47
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Komposisi Kimia Bahan Baku dan Hasil Proses Pembuatan Whey
Protein Bubuk Terdenaturasi dengan berbagai Konsentrasi Lemak.
Tujuan dilakukan pengujian komposisi kimia pada setiap tahapan proses
pembuatan whey protein bubuk terdenaturasi yaitu untuk mengetahui komposisi
pada setiap tahapan, sehingga dapat diketahui kemungkinan kehilangan komposisi
kimia pada setiap proses tahapan produksi whey protein bubuk terdenaturasi.
Selain itu pengujian juga berfungsi untuk mengetahui efektivitas pada setiap
proses pembuatan whey protein bubuk terdenaturasi yang dilakukan.
Tabel 6. menunjukkan komposisi kimia susu segar dan Sweet whey
berdasarkan hasil pengujian dan Smith, 2008.
Tabel 6. Hasil Uji Komposisi Kimia Susu Segar dan Sweet Whey
Komponen
Susu Segar Sweet whey
Komposisi
Metode
Lactoscan
Standard
(%)
Komposisi
Metode
Lactoscan
Standard
(%)
(%) (g/L) (%) (g/L)
Lemak 3,88 38,8 3,5 1,73 17,3 0,3
Densitas 26,72 - - 24,57 - -
Protein 2,80 28,0 3,5 2,44 24,4 0,8
Laktosa 4,21 42,1 4,8 3,97 39,7 4,8
Total Padatan 10,89 108,9 11,89 8,13 81,3 6,1
(Sumber : Smith, 2008)
Hasil uji komposisi kimia susu segar dan hasil uji komposisi kimia sweet
whey yang kemudian di konversikan kedalam bentuk satuan massa yan dihitung
per liter sampel (g/L).
Perbedaan tersebut disebabkan beberapa faktor. Menurut Shaleh (2004)
Komposisi air susu dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dibagi kedalam tiga
48
bagian yaitu ditimbulkan oleh lingkungan, genetik dan management. Uraian dari
tiga faktor di atas mencakup jenis ternak dan keturunannya (hereditas), tingkat
laktasi, umur ternak, infeksi/peradangan pada ambing, nutrisi/pakan ternak,
lingkungan dan prosedur pemerahan susu. Sedangkan perbedaan pada komposisi
sweet whey yang dilakukan ketika penelitian dengan hasil yang diperoleh Smith,
2008 dapat disebabkan karena lebih banyak protein yang larut dalam air dengan
berat jenis proteinnya lebih rendah sehingga tidak ikut terkoagulas/menggumpal
menjadi curd (dadih).
5.1.1 Komposisi Kimia Selama Proses Pembuatan Whey Protein
Terdenaturasi dengan berbagai Konsentrasi Lemak
A. Protein
Protein susu terbagi kedalam dua bagian yaitu yang larut air berupa whey
yang bagiannya mencapai 20% komponen susu, dan kasein yang terendapkan
dalam bentuk curd yang bagiannya mencapai 80%, berikut dibawah ini
merupakan komposisi protein pada whey yang mengalami proses renneting
(Gambar 8).
Gambar 8. Jumlah Rata-rata Protein pada setiap Komponen selama Proses
Produksi Whey Protein Terdenaturasi pada berbagai konsentrasi
Lemak
Susu Segar
Protein 28 g/L
100 %
Curd (by difference)
8,48 g/L
30,28%
Sweet Whey
19,52 g/L
69,72%
49
Gambar 8 menunjukkan rata-rata protein yang dihasilkan pada setiap
proses pembuatan whey protein terdenaturasi dari mulai susu segar protein yang
dihasilkan yaitu 2,8% dengan pengujian menggunakan lactoscan, kemudian di
konversikan kedalam bentuk g/L menjadi 28 g/L. Susu segar di kondisikan pada
suhu 35°C untuk suhu optimum enzim rennet dapat bekerja, kemudian setelah
suhu mencapai 35°C ditambahkan enzim rennet dan NaN3, ketika tidak mencapai
suhu tersebut maka enzim rennet tidak dapat bekerja secara optimal dan akan
berpengaruh terhadap curd yang terbentuk dan juga pada kadar protein sweet
whey yang dihasilkan.
Sweet whey yang dihasilkan yaitu 19,52 g/L pengujian menggunakan
lactoscan yang telah di konversi kedalam bentuk g/L, berdasarkan teori whey
hanya mempunyai bagian 20% dari susu yaitu seharusnya sekitar 5,6 g/L hal ini
dapat pula disebabkan oleh komposisi kimia seperti protein, suatu komponen yang
dapat larut dalam air dengan berat jenis lebih rendah, sehingga komponen-komponen
kimia lebih banyak pada fase sweet whey yang berbentuk cair dibandingkan
terkoagulasi menjadi curd, curd yang dihasilkan yaitu 8,48 g/L dari hasil
perhitungan pengurangan protein susu segar dengan sweet whey.
Kandungan protein dalam Deffated whey dan supernatan pada berbagai
konsentrasi lemak dapat dilihat pada Gambar 9.
50
Gambar 9. Kadar Protein Deffated whey dan Supernatant
Gambar 9 menunjukkan kandungan protein Deffated whey dan supernatan
cenderung sama, peningkatan terjadi tidak signifikan seiring dengan perlakuan
konsentrasi lemak yang semakin tinggi dari 0,4%, 0,6% dan 0,8%. Peningkatan
terjadi karena adanya interaksi antara protein MFGM dengan protein whey ketika
pemanasan, sehingga massa protein bertambah karena adanya penambahan lemak
yang dilapisi membran MFGM (Milk Fat Globule Membran) yang komposisinya
terdiri dari protein. Selain itu, gambar 9 menunjukkan kandungan protein pada
supernatan lebih rendah dibanding Deffated whey, itu artinya protein terendapkan
dalam padatan ketika proses sentrifugasi namun ada sebagian protein yang larut
air sehingga masih terdapat protein dalam supernatan.
