Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

35
REFERAT OBSTRUCTIVE JAUNDICE EXTRAHEPATIC Disusun oleh: Ricky Marasi Tambunan 0761050161 Pembimbing : Prof. Dr. J. Boas Saragih, DTM & H SpPD KGEH Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Periode 20 Februari 2012 – 14 April 2012

Transcript of Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

Page 1: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

REFERAT

OBSTRUCTIVE JAUNDICE EXTRAHEPATIC

Disusun oleh:

Ricky Marasi Tambunan

0761050161

Pembimbing :

Prof. Dr. J. Boas Saragih, DTM & H SpPD KGEH

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Periode 20 Februari 2012 – 14 April 2012

JAKARTA

2012

Page 2: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih

setia-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul “Obstructive jaundice

Ekstrahepatic”. Referat ini saya susun untuk melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit

Dalam RS PGI Cikini.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. J. Boas Saragih, DTM & H SpPD KGEH,

yang telah membimbing dan mengajarkan saya dalam mengetahui penyakit-penyakit yang

terdapat dalam Ilmu penyakit dalam khususnya dalam bidang Gastro-Hepatologi sehingga dapat

membantu saya menyusun referat ini.

Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini. Oleh

karena itu, saya menerima segala kritik dan masukan dengan tangan terbuka dan memohon

maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dalam tugas referat yang telah saya buat ini.

Akhir kata saya berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak

yang ingin mengetahui tentang “Obstructive Jaundice Extrahepatic”.

Jakarta, Maret 2012

Penyusun

Page 3: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

PENDAHULUAN

Ikterus merupakan perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya (membrane

mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat

kadarnya dalam sirkulasi darah 1. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin

heme, akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus atau jaundice sendiri berasal

dari bahasa Jaune yang berarti kuning. Ikterus sendiri sebaiknya diperiksa di bawah

cahaya terang siang hari dengan melihat sclera mata. Ikterus yang ringan dapat dilihat

paling awal pada sclera mata. Untuk memahami tentang ikterus, perlu diketahui lebih

dulu tentang tahapan metabolisme bilirubin di dalam tubuh yang berlangsung dalam

tiga fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik, walaupun diperlukan penjelasan

akan adanya fase tambahan dalam tahapan metabolisme bilirubin. Terlihat atau

tidaknya ikterus sangat tergantung dari pigmentasi dan warna kulit seseorang karena itu

sebaiknya menggunakan istilah hiperbilirubinemia yang lebih objektif 2. Ikterus harus

dibedakan dari karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang disebabkan asupan

berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandung pigmen lipokrom,

misalnya wortel, papaya, dan jeruk. Pada karotenemia warna kuning tampak terutama

pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya, dan sclera pada karotenemia tidak

kuning. Ikterus harus dibedakan dengan kolestasis, dimana biasanya kolestasis disertai

dengan ikterus. Kolestasis sendiri adalah hambatan aliran empedu normal untuk

mencapai duodenum atau yang disebut dengan jaundice obstruktif. 2

Fase Prahepatik : pembentukan bilirubin dan transpor plasma, Fase Intrahepatik : Liver

uptake, Konjugasi, Fase Pascahepatik: Eksresi Bilirubin.

Fase Prahepatik:

1. Pembentukan bilirubin. Sekitar 250-350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg

berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah

merah yang matang dan 20-30% datang dari protein heme. Sebagian dari protein

Page 4: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

heme dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan

enzim hemooksigenasi. Enzim lain biliverdin reduktasi merubah biliverdin

menjadi bilirubin. 1,2

2. Transport Plasma

Bilirubin tidak larut dalam air, sehingga bilirubin yang tidak terkonjugasi ini akan

larut di transportnya dalam plasma dan terikat dengan albumin dan tidak dapat

melalui membrane glomelurus, sehingga tidak muncul di dalam air seni. Ikatan

melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti

antibiotika teretntu bisa bersaing untuk berikatan dengan albumin. 1.2

Fase Intrahepatik

3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati dengan

bantuan protein pengikat seperti ligandin atau protein Y. Pengambilan bilirubin

melalui transport aktif dan berjalan cepat. 1

4. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam hati mengalami konjugasi

dengan asam glukoronik dengan bantuan enzim UDP glukoronil transferase

membentuk mono glukoronida dan kemudian menjadi bilirubin diglukuronida

atau bilirubin konjugasi atau bilirubin direk. Konjugasi harus dilakukan agar

bilirubin dapat diekskresi melalui membrane kanalikular ke dalam empedu

dengan perantaraan suatu protein MRP2 (Multi Drug Resistance Associated

Protein2). Sintesa enzim UDP glukoronil transferase dikode oleh kompleks gen

UGP1. Mutasi pada kompleks ini akan menimbulkan penyakit herediter dengan

gangguan konjugasi. 1,2

Fase Pascahepatik

5. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama

bahan lainnya. Anion organic lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses ini.

