Jtmgb April2011 Web

57
JTMGB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi ISSN 0216-6410 Vol. : 2 No. : 1 April 2011 Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Society of Indonesian Petroleum Engineers JTMGB Vol. 2 No. 1 Hal. 1-49 Jakarta April 2011 ISSN 0216-6410

description

jurnal migas

Transcript of Jtmgb April2011 Web

Page 1: Jtmgb April2011 Web

JTMGBJurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

ISSN 0216-6410

Vol. : 2 No. : 1 April 2011

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan IndonesiaSociety of Indonesian Petroleum Engineers

JTMGB Vol. 2 No. 1 Hal. 1-49 Jakarta April 2011 ISSN 0216-6410

Page 2: Jtmgb April2011 Web

JTMGB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

ISSN 0216-6410 Vol. : 2 No. : 1 April 2011

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah yang diterbitkan sebagai kontribusi para professional ahli teknik perminyakan Indonesia

yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dalam menyediakan media komunikasi kepada anggota IATMI pada khususnya dan mensosialisasikan

dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya.

Alamat Redaksi: Patra Office Tower Lt.1 R.1C Jln. Jendral Gatot Subroto Kav. 32-34

Jakarta 12950 – Indonesia. Tel/Fax: +62-21-5203057 website: http://www.iatmi.or.id email: [email protected]

Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (ISSN 0216-6410) diterbitkan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, Jakarta

Penanggung Jawab : DR. Ir. Salis S. Aprilian

Peer Review : Prof. DR. Ir. Pudjo Sukarno (Integrated Production System)Prof. DR. Ing. Ir. HP Septoratno Siregar, DEA (EOR)Prof. Ir. Doddy Abdassah, PhD. (Teknik Reservoir)DR. Ir. Sudjati Rachmat, DEA (Well Stimulation and Hydraulic Fractiuring)DR. Ir. Sudarmoyo,SE, MT (Penilaian Formasi)Ir. Aris Buntoro, MT (Teknik Pemboran)Ir. Ratnayu Sitaresmi, MT (Teknik Reservoir)DR. Ir. Taufiq Fathaddin (EOR/Simulasi)DR. Ir. Andang Kustamsi (Teknik Pemboran)

Dewan Redaksi

Ketua : DR. Ir. Taufan Marhaendrajana (Engineering Mathe matics and Well Testing/Performances)

Anggota : DR. Ir. Asep K. Permadi (Karakterisasi dan Pemodelan Reservoir)DR. Ir. Tutuka Ariadji (Produktion Optimisation)DR. Ir. Bambang Widarsono (Penilaian Formasi)

Redaktur Pelaksana : Ir. IGK. Budiartha Ir. Elly M.Jusuf, MSc.Ir. Ana Masbukhin

Sekretariat : Ir. Bambang PudjiantoLayout Desain : Endy Hadianto, S.Kom

Alief SyahruSirkulasi : Abdul Manan

KEPUTUSAN KETUA UMUM IATMI PUSATNO: 03/SK/ IATMI/I/2011

Page 3: Jtmgb April2011 Web

JTMGB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

ISSN 0216-6410 Vol. : 2 No. : 1 April 2011

DAFTAR ISI

Penilaian Faktor Ketidakpastian dalam perhitungan saturasi fluida pada reservoirbaru pasir lempungan dengan desain eksperimen Heru Atmoko .......................................................................................................................... 1 - 13

Studi laboratorium microbial enhanced oil recovery (MEOR): efek kultur campuran bakteri penghasil biosurfaktan terhadap penurunan tegangan antarmukaLaskary Andaly Metal Bitticaca, Dea Indriani Astuti, Nuryati Juli ...................................... 14 - 22

Metode EOR screening menggunakan dynamic updating criteria dan fuzzy expert systemMurni Hadisuryani .............................................................................................................. 23 - 34

Penentuan lokasi sumur menggunakan genetics algorithm Fajril Ambia ........................................................................................................................ 35 - 40

Operasi proses perendaman surfaktan pada squeeze cementing untuk pekerjaan water shut-offChristianto Widi Dewanto ................................................................................................... 41 - 49

Page 4: Jtmgb April2011 Web

KATA PENGANTAR

Selamat berjumpa lagi dengan JTMGB yang diterbitkan secara rutin oleh IATMI, sebagai wadah bertukar dan bertutur ilmu pengetahuan dan teknologi baru di bidang Minyak dan Gas Bumi.

Sebagai pengurus baru, kami berusaha melanjutkan tradisi yang baik melalui sharing knowledge berupa jurnal teknologi ini agar visi dan misi IATMI 2010-2012 sebagai perekat (fasilita-tor/dinamisator/ lubrikator) hubungan harmonis antara Universitas-Industri-Pemerintah dapat dica-pai sesuai yang telah ditekadkan.

Kami berusaha menyajikan jurnal yang telah berada di tangan pembaca ini sedikit berbeda dengan edisi sebelumnya dengan tanpa kehilangan esensi sebagai jurnal keilmuan dan teknologi. Dengan meningkatkan standar penulisan dan kualitas tulisan, serta desain cover dan tata letak yang telah kami perbaiki, semoga dapat menjadikan JTMGB ini lebih disenangi untuk dibaca dan dijadi-kan referensi.

Dalam edisi kali ini pembaca akan menemukan tulisan-tulisan yang mengupas tentang teknologi untuk meningkatkan produksi di lapangan tua (mature fields), antara lain tentang Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR) yang berpotensi dapat menaikkan produksi dengan cara mereduksi tegangan antar-muka (interfacial tension) minyak-air. Juga penggunaan fuzzy expert system dalam pemilihan metoda EOR yang cocok untuk suatu lapangan. Dalam tulisan lain anda juga akan men-emukan cara mengatasi kesulitan squeeze cementing yang biasa kita hadapi untuk menutup zona air (water shut-off) di sumur-sumur tua, dengan menggunakan sejenis surfaktan untuk merendam zona tersebut lebih dulu. Selain itu, kajian-kajian dalam skala laboratorium maupun berupa pengembangan metoda baru dari berbagai referensi disajikan dalam JTMGB kali ini.

Akhir kata, kami selaku pengurus IATMI 2010-2012 mengucapkan terima kasih kepada para penulis dan senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan media ini ke arah masa depan yang lebih baik (for a better future) untuk pembaca, bangsa dan negara indONEsia !!

(ssa)

Page 5: Jtmgb April2011 Web

1

PENILAIAN FAKTOR KETIDAKPASTIAN DALAMPERHITUNGAN SATURASI FLUIDA PADA RESERVOIR

BATU PASIR LEMPUNGAN DENGAN DESAIN EKSPERIMEN

Heru Atmoko

Kepala laboratorium Special Core Analysis pada PPPTMGB “LEMIGAS”Jl. Ciledug raya, Cipulir, kebayoran Lama, Jakarta 12230

Telepon: 62-21-7394422; Fax: 62-21-7246150e-mail: [email protected]

Sari

Dewasa ini lebih dari 100 buah model persamaan saturasi fluida telah dibuat untuk mengatasi ketidak-pastian dalam estimasi saturasi air. Ada beberapa faktor reservoar yang bisa mempengaruhi harga saturasi fluida yaitu porositas (Φ), kandungan lempung (Vcl), resistivitas lempung (Rcl), resistivitas air formasi (Rw), resistivitas batuan (Rt), tortousitas (a), faktor sementasi (m), dan eksponen saturasi (n). Untuk melihat faktor-faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi perhitungan saturasi fluida dalam kaitannya kehadiran lempung di reservoar maka metoda desain eksperimen perlu di-lakukan. Model dari Plackett Burnman dengan 24 kombinasi kemungkinan (PB-24 Runs) digunakan untuk melihat pengaruh dari faktor-faktor reservoar terhadap saturasi fluida pada Lapangan-X di laut Jawa bagian barat yang terdapat kandungan lempung pada reservoarnya. Hasil studi menunjukkan adanya tujuh (7) faktor ketidakpastian paling dominan yang diestimasi sebagai mempengaruhi harga saturasi fluida sebesar antara 11% – 118%. Disamping kesimpulan tersebut persamaan korelasi serta distribusi tingkat probabillity 10%, 50% dan 90% untuk estimasi saturasi fluida pada batuan reser-voar kehadiran lempung telah dikembangkan dari metoda desain eksperimen ini. Hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu bagi para penganalisis log sumur dan ahli petrofisika agar lebih berhati-hati sewaktu melakukan pemilihan dan perhitungan atas faktor-faktor yang paling dominan tersebut disamping memperkecil faktor ketidakpastian pada faktor-faktor tersebut. Diharapkan juga bahwa persamaan korelasi saturasi fluida yang telah dibangun dari penelitian ini bisa diterapkan untuk se-mua reservoar yang mempunyai kandungan lempung dan tidak bersifat lokal.Kata kunci: Saturasi fluida, faktor ketidakpastian, seleksi faktor, persamaan saturasi air baru

Abstract

At present there are more than 100 models have been proposed in order to overcome uncertainties in the estimation of water saturation. There are factors that affect estimation of water saturation, namely porosity (Φ), clay contents (Vcl), clay resistivity (Rcl), formation brine resistivity (Rw), true resistivity (Rt), tortuosity (a), cementation factor (m), and saturation exponent (n). To study the most predominant factors among them in the estimation of water saturation in the case of clay presence in reservoir rocks an experimental design is needed. A Plackett Burnman model with 24 probability combinations (PB-24 Runs) is applied to serve the purpose, with data from X field located in Off-shore Northwest Java is used as a case study. Results of study show that the seven (7) factors have contributed uncertainties in the water saturation estimates within a range of 11% - 118%. Apart from this conclusion water saturation correlations at 10%, 50%, and 90% probability levels have also been developed from this study. The results of this research is hope to encourage log analysts and petrophysicists to be more mindful in selecting data for the seven factors, as well as minimizing the potential uncertainties associated with them. It is also hoped that the water saturation correlation developed in this study can be applied in any clay-containing reservoir rocks as long as they do not bear any specific localities. Keywords: water saturation, uncertainty factors, careful selections, new water saturation model

Page 6: Jtmgb April2011 Web

2

I. Latar Belakang

Masih seringnya terabaikan oleh pelaku in-dustri migas mengenai pentingnya peranan data core dalam perhitungan saturasi fluida baik ka rena alasan ketidakpahaman, biaya dan waktu menjadikan ketidakpastian yang tinggi dalam ha-sil perhitungannya. Penggunaan parameter faktor yang berlaku umum pada jenis batuan tertentu masih belum merupakan jawaban yang memuas-kan untuk kasus-kasus di Indonesia kerena ker-agaman reservoarnya. Ada beberapa faktor res-ervoar yang bisa mempengaruhi harga saturasi fluida dalam batuan reservoar yang mengandung lempung yaitu porositas (Φ), kandungan lem-pung (Vcl), resistivitas lempung (Rcl), resistivi-tas air formasi (Rw), resistivitas batuan (Rt), tor-tuositas (a), faktor sementasi (m), dan eksponen saturasi (n). Faktor-faktor tersebut mempunyai rentang harga yang variatif tergantung dari kera gaman batuan reservoar itu sendiri dan menjadi kesulitan tersendiri bagi seorang ahli analisa log apalagi tidak tersedianya data core sebagai pem-bandingnya.

Tulisan ini akan membahas dampak dari faktor-faktor tersebut terhadap hasil perhitungan saturasi fluida dengan menggunakan desain ek-sperimen. Diharapkan dari fenomena yang ter-jadi menjadi perhatian bersama akan pentingnya peranan data core sehingga akan didapatkan ha-sil perhitungan yang mempunyai tingkat keper-cayaan yang tinggi.

II. Faktor Ketidakpastian Dalam Perhitungan Saturasi Fluida

Sumur-X di laut Jawa bagian barat dipilih untuk dilakukan studi ini yang merupakan sumur eksplorasi pada formasi Talangakar yang memi-liki kandungan lempung diatas 15% didalam res-ervoarnya. Tipe dan kualitas data log sumuran da pat dilihat pada Gambar 1. Model saturasi air dari persamaan Indonesia dianggap cukup mewakili untuk perhitungan saturasi fluidanya. Parameter lainnya untuk penyelesain perhitungan saturasi air ini akan ditentukan rentang harganya sebagai bagian dari faktor ketidakpastian berdasarkan lit-eratur, penguasaan daerah reservoar yang diteliti serta pengalaman penulis.

Gambar 1. Tipe Log Sumur-X Di Laut Jawa Bagian Barat

Persamaan saturasi fluida untuk model bat-uan reservoar yang mengandung lempung dari model Indonesia (i.e. Poupon model, Bassiouni, 1994) adalah :

....... (1)

Dari persamaan tersebut jelas terdapat de-lapan (8) buah faktor yang akan mempengaruhi hasil perhitungan saturasi fluida yaitu tortousitas (a), faktor sementasi (m), eksponen saturasi (n), porositas (φ), kandungan lempung (Vcl), resistiv-itas lempung (Rcl), resistivitas air formasi (Rw), dan resistivitas batuan (Rt). Gambar 2 memperli-hatkan secara rinci tentang faktor ketidakpastian dalam analisa petrofisika.

Gambar 2. Faktor ketidakpastian dalam analisis petro-fisika.

s

R

v

R

R1 1

/w

n

cl

V

w

mC1

22cl

{

z=

+-c ^m h

Page 7: Jtmgb April2011 Web

3

Faktor Tortuositas (a)

Tortuositas adalah panjang keliku-likuan lin-tasan dalam batuan dibandingkan dengan pan-jang batuan itu sendiri dalam suatu sistem pori batuan.

............................... (2)Dalam pengukuran di laboratorium, faktor for-masi dan porositas mempunyai hubungan terh-adap faktor tortuositas tersebut.

.................................(3)Dimanan eksponen c adalah konstanta korelasi yang mempunyai variasi harga antara 1,7 sam-pai 2. Variasi harga tersebut hampir sama dengan harga faktor sementasi (m).

Faktor tortuositas sangat dipengaruhi oleh geometri saluran pori batuan dan mempunyai rentang harga antara 0,62 sampai 0,88 (Bassiouni, 1994) yaitu untuk batupasir dengan sementasi yang baik (well cemented) sampai tersementasi buruk (weakly cemented). Keller juga menye-butkan harga tortuositas bisa mencapai 3,5 pada batuan vulkanik yang berongga-rongga seperti, tuff dan pahoehoe.

Untuk kepentingan penelitian harga untuk batupasir tersebut dicoba untuk dimasukan keda lam desain eksperimen yaitu harga minimum adalah 0,62 dan maksimum adalah 1. Harga maksimum a=1 dipilih berdasarkan pengalaman penulis berdasarkan data hasilpengukuran labo-ratorium untuk rata-rata batupasir di Indonesia.

Faktor Sementasi (m)

Seperti halnya tortousitas, faktor sementasi bisa didapatkan dari pengukuran sifat kelistri-kannya yang merupakan fungsi dari bentuk dan distribusi pori dalam batuan.

FR

R

mW

O

za= = ................................. (4)

Dengan melakukan ploting antara faktor for-

masi batuan (F) dan porositas dalam skala log-log, hasilnya merupakan sebuah garis lurus den-gan kemiringan (slope) yang dikenal sebagai m (faktor sementasi) seperti terlihat pada Gambar 3.

Faktor sementasi dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah, bentuk, pemilahan dan packing dari ukuran dan konfigurasi pori, tortu-ositas, tipe pori (intergranullar, intercrystalline,

Gambar 3. Faktor formasi batuan (penentuan a dan m).

vuggy, fractured), kompaksi (adanya tekanan overburden), kehadiran lempung, dan tempera-tur. Efek utama dari faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi besar kecilnya harga faktor for-masi batuan yang pada akhirnya berdampak pada harga faktor sementasi.

Pada batupasir yang tidak terkompaksi secara baik (unconsolidated) dikarakterisasikan mem-punyai rentang harga m sebesar 1,1 – 1,3 (Schon, 1996) sedangkan pada batuan yang kompak rata-rata harga m adalah 2 dan bisa mencapai 3 pada batuan karbonat. Reservoar-reservoar batupasir pada daerah Sumatera Utara, Tengan dan Selatan mempunyai rentang harga m antara 1,2 sampai 1,9 sedangkan pada daerah Jawa Barat bagian Utara dan Jawa Timur mempunyai rentang harga m antara 1,5 sampai 2,1 (Adim, 1993).

Pirson pada tahun 1958 (Bassiouni, 1994) membagi kelas sementasi untuk batupasir men-jadi 5 buah kelas yaitu tidak tersementasi dengan harga m < 1,3 , cukup agak tersementasi antara 1,4 sampai 1,5, agak tersementasi 1,6 sampai 1,7, cukup tersementasi antara 1,8 sampai 1,9 , dan sangat tersementasi antara 2 sampai 2,2 (Amyx dkk, 1960).

Rentang harga m antara 1,3 untuk harga minimum dan 2,2 untuk harga maksimum akan dimasukan kedalam desain eksperimen berdasar-kan literatur dan data yang ada di Jawa Barat bagian Utara.

LLa a= ` j

FL

L C

{ a= ` j

Page 8: Jtmgb April2011 Web

4

SRR

w

O

C n1

= c m

Eksponen Saturasi (n)

Pada sebagian pori yang tidak terisi oleh air (non conducting fluid/gas dan minyak), resistivi-tas batuan (Rt) akan lebih besar dibandingkan dengan resistivitas batuan yang tersaturasi oleh brine (Ro) dan perbandingan keduanya disebut sebagai indeks resistivitas (RI) atau indeks satu-rasi. Hubungannya kedalam saturasi air dapat da-pat dilihat sebagai berikut :

.................................. (5)

Saturasi eksponen bisa ditentukan dilabora-torium yang merupakan metoda terbaik dengan cara mengukur resistivitas (Ro) pada sample/core yang tersaturasi oleh brine dan kemudian sample tersebut didesak oleh udara atau minyak untuk mendapatkan saturasi air secara parsial. Pada saturasi air parsial kemudian diukur resistivitas batuannya (Rt). Dengan memplot data rasio (Ro/Rt) dan saturasi air kedalam skala logaritma akan didapatkan kemiringan garis lurus yang disebut sebagai saturasi eksponen (n) seperti terlihat pada Gambar 4.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi be-saran harga saturasi eksponen tersebut yaitu sifat kebasahan batuan (wettability), tekanan overbur-den, distribusi fluida dalam reservoar dan jenis serta jumlah kehadiran mineral lempung dalam reservoar.

Pada batuan berpori sifat kebasahan merupa-

kan hasil interaksi antara gaya-gaya yang terda-pat pada cairan dan permukaan padatan dari bat-uan itu sendiri. Gaya-gaya tersebut menghasilkan tegangan adhesi yang selanjutnya akan menentu-kan fluida mana yang cendrung membasahi per-mukaan padatan tersebut. Secara umum batupa-sir yang merupakan pembentuk batuan reservoar cendrung memiliki permukaan yang bersifat asam sehingga mudah untuk bereaksi dan mudah pula untuk menyerap senyawa basa sementara senya-wa asam akan ditolaknya. Komponen utama dari minyak mentah yang umumnya adalah bersifat asam lemah sehingga tidak akan mudah untuk terserap oleh permukaan SiO2 dari batupasir. Hal tersebutlah yang menyebabkan batupasir lebih bersifat netral atau basah air. Sedangkan batuan karbonat permukaannya memiliki sifat basa se-hingga dengan mudah bereaksi dengan senyawa asam yang terdapat pada minyak mentah. Tabel 1 memperlihatkan hasil penelitian dari Trieber dkk (1972) dan Chilingarian dan Yen (1983) tentang sifat kebasahan dari batupasir dan karbonat.

