit from four credit sources, namely: (a) bank, (b) merchants, (c) credit union, and (d) agricultural input supplier. This study aims at investigating impact of different sources of credit on efficiency, profitability and income distribution of tomato and potato farms. For this purpose, the study used stochastic frontier analysis to analyze the level of technical efficiency of tomatoes and potatoes farm. The results showed that farmers were not yet technically efficient in farming. The difference credit access does not provide technical differences in the efficiency of tomato and potato farming. But the differences access to credit gives a different effect for farm income and Private Cost Ratio on the total cost. Tomato farmers whose incomes and Revenue Cost Ratio of total costs higher are farmers who access credit from the Credit Union (2.39) and stores (2.21). Potato farmer whose incomes and Revenue Cost Ratio of total costs higher are farmers who access credit from banks (1.50) and merchant (1.24). The difference access to credit gives a different effect for income distribution of tomato and potato farms. The largest portion advantage enjoyed by tenants is that access to credit from banks (60.69 percent) and Credit Union (60.26) to farm tomatoes. While the portion of potato farming greatest advantage enjoyed by tenants is that access to credit from banks (44.56 percent) and
merchants (32.11 percent).
Key words: credit access, credit union, bank, merchants, efficiency
4
RINGKASAN
ROESKANI SINAGA. Analisis Akses Kredit dan Pengaruhnya terhadap Usahatani Tomat dan Kentang: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (M. PARULIAN HUTAGAOL sebagai ketua, dan RATNA WINANDI sebagai anggota komisi pembimbing)
beberapa peranan strategis, yaitu: (1) sumber bahan makanan bergizi bagi masyarakat yang kaya akan vitamin dan mineral, (2) sumber pendapatan dan kesempatan kerja, serta kesempatan berusaha, (3) bahan baku agroindustri, dan (4) sebagai komoditas potensial ekspor yang merupakan sumber devisa negara. Melalui usahatani sayuran diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani terutama di daerah pedesaan. Salah satu kawasan penghasil sayuran di Indonesia adalah Sumatera Utara. Sebagai salah satu kabupaten penghasil sayuran di propinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Simalungun khususnya untuk tanaman sayuran jenis tomat dan kentang. Skala usahatani tomat dan kentang di Kabupaten Simalungun adalah beragam, ada skala kecil dan besar. Untuk melakukan usahatani memerlukan modal besar. Faktor modal penting karena usahatani memerlukan input yang berasal dari luar sektor pertanian, seperti pupuk kimia, pestisida, bibit dan tehnologi, maka faktor modal mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani.
Petani di Kabupaten Simalungun selama ini masih menghadapi berbagai masalah dalam melakukan usahataninya. Masalah yang paling utama adalah terbatasnya modal usahatani. Untuk mendukung usahataninya petani dapat mengakses kredit dari perbankan, tetapi tidak semua petani dapat mengakses kredit dari perbankan karena adanya persyaratan agunan. Aksesibilitas petani terhadap kredit formal masih sangat terbatas, terutama bagi petani-petani yang status lahannya bukan lahan milik sendiri. Petani lebih banyak mengakses kredit non formal, karena tidak memerlukan persyaratan yang rumit, misalnya keharusan adanya agunan dan proses penyaluran kredit dapat dilakukan dengan cepat, tepat waktu, ongkos transaksi tidak mahal dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan. Petani yang dapat mengakses kredit formal (misalnya: bank) adalah petani yang memiliki agunan dan bertani dalam skala besar. Sementara, petani kecil akan mengakses kredit dari lembaga keuangan non formal yang tersedia disekitarnya. Setiap sumber kredit yang tingkat suku bunga dan peraturannya berbeda diduga akan mengakibatkan perbedaan efisiensi usahatani dan distribusi pendapatan usahatani. Bagi petani didaerah pedesaan tinggi rendahnya bunga bukan hanya faktor penentu, tetapi biaya transaksi yang harus dibayar oleh peminjam. Semakin tinggi transaksi akan menyebabkan biaya kredit secara total akan semakin tinggi. Dengan demikian, alasan utama petani kurang akses ke lembaga formal adalah keuntungan dengan tingkat bunga rendah tidak sebanding dengan banyaknya waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kredit. Untuk menjawab permasalahan diatas maka dilakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh perbedaan akses kredit terhadap usahatani tomat dan kentang di kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis tingkat efesiensi usahatani sayuran tomat dan kentang, (2) menganalisis pengaruh perbedaan akses kredit terhadap efisiensi usahatani sayuran tomat dan kentang,
5
(3) mengetahui pengaruh akses kredit terhadap pendapatan dan distribusi pendapatan usahatani sayuran tomat dan kentang, dan (4) mendeskripsikan karakteristik kredit yang tepat untuk petani sayuran di Kabupaten Simalungun.
Penelitian ini menggunakan analisis stochastic frontier untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani sayuran tomat dan kentang. Dari hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat efisiensi teknis petani sayuran tomat adalah luas lahan, jumlah benih, pestisida cair dan jumlah tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi usahatani sayuran kentang adalah luas lahan, jumlah benih, pupuk kimia, pupuk organik, pestisida padat, pestisida cair dan jumlah tenaga kerja.
Perbedaan akses kredit tidak memberikan perbedaan efisiensi teknis usahatani tomat dan kentang. Petani tomat belum efisien secara teknis dalam melakukan usahataninya (rata-rata efisiensi teknis 0.704), dengan demikian petani tomat dalam jangka pendek dapat meningkatkan produksi usahataninya sebesar 30 persen dengan meningkatkan keterampilan, pengalaman, dan akses kredit dari Credit Union atau toko sarana produksi pertanian). Sedangkan petani kentang juga belum efisien secara teknis dalam melakukan usahataninya (rata-rata efisiensi teknis 0.49), artinya petani kentang dalam jangka pendek dapat meningkatkan produksinya sebesar 51 persen dengan meningkatkan keterampilan, pengalaman, dan akses kredit ke bank atau Credit Union.
Perbedaan akses kredit memberikan pengaruh yang berbeda bagi pendapatan usahatani dan Rasio Penerimaan dan Biaya atas biaya total. Petani tomat yang pendapatannya dan Rasio Penerimaan dan Biaya atas biaya total yang lebih tinggi adalah petani yang mengakses kredit dari Credit Union (2.39) dan toko (2.21). petani kentang yang pendapatan dan Rasio Penerimaan dan Biaya atas biaya total yang lebih tinggi adalah petani yang mangakses kredit dari bank (1.50) dan pedagang (1.24). Perbedaan akses kredit memberikan pengaruh yang berbeda pada distribusi pendapatan yang tidak hanya memberikan keuntungan untuk petani saja. Porsi keuntungan yang paling besar dinikmati penggarap adalah yang akses kreditnya dari bank (60.69 persen) dan Credit Union (60.26 persen) untuk usahatani tomat. Sedangkan usahatani kentang porsi keuntungan yang paling besar dinikmati penggarap adalah yang akses kreditnya dari bank (44.56 persen) dan pedagang (32.11 persen).
Berdasarkan analisis pendapatan usahatani, efisiensi teknis dan distribusi pendapatan dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis usahatani mempengaruhi karakteristik kredit yang cocok dengan petani. Kredit yang tepat untuk petani tomat adalah kredit yang berasal dari Credit Union dan toko sarana produksi pertanian, karena kredit ini dapat memberikan modal cair maupun bentuk input usahatani secara cepat. Modal yang dibutuhkan selama perawatan adalah modal untuk pembelian obat-obat pestisida. Kredit yang tepat untuk petani kentang adalah kredit dari bank dan pedagang, karena pada awal penanaman modal sangat diperlukan dan butuh lahan yang luas untuk berusahatani. Untuk lokasi penelitian kredit dari lembaga non formal (Credit Union), pedagang sayur, dan toko sarana produksi pertanian) tidak selamanya menguras atau menekan petani karena ada kerjasama yang salaing menguntungkan. Dengan demikian sumber akses kredit dari lembaga non formal berpeluang untuk membantu petani dalam mengatasi keterbatasan modal usahatani.
6
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor
7
ANALISIS AKSES KREDIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP USAHATANI TOMAT DAN KENTANG: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun,Sumatera Utara
ROESKANI SINAGA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
8
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS
Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi dan Pimpinan Sidang : Prof. Dr. Ir. Wilson H Limbong.
9
Judul Tesis : Analisis Akses Kredit dan Pengaruhnya terhadap Usahatani Tomat dan Kentang: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
Nama Mahasiswa : Roeskani Sinaga NRP : H353080061 Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS Ketua Anggota
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS
Mengetahui
2. Koordinator Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana - IPB Ilmu Ekonomi Pertanian Prof. Dr. Ir. Bonar M Sinaga, MA
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 18 April 2011 Tanggal Lulus :
10
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala berkat dan karunia, petunjuk dan kemurahan-Nya, sehingga karya
ilmiah dengan judul: "Analisis Akses Kredit dan Pengaruhnya terhadap Usahatani
Tomat dan Kentang: Studi Kasus di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara",
dapat diselesaikan.
Selama penulisan karya ilmiah ini penulis mendapat banyak dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih
kepada Bapak Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS dan Ibu Dr.Ir. Ratna Winandi, MS
selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran,
masukan, dukungan dan nasehat kepada penulis hingga tesis ini dapat
diselesaikan. Selain itu penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.Ir.Bonar M. Sinaga, MA selaku Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi
Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan
pembelajaran selama menempuh kuliah di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku penguji luar komisi pembimbing pada Ujian
Tesis dan : Prof. Dr. Ir. Wilson H Limbong selaku penguji Wakil Mayor Ilmu
Ekonomi dan Pimpinan Sidang yang telah memberikan masukan untuk
penyempurnaan tesis ini.
3. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun dan para pengawai Dinas
Pertanian Kabupaten Simalungun yang telah membantu selama penelitian dan
memberikan informasi untuk mendukung penulisan tesis ini.
4. Kepala Penyuluh Pertanian Lapangan Kecamatan Silimahuta, Kecamatan
Purba, Kecamatan Dolog Silau, Kecamatan Pamatang Silimahuta dan pihak-
11
pihak lain terutama responden yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu-
persatu, yang telah banyak memberikan bantuan berupa informasi dan
sumbangan saran selama penelitian dan penulisan tesis ini.
5. Bank Rakyat Indonesia, Bank Perkreditan Rakyat, Credit Union Hatirongga,
Credit Union pembaharuan GKPS, toko sarana produksi pertanian, dan
pedagang sayur-mayur di Kabupaten Simalungun, terimakasi atas bantuan
informasi dan sumbangan saran untuk penulisan tesis ini.
6. Teman-teman Ilmu Ekonomi Pertanian angkatan 2008 (Mbk Corry, Mbk
Tress, Mbk Nurul, Mbk Ida, Mbk Retno, Bang Liston, Thato, Andrew, Mas
Rozy dan Mas Gonang), terimakasih atas kebersamaan dan dukungan
semangatnya selama perkuliahan dan dalam penyelesaian tesis ini.
7. Teman-teman Ilmu Ekonomi Pertanian S3 2008 dan S2 2009 (Bu Hapsah, Bu
Wiwik, Bu Dewi, Bu Zednita, Pak Ahmad, Mbk Lala, Mbk Fitri, Mbk Hastuti,
dan Ito Bismar), terimakasih atas bimbingan dan semangatnya selama ini.
8. Seluruh staf pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian (Mbak Ruby, Mbak Yani,
Pak Husein dan Bu Kokom) yang selalu membantu dan meluangkan waktunya
untuk urusan administrasi, terimakasih atas bantuannya selama penulis kuliah
di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian.
9. Teman-teman Gita Swara Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (K Jems,
Cerria, K Adel, Bu Delly, K Onni, Dika, dan teman-teman lainnya yang
namanya tidak dapat saya sebutkan), terimakasih atas kebersamaan, doa dan
dukungan semangat selama ini.
10. Teman-teman kost Perwira No. 4 (Bude Endang, Bibi, Mbk Prima, Risa dan
Cici), terimakasih atas dukungannya selama ini.
12
Rasa terima kasih yang tak terkira penulis sampaikan kepada kedua
orangtua penulis, Bapak Jatiaman Sinaga dan Ibu Paima br Saragi atas dukungan
spiritual dan material serta doa yang tak henti-hentinya dan kepada keluarga
Juslin Sitio terimaksih atas bantuannya selama penelitian sampai penulisan tesis
ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada adik-adik tercinta, Juliana
dan risdon atas semua motivasi dan pengorbanan yang diberikan.
Besar harapan saya bahwa penelitian itu dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di sektor pertanian, khususnya untuk petani
kentang dan tomat di Kabupaten Simalungun. Akhirnya penulis tetap menyadari
bahwa karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, namun demikian penulis
berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Juli 2011
Roeskani Sinaga
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Purba, Kabupaten Simalungun pada tanggal
20 Juli 1985. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Bapak Jatiaman Sinaga dan Ibu Paima Saragi.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Pematang Purba
diselesaikan pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri
1 Purba pada tahun 2001, dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Raya
pada tahun 2004. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau pada Tahun 2004 melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Gelar Sarjana Pertanian diperoleh pada dan
pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan program S2 di Program
Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan,
Institut Pertanian Bogor.
i
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vii
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 6
1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .......................................... 10
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 13
2.1. Pengertian Kredit ................................................................................ 13
2.2. Pentingnya Kredit dalam Mendukung Usahatani ............................... 15
2.3. Lembaga Keuangan dan Sumber Permodalan Usahatani di pedesaan .......................................................................................... 20
2.4. Perkembangan Perkreditan Pertanian ................................................ 22
2.5. Aksessibilitas Petani terhadap Kredit di Pedesaan ............................. 24
2.6. Kerangka Teori ................................................................................... 27
2.6.1. Konsep Efisiensi ................................................................... 27
2.6.2. Metode Pengukuran Efisiensi ............................................... 33
2.7. Distribusi Pendapatan Usahatani Sayuran .......................................... 37
2.8. Gambaran Umum Usahatani Hortikultura .......................................... 39
2.9. Studi Mengenai Aksessibilitas Kredit ................................................. 40
III. KERANGKA BERPIKIR .......................................................................... 43
3.1. Kerangka Konseptual .......................................................................... 43
3.2. Hipotesis ............................................................................................. 51
IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 53
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 53
4.2. Metode Penarikan Contoh ................................................................... 53
4.3. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 55
ii
4.4. Metode Analisis .................................................................................. 55
4.4.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier ...................... 55
4.4.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis .................. 58
4.4.3. Analisis Usahatani ................................................................ 62
4.4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani ................................ 62
4.4.3.2. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya ..................... 64
4.4.3.3. Distribusi Pendapatan Usahatani Sayuran Kentang dan Tomat .................................................................. 64
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN .................................... 67
5.1. Luas Wilayah dan Geografis ............................................................... 67
5.2. Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan ................................................... 67
5.3. Kependudukan, Perekonomian, Sosial dan Budaya............................ 69
5.4. Sarana dan Prasarana Penunjang......................................................... 72
VI. KERAGAAN USAHATANI TOMAT DAN KENTANG DI DAERAH PENELITIAN............................................................................ 73
6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan ................................................... 73
6.2. Karakteristik Petani Responden ......................................................... 78
6.2.1. Umur Petani Responden ......................................................... 78
6.2.2. Pendidikan Formal Petani Responden .................................... 80
6.2.3. Pengalaman Usahatani dan Keanggotaan Kelompok Tani Responden ................................................................................ 82
6.2.4. Luas Lahan yang Dikuasai dan Status Kepemilikan Lahan ..... 85
6.3. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani dan Rasio Penerimaan dan Biaya ........................................................................................... 88
6.3.1. Analisis Usahatani Tomat ....................................................... 88
6.3.2. Analisis Usahatani Kentang ..................................................... 90
VII. ANALISIS EFISIENSI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN USAHATANI TOMAT DAN KENTANG ................................................ 93
7.1. Analisis Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Tomat .................................................................................. 93
7.2. Analisis Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang ............................................................................... 96
7.3. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit terhadap Efisiensi Teknis ............ 100
7.3.1. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit terhadap Sebaran
iii
Efisiensi Teknis Usahatani Tomat .............................................. 100
7.3.2. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kentang ....................................................................... 104
7.3.3. Faktor-Faktor Inefisiensi Teknis Usahatani Tomat dan Kentang 107
7.4. Distribusi Pendapatan Usahatani ........................................................ 114
VIII. KESIMPULAN .......................................................................................... 117
8.1. Kesimpulan ......................................................................................... 117
8.2. Saran ................................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 121
LAMPIRAN .............................................................................................. 127
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tenaga Kerja di Sub Sektor Hortikultura Tahun 2003 – 2006 .............. 2
2. Produktivitas Tanaman Kentang, Kubis, Wortel, Cabe dan Tomat
di Sumatera Utara ................................................................................... 4
3. Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Simalungun Tahun 2006 ........... 69
4. Jumlah Penduduk dan Rumahtangga Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jumlah Petani dan Angkatan Kerja di Kabupaten Simalungun
Tahun 2004 – 2007 .................................................................................. 70
5. Karakteristik Lembaga Perkreditan di Lokasi Penelitian ...................... 75
6. Distribusi Umur Petani Contoh Berdasarkan Sumber Akses Kredit ..... 78
7. Distribusi Pendidikan Formal Petani Contoh Berdasarkan Sumber Akses Kredit di Kabupaten Simalungun............................................................. 81
8. Distribusi Pengalaman Usahatani dan Keanggotaan Kelompok
Tani Petani Contoh ................................................................................. 83
9. Distribusi Luas Lahan yang di Kuasai dan Status Kepemilikan Lahan........................................................................................................ 86
10. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Tomat di Daerah Penelitian
dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar ...................................... 89
11. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kentang di Daerah Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar ...................................... 91
12. Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Tomat
dengan Metode Maximum Likelihood Estimaties .................................... 94
13. Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang dengan Metode Maximum Likelihood Estimaties .................................... 97
14. Akses Kredit dan Sebaran Efisiensi Teknis Petani Tomat ..................... 100
15. Hasil Analisis Pengujian-t untuk Pengujian Beda Rata-Rata antar
Dua Kredit Usahatani Tomat ................................................................... 102
16. Hasil Analisis Chi-Square Test Efisiensi Teknis Usahatani Tomat ........ 103
v
17. Akses Kredit dan Sebaran Efisiensi Teknis Petani Kentang................... 104
18. Hasil Analisis Pengujian-t untuk Pengujian Beda Rata-Rata Antar
Dua Kredit Usahatani Tomat ................................................................... 105
19. Hasil Analisis Chi-Square Test Efisiensi Teknis Usahatani Kentang..... 107
20. Parameter Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Tomat........................................................................ 108
21. Parameter Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic
Frontier Usahatani Kentang .................................................................... 110
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Konsep Efisiensi Berorientasi pada Sisi Input ........................................ 29
2. Konsep Efisiensi Teknis dan Efisiensi Alokatif Orientasi output .......... 31
3. Perbedaan Produksi Batas dengan Produksi Rata-Rata .......................... 33
4. Fungsi Produksi ..................................................................................... 46
5. Hubungan Penggunaan Input X dengan Nilai Produk Marjinal ............. 47
6. Kerangka Konseptual .............................................................................. 51
7. Kerangka Pengambilan Petani Contoh Kentang dan Tomat................... 54
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Konsumsi Perkapita Sayuran di Indonesia Tahun 2003-2008 ............. 127
2. Konsumsi Perkapita Buah-buahan di Indonesia Tahun 2003-2008 ..... 128
3. Metode Perhitungan “Factor Share dan Earner Share” ...................... 129
4. Luas Cakupan Wilayah berdasarkan Ketinggian Tempat dari Permukaan Laut di Kabupaten Simalungun ........................................ 130
5. Data Petani Contoh Petani Tomat di Kabupaten Simalungun ............. 131
6. Data Petani Contoh Petani Kentang di Kabupaten Simalungun .......... 137
7. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Tomat di Lokasi Penelitian
dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar .................................. 143
8. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kentang di Lokasi Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar .................................. 144
9. Persentase Penggunaan Input Usahatani Tomat pada setiap Akses
Kredit (Analisis Usahatani Tomat) ...................................................... 145
10. Persentase Penggunaan Input Usahatani Tomat pada setiap Akses Kredit (Analisis Usahatani Kentang) ................................................... 146
11. Distribusi Pendapatan Usahatani Tomat .............................................. 147
12. Distribusi Pendapatan Usahatani Kentang ........................................... 148
13. Rata-Rata Efisiensi Teknis Usahatani Tomat ...................................... 149
14. Rata-Rata Efisiensi Teknis Usahatani Kentang ................................... 149
15. Rata-Rata Efisiensi Ekonomis Usahatani Kentang .............................. 150
16. Rata-Rata Efisiensi Alokatif Usahatani Kentang ................................. 150
17. Analis R/C atas Biaya total Usahatani Sayuran ................................... 151
18. Factor Share dan Earner Share” Usahatani Tomat di Kabupaten
Simalungun ......................................................................................... 151
viii
19. “Factor Share dan Earner Share” Usahatani Kentang di Kabupaten Simalungun .......................................................................................... 152
20. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Kentang ........................ 153
21. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Kentang ...................... 156
22. Pengujian Beda Rata-Rata Dua Sampel ............................................... 159
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah
pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani
kecil yang dimaksud dalam pengembangan hortikultura adalah petani berlahan
sempit atau petani gurem dengan banyak kelemahan, yaitu: lemah pengetahuan
dan keterampilan, lemah modal, lemah teknologi, lemah atau kurang akses kredit,
dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap mereka. Semua kelemahan ini
menyebabkan usaha mereka sulit berkembang dan belum mampu menghasilkan
pendapatan yang layak bagi mereka.
Johnson dan Mellor (1961) mengidentifikasi paling tidak ada 5 (lima)
peran sektor pertanian dalam pembagunan ekonomi. Sektor pertanian sebagai
penyedia tenaga kerja dan lapangan kerja terbesar, karena sektor pertanian
merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian sebagai
penyedia pangan dan bahan baku untuk sektor industri dan jasa. Sektor pertanian
menyediakan pasar bagi produk-produk sektor industri karena jumlah penduduk
pedesaan yang sangat banyak dan terus meningkat. Sektor pertanian sebagai
penghasil devisa dan tidak kalah penting dengan sektor lainnya. Sektor pertanian
merupakan salah satu sektor yang efektif untuk mengurangi kemiskinan di
wilayah pedesaan melalui peningkatan pendapatan mereka yang bekerja di sektor
pertanian, karena selama ini kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.
Menurut Departemen Pertanian (2009) tantangan pembangunan pertanian
Indonesia ke depan adalah meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk
pertanian. Salah satu komoditas pertanian yang potensial dan mempunyai nilai
2
ekonomi untuk dikembangkan adalah komoditas hortikultura. Konsumsi perkapita
sayur-sayuran di Indonesia pada tahun 2003 sampai 2008 berturut-turut adalah
34.52 kg per tahun, 33.49 kg per tahun, 35.33 kg per tahun, 33.78 kg per tahun,
39.39 kg per tahun dan 35.64 kg per tahun seperti yang terlihat dalam Lampiran 1.
Angka tersebut jauh dibawah standar FAO untuk konsumsi sayur-sayuran, dimana
tingkat konsumsi sayur-sayuran minimal adalah 73 kilogram per kapita per tahun.
Saat ini standar tersebut bahkan sudah diperbaharui menjadi 91.25 kilogram per
kapita per tahun. Rendahnya tingkat konsumsi sayur masyarakat disebabkan
berbagai faktor yaitu kurangnya pemahaman terhadap manfaat dan fungsi sayuran
dalam mendukung kebutuhan pangan dan gizi keluarga.
Tabel 1. Tenaga Kerja di Sub Sektor Hortikultura Tahun 2003-2008 (1 000 Jiwa)
No Kel. Komoditas Tahun
2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 Buah-buahan 466 587 607 739 898 902
2 Sayuran 2 254 2 337 2 272 3 002 2 838 2 843
3 Tanaman Hias 1.4 2.0 1 .5 0.8 0.8 0.9
4 Tanaman Biofarma
15 16 20 931 31 283 34 628 32
Total 2 736 2 943 2 902 3 773 3 771 3 778
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010.
Pengembangan usahatani hortikultura diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan terutama petani miskin
pelaku usahatani hortikultura. Selain itu peningkatan kesejahteraan dapat dicapai
melalui pengurangan pengangguran, karena usahatani hortikultura dari tahun
ketahun mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga
kerja pada usahatani hortikultura pada tahun 2003 sampai 2008 mengalami
3
peningkatan menurut kelompok komoditasnya adalah sebesar 93.28 persen
(komoditas buah-buahan), 26.14 persen (sayuran), 121.48 persen (tanaman
biofarma), sedangkan untuk tanaman hias penyerapan tenaga kerja mengalami
penurunan sebesar 34.65 persen seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Komoditas hortikultura, khususnya sayuran dan buah-buahan mempunyai
beberapa peranan strategis, yaitu: (1) sumber bahan makanan bergizi bagi
masyarakat yang kaya akan vitamin dan mineral, (2) sumber pendapatan dan
kesempatan kerja, serta kesempatan berusaha, (3) bahan baku agroindustri, (4)
sebagai komoditas potensial ekspor yang merupakan sumber devisa negara, dan
(5) pasar bagi sektor non pertanian. Melalui usahatani hortikultura diharapkan
dapat meningkatkan pendapatan petani terutama didaerah pedesaan.
Walaupun usahatani hortikultura sangat potensial untuk dikembangkan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, usahatani hortikultura
memiliki kendala. Adapun kendala dasarnya menurut Hastuti (2004) yaitu: (1)
pemanfaatan potensi sumberdaya yang kurang diberdayakan, (2) belum
sepenuhnya dalam menerapkan teknik budidaya yang baik (penggunaan benih
unggul bermutu, penerapan teknologi budidaya, berusahatani yang aman
konsumsi, dan yang lainnya), (3) kelembagaan petani belum kuat, (4) terbatasnya
modal usahatani, dan (5) penanganan pasca panen. Faktor modal penting karena
usahatani memerlukan input yang berasal dari luar sektor pertanian, seperti pupuk
kimia, pestisida, bibit dan tehnologi. Dengan demikian faktor modal
mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani. Petani memerlukan kredit sebagai
tambahan modal usahataninya dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebelum
panen. Untuk menutupi kekurangan modal usahanya, para petani pada umumnya
4
mengajukan pinjaman ke lembaga pembiayaan disekitar tempat tinggal mereka,
baik secara formal maupun non formal. Kredit formal dapat berupa kredit
program dan kredit komersial.
Tabel 2. Produktivitas Tanaman Kentang, Kubis, Wortel, Cabe dan Tomat di Sumatera Utara
(Ton/Ha)
Jenis Tanaman
Tahun
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Kentang 21.1 19.17 16.67 16.97 16.03 16.24
Kubis 22.61 25.58 28.76 25.37 26.78 26.69
Wortel 25.82 19.91 23.18 23.1 22.72 21.66
Cabe 2.87 7.41 7.82 8.04 8.53 8.57
Tomat 23.16 20.42 20.6 21.34 18.91 18.83 Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia dari berbagai Tahun, diolah.
Salah satu kawasan penghasil kamoditas sayuran adalah Sumatera Utara.
Propinsi Sumatera Utara berpotensial sebagai penghasil komodititas sayuran.
Produktivitas tanaman sayuran kentang, kubis, wortel, cabe dan tomat di
Sumatera Utara mengalami peningkatan kecuali produktivitas kentang dan tomat
seperti yang terlihat pada Tabel 2. Salah satu faktor yang mempengaruhi
produktivitas adalah modal usahatani. Modal penting karena input usahatani
berasal dari luar usahatani seperti pupuk, pestisida, tenaga kerja dan lain lainnya.
Soekartawi (1989) menyatakan salah satu yang mempengaruhi produktivitas
adalah faktor alam atau tanah (tingkat kesuburan tanah, tofografi, dll), faktor
modal dan faktor tenaga kerja. Petani sayuran pada umumnya memiliki modal
yang kecil untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan input yang digunakan
untuk usahatani sayuran berasal dari luar sektor usahatani tersebut, seperti: pupuk,
pestisida dan bibit unggul yang harganya mahal.
5
Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten penghasil
sayuran khususnya tomat dan kentang di Sumatera Utara. Menurut data Badan
Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara tahun 2006 daerah yang merupakan sentra
tanaman sayuran komoditi cabe dihasilkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun,
Tapanuli Selatan dan Deli Serdang yang mengkontribusi cabe sebesar 59.04
persen (produksinya mengalami penurunan karena pada tahun 2004 daerah ini
menghasilkan 90.74 persen) dari total produksi. Untuk komoditi kentang
Kabupaten Simalungun dan Karo menghasilkan sebesar 96.78 persen dari total
produksi kentang di Sumatera Utara. Begitu juga untuk komoditi tomat
Kabupaten Karo dan Simalungun menghasilkan 94.26 persen dari total produksi
tomat di Sumatera Utara. Produksi wortel terbesar dihasilkan oleh Kabupaten
Karo dan Simalungun yang menghasilkan sebesar 94.26 persen dari total
produksi wortel. Produksi kubis di Sumatera Utara dikontribusi oleh Kabupaten
Karo dan Simalungun sebesar 92.21 persen dari total produksi kubis.
Produktivitas usahatani tomat dan kentang mengalami penurunan.
Menurunnya produktivitas tomat dan kentang di duga dipengaruhi oleh
penggunaan dan pengelolaan input usahatani tersebut. Ini diduga karena
penggunaan input yang tidak tepat terutama kualitas dan kuantitas. Pengadaan
input dipengaruhi oleh berapa besar modal yang dimiliki oleh petani. Maka untuk
melakukan usahatani memerlukan modal. Soekartawi (1989) menyatakan faktor-
faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah faktor alam atau tanah (tingkat
kesuburan tanah dan tofografi), faktor modal dan faktor tenaga kerja. Faktor
modal itu penting karena input yang digunakan untuk usahatani sayuran berasal
6
dari luar sektor usahatani tersebut, seperti: pupuk, pestisida dan bibit unggul yang
harganya mahal.
Modal untuk berusahatani dapat berasal dari modal sendiri (dari petani
sendiri jika petani memiliki kemampuan finansial sendiri) dan dari kredit (jika
petani tidak memiliki modal sendiri). Keberadaan kredit dibutuhkan oleh petani
untuk tujuan produksi, pengeluaran sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan
pertemuan sosial lainnya. Masalah utama dalam penyediaan kredit ke petani kecil
adalah adanya jurang pemisah antara penyaluran dengan penerimaan kredit.
Banyak lembaga pemodalan dengan berbagai skim kreditnya ditawarkan kepada
petani, tetapi pada kenyataannya hanya diakses oleh kelompok masyarakat
tertentu sedangkan petani kecil yang berlahan sempit atau tidak memiliki lahan
tetap tidak dapat mengaksesnya.
Terbatasnya akses petani pada kredit dari lembaga formal, mendorong
petani mengakses kredit dari lembaga non formal yang berada di sekitarnya.
Kredit yang diakses petani berbeda-beda, maka perlu dibuktikan apakah dengan
sumber kredit yang berbeda memberikan efek efisiensi usahatani, pendapatan
usahatani dan distribusi pendapatan yang berbeda kepada petani. Untuk
membuktikannya maka dilakukan penelitian tentang menganalisis perbedaan
akses kredit terhadap usahatani sayuran di Kabupaten Simalungun. Diduga
dengan perbedaan akses menyebabkan perbedaan dalam hal efisiensi usahatani
dan distribusi pendapatan.
1.2. Rumusan Masalah
Petani tomat dan kentang di Kabupaten Simalungun masih menghadapi
berbagai masalah dalam melakukan usahataninya. Masalah yang paling utama
7
adalah terbatasnya modal usahatani. Maka untuk mendukung usahataninya petani
dapat mengakses kredit dari perbankan, tetapi tidak semua petani dapat
mengakses kredit dari perbankan karena adanya persyaratan agunan. Petani yang
dapat mengakses kredit dari bank adalah petani yang memiliki agunan dan
berusahatani dalam skala besar. Sedangkan petani kecil akan mengakses kredit
dari lembaga keuangan non formal yang tersedia disekitarnya. Petani yang
mengakses kredit dari lembaga keuangan non-formal disekitarnya merasa bahwa
lembaga ini mengerti akan kebutuhan oleh petani. Setiap sumber kredit berbeda
tingkat suku bunga dan peraturannya, maka akan mengakibatkan perbedaan
efesiensi usahatani dan distribusi pendapatan usahatani. Tetapi bagi petani
didaerah pedesaan tinggi rendahnya bunga bukan hanya faktor penentu, tetapi
juga biaya transaksi yang harus dibayar oleh peminjam. Semakin tinggi transaksi
akan menyebabkan biaya kredit secara total akan semakin tinggi.
Akses petani terhadap sumber kredit dari bank masih rendah. Rendahnya
akses kredit petani terhadap lembaga keuangan formal diduga karena status
kepemilikan lahan. Petani di Simalungun kepemilikan lahannya kebanyakan
adalah warisan keluarga. Sehingga lahan tidak bisa digunakan sebagai agunan
untuk mengajukan kredit ke perbankan. Selain itu masalah utama petani kecil
tidak mampu mengakses kredit dari lembaga keuangan formal adalah sistem
pengembaliannya yang bersifat bulanan, sedangkan hasil produk pertanian
bersifat musiman. Petani tidak mengakses kredit kelembaga formal walaupun
tingkat suku bungannya rendah karena total biaya yang dikeluarkan cukup besar
yaitu untuk cost transaction, sehingga bunga yang kecil tidak dapat menjadi
kompensasi terhadap biaya-biaya yang lain yang relatif besar. Maka petani
pedesaan membutuhkan sumber kredit yang mudah, murah, cepat dan tepat.
Artinya tidak terlalu banyak persyaratan yang diperlukan untuk meminjam,
8
tersedia pada saat diperlukan dan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
Persyaratan-persyaratan itu belum bisa di penuhi oleh lembaga keuangan formal
maka petani kecil cenderung meminjam kredit dari lembaga-lembaga keuangan
non-formal yang berada disekitarnnya.
Hastuti (2006) menyatakan aksesibilitas petani terhadap sumber-sumber
permodalan masih sangat terbatas, terutama bagi petani-petani yang menguasai
lahan sempit yang merupakan komunitas terbesar dari masyarakat pedesaan.
Petani banyak mengakses kredit non formal dari pada kredit formal, karena kredit
non formal tidak memerlukan persyaratan yang rumit, misalnya keharusan adanya
agunan dan proses penyaluran kredit dapat dilakukan dengan cepat, dekat, tepat
waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian tidak jarang
ditemui bahwa kekurangan modal atau biaya merupakan kendala yang menjadi
penghambat bagi petani dalam mengelola dan mengembangkan usahataninya
(Nurmanaf et al., 2006).
Di Kabupaten Simalungun ada beberapa lembaga keuangan non formal
yang banyak di akses petani adalah: (1) pedagang dimana memiliki modal dan
adanya perjanjian tidak tertulis dengan petani, dimana hasil usahatani petani dijual
kepada pedagang tersebut, (2) toko sarana produksi pertanian yang menjual alat-
alat pertanian, obat-obatan, benih dan pestisida, dan (3) Credit Union. Maka
diduga dari akses kredit yang berbeda akan memberikan dampak efisiensi
usahatani sayuran dan distribusi pendapatan usahatani sayuran yang berbeda bagi
petani.