Di dalam usus flora bakteri men “dekonjugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi

sterkobilinogen dan mengeluarkan sebagian besar ke dalam tinja yang member

warna cokelat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan

Page 5: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat

mengeluarkan diglukoronida tetapi tidak bilirubin unkonjugasi. 1

Berdasarkan jenis bilirubin yang meningkat dalam darah, hiperbilirubinemia dibagi

menjadi tiga yaitu hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi, hiperbilirubinemia terkonjugasi,

dan hiperbilirubinemia campuran.

KELAINAN METABOLISME BILIRUBIN YANG MENYEBABKAN HIPERBILIRUBINEMIA TAK

TERKONJUGASI

Peningkatan produksi Bilirubin

Hemolisis. Hiperbilirubinemia karena hemolisis murni biasanya ringan dan kadar

bilirubin totalnya tidak lebih dari 4 mg%. Bila didapatkan kadar bilirubin lebih dari itu

umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi hati dan hemolisis.

Penurunan Klirens Bilirubin

Gangguan uptake bilirubin, adalah salah satu contoh gangguan uptake bilirubin adalah

sindrom Gilbert, dimana pada sindrom ini terjadi gangguan uptake bilirubin dan juga

gangguan konjugasi.

Gangguan Konjugasi Genetik

KELAINAN METABOLISME BILIRUBIN YANG MENYEBABKAN HIPERBILIRUBINEMIA

TERKONJUGASI

Gangguan fungsi klirens bilirubin yang bersifat familial

Page 6: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

HIPERBILIRUBINEMIA TERKONJUGASI YANG DIDAPAT

PEMBAGIAN IKTERUS MENURUT LOKASI PENYEBABNYA

Ikterus prahepatik : akibat bahan pembentuk bilirubin yang berlebihan

Ikterus hepatic : gangguan uptake bilirubin, sindrom gilbert, obat-obatan,ganggguan

konjugasi, sindrom crigler-najar, gangguan transport (hepatitis, sirosis, obat-obatan),

gangguan ekskresi (sindrom dubin Johnson, sindrom Rotor, bening Recurrent

Intrahepatic Cholestasis, Progressive Familial Intrahepatic Cholestasis. Ikterus Kolestatik

: Hambatan pada kanlikuli biliier; obat-obatan; hambatan pada duktuli: genetic, sirosis

bilier primer; Hambatan pada saluran empedu: batu empedu, tumor pancreas, dan

tumor ampula vateri.

Page 7: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

OBSTRUCTIVE JAUNDICE EXTRAHEPATIC

Causes 3

1. Batu Empedu

Epidemiologi

Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan makin bertambah dengan

meningkatnya usia prevalensi batu empedu bervariasi secara luas diberbagai Negara

dan diantara kelompok-kelompok etnik yang berbeda pada satu Negara. Rasio

penderita wanita terhadap pria yaitu tiga banding satu pada kelompok usia dewasa

masa reproduktif dan menjadi kurang dari dua banding satu pada usia di atas 70 tahun,

hal ini karena estrogen endogen yang menghambat konversi enzimatik dari kolesterol

menjadi asam empedu sehingga menambah saturasi kolesterol dari cairan empedu.

