Keefektifan Layanan Konseling Kelompok Dalam Mengurangi
description
Transcript of Keefektifan Layanan Konseling Kelompok Dalam Mengurangi
KEEFEKTIFAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENGURANGI
PERILAKU AGRESIF SISWA PANTI
PAMARDI PUTRA MANDIRI SEMARANG
TAHUN 2004/2005
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1
untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
K U R S I N
NIM. 1314000007
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
ii
ABSTRAK
Kursin, 2005. Efektivitas Layanan Konseling Kelompok dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang Tahun 2004/2005. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling. FIP. UNNES.
Layanan konseling kelompok memberikan kesempatan kelompok untuk berinteraksi antar pribadi yang khas. Interaksi sosial yang intensif dan dinamis selama pelaksanaan layanan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu secara mantap. Dalam konseling kelompok anggota kelompok dapat belajar membentuk sikap dan keberanian sosial yang bertenggang rasa dan belajar memahami kebutuhan harga diri anggota. Di dalam kelompok anggota akan saling menolong, menerima dan berempati dengan tulus. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik mengangkat permasalahan yaitu apakah layanan konseling kelompok efektif untuk mengurangi perilaku agresif pada siswa Panti Pamardi Pura Mandiri Semarang tahun 2004/2005. diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembimbing sebagai bahan informasi dalam melakukan kegiatan layanan konseling kelompok untuk membnatu mengurangi perilaku agresif siswa. Bagi siswa hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan potensi diri dengan memanfaatkan dinamika kelompok dalam layanan konsleing kelompok dan dapat mengambil keputusan untuk kehidupan selanjutnya.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang sebanyak 57 siswa. Sampel diambil dengan teknik purposif sampling. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 8 siswa yang memiliki perilaku agresif paling tinggi. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah layanan konseling kelompok sebagai variabel bebas dan perilaku agresif sebagai variabel terikat. Data diambil dengan observasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku agresif fisik siswa pada mulanya tinggi dan setelah mendapatkan layanan konseling kelompok menurun menjadi kategori rendah sedangkan perilaku agresif verbal siswa yang pada mulanya sangat tinggi setelah mendapatkan layanan konseling kelompok juga menurun menjadi kategori rendah. Hasil uji wilcoxon memperoleh Zhitung = 2,521 > Ztabel = 1,96. Hal ini menunjukkan bahwa layanan konseling kelompok sangat efektif untuk mengurangi perilaku agresif siswa di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang.
Berkaitan dengan hasil penelitian ini penulis dapat mengajukan saran antara lain : 1) Bagi para siswa, hendaknya menaati peraturan yang ada dipanti dengan sebaik-baiknya, lebih mendekatkan diri dengan yang kuasa dan lebih menekuni ketrampilan yang telah dipilih sehingga tidak mengalami banyak masalah dalam hidupnya, 2) Bagi Panti hendaknya dalam membuat suatu peraturan tidak dibuat secara sepihak. Apabila di dalam pembuatan peraturan melibatkan siswa itu sendiri maka siswa Panti juga akan berusaha untuk konsekuen menaati peraturan yang mereka sepakati, dan 3) Bagi para pembimbing hendaknya: a) Lebih memperbanyak kegiatan-kegiatan yang sifatnya pencegahan-pencegahan masalah. Misalnya lebih banyak untuk mengembangkan ketrampilan yang dimiliki siswa, sehingga siswa akan lebih konsentrasi untuk menekuni ketrampilan yang telah dipilihnya. Para pembimbing harus lebih banyak memberikan teori dan praktik kepada siswa, dan b) Lebih banyak memiliki
iii
rujukan-rujuan mengenai konseling kelompok dan mendalami rujukan tersebut untuk pengembangan ketrampilan dalam melaksanakan konseling kelompok..
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto “Segala permasalahan pasti akan dapat diatasi kalau kita mau belajar dengan orang lain”. “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sunguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap”. (Alam Nasyroh, ayat 6-8).
Persembahan :
Skripsi ini ku persembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibuku tercinta yang selalu
mendoakanku, mendukungku dan memberikan
semangat untuk tetap sabar dalam menjalani
kehidupan dan selalu memberikan yang terbaik
untuk putra-putrinya.
2. Keluarga besar Bapak Sutomo yang selalu sabar
menunggu kelulusanku.
3. istri tercinta dan anakku Farrel tersayang,
engkau adalah sumber inspirasiku.
4. Teman-teman Bimbingan dan Konseling
angakatan 2000.
5. Almamater UNNES.
vi
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Keefektifan
Layanan Konseling Kelompok dalam Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Panti
Pamardi Putra Mandiri Semarang Tahun 2004/2005”.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, diantaranya
kepada :
1. Dr. A.T. Soegito, SH., MM., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Siswanto, MM., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyelesaian skripsi
ini.
3. Drs. Suharso, M.Pd., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling dan Dosen
Pembimbing II yang telah sabar memberikan masukan dan pikirannya demi
kesempurnaan skripsi ini.
4. Dra. Catharina Tri Anni, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan
banyak waktunya untuk memberikan bimbingan demi terselesaikannya
penulisan skripsi ini.
5. Dra. Wahyuni, Kepala Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang yang telah
memberikan ijin dan fasilitas selama penulis melakukan peneitian.
vii
6. Dra. Sri Sugiarti dan C. Puji Astuti, S.Pd., Pembimbing Panti Pamardi Putra
Mandiri Semarang yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis
melakukan penelitian.
7. Seluruh siswa Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang yang telah bersedia
menjadi sampel penelitian.
8. Sobab-sobatku Irda, Yayan, Desi, Rudi, Retno, Fajar, Sigit, Ratri, Iqbal, Eka,
Koko, Bambang, dan desi unyil yang telah membantuku dan memberikan
semangat kepadaku selama penyelesaian skrpsi ini, terimakasih atas perjalinan
persahabatan kita.
9. Semua teman-temanku Jurusan Bimbingan dan Konseling angkatan 2000.
Semoga amal dan kebaikan dari Bapak, Ibu, Saudara-saudara, teman-
teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu akan mendapatkan imbalan
yang lebih dari Allah SWT. Amin
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca semua.
Semarang, September 2005
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ix
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Permasalahan............................................................................. 5
C. Penegasan Judul......................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian....................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian..................................................................... 8
F. Garis Besar Sistematika Skripsi ................................................ 9
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ........................................ 10
A. Perilaku Agresif......................................................................... 10
1. Pengertian Agresif ............................................................... 10
2. Faktor Pencetus Agresif ...................................................... 12
B. Macam-Macam Agresif............................................................. 16
C. Usaha untuk Mengurangi Perilaku Agresif ............................... 20
D. Layanan Konseling Kelompok .................................................. 23
1. Hakekat Layanan Konseling Kelompok.............................. 25
2. Fungsi Layanan Konseling Kelompok ................................ 27
3. Proses Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok............ 29
4. Tahap-tahap Layanan Konseling Kelompok ....................... 33
5. Layanan Konseling Kelompok dalam Usaha Mengurangi
Perilaku Agresif................................................................... 35
E. Hipotesis .................................................................................... 39
x
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 40
A. Jenis penelitian .......................................................................... 40
B. Populasi, Sampel dan Tenik sampling....................................... 41
C. Variabel Penelitian .................................................................... 45
D. Desain Penelitian ....................................................................... 47
E. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 52
F. Validitas dan reliabilitas Instrumen........................................... 55
G. Metode Analisis Data ................................................................ 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................... 59
A. Persiapan Penelitian................................................................... 59
B. Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 59
C. Hasil Penelitian.......................................................................... 60
D. Pembahasan ............................................................................... 70
BAB V SIMPULAN DAN SARAN............................................................. 74
A. Kesimpulan ............................................................................... 74
B. Saran .......................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 76
LAMPIRAN..................................................................................................... 77
xi
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Jumlah Populasi pada Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang......... 42
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Angket Penelitian............................................... 58
Tabel 3. Jadwal Kegiatan Layanan Konseling Kelompok ............................... 62
Tabel 4. Hasil Persentase Skor Sub Variabel Perilaku Agresif Fisik Siswa
Sebelum Layanan Konseling Kelompok ........................................... 63
Tabel 5. Hasil Persentase Skor Sub Variabel Perilaku Agresif Verbal Siswa
Sebelum Layanan Konseling Kelompok ........................................... 64
Tabel 6. Hasil Persentase Skor Sub Variabel Perilaku Agresif Fisik Siswa
Setelah Layanan Konseling Kelompok.............................................. 65
Tabel 7. Hasil Persentase Skor Sub Variabel Perilaku Agresif Verbal Siswa
Setelah Layanan Konseling Kelompok.............................................. 66
Tabel 8. Penurunan Persentase Skor Perilaku Agresif Fisik Siswa Setelah
Layanan Konseling Kelompok .......................................................... 67
Tabel 9. Penurunan Persentase Skor Perilaku Agresif Verbal Siswa Setelah
Layanan Konseling Kelompok .......................................................... 69
Tabel 10. Ringkasan Hasil Uji Wilcoxon dari Setiap sub Variabel Perilaku
Agresif Fisik .................................................................................... 70
Tabel 11. Ringkasan Hasil Uji Wilcoxon dari Setiap Sub Variabel Perilaku
Agresif Verbal ................................................................................. 71
xii
DAFTAR DIAGRAM
Hal
Diagram 1. Perilaku Agresif Fisik Siswa Sebelum Layanan Konseling
Kelompok.................................................................................... 63
Diagram 2. Perilaku Agresif Verbal Siswa Sebelum Layanan Konseling
Kelompok.................................................................................... 64
Diagram 3. Perilaku Agresif Fisik Siswa Setelah Layanan Konseling
Kelompok.................................................................................... 66
Diagram 4. Perilaku Agresif Verbal Siswa Setelah Layanan Konseling
Kelompok.................................................................................... 67
Diagram 5. Penurunan Perilaku Agresif Fisik Siswa Setelah Layanan
Konseling Kelompok .................................................................. 68
Diagram 6. Penurunan Perilaku Agresif Verbal Siswa Setelah Layanan
Konseling Kelompok .................................................................. 69
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling
Pertemuan I ................................................................................. 78
Lampiran 2. Laporan Pelaksanaan evaluasi (Penilaian) Analisis Data dan Tindak
Lanjut Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling
Materi I dan II ............................................................................. 83
Lampiran 3. Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling
PertemuanII................................................................................. 84
Lampiran 4. Laporan Pelaksanaan evaluasi (Penilaian) Analisis Data dan
Tindak Lanjut Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling
Materi III..................................................................................... 89
Lampiran 5. Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling
Pertemuan III............................................................................... 90
Lampiran 6. Laporan Pelaksanaan evaluasi (Penilaian) Analisis Data
dan Tindak Lanjut Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling
Materi IV..................................................................................... 95
Lampiran 7. Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling
Pertemuan IV .............................................................................. 96
Lampiran 8. Laporan Pelaksanaan evaluasi (Penilaian) Analisis Data
dan Tindak Lanjut Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling
Materi V dan VI.......................................................................... 101
Lampiran 9. Angket Perilaku Agresif .............................................................. 102
Lampiran 10. Analisis Validitas dan Reliabilitas Angket Perilaku Agresif .... 107
Lampiran 11. Analisis Validitas dan Reliabilitas Angket Perilaku Agresif .... 112
Lampiran 12. Pedoman Observasi Fisik .......................................................... 117
Lampiran 13 Pedoman Observasi Verbal ........................................................ 119
Lampiran 14. Pedoman Observasi Fisik .......................................................... 121
Lampiran 15. Hasil Observasi Perilaku Agresif Fisik ..................................... 123
xiv
Lampiran 16. Rekapitulasi Data Hasil Observasi Perilaku Agresif
Fisik Siswa Sebelum Perlakuan................................................ 133
Lampiran 17. Analisis Deskriptif Persentase Perilaku Agresif
Fisik Siswa Sebelum Perlakuan................................................ 140
Lampiran 18. Analisis Deskriptif Persentase Perilaku Agresif
Fisik Siswa Sesudah Perlakuan ................................................ 147
Lampiran 19. Hasil Observasi Perilaku Agresif Verbal.................................. 152
Lampiran 20. Rekapitulasi Data Hasil Observasi Perilaku Agresif
Verbal Siswa Sebelum Perlakuan ............................................. 159
Lampiran 21. Rekapitulasi Data Hasil Observasi Perilaku Agresif
Verbal Siswa Sebelum Perlakuan ............................................. 164
Lampiran 22. Rekapitulasi Data Hasil Observasi Perilaku Agresif
Verbal Siswa Setelah Perlakuan ............................................... 174
Lampiran 23. Uji Wilcoxon Perilaku Agresif Fisik ......................................... 176
Lampiran 24. Uji Wilcoxon Perilaku Agresif Verbal ...................................... 178
Lampiran 25. Uji Wilcoxon Perilaku Agresif Tiap Aspek .............................. 180
Lampiran 26. Daftar Nama Klien yang Menjadi Sampel dalam Penelitian..... 182
Lampiran 27. Daftar Daftar Hadir.................................................................... 184
Lampiran 28. Surat Permohonan Ijin Penelitian Dari FIP UNNES................. 186
Lampiran 29. Surat Ijin Penelitian Dari Dinas Kesejahteraan Sosial .............. 187
Lampiran 30. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ......................... 188
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Perilaku Agresif
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang pengertian agresif, faktor pencetus
agresif, mecam-macam agresifitas,usaha untuk mengurangi agresifitas,
layanan konseling kelompok.
xv
1. Pengertian Agresif
Istilah ”agresif” sering diartikan dalam percakapan sehari-hari untuk
menerangkan sejumlah besar perilaku kasar atau keras. Didalam istila yang
digunakan tersebut kebanyakan di dalamnya mengandung. akibat ataupun
kerugian bagi orang lain. Erat hubungannya dengan kemarahan karena kemarahan
dapat terjadi jika orang tidak memperoleh apa yang mereka inginkan.Emosi,
marah akan berkembang jika orang mendapat ancaman bahwa mereka tidak akan
mendapatkan apa yang mereka kehendaki dan kemungkinan pula akan terjadi
pemaksaan kehendak atas orang atau objek lain dak kemarahan akan berkembang
menuju agresi.