Kandungan protein yang terdapat dalam Deffated whey menunjukkan
bahwa setelah dilakukan proses renneting dan deffating, masih ada protein yang
larut dalam air karena karakteristik whey itu larut air sehingga tidak ikut
terkoagulasi membentuk curd seperti halnya kasein sukar larut air yang akhirnya
terkoagulasi. Proses renneting bertujuan mengkoagulasi protein kasein
menggunakan enzim yang kemudian membentuk curd sehingga protein yang
2,20
2,30
2,40
2,50
2,60
2,70
2,80
Deffated Supernatan
% P
rote
in
Konsentrasi Lemak
0% fat 0,4% fat 0,6% fat 0,8% fat
51
diharapkan ada dalam bentuk cairan putih yaitu seutuhnya berupa whey protein
yang merupakan protein larut dalam air dan tidak ikut terkoagulasi oleh enzim
rennet, sedangkan deffating adalah proses pemisahan lemak.
Sifat kelarutan whey protein berpengaruh terhadap adanya komponen
protein dalam supernatan. Protein yang terdenaturasi memiliki sifat kelarutan
yang rendah sehingga saat dilakukan sentrifugasi dapat membentuk endapan yang
dapat dipisahkan. Saat molekul protein terdenaturasi maka lapisan molekul
protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik keluar, sebaliknya bagian
luar yang bersifat hidrofilik terlipat ke dalam (Winarno, 1992).
Masih adanya kandungan protein pada supernatan disebabkan karena ada
sebagian protein yang tidak berikatan, dan protein tersebut larut air sehingga ikut
serta di supernatan. Penurunan komposisi protein dari proses deffating (deffated)
sampai proses sentrifugasi (supernatan) seiring dengan konsentrasi lemak yang
semakin tinggi, rata-rata penurunannya mencapai 0,13%-0,16%.
B. Laktosa
Laktosa adalah bentuk karbohidrat yang terdapat didalam air susu. Jumlah
rata-rata laktosa pada setiap komponen selama proses renneting pada pembuatan
whey protein terdenaturasi (Gambar 10).
52
Gambar 10. Jumlah Rata-rata Laktosa pada setiap Komponen selama Proses
Produksi Whey Protein Terdenaturasi dengan berbagai konsentrasi Lemak.
Gambar 10 menunjukkan rata-rata laktosa yang dihasilkan pada setiap
proses pembuatan whey protein terdenaturasi, susu segar mengandung laktosa
yang dihasilkan yaitu 4,21% dengan pengujian menggunakan lactoscan,
kemudian di konversikan kedalam bentuk g/L menjadi 42,1 g/L. Susu segar di
kondisikan pada suhu 35°C untuk suhu optimum enzim rennet dapat bekerja,
kemudian setelah suhu mencapai 35°C ditambahkan enzim rennet dan NaN3,
ketika tidak mencapai suhu tersebut maka enzim rennet tidak dapat bekerja
secara optimal dan akan berpengaruh terhadap curd yang terbentuk dan juga pada
kadar laktosa sweet whey yang dihasilkan jika proses pemisahan curd tidak
optimal. Selama proses renneting, terdapat laktosa yang ikut terkoagulasi bersama
kasein membentuk curd. Adanya laktosa dalam curd disebabkan oleh struktur
jaringan curd yang dapat memerangkap globula lemak, air, kalsium, dan beberapa
molekul lain seperti laktosa (McSweeney, 2007).
Mekanisme pembentukan micell kaseinnya yaitu dengan kasein dibuat
tidak larut dengan penambahan rennet, diikuti dengan pengadukan setelah curd
terbentuk, kestabilan dalam pembentukan micell kasein dipengaruhi salah satunya
oleh pH sehingga ketika pH mendekati titik isoelektriknya ph 4,6 pembentukan
Susu Segar Laktosa 42,1 g/L
100 %
Curd (by
difference)
10,38 g/L
24,66%
Sweet Whey
31,72 g/L
75,34%
53
misell kasein berkurang dan curd yang dihasilkan berkurang (terjadinya agregasi).
Hal ini menunjukkan bahwa proses renneting dapat menurunkan kadar laktosa
dalam whey protein concentrate terdenaturasi. Proses utama saat renneting
adalah perusakan kestabilan micell kasein akibat penambahan enzim proteolitik
atau protease sehingga membentuk gumpalan (Miskiyah dkk., 2011). Sweet whey
yang dihasilkan yaitu 31,72 g/L pengujian menggunakan lactoscan yang telah di
konversi kedalam bentuk g/L, dan curd yang dihasilkan yaitu 10,38 g/L dari hasil
perhitungan pengurangan laktosa susu segar dengan sweet whey.
Kandungan laktosa dalam deffated whey dan supernatan pada berbagai
konsentrasi lemak dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Kadar Laktosa Deffated dan Supernatan
Gambar 11 menunjukkan kadar laktosa pada setiap perlakuan dengan
konsentrasi lemak yang semakin tinggi, kadar laktosa dalam Deffated cenderung
sama, terjadi peningkatan secara tidak signifikan, sedangkan kadar laktosa pada
supernatan lebih rendah dibandingkan Deffated, penurunan komposisi laktosa dari
proses deffating (Deffated) sampai proses sentrifugasi (supernatan) penurunannya
3,40
3,50
3,60
3,70
3,80
3,90
4,00
4,10
4,20
Defatted Supernatan
%La
kto
sa
Konsentrasi Lemak 0% fat 0,4% fat 0,6% fat 0,8% fat
54
berada pada kisaran 0,18%-0,25%. Selama proses renneting , terdapat laktosa
yang ikut terkoagulasi bersama kasein membentuk curd. Adanya laktosa dalam
curd disebabkan oleh struktur jaringan curd yang dapat memerangkap globula
lemak, air, kalsium, dan beberapa molekul lain seperti laktosa (McSweeney,
2007). Sebagian laktosa mengendap dalam bentuk padatan bersama komponen
lain, sebagian ada yang terbawa ke supernatan karena laktosa tersebut larut air.