Progesteron juga menyebabkan gangguan pengosongan kandung empedu dan bersama

Page 8: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

estrogen meningkatkan litogenesi (pembentukan batu di kanalikuli) cairan empedu pada

kehamilan

Faktor resiko untuk batu empedu adalah

Bahan utama yang terkandung dalam cairan empedu adalah asam empedu (80%),

fosfolipid dan kolesterol yang tidak teresterifikasi(4%). Fosfolipid akan terhidrolisis di

dalam usus dan tidak ikut serta dalam siklus entero-hepatik. Sebaliknya asam empedu

akan masuk ke dalam siklus enterohepatik kecuali asam litokolat. Beberapa asam

empedu yang utama adalah asam kolat (cholic acid) dan chendodeoxycholic acid). Asam

empedu adalah molekul menyerupai deterjen, yang dapat melarutkan substansi yang

pada dasarnya tidak larut dalam air seperti kolesterol, pada konsentrasi milimolar,

molekul asam empedu akan beragregasi membentuk agregat yang disebut dengan

misel. Kelarutan suatu kolesterol dalam cairan empedu tergantung pada perbandingan

antara asam empedu dan lesitin, dimana apabila terjadi perbandingan yang tidak

normal akan menyebabkan presipitasi Kristal-kristal kolesterol dalam cairan empedu

sehingga menjadi suatu factor awal terbentuknya batu kolesterol.

Page 9: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

BATU KOLESTEROL

1. Supersaturasi kolesterol terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang berlebihan,

atau karena hiposekresi asam empedu. Faktor resiko hipersekresi kolesterol

bilier antara lain obesitas, kadar estrogen yang meningkatkan lipoprotein B dan E

sehingga uptake kolesterol hepar meningkat. Progesteron yang tinggi juga akan

menghambat konversi kolesterol menjadi kolesterol ester, kehilangan berat

badan dalam waktu cepat (sehingga terjadi mobilisasi kolesterol jaringan) dan

genetic.

2. Nukleasi Kolesterol. Terbentuknya Kristal kolesterol monohidrat penting dalam

terbentuknya batu kolesterol. Beberapa protein yang berperan dalam nukleasi

kolesterol antara lain musin, Alpha 1-acid glycoprotein, Alpha 1

antichymotrypsin, dan fosfolipasi C. Protein-protein ini diduga mempercepat

kristalisasi kolesterol dengan membentuk vesikel kolesterol multilamelar yang

mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mengkristal.

3. Disfungsi Kandung Empedu

Disfungsi yang dimaksud disini antara lain perubahan epitel mukosa kandung

empedu dan dismotilitas kandung empedu sehingga menyebabkan kontraksi

kandung empedu yang tidak baik dan menyebabkan stasis empedu. Beberapa

hal lain yang berhubungan dengan hipomotilitas kandung empedu juga antara

lain adalah nutrisi parenteral total yang berkepanjangan, cedera medulla

spinalis, kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, dan DM. Selain itu dapat juga

terbentuk lumpur bilier, yaitu suatu suspense yang terbentuk dari presipitat

kalsium bilirubinat, Kristal-kristal kolesterol dan mucus, adanya lumpur bilier ini

sendiri menandakan adanya dua abnormalitas yaitu keseimbangan sekresi dan

eliminasi musin yang terganggu.

Page 10: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

BATU PIGMEN

Batu pigmen adalah batu saluran empedu dengan kadar kalsium bilirubinat yang

bermakna dan <50% kolesterol. Ada dua jenis batu pigmen yaitu batu pigmen hitam dan

batu pigmen cokelat. Batu pigmen hitam tersusun oleh kalsium bilirubinat, kalsium

karbonnat, kalsium fosfat, glikoprotein musin dan sedikit kolesterol, batu ini terbentuk

berdasarkan konsep pengendapan bilirubin. Faktor resiko yang menyebabkan

terbentuknya batu pigmen hitam antara lain hemolisis, sirosis hepatis, dan usia tua.

Batu pigmen cokelat berbeda dengan batu pigmen hitam, dimana batu ini terbentuk di

saluran empedu, bahkan setelah kolesistektomi. Berbeda dengan batu pigmen hitam,

batu pigmen cokelat memiliki lebih banyak komposisi asam lemak bebas, dan diduga

pembentukan batu pigmen cokelat ini terutama akibat infeksi dan stasis.