Dalam situasi tertentu orang akan melakukan agresi atau tidak me1akukan
agresi ditentukan oleh tiga variabel: (1) intensitas marah seseorang yang sebagian
ditentukan oleh taraf frustasi atau serangan yang menimbulkannya, dan sebagian
ditentukan oleh tingkat prestasi individu terhadap frustasi yang menimbulkan
amarah, (2) kecenderungan untuk mengekspresikan amarah yang pada umumnya
ditentukan oleh apa yang dipelajari seseorang tentang agresifitas dan pada
umumnya ditentukan oleh sifat situasi, (3) kadang-kadang kekerasaan dilakukan
karena alasan lain yang lebih bersifat instrumental (O Sears,1994: 19)
Lorenz yang dikutip oleh Dayakisni (2003 : 198)
dorongan agresi ada di dalam diri setiap mahluk hidup yang
memiliki fungsi dan peranan penting, bagi pemeliharan hidup atau
dengan kata lain memiliki survival. Tetapi manusia juga memiliki
mekanisme pengendalian kognitif yang membagi keharusan
membunuh. Salah satu pengimbang keharusan membunuh itu adalah
naluri.
Menurut Lorenz bahwa perilaku agresif timbul karena adanya dorongan
pemeliharaan hidup, yang berarti bahwa dengan berperilaku agresif seseorang
xvi
akan merasa aman. Seseorang akan melakukan kekerasan terlebh dahulu dari pada
menjadi korban kekerasan itu sendiri.
Menurut Berkowitz yang dikutip oleh Sobur (2003: 432), mendefinisikan
agresif adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti
seseorang baik secara fisik maupun secara mental.
Berkowitz menekankan bahwa perilaku agresif merupakan suatu bentak
menyakiti orang lain yang dapat meyebabkan kerusakan fisik maupun mental.
Perilaku agresif dapat dilakukan karena adanya tujuan tertentu ataupun tidak
adanya tujuan tertentu hanya untuk pelampiasan semata
Meyer yang dikutip oleh Wirawan ( 1999: 3022),
Perilaku agresi ditentukan oleh proses tertentu yang tejadi diotak dan
susunan saraf pusat. Agresi terjadi pada kebanyakan pria kerena
hormon pada pria lebih banyak dihasilkan oleh pria. Dapat kita lihat
bahwa kenakalan pada remaja banyak terjadi pada pria.
Menurut Meyer bahwa perilaku agresif timbul dari otak dan susunan saraf
pusat. Ini berarti bahwa perilaku agresif terjadi karena adanya
goncangan-goncangan pada otak yang dapat mengakibatkan kurang kontrolnya
proses kognisi yang berjalan
Agresi seperti dikemukakan para ahli tersebut di atas tampak memiliki
persamaan yang mendasar yaitu pada tingkah lakuyang merusak baik fisik psikis
maupun benda-benda yang ada di sekitrnya. Agresi juga melekat pada setiap
individu termasuk juga remaja. Remaja yang masih dalam proses perkembangan
mempunnyai kebutuhan-kebutuhann pokok terutama kebutuhan rasa aman kasih
sayang dan kebutuhan harga diri. Pada prinsipnya manusia ingin memiliki
kebutuhannya dengan cara yang dipilih. Kemungkinan remaja akan mengalami
frustasi atau perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Selanjutnya
situasi frustasi akan membuat orang, marah dan akan memperbesar kemungkinan
mereka melakukan perilaku agresif.
Pengaruh frustasi juga dapat dilihat dari sudut pandang yang lebih luas
dalam masyarakat. Depresi ekonomi menyebabkan frustasi yang mempengaruhi
hampir semua orang. Orang memperoleh pekerjaan atau tidak dapat memberi
sesuatu yang dinginkan dan jauh lebih dibatasi dalam semua segi kehidupan.
Akibatnya, berbagai bentuk agresi menjadi lebih umum.
Berdasar pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
agresifitas adalah bentuk perilaku yang dapat menyakiti orang lain dengan tujuan
xvii
untuk pemeliharaan hidup perilaku agresif itu sendiri berasal dari proses kognitif
yang terganggu.
2. Faktor Pencetus Agresif
Fakor pencetus adalah faktor yang mendasari perilaku agresif itu muncul.
Menurut Lorenz yang dikutip oleh Dayakisni (2003: 208) menjelaskanada empat
faktor pencetus agresif yaitu:
a. Deindividualis
Setiap individu memiliki identitas yang berbeda-beda sehingga upaya
individu untuk menyelesaikan tugas perkembangan pun berbeda-beda ada yang
secara cepat dapat menyelesaiakan ada juga yang lambat untuk meyelesaikanya
yang lambat meyelesaikan biasanya iri dan akann menimbulkan emosi yang
berlebihan dan akan menimbulkan emosi.
b. Kekuasaan dan kepatuhan
Kekuasaan dan kepatuhan merupakan faktor pencetus agresif karena
dengan kekuasaan seseorang akan memerintah dengan semauya sendiri sehingga
bawahanya akan berusaha untuk menuruti segala sesuatu yang diperintahkan oleh
atasanya. Bawahan akan menurut walaupun yang dperintahkan oleh atasan dapat
menyakiti orang lain.
c. Provokasi
Agresif juga dikarenakan adanya provokasi dari individu atau sekelompok
individu kepada individu yang lain sehingga individu yang terkena provokasi
beranggapan lebih baik menyerang dari pada diserang sebagai bentuk pembelaan
terhadap diri sendiri
d. Pengaruh obat-obatan terlarang
Selain itu juga obat-obatan terlarang merupakan faktor pencetus agresif
yang dominan karena apabila individu menggunakan obat-obatan terlarang dalam
dosis yang cukup tinggi maka pemikiran akan terganggu individu akan sensitif
sekali mudah tersinggung, banyak terjadi akibat menggunakan obat-obatan
terlarang itu individu tega untuk membunuh individu lain.
David (1994: 10-18) menjelaskan faktor-faktor pencetus dari agresi
adalah:
a. Penguatan (reinforcement)
Penguatan merupakan pengubahan perilaku yang diinginkan dengan cara
menarik konsekuensi yang tidak meyenangkan apabila dilakukan terus menerus
maka individu akan merasa bahwa dirinya benar dan suatu ketika individu itu
xviii
diberi hukuman maka individu itu merasa bahwa dirinya sangat diatur dan akan
memunculkan emosi, akibat emosi yang tidak terkontrol maka menjadi agresif.
b. Imitasi
Imitasi juga salah satu faktor pencetus dari agresif karena proses imitasi
merupakan proses peniruan yang utuh kepada siapa saja entah itu
tokoh, orang tua, bintang film dan lain-lain. Apabila tokoh atau
bintang film melakukan sesuatu maka individu itu berusaha untuk
menirunya tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya.
c. Norma Sosial
Perilaku agresif yang dikendalikan oleh norma sosial yang sangat
komplek. Misalnya geromboalan anak muda mungkin merasa bahwa membunuh
untuk membalas demdam merupakan tindakan yang dapat dibenarkan sedang
anggota masyarakat lain tidak menyetujui.
d. Deindividualis
Setiap individu memiliki identitas yang berbeda-beda sehingga upaya
individu untuk menyelesaikan tugas perkembangan pun berbeda-beda ada yang
secara cepat dapat menyelesaiakan ada juga yang lambat untuk menyelesaikanya,
yang lambat meyelesaikan biasanya iri dan akan menimbulkan emosi yang
berlebiban dan akan menimbulkan emosi.
e. Agresi Instrumental
Jenis agresi ini terjadi karena pelaku agresif ingin memperoleh tujuan-tujuan
tertenu. Misalnya pembunuh bayaran mereka membunuh karena ada
imbalan uang bukan semata-mata ada dendam atau sedang marah.
Menurut Soubur, 2003: 435 menjelaskan ada dua macam faktor
pencetus agresi yaitu:
1) Tingkah laku agresif yang dilakukan untuk menyerang atau melawan orang lain
xix
2) Tingkah laku agresif yang dilakukan sebagai sikap mempertahankan diri
terhadap kesenangan dari luar. Dari uraian di atas pencetus agresifitas dapat
dituangka dala skema berikut:
Faktor internal agresif diantaranya adalah deidividualis karena individu memiliki
identitas yang berbeda-beda sehingga antara satu individu dengan
individu yang lain ada yang dapat menyelesaikan tugas perkembangan
dengan sempurna dan ada yang tidak dapat menyelesaikan tugas
perkembangan. Individu yang tidak, dapat menyelesaikan tugas
perkembangan dengan sempurna akan merasa iri dengan individu
yang lain dan memicu munculnya perilaku agresif. Faktor eksternal
lebih banyak dipengaruhi oleh adanya interaksi antara individu dengan
individu yang lain sehingga besar kemungkinan tetjadi
persinggungan-persinggungan atau konfik. Misalnya adanya
provokasi dari individu kepada individu lain yang dapat menimbulkan
agresi kepada satu atau sekelompok individu.
C. Macam-macam Agresifitas
Ada berbagai bentuk agresi yang terjadi pada diri individu salah satu diantaranya
adalah seperti yang dikemukakan oleh Murry dan Bellak dalam Sukaji
1982 yang dikutip oleh Sugiyarta SL (1990:23-24) bahwa agresifitas
meliputi: agresifitas emosional verbal, agresifitas fisik sosial,
agresifitas destruktif dan agresifitas a sosial.
Agresif emosional verbal dapat ditampakkan dengan perilaku mudah marah atau
membencil orang, akan tetapi tidak secara fisik, contohnya menghina
perang mulut, mengutuk menertawakan dan lain-lain, Agresifitas fisik
sosial dapat ditampakkan dengan perilaku berkelahi, membunuh
membalas dendam. Agresifitas fisik sosial ini sangat berbahaya kalau
terus menerus dibiarkan tanpa adanya penanganan karena bisa
mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta benda. Agresifitas fisik
a soslal dapat ditampakan dengan perilaku merusak benda-benda
disekitarnya hanya untuk memabalas dendam tanpa adannya perang
fisik karena orang yang dihadapi pejabat atau aparat. Individu tidak
Faktor eksternal
Faktor internal
Agresifitas
xx
berani berhadapan langsung, cara untuk membalas demdam adalah
dengan merusak harta benda yang dimiliki orang yang bersangkutan.
Sedangkan agresifitas destruktif dapat ditampakan dengan perilaku
menyerang binatang, memukul diri sendiri dan bunuh diri. Ini
disebabkan karena individu merasa kesal dengan dirinya sendiri dan
frustasi. Contohnya individu menderita penyakit yang menaun dan
tidak sembuh-sembuh akibatnya menjadi tanggungan keluarga dan
individu itu memutuskan untuk bunuh diri supaya tidak menjadi
tanggungan keluarga lagi.
Sementara Buss yang dikutip oleh Dayakisni(2003: 214-215) mengelompokkan
agresi manusia dalam delapan jenis yaitu:
1 Agresi fisik aktif langsung, tindakan agrersi fisik yang dilakukan
individu \ kelompok dengan cara berhadapansecara langsung
dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan
menjadi kontak secara fisik langsung, seperti memukul,
mendorong,menembak dan lain-lain
2 2 Agresi fisik pasif langsung tindakan agresi fisik yang
dilakukan
3 oleh individu\kelompok dengan cara berhadapan dengan
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, namun tidak
terjadi kontak fisik secara langsung demonstrasi, aksi
mogok,aksi diam
4 Agresi fisik aktif tidak langsung, tindakan agresi fisik yang
dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara tidak
berhadapan secara langsung dengan individu/kelopok lain yaag
menjadi targetnya, seperti merusak harta korban, membakar
rumah, menyewa tukang pukul dan lain-lain.
5 Agresi fisik tidak langsung tindakan agresi fisik yang dilakukan
oleh individu atau kelompok lain dengan cara tidak berhadapan
dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan
tidak terjadi kontak fisik secara langsung tidak peduli, apatis dan
masa bodoh.
6 Agresi verbal pasif langsung yaitu tindakan agersif verbal yang
dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan
secara langsung seperti, menghina, memaki, marah, dan
mengumpat
7 Agresi verbal pasif tidak langsung, yaitu tindakan agresi verbal
yang, dilakukan oleh individu/kelompok dengan
individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara
langsung seperti, menolak bicara, bungkam
8 Agresi verbal aktif tidak langsung, yaitu tindakan agresi verbal
vang dilakuka oleh individu /kelompok dengan cara tidak.
berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang
menjadi targetnya,seperti menyebar fitnah, mengadu domba
xxi
9 Agresi verbal pasif tidak langsung, Yaitu tindakan agersi verbal
yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak
berhadapan dengan individu /kelompok lain yang menjadi
targetnya dan tidak terjadi kontakverbal secara langsung seperti,
tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak suara
Menurut Sear, Freedman dan Paplau yang dikutip oleh Wirawan (1996-
300) membagi menjadi tiga jenis agresif yaitu:
1. Perilaku melukai dan maksud melukai
Perilaku melukai misalnya (menembak orang dengan pistol) belum
tentu dengan maksud melukai (Misalnya, dengan tidak sengaja). Sebaliknya,
maksud melukai (hendak menembak orang) belum tentu berakibat melukai
(Misainya, Pistolnya kosong atau macet). Perilaku agresif adalah yang paling
sedikit mempunyai unsur maksud melukai dan lebih pasti terdapat pada
perbuatan yang bermaksud melukai dan berdampak sungguh-sungguh melukai.
Sementara itu perilaku melukai yang tidak disertai dengan maksud melukai
tidak dapat di golongkan sebagai agresif
2. Perilaku agresif yang antisosial dan prososial
Perilaku agersif yang prososial (misalnya polisi membunuh teroris) biasanya
tidak diagap sebagai perilaku agresif. Sementara perilaku agresif yang anti
sosial (seperti teroris membunuh sandera) dianggap agresif
3. Perilaku dan perasaan agresif
Ini pun harus dibedakan walaupun kenyataannya sulit dibedakan antara
sumbernya adalah pada pemberian atribusi oleh korban terhadap pelaku.
