Post on 21-Feb-2016
description
MAKALAH FISIKA POLIMERALAT UJI POLIMER
Disusun Oleh :
Kunti Nailazzulfa 11 11 100 047
Ayu Ningsih 11 11 100 049
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
2014
i
DAFTAR ISI
Daftar isi.................................................................................................................................... i
Kata Pengantar ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 2
2.1 Uji Impact .......................................................................................................................... 2
2.2 FourierTransform Infra Red (FTIR) .................................................................................. 6
2.3 Kromatografi Permeasi Gel (GPC) .................................................................................. 12
Kesimpulan ........................................................................................................................... 17
Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 18
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Alat Uji Polimer”
dengan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Yono Hadi Pramono, M.Eng. selaku Ketua Jurusan Fisika ITS.
2. Mashuri, M.Si selaku Dosen Mata Kuliah FisikaPolimer.
3. Rekan satu kelompok atas kerja samanya dalam menyelesaikan makalah ini.
Demi kesempurnaan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga
makalah ini memberikan manfaat bagi pembaca. Saran dan kritikpenulis harapkan untuk
perbaikan.
Surabaya, 30 November 2013
Penulis
1
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latarbelakang
Dewasa ini polimer merupakan bahan komersil yang sangat bermanfaat bagi keperluan
manusia. Melalui reaksi polimerisasi akan menghasilkan bahan polimer baru dan kemajuan ini
terus berkembang dari waktu ke waktu. Umumnya reaksi dengan monomer tertentu akan
menghasilkan sifat mekanis yang sesuai dengan keperluan seperti plastik, karet, dan masih
banyak lagi.
Polimer atau kadang-kadang disebut makromolekul, ialah molekul besar yang dibangun
dari perangkaian berulang sejumlah besar satuan yang lebih kecil yang disebut monomer.
Polimer menurut asalnya terbagi menjadi dua jenis, yaitu polimer alam dan polimersintetik.
Polimer alam yang paling sering kita jumpai adalah karet. Perkembangan ilmu polimer pada
hakikatnya seiring dengan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan
memanfaatkan ilmu kimia dan teknologi. Sintesis berbagai jenis bahan polimer dapat
dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Sintesis yang dilakukan untuk menghasilkan
sifat-sifat dan jenispolimer yang berbeda-beda.
Untukmembandingkanperforma material, umumnya dilakukan pengukuran karakteristik
dengan standar tertentu, contohnya ASTM (American Standard Testing Method), JIS (Japan
Industrial Standard), atau juga pada beberapa aplikasi di Indonesia juga dikenal SNI
(StandarNasional Indonesia). Pengujian kualitas polimer biasanya berupa MFR, densitas,
hardness, dll. Begitu banyak alat-alat yang bisa dipakai untuk karakterisasi material polimer
diantaranya FTIR, GPC, Uji Impact. Maka untuk itu disusunlah makalah ini untuk mengetahui
alat-alat uji polimer.
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui peralatan uji polimer beserta
fungsinya sehingga nantinya dapat meningkatkan pemahaman terkait karakterisasi polimer.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uji Impact
Nilai impact adalah ketahanan suatu bahan terhadap pembebanan yang tiba-tiba.
Kekuatan impak adalah suatu kriteria untuk mengetahui kegetasan bahan polimer, melihat
pengaruh takikan yaitu dengan pengujian pada batang uji umumnya. Kekuatan impak pada
bahan polimer lebih kecil daripada kekuatan impak logam apabila ikaytan antar molekul kuat
atau berat molekul besar kekuatan impak biasanya lebih bsar. Bahan polimer kadang-kadang
menunjukkan penurunan besar pada kekuatan impak apabila diberi regangan pada
pencetakanya. Pada umumnya sifat-sifat yang diperlukan dapat diperbaiki bila ditambah pengisi
atau filter ke dalam resin. Sedangkan pengaruh tempetarur lebih rumit menunjukkan beda
maksimum pada temperatur tertentu atau peningkatan harga kalau temperatur naik.
Seperti halnya uji kekerasan, pada sifat bahan impak juga terdapat pengujian impak. Uji
impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading).
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban
kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana
pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk
mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi
atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang
secara tiba-tiba.Contohnya yaitu deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan
kecelakaan.