Hanya sekitar 20-25 % orang dengan batu empedu memiliki gejala yang bisa

menandakan bahwa terdapat batu empedu di dalam tubuhnya. Batu empedu biasanya

ditemukan secara tidak sengaja saat dilakukan USG abdomen dan tetap asimptomatik

pada hampir 80% dari kasus. Gejala pasien dengan batu empedu adalah hampir selalu

terdapatnya kolik bilier. Sekitar 10% pasien dengan batu empedu bermanifestasi dengan

gejala kolesistitis, terdapatnya jaundice obstruktif, dan pancreatitis. Kolik bilier berasal

dari obstruksi dari duktus sistikus ataupun duktus koledokus (CBD). Akibat adanya

sumbatan oleh batu terjadilah distensi dari viscus sehingga menyebabkan nyeri visceral

yang sangat sakit, atau perut yang terasa penuh pada bagian epigastrium atau pada

bagian kuadran kanan atas abdomen, yang dapat menjalar sampai ke daerah scapula

atau bahu sebelah kanan. Nyeri kolik bilier tersebut biasanya timbul mendadak dan bisa

terus bertahan sampai 15 menit sampai 5 jam. Beberapa pasien mengalami nyeri

setelah makan makanan berlemak dan beberapa pasien lain mengatakn bahwa nyeri

tersebut tidak berhubungan dengan apa yang dia makan sebelumnya. Apabila gejala

pasien dengan batu empedu simptomatik ini ditandai dengan episode nyeri bilier kurang

dari lima jam disebut uncomplicated. Sedangkan jika nyeri bilier ini tetap berlangsung

Page 11: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

sampai lima jam dengan penemuan klinis atau laboratories yang menunjukan gejala

kolesistitis, ataupun gejala komplikasi lain disebut dengan complicated gallstone

disease.

Laboratory and Imaging Studies 7

Hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis batu empedu :

1. Ultrasonography—

USG merupakan pemeriksaan method of choice untuk mendiagnosis batu empedu. USG

dilakukan di kuadran kanan atas dan memiliki sensitivitas 95% untuk mendeteksi batu

empedu dengan diameter 1,5 mm atau lebih. Karakteristik dari batu empedu adalah

didapatkanya suatu gambaran ekogenik dengan akustik shadow di dalam lumen kantung

empedu yang bergerak sesuai dengan gravitasi sesuai dengan posisi pasien.

Page 12: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

Adanya mobilitas –focus echogenic yang sesuai dengan gravitasi ini memudahkan untuk

membedakan batu empedu dengan polip di kantung empedu ataupun keganasan. USG

juga dapat memberitahukan informasi tentang ukuran dari kantung empedu, ada atau

tidaknya penebalan dinding kantung empedu, cairan pericholecystic (tanda kolesistitis).

Apabila terdapat dilatasi dari saluran empedu hal tersebut akan mengarahkan ke

obstruksi pada saluran empedu, dimana jika batu tersebut terdapat di duktus

koledokus, USG hanya memiliki sensitivitas yang rendah sampai sedang.

2. Computed tomography (CT)

Penggunaan CT scan biasnaya berguna untuk mendeteksi batu empedu, terutama yang

telah mengalami kalsifikasi, namun pemeriksaan ini lebih mahal dan memiliki paparan

yang tinggi terhadap radiasi. Pemeriksaan ini lebih tepat digunakan untuk mendapatkan

visualisasi dari sistem biliaris jika kita mencurigai terdapatnya obstruksi di saluran

bilier.CT is occasionally useful

Page 13: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

3. Magnetic resonance imaging (MRI) and cholangiopancreatography

(MRCP)—

Penggunaan MRI tidak direkomendasikan untuk screening pada batu empedu, namun

pemeriksaan ini berguna untuk mendapatkan visualisasi pada duktus pankreatikus dan

dukutus biliaris. Sensitivitasnya dalam pedekteksian batu saluran empedu mencapai

85% dan bisa digunakan sebagai alternative dari ERCP sebagai screening praoperatif

untuk menyingkirkan batu saluran empedu pada pasien yang akan menjalani prosedur

cholecystectomy laparoscopic.

4. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography

(ERCP)—

ERCP kurang berguna untuk mendeteksi batu di kantung empedu, namun merupakan

suatu method of choice untuk mendeteksi batu di saluran empedu. Tidak seperti MRI,

ERCP memiliki nilai diagnostic dan terapeutik untuk mendapatkan visualisasi dan

ekstraksi dari batu saluran empedu. Diagnosis dengan menilai papilla vateri, membuat

kolangiografi dan biopsi. Tindakan terapi dapat dilakukan dengan sphinkterektomi,

pemasangan endprotehese/stent atau nasobilier drainage. Dengan ERCP keperluan

untuk melakukan eksplorasi koledokus menurun. Kendalanya adalah membutuhkan

keterampilan khusus dan memerlukan fasilitas radiologi. Alat ini bersifat invasive. 1,2,3

Page 14: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

5. PTC

Percutaneous Transhepatic Cholangiography biasanya dilakukan jika ERCP dan MRCP

tidak dapat dilakukan atau gagal. Selain untuk diagnosis dapat dilanjutkan sebagai

drainase eksterna yaitu PTBD (Percutaneous Transhepatic Biliary Drainage)

6. Endoscopic ultrasound—

Merupakan metode yang paling sensitive dalam mendeteksi batu di daerah ampula.