Anderson (1986) mempelajari efek sifat ke-basahan terhadap saturasi eksponen dan menda-patkan bahwa, pada dasarnya saturasi eksponen tidak tergantung dari sifat kebasahan pada harga saturasi air yang cukup tinggi terhadap bentuk air film yang berkelanjutan diatas permukaan buti-ran pada media berpori dan akibatnya menyedia-kan jalur yang menerus untuk arus listrik. Kesi-nambungan tersebut adalah umum pada batupasir yang bersih dan pada sistem basah air yang se-ragam. Sistem tersebut mempunyai harga saturasi eksponen rata-rata adalah 2. Pada batuan dengan sistem basah minyak yang seragam dengan harga saturasi air yang rendah, harga saturasi eksponen bisa mencapai 10 atau lebih besar lagi.

Widarsono (2008) dalam tulisannya menye-butkan bahwa sifat kebasahan sangat berkaitan sekali dengan komposisi kimia dan derajat keasa-man dari padatan dan fluida yang bersangkutan.

Gambar 4. Indeks resistivitas (penentuan n)

Chilingarian & Yen (1983)

Batupasir, % Karbonat, % Karbonat, %Basah air 43 8 8Intermediate 7 4 12Basah minyak 50 88 80

Tabel 1. Sifat kebasahan batupasir dan karbonat (Chillingarian & Yen, 1983; Trieber dkk, 1972)

Page 9: Jtmgb April2011 Web

5

Komposisi kimia yang berbeda juga akan mer-espon terhadap pengaruh eksternal, seperti teka-nan dan temperatur yang kemudian akan mem-buat perubahan dalam sifat kebasahan.

Efek tekanan overburden juga berpengaruh terhadap harga saturasi eksponen seperti yang diperlihatkan oleh Lewis dkk (1988) melalui Gambar 5 pada sample batupasir yang bersifat basah air dan sample batupasir Berea. Peruba-han maksimum sebesar 8% untuk sample basah air dan 4% untuk sample basah minyak terhadap

harga saturasi eksponen akibat diberikannya efek tekanan overburden.

Adanya kandungan lempung dalam reser-voar juga akan menurunkan harga saturasi ek-sponen, dikarenakan kapasitas pertukaran kation (CEC) dari mineral lempung akan menyebabkan rasio Rt/Ro atau indeks resistivitas menjadi ren-dah seperti terlihat pada Gambar 6. Besar kecil-nya efek dari kehadiran lempung tergantung juga dari jumlah kandungan, jenis dan penyebaran da-lam reservoar.

Efek lainnya seperti yang telah disebutkan diatas juga bisa menyebakan perubahan pada har-

ga saturasi eksponen yaitu efek pencucian atau ekstraksi dan proses drainage serta imbibition dalam penurunan saturasi. Menurut Anderson (1986) saturasi eksponen harus dilakukan pada sample asli atau sample yang telah dikembalikan pada kondisi awalnya, jika tidak perhitungan sat-urasi fluidanya akan dari data log sumuran men-jadi tidak benar. Gambar 7 memperlihatkan efek ekstraksi dan pencucian terhadap hasil penguku-ran saturasi eksponen. Secara jelas terlihat bahwa efek ekstraksi dan pencucian akan menurunkan harga saturasi eksponen dari 2,71 menjadi 1,91

Proses penurunan saturasi untuk kepentingan penentuan saturasi eksponen akan memberikan harga yang berbeda. Longeron dkk (1986) serta Lewis dkk (1988) mempelajari pengaruh penu-

Gambar 5. Efek tekanan overburden terhadap indeks resistivitas (Tiab & Donaldson, 2004)

Gambar 6. Efek konduktifitas lempung terhadap indeks resistivitas (Tiab & Donaldson, 2004)

Gambar 7 Efek pencucian terhadap indeks resistivi-tas (Tiab & Donaldson, 2004)

Page 10: Jtmgb April2011 Web

6

runan saturasi secara drainage dan imbibition sample batupasir. Hasilnya pada proses drain-age keduanya memberikan hasil yang sama yaitu saturasi eksponen sekitar 2, sementara itu pada proses imbibition menjadi lebih rendah yaitu sekitar 1,4 seperti terlihat pada Gambar 8 Adim (1993) memperlihatkan harga besaran saturasi eksponen yang didapatkan dari hasil pengukuran laboratorium di Lemigas untuk reservor-reservoar batupasir pada daerah Sumatera Tengah dan Su-matera Selatan berkisar antara 1,14 sampai 2,12 sedangkan reservoar-reservoar batupasir untuk Jawa Bagian Utara berkisar antara 1,67 sampai 2,15.

Untuk keperluan desain eksperimen har-ga saturasi eksponen minimum=1,4 dan harga maksimum=4 , dipilih berdasarkan angka-angka yang berasal dari literatur yang meliputi efek-efek dari sifat kebasahan, adanya kandungan lempung, pengaruh pencucian/ekstraksi, pengaruh tekanan overburden dan proses penurunan saturasi yang mempengaruhinya serta pengalaman penulis un-tuk reservoar-reservor Jawa Bagian Utara.

Porositas (φ)

Seperti diketahui bersama bahwa penentuan harga besaran porositas umumnya didapatkan dari rekaman data log yaitu dari log densitas, log netron, dan log sonik atau kombinasi dari ketig-anya. Rekaman data log tersebut tidak langsung mengukur besaran porositas dalam formasi akan tetapi hanya mengukur sifat fisika batuannya. Dengan menggunakan sebuah persamaan empiris

maka besaran porositasnya akan diketahui.Dikarenakan sifat pengukuran yang berbe-

da yaitu untuk log densitas yang diukur adalah densitas bulk batuan, log netron mengukur in-deks kandungan hidrogen dalam batuan, dan log sonik yang diukur adalah kelambatan/kecepatan gelombang kompresi dalam batuan maka besaran porositas yang dihasilkan tentunya akan berbeda. Ketidakpastian akan terjadi jika kita tidak punya data core sebagai pembanding.

Pada kasus reservoar yang terisi oleh gas pembacaan log densitas tentunya akan mem-perkecil harga densitas bulk dan dengan sendi-rinya perhitungan porositasnya menjadi membe sar sedangkan pada pembacaan netron adanya gas akan memperkecil besarannya dikarenakan sedikitnya atom hidrogen dalam gas dan perhi-tungan porositasnya menjadi rendah, oleh karena itu kombinasi dari keduanya yaitu netron-densi-tas dianggap cukup mewakili untuk perhitungan porositas pada reservoar gas. Pembobotan pada kedua pembacaan log tersebut sering dilakukan oleh seorang log analyst untuk mendapatkan ko-relasi yang baik terhadap data corenya.

Pemilihan litologi yang tidak sesuai juga akan menyebabkan perhitungan porositas men-jadi tidak benar. Kesalahan ini berdampak pada estimasi besaran porositas mencapai ± 5% unit porositas berdasarkan pengalaman penulis.

Adanya mineral lempung dalam batuan reser voar akan memperkecil volume pori batuan se-hingga akan memperkecil besaran porositasnya sedangkan adanya mineral konduktif (siderit dan pirit) akan mempengaruhi pembacaan dari log densitas menjadi lebih besar sehingga porositas yang dihasilkan akan lebih kecil dari porositas sebenarnya.Untuk melihat distribusi dari perhi-tungan porositas pada Sumur-X, maka dilakukan perhitungan terhadap ketiga log porositas tersebut serta kombinasinya seperti terlihat pada Gambar 9. Terlihat bahwa log densitas memberikan harga porositas yang lebih besar dari yang lainnya, un-tuk itu harga maksimum porositas akan diambil dari metoda log densitas dan kombinasi dari log netron-densitas dipilih untuk harga minimumnya untuk didesain eksperimenkan.

Kandungan Lempung (Vcl)

Penentuan kandungan lempung dalam batuan reservoar umumnya bisa dilakukan dari pemba-

Gambar 8. Efek drainage dan imbibisi terhadap har ga n (Tiab & Donaldson, 2004)

Page 11: Jtmgb April2011 Web

7

caan log gamma ray, log SP, dan log kombinasi neutron-densitas. Log gamma ray lebih sering di-gunakan dikarenakan sifatnya yang mengukur ra-dioaktif batuan yang terdapat pada mineral lem-pung. Kedua log lainnya akan sangat tergantung dari perbedaan salinitas, jenis fluida dan mineral tertentu yang dapat mengacaukan perhitungan-nya. Log gamma ray juga akan terganggu pem-bacaannya apabila di dalam reservoar terdapat mineral radioaktif selain mineral lempung seperti pottasium feldspar (K-feldspar). Pemilihan met-odologi yang tepat sangat diperlukan karena akan memperkecil ketidakpastian dalam penentuan kandungan lempung tersebut.

Kandungan lempung dalam reservoar yang dihubungan kedalam indeks lempung (Icl) dapat dilihat dari persamaan berikut

/I GR GR GR GRlogcl c cl c= - -^ ^h h .......... (6)

Biasanya dapat diasumsikan bahwa kandungan lempung Vcl = Icl yang bersifat linier. Asumsi tersebut, meskipun demikian mempunyai ke-cendrungan memperbesar kandungan lempung oleh karena itu beberapa persamaan empiris telah dikeluarkan untuk mengkoreksi hal tersebut. Be-berapa persamaan empiris telah dikembangkan untuk model geologi, umur dan area yang berbe-

da. Beberapa yang terkenal adalah korelasi dari Lorinov, Steiber, dan Clavier dkk (Bassiouni, 1994).

Untuk batuan tersier Lorinov mengemuka-kan persamaan sebagai berikut:

.V 0 083 2 1.cl

3 71cl= -^ h ........................ (7)

Steiber memberikan persamaan :

/V l l3 2cl cl cl= -^ h .............................(8)

Clavier dkk mengusulkan persamaan :

1.7 . .V l3 38 0 7cl cl2

21

= - - +^ h6 @ .......(9)

Untuk batuan pretersier (older rock) Lorinov mendapatkan persamaan :

.V 0 33 2 1cll2 cl= -^ h ..........................(10)

Untuk keperluan desain eksperimen harga maksi-mum untuk penentuan kandungan lempung diam-bil dari persamaan (6) yang bersifat linier antara indeks lempung (Icl) dengan kandungan lempung (Vcl), sedangkan harga minimum digunakan per-samaan dari Clavier dkk untuk reservoar dengan

Gambar 9. Perhitungan porositas dari berbagai model porositas

Page 12: Jtmgb April2011 Web

8

umur batuan tersier. Persamaan dari Clavier dkk tersebut dipilih berdasarkan pengalaman penulis lebih cocok digunakan untuk penentuan kandung an lempung pada reservoar batupasir di Indone-sia.

Resistivitas Lempung (Rcl)

Hadirnya lempung yang konduktif dalam batuan tentunya akan mempersulit penentuan resistivitas batuan pada formasi yang tersaturasi secara parsial. Jenis, jumlah kandungan dan dis-tribusinya memberikan dampak berbeda pada hasil resistivitasnya. Secara umum adanya lem-pung dalam batuan akan memperkecil resistivitas sebenarnya (Rt) dan jika tidak dilakukan koreksi terhadapnya maka akan menghasilkan perhitun-gan saturasi air yang besar.

Hampir semua persamaan saturasi air untuk mengatasi adanya lempung dalam batuan me-masukan faktor resistivitas lempung (Rcl). Resis-tivitas lempung tersebut sangat sulit ditentukan harganya, bahkan laboratorium juga belum juga bisa mengatasi hal tersebut dikarenakan kandun-gan lempung yang berada pada sample/core hadir bersama-sama dengan mineral batupasir menjadi satu kesatuan. Jalan alternatifnya adalah melihat data dari log resistivitas pada zona diatas reser-voar atau dibawahnya yang mempunyai lapisan lempung/clay yang menerus secara korelasi antar sumur. Metoda tersebut bisa saja digunakan apa-bila kita mempunyai reservoar yang kehadiran lempungnya secara terlaminasi karena kemung-kinan besar mempunyai kesamaan proses geolo-gi pada saat pengedapannya. Untuk kandungan lempung yang hadir dalam bentuk terdispersi atau terstruktur kemungkinan besar tidak dalam proses geologi yang sama.

Pada studi ini harga maksimum untuk resis-tivitas lempung diambil dari asumsi yang telah disebutkan diatas yaitu diambil dari resistivitas lempung pada zona diatas atau dibawah reser-voarnya pada Sumur-X dan didapatkan harga re-sistivitas lempung sebesar 3 ohm-m. Untuk harga minimum resistivitas lempung diasumsikan sebe-sar 0,4 ohm-m.

Resistivitas Air Formasi (Rw)

Resistivitas air formasi bisa didapatkan dari metoda log SP, Pickett plot dan Hingle plot den-

gan hasil yang terbaik dilakukan pada zona yang bersih dan terisi oleh air (water bearing). Cara yang lebih dianjurkan lagi adalah dari penguku-ran laboratorium atas air formasi tersebut.

Ketidakpastian akan muncul apabila kita ber-hadapan pada lapisan-lapisan yang mempunyai kandungan lempung yang cukup banyak serta lapisan yang tidak mengandung air. Hasil analisa laboratorium juga bisa saja tidak bisa digunakan karena air yang terproduksi sudah tercampur dengan zona yang lainnya jika diproduksikan bersama-sama (comingle). Selain itu lumpur ber-salinitas tinggi pada saat pemboran bisa saja ber-campur dengan air formasi yang terproduksikan. Hal tersebut diatas akan sangat menyulitkan da-lam penentuan harga resistivitas air formasi yang sebenarnya.

Pada kasus ini penentuan resistivitas air for-masi dilakukan dengan metoda log SP pada zona air yaitu pada interval 6200 – 6400 ft dan dida-patkan harga minimum sebasar 0,121 ohm-m @75oF serta harga maksimum adalah 0,343 ohm-m @75oF yang akan dimasukan kedalam desain eksperimen.

Resistivitas Batuan (Rt)

Resistivitas sebenarnya (Rt) adalah resistivi-tas total yang memperhitungkan adanya fluida (gas, minyak, dan air) serta batuannya itu send-iri. Resistivitas sebenarnya (Rt) bisa didapatkan dari pengukuran log resistivitas pada jangkauan yang dalam, menegah dan dangkal (deep, micro and shallow resistivity) dengan melakukan kore-ksi terhadap kondisi lubang sumur serta kondisi lingkungan. Jika tidak mempunyai pembacaan resistivitas yang menengah dan dangkal, pemba-caan resistivitas dalam juga bisa diandalkan se-bagai resistivitas sebenarnya asalkan pergerakan lumpur pemboran tidak masuk terlalu dalam seh-ingga mempengaruhi pembacaannya.

Pada kasus ini diasumsikan bahwa ketidak-pastian pada penentuan resistivitas sebenarnya dalam evaluasi log adalah sangat kecil, sehingga bisa dianggap konstan dan tidak dimasukan ked-alam desain eksperimen.

III. Desain Eksperimen

Desain eksperimen adalah suatu rancangan percobaan (dengan tiap langkah dan tindakan

Page 13: Jtmgb April2011 Web

9

yang benar-benar terdefinisikan) sedemikian rupa sehingga informasi yang berhubungan den-gan atau diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti dapat dikumpulkan.

Terminologi-terminologi umum dalam de-sain eksperimen dan yang akan sering disebut dalam studi ini akan disajikan berikut ini. Termi-nologi faktor, dalam arti umum digunakan untuk mencirikan eksperimen dari satu percobaan ke percobaan yang lain. Sebagai contoh dalam ap-likasi petrofisika, faktor bisa menunjukan harga porositas, parameter tekstur (a,m, dan n), kand-

ungan lempung, resistivitas lempung, resistivi-tas air formasi , dan lainnya. Sedangkan variasi harga dari sebuah faktor yang diuji dalam desain eksperimen dikenal sebagai level. Adapun hasil numerik dari sebuah percobaan disebut respon. Respon dalam petrofisika (analisa log sumur) bisa berupa besaran estimasi saturasi air. Efek adalah perubahan dalam respon yang dihasilkan oleh perubahan level dalam faktor. Sebagai contoh bahwa jika sebuah faktor diuji pada 2 level saja, efek-nya adalah perbedaan antara respon rata-rata dari sebuah percobaan yang dilakukan pada level pertama dan respon rata-rata dari semua perco-baan yang dilakukan pada level kedua.

Desain eksperimen terdiri dari perubahan-perubahan yang diinginkan dari input (faktor) kedalam sebuah proses dalam rangka meneliti perubahan-perubahan yang dihasilkan dalam out-put (respon). Proses bisa diartikan sebagai beber-

apa kombinasi dari mesin, material, metoda, ma-nusia, lingkungan, dan pengukuran yang apabila digunakan bersamaan akan memberikan sebuah servis yang menghasilkan sebuah produk atau menyelesaikan sebuah tugas. Jadi desain eksperi-men adalah sebuah pendekatan ilmiah yang me-mungkinkan peneliti mendapatkan pengetahuan supaya bisa memahami sebuah proses dengan baik dan untuk menentukan bagaimana sebuah input mempengaruhi respon. Gambar 10 mem-perlihatkan diagram metodologi yang dilakukan dalam desain eksperimen untuk melihat faktor

ketidakpastian dalam penentuan saturasi air. Ada beberapa metoda desain eksprimen yang

sering dipakai didalam industri diantaranya yaitu Plackett-Burman, Taguchi, dan Box-Behnken (Tiab & Donaldson, 2004). Masing-masing me-toda desain eksperimen tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Diskusi tentang metoda tersebut diatas beserta kelebihan dan kekurangannya diluar cakupan penelitian ini

Pada desain eksperimen faktor-faktor yang akan dimasukan umumnya diberi kode -1, 0, 1 untuk 3 level harga minimum, base, dan maksi-mum, sedangkan pada penelitian ini akan diguna-kan 2 level harga yaitu minimum dan maksimum yang akan diberi kode -1 dan 1. Tabel 2 memper-lihatkan tujuh (7) buah faktor ketidakpastian den-gan 2 tingkatan (level) yang akan diuji. Rentang harga level pada tujuh buah faktor tersebut telah dibahas pada bagian sebelumnya.

Gambar 10. Perhitungan porositas dari berbagai model porositas

Page 14: Jtmgb April2011 Web

10

Dalam penelitian ini dipilih metoda desain eksperimen dari Plackett-Burman 24 run (PB-24) dalam melakukan analisa desain. Desain matrik yang disediakan oleh PB-24 dengan 2 level untuk ke-tujuh faktor yang akan dianalisa dapat dilihat pada Tabel 3 dengan perincian sebagai berikut A= tortusitas (a), B= faktor sementasi (m), C= saturasi eksponen (n), D= resistivitas air formasi (Rw), E= porositas (φ), F= kandungan lempung (Vcl), dan G=resistivitas lempung (Rcl). Tabel 4 memperlihakan hasil perhitungan saturasi air sebagai respon yang dihasilkan dari kombinasi matriks tersebut.

IV. Hasil Analisis dan Diskusi

Dalam penelitian ini analisa desain eksperi-men menggunakan bantuan software Minitab. Hasil keluaran yang diperoleh oleh software ini adalah berupa tabel dan gambar statistik. Pada Tabel 4 memperlihatkan hasil analisa statistik dari Plackett-Burnman 24 Run untuk perhitungan Sw yang diantaranya menunjukan faktor-faktor yang dilibatkan dalam desain eksperimen yaitu, efek, koefisien korelasi, toleran (T), P (probabili-tas), dan R2.

Dari hasil analisa desain eksperimen yang dihasilkan terhadap tujuh (7) buah faktor terse-but terlihat bahwa enam (6) buah faktor yaitu saturasi eksponen (n), faktor sementasi (m), re-sistivitas air formasi (Rw), tortuositas (a), porosi-tas serta kandungan lempung merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perhitungan saturasi air dibandingkan faktor lainnya.