Dari beberapa penjelasan para tokoh di atas tentang macam-macam agresif dapat
dismpulkan menurut saya adalah:
xxii
1. Agresi fisik aktif langsung, tindakan agresi fisik yang dilakukan individiu/
kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok
lain yang menjadi targetnya dan menjai kontak secara fisik langsung, seperti
memukul, mendorong,menembak dan lain-lain
2. Agresi fisik pasif langsung, tindakan agresi fisik yang dilakukan, oleh
individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain
yang menjadi targetnya, namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung
demonstrasi, aksi mogok, aksi diam,
3. Agresi verbal pasif langsung, yaitu tindakan agresif verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung seperti, menghina.
memaki, marah, dan mengumat
4. Agresi verbal pasif tidak langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan
oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan dengan
individu/kelompok lain namun tidak tetjadi kontak verbal secara langsung
seperti, menolak bicara, bungkam.
Dari beberapa macam agresif dalam penelitian ini hanya akan menggunakan dua
macam agresif karena disesuikan dengan judul penelitian yaitu:
1. Agresi fisik aktif langsung, tindakan agresi fisik yang dilakukan individu/
kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/ kelompok
lain yang menjadi targetnya dan menjadi kontak secara fisik langsung, seperti
memukul dan mendorong.
2. Agresi verbal pasif langsung, yaitu tindakan agresif verbal yang dilakukan oleh
idividu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung seperti, mehina,
memaki, marah dan mengumpat.
xxiii
D. Usaha untuk Mengurangi Perilaku Agresif
Sesuai dengan pandanggan behaviorisme yaitu ketika dilahirkan, pada
dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia berkembang berdasar
stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitar. Lingkungan yang buruk akan
menghasilkan manusia yang buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan
manusia baik. Kepribadian manusia dapat dibentuk melalui rangsangan-
rangsangan tertentu rangsangan tertentu (Sobur, 2003: 121).
Perilaku agresif dihasilkan dari lingkungan yang salah memberikan
stimulus. Lingkungan keluarga pada khususnya, keluarga mengalami kerusakan
sehingga anak akan melihat bahwa orang tua tidak lagi memperhatikan dan
menyayangi individu sehingga individu akan membalas melaluil perilaku yang
kurang sesuai dengan norma yang ada pada masyarakat.
Sesuai dengan pandangan Skiner yang dipeljari dari Social Training
Usaha untuk mencontrol perilaku yaitu dengan tehnik Modeling dan modifikasi.
Tehik tersebut antara lain:
1. Penegakan Fisik
Kita mengontrol perilaku fisik. Misalnya beberapa dari kita
menutup mulut untuk menghindari diri dari menertawakan
kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukan dengan
bentuk lain seperti berjalan menjauhi sesorang yang telah
menghina agar kita tidak kehilangan kontrol dan menyerang orang
tersebut terlarang untuk mengontrol perrilaku yang tidak
diinginkan. misalnya, pengendara truk minum obat perrangsang
agar tidak mengantuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan
fisikyang dapat memudahkan pelaku tertentu, yang bisa dilihat
pada orang memiliki masalah penglihatan dengan cara memakai
kaca mata
2. Mengubah kondisi stimulus
Suatu tehnik lain adalah mengubah stimulus yang bertanggung
jawab. Misalnya, orang yang berkelebihan berat badan
menyisihkan sekotak,permen dari hadapanya sehingga dapat
xxiv
mengekang diri sendiri. Dalarn contoh tersebut, orang
menyingkirkan diskriminatif stimuli yang menyebabkan perilaku
yang diingikan. Akan tetapi kita tidak hanya menyingkirkan
stimulus tertentu pada situasi tetentu. Kita tidak juga menghadirkan
stimulus untuk melakukan sesuatu perilaku tertentu. misalnya kita
menggunakan kaca cermin untuk menguasai tarian yang sulit
dikuasai
3. Memanipilasi kondisi emosional
Skiner menyatakan bahwa kadang kita mengadakan perubahan
emosional dalam diri kita untuk mengontrol diri. MisaInya,
beberapa orang menggunakan tehnik meditasi untuk mengatasi
stres. Serupa dengan itu kita mungkin memiliki suasana hati vang
baik sebelum menghadiri Pertemuan yang membuat stres agar kita
dapat menunjukan perilaku yang tepat.
4. Melakukan rspon-respon lain
Kita juga sering menahan diri dari melakukan perilaku yang
membawa hukuman dengan melakukan hal lain. misalnya, untuk
menahan diri agar tidak menyereng orang yang sangat tidak kita
sukai, kita mungkin melakukan tindakan yang tidak berhubungan
dengan pendapat kita tentang mereka.
5. Menguatkan diri secara positif
Salah satu tehnik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku,
menurut Skiner adalah dengan self reinforcement. Kita
mengendalikan diri sendiri atas perilaku yang patut dihargai.
Misalaya, seorang pelajar menghadiahi diri sendiri karena telah
belajar dengan keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik,
dengan menonton film yang bagus.
6. Menghukum diri sendiri
Akhirnya seseorang mungkin menghukum diri sendiri' karena gagal
mencapai tujuan diri sendiri. Misalnya mahasiswa menghukum
dirinya karena melakukan ujian dengan baik dengan cara
menyendiri dan belajar kembali dengan giat.
Sementara itu Cormier dan Cormier 1985 (dalam Abimanyu 1996)
menjelaskan tentang modeling kognitif, yaitu suatu prosedur dimana konselor
menunjukan apa yang dikatakan pada diri mereka sendiri sambil melakukan suatu
tugas.
Langkah-langkah pelaksanan modeling kognitif ada tiga tahap pelaksanaan
modeling dan latihan istruksilonal diri sendiri yaitu :
1. Model tugas dan verbalsasi diri
xxv
Dalam tahap ini dilakukan hal-hal (a) konselor menginstrusikan
klien untuk mendengarkan apa yang dikatakan konselor, (b)
konselor melakukan modeling seperti verbalisasi bimbingan diri
sendiri dengan keras (c) bimbingan diri yang didemonstrasikan
konselor itu meliputi lima komponen. pertanyaan tentang
tuntutan-tuntutan dari tugas, menjawab pertanyaan melalui tugas
rencana yang akan dikerjakan, memusatkan tugas-tugas dan
bimbingan diri selama bertugas,menangani evaluasi diri jika
perlu memperbaiki kesalahan, dan penguatan diri sendiri bagi
penyelesaian tugas.
2. Bimbingan eksternal yang terlihat
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang meliputi, (a)
konselor menginstrusikan klien untuk melakukan tugas-tugas
dan konselor melatih untuk membimbingnya, (b) klien
melaksanakan tugas-tugas sedangkan konselor melatih dengan
verbalisasi bimbingan diri sendiri verbalisasi itu meliputi lima
komponen bimbingan diri yaitu, pertanyaan tentang tugas,
menjawab pertanyaan memusatkan perhatian pada tugas dan
bimbingan selama tugas, melakukan evaluasi diri dan pembetulan
kesalahan dan memberi penguatan.
3. Pekerjaan rumah
Pada tahap terakhir ini konselor menginstrusikan klien unituk
melaksanakan pekerjaan rumah. Instuksi itu meliputi apa yang
dikerjakan seberapa banyak atau sering tugas itu dikerjakan
kapan dan dimana melakukannya, dan cara melakukan
monitoring diri selama mengerjakan pekerjaan rumah. disamping
itu konselor juga merencanakn pertemuan face to face atau lewat
telepon untuk menindak lanjuti pekerjaan rumah itu.
Perilaku agresif dapat dikontrol dengan teori yang disampaikan oleh
Cormier dan Cormier di atas, yaitu melalui layanan konseling kelompok. Karena
di dalam konseling kelompok terdapat beberapa metode dan teori itu seperti
menguatkan diri secara positif, memanipulasi kondisi emosional, melakukan
respon-respon lain dan mengubah kondisi stimulus.
Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
.memungkinkan peserta didik untuk memperoleh kesempatan untuk
pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui
dinamika kelompok. Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup,
yang berdenyut, yang bergerak, yang berkembang, yang ditandai
dengan adanya, interaksi antara sesama anggota kelompok. Layanan
xxvi
konseling kelompok merupakan layanan konseling yang
diselenggarakan dalam suasana kelompok (Sukardi,2000: 491).
Dalam layanan konseling kelompok terdapat dinamika kelompok yang
dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agesif yaitu, mereka dapat
mengembangkan berbagai ketrampilan yang pada intinya meningkatkan
kepercayaan diri dan kepercayaan orang lain seperti berani mengemukakan atau
percaya diri dalam berperilaku terhadap orang lain, cinta diri yang dapat dilihat
dari dalam berperilaku dan gaya hidupnya untuk memelihara diri, memiliki
pemahaman yang tinggi terhadap segala kekurangan dan kemampuan dan belajar
memahami orang lain ketegasan dan menerima kritik dan memberi kritik dan
ketrampilan diri dalam penampilan dirinya serta dapat mengendalikan perasaan
dengan baik.
E. Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan
konseling di sekolah. Layanan konseling kelompok secara terpadu
dalam pelaksanaan layanan bimbigan dan konseling disekolah.
Sebagai kegiatan. layanan konseling kelompok merupakan upaya
bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan
memanfaatkan dinamika kelompok. Seperti halnya layanan bimbingan
dan konseling, layanan konseling kelompok juga memiliki
keistimewaan dan keunggulan dan dalam hal ini tidak saya sangkut
pautkan pada aspek ekonomi atau efisiensi.
Layanan konseling kelompok memberikan kesempatan kepada anggota kelompok
untuk beriteraksi antar pribadi yang khas yang tidak mungkin terjadi
pada layanan konseling individu atau perorangan, Interaksi sosial
yang intensif dan dinamis selama pelaksanan. layanan diharapkan
tujuan-tujuan layanan yang sesuai dengan kebutuha-kebutuhan
individu anggota kelompok tetap tercapai secara mantap. Menurut
Prayitno ( 1994: 311 .) dalam konseling kelompok terjadi tempat
penempatan sikap ketrampilan dan keberanian sosial yang
bertenggang rasa.
xxvii
Pada kegiatan konseling kelompok setiap anggota kelompok mendapat
kesempatan untuk menggali tiap masalah yang dialami oleh anggota
kelompok. Kelompok juga dapat dipakai untuk belajar
mengekspresikan perasaan,menunjukan perhatian orang lain, dan
berbagai pengalaman. Pendekatan instruksional merupakan
pendekatan yang digunakan dalam layanan konseling kelompok dalam
pendekatan ini menitik beratkan interaksi atau hubungan timbal balik
antara anggota-angota dengan pemimpin kelompok dan sebaliknya
yang akan nampak dalam dinamika kelompok. Menurut Prayitno
(1995: 213) melalui dinamika kelompok setiap anggota kelompok
diharapkan mampu tegak sebagai perorangan yang sedang
mengembangka dirinya dalam hubungannya dengan orang lain ini
tidak berarti bahwa kedirian seseorang lebih dimunculkan dari pada
kehidupan secara umum. maksudnya adalah individu diharapkan
mampu mengendalikan dan mengembangkan dirinya sendiri dalam
suasana kelompok sehingga individu tersebut dapat berperan aktif
dalam kelompok.
Pendekatan interaksional merupakan pendekatan yang digunakan dalam layanan
konseling kelompok dalam pendekatan ini menitik beratkan interaks
atau hubungan timbal balik antar anggota- anggota dengan leader
(pemimpin kelompok) dan sebaliknya, yang akan nampak dalam
dinamika kelompok. Interaksi itu selain berusaha bersama untuk dapat
xxviii
memecahkan masalah juga setiap anggota kelompok dapat belarjat
untuk mendengarkan secara aktif melakukan konfrontasi dengan tepat
memperlihatkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap anggota
lain.
Kesempatan memberi dan menerima dalam kelompok akan membutuhkan harga
diri dan kepercayaan diri anggota. Di dalam kelompok, anggota akan
saling menolong, menerima, berempati dengan tulus. Keadaan ini,
membutuhkan suasana yang positif antara anggota, sehingga mereka
akan merasa diterima, dimengerti, dan menambah rasa positif dalam
diri mereka. Semua itu dapat terwujud apabila dinamika kelompok
tumbuh dengan baik, karena dinamika kelompok mencerminkan
suasana kehidupan nyata yang terjadi dan di jumpai dan merupakan
kekuatan yang mendorong kehidupan kelompok.
1. Hakekat Layanan Konseling Kelompok
Konseling kelompok mentepakan salah satu layanan bimbingan dan konselig yang
diselenggarakan di sekolah layanan. konseling kelompok pada
hakekatnya adalah wawancara, konseling antara konselor profesional
sebagai pemimpin kelompok utuk memecahkan masalah dengan
pertimabangan pribadi para anggota, kelompok dengan memanfaatkan
dinamika kelompok.
Konseling kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan
dan perkembangan individu, dalam arti bahwa konseling, kelompok memberikan
dorongan dan motivasi kepada individu untuk membuat perubahan-perubahan
atau bertindak dengan memanfaatkan potensi secara maksimal sehigga dapat
mewujudkan diri.
xxix
Konseling kelompok dapat dijadikan sebagai media mengembangkan
pribadi kedirian dan memetingkan kepentingan kepentingan orang lain. Senada
dengan apa yang dikatakan Prayitno (1995: 24) layanian konseling kelompok
seharusnya menjadi tempat pengembangan sikap ketrampilan dan keberanian
sosial yang bertenggang rasa. Pelampiasan pribadi yang mau menenang sendiri,
benar sendiri, kuat sendiri di atas pengorbanan anggota k-elompook valig Jahn
tidak- bollch berk-enibang didalam layanan k-onseling kelompok. Selanjutnya
dijelaskan perwujudan perkembangan kedirian dan kehidupan kelompok harus
saling menghidupi sehingga tercapai suatu keselarasan tuntunan atau kepentingan
pribadi dan tuntutan kepentingan sosial.