7. Hepatobiliary scintigraphy—

Merupakan suatu metode imaging diagnostic radionuclide untuk mengevaluasi fungsi

hepatoselular dan keadaan sistem biliaris dengan menilai produksi dan aliran cairan

empedu dari hepar menuju sistem biliaris sampai ke usus kecil. Pemeriksaan ini tidak

terlalu berperan dalam mendeteksi batu empedu ataupun colesistitis, tetapi lebih

berguna untuk mendeteksi obstruksi di duktus sistikus .

2. Koledokolitiasis

Berjalannya batu empedu dari ke dalam CBD terjadi pada 10-15% pasien dengan batu

empedu. Kebanyakan dari batu tersebut adalah batu kolesterol yang berasal dari

kantung empedu. Batu yang berasal dari duktus biliaris biasanya adalah batu pigmen,

kecuali pada pasien dengan defect pada gen ABCB4 dimana menyebabkan terbentuknya

batu kolesterol di duktus biliaris akibat adanya sekresi fosfolipi’d. Pasien dengan

obstruksi CBD oleh batu biasanya mengeluhkan nyeri bilier, seperti pada obstruksi

duktus sistikus, dan terkadang diikuti dengan jaundice. Pasien dengan obstruksi memiliki

peningkatan kadar liver enzyme ALT dan AST pada fase akut, dan akhirnya menurun

meskipun obstruksi tetap berlangsung, selain itu juga akan terjadi peningkatan enjim

Alkaline phospatase, peningkatan bilirubin dan akhirnya terjadilah jaundice. Pada kasus

ini penggunaan transcutaneous abdominal ultrasonography kurang bermanfaat,

Page 15: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

pemeriksaan laboratorium sakngat penting untuk mendapatkan diagnosis diferensial

dalam situasi ini. Pemeriksaan yang bermanfaat pada kasus ini adalah ERC (Endoscopic

Retrograde Cholangiography), selain itu juga dapat digunakan Endosonography atau

MRC terutama pada batu yang kecil (<5mm) dan batu di ampula.

3. Kolesistitis Akut

Kolestistitis akut merupakan inflamasi dari dinding kantung empedu yang biasanya

didahului oleh adanya batu yang menyebabkan obstruksi dari duktus sistikus. Respons

inflamasi ini dapat berupa : (1) inflamasi mekanik yand disebabkan oleh peningkatan

tekanan intraluminal dan distensi sehingga terjadi iskemia dari mukosa dan dindind

kantung empedu (2) Inflamasi kemis yang disebabkan oleh pelepasan lysolecithin

(akibat aktivase phospolipase pada lecithin di cairan empedu) dan factor local lainnya (3)

inflamasi bacterial, dimana berperan pada 50-80% pasien dengan kolesistitis akut.

Organisme yang paling sering menyebabkan hal tersebut yang berhasil diisolasi pada

kultur cairan empedu antara lain Eschericia coli, Klebsiella spp, Streptococcus spp, dan

Clostridium spp. 4

Gejala dari Kolesistitis akut adalah adanya nyeri bilier yang semakin parah, pada 60-70%

pasien mengalami nyeri sebelumnya dan menghilang secara spontan. Namun pada

serangan selanjutnya, nyeri semakin hebat di perut kanan atas. Biasanya pada. Selain itu

juga dapat timbul demam low-grade, pada pemeriksaan perut kanan atas akan teraba

lunak, dan pada 20-50% pasien kantung empedu yang keras dan membesar dapat

teraba. Pada beberapa pasien saat menarik napas atau batuk juga dapat menyebabkan

sakit (Murphy sign). Mirizzi’s syndrome yaitu suatu komplikasi yang jarang terjadi

dimana suatu batu empedu yang impacted (tersumbat) di duktus sistikus atau di leher

kandung empedu sehingga menyebabkan kompresi dari CBD (Common Bile Duct) dan

menyebabkan obstruksi dari CBD dan jaundice.

