REFLEKSI KASUS
STATUS EPILEPTIKUS
Pembimbing:
dr. Farida Niken Astari N. H, M. Sc, Sp. S
Disusun oleh:
Afnindyas Atika K. S.
14/365516/KU/17179
Klp 18201
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
A. IDENTITAS PASIEN
Nomor RM : 12****
Nama : Tn S
Tanggal Lahir : 12 April 1987
Umur : 32 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kaingan 12/18 no. 64 Nogotirto
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 12 April 2019
Bangsal / Ruangan : Bangsal Bima 3
B. SUBJEKTIF/ANAMNESA
Diperoleh dari anamnesis dan alloanamnesis di Bangsal
a) Keluhan Utama
Kejang
b) Riwayat Penyakit Sekarang
± 1JSMRS OS dikatakan kejang sekitar 30 menitan di rumah dengan tipe kejang
kelojotan seluruh tubuh, saat kejang tidak sadar diri.
MRS di IGD OS sudah tidak kejang, namun masih tampak gelisah. Nyeri kepala
(-), kelemahan anggota gerak (-), mual (-), muntah (-), trauma (-), demam (-),
batuk (-), pilek (-). OS ada obat racikan yang sering diminum (phenytoin, vit. B1,
nicotinamide), namun 3 hari belakangan OS dikatakan malas minum obat.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan serupa : OS memiliki riwayat epilepsi ketika
kecil (kelas 2 SD). Namun beberapa tahun belakangan sudah tidak pernah
ada episode bangkitan.
2. Riwayat stroke : disangkal
3. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
4. Riwayat penyakit jantung : disangkal
5. Riwayat penyakit DM : disangkal
6. Riwayat cedera / trauma kepala : disangkal
7. Riwayat alergi : disangkal
2
d) Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat DM : disangkal
4. Riwayat jantung : disangkal
5. Riwayat stroke : disangkal
e) Riwayat Sosial Ekonomi
OS bekerja sebagai buruh atau pekerjaan lepas lainnya yang tersedia.
OS memiliki trauma karena semua keluarga inti meninggal saat terjadi
bencana gempa. Sekarang OS tinggal dengan kerabat dekat.
f) Anamnesis Sistem
1. Sistem cerebrospinal : Kejang (+), riwayat epilepsi (+), nyeri kepala
(-), pandangan kabur (-/-), mata kunang-kunang (-/-),
2. Sistem kardiovascular : Riw. HT (-), riw. penyakit jantung (-), nyeri
dada (-)
3. Sistem respiratorius : Sesak nafas (-), batuk (-)
4. Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), BAB (+) normal tidak
ada keluhan
5. Sistem neuromuskuler : Kelemahan anggota gerak (-), perot (-),
penglihatan ganda (-), telinga berdenging (-)
6. Sistem urogenital : BAK (+) normal tidak ada keluhan
7. Sistem integumen : Trauma (-)
g) Resume Pasien
Pasien laki-laki usia 32 tahun, 1JSMRS dikatakan kejang kelojotan seluruh tubuh,
tidak sadarkan diri. Saat tiba di IGD OS sudah tidak kejang, namun masih tampak
gelisah. Tidak ada keluhan lain. OS ada obat racikan yang sering diminum
phenytoin, vit. B1, nicotinamide.
OS memiliki riwayat epilepsi di masa kecil (kelas 2 SD), namun beberapa tahun
terakhir sudah tidak pernah ada episode bangkitan. OS memiliki trauma karena
semua keluarga inti meninggal saat terjadi bencana gempa. Sekarang OS tinggal
dengan kerabat dekat.
C. DIAGNOSIS SEMENTARA
3
Diagnosis Klinis : status epilepticus ec riwayat epilepsi
Diagnosis Topis : susp. cortex cerebri
Diagnosis Etiologi : idiopatik, putus obat
DISKUSI I
A. DEFINISI
Bangkitan Epileptik merupakan munculnya tanda dan/atau gejala yang berhubungan
dengan peningkatan aktivitas neuronal di otak yang berlebihan dan abnormal serta sinkron.
Sedangkan Epilepsi merupakan suatu diagnosis ketika pada seorang pasien ditemukan
bangkitan epileptik (ada peningkatan aktivitas neuronal di otak), disertai dengan
kecenderungan untuk terjadi kejang epileptik yang berulang.
