UPACARA PANGANTAN (PERKAWINAN ADAT SUMBAWA) DI DESA
TEPAS SEPAKAT (STUDI ANALISIS AKULTURASI BUDAYA DENGAN
AGAMA)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan guna Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Agus Berani
NIM: 11140321000035
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
iv
ABSTRAK
AGUS BERANI. “Upacara Pangantan (Perkawinan Adat Sumbawa) di Desa
Tepas Sepakat (Studi Analisis Akulturasi Budaya dengan Agama)”. Skripsi.
Jakarta: Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019.
Agama Islam di Sumbawa memiliki karakter dan ekspresi keberagamaan
yang unik. Hal ini karena penyebaran Islam di Sumbawa, lebih dominan
mengambil bentuk akultrasi, baik yang bersifat menyerap maupun dialogis. Pola
akulturasi Islam dan budaya Sumbawa, di samping bisa dilihat pada ekspresi
masyarakat Sumbawa, juga didukung dengan kekuasaan politik kerajaan Islam di
Sumbawa. Masuknya Islam di Tanah Sumbawa dibawa oleh Dewa Mascinni
seorang kesultanan Kerajaan Goa dari Suku Bugis Makasar pada tahun 1508.
Semenjak masuknya Islam ke Sumbawa menjadikan setiap aktivitas adat istiadat
ke-Sumbawaan bernuansa ke-Islaman. Adat istiadat bernuansa ke-Islaman
tersebut menjadi pedoman hidup masyarakat Sumbawa dalam sebuah slogan
“Adat Berenti Ko Syara‟, Syara‟ Berenti Ko Kitabullah”. Kendati ada fluktuasi
relasi Islam dengan budaya Sumbawa terutama era abad ke 15-an, namun wajah
Islam Sumbawa yang akulturatif terlihat dominan dalam hampir setiap ekspresi
keberagamaan masyarakat muslim di wilayah ini, sehingga ”sinkretisme” dan
toleransi agama-agama menjadi satu watak budaya yang khas bagi Islam
Sumbawa. Sehingga ada proses akulturasi dalam menampilkan praktik beragama
pada kehidupan sehari-hari termasuk dalam upacara pangantan. Untuk itu,
penelitian ini akan mengkaji interaksi antara Islam dan adat pada masyarakat
Sumbawa dalam upacara pangantan dalam tinjauan akulturasi budaya .
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) yang
bersifat kualitatif. Sumber data dan informasi yang penulis dapatkan dari proses
wawancara langsung maupun dari buku-buku, jurnal, dan artikel yang sesuai
dengan tema dan judul yang dibahas. Penelitian ini menggunakan beberapa
pendekatan yaitu pendekatan historis, antropologis dan teologis. Penulis berusaha
untuk menjelaskan hasil penelitian berdasarkan pengamatan yang telah penulis
lakukan selama beberapa hari di Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang Rea
Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa ada sinergi antara
keteguhan dalam adat dengan ketaatan beragama. Dalam falsafah hidup
masyarakat Sumbawa dikenal dengan istilah “Adat Berenti Ko Syara‟, Syara‟
Berenti Ko Kitabullah”+. Artinya dengan menjadikan adat (adat) dan syara‟
(syariat) keduanya sebagai landasan hidup masyarakat Sumbawa, maka ini
menyatukan fungsi keduanya dalam mengatur kehidupan. Selanjutnya dalam
banyak aktivitas adat telah diadaptasi dengan prinsip-prinsip ke-Islaman. Islam
diterjemahkan ke dalam perangkat kehidupan lokal dengan tetap mempertahankan
pola yang ada kemudian ditransformasi ke dalam esensi tauhid. Dengan
menggunakan potensi lokal ini digunakan sebagai strategi untuk membangun
spiritualitas tanpa karakter ke-Araban. Islam dalam nuansa adat Sumbawa
diinterpretasi kedalam nilai dan tradisi sehingga membentuk identitas masyarakat
v
Sumbawa. Akhirnya, perjumpaan adat dan agama dalam budaya masyarakat
Sumbawa menunjukkan telah terjadi dialog dan merekonstruksi sebuah budaya
baru dalam nuansa lokal.