Page 16: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

4 Kolesistitis Kronik.

Inflamasi kronik dari dinding kandung empedu biasanya selalu berhubungan dengan

terdapatnya batu empedu akibat dari kolesistitis akut atau subakut atau dari iritasi

mekanik akibat batu empedu.

5. Kolangitis

Infeksi dari traktus biliaris yang dapat bersifat akut ataupun kronik dan gejala yang

timbul akibat inflamasi yang terjadi, dimana penyebab utamanya antara lain adanya

obstruksi dari aliran cairan empedu. 75% pasien dengan kolangitis akut memiliki bakteri

pada kultur cairan empedunya. Karakteristik dari kolangitis akut adalah adanya nyeri

bilier, jaundice, dan demam spiking (tinggi ) disertai dengan menggigil (Charcot’s triad).

Pada kultur darah biasanya didapatkan hasil positif dan disertai dengan leukositosis.

6. Kelainan Kongenital

- Atresia Bilier dan Hypoplasia. Gambaran klinis dari atresia bilier dan hypoplasia ini

adalah timbulnya jaundice obstruktif pada awal bulan kehidupan seseorang, dengan

faeces yang pucat. Ketika atresia bilier dicurigai berdasarkan gejala klinis, laboratorium,

dan gambaran radiologi, diagnosis dipastikan dengan dilakukannya eksplorasi bedah dan

cholangiography operatif. Sekitar 10% kasus atresia bilier dapat diobati dengan roux en

Y choledochojejunostomy, dengan prosedur Kasai (Hepatic protoensterotomy) dengan

harapan agar dapat mengembalikan aliran cairan empedu.

- Choledocal Cyst. Dilatasi duktus sistikus kongenital

- Congenital Biliary Ectasia. Dilatasi dari duktus intrahepatic disertai radikula mayor

intrahepatic (Caroli’s disease), inter dan intralobular duktus (Congenital Hepatic Fibrosis)

atau keduanya.

Page 17: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

7. Carcinoma Ampula Vater

Carcinoma dari ampula Vater , merupakan tumor malignant yang jarang, berasal dari 2

cm bagian distal akhir dari CBD, dimana ia akan melewati dinding duodenum dan

ampula papil.

CBD akan bersatu dengan duktus pankreatikus Wirsung yang membentuk suatu channel

yang keluar melalui ampula ke duodenum. Bagian distal dari CBD melebar (membentuk

ampula Vater) dan dikelilingi spinchter Oddi. Carcinoma ampulla Vater ini timbul

biasanya diawali oleh obstruksi traktus bilier. Carcinoma ini lebih banyak pada laki-laki.

Carcinoma pada ampula vater biasanya berupa adenocarcinoma. Pada separuh kasus

tumor ampula vater juga disertai dengan metastasis ke lymph node. Pada review 118

adenocarcinoma di daerah biliopancreatic, tipe adenocarcinoma ini memiliki prognosis

yang lebih buruk daripada carcinoma duodenum.

8. Tumor Kantung Empedu (Carcinoma of the Gallblader)

Carcinoma kantung empedu merupakan neoplasma yang jarang, muncul pada pasien

tua. Pada 70% kasus berhubungan dengan batu empedu, dan resiko tersebut

berhubungan dengan lamanya batu empedu tersebut berada. Angka kejadian tumor ini

dua kali lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki. Kebanyakan tumor primer ini

merupakan adenokarsinoma.

Page 18: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

9. Tumor Saluran Empedu (Tumor of the Bile Duct)

Pada tumor duktus bilier primer tidak berhubungan dengan riwayat kolelitiasis dan

angka kejadian pada wanita disbanding laki-laki sama. Kebanyakan tumor ini berupa

adenokarsinoma yang terletak di dalam hepar atau di CBD.

10. Tumor Usus Halus

Benign : polip adematosa ataupun villous. Selain itu juga terdapat Polypoid hamartoma

yang bersifat soliter. Pada polip jenis ini jarang menimbulkan keganasan. Selain itu juga

terdapat Familial adenomatous polyposis yang ditandai dengan polip intestinal dan

colon yang multiple. Polip jenis ini memiliki kecenderungan untuk menjadi ganas.

Malignant :

- Adenocarcinoma

- Gastrointestinal Stromal Tumor. Tumor yang berasal dari jaringan mesenkim,

15% penyebab keganasan di usus halus.