Konseling kelompok sangat berguna bagi remaja karena memberikan kesempatan
untuk menyampaikan keluhan perasaan konfliknya, melepas
keraguan-raguan diri, dan pada kenyataanya mereka akan senang
membagi, keluhan-keluhan pada teman-teman sebayanya. Konseling
kelompok memberikan kesempatan kepada remaja untuk mengubah
cara menyampaikan Pertanyaan- pertanyaan secara terbuka tentang
berbagai nilai. Dalam kelompok remaja dapat belajar berkomunikasi
dengan teman sebaya dan akan berhasil apabila ada pembimbing yang
membantunya, untuk menunjukan bagaimana menjalani latihan
dengan baik dan dalam menguji keterbatasanya. Ada konseling
kelompok remaja yang mempunyai keunikan mamberikan kesempatan
untuk menjadi itistrumen bagi perkembangan pribadi orang lain.
Karena kesempatan untuk berinteraksi sangat membanu situasi
kelompok maka para anggotanya akan dapat menyampaikan apa yang
diinginkan dan dapat saling membantu dalam hal pengertian diri dan
peneriman diri.
2. Fungsi Layanan Konseling Kelompok
Fungsi layanan konseling kelompok yang paling utama adalah kuratif atau
pengentasan masalah tetapi ada fungsi-fungsi yang lain.
Sukardi (2000: 453) konseling kelompok tidak hanya
merupakan pertolongan yang, kuratif dan prefentif tetapi dapat
xxx
juga bersifat perseveratif klien dapat melaksanakan fungsinya
di masyarakat mungkin dalam bentuk pengalaman hidupnya.
Menurut Winkel (1997: 544) tujuan layanan konseling kelompok yaitu..
a) Masing-masing anggota kelompok memahami dirinya dengan baik
dan menemukan dirinya sendiri. berdasarkan pemahaman diri itu dia
lebih rela menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap
aspek-aspek positif dalam kepribadiannya.
b) Para ang gota kelompok mengembangkan kemampuan
berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat saling
memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas
perkembangan yang khas pada fase perkembangan mereka.
c) Para anggota kelompok memperoleh kemampuan mengatur dirinya
sendiri dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontra
antar pribadi didalam kelompok dan kemudian juga dalam
kehidupan sehari-hari diluar kehidupan kelompoknya.
d) Para anggota kelompok menjadi lebih peka terhadap kebutuhan
orang lain dan lebih marnpu menghayati perasaan orang lain.
Kepekaan dan penghayatan ini akan lebih mambuat mereka lebih
sensitif juga terhadap kebutuhan-kebutuhan dan perasaanperasaan
sendiri.
e) Masing-masing anggota kelompok menetapkan suatu sasaran yang
ingin mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang
lebih konstruktif
f) Para anggota kelompok lebih berani melangkah maju dan menerima
resiko yang wajar dalam bertindak, dari pada tinggal diam dan tidak
berbuat apa-apa.
g) Para anggota kelompok lebih menyadari dan menghayati makna dan
kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama,yang mengandung
tuntutan menerima orang lain dan harapan akan diterima orang lain.
h) Masing-masing anggota kelompok semakin menyadari bahwa hal-
hal yang memprihatinkan bagi dirinya sendiri kerap juga
menmbulkankan rasa prihatin dalam hati orang lain. Dengan,
demikian dia tidak merasa teiisolir, atau seolah-olah hanya dialah
yang mengalami ini dan itu.
i) Para anggota kelompok belajar berkomunikasi dengan anggota--
anggota yang lain secara terbuka, dengan saling menghargai dan
menaruh perhatian. Pengalaman bahwa komunikasi demikian
dimukingkinkan, akan membawa dampak positif dalam kehidupan
dengan orang-orang yang dekat dikemudian hari
xxxi
Bagi siswa konseling kelompok dapat bermanfaat sekali karena melalui interaksi
dengan anggota-anggota kelompok, mereka akan mengembanngkan
berbagai ketrampilan yang pada intinya meningkatkan kepercayaan
diri dan kepercayaan terhadap orang lain. Mengingat dalam suasana
konseling kelompok mereka mungkin merasa lebih mudah
membicarakan persoalan-persoalan, yang mereka hadapi dari pada
konseling individual lebih rela menerima sumbangan pikiran dari
seorang rekan anggota atau dari konselor yang memimpin kelompok
itu dari pada bila mereka berbicara dengan seorang konselor dalam
konseling individual. dan berlatih untuk dapat menerima diri sendiri
dan orang lain apa adanya serta meningkatkan diri sendiri dan orang
lain apa adanya serta meningkatkan pikirannya.
Tujuan pelaksanaan konseling kelompok ini adalah untuk meningkatkan
kepercayaan diri siswa. kepercayaan diri (self confidence) dapat
ditinjau dalam kepercayaan diri lahir dan batin yang
diimplementasikan kedalam tujuh ciri yaitu, cinta diri dengan gaya
hidup dan perilaku untuk memelihara diri, pemahaman diri sadar akan
potensi dan kekurangan yang dimiliki, memiliki tujuan hidup yang
jelas berfikir positif dengan apa yang diakan dikerjakandan hasilnya,
dapat berkomunikasi dengan orang lain, memiliki ketegasan,
penampilan diri yang baik, dan memiliki pengendalian perasaan.
3. Proses Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok
Suatu kelompok yang sukses dihasilkan dari perencanaan yang cermat dan
terperinci. perencanaan meliputi tujuan, dasar pembentukan
kelompok, dan jenis kelompok masyarakat yang menjadi anggota dan
hal-hal dasar lain termasuk cara mengumumkan cara merekrut
anggota, pemilihan dan seleksi keanggotaan, banyaknya kelompok,
lama waktu, frekuensi dan lama waktu pertemuan, struktur dan format
kelompok,metode persiapan keanggotaan kelompok terbuka atau
xxxii
tertutup, keanggotaanya suka rela atau bukan, prosedur follow up dan
evaluasinya.
Layanan konseling keolompok tidak selalu efektitf untuk semua orang. Ada
beberapa kondisi anggota yang perlu diperhatikan sehingga kelompok
tidak direkomendasikan. kondisi tersebut adalah dalam keadaan kritis,
misalnya depresi dan ingin bunuh diri. Sangat takut untuk berbicara
dalam kelompok. klien sangat tiodak efektif didalam hubunga
pribadinya, atau ia tidak sama sekali mempunyai ketrampilan sosial.
klien sangat tidak menyadari akan perasaanya, motivasinya maupun
pikirannya. klien menyunjukan perilaku yang menyimpang dan terlalu
banyak meminta perhatian dari orang lain sehingga sangat
mengganggu di dalam kelompok. Klien dalam keadaan psikotik akut
yang diperkirakan akan sangat mengganggu jalanya konseling karena
keterbatasan ekspresi verbal. Klien sangat agresif sehingga akan
membuat anggota lain merasa takut.
Suatu kelompok yang homogen atau lebih fungsional dibanding dengan
kelompok heterogen (terdiri dari berbagai macam) misalnya kelompok-kelompok
remaja masalah lebih difokuskan pada masalah remaja seperti hubungan antar
perorangan, perkembangan seksual, identitas dn kemandirian. Ada beberapa hal
yang harus dilakukan dalam pembentukan kelompok sehingga ada kerja sama
yang baik antara anggota diantaranya sebagai berikut:
a. Memilih anggota kelompok
Keanggotaan merupakan salah satu unsur yang sangat pokok dalam proses
kehidupan kelompok tidak ada anggota tidaklah mungkin ada sebuah kelompok
kegiatan atau kehidupan kelompok itu sebagian besar didasarkan atas peranan
anggota kelompok.
Peranan anggota kelompok menurut Prayitno (1995: 32) dijabarkan
dibawah ini yang hendaknya dimainkan oleh anggota kelompok agar dinamika
kelompok itu seperti yang diharapkan adalah
1) Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubunganya antar
anggota kelompok
xxxiii
2) Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam
kegiatan kelompo
3) Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya
tujuan bersama
4) Membant tersusunya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya
dengan baik
5) Benar-benar berusaha untuk secara efektif ikut serta dalam seluruh
kegiatan kelompok
6) Mampu mengkomunikasikan secara terbuka
7) Berusaha membantu orang lain
8) Memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk juga
menjalani perannya
9) Menyadari pentingnya kegiatan kelompok tersebut
Sebagai pemimpin kelompok pada langkah-langkah ini jangan memberikan
harapan-harapan/janji-janji yang terlalu berlebihan, bukan prestasi
yang komersil tetapi pengumunman yang sederhana dn profesional
yang memberi ganmbaran yang akurat tentang kelompok macam apa
yang akan mereka masuki. informasi tersebut bisa juga dibuat brosur.
b. Jumlah peserta (group size)
Banyak sedikitnya jumlah anggota anggota kelompok bergantung pada umur
klien, tipe atau macam kelompok,pengalaman konselor, problem yang
akan ditangani. Prayitno (1995:28),mengmukakan kelompok 4-8
orang adalah kelompok yang besarnya sedang yang dapat
diselenggarakan dalam bimbingan dan konseling. kelompok yang
sedang ini biasanya mudah dikendalikan disamping itu dapat
dimunculkan keragaman diantara anggotanya sehingga suasana
dinamika kehidupan kelompok dapat hangat.
Melihat beberapa pendapat tersebut di atas peneliti mempertimbngkan besarnya
anggota kelompo adalah 8 (delapan ) orang. dengan asumsi bahwa
anggota kelompok tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil
c. Frekuensi dan Lama Pertemuan
Frekuensi dan lamanya pertemuan bergantung dari tipe kelompok atau macamnya.
Biasanya satu kali dalam seminggu dua jam untuk kelompok dewasa.
Kelompok anak-anak dan remaja makin seringnya pertemuan dengan
waktu yang pendek akan semakin baik
d. Jangka Waktu Pertemuan Kelompok
Mehler (2002: 41) menjelaskan lama kegiatan kelompok kira-kira sepuluh
kali pertemuan minimal untuk sebagian besar program konseling kelompok.
xxxiv
Dalam usaha membantu mengurangi masalah pada situasi mendesak seperti jalan
keluar, konselor akan melakukan jadwal yang baik delapan sampai sepuluh
pertemuan untuk kegiatan diluar, untuk kegiatan diluar dilakukan beberapa
minggu, untuk mencapai suasana kerja yang baik.
Pada penelitian ini peneliti melaksanakan kegiatan layanan konseling
kelompok selama enam minggu dalam satu minggu diadakan dua kali pertemuan
merujuk pendpat dari Mehler. Alasan yang mendasar bahwa kelompok yang
dibentuk adalah kelompok tertutup tidak menambahkan anggota kelompok baru
kedalam kelompok.
e. Tempat Pertemuan
Setting atau tata letak ruang, bila memungkinkan untuk saling berhadapan
sehingga akan membantu suasana kekompakan antar anggotanya. di samping itu
kegiatan konseling kelompok dapat diselenggarakan di luar ruangan atau di
ruangan terbuka. Seperti ditaman, halaman sekolah atau tempat-tempat yang
suasanaya lebih nyaman dan tentram.
Letak tempat pertemuan yang memberikan kenyamanan dan kemanan bagi
anggotanya. Apabila tata ruang ini dilaksanakan dilaboratorium dapat dilengkapi
dengan audio atau audio visual.
Proses pelaksanaan dalam penelitian ini adalah dalam jenis kelompok yang
akan digunakan adalah kelompok tugas, dengan anggota kelompok sebanyak 8
orang, lama pertemuan selama 45 menit, dalam satu minggu dilaksanakan 2 kali
pertemuan dan tempat pertemuan dilaksanakan di Panti Pamardi Putra Mandiri
Semarang di ruang bimbingan dan konseling.
4. Tahap- tahap Konseling Kelompok
xxxv
Menurut Prayitno (1995: 40) tahap-tahap pelaksanaan layanan konseling
kelompok ada 4 tahap yang meliputi: tahap pembentukan , tahap peralihan, tahap
kegiatan dan tahap pengakhiran
a. Tahap Pembentukan
Tahap pembentukan merupakan tahap pengenalan , pelibatan diri, pemasukan
diri, adapun tujuan dari tahap ini adalah anggota memahami pengertian dan
kegiatan kelompok dalam rangka konseling kelompok, menumbuhkan suasana
kelompok tumbuhnya minat anggota tumbuhnya saling mengenal percaya
menerima dan membantu diantara para anggota tumbuhnya suasana bebas dan
terbuka dan dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan perasaan dalam
kelompok. Kegiatan dalam tahap pembentukan antara lain mengungkapkan
pengertian dan tujuan konseling kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan
dan konseling, menjelaskan cara-cara dan azas-azas kegiatan kelompok, saling
mengungkap dan memperkenalkan diri, permainan penghangatan
/pengakraban.
Peranan pemimpin kelompok dalam tahap pementukan menampilkan diri
utuh dan terbuka menampilakan penghormatan kepada orang lain hangat,
tulus bersedia membantu dn penuh empati sebagai contoh.
a. Tahap Peralihan
Tahap peralihan merupakan jembatan antara tahap pertama dengan tahap
ketiga. adapun tujuan dari tahap peralihan adalah terbebaskanya anggota dari
perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk
memasuki tahap berikutnya, makin mantapnya suasana kelompok dan
xxxvi
kebersamaan, makin matapnya minat untuk ikut serta dalam kegiatan
kelompok.
Adapaun kegiatan dalam tahap ini menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh
pada tahap berikutnya, menawarkan atau mengamati apakah para anggota
sudah siap menjalani kegiatan pada tahap berikutnya, meningkatkan
keikutsertaan anggota.
Peranan pemimpin kelompok, menerima suasana yang ada secara sadar dan
terbuka tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau
mengambil alih kekuasaan, mendorong dibahasnya suasana perasaan,
membuka diri sebagai contoh dan penuh empati.
b. Tahap Kegiatan
Tahap kegiatan bertujuan membahas suatu masalah atau topik yang relevan
dengan kehidupan anggota secara mendalam dan tuntas adapun dalam tahap
ini adalah pemimpin kelompok mengumumkan suatu masalah atau topik
tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal belum
jelas yang menyangkut masalah atau topik tersebut secara tuntas dan
mendalam. Adapun peranan pemimpin kelompok adalah sebagai pengatur
lalu-lintas yang sabar dan terbuka, aktif tetapi tidak banyak bicara.
c. Tahap Pengakhiran
Pada pengakhiran merupakan penilaian dan tindak lanjut, adanya tujuan
terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan,
terungkapnya hasil kegiatan kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan
secara mendalam dan tuntas, terrumuskan rencana kegiatan lebih lanjut, tetap
xxxvii
dirasakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan
diakhiri.