Nilai efek positif atau negatif dari sebuah fak-

No Faktor Minimum Maksimum1 Tortousitas (a) 0.62 12 Faktor Sementasi (m) 1.3 2.23 Saturasi Eksponen (n) 1.5 44 Resistivitas Air (Rw, ohm-m) 0.121 0.3435 Porositas (Φ, fraksi) 0.253 0.3066 Kandungan Lempung (Vcl, fraksi) 0.068 0.1647 Kandungan Lempung (Rcl, ohm-m) 0.4 3.0

Tabel 2. Tujuh (7) faktor ketidakpastian dalam perhi-tungan saturasi air

RUN A B C D E F G1 1 -1 1 -1 1 1 12 -1 1 1 -1 1 -1 13 1 -1 1 1 1 1 14 1 1 1 1 1 -1 -15 1 1 -1 1 -1 1 16 1 -1 1 -1 -1 1 17 1 1 -1 -1 1 1 -18 -1 1 1 -1 -1 1 19 -1 -1 -1 -1 1 -1 110 1 1 -1 -1 -1 -1 111 -1 1 -1 1 -1 -1 112 -1 1 -1 1 1 1 113 -1 -1 1 1 -1 -1 114 -1 -1 1 -1 1 -1 -115 -1 1 1 1 1 1 -116 -1 -1 -1 1 -1 1 -117 -1 -1 1 1 -1 1 -118 1 1 1 -1 -1 -1 -119 1 1 1 1 -1 -1 -120 -1 1 -1 -1 1 1 -121 1 -1 -1 -1 -1 1 -122 1 -1 -1 1 1 -1 -123 1 -1 -1 1 1 -1 124 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1

Tabel 3. Kombinasi mariks Plackett Burnman-24 Run

Tabel 4. Respon (Sw) yang dihasilkan dari kombinasi matriks PB-24 Run

Term Effect Coef SE Coef T PConstant 0.2242 0.0040 56.7 0

a 0.03063 0.0153 0.0040 3.87 0.001m 0.06963 0.0348 0.0040 8.81 0n 0.26452 0.1323 0.0040 33.46 0

rw 0.05772 0.0289 0.0040 7.30 0Por -0.02833 -0.0142 0.0040 3.58 0.002Vcl -0.0248 -0.0124 0.0040 3.14 0.006Rcl -0.0034 -0.0017 0.0040 0.43 0.673

Tabel 5. Hasil desain eksperimen dari PB-24 Run

Page 15: Jtmgb April2011 Web

11

tor akan mempengaruhi respon yang dihasilkan dalam hal ini adalah Saturasi air tergantung dari fungsi masing-masing faktor terhadap perolehan saturasi air. Dalam analisa (efek) harga satu-rasi eksponen menempati urutan pertama yaitu mempunyai nilai efek (0,264), kemudian fak-tor sementasi nilai efeknya (0,069), selanjutnya adalah resistivitas air formasi dengan nilai efek (0,057), tortuositas nilai efeknya (0,031), porosi-tas nilai efeknya (-0,028), kandungan lempung nilai efeknya (-0,025) dan yang terakhir adalah resistivitas lempung dengan nilai efek (0,003)

Kofisien korelasi adalah menunjukan seber-apa dominan pengaruh sebuah faktor terhadap jawaban akhir yang dihasilkan yaitu respon. Se-makin tinggi nilai koefisien sebuah faktor, akan semakin dominan faktor tersebut. Selanjutnya bisa juga dilihat pada tabel sebuah harga konstan-ta dengan koefisien sebesar 0,2242 yang mengar-tikan harga saturasi air rata-rata (mean value) dari 24 run adalah sebesar 0,2242 atau 22.42%.

Harga P adalah untuk menentukan statistical significance untuk faktor-faktor dalam model. Harga P menunjukan probabilitas untuk menyer takan sebuah faktor atau pengaruh yang tidak

penting dalam model korelasi (persamaan kore-lasi yang dihasilkan). Nilai P ini dibandingkan dengan nilai α level dimana nilai α level yang digunakan adalah 0,05. Nilai α level adalah ba-tas nilai yang signifikan terhadap hasil yang di-inginkan yaitu respon (saturasi air). Harga P < 0,05 menunjukan faktor tersebut penting dan perlu dimasukan dalam model korelasi. Harga P > 0,05 menunjukan faktor yang tidak penting sehingga tidak harus dimasukan kedalam mod-el. Dari Tabel 5 menunjukan bahwa harga yang mempunyai P > 0,05 adalah resistivitas lempung yaitu 0,673 ini menunjukan bahwa faktor tersebut merupakan faktor yang tidak penting yang tidak perlu dimasukan dalam model korelasi.

Hasil analisa juga menghasilkan persaman korelasi untuk memprediksi harga saturasi air yaitu sebagai berikut

0.2242 0.0153

0.0348 0.1323

. .

S

m n

V R0 0124 0 0017

W

cl cl

a= +

+ +

- +

^

^ ^

^ ^

h

h h

h h .............. (11)

Dari hasil persamaan korelasi tersebut bisa didapatkan kurva S (empirical CDF) yang dapat mengetahui harga Sw serta nilai masing-masing untuk P10, P50, dan P90 seperti yang terlihat pada Gambar 11. Dari gambar tersebut untuk P10 dida-patkan harga Sw sebesar 0,037 yang mempunyai arti tingkat kepercayaan atas harga Sw yang di-hasilkan adalah 10%, P50 dengan harga Sw sebe-sar 0,2241 dengan artian tingkat kepercayaannya adalah 50% sedangkan P90 Sw yang dihasilkan adalah 0,411 dengan tingkat kepercayaan atas saturasi air yang dihasilkan adalah 90%.

Untuk melihat faktor mana yang mempunyai tingkat ketidakpastian yang tinggi terhadap re-spon yang dihasilkan bisa dilihat pada chart pareto

Gambar 11. Probabilitas vs Saturasi Air

Gambar 12. Pareto Chart untuk tujuh (7) faktor ketidakpastian

Gambar 13. Normal plot untuk tujuh (7) faktor ketidakpastian

Page 16: Jtmgb April2011 Web

12

seperti yang ditampilkan pada Gambar 12. Pada gambar tersebut memperlihatkan bahwa faktor saturasi eksponen merupakan faktor yang mem-punyai tingkat ketidakpastian tertinggi. Hal terse-but ditunjukan oleh besarnya efek yang dimiliki dibandingkan dengan faktor lainnya. Secara garis besar chart pareto yang dihasilkan terhadap fak-tor-faktor tersebut yang memiliki ketidakpastian yang tinggi adalah faktor-faktor yang melewati garis kepercayaan (line of confident) yang mem-punyai harga 2,12. Faktor Rcl berada didalam garis kepercayaan yang mempunyai arti bahwa faktor tersebut memiliki ketidakpastian yang ren-dah atau mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi atas respon yang dihasilkan.

Gambar normal plot terhadap efek yang di-hasilkan yang diperlihatkan pada Gambar 13 juga bisa memberikan gambaran faktor-faktor yang mempunyai tingkat ketidakpastian yang tinggi terhadap respon yang dihasilkan. Nilai efek positif atau negatif dari sebuah faktor akan mem-pengaruhi respon yang dihasilkan dalam hal ini adalah Sw tergantung dari fungsi masing-masing faktor terhadap perolehan Sw. Sebagai contoh dari gambar yang dihasilkan faktor saturasi ek-sponen (n) memiliki efek yang besar. Semakin besar harga efek dari harga saturasi eksponen akan menghasilkan Sw yang besar.

Plot main effect terhadap Sw akan memperli-hatkan tujuh buah faktor yang dianalisa terhadap perolehan Sw dimana harga -1 dan 1 mewakili harga minimum dan maximum untuk setiap fak-tor berdampak terhadap respon (Sw) yang ingin diketahui seperti yang terlihat pada Gambar 14.

Analisa sensitivitas dilakukan terhadap tujuh (7) buah faktor pada perolehan Sw yang telah di-hasilkan dengan menggunakan persamaan kore-

lasi (persamaan-11). Gambar 15 memperlihatkan hasilnya dalam diagram tornado. Hasil diagram tornado memperlihatkan bahwa urutan faktor yang paling berpengaruh terhadap perolehan IGIP adalah yang pertama faktor saturasi eksponen (n) dengan mempengaruhi harga Sw mencapai 118% , faktor sementasi (m) dengan mempengar-uhi harga Sw sebesar 31%, resistivitas air for-masi (Rw) mempengaruhi harga Sw sekitar 26%, tortuositas (a) mempengaruhi harga Sw sekitar 14%, porositas dengan mempengaruhi harga Sw sebesar 13%, kandungan lempung (Vcl) yang mempengaruhi harga Sw sebesar 11%, dan yang terakhir adalah resistivitas lempung (Rcl) dengan mempengaruhi harga Sw sekitar 1.5%

Untuk mengatasi dampak dari faktor yang mempunyai ketidakpastian tinggi terutama pada faktor saturasi eksponen maka data pendukung dari hasil analisa laboratorium dan penguasaan atas daerah yang diteliti sangat diperlukan buat praktisi (petrophysicist/log analyst) di lapangan sehingga hasil perhitungan saturasi air yang di-hasilkan mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi.

V. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik bebera-pa kesimpulan yaitu :

Diperlukan pemahaman yang baik terhadap 1. faktor/parameter yang terlibat langsung da-lam perhitungan saturasi air sehingga faktor yang dimasukan mempunyai tingkat ketidak-pastian yang rendah.Perlu dilakukan sosialisasi yang lebih baik 2. lagi mengenai pentingnya data core/percon-

Gambar 14. Efek utama untuk tujuh (7) faktor ketidak pastian

Gambar 15. Analisa sensitivitas untuk tujuh (7) fak-tor ketidakpastian

Page 17: Jtmgb April2011 Web

13

toh terhadap faktor-faktor ketidakpastian tersebut.Penggunaan harga faktor/parameter yang ber-3. laku umum yang sering dilakukan oleh prak-tisi di lapangan pada litologi tertentu masih mempunyai tingkat ketidakpastian yang ting-gi terhadap saturasi air yang dihasilkan.Perubahan sifat kebasahan dapat mengubah 4. secara berarti harga faktor saturasi eksponen (n) dan distribusi fluida. Berdasarkan hasil peneltian faktor tersebut bisa mempengaruhi harga saturasi air mencapai lebih dari 100%.Rentang harga faktor ketidakpastian yang 5. dimasukan kedalam desain eksperimen akan mempengaruhi hasil keluarannya, oleh ker-ena itu penguasaan pengetahuan atas faktor ketidakpastian tersebut menjadi sangat pent-ing.

Acuan

Adim, H.: “Studi parameter m dan n dari batuan reservoar di Indonesia”. Lembaran Publikasi Lemigas, Vol.27, No.1 (1993), pp. 43 – 48.

Amyx, J.W. Bass, Jr., D.M. & Whiting, R.L.: Petroleum reservoir engineering, physical proper-ties. McGraw-Hill Book Company, New York, Toronto, London, p.609, (1960).

Anderson, W.G. “Effect of wettability on the electrical properties of porous media”. J.Pet. Tech., (Dec.1986), pp. 1371 – 1378.

Bassiouni, Z.: “Theory, mesurement, and interpretation of well logs”. SPE Textbook Series, Vol.4, Richardson, TX. P.371, (1994).

Chilingarian, G.V. & Yen, T.F.: Some notes on wettability and relative permeabilities of carbon-ates rocks. Energy Sources, Vol.7, No.1, pp. 67 – 75, (1983).

Keller, G.V.: “Effect of wettability on the electrical resistivity of sands”. Oil & Gas j. Vol. 51, No.1, (January 1953), p.65.

Lewis, M.G., Sharma., M.M. & Dunlap, H.F.: “Wettability and stress effect saturation and ce-mentation exponents”. SPWLA 29th 1988 Ann. Logging Symp., paper K, June 5 – 8.

Longeron, D.G., Argaud, M.J. & Feraud, J.P.: “Effect of overburden pressure, nature, and mi-croscopic distribution of the fluids on electrical properties of sample”. Soc. Petrol. Eng. Paper 15383, 1986.

Schon, J.H.: Physical properties of rocks: Fundamentals and principals of petrophisics – Vol. 18. Klaus helbig & Sven Treitel (eds.)Elsevier Science Ltd, The Boulevard, Langford lane, Kid-lington, Oxford – UK, p. 577, (1996).

Tiab, D. & Donaldson, E.C.: Petrophysics : The ory and practice of measuring reservoir rock and fluid transport properties. Gulf Professional Publishing, 200 Wheeler Road, Burlington, MA 01803, USA, p.889, (2004).

Trieber, L.E., Archer, D. & Owens, W.W.: “A Laboratory evaluation of the wettability of fifty oil producing reservoirs.” Soc.Petrol. Eng. J., Vol.12, No.6, (December 1972), pp. 531 – 540.

Widarsono, B.: “Perubahan sifat kebasahan fluida dan sifat kelistrikan batuan reservoir: isu lama, persoalan aktual”. Lembaran Publikasi Lemigas, Vol.42, No.1 (2008), pp. 20 – 28.

Page 18: Jtmgb April2011 Web

14

STUDI LABORATORIUM MICROBIAL ENHANCED OIL RECOVERY (MEOR):

EFEK KULTUR CAMPURAN BAKTERI PENGHASIL BIOSURFAKTANTERHADAP PENURUNAN TEGANGAN ANTARMUKA

Laskary Andaly Metal Bitticaca, Dea Indriani Astuti, Nuryati Juli

Staff di Oil and Gas Recovery for Indonesia (OGRINDO), Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganeca 10, Bandung

e-mail: [email protected], Telp. 08122455618

SARI

Konsumsi minyak bumi tidak sebanding dengan penemuan cadangan baru dan peningka-tan perolehan minyak (enhanced oil recovery, EOR) adalah merupakan solusi yang dapat diambil berkaitan dengan hal tersebut. Peningkatan perolehan minyak secara mikrobial atau microbial en-hanced oil recovery (MEOR) adalah merupakan salah satu metode EOR yang dapat dipakai jika kondisi memungkinkan. Metode MEOR yang paling sederhana meliputi injeksi larutan yang men-gandung mikroorganisme dan nutrisi ke dalam reservoir selama masa inkubasi tertentu, sehingga memungkinkan mikroorganisme untuk menghasilkan metabolit yang kemudian memfasilitasi pem-bebasan minyak yang terjebak dalam skala mikro. Salah satu metabolit mikroorganisme adalah bio-surfaktan yang memiliki kemampuan untuk mereduksi tegangan antarmuka (Interfacial Tension/IFT) antara minyak dan air, serta dapat digunakan dalam kondisi ekstrem (suhu dan tekanan tinggi). Tu-juan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pencampuran dua kultur bakteri penghasil biosur-faktan, yaitu Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa, dalam menurunkan tegangan antarmuka. Penelitian ini menggunakan kultur Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa dengan variasi komposisi 1:1, 1:2, 2:1 dalam medium Stone Mineral Salt Solution (SMSS) dengan penambahan 0,01% (b/v) NPK dan min-yak bumi 20%. Parameter yang diukur adalah jumlah sel bakteri, pH, berat kering biosurfaktan, dan tegangan antarmuka pada interval setiap 24 jam selama 7 hari pada suhu 55°C dan agitasi 120 rpm. Data yang diperoleh diplot dalam dua kurva, yaitu kurva produksi biosurfaktan dan kurva konsen-trasi kritis pembentukan misel/critical micelle concentration (CMC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan tegangan antarmuka yang dicapai dalam kultur campuran Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa lebih besar daripada kultur tunggal Bacillus sp.Kata kunci: microbial enhanced oil recovery, Bacillus sp., Bacillus polymyxa, biosurfaktan, pengu-rangan tegangan antar-muka

ABSTRACT

Recent oil consumption is not well-balanced with discovery of new reserves and enhanced oil recovery (EOR) technique is solution that can be adopted. Microbial enhanced oil recovery (MEOR) is one of EOR technique that is available provided conditions permit. The most rudimentary MEOR method is through injecting a solution that contains both microorganism and its nutrition into reser-voir over a certain incubation period. In the incubation period the microorganism produces metabo-lite, which in turn facilitates the release of trapped oil in micro scale. One of the produced metabolite is bio-surfactant that allows reduction in interfacial tension between oil and water and works under extreme pressure and temperature. The objective of this research is to investigate the effect of mixing two bio-surfactant-producing bacterial cultures – Bacillus sp and Bacillus polymyxa – in reducing interfacial tension. This study uses mixture compositions between the two cultures of 1:1, 1:2, and 2:1 within stone mineral salt solution (SMSS) with addition of 0.01% (b/v) NPK and 20% crude oil. The measured parameters are bacterial cell quantity, pH, bio-surfactant weight (dry), and interfacial ten-

Page 19: Jtmgb April2011 Web

15

I. Pendahuluan

Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR) merupakan suatu proses peningkatan perolehan minyak dengan memanfaatkan aktifitas mikroor-ganisme (Moses dan Springham, 1982). Teknik ini digunakan sebagai salah satu tahap tersier ke-tika recovery minyak mentah (crude oil) secara primer dan sekunder (dengan waterflood) sudah tidak efisien lagi (Bryant, 1987). Pada awalnya teknik tertiary recovery menggunakan bahan-bahan yang bersifat non-biologis seperti metode termal (thermal method), pengaliran zat kimia (chemical flooding), dan miscible displacement. Namun kemudian mengalami hambatan karena kesulitan pengontrolannya setelah penginjeksian (Moses dan Springham, 1982) dan efek buruknya terhadap lingkungan (Donaldson dkk., 1989).

Berbagai mikroorganisme dapat hidup da-lam reservoir. Mikroorganisme menggunakan senyawa organik yang bervariasi sebagai sum-ber karbon dan energi, yang diantaranya minyak bumi, untuk pertumbuhannya. Ketika sumber karbon merupakan substrat yang tidak larut sep-erti hidrokarbon, mikroorganisme memfasilitasi proses transpornya ke dalam sel dengan mem-produksi beranekaragam senyawa, yang menge-mulsi substrat hidrokarbon dalam medium per-tumbuhan. (Al-Araji dkk., 2007)

Menurut Tanner dkk. (1991), metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat digunakan dalam proses MEOR ada-lah asam, gas, pelarut, polimer, dan surfaktan. Dalam perkembangan berikutnya, salah satu metabolit sekunder yang potensial untuk dikem-bangkan adalah surfaktan.

Surfaktan yang umum digunakan saat ini adalah surfaktan yang disintesis secara kimi-awi. Senyawa ini mudah diproduksi akan tetapi sulit untuk dibiodegradasi dan bersifat toksik terhadap lingkungan. Di lain pihak, biosurfak-tan, yang merupakan senyawa aktif permukaan

yang diproduksi sebagai metabolit sekunder oleh mikroorganisme, memiliki karakteristik yang di-inginkan sebagai agen EOR seperti : jangkauan pH dan toleransi garam yang luas, toksisitas yang rendah, dan potensi biaya produksi yang rendah (Bala dkk., 2002).

Biosurfaktan adalah senyawa ampifilik yang diproduksi oleh sel. Sebagian besar berasal dari permukaan sel mikroorganisme atau dikeluarkan secara ekstraseluler serta memiliki ujung hidro-fobik dan hidrofilik (Lin dkk., 1998). Dengan struktur tersebut, biosurfaktan dapat mereduksi tegangan permukaan dan tegangan antarmuka pada dua fase cairan yang berbeda. Dua efek utama dari senyawa aktif permukaan ini adalah (1) mereduksi tegangan permukaan antara minyak dan air, dan (2) pembentukan misel. Efek yang pertama mereduksi tekanan hidrostatik yang harus diaplikasikan pada fluida dalam pori-pori batuan formasi untuk menanggulangi efek kap-ilaritas, sedangkan efek yang kedua menyedia-kan mekanisme fisik yang menyebabkan minyak dapat dimobilisasi oleh fase cair yang bergerak. (Marshall, 2008)

Tegangan antarmuka antara hidrokarbon dan fase cair sangat bertanggungjawab terhadap ter-jebaknya hidrokarbon dalam matriks berpori. Reduksi besar terhadap tegangan antarmuka san-gat dibutuhkan untuk mobilisasi hidrokarbon. Untuk memperoleh reduksi besar pada tegangan antarmuka, harus diketahui konsentrasi surfaktan yang dibutuhkan untuk membentuk misel (criti-cal micelle concentration/konsentrasi kritis mis-el) (Youssef dkk., 2006).