C. Total Padatan
Total padatan merupakan jumlah dari bahan kering yang terdapat dalam
komposisi whey. Total padatan pada setiap komponen selama proses renneting,
dapat di lihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Jumlah Rata-rata Total Padatan pada setiap Komponen selama Proses
Produksi Whey Protein Terdenaturasi dengan berbagai konsentrasi Lemak
Gambar 12. menunjukkan rata rata total padatan yang dihasilkan pada
setiap proses pembuatan whey protein terdenaturasi, susu segar mengandung total
padatan yang dihasilkan yaitu 10,8% dengan pengujian menggunakan lactoscan,
kemudian dikonversikan ke dalam bentuk g/L menjadi 108,85 g/L. Susu segar di
kondisikan pada suhu 35°C untuk suhu optimum enzim rennet dapat bekerja,
kemudian setelah suhu mencapai 35°C ditambahkan enzim rennet dan NaN3,
Susu Segar
Total Padatan
108,85 g/L
100 % Sweet Whey
87,2 g/L
80,11%
Curd (by
difference)
21,65 g/L
19,88%
55
ketika tidak mencapai suhu tersebut maka enzim rennet tidak dapat bekerja
secara optimal dan akan berpengaruh terhadap curd yang terbentuk dan juga pada
kadar total padatan sweet whey yang dihasilkan jika proses pemisahan curd tidak
optimal. Karena total padatan merupakan gabungan komponen kimia yang
terdapat dalam bahan (sweet whey).
Kandungan Total Padatan dalam Deffated whey dan supernatan pada
berbagai konsentrasi lemak dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Kadar Total padatan Deffated whey dan Supernatan
Gambar 13 menunjukkan bahwa kadar total padatan pada deffated whey
mengalami peningkatan seiring dengan perlakuan penambahan konsentrasi lemak
yang semakin tinggi, dari mulai kontrol 0% sampai konsentrasi 0,4%, 0,6% dan
0,8% mengalami kenaikan, selain itu kadar total padatan supernatan lebih rendah
dibandingkan dengan deffated whey, penurunannya komposisi total padatan
deffated ketika proses deffating dan supernatan ketika proses sentrifugasi kisaran
antara 0,33%-1,1%, namun tetap mengalami peningkatan seiring dengan
penambahan konsentrasi lemak yang semakin tinggi.
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
Deffated Supernatan
% T
ota
l Pad
atan
Konsentrasi Lemak
0% fat 0,4% fat 0,6% fat 0,8% fat
56
Komposisi deffated whey dan supernatan terdiri dari dua komponen yaitu
air dan bahan kering. Bahan kering deffated whey terdiri dari dua komponen yaitu
lemak dan bahan kering tanpa lemak (Suryahadi dkk, 2003 dikutip Wibowo
2013). Lemak dipisahkan seluruhnya saat proses deffating. Setelah dipisahkan
lemak ditambahkan kembali dengan berbagai konsentrasi yang sudah diatur yang
kemudian dihomogenisasi agar lemak tidak terpisah (homogen) perlakuan
penambahan lemak bertujuan untuk mengetahui pengaruh lemak dalam whey
protein. Total padatan yang dihasilkan pada deffated dan supernatan cenderung
meningkat seiring dengan semakin tinggi konsentrasi lemak dikarenakan total
padatan bergantung pada komposisi yang terdapat dalam bahan, maka ketika
konsentrasi lemak semakin tinggi masa padatan semakin besar sehingga
memungkinkan kadar total padatan semakin tinggi, lemak yang terdapat dalam
deffated berikatan dengan protein karena adanya proses pemanasan dan
homogenisasi sehingga lapisan MFGM yang terdiri dari protein dapat berinteraksi
lagi dengan protein whey, pada proses sentrifugasi sebagian total padatan
terendapkan dalam bentuk padatan, ada sebagian yang larut air sehingga masih
terbawa ke supernatan.
5.2 Karakteristik Whey Protein Terdenaturasi dengan berbagai Konsentrasi
Lemak (Produk akhir dalam bentuk powder)
5.2.1 Kadar Air
Kadar air mempunyai peranan penting pada setiap aspek dalam
penanganan suatu produk. Kandungan air pada bahan berpengaruh terhadap daya
tahan (umur simpan) bahan terutama dari serangan mikroorganisme. Kadar air
57
juga merupakan komponen utama dalam bahan pangan yang memengaruhi rupa,
tekstur maupun cita rasa bahan. Pernyataan tersebut didukung oleh Winarno
(1992) menyatakan bahwa kandungan air dalam suatu bahan pangan ikut
menentukan penerimaan, kesegaran, dan daya simpan bahan pangan. Kadar air
pada bahan pangan terutama produk bubuk atau kering diharapkan mempunyai
kadar air yang rendah, karena semakin rendah kadar air yang terkandung dalam
bahan pangan maka semakin lama juga umur simpan bahan pangan tersebut.
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan banyaknya
air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan
persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100
gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan kering
atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu
tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010).
Kadar air WPC terdenaturasi yang diproduksi dengan berbagai konsentrasi
lemak dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Kadar Air Whey Protein Bubuk Terdenaturasi pada berbagai
Konsentrasi Lemak
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
0,0% 0,4% 0,6% 0,8%
% K
adar
Air
Konsentrasi Lemak
58
Gambar 14 menunjukkan bahwa kadar air whey protein terdenaturasi yang
diproduksi dengan berbagai konsentrasi lemak yaitu 0,4%, 0,6% dan 0,8%
mengalami perubahan yang signifikan, kadar air yang dihasilkan berkisar antara
4%-6%.