Sedangkan kegiatan dalam tahap ini pemimpin kelompok mengungkapkan
bahwa kegiatan akan segera diakhiri, pemimpin dan anggota kelompok
mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan, membahas kegiatan lanjutan,
mengemukakan perasaan dan harapan.
Peranan pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah tetap mengusahakan
suasana hangat, bebas dan terbuka, memberikan pernyataan dan
mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan anggota, memberikan semangat
untuk kegiatann lebih lanjut, penuuh rasa persahabatan dan empati.
5. Layanan Konseling Kelompok Dalam Usaha Mengurangi
Perilaku Agresif Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan peserta didik untuk memperoleh kesempatan dan pembahasan dan
pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok.
Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang bergerak,
yang berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antara sesama anggota
kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan layanan konseling yang
diselenggarakan dalam suasana kelompok (Sukardi, 2000:49)
Layanan konseling kelompok memberikan kesempatan kepada anggota
kelompok untuk berinteraksi antar pribadi yang khas, yang tidak mungkin terjadi
pada layanan konseling individual atau perorangan. Interaksi sosial yang intensif
dan dinamis selama pelaksanaan layanan, diharapkan tujuan-tujuan layanan yang
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan individu anggota kelompok dapat tercapai
secara mantap. Selain itu para anggota kelompok dapat berlatih untuk
mengeluarkan gagasan, ide, saran maupun sanggahan yang bersifat membangun.
Menurut Prayitno (1994:311) dalam konseling kelompok terjadi tempat
penempatan sikap, ketrampilan dan keberanian sosial yang bertenggang rasa.
Pada kegiatan konseling kelompok setiap anggota kelompok mendapatkan
kesempatan untuk menggali tiap masalah yang dialami anggota. Kelompok dapat
juga dipakai untuk belajar mengekspresikan perasasaan, menunjukkan perhatian
pada orang lain, dan berbgai pengalaman. Di dalam kelompok, anggota belajar
meningkatkan diri dan kepercayaan terhadap orang lain, selain itu mereka juga
mempunyai kesempatan untuk meningkatkan sistem dukungan dengan cara
xxxviii
berteman secara akrab dengan sesama anggota. Dalam layanan konseling
kelompok interaksi antar individu antar anggota kelompok merupakan suatu yang
khas yang tidak mungkin terjadi pada konseling perorangan. Karena dalam
layanan konseling kelompok terdiri dari individu yang heterogen terutama dari
latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing.
Prilaku agresif merupakan hasil belajar yang keliru dan upaya
menanganinya adalah dengan interaksi melalui lingkungan yang intensif dan terus
menerus. Interaksi yang intensif dan terus menerus dapat dilakukan dengan
layanan konseling kelompok karena dengan layanan konseling kelompok ini para
anggota dapat belajar bersama dengan anggota kelompok yang lain dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, selain itu pemberian alternatif-alternatif
bantuan yang ditawarkan oleh para anggota kelompok yang lain lebih efektif
sebab anggota kelompok tersebut sudah mengalami secara langsung.
Para anggota kelompok saling dapat memberi dan menerima pendapat-
pendapat yang disampaikan oleh para anggota kelompok. Layanan konseling
kelompok juga dapat sebagai media latihan untuk menghargai orang lain atau
anggota kelompok yang lain, sehingga diharapkan dapat mengurangi emosi yang
muncul dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan menghargai orang lain para
anggota berfikir bahwa orang lain salah, belum tentu dirinya benar. Dengan
adanya anggapan seperti itu pada tiap-tiap kelompok, anggota kelompok akan
mempertimbangkan baik dan buruk apa yang akan dilakukan.
Dalam layanan konseling kelompok terdapat dinamika kelompok yang
dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif yaitu, mereka dapat
mengembangkan berbagai ketrampilan yang pada intinya meningkatkan
kepercayaan diri dan kepercayaan orang lain seperti berani mengemukakan atau
percaya diri dalam berperilaku terhadap orang lain, cinta diri yang dapat dilihat
dari dalam berperilaku dan gaya hidupnya untuk memelihara diri, memiliki
pemahaman yang tinggi terhadap segala kekurangan dan kemampuan dan belajar
memahami orang lain, ketegasan dan menerima kritik dan memberi kritik dan
ketrampilan diri dalam penampilan dirinya serta dapat mengenadalikan perasaan
dengan baik.
Dengan adanya dinamika kelompok pemimpin kelompok dapat
memberikan metode untuk mengurangi perilaku agresif seperti metode pengalihan
(displacement). Konsep dari metode pengalihan adalah bahwa perilaku dapat
dialihkan ke subjek yang lebih lemah. Ini sangat erat sekali hubungannya dengan
perilaku agresif apabila seseorang melakukan tindakan perkelahian karena hinaan
atau ejekan dari orang lain maka dengan pengalihan dari perkelahian itu seseorang
dapat melampiaskannya dengan ketrampilan yang ada.
Dari konsep pengalihan yaitu bahwa perilaku dapat dialihkan ke subjek
lebih lemah. Subjek yang lebih lemah ini dapat dialihkan melalui pekerjaan,
ketrampilan binatang dan lain-lain. Apabila diterapkan di Panti Pamardi Putra
xxxix
Mandiri Semarang sangat cocok. Seorang siswa yang sering melakukan
perkelahian akan dibantu untuk melakukan pengalihan terhadap perkelahian itu
dengan subjek yang lebih lemah yaitu melalui pemantapan ketrampilan yang
dipilih dari siswa itu sendiri.
Peran pemimpin kelompok sangat dominan karena pemimpin kelompok
dapat dijadikan sebagai model pembelajaran bagi perubahan para anggota
kelompok. Pemimpin kelompok harus mampu mengarahkan anggota kelompok
yang bersifat nyata, supaya anggota kelompok benar-benar dapat menerapkan
dikehidupan para anggota kelompok. Dari hal itu diharapkan para anggota
kelompok dapat berperilaku sesuai dengan norma dan aturan yang ada pada
masyarakat dan juga tidak berperilaku agresif.
F. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori diatas, maka diajukan hipotesis penelitian ini
adalah: “Layanan konseling kelompok efektif untuk mengurangi perilaku agresif
pada siswa Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang 2004/ 2005”.
xl
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan hal yang esensial di dalam suatu penelitian
ilmiah. Agar hasil penelitian yang ditemukan dapat menjadi pengetahuan yang
teruji maka setiap penelitian harus mengikuti prosedur yang berlaku.
Ketepatan dalam menggunakan metode dalam suatu penelitian yang
disesuaikan dengan objek penelitian dan tujuan yang ingin dicapai dapat
memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu dengan penguasaan metodologi
penelitian secara mantap diharapkan penelitian dapat berjalan dengan baik, terarah
dan sistematis. Metode-metode penelitian yang dibatasi secara sistematis sebagai
berikut:
Jenis Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang. Jenis
penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu
cara untuk memberi hubungan sebab akibat (hubungan kausalitas) antara dua
faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminir atau
mengurangi faktor-faktor lain yang dapat mengganggu. Eksperimen dilakukan
dengan maksud untuk menilai hubungan sebab akibat suatu perlakuan. Dengan
cara eksperimen ini peneliti sengaja membangkitkan timbulnya suatu kejadian
atau keadaan kemudian diteliti bagaimana akibatnya (Arikunto,2002: 3)
Arikunto (2002: 9) menjelaskan penelitian eksperimen adalah penelitian
yang dilaksanakan terhadap variabel masa yang akan datang. Di sebut sebagai
variabel yang akan datang, belum terjadi tetapi sengaja untuk didatangkan atau
diadakan oleh peneliti dalam bentuk perlakuan (treatmen) yang terjadi dalam
eksperimen. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan layanan
konseling kelompok untuk mengurangi perilaku agresif.
xli
Dalam penelitian eksperimen ini, peneliti memberikan perlakuan atau
eksperimen untuk kemudian mengobservasi pengaruh atau perubahan yang
diakibatkan oleh modifikasi perilaku secara sengaja dan sistematis.
Populasi, Sampel Dan Teknik Sampling
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Panti Pamardi Putra Mandiri
Semarang yang terdiri dari tujuh wisma yaitu: Wisma Gajah Mada, Wisma
Pangeran Diponegoro, Wisma Yos Sudarso, Wisma W.R Supratman, Wisma
Imam Bonjol Wisma Hasanudin dan Wisma Jendral Sudirman dengan jumlah
sebanyak 57 siswa.
Tabel 1. Subjek populasi pada Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang
No Nama Wisma Jumlah siswa
1
2
3
4
5
6
7
Jendral Sudirman
Yos Sudarso
Imam Bonjol
Gajah Mada
W.R Supratman
Hasanudin
Diponegoro
8
9
8
8
8
8
8
Jumlah Total 57
Sampel dan Teknik Sampling
Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah sebagian dari siswa
Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang . Melihat kondisi populasi di Panti
Pamardi Putra Mandiri Semaramng yang terdiri dari 7 wisma, maka siswa yang
menjadi sampel dari penelitian ini adalah sebagian dari siswa panti . Adapun
teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik
purposive sampling.
xlii
Menurut Hadi (2000: 226) purposive sampling adalah pemilihan
sekelompok subjek didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya. Adapun sampel tersebut sebanyak 8 siswa yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1) Sampel berada dalam satu panti, 2)
Mempunyai tingkat agresifitas yang sangat tinggi, 3) Sampel berada dalam satu
angkatan masuk ke Panti.
Tabel. 2. Subjek Sampel Penelitian
Nama Siswa Wisma Kriteria
Ismu Chumaini
Susilo
M. Aziz
Muzwadi
Pujo Warsito
Noer Soim
Dedy Setyawan
Andy Winoto
Yos Sudarso
Gajah Mada
Imam Bonjol
WR. Supratman
WR. Supratman
Yos Sudarso
Diponegoro
Yos Sudarso
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian pengamatan peneliti (Arikunto, 1996: 99). Berdasarkan definisi
tersebut, daapat disimpulkan bahwa variabel merupakan objek yang bervariasi dan
dapat dijadikan sebagai titik perhatian suatu penelitian.
Jenis Variabel
xliii
Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu variabel bebas
atau variabel independen dan variabel terikat atau variabel dependen. Variabel
tersebut adalah sebagai berikut:
Variabel Bebas
Variabel bebas (variabel yang mempengaruhi) adalah merupakan
variabel perlakuan yang sengaja dimanipulasi untuk diketahui intensitasnya
atau pengaruhnya terhadap variabel terikat (Sudjana, 1998: 124). Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Layanan Konseling
Kelompok (X)
Variabel Terikat
Variabel terikat ( variabel yang dipengaruhi) adalah variabel yang
timbul karena variabel bebas atau respon dari variabel bebas (Sudjana,1998:
124). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah Perilaku
Agresif siswa (Y)
Hubungan Antar Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah layanan konseling kelompok sebagai
variabel bebas dan perilsaku agresif sebagai variabel terikat. Karena dalam
penelitian ini variabelnya ganda maka variabel yang satu mempunyai hubungan
atau pengaruh dengan variabel yang lain. Variabel X ( variabel bebas)
mempengaruhi variabel Y (variabel terikat).
Dalam penelitian ini, pemberian layanan konseling kelompok sebagai
variabel bebas dengan tujuan untuk mengetahui efektifitasnya dalam mengurangi
perilaku agresif siswa. Dengan demikian layanan konseling kelompok
xliv
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat yaitu berpengaruh terhadap
perilaku agresif siswa
Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini yang akan dijelaskan adalah variabel bebas
dan variabel terikat variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Variebel bebas dalam penelitian ini adalah konseling kelompok. Layanan
konseling kelompok merupakan hubungan khusus dimana klien merasa aman
untuk berdiskusi tentang apa yang mereka khawatirkan dan menjengkelkan untuk
mengerti apa yang mereka inginkan, melatih ketrampilan yang ada dalam diri
sendiri dan untuk melatih tingkah laku yang mereka inginkan. Layanan konseling
kelompok beranggotakan 4-8 orang. Lama pertemuan antara 40-60 menit
tergantung dari permasalahan atau topik yang dibahas. Proses pelaksanaan terdiri
dari empat tahap yaitu tahap pembentukan yang berisi perkenalan penyampaian
tujuan, azas-azas serta dengan permainan sebagai pengakraban, tahap peralihan
yang berisi pemantapan dari para aanggota kelompok, tahap kegiatan yang berisi
tentang pembahasan masalah atau topik yang terjadi dalam kelompok, dan tahap
pengakhiran yang berisi penyampaiaan hasil konseling kelompok serta tanggapan
dan saran dari para anggota kelompok. Peranan pemimpin kelompok di sini
sebagai pengatur jalannya lalu lintas selama kegiatan konseling berlangsung.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku agresif. Perilaku
agresif adalah perilaku yang dapat merugikan orang lain yang bersifat fisik
maupun non fisik
Bentuk-bentuk agresifitas
a. Agresi fisik aktif langsung
(1) Memukul, (2) Mendorong, (3) Berkelahi, (4) Menendang, (4) Menampar
b. Agresi verbal pasif langsung
(1) Menghina, (2) Memaki, (3) Marah, dan (d) Mengumpat
xlv
Desain Penelitian
Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dengan desain yang baik, maka
pengaturan variabel-variabel dan kondisi-kondisi eksperimental dapat dilakukan
secara seksama, ketat dan tertib.
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas layanan konseling
kelompok dalam mengurangi perilaku agresif siswa akan dilakukan dengan quasi
eksperiment atau eksperimen semu. Quasi eksperiment digunakan karena dalam
penelitian ini untuk memperoleh dari suatu perlakuan tanpa kelompok kontrol.