Salah satu cara efektif untuk menurunkan biaya produksi biosurfaktan adalah dengan men-ingkatkan yield produk. Dengan demikian biaya recovery, modal, dan bahan baku dapat dikuran-gi. Beberapa metode dapat digunakan untuk men capai tujuan ini, antara lain: kontrol biosinte-sis surfaktan, perubahan genetik produsen, dan penapisan overproducer. Kultur campuran juga

sion recorded every 24-hour interval during 7-day study period under 55 oC and 120 rpm agitation. The results are then plotted in two curves, the produced bio-surfactant and critical micelle concentra-tion (CMC). The main conclusion that is drawn from the experiment is that more interfacial tension reduction is observed under Bacillus sp. and Bacillus polymyxa mixture compared to the condition under single culture of Bacillus sp. Key word: microbial enhanced oil recovery, Bacillus sp., Bacillus polymyxa, bio-surfactant, interfa-cial tension reduction

Page 20: Jtmgb April2011 Web

16

dapat berguna untuk memproduksi campuran surfaktan dengan karakteristik yang menarik. Pendekatan ini juga mengarah pada masalah kontaminasi yang lebih sedikit, sehingga menin-gkatkan produktifitas biosurfaktan (Mulligan dan Gibbs, 1993 dalam Kosaric, 1993).

Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan optimisasi perbandingan jumlah inokulum bakteri hidrokarbonoklastik dengan kemampuan terbaik dalam produksi biosurfaktan yang merupakan hasil isolasi dan penapisan dari penelitian sebe-lumnya, dengan menggunakan critical micelle concentration (CMC) sebagai parameter. Den-gan demikian diharapkan produksi biosurfaktan untuk aplikasi MEOR di lapangan menjadi lebih efisien.

II. Metode

Aktivasi dan Adaptasi Bakteri

Isolat bakteri yang digunakan berasal dari penelitian sebelumnya (Purwasena, 2006). Se-tiap isolat disubkultur sebanyak dua tabung ke dalam medium Natrium Agar (NA) miring pada suhu 55°C. Setelah umur inokulum 24 jam, satu tabung bakteri untuk setiap spesies digunakan sebagai kultur stok dan satu tabung lagi sebagai kultur kerja.

Kultur kerja kemudian diadaptasi dan diakti-vasi dalam medium Stone Mineral Salt Solution (SMSS), dengan 0,01% (b/v) NPK sebagai sum-ber nitrogen, dan minyak bumi dengan konsen-trasi meningkat secara bertahap, yaitu 5%, 10%, 15%, dan 20% (v/v), sebagai sumber karbon.

Pembuatan Kurva Pola Pertumbuhan Kultur Campuran

Kurva pola pertumbuhan kultur campuran bakteri dibuat dalam medium SMSS + NPK 0,01% (b/v) + minyak mentah 20% (v/v). variasi perbandingan jumlah inokulum Bacillus sp. : Ba-cillus polymyxa yang diuji adalah 1:1, 1:2, dan 2:1.

Isolat bakteri digoreskan (streak) dalam agar medium SMSS + NPK 0,01% (b/v) + minyak mentah 20% (v/v) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 55ºC. Isolat bakteri yang tumbuh dis-uspensikan dalam NaCl 0,85% dan diukur jumlah awal selnya hingga diperoleh jumlah awal rata-ra-

ta bakteri sebanyak 106 sel/ mL. Suspensi isolat bekteri tersebut kemudian diinokulasikan seban-yak 10% (v/v), ke dalam medium SMSS + NPK 0,01% (b/v) + minyak mentah 20% (v/v). Kul-tur dikocok dalam rotary shaker incubator pada suhu 55ºC dengan kecepatan 120 rpm. Setiap 12 jam sekali selama 7 hari dilakukan pengambilan sampel untuk pengukuran pH dan penghitungan jumlah sel.

Perhitungan jumlah sel/mL dilakukan den-gan metode cawan hitung (plate count method). Sampel dari kultur tersebut diambil sebanyak 1 mL untuk serial pengenceran dan ditanam pada lempeng NA, kemudian diinkubasi dalam inku-bator pada suhu 55ºC selama 24 jam. Koloni-koloni yang tumbuh dengan jumlah 30-300 dihi-tung dan dikalikan dengan faktor pengencerannya sehingga diperoleh jumlah sel/mL. Angka yang diperoleh selanjutnya dihitung dalam bentuk log-aritma dan dilajurkan pada grafik sebagai ordinat dengan waktu sebagai absis sehingga diperoleh grafik kurva pola pertumbuhan antara log jumlah sel bakteri terhadap waktu.

Pembuatan Kurva Produksi Biosurfaktan

Pembuatan kurva produksi biosurfaktan di-lakukan di dalam medium dengan komposisi dan waktu yang sama dengan pembuatan pola per-tumbuhan. Pengambilan sampel dilakukan set-iap 24 jam selama 7 hari.

Pengukuran jumlah biosurfaktan dilakukan berdasarkan prosedur dalam Zajic dkk. (1977 da-lam Budiarti, 2000). Sebanyak 15 mL kultur iso-lat yang berada di dalam medium pertumbuhan diambil dan disimpan di dalam botol-botol sam-pel yang telah disterilisasi. Selanjutnya dilakukan penyaringan dan pengukuran kandungan biosur-faktan. Penyaringan dilakukan dengan mengam-bil 10 mL kultur dalam medium dan ditambah dengan 10 mL akuades. Kemudian disentrifugasi selama 30 menit dengan kecepatan putar 10.000 rpm dan disaring dengan kertas saring biasa un-tuk memisahkan supernatan dengan endapan. Supernatan selanjutnya disaring dengan kertas Whatman no.2.

Hasil ekstraksi ditambahkan dengan HCl pekat sampai didapat pH 3. Setelah itu, diendap-kan dengan metanol dengan perbandingan 3:1, kemudian disimpan dalam kulkas semalam den-

Page 21: Jtmgb April2011 Web

17

gan suhu 4oC. Terakhir dilakukan sentrifugasi selama 30 menit, dengan kecepatan putar 10.000 rpm. Supernatan dibuang, endapan dibilas den-gan metanol kemudian disaring dengan kertas Whatman no.2 yang telah diketahui berat awal-nya. Kertas Whatman tersebut dikeringkan pada oven selama semalam dan ditimbang.

Pada saat pengukuran biosurfaktan, mas-ing-masing sampel disaring dengan mengguna-kan kertas Whatman yang telah diketahui berat awalnya (bk0). Selanjutnya dikeringkan pada suhu 60oC selama 3 jam, kemudian dihilangkan kandungan uap air yang ada pada kertas What-man dengan meletakannya ke dalam silika gel dan dibiarkan beberapa saat dan ditimbang (bk1). Berat kering dari masing-masing sampel (bk) di-tentukan dengan rumus Bk = bk1 – bk0.

Selanjutnya data berat kering biosurfaktan yang diperoleh dilajurkan pada grafik sebagai ordinat dengan waktu sampling sebagai absis sehingga diperoleh kurva produksi biosurfaktan antara berat kering biosurfaktan terhadap waktu. Prosedur dilakukan dengan pengulangan seban-yak dua kali dan diambil rata-ratanya (Zajic dkk., 1997).

Pembuatan Kurva Critical Micelle Concentra-tion (CMC)

Pembuatan kurva CMC ini dilakukan den-gan mengukur tegangan antar muka pada inter-val yang sama dengan pembuatan kurva produksi biosurfaktan. Kemudian tegangan antar muka

yang diperoleh dilajurkan pada grafik sebagai ordinat dengan berat kering biosurfaktan, yang diperoleh dari kurva produksi biosurfaktan, seba-gai absis sehingga diperoleh kurva CMC antara tegangan antar muka terhadap berat kering bio-surfaktan (Birdi, 1997).

III. Hasil dan Diskusi

Perbandingan Pola Pertumbuhan

Pertumbuhan terbaik di dalam medium SMSS + 0,01% (b/v) NPK + 20% (v/v) minyak bumi berturut-turut adalah kultur tunggal Bacil-lus sp., kultur campuran Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa 1:2, kultur tunggal Bacillus polymyxa, kultur campuran Bacillus sp. dan Bacillus poly-myxa 1:1, kultur campuran Bacillus sp. dan Ba-cillus polymyxa 2:1. Pertumbuhan Bacillus sp. yang sangat baik dalam medium ini jelas merupa-kan akibat ketersediaan sumber nitrogen inorgan-ik optimum (Primeia, 2008), yaitu NPK dengan konsentrasi 0,01% (b/v). (Gambar 1)

Pertumbuhan Bacillus polymyxa dalam me-dium SMSS yang mengandung 0,01% (b/v) NPK dan 20% minyak, hanya mencapai titik tertinggi sebesar 8,7853 pada jam ke-72. Dengan jumlah awal 8,0212, jumlah ini sangat kecil jika diband-ingkan dengan pertumbuhan Bacillus polymyxa dalam medium recovery yang diperoleh melalui hasil penelitian Solihah (2006), yaitu dari 7,4771 menjadi 10,6021 pada jam ke-12. Sementara itu,

Gambar 1. Pola pertumbuhan kultur campuran Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa

A = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 1:1 C = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 2:1 E = Bacillus sp. (Primeia, 2008) B = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 1:2 D = Bacillus polymyxa

Page 22: Jtmgb April2011 Web

18

Bacillus sp. dalam medium SMSS yang men-gandung 0,01% (b/v) NPK dan 20% minyak, mencapai jumlah sel tertinggi pada jam ke-60 sebesar 10,4771, dengan jumlah inokulum awal 8,2672 (Primeia, 2008).

Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian me-dium pertumbuhan, khususnya dengan penam-bahan nitrogen inorganik sebesar 0,01% (b/v) NPK. Bacillus polymyxa diperkirakan memiliki kebutuhan sumber nitrogen dalam bentuk dan jumlah yang berbeda dari Bacillus sp. Walaupun demikian, sumber nitrogen yang digunakan da-lam penelitian ini tetap 0,01% (b/v) NPK. Dalam rangka optimisasi produksi biosurfaktan, hal ini dilakukan dengan tujuan mengutamakan pertum-buhan Bacillus sp., yang telah diketahui memi-liki kemampuan produksi biosurfaktan lebih baik daripada Bacillus polymyxa.

Pertumbuhan terbaik kultur campuran ber-turut-turut adalah Bacillus sp. dan Bacillus poly-myxa 1:2, 1:1 dan 2:1. Pertumbuhan kultur cam-puran Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa 1:2 lebih baik daripada pertumbuhan kultur tunggal Bacillus polymyxa.

Penambahan 0,01% (b/v) NPK tidak me-nyokong pertumbuhan Bacillus polymyxa karena harus berkompetisi untuk memperebutkan sum-ber nitrogen yang terbatas dengan sesamanya dan juga dengan Bacillus sp. Hal ini kemungkinan menyebabkan pertumbuhan sel Bacillus poly-myxa yang semakin buruk namun justru Bacillus sp. tumbuh lebih baik.

Dengan lemahnya pertumbuhan Bacillus polymyxa yang jumlah awalnya lebih banyak daripada Bacillus sp., kemungkinan yang terjadi adalah kompetisi memperebutkan nutrisi dime-nangkan oleh Bacillus sp. Sel Bacillus polymyxa yang telah mati dimanfaatkan oleh Bacillus sp. sebagai nutrisi tambahan.

Adapun pertumbuhan kultur campuran den-gan perbandingan Bacillus sp. dan Bacillus poly-myxa sebesar 1:1 lebih baik dibandingkan den-gan perbandingan 2:1. Hal ini kemungkinan terjadi karena dengan jumlah sel awal yang sama, kompetisi terjadi antarspesies dengan mekanisme pertahanan dirinya masing-masing. Dengan de-mikian jumlah sel total cenderung lebih stabil, walaupun kemungkinan besar Bacillus sp. tetap lebih mendominasi. Pada kultur campuran den-gan perbandingan 2:1. Bacillus sp. dengan jumlah sel awal lebih banyak dengan cepat akan meng-habiskan sumber nitrogen yang tersedia, sehing-ga pertumbuhan menurun dengan cepat.

Dengan demikian Bacillus polymyxa yang laju pertumbuhannya rendah dengan jumlah sel awal yang rendah akan dengan cepat kalah bersa-ing dalam memperebutkan nutrisi dengan Bacil-lus sp. Hal ini menunjukkan bahwa 0,01% (b/v) NPK merupakan sumber nitrogen terbaik untuk produksi biosurfaktan, tetapi bukan terbaik untuk menunjang pertumbuhan sel bakteri.

Perbandingan Kurva Produksi Biosurfaktan

Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa laju

Gambar 2. Kurva produksi biosurfaktan kultur campuran Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa

A = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 1:1 C = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 2:1 E = Bacillus sp. (Primeia, 2008)

Page 23: Jtmgb April2011 Web

19

produksi biosurfaktan terbaik berturut-turut ada-lah oleh kultur campuran dengan perbandingan 2:1 sebesar 0,0681 gL-1jam-1 pada jam ke-72, kultur tunggal Bacillus polymyxa sebesar 0,0448 gL-1jam-1 pada jam ke-48, kultur campuran dengan perbandingan 1:2 sebesar 0,0617 gL-1-jam-1 pada jam ke-96, kultur campuran dengan perbandingan 1:1 sebesar 0,0534 gL-1jam-1 pada jam ke-120, dan kultur tunggal Bacillus sp. sebe-sar 0,0471 gL-1jam-1 pada jam ke-96.

Berdasarkan berat kering biosurfaktan yang ditunjukkan pada Tabel 1, produktivitas terbaik berturut-turut adalah oleh kultur tunggal Bacillus sp. sebesar 4,4 g/L pada jam ke-120, kultur cam-puran dengan perbandingan 2:1 sebesar 3,7367 g/L pada jam ke-120, kultur campuran dengan perbandingan 1:1 sebesar 3,21 g/L pada jam ke-120, kultur campuran dengan perbandingan 1:2 sebesar 3,9617 g/L pada jam ke-168, dan kultur tunggal Bacillus polymyxa sebesar 2,9267 g/L pada jam ke-144.

Secara umum, ditunjukkan pada Tabel 1, produksi biosurfaktan berlangsung dari awal masa inkubasi, mencapai laju produksi tertinggi ketika terjadi keterbatasan sumber nitrogen, dan mencapai akumulasi berat kering tertinggi pada akhir masa stasioner. Hasil penelitian ini meng-indikasikan bahwa pola produksi biosurfaktan yang terjadi pada kultur Bacillus sp. dan Bacil-lus polymyxa adalah akibat keterbatasan nutrisi, khususnya kompetisi sumber nitrogen.

Menurut Mulligan dan Gibbs (1993), hal ini dapat terjadi karena produksi biosurfaktan sangat berhubungan dengan ketersediaan nutrisi karbon dan nitrogen pada medium.

Pada kandungan sumber nitrogen yang ter-

batas bakteri cenderung meningkatkan produksi lipidanya sehingga terjadi akumulasi lipida pada membran sel. Selanjutnya untuk memanfaatkan sumber karbon pada hidrokarbon, bakteri akan melepaskan lipida yang telah mengalami esteri-fikasi menjadi senyawa ampifilik dalam bentuk molekul-molekul biosurfaktan. Pelepasan bio-surfaktan secara signifikan meningkat pada saat memasuki fasa stasioner sampai fasa kematian bakteri.

Selain itu, menurut Hommel dan Ratledge (1993), jalur sintesis biosurfaktan tergantung pada sumber karbon dan jenis biosurfaktan yang diproduksi. Jika ditumbuhkan dalam medium yang mengandung karbohidrat, maka sintesis glikolipid akan diregulasikan melalui jalur lipo-genik maupun metabolisme glikolitik. Jika ditu-mbuhkan dalam suatu substrat hidrokarbon, pada dasarnya mekanisme yang terjadi adalah lipolitik dan glukoneogenik, karena glukosa harus disin-tesis sendiri.

Dengan keberadaan karbon, pertumbuhan akan berlangsung hingga terjadi keterbatasan nitrogen. Ketika keterbatasan nitrogen terjadi, glutamin sintetase akan meningkat. Glutamin sintetase akan mengkatalisis konversi amonia menjadi glutamin. Metabolisme sel kemudian berubah dari nitrogen (asam amino) menjadi me-tabolisme glukosa. Produksi biosurfaktan pun terinduksi.

Kurva Critical Micelle Concentration (CMC)

Critical micelle concentration (CMC) mer-upakan parameter efisiensi biosurfaktan, yang berkisar antara 1 hingga 2000 mg/L. Tegang an

A = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 1:1 C = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 2:1 E = Bacillus sp. (Primeia, 2008)B = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 1:2 D = Bacillus polymyxa

Tabel 1. Perbandingan efektifitas produksi biosurfaktan pada kultur campuran Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa

Page 24: Jtmgb April2011 Web

20

Lama Inku-basi (Jam) A B C D E

0 12,9 ± 0,1 12,9 ± 0,1 12,9 ± 0,1 12,9 ± 0,1 12,624 11,2 ± 0,2 13 ± 0,1732 10,1 ± 0,2 10,5 ± 0,148 10 ± 0,1732 11,4 ± 0,1 9,6 ± 0,1732 9,5 ± 072 9,4 ± 0,1732 9,5 ± 0,1 9,3 ± 0,1 9 ± 096 9,2 ± 0,1 9 ± 0,3 8,5 ± 0,1 8,5 ± 0

120 8,8 ± 0,1 8,6 ± 0,1 8,2 ± 0 8,3 ± 0,1144 8,3 ± 0 8,1 ± 0,2 8 ± 0 8,2 ± 0,3168 8,2 ± 0,3606 8,1 ± 0,1 8 ± 0,1 8,2 ± 0 8,55

permukaan dan antarmuka merupakan parameter efektifitas biosurfaktan, yang dapat dikatakan baik jika berada di bawah 30 dan 1 mM (Mul-ligan dan Gibbs ,1993)

Penurunan tegangan antarmuka paling tinggi dengan hanya sedikit penambahan konsentrasi menunjukkan titik efisiensi surfaktan, yaitu titik kritis pembentukan misel. Hal ini dikarenakan penambahan surfaktan di atas titik tersebut tidak akan mampu menurunkan tegangan permukaan secara signifikan, cenderung konstan.

Berdasarkan Gambar 3, titik kritis pemben-tukan misel biosurfaktan yang dihasilkan oleh perbandingan kultur campuran Bacilus sp. dan Bacillus polymyxa 1:1, 1:2, dan 2:1 berturut-turut adalah pada konsentrasi sekitar 0,4993 g/L, 1,367 g/L, 0,8867 g/L.

Perbandingan Penurunan Tegangan Antar-muka

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa secara umum penurunan tegangan antarmuka pada se-mua perlakuan terus terjadi, kemudian melambat pada 72 jam akhir masa inkubasi. Hal ini ke-mungkinan terjadi karena medium sudah jenuh terhadap penambahan konsentrasi biosurfaktan yang lebih tinggi.

Namun, mengingat bahwa berat kering bio-surfaktan yang dihasilkan tidak selalu berband-ing lurus dengan lama inkubasi, kemungkinan penurunan tegangan antarmuka tidak hanya ber-gantung pada biosurfaktan yang dihasilkan me-lainkan juga pada perlakuan fisik berupa agitasi terus-menerus.