Sumber kredit di Kabupaten Simalungun berasal dari lembaga keuangan
formal (bank umum yaitu Bank Rakyat Inodnesia dan Bank Sumut) dan dari
lembaga keuangan non formal (Credit Union), pedagang, dan pengusaha saprotan
(hasil analisis di lokasi penelitian 2010). Akses petani kepada perbankan untuk
9
mendapatkan kredit tidak mudah, petani kecil sering tidak mampu memberi
agunan yang cukup memadai, sementara pihak bank menuntut agunan yang
bernilai tinggi. Perbankan masih menganggap sektor pertanian sangat beresiko
sehingga menerapkan prinsip kehati-hatian, seleksi nasabah yang ketat dan
diberlakukan persyaratan harus memiliki agunan. Sementara di pihak petani
adanya agunan dirasakan cukup memberatkan, apalagi agunan dalam bentuk
sertifikat tanah, juga prosedur administrasi yang rumit dan memerlukan waktu
yang cukup lama. Akibatnya saat petani membutuhkan dana yang sifatnya segera
untuk membeli sarana produksi tidak tersedia. Selain itu sebagian besar petani
beranggapan bahwa mekanisme pembayaran kredit harus dilakukan bulanan.
Maka petani mengakses kredit yang bersifat non formal yang tersedia di lapangan,
seperti pedagang input dan pedagang sayur juga para pelepas uang. Sumber-
sumber ini ”sangat mengerti” kondisi dan kebutuhan para petani. Pinjaman
diberikan tanpa agunan dengan prosedur yang sederhana. Realisasi dilakukan
dengan cepat, dekat, tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan para
petani, walaupun harus membayar dengan tingkat suku bunga tinggi.
Salah satu alasan utama petani kurang akses ke lembaga formal adalah
keuntungan tingkat bunga rendah yang diberikan dikalahkan oleh lebih banyaknya
waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan kredit. Disamping itu,
lembaga non-formal juga memberikan beberapa keuntungan: (1) relatif tidak ada
biaya transaksi, (2) frekuensi berhubungan lebih cepat antara 1-3 kali, dan (3)
lama pengurusan kredit antara 1-3 hari. Pedagang sarana produksi pertanian dan
pedagang sayuran menetapkan suku bunga rendah, karena mereka mengutamakan
hubungan kerjasama dalam pemasaran dan keberlanjutan usahatani.
Perbedaan akses kredit dapat memberikan perbedaan pendapatan usahatani
dan efisiensi usahatani. Jika ada petani yang dapat mengakses kredit dari lembaga
10
keuangan formal tentu akan dapat membeli input usahatani dari toko sarana
produksi pertanian yang lebih murah dan menjual hasil usahataninya kepedagang
yang harganya lebih mahal, sedangkan jika ada petani yang meminjam modal dari
pedagang maka dia harus menjual hasil usahataninya kepada pedagang tersebut
dengan harga yang ditekan. Perbedaan akses akan mempengaruhi perbedaan
jumlah input, harga input dan harga output usahatani yang digunakan dan
dihasilkan oleh petani. Selain dilihat dari efisiensi usahatani juga perlu dilihat dari
distribusi pendapatan usahatani. Bisa saja efisiensi tetapi pembagian (proporsi)
keuntungan masing-masing pelaku usahatani malah menekan petani (penggarap).
Berdasarkan latar belakang permasalahan tesebut, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah yang akan diteliti yaitu:
1. Bagaimana pengaruh perbedaan sumber akses kredit terhadap efisiensi teknis,
pendapatan, dan distribusi pendapatan usahatani tomat dan kentang di
Kabupaten Simalungun?
2. Kebijakan apakah yang harus dilakukan oleh pemerintah setempat untuk
meningkatkan akses petani terhadap modal usahatani tomat dan kentang?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efesiensi teknis usahatani
tomat dan kentang.
2. Menganalisis pengaruh akses kredit terhadap efisiensi teknis usahatani tomat
dan kentang.
3. Mengetahui pengaruh akses kredit terhadap pendapatan usahatani tomat dan
kentang.
4. Mengetahui pengaruh akses kredit terhadap distribusi pendapatan usahatani.
11
5. Mendeskripsikan kebijakan yang tepat untuk petani kentang dan tomat dalam
mengakses kredit untuk meningkatkan meningkatkan pendapatan petani dan
meningkatkan kesejahteraan petani di Kabupaten Simalungun.
Manfaat hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran
bagi pembuat kebijakan dan pengambil keputusan untuk memberikan pinjaman
kredit maupun arah pembangunan pertanian di Kabupaten Simalungun. Terutama
bagi para pembuat kebijakan dan para pengambil keputusan dalam memberikan
pinjaman kredit maupun arah pembangunan industri kecil beserta kelembagaan
tataniaga, khususnya pengolahan sayur yang akan berinvestasi di Kabupaten
Simalungun.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data cross section yang di laksanakan pada
salah satu wilayah sentra penghasil kentang dan tomat di Provinsi Sumatera Utara
yaitu di Kabupaten Simalungun. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka
penelitian ini terbatas pada petani yang mengakses kredit dari bank, pedagang,
Credit Union dan toko sarana produksi pertanian yang menggunakannya untuk
usahatani kentang ataupun tomat. Tingkat pendapatan usahatani dihitung dalam
jangka waktu satu kali musim tanam dan sesuai dengan jenis komoditas yang di
usahakan. Studi ini menganalisis karakteristik kredit yang ada dilokasi penelitian,
faktor-faktor efisiensi, inefisiensi, dan distribusi pendapatan usahatani kentang
dan tomat. Data-data yang dikumpulkan mencakup karakteristik tumahtangga
petani (umur, pendidikan, pengalaman, status kepemilikan lahan, usahatani
kentang ataupun tomat dalam bentuk input dan output (per persil), jumlah tenaga
kerja, dan pendapatan dari usahatani kentang dan tomat. Bentuk fungsi produksi
12
yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi ini dipilih
karena pertimbangan, yaitu: (1) lebih sederhana, (2) bersifat homogen, sehingga
dapat digunakan untuk menurunkan fungsi biaya dari fungsi produksi, dan (3)
jarang menimbulkan masalah multicollinearity.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti
kepercayaan (truth atau faith), oleh karena itu dasar dari kredit adalah
kepercayaan. Arti percaya dari pemberi kredit adalah ia percaya kepada penerima
kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan
perjanjian. Sedangkan bagi penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan
sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu.
Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa
penerima kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala
sesuatu yang telah dijanjikan yang berupa uang, jasa atau barang (Suyatno et al.,
2007).
Pengertian kredit menurut Undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun
1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan pengertian bank menurut
Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 adalah usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak (Bank Indonesia, 2002). Di Indonesia sistem perbankan yang
berlaku pada saat ini ada dua macam (dual system), yaitu sistem konvensional
bank masih menerapkan sistem bunga dan sistem syariah menitik beratkan pada
14
bagi hasil sebagai padanan kredit pada bank konvensional sehingga pada bank
syariah dikenal dengan aktivitas pembiayaan (Suyatno et al., 2007).
Pengertian kredit diatas dapat dijelaskan bahwa kredit adalah pemberian
pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh
perusahaan. Nasabah menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan sebagai
pemberi pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan
membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Manusia
memerlukan kredit karena manusia adalah homo economicus dan setiap manusia
selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia beraneka
ragam sesuai dengan harkatnya yang selalu meningkat, sedangkan
kemampuannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas. Hal ini
menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan cita-
citanya, dalam hal ini ia berusaha. Maka untuk meningkatkan usahanya atau untuk
meningkatkan daya guna suatu barang, manusia sangat memerlukan bantuan
dalam bentuk permodalan. Bantuan pada lembaga keuangan bank maupun non
perbankan disebut kredit.
Dalam memberikan kredit, lembaga keuangan khususnya bank
mempunyai kriteria penilaian terhadap nasabah. Suyatno et al. (2007)
menjelaskan beberapa unsur-unsur kredit adalah:
1. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa
uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu
dimasa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, sebelumnya
sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara internal
15
maupun eksternal. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan
sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.
2. Kesepakatan
Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan
antara pemberi kredit dengan penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan
dalam suatu perjanjian dan masing-masing pihak menandatangani hak dan
kewajibannya.
3. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini
mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu
tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.
4. Risiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko
tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit
semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi
tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun
oleh risiko yang tidak disengaja. Misalnya terjadi bencana alam atau
bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya.
5. Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang
kita kenal dengana nama bunga.
2.2. Pentingnya Kredit dalam Mendukung Usahatani
Kredit sangat dibutuhkan untuk melaksanakan pembagunan. Kredit
memiliki fungsi dan tujuan yaitu:
16
1. Mencari keuntungan
Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hal
tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas
jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.
Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup lembaga keuangan
tersebut. Jika lembaga keuangan terus menerus rugi, maka besar kemungkinan
lembaga keuangan tersebut akan dilikuidasi atau dibubarkan.
2. Membantu usaha nasabah
Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan
dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana
tersebut, maka pihak debitur dapat mengembangkan dan memperluaskan
usahanya.
3. Membantu pemerintah
Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak
perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti
adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Keuntungan bagi
pemerintah dengan menyebarnya pemberian kredit adalah:
a. Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank.
b. Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan
usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru
sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang masih menganggur.
c. Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa sebagian besar
kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang dan jasa
yang beredar di masyarakat.
17
d. Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk yang
sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri
dengan fasilitas kredit yang ada jelas akan dapat menghemat devisa
negara.
e. Meningkatkan devisa negara, apabila produk dari kredit yang dibiayai
untuk keperluan ekspor.
Pemerintah ada menyalurkan kredit untuk membantu petani. Pusat
Pembiayaan Pertanian (2009) menyatakan bahwa untuk sektor pertanian
penyaluran kredit bertujuan untuk: (1) meningkatkan akses kredit/pembiayaan
petani, kelompok tani dan gabungan kelompok tani kepada lembaga keuangan
perbankan, (2) mempercepat pertumbuhan sektor riil (tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan), (3) mendukung program ketahanan
pangan dan program-program lain yang ada di Departemen Pertanian, dan (4)
dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di
sektor pertanian.
Pemberian kredit melalui perbankan merupakan intervensi pemerintah
bagi dunia usaha agar roda perekonomian terus berjalan. Menurut Ellis (1992),
bahwa pemberian kredit merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah yang
cukup populer untuk sektor pertanian di negara berkembang dengan tujuan: (1)
mengatasi kendala kritis yang menghambat produktivitas pertanian, misalnya
untuk pembelian sarana produksi, (2) mempercepat proses adopsi teknologi oleh
petani, (3) membantu petani kecil mengatasi ketidak mampuan mereka untuk
meminjam modal dari sumber keuangan informal dan komersial, dan (4) untuk
pemerataan.
18
Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting yaitu:
pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur dan pengurangan jumlah kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi dapat kita ditunjukkan melalui peningkatan produksi
(output). Peningkatan produksi hanya dapat dicapai melaui penambahan input dan
pengelolaan sumberdaya secara efisien maupun penggunaan teknologi baru.
Penambahan input dan adopsi teknologi baru yang dapat meningkatkan output
berarti harus meningkatkan penggunaan modal. Modal yang digunakan dapat
bersumber dari modal sendiri atau dari modal pinjaman (kredit).
Kredit sangat berperan penting dalam pembangunan pertanian Indonesia.
Hastuti (2004), pentingnya kredit terkait dengan tipologi petani yang sebagian
besar merupakan petani kecil dengan penguasaan lahan yang sempit sehingga
tidak memungkinkan untuk melakukan pemupukan modal. Untuk melakukan
pemupukan modal usahatani, salah satu caranya adalah akses terhadap kredit.
Peningkatan akses terhadap kredit akan meningkatkan kemampuan petani
membeli sarana produksi dan menggunakan teknologi produksi sehingga dapat
dicapai peningkatan efisiensi usahatani (Hazarika dan Alwang, 2003). Dapat
disimpulkan bahwa kredit merupakan salah satu pendukung utama pengembangan
adopsi teknologi usahatani yang akhirnya diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas, nilai tambah dan pendapatan usahatani. Syukur et al. (1990) selain
meningkatkan adopsi terhadap teknologi, kredit untuk sektor pertanian seperti
Bimas, kredit intensifikasi dan Kredit Usaha Tani (KUT), kredit juga berfungsi
efektif sebagai perangkat introduksi. Hubungan adopsi teknologi dengan kredit
adalah dengan adanya akses petani terhadap sumber kredit maka diharapkan
petani dapat mengalokasikan kredit yang didapatnya untuk mengadopsi teknologi
19
baru yang dapat meningkatkan produktivitas usahataninya. Kita ketahui bahwa
untuk mengadopsi teknologi baru umumnya membutuhkan modal yang besar,
maka dengan adanya akses petani terhadap kredit petani dapat mengadopsi
teknologi yang sesuai dengan kebutuhan petani. Maka dapat disimpulkan bahwa
kredit usahatani itu penting dan pemberian kredit usahatani harus dilaksanakan
dengan efisien sehingga kredit tersedia dan mudah di dapatkan oleh petani. Petani
yang dapat mengelola kredit dengan baik, akan dapat mengembalikan kredit tepat
waktu.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan kredit dapat
meningkatkan efisiensi usahatani. Peningkatan efisiensi dapat diukur dari
produksi, produktivitas dan pendapatan petani yang meningkat. Pentingnya
pembiayaan berupa kredit dalam rangka peningkatan produksi, produktivitas dan
pendapatan ushatani telah dibuktikan oleh beberapa peneliti. Tetapi seperti yang
ketahui bahwa sumber kredit dipedesaan beraneka ragam, ada yang berasal dari
lembaga keuangan formal (Bank Komersil/Cabang, Bank Komersil/Unit,
BPR/BPRS, Koperasi, Pengadaian, Bank Kredit/Desa/LKDP, dan Bantuan
BUMN) dan lembaga keuangan non formal (kios sarana produksi pertanian,
pengolah hasil pertanian, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, Bank
Keliling/harian, famili/tetangga dan lainnya) (Hastuti dan Supadi, 2001).
Simatupang dan Rachmat (1989) mendukung bahwa permasalahan utama
dalam usahatani adalah masalah modal, modal menjadi kendala karena petani
semakin kesulitan dalam mengelola usahataninya karena harga input terutama
harga pupuk terus mengalami kenaikan. Nizar (2004) menyatakan bahwa kredit
usahatani masih sangat diperlukan sebagai tambahan modal kerja petani dalam
20
melaksanakan usahatani terutama kebutuhan pupuk dan bibit, namun dalam
pelaksanaannya masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak-pihak
yang terlibat dalam proses penyaluran dan pengembalian kredit. Maka dengan
demikian kredit sangat berperan sebagai pelancar pembangunan pedesaan dan
meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani.
2.3. Lembaga Keuangan dan Sumber Permodalan Usahatani di Pedesaan
Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang
keuangan, secara langsung maupun tidak langsung, menghimpun dana dan
menyalurkannya kepada masyarakat, terutama untuk membiaya investasi
perusahaan-perusahaan (SK Menteri Keuangan Nomor Kep-38/MKIV.I/72).
Secara umum lembaga keuangan berfungsi sebagai penerima dan penyalur dana
bagi nasabah. Salah satu bentuk penyaluran dana adalah kredit. Menurut Basit
(1997) dalam Sariwulan (2000) menyatakan peran kredit merupakan kebutuhan
penting bagi nasabah, dan juga menjadi pengerak utama perkembangan lembaga
keuangan. Anwar (1993) memilah struktur lembaga keuangan pedesaan atas tiga
jenis yaitu:
1. Lembaga keuangan formal pedesaan.
Lembaga keuangan formal merupakan lembaga keuangan yang diatur oleh
aturan perundang-undangan dan diawasi oleh pemerintah. Tipe lembaga
keuangan ini mengharuskan adanya collateral atau agunan dalam kontrak
pinjaman untuk mengurangi terjadinya risiko yang lebih besar. Yang termasuk
kedalam jenis lembaga keuangan formal adalah: (1) Bank Rakyat Indonesia
Unit Desa (BRI Udes), salah satu bentuk kredit yang diberikan adalah Kredit
Usaha Kecil (KUK), (2) Perkreditan Koperasi, koperasi yang melayani
21
kegiatan simpan-pinjam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang pada
umumnya masih belum bankable, adapun jenis perkreditan koperasi adalah
KUD (Koperasi Unit Desa), Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Karyawan,
Koperasi Pengawai Negeri, Koperasi Fungsional Angakatan Bersenjata, dan
lainnya, dan (3) Perkreditan Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR).
2. Lembaga Keuangan Semi formal
Lembaga keuangan semi formal adalah lembaga keuangan yang dalam
operasionalnya berdasarkan suatu keputusan pemerintah tertentu dan masih
menggunakan pranata adat setempat yang berlaku. Dalam sistem kontrak
pinjaman antara borrower dan lender tidak mengharuskan adanya collateral
atau agunan melainkan didasarkan pada kepercayaan (Trust) antara kedua
belah pihak. Contohnya adalah: (1) Bank Pasar yaitu lembaga keuangan yang
berupa lumbung desa dan bank desa, (2) Bank Perkreditan Kecamatan, (3)
Koperasi Simpan Pinjam (KOSIPA), (4) Bank Syariah, dan (5) Koperasi
Kredit (Credit Union).
3. Lembaga Keuangan Informal
Lembaga keuangan ini dalam operasionalisasinya tidak diawasi oleh
pemerintah dan meliputi para pelepas uang professional (rentenir), kerabat
keluarga dan sahabat terdekat, para pedagang atau petani kaya. Sistem kontrak
pinjamnya tidak menggunakan collateral atau agunan sebagai jaminan akan
tetapi semata-mata berdasarkan rasa saling percaya (trust).
Pasar Kredit Formal dikelola, diatur, diawasi pengaturannya oleh
pemerintah dan institusi perundang-undangan. Pasar modal formal mensyaratkan
adanya agunan (collateral). Pasar kredit semi formal adalah lembaga keuangan
22
yang mendapat ijin resmi dari pemerintah, tetapi beroperasinya masih
memanfaatkan adat kebiasaan dan tata nilai masyarakat pedesaan. Pasar kredit
informal umumnya tidak di awasi oleh pemerintah, tidak mengharuskan adanya
agunan, hanya atas dasar kepercayaan (trust) antara peminjam (borrowers) dan
yang meminjamkan (lenders), misalnya rentenir.
Disamping pembagian berdasarkan formal, semi formal dan nonformal,
menurut Anwar (1998) lembaga keuangan di pedesaan secara garis besarnya
dibagi dua kelompok, yaitu: (1) sistem perbankan yang memiliki dan dikendalikan
oleh Bank Indonesia (BI), dan (2) sistem perbankan dimiliki oleh organisasi
masyarakat pedesaan.
Supriatna (2008) menginformasikan bahwa sudah banyak lembaga yang
menyediakan kredit di tingkat desa, berdasarkan organisasinya dapat
dikelompokan ke dalam tiga bagian, adalah: (1) lembaga kredit informal terdiri
atas Bank keliling dikenal dengan nama lokal ”Bank jongkok”, pedagang hasil
pertanian, pelepas uang, pedagang sarana produksi dan penggilingan padi, (2)
lembaga kredit formal terdiri atas Koperasi Unit Desa (KUD), Bank Perkreditan
Rakyat (BPR), BRI Unit Desa dan lembaga pegadaian, dan (3) kredit program
pemerintah terdiri atas Usaha Pelayanan Kredit Desa (UPKD) dana APBD dan
Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dana APBN.
2.4. Perkembangan Kredit Pertanian
Pada tahun 1959 sejak pendirian Padi Sentra yang menangani masalah
penyuluhan, penyaluran dan pemberian kredit, pemerintah Indonesia mulai
memperkenalkan kredit program bagi petani. Kredit yang diperkenalkan
pemerintah tersebut bertujuan untuk pembelian saranan produksi dan uang untuk
23
biaya hidup (cost of living). Prosedur pencarian kredit tersebut sebenarnya mudah,
hanya memerlukan agunan berupa lahan sawah atau jaminan produksi padi yang
akan dipanen. Karena kredit memerlukan agunan lahan sawah atau jaminan
produksi yang akan di panen, petani menjadi sulit untuk menyediakan agunan
tersebut sehingga kredit sulit diakses oleh petani.
Pada tahun 1966 bersaman dengan diluncurkannya program Bimbingan
Massal (Bimas), pemerintah membenahi sistem kelembagan perkreditan untuk
mendukung program intensifikasi padi. penyaluran kredit pada waktu itu menjadi
tanggung jawab BNI unit II (sekarang adalah BRI). Penyaluran kredit dilakukan
melalui Koperasi Produksi Petani (Koperta). Kredit yang diberikan dalam bentuk
sarana produksi dengan agunan usahatani padi yang sedang diusahakan.
Permasalahan yang muncul adalah pengajuan kredit yang tidak sederhanan, sering
terjadi keterlambatan kredit dan keterjangkauan lokasi unit pelayanan masih
terbatas. Selanjutnya pada tahun 1969 diganti dengan Bimas gotong royong. Pada
saat itu kredit usahatani diberikan dengan sistem bagi hasil, yaitu 1/6 produksi
kotor diperuntukkan untuk pembayaran kredit. Sistem kredit ini juga mengalami
masalah, yaitu keterlambatan penyaluran sarana produksi, paket kredit yang tidak
sesuai dengan kebutuhan petani dan cara pembayaran kredit yang masih rancau.
Pada tahun 1970 pemerintah menyempurnakan program Bimas gotong
royong menjadi Bimas yang disempurnakan. Dengan penyempurnaan ini, kredit
program intensifikasi salurkan melalui BRI Unit Desa, sedangkan pengadaan dan
penyaluran sarana produksi dilaksanakan melalui BUUD/KUD (Badan Usaha
Unit Desa/Koperasi Unit Desa). Kredit ini diberikan pada petani pemilik atau
penggarap dengan jaminan berupa barang bergerak atau usahataninya. Pada tahun
24
1982 penyaluran kredit ini tidak hanya melalui BRI Unit Desa, tetapi bisa juga
melalui KUD. Dengan demikian akses petani pada kredit program intensifikasi
menjadi lebih baik. Yang menjadi masalah adalah semakin membesarnya
tunggakan kredit.
Pada tahun 1985 pemerintah menghentikan Kredit Bimas, dan
menggantinya dengan Kredit Usahatani (KUT). Pada prinsipnya KUT ini hampir
sama dengan Kredit Bimas namun KUT mencakup lebih banyak komoditas, yaitu,
padi, palawija dan hortikultura. Petani yang tergabung di dalam kelompok tani
dapat akses kepada KUT dengan membuat Rencana Defenitif Kebutuhan
Kelompok (RDKK). Petani membuat RDKK sesuai dengan paket teknologi
anjuran dengan mendapatkan bimbingan dari Penyuluh Pertanian Lapangan
(PPL).
Di dalam perjalanan KUT mengalami berbagai perubahan sesuai dengan
perkembangan ekonomi dan kebijakan pemerintah. Pada saat Indonesia mulai
dilanda krisis pada tahun 1998 dan kemarau panjang (el nino) yang menyebabkan
dampak negatif pada pertanian. Beberapa perbankan juga menyediakan kredit
bagi petani. Tetapi akses petani terhadap kredit yang berasal dari perbankan hanya
sedikit. Itu disebabkan karena perbankan mengharuskan adanya agunan.
2.5. Aksessibilitas Petani terhadap Kredit di Pedesaan
Syukur et al. (1990) menyatakan bahwa peran kredit sebagai pelancar
pembangunan pertanian adalah: (1) membantu petani kecil dalam mengatasi
keterbatasan modal dengan bunga yang relatif ringan, (2) mengurangi
ketergantungan petani dengan pedagang perantara dan pelepas uang, dengan
demikian berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil
25
pertanian, (3) mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat untuk
mendorong pemerataan, dan (4) insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi
usahatani. Tetapi nyatanya masih banyak petani yang tidak dapat mengakses
kredit dari lembaga keuangan formal yang memiliki tingkat suku bunga yang
rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi akses petani terhadap sumber kredit
terdiri dari tiga macam, yaitu: (1) faktor yang berasal dari dalam diri petani itu
sendiri, (2) faktor penunjang, dan (3) faktor ekonomi. Ketiga faktor tersebut akan
terintegrasi dengan sendirinya sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi akses
petani terhadap sumber kredit. Faktor yang berasal dari diri petani di bagi menjadi
beberapa aspek, yaitu: umur petani, tingkat pendidikan petani, jumlah anggota
keluarga, pengalaman berusahatani, keikutsertaan dalam kepengurusan kelompok
tani dan resiko kegagalam usahatani. Sedangkan faktor ekonomi terdiri dari: skala
usahatani, kepemilikan lahan dan rasio pendapatan usahatani.
Mosher (1966) mengatakan ada beberapa hal yang akan diperhitungkan
petani dalam mengambil kredit atau tidak. Ini perlu dilakukan oleh petani sebagai
bahan pertimbangan agar mereka tidak terjerumus kedalam masalah yaitu dengan:
(1) menaksir besarnya hasil yang akan diperoleh pada saat panen, (2) menaksir
harga pasar produknya, (3) biaya untuk mengusahakan pinjaman (kredit), (4)
sanksi, (5) tingkat kesulitan dalam memperoleh kredit, dan (6) ketepatan waktu
dalam penyaluran kredit. Mayrowani, et al. (1998) menyatakan bahwa
berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan model logit, bahwa intercept,
umur kepala keluarga, jumlah anggota rumahtangga, pengeluaran rumahtangga,
26
rasio pendapatan usahatani terhadap total pendapatan, resiko kegagalan menjadi
faktor yang berpengaruh terhadap aksessibilitas petani.
Di daerah pedesaan ada berbagai bentuk sumber lembaga pembiayaan
yang dapat melayani masyarakat, baik yang bersifat formal maupun non formal.
Lembaga yang bersifat formal antara lain Bank BRI, BPR, Koperasi, Pegadaian.
BKD/LDKP, dan sebagainya. Sedang lembaga pembiayaan non formal antara lain
kios saprotan, pedagang hasil pertanian, pelepas uang/rentenir, bank keliling, dan
sebagainya. Kredit di pedesaan melibatkan dua kelompok yaitu petani atau
masyarakat sebagai debitor, dan lembaga pembiayaan baik formal maupun non
formal sebagai kreditor. Kedua kelompok tersebut tentu berbeda kepentingan dan
tujuan terhadap perkreditan, sehingga dapat menimbulkan konflik pandangan.
Konflik pandangan ini terjadi antara lembaga perkreditan pemerintah dengan
masyarakat petani di pedesaan. Oleh karena itu di daerah pedesaan muncul
berbagai bentuk kelembagaan pembiayaan non formal, yang terbentuk sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Sumber kredit nonformal lebih bersifat fleksibel, tanpa prosedur berbelit,
saling mengenal, dan berhubungan erat. Pinjaman tidak diawasi dengan ketat,
petani bebas menggunakan kreditnya, juga kreditor mengetahui betul kelayakan
kredit petani serta bersedia memberi pinjaman kapan, dimana, dan berapa saja
petani minta. Kredit formal tidak fleksibel, prosedur berbelit, ke dua belah pihak
tidak saling mengenal dengan baik, memerlukan waktu relatif lama baik untuk
mengambil maupun membayar kredit. Seringkali debitor harus mengeluarkan
biaya yang cukup besar untuk mengurusnya, sehingga bunga yang berlaku
menjadi tinggi (Hastuti dan Supadi, 2001).
27
2.6. Kerangka Teori
2.6.1. Konsep Efisiensi
Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input yang digunakan
dalam suatu proses produksi. Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi
alokasi penggunaan input dan output yang dihasilkan. Menurut Lau dan
Yotopaulus (1971) konsep efisiensi pada dasarnya mencakup tiga pengertian,
yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (harga) serta efisiensi ekonomis. Efisiensi
teknis mencerminkan kemampuan petani untuk memperoleh output maksimal dari
sejumlah input tertentu. Seorang petani dikatakan efisien secara teknis dari petani
lainnya jika petani tersebut dapat menghasilkan output lebih besar pada tingkat
penggunaan teknologi produksi yang sama. Petani yang menggunakan input lebih
kecil pada tingkat teknologi yang sama, juga dikatakan lebih efisien dari petani
lain, jika menghasilkan output yang sama besarnya. Maka konsep efisiensi teknis
merupakan suatu konsep yang bersifat relatif.
Efisiensi alokatif mencerminkan kemampuan petani untuk menggunakan
input dengan dosis/syarat yang optimal pada masing-masing tingkat harga input
dan teknologi yang dimiliki sehingga produksi dan pendapatan yang diperoleh
maksimal, karena pada dasarnya tujuan petani dalam mengelola usahataninya
adalah untuk meningkatkan produksi dan pendapatan. Tingkat produksi dan
pendapatan usahatani sangat ditentukan oleh efisiensi petani dalam
mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya kedalam berbagai alternatif
aktivasi produksi. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan
efisiensi alokatif.
Tujuan utama petani sayuran dalam mengelola usahataninya adalah untuk
mencapai keuntungan maksimal. Produksi dan keuntungan maksimal yang belum
28
tercapai akibat adanya potensi yang tidak tereksploitasi dapat diartikan sebagai
inefisiensi dalam usahatani. Kemungkinan seorang petani tidak dapat mencapai
tujuan maksimalnya adalah sesuatu yang bersifat umum. Dengan kata lain,
inefisiensi sebenarnya bagian yang tidak terlepaskan dari suatu usahatani. Dalam
mengelola usahatani, petani mungkin saja melakukan penyimpangan yang
menimbulkan konsekuensi dalam usahataninya. Penyimpangan-penyimpangan
tersebut biasanya terkait erat dengan sifat manajerial petani. Adanya banyak
faktor yang mempengruhi tidak tercapainya efisiensi (terjadi inefisiensi). Penentu
sumber dari inefisiensi ini tidak hanya memberikan informasi tentang sumber-
sumber potensial yang inefisien, tapi juga saran terhadap kebijakan untuk
meningkatkan atau dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total.
Efisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada
isoquant batas. Sebaliknya inefisiensi teknis mengacu pada penyimpangan dari
isoquant frontier. Sedangkan efisiensi alokatif mengacu pada kemampuan untuk
memproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan rasio input pada
biaya yang minimum. Sebaliknya inefisiensi alokatif mangacu pada
penyimpangan dari rasio input pada biaya minimum. Secara umum konsep
efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu sisi alokasi penggunaan input dan
dari sisi output yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Pendekatan dari dua sisi dikemukakan oleh Farrell (1957), membutuhkan
ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan
kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal.
Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat
29
X1/Y
0
IS
B
R
X2/Y
P X0
P’
B’
IS’
sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa
mengubah jumlah input yang digunakan.
Sumber: Farrel (1957)
Gambar 1. Konsep Efisiensi Berorientasi pada Sisi Input
Secara umum konsep efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu sisi
alokasi penggunaan input dan dari sisi output yang dihasilkan. Pendekatan dari
dua sisi dikemukakan oleh Farrell (1957), membutuhkan ketersediaan informasi
harga input dan sebuah kurva isoquant yang menunjukkan kombinasi input yang
digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Pendekatan dari sisi
output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah
output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa mengubah jumlah input yang
digunakan.
Gambar 1 perusahaan atau produsen di asumsikan memproduksi output
(Y) dengan menggunakan dua jeni input yaitu (X1 dan X2) dan IS merupakan
kurva isoquant frontier untuk menghasilkan output maksimal Y, X0 menunjukkan
30
kombinasi input observasi yang inefisien untuk menghasilkan sejumlah output
yang sama. Di sepanjang lintasan 0X0
Berdasarkan konsep yang dijelaskan diatas, ukuran efisiensi teknis
dirumuskan:
terdapat dua kombinasi input yaitu R dan
B. pada B menunjukkan kombinasi input yang efisien secara teknis karena
terletak pada isoquant frontier tetapi secara alokatif belum efisien karena biaya
yang digunakan masih dapat diminumkan yaitu pada B’. pada R menunjukkan
kombinasi input yang inefisien secara teknis, namun berada pada garis isocost
yang berarti berada pada kombinasi harga input yang efisien. Jarak antara R dan B
menjelaskan bahwa biaya yang diminimalkan jika petani atau perusahaan ingin
berproduksi pada titik B’ yang merupakan tempat kombinasi penggunaan input
yang efisien secara teknis dan alokatif (efisien secara ekonomis).
......................................................................................... (2.1)
Konsep efisiensi Farrell (1957) ini dikembangkan oleh Kopp dan Diewert
(1982) dalam Taylor et al. (1986) menjadi konsep efisiensi dual yang diperoleh
dari penurunan fungsi dual. Kopp dan Diewert menetapkan P’ sebagai vektor dari
harga-harga input yang digunakan (isocost PP’). Untuk memproduksi Y (output
observasi) dengan kombinasi input observasi yang inefisien (X0) dikeluarkan
biaya adalah P.X0
......................................................................................... (2.2)
, sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi Y
dengan kombinasi input yang efisien secara teknis B adalah P.B. Maka efisiensi
teknis dapat juga diukur dengan menggunakan rumus:
Pengukuran efisiensi teknis dari sisi input meruapakan rasio dari input atau
biaya batas (frontier) terhadap input atau biaya observasi. Bentuk umum dari
31
Y2/X1
Y1/X1 Z’
B
Z
D’
0
A
B’
C
D
ukuran efisiensi teknis oleh observasi ke-i pada waktu ke-t didefinisikan sebagai
berikut (Coelli, 1996):
............................................................................. (2.3) dimana nilai TE antara 0 ≤ TE ≤ 1.
Sumber : Coelli et al., 1998
Gambar 2. Konsep Efisiensi Teknis dan Alokatif Orientasi Output
Coelli et al. (1998) pengertian konsep efisiensi dapat melalui pendekatan
output, diilustrasikan menggunakan Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) pada
Gambar 2. Simbol ZZ’ adalah kurva kemungkinan produksi. Titik A
menunjukkan petani ada dalam kondisi inefisien. Garis AB menggambarkan
kondisi inefisiensi secara teknis. Dengan kondisi tersebut, maka pendekatan
efisiensi teknis didefenisikan:
........................................................................................ (2.4)
Membahas tentang efisiensi tidak terlepas dari konsep utama teori
ekonomi produksi yaitu fungsi produksi. Fungsi produksi merupakan hubungan
32
teknis antara faktor produksi atau input dengan keluaran produksi atau output.
Fungsi produksi digunakan untuk menentukan output maksimum yang dapat
dihasilkan dari penggunaan sejumlah input. Secara matematis bentuk umum
fungsi produksi dapat dirumuskan:
Y = f (X1, X2, …, Xn
Dimana Y merupakan jumlah produksi yang dihasilkan atau output dari
penggunaan masukan input, sedangkan X
) ...................................................................... (2.5)
1, X2, …, Xn
Beberapa karakteristik fungsi produksi yaitu :
merupakan faktor-faktor
produksi atau input yang digunakan untuk menghasilkan output. Model fungsi
produksi seperti ini belum dapat menerangkan hubungan output dan input secara
kuantitatif. Untuk itu fungsi produksi harus dinyatakan dalam bentuk yang
spesifik sesuai dengan sifat hubungan input-output dari proses produksi yang
bersangkutan.
1. Fungsi produksi merupakan fungsi kontinu (bukan diskrit) atau limit
mendekati nol.
2. Fungsi produksi bernilai tunggal (single value) yaitu setiap input berpasangan
dengan setiap output tertentu.
3. Turunan pertama dan kedua bersifat kontinyu, nilai yang dipakai positif atau
Q = f (X1), dimana Q dan X1
4. Fungsi produksi cembung (convect) dengan titik nol.
> 0.