Gambar 1. Alat uji Impact
3
Pada alat uji impak terdapat beberapa bagian yang penting yaitu pendulum, lengan
pengayun, poros pengayun, bearing, pisau pemukul, badan alat uji impak dan temapt benda uji
dimana kesemua bagian tersebut disusun dan dirangkai menjadi satu kesatuan sehingga
membentuk suatu lat uji impak. Kapsistas alat uji impak tergantung dari dimensi dan spesifikasi
dari alat uji impak itu sendiri.
Pada uji impact terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk
spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip
perbedaan energi potensial. Dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari
pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga
benda uji mengalami deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh
bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan
tersebut. Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar
yaitu batang uji Charpy yang banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang
lazim digunakan di Inggris dan Eropa.
Untuk menghitung energi yang diserap material dapat dihitung dengan persamaan
energi potensial sebagai berikut:
Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan
memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan
kedalaman 2 mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang
bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul. Benda uji Izod mempunyai penampang lintang
bujur sangkar atau lingkaran dengan takik V di dekat ujung yang dijepit. Serangkaian uji
Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk
mengetahui temperatur transisi.
4
Sementara uji impak dengan metode Izod umumnya dilakukan hanya pada temperatur
ruang dan ditujukan untuk material-material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever.
Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga
perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45o,
takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole).Perbedaan uji charpy dengan uji
izod adalah peletakan spesimen. Pengujian dengan menggunkan charpy lebih akurat karena
pada izod, pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur
bukanlah energi yang mampu di serap material seutuhnya.
Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah
penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi.
Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan
impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-
bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan
patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan
buram.
2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage)
pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan
patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi
(mengkilat).
3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan
di atas.Selain dengan harga impak yang ditunjukkan oleh alat uji pengukuran
ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan berapa persen patahan
berserat dan patahan kristalin yang yang dihasilkan oleh benda uji yang diuji pada
temperatur tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat maka dapat dinilai
semakin tangguh bahan tersebut.Cara ini dapat dilakukan dengan mengamati permukaan
patahan benda uji di bawah miskroskop stereoscan.
Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi
bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis
perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan
temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan
bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas
(brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang
berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan
5
selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas
merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan).Vibrasi atom inilah
yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat
terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan
dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan
benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat celcius, vibrasi atom relatif sedikit
sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji
menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.
Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu material
akan didesain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar, misalnya dari
temperatur di bawah nol derajat Celcius hingga temperatur tinggi di atas 100oC, contoh sistem
penukar panas (heat exchanger). Bahan polimer memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur
dinaikkan.
Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impact antara lain
1. Notch
Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada
daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan
menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akan terjadi
deformasi plastis dan menyebabkan material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-
ctanda bahwa material akan mengalami kegagalan.
2. Temperatur
Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasielektronnya
yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.
3. Strainrate
Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka material
akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya (dislokasi).
Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji
impak, strain rate yang diberikan sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak,
apalagi terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular,
patahnya ditengah-tengah atom, bukan di batas butir. Karena dislokasi tidak sempat gerak
ke batas butir.
Kemudian, dari hasil percobaan akan didapatkan energi dan temperatur. Dari data
tersebut, kita akan buat diagram harga impak terhadap temperatur. Energi akan berbanding lurus
6
dengan harga impak. Kemudian kita akan mendapakan temperatur transisi. Temperatur transisi
adalah range temperature dimana sifat material dapat berubah dari getas ke ulet jika material
dipanaskan.Temperatur transisi ini bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi
material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan
harga impaknya kecil, sehingga temperatur transisinya lebih besar. Temperatur transisi akan
mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Jika temperatur transisinya kecil
maka material tersebut tidak tahan terhadap perubahan suhu.
2.2 FourierTransform Infra Red (FTIR)
Spektroskopi FTIR adalah salah satu metode untuk mengetahui kandungan dari suatu
senyawa. Sistem optik Spektroskopi FTIR menggunakan aplikasi interferometer yaitu
dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Selain itu terdapat
cermin pembagi berkas dan juga detektor. Dengan demikian radiasi infra merah akan
menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak (M) dan jarak
cermin yang diam (F). Perbedaan jarak tempuh radiasi tersebut adalah perbedaan lintasan optis.
Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap perbedaan lintasan optis
disebut sebagai interferogram. Sistem optik dari Spektroskopi infra merah yang didasarkan atas
bekerjanya interferometer disebut sebagai sistem optik FourierTransform Infra Red (FTIR)
Fourier Transform InfraRed merupakan alat untuk mengidentifikasi gugus fungsi bahan,
identifikasi jenis polimer, dan Surface Layer Analysis System menggunakan ATR. Sampel yang
diuji dapat berbentuk padat, film, maupun cair. Metode yang digunakan untuk padat atau cair
adalah metode pelet KBr. Alat ini juga bisa menguji bahan cair nonpolar dan pengujian bahan
cair secara kuantitatif.
Penerapan spektroskopi inframerah untuk pengukuran konsentrasi rendah, seperti
pengukuran udara ambien, dibatasi oleh beberapa faktor. Pertama adalah kehadiran yang
signifikan dari uap air, CO 2 dan metana, yang sangat menyerap di berbagai daerah dari
spektrum inframerah (IR). Akibatnya, daerah spektral yang dapat dengan mudah digunakan
untuk mencari polutan terbatas, 760-1300cm -1 2000-2230 cm -1, dan 2390-3000 cm -1.
Masalah lain adalah bahwa kepekaan tidak cukup untuk mendeteksi konsentrasi yang sangat
kecil di tingkat sub-ppm. Terakhir, analisis spektral sulit karena pengurangan latar belakang
spektrum harus dilakukan secara manual.
Perkembangan Fourier Transform InfraRed spektroskopi (FTIR) pada awal tahun 1970
memberikan lompatan kuantum dalam kemampuan analitis inframerah untuk memantau jejak
polutan di udara ambien. Teknik ini menawarkan sejumlah keunggulan dibandingkan sistem
inframerah konvensional, termasuk sensitivitas, kecepatan dan meningkatkan pengolahan data.
7
Gambar 2. Skematis komponen dasar FTIR
Komponen dasar dari sebuah FTIR ditunjukkan secara skematis pada gambar diatas.
Sumber inframerah memancarkan panjang gelombang radiasi inframerah yang berbeda. Sumber
IR digunakan dalam Temet GASMET FTIR CR-seri adalah keramik SiC pada suhu 1550 K.
radiasi IR melewati interferometer yang memodulasi radiasi inframerah. Interferometer
melakukan sebuah Fourier invers transformasi optik pada radiasi inframerah masuk. Sinar
inframerah termodulasi melewati sampel gas di mana ia diserap pada panjang gelombang yang
berbeda oleh berbagai molekul ini. Kemudian intensitas sinar IR terdeteksi oleh detektor, yang
merupakan cairan nitrogen didinginkan MCT (Mercury Cadmium-Telluride-). Sinyal dideteksi
dan diubah oleh komputer untuk mendapatkan spektrum IR dari gas sampel.
Gambar 3. Penjalaran infra merah pada FTIR
Bagian unik dari sebuah spektrometer FTIR adalah interferometer. Radiasi inframerah
dari sumber dikumpulkan dan collimated (dibuat paralel) sebelum menyerang beamsplitter.
Beamsplitter idealnya mentransmisikan satu setengah dari radiasi, dan mencerminkan setengah
lainnya. Keduanya menular dan tercermin yang mencerminkan dua berkas kembali ke
beamsplitter. Jadi, satu setengah dari radiasi inframerah yang akhirnya pergi ke gas sampel
pertama telah tercermin dari beamsplitter ke cermin bergerak, dan kemudian kembali ke
beamsplitter. Sisi lain dari radiasi inframerah akan sampel pertama telah melewati beamsplitter
8
dan kemudian dipantulkan dari cermin tetap kembali ke beamsplitter. Ketika dua jalur optik
bersatu kembali, terjadi gangguan pada beamsplitter karena perbedaan jalur optik disebabkan
oleh pemindaian cermin bergerak.
Panjang perbedaan jalur optik antara dua jalur optik interferometer Michelson adalah
dua kali perpindahan dari cermin bergerak. Sinyal gangguan diukur dengan detektor sebagai
fungsi dari perbedaan panjang lintasan optik disebut interferogram tersebu. Grafik menunjukkan
intensitas radiasi infra merah sebagai fungsi perpindahan dari cermin bergerak. Pada posisi
puncak, panjang jalur optik adalah persis sama untuk radiasi yang berasal dari cermin bergerak
seperti pada radiasi yang berasal dari cermin tetap.