Peneliti memanipulasi suatu stimulasi atau kondisi eksperimen untuk kemudian
mengobservasi efek atau pengaruh yang terjadi akibat manipulasi tersebut. Dalam
penelitian ini manipulasi dilakukan dengan memberikan layanan konseling
kelompok.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan one group pretes-postest
desain. Dalam desain ini subjek dikenakan dua kali pengukuran (observasi).
Pengukuran (observasi) yang pertama dilakukan untuk mengukur prilaku agresif
siswa Panti Pamardi Putra Mandiri sebelum diberi layanan konseling kelompok
(pretest) dengan kode 01, dan pengukuran (observasi) yang kedua untuk
mengukur prilaku agresif sesudah diberi layanan konseling kelompok (postest)
dengan kode 02, dengan desain digambar sebagai berikut:
01 X 02
(Arikunto, 1996:84)
Pretest Perlakuan Postest
xlvi
Keterangan:
01 = Pengukuran (observasi) pertama, prilaku agresif sebelum diberi layanan
konseling kelompok dengan menggunakan instrumen yaitu angket
X = Pelaksanaan layanan konseling kelompok terhadap siswa PPP Mandiri
02 = Pengukuran (observasi) kedua prilaku agresi sesudah diberi layanan
konseling kelompok dengan instrumen yang sama dengan pengukuran
yang pertama.
Untuk memperjelas eksperimen dalam penelitian ini disajikan tahap-tahap rancangan
eksperimen .
Rancangan Eksperimen
Dalam penelitian ini digunakan tahap-tahap rancangan eksperimen untuk
mengetahui tingkat pengurangan perilaku agresif siswa Panti Pamardi Putra
Mandiri di Semarang setelah mendapatkan layanan konseling kelompok.
Untuk menggambarkan jalannya pelaksanaan penelitian eksperimen di
Panti Pamardi Putra Mandiri meliputi :
Pre-test
Tujuan pre-test
Mengetahui seberapa besar tingkat agresifitas siswa Panti Pamardi Putra
Mandiri Semarang
Mengetahui tingkat agresifitas baik yang fisik maupun yang non fisik
Untuk menguji apakah layanan konseling kelompok dapat mengurangi
perilaku agresif siswa.
Perlakuan (Treatment)
Tujuan perlakuan
xlvii
Untuk mengurangi agresifitas pada siswa Panti Pamardi Putra
Mandiri Semarang
Untuk menguji apakah layanan konseling kelompok sesuai untuk
mengurangi perilaku agresif.
Cara mengurangi perilaku agresif adalah dengan menggunakan cara
modeling kognitif yaitu suatu prosedur konselor untuk menunjukkan apa
yang dikatakan pada diri sendiri selagi melakukan suatu tugas. Dalam
modeling ini ada beberapa tahap yang harus dilalui yaitu: a) Model tugas
dan verbalisasi diri, b) Bimbingan eksternal yang terlihat, c) Pekerjaan
rumah.
2) Materi eksperimen
Materi yang dimasukan ke dalam penelitian ini adalah yang berkaitan
dengan perilaku agresif. Materi penelitian disesuaikan dengan pertemuan
dalam layanan konseling kelompok sebagai berikut:
a) Pertemuan I
Konsep diri. Dari tema yang diajarkan para siswa lebih tahu atau
lebih mengetahui bakat dan kemampuan mereka sendiri, sehingga
para siswa dapat mengembangkan di Panti. Para siswa akan
berkonsentrasi untuk mengembangkanya, dari itu para siswa akan
mengetahui kelemahan dan kelebihan bagi dirinya sendiri. Mereka
berfikir kearah masa depan tanpa berfikir yang negatif mereka akan
berjuang untuk mencapainya dengan jalan yang positif tanpa ada
kekerasan, mereka berkompetisi secara sehat dan sportif.
b) Pertemuan II
xlviii
Perilaku agresif fisik dan agresif verbal. Dengan indikatornya yaitu
individu dapat mengembangkan dan mengatur dirinya sendiri dengan
melihat kelemahan dan kelebihan yang ada pada diri individu itu
sendiri.
c) Pertemuan III
Potensi diri. Dari tema yang diajarkan para siswa akan mengetahui
faktor-faktor terjadinya penyimpangan pada remaja. Tema ini
disampaikan agar para siswa punya pengetahuan tentang perilaku
menyimpang, macam-macam perilaku menyimpang dan bahaya dari
perilaku menyimpang tersebut.
d) Pertemuan IV
Cara mengurangi perilaku agresif. Dengan indikatornya adalah bahwa
emosi merupakan suatu totalitas yang intens dari pada perasaan dan
mencakup organisme.
3) Waktu dan lama pertemuan
Pertemuan akan dilakukan selama 8 kali pertemuan yang mana dalam satu
minggu akan dilakukan dua kali pertemuan dengan durasi waktu selama
45 menit. Akan sering melakukan pertemuan akan semakin baik dalam
usaha untuk mengurangi perilaku agresif. Peneliti anak melakukan
pertemuan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
4) Bentuk kelompok
Bentuk kelompok dalam eksperimen ini adalah kelompok tugas dengan
alasan karena menggunakan metode modeling maka secara langsung
peneliti sebagai subjek dari modeling itu sendiri. Peneliti akan mencoba
xlix
membentuk perilaku baru yang lebih positif tanpa adanya kekerasan yang
dilakukan
Post-test
Tujuan post-test
Mengetahui tingkat keberhasilan selama dilakukan treatment
Mengetahui perubahan perilaku secara positif yang terjadi pada siswa Panti
Pamardi Putra Mandiri Semarang.
Indikasi keberhasilan layanan konseling kelompok
Siswa sudah dapat menghindari bergurau yang langsung mengenai angota
tubuh teman
Siswa sudah lebih sopan dalam berkomunikasi dengan temannya
Siswa sudah bisa menempatakan dimana siswa tersebut berada
Siswa mau menerima kritik dari orang lain dengan lapang dada
Metode Pengumpulan Data
Satu kegiatan yang sangat penting dalam penelitian adalah pengumpulan
data. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan yang
akurat, relevan dan reliable. Untuk memperoleh data yang dimaksud maka
digunakan teknik-teknik dan prosedur pengumpulan data, serta alat-alat yang
diandalkan. Karena ketepatan hasil penelitian ditentukan oleh strategi dan
pengambilan data yang dipergunakan (Azwar, 1997: 36).
Menurut Arikunto (1996: 137) metode dan instrumen pengumpulan data
adalah sama dengan alat evaluasi. Mengevaluasi adalah memperoleh data tentang
l
status sesuatu dibandingkan dengan standar atau ukuran yang telah ditentukan,
karena mengevaluasi adalah juga mengadakan pengukuran.
Berikut ini dijelaskan pengertian dari alat observasi dan jenis-jenis alat
observasi.
1. Pengertian metode observasi
Menurut Arikunto (1996: 232) metode observasi adalah salah satu cara
untuk mengunpulkan data dalam suatu kegiatan penelitian dengan mengadakan
pengamatan yang dilengkapi dengan format atau blangko pengamatan sebagai
instrumen.
Sedangkan menurut Sudjana ( 1998: 84) observasi adalah alat penilaian
yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai perilaku siswa atau proses
kegiatan belajar mengajar selama berlangsungnya pengajaran melalui
pengamatan.
Dari dua pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa metode
observasi adalah suatu teknik penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan
data dengan dilengkapi format atau blangko pengamatan sebagai instrumen
sebagai pengamatan. Format yang digunakan dalam observasi divisualisasikan
dalam bentuk kisi-kisi instrumen observasi.
2. Jenis-jenis Observasi
Menurut Arikunto ( 1996: 146) jenis-jenis observasi ada dua macam, yaitu
observasi sistematis dan observasi non sistematis.
a. Observasi sistematis yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan
menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.
li
b. Observasi non sistematis yaitu, observasi yang dilakukan oleh pengamat
dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan.
Sedangkan menurut Sudjana (1998: 85) ada tiga jenis observasi yaitu,
observasi langsung, observasi tidak langsung (menggunakan alat) dan observasi
partisipan.
a. Observasi langsung yaitu observasi yang dilakukan terhadap gejala atau
proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan diamati langsung oleh
pengamat.
b. Observasi tidak langsung yaitu, observasi yang dilakukan dengan
menggunakan alat seperti mikroskop, suryokonto dan sebagainya
c. Observasi partisipasi yaitu pengamat harus melibatkan diri dan ikut serta
dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati.
3. Kelebihan dan Kelemahan metode observasi
a. Kelebihan-kelebihan metode observasi antara lain;
1) pengamat dapat memperoleh data secara langsung dari subjek penelitian
melalui aspek yang diamati
2) metode observasi lebih bermakna sebagai alat penilaian proses
berperilaku dibandingkan dengan alat penilaian lain
3) Observasi dapat digunakan untuk menilai hasil belajar dan perilaku siswa
selama di dalam Panti
b. Kelemahan-kelemahan metode observasi
1) Pengamat biasanya kurang cermat dalam mengadakan pengamatan
terhadap subjek yang diamati
2) Pengamat biasanya kurang konsentrasi dalam melakukan pengamatan
lii
3) Pengamat cepat bosan, sehingga hasil pengamatan banyak dipengaruhi
pendapatnya, bukan oleh perilaku yang ditunjukan oleh subjek yang
diamati.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut di atas, hendaknya
observasi dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk subjek yang diamati,
hasilnya dibandingkan dan dicocokan untuk menentukan hasil akhir
pengamatan dari semua pengamat.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi langsung dengan alat
pencatat observasi dalam bentuk skala penilaian (Rating Scale). Alasan peneliti
menggunakan observasi secara langsung karena peneliti ingin memperoleh data
secara langsung dari subjek penelitian melalui aspek yang diamati, observasi juga
lebih tepat untuk menilai perilaku agresif siswa selama di kelas maupun di luar
kelas. Serdangkan alasan peneliti menggunakan alat pencatat observasi dengan
teknik skala penilaian (rating scale) dalam bentuk kuantitatif deskriptif, karena
peneliti dalam membuat penilaian berdasarkan deskripsi-deskripsi dari indikator
yang akan diamati dengan cara memberi tanda ( V ) pada kolom penilaian yang
telah dibuat skala penilaiannya apabila indikator muncul.
2. Angket
Dalam penelitian ini metode angket digunakan dengan alasan bahwa
angket memiliki beberapa kelebihan antara lain
1 Dalam waktu singkat secara serentak dapat diperoleh data yang relatif
banyak.
2 Menghemat waktu, tenaga dan biaya dibanding dengan metode wawancara
liii
3 Dalam mengisi angket responden diberi waktu khusus sehingga dalam
menjawab angket sesuai dengan kecepatan masing-masing responden
4 Secara psikologi responden tidak merasa terpaksa dan dapat menjawab lebih
terbuka Karena tidak terpengaruh oleh hubungan antara peneliti dengan
responden
5 Angket dapat dibuat terstadar sehingga dalam menganalisisnya juga lebih
mudah.
Adapun kelemahan dari metode angket adalah
1 Responden sering tidak teliti dalam menjawab pertanyan sehingga ada
pertanyaan yang terlewati tidak dijawab
2 Apabila responden tidak memahami pernyataan, akan terjadi kemacetan dan
mungkin responden tidak menjawab seluruh angket.
Untuk mengatasi kelemahan dari metode angket dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1 Menyatakan permohonan yang menonjol tentang perlunya jawaban dari
responden dan pentingnya responden dalam menjawab pertanyan tersebut
2 Memberikan jeminan bahwa kerahasiaan jawaban dan kerahasiaan
responden tetap terjaga
3 Pernyataan-pernyaatan dibuat sesederhana mungkin dan langsung mengenai
sasaran sehingga responden memahami angket tersebut
4 Memberi kesempatan untuk bertanya jika ada pertanyaan yang belum jelas.
liv
Berdasarkan penjelasan diatas bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini
adalah angket tertutup karena sudah disediakan jawabanya sehingga responden
tinggal memilih jawaban. Dilihat dari jawaban yang diberikan menggunakan
angket langsung yaitu responden menjawab tentang dirinya. Berdasarkan
bentuknya angket yang digunakan adalah sekala bertingkat dengan alternatif
jawaban empat pilihan yaitu selalu, sering, jarang dan tidak pernah. Instrumen
bebentuk sekala bertingkat Karena dalam penelitian ini bermaksud untuk
mengukur intensitas kegiatan yang dilakukan siswa yang menunjukan tingkat
agresifitas siswa sehingga dapat diketahui tingkat siswa dari yang rendah sampai
yang tinggi. Pernyataan dalam angket dibuat dalam bentuk pernyataan positif dan
negatif dengan alasan untuk mengcroscek jawaban dari responden sehingga data
yang diperoleh benar-benar sesuai dengan yang sebenarnya.
1. Menyusun angket
Prosedur penyusunan angket dalam penelitian ini didasarkan pada
validitas konstraks. Suryabrata (2000: 43) menyatakan bahwa validitas konstuksi
teoritis mempersoalkan sejauh mana skor-skor hasil pengukurang dengan
instrumen yang dipersolakan itu merefleksikan konstruksi teoritis yang mendasari
penyusunan alat ukur tersebut. Dengan demikian dalam menyusun instumen agar
lv
dapat mencerminkan apa yang hendak diukur maka didasarkan pada suatu
konstruk.
Dalam penelitian ini penyusunan aangket, didasarkan paada konstruk
tentang perilaku agresif, yaitu instrumen dikembangkan dari variabel perilaku
agresif yang selanjutnya dirinci sebagai sub variabel. Dari sub- variabel dibuat
indikator-indikator untuk dikembangkan menjadi pernyataan-pernyataan. Dari
kegiatan tersebut maka terbentuk kisi-kisi instrumen penelitian tentang perilaku
agresif.