Kadar air whey protein bubuk terdenaturasi dipengaruhi oleh kondisi saat
proses pengeringan meliputi waktu dan suhu pengeringan. Penggunaan waktu
pada proses pengeringan untuk menghasilkan kadar air yang sesuai standar yaitu
sekita 3 jam dilakukan beberapa kali sampai berat konstan dan pada suhu dengan
kisaran 1050C menurut metode gravimetri adanya proses pengeringan
menyebabkan air menguap ke udara sehingga kadar airnya berkurang. Waktu dan
suhu pengeringan pada setiap perlakuan tidak dilakukan perbedaan, sehingga hal
tersebut bukan merupakan faktor penyebab perbedaan kadar air.
Penambahan konponen kimia yang terkandung dalam whey protein bubuk
terdenaturasi dapat mempengaruhi kadar air pada produk yang dihasilkan. Salah
satunya penambahan lemak yang semakin tinggi maka kemungkinan terjadinya
case hardening akan semakin tinggi. Mekanisme case hardening terjadi karena
lemak di lapisi MFGM (milk fat globula membrane), komposisinya terdiri dari
protein dan fospolifid, sebagian protein memiliki sifat seperti perantara, satu
sisinya dapat berikatan dengan air dan sisi lainnya dapat berikatan dengan lemak.
Penambahan lemak yang semakin tinggi menyebabkan kadar air tinggi karena
protein dapat berikatan dengan air yang ketika dipanaskan aiar bebas akan
teruapkan menjadi vapour sedangakn air terikat tidak dapat teruapkan melainkan
berikatan dengan komponen protein pada MFGM, sehingga ikut terperangkap
59
dalam permukaan demgan padatan terlarut yang dapat membantu proses case
hardening. Case hardening pada permukaan partikel whey protein terdenaturasi
dapat menyebabkan air terperangkap didalam partikel dan menghambat
penguapan air, sehingga kemungkinan kadar air yang terdapat dalam bahan
menjadi tinggi yang menyebabkan peningkatan kadar air.
Ikatan antara air dengan koloid protein tersebut merupakan ikatan
hidrogen (deMan, 1997). Menurut Eniza, (2004), besar kecilnya lemak ditentukan
oleh kadar air yang ada didalamnya, makin banyak air maka makin besar globular,
hal itu dapat menandakan bahwa keberadaan konsentrasi lemak yang semakin
tinggi (globular) besar yang dilapisi oleh MFGM (milk fat globule membrane), air
yang terkandung dalam bahanpun semakin tinggi. (Chandan, 1997). Berdasarkan
pernyataan diatas penambahan konsentrasi lemak yang semakin tinggi
menyebabkan kadair air meningkat tapi tidak signifikan, air yang terdapat dalam
bahan pangan tersebut yaitu air terikat yang sulit diuapkan bukan air bebas,
karena air bebas yang ada dalam bahan pangan itu akan ikut teruapkan dengan
adanya pemanasan. Menurut (Widjanarko, 2008), air terikat secara kimia
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul lainnya, sehingga jenis air yang
terdapat dalam bahan sulit untuk diuapkan.
Menurut Sahin dan Sumnu (2006), protein memiliki nilai konduktivitas
panas yang lebih kecil daripada komponen lainnya, urutan konduktivitas dari yang
terbesar sampai terkecil, air 0,610 (W/mK), abu 0,363 (W/mK) karbohidrat 0,233
(W/mK) protein 0,207 (W/mK) dan lemak 0,112 (W/mK). Panas Spesisifik/
hambatan panas yang terbesar sampai yang terkecil air 4176,6 (J/Kg0C), protein
60
2031,9 (J/Kg0C) lemak 2011,0 (J/Kg
0C) karbohidrat 1585,7 (J/Kg
0C) 1128,9
(J/Kg0C).
Konduktivitas panas protein yang lebih rendah 0,207 k (W/mK) dibanding
komponen lain terkecuali lemak memiliki konduktivitas lebih rendah 0,112 k
(W/mK) menyebabkan hambatan panasnya menjadi besar karena konduktivitas
panas berbanding terbalik dengan hambatan panas. Hambatan panas pada
komponen air yang besar menyebabkan protein sulit menghantarkan panas.
Akibatnya, air yang terdapat pada WPC dengan kandungan protein yang lebih
besar, akan lebih sulit diuapkan pada proses pengeringan, sehingga kadar air
produk masih tinggi. Didukung dengan konduktivitas lemak yang ditambahkan
lebih rendah lagi dibanding protein sehingga keberadaan lemak juga dapat
menjadi penyebab sulitnya menghantarkan panas dan air sulit diuapkan dengan
demikian konsentrasi lemak yang semakin tinggi 0,4%, dan 0,6% dapat
berpengaruh terhadap kadar air yang semakin tinggi. Terkecuali pada konsentrasi
0,8% lemak kadar air mengalami penurunan, yang kemungkinannya nilai
konduktivitasnya lebih tinggi sehingga hambatannya lebih kecil yang
menyebabkan aiar dapat teruapkan dengan mudah sehingga kadar airnya lebih
rendah dibanding 0,4% dan 0,6%. Hal ini didukung oleh pendapat Master (1979)
dikutip Badarudin (2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi total padatan
yang dikeringkan sampai batas tertentu maka kecepatan penguapan akan semakin
tinggi sehingga kadar air bahan menjadi lebih rendah.
61
5.2.2 Kadar Protein
Tujuan dilakukan pengujian terhadap kadar protein whey protein bubuk
terdenaturasi yaitu untuk mengetahui jumlah protein yang masih terkandung
setelah melewati setiap tahapan proses dan untuk mengetahui kemurnian dari
whey protein bubuk terdenaturasi yang dihasilkan. Hasil pengujian whey protein
terdenaturasi dengan berbagai konsentrasi lemak yang disajikan Gambar 15.