Status Epileptikus (SE) berbeda dengan epilepsi. Definisi konseptual Status Epileptikus
dijabarkan sebagai bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit, atau adanya dua
bangkitan atau lebih di mana di antara bangkitan-bangkitan tersebut tidak terdapat pemulihan
kesadaran. International League Against Epilepsy (ILAE) 2015 menentukan definisi
operasional Status Epileptikus berdasarkan 2 dimensi waktu, yaitu (1) durasi dan waktu
kemungkinan bangkitan epileptik menjadi berkepanjangan atau terus menerus, (2) durasi dan
waktu bangkitan epileptik menyebabkan konsekuensi jangka panjang (kerusakan dan
kematian neuronal, perubahan jaringan koneksi neuronal, dan deficit fungsional). Dimensi
waktu pertama merupakan batasan waktu untuk memulai protocol tatalaksana SE.
B. ETIOLOGI
4
Secara umum etiologi SE terdiri dari etiologi yang diketahui (simtomatik) dan etiologi
yang tidak diketahui (kriptogenik).
Cerebrovascular diseases (Ischemic stroke, Intracerebral bleeding, Subarachnoid
bleeding, Subdural hematoma, Epidural hematoma, etc)
CNS infections (Bacterial meningitis, Acute viral encephalitis (including Japanese
B encephalitis, herpes simplex encephalitis, human herpesvirus 6), Cerebral
toxoplasmosis, Tuberculosis, Cerebral malaria, Atypical bacterial infections, HIV‐
related diseases, Protozoal infections, Fungal diseases, etc)
Neurodegenerative diseases (Alzheimer's disease, Corticobasal degeneration,
Frontotemporal dementia, etc)
Intracranial tumors (Glial tumors, Meningioma, Metastases, Lymphoma,
Meningeosis neoplastica, etc)
Head trauma (Closed head injury, Open head injury, Penetrating head injury)
Alcohol related
Intoxication (Drugs, Neurotoxins, Heavy metals, etc)
Withdrawal of or low levels of antiepileptic drugs
Cerebral hypoxia or anoxia
Metabolic disturbances (e.g., electrolyte imbalances, glucose imbalance, organ
failure, acidosis, renal failure, hepatic encephalopathy, radiation encephalopathy,
etc.)
Autoimmune disorders causing SE (Multiple sclerosis, Paraneoplastic encephalitis,
Hashimoto's encephalopathy, etc)
Metabolic disorders
C. PATOFISIOLOGI
Secara normal aktivitas otak terjadi oleh karena perpindahan sinyal dari satu neuron ke
neuron yang lain. Perpindahan ini terjadi antara akson terminal suatu neuron dengan dendrit
neuron yang lain melalui sinaps. Ikatan antara neurotransmitter dengan reseptor serta keluar
masuknya elektrolit melalui kanalnya masing-masing menyebabkan terjadinya depolarisasi,
hiperpolarisasi, dan repolarisasi, sehingga terjadi potensial eksitasi dan inhibisi pada sel
neuron.
Elektrolit yang berperan penting dalam aktivitas otak adalah Natrium (Na+), Kalsium
(Ca2+), Kalium (K+), Magnesium (Mg2+) dan Klorida (Cl-). Neurotransmitter utama proses
eksitasi adalah glutamate yang akan berikatan dengan reseptornya, yaitu N-metil-D-aspartat
5
(NMDA) dan non-NMDA (amino-3-hydroxy-5-methyl-isoxasole propionic acid/AMPA dan
kainat). Sementara neurotransmitter proses inhibisi adalah gamma-aminobutyric acid
(GABA) yang berikatan dengan reseptornya, yaitu GABA1 dan GABA2.
Saat potensial eksitasi dihantarkan oleh akson menuju celah sinaps, akan terjadi
sekretori glutamate ke celah sinaps. Glutamate berikatan dengan reseptor non-NMDA dan
NA+ akan masuk ke dalam sel menyebabkan terjadinya depolarisasi cepat. Apabila
depolarisasi mencapai ambang potensial 10-20 mV, maka Mg2+ yang menduduki reseptor
NMDA yang sudah berikatan dengan glutamate dan glisin dikeluarkan ke celah sinaps,
sehingga Na+ akan masuk ke dalam sel diikuti oleh Ca2+. Masuknya Na+ dan Ca2+ akan
memperpanjang potensial eksitasi, disebut sebagai depolarisasi lambat. Setelah Na+
mencapai ambang batas depolarisasi, K+ akan ke keluar dari dalam sel, yag disebut
repolasrisasi.
Sementara itu Ca2+ yang masuk ke dalam sel juga akan mendorong pelepasan
neurotransmitter GAB ke celah sinaps. Saat GABA berikatan dengan reseptor GABAa
pascasinaps dan mencetuskan potensial inhibisi, Cl- akan masuk ke dalam sel dan
menurunkan ambang potensial membrane sel sampai kembali ke ambang istirahat pada -
70microV yang disebut sebagai hiperpolarisasi.