Spektrum dapat dihitung dari interferogram dengan melakukan transformasi Fourier.
Transformasi Fourier dilakukan oleh komputer yang sama yang pada akhirnya melakukan
analisis kuantitatif dari spektrum.Tingkat penyerapan radiasi inframerah pada panjang
gelombang setiap kuantitatif sebanding dengan jumlah molekul menyerap dalam gas sampel.
Karena ada hubungan linear antara absorbansi dan jumlah molekul menyerap, analisis
kuantitatif multikomponen campuran gas ini layak.
Untuk melakukan analisis multikomponen kita mulai dengan spektrum sampel.
Selainitu, kita perlu spektrum referensi dari semua komponen gas yang mungkin ada dalam
sampel, jika komponen ini akan dianalisis. Sebuah spektrum referensi adalah spektrum dari satu
komponen gas tunggal konsentrasi tertentu. Dalam analisis multikomponen kami mencoba
untuk menggabungkan spektrum referensi dengan pengali yang tepat untuk mendapatkan
spektrum yang sedekat mungkin dengan spektrum sampel. Jika kita berhasil dalam membentuk
spektrum yang mirip dengan spektrum sampel, kita mendapatkan konsentrasi dari setiap
komponen gas dalam gas sampel menggunakan pengganda dari spektrum referensi,jika kita
mengetahui konsentrasi gas-gas referensi.
Gambar 4. Spektrum sampel dan refrensi pada FTIR
9
Sebagai contoh, misalkan kita memiliki spektrum sampel dan spektrum referensi seperti
yang ditunjukkan pada Gambar diatas Dalam hal ini, kita tahu bahwa gas sampel terdiri dari gas
Referensi 1 dan Referensi 2. Kami memiliki spektrum referensi yang tersedia dan kita tahu
bahwa spektrum referensi mewakili konsentrasi 10 ppm dan 8 ppm. Untuk mengetahui
konsentrasi dari setiap komponen dalam gas sampel, kami mencoba untuk membentuk spektrum
sampel diukur menggunakan kombinasi linier dari spektrum referensi. Kami mengetahui bahwa
jika kita kalikan Referensi spektrum 1 dengan 5 dan Referensi spektrum 2 dengan 2, dan
menggabungkan spektrum dua, kita mendapatkan spektrum yang mirip dengan spektrum
sampel. Dengan demikian, gas sampel berisi gas referensi 1 pada lima kali jumlah dalam
spektrum referensi 1, 2 dan gas referensi pada dua kali jumlah dalam spektrum referensi 2. Hasil
analisis menunjukkan bahwa sampel yang memang terdiri dari dua gas referensi. Konsentrasi
gas referensi 1 dalam sampel ditemukan menjadi 50 ppm, dan konsentrasi gas referensi 2 dalam
sampel adalah 16 ppm.
Berikut adalah serapan khusus beberapa gugus fungsi di FTIR.
Tabel 1. Serapan khusus gugus fungsi di FTIR
Kemampuan multikomponen dari FTIR secara teoritis berarti bahwa setiap spektrum
yang diperoleh dengan FTIR dapat diproses ulang di masa mendatang untuk menentukan
konsentrasi dari setiap gas yang baru dikalibrasi.
Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier (fourier transforminfrared - FTIR)
memiliki banyak keunggulan dibanding spektroskopi infra merah biasa. Di antaranya yaitu lebih
cepat karena pengukuran dilakukan secara serentak (simultan), detektor lebih sensitif dengan
10
menggunakan photomultiplier (PMT) atau pelipat intensitas cahaya, serta mekanik optik lebih
sederhana dengan sedikit komponen yang bergerak.
Pada sistem optik peralatan Spektroskopi FTIR dipakai dasar daerah waktu yang non
dispersif. Aplikasi pemakaian gelombang radiasi elektromagnetik yang berdasarkan daerah
waktu adalah interferometer. Interferometer merupakan perangkat ukur yang memanfaatkan
gejala interferensi. Interferensi adalah suatu kejadian dua gelombang atau lebih berjalan melalui
bagian yang sama dari suatu ruangan pada waktu yang bersamaan. Hal ini mengakibatkan
terjadinya superposisi dari gelombang-gelombang tersebut sehingga menghasilkan pola
intensitas baru. Interferometer berfungsi sebagai penentu bentuk spektrum pada sampel. Pada
interferometer akan terjadi pola interferensi. Pola interferensi yang terjadi disebut interferogram.