Adapun penurunan tegangan antarmuka di akhir masa inkubasi untuk kultur tunggal Bacil-

Gambar 3. Kurva Critical Micelle Concentration (CMC) Kultur Campuran Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa

A = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 1:1 C = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 2:1 E = Bacillus sp. (Primeia, 2008)

Tabel 2. Perbandingan tegangan antarmuka pada kultur campuran Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa

A = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 1:1 C = Bacillus sp. : Bacillus polymyxa = 2:1 E = Bacillus sp. (Primeia, 2008)

Tegangan Antarmuka (dyne/cm)

Page 25: Jtmgb April2011 Web

21

lus sp., kultur tunggal Bacillus polymyxa, kultur campuran dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1, berturut-turut adalah sebesar 4,05 dyne/cm (Primeia, 2008), 4,7 ± 0,1 dyne/cm, 4,7 ± 0,2606 dyne/cm, 4,8 dyne/cm, dan 4,9 dyne/cm. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan tegangan antar-muka oleh kultur tunggal Bacillus sp. berbeda cukup signifikan terhadap penurunan oleh kultur campuran.

Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa kuantitas biosurfaktan kering tidak selalu se-banding dengan penurunan tegangan antarmuka minyak-air.

Menurut Primeia (2008), berat kering produksi biosurfaktan tidak selalu berbanding lu-rus dengan penurunan tegangan antarmuka kar-ena adanya suatu keadaan yang disebut dengan critical micelle concentration. Ditunjukkan bah-wa dalam suatu kisaran berat kering biosurfaktan berbeda yang dihasilkan, dapat diperoleh nilai tegangan antarmuka yang relatif sama. Dengan demikian, efisiensi antar surfaktan dapat diband-ingkan melalui nilai kritis pembentukan misel-nya.

Adanya perbedaan hasil penurunan tegangan antarmuka antara jenis surfaktan yang berbeda, menurut Neu (1996), dikarenakan interaksi ionik, struktur molekular surfaktan, serta faktor tamba-han lain, seperti: kelembaban, adanya kontak ad-hesif antar molekul dengan permukaan lainnya, durasi, serta sejarah interaksi dengan permukaan lain. Dalam EOR, permukaan lain ini adalah per-mukaan batuan dalam reservoir.

IV. Kesimpulan

Pola produksi biosurfaktan pada ketiga variasi 1. komposisi inokulum kultur campuran Bacil-lus sp. dan Bacillus polymyxa (1:1, 1:2, 2:1) secara umum meningkat setelah pertumbu-han masuk ke fase stasioner. Hal ini menun-jukkan bahwa kompetisi nutrisi, khususnya sumber nitrogen, meningkatkan produksi biosurfaktan. Berat kering biosurfaktan tert-inggi diperoleh pada kultur tunggal Bacillus sp. sebesar 4,4 g/L pada jam ke-120. Penurunan tegangan antarmuka tertinggi 2. pada akhir masa inkubasi (jam ke-168) ada-lah sebesar 4,9 dyne/cm, yang diperoleh pada kultur campuran Bacillus sp. dan Bacillus

polymyxa dengan perbandingan 2:1. Cam-puran jenis surfaktan pada kultur campuran Bacillus sp. dan Bacillus polymyxa, yang sesuai dengan karakteristik sampel minyak, diperkirakan dapat memperbesar penurunan tegangan antarmuka.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Oil and Gas Recovery for Indonesia (OGRINDO) dan Total E&P Indonesie, selaku penyandang dana riset; dan Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar atas nasehat dan bimb-ingan yang tak ternilai demi keberhasilan riset ini.

Acuan

Al-Araji, L., Rahman, R.N., Basri, M. dan Salleh, A.B.: “Minireview: Microbial Surfactant”, As-Pac J. Mol. Biol. Biotechnol., (2007), 15, 99.

Bala, G.A, Bruhn, D.F, Fox, S.L, Noah, K.S, dan Thompson, D.N.: “Microbial Production of Surfactant from Agricultural Residuals for IOR Application”, Society of Petroleum Engineers Inc., 2002.

Birdi, K.S., 1997: Handbook of surface and Colloid Chemistry. CRC Press, Boca Raton. http://www.ksvinc.com/application. (14 Juli 2009)

Bryant, R.: “Potential Uses of Microorganisms in Petroleum Recovery Technology”, Proc. Okla. Acad. Sci. ,67, 97-104, 1987.

Donaldson, E.C., Chilingarian, G.V., dan Yen, T.F.: Microbal Enhanced Oil Recovery. Elsevi-er Applied Science Publishing Company, Am-sterdam, (1989).

Hommel, R.K. dan Ratledge, C.: Biosynthetic mechanisms of low molecular weight sur-factants and their precursor molecules, Da-lam: “Biosurfactant”, Ed. Kosaric, N. Marcel Dekker, Inc. Publisher, NY, USA, (1993).

Lin, S.C., Lin, K.G., Lo, C.C. dan Lin, Y.M.: “Enhanced Biosurfactant Production by a Ba-cillus licheniformis Mutant”. Enzyme and Microbial Technology (1998), 23, 267-273.

Marshall, S.L.: Fundamental Aspects of Microbial Enhanced Oil Recovery: A Literature Survey, CSIRO Land and Water, Australia, (2008).

Moses, V., dan Springham, D.G.: Bacteria and The Enhancement of Oil Recovery, Applied Science Publishers, London & New Jersey, (1982).

Mulligan, C.N dan Gibbs, B.F.: Factors Influ

Page 26: Jtmgb April2011 Web

22

encing the Economics of Biosurfactant. Da-lam: “Biosurfactant.” Ed. Kosaric, N. Marcel Dekker, Inc. Publisher, NY, USA, (1993).

Neu, T. R. (1996): “Significance of Bacterial Surface-Active Compounds in Interaction of Bac-teria with Interfaces”, Microbiological Reviews (1996), 60,151-166.

Primeia, S.: “Optimasi Sumber Nitrogen Inorganik pada Produksi Biosurfaktan oleh Bakteri Hidrokarbonoklastik dari Lapangan Handil, Kalimantan Timur”. Skripsi Sarjana SITH ITB, Bandung, 2008.

Purwasena, I.A.: “Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Hidrokarbonoklastik dari Reservoar Min-yak Bumi Kalimantan yang Berpotensi Bagi Penerapan Teknolohgi MEOR (Microbial En-hanced Oil Recovery)”. Tesis SITH Institut Teknologi Bandung, Bandung – Indonesia, 2006.

Solihah, E.: “Isolasi Bakteri Hidrokarbonoklastik Termofiilk yang Berpotensi untuk MEOR dari Minyak Bumi dan Air Formasi Ladang Handil di Kalimantan”. Skripsi Sarjana Biolo-gi ITB, Bandung, 2006.

Tanner, R.S, Udegbunam, E.O., McInerney, M.J., dan Knapp, R.M.: “Microbially Enhanced Oil Recovery from Carbonate Reservoirs”. J. Geo-microbial (1991), 9, 169-195.

Youssef, N., Simpson, D.R., Duncan, K.E., McInerney, M.J., Folmsbee, M., Fincher, T., dan Knapp, R.M.: “In-situ biosurfactant pro-duction by injected Bacillus strains in a lime-stone petroleum reservoir”, Appl. Environ. Mi-crobiol. (2006), 10, 1128.

Zajic, J.E., Guignard, H., dan Gerson, F.D.: “Emulsifying and Surface Active Agents from Corynebacterium hydrocarbononclatus”, Bio-tech and Bioengineering (1977), 19,1285-1301.

Page 27: Jtmgb April2011 Web

23

METODE EOR SCREENING MENGGUNAKANDYNAMIC UPDATING CRITERIA DAN FUZZY EXPERT SYSTEM

Murni Hadisuryani

Jurusan Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Jl.Ganeca 10 Bandung 40132Telp. +62-812-2008529 , Fax. +62-22-2504955,

Email : [email protected]

SARI

Produksi minyak bumi saat ini cenderung menurun seiring dengan menurunnya cadangan minyak. Pada saat yang bersamaan kebutuhan bahan bakar justru meningkat. Salah satu solus-inya adalah dengan menggunakan metode EOR (Enhanced Oil Recovery) untuk meningkatkan produksi dari akumulasi minyak yang ada saat ini. Untuk menentukan dipilih dan dipakainya suatu metode EOR untuk suatu jenis dan kondisi akumulasi minyak tertentu diperlukan pemilahan EOR (EOR screening). Dalam studi ini aplikasi pemilahan EOR yang dibuat masih menggunakan Sistem Pakar (Expert Sistem) dan Fuzzy Logic sedangkan untuk proses penalaran digunakan proses penal-aran Forward Chaining (pelacakan ke depan). Diharapkan aplikasi yang dibuat dapat lebih baik dari aplikasi pemilahan EOR yang sebelumnya sudah ada. Pada aplikasi baru ini, data kriteria pemila-han EOR dibuat secara dinamis sehingga dapat di update. Pada aplikasi ini, data kriteria pemilahan EOR dibuat secara dinamis sehingga dapat di update. Pada aplikasi ini juga dibuat EOR Predictive Model untuk beberapa metode EOR, sehingga dapat diketahui hasil prediksi atau peramalan secara umum dari hasil perolehan recovery minyak yang akan di dapat. EOR predictive model yang terdapat pada aplikasi adalah untuk metode CO2 flooding (metode Lewin dan Koval) dan micellar-polymer flooding. Dengan menggunakan fuzzy logic dan expert system, dapat diketahui nilai probabilitas atau kemungkinan untuk menentukan hasil dari metode EOR yang paling sesuai. Hal ini yang menjadi ke-untungan utama dari aplikasi ini. Aplikasi ini menghitung dengan cepat dan mudah digunakan untuk penggunaan yang terus-menerus dengan berubah-ubahnya kriteria pemilahan EOR.Kata kunci: enhanced oil recovery (EOR), pemilahan EOR, sistem pakar, fuzzy logic

ABSTRACT

Current events have witnessed decrease in oil production and reserves amidst the rise in fuel consumption. Enhanced oil recovery (EOR) is one of the solution through which oil production from the existing accumulation can be improved. To determine a certain EOR method for a certain type and condition of oil accumulation EOR screening is needed. In this study a different EOR screening approach is used with the help of Expert System and Fuzzy Logic soft computing approaches and Forward Chaining for decision process. It is hoped that the new EOR screening application performs better than the existing EOR screening application. In this new application, data criteria for the EOR screening is made in dynamic mode allowing updates to be made whenever required. EOR predictive models for some EOR processes are also attached to facilitate prediction of oil recovery conceptual estimates. EOR predictive models attached are for CO2 flooding (Levin and Koval methods) and micellar-polymer flooding. The fuzzy logic and expert system used in the application provide prob-ability levels using which the most suitable EOR preocess can be known. This specific feature serves as the main advantage of this application. This application computes very fast and is easily used for continuous usage with continuously updated screening criteria.Key words: enhanced oil recovery (EOR), EOR screening, expert system, fuzzy logic

Page 28: Jtmgb April2011 Web

24

I. Pendahuluan

Teknologi EOR (Enhanced Oil Recovery) atau perolehan minyak tahap lanjut adalah salah satu metode yang populer di dalam industri minyak sekarang ini karena permasalahan produksi dan kenaikan perolehan minyak adalah menjadi salah satu tugas penting yang harus di lakukan (Bailey dan Curtis, 1984; Green danWillhite, 1998). Im-plementasi dari teknik EOR pada lapangan harus mengikuti beberapa tahap, yaitu screening secara cepat, tes di laboratorium, melakukan pilot proj-ect dan kemudian mengaplikasikannya secara ke-seluruhan di lapangan.

Pada proses awal implementasi dari teknolo-gi EOR, pemilihan metode EOR screening san-gatlah penting untuk memberikan keputusan dan pertimbangan untuk melakukan evaluasi pada tahap selanjutnya (Aladasani dan Baojun, 2010; Taber et al, 1997a & 1997b). Data yang diguna-kan pada EOR screening ini berdasarkan pada pengalaman yang telah berhasil di implemen-tasikan di lapangan. Setelah mengetahui hasil metode EOR screening yang paling sesuai, ke-mudian EOR predictive model dibutuhkan untuk memprediksi atau meramalkan hasil perolehan minyak yang akan di dapat apabila kita melaku-kan metode EOR tersebut.

Salah satu teknik untuk membuat komputer mampu mengolah pengetahuan disebut teknik Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) (Su-parman, 1991). Sistem Pakar (Expert System) dan Logika Fuzzy (Fuzzy Logic) merupakan bagian dari kecerdasan buatan (Umar, 2001; Alam dan Agus, 2003). Sistem pakar dapat menghimpun dan mengumpulkan pengetahuan dari pakar ked-alam komputer dalam bidang dan teknik tertentu, karena itu sistem pakar dapat digunakan oleh orang lain untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Sistem pakar bisa diterapkan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah di bidang perminyakan (Guerillot, 1988). Pendeka-tan ini dapat diterapkan pada sebuah metodologi untuk proses pemilihan metode EOR dengan cara menganalisis kriteria EOR screening mengguna-kan perbandingan dari pengalaman - pengalaman yg sudah berhasil dilakukan, hal tersebut dapat membantu untuk mentransfer pengetahuan dari pakar kepada para pemakai sistem. Selain itu, es-timasi dari kasus tambahan lapangan lainnya juga dapat memungkinkan untuk memperbaiki sistem

dari prosedur screening ini secara kontinyu.Sebelumnya telah dibuat sebuah aplikasi

EOR Screening dengan menggunakan Sistem Pakar (Expert System) dan Fuzzy Logic. Aplikasi tersebut dibuat menggunakan bahasa pemrogra-man C, dengan tampilan under DOS, sehingga dari segi tampilan masih sangat sederhana. Ap-likasi ini pun dibuat dengan menggunakan pros-es penalaran Backward Chaining (pelacakan ke belakang ), pada proses penalaran ini pelacakan dimulai dari tujuan, selanjutnya dicari aturan yang memiliki tujuan tersebut untuk kesimpulannya, sehingga apabila kita tidak mendapatkan kesim-pulan yang cocok dengan tujuan, harus dilakukan pengulangan proses kembali untuk mendapatkan kesimpulan yang sesuai, hal ini membutuhkan banyak waktu. Pada aplikasi ini data kriteria EOR screening dibuat secara statis. Aplikasi ini tidak menyediakan fasilitas untuk melakukan prediksi atau peramalan hasil perolehan recovery minyak atau EOR predictive model (Azis, 1994) . Saat ini dibutuhkan sebuah aplikasi yang da-pat membantu dalam melakukan pemilihan me-tode EOR screening secara lebih baik dan dapat menghitung prediksi atau peramalan hasil perole-han minyak atau EOR predictive model serta ap-likasi yang mudah digunakan oleh para penggu-na. Oleh karena itu, akan dibuat sebuah aplikasi EOR Screening yang diharapkan dapat lebih baik dari aplikasi EOR Screening sebelumnya yang sudah ada. Aplikasi EOR Screening yang akan dibuat yaitu masih menggunakan Sistem Pakar (Expert Sistem) dan Fuzzy Logic. Untuk proses penalaran akan digunakan proses penalaran For-ward Chaining (pelacakan ke depan), karena pada proses penalaran ini untuk mendapatkan sebuah kesimpulan atau hasil sangat praktis dan cepat, karena pada proses penalaran ini pelacakan dim-ulai dari informasi data masukan dan selanjutnya mencoba mencari kesimpulan, sehingga akan diperoleh kesimpulan dengan hanya melakukan satu kali proses saja, hal ini dapat lebih mempers-ingkat waktu. Pada aplikasi yang akan dibuat, data kriteria EOR screening dibuat secara dina-mis sehingga dapat di update. Pada aplikasi ini juga akan dibuat EOR Predictive Model untuk beberapa metode EOR, sehingga dapat diketahui hasil prediksi atau peramalan dari hasil perolehan recovery minyak yang akan di dapat.

Page 29: Jtmgb April2011 Web

25

II. Metode Penelitian

EOR Screening Criteria

Untuk dapat melakukan EOR screening diperlukan beberapa data kriteria screening untuk setiap metode EOR, data kriteria untuk screening yang digunakan pada aplikasi ini yaitu berasal dari beberapa sumber yang saling melengkapi berdasarkan dari hasil pengumpulan data (Tabel 1). EOR screening criteria yang digunakan terdiri dari beberapa parameter reservoir yaitu Observa-tion Data: Date, Field Name dan Location. Res-ervoir Properties: Depth, Temperature, Perme-ability, Net Thickness, Oil Saturation, Pressure Reservoir, TDS Formation Water, Major Gas Cap dan Active Aquifer. Fluid Properties: Reservoir Dip Angle, Clay Content, Reservoir Heteroge-neity, Major Fracture dan Type Of Formation (Sandstone /Limestone). Geological Condition: API Gravity, Viscosity dan Composition (Light Oil/Intermediate). Source Availability: Water, Produced Gas dan CO2. Sedangkan metode EOR yang akan dihasilkan yaitu Miscible gas injection: CO2, Hydrocar-bon, WAG dan Nitrogen. Immiscible gas injec-tion: CO2, Hydrocarbon, Hydrocarbon+WAG dan Nitrogen. (Enhanced) Waterflooding: Poly-mer, Alkaline Surfactant Polymer (ASP) dan Surfactant+P/A. Thermal: Combustion, Steam, Hot Water dan Surface Mining. Microbial: Mi-

crobial.

EOR Predictive Model

EOR predictive model digunakan untuk mem-perkirakan atau meramalkan perolehan recovery minyak pada lapangan yang akan dilakukan EOR. Pada aplikasi ini hanya akan digunakan dua me-tode EOR predictive model, yaitu micellar-poly-mer flooding (Claridge, 1972) dan CO2 Flooding (Klins, 1984). Penelitian mengenai perumusan untuk memprediksi atau meramalkan perolehan recovery minyak dengan menggunakan metode CO2 flooding sampai saat ini masih dilakukan. Telah dilakukan beberapa penelitian dan meng-hasilkan beberapa metode, pada aplikasi ini hanya akan dibahas mengenai dua metode saja, yaitu CO2 flooding predictive model menggu-nakan metode Lewin (Claridge, 1972) dan CO2 flooding predictive model menggunakan metode modifikasi Koval (Klins, 1984). Produksi minyak kumulatif dengan metode Lewin dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini :

NP = EC(EAEVEDES)VP ............................(1)

Sedangkan produksi minyak kumulatif dengan metode Koval dapat dihitung menggunakan ru-mus dibawah ini:

Tabel 1. EOR screening criteria

Page 30: Jtmgb April2011 Web

26

Np = EC (EA (EVED) (Soi-Sor)) Vp .................(2)

Prosedur evaluasi micellar-polymer flooding menilai secara teknis dan apakah memiliki po-tensi ekonomi (Gambar 1).

Fuzzy Logic

Logika fuzzy (fuzzy logic) adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output (Kusumadewi, 2003). Ada beberapa alasan mengapa orang mengguna-kan logika fuzzy yaitu konsep logika fuzzy mudah dimengerti, konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti, logika fuzzy sangat fleksibel, logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat, logika fuzzy mampu memodelkan fungsi – fungsi nonlinear yang sangat kompleks, logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasi-kan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan, logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional dan logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.