Adanya ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi akan menyebabkan
hipereksitabilitas yang pada akhirnya akan menyebabkan bangkitan epileptik. Pada status
epileptikus, kegagalan proses inhibisi terjadi di otak. Reseptor glutamate sangat peka
terhadap perubahan jumlah glutamate. Pada keadaan eksitasi berlebihan maka reseptor akan
meningkatkan kepekaan atau jumlahnya. Berkebalikan dengan respon reseptor GABA
terhadap aktivitas GABA, yang mana reseptornya justru akan tersublimasi dan menjadi tidak
sensitif apabila jumlah GABA meningkat. Inilah yang menyebabkan pada status epileptikus
yang berkepanjangan, reseptor glutamate akan semangkin meningkat dan reseptor GABA
akan semakin berkurang.
D. MANIFESTASI KLINIS
6
Secara klinis ketika pasien datang dengan keluhan kejang kita harus mampu
membedakan jenis bangkitan yang dialami, baik didapatkan dari informasi autoanamnesis,
alloanamnesis atau dari pengamatan langsung. Apakah lokasi kejang terjadi secara fokal atau
generalized. Apabila pasien menunjukkan gejala yang mengarah ke kejang fokal, maka
klasifikasi pertama harus melibatkan kondisi pasien dalam keadaan sadar selama kejang atau
terdapat gangguan kesadaran. Selanjutnya adalah gerakan tubuh, apakah ada keterlibatan
motorik (automatisme, atonik, klonik, tonik, mioklonik, tonik-klonik, dll) atau non-motorik
(autonomik, perilaku, emosional, eyelid mioklonik, dll.)
Durasi bangkitan juga wajib ditanyakan. Apakah terdapat serangan bangkitan berulang
tanpa diikuti pulihnya kesadaran. Gejala sebelum bangkitan/gejala prodromal yang sering
mengindikasikan akan terjadinya bangkitan seperti perubahan perilaku, perasaan lapar,
berkeringat, hipotermi, mengantuk, menjadi sensitif, dll.
7
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 2015, terdapat 2 jenis SE
berdasarkan bentuk bangkitannya, yaitu (1) SE dengan gejala motorik yang prominen dan (2)
SE tanpa gejala motorik yang prominen.
D. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis/ GCS = E4M6V5= 15
c. TD : 110/70 mmHg
d. Nadi : 70 x/menit, Reguler
e. Pernapasan : 22 x/menit, Reguler
f. Suhu : 37,6oC
g. Kepala : Normosefali, tidak ada kelainan
h. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
OS: pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+) Reflek kornea (+) Ptosis (-),
Eksoftalmus (-)
OD: pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+) Reflek kornea (+) Ptosis (-),
Eksoftalmus (-)
i. THT : Rhinorea (-), otorhea (-)
j. Mulut : Faring dan laring hiperemis (-), atrofi lidah (-)
k. Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), trachea di tengah
l. Thoraks :
1) Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba LMS ICS 5
Perkusi : Batas kiri bawah:ICS 5 mid axilaris anterior sinistra
Batas kiri atas: ICS 3 mid clavicularis sinistra
Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra
Batas kanan atas: ICS 2 parasternal dekstra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-), cardiomegali (-)
2) Pulmo
8
Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, retraksi dada (-)
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar paru (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
m. Abdomen : Timpani, BU normal, hepar-lien-ren tidak diraba
n. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-), luka (-)
Status Psikiatrikus
a. Cara berpikir : Wajar, sesuai umur
b. Tingkah laku : Dalam batas normal
c. Ingatan : Baik, amnesia (-)
d. Kecerdasan : Baik, sesuai tingkat pendidikan
Status Neurologis
a. Sikap : Simetris, lateralisasi (-)
b. Gerakan abnormal : Tidak ada
c. Cara berjalan : Normal gait
d. Kognitif : Dalam batas normal
Pemeriksaan Saraf Kranial
Nervus Pemeriksaan Kanan Kanan
N. I. Olfaktorius Daya penghidu N N
N. II. Optikus
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Lapang pandang N N
N. III. Okulomotor Ptosis - -
Gerakan mata ke medial + +
9
Gerakan mata ke atas + +
Gerakan mata ke bawah + +
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh - -
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus
Menggigit N N
Membuka mulut N N
Sensibilitas muka N N
Refleks kornea + +
Trismus - -
Gerakan mata ke lateral N N
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis
Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut Dbn Dbn
Mengerutkan dahi Dbn Dbn
Menutup mata + +