Kata Kunci : Upacara Pangantan, Mitos, Akulturasi
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
Skripsi yang berjudul “Upacara Pangantan (Perkawinan Adat Sumbawa) di
Desa Tepas Sepakat (Studi Analisis Akulturasi Budaya dengan Agama)” disusun
guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1), Jurusan
Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi yang jauh dari
sempurna ini tidak akan dapat selesai tanpa adanya dukungan dan banyak pihak
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada:
1. Kedua Orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasihat,
motivasi, saran, dukungan dan dorongan moril maupun materil. Semoga
penulis dapat membalas semua perjuangan kedua orang tua (Jafar Idris dan
Jubaedah), kepada Abangda Andi Amrullah beserta istri Lilis Suryani S.Pd,
Abangda Rahmad beserta istri Astuti Ani Putri, Amd, Kep, Kakak Elya
Susanti beserta suami Bang Edi, Adik-adik penulis: Sapinatunnajah, Masti
Putri, Rahmita, Insan Jamil dan Kamita Intan yang telah memberikan
motivasi, dukungan, doa dan semangat keceriaan.
vii
2. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dra. Siti Nadroh, MA, sebagai dosen pembimbing yang selalu
meluangkan waktu serta kesabaran memberikan arahan dan bimbingan
sehingga membuka cakrawala berpikir dan nuansa ilmu yang baru.
4. Bapak Syaiful Azmi, MA, selaku Ketua Jurusan Studi Agama-Agama dan Ibu
Lisfa Sentosa Aisyah, MA, selaku Sekertaris Jurusan Studi Agama-Agama
yang memberikan arahan serta motivasi yang luar biasa kepada penulis dan
selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswa/i dengan baik.
5. Seluruh dosen Studi Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu
dan pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.
6. Seluruh jajaran pimpinan dan staff Fakultas Ushuluddin atas bantuan dalam
persiapan pelaksanaan seminar proposal dan ujian komprehensif.
7. Bapak Abu Dea Ande, Bapak Muhammad Sager, S.Pd, Bapak Syafaruddin
(Pak Pe’), Bapak Sanafiah (Pak Jando), Pak Haji Muhammad Fathullah, Pak
Jafar Idris, Ustadz Barliyansyah yang telah berkenan memberikan izin
penelitian sekaligus menjadi narasumber untuk melengkapi isi skripsi.
8. Ucapan terima kasih sebesar-besranya wabil khusus penulis ucapkan kepada
KH. Syamsul Ismain, Lc selaku pimpinan pondok pesantren Himmatul
Ummah Sapugara Bree Sumbawa Barat yang telah memberikan nasihat, do’a,
serta dorongan kuat hingga penulis bisa kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.
viii
9. Keluarga besar Alumni Pondok Pesantren Himmatul Ummah-Jakarta: Bang
Mansyur, S.Ag, Bang Rahman Jamil, S.Ag, Bang Syarafuddin S.Pd, Bang
Wawansyah, S.Ag, Iqbal, S.Pd, Syamsul Arifin, Akbar Sorasa, Abdullah,
Halim Jurniorsyah, Irfan Bachdim, Mansyur Mantar, Gita Syafitri Ilusi, Intan
Pertiwi, terimakasih sudah bersedia mendengarkan keluh kesah dan selalu
memberikan semangat kepada penulis hingga skripsi selesai.
10. Keluarga besar PPM SB (Persatuan Pemuda Mahasiwa Sumbawa Barat)-
JABODETABEK: Ketum Sukiman Jayadi (Bang Ancest), Bang Roy
Mahendra, Bang Roni, Bang Icin, Kak Merliza Jawas, Kak Mutya, Yunda
Asma, Duanda Evhy, Nofrian Harna, Putri Alisyah Mariska, Princess Risa,
Khusnul Khatimah, Algi, Wahyudi, Afawan, Ansar, dll yang tidak bisa
disebutkan namanya tapi tidak mengurangi rasa terimaksih penulis yang
selalu memberikan semangat moril dalam bingkai kekeluargaan. Kebaikan
dan kekonyolan kalian akan selalu penulis ingat sampai tua nanti.