Expert System

Sistem pakar (expert system) adalah sistem ber-basis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam memecah-kan masalah masalah yang biasanya hanya da-pat dipecahkan oleh seorang pakar dalam bidang tersebut. Secara garis besar, banyak manfaat yang dapat diambil dengan adanya sistem pakar yaitu membuat seorang awam dapat bekerja seperti layaknya seorang pakar, sistem pakar memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang kompleks, sistem pakar dapat melakukan proses secara berulang secara otomatis sistem pakar da-pat meningkatkan kualitas, sistem pakar dapat membuat peralatan yang kompleks lebih mudah dioperasikan, karena sistem pakar dapat melatih pekerja yang tidak berpengalaman, sistem pakar dapat memiliki reliabilitas, sistem pakar dapat meningkatkan output dan produktivitas, sistem pakar dapat menghemat waktu dalam pengambi-lan keputusan, sistem pakar dapat meningkatkan kapabilitas dalam penyelesaian masalah, sistem pakar sebagai media pelengkap dalam pelatihan, sistem pakar memiliki kemampuan untuk bekerja dengan informasi yang tidak lengkap dan men-gandung ketidakpastian, sistem pakar tidak dapat lelah atau bosan, sistem pakar mampu mengam-bil dan melestarikan keahlian para pakar (teruta-ma yang termasuk keahlian langka), sistem pakar mampu beroperasi dalam lingkungan yang berba-haya, sistem pakar memiliki kemampuan untuk mengakses pengetahuan, sistem pakar mening-katkan kapabilitas sistem komputer, sistem pakar menyediakan nasihat yang konsisten dan dapat mengurangi tingkat kesalahan, sistem pakar men-ingkatkan kemampuan problem solving, karena mengambil sumber pengetahuan dari banyak pa-kar, sistem pakar meniadakan kebutuhan perang-kat yang mahal dan sistem pakar fleksibel.

Pengembangan Algoritma Screening

Kaidah produksi biasanya di tuliskan dalam bentuk jika-maka (IF-THEN). Kaidah ini dapat dikatakan sebagai hubungan implikasi dua bagian, yaitu bagian premise (jika) dan bagian konklusi (maka). Apabila bagian premise dipenuhi maka bagian konklusi juga akan bernilai benar. Suatu kaidah juga dapat terdiri atas beberapa premise dan lebih dari satu konklusi. Antara premise dan

Gambar 1. Skema dari prosedur evaluasi micellarpo- lymer flooding predictive model.

Page 31: Jtmgb April2011 Web

27

konklusi dapat berhubungan dengan “OR” atau “AND”.

Berikut adalah contoh kaidah produksi yang digunakan dalam aplikasi :

III. Implementasi

Setelah sistem dianalisis dan didesain secara rinci, maka akan menuju tahap implementasi dan pengujian. Implementasi sistem merupakan

tahap meletakkan sistem sehingga siap untuk di-operasikan. Implementasi bertujuan untuk meng-konfirmasi modul-modul perancangan, sehing-ga pengguna dapat memberi masukan kepada pengembangan sistem. Setelah sistem di imple-mentasikan kemudian dilakukan pengujian. Pen-gujian dilakukan untuk menguji modul-modul perancangan sistem yang telah diimplementasi-

kan apakah sesuai atau tidak dengan perancangan serta dapat menghasilkan output yang diharap-kan. Aplikasi di uji dengan memberikan sample kasus yang kemudian akan di proses oleh sistem, kemudian hasil output sistem atau hasil pengujian oleh sistem dibandingkan dengan proses penger-jaan dan perhitungan secara manual. Perancangan Diagram alir atau flowchart dibu-tuhkan untuk menjelaskan tentang proses kegi atan dari sistem. Diagram alir atau flowchart merupakan gambar atau bagan yang memperli-hatkan urutan dan hubungan antar proses beserta instruksinya, dengan adanya flowchart maka urutan proses kegiatan akan menjadi lebih jelas. Flowchart terdiri dari flowchart aplikasi EOR (Gambar 2) dan flowchart EOR screening (Gam-bar 3).

Pengujian

Pengujian dilakukan secara manual dan pen-gujian oleh sistem atau aplikasi. Pengujian secara manual adalah pengujian yang dilakukan dengan cara mengerjakan dan menghitung secara manual tanpa menggunakan aplikasi yang telah dibuat. Sample data diberikan untuk melakukan pem-

Gambar 2. Flowchart aplikasi EOR

IF oil gravity antara 13 hingga 42.5 °APIAND oil gravity antara 13 hingga 42.5 °APIAND oil saturation antara 34 hingga 82%PVAND permeability antara 1.8 hingga 5500 mdAND depth antara 700 hingga 9460 ftAND depth antara 700 hingga 9460 ftTHEN metode EOR adalah Polymer.

START

WELCOME SCREEN

FILE ADMIN ROOM

EOR SCREEN

ING

EOR FIELD DATABASE

EOR PREDIC

TIVE MODEL

CHART TOOLS HELP

EXIT ?

N

TERMINATE APPLICATION

END

Y

LOGIN PAGE

LOGIN ?

Y

N

DISPLAY EOR SCREENING

FORM

DISPLAY EOR FIELD

DATABASE TABLE

MICELLAR POLYMER FLOODING

CO2FLOOD

ING

DISPLAY MICELLAR POLYMER FLOODING

FORM

DISPLAY CO2FLOODING

FORM

EOR SCREENING FORM

EOR FIELD DATABASE

TABLE

MICELLAR POLYMER FLOODING

CO2FLOOD

ING

PROPERTIES

CHART

OBSERVATIONS CHART

DISPLAY PROPERTIES

CHARTFORM

DISPLAY OBSERVATIONS

CHARTFORM

APENDIX

DISPLAY APENDIX

FORM

SOFTWARE ENGINEERI

NG

DISPLAY SOFTWARE

ENGINEERING

PROPERTIES CHART

OBSERVATION CHART APPENDIX

Page 32: Jtmgb April2011 Web

28

bahasan pengujian pada aplikasi, kemudian dari sample data tersebut dilakukan proses pengerjaan dan perhitungan, baik oleh sistem ataupun secara manual, yang kemudian hasil dari pengerjaan dan perhitungan tersebut dibandingkan, apakah hasil output dari sistem sama atau tidak dengan hasil output dari pengerjaan dan perhitungan secara manual. Sample data yang akan digunakan berbeda un-tuk setiap masalah yang akan di uji. Pada aplikasi ini terdiri dari beberapa masalah yang akan di uji yaitu EOR screening dan EOR predictive model. Untuk EOR predictive model terdiri dari CO2 flooding predictive model dan micellar-polymer flooding predictive model. Untuk CO2 flooding predictive model pun terdiri dari CO2 flooding predictive model menggunakan metode Lewin dan CO2 flooding predictive model mengguna-kan metode modifikasi Koval. Berdasarkan hasil pengujian secara manual dan pengujian dengan menggunakan aplikasi, diper-

oleh hasil kesimpulan dan hasil perhitungan yang sesuai.Sampel data yang digunakan dalam pengujian piranti lunak beserta tampilan dari piranti lunak yang dihasilkan disajikan dalam tabel L1 - L4 dan Gambar L1 - L8 pada Lampiran.

IV. Kesimpulan

Dengan menggunakan aplikasi EOR ini, 1. proses untuk melakukan EOR screening dan prediksi atau peramalan recovery perolehan minyak atau EOR prediction model dapat menjadi lebih cepat dan akurat.Pengunaan 2. Fuzzy Logic dan Expert System dalam EOR screening dapat memberikan ha-sil probabilitas kecocokan metode EOR yang sesuai.Aplikasi EOR 3. screening dapat digunakan secara terus menerus, karena aplikasi dibuat secara dinamis, yaitu data kriteria screening pada aplikasi dapat di update.Aplikasi EOR 4. screening ini terbukti sudah sesuai dengan perancangan dan valid, karena hasil output pengujian sample data secara manual dan dengan menggunakan aplikasi menghasilkan hasil yang sama atau sesuai.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.Dr.Ir. Septoratno Siregar dan Dedi Irawan, ST. MT atas bimbingannya dalam menyelesaikan aplikasi ini serta Jurusan Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung atas dukungan yang diberikan dalam penu-lisan paper ini.

Acuan

Alam, J. dan Agus, M.: Membuat Program Apli kasi Menggunakan Delphi 6 & Delphi 7, Elex Media Komputindo, (2003).

Aladasani, A. dan Baojun, B.: “Recent Develop ments and Updated Screening Criteria of En-hanced Oil Recovery Techniques”, SPE 130726, 2010.

Azis, F.: Belajar Sendiri Sistem Pakar, Elex Media Komputindo, Jakarta, (1994).Bailey, R.E. danCurtis, L.B.: Enhanced Oil Re-covery, National Petroleum Council, 1984.

INPUT :FIELD NAME,LOCATION

INPUT :DEPTH, TEMPERATURE, PERMEABILITY, NET THICKNESS, OIL

SATURATION, RES. PRESSURE, TDS FORMATION WATER, MAJOR GAS CAP, ACTIVE AQUIFER

NEXT ?

INPUT :API GRAVITY, VISCOSITY, COMPOSITION ( HIGH PERCENTAGE OF LIGHT OIL HYDROCARBON / HIGH PERCENTAGE OF INTERMEDIATE

OIL HYDROCARBON)

INPUT :RESERVOIR DEPTH ANGLE, CLAY CONTENT, RESERVOIR

HETEROGENEITY, MAJOR FRACTURE, STONE ( SANDSTONE / LIMESTONE)

INPUT :WATER, CO2, PRODUCED GAS

Y

CALCULATE ?

NEXT ?

Y

NEXT ?

NEXT ?

Y

Y

CONFIRMATION

Y

OK ?

Y

N

N

N

N

N

N

SCREENING RESULT

END

MAIN PAGE

Gambar 3. Flowchart menu EOR screening

Page 33: Jtmgb April2011 Web

29

Carcoana, A.: Applied Enhanced Oil Recovery, Prentice Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jer-sey, (1992).

Claridge, E.L.: “Prediction of Recovery in Unstable Miscible Flooding”, SPE 2930, 143-155, 1972.

Green, D.W. dan Willhite, G.P.: “Enhanced Oil Recovery”, SPE Textbook Series Vol.6, 1998.

Guerillot, D.R.: “EOR Screening With an Expert System”, Papaer SPE 17791, 137-147, 1988.

Klins, M.A.: Carbon Dioxide Flooding (Basic Mechanisms and Project Design), The Pennsyl-vania State University, Boston, (1984).

Kusumadewi, S.: Artificial Intelligence (Teknik

dan Aplikasinya), Graha Ilmu, Yogyakarta, (2003).

Suparman: Mengenal Artificial Intelligence, Andi Offset, Yogyakarta, (1991).

Taber, J.J., Martin, F.D., dan Seright, R.S.: “EOR Screening Criteria Revisited-Part 1 : Introduction to Screening Criteria and Enhanced Recovery Field Projects”, SPE 35385, 189 – 197, 1997a.

Taber, J.J., Martin, F.D., dan Seright, R.S.: “EOR Screening Criteria Revisited-Part 2 : Applica-tions and Impact of Oil Prices”, SPE 39234, 199 – 205, 1997b.

Umar, D.: Komputerisasi Pengambilan Keputusan, Elex Media Komputindo, Jakarta, (2001).

Page 34: Jtmgb April2011 Web

30

Depth 700 ftTemperature 90 °FPermeability 1000 mdNet Thickness 200 ftGravity 12 °APIOil Saturation 54 %Viscosity 6500 cp

Tabel L1. Sample data EOR screening

Gambar L1. Tampilan input data EOR screening

Gambar L2. Tampilan output hasil EOR screening

LAMPIRAN

Page 35: Jtmgb April2011 Web

31

Luas Area 40 acreNet Thickness 60 ftPorosity 8% Waterflood sweep (EAEV) 54% Swc 20% Soi 80% Sorw (sisa H2O flood) 35% Boi (pada awal injeksi CO2) 1.08 bbl/STBBof (akhir dari injeksi CO2) 1.62 bbl/STBOil viscosity 1.4 cpCO2 viscosity 0.2 cp

Tabel L2. Sample data CO2 flooding dengan metode Lewin

Gambar L3. Tampilan input CO2 flooding dengan metode Lewin

Gambar L4. Tampilan output CO2 flooding dengan metode Lewin

Page 36: Jtmgb April2011 Web

32

Luas Area 40 acreNet Thickness 60 ftPorosity 8% Oil viscosity 1.4 cpCO2 viscosity 0.2 cp

Keterangan

Pola injeksi five-spot,Reservoir dengan komposisi pasir yang homogen,Tidak ada gravity overrideCO2 terus menerus diinjeksikan

Tabel L3. Sample data CO2 flooding dengan metode Koval

Gambar L5. Tampilan input CO2 flooding dengan metode Koval

Gambar L6. Tampilan output CO2 flooding dengan metode Koval

Page 37: Jtmgb April2011 Web

33

Net Thickness 24 ftDepth 5500 ftPorositas 28 %Soi 80 %Permeability 400 mdVDP 0.5 Gravity 34 °APIμo 3.4 Temperature 92 °FBoi 1.15 RB/STBBof 1.1 RB/STBProduksi kumulatif minyak 17.2 x 106 STBWOR 21 Sorw diperkirakan 26 % VPS’o diperkirakan 65 % VPTDS 65000 ppmμw 0.55 cpWclay 0.05 ρr 156 lbm/ft3ρs 62.3 lbm/ft3Harga minyak 22 $/bblFormasi sandstone

Tabel L4. Sample data micellar-polymer flooding

Gambar L7. Tampilan input micellar-polymer flooding

Page 38: Jtmgb April2011 Web

34

Gambar L8. Tampilan output micellar-polymer flooding

Page 39: Jtmgb April2011 Web

35

PENENTUAN LOKASI SUMUR MENGGUNAKAN GENETICS ALGORITHM

Fajril AmbiaStaff di OGRINDO, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganeca no. 10, Bandung, 40132, Indonesia

Telp: +62-856-24946594 Email: [email protected]

SARI

Proses peningkatan perolehan minyak bumi (Improved Oil Recovery) merupakan proses pen ting yang dilakukan dalam memaksimalkan produksi dan perolehan minyak bumi. Salah satu teknik untuk meningkatkan perolehan minyak adalah dengan mendesain skenario penentuan lokasi sumur optimum yang akan menghasilkan perolehan minyak secara maksimum. Umumnya teknik yang di-gunakan dalam penentuan lokasi sumur adalah dilakukan dengan melakukan analisis geologi res-ervoir secara kualitatif dengan dibantu metode coba-coba (trial and error). Pendekatan ini belum tentu menghasilkan solusi yang paling optimum terutama karena besarnya faktor subyektifitas yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dalam study ini, penentuan lokasi sumur dilakukan dengan menggunakan teknik optimisasi dengan bantuan Genetics Algorithm (GA). Genetics Algorithm ada-lah merupakan suatu metode yang biasa digunakan dalam menemukan solusi optimum. Metode ini meniru proses evolusi mahluk hidup dimana individu yang akan bertahan adalah individu yang paling fit terhadap seleksi alam, di mana proses evolusi sendiri adalah pada dasarnya merupakan proses penggabungan informasi antar kromosom dan mutasi. Kedua proses utama inilah yang ditiru dalam GA untuk pencarian solusi optimum. Dari studi yang dilakukan, diperlihatkan bahwa keun-tungan yang diharapkan dapat diperoleh dari optimisasi ini adalah lokasi yang paling baik dan dapat menghasilkan perolehan minyak yang terbanyak. Pada kasus dimana metode ini gagal menemukan solusi yang lebih baik dibanding metode konvensional, hasil dari pendekatan ini dapat menjadi alat verifikasi bahwa penentuan lokasi sebelumnya adalah sudah berada pada lokasi paling optimum.Kata kunci: penempatan sumur, genethics algorithm, perolehan minyak maksimum

ABSTRACT

Improved oil recovery (IOR) is an important process that is needed for improving oil produc-tion and recovery. Included in IOR is determination of optimum production well emplacement. Com-mon practice in deciding production well emplacement is usually made through qualitative geologi-cal analysis combined with trial and error approach. This approach does not always provide the most optimum result since it usually involves a great deal of bias upon reaching decision. This study offers Genetics Algorithm (GA) as a means for reaching the objective. Genetics Algorithm as a method that mimics the process of evolution – a combination of information summation between chromosomes and mutation – helps in reaching the most optimum solution. From the study it is shown that this approach successfully determines the best place for well emplacement indicated with the highest oil recovery obtained. In cases which this approach does not offer a better solution than one given by the conventional approach, the results can be taken as a confirmation over the existing decision. Key words: well emplacement, genetics algorithm, maximum oil recovery

I. Pendahuluan

Penentuan lokasi sumur merupakan faktor penting yang mempengaruhi perolehan minyak.

Namun penentuan lokasi sumur umumnya men-gandalkan analisa kualitatif berdasarkan sifat dari reservoir. Namun hasil yang diperoleh de ngan menggunakan analisa kualitatif belum tentu

Page 40: Jtmgb April2011 Web

36

merupakan hasil yang optimum. Untuk itu diper-lukan teknik optimisasi yang dapat diterapkan pada permasalahan penentuan lokasi sumur.

Optimisasi merupakan proses pencarian kon-figurasi untuk memperoleh keluaran yang mak-simum atau minimum. Beberapa teknik yang da-pat digunakan dalam pencarian solusi optimum adalah Gradient Methods atau stochastic meth-ods. Gradient Methods menggunakan nilai dari turunan pertama atau kemiringan sebagai basis pencarian, sedangkan Stochastic Methods meng-gunakan nilai random sebagai basis pencarian.

Metode Genetics Algorithm (GA) yang mer-upakan metode optimisasi berbasis Stochastic Methods dipilih karena tingkat fleksibilitas dari GA sangat tinggi sehingga cocok diterapkan pada permasalahan yang secara matematis belum da-pat dipahami dengan baik. Kelebihan ini mem-buat GA sangat cocok diterapkan pada penentuan lokasi sumur yang paling optimum.

GA pada dasarnya adalah sebuah me-tode yang meniru proses evolusi pada populasi makhluk hidup dimana tiap konfigurasi solusi dinyatakan dalam bentuk kromosom. Setiap kro-mosom dalam populasi akan berusaha bertahan dalam lingkungan sesuai dengan prinsip survival of the fittest. Kromosom yang memiliki fitness yang paling baik akan bertahan dan meneruskan informasi kromosom untuk generasi selanjutnya, sementara untuk kromosom yang tidak cukup fit akan punah dari populasi. Dengan demikian, set-elah jumlah generasi tertentu dicapai, kromosom dalam populasi akan terdiri dari kromosom yang paling fit.

Proses meneruskan informasi ke generasi se-lanjutnya dilakukan dengan metode crossover di-mana dua cromosom parent akan saling bertukar sebagian dari gen mereka, kemudian kromosom hasil pertukaran ini menjadi kromosom generasi selanjutnya. Gen merupakan bagian informasi terkecil dari kromosom, dapat berupa bilangan biner, integer, atau bilangan pecahan. Gen ini merepresentasikan informasi terkecil dari solusi permasalahan yang ingin dicari.

Namun ada kendala yang mungkin dihada-pi dalam proses pencarian nilai optimum, yaitu apabila program terjebak dalam solusi optimum lokal. Ketika program mencapai daerah optimum yang bersifat lokal, maka proses evolusi tidak akan sanggup mencari nilai optimum global. Un-tuk mencegah hal ini terjadi, maka diperlukan

proses mutasi yang terjadi secara random agar kromosom dapat memeriksa seluruh area. Proba-bilitas dari mutasi ini dibuat kecil karena kecend-erungan mutasi akan merusak populasi secara keseluruhan.

Pada umumnya, optimisasi yang dilakukan untuk penentuan lokasi sumur adalah dengan membuat model matematis atau korelasi yang mencerminkan kondisi reservoir. Dari korelasi ini kemudian dicari dimana lokasi titik opti-mum dengan menggunakan metode optimisasi. Kekurangan dari metode ini adalah persamaan korelasi yang dihasilkan belum tentu mencer-minkan kondisi reservoir yang sebenarnya. Se-hingga hasil optimisasi belum tentu akan meng-hasilkan solusi optimum.

Untuk menghindari kendala tersebut, dalam penelitian ini program optimisasi harus dapat berkomunikasi secara langsung dengan reservoir simulator. Dengan demikian proses perhitungan objective function dilakukan langsung oleh simu-lator.