2. Menentukan skor
Angket untuk mengukur perilaku agresif siswa jawabanya disusun dalam
bentuk sekala bertingkat yang berisi alternatif pilihan jawaban dalam kolom
secara urut, yaitu selalu, sering, jarang dan tidak pernah. Dengan skor yang
diberikan untuk masing-masing jawaban berkisar 1-4 dengan alasan bahwa
perilaku agresif merupakan suatu perilaku sebagai atribut psikologis sehingga
berupa sekala bertingkat.
lvi
Dalam mendeskripsikan perilaku agresif fisik dan verbal yang
memiliki rentangan skor dari 1-4, sehingga interval kriteria perilaku agresif
fisik dan verbal tersebut ditentukan dengan cara sebagai berikut:
Persentase skor maksimum = (4 : 4) x 100% = 100%
Persentase skor minimum = (1 : 4) x 100% = 25%
Rentang persentase skor = 100% - 25% = 75%
Banyaknya kriteria = (sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah)
Panjang kelas interval = rentang : banyak kriteria = 75% : 4 = 18,75%
Berdasarkan panjang kelas interlava tersebut maka kriteria
perilaku agresif fisik dan verbal dapat disusun sebagai berikut :
Tabel 3. Kriteria tingkat perilaku agresif fisik dan verbal siswa
Interval Persentase Skor Kriteria
81,26% - 100,00%
62,51% - 81,25%
43,76% - 62,50%
25,00% - 43,75%
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
lvii
Tabel. 4 Kisi- kisi Instrumen Angket Penelitian
Variab
el
Sub-variabel Indikator Item + -
Perilaku
agresif
1
.
A
g
r
e
s
i
f
i
s
i
k
a
k
t
i
f
l
a
n
g
Memukul
Mendorong
Berkelahi
Menendang
Menampar
Menghina
Marah
Memaki
Mengumpat
1,2,3,4,5,6,7,
8,9
10,11,12,13,
14,15,16
17,18,19,20,2
1,22,23,24,25
26,27,28,29,
30,31,32
33,34,35,36,
37,38
39,40,41,42,
43,
44,45,46,47,
48,
49,50,51,52,
53, 54,
55,56,57,58,
59,60
1,2,5,6,7
10,11,13,
14,
17,18,19,
22,23
27,29,30,
31
33,34,37,
39,40,43
44,46,49
50,52,53
54
55,56,58,
3,4, 8,9
12,15
24, 25
26,28,32
35,36,38
41,42
45,47,48
49, 51,52
57,59,60
lviii
s
u
n
g
2. Agresi
verbal
pasif
langsung
Validitas Dan Reliabilitas
Validitas dan Reliabilitas Angket
Validitas angket
Validitas adalan suatu ukuran yang menunjukan tingkat kesahihan suatu
instrumen. Dalam penelitian ini menggunakan uji validitas internal. Menurut
Arikunto (1996:162) instrumen dikatakan memiliki validaitas internal apabila
setiap bagian instrumen mendukung “misi” instrumen secara keseluruhan yaitu
menggungkap data dari variabel yang dimaksud, sedangkan tehniknya
menggunakn rumus product moment angka kasar dari Person:
lix
2222 )()()((
))((
YYNYXN
YXNXYr
yx
∑−∑∑−∑
∑∑−=
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi item
N = Jumlah siswa
∑X = Skor item nomor tertentu
∑Y = Skor total
(Arikunto, 1996: 162)
Reliabilitas Angket
Reliabilitas adalah merupakan ketepatan atau tingkat persepsi suatu ukuran
atau alat pengukur (Nasir, 1998: 169). Dalam penelitian ini untuk mengukur
reliabilitas adalah dengan menggunakan rumus alpha, (Arikunto, 1996: 190).
Rumus Alpha sebagai berikut :
Σ−
=
2
2
111 1b
b
K
Kr
σ
σ
Keterangan :
r11 = Reliabilitas instrumen
K = Banyaknya butir pertanyaan
∑σb2 = Jumlah varian butir
σb2 = Varian total
Validitas dan Reliabilitas Observasi
Validitas Observasi
lx
Untuk mengetahui validasi lembar observasi dalam penelitian ini digunakan
validitas isi dengan prosedur mengonsultasikan terlebih dahulu lembar
observasi yang telah disusun pada orang yang ahli untuk dianalisis tingkat
kecocokan dengan teoritisnya. Langkah ini merupakan salah satu analisis
validasi isi.
Reliabilitas Observasi
Untuk observasi dilakukan uji reliabilitas terhadap observer yang akan
melakukan ratings atau penilaian. Prosedur ini ditempuh dengan tujuan untuk
menguji apakah penilai atau riter mampu memberikan penilaian yang sama
dengan riter lain atau tidak terhadap suatu obyek pengamatan yang sama. Jika
ternyata penilaiannya sama atau konsisten antara riter yang satu dengan riter
yang lainnya, maka kedua riter ini layak untuk dipakai. Adapun rumus
reliabilitas riter yang digunakan adalah sebagai berikut :
r = 22
22
)1( SekSs
SeSs
−+
− dimana,
1)1)(k(n
/nki)()/kT()/nR(iS
22222
e−−
∑+∑−∑−∑=
1)(n
/nki)(/k)T(S
222
s−
∑+∑=
Keterangan:
r = koofesien korelasi
ss2 = varians antar-subjek yang dikenai rating
se2 = varians error, yaitu varians interaksi antara subjek (s) dan rater (r)
(Saefudin Azwar, 2001)
lxi
Metode Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam
kegiatan penelitian. Dengan analisis data maka akan dapat membuktikan hipotesis
dan menarik tentang masalah yang akan diteliti digunakan rumus wilcoxon
sebagai berikut:
z =
24
)12)(1(
4
)1(
++
+−
=−
nnn
nnT
T
T T
σ
µ
Keterangan :
n = Jumlah sampel
T = Jumlah jenjang yang kecil
( Sugiyono, 1997 :
154 )
Dari hasil hitung tersebut dikonsultasikan dengan indeks tabel wilcoxon. Jika
hasil analisis lebih besar dari indeks tabel wilcoxon, maka berarti konseling
kelompok dianggap efektif dalam mengurangi perilaku agresif.
lxii
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dipaparkan tentang hasil penelitian Yang telah
dilaksanakan, analsis data beserta permbabasannya Hasil penelitian ini diperoleh
dari penelitian yang dilaksanakan di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang
dengan persiapan dan pelaksanaan sebagai berikut.
A. Persiapan Penelitian
Pemberian layanan konseling kelompok tentang Perilaku agresif di Panti
Pamardi Putra Mandiri Semarang dengan beberapa persiapan. Adapun persiapan
lxiii
kegiatan tersebut antara lain:
1. Menyusun instrumen penelitian.
2. Mengurus Perijinan
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Membagi angket tentang perilaku agresif kepada siswa untuk memperoleh
calon sampel penelitian.
2. Berdasarkan hasil analsis angket perilaku agresif tersebut selanjutnya diambil
8 siswa yang mempunyai skor perilaku agresif paling tinggi untuk dijadikan
sebagai sampel penelitian.
3. Mempersiapkan jadwal untuk memberikan materi layanan
4. Pemberian layanan ini dilaksanakan pada bulan juli sampai bulan Agustus
2005.
Tabel 5.Jadwal Kegiatan layanan Konseling Kelompok
No. Tanggal Materi Waktu
1 16 Juli 2005 - Pre test 45 menit
2 19 Juli 2005 - Konsep diri 45 menit
3 21 Juli 2005 - Konsep diri 45 menit
4 23 Juli 2005 - Perilaku agresif fisik dan verbal 45 menit
5 26 Juli 2005 - Potensi diri 45 menit
6 27 Juli 2005 - Cara mengurangi perilaku agresif 45 menit
7 29 Juli 2005 - Cara mengurangi perilaku agresif 45 menit
8 02 Agustus 2005 - Perlakuan berupa pemberian teknik
modeling I
45 menit
9 04 Agustus 2005 - Perlakuan berupa pemberian teknik
modeling II
45 menit
10 09 Agustus 2005 - Perlakuan berupa pemberian teknik 45 menit
lxiv
modeling III
11 11 Agustus 2005 - Perlakuan berupa pemberian teknik
modeling IV
45 menit
12 13 Agustus 2005 - Pengakhiran treatmen 45 menit
13 23 Agustus 2005 - Post test 45 menit
C. Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu: 1) mengetahui perilaku agresif
fisik dan verbal siswa Panti Pamardi Purta Mandiri Semarang sebelum layanan
konseling kelompok, 2) mengetahui perilaku agresif fisik dan verbal siswa Panti
Pamardi Purta Mandiri Semarang sesudah layanan konseling kelompok, dan 3)
mengetahui efektifitas layanan konseling kelompok dalam mengurangi perilaku
agresif siswa Panti Pamardi Purta Mandiri Semarang.
1. Perilaku Agresif Fisik dan Verbal Sebelum Dilakakukan Konseling Kelompok
Data hasil penelitian terhadap perilaku agresif fisik mapun verbal siswa
sebelum dilaksankan layanan konseling kelompok dapat dilihat pada tabel dan
diagram batang berikut.
Tabel 6.Hasil Persentase Skor Sub Variabel Perilaku Agresif Fisik Siswa
Sebelum Layanan Konseling Kelompok
No Sub Variabel % Skor Kriteria
1 Memukul 82,81 Sangat tinggi
2 Mendorong 89,92 Sangat tinggi
3 Berkelahi 67,42 Sedang
4 Menendang 81,88 Tinggi
5 Menampar 78,44 Tinggi
Sumber : Data Penelitian
lxv
Lebih jelasnya perilaku agresif fisik siswa sebelum dilakukan konseling
kelompok dapat dilihat pada diagram batang berikut ini:
Gambar 1.
Persentase Perilaku Agresif Fisik Sebelum Layanan Konseling Kelompok
Berdasarkan tabel 6 dan gambar 1 di atas terlihat bahwa sebelum
mendapatkan layanan konseling kelompok, perilaku agresif fisik siswa yaitu
mendorong (89,92%) dan memukul (82,81%) yang keduanya masuik dalam
kategori tinggi, menendang (81,88%) dan menampar (78,44) yang keduanya
masuk dalam kategori tinggi sedangkan perilaku agresif fisik berkelahi (67,42%)
masuk dalam kategori sedang.
Tabel 7.Hasil Persentase Skor Sub Variabel Perilaku Agresif Verbal Siswa
Sebelum Layanan Konseling Kelompok
No. Sub Variabel % Skor Kriteria
1 Menghina 90,76 Sangat tinggi
2 Memaki 86,80 Sangat tinggi
3 Marah 91,17 Sangat tinggi
4 Mengumpat 84,69 Sangat tinggi
Sumber : Data Penelitian
lxvi
Lebih jelasnya perilaku agresif fisik siswa sebelum dilakukan layanan
konseling kelompok dapat dilihat pada diagram batang berikut ini:
Gambar 2.
Persentase Perilaku Agresif Verbal Sebelum Layanan Konseling Kelompok
Berdasarkan tabel 7 dan gambar 2 di atas terlihat bahwa sebelum
mendapatkan layanan konseling kelompok, perilaku agresif verbal siswa di
Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang yaitu menghina (90,76%), memaki
(86,8%), marah (91,17%) dan mengumpat (84,69%) semuanya masuk dalam
kategori sangat tinggi.
2. Perilaku Agresif Fisik dan Verbal Sebelum Dilakakukan Konseling Kelompok
Data hasil penelitian terhadap perilaku agresif fisik mapun verbal siswa
setelah dilaksankan layanan konseling kelompok dapat dilihat pada tabel dan
diagram batang berikut.
Tabel 8.Hasil Persentase Skor Sub Variabel Perilaku Agresif Fisik Siswa
Setelah Layanan Konseling Kelompok
No. Sub Variabel % Skor Kriteria
1 Memukul 37,42 Rendah
2 Mendorong 54,84 Rendah
lxvii
3 Berkelahi 35,47 Rendah
4 Menendang 49,69 Rendah
5 Menampar 37,08 Rendah
Sumber : Data Penelitian
Lebih jelasnya perilaku agresif fisik siswa di Panti Pamardi Putra Mandiri
Semarang setelah dilakukan layanan konseling kelompok dapat dilihat pada
diagram batang berikut ini:
Gambar 3.
Persentase Perilaku Agresif Fisik Setelah Layanan Konseling Kelompok
Berdasarkan tabel 8 dan gambar 3 di atas terlihat bahwa setelah
mendapatkan layanan konseling kelompok, perilaku agresif fisik siswa yaitu
mendorong (54,84%), menendang (49,69%), memukul (37,42%), berkelahi
(35,47%) dan menampar (37,08%) semuanya termasuk dalam kategori rendah.
Tabel 9.Hasil Persentase Skor Sub Variabel Perilaku Agresif Verbal Siswa
Setelah Layanan Konseling Kelompok
No. Sub Variabel % Skor Kriteria
1 Menghina 49,06 Rendah
2 Memaki 47,58 Rendah
3 Marah 43,67 Rendah
4 Mengumpat 41,98 Rendah
Sumber : Data Penelitian
lxviii
Secara grafis perilaku agresif verbal siswa setelah diberikan layanan
konseling kelompok dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Gambar 4.
Persentase Perilaku Agresif Verbal Setelah Layanan Konseling Kelompok
Berdasarkan tabel 9 dan gambar 4 di atas terlihat bahwa setelah
mendapatkan layanan konseling kelompok, perilaku agresif verbal siswa yaitu
menghina (49,06%), memaki (47,58%) dan marah (43,67%) dan mengumpat
(41,98%) yang seluruhnya masuk dalam kategori rendah.
3. Penurunan Perilaku Agresif Fisik dan Verbal Setelah Dilakakukan Konseling
Kelompok
Penurunan perilaku agresif fisik mapun verbal siswa setelah dilaksankan
layanan konseling kelompok dapat dilihat pada tabel dan diagram batang berikut.
Tabel 10.Penurunan Persentase Skor Perilaku Agresif Fisik Siswa Setelah
Layanan Konseling Kelompok
No Sub Variabel % Skor
Sebelum
% Skor
Sesudah
Penurunan
1 Memukul 82,81 37,42 45,39
2 Mendorong 89,92 54,84 35,08
3 Berkelahi 67,42 35,47 31,95
lxix
4 Menendang 81,88 49,69 32,19
5 Menampar 78,44 37,08 41,36
Sumber : Data Penelitian
Lebih jelasnya penurunan perilaku agresif fisik siswa setelah dilakukan
layanan konseling kelompok dapat dilihat pada diagram batang berikut ini:
Gambar 5.