Asumsi dasar yang dibangun fungsi produksi yaitu, pengusaha berusaha
mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan memaksimumkan output dan
mengoptimumkan penggunaan faktor produksi.
2.6.2. Metode Pengukuran Efisiensi
Masalah efisiensi ada dua konsep fungsi produksi yang perlu diperjelas
perbedaannya. Kedua fungsi produksi tersebut adalah fungsi produksi batas
33
(frontier production function) dan fungsi produksi rata-rata (average production
function). Pada Gambar 3 dapat dilihat perbedaan fungsi produksi batas dengan
fungsi produksi rata-rata.
a. Produksi Batas b. Produksi Rata-rata
Sumber : King (1980)
Gambar 3. Kurva Perbedaan Produksi Batas dengan Produksi Rata-rata
Fungsi produksi adalah menggambarkan hubungan antara input dan output
yang menunjukkan suatu sumberdaya (input) dapat diubah sehingga menghasilkan
suatu produk tertentu. Pengertian produksi batas tidak jauh beda dengan
pengertian fungsi produksi sendiri, yaitu produksi batas merupakan suatu fungsi
yang menunjukkan kemungkinan produksi tertinggi yang dapat dicapai oleh
petani dengan menggunakan faktor produksi tertentu pada tingkat teknologi
tertentu. Maka fungsi produksi batas (frontier) dapat menunjukkan tingkat
produksi potensial yang mungkin dicapai oleh petani dengan menajemen yang
baik. Produksi frontier ini digambarkan dengan menghubungkan titik output
maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input.
Y (Output)
X (Input)
Y (Output)
X (Input)
34
Berdasarkan pengertian produksi batas dan Gambar 3a dapat dikatakan
bahwa usahatani yang berproduksi disepanjang kurva berarti telah berproduksi
secara efisien. Karena untuk sejumlah kombinasi input tertentu dapat diperoleh
dari jumlah output yang maksimum, artinya pada kondisi tersebut penggunaan
input sudah optimal. Sedangkan untuk pengertian produksi rata-rata pada Gambar
3b, usahatani yang berproduksi disepanjang kurva belum tentu yang paling efisien
karena kemungkinan usahatani yang mampu berproduksi diatas kurva atau lebih
besar dari produksi rata-ratanya.
Metode pengukuran efisiensi antara produksi batas dan produksi rata-rata
juga berbeda. Metode pengukuran efisiensi untuk produksi batas (frontier) secara
umum dapat dilakukan dengan menggunakan 2 pendekatan (Chen et al., 2003
dalam Jasila, 2009) yaitu:
1. Non parametric piece wise linier technology. Contoh pengukuran pada
pendekatan ini adalah DEA (Data Envelopment Analysis). Pendekatan ini
mudah terkena kesalahan dalam pengukuran (measurement error).
2. Parametric function contohnya stochastic frontier. Model ini membiarkan
adanya sifat acak (noise) dari hubungan antar input didalam produksi. Oleh
karena itu, hasil yang diperoleh lebih “robust” di dalam mengukur kesalahan
pengukuran, seperti misalnya kondisi iklim dan faktor pengganggu lainnya.
Metode pengukuran efisiensi untuk produksi rata-rata sebagian besar
menggunakan metode ekonometrika, terutama metode Ordinary Least Squares
(OLS). Pengukuran efisiensi melalui pendekatan produksi rata-rata hanya dapat
mengidentifikasi perubahan teknologi dan skala usaha (Simatupang, 1996),
perubahan efisiensi teknis tidak dapat diidentifikasi. Disamping itu, perubahan
35
teknologi yang diperoleh dari pendugaan fungsi produksi rata-rata tidak dapat
memisahkan perubahan teknologi murni dengan random shock. Maka dengan
demikian dari kedua metode diatas, dipilih metode frontier untuk digunakan
dalam penelitian ini. Atas dasar kelebihan dan keterbatasan masing-masing
metode pengukuran yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan.
Model fungsi produksi stochastic frontier secara umum:
........................................................ (2.5)
Stochastic frontier disebut juga “composed error model” karena error term terdiri
dari dua unsur, yaitu:
i = 1, …, n variabel Єiv
= spesifik error term dari observasi ke-i i
u
= ukuran kesalahan dan faktor-faktor diluar control petani (eksternal) seperti iklim, hama, dan penyakit yang disebut sebagai gangguan statistik (statistical noise)
i
Persamaan fungsi produk stochastic frontier secara ringkas ditulis:
= one side disturbance yang berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi
.............................................................. (2.6)
dimana:
YitX
= produksi yang dihasilkan petani-i pada waktu-t it
β = vektor masukan yang digunakan petani-i pada waktu-t
itv
= vektor parameter yang akan diestimasi it
u
= variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim, hama)
it
Komponen galat (error) yang sifatnya internal (dapat dikendalikan petani)
dan lazimnya berkaitan dengan kapabilitas manajerial petani dalam mengelola
usahataninya, direfleksikan oleh u
= variabel acak non negatif dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal.
i. Komponen ini sebarannya asimetris (one
sided) yakni ui ≥ 0. Jika proses berlangsung efisien (sempurna) maka keluaran
36
yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimalnya, yaitu ui = 0. Sebaliknya
jika ui
Daryanto (2000), mengunggkapkan bahwa ada dua pendekatan alternative
untuk menguji sumber-sumber dari efisiensi teknis. Pendekatan pertama adalah
prosedur dua tahap. Tahap pertama menyangkut pendugaan terhadap skor
efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu perusahaan. Tahap kedua menyangkut
pendugaan model regresi dan skor efisiensi yang diasumsikan mempengaruhi efek
inefisiensi. Pendekatan kedua adalah prosedur satu tahap dan efek inefisiensinya
dalam stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap
relevan dalam menjelaskan inefisiensi di dalam proses produksi.
> 0 berarti produksi berada di bawah potensi maksimumnya.
Menurut Coelli et al. (1998), prosedur dua tahap menimbulkan kontradiksi
dengan asumsi yang dikemukakan dalam model stochastic frontier. Pada tahap
pertama ui diasumsikan terdistribusi secara identik, namun pada tahap kedua ui
dugaan dibolehkan menjadi fungsi dari variabel penjelas dan inefisiensi. Coelli
mengatasinya dengan mengukur parameter dari fungsi produksi stochastic frontier
dan model inefisiensi teknis secara simultan dan efek inefisiensi teknis bersifat
stochastic.
2.7. Distribusi Pendapatan Usahatani Sayuran
Analisis distribusi pendapatan dapat dilakukan dengan dua pendekatan,
yaitu: (1) analisis distribusi pendapatan personal, untuk mengukur distribusi
pendapatan di antara individu-individu dalam suatu masyarakat, dan (2) analisis
distribusi pendapatan fungsional, yang mengukur distribusi pendapatan antara
faktor-faktor produksi dalam suatu proses produksi (Soejono, 1977 dalam
Hutagaol, 1985).
37
1. Distribusi Pendapatan Personal atau Institusional
Distribusi pendapatan personal atau institusional adalah merupakan ukuran
yang paling umum digunakan oleh para ekonom. Ukuran ini hanya berkaitan
dengan masing-masing individu atau satu kelompok masyarakat dan jumlah
penghasilan yang mereka terima. Besarnya pendapatan personal yang diterima
oleh masing-masing individu atau kelompok masyarakat, sangat tergantung
dari kepemilikan faktor produksi. Individu dapat memberikan jasa tenaga
kerja, keterampilan (manajemen), dan modal yang dimilikinya dalam suatu
proses produksi. Imbalan terhadap digunakannya faktor produksi milik
individu atau kelompok masyarakat irulah yang diterima sebagai pendapatan
personal.
Imbalan yang diterima oleh setiap individu atau kelompok masyarakat,
dapat berupa : (1) upah atau gaji, sebagai balas jasa atas penggunaan faktor
produksi dalam suatu proses produksi, (2) laba, deviden, bunga, sewa, dan lain
sebagainya, atas imbalan penggunaan modal atau kapital, dan (3) pendapatan
lain, atas imbalan yang dibayarkan untuk kepemilikan faktor produksi lainnya.
Selanjutnya Todaro (2000), menggunakan Kurva Lorenz dan Koefisien
Gini untuk mengukur distribusi pendapatan. Kurva Lorenz dapat menjelaskan
distribusi pendapatan secara grafis, sedangkan Koefisien Gini mengukur
ketimpangan pendapatan yang terjadi dengan melihat hubungan antara jumlah
penduduk dengan distribusi pendapatan dalam bentuk persentase komulatif.
2. Distribusi Pendapatan Fungsional
Distribusi pendapatan fungsional ini menjelaskan distribusi pendapatan yang
diterima oleh masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam proses
produksi. Besarnya kecilnya pendapatan ini tergantung dari seberapa besar
38
atau seberapa banyak faktor produksi yang digunakan, selain juga ditentukan
oleh faktor harga faktor produksi.
Dalam melakukan analisis distribusi pendapatan fungsional ini, produksi total
dibagi habis dalam faktor produksi yang digunakan. Ada dua faktor produksi
yang digunakan yaitu modal dan tenaga kerja. Perubahan dalam pemakaian
faktor produksi akan menyebabkan perubahan dalam distribusi pendapatan
faktorial atau fungsional. Selanjutnya, pendapatan yang diterimakan kepada
masing-masing faktor produksi tersebut akan diterima oleh pemilik faktor
produksi.
Pengukuran distribusi pendapatan fungsional dapat dilakukan dengan metode
akuntansi dan dengan menggunakan fungsi produksi guna memperoleh andil
faktor (factor share) dari setiap faktor produksi yang digunakan. Metode
akuntansi dalam menghitung andil faktor setiap masukan (faktor produksi)
memerlukan data mengenai jumlah faktor produksi yang digunakan dalam
proses produksi dan balas jasa yang diterima oleh setiap faktor tersebut.
Dalam perhitungannya, nilai produksi dialokasikan kepada setiap faktor
produksi sebagai balas jasa dari penggunaan faktor produksi tersebut. Balas
jasa terhadap faktor produksi ini, merupakan pendapatan dari masing-masing
faktor tersebut, atau yang disebut sebagai pendapatan faktorial.
2.8. Gambaran Umum Usahatani Sayuran
Dalam pertemuan nasional hortikultura tahun 2001 (BP2HP, 2001)
dikemukakan empat skenario pengembangan model usaha hortikultura yaitu; (1)
Usaha perorangan, (2) usaha patungan, (3) usaha koperasi, dan (4) kerjasama atau
kemitraan usaha. Selanjutnya dalam pedoman pengembangan kawasan agribisnis
hortikuktura, Direktorat Pengembangan Usaha Hortikultura (2002) melengkapi
39
dan menyempurnakan menjadi lima model pengembangan yaitu: (1) model
manajemen, (2) model contract farming, (3) model kemitraan petani-pengusaha,
(4) koperasi agribisnis hortikultura, dan (5) jejaring usaha agribisnis hortikultura
(Saptana et al., 2006).
Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan pengembangan agribisnis
tanaman pangan dan hortikultura oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara (2005)
diarahkan untuk: (1) meningkatkan akses dan optimalisasi sumberdaya lahan dan
air bagi komoditi komersial, (2) peningkatan akses terhadap modal, (3)
peningkatan akses terhadap sarana dan prasarana, (4) meningkatkan penyediaan
dan akses terhadap teknologi, (5) revitalisasi penyuluhan, (6) meningkatkan
produksi dan produktifitas tanaman hortikultura dan pangan, (7) meningkatkan
akses terhadap pasar, (8) menumbuhkan usaha agribisnis/agroindustri, dan (9)
peningkatan/perbaikan data statistik tanaman pangan dan hortikultura.
2.9. Studi Mengenai Aksessibilitas Kredit
Dalam Supriatna (2008) melakukan penelitian tentang aksessibilitas petani
kecil pada sumber kredit di tingkat desa untuk studi kasus petani padi di Nusa
Tenggara Barat mengatakan kredit sudah menjadi bagian hidup dan ekonomi
usahatani petani kecil, bila kredit tidak tersedia tingkat produksi dan pendapatan
usahatani akan turun drastis. Pada hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 80
persen petani didaerah tersebut disamping menggunakan modal sendiri juga
melakukan pinjaman kredit dan hanya 20 persen menggunakan modal sendiri.
Lembaga kredit yang paling banyak diakses oleh petani berturut-turut adalah
pedagang saprotan (20 persen), Penggilingan padi (20 persen), Unit Pelayanan
Kredit Desa (UPKD) (16 persen), pelepas uang (4 persen). Akses petani terhadap
40
lembaga keuangan formal masih kurang, dikarenakan petani tidak memiliki
agunan sertifikat tanah, selain itu petani juga tidak memenuhi syarat cara
pembayaran. Cara pembayaran adalah bulanan, ini tidak sesuai dengan
karakteristik usahatani yang penerimaannya musiman. Akibatnya akses petani
terhadap lembaga keuangan formal masih kurang.
Dari hasil penelitian Hastuti dan Supadi (2001) mengenai aksessibilitas
masyarakat terhadap kelembagaan pembiayaan pertanian di pedesaan, hasil
penelitian menunjukkan bahwa aksessibilitas masyarakat tani pada kelembagaan
pembiayaan formal relatif tinggi, disebabkan karena adanya program-program
pemerintah seperti KUT (Kredit Usaha Tani), KKP (Kredit Ketahanan Pangan)
dan sebagainya. Meskipun berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah
untuk memperbaiki sistem penyaluran pembiayaan pertanian, namun sejarah
membuktikan bahwa program pemerintah di bidang pembiayaan pertanian sering
mengalami kegagalan, karena lemahnya peranan lembaga-lembaga pelaksana.
Oleh karena itu tingkat pengembaliannya relatif rendah. Hal ini disebabkan karena
sering terjadinya komunikasi yang tidak sama antara pemerintah dengan
masyarakat tani. Di satu pihak pemerintah sebagai kreditor mewajibkan setiap
bantuan harus dikembalikan, namun di pihak lain masyarakat tani sebagai debitor
sebagian besar menganggap bahwa bantuan pemerintah bersifat “bantuan” yang
tidak perlu dikembalikan.
Terjadi kecenderungan program bantuan pemerintah yang bersifat masal
dan tidak selektif justru menghancurkan usahatani masyarakat pedesaan, karena
terjadi over produksi dan penurunan harga-harga produk pertanian. Disamping itu
banyak kesalahan tehnis yang bukan di pihak petani, namun dipihak pelaksana.
Hal ini berarti bahwa berbagai kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah
41
untuk meningkatkan aksessibilitas masyarakat terhadap lembaga perkreditan
belum dapat memenuhi sasarannya dengan tepat. Bahkan sebagian masyarakat
masih mempunyai persepsi bahwa meminjam kredit ke bank komersial
merupakan hal yang sulit dilakukan.
Menurut Hastuti dan Supadi (2001) menyatakan pada umumnya lembaga-
lembaga pembiayaan formal lebih dapat diakses oleh pegawai, pengusaha,
pedagang, dan bukan petani. Petani banyak mengakses kredit dari lembaga
pembiayaan non formal seperti pedagang output, pedagang input, pelepas uang,
tetangga/famili/rekanan. Hal ini disebabkan karena prosedur yang cepat, sesuai
dengan kebutuhan dan sederhana. Selain itu dalam hubungannya dengan lembaga
pembiayaan non formal tidak ditemukan sangsi kemungkinan hilangnya satu-
satunya aset yang sangat penting bagi mereka, yaitu tanah. Modal utama hanyalah
berupa kejujuran dan kepercayaan diantara ke dua belah pihak. Sebagian besar
masyarakat merasakan bahwa meminjam ke lembaga pembiayaan formal relatif
sulit, karena prosedur yang rumit, mahal, dan sebagian besar masyarakat tidak
mempunyai agunan berupa sertifikat tanah sebagai jaminan. Padahal untuk
meminjam ke lembaga formal, agunan merupakan salah satu syarat yang tidak
dapat ditawar. Mohamed (2003) meneliti tentang akses petani pada kredit formal
dan non formal di Zanzibar, menyatakan bahwa usia, jenis kelamin, pendidikan,
tingkat pendapatan, dan tingkat kesadaran pada ketersediaan kredit adalah faktor-
faktor yang mempengaruh aksesibilitas kredit oleh petani di Zanzibar. Dan hasil
penelitiannya menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pengguna
kredit formal dan penggunan kredit non formal.
Lensink et al. (2008) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
akses kredit formal di Delta Mekong, Vietnam, menyatakan bahwa kredit formal
42
tidak berfungsi dengan baik, dan akibatnya akses terhadap kredit formal terbatas.
Dari hasil penelitian tersebut, literature masih belum jelas alasan kurangnya akses
kredit formal. Tetapi hasil penelitian dari Lensink et al. (2008) menunjukkan
bahwa penggunaan kredit formal akan meningkat jika sipeminjam/petani memiliki
hak milik tanah, berumur muda dan memiliki tingkat pendidikan yang bagus.
Petani pada umumnya tidak mempermasalahkan besarnya bunga pinjaman,
namun lebih mementingkan tingkat pelayanan. Cara pengembalian kredit
sebaiknya musiman atau tahunan, sesuai dengan siklus produksi petani. Prosedur
penyaluran kredit sebaiknya dibuat lebih cepat relatif sederhana, sesuai dengan
kemampuan petani.
43
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yang dibangun pada penelitian ini didasari adanya
anggapan bahwa rendahnya produktivitas yang dicapai petani tomat dan kentang
diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepemilikan modal petani untuk
membeli input produksi yang akhirnya menyebabkan penggunaan input kurang
optimal, sehingga produktivitas menurun. Modal merupakan salah satu faktor
produksi yang dapat berasal dari milik sendiri atau dari kredit. Modal yang berasal
dari luar usahatani biasanya merupakan kredit. Dari pernyataan di atas dapat
dihubungkan bahwa pengadaan faktor input di duga di pengaruhi akses kredit.
Karena jika sumber kredit berbeda maka ongkos transaksi dari setiap sumber
kredit tersebut berbeda juga. Perbedaan ongkos transaksi dan tingkat suku bunga
akan mempengaruhi jumlah kredit yang dapat digunakan petani sebagai modal
untuk memperoleh input usahatani.
Kredit merupakan suatu alat untuk menciptakan modal, maka kredit dapat
dihubungkan dengan tambahan modal seperti pembelian pupuk, benih, pompa air
atau membeli input lainnya untuk tujuan produksi usahatani pada waktu yang
diperlukan. Karena itu pendugaan akses kredit dapat diukur melalui pendekatan
fungsi produksi. Dasar pemikirannya yaitu akses kredit (dalam konteks hubungan
input-output) akan menambah likuiditas perusahaan penerima kredit. Perusahaan
dapat meningkatkan penggunaan input atau bahkan disertai perubahan rasio
modal (capital) dengan tenaga kerja (labor). Fungsi produksi adalah suatu fungsi
yang menggambarkan hubungan (teknis) antara input yang digunakan dengan
output yang dihasilkan dalam suatu proses produksi. Input produksi tediri dari
44
input variabel dan input tetap. Secara matematis, fungsi produksi dapat
dirumuskan:
Q = f(X1,…, Xn; Zi,…, Zm
dimana :
) .............................................. (3.1)
Q = Jumlah output yang dihasilkan X1,…,Xn Z
= input variabel i,…,Zm
Jika petani mempunyai bentuk fungsi produksi Q = (X
= input tetap
1,X2
P = f (X
) dan harga
persatuan produk yang dihasilkan adalah P, maka total penerimaan sebesar:
1, X2keterangan:
, …) ............................................................. (3.2)
Q = jumlah output yang dihasilkan X1,X2
Sedangkan biaya total yang dikeluarkan sebesar:
= input variabel
C = H1X1 + H2X2
Dimana H
+ B ...................................................... (3.3)
1 dan H2 adalah harga persatuan input dari X1 dan X2
Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya totalnya,
secara matematis dapat dituliskan:
, dan B
adalah biaya tetap.
π = P f(X1,X2) - H1X1 - H2X2
dalam memaksimumkan keuntungan (π), berdasarkan first order condition
yaitu turunan partial dari keuntungan (π) masing-masing terhadap input X
– B .................................... 3.(4)
1 dan
X2
Maka PF
, diperoleh:
1H1
.................................................................................... (3.5)
:
maka PF2H2:
45
.................................................................................... (3.6) Produk Marjinal input X1 (PMx1
......................................................................... (3.7)
)
Produk Marjinal input X2 (PMx2
........................................................................ (3.8)
)
Secara umum maka dapat dinyatakan bahwa dalam keadaan seimbang
diperoleh PF1 = H1, dimana P adalah harga persatuan output, F1 adalah produk
marjinal penggunaan input X1
Gambar 4, menggambarkan fungsi produksi suatu output (diasumsikan Y).
Jika produsen menggunakan input sebesar X
dan keuntungan maksimum tercapai atau tingkat
penggunaan input optimal jika untuk masing-masing input yang digunakan
diperoleh harga per satuan masing-masing input sama dengan nilai produk
marjinal masing-masing input. Nilai Produk Marjinal (NPM) dari suatu input
adalah tingkat penambahan penerimaan petani dengan bertambahnya penggunaan
input sebanyak satu-satuan.
1”, maka perusahaan akan
menghasilkan out sebesar Y0. Sedangkan jika perusahaan menggunakan input
sebesar X1’, maka output yang dihasilkan adalah sebesar Y1
. Dari keterangan
tersebut dapat dijelaskan bahwa output suatu perusahaan atau petani dipengaruhi
oleh berapa besar input yang digunakan. Sedangkan pengadaan input berkaitan
dengan modal yang dimiliki oleh perusahaan atau petani. Sumber model ada dari
modal sendiri dan kredit. Kredit dapat berupa kredit formal dan kredit non formal.
Perbedaan akses kredit ini akan mengakibatkan perbedaan tingkat suku bunga dari
pinjaman dan biaya transaksi (cost transaction).
46
TP
0
Y’
Y0
Input (X)
Produk Total (Y)
X1’ X1’’
Sumber: Soekartawi, 1989.
Gambar 4. Fungsi Produksi
Apabila tersedianya input produksi diperoleh dengan pinjaman, maka
harga persatuan input tersebut menjadi H (1+λ), dimana λ adalah ongkos per
satuan pinjaman termasuk bunga. Penggunaan sumber produksi yang optimal
dengan nilai yang semakin besar, maka produk total dan penerimaan bersih
usahatani akan menjadi lebih rendah. Implikasi dari keadaan keseimbangan ini
pada alokasi penggunaan sumber produksi pertanian akan berpengaruh pada
produk total dan nilai produk marjinal dari input X1. Pada Gambar 4, apabila
tidak kendala finansial, pengetahuan dan resiko dapat menggunakan input X1
sebanyak X10 dengan harapan akan mencapai tingkat produk total Y0. Adanya
kendala finansial, pengetahuan dan resiko dapat menggeser kedudukan
penggunaan input X1 dan output Y, misalnya ada kendala finansial, dengan
47
Input (X)
C
B
A
Harga input
MVP
X1’ X1” X10
H1(1+λ)
H1(1+r)
H1
pengetahuan dan resiko tetap, maka penggunaan input X1 bergeser ke X1’ dan
produk total sebesar Y’. Pergeseran tersebut disebabkan adanya tambahan biaya
untuk memperoleh input X1 yaitu sebagai biaya kredit efektif yang dikeluarkan
sebagai ongkos peminjaman dan pembayaran tingkat bunga sebesar λ. Maka
harga per satuan input menjadi H1 (1+λ). Semakin besar biaya kredit tersebut
semakin kecil penggunaan input X1, dan akan berakibat pada rendahnya produk
total yang diperoleh. Adanya perbedaan sumber kredit dengan ongkos-ongkos
kredit, prosedur pengambilan dan tingkat bunga yang berbeda, dapat
menyebabkan perbedaan penggunaan input X1
dengan harga yang berbeda dan
produk total yang berbeda juga.
Gambar 5. Hubungan Penggunaan Input X dengan Nilai Produk Marjinal
Gambar 5, menunjukkan hubungan pengaruh adanya kredit input produksi
yang digunakan dengan Nilai Produk Marjinal (MVP). Pada Gambar 5,
menunjukkan pada titik C, B, dan A masing-masing nilai produk marjinal
48
penggunaan input X1 pada penggunaan optimal input X1 sebesar X1’, X1’’ dan
X10 dengan harga persatuan berturut-turut H1 (1+λ), H1 (1+r) dan H1 dari input
X1
Adanya tambahan modal dapat menggunakan input secara optimal yang
menguntungkan. Perubahan input X
.
1 dari X1’ ke X1
atau ............................................................... (3.1)
” masih lebih rendah dari
pada kredit perorangan. Prinsip yang digunakan untuk memperoleh keuntungan
maksimum dalam penggunaan modal adalah sama dengan prinsip dalam
menentukan beberapa banyak input yang harus digunakan dalam proses produksi.
Keuntungan akan mencapai maksimum apabila nilai produk marjinal sama
dengan biaya input marjinalnya. Pengertian efisiensi sangat relatif, dapat diartikan
sebagai uapaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan
produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi akan tercapai apabila petani mampu
membuat suatu upaya jika Nilai Produk Marjinal (MVP) untuk suatu input sama
dengan harga input (P) tersebut atau dapat ditulis dengan (Soekartawi, 1989):
Dalam banyak kenyataan MVPx tidak selalu sama dengan Px
1. artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk mencapai efisien, input X perlu ditambahkan.
yang sering terjadi
adalah:
2. artinya penggunaan input X tidak efisien. Untuk menjadi efisien, maka penggunaan input X perlu dikurangi.
Penjelasan tentang penggunaan input X sesuai dengan Gambar 5. Karena
penggunaan input ditentukan oleh berapa besar modal yang dimiliki petani dan
biaya apa saja yang dikeluarkan petani untuk menyediakan modal tersebut.
Seperti yang diuraikan dalam pendahuluan bahwa sumber permodalan petani
dapat dari petani itu sendiri dan dapat juga dari luar dalam bentuk kredit. Bagi
petani kaya atau besar, pada umumnya memiliki modal likwid yang sewaktu-
49
waktu dapat diuangkan untuk memenuhi usahataninya, dan bahkan ada yang
dipinjamkan untuk petani kecil. Modal yang berasal dari luar petani dapat
bersumber dari lembaga perkreditan formal dan lembaga perkreditan non-formal.
Hubungan Gambar 4 dan Gambar 5 adalah hubungan antara penggunaan
faktor input dan hubungannya dengan output yang dihasilkan. Gambar 5
menjelaskan hubungan antara harga input dengan jumlah penggunaan input,
dimana penggunaan input dipengaruhi oleh berapa besar modal yang di miliki
oleh petani untuk pengadaan input. Modal dapat berasal dari petani sendiri dan
kredit. Jika modal berasal dari kredit maka akan menambah biaya yang
dikeluarkan oleh petani berupa bunga kredit dan ongkos transaksi. Adanya bunga
dan ongkos transaksi akan menaikkan harga input. Maka hubungan Gambar 4 dan
Gambar 5 dapat dijelaskan.
Lembaga perkreditan formal menyalurkan kreditnya kepada peminjam
uang yang diatur oleh undang-undang dan diatur juga oleh pemerintah. Lembaga-
lembaga tersebut adalah bank Swasta, bank Negara, dan Koperasi yang terdaftar.
Lembaga perkreditan non-formal umumnya tidak diawasi oleh pemerintah dan
meliputi antara lain pelepas uang, pedagang, sahabat, keluarga, dan toko sarana
produksi pertanian. Untuk mengakses kredit dari lembaga keuangan formal
mengharuskan adanya agunan, sedangkan jika mengakses kredit dari lembaga
keuangan non formal tidak mengharuskan adanya agunan, melainkan didasarkan
lebih kepada kepercayaan antara peminjam dan pemilik uang yang meminjamkan.
Masyarakat pedesaan merasakan manfaat adanya sumber kredit non formal,
karena lembaga ini selalu siap menyediakan kredit kepada petani.
Pilihan petani terhadap salah satu sumber kredit berhubungan erat dengan
karakteristik, sikap dan nilai dari petani serta lingkungan hidupnya maupun
karakteristik dari lembaga perkreditan. Karakteristik dari petani meliputi total luas
lahan, jenis usahatani, pendapatan diluar usahatani, umur petani, tingkat
50
pendidikan dan lamanya berusahatani. Karakteristik lembaga perkreditan meliputi
tingkat suku bunga, agunan, dan tingkat kemudahan dalam memberikan kredit
baik yang menyangkut prosedur maupun waktu. Dalam berbagai hasil penelitian
menyatakan kredit formal banyak dimanfaat oleh golongan petani yang
mempunyai lahan luas dan status kepemilikannya adalah milik sendiri, sebaliknya
kredit non formal banyak dimanfaatkan oleh golongan petani yang status
kepemilikan lahan bukan milik sendiri. Menurut Mubyarto (1987), penduduk
pedesaan membutuhkan sumber keuangan yang murah, mudah, cepat dan tepat.
Bagi petani, tinggi rendahnya bunga bukan merupakan faktor penentu. Prosedur
yang terlalu panjang serta proses pengambilan kredit yang terlalu lama akan
meningkatkan biaya-biaya yang dikeluarkan sehingga total biaya kredit akan
semakin tinggi. Bagi petani, tinggi rendahnya bunga bukan merupakan faktor
penentu. Murah atau mahalnya kredit tidak hanya ditentukan oleh besarnya bunga
nominal, tetapi juga oleh biaya transaksi yang harus dibayar oleh peminjam.
Semakin tinggi biaya transaksi akan menyebabkan biaya kredit secara total akan
semakin tinggi.
Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran konseptual disajikan pada
Gambar 6. Usahatani kentang dan tomat mengalami permasalahan yaitu faktor
modal. Modal dapat berasal dari modal sendiri dan dari luar (yaitu kredit). Kredit
ada dua yaitu dari lembaga formal dan lembaga non formal. Dengan secara tidak
langsung jenis kredit akan mempengaruhi berapa besar input usahatani yang
digunakan. Dan penggunaan jumlah input akan mempengaruhi efisiensi usahatani,
pendapatan usahatani dan distribusi pendapatan usahatani. Selain dari faktor input
usahatani, yang mempengaruhi keberhasilan dari usahatani adalah faktor eksternal
yaitu umur petani, pengalaman berusahatani, pendidikan, dan lain-lainnya. Dari
hasil analisis usahatani, efisiensi teknis dan distribusi pendapatan, diharapkan aka
nada saran kebijakan kredit yang tepat bagi petani tomat dan kentang.
51
Analisis efisiensi produksi: - Stochastic frontier (efisiensi teknis) - Inefisiensi teknis
Faktor input produksi
Umur, pendidikan,
pengalaman, dll
Pengaruh Akses kredit: - Analisis pendapatan Usahatani - Distribusi pendapatan Usahatani
Kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
akses petani pada kredit
Produktivitas usahatani
Kredit
Lembaga keuangan
non formal
Lembaga keuangan
formal (terbatas)
Usahatani Kentang dan Tomat
Modal/Pembiayaan (terbatas)
52
Gambar 6. Kerangka Konseptual 3.2.Hipotesis
Merujuk pada rumusan permasalahan, tinjauan teori, dan uraian kerangka
konseptual di atas maka dapat diformulasikan hipotesis:
1. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis
usahatani sayuran adalah luas lahan yang digarap, pupuk kimia, pupuk
organik, pestisida cair, pestisida padat dan tenaga kerja.
2. Jenis usahatani yang dilakukan diduga akan mempengaruhi kredit yang akan
di diakses.
3. Petani yang mengakses kredit dari lembaga keuangan non formal diduga lebih
efisien dalam mengelola usahataninya dibandingkan petani yang akses
kreditnya dari lembaga keuangan formal.
53
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah Kabupaten Simalungun. Pemilihan
lokasi ini dilakukan secara purposive sampling dan stratified random sampling
dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan sentra produksi sayuran
di Propinsi Sumatera Utara dan ada petani yang menggunakan modal atau
pembiayaan usahataninya dari lembaga keuangan formal dan non formal.
Selanjutnya dipilih 4 kecamatan yaitu Kecamatan Purba, Kecamatan Pamatang
Silimahuta, Kecamatan Dolog Silau, dan Kecamatan Silimakuta. Pemilihan
kecamatan dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan
kecamatan tersebut sebagai penghasil sayuran tomat dan kentang. Pelaksanaan
penelitian dilapangan dilakukan selama 2 bulan yakni bulan Juni dan Juli 2010.
4.2. Metode Penarikan Contoh
Petani yang menjadi contoh dalam penelitian ini terdiri dari petani tomat
dan kentang yang mengakses kredit dari lembaga keuangan formal maupun non
formal. Penarikan contoh dilakukan secara sengaja yaitu petani yang mengakses
kredit formal dan non formal. Petani contoh diambil sebanyak 60 petani kentang
dan 65 petani tomat, maka total petani contoh 125. Petani contoh yang dipilih
selanjutnya dikelompokkan berdasarkan strata sumber akses kredit. 125 petani
contoh yang dipilih adalah petani yang mengakses kredit dari bank sebanyak 37
petani (17 petani kentang dan 18 petani tomat), dari pedagang 31 petani (17 petani
kentang dan 14 petani tomat), dari toko saranan produksi pertanian 34 petani (15
petani kentang dan 19 petani tomat), dan credit union 23 petani (12 petani kentang
54
dan 11 petani tomat). Selanjutnya ditelusuri jalur-jalur akses kreditnya dari
sumber pemberi kredit seperti yang terlihat pada Gambar 7.
55
Petani Kentang Contoh 60 orang
Kecamatan Silimahuta 30 orang Kecamatan Pamatang Silimahuta 20 orang
c = 6 orang a = 9 orang d = 8 orang b =7 orang c = 6 orang a =10 orang d = 7 orang b =7 orang
Kecamatan Purba 27 orang Kecamatan Dolog Silau 18 Orang Kecamatan Silimahuta 20orang
Petani Tomat 65 orang
Strata Akses Kredit
c=6 orang
a =8 orang
d=8 orang
b=5 orang
c=3 orang
a =5 orang
d=4 orang
b=6 orang
c=2 orang
a=5 orang
d=7 orang
b=6 orang
Keterangan: Strata akses kredit yaitu: (a) dari bank, (b) dari pedagang, (c) dari Credit Union, dan (d) dari sarana produksi pertanian
Gambar 7. Kerangka Pengambilan Petani Contoh Kentang dan Tomat
54
55
4.3.Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan untuk penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer untuk memperoleh informasi mengenai aspek kreditur dan
debitur diperoleh melalui wawancara dengan petani contoh yang telah ditentukan
dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Data primer yang diambil adalah data karakteristik petani dan
usahatani sayuran kentang dan tomat pada satu musim yaitu musim hujan tahun
2009. Data yang diambil meliputi luas pengusaan lahan, penggunaan input (benih,
pupuk anorganik, pupuk organik, pestisida padat, pestisida cair, tenaga kerja dan
input lainnya), harga input, harga output, penerimaan usahatani sayuran dan
permasalahan yang dihadapi petani. Untuk mendukung penelitian ini diperlukan
data sekunder. Data sekunder diperoleh dari lembaga-lembaga yang
mempengaruhi langsung dengan pengembangan hortikultura, yakni: (1) Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Simalungun, (2) Bank umum dan
lembaga keuangan non-formal di lokasi penelitian, (3) Biro Pusat Statistik
Kabupaten Simalungun, dan (4) Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun.