11. Keluarga Besar PTM (Persatuan Tenis Meja) Jakarta: Farhan, Rahmad,
Rahman, Muhammad Putra, Thoriqul Anwari, Rully Sef, Suci, Hanim,
Rabiatul Adawiyah, Yafi, Sifa, My Gempita, Asfi Raihan Salsabilah,
Hisbullah, Ijal, Fariq, Gibran, Ucup, Baban, Syafiq, Yulfi, Jihan, Bang Ikay,
Bang Farid, Bang Ojan, Bang Adnan, Bang Naufal, Bang Cefi, Bang Duha,
Bang Deden, Bang Ifan, Bang Mamo, Bang Satria terimakasih banyak atas
doa, dukungan, motivasi, kebersamaan serta dorongan yang telah diberikan.
12. Keluarga Besar Masjid Alhusna Semanggi 2 Tangerang Selatan: Pak H.
Misanturin, Ketua DKM Pak Drs. Tafsir Musnir, Pak H. Arif Gunawan,
ix
S.Ag, M.Pd, Ustadz Rudini, S.Ag, M.Pd, Ustadz Serpin Lubis, S.Ag, Bang
Tris, S.Pd, Bang Gozali, S.Ag, Bang Akbar, Bang Rahman, Dian Bakhtiar,
S.H, Ridwan Puadi, Arrifal, Fajar Maulana, Aung, Iyan, Putra.
13. Teman-teman Maha Santri Asrama Tahfidz Monash Institut 2014: Lukman,
Tobagus Damanhuri, Firgat Cilmiyah, Putri Sahara, Riah, Mba’ Mutmainnah,
Ulfiatul Kahirah.
14. Seluruh teman-teman Studi Agama-Agama angkatan 2014 terimakasih kalian
sudah memberikan warna kehidupan di Fakultas Ushuluddin.
15. Kepada teman-teman KKN Alhusna 148: Agra Sena, Robi Cahyadi, Fadli
Warman, Kukuh Imam Perdana, Muhammad Ihsan, Tisna, Risna, Dini
Nabilah, Riah, Zaria, Rosa, Zanza, Syilvy yang telah memberikan doa dan
semangat. Semoga kalian diberikan kelancaran dalam menyelesaikan urusan
dan diberikan selalu kesehatan.
16. Keluarga Besar Rumah Tahfidz Alfitrah: Pak Ir. H. Iskandar selaku Ketua
Yayasan, Bu Devi, M.Pd, Kak Aulia Ning Ma’rifati, Kak Wida, Kak Wilda,
Kak Rifa, Kak Nizar, Kak Ambar.
17. Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan tanpa mengurangi
rasa hormat. Terimakasih banyak.
Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kekurangan dan
keterbatasan, penulis menyadari bahwa penelitian ini mungkin masih banak
kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan penelitian ini.
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH ................................. iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR..................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 9
E. Kerangka Teori .......................................................................................10
F. Metodologi Penelitian .......................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 20
BAB II PROFIL DESA TEPAS SEPAKAT KECAMATAN BRANG REA
K ABUPATEN SUMBAWA BARAT...............................................................
21
A. Sejarah Desa Tepas Sepakat ................................................................. 21
B. Letak Geografis dan Aksesbilitas Desa Tepas Sepakat ........................ 22
C. Kondisi Keagamaan Desa Tepas Sepakat ............................................ 23
D. Kependudukan Desa Tepas Sepakat ..................................................... 24
E. Kondisi Masyarakat Desa Tepas Sepakat ............................................ 25
xii
BAB III PROSESI UPACARA PANGANTAN DAN MITOLOGI KUBUR
DEDARA PITU MASYARAKAT DESA TEPAS SEPAKAT ................... 30
A. Pengertian Perkawinan.......................................................................... 30
B. Asal-Usul Pangantan ............................................................................ 34
C. Prosesi Pangantan ................................................................................ 37
D. Mitos Kubur Dedara Pitu .................................................................. 58
BAB IV AKULTURASI BUDAYA LOKAL DENGAN ISLAM DALAM
UPACARA PANGANTAN ............................................................................. 71
A. Makna Simbolik dan Nilai Filosofis dalam Upacara Pangantan .......... 71
B. Analisis Terhadap Akulturasi Budaya Lokal dengan Agama Islam dalam
Upacara Pangantan .............................................................................. 77
BAB V PENUTUP........................................................................................... 88
A. Kesimpulan .......................................................................................... 88
B. Saran ..................................................................................................... 90
C. Kata Penutup ......................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 92
LAMPIRAN-LAMPIRAN.............................................................................. 97
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya di Indonesia terbilang cukup beragam. Kereagaman budaya
Indonesia merupakan kenyataan hidup (living reality) yang tidak dapat dihindari.