II. Pembuatan dan Implementasi Program Genetics Algorithm

Program Genetics Algorithm yang dibuat memiliki gen yang bernilai integer. Hal ini dipi-lih karena koordinat dari lokasi sumur bersifat bi langan bulat. Penggunaan nilai integer ini mem-berikan fleksibilitas dalam pembuatan program. Untuk menghitung objective function dari per-masalahan, maka program dihubungkan dengan CMG IMEX simulator. IMEX akan menghitung cumulative production dari tiap kromosom yang dibuat. Pseudocode dari program dapat dilihat pada Gambar 1.

Setelah program dibuat, kemudian pro-gram diujicobakan terlebih dahulu pada model matematis agar kualitas program dapat tervali-dasi. Model matematis yang diujicobakan dipilih fungsi 3-D agar lebih kompleks, namun masih mudah divisualisasikan. Fungsi ini juga didesain agar memiliki titik maksimum lokal, maksimum global, dan minimum global. Titik-titik ini di-maksudkan sebagai jebakan untuk menguji apak-ah program akan terjebak pada titik maksimum lokal atau berhasil menghindar dan menuju pada titik maksimum global. Desain fungsi matematis yang sesuai dengan

Page 41: Jtmgb April2011 Web

37

kondisi tersebut adalah:

Plot 3-D dari fungsi diatas sebagai berikut:

Berdasarkan solusi analitis, nilai maksimum dari fungsi diatas adalah:

Kemudian fungsi matematis tersebut diuji-cobakan menggunakan program Genetics Algo-rithm. Hasil yang diperoleh adalah:

Hasil yang diperoleh program pada Tabel 2 menunjukan bahwa solusi maksimum fungsi ter sebut sebesar 13.7777. Solusi ini sangat dekat dengan solusi analitik yaitu 13.8274. Tingkat akurasi pada program GA sebesar 0.35%. Den-gan demikian dapat dinyatakan bahwa program GA menghasilkan solusi yang cukup valid.

Setelah program dapat dinyatakan valid, maka program kemudian diujicobakan pada per-masalahan penentuan lokasi sumur. Untuk men-

for tiap kromosom inisiasi nilai kromosom secara randomenddo for tiap kromosom hitung fitness value hitung survive rate end while jumlah kromosom baru lebih kecil dari populasi pilih pasangan kromosom secara random berdasarkan survive rate lakukan proses crossover pada pasangan kromosom update nilai kromosom lama dengan kromosom hasil crossover end for tiap kromosom baru hitung probabilitas mutasi if mutasi terjadi tentukan secara random gen termutasi negasikan nilai gen end endwhile iterasi maksimum belum dipenuhi atau batas error belum didapat

Gambar 1. Pseudocode Program Genetics Algorithm

-0.3 (x2 + y2 + z2)

u = (x4 + 10x 10y + 10z)e

Gambar 2. Plot Persamaan u = f(x,y,z)

x y z u0.9125 0.6998 0.6998 13.8274

Solution ValueAverage x 1.0014Average y 0.0023Average z 0.0262Average fitness 8.3658Average solution 13.2602Best max 13.7777Location x 0.9911Location y 0.6333Location z 0.6250

Tabel 1. Solusi Analitik pada Fungsi u

Tabel 2. Solusi Program Genetics Algorithm

Page 42: Jtmgb April2011 Web

38

guji program, maka dibuat skenario yang sebagai berikut:Plan of Development pada lapangan X dirancang dengan menggunakan 3 sumur, dimana lokasi sumur direncanakan berada pada koordinat W-1 (14, 13), W-2 (17, 15), dan W-3 (12, 15). Model top structure pada Gambar 4 menunjukan bahwa bentuk trap merupakan stratigraphic trap. Data sebaran tekanan dapat dilihat pada Gambar 5. Sedangkan data sebaran saturasi minyak dapat dilihat pada Gambar 6. Reservoir ini berada pada kondisi undersaturated.Hasil simulasi yang diperoleh untuk natural de-pletion selama 30 tahun sebagai berikut:

Nilai recovery factor sebesar 16.59% merupakan hasil simulasi apabila tidak ada sumur injeksi. Untuk mengetahui apakah masih ada posisi yang

dapat memberikan recovery factor lebih tinggi dari data POD, maka rencana lokasi sumur di-jadikan input dari program.

Parameter yang digunakan pada program GA adalah dengan menggunakan jumlah populasi se

Gambar 3. Performance Graph dari Pencarian Solusi Matematis

Gambar 4. Grid Structure dari Model Reservoir

Gambar 5. Data Tekanan

Gambar 6. Data Saturasi Minyak

Page 43: Jtmgb April2011 Web

39

Tabel 3. Hasil simulasi POD lapangan X

banyak 30 serta jumlah generasi sebanyak 100. Peluang terjadinya crossover sebesar 90% se dangkan peluang terjadinya mutasi sebesar 30%. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 7.

III. Diskusi

Ternyata pada generasi ke 25, program dapat menemukan lokasi sumur yang lebih baik, dima-na lokasi ini memberikan cumulative production sebesar 759.43 MSTB atau perolehan recovery factor sebesar 22.61%. Perbandingan hasil simu-lasi beserta koordinat lokasi antara data awal den-gan keluaran program dapat dilihat pada Tabel 4.

Dari keluaran program diatas maka dapat disimpulkan bahwa program dapat menemukan solusi yang lebih baik. Hasil perbandingan per-olehan kumulatif produksi dan koordinat baru dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.

Peningkatan recovery factor yang signifi-kan dengan biaya yang relatif sangat murah akan sangat menguntungkan dan mampu meningkat-

kan perolehan migas nasional. Teknik Genetics Algorithm telah terbukti mampu memberikan hasil yang baik dalam penentuan lokasi sumur optium.

Tabel 4. Perbandingan antara hasil simulasi awal den-gan keluaran program

IV. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari peneli-tian ini adalah:

Penentuan lokasi sumur sangat mempenga 1. ruhi recovery factor sehingga harus ditentu-kan sedekat mungkin pada solusi optimum.Teknik 2. Genetics Algorithm dapat digunakan dalam proses pencarian lokasi sumur yang menghasilkan recovery factor paling besar.Program dapat menghasilkan solusi yang 3. lebih baik jika solusi tersebut belum diraih pada kondisi awal.

IOIP 3359.2 MSTBNp 557.2 MSTBRF 16.59%

Gambar 7. Hasil Keluaran Program Genetics Algorithm

Initial GA Engine DifferenceNp 557.2 MSTB 759.4 MSTB 202.2 MSTBRF 16.59% 22.61% 6.02%W-1 (14, 13) (11, 14)W-2 (17, 15) (12, 12)W-3 (12, 15) (14, 13)

Page 44: Jtmgb April2011 Web

40

Teknik 4. Genetics Algorithm dapat digunakan sebagai validator bahwa lokasi sumur sudah berada pada lokasi yang optimum apabila ga-gal menemukan solusi yang lebih baik.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada

dosen pembimbing Zuher Syihab, PhD atas masukan dan saran pada penelitian ini. Penulis juga mengucap-kan terima kasih kepada Computer Modeling Group (CMG) atas academic license yang diberikan kepada ITB sehingga penulis dapat melakukan penelitian ini serta OGRINDO-ITB (Oil and Gas Recovery for Indonesia) sebagai wadah organisasi penulis dalam melakukan penelitian.

Acuan

Badru, C. S. K: “Well Placement Optimizationin Field Development”, Society of Petroleum En-gineers, SPE 84191, 2003.

de Jong, dan Kenneth A.: Evolutionary Compu tion, London, the MIT Press, London, (2006).

Emerick, Alexandre A., S.A, Petrobas, Messer, Eugenio Silva Bruno, Szwarchman, Dilza, Mas-chio, Celio, Nakajima, Lincoln, Schiozer, Denis J.: “Production Strategy Optimization Using Genetic Algorithm and Quality Map”, Society of Petroleum Engineers, SPE 113483, 2008.

Negnevitsky, Michael.: Artificial Intelligence: A Guide to Intelligent System, Essex, Person Edu-cation Limited, (2005).

Gambar 8. Perbandingan kumulatif produksi minyak antara rencana awal dengan rekomendasi GA

Gambar 9. Lokasi hasil rekomendasi GA

Page 45: Jtmgb April2011 Web

41

OPTIMISASI PROSES PERENDAMAN SURFAKTAN PADA SQUEEZE CEMENTING

UNTUK PEKERJAAN WATER SHUT OFF

Christianto Widi Dewanto

Workover/Well Service Manager PT. Energi Mega Persada, Bakrie Tower 23th Fl , Rasuna Epicentrum, Rasunasaid Kuningan, Jakarta Pusat.

Telp: +62-811-833217 Email : [email protected]

SARI

Untuk mengatasi besarnya produksi air pada sumur-sumur tua lapangan marjinal, salah satu metode yang diterapkan adalah melakukan water shut off program dengan squeeze cementing. Namun pada beberapa waktu sebelumnya pekerjaan squeeze cementing selalu dilakukan perulangan hingga 4 kali untuk satu zona yang sama, sehingga memerlukan biaya yang besar untuk penyelesaian pekerjaan ini. Dengan menerapkan perendaman surfaktan sebelum proses squeeze cementing masalah tersebut dapat diatasi. Terlebih lagi dengan mengoptimalkan waktu perendaman dengan meningkat-kan konsentrasi larutan surfaktan dari 2% menjadi 3% menjadikan pekerjaan squeeze cementing berhasil dengan satu kali proses , maka secara otomatis bisa menekan biaya operasi pekerjaan ini. Untuk menjadikan sempurnanya hasil penyemenan maka diperlukan pekerjaan perendaman surfac-tant sebelum squeeze cementing, proses perendaman ini merupakan pencucian sisa minyak pada batuan formasi atau proses merubah sifat batuan oil wet menjadi water wet. Dalam keadaan ini, separasi antara semen yang mengering dengan matrik batuan akibat perbedaan base fluid tidak terjadi sehingga rekatan terjadi menjadi kuat. Perulangan dalam squeeze cementing dengan demikian menjadi tidak perlu.Kata kunci: squeeze cementing, penyemenan berulang, perendaman surfaktan, penghematan biaya

ABSTRACT

One of methods normally used for combating high water production in marginal fields’ old wells is water shut-off program with squeeze cementing. The most common practice in squeeze ce-menting is the costly repetitive cementing at the same interval – sometimes as many as 4 times – in order to guarantee good cementing results. Surfactant soaking prior to squeeze cementing can over-come the problem. This study proves that optimization in soaking time and an increase in surfactant concentration from 2% to 3% has spared the need for the repetitive cementing hence reducing cost. Surfactant soaking improves the cementing results through washing the formation rocks from oil and converting the rock’s wettability towards more water-wetting tendency. In this condition, no separa-tion between the drying cement and formation face occurs leading to stronger bond between the two and. No repetitive cementing is therefore needed.Key words: squeeze cementing, repetitive cementing, surfactant soaking, cost efficiency

I. Pendahuluan

Problem water cut tinggi sering dialami pada beberapa sumur lama di lapangan Marginal, wa-ter coning ini merupakan permasalahan yang cu-kup pelik dan perlu hati-hati dalam penanganan-

nya, ada beberapa cara langkah untuk mengatasi hal ini yang salah satunya telah diterapkan di lapangan Melibur yakni dengan metode squeeze cementing. Isolasi menggunakan semen ini ditu-jukan pada zona air atau oil water contact zone hal mana dimaksudkan untuk menutup jalan in-

Page 46: Jtmgb April2011 Web

42

trusi air formasi.Namun pada prakteknya beberapa waktu lalu

pekerjaan ini memakan biaya operasi yang cu-kup tinggi karena harus melakukan perulangan squeeze cementing hingga 4 kali pada zona yang sama (Smith, 1976).

Tidak sempurnanya proses sementasi ini dimungkinkan karena semen tidak menempel pada batuan secara keseluruhan, akibat adanya perbedaan fluida dasar antara bubur semen dan lapisan oil pada matrik batuan (oil wet formation).

Pelaksanaan pekerjaan squeeze cementing dengan metode perendaman surfaktan merupa-kan salah satu alternative untuk meningkatkan efektifitas penyemenan, dengan maksud mencuci matrik batuan dari oil film yang menempel pada batuan tersebut (oil wet) atau mendesak butiran – butiran minyak yang terperangkap didalam batuan porous, langkah perendaman ini dilaku-kan beberapa jam sebelum proses penyemenan dilaksanakan sehingga diharapkan semen dapat menyatu dengan batuan sehingga celah-celah pe-nyebab kebocoran dapat ditiadakan.

Dengan demikian proses perendaman mem-punyai peranan penting dalam upaya peningkatan kualitas penyemenan, sehingga untuk mengopti-malkan proses ini dibuatlah suatu percobaan untuk melihat besarnya konsentrasi surfaktan terhadap pola waktu yang dibutuhkan untuk me-nyapu lapisan oil (oil film) pada matrik batuan. Proses lamanya waktu perendaman juga nantinya akan sangat mempengaruhi biaya operasi secara keseluruhan.

Paper ini merupakan laporan langkah pe-nyempurnaan dari percobaan dan terapan metode perendaman sebelum pekerjaan squeeze cement-ing. Dimana pada waktu sebelumnya untuk men-gurangi perulangan squeeze cementing pada zona yang sama diterapkanlah metode ini, yakni den-gan perendaman surfaktan selama 24 jam sebe-lum pekerjaan squeeze dan telah terbukti dapat mempersingkat rantai perulangan pekerjaan dari 4 menjadi 2 kali squeeze cementing.

Namun kemudian terpikirkan untuk mem-persingkat waktu perendaman, yang mana di-maksudkan agar dapat mengurangi secara lang-sung biaya operasi sebagai akibat lamanya proses perendaman. Upaya ini dilanjutkan dengan men-gadakan uji laboratorium optimisasi proses per-endaman terhadap variasi konsentrasi surfaktan,

dan ternyata dari data hasil percobaan dimung-kinkan untuk mencoba mengurangi waktu peren-daman menjadi 18 jam namun konsentrasi surfak-tan harus ditingkatkan dari 2% menjadi 3%. Dan dari uji penerapan lapangan di dapatkan 2 hasil yang luar biasa, yang pertama proses squeeze cementing bisa berhasil dilakukan dengan cukup satu kali saja, dan yang kedua dapat menekan biaya operasi saat proses perendaman.

Jika dihitung secara keseluruhan terhadap biaya operasi yang timbul baik saat proses per-endaman maupun saat dilakukannya pekerjaan squeeze cementing, kemudian dibandingkan dengan biaya operasi beberapa waktu sebelum-nya yang tanpa penerapan perendaman surfak-tan pada squeeze cementing, maka didapatkan efisiensi sebesar 55%.

II. Landasan Teori

Beberapa teori yang mendasari pemiki ran penerapan metode perendaman surfaktan se be-lum proses squeeze cementing adalah :

Kebasahan (wettability)

Wetabilitas adalah kemampuan batuan untuk dibasahi oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur (immisible) maka pada bidang antar muka cairan dengan ben-da padat terjadi gaya tarik- menarik antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi),yang merupa-kan faktor dari tegangan permukaan antara fluida dan batuan (Amyx dkk, 1960).

Gambar 1. Derajat kontak sistim kebasahan (Cosse, 2007)

Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan ter-letak diantara fasa air. Namun pada kasus ini lapangan M mempunyai reservoir yang bersifat semi oil wet seperti ditunjukkan dalam grafik plot berikut.

Page 47: Jtmgb April2011 Web

43

Gambar 2. Grafik plot Relatif Permeability formasi pada lapangan M (file core analisys).

Tegangan Permukaan

Gaya persatuan panjang yang dibutuhkan un-tuk mempertahankan bidang singgungan antara dua fluida yang tidak saling bercampur yang seo-lah- olah terpisahkan oleh membrane. Dimana di-antara dua cairan ini masing-masing mempunyai tegangan yang berbeda.

Surfaktan

Didefinisikan sebagai molekul yang men-cari tempat diantara dua cairan yang tak dapat bercampur dan mempunyai kemampuan untuk mengubah kondisi. Bahan utama dari surfac-tant ini adalah Petroleum Sulfonate, dimana zat ini dihasilkan dari sulfonatisasi minyak mentah (distilasi minyak). Petroleum sulfonate mem-punyai daya afinitas terhadap air dan minyak. Molekul ini mempunyai dua bagian, satu bagian larut dalam minyak dan satu bagian lainnya lar-ut dalam air. Surfactant yang mempunyai daya afinitas kuat terhadap minyak disebut oilsoluble dan yang kuat terhadap air disebut water soluble (green acid). Kualitas surfactant ditentukan dari parameter berat ekuivalennya, semakin besar be-rat ekuivalen surfactant yang digunakan, maka efektivitas kerja untuk menurunkan tegang an permukaan minyak-air semakin baik dan be-gitu sebaliknya.

Dalam pekerjaan ini perendaman surfactant dimaksudkan untuk membebaskan minyak yang terjebak dalam pori batuan hingga mencip takan ruang yang cukup bagi bubur semen dan membilas minyak yang menempel pada dinding matrik batuan agar meniadakan rongga – rongga yang saling berhubungan sehingga mencegah ke-

bocoran saat bubur semen mengering.

Percampuran surfactant dengan minyak membentuk emulsi yang akan melepaskan diri dari dinding matrik batuan seperti pada gambar diatas sehingga akan mengurangi tekanan kapiler. Setelah minyak dapat bergerak, maka diharapkan tidak ada lagi minyak yang tertinggal atau men-empel dinding matrik batuan.

III. Percobaan

Percobaan ini untuk melihat efektifi-tas waktu perendaman terhadap reaksi surfaktan pada beberapa variasi konsentrasi surfaktan.Dimana goalnya adalah menjawab hipotesa ten-tang hubungan waktu terhadap tingkat konsen-trasi surfaktan.

Didalam percobaan ini digunakan 3 core yang berukuran sekitar 6.5x 2.5 Cm masing–masing direndam dalam crude oil selama 24 Jam.Urutan Prosedurnya adalah :

Masukkan 1. core (yang telah direndam Crude oil) kedalam bejana kaca yang berisi air, lalu panaskan hingga 120C. Minyak yang muncul mengapung kepermukaan sebagai akibat efek panas kita amati hingga sudah mencapai aku-mulasi maksimal.Selanjutnya 2. core kita pindahkan kedalam be-jana lainnya yang sudah terisi cairan air for-masi 1% + surfactant 2% + Air tawar dengan

Gambar 3. Dua cara pelepasan oil dari dinding batuan untuk membentuk emulsi.(Schramm, 2005).

Page 48: Jtmgb April2011 Web

44

total volume 500 ml.Lakukan tahapan diatas untuk 3. core lainnya dengan perbedaan variasi konsentrasi surfac-tant 3% dan 4%.Lakukan pengamatan pada 3 jenis percobaan 4. core tersebut, dengan ketentuan waktu peren-daman seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsentrasi surfactant vs waktu perendaman.

Pengamatan dilakukan dengan batasan seper-5. ti pada tabel diatas, dan catat recovery/perole-han minyak yang muncul dan bandingkan hasilnya dari tiga core tersebut.

IV. Konsep Perendaman

Pada dasarnya perendaman merupakan rentang waktu yang disediakan untuk proses reaksi surfactant dalam mengurangi besarnya tegangan permukaan antara dua fluida yang ber-beda. Proses perendaman ini sangat menentukan kualitas penyapuan oil pada matrik batuan se- hingga menjadi prioritas pelaksanaannya sebe-lum proses squeeze cementing itu sendiri.

Efektifitas Perendaman Surfactant

Beberapa hal yang mempengaruhi efek-tifitas perendaman adalah :Adsorbsi batuan reservoir terhadap larutan sur-factant. Adsorbsi batuan terjadi akibat gaya tarik-menarik antara molekul-molekul surfactant dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya afinitas batuan reser-voir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka larutan surfactant akan menipis, akibatnya kemampuan untuk menurun-kan tegangan permukaan minyak-air semakin menurun.