4.4. Metode Analisis
4.4.1. Analisis Fungsi Produksi Usahatani Tomat dan Kentang
Untuk menduga hubungan variabel terikat dan menganalisis pengaruh
akses petani pada sumber kredit dan faktor lainnya terhadap produksi tomat dan
kentang digunakan model fungsi Cobb-Douglas. Pemilihan variabel produksi
yang diikutsertakan dalam model penduga didasarkan pada teori ekonomi dan
hasil-hasil penelitian yang ada. Untuk mengukur tingkat efisiensi usahatani
sayuran menggunakan alat analisis produksi stochastic frontier dan fungsi biaya
56
dual. Analisis produksi stochastic frontier digunakan untuk mengukur efisiensi
teknis usahatani hortikultura dari sisi output. Sedangkan fungsi biaya dual
digunakan untuk mengukur efisiensi alokatif dan ekonomis.
Bentuk fungsi produksi yang biasa digunakan dalam penelitian empiris
adalah fungsi produksi translog dan Cobb-Douglas. Dalam penelitian ini fungsi
produksi yang digunakan adalah fungsi produksi stochastic frontier Cobb-
Douglas. Pilihan terhadap bentuk fungsi produksi diambil berdasarkan alasan:
1. Fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat homogen sehingga dapat digunakan
untuk menurunkan fungsi biaya dari fungsi produksi (ini sesuai dengan
persyaratan pengukuran efisiensi batas).
2. Fungsi produksi Cobb-Douglas lebih sederhana.
3. Jarang menimbulkan masalah multikolinier.
Faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi kwalitas produk yang
dihasilkan adalah faktor-faktor produksi yang digunakan. Usahatani hortikultura
diasumsikan dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi antara lain: luas lahan,
pupuk, bibit, tenaga kerja dan akses terhadap kredit (Saptana et al., 2006). Pada
tanaman hortikultura biasanya petani menggunakan pupuk organik dan pupuk
kimia majemuk. Maka pupuk yang dominan digunakan oleh petani hortikultura
pupuk urea dan majemuk sedangkan selain faktor itu dianggap berpengaruh secara
tidak langsung terhadap produksi hortikultura khususnya dalam penelitian ini.
Fungsi produksi untuk usahatani kentang dan tomat di Kabupaten
Simalungun diasumsikan mempunyai bentuk Cobb-Douglas yang
ditransformasikan ke dalam bentuk linier logaritma natural:
lnY1 = lnβ0+ β1lnX11+ β2lnX21+ β3lnX31+ β4lnX41+β5lnX51 + β6lnX61 + β
7lnX71 + (νi – υi1
lnY)............................................................... (4.1)
2 = lnγ0+ γ1lnX12+ γ2lnX22+ γ3lnX32+ γ4lnX42+γ5lnX52 + γ6lnX62 + γ
7lnX72 + (νi2 – υi2) ............................................................... (4.2)
57
dimana: Y1X
= hasil produksi kentang (kg) 11
X = luas lahan yang digarap untuk kentang (ha)
21X
= benih yang digunakan untuk kentang (Kg) 31
X = jumlah pupuk kimia yang digunakan untuk kentang (kg)
41X
= jumlah pupuk organik yang digunakan untuk kentang (kg) 51
X = jumlah pestisida cair yang digunakan untuk kentang (liter)
61X
= jumlah pestisida padat yang digunakan untuk kentang (Kg) 71
β = jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk kentang (HOK)
0β
= intersep 1
β
= parameter koefisien dugaan luas lahan yang digarap untuk kentang
2
β
= parameter koefisien dugaan jumlah benih digunakan untuk kentang
3
β
= parameter koefisien dugaan jumlah pupuk kimia yang digunakan untuk kentang
4
β
= parameter koefisien dugaan jumlah pupuk organik yang digunakan untuk kentang
5
β
= parameter koefisien dugaan jumlah pestisida cair yang digunakan untuk kentang
6
β
= parameter koefisien dugaan jumlah pestisida padat yang digarap untuk kentang
7
ν
= parameter koefisien dugaan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk kentang
i1 – υi1
Y
= error term (efek inefisiensi teknis dalam model fungsi produksi kentang)
2X
= hasil produksi tomat (kg) 12
X = luas lahan yang digarap untuk tomat (ha)
22X
= benih yang digunakan untuk tomat (Rp) 32
X = jumlah pupuk kimia yang digunakan untuk tomat (kg)
42X
= jumlah pupuk organik yang digunakan untuk tomat (kg) 52
X = jumlah pestisida cair yang digunakan untuk tomat (liter)
62X
= jumlah pestisida padat yang digunakan untuk tomat (Kg) 72
γ = jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk tomat (HOK)
0γ
= intersep 1
γ = parameter koefisien dugaan luas lahan yang digarap untuk tomat
2γ
= parameter koefisien dugaan jumlah benih digunakan untuk tomat 3
γ
= parameter koefisien dugaan jumlah pupuk kimia yang digunakan untuk tomat
4
γ
= parameter koefisien dugaan jumlah pupuk organik yang digunakan untuk tomat
5
γ
= parameter koefisien dugaan jumlah pestisida cair yang digunakan untuk tomat
6
γ
= parameter koefisien dugaan jumlah pestisida padat yang digarap untuk tomat
7 = parameter koefisien dugaan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk tomat
58
νi2 – υi2
ν
= error term (efek inefisiensi teknis dalam model fungsi produksi tomat)
i
μ
= variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim, hama/penyakit dan kesalahan pemodelan) sebarannya simetris dan menyebar normal
i
Tanda parameter yang diharapkan: β
= variabel acak non negatif dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan denga faktor-faktor internal, sebarannya bersifat setengah normal
1, β2, β3, β4, β5, β6, β7, γ1, γ 2, γ 3, γ 4,
γ5, γ 6, γ 7
> 0, dengan kata lain hasil pendugaan fungsi produksi stochastic
frontier diatas, diharapkan memberikan nilai parameter dugaan yang positif. Jika
diperoleh parameter dugaan yang bertanda negatif dan merupakan bilangan
pecahan, maka fungsi produksi dugaan tidak dapat digunakan untuk menurunkan
fungsi biaya dual, sehingga efisiensi alokatif tidak dapat diukur. Nilai parameter
koefisien dugaan positif berarti dengan meningkatkan input akan meningkatkan
produksi kentang dan tomat.
4.4.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis
Analisis efisiensi khususnya efisiensi teknis dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu pendekatan output (indeks efisiensi timmer) dan pendekatan
input (indeks efisiensi kopp). Kedua indeks efisiensi ini menghasilkan nilai
efisiensi teknis yang sama jika skala usaha petani adalah konstan.
Efisiensi teknis pada setiap petani ke-I dari sisi ouput , diperoleh melalui
output observasi terhadap output stochastic frontiernya. Efisiensi teknis dapat
diukur dengan menggunakan rumus:
......................................................................... (4.3) dimana: TE = efisiensi teknis
= output observasi = output batas (frontier)
59
atau persamaan efisiensi teknis dapat juga ditulis:
i = 1, 2, …, n .......................... (4.4) dimana:
= efisiensi teknis petani ke-i = nilai harapan dari ui dengan syarat e
Nilai efisiensi teknis antara 0 ≤ TE ≤ 1. Nilai efisiensi teknis tersebut
berhubungan terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan
untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data).
Nilai di dalam perangkat lunak frontier diperoleh dengan
menggunakan persamaan:
i
............................................ (4.5)
Metode inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
kepada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Coelli dan Battese.
Variabel ui yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis, diasumsikan
bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N(μi, σ2
Untuk menentukan nilai parameter distribusi (µ
).
i
u
) efek inefisiensi teknis
dinyatakan:
i1 = δ0 + δ1Z11 + δ2Z21 + δ3Z31 + δ4Z41 + δ5Z51 + δ6Z61 + δ7Z71 δ
+ 8Z81 + δ9Z91
u .......................................................................... (4.6)
i2 = σ0 + σ1Z12 + σ2Z22 + σ3Z32 + σ4Z42 + σ5Z52 + σ6Z62 + σ7Z72 σ
+ 8Z82 + σ9Z92
Tanda parameter yang diharapkan adalah : δ
......................................................................... (4.7)
1, δ2, δ3, δ4, δ5, δ6, δ7, δ8, δ9 < 0 dan
σ1, σ2, σ3, σ4, σ5, σ6, σ7, σ8, σ9
dimana :
< 0.
ui1δ
= efek inefisiensi teknis usahatani kentang 0
Z= konstanta
11 Z
= umur petani kentang (tahun) 21
Z= tingkat pendidikan formal petani kentang (tahun)
31 = pengalaman petani kentang (tahun)
60
Z41
Z
= dummy kepemilikan lahan petani kentang (1= milik sendiri, 0= jika sewa/sakap)
51
Z
= dummy kelompok tani petani kentang (1= ikut kelompok tani dan 0=lainnya)
61
Z
= dummy akses petani kentang dari kredit bank (1=bank dan 0= lainnya)
71
Z
= dummy akses petani kentang pada kredit pedagang dan pemilik modal (1= Pedagang dan pemilik modal dan 0 = lainnya)
81
Z
= dummy akses petani kentang pada kredit Credit union (1= Credit Union dan 0= lainnya)
91
δ
= dummy akses petani kentang pada kredit dari saprotan (1= saprotan dan 0= lainnya)
1 δ
= koefisien umur petani kentang (tahun) 2
δ= koefisien tingkat pendidikan formal petani kentang (tahun)
3 δ
= koefisien pengalaman petani kentang (tahun) 4
δ
= koefisien dummy kepemilikan lahan petani kentang (1= milik dan sendiri, 0= jika sewa/sakap)
5
δ
= koefisien dummy kelompok tani kentang (1= ikut kelompok tani dan 0 = lainnya)
6
δ
= koefisien dummy akses petani kentang pada kredit bank (1= bank dan 0 = lainnya)
7
δ
= koefisien dummy akses petani kentang pada kredit pedagang dan pemilik modal (1= Pedagang dan pemilik modal dan 0 = lainnya)
8
δ
= koefisien dummy akses petani kentang pada kredit Credit union (1= Credit Union dan 0 = lainnya)
9
u
= koefisien dummy akses petani kentang pada kredit dari saprotan (1=saprotan dan 0 = lainnya)
i2σ
= efek inefisiensi teknis usahatani tomat 0
Z= konstanta
12 Z
= umur petani tomat (tahun) 22
Z= tingkat pendidikan formal petani tomat (tahun)
32 Z
= pengalaman petani tomat (tahun) 42
Z
= dummy kepemilikan lahan petani tomat (1= milik sendiri, 0= jika sewa/sakap)
52
Z
= dummy kelompok tani petani tomat (1= ikut kelompok tani dan 0=lainnya)
62
Z
= dummy akses petani tomat pada kredit bank (1= bank dan 0 = lainnya)
72
Z
= dummy akses petani tomat pada kredit pedagang dan pemilik modal (1= Pedagang dan pemilik modal dan 0 = lainnya)
82
Z
= dummy akses petani tomat pada kredit Credit union (1= Credit union dan 0 = lainnya)
92
σ
= dummy akses petani tomat pada kredit dari saprotan (1= saprotan dan 0= lainnya)
1 σ
= koefisien umur petani tomat (tahun) 2 = koefisien tingkat pendidikan formal petani tomat (tahun)
61
σ3 σ
= koefisien pengalaman petani tomat (tahun) 4
σ
= koefisien dummy kepemilikan lahan petani tomat (1= milik dan sendiri, 0= jika sewa/sakap)
5
σ
= koefisien dummy kelompok tani petani tomat (1= ikut kelompok tani dan 0= lainnya)
6
σ
= koefisien dummy akses petani tomat pada kredit bank (1= bank dan 0= lainnya)
7
σ
= koefisien dummy akses petani tomat pada kredit pedagang dan pemilik modal (1= Pedagang dan pemilik modal dan 0= lainnya)
8
σ
= koefisien dummy akses petani tomat pada kredit Credit union (1= Credit union dan 0= lainnya)
9
Pendugaan parameter fungsi produksi dan fungsi inefisiensi dilakukan
secara simultan dengan program Frontier 4.1. Pengujian parameter stochastic
frontier dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS,
yaitu digunakan untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi (β
= koefisien dummy akses petani tomat pada kredit dari saprotan (1=saprotan dan 0= lainnya)
m
dan γm) dan tahap kedua menggunakan metode Maximum Likelihood Estimaties
(MLE) untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi (βm dan γm),
intersep (β0 dan σ0), dan variant dari kedua komponen kesalahan vi dan ui (σv2
dan σu2
................. (4.8)
) pada α 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Sedangkan kriteria uji yang
digunakan untuk hipotesis yang menyatakan bahwa semua petani telah melakukan
usahatani sayuran secara efisien, adalah uji generalized likehood ratio satu arah,
dengan persamaan uji:
L(H0) dan L(H1) masing-masing adalah nilai fungsi likelihood dari hipotesis nol
(H0) dan Hipotesis alternatif (H1
H
).
0H
= 1 =
62
Jika maka sehingga H0 : γ = δ0 = δ1 = ……..δ5
LR galat > retriksi
= 0, maka
efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model fungsi produksi atau dengan kata
lain petani dalam melakukan usahatani sayuran efisien. Jika hipotesis ini diterima
maka model fungsi produksi rata-rata sudah cukup mewakili data empiris. Kriteria
uji:
, maka tolak HLR galat < retriksi
0 , maka terima H
Hasil pengolahan program frontier 4.1 menurut jondrow, et al (1982),
akan memberikan nilai perkiraan variant dalam bentuk parameterisasi:
0
= variant dari distribusi normal = variant dari u = variant dari v
i
Parameter dari variant ini dapat digunakan untuk mencari nilai γ, yaitu i
atau
Nilai parameter γ merupakan kontribusi dari efisiensi teknis di dalam efek
residual total (ε). Nilai parameter γ berkisar antara 0 ≤ γ ≤ 1.
4.4.3. Analisis Usahatani
Salah satu indikator keberhasilan petani adalah meningkatkan pendapatan
melalui usahatani yang mereka lakukan. Dalam analisis ini digunakan dua
indikator yaitu:
4.4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan usahatani terdiri dari dua bagian, yaitu keadaan
penerimaan dan keadaan pengeluaran selama usahatani dijalankan selama jangka
63
waktu yang ditetapkan. Penerimaan yang diperoleh dari produk total dikalikan
dengan harga penjualan di tingkat petani. Atau dapat dilihat pada persamaan:
............................................................ (4.23)
dimana: π = keuntungan produksi per musim tanam (Rp) Ri
X= harga faktor produksi tidak tetap per musim tanam (Rp)
i
TFC = biaya tetap total per musim tanam (Rp) = jumlah faktor produksi tidak tetap per musim tanam (Rp)
Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh oleh
produk total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani. Jumlah produksi total
disini menggambarkan hasil penjualan produk yang akan dijual, juga hasil
penjualan produk sampingan. Pengeluaran atau biaya usahatani adalah nilai
penggunaan sarana produksi dan nilai-nilai yang mungkin diperoleh dengan
membeli, sehingga pengeluaran atau biayanya berbentuk tunai tetapi ada pula
sarana produksi yang digunakan itu berasal dari hasil usahatani sendiri, sehingga
pada keadaan demikian pengeluaran atau biaya itu merupakan nilai yang
diperhitungkan.
Biaya tunai merupakan pengeluaran tunai usahatani yang dilakukan oleh
petani sendiri. Pengeluaran tunai usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai
dalam proses produksi yang tidak langsung mempengaruhi jumlah produksi dan
sifat penggunaannya tidak habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Biaya
tetap ini sendiri dapat berupa pajak, air, dan biaya penggunaan traktor. Sedangkan
biaya variabel adalah biaya untuk sarana produksi yang dipakai dalam
penggunaannya habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Biaya yang
diperhitungkan adalah pengeluaran untuk memakai input milik sendiri dan
pembayaran upah tenaga kerja dalam keluarga berdasarkan tingkat upah yang
berlaku.
64
4.4.3.2. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya
Analisis pendapatan usahatani selalu disertai dengan pengukuran efisiensi
pendapatan usahatani. Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap
penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan
biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima
usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi atau yang
biasa dikenal dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya atau analisis R/C
rasio. Perhitungan R/C dapat dirumuskan:
................................................................................................. (4.25)
keterangan:
Y = total produksi Py = harga produk BT = biaya tunai BD = biaya diperhitungkan
Bila nilai R/C rasio >1 menunjukkan bahwa pendapatan yang dihasilkan
dari usahatani hortikultura lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dengan kata
lain usahatani sayuran menguntungkan, dan sebaliknya.
4.4.4. Distribusi Pendapatan Usahatani Sayuran Kentang dan Tomat
Untuk mengetahui pengaruh akses kredit terhadap distribusi pendapatan
usahatani, maka dilakukan dengan cara membandingkan keadaan distribusi
pendapatan usahatani yang mengakses kredit pada lembaga keuangan formal
(bank), dan usahatani yang mengakses kredit dari lembaga keuangan non formal.
Dalam penelitian ini, lembaga keuangan non formal diasumsikan adalah:
(1) pedagang sayur-sayuran yang memberikan kredit pada petani dengan
perjanjian hasil panen harus dijual kepada pedagang tersebut, disini si pedagang
65
bisa memonopoli harga beli sayur-sayuran, (2) Credit Union, dan (3) pedagang
Saprotan. Pengaruh akses pada kredit ditelaah dari perubahan distribusi
pendapatan yang terjadi pada masing-masing usahatani dengan akses pada kredit
yang berbeda.
Distribusi pendapatan dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: (1) distribusi
pendapatan absolute (absolute share), dan (2) distribusi pendapatan relatif
(relative share). Aspek pertama. Bagian pendapatan untuk input (factor share)
atau pemilik input (earner share) diukur dalam nilai absolutnya. Aspek kedua
bagian pendapatan untuk input (factor share) diukur dalam nilai relatifnya.
Metode perhitungan distribusi pendapatan usahatani dapat dilakukan dengan uji
beda menurut kelompok yang sudah dibagi berdasarkan akses kredit seperti yang
terlihat pada Lampiran 3. Diharapkan hasil analisis data dari analisis frontier dan
analisis usahatani dapat menjawab semua permasalahan penelitian ini.
59
66
67
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Luas Wilayah, Letak Geografis dan Iklim
Kabupaten Simalungun terletak antara 2.36° – 3.18° LU dan 98.32° –
99.35° BT, berada pada ketinggian 20 – 1 400 m diatas permukaan laut. Sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah timur dengan Kabupaten
Asahan, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai dan sebelah
selatan dengan Kabupaten Toba Samosir. Luas wilayah Kabupaten Simalungun
adalah 4 386.6 Km2
Keadaan iklim Kabupaten Simalungun bertemperatur sedang dan suhu
tertinggi terdapat pada bulan Juli dengan rata-rata 26.4°C. Rata – rata suhu udara
tertinggi pertahun adalah 29.3°C dan terendah 20.6°C. Kelembapan udara rata-
rata perbulan 84.2 persen dengan kelembapan tertinggi terjadi pada bulan
Desember yaitu 87.42 persen dengan penguapan rata-rata 3.35mm/hari. Dalam
satu tahun rata-rata terdapat 16 hari curah hujan dengan hari hujan tertinggi
terdapat pada bulan September dan Oktober sebanyak 22 hari hujan, kemudian
bulan Maret sebanyak 21 hari curah hujan. Curah hujan terbanyak terdapat pada
bulan September sebesar 574 mm (Badan Pusat Statistik, 2009).
atau 6.12 persen dari luas Propinsi Sumatera Utara dan terdiri
dari 31 kecamatan, 22 kelurahan, dan 329 desa dengan ketinggian tempat
(altitude) antara 20 – 1 400 mdpl (Lampiran 4).
5.2. Jenis Tanah dan Penggunaannya
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Simalungun terdiri dari jenis
podsolik merah kuning 72 485 Ha (16.25 persen), podsolik coklat kekuningan
regosol 63 255 Ha (14.43 persen), latosol 11 254 Ha (2.57 persen), andosol coklat
68
2 868 Ha (0.65 persen), podsolik coklat kekuningan 164 781 Ha (33.46 persen),
podsolik kuning regosol 23 988 Ha (5.47 persen), podsolik 112 287 Ha (25.60
persen) dan latosol coklat 5 703 Ha (1.30 persen).
Jenis tanah berdasarkan besar kecilnya ukuran butir-butir tanah tekstur
tanah di Kabupaten Simalungun dapat diklasifikasikan atas 3 kelompok (Dinas
pertanian simalungun, 2008):
1. Tanah bertekstur halus : 53 604 Ha (12.22 persen)
2. Tanah bertekstur sedang : 317 809 Ha (72.45 persen)
3.
Jumlah : 438 660 Ha
Tanah bertekstur kasar : 67 247 Ha (15.33 persen)
Lahan yang tersedia bagi usahatani tanaman hortikultura di Kabupaten
Simalungun terdiri dari lahan sawah serta lahan kering yang berupa lahan
tegalan/kebun, ladang/huma. Lahan yang sementara diusahakan dan lahan
pekarangan juga merupakan potensi lahan yang dapat dimanfaatkan bagi
peningkatan dan pengembangan produksi tanaman pangan dan hortikultura.
Potensi lahan di kabupaten Simalungun masih tersedia cukup luas, tetapi
pemanfaatan lahan-lahan tersebut masih kurang dimanfaatkan dengan usahatani
tanaman pangan dan hortikultura secara optimal.
Masih ada lahan sawah yang belum diusahatani yang merupakan lahan
tidur terdapat di Kecamatan Dolog Silau, Ujung Padang dan yang terluas di
Kecamatan Bandar Masilam (Dinas Pertanian Simalungun, 2008). Dari hasil
wawancara dengan penyuluh di Kabupaten Simalungun kualitas tanah di lokasi
penelitian mengalami penurunan, akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebih
sehingga tanah menjadi lebih keras. Secara umum jenis tanah yang dikelola untuk
69
usahatani hortikultura termasuk sayuran adalah jenis tanah podsolik merah kuning
(PMK). Perkembangan jenis penggunaan lahan selama lima tahun terakhir
disajikan pada Tabel 3. Kawasan lahan kering menempati lebih dari setengah luas
wilayah Kabupeten Simalungun yakni mencapai 262 180 hektar atau 59.77 persen
dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten Simalungun.
Tabel 3. Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Simalungun Tahun 2006
No Jenis Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Lahan sawah 43 934 10.02 2 Lahan kering 262 180 59.77 - Tegal/kebun/ ladang/huma 103 351 23.56 - Sementara tidak diusahakan 18 823 4.29 - Perkebunan 139 990 31.91 3 Hutan 80 743 18.41 4 Lebak belum diusahakan - - 5 Tambak/kolam/tebat/empang 381 0.09 6 Pemukiman/pekarangan/lainnya 21 412 4.88 7 pengembalaan/lainnya 30 010 6.84 Jumlah 438 660 100.00
Sumber : Dinas Pertanian Simalungun, 2008.
5.3. Kependuduk, Perekonomian, Sosial dan Budaya
Berdasarkan hasil Registrasi Penduduk oleh Badan Pusat Statistik
Kabupaten Simalungun dalam Simalungun dalam Angka 2008, jumlah penduduk
Kabupaten Simalungun adalah 846 329 jiwa yang terdiri dari 423 747 jiwa laki-
laki dan 422 582 jiwa perempuan dengan perbandingan penduduk laki-laki dan
perempuan (sex ratio) sebesar 100.3 dan kepadatan penduduknya sebesar 192.9
jiwa/km². Luas wilayah terbesar berada di Kecamatan Raya dengan luas 335.60
Km² dan wilayah terkecil di Kecamatan Haranggaol Horison 34.50 Km². Jumlah
70
penduduk terbesar berada di Kecamatan Bandar dengan 66 739 jiwa dan terkecil
berada di Kecamatan Haranggaol Horison dengan jumlah penduduk 5 789 jiwa.
Selama periode 4 tahun terakhir terlihat bahwa jumlah rumahtangga petani
pangan dan hortikultura terjadi peningkatan dengan bertambahnya penduduk dan
semakin banyak penduduk yang berusaha di sektor pertanian mengingat potensi
tebesar di Kabupaten Simalungun adalah di sektor pertanian seperti yang terlihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Penduduk dan Rumahtangga Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jumlah Petani dan Angkatan Kerja di Kabupaten Simalungun Tahun 2004 – 2007
(Jiwa)
No Uraian 2004 2005 2006 2007 1 Jumlah penduduk 823 109 831 664 842 476 846 329 2 Jumlah rumahtangga 191 425 194 314 196 452 - 3 Jumlah rumahtangga petani 12 425 12 528 171 103 - 4 Jumlah petani TPH 576 176 582 165 588 838 - 5 Angkatan kerja - Bekerja 339 234 342 760 - - - Mancari pekerjaan 70 609 71 343 - -
Sumber: Dinas Pertanian Simalungun, 2007.
Salah satu indikator keberhasilan kinerja pembangunan sosial ekonomi
suatu pemerintahan adalah tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/ Human
Development Index (HDI) yang diukur dari angka harapan hidup, tingkat melek
hurup dan standar hidup layak. Pada tahun 2007 angka IPM Kabupaten
Simalungun sebesar 72.09 lebih tinggi dibanding tahun 2006 (71.82) atau naik
0.27. Berada pada urutan 15 dari 26 kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Simalungun tahun
2009 adalah sebesar Rp 9 221 triliun, naik sebesar Rp 809 Milyar dibanding tahun
71
2008 yaitu sebesar Rp 8 412 triliun (angka perbaikan) atau meningkat sebesar
9.52 persen. Sedangkan laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun
2009 sebesar 4.67 persen (Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, 2010).
Faktor utama pendorong laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Simalungun
adalah sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan yang laju
pertumbuhannya mencapai 5.56 persen. Kontribusi sektor pertanian adalah yang
terbesar mencapai 54.57 persen kemudian disusul oleh sektor industri 17.26
persen dan sektor jasa-jasa sebesar 11.68 persen. PDRB per kapita Kabupaten
Simalungun tahun 2008 yaitu sebesar Rp 9 860 juta, pada tahun 2009 meningkat
menjadi Rp 10 724 juta, atau naik sebesar 8.75 persen. Dari data PDRB terlihat
bahwa pertanian merupakan penyokong utama perekonomian Kabupaten
Simalungun.
Persentase rata-rata pengeluaran perkapita dalam sebulan di Kabupaten
Simalungun menurut susenas 2006 untuk makanan sebesar 65.89 persen dan non
makanan sebesar 34.11 persen. Dibandingkan susenas 2004 untuk makanan
(70.36 persen) dan non makanan (29.64 persen), maka rata-rata pengeluaran
untuk makanan mengalami penurunan, namun untuk non makanan mengalami
peningkatan. Angka ini menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat di Simalungun
untuk memenuhi pangan 1.9 kali lebih tinggi dari kebutuhan non pangan. Rata-
rata pengeluaran perkapita penduduk berkisar antara Rp 150 000 - Rp 300 000,
dimana 24.61 persen penduduk berada pada rata-rata pengeluaran Rp 150 000 -
Rp 199 999 dan 36.90 persen penduduk dengan tingkat pengeluaran antara
Rp 200 000 - Rp 300 000.
72
5.4. Sarana dan Prasarana Penunjang
Sarana dan prasarana penunjang penting untuk memperlancar berbagai
kegiatan ekonomi ataupun non-ekonomi berupa fisik maupun non-fisik. Secara
umum sarana dan prasarana transportasi yang ada di Kabupaten Simalungun
belum memadai dengan baik, karena masih ada jalan yang rusak dan jalan
beberapa kedesa terpencil belum lancar. Maka dengan demikian arus lalu lintas
sarana produksi dan hasil-hasil pertanian belum bisa di katakan berjalan lancar
dengan biaya yang cukup rendah.
Penunjang kegiatan pertanian lainnya seperti isntitusi perbenihan belum
dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan petani. Khusus untuk
sayuran jenis cabe, tomat, kubis, kentang dan wortel, petani setempat membeli
bibit dari kios-kios setempat dan jenis benihnya adalah jenis benih yang bukan
hasil tangkaran dari balai benih setempat. Dengan demikian untuk memperoleh
benih petani harus mengeluarkan biaya yang tinggi.
Untuk pemasaran hasil pertanian, petani menjualnya kepada pedagang
sayur setempat. Ada juga pedagang sayur yang datang dari kota yang berbeda
yang mengambil hasil produk pertanian di lokasi penelitian. Tempat penjualan
produk pertanian secara langsung di lokasi penelitian di sebut “Pajak” dan itu jauh
dari lokasi pertanian, selain jauh “pajak” hanya buka sekali dalam seminggu.
Sehingga petani harus menjual hasil pertaniannya kepada pedagang setempat.
Tetapi pedagang di lokasi penelitian cukup banyak, sehingga dari harga juga
pedagang saling bersaing.
73
VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN
6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan
Keberhasilan usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian dan harapan
petani bagi peningkatan kesejahteraan hidup petani, tetapi usahatani kentang dan
tomat memiliki beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu kendala internal dari diri petani dan kendala eksternal seperti:
kurangnya informasi harga, serta lemahnya sistem dan kelembagaan yang ada.
Sisi internal, kendala yang ditemui berkaitan dengan cara dan manajemen
usahatani yang dilakukan. Sebagaimana tergambar pada teknik usahatani yang
dilakukan oleh petani, umumnya petani di lokasi penelitian terlalu boros dalam
penggunaan sumberdaya yang mereka miliki (Lampiran 7 dan Lampiran 8). Dari
hasil penelitian rata-rata penggunaan pupuk kimia untuk usahatani petani contoh
adalah berkisar 3 ton per hektar sedangkan rekomendasi dari dinas setempat untuk
penggunaan pupuk kimia adalah 1.1 ton per hektar untuk usahatani kentang.
Demikian juga penggunaan pestisida padat dan cair selalu lebih tinggi dari
rekomendasi. Pada waktu-waktu tertentu petani menggunakan pestisida yang
berlebih yaitu pada saat musim hujan. Akibat dari penggunaan pupuk kimia dan
pestisida yang berlebih akan meningkatkan biaya produksi, merusak ekosistem
dan tidak sesuai dengan program pengendalian hama terpadu dan Go Organic
yang telah disosialisasikan pemerintah.
Sisi eksternal, kendala yang ditemui telihat pada kurangnya informasi
harga dan pasar yang diterima oleh petani, lemahnya kelembagaan kredit yang
dapat mendukung modal petani, serta lemahnya posisi tawar menawar petani.
74
Di lokasi penelitian yang menjadi kendala adalah pasar untuk produk pertanian
dan modal untuk usahatani. Hasil wawancara dengan petani di daerah penelitian,
petani yang dapat melakukan akses kredit ke bank adalah petani yang memiliki
agunan, sehingga petani yang tidak memiliki agunan tidak dapat meminjam ke
bank atau kelembaga keuangan formal lainnya. Bank merupakan lembaga
keuangan formal yang diatur oleh aturan dan perundang-undangan dan diawasi
oleh pemerintah. Tipe lembaga keuangan ini mengharuskan adanya collateral atau
agunan dalam kontrak pinjaman untuk mengurangi terjadinya resiko yang lebih
besar.
Bank yang memberikan kredit di lokasi penelitian adalah bank BRI (Bank
Rakyat Indonesia). Petani yang mengakses kredit dari bank umum pada umumnya
adalah petani besar. Bank memberikan pinjaman kepada petani dengan
mengenakan bunga 2 persen perbulan dan tergantung pada jenis kredit yang
diajukan. Untuk mendapatkan kredit dari bank, petani harus memiliki agunan dan
cara pengembaliannya adalah angsuran per bulan. Dengan adanya syarat harus
ada agunan membuat petani kecil atau petani yang tidak punya lahan tidak dapat
mengakses kredit ke perbankan setempat. Selain itu ciri hasil usahatani yang
sifatnya musiman membuat petani kecil atau yang tidak punya lahan tidak dapat
mengakses kredit ke perbankan. Kredit informal adalah jenis kredit yang dari
lembaga keuangan dimana dalam operasionalisasinya tidak diawasi oleh
pemerintah dan meliputi antara lain para pelepas uang professional (rentenir),
kerabat keluarga dan sahabat terdekat, para pedagang atau petani kaya dan sistem
kontrak pinjamnya tidak menggunakan collateral atau agunan sebagai jaminan
akan tetapi semata-mata berdasarkan rasa saling percaya (trust).
75
Tabel 5. Karakteristik Lembaga Perkreditan di Lokasi Penelitian
No Persyaratan
Sumber kredit
Bank Pedagang Credit Union
Toko sarana produksi pertanian
1 Agunan Harus ada berupa: sertifikat tanah atau bagunan
Tidak ada Ada, tetapi dapat benda bergerak
Tidak ada
2 Bunga 2 persen per bulan dan tergantung jenis kredit
Tidak ada 2 persen per bulan
Harga input yang dibeli ditokonya dinaikkan 10 persen
3 Bentuk kredit
Uang tunai Input pertanian
Uang tunai Input pertanian
4 Cara pengem-balian kredit
Dicicil perbulan, dengan uang tunai
Bayar panen, dengan hasil panen di jual pada pedagang
Dicicil, tergantung jenis pinjaman, bisa dicicil per triwulan dan per enam bulan
Bayar panen, dimana petani bebas menjual produksi karena toko hanya menerima dalam bentuk uang tunai dan harga input pertanian yang diambil oleh petani dikenakan harga pada saat pembayaran tetapi jika harga tidak mengalami kenaikan atau harga turun maka si toko akan menaikkan harga inputnya 10 persen dari harga awal
5 Penjualan produk pertanian
Petani bebas menjual
Petani harus menjual ke pedagang dengan harga Rp 200,- dibawah harga di daerah tersebut
Petani bebas menjual
Petani bebas menjual
76
Tabel 5 menunjukkan ada 4 akses kredit yaitu bank, pedagang, Credit
Union (CU) dan toko sarana produksi pertanian (saprotan). Dari 4 akses kredit
dapat dibagi menjadi dua lembaga keuangan yaitu formal (Bank) dan informa
(Credit Union, pedagang dan toko sarana produksi pertanian). Di lokasi penelitian
adapun sumber kredit yang dari pedagang didapatkan dengan modal kepercayaan,
dimana syaratnya hasil dari usahatani petani harus dijual kepada pedagang
tersebut. Pedagang bisa dikategorikan sebagai mitra petani, dimana pemotongan
harga tidak berbeda jauh dari harga pasar. Tapi dengan bekerja sama dengan
pedagang, petani mendapatkan beberapa keuntungan yaitu: (1) dalam hal panen
raya, jika tejadi panen raya petani tidak bigung bagaimana menjual produknya,
karena pedagang wajib membeli hasil pertaniannya, dan (2) jika gagal panen
bukan hanya petani yang menanggung, sipedagang akan tetap memberikan modal
kembali untuk berusahatani, tujuannya adalah agar modal usahatani sebelumnya
bisa kembali. Sistem kontrak petani dengan pedagang adalah ada yang sistem bagi
hasil dan ada juga sistem yang tidak bagi hasil. Jika sistem bagi hasil sipetani
hanya memberikan tenaganya dimana sipedagang sudah menyediakan lahan,
modal untuk usahatani. Pembagian hasilnya tergantung kesepakatan antar kedua
belah pihak.
Credit Union adalah lembaga keuangan semi formal yang dalam
operasionalnya berdasarkan suatu keputusan pemerintah. Dalam sistem kontrak
pinjaman antara borrower dan lender tidak mengharuskan adanya collateral atau
agunan tetapi dapat berupa Surat Keterangan Kendaraan Bermotor (SKKB)
beroda dua atau beroda empat dan didasarkan pada kepercayaan (Trust) antara
kedua belah pihak. Credit Union dibentuk oleh masyarakat setempat,
77
peraturannya hampir sama dengan bank yang membedakan adalah tata cara dan
syarat untuk mengajukan kredit. Pada Credit Union tidak membutuhkan agunan
tetapi besarnya pinjaman berdasarkan berapa lama dia sudah menjadi anggota
Credit Union tersebut. Tingkat suku bunga Credit Union adalah 2 persen per
bulan sama dengan bank, dan cara pengembaliannya adalah angsuran perbulan.