Penurunan Perilaku Agresif Fisik Setelah Layanan Konseling Kelompok
Berdasarkan grafik 10 di atas menunjukkan bahwa seluruh aspek perilaku
agresif fisik siswa di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang setelah diadakan
layanan konseling kelompok mengalami penurunan. Dari ke lima aspek perilaku
agresif fisik tersebut, penurunan yang paling besar adalah pada aspek memukul
dan aspek menampar yaitu 45,39% dan 41,16%, kemudian dikuti oleh aspek
mendorong (35,08%), aspek menendang (32,19%) dan yang terakhir yaitu aspek
berkelahi (31,65%).
Penurunan dari kelima aspek perilaku agresif verbar siswa di Panti
Pamardi Putra Mandiri Semarang meliputi aspek memukul dan aspek menampar,
aspek mendorong, aspek menendang dan aspek berkelahi setelah diberikan
lxx
layanan konseling kelompok dapat dilihat pada tabel dan diagram batang berikut
ini :
Tabel 11.Penurunan Persentase Skor Perilaku Agresif Verbal Siswa Setelah
Layanan Konseling Kelompok
No Sub Variabel % Skor
Sebelum
% Skor
Sesudah
Penurunan
1 Menghina 90,76 49,06 41,70
2 Memaki 86,80 47,58 39,22
3 Marah 91,17 43,67 47,50
4 Mengumpat 84,69 41,98 42,71
Sumber : Data Penelitian
Lebih jelasnya penurunan perilaku agresif verbal siswa di Panti Pamardi
Putra Mandiri Semarang setelah dilakukan layanan konseling kelompok dapat
dilihat pada diagram batang berikut ini:
lxxi
Gambar 6.
Penurunan Perilaku Agresif Verbal Setelah Layanan Konseling Kelompok
Berdasarkan grafik 11 di atas menunjukkan bahwa seluruh aspek perilaku
agresif verbal siswa di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang setelah diadakan
layanan konseling kelompok mengalami penurunan. Dari ke empat aspek perilaku
agresif verbal tersebut, penurunan yang paling besar adalah pada aspek memukul
dan menampar yaitu 45,39% dan 41,16%, kemudian dikuti oleh aspek mendorong
(35,08%), aspek menendang (32,19%) dan yang terakhir yaitu aspek berkelahi
(31,65%).
4. Efektivitas Layanan Konseling Kelompok dalam Mengurangi Perilaku Agresif
Siswa
Analisis data untuk mengetahui efektivitas layanan konseling kelompok
dalam mengurangi perilaku agresif fisik dan verbal siswa dilakukan dengan
analisis statistik non parametrik yaitu uji wilcoxon. Berdasarkan hasil uji
wilcoxon terhadap data perilaku agresif fisik siswa diperoleh Zhitung = 2,521 >
Ztabel = 1,96 dan untuk data perilaku agresif verbal diperoleh Zhitung = 2,521 >
Ztabel = 1,96. Dengan demikian menunjukan bahwa layanan konseling kelompok
efektif untuk menurunkan perilaku agresif fisik maupun verbal siswa di Panti
Pamardi Putra Mandiri Semarang tahun 2004/2005.
lxxii
Secara, lebih spesifik berikut ini disajikan hasil analisis tentang efektivitas
layanan konseling kelompok dalam mengurangi perilaku agresif siswa dari
tiap-tiap sub variabel.
Tabel 12.Ringkasan Hasil Uji Wilcoxon dari Setiap sub Variabel Perilaku
Agresif Fisik
Sub Variabel Zhitung Ztabel Kriteria
Memukul 2,521 1,96 Signifikan
Mendorong 2,521 1,96 Signifikan
Berkelahi 2,521 1,96 Signifikan
Menendang 2,521 1,96 Signifikan
Menampar 2,521 1,96 Signifikan
Sumber : Data Penelitian
Berdasarkan tabel 12 tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan perilaku
agresif fisik antara sebelum dan sesudah adanya layanan konseling kelompok
ditinjau dari tiap-tiap sub variabel yaitu memukul, mendorong,berkelahi,
menendang dan menampar.
Tabel 13.Ringkasan Hasil Uji Wilcoxon dari Setiap Sub Variabel Perilaku
Agresif Verbal
Sub Variabel Zhitung Ztabel Kriteria
Menghina 2,521 1,96 Signifikan
Memaki 2,521 1,96 Signifikan
Marah 2,521 1,96 Signifikan
Mengumpat 2,521 1,96 Signifikan
Sumber : Data Penelitian
Berdasarkan tabel 13 tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
perilaku agresif verbal antara sebelum dan sesudah adanya layanan konseling
kelompok ditinjau dari tiap-tiap sub variabel yaitu menghina, memaki, marah dan
mengumpat.
lxxiii
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa ada penurunan perilaku
agesif fisik dan verbal pada siswa di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang
setelah mendapatkan layanan konseling kelompok. Hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa rata-rata perilaku agresif fisik dan verbal siswa setelah
adanya layanan konseling kelompok lebih rendah dibandingkan dengan
sebelum mendapatkan layanan konseling kelompok. Hal ini menunjukkan
bahwa layanan konseling kelompok yang berisi materi tentang konsep diri,
perilaku agresif fisik dan verbal, pontensi diri dan cara mengurangi perilaku
agresif sangat efektif untuk mengurangi perilaku agresif siswa.
Dengan adanya layanan konseling kelompok, maka kebiasaan buruk, siswa
secara fisik seperti memukul, mendorong, berkelahi, menendang dan menampar
menjadi menurun. Sebelum diadakannya layanan konseling kelompok siswa
mempunyai tingkat agresifitas seperti memukul dan mendorong yang termasuk
kategori sangat tinggi, berkelahi dan menendang yang masuk dalam kategori
tinggi serta menampar yang masuk dalam kategori sedang, setelah adanya layanan
konseling kelompok pada indikator memukul. berkelahi dan menampar agresifitas
siswa menjadi menurun dalam kategori rendah sedangkan indikator mendorong
dan menendang menurun menjadi kategoro sedang, Penurunan agresifitas siswa
tersebut setelah diadakannya layanan konselinge kelompok juga terlihat pada
perilaku verbalnya yaitu kebiasaan menghina dan memaki yang sebelumnya
masuk dalam kategori sanggat tinggi dapat menurun menjadi kategori sedang. dan
lxxiv
indikator marah dan mengumpat yang sebelumnya masuk dalam kategori
tinggidapat menurun dalam kategori rendah. Dengan demikian secara umum dapat
dijelaskan bahwa layanan konseling sangat efektif untuk menurunkan perilaku
agresif siswa baik secara fisik maupun secara verbal.
Menurunnya sikap agresifitas siswa setelah mendapatkan layanan
konseling kelompok disebabkan melalui layanan konseting kelompok tersebut
para siswa yang memiliki agresifitas tinggi memperoleh kesempatan. untuk
pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika
kelompok. Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang
bergerak, yang berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antara sesama
anggota kelompok. Dalam layanan konseling kelompok sangat memungkinkan
siswa untuk dapat mengembangkan berbagai ketrampilan yang pada intinya
meningkatkan kepercayaan diri dan kepercayaan orang lain seperti berani
mengemukakan atau percaya diri dalam berperilaku terhadap orang lain, cinta diri
yang dapat dilihat dan dalam berperilaku dan gaya hidupnya untuk memelihara
diri, memiliki pemahaman yang tinggi terhadap segala kekurangan dan
kemampuan dan belajar memahami orang lain, ketegasan dan menerima, kritik
dan memberi kritki dan ketrampilan diri dalam penampilan dirinya serta dapat
mengendalikan perasaan dengan baik. Hal tersebut senada dengan pendapat
Prayitno (1994, 311) yang menyatakan bahwa melalui konseling kelompok dapat
memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk berinteraksi antar
pribadi yang, khas yang tidak mungkin terjadi pada layanan konseling individu
lxxv
atau perorangan. Layanan konseling kelompok dapat dijadikan sebagai tempat
penempatan sikap ketrampilan dan keberanian sosial yang bertenggang rasa.
Secara nyata terlihat dari hasil penelitian ini sebelumnnya, para siswa
mempunyai perilaku yang cenderung selalu menggunakan kekerasan baik
secara fisik maupun verbal untak melampiaskan kekesalan hatinya atau untuk
membela temannya entah mereka berada dalam posisi yang benar ataupun
salah. Akan tetapi setlah mendapatkan layanan konseling kelompokmereka
mendapatkan pengetahuan tentang konsep dirinya, pengetahuan tentang
perilaku agresif baik fisik maupun verbal pengetahuan tentang potensi dirinya
dan mendapatkan ketrampilan tentang cara mengurangi perilaku agresif
melalui kegiatan modeling yang dilakukan oleh peneliti.
Di dalam kegiatan modeling klien lebih banyak berperan penting untuk
merubah dirinya sendiri. Klien akan menggunakan kognisinyauntuk meresapi
bahwa perilaku yang dilakukan tidak sesuai dengan norma yang ada di
masyarakat. Selain itu di dalam modeling klien dapat berlah untuk mengubah
stimlus yang ada pada dirinya. Misalnya konselor mencontohkan hal yang baik
kepada klien, walaupun sulit untuk dilakukan k1ien akan berusaha melakukannya.
Perilaku yang lain yang dapat ditampakkan dalam proses modeling yaitu
melakukan respon lain, di dalam proses modeling klien juga sadar bahwa mereka
dituntat untuk melakukan respon lain yang lebih baik dibandingkan dengan
perilaku yang sebelumnya. Apabila klien bisa untuk mengontrol dirinya sendiri
secara baik yang ditunjukkan dari kemampuan klien melakukan respon lain yang
lebih baik maka klien akan berusaha untuk menguatkan diri secara positif.
Apabila klien mendapatkan masalah maka k1ien akan memandang bahwa masalah
tersebut akan dapat dipecahkan klien sendiri tanpa harus merugikan orang lain,
lxxvi
menjadikan mereka sadar akan pentingnya berperilaku yang ramah, sopan, sabar,
tenggang rasa, bersahabat dan pemaaf.
Menyikapi hasil penelitian ini, maka dapat dijelaskan bahwa perilaku
agresif seseorang cenderung dapat dikurangi dengan pembentukan
lingkunganyang kondusif seperti yang telah peneliti ciptakan saat melakukan
modeling.Kegiatan modeling dengan teknik bermain peran yang bertujuan untuk
mengembangkan sikap pemaaf rendah hati dan bersahabat tersebut mampu
meningkatkan kesadaran siswa yang memiliki perilaku agresif akan arti penting
sikap-sikap tersebut dalam kehidupan sosialnya. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Sobur (2003:121) yang menyatakan bahwa, manusia berkembang
berdasar stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitar. Lingkungan yang
buruk akan menghasilkan manusia yang buruk dan lingkungan yang baik akan
menghasilkan manusia baik. Dengan kata lain kepribadian manusia dapat
dibentuk melalui rangsangan-rangsangan tertentu.
lxxvii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari hasil penelitian di Panti
Pamardi Putra Mandiri Semarang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Perilaku agresif fisik siswa sebelum mendapatkan layanan konseling
kelompok adalah tinggi dengan skor 288,3 dan setelah mendapatkan layanan
konseling kelompok menurun menjadi rendah dengan skor 154,3 sedangkan
perilaku agresif verbal siswa yang pada mulanya sangat tinggi dengan skor
320,3 setelah mendapatkan layanan konseling kelompok turun mengalami
penurunan dengan skor 166,9.
2. Layanan konseling kelompok sangat efektif untuk menurunkan perilaku
agresif siswa di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang. Hal ini ditujukan dari
hasil uji Wilcixon yang memperoleh harga Zhitung > Ztabel.
lxxviii
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditunjukan beberapa saran, yaitu :
1. Bagi Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang hendaknya persiapan untuk
melaksanakan layanan konseling kelompok sebagai upaya mengurangi
perilaku agresif siswa-siswa yang memliki tingkat agresifitas tinggi.
2. Bagi para siswa di Panti Pamardi Putra Mandiri Semarang, hendaknya
mengikuti layanan konseling kelompok dengan sungguh-sungguh agar dapat
mengembangkan berbagai ketrampilan yang pada intinya meningkatkan
kepercayaan diri, cinta diri, pemahaman diri atas segala kekurangan dan
kemampuan, ketegasan dalam menerima kritik dan memberi kritki serta dapat
mengendalikan perasaan dengan baik sehingga adanya gejolak yang ada dalam
dirinya dapat diredam yang pada akhirnya dapat menurunkan perilaku
agresifnya.
lxxix
lxxx
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, 1996. Teknik-teknik Dasar Konseling. Jakarta : Gahlia Indonesia.
Arikunto,1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
RinekaCipta
, 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta Rineka
Cipta
Azwar, 1997. Tes dan Pengukuran. Jakarta : Rineka Cipta
, 2001. Validitas dan Reliabilitas. Jakarta : Rineka Cipta
Dayakisni, 2003. Psikologi Sosial.. Malang : UMM.
Depdikbud, 1996. Modul Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Depdikbud.
Haryadi, 1993. Perkembangan Peserta Didik. Semarang : IKIP Semarang Press.
Hadi, 2000. Metodologi reseach. Yogyakarta : Ando Offset.
Sobur, 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
O. Sears. 1994. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga.
Prayitno, 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta : Gahlia Indonesia.
Prayitno dan Amti, 1994. Dasar-dasar Bimbingan Konseling. Jakarta : DIKBUD
Sobur, 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
Sudjana, 1998. Statistika. Yogyakarta : Andi Offset
Sugiyono, 1997. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sugiyarta S.L., 1990. Paper Hubungan Pola Asuh Orang Tua terhadap Agresifitas (Remaja). Fakultas Pasca Sarjana UNPAD.
lxxxi
Sukardi, 1996. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
Suryabrata, 2000. Tes dan Pengukuran. Jakarta : Ghalia Indonesia
Nasir. 1996. Metodologi Penelitian. Jakarta : Gahlia Indonesia.
Nawawi, 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Wirawan, 1999. Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka.
_____________, 2000. Psiokologi Remaja. Jakarta : PT. Raya Grafindo persada.
Winkel, 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : PT. Gramedia.
77