Adanya budaya yang beragam merupakan manifestasi gagasan dan nilai sehingga
saling menguat dan meningkatkan wawasan dan saling mengapresiasi.1 Hal
tersebut juga menunjukkan arti penting bahwa budaya dari satu daerah dengan
daerah lain sebagai bentuk perwujudan budaya lokal memiliki penafsiran dan
manivestasi yang luas dan berbeda-beda serta sebagai sumber identitas khas
mereka.2
Antara manusia dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat,
karena menjadi manusia tidak lain adalah bagian dari hasil kebudayaan itu sendiri.
Hampir semua tindakan manusia merupakan produk kebudayaan. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari yang namanya kebudayaan,
contoh sederhana misalnya; ketika kita makan, minum, bertamu, berpakaian dan
lain sebagainya. Tindakan berupa kebudayaan tersebut dibiasakan dengan cara
belajar, seperti melalui proses internalisasi, sosialisasi dan akulturasi. Karena
budaya bukan sesuatu yang statis dan kaku, tetapi senantiasa berubah sesuai
perubahan sosial yang ada.3 Kebudayaan yang sudah ada dan berkembang
merupakan perwujudan dari pikiran manusia yang diaplikasikan berupa sistem
1Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi (Malang: Kelompok Intrans Pubising,
2015), h. 52. 2Faisal Ismail, Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia
(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012), h. xii. 3 Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi, h. 53.
2
tanda atau sibol-simbol. Simbol-simbol tersebut memiliki hubungan yang erat
antara tanda dan petanda, sehingga membentuk makna.
Suku Sumbawa misalkan, banyak sekali terdapat pelbagai macam simbol
adat dalam pelbagai upcara adat, baik simbol berupa benda, mantra, maupun
tingkah laku yang masing-masing memiliki makna yang bernilai budaya di
dalamnya serta secara tidak langsung dapat mencerminkan pola pikir masyarakat
tersebut pada umumnya. Budaya-budaya yang sudah ada mungkin tidak banyak
yang mengetahui secara langsung makna apa yang ada di balik simbol-simbol
verbal dan nonverbal tersebut sehingga hanya menjalani tanpa mengetahui nilai
filosofis dari apa yang terkandung di dalamnya. Salah satunya adalah budaya yang
terkandung dalam prosesi pengantan (perkawinan).4
Suku Sumbawa atau dalam bahasa daerahnya Tau Samawa adalah suku
yang terdapat di bagian barat pulau Sumbawa Provisi Nusa Tenggara Barat. Suku
Sumbawa tersebar di dua kabupaten yakni kabupaten Sumbawa dan kabupaten
Sumbawa Barat yang meliputi kecamatan Empang di ujung timur, kecamatan
Taliwang di ujung barat dan kecamatan Sekongkang di ujung selatan pulau,
termasuk 38 pulau-pulau kecil lainnya yang ada di sekitar pulau ini dengan
populasi penduduk 500.000 jiwa. Secara geografis saat ini, mayoritas penduduk
Sumbawa memeluk agama Islam dan sebagian kecil memeluk Hindu, Katolik dan
Protestan.5
4Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 121. 5Artikel ini diakses dari http://sumbawapintar.blogspot.co.id/2016/09/sepintas-mengenai-
sejarah-dan-asal-usul.html pada tanggal 05-03-2018 pukul 14.00.