Banyak petani yang melakukan pinjaman kepada Credit Union karena persyaratan
mengajukan pinjaman sangat mudah. Dan itu merupakan keuntungan bagi petani
yang mengakses kredit kepada Credit Union.
Sumber kredit dari toko sarana produksi pertanian hampir sama dengan
pinjaman dari pedagang dimana dalam operasionalisasinya tidak diawasi oleh
pemerintah dan meliputi antara lain para pelepas uang professional (rentenir),
kerabat keluarga dan sahabat terdekat, para pedagang atau petani kaya. Sistem
kontrak pinjamnya tidak menggunakan collateral atau agunan sebagai jaminan
akan tetapi berdasarkan rasa saling percaya (trust). Di lokasi penelitian adapun
kredit yang dari toko sarana produksi pertanian didapatkan dengan modal
kepercayaan.
Di lokasi penelitian, toko memberikan pinjaman modal dalam bentuk input
untuk produk pertanian dan sistem pengembaliannya adalah sistem bayar panen.
Barang yang diangkat petani dibayar pada saat panen. Dan harga input yang akan
dibayar petani jika terjadi kenaikan harga pada jenis input yang diambil petani
maka sipetani akan membayar sesuai dengan harga input pada saat pembayaran.
Tetapi jika harga input tetap maka toko akan menaikkan harga 10 persen dari
harga awal. Jika di hitung, umur dari hasil produk pertanian setempat adalah
rata-rata 6 bulan, maka dengan demikian bunga dari pinjaman petani perbulan
78
adalah 1.67 persen. Tingkat bunga pinjaman dari toko lebih rendah di bandingkan
bank, toko tetap bisa menjalankan usahanya. Karena yang dijual bukan hanya
pupuk ataupun benih tetapi toko juga menjual alat-alat untuk usahatani yaitu
cangkul, grobak sorong, pompa dan lain sebagainya. Petani yang mengakses
kredit dari toko mendapatkan beberapa keuntungan, salah satunya yaitu jika gagal
panen bukan hanya petani yang menanggung, sitoko akan tetap memberikan
modal kembali untuk berusahatani, tujuannya adalah agar modal usahatani
sebelumnya bisa kembali. Sistem kontrak petani dengan toko adalah hanya modal
kepercayaan dan kekeluargaan.
6.2. Karakteristik Petani Contoh
6.2.1. Sebaran Umur Petani Contoh
Tabel 6. Distribusi Umur Petani Contoh Berdasarkan Sumber Akses di Kabupaten Simalungun
Faktor usia, sangat mempengaruhi kinerja petani dalam berusahatani.
Dengan tingkat usia yang relatif muda (produktif), petani mampu bekerja lebih
optimal di bandingkan dengan petani yang berusia relatif lebih tua. Petani yang
lebih muda umumnya memiliki keberanian yang lebih tinggi dalam menangung
risiko kegagalan akibat menggunakan suatu inovasi yang baru. Tabel 6
No Umur petani contoh
Jumlah dan persentase petani contoh berdasarkan akses kredit Bank Pedagang Credit Union Toko Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
1 21 – 25 2 5.41 0 3.33 0 0 1 2.94 2 26 – 30 5 13.51 6 19.35 1 4.35 5 14.71 3 31 – 35 9 24.32 11 35.48 3 13.04 6 17.65 4 36 – 40 10 27.03 4 12.90 5 21.74 11 32.35 5 41 – 45 4 10.81 6 19.35 9 39.13 3 8.82 6 46 – 50 7 18.92 3 9.68 4 17.39 5 14.71 7 ≥ 51 0 0 1 3.23 1 4.35 3 8.82 Jumlah 37 100 31 100 23 100 34 100
79
menjelaskan bahwa petani contoh yang mengakses kredit dari pedagang dan toko
lebih banyak petani yang lebih muda di bandingkan dengan petani yang
mangakses kredit dari Credit Union dan bank.
Petani contoh yang mengakses kredit dari Bank untuk usahatani tomat dan
kentang di daerah penelitian dilakukan oleh petani yang umur petani berada pada
kelompok usia produktif atau aktif secara ekonomis (16 – 55 tahun). Empat orang
diantara petani contoh adalah wanita yang bertindak sebagai menejer sekaligus
pelaksana usahataninya. Persentase kelompok usia yang terbanyak dari seluruh
petani contohyang sumber modalnya pinjaman dari bank berada pada kelompok
usia 31 – 45 tahun dengan jumlah persentase 62.16 persen.
Petani contoh yang mengakses kredit dari pedagang untuk usahatani
kentang dan tomat di daerah penelitian dilakukan oleh petani yang umumya
berada pada kelompok usia produktif atau aktif secara ekonomis (16 – 55 tahun).
Untuk petani yang mengakses kredit dari pedagang pada umumnya melakukan
perjanjian, dimana hasil dari usahatani petani harus dijual kepada pedagang. Pada
sistem usahatani yang mengakses kredit dari pedagang, yang menjadi menejer
adalah pedagang dan petani. Maka petani contoh sebelum melakukan usahatani
harus meminta pendapat dari pedagang. Persentase kelompok usia yang terbanyak
dari seluruh petani contoh yang sumber modalnya pinjaman dari pedagang berada
pada kelompok usia 26 – 45 tahun dengan jumlah persentase 87.08 persen. Petani
contoh yang bekerja sama dengan pedagang, umumnya masih muda dan
pendidikanya tidak terlalu tinggi. Dimana petani melakukan kerjasama dengan
pedagang selain kurang pengalaman dalam berusahatani juga berbagi resiko jika
gagal panen.
80
Umur petani contoh yang mengakses kredit dari Credit Union berada pada
kelompok usia produktif atau aktif secara ekonomis (16 – 55 tahun). Untuk petani
contoh yang mengakses kredit dari Credit Union pada umumy berusia lebih dari
36 tahun, dimana distribusi umur petani contoh yang berusia lebih dari 36 tahun
adalah 19 orang (82.61 persen).
Petani contoh yang mengakses kredit dari toko sarana produksi pertanian
untuk usahatani kentang dan tomat di daerah penelitian dilakukan oleh petani
yang umumya berada pada kelompok usia produktif atau aktif secara ekonomis
(16 – 55 tahun). Untuk petani contoh yang mengakses kredit dari toko sarana
pertanian pada umumnya melakukan perjanjian sistem pembayaran barang yang
diambil adalah bon. Sarana produksi pertanian yang diambil dibayar setelah
panen, tetapi harga barang tersebut dinaikan 10 persen dari harga awal. Persentase
kelompok usia yang terbanyak dari seluruh petani contoh yang sumber modalnya
pinjaman dari pedagang berada pada kelompok usia 26 – 50 tahun dengan jumlah
persentase 88.24 persen. Petani contoh yang bekerja sama dengan toko, umumnya
dari yang masih muda dan pendidikanya tidak terlalu tinggi sampai pada yang tua.
Petani contoh melakukan kerjasama dengan toko selain kurang pengalaman dalam
berusahatani juga berbagi risiko jika gagal panen. Jika gagal panen dari pihak
toko masih tetap membiayai usahataninya, agar modal yang gagal tersebut dapat
dikembalikan oleh petani contoh.
Dari distribusi umur petani contoh dapat dikatakan bahwa perbedaan
karakteristik kredit akan mempengaruhi kelompok usia petani yang akan
mengakses kredit ke lembaga kredit tersebut. Dimana kelompok petani yang
umurnya lebih muda kebanyakan mengakses kredit dari pedagang dan toko. Itu
81
karena pedagang dan toko mampu memberikan modal dalam skala besar tetapi
membutuhkan tenaga yang besar juga. Sedangkan kredit dari Credit Union
kebanyakan diakses oleh petani yang umurnya di pertengahan.
6.2.2. Pendidikan Formal Petani Contoh
Tabel 7. Distribusi Pendidikan Formal Petani Contoh Berdasarkan Sumber Akses Kredit di Kabupaten Simalungun
Selain faktor usia, pendidikan memerankan peranan penting dalam
meningkatkan kecakapan, menentukan pilihan dan mengatasi suatu persoalan
yang dihadapi seseorang di dalam berusahatani. Dalam berusahatani tingkat
pendidikan mempengaruhi kemampuan petani untuk menjalankan aktivitas
usahataninya. Lamanya pendidikan formal adalah jumlah waktu (tahun) yang
dihabiskan oleh petani untuk menempuh pendidikan formalnya. Semakin lama
waktu yang dihabiskan petani untuk menempuh pendidikan diduga semakin
mendorong petani untuk meningkatkan usahataninya melalui proses produksi,
pengelolaan penggunaan input dan kemampuan dalam mengambil keputusan
No Tingkat pendidikan
Jumlah dan persentase petani contoh berdasarkan akses kredit
Bank Pedagang Credit Union (Orang) Toko
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
1 Tidak sekolah (0 tahun)
0 0 0 0 0 0 0 0
2 SD (1 – 6 tahun)
2 5.41 2 6.45 2 8.70 3 8.82
3 SLTP (7 – 9 tahun)
1 2.70 10 32.26 4 17.39 5 14.71
4 SMU (10 – 12 tahun)
28 75.68 19 61.29 17 73.19 26 76.47
5 Diploma/Sarjana( >12 tahun)
6 16.22 0 0 0 0 0 0
Jumlah 37 100 31 100 23 100 34 100
82
untuk memilih usahatani dan sumber modal. Distribusi pendidikan formal petani
berdasarkan sumber akses kredit selengkapnya ada di Tabel 7.
Petani contoh yang sumber modalnya pinjaman dari bank umumnya
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Lama pendidikan petani contoh berkisar
12 tahun, dengan tingkat tertinggi Sarjana dan terendah Sekolah Dasar. Persentase
terbesar dari lama pendidikan petani terdapat pada kelompok 9 – 12 tahun, dan
ada juga sarjana 6 orang atau 16.22 persen. Distribusi tingkat pendidikan petani
contoh yang mengakses kredit dari pedagang adalah SMP dan SMA (93.55
persen). Tingkat pendidikan petani contoh yang mengakses kredit dari bank lebih
tinggi di bandingkan dengan petani contoh yang mengakses kredit dari pedagang.
Distribusi tingkat pendidikan petani contoh yang mengakses kredit dari Credit
Union adalah SMP dan SMA (91.30 persen). Tingkat pendidikan petani contoh
yang mengakses kredit dari bank lebih tinggi di bandingkan dengan petani contoh
yang mengakses kredit dari Credit Union. Distribusi tingkat pendidikan petani
contoh yang mengakses kredit dari toko sarana poduksi pertanian adalah SMP dan
SMA (91.18 persen). Tingkat pendidikan petani contoh yang mengakses kredit
dari bank lebih tinggi di bandingkan dengan petani contoh yang mengakses kredit
dari toko. Maka petani contoh yang pendidikannya lebih tinggi kebanyakan petani
contoh yang mengakses kredit dari bank.
6.2.3. Pengalaman Usahatani dan Keanggotaan Kelompok Tani Petani
Contoh
Rata-rata pengalaman usahatani petani contoh dalam berusahatani sudah
banyak yang lebih dari 2 tahun seperti yang terlihat pada Tabel 8. Hal ini
dimungkinkan karena petani di daerah tersebut adalah sebagian penduduk asli,
83
mereka lahir dan dibesarkan didaerah tersebut. Kebanyakan pendatang yang
datang untuk mencari nafkah melalui buruhtani dan kemudian melakukan
kerjasama dengan beberapa pemilik modal seperti pedagang maupun toko. Setelah
mengumpulkan modal yang cukup petani tersebut akan memulai usahataninya
dengan modal sendiri dan kembali ke kampung halamannya.
Tabel 8. Distribusi Pengalaman Usahatani dan Keanggotaan Kelompok Tani Petani Contoh
No Pengalaman usahatani
Jumlah dan persentase petani contoh berdasarkan akses kredit
Bank Pedagang Credit Union (Orang)
Toko
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
Jumlah (Orang)
Persenta-se (%)
1 0 – 5 tahun 24 64.86 17 54.85 12 52.17 23 67.65 2 6 – 10 tahun 12 32.44 10 32.25 4 17.39 11 32.35 3 11 – 15 tahun 0 0.00 2 6.45 2 8.70 0 0.00 4 16 – 20 tahun 1 2.70 0 0.00 4 17.39 0 0.00 5 21 – 25 tahun 0 0.00 2 6.45 1 4.35 0 0.00 6 > 25 tahun 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Jumlah 37 100 31 100 23 100 34 100 No Keanggotaan kelompok tani
1 Anggota 4 10.81 12 38.71 16 69.57 14 41.18 2 Bukan
anggota 33 89.19 19 61.29 7 30.43 20 58.82
Jumlah 37 100 31 100 23 100 34 100
Ditinjau dari pengalaman, pada umumnya petani contoh yang
menggunakan modalnya dari bank memiliki pengalaman berusahatani kentang
dan tomat selama kurang dari 10 tahun (97.30 persen). Hal ini menunjukkan
bahwa petani sudah memiliki pengalaman dalam berusahatani kentang dan tomat.
Untuk petani contoh yang sumber modalnya pinjaman dari bank hanya sedikit
yang bergabung dengan kelompok tani (yang bergabung dengan kelompok tani 4
orang = 10.81 persen, sedangkan yang tidak 33 orang = 89.19 persen). Kelompok
tani merupakan wadah bagi petani kentang dan tomat untuk berbagi pengetahuan,
84
pengalaman, keterampilan serta merencanakan aktivitas usahatani di antara
mereka.
Pengalaman berusahatani dari petani contoh yang mengakses kredit dari
pedagang (< 10 tahun adalah 27 orang atau 87.00 persen) lebih sedikit di
bandingkan dengan petani contoh yang mengakses kredit dari bank. Distribusi
keanggotaan kelompok tani petani contoh yang memiliki akses kredit pada
pedagang sebanyak 12 orang atau 38.71 persen adalah anggota kelompok tani.
Petani contoh merasa bahwa kelompok tani merupakan wadah bagi petani untuk
berbagi pengalaman, pengetahuan, keterampilan serta merencanakan aktivitas
usahatani antara mereka. Dengan demikian keberadaan Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) menjadi hal yang sangat penting untuk keberlangsungan
kelompok tani.
Pengalaman berusahatani dari petani contoh yang mengakses kredit dari
Credit Union (< 10 tahun adalah 16 orang atau 69.56 persen) lebih sedikit di
bandingkan dengan petani contoh yang mengakses kredit dari bank. Tetapi petani
contoh yang mengakses kredit dari Credit Union yang memiliki pengalaman yang
lama ada sekitar 21.74 persen berusia lebih dari 47 tahun. Distribusi keanggotaan
kelompok tani petani contoh yang memiliki akses kredit pada Credit Union
sebanyak 16 orang atau 69.57 persen adalah anggota kelompok tani. Petani contoh
merasa bahwa kelompok tani merupakan wadah bagi petani contoh untuk berbagi
pengalaman, pengetahuan, keterampilan serta merencanakan aktivitas usahatani di
antara mereka. Dengan demikian keberadaan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
menjadi hal yang sangat penting untuk keberlangsungan kelompok tani.
Pengalaman usahatani 0 – 5 tahun dari petani contohsetiap akses kredit
85
persentasenya sama. Sedangkan keanggotaan kelompok tani setiap akses kredit
beda. Artinya pengalaman usahatani tidak ada hubungannya dengan keanggotaan
kelompok tani.
Pengalaman berusahatani dari petani contoh yang mengakses kredit dari
toko (< 10 tahun adalah 34 orang atau 100 persen) hampir sama dengan dengan
petani contoh yang mengakses kredit dari bank. Distribusi keanggotaan kelompok
tani petani contoh yang memiliki akses kredit pada toko sarana produksi pertanian
sebanyak 14 orang atau 41.18 persen adalah anggota kelompok tani. Petani contoh
merasa bahwa kelompok tani merupakan wadah bagi petani contoh untuk berbagi
pengalaman, pengetahuan, keterampilan serta merencanakan aktivitas usahatani
antara mereka. Dengan demikian keberadaan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
menjadi hal yang sangat pentin untuk keberlangsungan kelompok tani. Tetapi
petani contohyang tidak masuk kelompok tani menyatakan bahwa petani
contohdapat meminta penjelasan dari pemilik toko bagaimana dalam menjalankan
usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian. Ini merupakan kelebihan
mengakses kredit dari toko, karena pemilik toko sarana produksi pertanian selalu
menanyakan apa yang akan ditanam, dan jika dia memiliki pengetahuan ataupun
pengalaman tentang usahatani maka pemilik toko akan berbagi dan memberikan
masukan jenis bibit apa yang cocok ditanam, apa pestisidan dan apa pupuk yang
harus digunakan serta dosisnya. Tujuan dari pemilik toko berbagai pengalaman
dan memberikan rekomendasi mulai dari input dan dosisnya adalah supaya petani
berhasil menjalankan usahataninya dan modal yang dipinjamkan dapat
dikembalikan serta kerjasama dapat berjalan seterusnya. Hasil kerja sama seperti
itu akan saling menguntungkan antara kreditor dan debitur. Kreditur dapat
86
menjalankan usaha karena ada perputaran modal dan pinjaman kembali,
sedangkan debitur dapat menjalankan usahataninya.
6.2.4. Luas Lahan yang di Kuasai dan Status Kepemilikan Lahan
Hampir semua petani petani contoh menggarap sendiri lahan miliknya.
Kecuali petani yang mengakses kredit dari pedagang seperti yang terlihat pada
Tabel 9. Berdasarkan hasil survei, rata-rata luas lahan yang digunakan untuk
usahatani kentang dan tomat oleh petani contoh yang sumber modalnya dari bank
adalah 1.17 hektar, dengan luas lahan minimum untuk usahatani sayuran 0.12
hektar dan luas lahan maksimal 3 hektar. Tetapi rata-rata luas lahan yang dikuasai
oleh petani contoh yang sumber modalnya dari bank adalah lebih dari 2 hektar
sekitar 21 orang (56.78 persen) dan status kepemilkan lahan adalah 37 orang milik
sendiri (100.00 persen).
Tabel 9. Distribusi Luas Lahan yang di Kuasai dan Status Kepemilikan Lahan
No Luas lahan yang dikuasai (Ha)
Jumlah dan persentase petani contoh berdasarkan akses kredit
Bank Pedagang Credit Union Toko Jumlah (Orang)
Persen-tase (%)
Jumlah (Orang)
Persen-tase (%)
Jumlah (Orang)
Persen-tase (%)
Jumlah (Orang)
Persen-tase (%)
1 0.00 – 0.49 2 5.40 5 16.13 1 4.34 2 5.88
2 0.50 – 0.99 0 0.00 4 12.90 0 0 5 14.70
3 1.00 – 1.49 4 10.80 14 45.16 14 60.86 14 41.17
4 1.50 – 1.99 10 27.02 4 12.90 6 26.08 0 0.00
5 ≥ 2.00 21 56.78 4 12.90 2 8.72 13 38.25
Jumlah 37 100 31 100 23 100 34 100
No Status Kepemilikan Lahan
1 Sendiri 34 100 13 41.93 23 100 32 94.12
2 Sewa 0 0.00 18 58.07 0 0.00 2 5.88
Jumlah 34 100 31 100 23 100 34 100
87
Jika status kepemilikan lahan adalah milik sendiri, ini merupakan peluang
bagi petani contoh untuk mengakses kredit dari bank karena adanya agunan yaitu
lahan miliknya sendiri. Berdasarkan hasil survei, rata-rata luas lahan yang
digunakan untuk usahatani kentang dan tomat oleh petani contohyang sumber
modalnya dari pedagang adalah 1 hektar, dengan luas lahan minimum untuk
usahatani sayuran 0.12 hektar dan luas lahan maksimal 1.5 hektar. Sedangkan
distribusi luas lahan yang dikuasai oleh petani contoh yang sumber modalnya dari
pedagang yang paling banyak sekitar 23 orang berada pada luas lahan 0.50 – 1.49
hektar (74.19 persen). Status kepemilkan lahan adalah 13 orang milik sendiri
(41.93 persen). Berdasarkan hasil survei, rata-rata luas lahan yang digunakan
untuk usahatani sayuran oleh petani contoh yang sumber modalnya dari Credit
Union adalah 0.48 hektar, dengan luas lahan minimum untuk usahatani sayuran
0.16 hektar dan luas lahan maksimal 3.00 hektar. Distribusi luas lahan yang
dikuasai oleh petani contoh yang sumber modalnya dari Credit Union yang paling
banyak sekitar 15 orang berada pada luas lahan 1.00 – 1.99 hektar (65.21 persen).
Status kepemilikan lahan adalah 23 orang milik sendiri (100 persen).
Berdasarkan hasil survei, rata-rata luas lahan yang digunakan untuk
usahatani sayuran oleh petani contoh yang sumber modalnya dari toko adalah 0.63
hektar, dengan luas lahan minimum untuk usahatani sayuran 0.12 hektar dan luas
lahan maksimal 1.64 hektar. Distribusi luas lahan yang dikuasai oleh petani
contoh yang sumber modalnya dari toko sarana produksi pertanian yang paling
banyak sekitar 21 orang berada pada luas lahan 0.49 – 1.49 (61.76 persen). Status
kepemilikan lahan adalah 32 orang milik sendiri (94.12 persen).
88
Tabel 9 menunjukkan bahwa persentase yang paling besar atas luas lahan
yang dikuasai dan status kepemilikan lahan adalah petani contoh yang mengakses
kredit dari bank. Artinya status kepemilikan lahan dan luas lahan yang dikuasai
mempengaruhi keputusan petani dalam mengambil keputusan akses kredit. Jika
petani memiliki status kepemilikan lahan maka petani kemungkinan akan memilih
mengakses kredit dari bank, karena lahan pertanian dapat dijadikan sebagai
angunan untuk mendapatkan kredit dari bank. Begitu juga sebaliknya, jika petani
hanya berstatus sebagai penggarap/penyakap maka petani akan lebih cenderung
memilih mengakses kredit dari pedagang ataupun toko. Di lokasi penelitian ada
juga pedagang dan toko yang menyediakan lahan untuk digarap oleh petani, sewa
dari lahan tersebut dibayar pada saat panen. Jika lahan dari pedagang atapun toko,
maka selama usahatani belum menghasilkan petani hanya mengorbankan
tenaganya.
6.3. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani dan Analisis Rasio
Penerimaan dan Biaya
Analisis pendapatan petani contoh sayuran menggambarkan secara
sederhana bagaimana tingkat kelayakan ushatani kentang dan tomat di daerah
penelitian.
6.3.1. Analisis Usahatani Tomat
Tujuan utama petani dalam berusaha tani adalah mendapatkan keuntungan
yang sebesar-besarnya. Berdasarkan Lampiran 7 dapat diketahui hasil analisis
pendapatan usahatani tomat di lokasi penelitian. Analisis ini dilakukan untuk
menganalisis berapa keuntungan dan biaya untuk usahatani tomat perhektar.
89
(1 000 Rupiah)
Tabel 10. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Tomat di Lokasi Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar
Keterangan Petani yang akses kredit dari bank
Petani yang akses kredit dari pedagang
Petani yang akses kredit dari Credit Union
Petani yang akses kredit dari toko
Penerimaan 111 165 108 664 111 543 110 247 Pengeluaran A. Biaya tunai 42 901 39 251 32 778 38 442 B. Biaya di
perhitungkan 8 220 9 666 13 952 11 404
C. Biaya total 5 112 48 917 46 731 49 847
D. Pendapatan atas biaya tunai
68 264 69 413 78 765 71 805
E. Pendapatan atas biaya total
60 044 59 746 64 812 60 400
F. R/C atas biaya total
2.17 2.22 2.39 2.21
Dari hasil analisis usahatani produksi tomat yang paling tinggi adalah
produksi tomat dari petani yang mengakses kredit dari pedagang (46.38 ton/ha).
Tetapi tingkat keuntungan atas biaya total yang paling tinggi diperoleh oleh petani
yang mengakses kredit dari Credit Union yaitu RP 64.81 juta. Adanya perbedaan
itu disebabkan oleh adanya perbedaan harga output dari usahatani tomat. Petani
yang mengakses kredit dari pedagang harus menjual hasil ushataninya pada
pedagang, sedangkan petani yang mengakses kredit dari bank, Credit Union dan
toko bebas menjual hasil usahataninya.
Nilai rasio dari penerimaan petani terhadap biaya total yang dikeluarkan
petani untuk semua akses kredit lebih besar dari 1. Hasil analisis petani pada
usahatani tomat menyatakan bahwa R/C atas biaya tunai yang paling besar
dilakukan oleh petani yang mengakses kredit pada Credit Union yaitu 2.39 dan
pedagang (2.22), hal ini menunjukkan besarnya penerimaan usahatani yang
diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Petani yang
90
mengakses kredit dari Credit Union, komponen biaya yang terbesar adalah biaya
untuk pupuk (28.87 persen) dan tenaga kerja dalam keluarga (28.49 persen).
Petani yang mengakses dari bank, komponen biaya yang terbesar adalah pupuk
(29.40 persen) dan pestisida (18.63 persen). Petani yang mengakses kredit dari
pedagang , komponen biaya yang terbesar adalah pupuk (26.69 persen) dan
pestisida (26.51 persen). Petani yang mengakses kredit dari toko, komponen biaya
terbesar adalah pupuk (30.67 persen) dan pestisida (22.11 persen). Keempat
sumber kredit itu memberikan pengaruh yang berbeda dalam penggunaan faktor
input (Lampiran 9). Petani yang mengakses kredit dari bank, pedagang maupun
toko menggunakan input yang berlebihan. Gambaran komponen biaya tersebut
menunjukkan bahwa usahatani kentang dan tomat merupakan usahatani yang
sangat membutuhkan modal (sekitar 60 juta rupiah).
6.3.2. Analisis Usahatani Kentang
Pada Lampiran 8 ditemukan bahwa nilai rasio dari penerimaan petani
contohterhadap biaya total yang dikeluarkan rata-rata lebih dari satu dari setiap
petani contohdari berbagai akses sumber modal. Produksi usahatani kentang yang
paling besar adalah produksi dari petani yang mengakses kredit dari bank (17.09
ton/ha). Analisis uasahatani dilakukan untuk menganalisis berapa keuntungan dan
biaya untuk usahatani kentang dalam luasan 1 Ha. tingkat keuntungan yang paling
tinggi diperoleh oleh petani yang mengakses kredit dari bank yaitu Rp 16.06 juta.
Sedangkan pendapatan usahatani kentang yang mangakses kredit dari sumber
lainnya berada di bawah dari Rp 10 juta. Adanya perbedaan itu tidak sisebabkan
oleh adanya perbedaan komponen biaya, tetapi perbedaan dari pengalaman
usahatani dari petani tersebut.
91
(1 000 Rupiah)
Tabel 11. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kentang di Lokasi Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar
Keterangan Petani yang akses kredit dari bank
Petani yang akses kredit dari pedagang
Petani yang akses kredit dari Credit union
Petani yang akses kredit dari toko
Penerimaan 48 044 42 883 37 010 35 426 Pengeluaran A. Biaya tunai 26 990 26 651 21 215 22 024 B. Biaya di
perhitungkan 4 987 6 916 9 326 6 697 C. Biaya total 31 977 33 567 30 541 28 722 D. Pendapatan atas
biaya tunai 21 053 16 231 15 795 13 401 E. Pendapatan atas
biaya total 16 066 9 315 6 469 6 703
F. R/C atas biaya total
1.50
1.28
1.21
1.23
Nilai rasio dari penerimaan petani terhadap biaya total yang dikeluarkan
petani untuk semua akses kredit lebih besar dari 1. Hasil analisis petani pada
usahatani kentang menyatakan bahwa R/C atas biaya tunai yang paling besar
dilakukan oleh petani yang mengakses kredit pada bank yaitu 1.50 dan pedagang
(1.28), hal ini menunjukkan besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh petani
untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Tingginya R/C atas biaya tunai petani
yang mengakses kredit dari bank adalah karena untuk usahatani kentang
memerlukan lahan yang luas untuk berusahatani. Pada persiapan lahan dan
penanaman membutuhkan modal yang besar, sedangkan pada tahap pemeliharaan
tidak membutuhkan modal tunai yang cepat dibandingkan dengan usahatani
tomat. Ini berhubungan denga karakteristik sumber kredit. Karena kredit dari bank
hanya dapat di akses dalam jangka waktu tertentu, jika kita butuh uang tunai
dalam waktu cepat kredit tidak bisa langsung keluar karena ada persyaratan yang
92
harus di penuhi. Maka dari hasil penelitian R/C atas biaya tunai untuk usahatani
kentang yang paling tinggi adalah petani yang akses kreditnya dari bank.
Petani yang mengakses kredit dari bank, pedagang, Credit Union dan toko
komponen biaya yang terbesar adalah biaya untuk pupuk dan tenaga kerja.
Keempat sumber kredit itu memberikan pengaruh yang berbeda dalam
penggunaan faktor input seperti yang terlihat pada Lampiran 10. Gambaran
komponen biaya tersebut menunjukkan bahwa usahatani kentang dan tomat
merupakan usahatani yang sangat membutuhkan modal (sekitar Rp 10 juta).
93
VII. ANALISIS EFISIENSI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN USAHATANI TOMAT DAN KENTANG
Bab ini akan membahas hasil analisis pendugaan fungsi produksi
stochastic frontier dan analisis efisiensi tekni, faktor-faktor yang
mempengaruhinya inefisiensi teknis petani sayuran di daerah penelitian, dan
distribusi pendapatan usahatani tomat dan kentang. Analisis dilakukan dengan
menggunakan dua usahatani tomat dan kentang fungsi produksi stochastic frontier
yang berbeda.
7.1. Analisis Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier untuk Usahatani Tomat
Pengujian terhadap Variance Inflation Factor (VIF) dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui penyebab dari temuan tersebut. Hasil pengujian VIF
untuk fungsi produksi usahatani tomat menunjukkan bahwa variabel luas lahan,
jumlah benih, penggunaan pupuk kimia, penggunaan pupuk organik, penggunaan
pestisida cair, penggunaan pestisida padat dan jumlah tenaga kerja tidak terlalu
tinggi.
Berdasarkan hasil pengujian multikolinier terhadap masing-masing
variabel bebas, maka tidak berpengaruh nyatanya variabel pupuk kimia, pupuk
organik dan pestisida padat terhadap produksi tomat di lokasi penelitian karena
kontribusi variabel tersebut sangat sedikit dan dapat diabaikan terhadap produksi
sayuran di lokasi penelitian. Di lokasi penelitian ini penggunaan pestida yang
banyak disebabkan oleh karena didaerah tersebut curah hujannya tinggi. Petani
contoh dalam hal menggunakan pestisida padat dan pupuk kimia melebihi jumlah
dari anjuran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat. Dengan penggunakan
94
pupuk kimia yang berlebih, tapi penggunaan pupuk organik yang sedikit tidak
memberikan efek apa-apa kepada tanaman. Jadi jika hujan tidak turun selama 3
hari tanah langsung keras karena penggunaan pupuk kimia yang berlebih.
Tabel 12. Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Tomat Hasil dengan Metode Maximum Likelihood Estimated
Variabel Input Parameter Koefisien Peluang
(t-Rasio)
β 7.861 0 16.646
Luas lahan (X1 β) 0.325 1 3.202****
Jumlah benih (X2 β) 0.248 2 3.018****
Jumlah pupuk kimia (X3 β) -0.006 3 -0.258
Jumlah pupuk organik (X4 β) -0.003 4 -0.273
Jumlah pestisida cair (X5 β) 0.154 5 3.444****
Jumlah pestisida padat (X6 β) 0.004 6 0.067
Jumlah tenaga kerja (X7 β) 0.376 7 4.150****
Log - Likelihood OLS -14.680
Log - Likelihood MLE -2.450
Sigma-square 0.061 4.134****
γ 0.030 0.126
LR 24.460
Keterangan: **** nyata pada α = 1 persen *** nyata pada α = 5 persen ** nyata pada α = 10 persen * nyata pada α = 20 persen
Tabel 12 menampilkan hasil pendugaan fungsi produksi stochastic frontier
usahatani tomat yang menggunakan tujuh variabel penjelas. Hasil pendugaan
menggambarkan kinerja dari petani contoh pada tingkat jenis usahatani yang ada.
Pendugaan ini dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Estimated (MLE).
Variabel-variabel yang nyata berpengaruh terhadap produksi batas petani contoh
ditemukan sama dengan yang diperoleh pada fungsi produksi rata-rata usahatani
95
tomat. Variabel luas lahan (X1), benih (X2), penggunaan pestisida cair (X5), dan
penggunaan tenaga kerja (X7) pada fungsi rata-rata dan batas ditemukan
berpengaruh nyata. Tanda koefisien parameter pada Tabel 12 ada yang negatif
(tidak sesuai dengan harapan), artinya jika ada penambahan input pupuk kimia
(X3) atau pupuk organik (X4) akan menurunkan produksi. Tetapi faktor input
pupuk kimia dan pupuk organik tidak berpengaruh secara nyata. Sedangkan tanda
koefisien parameter yang positif adalah variabel luas lahan (X1), benih (X2),
penggunaan pestisida cair (X5), dan penggunaan tenaga kerja (X7
Hasil pendugaan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa elastisitas produksi
batas dari luas lahan (X
) dan ditemukan
berpengaruh nyata.
1) bernilai 0.325. Angka ini ditemukan nyata berbeda dari
nol pada α = 1 persen. Penambahan luas lahan (X1) sebesar 10 persen akan
meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 3.25 persen pada
kondisi input-input lainya tetap. Elastisitas produksi batas dari variabel jumlah
benih (X2) bernilai 0.248 dan berbeda nyata dari nol pada α = 1 persen.
Penambahan penggunaan jumlah benih (X2
Elastisitas produksi batas dari variabel pestisida cair (X
) sebesar 10 persen akan
meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 2.48 persen pada
kondisi input-input lainya tetap.
5) bernilai 0.154
dan berbeda nyata dari nol pada α = 1 persen. Penambahan penggunaan pestisida
cair (X5) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani
contoh sebesar 1.54 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Petani tomat
masih bisa meningkatkan penggunaan pestisida cair untuk meningkatkan
produksinya. Pestisida cair di gunakan untuk membasmi lalat buah dan insektisida
lainnya. Tanaman tomat sangat rentan dengan insektisida, jika tidak dilakukan
penyemprotan yang rutin maka tanaman tomat akan langsung terkena penyakit,
96
terutama pada musim penghujan. Jika musim penghujan, petani akan melakukan
penyemprotan pestisida padat dan cair rata-rata 1 kali dalam 2 hari. Maka
usahatani tomat memerlukan modal yang besar pada saat pemeliharaannya.