Menggembungkan pipi Normal Normal
Daya kecap lidah 2/3 ant Tdk dilakukan Tdk dilakukan
N. VIII. Mendengar suara bisik Dbn Dbn
10
Vestibulokoklearis Tes Rinne Tdk dilakukan Tdk dilakukan
Tes Schwabach Tdk dilakukan Tdk dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Normal
Daya Kecap 1/3 Belakang Tdk dilakukan
Reflek Muntah Tdk dilakukan
Sengau -
Tersedak -
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Normal
Reflek muntah Tdk dilakukan
Bersuara Dalam batas normal
Menelan Normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Dalam batas normal
Sikap Bahu Dalam batas normal
Mengangkat Bahu Dalam batas normal
Trofi Otot Bahu Tidak ada
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Tidak ada deviasi
Artikulasi Baik
11
Tremor lidah Tidak ada
Menjulurkan lidah Tidak ada deviasi
Kekuatan lidah Normal
Trofi otot lidah Tidak ada
Fasikulasi lidah Tidak ada
Fungsi Motorik
Gerakan
Kekuatan
Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks
Triceps
Normal Normal
Refleks ulna
dan radialis
Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks
Achilles
Normal Normal
Fungsi Sensorik
Kanan Kanan
Eksterosepti
f
Terasa Terasa
12
eutrofieutrofi
eutonus
Trofi
eutrofieutrofi
5/5/5
eutonus
5/5/5
eutonus
5/5/5
5/5/5
eutonus
bebas Tonus
bebas
bebas
bebas
Refleks Patologis
Rangsang Meningeal
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel
Bachterew- -
Rosollimo - -
Hofman
Trommer- -
Rasa nyeri Terasa Terasa
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu Terasa Terasa
Propioseptif Terasa Terasa
Pemeriksaan Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 14 g/dl 13.0 – 18.0 g/dl
Leukosit 18.800 4.5 – 11.0 ribu
Hematokrit 40,7 % 40.0 – 54.0%
Trombosit 288 ribu 150 – 450 ribu
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 143 mg/dl 60 – 199 mg/dL
Ureum 30.2 mg/dl 10.7 – 42.8 mg/dl
Kreatinin 1,09 mg/dl 0.60 – 1.20 mg/dl
Elektrolit
Na 133 mmol/L 135 – 145 mmol/L
K 3,1 mmol/L 3.5 – 5.1 mmol/L
Cl 98 mmol/L 95 – 115 mmol/L
DISKUSI II
TATALAKSANA
Penanganan awal pada saat terjadi kejang dioptimalkan bersadarkan waktu kejadian.1. Stadium 1 (0−10 menit)
13
Kaku kuduk : negatif
Kernig sign : negatif
Brudzinski I : negatif
Brudzinski II : negatif
Brudzinski III : TDN
Brudzinski IV : TDN
- Diazepam 10 mg IV bolus lambat dalam 5 menit, stop jika kejang berhenti, bila masih kejang dapat diulang 1 kali lagi atau Midazolam 0.2 mg/kgBB IM
- Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi- Berikan oksigen- Periksa fungsi kardiorespirasi- Pasang jalur intravena
2. Stadium 2 (0−30 menit)- Monitor pasien- Pertimbangkan kemungkinan kondisi non epileptic- Pemeriksaan emergensi laboratorium- Berikan glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine 250 mg i.v bila ada
kecurigaan penyalahgunaan alkohol atau defisiensi nutrisi- Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
3. Stadium 3 (0−60 menit)- Pastikan etiologi- Siapkan untuk rujuk ke ICU- Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi- Vasopressor bila diperlukan- Phenytoin i.v dosis of 15–18 mg/kg dengan kecepatan pemberian 50 mg/menit
dan/atau bolus Phenobarbital 10–15 mg/kg i.v.dengan kecepatan pemberian100 mg/menit
4. Stadium 4 (30−90 menit)- Pindah ke ICU- Anestesi umum dengan salah satu obat:
◦ Propofol 1–2 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 2–10 mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE terkontrol.
◦ Midazolam 0.1–0.2 mg/kg bolus, dilanjutkan 0.05–0.5 mg/kg/jam dititrasi naik sampai SE terkontrol
◦ Thiopental sodium 3–5 mg/kg bolus, dilanjut 3–5 mg/kg/jam dititrasi naik sampai terkontrol
- Perawatan intensif dan monitor EEG- Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan- Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang
14
E. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : status epilepticus
Diagnosis Topis : susp. cortex cerebri
Diagnosis Etiologi : gg. metabolik, infeksi, putus obat
15
F. PLANNING
a. Terapi :
- NK O2 3 lpm
- Inf. NS : Tutofusin 1:1 20 tpm
- Inj Phenytoin 100mg / 8 jam
- Tab Topamax 1x25 mg
- Tab PCT 500mg / 4 jam
- Inj. Cefotaxime 1 gr / 12 jam
- Tab KSR 1x1
a. Head CT Scan non kontras dengan hasil: Tak tampak kelainan gambaran
infarct maupun perdarahan intracranial
b. Observasi kejang berulang
c. Rawat inap bangsal
16
Top Related