Interferometer merupakan alat yang sangat berperan pada spektroskopi FTIR.
Pergerakan cermin pada sistem interferometer sangat menentukan hasil pada perangkat
spektorskopi FTIR. Jadi pergerakan cermin tersebut harus konstan dengan jarak geser yang
sangat pendek untuk tiap langkahnya. Pada penelitian ini dilakukan perancangan pengatur
cermin sebagai komponen gerak interferometer yang digerakkan menggunakan motorstepper
dan dikendalikan oleh komputermelalui port paralel.
Contoh jenis dari FTIR adalah FTIR 4300 buatan Shimadzu yang dioperasikan pada
kondisi lingkungan RH<65% dan T = 17-27 oC. Dari spektogram yang diperoleh, kita bisa
membandingkannya dengan referensi berupa database spektogram berbagai jenis polimer.
Contoh penggunaan alat FTIR ini adalah untuk karakterisasi gugus fungsi nanokomposit
HDPE/NPCC dan hasilpantauan gugus fungsi disajikan pada gambar 5, 6, 7 dan 8.
Gambar 5. Spektrum FTIR HDPE
11
Gambar 6. Spektrum FTIR NPCC
Gambar 7. Spektrum FTIR komposit tanpa NPCC
12
2.3 Kromatografi Permeasi Gel (GPC)
Kromatografi berasal dari bahasa Yunani ‘Kromatos’ yang berarti warna dan ‘Graphos’
yang berarti menulis. Kromatografi mencakup berbagai proses yang berdasarkan pada
perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tinggal pada system dan
dinamakan fasa diam. Fasa lainnya,dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui celah-celah
fasa diam. Gerakan fasa menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusun cuplikan.
Teknik kromatografi permeasi gel (GPC) berkembang sebagai cara penentuan bobot
molekul polimer yang digunakan sejak tahun 1960-an. Ada banyak teknik pemisahan tetapi
kromatografi merupakan teknik paling banyak digunakan. Kromatografi merupakan metode
pemisahan yang sederhana. Prosedur kromatografi masih dapat digunakan, jika metode klasik
tidak dapat dilakukan karena jumlah cuplikan rendah,kompleksitas campuran yang hendak
dipisahkan atau sifat berkerabat zat yang dipisah. Kromatografi ada bermacam-macam
diantaranya kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, penukar ion, penyaringan gel dan
elektroforesis.
Gambar 8. Alat Kromatografi Permeasi Gel
Kromatografi Pertukaran Molekul atau sering disebut dengan Kromatografi Permeasi Gel
(GPC) merupakan metode kromatografi baru, meliputi kromatografi eksklusi, kromatogeafi
penyaring gel, dan kromatografi permeasi gel. Kromatografi ini paling mudah dimengerti dan
paling mudah dikerjakan.Selain kesederhanaannya, teknik ini sangat berguna.
Metode ini dapat digunakan terhadap suatu cuplikan yang larut dan penggunaan utama
kromatografi gel biasanya dalam salah satu dari tiga hal ini. Pertama, kromatografi gel sangat
berguna untuk untk pemisahan spesies dengan berat molekul tinggi (BM >2000), terutama yang
13
tak terionkan. Selain dariresolusi dari setiap makromolekuler seperti protein dan asam nukleat,
kromatografi gel dapat digunakan untuk mendapatkan distribusi berat molekul dari polimer
sintetis. Kedua, campuran sederhana dapat dipisahkan secara mudah dengan kromatografi gel,
terutama jika penyusun campuran itu memiliki berat molekul yang sangat berbeda. Untuk hal
ini dapat dilakukan dalam jumlah besar. Ketiga, kromatografi gel sangat cocok untuk kerja
awal, pemisahan eksplorasi dari cuplikan yang tak diketahui. Pemisahan ini memberikan
gambaran isi cuplikan, sehingga dapat diketahui dengan cepat apakah cuplikan itu memiliki
berat molekul rendah atau berat molekul tinggi.