Elastisitas produksi batas dari variabel tenaga kerja (X7) bernilai 0.376
dan berbeda nyata dari nol pada α = 1 persen. Penambahan penggunaan tenaga
kerja (X7
Pada Tabel 12 menjelaskan varian dan parameter γ model efek inefisiensi
teknis fungsi produksi stochastic frontier. Parameter γ dugaan merupakan rasio
dari varian efisiensi teknis (μ
) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani
contoh sebesar 3.76 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Hasil analisis ini
juga menunjukkan bahwa petani masih rasional menambah penggunaan tenaga
kerja untuk meningkatkan produksinya, karena pada kenyataannya usahatani
tomat merupakan usaha yang membutuhkan banyak tenaga kerja terutama pada
saat pemeliharaan dan pemanenan.
i) terhadap varian total produksi (εi
). Nilai γ petani
petani contoh adalah 0.03, taraf kepercanyaan tidak berpengaruh secara nyata. Ini
menunjukkan bahwa 3 persen dari variabel galat di dalam fungsi produksi
menggambarkan efisiensi teknis petani atau 3 persen dari variasi hasil diantara
petani contoh disebabkan oleh perbedaan dari efisiensi teknis dan sisanya 97
persen disebabkan oleh efek-efek stochastic seperti iklim, cuaca, serangan hama,
penyakit dan kesalahan pemodelan.
7.2. Analisis Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang
Pengujian terhadap Variance Inflation Factor (VIF) dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui penyebab dari temuan tersebut. Hasil pengujian VIF
menunjukkan bahwa variabel luas lahan (X1), jumlah benih (X2), penggunaan
97
pupuk kimia (X3), penggunaan pupuk organik (X4), penggunaan pestisida cair
(X5), penggunaan pestisida padat (X6), jumlah tenaga kerja (X7) dan dummi akses
kredit (X8
Tabel 13. Parameter Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang Hasil dengan Metode Maximum Likelihood Estimated
) tidak terlalu tinggi.
Variabel Input Parameter Koefisien Peluang
(t-Rasio)
γ 6.331 0 4.187
Luas lahan (X1 γ) 0.345 1 16.412****
Jumlah benih (X2 γ) 0.178 2 4.558****
Jumlah pupuk kimia (X3 γ) 0.122 3 1.860***
Jumlah pupuk organik (X4 γ) 0.100 4 1.934***
Jumlah pestisida cair (X5 γ) 0.060 5 3.655****
Jumlah pestisida padat (X6 γ) 0.059 6 1.275*
Jumlah tenaga kerja (X7 γ) 0.240 7 2.901****
Log - Likelihood OLS -5.200
Log - Likelihood MLE 5.860
Sigma-square 0.050 5.973 ****
γ 1.000 112
LR 22.120
Keterangan: **** nyata pada α = 1 persen *** nyata pada α = 5 persen ** nyata pada α = 10 persen * nyata pada α = 20 persen
Berdasarkan hasil pengujian multikolinier terhadap masing-masing
variabel bebas, maka tidak berpengaruh nyatanya variabel pestisida cair dan
pestisida padat terhadap produksi kentang di lokasi penelitian karena kontribusi
variabel tersebut sangat sedikit dan dapat diabaikan terhadap produksi sayuran di
98
lokasi penelitian. Itu dapat dibuktikan dengan proporsi modal untuk penggunaan
pestisida untuk usahatani kentang adalah lebih kecil (pada Lampiran 8).
Tabel 13 menampilkan hasil pendugaan fungsi produksi stochastic frontier
usahatani kentang yang menggunakan tujuh variabel penjelas. Hasil pendugaan
menggambarkan kinerja dari petani. Pendugaan ini dilakukan dengan metode
Maximum Likelihood Estimated (MLE). Variabel-variabel yang nyata
berpengaruh terhadap produksi batas petani contoh ditemukan berbeda dengan
yang diperoleh pada fungsi produksi rata-rata usahatani kentang. Variabel luas
lahan (X1), jumlah benih (X2), penggunaan pupuk kimia (X3), pupuk organik
(X4), pestisida cair (X5), pestisida padat (X6) dan tenaga kerja (X7
Hasil pendugaan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa elastisitas produksi
batas dari luas lahan (X
) pada fungsi
rata-rata ditemukan berpengaruh nyata.
1) bernilai 0.345. Angka ini ditemukan nyata berbeda dari
nol pada α = 1 persen. Penambahan luas lahan (X1) sebesar 10 persen akan
meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 3.45 persen pada
kondisi input-input lainya tetap. Untuk elastisitas produksi batas dari jumlah benih
(X2) bernilai 0.178. Angka ini ditemukan nyata berbeda d ari n o l p ada α = 1
persen. Penambahan jumlah benih (X2) sebesar 10 persen akan meningkatkan
tambahan produksi batas petani contoh sebesar 1.78 persen pada kondisi input-
input lainya tetap. Elastisitas produksi batas dari pupuk kimia (X3) bernilai 0.122.
Angka ini ditemukan nyata berbeda dari nol pada α = 5 persen. Penambahan
pupuk kimia (X3) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas
petani contoh sebesar 1.22 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Hasil
pendugaan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa elastisitas produksi batas dari
99
pupuk organik (X4) bernilai 0.100. Angka ini ditemukan nyata berbeda dari nol
pada α = 5 persen. Penambahan pupuk organik (X4
Elastisitas produksi batas dari variabel pestisida cair (X
) sebesar 10 persen akan
meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 1.00 persen pada
kondisi input-input lainya tetap.
5) bernilai 0.060
dan berbeda nyata dari nol pada α = 10 persen. Penambahan penggunaan pestisida
cair (X5) sebesar 10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani
contoh sebesar 0.60 persen pada kondisi input-input lainya tetap. Elastisitas
produksi batas dari variabel pestisida padat (X6) bernilai 0.059 dan berbeda nyata
dari nol pada α = 20 persen. Penambahan penggunaan pestisida padat (X6) sebesar
10 persen akan meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 0.59
persen pada kondisi input-input lainya tetap. Elastisitas produksi batas dari
variabel tenaga kerja (X7) bernilai 0.240 dan berbeda nyata dari nol pada α = 1
persen. Penambahan penggunaan tenaga kerja (X7
Pada Tabel 13 menjelaskan varian dan parameter γ model efek inefisiensi
teknis fungsi produksi stochastic frontier. Parameter γ dugaan merupakan rasio
dari varian efisiensi teknis (μ
) sebesar 10 persen akan
meningkatkan tambahan produksi batas petani contoh sebesar 2.40 persen pada
kondisi input-input lainya tetap.
i) terhadap varian total produksi (εi). Nilai γ petani
petani contoh adalah 1.00, tidak berpengaruh secara nyata. Ini menunjukkan
bahwa 100 persen dari variabel galat di dalam fungsi produksi menggambarkan
efisiensi teknis petani atau 100 persen dari variasi hasil diantara petani contoh
100
disebabkan oleh perbedaan dari efisiensi teknis. Tetapi tidak berpengaruh secara
nyata.
7.3. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit terhadap Efisiensi Teknis
7.3.1. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit terhadap Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Tomat
Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi
stochastic frontier dan pendekatan analisis dari sisi input. Berdasarkan nilai rata-
rata efisiensi teknis usahatani tomat dapat dikemukan bahwa secara rata-rata
petani contoh masih memiliki kesempatan untuk memperoleh hasil potensial yang
lebih tinggi mencapai hasil maksimal seperti yang diperoleh petani paling efisien
secara teknis.
Tabel 14. Akses Kredit dan Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Tomat
Sebaran efisiensi teknis petani
Sumber Akses Kredit Bank Pedagang Credit Union Toko
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
0 ≤ 0.3 0 0 0 0 0 0 0 0 > 0.3 ≤ 0.4 0 0 0 0 0 0 0 0 > 0.4 ≤ 0.5 0 0 0 0 0 0 0 0 > 0.5 ≤ 0.6 4 6.15 4 6.15 4 6.15 3 4.62 > 0.6 ≤ 0.7 6 9.23 4 6.15 1 1.54 7 10.77 > 0.7 ≤ 0.8 5 7.69 2 3.08 0 0 4 6.15 > 0.8 ≤ 0.9 1 1.54 3 4.62 1 1.54 2 3.08 > 0.9 ≤ 1.0 2 3.08 4 6.15 5 7.69 3 4.62 Rata-Rata 0.700 0.765 0.769 0.730 Minimum 0.538 0.600 0.511 0.564 Maksimum 0.985 0.995 0.976 0.9494
Pada Tabel 14 menunjukkan perbedaan efisiensi teknis petani tomat
berdasarkan jenis sumber akses kredit. Petani yang lebih efisien secara teknis
dalam melaksanakan usahataninya adalah berada pada 1.00. Dengan demikian
bagi petani yang belum efisien secara teknis masih ada peluang untuk
dioptimalkan penggunaan faktor inputnya agar usahataninya lebih efisien. Rata-
101
rata efesiensi teknis usahatani tomat adalah petani yang mengakses kredit dari
bank (0.700), pedagang (0.765), credit union (0.769) dan toko sarana produksi
pertanian (0.730). Artinya petani dalam jangka pendek secara rata-rata petani
tomat didaerah penelitian berpeluang untuk meningkatkan produksi sebesar 30
persen (petani yang mengakses kredit dari bank), 23.5 persen (petani yang
mengakses kredit dari pedagang), 23.1 persen (petani yang mengakses kredit dari
credit union), dan 27 persen (petani yang mengakses kredit dari toko) dengan
menerapkan keterampilan dan teknik budidaya yang digunakan oleh petani paling
efisien secara teknis dan penggunaan faktor input, faktor input yang
mempengaruhi produksi usahatani tomat adalah luas lahan, jumlah benih , jumlah
pestisida cair dan jumlah tenaga kerja. Dengan meningkatkan akses kredit akan
berpeluang untuk meningkatkan efesiensi usahatani tomat, itu dapat tercapai jika
modal petani memadai.
Hasil analisis efisiensi teknis usahatani menunjukkan hasil rata-rata
efisiensi teknisnya hampir sama untuk semua sumber akses kredit. Maka perlu
dilakukan pengujian beda rata-rata dua sampel. Pengujian-t beda rata-rata dua
sampel yang independen untuk pengujian parametrik dapat berupa pengujian-Z
atau pengujian-t. Pengujian-Z (Z-test) digunakan untuk sampel besar (lebih dari
30 observasi) atau untuk sampel kecil tetapi terdistribusi normal dengan varian
populasi. Hasil dari pengujian-t beda rata-rata dua sampel maka di peroleh hasil
bahwa pengujian-t untuk menentukan perbedaan signifikan secara statistik antara
nilai rata-rata distribusi efisiensi teknis usahatani tomat dengan uji berpasangan.
Dari Tabel 15 menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi petani bank dengan
pedagang tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (-0.043) lebih kecil
102
dari t-tabel (1.31) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani bank dengan
Credit Union juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (-
0.049) lebih kecil dari t-tabel (1.330) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis
petani bank dengan toko juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung
(-0.024) lebih kecil dari t-tabel (1.310) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis
petani pedagang dengan Credit Union juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata,
karena t-hitung (-0.004) lebih kecil dari t-tabel (1.325) pada α sebesar 20 persen.
Efisiensi teknis petani pedagang dengan toko juga tidak dapat dikatakan berbeda
nyata, karena t-hitung (0.033) lebih kecil dari t-tabel (1.310) pada α sebesar
20 persen. Efisiensi teknis petani Credit Union dengan toko juga tidak dapat
dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (0.039) lebih kecil dari t-tabel
(1.330) pada α sebesar 20 persen.
Tabel 15. Hasil Analisis Pengujian-t untuk Pengujian Beda Rata-Rata antar Dua Kredit Usahatani Tomat
Keterangan
Uji beda berpasangan
Bank dengan Pedagang
Bank dengan Credit union
Bank dengan Toko
Pedagang dengan Credit union
Pedagang dengan Toko
Credit union dengan Toko
Nilai rata-rata sampel ke-1 0.704 0.704 0.704 0.765 0.765 0.769 Nilai rata-rata sampel ke-2 0.765 0.769 0.730 0.769 0.730 0.730 Deviasi standar sampel ke-1(S1) 0.365 0.365 0.365 0.382 0.382 0.438 Deviasi standar sampel ke-2(S2) 0.382 0.438 0.350 0.438 0.350 0.350 Varian dari sampel gabungan(Sp2) 0.482 0.512 0.358 0.404 0.365 0.384 t-hitung -0.043 -0.049 -0.024 -0.004 0.033 0.039 t-tabel (α = 20 persen) 1.310 1.330 1.310 1.325 1.310 1.330
103
Maka dapat rata-rata efisiensi teknis usahatani tomat tidak berbeda dari
setiap sumber akses kredit, atau sumber akses kredit tidak menunjukkan
perbedaan efisiensi teknis. Bisa saja secara efisiensi teknis tidak berbeda nyata,
tetapi di analisis dari aspek kemudahan petani dalam mengakses kredit dan
keuntungan usahatani tomat yang paling menguntungkan adalah petani yang
mengakses kredit dari Credit Union (karena R/C ratio atas biaya total lebih
tinggi). Untuk menguji apakah efisiensi teknis usahatani tomat berhubungan
dengan sumber akses kredit maka dilakukan pengujian Kai-Kuadrat (chi-square
test) untuk beda rata-rata. Sebaran efisiensi teknis usahatani tomat didistribusikan
dalam 2 sebaran yaitu sebaran yang efisien secara teknis (0.70 – 1.00) dan belum
efisien (≤ 0.70), atau dapat dilihat pada Tabel 16. Dari hasil analisis diperoleh χ2
hitung = 12.06 lebih besar dari χ2
Tabel 16. Hasil Analisis Chi-Square Test Efisiensi Teknis Usahatani Tomat
tabel (11.34) pada taraf kepercayaan α = 10
persen. Artinya bahwa tingkat efisiensi teknis dipengaruhi oleh sumber akses
kredit.
Sebaran efisiensi teknis petani
Sumber Akses Kredit Bank Pedagang Credit union Toko
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
0 ≤ 0.70 10 15.38 8 12.31 5 7.69 10 15.38 0.7 - 1.0 8 12.31 9 13.85 6 9.23 9 13.85
Rata-Rata 0.700 0.765 0.769 0.730 Minimum 0.538 0.600 0.511 0.564 Maksimum 0.985 0.995 0.976 0.949 Chi square test tabel α = 10% (χ2) 11.34 Chi square test hitung α = 10% (χ2) 12.06
7.3.2. Pengaruh Perbedaan Akses Kredit terhadap Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kentang
Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi
stochastic frontier dan pendekatan analisis dari sisi input. Berdasarkan nilai rata-
104
rata efisiensi teknis usahatani kentang dapat dikemukan bahwa secara rata-rata
petani contoh masih memiliki kesempatan untuk memperoleh hasil potensial yang
lebih tinggi mencapai hasil maksimal seperti yang diperoleh petani paling efisien
secara teknis.
Tabel 17. Akses Kredit dan Sebaran Efisiensi Teknis Usahatani Kentang Sebaran efisiensi teknis petani
Sumber Akses Kredit
Bank Pedagang Credit union Toko
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
0 ≤ 0.3 1 1.67 2 3.33 4 6.67 5 8.33 > 0.3 ≤ 0.4 7 11.67 3 5.00 5 8.33 6 10.00 > 0.4 ≤ 0.5 7 11.67 7 11.67 2 3.33 3 5.00 > 0.5 ≤ 0.6 3 5.00 0 0.00 1 1.67 1 1.67 > 0.6 ≤ 0.7 0 0.00 1 1.67 0 0.00 0 0.00 > 0.7 ≤ 0.8 0 0.00 1 1.67 0 0.00 0 0.00 > 0.8 ≤ 0.9 1 1.67 0 0.00 0 0.00 0 0.00 > 0.9 ≤ 1.0 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Rata-Rata 0.438 0.446 0.362 0.364 Minimum 0.268 0.253 0.221 0.237 Maksimum 0.808 0.739 0.573 0.606
Pada Tabel 17 menunjukkan perbedaan efisiensi teknis petani kentang
berdasarkan jenis sumber akses kredit. Petani yang lebih efisien secara teknis
dalam melaksanakan usahataninya adalah berada pada 1.00. Dengan demikian
bagi petani yang belum efisien secara teknis masih ada peluang untuk
dioptimalkan penggunaan faktor inputnya agar usahataninya lebih efisien. Rata-
rata efesiensi teknis usahatani kentang adalah petani yang mengakses kredit dari
bank (0.438), pedagang (0.446), credit union (0.362) dan toko sarana produksi
pertanian (0.364).
Petani dalam jangka pendek secara rata-rata petani kentang didaerah
penelitian berpeluang untuk meningkatkan produksi sebesar 56.2 persen (petani
105
yang mengakses kredit dari bank), 55.4 persen (petani yang mengakses kredit dari
pedagang), 63.8 persen (petani yang mengakses kredit dari credit union), dan 63.6
persen (petani yang mengakses kredit dari toko) dengan menerapkan keterampilan
dan teknik budidaya yang digunakan oleh petani paling efisien secara teknis dan
penggunaan faktor input, faktor input yang mempengaruhi produksi usahatani
tomat adalah luas lahan, jumlah benih , jumlah pestisida cair dan jumlah tenaga
kerja. Meningkatkan akses kredit akan berpeluang untuk meningkatkan efesiensi
usahatani tomat, itu dapat tercapai jika modal petani memadai. Tabel 17
menunjukkan bahwa efisiensi teknis yang paling tinggi adalah efisiensi teknis
rata-rata petani yang mengakses kredit dari bank dan pedagang. Tetapi usahatani
kentang di lokasi penelitian secara teknis belum efisien karena semua rata-rata
efisiensi teknis dari semua akses kredit adalah < 0.50.
Tabel 18. Hasil Analisis Pengujian-t untuk Pengujian Beda Rata-Rata antar Dua Kredit Usahatani Kentang
keterangan
Uji beda berpasangan
Bank dengan Pedagang
Bank dengan Credit union
Bank dengan Toko
Pedagang dengan Credit union
Pedagang dengan Toko
Credit union dengan Toko
Nilai rata-rata sampel ke-1 0.438 0.438 0.438 0.446 0.446 0.362 Nilai rata-rata sampel ke-2 0.446 0.362 0.364 0.362 0.364 0.364 Deviasi standar sampel ke-1(S1) 0.347 0.347 0.347 0.360 0.360 0.303 Deviasi standar sampel ke-2(S2) 0.360 0.303 0.313 0.303 0.313 0.313 Varian dari sampel gabungan(Sp2) 0.353 0.331 0.332 0.335 0.337 0.309 t-hitung -0.008 0.084 0.076 0.098 0.090 -0.002 t-tabel (α = 20 persen) 1.313 1.318 1.310 1.318 1.318 1.318
106
Hasil analisis efisiensi teknis usahatani menunjukkan hasil rata-rata
efisiensi teknisnya hampir sama untuk semua sumber akses kredit. Artinya akses
kredit tidak menimbulkan perbedaan efisiensi teknis usahatani kentang. Maka
perlu dilakukan pengujian beda rata-rata dua sampel. Pengujian-t beda rata-rata
dua sampel yang independen untuk pengujian parametrik dapat berupa pengujian-
Z atau pengujian-t. Pengujian-Z (Z-test) digunakan untuk sampel besar (lebih dari
30 observasi) atau untuk sampel kecil tetapi terdistribusi normal dengan varian
populasi. Hasil dari pengujian-t beda rata-rata dua sampel maka di peroleh hasil
bahwa pengujian-t untuk menentukan perbedaan signifikan secara statistik antara
nilai rata-rata distribusi efisiensi teknis usahatani kentang dengan uji berpasangan.
Dari Tabel 18 menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi petani bank dengan
pedagang tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (-0.008) lebih kecil
dari t-tabel (1.313) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani bank dengan
Credit Union juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (0.084)
lebih kecil dari t-tabel (1.318) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis petani
bank dengan toko juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung
(0.076) lebih kecil dari t-tabel (1.310) pada α sebesar 20 persen. Efisiensi teknis
petani pedagang dengan Credit Union juga tidak dapat dikatakan berbeda nyata,
karena t-hitung (0.019) lebih kecil dari t-tabel (1.318) pada α sebesar 20 persen.
Efisiensi teknis petani pedagang dengan toko juga tidak dapat dikatakan berbeda
nyata, karena t-hitung (0.090) lebih kecil dari t-tabel (1.318) pada α sebesar 20
persen. Efisiensi teknis petani Credit Union dengan toko juga tidak dapat
dikatakan berbeda nyata, karena t-hitung (-0.002) lebih kecil dari t-tabel (1.318)
pada α sebesar 20 persen.
Maka dapat rata-rata efisiensi teknis usahatani kentang tidak berbeda dari
setiap sumber akses kredit, atau sumber akses kredit tidak menunjukkan
107
perbedaan efisiensi teknis. Bisa saja secara efisiensi teknis tidak berbeda nyata,
tetapi di analisis dari aspek kemudahan petani dalam mengakses kredit dan
keuntungan usahatani kentang yang paling menguntungkan adalah petani yang
mengakses kredit dari bank(karena R/C ratio atas biaya total lebih tinggi).
Tabel 19. Hasil Analisis Chi-Square Test Efisiensi Teknis Usahatani Kentang
Sebaran efisiensi teknis petani
Sumber Akses Kredit
Bank Pedagang Credit union Toko
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
Indeks (Jumlah)
Persen-tase(%)
0 ≤ 0.70 18 30.00 13 21.67 12 20.00 15 25.00 0.7 - 1.0 1 1.67 1 1.67 0 0.00 0 0.00 Rata-Rata 0.438 0.446 0.362 0.364 Minimum 0.268 0.253 0.221 0.237 Maksimum 0.808 0.739 0.573 0.606 Chi square test tabel α = 10% (χ2) 11.34 Chi square test hitung α = 10% (χ2) 17.96
Untuk menguji apakah efisiensi teknis usahatani kentang berhubungan
dengan sumber akses kredit maka dilakukan pengujian Kai-Kuadrat (chi-square
test) untuk beda rata-rata. Sebaran efisiensi teknis usahatani kentang di bagi dalam
2 sebaran yaitu sebaran yang efisien secara teknis (0.70 – 1.00) dan belum efisien
(≤ 0.70), atau dapat dilihat pada Tabel 19. Dari hasil analisis diperoleh χ2 hitung =
17.96 lebih besar dari χ2
tabel (11.34) pada taraf kepercayaan α = 10 persen.
Artinya bahwa tingkat efisiensi teknis dipengaruhi oleh sumber akses kredit.
7.3.3. Faktor-faktor Inefisiensi Teknis Usahatani Tomat dan Kentang
Berikut ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi
teknis petani contoh dengan menggunakan model efek inefisiensi teknis dari
fungsi produksi stochastic frontier untuk usahatani tomat dan kentang. Hasil
pendugaan model efek inefisiensi teknis diuraikan pada Tabel 20 dan Tabel 21.
108
Tabel 20 menunjukkan bahwa variabel yang mengurangi inefisiensi
usahatani tomat adalah adalah pendidikan (tidak berpengaruh secara nyata),
dummi status kepemilikan lahan (berpengaruh secara nyata pada α = 5 persen ),
dummi kelompok tani (berpengaruh secara nyata pada α = 1 persen), dan dummi
akses kredit dari pedagang (tidak berpengaruh secara nyata). Sedangkan variabel
yang meningkatkan inefisiensi teknis adalah umur (berpengaruh secara nyata pada
α=10 persen), pengalaman usahatani (tidak berpengaruh secara nyata), dummi
akses kredit dari bank (tidak berpengaruh secara nyata), dummi akses kredit dari
credit union (tidak berpengaruh secara nyata), dan akses kredit dari toko sarana
produksi pertanian (tidak berpengaruh secara nyata).
Tabel 20. Parameter Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Tomat
Keterangan: **** nyata pada α = 1 persen *** nyata pada α = 5 persen ** nyata pada α = 10 persen * nyata pada α = 20 persen
Variabel Parameter Koefisien T hitung
Konstanta δ 0.121 0 0.192 Umur δ 0.016 1 1.891** Pendidikan δ 001 2 -0.057 Pengalaman usahatani δ 0.005 3 0.369 Dummi status kepemilikan lahan δ 375 4 157*** Dummi kelompok usahatani δ 444 5 013**** Dummi akses kredit dari bank δ 0.075 6 0.156 Dummi akses kredit dari pedagang δ 164 7 355 Dummi akses kredit dari credit union δ 0.129 8 0.268 Dummi akses kredit dari toko sarana produksi pertanian δ 0.081 9 0.171 Sigma 0.061 134 LR 24.46
109
Hasil pendugaan model efek inefisiensi teknis pada Tabel 20 menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis
di dalam proses produksi usahatani tomat adalah variabel umur, dummi
kepemilikan lahan, dan dummy kelompok usahatani. Hasil pendugaan model efek
inefisiensi teknis pada untuk usahatani tomat menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses
produksi petani contoh adalah pada α = 10 persen variabel umur dengan tanda
parameter positif (sesuai dengan harapan), α = 5 persen variabel dummi
kepemilikan lahan dengan tanda parameter negatif (sesuai dengan harapan), dan
α = 1 persen variabel dummi kelompok tani dengan tanda parameter negatif
(sesuai dengan harapan). Sedangkan variabel pendidikan, pengalaman usahatani
dan sumber akses kredit tidak berpengaruh nyata terhadap inefisiensi usahatani.
Tanda parameter akses kredit dari pedagang adalah negatif, yang berarti
mengurangi inefisiensi usahatani (tetapi tidak berpengaruh nyata). Tanda
parameter akses kredit dari bank, Credit Union dan toko adalah positif yang
berarti meningkatkan inefisiensi (tetapi tidak berpengaruh nyata).
Hasil pendugaan model efek inefisiensi usahatani tomat variabel dummi
akses kredit dari pedagang menguragi inefisiensi, karena untuk usahatani tomat
selama usahatani berjalan sampai panen tetap memerlukan modal yang besar.
Modal yang diperlukan sepanjang usahatani adalah modal tunai untuk membeli
input dari luar usahatani, karena usahatani tomat memerlukan pemeliharaan
berupa penyemprotan hampir setiap 1 kali dalam 2 hari. Dari hasil studi lapangan
untuk usahatani tomat, sumber akses kredit yang cocok adalah akses kredit dari
pedagang atau toko atau credit union. Dari sumber akses tersebut, petani dapat
110
mengakses kredit setiap butuh modal ataupun butuh input pertanian. Berbeda
dengan bank, jika kita mengakses kredit dari bank akan membutuhkan proses
yang panjang agar dana yang kita pinjam keluar atau tidak tepat waktu.
Tabel 21. Parameter Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kentang
Variabel Parameter Koefisien T hitung
Konstanta α 33 0 748 Umur α 01 1 287 Pendidikan α 44 2 775** Pengalaman usahatani α 16 3 229*** Dummy status kepemilikan lahan α 57 4 390*** Dummy kelompok usahatani α 83 5 961 Dummy akses kredit dari bank α 38 6 329 Dummy akses kredit dari pedagang α 10 7 022 Dummy akses kredit dari credit union α 43 8 855 Dummy akses kredit dari toko sarana produksi pertanian α 23 9 582 Sigma 44 582 LR 22.187
Keterangan: **** nyata pada α = 1 persen *** nyata pada α = 5 persen ** nyata pada α = 10 persen * nyata pada α = 20 persen
Hasil pendugaan model efek inefisiensi teknis pada usahatani kentang
(Tabel 21) menunjukkan faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan
inefisiensi teknis di dalam proses produksi adalah variabel pendidikan (α = 10
persen, dengan tanda parameter positif tidak sesuai dengan harapan), pengalaman
usahatani (α = 5 persen, dengan tanda parameter negatif sesuai dengan harapan),
111
dummi status kepemilikan lahan (α = 5 persen, dengan tanda parameter negatif
sesuai dengan harapan). Tanda parameter variabel umur positif (sesuai dengan
harapan) tetapi tidak berpengaruh secara nyata. Sedangkan variabel akses kredit
dari bank, toko, pedagang dan Credit Union bertanda positif (tidak sesuai dengan
harapan) dan tidak berpengaruh secara nyata.
Untuk usahatani tomat sumber akses kredit yang cocok adalah akses kredit
dari bank. Ini sesuai dengan hasil analisis R/C ratio dimana R/C ratio yang paling
tinggi adalah petani yang akses kreditnya dari bank. Usahatani kentang berbeda
dengan usahatani tomat. Pada awal persiapan lahan, bibit dan penanam usahatani
kentang dan tomat membutuhkan modal yang besar juga tetapi pada tahap
pemeliharaan kebutuhan modal usahatani kentang tidak sebesar usahatani tomat.
Selain itu untuk melakukan usahatani kentang memerlukan lahan yang luas. Hasil
studi dilapangan petani yang banyak melakukan usahatani kentang adalah petani
yang memiliki status lahan sendiri dan sumber modal adalah kredit dari bank.
Faktor umur disertakan kedalam model efek inefisiensi teknis dengan
dugaan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis petani. Umur nyata
terhadap inefsiensi teknis petani tomat (Tabel 20). Usia berpengaruh positif pada
itu sesuai dengan parameter dugaan. Semakin tua usia petani, semakin tidak
inefisien petani secara teknis. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, seiring
dengan peningkatan usia petani, kemampuan bekerja yang dimiliki, daya juang
dalam berusaha, keinginan untuk menanggung resiko, dan keinginan untuk
menerapkan inovasi-inovasi baru juga semakin berkurang, akibatnya berdampak
terhadap penurunan efisien kerja dari petani tersebut. Selain itu untuk usahatani
tomat, hasil wawancara dari lokasi penelitian usahatani ini termasuk ushatani
112
yang membutuhkan perawatan dan tenaga kerja yang lebih, sehingga petani yang
melakukan usahatani tomat adalah petani yang termasuk muda.
Petani yang memiliki pengalaman usahatani yang lama pada umumnya
yang berusia sudah tua, itu disebabkan karena dalam berusaha tani kentang
memiliki banyak resiko. Erwidodo (1992) berpendapat, petani yang berusia tua
bisa jadi lebih baik dari petani yang muda, karena mereka memiliki pengalaman
yang lebih banyak dan keterampilan yang lebih baik, tetapi mereka lebih
tradisional dan lebih lemah dalam berusaha. Petani dapat menanam jenis sayuran
yang berbeda pada setiap musim tanam berdasarkan kemampuan modal dan
keterampilan yang dimiliki, sehingga usia petani tidak secara menyeluruh
menggambarkan pengalaman dan tingkat keterampilan petani tersebut dalam
menanam jenis sayuran tertentu.
Faktor pendidikan adalah lamanya pendidikan yang dihabiskan oleh
petani untuk menjalani masa pendidikan formalnya. Semakin lama pendidikan
formalnya diduga semakin mendorong petani untuk efisien dalam proses produksi
dan penggunaan alokasi faktor produksi. Lama pendidikan berpengaruh negatif
terhadap tingkat inefisiensi petani sayuran, tetapi dari hasil penelitian pendidikan
menambah inefisiensi usahatani kentang. Itu menunjukkan bahwa teknologi yang
digunakan petani didaerah penelitian tidak dipengaruhi tingkat pendidikan oleh
petani tersebut. Maka petani kentang di lokasi penelitian masih menggunakan cara
berusahatani tradisional dalam melakukan usahataninya.
Faktor kepemilikan lahan mempengaruhi inefisiensi usahatani kentang
dan tomat bertanda negatif. Karena jika status kepemilikan lahan adalah sewa
akan meningkatkan inefisiensi usaha tani. Sedangkan jika status kepemilikan
113
lahan petani adalah milik sendiri maka usahatani akan mengurangi inefisien
karena tidak perlu membayar sewa.
Dummi kelompok usahatani dalam model dengan dugaan berhubungan
negatif dengan tingkay inefisiensi teknis petani tomat. Tetapi untuk usahatani
kentang tidak berpengaruh nyata. Pada usahatani tomat menunjukkan bahwa
partisipasi dalam kelompok tani akan meningkatkan efisiensi penggunaan
inputnya dengan asumsi petani yang aktif dalam kelompok taninya akan dapat: (1)
meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan non formal, (2) meningkatkan
kemampuan manejerialnya, dan (3) meningkatkan aksessibilitas terhadap
tehnologi dan inovasi baru.
Pada usahatani tomat seperti yang terlihat pada Tabel 20 sumber akses
kredit dari pedagang bertanda parameter negatif tanda parameter negatif sesuai
dengan harapan) tetapi tidak berpengaruh nyata, sedangkan sumber akses kredit
dari bank, Credit Union dan toko bertanda parameter positif (tidak sesusi dengan
harapan) dan tidak berpengaruh secara nyata.
Hasil analisis efek inefisiensi menunjukkan bahwa sumber akses kredit
dari pedagang, toko dan Credit Union tidak mempengaruhi efek inefisiensi tetapi
petani sangat memberikan respon positif terhadap akses kredit dari sumber-
sumber tersebut, karena selain agunan tidak ada dan mengaksesnya mudah, dalam
menjalankan usahatani ada hal berbagi resiko. Dimana jika gagal panen si pemilik
modal seperti pedagang dan toko kembali memberikan modal dengan
mempertimbangkan apa penyebab gagalnya panen. Jika masih layak untuk di beri
pinjaman modal maka akan diberikan kembali dan sistem pengembalian kredit
adalah sistem bayar panen. Selain itu petani tomat lebih menyukai sumber akses
114
kredit dari toko dan pedagang karena modal untuk berusahatani tomat sangat
besar. Penggunaan input seperti pestisida dan pupuk di pakai sepanjang umur
produksi. Karena ke kontinuan dari pada faktor input itu membuat petani lebih
memilih mengakses kredit dari toko dan pedagang, itu disebabkan karena toko
dan pedagang mampu menyediakan modal untuk usahatani tomat.
7.4. Distribusi Pendapatan Usahatani Tomat dan Kentang
Pada Lampiran 11 dan Lampiran 12 disajikan data mengenai distribusi
pendapatan usahatani tomat dan kentang. Data pada Lampiran tersebut
menunjukkan bahwa perbedaan sumber kredit pada usahatani yang sama
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam distribusi usahatani. Pada 11
memperlihatkan bahwa produktivitas lahan dalam usahatani tomat lebih tinggi
jika mengkases kredit dari pedagang dibandingkan dari pada bank, credit union
dan toko. Sedangkan pada Lampiran 12 produktivitas usahatani kentang yang
lebih tinggi adalah pada petani yang mengakses kredit dari bank.
Secara absolut perbedaan akses mengakibatkan perbedaan output maupun
penggunaan input dari usahatani kentang dan tomat. Untuk usahatani kentang
biaya yang paling tinggi adalah biaya petani yang mengaskes kredit dari pedagang
(Rp 21 981 906,-/Ha). Karena petani yang mengakses kredit dari pedagang
kebanyakan adalah petani yang tidak memiliki lahan, sehingga petani harus
mengeluarkan sewa lahan untuk berusahatani. Sedangkan untuk usahatani tomat
biaya yang paling tinggi adalah biaya petani yang mengakses kredit pedagang dan
toko sarana produksi pertanian. Tingginya biaya itu karena penggunaan dari pada
pestisida dan pupuk kimia yang berlebih.
115
Distribusi pendapatan pada usahatani tomat dengan sumber akses kredit
yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Relative share dari penggarap
adalah 60.69 persen (akses dari bank), 58.11 persen (akses dari pedagang), 60.26
persen (akses dari Credit Union) dan 56.67 persen (akses dari toko sarana
produksi pertanian). Relatif share untuk tenaga upahan adalah 6.09 persen (akses
dari bank), 3.72 persen (akses dari pedagang), 0.79 persen (akses dari Credit
Union) dan 2.04 persen (akses dari toko sarana produksi pertanian). Relatif share
untuk input langsung adalah 31.88 persen (akses dari bank), 32.67 persen (akses
dari pedagang), 27.82 persen (akses dari Credit Union) dan 49.57 persen (akses
dari toko sarana produksi pertanian). Dengan demikian dapat disimpulkan untuk
meningkatkan pendapatan petani, kebijakan dinas setempat dapat mengambil
solusi yang melibatkan pedagang, Credit Union dan toko. Hasil relatif share itu
dapat dilihat adanya peluang peningkatan pendapatan bagi penggarap, pengelola
faktor input dan tenaga upahan (buruh tani).