11. Tumor Pankreas

Tumor pancreas merupakan kanker yang paling sering nomer dua dalam keganasan

gastrointestinal dan penyebab keempat dalam kematian yang terkait kanker. Rate 5 –

years survival nya kurang dari 4%. Penyakit ini lebih sering muncul pada laki-laki

dibanding wanita. Tumor ini jarang timbul sebelum usia 45 tahun, namun insidennya

meningkat setelah usia 70 tahun. Tumor pancreas berasal dari tiga tipe sel epitel yang

ditemukan di pancreas, yaitu sel acinar, sel ductal, dan sel endokrin. Kebanyakan tumor

(90%) berasal dari sel ductal. Sekitar 70% tumor duktal terletak di caput pancreas.

Manifestasi klinis yang paling sering pada pasien dengan tumor pancreas :

Page 19: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

12. Trauma dan Striktur

Timbulnya strikutr pada duktus biiliaris ekstrahepatik disebabkan oleh trauma bedah

yang terjadi pada 1 dari 500 cholecystotomies. Striktur dapat muncul dengan kebocoran

bilirubin atau pembentukan abses setelah operasi atau dengan obstruksi bilier atau

kolangitis sampai dua tahun sejak trauma. Diagnosis dapat ditegakan dengan PCT

(Percutaneous Cholangiography ataupun dengan Endoscopic Cholangiography).

13. Kolangitis Sklerosing Primer (Primary Sclerosing Cholangitis)

Suatu peradangan kronik saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik yang ditandai

dengan fibrosis, striktur, dan obliterasi saluran empedu. Prevalensi penyakit ini adalah

6-8 kasus/100.000 penduduk dan 70% dari penderitanya adalah laki-laki dengan usia

antara 24-45 tahun. Pada penderita penyakit ini ditemukan factor imunologis yaitu

dijumpai beberapa antibody pada penderita yaitu ANCA (Antineutrophil Cytoplasmic

Antibodies) sebanyak 65-84%, Anticardiolipin antibodies 66%, Antinuclear antibodies

(ANA) 53%, dan Antiendothelial cell antibody (AECA) >35%. Selain itu juga ditemukan

Antimitochondrial autoantibodies (AMA) dan antismoothmuscle antibodies (ASMA)

dengan frekuensi yang rendah pada penderita penyakit ini. PSC diduga berhubungan

dengan factor genetic Human Leucocyte Antigen (HLA)

Pada penyakit ini pemeriksaan yang merupakan goal standard adalah dengan ERCP/PTC

dimana dapat dilihat kelainan khas pada saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik

Page 20: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

yaitu iregularitas yang difus, striktur multiple dan stenosis berbagai ukuran. Apabila

pasien tidak dapat diperiksa dengan ERCP atau PTC maka dapat digunakan MRC, hanya

saja apabila menggunakan MRC tidak dapat menggambarkan saluran-saluran empedu

segmental intrahepatik jika tidak melebar.

Tabel Evaluasi Diagnostik Duktus Biliaris 5

Page 21: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

PENATALAKSANAAN

Tindakan Umum

Tirah baring, pemberian cairan intravena, diet ringan tanpa lemak dan menghilangkan

nyeri dengan obat analgetik9.

Antibiotika

Diberikan antibiotic untuk mengobati septicemia dan mencegah peritonitis dan

empiema9.

TERAPI NON BEDAH

Litolisis dengan asam empedu peroral

Dapat digunakan dua asam empedu yaitu AKDK (Asam Kenodeoksikolat) dan AUDK

(asam ursodeoksikolat) untuk pelarutan batu empedu. Kedua asam empedu ini akan

menkan sintesis kolesterol di hati dengan menghambat hidroksi metal glutaril CoA

(HMG-CoA) reduktase dan meningkatkan aktivitas dari 7a-Hidroksilase untuk

meningkatkan sintesis asam empedu. Dosis yang digunakan adalah 8-12 mg/kgBB/hari.

Batu yang dapat diterapi adalah batu kolesterol non kalsifikasi di dalam kandung

empedu dengan diameter <5mm.