Metode ini didasarkan pada teknik fraksinasi yang tergantung dari ukuran molekul
polimer yang diinjeksikan ke dalam suatu kolom yang terdiri atas gel berpori berjari – jari
sekitar 50–1060A.Kolom dapat melewatkan molekul pelarut yang merupakan fasa bergerak,
sedangkan molekul polimer yang lebih kecil dapat memasuki pori – pori gel, karena itu
bergerak lebih lambat disepanjang kolom dibanding molekul besar. Elemen yang keluar
dideteksi dengan cara spektroskopi atau cara – cara fisik lainnya dan dikalibrasi dengan larutan
polimer standar untuk menghasilkan kurva distribusi bobot molekul.
Adapun keuntungan Kromatografi gel antara lain :
1. Pita-pita sempit.
2. Waktu pemisahan pendek.
3. Waktu pemisahan mudah diramalkan.
4. Harga Tr sesuai dengan ukuran cuplikan.
5. Tidak terjadi kehilangan cuplikan atau reaksi selama pemisahan.
6. Hanya terjadi sedikit masalah dalam deaktivasi kolom.
Sedangkan untuk kelemahan dari Kromatografi gel adalah :
1. Kapasitas terbatas
2. Tidak dapat digunakan untuk cuplikan yang mempunyai ukuran hampir sama.
3. Prinsip pemisahan tidak seperti kromatografi lain.
Kekurangan yang paling menonjol adalah kapasitas puncak yang terbatas. Ini berarti
hanya ada sedikit pita yang dapat dihubungkan dengan kromatogram total, karena kromatogram
cukup pendek semua senyawa terelusi sebelum total. Pada kromatografi gel jarang terlihat lebih
dari enam pita pada satu kromatogram. Ini berarti bahwa kromatografi gel biasanya tidak dapat
memisahkan secara sempurna suatu cuplikan kompleks, tanpa pemisahan lebih lanjut dengan
metode lain.
14
Kekurangan kedua adalah tidak dapat memisahkan senyawa-senyawa yang mempunyai ukuran
hampir sama. Perbedaan pada kromatografi gel adalah prinsip pemisahan yang berbeda
denganyang digunakan metode kromatografi lain. Konsep factor pemisahan α, dan
factor kapasitas k’ tidak bisa digunakan. Susunan fasa gerak juga relative tidak penting pada
kromatografi gel.Pengelompokkan berbagai penggunaan kromatografi gel biasanya dibagi
dalam dua teknik yaitu teknik filtrasi gel (pelarut air) dan kromatografi permeasi gel (pelarut
oragnik).
Pemisahan dalam kromatografi gel sebagian besar ditentukan oleh jenisfasa diam yang
digunakan. Oleh karena itu, pemilihan gel atau fasa diam untuk suatu pemisahan merupakan
langkah penting.Fasa diam yang digunakan untuk kromatografi gel merupakan bahandalam
ukuran pori berbeda-beda dimana setiap ukuran cocok untuk pemisahansenyawa yang tertentu
berat molekulnya. Kebanyakan dengan kromatografi permeasi gel digunakan fasa diam
polistirena berpori yang mempunyai ikatansilang divinil benzena. Poragel dan Bio-Bead dapat
untuk memisahkan senyawayang relative kecil sampai dengan berat molekul sekitar 20.000.
Styragel untuk memisahkan senyawa besar dengan berat molekul 20 juta. Gel vinil asetat
berporiserupa dengan gel polistirena, tetapi untuk senyawa dengan berat molekul
rendah.Merkogels pori kecil lebih baik digunakan untuk pemisahan senyawa dengan berat
molekul kurang dari 2000, dan kurang dari sejuta.
Gambar 9. Animasi proses pemisahan melalui GPC
Pemisahan GPC didasarkan pada ukuran atau volume hidrodinamik (jari-jari rotasi) dari
analit. Ini berbeda dari teknik pemisahan lain !ang tergantung pada interaksi kimia atau fisik
untuk memisahkan analit. Pemisahan terjadi melalui penggunaan manik-manik berpori yang
dikemas dalam kolom. Analit yang berukuran lebih kecil bisa masuk ke pori-pori lebih mudah
dan karena itu menghasilkan waktu lebih lama di dalam pori-pori, sehingga meningkatkan
waktu retensi . sebaliknya analit yang berukuran lebih besar menghasiskan waktu yang lebih
15
sedikit jika setiap saat dalam pori-pori dan dielusi dengan cepat. Semua kolom memiliki
beerbagai berat molekul yang dapat dipisahkan .jika analit berukuran terlalu besar atau terlalu
kecil maka akan naik tidak dipertahankan atau benar-benar dipertahankan masing-masing.