Distribusi pendapatan pada usahatani kentang dengan sumber akses kredit
yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Relatif share dari penggarap adalah
44.56 persen (akses dari bank), 32.11 persen (akses dari pedagang), 21.28 persen
(akses dari Credit Union) dan 18.03 persen (akses dari toko sarana produksi
pertanian). Relatif share untuk tenaga upahan adalah 9.32 persen (akses dari
bank), 18.14 persen (akses dari pedagang), 1.69 persen (akses dari Credit Union)
dan 9.84 persen (akses dari toko sarana produksi pertanian). Relatif share untuk
input langsung adalah 45.24 persen (akses dari bank), 51.26 persen (akses dari
pedagang), 53.95 persen (akses dari Credit Union) dan 23.99 persen (akses dari
toko sarana produksi pertanian). Dengan demikian dapat disimpulkan untuk
116
meningkatkan pendapatan petani, kebijakan dinas setempat dapat mengambil
solusi yang melibatkan pedagang, Credit Union dan toko. Hasil relatif share itu
dapat dilihat adanya peluang peningkatan pendapatan bagi penggarap, pengelola
faktor input dan tenaga upahan (buruh tani).
117
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat efisiensi teknis
usahatani tomat adalah luas lahan, jumlah benih, pestisida cair dan jumlah
tenaga kerja. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi
usahatani kentang adalah luas lahan, jumlah benih, pupuk kimia, pupuk
organik, pestisida padat, pestisida cair dan jumlah tenaga kerja.
2. Perbedaan akses kredit tidak memberikan perbedaan efisiensi teknis usahatani
tomat dan kentang. Petani tomat belum efisien secara teknis dalam melakukan
usahataninya (rata-rata efisiensi teknis 0.704), dengan demikian petani tomat
dalam jangka pendek dapat meningkatkan produksi usahataninya sebesar 30
persen dengan meningkatkan keterampilan, pengalaman, dan akses kredit dari
Credit union atau toko sarana produksi pertanian). Sedangkan petani kentang
juga belum efisien secara teknis dalam melakukan usahataninya (rata-rata
efisiensi teknis 0.49), artinya petani kentang dalam jangka pendek dapat
meningkatkan produksinya sebesar 51 persen dengan meningkatkan
keterampilan, pengalaman, dan akses kredit ke bank atau Credit union.
3. Perbedaan akses kredit memberikan pengaruh yang berbeda bagi pendapatan
usahatani dan R/C atas biaya. Petani tomat yang pendapatannya dan R/C atas
biaya total yang lebih tinggi adalah petani yang mengakses kredit dari Credit
union (2.39) dan toko (2.21) karena petani memerlukan modal tunai sepanjang
berusahatani. Petani kentang yang pendapatan dan R/C atas biaya total yang
lebih tinggi adalah petani yang mangakses kredit dari bank (1.50) dan
pedagang (1.24).
118
4. Perbedaan akses kredit memberikan pengaruh yang berbeda pada distribusi
pendapatan yang tidak hanya memberikan keuntungan untuk petani saja. Porsi
keuntungan yang paling besar dinikmati penggarap adalah yang akses
kreditnya dari bank (60.69 persen) dan Credit union (60.26 persen) untuk
usahatani tomat. Sedangkan usahatani kentang porsi keuntungan yang paling
besar dinikmati penggarap adalah yang akses kreditnya dari bank (44.56
persen) dan pedagang (32.11 persen).
5. Karakteristik kredit yang tepat bagi petani sayuran adalah kredit yang
persyaratan mudah, tepat waktu, tingkat suku bunga rendah, jumlahnya sesuai
dengan kebutuhan petani dan pengembalian modal adalah bayar panen. Akses
kredit dari lembaga keuangan informal dapat diperbaharui menjadi lembaga
keuangan yang ramah akan petani karena tidak selamanya lembaga keuangan
informal memeras petani karena antara petani dan kreditor besifat saling
menguntungkan dan membutuhkan.
8.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, maka
dikemukan saran-saran dan implikasi kebijakam sebagai berikut:
1. Efisiensi teknis usahatani sayuran dipengaruhi oleh umur, pendidikan,
pengalaman usahatani dan sumber akses kredit. Maka disarankan kepada
petani di daerah penelitian untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan yang dimiliki sehingga usahatani yang dijalankan dapat lebih
optimal.
2. Kredit yang meningkatkan pendapatan dan R/C ratio usahatani tomat adalah
kredit dari credit union, dan toko sarana produksi, sedangkan untuk usahatani
kentang bank dan pedagang. Maka disarankan bagi pemerintah setempat untuk
memberdayakan kredit yang ada agar petani sayuran dapat mengakses kredit
119
dengan lebih mudah dengan bunga yang lebih rendah. Dan jika ada
penyaluran bantuan dapat dilakukan melalui kredit yang kebanyakan diakses
petani dan menguntungkan petani, tetapi perlu pengawasan pemerintah
setempat dari segi harga input dan output petani.
3. Diharapkan bagi pemerinah setempat, untuk mempertimbangkan kredit dari
Credit union dan toko untuk membantu petani. Dengan cara menyokong
sumber kredit tersebut dari segi pembiayaan, tetapi perlu juga pengawasan dan
kontrol dari pemerintah setempat.
Saran untuk penelitian lanjutan adalah mengkaji bagaimana pemasaran
dari sayuran tomat dan kentang. Dalam penelitian ini belum dibahas bagaimana
sistem pemasarannya. Karena dengan adanya perbedaan sumber kredit maka
penjualan hasil produk dan sistem pemasarannya akan berbeda.
120
DAFTAR PUSTAKA Anwar, A. 1993. Studi Tentang Prospek Perkreditan Koperasi. Tesis Magister
Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. . 1998. Beberapa Aspek dari Analisis Ekonomi Biaya-Biaya Transaksi.
Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bank Indonesia, 2002. Peraturan Kebijakan Perbankan. Bank Indonesia, Jakarta. Basit, A. 1997. Kelayakan Pemberian Kredit Usahatani Konservasi oleh Bank
Perkreditan Rakyat. Pusat Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2003a. Survei Pendapatan Petani Sensus Pertanian 2003.
Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, Medan. http://sumut.bps.go.id [12 Februari 2010].
. 2003b. Statistik Sayur-Sayuran Sumatera Utara Tahun
2003. Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, Medan. http://sumut.bps.go.id [12 Februari 2010].
. 2004. Sumatera Utara dalam Angka 2004. Badan Pusat
Statistik Propinsi Sumatera Utara, Medan. . 2005. Simalungun dalam Angka 2005. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar. . 2007. Simalungun dalam Angka 2007. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar. . 2008a. Simalungun dalam Angka 2008. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar. . 2008b. Sumatera Utara dalam Angka 2008. Badan Pusat
Statistik Propinsi Sumatera Utara, Medan. . 2009. Simalungun dalam Angka 2009. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar. . 2010a. Simalungun dalam Angka 2010. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar. . 2010b. Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 1982 dan 2009. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
121
Bishop, C.E. and W. D. Toussaint. 1985. Introduction to Agricultural Economic
Analysis. John Whisley and Sons, Inc., New York. Chen, A. Z., W. E. Huffman and S. Rozella. 2003. Technical Efficiency of
Chinese Grain Production: A Stochastic Production Frontier Approach. Paper Presented in American Agricultural Economics Assocition Annual Meeting, 27 – 30 July 2003, Montreal.
Coelli, T., D.S.P. Rao and G.E. Battese. 1998. An Introduction to Efficiency and
Productivity Analysis. Kluwer Academic Publisher, Boston. Daryanto, H. K. S. 2000. Analysis of the Technical Efficiencies of Rice
Production in West Java Province, Indonesia: A Stochastic Frontier Production Function Approach. Ph. D. Thesis. University of New England, Armidale.
, G. E. Battese and E. M. Fleming, 2001. Technical
Effisiencies of Rice Farmers Under Different Irrigation System and Cropping Season in West Java. Jurnal of Agricultural and Resource Sosio-Economics, 14(3): 59-90.
Debertin, D. L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing
Company, New York. Dinas Pertanian Simalungun. 2008. Laporan Tahunan 2007. Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Simalungun, Pematang Raya.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Membangun Hortikultura Berdasarkan
Enam Pilar Pengembangan. Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. www.hortikultura.deptan.go.id [25 November 2009].
. 2010. Statistik Rumahtangga Petani. Direktorat
Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. Ellis, F. 1992. Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge
University Press, Cambridge. Erwidodo. 1992. Stochastic Production Frontier and Panel Data. Measuring
Economic Efficiency on Rice Farm in West Java. Journal Agroekonomi, 11 (1): 19 – 36.
Farrell, M. J. 1957. The Measurement of Productive Efficiency. Journal of Royal
Statistic Society, Series A: 253-290. http://www.aae.wisc.edu. [12 Maret 2010].
122
Hastuti, E. L. dan Supadi. 2001. Aksessibilitas Masyarakat terhadap Kelembagaan Pembiayaan Pertanian di Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
. 2004. Aksessibilitas terhadap Kelembagaan Pembiayaan Pertanian
di Pedesaan. Icaserd Working Paper No. 57. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
. 2006. Kajian Sistem Pembiayaan Mikro Pertanian. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Hazarika, G. And J. Alwang. 2003. Access to Credit, Plot Size and Cost
Inefficiency Among, Smollholder Tobacco Cultivators in Malawi. Agricultural Economics, 29(1): 99-109.
Hutagaol, M. P. 1985. Analisis Manfaat Biaya Proyek Irigasi Pompa pada Sawah
Tadah Hujan dan Pengaruhnya terhadap Distribusi Pendapatan Usahatani. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jasila, I. 2009. Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan terhadap Efisiensi Usahatani
Tebu di Kabupaten Situbondo Propinsi Jawa Timur. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jogiyanto. 2008. Metodologi Penelitian Sistem Informasi: Pedoman dan Contoh
Melakukan Penelitian di Bidang Sistem Tehnologi Informasi. C.V. Andi Offset, Yogyakarta.
Jondrow, J., C. K. Lovell, I. S. Materov and P. Schmidt. 1982. On Estimation of
Technical Inefficiency in the Stochastic Frontier Production Function Model. Journal of Econometrics, 19 (2-3) : 233-238.
Johnson, B. F. and J.W. Mellor. 1961. The Role of Agriculture in Economics
Development. American Economic Review, 51 (4): 566-593. King, R. A. 1980. The Frontier Production Function: A Tool for Improved
Decision Making. Journal of North-eastern Agricultural Economic Council 9(1980):1-10.
Kopp, R. J. and W. E. Diewert. 1982. The Decomposition of Frontier Cost
Function Deviations into Measure of Technical and Allocative Efficiency. Journal of Econometrics, 54(5): 1243 – 1248.
Lau, L. J. And P. A. Yotopoulus. 1971. A Test for Relative Efficiency and
Application to Indian Agriculture. American Economic Review, 61 (1): 94 – 109. http://fullgene.com [30 Januari 2010].
123
Lensink, R., N. V. Ngan dan L. K. Ninh. 2008. Determinants of Farming
Households’ Access to Formal Credit in the Mekong Delta, Vietnam. Final Report for NPT-Part B4-Paper9. http://www.rug.nl [12 Januari 2011].
Mayrowani , H. S, K, Dermoredjo, Wahida, B. Prasetyo, dan D. K, Swastika.
1998. Kajian Ketersediaan dan Pemanfaatan Skim Kredit untuk menunjang agribisnis di Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Mohamed, K. 2003. Access to Formal and Quasi-Formal Credit by Smallholder
Farmers and Artisanal Fishermen: A Case of Zanzibar. Research Report No.03.6. Ministry of Agriculture, Natural Resources, Environment and Cooperation, Zanzibar, Tanzania. http://www.repoa.or.tz [30 Agustus 2010].
Mosher, A. T. 1966. Getting Agriculture Moving: Essentials for Development
modernization. Frederick A. Praeger Inc., New York. Mubiyarto. 1973. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. PT. Repro International, Jakarta. Nizar, R. 2004. Analisis Permintaan dan Pengembalian Kredit Usahatani oleh
Rumahtangga Petani Padi di Sumatera Barat. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nugroho, T. W. 2006. Dampak Kebijakan Pembangunan Pertanian terhadap
Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nurmanaf, R., E. L. Hastuti, Ashari, S. Friyatno dan W. Budi. 2006. Analisis
Sistem Pembiayaan Mikro dalam Mendukung Usaha Pertanian di Perdesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Ogundari, K. and S. O. Ojo. 2006. An Examination of Technical, Economic and
Allocative Efficiency of Small Farmer: The Case Study of Cassava Farmers in Osu State Nigeria. Journal of Central European Agriculture, 7 (3): 423 – 432.
Pemerintah Popinsi Sumatera Utara. 2005. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Propinsi Sumatera Utara. Tahun 2006-2010. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, Medan.
Pusat Pembiayaan Pertanian. 2009. Laporan Realisasi Penyaluran Kredit Program
2008 Pusat Pembiayaan Pertanian, Jakarta.
124
Saptana, E. L. Hastuti, K. S. Indraningsih, Ashari, S. Priyatno, Sunarsih dan V. Darwis. 2006. Pengembangan Kelembangaan Kemitraan Usahatani Hortikultura di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Bali. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertananian, Bogor.
Sariwulan, R. T. 2000. Perkreditan Perdesaan dan Dampaknya terhadap
Kesejahteraan Masyarakat Kecil: Studi Kasus Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tesis Magister Sains. Program Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Simatupang, P. and M. Rachmat. 1989. Expenditure Constraint of Javanese Rice
Farming in Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
. 1996. Konsep dan Pengukuran Produktifitas Total Faktor
Produksi. Makalah Seminar Nasional ”Peningkatan Produktifitas Pertanian”, 6 – 7 Agustus 1996, Jakarta.
. 2000. Kelayakan Pertanian sebagai Sektor Andalan Pembagunan
Ekonomi Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departement Pertanian, Bogor.
Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. CV.
Rajawali, Jakarta. Sumaryanto. 2001. Estimasi Tingkat Efisiensi Usahatani Padi dengan Fungsi
Produksi Frontier Stochastic. Jurnal Agroekonomi, 19 (1): 65-84. Supadi dan Sumedi. 2004. Tinjauan Umum Kebijakan Kredit Pertanian. Icaserd
Working Paper No. 25. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.
Supriatna, A. 2008. Aksesibilitas Petani Kecil pada Sumber Kredit Pertanian di
Tingkat Desa: Studi Kasus Petani Padi di Nusa Tenggara Barat. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor, Bogor. http://ejournal.unud.ac.id [1 April 2010].
Susilowati, S. H. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri
terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia. Disertasi Doktor. Program Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suyatno, T., Chalik, H.A. Sukada, M. Ananda, dan Marala, D.,T. 2007. Dasar-
dasar Perkreditan. Edisi Keempat. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Syukur, M., Sumaryanto, C. Muslim dan C. A. Rasahan. 1990. Pola Pelayanan
Kredit untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Pedesaan Jawa Barat. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
125
Taylor, T. G., H. E. Drummond, and A. T. Gomes. 1986. Agricultural Credit
Program and Production Efficiency: Analysis of Traditional Farming in Southeastern Minas Gerais, Brazil. American Journal of Agricultural Economics, 68 (1): 100 – 117.
Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid 1 Edisi
Keenam. Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Wagistina, S. 2002. Analisis Keragaan Lembaga Keuangan Syariah terhadap
Kinerja Perekonomian Pedesaan: Studi Kasus di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
126
LAMPIRAN
127
Lampiran 1. Konsumsi Perkapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2008 (Kg/Th)
NO KOMODITAS KONSUMSI PERKAPITA
2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Bawang Merah 2.22 2.19 2.21 2.08 3.01 2.74
2 Bawang Putih 1.13 1.15 1.21 1.09 1.51 1.71
3 Kentang 1.61 1.82 1.92 1.66 2.08 2.03
4 Kol/Kubis 1.87 2.03 2.03 1.82 1.87 1.92
5 Petsai/Sawi 0.47 0.47 0.78 0.47 0.73 0.88
6 Wortel 0.62 0.73 1.09 0.94 1.14 1.14
7 Cabe Besar 1.35 1.36 1.51 1.38 1.47 1.54
8 Cabe Rawit 1.20 1.14 1.16 1.16 1.51 1.44
9 Cabe Hijau 0.23 0.24 0.24 0.23 0.3 0.27
10 Tomat 1.52 1.52 1.34 1.17 2.09 2.23
11 Terung 2.86 2.55 2.55 2.65 3.48 2.92
12 Buncis 0.99 0.94 0.94 0.94 0.88 0.94
13 Ketimun 2.18 1.92 1.92 1.98 2.08 2.08
14 Labu Siam 0.73 0.83 0.94 1.09 1.46 1.46
15 Kangkung 5.04 4.52 4.94 4.99 4.94 4.78
16 Bayam 4.78 4.42 4.78 4.37 4.47 0.94
17 Kacang Panjang 3.74 3.43 3.69 4.00 3.8 3.8
18 Kacang Merah - - - - - -
19 Jamur 0.04 0.05 0.05 0.04 0.07 0.06
20 Sayuran lainnya 1.92 2.18 2.03 1.72 2.5 2.76
Total Sayuran 34.52 33.49 35.33 33.78 39.39 35.64
Sumber : Susenus BPS dalam Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010.
128
Lampiran 2. Konsumsi Perkapita Buah-buahan di Indonesia Periode 2003-2008
(Kg/Th)
No KOMODITAS KONSUMSI PERKAPITA
2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Alpukat 0.21 0.21 0.1 0.36 0.78 0.52
2 Belimbing 0.05 0.05 0.05 0.05 0.1 0.05
3 Duku 0.73 0.62 0.1 0.52 4.42 0.94
4 Durian 1.56 0.94 0.21 0.78 1.92 1.61
5 Jambu 0.21 0.16 0.21 0.21 0.42 0.47
6 Jeruk 2.44 2.7 6.14 3.07 3.85 3.59
7 Mangga 3.12 1.04 0.26 0.16 0.36 0.26
8 Nangka/Cempedak 0.68 0.52 0.26 0.31 0.21 0.16
9 Nenas 0.47 0.52 0.47 0.42 0.31 0.31
10 Pepaya 2.44 2.34 3.28 2.03 1.61 1.98
11 Pisang 7.96 7.59 8.89 7.54 7.8 8.37
12 Rambutan 5.72 6.66 0.26 5.1 5.98 8.74
13 Salak 1.04 1.61 1.04 1.09 1.09 1.61
14 Sawo 0.1 0.1 0.16 0.1 0.1 0.16
15 Melon 0.47 0.26 0.47 0.16 0.36 0.16
16 Semangka 1.09 0.78 1.87 0.68 1.4 0.83
17 Kedondong 0.05 0.1 0.05 0.1 0.21 0.21
18 Apel 0.52 0.52 0.78 0.52 1.14 1.04
19 Tomat Buah 0.16 0.16 0.21 0.1 0.31 0.31
20 Buah lainnya 0.42 0.31 0.36 0.26 1.66 0.62
Total Buah-Buahan 29.44 27.19 25.17 23.56 34.06 31.92
Sumber : Susenus BPS dalam Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010
127
Lampiran 3. Metode Perhitungan “Factor Share dan Earner Share” Output Share Value Added Share
Absolut Share (Kg) Relative Share (%) Relative Share (%)
A. Factor Share 1. Input langsung (TC) 2. Tenaga kerja penanaman (T1)
a. Dalam keluarga (T1a) b. Luar keluarga (T1b)
3. Tenaga kerja pemeliharaan (T2) a. Dalam keluarga (T2a) b. Luar keluarga (T2b)
4. Tenaga kerja panen (T3) a. Dalam keluarga (T3a) b. Luar keluarga (T3b)
5. Lahan (TL) 6. Manajemen (R)
Total output
TC T1 T1a T1b T2
T2a T2b T3 T3a T3b TL R Q
TC/Q x 100 T1/Q x 100 T1a/Q x 100 T1b/Q x 100 T2/Q x 100
T2a/Q x 100 T2b/Q x 100 T3/Q x 100 T3a/Q x 100 T3b/Q x 100 TL/Q x 100 R/Q x 100 Q/Q x 100
-
T1/V x 100 T1a/V x 100 T1b/V x 100 T2/V x 100
T2a/V x 100 T2b/V x 100 T3/V x 100 T3a/V x 100 T3b/V x 100 TL/V x 100 R/V x 100
- B. Earner Share 1. Input langsung (TC) 2. Tenaga kerja upahan 3. Pemilik lahan 4. Penggarap
Total ouput
TC
(T1a + T2a) TL
(Q-TC-T1a-T2a-TL) Q
TC/Q x 100
(T1a + T2a)/Q x 100 TL/Q x 100
(Q-TC-T1a-T2a-TL)/Q x 100 Q/Q x 100
TC/V x 100
(T1a + T2a)/V x 100 TL/V x 100
(Q-TC-T1a-T2a-TL)/V x 100 -
Total value added (Q-TC)=V V/V x 100
Sumber: Hutagaol (1985)
129
130
Lampiran 4. Luas Cakupan Wilayah berdasarkan Ketinggian Tempat dari Permukaan Laut di Kabupaten Simalungun
No
Kecamatan
Luas wilayah berdasarkan ketinggian tempat Luas
(hektar)
0-500 mdpl 500–1,000 mdpl
1,000 mdpl
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Silimakuta Purba H.Horison Dolok Pardamean Sidamanik Pem. Sidamanik Gs. Bolon Tanah Jawa Hatonduan Dolok Panribuan Jorlang Hataran Panei Pan. Panei Raya Dolok Silau Silau Kahean Raya Kahean Tapian Dolog Dlk. Batu Nanggar Siantar Gunung Malela Gunung Maligas Hutabayu Raja JM. Bah Jambi Pem. Bandar Bandar Huluan Bandar Bandar Masilam Bosar Maligas Ujung Padang Pem. Silimakuta
- - - - - - - 21 395 7 120
15 613 17 372 1 980
825 350
2 000 2 050 4 360
21 475 19 650 12 610 11 690 6 846
10 897 5 852
10 918 9 772 9 500
10 235 29 440 22 350 -
350 1 045
355 1 025 6 975 3 600 1 150
- 11 480
- - 10 260 7 200 6 880 6 085
22 880 9 340
575 2 625
- -
1 065 - - - - - - - - -
7 400 16 155 3 095 8 920 1 381 8 919
11 150 -
8 980 - -
3 190 1 200
- 135
8 630 15 145
- 350
- - - - - - - - - - -
6 820
7 750 17 200 3 450 9 945 8 356
12 519 12 300 21 395 27 580 15 613 7 372
15 430 9 225 7 230 8 220
33 560 28 845 22 050 22625
12 610 11 690 7 911
10 897 5 852
10 918 9 772 9 500
10 235 29 440 22 350 6 820
Jumlah 244 300 92 890 101 470 438 660 Sumber: Laporan Tahunan Pemerintah Kabupaten Simalungun, Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2008.
131
Lampiran 5. Data Petani Contoh Petani Tomat di Kabupaten Simalungun
Obsv Produksi (Y2)
Luas Lahan (X12)
Benih (X22)
Jumlah pupuk kimia (X32)
Jumlah pupuk organik (X42)
Jumlah Pestisida cair (X52)
1 1 500 0.04 0.91 146.49 50 1.00 2 1 500 0.08 0.74 152.00 50 0.50 3 2 500 0.08 0.91 191.00 100 1.00 4 1 500 0.08 0.63 200.00 50 2.00 5 6 160 0.08 1.49 480.91 100 9.09 6 2 500 0.08 1.43 111.43 0 1.26 7 2 600 0.08 1.71 244.57 25 1.53 8 3 750 0.10 0.74 90.91 25 3.57 9 6 500 0.12 2.86 265.97 150 1.57 10 7 100 0.12 2.51 273.26 200 4.03 11 4 500 0.12 1.43 198.33 150 1.00 12 12 000 0.12 2.29 486.32 0 14.00 13 8 000 0.12 0.74 113.00 0 1.00 14 3 500 0.12 0.86 17.33 50 2.20 15 6 000 0.12 1.76 146.43 150 13.16 16 3 000 0.16 1.26 204.55 200 1.00 17 9 000 0.16 2.06 352.22 200 2.96 18 5 000 0.16 1.26 199.14 100 1.00 19 5 000 0.16 1.26 444.00 200 7.16 20 9 900 0.16 2.06 61.67 110 16.85 21 4 000 0.16 1.26 50.00 50 0.50 22 4 000 0.16 1.26 250.00 100 3.20 23 12 000 0.20 3.43 366.28 400 19.29 24 12 000 0.20 2.97 365.00 100 12.57 25 8 000 0.20 0.74 134.38 150 6.95 26 12 000 0.20 4.29 326.04 75 3.63 27 12 000 0.20 0.43 343.00 75 3.89 28 7 500 0.20 10.00 98.67 500 1.00 29 6 750 0.20 2.23 128.85 100 2.79 30 7 500 0.20 1.49 285.71 60 6.67
132
Lampiran 5. Lanjutan
Obsv Produksi (Y2)
Luas Lahan (X12)
Benih (X22)
Jumlah pupuk kimia (X32)
Jumlah pupuk organik (X42)
Jumlah Pestisida cair (X52)
31 18 000 0.24 4.29 546.51 400 4.09 32 10 000 0.24 2.57 126.92 300 29.57 33 7 000 0.24 3.09 148.49 500 12.49 34 6 000 0.24 1.37 276.98 250 4.56 35 20 000 0.24 5.14 1006.67 500 14.67 36 16 000 0.24 1.49 1209.60 300 13.19 37 8 400 0.24 0.69 510.00 200 15.38 38 10 500 0.28 2.14 194.29 0 4.93 39 10 000 0.28 2.51 425.22 305 2.05 40 18 000 0.28 2.74 645.00 600 15.61 41 18 000 0.30 3.43 322.58 225 4.99 42 15 000 0.32 3.77 77.23 150 4.90 43 10 000 0.32 3.43 372.68 400 6.94 44 18 000 0.32 3.94 83.88 200 18.53 45 9 000 0.36 2.57 0.00 180 0.50 46 4 000 0.36 1.29 192.74 60 1.33 47 31 500 0.40 11.89 975.92 600 9.83 48 15 000 0.40 5.71 575.83 500 10.12 49 10 000 0.40 5.71 490.00 500 1.00 50 7 500 0.40 2.51 575.83 500 4.00 51 15 000 0.40 2.60 386.84 300 69.03 52 24 000 0.40 4.57 430.11 300 10.23 53 15 000 0.40 4.80 307.40 100 12.66 54 30 000 0.48 2.29 556.80 500 12.00 55 10 500 0.52 7.14 722.73 550 10.53 56 24 500 0.56 7.14 633.33 500 14.83 57 40 000 0.60 8.57 1864.00 1 000 32.33 58 20 000 0.60 8.00 1552.50 250 6.55 59 28 000 0.64 3.43 938.83 800 19.01 60 19 000 0.72 4.57 1401.79 0 10.00 61 30 000 0.80 9.20 2674.29 1 500 100.00 62 56 000 1.00 6.86 1757.78 2 800 112.63 63 42 000 1.00 13.14 3476.10 1 600 203.14 64 40 000 1.28 8.57 1864.00 1 000 25.53 65 75 000 2.00 10.97 3512.00 2 000 29.87
133
Lampiran 5. Lanjutan
Obsv
Jumlah pestisida padat (X62)
Jumlah tenaga kerja (X72)
Umur petani (Z12)
Pendidikan formal petani (Z22)
Pengalaman petani (Z32)
1 3.25 13 28 12 2 2 3.92 23 42 12 1 3 4.58 20 36 12 1 4 7.00 22 42 12 1 5 20.50 49 35 6 3 6 4.43 22 29 17 2 7 6.08 40 47 12 3 8 10.77 35 45 12 5 9 30.78 83 32 12 4 10 12.92 63 32 12 4 11 12.24 42 29 9 2 12 16.83 67 36 9 22 13 3.67 97 35 12 1 14 5.00 34 42 12 15 15 13.12 39 46 12 2 16 4.53 41 39 12 8 17 39.33 110 30 12 2 18 9.00 24 37 12 1 19 20.00 68 46 12 19 20 20.00 87 43 9 20 21 4.40 37 34 12 3 22 6.60 29 38 12 2 23 102.20 70 35 12 2 24 8.23 100 31 12 5 25 15.90 61 42 12 7 26 6.05 59 38 12 7 27 6.65 42 40 9 6 28 68.41 31 42 12 5 29 15.67 71 40 9 6 30 18.18 66 49 12 10
134
Lampiran 5. Lanjutan
Obsv
Jumlah pestisida padat (X62)
Jumlah tenaga kerja (X72)
Umur petani (Z12)
Pendidikan formal petani (Z22)
Pengalaman petani (Z32)
31 22.40 107 27 16 2 32 15.08 84 30 6 3 33 29.25 11 43 9 3 34 20.40 56 42 12 3 35 64.00 108 25 12 1 36 4.90 98 42 12 10 37 28.91 47 40 17 10 38 17.86 63 29 17 2 39 14.75 84 21 12 1 40 41.55 101 33 12 8 41 27.12 98 48 9 10 42 85.60 74 49 9 10 43 17.75 75 32 12 4 44 38.85 127 52 9 10 45 120.00 96 31 12 5 46 59.64 50 36 12 2 47 169.01 337 48 12 6 48 20.67 107 42 12 5 49 13.00 115 38 12 4 50 22.86 106 39 12 2 51 30.02 240 42 12 10 52 72.34 177 41 12 10 53 34.64 99 55 6 10 54 15.35 146 38 12 6 55 25.35 107 48 12 10 56 50.00 163 27 9 5 57 174.55 287 46 9 4 58 121.00 143 37 17 10 59 30.60 159 34 17 2 60 30.50 247 33 12 6 61 400.00 357 35 12 1 62 224.77 452 35 12 5 63 440.00 522 32 9 10 64 128.00 343 39 12 5 65 142.36 682 49 12 5
135
Lampiran 5. Lanjutan
Obsv
Dummy kepemilikan lahan petani (Z42)
Dummy kelompok tani petani (Z52)
Dummy akses petani pada Bank (Z62)
Dummy akses petani pada pedagang (Z72)
Dummy akses petani pada Credit Union (Z82)
Dummy akses petani pada saprotan(Z92)
1 1 0 0 0 0 1 2 1 0 0 0 1 0 3 1 0 0 0 1 0 4 1 0 0 0 1 0 5 1 1 0 0 1 0 6 1 0 0 0 0 1 7 1 0 0 0 0 1 8 1 0 0 0 0 1 9 1 1 1 0 0 0 10 1 0 1 0 0 0 11 0 0 0 1 0 0 12 0 1 0 1 0 0 13 1 1 0 0 1 0 14 1 1 0 0 1 0 15 0 1 0 0 0 1 16 1 0 1 0 0 0 17 0 0 0 1 0 0 18 1 0 0 1 0 0 19 1 0 0 0 1 0 20 1 0 0 0 1 0 21 1 0 0 0 0 1 22 1 0 0 0 0 1 23 0 0 0 1 0 0 24 1 0 0 1 0 0 25 1 1 0 1 0 0 26 1 1 0 0 1 0 27 1 1 0 0 1 0 28 1 0 0 0 0 1 29 1 1 0 0 0 1 30 1 1 0 0 0 1
136
Lampiran 5. Lanjutan
Obsv
Dummy kepemilikan lahan petani (Z42)
Dummy kelompok tani petani (Z52)
Dummy akses petani pada Bank (Z62)
Dummy akses petani pada pedagang (Z72)
Dummy akses petani pada Credit Union (Z82)
Dummy akses petani pada saprotan(Z92)
31 1 0 1 0 0 0 32 0 0 0 1 0 0 33 1 0 0 1 0 0 34 1 1 0 0 1 0 35 1 0 0 0 0 1 36 1 1 0 0 0 1 37 1 1 0 0 0 1 38 1 0 1 0 0 0 39 1 0 1 0 0 0 40 1 0 0 0 0 1 41 0 1 0 1 0 0 42 1 1 0 1 0 0 43 1 1 0 1 0 0 44 1 1 0 0 0 1 45 1 0 1 0 0 0 46 1 0 0 0 0 1 47 1 0 1 0 0 0 48 1 0 1 0 0 0 49 1 0 1 0 0 0 50 1 0 1 0 0 0 51 1 0 1 0 0 0 52 0 1 0 1 0 0 53 1 1 0 0 0 1 54 1 1 1 0 0 0 55 1 0 1 0 0 0 56 0 0 0 1 0 0 57 1 0 0 0 0 1 58 1 0 0 0 0 1 59 1 0 1 0 0 0 60 0 0 0 1 0 0 61 0 0 0 1 0 0 62 1 0 1 0 0 0 63 0 0 0 1 0 0 64 1 0 1 0 0 0 65 1 0 1 0 0 0
137
Lampiran 6. Data Petani Contoh Petani Kentang di Kabupaten Simalungun
Obsv Produksi (Y1)
Luas Lahan (X11)
Benih (X21)
Jumlah pupuk kimia (X31)
Jumlah pupuk organik (X41)
Jumlah Pestisida cair (X51)