Konsentrasi surfactant juga berpengaruh be-sar terhadap terjadinya adsorbsi batuan res-

ervoir pada surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang digunakan, maka akan semakin cepat proses reaksinya.

Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat menurunkan recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile) menyebabkan adsorb-si yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas rendah, peranan clay ini sangat dominan. Salinitas air formasi berpengaruh terha dap penurunan tegangan permukaan minyak-air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl akan menyebabkan penurunan tegangan permukaan minyak-air tidak efektif lagi.

Reaksi Surfactant.

Dalam proses reaksi surfactant banyak faktor yang menentukan seperti yang utama adalah be-sar konsentrasi surfactant dan waktu yang dibu-tuhkan dalam proses reaksi. Sedangkan mekan-isme reaksi Surfactant adalah sebagai berikut :

Larutan surfactant yang merupakan micro-emulsion yang diinjeksikan ke dalam reser-voir,

Mula-mula bersinggungan dengan permu-kaan gelembung-gelembung minyak melalui film air yang tipis, yang merupakan pemba-tas antara batuan reservoir dan gelembung-gelembung minyak.

Surfactant memulai perannya sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan tega ngan permukaan minyak-air.

Pertama sekali molekul-molekul surfactant yang mempunyai rumus kimia RSO3H akan terurai dalam air menjadi ion-ion RSO3- dan H+.

Ion-ion RSO3- akan bersinggungan de- ngan gelembung-gelembung minyak, ia akan mempengaruhi ikatan antara molekul-molekul minyak dan juga mempengaruhi adhesion tension antara gelembung-gelem-bung minyak dengan batuan reservoir, aki-batnya ikatan antara gelembung-gelembung

KonsentrasiLarutan

Surfactant

WaktuPerendaman

2% 24 Jam3% 18 Jam4% 12 Jam

Page 49: Jtmgb April2011 Web

45

minyak akan semakin besar dan adhesion tension semakin kecil sehingga terbentuk oil bank (gumpalan-gumpalan minyak).

Gumpalan- gumpalan tersebut akhirnya menguat dan lepas dari ikatan matrik batuan yang merupa-kan emulsi dalam air formasi, (lihat Gambar 3).

Konsentrasi Surfaktan

Penentuan besaran konsentrasi surfactant didasari oleh hasil evaluasi laboratorium. Dalam percobaaan, dimaksudkan untuk mencari ting-kat konsentrasi yang tepat sehingga bisa menda-patkan waktu perendaman yang optimum.

Dalam pengujian core dengan perendaman surfaktan pada konsentrasi 2% ,3% dan 4% maka dalam rentang waktu perendaman yang sama akan didapatkan recovery oil yang berbeda–beda. Dari percobaan ini dapat disimpulkan sementara bahwa kenaikan konsentrasi larutan dapat mem-percepat proses perubahan tegangan permukaan antar fluida minyak – air, sehingga secara lang-sung diharapkan dapat membilas lapisan minyak pada matrik batuan (oil wet).

Waktu Perendaman

Efektifitas proses reaksi surfactant dalam menurunkan tegangan permukaan salah satu-nya dipengaruhi oleh lamanya waktu reaksi, da-lam penerapan untuk proyek squeeze cementing waktu reaksi ini diwujudkan dalam bentuk waktu perendaman yang dibutuhkan untuk mengubah batuan oil wet menjadi water wet.

Berdasarkan uji laboratorium didapatkan data dimana pada konsentrasi yang sama pada batasan tertentu didapatkan hasil recovery oil yang berbe-da jika direndam pada waktu yang berbeda pula, dimana semakin lama proses perendaman akan didapatkan hasil pembilasan yang lebih baik.

Namun dalam operasi lapangan, terutama pada pekerjaan squeeze cementing yang menjadi bagian dari pekerjaan workover, proses perenda-man yang dilakukan sebelum pemompaan bubur semen menjadikan perhitungan tersendiri karena lamanya waktu proses perendaman berhubungan langsung dengan besarnya biaya operasi yang harus dikeluarkan, yakni biaya operasi rig dan peralatan pendukung saat standby menunggu

proses perendaman.Untuk itu terpikirkan untuk mengurangi

waktu perendaman namun mendapatkan hasil yang optimum dalam proses pembilasan sisa minyak. Maka berdasarkan data laboratorium dimungkinkan adanya penurunan waktu peren-daman namun harus diimbangi dengan kenaikan konsentrasi surfactant.

V. Optimisasi Perendaman

Guna menekan biaya operasi terutama saat proses perendaman surfactant maka dilakukan-lah pengurangan waktu perendaman sesuai hasil kajian laboratorium.

Biaya perendaman timbul berdasarkan perhi-tungan sejumlah cost dari Rig dan beberapa peralatan pendukung, dimana biaya ini muncul karena Rig dan beberapa peralatan tersebut dalam kondisi standby namun costnya tetap jalan. Jum-lah cost ini setara dengan lamanya waktu peren-daman.

Beberapa Rig dan Peralatan jika dihitung da-lam biaya harian dan rate/jam adalah seperti pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Biaya operasi per jam

Biaya ini adalah biaya minimum yang dibebankan saat dalam kondisi Standby (tidak beroperasi), artinya bisa disetarakan sebagai bi-aya perendaman per-jam.

Dari tabel diatas dapat terlihat besarnya penurunan biaya perendaman yang signifikan, namun mempunyai hasil yang relative sama bah-kan secara kualitas menjadi lebih baik. Kualitas ini terbukti dengan keberhasilan squeeze cement-ing dengan cukup satu kali saja untuk zona yang sama.

Cost Item Rate/dayRig + crew 7,896.00Support for Rig 970Crane 450Cementing unit + crew 3,390.00Mud Motor 7,200.00Filtration unit+crew 745Total Cost 19,611.00Operation Cost/Hour 860.46

Page 50: Jtmgb April2011 Web

46

Jika pada awalnya upaya optimasi waktu perendaman ini hanya untuk mengurangi biaya perendaman namun ternyata malah membuahkan hasil yang lebih dengan dipersingkatnya rantai pekerjaan squeeze cementing menjadi satu kali. Maka dengan demikian jika dihitung biaya op-erasi secara keseluruhan untuk proses penyeme-nan upaya ini membuahkan hasil yang luar biasa karena mendapatkan dua keuntungan sekaligus . Secara lengkap hasil dari optimasi perendaman ini dapat dilihat dalam Tabel L1 - L4 pada lam-piran.

VI. Evaluasi

Berdasarkan beberapa uraian diatas proses perendaman surfaktan sangat diperlukan untuk perbaikan kualitas sementasi batuan for-masi. Karena dengan adanya proses perendaman beberapa saat sebelum squeeze cementing dapat mengubah batuan oil wet menjadi water wet se-hingga bubur semen dapat menempel sempurna pada matrik batuan. Dengan penerapan metode ini pada awalnya telah berhasil menurunkan ting-kat perulangan pekerjaan squeeze cementing dari 4 hingga 2 kali.

Lamanya waktu perendaman menjadikan be-ban biaya tersendiri, berdasarkan hasil kajian lab-oratorium dimungkinkan untuk memperpendek proses waktu perendaman sehingga akan mem-perkecil biaya perendaman. Pada waktu sebelum-nya perendaman dilakukan selama 24 jam maka diturunkan menjadi 18 jam.

Dengan proses memperpendek waktu per-endaman ini harus diimbangi dengan menaikkan konsentrasi surfaktan sampai batas tertentu. Pada perendaman sebelumnya konsentrasi surfaktan 2% direndam selama 24 jam, dan selanjutnya dengan penurunan waktu perendaman menjadi 18 jam konsentrasi surfaktan dinaikkan menjadi

3%.Dari upaya ini selain mampu mengurangi be-

ban biaya dari proses perendaman sebesar US$ 3963 ternyata juga mampu meningkatkan kuali-tas proses squeeze cementing sehingga pekerjaan penyemenan ini bisa dilakukan hanya dengan 1 kali saja.

Dengan demikian secara keseluruhan rang-kaian pekerjaan squeeze cementing dengan me-tode perendaman surfaktan yang di optimalkan sedemikain rupa dapat memberikan langkah positif dan penghematan biaya hingga 55% jika dibandingkan dengan biaya yang timbul dari pekerjaan squeeze cementing beberapa waktu lalu (tanpa surfactant treatment).

VII. Kesimpulan

U1. paya merubah oil wet menjadi water wet dengan perendaman surfaktan sebelum squeze cementing job, berhasil memperbaiki daya re-kat cement dengan batuan formasi. Terbukti dengan berhasilnya squeeze cementing job cukup satu kali.Penggunaan Surfaktan telah terbukti sebagai 2. bahan yang menurunkan tegangan permukaan antara minyak dan air. Hal ini dibuktikan dengan berhasilnya surfaktan dalam menya pu lapisan minyak pada permukaan matrik batuan. Terbukti semakin membaiknya ce-ment bonding dalam formasi.Dengan menurunkan waktu perendaman yang 3. diimbangi dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan dari 2% menjadi 3% terbukti dapat menekan biaya operasi.Peningkatan konsentrasi Surfaktan sam-4. pai batas tertentu terbukti lebih efektif dalam membilas oil wet (oil film) pada matrik batu-an sehingga mengurangi perulangan squeeze cementing dari 2 menjadi 1 kali.Upaya penurunan waktu perendaman dengan 5. meningkatkan konsentrasi surfaktan terbukti mampu menekan total biaya operasi penye-menan rata-rata sampai 55%.

Acuan

Allen Thomas O and Roberts Alan P, “ Well Completions, Workover, and Stimulation” Pro-duction Operations Vol.2, Second edition, Oil

Proses Waktu (Hrs)

Biaya (US$)

Harga Larutan

Surfaktan (US$)

Total Biaya (US$)

Without Surfactant 0 0 0 0

2% Surfactant 24 20652 2400 230523% Surfactant 18 15489 3600 19089

Tabel 3. Perbandingan biaya perendaman

Page 51: Jtmgb April2011 Web

47

and Gas Consultants International, Inc. Tulsa

Amyx, J.W., Bass,Jr.,D.M., Whithing, R.L.,: Pe-troleum Reservoir Engineering Physical Prop-erties, Mc.Graw Hill Book Company, Inc., New York, 1960.

Cosse, R.: Basic of Reservoir Engineering, IFP School, editions Technipm27, rue Ginoux 75737, Paris, Cadex 15, France, (2007).

Kristanto, D. dan Bintarto, B.: Perencanaan Pe- ningkatan Perolehan Minyak Menggunakan Metode Soaking Surfactant. Makalah Profe-sional IATMI (2008), 08-06.

Subhash C.A.: “Surfactant Induced relative Permeability Modifications for Oil Recovery En hanchedment”. Thesis Master of Science in Petroleum Engineering, The Department of Pe-troleum Engineering, Louisiana State Univer-sity, 2002.

Schramm, L: Surfactants Fundamentals and App

lications in the Petroleum Industry. Petroleum Recovery Institute, Cambridge University Press, (2005).

Smith, D.K.: Cementing, Society of Petroleum Engineering. AIME, New York, Dallas, (1976).

Wibowo, E.B., Buntoro, A. dan Natsir, M.: “Upaya Peningkatan Perolehan Minyak Mengguna-kan Metode Chemical Flooding di Lapangan Limau”. Makalah Profesional IATMI, Yogya-karta (Juli 2007), 25-28.

Widi, D.C.: “Kaitan antara kondisi geologi re- servoir dan semua operasi pemboran dengan perencanaan cara dan laju produksi. Kolokium, Teknik Perminyakan., UPN “Veteran” Yogya-karta, 1993.

Widi, D. C.: “Optimisasi Squeeze Cementing De ngan Methode Perendaman Surfactant” IATMI Student Paper Contest, ITB, Bandung, 2009.

Page 52: Jtmgb April2011 Web

48

Gambar L2. Percobaan efek waktu perendaman sur-faktan vs % surfaktan

Gambar L3. Grafik terbebasnya minyak terhadap fungsi Konsentrasi dan lamanya waktu perendaman

Gambar L4. Kompensasi biaya squeeze cementing job

Waktu Operasi squeeze Cmt (Hrs) 39Cost / Hrs (US$) 860,46Biaya 1 x Squeeze Cementing (US$) 24.390

Tabel L1. Data operasi

#wells #job Soaking Total HoursTotal

Operation Cost($)

without Surfactant 3 3 0 351 302.020,88

2% Surfactant 3 2 24 306 263.300,253% Surfactant 3 1 18 171 147.138,38

Tabel L3. Biaya operasi squeeze cementing

Rig Cost Cementing+ Surfactant Total (%)

302.020,88 189.000,00 491.020.88263.300,25 133.200,00 396.500,25 19,2

147.138.38 73.800,00 220.938.38 55,0

Tabel L4. Efisiensi Biaya Seluruh Pekerjaan

#well #job Cementing Cost / job

Sufactant Cost Cost ($)

without Surfactant 3 3 21.000,00 0 189.000,00

2% Surfactant 3 2 21.000,00 7.200,00 133.200,00

3% Surfactant 3 1 21.000,00 10.800,00 73.800,00

Tabel L2. Biaya Operasi Rig

Gambar L1. Bagan alir penelitian dan penerapan

LAMPIRAN

Page 53: Jtmgb April2011 Web

49

Gambar L5. Effisiensi Biaya terhadap % Surfaktan

Page 54: Jtmgb April2011 Web

INDEKS

BBacillus sp. 14,15,16,17,18,19,20,21Bacillus polymyxa 14,15,16,17,18,19,20,21Biosurfaktan 14,15,16,17,18,19,20,21,22

EEnhanced oil recovery (EOR) 14,15,21,22,23,24,28,29

FFaktor ketidakpastian 1,2,9,10,11,12,13Fuzzy logic 23,24,26,28

GGenethics algorithm 35

MMicrobial enhanced oil recovery 14,15,22

PPenyemenan berulang 41Perendaman surfaktan 41,42,45,46,48Persamaan saturasi 1,2,8Penghematan biaya 41,46Penempatan sumur 35Perolehan minyak maksimum 35Pengurangan tegangan antar-muka 14Pemilahan EOR 23

SSaturasi fluida 1,2,5Seleksi faktor 1Sistem pakar 23,24,26,28

Page 55: Jtmgb April2011 Web

JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMIPEDOMAN PENULISAN

ISI DAN KRITERIA UMUM

Naskah makalah ilmiah (selanjutnya disebut ”Naskah”) untuk publikasi di Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi (JTMGB) dapat berupa artikel hasil penelitian atau artikel ulas balik/tinjauan (review) tentang minyak dan gas bumi, baik sains maupun terapan. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang dia-jukan pada majalah/jurnal lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang digunakan. Naskah harus selalu dilengkapi dengan Sari dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa Inggris. Naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan JTMGB akan ditolak oleh redaksi dan redaksi tidak berkewajiban untuk mengembalikan naskah tersebut.

FORMAT

Umum. Seluruh bagian dari naskah termasuk judul sari, judul tabel dan gambar, catatan kaki, dan daftar acuan diketik satu setengah spasi pada electronic-file dan print-out dalam kertas HVS ukuran A4. Pengetikan dilaku-kan dengan menggunakan huruf (font) Times New Roman berukuran 12 point.

Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar dan tabel. Hasil penelitian atau ulas balik/tinjauan ditulis minimum 5 halaman dan maksimum sebanyak 15 halaman, di luar gambar dan tabel. Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut:

Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing penulis, dan catatan kaki, yang berisikan terhadap siapa korespondensi harus ditujukan termasuk nomor tele-pon dan faks serta alamat e-mail jika ada.

Sari. Sari/abstract ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sari berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu terperinci dari setiap bab. Sari paling banyak terdiri dari 250 kata. Kata kunci/keywords ditulis di bawah sari/abstract dan terdiri atas empat hingga enam kata.

Pendahuluan. Bab ini harus memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami dan dapat mengevaluasi hasil yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri publikasi-publikasi sebelumnya, yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan. Pendahuluan harus beri-si latar belakang, maksud dan tujuan, permasalahan, metodologi, serta materi yang diteliti.

Hasil dan Analisis. Hanya berisi hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dengan tulisan, tabel, maupun gam-bar. Hindarkan penggunaan grafik secara berlebihan bila dapat disajikan dengan tulisan secara singkat. Batasi penggunaan foto, sajikan yang benar-benar mewakili hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel secara berurutan. Semua gambar dan tabel yang disajikan harus diacu dalam tulisan.

Pembahasan atau Diskusi. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan.

Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan.

Ucapan Terima Kasih. Dapat digunakan untuk menyebutkan sumber dana penelitian dan untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan atau penulisan laporan.

Acuan. Acuan ditulis dan disusun menurut abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan:Jurnal

Page 56: Jtmgb April2011 Web

JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMIPEDOMAN PENULISAN (lanjutan)

Hurst, W., 1934. Unsteady Flow of Fluids in Oil Reservoirs. Physics (Jan. 1934) 5, 20.BukuAbramowitz, M and Stegun, I.A., 1972. Handbook of Mathematical Functions. Dover Publications,

Inc., New York.Bab dalam BukuCosta, J.E., 1984. Physical geomorphology of debris flow. Di dalam: Costa, J.E. & Fleischer, P.J.

(eds), Developments and Applications of Geomorphology, Springer-Verlag, Berlin, h.268-317.SariBarberi, F., Bigioggero, B., Boriani, A., Cavallini, A., Cioni, R., Eva, C., Gelmini, R., Giorgetti, F.,

Iaccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G., Scotti, A., Slejko, D., Sudradjat, A., dan Villa, A., 1983. Mag-matic evolution and structural meaning of the island of Sumbawa, Indonesia-Tambora volcano, island of Sumbawa, Indonesia. Abstract 18th IUGG I, Symposium 01, h.48-49.

PetaSimandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo, Suma-

tera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.ProsidingMarhaendrajana, T. and Blasingame, T.A., 1997. Rigorous and Semi-Rigorous Approaches for the

Evaluation of Average Reservoir Pressure from Pressure Transient Tests. paper SPE 38725 presented at the SPE Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, Oct. 5–8.

Skripsi/Tesis/DisertasiMarhaendrajana, T., 2000. Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bound

ed Reservoir. PhD dissertation, Texas A&M University, College Station, TX.Informasi dari InternetCantrell, C., 2006. Sri Lankan’s tsunami drive blossom: Local man’s effort keeps on giving. Http://

www.boston.com/news/local/articles/2006/01/26/sri_lankans_tsunami_drive_blossoms/[26 Jan 2006]SoftwareECLIPSE 100 (software), GeoQuest Reservoir Technologies, Abbingdon, UK, 1997.

Naskah sedapat mungkin dilengkapi dengan gambar/peta/grafik/foto. Pemuatan gambar/peta/grafik/foto selalu dinyatakan sebagai gambar dan file image yang bersangkutan agar dilampirkan secara terpisah dalam format image (*.jpg) minimal resolusi 300 dpi, Corel Draw (*,cdr), atau Autocad (*,dwg). Gambar dan tabel diletak-kan di bagian akhir naskah masing-masing pada halaman terpisah. Gambar dan tabel dari publikasi sebelum-nya dapat dicantumkan bila mendapat persetujuan dari penulisnya.

PENGIRIMAN

Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan ditolak tanpa proses jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirimkan ke-pada:

Redaksi Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumid.a. Patra Office Tower Lt. 1 Ruang 1C

Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34Jakarta 12950 – Indonesia

Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corre-sponding author) yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faks, serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespon-densi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh seluruh anggota penulis dengan pernyataan secara tertulis.

Page 57: Jtmgb April2011 Web

7 7 0 2 1 6 6 4 1 0 1 49

ISSN 021664101-2 ISSN 0216-6410