Analit yang tidak dipertahankan dielusi dengan volume bebas di luar partikel ( Vo ), sementara
analit yang benar-benar dipertahankan dielusi dengan volume pelarut dalam pori-pori ( Vi ) .
Volume total ditentukan oleh persamaan berikut, dimana Vg adalah volume gel polimer dan Vt
adalah total volume : = + +seperti dapat disimpulkan, ada berbagai berat molekul tertentu yang dapat dipisahkan dengan
setiap kolom dan karena ukuran pori-pori untuk kemasan harus dipilih sesuai dengan kisaran
berat molekul analit yang akan dipisahkan . untuk pemisahan polimer ukuran pori harus pada
urutan polimer sedang dianalisis . jika sampel memiliki rentang berat molekul yang luas
mungkin perlu untuk menggunakan beberapa kolom GPC bersama-sama satu sama lain agar
semua sample terelusi seluruhnya.
Dalam kromatografi gel, tidak seperti pada kromatografi cairan lainnya,fasa gerak tidak
diubah – ubah untuk mengatur resolusi. Fasa gerak dipilih dengankekentalan rendah pada suhu
pemisahan ( supaya harga N tinggi ) dan untuk melarutkan cuplikan. Fasa gerak dengan
kekentalan rendah itu mempunyai titik didih sekitar 25-50°C diatas suhu kolom. Jika cuplikan
sukar larut, fasa gerak dipilih supaya dapat melarutkan cuplikan.Jika digunakan detector
refraktometer, fasa gerak dipilih dengan indeksrefraksi optimum. Jika diperlukan kepekaan
detector maksimum, indeksrefraksifasa gerak harus berbeda besar dengan indeks refraksi
cuplikan.Pengaruh fasa gerak pada fasa diam yang tak kaku untuk kromatografi gelharus
dipertimbangkan. Berbagai gel untk kromatografi permeasi gel dapat tahanterhadap berbagai
pelarut organic, tetapi ada perkecualian untuk aseton danalcohol tidak boleh digunakan dengan
fasa diam polistirena.
Tabel 2 Contoh data percobaan dengan GPC
16
Pengolahan data dilakukan dengan data kromatogram dicatat dan diolah secara elektronik
dengan menggunakan perangkat lunak BASELINE 810 dari WATERS. BM dihitung dengan
cara membandingkan BM sampel standar. Berikut adalah hasil pengolahan data dari hasil GPC.
Gambar 10 Hasil kromatogram
17
KESIMPULAN
Dari makalah yang telah di buat ini maka dapat disimpulkan bahwa alat uji untuk
polimer terdiri dari beberapa macam, diantaranya yaitu :
1. Alat uji impact, yaitu pengujian suatu bahan polimer dengan menggunakan
pembebanan yang cepat (rapid loading).
2. Fourier Transform Infra Red (FTIR), yaitu metode untuk mengetahui kandungan
dari suatu senyawa dengan menggunakan aplikasi interferometer.
3. Kromatografi Permeasi Gel (GPC), yaitu pengujian bahan polimer dengan metode
berdasarkan pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa.
18
DAFTAR PUSTAKA
Lusianti, R. Rani. 2013. “Uji Impak”. Politeknik Negeri Bandung, Jawa Barat
Ratnawati, Nursanti A. 2012. “Kromatografi Permeasi Gel” Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta
Satria, Satria. 2012. “Teknik Kromatografi Permeasi Gel (GPC)”. Samudra Ilmu Institut,
Jakarta
Sunardi. 2011. “Kajian Spektroskopi FTIR, XRD dan SEM Kaolin Alam”. Studi Kimia,
FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru
Yuniari, Arum. 2012. “Spektrocoskopi FTIR dan Sifat Mekanik”. Balai Besar Kulit, Karet dan
Plastik, Yogyakarta