1 6 000 0.20 68.75 227.32 300 3.12 2 600 0.04 25.00 86.67 20 0.78 3 700 0.04 50.00 260.31 30 1.81 4 1 800 0.08 75.00 93.11 10 3.33 5 1 200 0.08 30.00 154.72 40 0.50 6 1 000 0.08 50.00 233.33 50 2.00 7 1 200 0.08 50.00 118.75 40 1.00 8 1 000 0.08 30.00 214.62 50 0.20 9 1 000 0.08 62.50 41.52 30 2.00 10 1 000 0.08 62.50 41.52 30 2.00 11 800 0.08 62.50 193.00 50 2.00 12 1 500 0.12 75.00 249.47 60 2.00 13 1 000 0.12 75.00 91.82 20 3.28 14 2 000 0.16 125.00 344.55 100 1.00 15 2 400 0.16 50.00 268.18 80 2.00 16 1 200 0.16 90.00 135.00 50 0.20 17 1 700 0.16 150.00 209.72 30 0.50 18 1200 0.16 75.00 232.22 50 0.00 19 2 500 0.20 125.00 352.22 100 2.70 20 3 500 0.20 112.50 438.33 150 3.88 21 2 500 0.20 125.00 338.75 100 1.00 22 2 500 0.20 187.50 151.33 140 2.00 23 2 500 0.20 75.00 362.00 100 2.00 24 2 500 0.20 93.75 435.00 100 1.00 25 3 000 0.20 131.25 380.00 50 1.00 26 4 800 0.24 300.00 575.00 120 5.56 27 2 000 0.24 150.00 200.00 110 2.53 28 3 500 0.28 281.25 308.75 175 6.73 29 3 200 0.30 300.00 243.64 50 0.25 30 10 000 0.32 1 000.00 882.85 200 14.00
138
Lampiran 6. Lanjutan
Obsv Produksi (Y1)
Luas Lahan (X11)
Benih (X21)
Jumlah pupuk kimia (X31)
Jumlah pupuk organik (X41)
Jumlah Pestisida cair (X51)
31 2 500 0.32 250.00 300.00 200 2.69 32 7 500 0.32 218.75 1 053.33 100 12.29 33 7 500 0.32 350.00 171.17 150 0.60 34 8 000 0.40 687.50 944.64 100 3.80 35 8 000 0.40 187.50 731.82 180 2.78 36 5 000 0.40 250.00 1 228.00 200 10.93 37 3 000 0.40 312.50 505.26 100 0.50 38 4 900 0.40 240.00 360.19 116 2.00 39 5 000 0.40 550.00 754.76 150 19.65 40 4 000 0.40 125.00 320.00 100 2.40 41 7 500 0.48 975.00 750.00 100 1.73 42 10 800 0.48 250.00 940.00 200 6.24 43 6 500 0.48 781.25 750.00 100 2.00 44 3 900 0.50 487.50 482.73 200 3.00 45 7 800 0.60 237.50 798.26 250 8.20 46 10 500 0.60 375.00 974.00 250 7.47 47 9 200 0.60 375.00 1 276.00 300 3.40 48 5 000 0.60 375.00 605.00 150 6.69 49 11 100 0.60 437.50 1 330.75 500 6.33 50 11 000 0.68 625.00 1 018.42 200 20.00 51 18 000 0.72 600.00 1 323.86 360 4.54 52 10 000 0.72 625.00 897.50 200 1.00 53 12 000 0.80 350.00 1 744.00 400 8.00 54 10 000 0.80 412.50 330.00 950 3.13 55 15 000 1.00 500.00 1 362.50 1 000 4.22 56 15 000 1.00 400.00 280.00 1 000 2.00 57 20 000 1.00 600.00 1 053.33 750 2.50 58 18 000 1.20 937.50 1 373.33 1 500 35.05 59 35 000 2.00 1 500.00 3 220.00 1 500 68.42 60 30 000 2.00 1 562.50 2 148.57 1 700 78.57
139
Lampiran 6. Lanjutan
Obsv Jumlah pestisida padat (X61)
Jumlah tenaga kerja (X71)
Umur (Z11)
Pendidikan formal (Z21)
Pengalaman usahatani(Z31)
1 4.29 63 50 9 20 2 4.09 11 29 17 2 3 2.00 12 29 18 0.5 4 13.69 28 40 6 10 5 5.00 19 27 9 5 6 3.67 24 42 12 5 7 4.33 22 35 12 5 8 8.08 25 46 12 19 9 11.12 17 30 12 5 10 11.12 18 54 6 20 11 0.50 22 28 12 1 12 5.62 28 34 12 1 13 4.76 19 37 12 6 14 9.67 47 37 12 1 15 9.50 43 29 9 2 16 2.00 15 60 9 15 17 6.27 17 36 12 2 18 0.00 20 33 6 8 19 12.91 43 39 12 7 20 12.64 49 29 6 7 21 6.33 53 45 12 10 22 13.82 50 38 12 3 23 11.91 53 42 12 3 24 10.00 43 38 12 2 25 3.25 55 31 12 5 26 24.55 65 34 17 2 27 5.50 62 40 12 0 28 12.23 61 38 9 10 29 15.00 32 31 12 5 30 30.33 92 32 12 4
140
Lampiran 6. Lanjutan
Obsv
Jumlah pestisida padat (X61)
Jumlah tenaga kerja (X71)
Umur kentang (Z11)
Pendidikan formal (Z21)
Pengalaman (Z31)
31 10.00 61 41 12 5 32 3.00 81 50 12 25 33 15.82 135 52 9 5 34 13.05 95 38 12 6 35 11.47 107 21 12 0 36 62.18 78 36 12 0 37 20.00 60 45 12 22 38 10.00 35 31 12 6 39 50.00 55 37 17 5 40 15.36 74 38 6 5 41 10.00 80 26 12 1 42 26.15 139 48 12 5 43 10.00 44 43 12 4 44 13.25 67 46 12 5 45 27.06 160 29 17 2 46 23.54 124 49 12 5 47 53.18 162 39 12 5 48 28.80 69 40 9 3 49 43.91 55 33 12 8 50 46.00 59 33 12 6 51 40.00 56 48 6 12 52 27.00 127 45 12 10 53 7.80 113 42 12 5 54 26.05 180 49 12 8 55 39.42 283 33 12 6 56 42.70 207 42 12 10 57 32.21 90 56 12 13 58 80.00 76 35 12 10 59 90.77 306 35 12 5 60 160.00 53 32 9 1
141
Lampiran 6. Lanjutan
Obsv
Dummy kepemilikan lahan (Z41)
Dummy kelompok tani (Z51)
Dummy akses pada Bank (Z61)
Dummy akses pada pedagang (Z71)
Dummy akses pada Credit Union (Z81)
Dummy akses pada saprotan(Z91)
1 1 0 1 0 0 0 2 1 0 0 0 0 1 3 1 0 0 0 0 1 4 1 0 1 0 0 0 5 0 0 0 1 0 0 6 1 0 0 0 1 0 7 1 1 0 0 1 0 8 1 0 0 0 1 0 9 1 1 0 0 1 0 10 1 1 0 0 1 0 11 1 0 0 0 0 1 12 1 0 0 0 0 1 13 1 1 0 0 0 1 14 1 0 0 1 0 0 15 0 0 0 1 0 0 16 1 1 0 0 1 0 17 1 0 0 0 0 1 18 1 1 0 0 0 1 19 1 0 1 0 0 0 20 1 1 1 0 0 0 21 1 0 0 1 0 0 22 0 1 0 1 0 0 23 1 1 0 0 1 0 24 1 0 0 0 0 1 25 1 1 0 0 0 1 26 1 0 1 0 0 0 27 1 1 0 0 1 0 28 1 1 0 0 1 0 29 1 0 1 0 0 0 30 1 1 0 1 0 0
142
Lampiran 6. Lanjutan
Obsv
Dummy kepemilikan lahan (Z41)
Dummy kelompok tani (Z51)
Dummy akses pada Bank (Z61)
Dummy akses pada pedagang (Z71)
Dummy akses pada Credit Union (Z81)
Dummy akses pada saprotan(Z91)
31 1 1 0 0 1 0 32 1 1 0 0 1 0 33 1 1 0 0 0 1 34 1 1 1 0 0 0 35 1 0 1 0 0 0 36 1 0 1 0 0 0 37 0 1 0 1 0 0 38 1 1 0 1 0 0 39 1 0 0 0 0 1 40 1 1 0 0 0 1 41 1 0 1 0 0 0 42 1 0 1 0 0 0 43 1 1 0 1 0 0 44 0 1 0 0 0 1 45 1 0 1 0 0 0 46 1 0 1 0 0 0 47 1 0 1 0 0 0 48 1 1 0 0 0 1 49 1 0 0 0 0 1 50 0 0 0 1 0 0 51 1 0 0 1 0 0 52 1 1 0 0 1 0 53 1 0 1 0 0 0 54 1 0 1 0 0 0 55 1 0 1 0 0 0 56 1 0 1 0 0 0 57 1 1 0 1 0 0 58 0 0 0 1 0 0 59 1 0 1 0 0 0 60 0 0 0 1 0 0
130
Lampiran 7. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Tomat di Daerah Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar
Jumlah Fisik
Nilai Rupiah Persentase
Jumlah Fisik
Nilai Rupiah Persentase
Jumlah Fisik
Nilai Rupiah Persentase
Jumlah Fisik
Nilai Rupiah Persentase
Produksi (Kg) 41,888 46,380 43,610 42,192 Penerimaan 111,165,700.04 108,664,737.65 111,543,939.39 110,247,493.73 Pengeluaran A. Biaya Tunai1. Benih 2,024,339.01 3.96 1,944,995.59 3.98 1,757,575.76 3.76 2,434,414.16 4.88 2. Pupuk (Kg) 15,030,099.52 29.40 13,056,330.48 26.69 13,491,628.79 28.87 15,287,676.35 30.67
3. Pestisida Cair (liter) 2,607,012.73 5.10 3,931,507.77 8.04 2,161,287.88 4.62 2,756,805.03 5.53
4. Pestisida Padat (Kg) 6,916,520.46 13.53 9,036,800.60 18.47 5,099,621.21 10.91 8,263,848.81 16.58 5. Ajir, Tali dan Mulsa 8,859,394.32 17.33 6,678,666.01 13.65 8,518,750.00 - 7,486,474.52 15.02 6. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 6,725,071.64 13.16 4,125,200.62 8.43 636,363.64 1.36 1,495,258.98 3.00 7. Sewa, Mesin dan Biaya Lainnya 738,888.89 1.45 477,777.78 0.98 1,113,636.36 2.38 717,731.83 1.44 Total Biaya Tunai 42,901,326.58 83.92 39,251,278.84 80.24 32,778,863.64 70.14 38,442,209.69 77.12
B. Biaya Di Perhitungkan - - -
1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 7,636,848.16 14.94 9,156,192.13 18.72 13,314,015.15 28.49 10,868,013.78 21.80 2. Sewa Lahan 583,333.33 1.14 510,339.51 1.04 638,636.36 1.37 536,842.11 1.08 Total Biaya Di Perhitungkan 8,220,181.50 16.08 9,666,531.64 19.76 13,952,651.52 29.86 11,404,855.89 22.88 C. Biaya Total 51,121,508.08 100.00 48,917,810.47 100.00 46,731,515.15 100.00 49,847,065.58 100.00 D. Pendapatan Atas Biaya Tunai 68,264,373.46 69,413,458.82 78,765,075.76 71,805,284.04 E. Pendapatan Atas Biaya Total 60,044,191.96 59,746,927.18 64,812,424.24 60,400,428.15 F. R/C Atas Biaya Tunai 2.59 2.77 3.40 2.87 G. R/C Atas Biaya Total 2.17 2.22 2.39 2.21
Petani Yang Akses Kredit Dari Bank
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang
Petani Yang Akses Kredit Dari CU Petani Yang Akses Kredit Dari Toko
143
131
Lampiran 8. Analisis Rata-Rata Pendapatan Usahatani Kentang di Daerah Penelitian dari Berbagai Sumber Akses Kredit per Hektar
Jumlah Fisik
Nilai Rupiah Persentase
Jumlah Fisik
Nilai Rupiah Persentase
Jumlah Fisik
Nilai Rupiah Persentase
Jumlah Fisik
Nilai Rupiah Persentase
Produksi (Kg) 17,086 15,944 12,581 12,864 Penerimaan 48,044,298.25 42,883,298.32 37,010,416.67 35,426,225.49 Pengeluaran A. Biaya Tunai1. Benih 6,034,649.12 11.80 7,474,317.23 15.28 5,391,575.73 11.54 5,728,431.37 11.49 2. Pupuk (Kg) 11,030,833.33 21.58 10,195,919.41 20.84 10,563,012.57 22.60 10,664,178.92 21.39 3. Pestisida Cair (liter) 1,125,526.32 2.20 964,362.16 1.97 947,755.46 2.03 1,011,360.29 2.03 4. Pestisida Padat (Kg) 3,542,688.60 6.93 3,347,307.71 6.84 3,063,690.48 6.56 2,808,198.53 5.63 5. Ajir, Tali dan Mulsa - - - - - - - - 6. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 4,559,473.68 8.92 3,999,939.31 8.18 624,173.28 1.34 1,237,058.82 2.48 7. Sewa, Mesin dan Biaya Lainnya 697,368.42 1.36 669,642.86 1.37 625,000.00 1.34 575,482.35 1.15 Total Biaya Tunai 26,990,539.47 52.80 26,651,488.68 54.48 21,215,207.51 45.40 22,024,710.29 44.18 B. Biaya Di Perhitungkan - - - 1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 4,389,473.68 8.59 6,313,692.81 12.91 8,726,091.27 18.67 6,209,607.84 12.46 2. Sewa Lahan 597,894.74 1.17 602,678.57 1.23 600,000.00 1.28 488,235.29 0.98 Total Biaya Di Perhitungkan 4,987,368.42 9.76 6,916,371.38 14.14 9,326,091.27 19.96 6,697,843.14 13.44 C. Biaya Total 31,977,907.89 62.55 33,567,860.06 68.62 30,541,298.78 65.35 28,722,553.43 57.62 D. Pendapatan Atas Biaya Tunai 21,053,758.77 16,231,809.64 15,795,209.16 13,401,515.20 E. Pendapatan Atas Biaya Total 16,066,390.35 9,315,438.26 6,469,117.89 6,703,672.06 F. R/C Atas Biaya Tunai 1.78 1.61 1.74 1.61 G. R/C Atas Biaya Total 1.50 1.28 1.21 1.23
Petani Yang Akses Kredit Dari Bank
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang
Petani Yang Akses Kredit Dari CU Petani Yang Akses Kredit Dari Toko
144
132
Lampiran 9. Persentase Penggunaan Input Usahatani Tomat pada setiap Akses Kredit (Analisis Usahatani Tomat)
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
1. Benih 2. Pupuk (Kg) 3. Pestisida Cair (liter)
4. Pestisida Padat (Kg)
5. Ajir, Tali dan Mulsa
6. Tenaga Kerja Luar Keluarga
(HOK)
7. Sewa, Mesin
dan Biaya Lainnya
8.Tenaga Kerja Dalam
Keluarga (HOK)
9.Sewa Lahan
petani bank
petani Pedagang
Petani CU
Petani Toko
145
133
Lampiran 10. Persentase Penggunaan Input Usahatani Kentang pada setiap Akses Kredit (Analisis Usahatani Kentang)
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
1. Benih 2. Pupuk (Kg) 3. Pestisida Cair (liter)
4. Pestisida Padat (Kg)
5. Ajir, Tali dan Mulsa
6. Tenaga Kerja Luar Keluarga
(HOK)
7. Sewa, Mesin
dan Biaya Lainnya
8.Tenaga Kerja Dalam
Keluarga (HOK)
9.Sewa Lahan
Petani Yang Akses Kredit Dari Bank
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang
Petani Yang Akses Kredit Dari CU
Petani Yang Akses Kredit Dari Toko
146
147
Lampiran 11. Distribusi Pendapatan Usahatani Tomat
Added
Added
Absolut Share (Kg)
Relative Share (%)
Relatif Share (%)
Absolut Share (Kg)
Relative Share (%)
Relatif Share (%)
A. Factor Share1.Input langsung (TC) 35,437,366.05 31.88% - 36,686,435.76 32.67% -2.Tenaga kerja penanaman (T1) 704,089.24 0.63% 0.93% 878,897.06 0.78% 1.16%
a. Dalam keluarga (T1a) 414,198.02 0.37% 0.55% 711,462.42 0.63% 0.94%b. Luar keluarga (T1b) 289,891.22 0.26% 0.38% 167,434.64 0.15% 0.22%
3.Tenaga kerja pemeliharaan (T2) 10,215,635.11 9.19% 13.49% 9,323,378.27 8.30% 12.33%a. Dalam keluarga (T2a) 5,589,596.88 5.03% 7.38% 5,985,044.93 5.33% 7.92%b. Luar keluarga (T2b) 4,626,038.23 4.16% 6.11% 3,338,333.33 2.97% 4.42%
4.Tenaga kerja panen (T3) 3,527,290.52 3.17% 4.66% 3,785,375.82 3.37% 5.01%a. Dalam keluarga (T3a) 1,676,022.84 1.51% 2.21% 3,117,401.96 2.78% 4.12%b. Luar keluarga (T3b) 1,851,267.68 1.67% 2.44% 667,973.86 0.59% 0.88%
5.Lahan (TL) 583,333.33 0.52% 0.77% 540,359.48 0.48% 0.71%6.Manajemen (R) 62,619,970.68 56.33% 82.69% 30,212,857.49 26.90% 39.96%Total output 111,165,700.04 100.00% 112,299,428.10 100.00% 148.52%
B. Earner Share1.Input langsung (TC) 35,437,366.05 31.88% 46.80% 36,686,435.76 32.67% 48.52%2.Tenaga kerja upahan 6,767,197.13 6.09% 8.94% 4,173,741.83 3.72% 5.52%3.Pemilik lahan 583,333.33 0.52% 0.77% 540,359.48 0.48% 0.71%4.Penggarap 67,465,182.91 60.69% 89.09% 65,258,723.55 58.11% 86.31%Total ouput 111,165,700.04 100.00% - 112,299,428.10 100.00%
Total value added 100.00% 100.00%
Value Added Share
Value Added Share
Absolut Share (Kg)
Relative Share (%)
Relatif Share (%)
Absolut Share (Kg)
Relative Share (%)
Relatif Share (%)
A. Factor Share1.Input langsung (TC) 31,028,863.64 27.82% 36,539,218.88 33.14% -2.Tenaga kerja penanaman (T1) 1,132,575.76 1.02% 1.41% 974,446.53 0.88% 1.32%
a. Dalam keluarga (T1a) 1,132,575.76 1.02% 1.41% 899,007.94 0.82% 1.22%b. Luar keluarga (T1b) - 0.00% 0.00% 75,438.60 0.07% 0.10%
3.Tenaga kerja pemeliharaan (T2) 9,212,878.79 8.26% 11.44% 8,017,199.25 7.27% 10.88%a. Dalam keluarga (T2a) 8,712,878.79 7.81% 10.82% 7,318,180.87 6.64% 9.93%b. Luar keluarga (T2b) 500,000.00 0.45% 0.62% 699,018.38 0.63% 0.95%
4.Tenaga kerja panen (T3) 2,950,378.79 2.65% 3.66% 3,175,720.55 2.88% 4.31%a. Dalam keluarga (T3a) 2,814,015.15 2.52% 3.50% 2,446,146.62 2.22% 3.32%b. Luar keluarga (T3b) 136,363.64 0.12% 0.17% 729,573.93 0.66% 0.99%
5.Lahan (TL) 638,636.36 0.57% 0.79% 563,157.89 0.51% 0.76%6.Manajemen (R) 61,327,973.48 54.98% 76.17% 61,222,453.16 55.53% 83.06%Total output 111,543,939.39 100.00% 138.54% 110,247,493.73 100.00% 149.57%
B. Earner Share1.Input langsung (TC) 31,028,863.64 27.82% 38.54% 36,539,218.88 33.14% 49.57%2.Tenaga kerja upahan 636,363.64 0.57% 0.79% 1,504,030.91 1.36% 2.04%3.Pemilik lahan 638,636.36 0.57% 0.79% 563,157.89 0.51% 0.76%4.Penggarap 67,216,969.70 60.26% 83.48% 62,481,781.54 56.67% 84.77%Total ouput 111,543,939.39 100.00% 110,247,493.73 100.00%
Total value added 100.00% 100.00% 80,515,075.76 73,708,274.85
Petani Yang Akses Kredit Dari CU Petani Yang Akses Kredit Dari Toko
Output Share Output Share
75,612,992.34
Output Share Output Share
75,728,333.99
Petani Yang Akses Kredit Dari Bank Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang
148
Lampiran 12. Distribusi Pendapatan Usahatani Kentang
Added
Added
Absolut Share (Kg)
Relative Share (%)
Relatif Share (%)
Absolut Share (Kg)
Relative Share (%)
Relatif Share (%)
A. Factor Share1.Input langsung (TC) 21,733,697.37 45.24% - 21,981,906.51 51.26% -2.Tenaga kerja penanaman (T1) 963,157.89 2.00% 3.66% 1,107,539.68 2.58% 5.30%
a. Dalam keluarga (T1a) 450,877.19 0.94% 1.71% 594,187.68 1.39% 2.84%b. Luar keluarga (T1b) 512,280.70 1.07% 1.95% 513,352.01 1.20% 2.46%
3.Tenaga kerja pemeliharaan (T2) 5,840,701.75 12.16% 22.20% 6,958,183.94 16.23% 33.29%a. Dalam keluarga (T2a) 3,391,403.51 7.06% 12.89% 5,147,390.29 12.00% 24.63%b. Luar keluarga (T2b) 2,449,298.25 5.10% 9.31% 1,810,793.65 4.22% 8.66%
4.Tenaga kerja panen (T3) 2,006,491.23 4.18% 7.63% 2,253,384.69 5.25% 10.78%a. Dalam keluarga (T3a) 489,298.25 1.02% 1.86% 785,924.37 1.83% 3.76%b. Luar keluarga (T3b) 1,517,192.98 3.16% 5.77% 1,467,460.32 3.42% 7.02%
5.Lahan (TL) 569,473.68 1.19% 2.16% 602,678.57 1.41% 2.88%6.Manajemen (R) 17,201,438.60 35.80% 65.38% 8,754,921.45 20.42% 41.89%Total output 48,044,298.25 100.00% 42,883,298.32 100.00% 205.17%
B. Earner Share1.Input langsung (TC) 21,733,697.37 45.24% 82.60% 21,981,906.51 51.26% 105.17%2.Tenaga kerja upahan 4,478,771.93 9.32% 17.02% 3,791,605.98 8.84% 18.14%3.Pemilik lahan 569,473.68 1.19% 2.16% 602,678.57 1.41% 2.88%4.Penggarap 21,409,548.25 44.56% 81.37% 13,771,210.90 32.11% 65.89%Total ouput 48,044,298.25 100.00% - 42,883,298.32 100.00%
Total value added 100.00% 100.00%
Value Added Share
Value Added Share
Absolut Share (Kg)
Relative Share (%)
Relatif Share (%)
Absolut Share (Kg)
Relative Share (%)
Relatif Share (%)
A. Factor Share1.Input langsung (TC) 19,966,034.23 53.95% - 21,475,429.69 61.66% -2.Tenaga kerja penanaman (T1) 1,192,361.11 3.22% 7.00% 1,086,041.67 3.12% 8.13%
a. Dalam keluarga (T1a) 1,074,305.56 2.90% 6.30% 797,291.67 2.29% 5.97%b. Luar keluarga (T1b) 118,055.56 0.32% 0.69% 288,750.00 0.83% 2.16%
3.Tenaga kerja pemeliharaan (T2) 6,176,504.63 16.69% 36.24% 5,068,125.00 14.55% 37.96%a. Dalam keluarga (T2a) 6,130,208.33 16.56% 35.97% 4,710,312.50 13.52% 35.28%b. Luar keluarga (T2b) 46,296.30 0.13% 0.27% 357,812.50 1.03% 2.68%
4.Tenaga kerja panen (T3) 1,835,565.48 4.96% 10.77% 1,632,187.50 4.69% 12.22%a. Dalam keluarga (T3a) 1,375,744.05 3.72% 8.07% 964,375.00 2.77% 7.22%b. Luar keluarga (T3b) 459,821.43 1.24% 2.70% 667,812.50 1.92% 5.00%
5.Lahan (TL) 588,078.70 1.59% 3.45% 602,075.00 1.73% 4.51%6.Manajemen (R) 7,812,287.78 21.11% 45.83% 5,864,810.42 16.84% 43.92%Total output 37,010,416.67 100.00% 217.14% 34,827,864.58 100.00% 260.84%
B. Earner Share1.Input langsung (TC) 19,966,034.23 53.95% 117.14% 21,475,429.69 61.66% 160.84%2.Tenaga kerja upahan 624,173.28 1.69% 3.66% 1,314,375.00 3.77% 9.84%3.Pemilik lahan 588,078.70 1.59% 3.45% 602,075.00 1.73% 4.51%4.Penggarap 7,876,045.80 21.28% 46.21% 6,278,380.73 18.03% 47.02%Total ouput 37,010,416.67 100.00% 34,827,864.58 100.00%
Total value added 100.00% 100.00% 17,044,382.44 13,352,434.90
Petani Yang Akses Kredit Dari CU Petani Yang Akses Kredit Dari Toko
Output Share Output Share
26,310,600.88 20,901,391.81
Petani Yang Akses Kredit Dari Bank Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang Output Share Output Share
149
Lampiran 13. Rata-Rata Efisiensi Teknis Usahatani Tomat
Lampiran 14. Rata-Rata Efisiensi teknis Usahatani Kentang
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Petani Bank
Petani Pedagang
Petani CU Petani Toko
Rata-rata Efisiensi Teknis Usahatani Tomat
Standar Deviasi
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
Petani Bank
Petani Pedagang
Petani CU Petani Toko
Rata-rata Efisiensi Teknis Usahatani Kentang
Standar Deviasi
150
Lampiran 15. Rata-Rata Efisiensi Ekonomis Usahatani Tomat
Lampiran 16. Rata-Rata Efisiensi Alokatif Usahatani Tomat
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
Petani Bank
Petani Pedagang
Petani CU Petani Toko
Rata-rata Efisiensi Ekonomis Usahatani Kentang
Standar Deviasi
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Petani Bank
Petani Pedagang
Petani CU Petani Toko
Rata-rata Efisiensi Alokatif Usahatani Kentang
Standar Deviasi
151
Lampiran 17. Analis R/C atas Biaya total Usahatani Sayuran
Lampiran 18. “Factor Share dan Earner Share” Usahatani Tomat di Kabupaten
Simalungun
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Usahatani Kentang (R/C)
Usahatani Tomat (R/C)
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
1.Input langsung
(TC)
2.Tenaga kerja upahan
3.Pemilik lahan
4.Penggarap
Petani Yang Akses Kredit Dari Bank
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang
Petani Yang Akses Kredit Dari CU
Petani Yang Akses Kredit Dari Toko
152
Lampiran 19. “Factor Share dan Earner Share” Usahatani Kentang di Kabupaten
Simalungun
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
1.Input langsung (TC)
2.Tenaga kerja upahan
3.Pemilik lahan
4.Penggarap
Petani Yang Akses Kredit Dari Bank
Petani Yang Akses Kredit Dari pedagang
Petani Yang Akses Kredit Dari CU
Petani Yang Akses Kredit Dari Toko
153
Lampiran 20. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Tomat
Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = tomat.dta
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function The dependent variable is logged
the ols estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta 0 0.77032925E+01 0.55631610E+00 0.13846970E+02 beta 1 0.34261155E+00 0.11144641E+00 0.30742269E+01 beta 2 0.17871479E+00 0.87099198E -01 0.20518534E+01 beta 3 - 0.10962337E -01 0.26717959E -01 - 0.41029845E+00 beta 4 - 0.55965635E -02 0.12880990E -01 - 0.43448241E+00 beta 5 0.16230094E+00 0.47733220E -01 0.34001675E+01 beta 6 - 0.20465739E -01 0.65330653E -01 - 0.31326395E+00 beta 7 0.38101750E+00 0.98127426E -01 0.38828849E+01 sigma-squared 0.10489027E+00 log likelihood function = -0.14680265E+02 the final mle estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta 0 0.78605911E+01 0.47221958E+00 0.16646051E+02 beta 1 0.32459401E+00 0.10136164E+00 0.32023359E+01 beta 2 0.24824316E+00 0.82258053E-01 0.30178585E+01 beta 3 -0.62609836E-02 0.24226259E-01 - 0.25843790E+00 beta 4 -0.32298190E-02 0.11840277E-01 -0.27278238E+00 beta 5 0.15380734E+00 0.44661560E-01 0.34438418E+01 beta 6 0.42214389E-02 0.62982565E-01 0.67025515E-01 beta 7 0.37635762E+00 0.90678507E-01 0.41504611E+01 delta 0 0.12068475E+00 0.62849724E+00 0.19202114E+00 delta 1 0.15857714E-01 0.83857571E-02 0.18910295E+01 delta 2 -0.14820831E-02 0.26187510E-01 -0.56595038E-01 delta 3 0.45319352E-02 0.12286856E-01 0.36884419E+00 delta 4 -0.37509688E+00 0.17389399E+00 - 0.21570433E+01 delta 5 -0.44393701E+00 0.11061639E+00 - 0.40133025E+01 delta 6 0.75206686E-01 0.48358987E+00 0.15551750E+00 delta 7 - 0.16405022E+00 0.46200331E+00 - 0.35508451E+00 delta 8 0.12862432E+00 0.47980558E+00 0.26807591E+00
154
delta 9 0.80903966E-01 0.47438353E+00 0.17054548E+00 sigma-squared 0.61364915E-01 0.14842804E-01 0.41343208E+01 gamma 0.30428286E-01 0.24243709E+00 0.12551003E+00 log likelihood function = -0.24497462E+01 LR test of the one-sided error = 0.24461037E+02 technical efficiency estimates : firm year eff.-est. 1 1 0.76698137E+00 2 1 0.58801420E+00 3 1 0.65290104E+00 4 1 0.58523410E+00 5 1 0.96839178E+00 6 1 0.75848871E+00 7 1 0.56462406E+00 8 1 0.58446062E+00 9 1 0.98597897E+00 10 1 0.72197723E+00 11 1 0.66671744E+00 12 1 0.84965545E+00 13 1 0.97594957E+00 14 1 0.85789234E+00 15 1 0.62273815E+00 16 1 0.62922698E+00 17 1 0.65896906E+00 18 1 0.86217057E+00 19 1 0.51144075E+00 20 1 0.53617304E+00 21 1 0.69965456E+00 22 1 0.65714517E+00 23 1 0.60963074E+00 24 1 0.91738662E+00 25 1 0.99066981E+00 26 1 0.94558185E+00 27 1 0.93939725E+00 28 1 0.61329247E+00 29 1 0.94670335E+00 30 1 0.82609330E+00 31 1 0.80017608E+00 32 1 0.64384963E+00 33 1 0.77329536E+00 34 1 0.90118195E+00 35 1 0.81603069E+00 36 1 0.92863518E+00 37 1 0.94941715E+00
155
38 1 0.77014798E+00 39 1 0.86805730E+00 40 1 0.70006659E+00 41 1 0.74608554E+00 42 1 0.97951518E+00 43 1 0.99470556E+00 44 1 0.78713821E+00 45 1 0.72882218E+00 46 1 0.67045243E+00 47 1 0.55866795E+00 48 1 0.61296621E+00 49 1 0.65321161E+00 50 1 0.64365653E+00 51 1 0.59221869E+00 52 1 0.82909949E+00 53 1 0.74513066E+00 54 1 0.97274866E+00 55 1 0.53850659E+00 56 1 0.67595995E+00 57 1 0.57676048E+00 58 1 0.64916955E+00 59 1 0.71514646E+00 60 1 0.60969771E+00 61 1 0.60061459E+00 62 1 0.68395284E+00 63 1 0.60060533E+00 64 1 0.64041448E+00 65 1 0.55158055E+00 mean efficiency = 0.73848040E+00
156
Lampiran 21. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Kentang
Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)
instruction file = terminal data file = kentang.dta
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function The dependent variable is logged
the ols estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta 0 0.53826534E+01 0.99770822E+00 0.53950176E+01 beta 1 0.38930062E+00 0.15660865E+00 0.24858181E+01 beta 2 0.14242868E+00 0.90137066E-01 0.15801345E+01 beta 3 0.15225454E+00 0.74596220E-01 0.20410490E+01 beta 4 0.11088592E+00 0.80519100E-01 0.13771381E+01 beta 5 0.37086398E-01 0.42398638E-01 0.87470730E+00 beta 6 0.75002980E-01 0.54865533E-01 0.13670327E+01 beta 7 0.24132112E+00 0.88248809E-01 0.27345539E+01 sigma-squared 0.80340916E-01 log likelihood function = -0.51989977E+01 the final mle estimates are : coefficient standard-error t-ratio beta 0 0.63311048E+01 0.15121277E+01 0.41868851E+01 beta 1 0.34513490E+00 0.21028931E-01 0.16412384E+02 beta 2 0.17802237E+00 0.39059714E-01 0.45576978E+01 beta 3 0.12229190E+00 0.65737032E-01 0.18603197E+01 beta 4 0.99865696E-01 0.51637342E-01 0.19339821E+01\ beta 5 0.59685427E-01 0.16331757E-01 0.36545625E+01 beta 6 0.59301874E-01 0.46494631E-01 0.12754564E+01 beta 7 0.24047938E+00 0.82886413E-01 0.29013124E+01 delta 0 0.73255527E+00 0.41903069E+00 0.17482139E+01 delta 1 0.14294637E-02 0.49793787E-02 0.28707671E+00 delta 2 0.23053978E-01 0.12988996E-01 0.17748853E+01 delta 3 - 0.15565088E-01 0.69826596E-02 - 0.22291059E+01 delta 4 - 0.25662023E+00 0.10739069E+00 - 0.23895948E+01 delta 5 0.82874211E-01 0.86202741E-01 0.96138719E+00
157
delta 6 0.13822651E+00 0.42038856E+00 0.32880654E+00 delta 7 0.95492842E-02 0.43804392E+00 0.21799833E-01 delta 8 0.34272679E+00 0.40105228E+00 0.85456887E+00 delta 9 0.24447426E+00 0.42036770E+00 0.58157241E+00 sigma-squared 0.48073092E-01 0.80484495E-02 0.59729630E+01 gamma 0.99999999E+00 0.89015831E+01 0.11233957E+00 log likelihood function = 0.58603085E+01 LR test of the one-sided error = 0.22118613E+02 technical efficiency estimates : firm year eff.-est. 1 1 0.80816635E+00 2 1 0.41196535E+00 3 1 0.34661577E+00 4 1 0.57971773E+00 5 1 0.48583417E+00 6 1 0.30476730E+00 7 1 0.42800927E+00 8 1 0.36558346E+00 9 1 0.38726053E+00 10 1 0.38197389E+00 11 1 0.27560482E+00 12 1 0.33837619E+00 13 1 0.30620590E+00 14 1 0.30360246E+00 15 1 0.44369505E+00 16 1 0.36919349E+00 17 1 0.40881316E+00 18 1 0.31523171E+00 19 1 0.33165909E+00 20 1 0.42004310E+00 21 1 0.35076151E+00 22 1 0.32351055E+00 23 1 0.35216806E+00 24 1 0.36647592E+00 25 1 0.45464079E+00 26 1 0.39500077E+00 27 1 0.24761343E+00 28 1 0.30034016E+00 29 1 0.43426117E+00 30 1 0.46619612E+00 31 1 0.22143398E+00 32 1 0.57291575E+00 33 1 0.60640813E+00 34 1 0.44240272E+00
158
35 1 0.54125065E+00 36 1 0.26847787E+00 37 1 0.25328905E+00 38 1 0.48623686E+00 39 1 0.27113717E+00 40 1 0.36973041E+00 41 1 0.41778380E+00 42 1 0.53302735E+00 43 1 0.43109138E+00 44 1 0.23699289E+00 45 1 0.34061797E+00 46 1 0.44473207E+00 47 1 0.34669803E+00 48 1 0.27052467E+00 49 1 0.48619960E+00 50 1 0.44890757E+00 51 1 0.73908739E+00 52 1 0.41707708E+00 53 1 0.45015774E+00 54 1 0.36063382E+00 55 1 0.34800344E+00 56 1 0.49299230E+00 57 1 0.65614733E+00 58 1 0.38998403E+00 59 1 0.35943446E+00 60 1 0.46398411E+00 mean efficiency = 0.40617745E+00
159
Lampiran 22. Pengujian Beda Rata-Rata Dua Sampel
Pengujian-t beda rata-rata dua sampel yang independen untuk pengujian
parametric dapat berupa pengujian-Z atau pengujian-t. Pengujian-Z (Z-test)
digunakan untuk sampel besar (lebih dari 30 observasi) atau untuk sampel kecil
tetapi terdistribusi normal dengan varian populasi yang diketahui dengan rumus
sebagai berikut:
Untuk sampel yang kecil yang populasinya berdistribusi normal dan diasumsikan
keduanya mempunyai varian yang sama, maka rumus dari pengujian-t adalah
sebagai berikut:
Dengan
Dimana:
= nilai rata-rata sampel ke-1 = nilai rata-rata sampel ke-2
μ1μ
= nilai rata-rata populasi sampel ke-1 2
S = nilai rata-rata populasi sampel ke-2
1S
= deviasi standar sampel ke-1 2 = varian dari sampel gabungan = deviasi standar sampel ke-2
n1n
= jumlah observasi di dalam sampel ke-1 2
= jumlah observasi di dalam sampel ke-2