Terapi pelarutan secara kontak

Solven (Bahan pelarut) yang dapat melarutkan kolesterol dimasukan langsung ke dalam

kandung empedu secara perkutan dengan dituntun oleh USG. Solven yang digunakan

adalah MTBE (Metil Terbutil Etan) dan melarutkan kolesterol dalam satu sampai tiga

hari. Bisa digunakan pada batu kolesterol kecil tanpa kalsifikasi. Namun saat ini terapi ini

sudah ditinggalkan

Page 22: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

ESWL (Extracorporal Shock Wave Lithotrypsi)

Metode ini mengkombinasikan dua cara yakni terapi oral asam empedu dan fragmentasi

batu empedu. Dengan ESWL akan menghasilkan gelombang dengan amplitude tinggi

dan menghasilkan fragmen-fragmen batu kecil <3 mm sehingga dapat melalui duktus

sistikus dan suktus koledokus dan dibuang ke duodenum.

TERAPI BEDAH

Penyakit sistem bilier yang sering membutuhkan intervensi bedah adalah hambatan

saluran ekstrahepatik, misalnya berupa batu atau tumor yang menekan saluran.

Prabedah

Dilakukan drainage pra bedah untuk menurunkan tekanan intrabilier. Cairan empedu

dapat dikeluarkan dengan drainase eksterna (T-Tube, PTBD, kolesistotomi).

Saat Bedah

Dilakukan drainase dengan meletakan T-Tube di duktus koledokus atau kolesistostomi.

Dilakukan bila keadaaan umum buruk, ada gangguan fungsi hemostasis, infeksi berat,

ataupun tumor yang tidak dapat direseksi atau di bypass.

Page 23: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

Percutaneous Therapy

Percutaneous Therapy ini dapat dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi, dimana

apabila dilakukan intervensi bedah berhubungan erat dengan peningkatan angka

morbiditas maupun mortalitas. Pendekatan dengan Percutaneous Therapy menjadi

pilihan yang lebih aman daripada pembedahan yang bersifat invasive. Percutaneous ini

dapat mencapai kantung empedu melalui dua rute : transperitoneal dan transhepatic.

Namun yang lebih mudah adalah melalui rute transhepatic. Ada dua jenis tindakan yang

dapat dilakukan dengan metode ini yaitu Percutaneous cholecystolithotomy yang

membuat suatu puncturing di dalam kantung empedu, kemudian mengangkat semua

batu empedu dengan chole cystoscope. Prosedur ini lebih menguntungkan karena

semua batu empedu dapat diangkat dengan cepat. Cara kedua adalah Percutaneous

cholelithotripsy jika batu empedu terlalu besar untuk diangkat dapat dilakukan

disintegrasi dengan : ultrasonic lithotripter, electrohydraulic lithotripter dan YAG laser. 7,8

Bypass Biliodigestive yaitu bila tumor tidak dapat direseksi atau pada batu dengan

duktus koledokus yang fibrotic, pasase ke distal tidak lancer, batu intrahepatik, batu

berupa lumpur. Yang sering dilakukan adalah Roux-en-Y koledoko jejunostomi. 7,8

Page 24: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

Whipple Procedure Pancreaticoduodenoctomy.

Dimana kantung empedu, CBD, sebagian duodenum dan kepala pancreas diangkat.

Ada beberapa variasi Whipple procedure:

Standard Whipple with lymph node dissection:

Page 25: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

Radical Whipple with lymph node dissection

Pylorus Preserving – preservasi dari pylorus

Klasik – 40% bagian dari gaster diangkat

Page 26: Obstructive Jaundice Extrahepatic Ricky

DAFTAR PUSTAKA

1. McPhee, Steven, et al. 2009. Current Medical Diagnosis and

Treatment. 48th Edition. United States of America : The McGraw Hill

Companies.

2. Sujona, Hadi, et al. 1983. Gastroenterologi. Edisi 3. Bandung : Alumni

3. Sulaiman ,Ali, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid

I. Editor : Aru W Sudoyo,Jakarta : Interna Publishing.

4. Price, Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2002. Patofisiologi - Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit Buku I. Edisi 4. Jakarta : EGC.

5. Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrison’s Principle of Internal

Medicine. 17th Edition. New York : The McGraw Hill Companies.

6. Sibuea, Herdin W, Marulam M Panggabean, S.P. Gultom. 2005. Ilmu

Penyakit Dalam. Cetakan ke II. Jakarta : Rineka Cipta.

7. Nurman,Achmad, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi 1.

Editor: Sulaiman Ali,Jakarta : Jayabadi.

8. http://content.nejm.org/cgi/content/full/345/5

9. http://emedicine.medscape.com/article/185463-overview