Gambar 15. Kadar Protein Whey Protein Bubuk Terdenaturasi dengan
berbagai Konsentrasi Lemak selama Produksi
Gambar 15 menunjukkan hasil pengujian pada whey protein terdenaturasi
dengan berbagai konsentrasi lemak. Kadar protein yang dihasilkan yaitu berkisar
antara 33%-35%. Kadar protein mengalami kenaikan seiring dengan konsentrasi
lemak yang semakin meningkat yaitu dari konsentrasi 0,4%, 0,6% dan 0,8%.
Faktor yang dapat mempengaruhi kadar protein yaitu banyaknya agregat
protein yang terbentuk pada saat pemanasan pada suhu denaturasi sempurna 900C
selama 1 jam. Semakin mendekati titik isoelektrik whey protein maka semakin
banyak agregat whey protein yang terbentuk setelah dilakukan pemanasan.
Penambahan konsentrasi lemak juga berpengaruh terhadap kadar protein, karena
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
0,0% 0,4% 0,6% 0,8%
% K
adar
Pro
tein
Konsentrasi Lemak
62
lemak mempunyai lapisan yang disebut MFGM (Milk Fat Globule Membrane)
dimana lapisannya terdiri dari protein dan fospolipid, dengan komposisi yang
terdapat dalam MFGM tersebut dapat terbentuk ikatan protein dalam lemak
dengan protein whey, sehingga membantu pembentukan agregat. Agregat whey
protein dapat terbentuk sebagai akibat dari interaksi antar molekul protein
(Dissanayake, 2011). Adanya interaksi antara molekul protein dapat menyebabkan
penurunan sifat kelarutan dari whey protein bubuk terdenaturasi. Semakin banyak
molekul protein yang sukar larut dalam air maka semakin banyak protein yang
dapat membentuk endapan pada saat proses sentrifugasi, sehingga meningkatkan
kadar protein whey protein bubuk terdenaturasi yang dihasilkan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kadar protein yaitu ukuran agregat
yang terbentuk pada saat proses pemanasan. Agregat yang dihasilkan berukuran
kecil jika proses pembentukan agregat whey protein pada saat pemanasan diatas
titik isoelektrik. Ukuran ini berkaitan dengan berat molekul, karena semakin kecil
ukuran partikel maka semakin rendah berat molekulnya sehingga akan sedikit
protein yang dapat mengendap pada saat proses sentrifugasi, sehingga endapan
yang dihasilkan semakin menurun.
5.3 Viskositas
Viskositas adalah suatu hambatan yang menahan lairan zat cair secara
molekuler yang disebabkan oleh gerakan acak dari molekul zat cair tersebut
(Susanto dan Yuwono, 2001). Tujuan dari pengamatan ini yaitu untuk mengetahui
karakteristik whey protein bubuk terdenaturasi yang diproduksi dengan berbagai
penambahan konsentrasi lemak. Viskositas yang diukur berhubungan dengan
63
interaksi antara air dengan protein yang kemudian dapat menjelaskan
karakateristik whey protein bubuk terdenatuarsi.
Pengukuran viskositas dilakukan terhadap gel yang telah di-stir
menggunakan rotational viscometer pada berbagai nilai rpm/shear rate, hasil
pengukuran menunjukan bahwa stired menujukan sifat shear thinning. Gel whey
protein terdenaturasi termasuk ke dalam fluida non newtonian.
Hasil pengukuran viskositas whey protein bubuk terdenaturasi diproduksi
dengan berbagai konsentrasi lemak disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16. Viskositas Whey Protein Bubuk Terdenaturasi yang di Produksi
dengan berbagai konsentrasi lemak, pada 5 titik pH selama proses
pembentukan gel
Gambar 16 menunjukkan pada starting point pembentukan gel,
peningkatan konsentrasi lemak dari perlakuan kontrol 0% sampai konsentrasi
lemak 0,4%, 0,6 dan 0,8% dan nilai pH yang semakin menurun dari mulai pH 6,4
sampai 4,4, menghasilkan nilai viskositas yang semakin tinggi. Pada pH 6,4 pada
0
200
400
600
800
1000
1200
6,4 5 4,8 4,6 4,4
Vis
kosi
tas
(m
Pas
)
pH dengan berbagai konsentrasi lemak
Tanpa Lemak 0,4% Lemak 0,6% Lemak 0,8% Lemak
64
semua perlakuan nilai viskositasnya berbeda dengan pH yang lainnya karena pada
pH tersebut belum terjadi pembentukan gel (sebelum ditambahkan GDL).
Whey protein yang diberikan perlakuan panas tinggi akan mengalami
pembukaan lipatan protein (unfolding) dan dapat menyebabkan reaksi pertukaran
tiol-disulfida (thiol-disulphide exchange reaction) (Ryan, 2011). Pembukaan
lipatan protein menyebabkan asam amino reaktif (asam amino hidrofobik dan
sistein). Unfolding irreversibel diikuti oleh agregasi. Agregat terbentuk melalui
interaksi antara gugus thiol bebas dalam sistein (-SH) membentuk ikatan disulfida
dan/atau thiol/disulfide interchange reaction antara (-SH) dengan ikatan disulfida
(-S-S) (Bryant dan McClements, 1998; Guyomarc’h et al., 2015; Jovanović et al.,
2005; Mulvihill dan Donovan, 1987; Wijayanti et al., 2014). Interaksi yang terjadi
dalam pembentukan ikatan disulfid (ikatan yang kuat sama kuatnya dengan ikatan
kovalen) secara tidak langsung membutuhkan molekul (sistein) –SH yang lebih
banyak yaitu didapat dengan penambahan lemak yang permukaanya dilapisi
MFGM yang komposisinya terdiri dari protein, yang nanti akan dapat berikatan
protein dengan protein dan akan lebih sedikit dalam mengikat air, ketika interaksi
air dan protein semakin rendah maka viskositas yang dihasilkan semakin tinggi.
Sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan lemak akan menyebabkan
adanya interaksi dengan protein yang kemudian adanya interaksi antar protein
pada lapisan lemak dan protein whey. Hal ini dapat meningkatkan kekeruhan dan
viskositas, pemisahan fasa, pengendapan, dan pembentukan gel (Burrington,
2006).
65
Hasil nilai viskositas yang tinggi berbanding terbalik dengan nilai
kelarutannya yang rendah, menurunnya angka kelarutan pada whey protein dapat
diakibatkan oleh ukuran partikel whey protein yang besar semakin besar
menyebabkan whey protein bubuk tidak bersifat higroskopis karena memiliki
gugus hidrofilik yang semakin sedikit, lebih dominan hidrofobik sehingga whey
protein bubuk dengan ukuran diameter yang lebih besar memiliki kecenderungan
untuk mengikat air lebih sedikit dibandingkan whey protein bubuk dengan ukuran
diameter whey protein bubuk yang lebih kecil. Pengujian diatas menunjukkan
ukuran partikel pada whey protein besar sehingga diameternya besar sehingga
sifat hidrofilik nya (daya ikat air) rendah, kelarutannya rendah sehingga nilai
viskositasnya tinggi. Menurunnya solubilitas seiring peningkatan konsentrasi
lemak hingga 0,8% dapat menyebabkan viskositas gel menjadi semakin tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Carr (1999) terhadap MPC (Milk Protein
Concentrate) menunjukkan bahwa seiring semakin tingginya solubilitas atau
kelarutan menyebabkan diperolehnya viskositas yang semakin rendah. Berbeda
dengan hasil yang diperoleh karena nilai viskositasnya meningkat seiring dengan
konsentrasi lemak yang tingi maka nilai solubilitasnya semakin rendah.
5.4 Tekstur
Tujuan dilakukan pengamatan tekstur yaitu untuk mengetahui karakteristik
whey protein bubuk terdenaturasi dengan berbagai konsentrasi lemak yang
ditambahkan dalam memengaruhi tekstur bahan pangan. Pengamatan tekstur gel
whey protein bubuk dilakukan melalui pengukuran kekuatan gel/gel strength.
Gambar 17 menunjukkan kekuatan gel whey protein bubuk terdenatuasi yang
66
diproduksi dengan berbagai penambahan lemak 0,4%, 0,6% dan 0,8%, serta gel
kontrol yang terbuat dari susu Skim, pengamatan tersebut dilakukan pada 5 titik
pH selama proses pembentukan gel.
Gambar 17. Tekstur Whey Protein Bubuk Terdenaturasi yang di Produksi
dengan berbagai konsentrasi lemak, pada 5 titik pH selama proses
pembentukan gel
Gambar 17 menunjukkan hasil pengujian tekstur (kekuatan gel). Ada 5
titik pH yang dilakukan pengamatan, namun pada pH 6,4 yaitu sebelum
penambahan GDL tekstur nya masih cair sehingga sulit untuk diamati kekuatan
gel nya karena belum terbentuk gel. Selama proses asidifikasi (penambahan
GDL), dapat dilihat bahwa pada pH 5,0 starting point nilai kekuatan gel berbeda
pada setiap perlakuan penambahan konsentasi lemak dan cenderung mengalami
kenaikan. Kekuatan gel whey protein bubuk terdenatuarsi lemak 0,8% lebih tinggi
dibandingkan dengan lemak 0,6%, lemak 0,4% maupun gel kontrol. Hal ini dapat
terjadi karena adanya perbedaan laju asidifikasi pada masing masing perlakuan.
2,750
2,800
2,850
2,900
2,950
3,000
3,050
3,100
3,150
5,0 4,8 4,6 4,4
Ge
l Str
en
gth
(gF
)
pH dengan berbagai konsentrasi lemak
Tanpa Lemak Lemak 0,4% Lemak 0,6% Lemak 0,8%
67
Faktor yang memengaruhi laju asidifikasi yaitu massa GDL yang
ditambahkan harus sesuai yaitu dengan kadar protein 50g/kg GDL yang
ditambahkan 25 g/kg, sehingga penurunan pH terjadi secara gradual (bertahap)
tidak sekaligus, kemudian suhu yang digunakan kisaran 35oC. Laju asidifikasi
yang tinggi menyebabkan lebih rendahnya kekuatan gel yang terbentuk. Hal ini
mengindikasikan gel whey protein bubuk lemak 0,8% memiliki laju asidifikasi
yang rendah sebelum mencapai titik isolektrik, dibandingkan dengan whey protein
bubuk lemak 0,6 % dan lemak 0,4%, sehingga gel dengan konsentrasi lemak 0,8%
memilki kekuatan gel yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi lemak
0,6% dan 0,4%, begitupun juga dengan gel kontrol. Pola ini mengindikasikan
pengaruh konsentrasi protein terhadap kekutan gel.
Meningkatnya diameter partikel rata-rata menyebabkan terjadinya
peningkatan hidrofobisitas dari agregat yang diperoleh yang kemudian dapat
menurunkan pI dari agregat whey protein. Menurut Guyomarc’h et al. (2015),
hidrofobisitas permukaan dari whey protein meningkat secara signifikan saat
denaturasi oleh panas karena tereksposnya gugus hidrofobik ke permukaan dari
molekul protein yang mengalami pembukaan lipatan (unfolding).
Sebagaimana diketahui pada titik isoelektrik, protein memiliki selisih
muatan bernilai nol sehingga tidak terjadi tolak menolak elektrostatis. Pada titik
ini, protein lebih mudah berinteraksi dengan sesama protein dibandingkan dengan
air (Hart et al., 2003). Menurut McSweeney dan O’Mahony (2016), interaksi
protein-protein membentuk jaringan sementara interaksi protein dengan
pelarutnya memungkinkan fase cair tertahan dalam sistem (McSweeney dan
68
O’Mahony, 2016). Tingginya interaksi antara protein-protein yang membentuk
jaringan pada pI whey protein menyebabkan kekuatan gel pada pI whey protein
semakin tinggi ketika mendekati titik isoeletrik yaitu pH 4,6 dan lebih tinggi lagi
ketika pH 4,4.
Hasil pengamatan terhadap tekstur menunjukkan bahwa menambahkan
lemak pada sat produksi whey protein terdenaturasi hingga mencapai 0,8% lemak
(dengan lapisan milk fat globule membrane) dapat menunjukkan fungsionalitas
whey protein terdenaturasi sebagai salah satu material yang dapat membantu
dalam pembentukan struktur/meningkatkan tekstur. Namun peningkatan tekstur
tidak terjadi secara eksesif.
5.5 Whey drainage
Whey drainage merupakan jumlah air yang keluar dari jaringan gel.
Berbanding dengan WHC yaitu kemampuan bahan dalam menahan air. Tujuan
dilakukannya pengamatan whey drainage yaitu untuk mengetahui pengaruh
penambahan lemak dengan berbagai konsentrasi pada whey protein terdenaturasi
yang diproduksi terhadap fungsionalitas dalam memperkuat matriks gel yang
terbentuk, pengaruh tersebut dapat diamati dari sedikit banyak jumlah air yang
keluar dari jaringan. Pengamatan terhadap parameter ini dilakukan pada satu titik
pH yakni pada pH 4,18, karena pada pH tersebut gel whey protein telah mencapai
pH konstan sehingga diperoleh gel yang kokoh yang dapat memudahkan
pengukuran whey drainage tanpa merusak gel yang terbentuk pada saat
dikeluarkan dari wadah.
69
Nilai Whey drainage berbanding terbalik dengan WHC (Water Holding
Capacity). WHC merupakan kemampuan protein untuk menyerap air dan
menahan air melawan gaya gravitasi dalam matriks protein seperti gel
(Fennema,1996). Nilai whey drainage dengan berbagai konsentrasi lemak yang
diamati pada pH 4,18 disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18. Whey drainage dengan berbagai Konsentrasi Lemak pada
pH 4,18
Gambar 18. menunjukkan nilai whey drainage kontrol deffated (tanpa
penambahan lemak) memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan nilai
whey drainage dengan penambahan berbagai konsentrasi lemak, semakin tinggi
konsentrasi lemak yang ditambahkan 0,4%, 0,6% dan 0,8% mempunyai pengaruh
terhadap nilai whey drainage yang semakin rendah.
Hasil pengamatan yang diperoleh menyatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi lemak yang ditambahkan, semakin sedikit air yang keluar dari
jaringan yang mengindikasikan bahwa peningkatan konsentrasi lemak dengan
konsentrasi tertinggi 0,8% dapat menjadi penyebab semakin tebalnya matriks
struktur gel yang terbentuk sehingga air di dalam sistem tidak keluar dengan
02468
101214161820
0% 0,4% 0,6% 0,8%
Wh
ey
Dra
inag
e (
%)
Konsentrasi Lemak
70
mudah, hal tersebut juga menandakan bahwa nilai WHC semakin tinggi
(kemampuan bahan mengikat air semakin tinggi). Penebalan matriks gel
disebabkan karena jumlah molekul lemak yang di lapisi Milk Fat Globule
Membrane (MFGM) semakin banyak ketika konsentrasi lemak yang ditambahkan
semakin tinggi, sehingga makin banyak interaksi antar protein MFGM dengan
protein whey yang terbentuk yang dapat menyebabkan penebalan matriks gel.
Gambar 19 merupakan skema pembentukan matriks gel pada berbagai konsentrasi
lemak, yaitu sebagai berikut :
(a) Kontrol 0%
Lemak
molekul air
(b) 0,4% Lemak
molekul lemak
(MFGM)
(c) 0,6% Lemak
Interaksi antar
molekul
(d) 0,8% Lemak
Gambar 19. Skema Pembentukan Matriks Gel pada berbagai Konsentrasi
Lemak
Ketika pH diturunkan oleh hidrolisis GDL, muatan negatif protein
ternetralisasi secara progresif, mengurangi gaya tolak menolak elektrostatis
protein dan membantu interaksi antar protein. Sehingga hanya ada sedikit air
untuk berinteraksi dengan protein di dekat titik isoelektrik, menyebabkan
pengendapan protein (Cavallieri, et al 2007)
Penambahan lemak dengan berbagai konsentrasi yang semakin tinggi
menyebabkan interaksi antara protein whey dan protein yang terdapat dalam
lapisan lemak sehingga membentuk jaringan/struktur matriks gel yang kokoh,
71
menyebabkan kekuatan tekstur gel semakin tinggi, viskositas tinggi, dan whey
drainage rendah karena struktur matriks gel yang semakin tebal sehingga air yang
tertahan dalam sistem lebih banyak dibanding air yang keluar dari bahan.
Perbedaan kekuatan gel masing-masing sampel ini dapat dikaitkan
dengan laju asidifikasi gel. Laju asidifikasi yang semakin rendah akan
menghasilkan kekuatan gel yang semakin tinggi (Purnama, 2016). Grafik
penurunan pH pada proses asidifikasi dapat dilihat pada Gambar 20.
Setiap gel whey protein menunjukkan perbedaan pencapaian pH pada
setiap waktu pengamatan. Saat pengamatan pada menit ke-20 sampai menit ke-
140 dapat dilihat bahwa gel whey protein 0,8% lemak memiliki laju yang paling
rendah apabila dibandingkan dengan gel whey protein 0,6% dan gel whey protein
0,4%. Hal ini sesuai dengan Purnama (2016) yang menyatakan bahwa laju
asidifikasi yang semakin rendah menghasilkan kekuatan gel yang semakin tinggi.
Gambar 20 menunjukkan pengaruh waktu terhadap penurunan pH dalam
pembentukan gel.
Gambar 20. Penurunan pH terhadap Waktu pada Proses Asidifikasi Gel
44,24,44,64,8
55,25,45,65,8
66,26,46,6
0 20 40 80 140
pH
Pe
nga
mat
an
Waktu (menit ke-)
Kontrol WP fat 0,4% WP fat 0,6% WP fat 0,8%
72
pH yang digunakan dalam pengamatan ketiga parameter berbeda yakni
pada parameter viskositas dan tekstur 5 titik pH, pH pertama yakni pH 6,4 belum
terbentuk gel sehingga tekstur tidak dapat diamati, semakin rendahnya pH nilai
viskositas dan tekstur semakin tinggi, itu artinya struktur atau jaringan pada gel
yang terbentuk semakin kuat, dan itu dijadikan acuan sekaligus memvalidasi pH
pada whey drainage hanya dilakukan pada pH 4,18 (pH rendah) karena pada pH
tersebut matriks gelnya sudah berbentuk kokoh, yang disebabkan oleh tingginya
interaksi antar protein, air yang keluar dari bahan lebih sedikit karena air lebih
banyak tertahan dalam sistem, sehingga dapat dijadikan tolak ukur kekuatan
matriks gel pada pH yang semakin rendah matriks gel semakin kokoh. Gambar 21
menunjukkan hubungan antara waktu dengan pembentukan gel.
Gambar 21. Hubungan antara Waktu dengan Pembentukan gel
(Lucey et, al, 2002)
Kurva hubungan waktu dengan kekuatan gel yang terbentuk, dimana pada
fase awal pembentukan gel belum begitu tampak, masih beradapatasi. Fase kedua
yaitu logaritmik, pembentukan gel sudah mulai tampak. Fase selanjutnya
pembentukan gel hampir stabil dari sebelumnya, fase stationer terbentuknya gel
secara kokoh dan sudah stabil sehingga pengamatan dilakuakan difase ini pH 4,2
73
fase selanjutnya stabil dan akan sulit untuk pembentukan yang lebih kokoh lagi,
membutuhkan waktu yang lama.
5.6 Rendemen
Rendemen merupakan perbandingan antara berat WPC terdenaturasi
yang dihasilkan dengan volume bahan awal yang digunakan (deffated whey).
Selain itu rendemen juga berkaitan dengan bahan bahan yang terbuang dalam
proses.
Berikut dibawah ini merupakan rendemen whey protein terdenaturasi
yang dibuat dengan berbagai konsentrasi lemak, dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Rendemen Whey Protein Terdenaturasi terhadap Deffated Whey
dengan berbagai Konsentrasi Lemak
Gambar 22 menunjukkan rendemen WPC terdenaturasi yang diproduksi
dengan berbagai konsentrasi lemak yaitu berkisar antara 0,78% - 1,06%. Dapat
dilihat juga pada gambar bahwa rendemen WPC terdenaturasi cenderung
meningkat seiring dengan semakin tinggi konsentrasi lemak yang ditambahkan
yaitu 0,4%-0,8%. WPC terdenaturasi dengan konsentrasi lemak 0,8% memiliki
nilai rendemen yang lebih tinggi dibanding dengan konsentrasi 0,6% ataupun
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
Re
nd
em
en
(%
)
Konsentrasi Lemak
Rendemen berbagai Konsentrasi Lemak
Fat 0,4 % Fat 0,6% Fat 0,8%
74
0,4%, hal itu dikarenakan massa lemak yang ditambahkan berbeda (berbagai
konsentrasi) dan ketika proses denaturasi terjadi interaksi antara lemak (MFGM)
yang komposisinya protein dengan protein whey, sehingga agregat yang
dihasilkan semakin banyak, dan pada saat sentrifugasi lemak tidak terpisahkan
kembali karena tidak melebihi konsentrasi protein yang tersedia sehingga dapat
berikatan dengan sempurna. Selain itu rendemen berkaitan dengan kadar air yang
meski dalam perubahannya tidak terlalu terlihat begitu siginifikan namun terlihat
ada perubahan, tinggi rendahnya kadar air dapat berkaitan dengan komposisi
padatan yang terdapat didalamnya sehingga air sulit diuapkan karena banyaknya
total padatan yang terdapat dalam bahan, hal tersebut berkaitan dengan terjadinya
peningkatan rendemen, semakin meningkat total padatan maka semakin tinggi
nilai rendemen. Total padatan yang meningkat itu disebabkan adanya penambahan
konsentrasi lemak pada setiap perlakuan sehingga memengaruhi nilai rendemen
yang semakin meningkat beriringan dengan penambahan konsentrasi lemak yang
semakin tinggi.
75
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Penambahan variasi konsentrasi lemak yang semakin tinggi dapat
meningkatkan komposisi kimia (protein, laktosa, total padatan) pada
deffated dan supernatan, kadar air meningkat tidak signifikan dan menurun
pada konsentrasi 0,8%, kadar protein dari 0% menurun tetapi meningkat
tidak signifikan pada konsentrasi lemak yang semakin tinggi, konsentrasi
lemak semakin tinggi dan pH semakin rendah viskositas, tekstur semakin
meningkat, dan variasi konsentrasi lemak yang semakin tinggi rendemen
meningkat, tetapi dapat menurunkan Whey drainage.
2. Karakteristik whey protein powder yang diproduksi dengan penambahan
variasi konsentrasi lemak 0,4%, 0,6% dan 0,8% menunjukkan
fungsionalitasnya pada bahan pangan sebagai material yang berfungsi
sebagai structure controller.
6.2 Saran
1. Pengamatan lebih lanjut mengenai mikrostruktur (struktur dalam skala kecil
dari suatu bahan) menggunakan metode SEM untuk memahami sifat-sifat
makroskopis gel yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak dapat
dihubungkan secara langsung dengan sifat individual molekul protein.
2. Hubungan peningkatan rendemen dengan komponen yang didalamnya
seperti kadar air, laktosa, total padatan.
Top Related