3
Masyarakat Sumbawa adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-
nilai luhur yang dibawa atau dilestarikan secara turun-temurun oleh para
pendahulu. Nilai-nilai luhur tersbut termaktub dalam falsafah hidup Tau Samawa
yakni “Adat Berenti Ko Syara‟, Syara‟ Berenti Ko Kitabullah” artinya bahwa
setiap aktivitas (adat-istiadat) harus berpegang teguh kepada syariat, dan syariat
harus berpdoman kepada kitab-kitab Allah. Falsafah yang telah dirumuskan oleh
para leluhur ini, telah menghantarkan masyarakat Sumbawa untuk selalu berpikir
dan bersikap dalam satu frame yang senantiasa dilandasi nilai-nilai ke-Samawa-an
yang teramat mulia, berupa nilai-nilai yang bersumber dari syara‟ dan kitabullah.6
Falsafah “Adat Berenti Ko Syara‟, Syara‟ Berenti Ko Kitabullah” mulai
menjadi landasan dan falsafah hidup Tau Samawa pada tanggal 1 Muharram 1058
atau tanggal 30 November 1648 saat dilantiknya sultan pertama kesultanan
Sumbawa yang menjadi tonggak berdirinya kesultanan Sumbawa yakni Dewa
Mascinni yang merupakan sultan pertama kesultanan Sumbawa yang memerintah
sejak tahun 1648 hingga 1668 M. Lalu diganti oleh saudaranya Dewa Mas Gowa
yang memerintah tahun 1668-1674. Pada kepemimpinan kedua sultan tersebut
masih dipengaruhi paham-paham animisme, dinamisme serta kultur Hindu,
sehingga pada tahun 1674 kekuasaan Dewa Mas Gowa diambil alih oleh Dewa
Mas Bantan putra dari Dewa Mas Panghulu, saudari dari kedua sultan tersebut.
6Tim Penyusun Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) Ano Rawi Dewan Pendidikan
Kabupaten Sumbawa Barat, Pasanotang: Tananang Boat Iwet Mate Telas Tau Samawa
(Yogyakarta: CV. Arti Bumi Intaran, 2016), h. xv.
4
Pada masa sultan Dewa Mas Bantan barulah pemurnian dari seluruh ajaran dan
nilai-nilai Islam guna menjadi landasan dalam kehidupan dan adat-istiadat.7
Pada masyarakat tradisional yang belum mengenal agama modern
(Kristen, Katolik, Islam) dan belum terpengaruh oleh intervensi negara,
perkawinan dilakukan secara adat. Perkawinan cukup disahkan oleh ketua adat
dan disaksikan oleh kerabat dekat, baik dari laki-laki maupun perempuan. Aturan-
aturan adatlah yang menjadi acuan dalam proses peminangan, jenis mas kawin,
upacara perkawinan, pengaturan tempat tinggal setelah menetap, pembagian hak
dan kewajiban serta sistem perkawinan yang dianut.
Setelah masyarakat tradisional mengenal agama-agama modern maka hal-
hal yang berhubungan dengan perkawinan tidak lagi diatur secara adat, melainkan
mulai mengikuti aturan-aturan yang berasal dari agama. Bagi masyarakat
tradisional di Indonesia yang beragama Islam, maka tata cara perkawinannya
harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah dibakukan dalam agama Islam.
Misalnya, membaca dua kalimat syahadat sebelum ijab dan qobul dihadapan
penghulu, disaksikan oleh orang tua atau wali dari kedua mempelai, adanya
seorang wali dari perempuan yang bertanggung jawab atas diperbolehkannya dia
menikah, membayar maskawin (mahar), dilaksanakan di masjid sebagai bentuk
kesalehan sosial. Apabila persyaratan tersebut sudah terpenuhi, maka secara
agama perkawinannya sudah sah.8
Dalam masyarakat Sumbawa antara budaya dan agama (Islam) keduanya
hidup berdampingan. Seperti halnya dalam upacara pengantan atau perkawinan
7Wawancara pribadi dengan Bpk. Aceng, Tokoh Adat (Ano Rawi) Kabupaten Sumbawa,
pada tanggal 25 Mei 2018. 8 Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi, h. 54.
5
tradisional masyarakat Suku Sumbawa merupakan hasil budaya leluhur dari nenek
moyang yang diwariskan dari generasi ke genarasi yang harus dijaga dan
dilestarikan. Dalam upacara pengantan terdapat prosesi yang cukup panjang,
seperti; bajajak, tama bakatoan, basaputes, barajak rabaya, rapat keluarga,
sorong serah, bakangkam, barodak, ete ling, nikah, pengantan, dan basai9.
Upacara yang dilakukan masyarakat Sumbawa ini adalah adat atau ritual yang
termasuk bagian dari tujuh unsur pokok kebudayaan yang ditawarkan oleh
Kontjaraningrat, yaitu unsur sistem religi.10
Budaya dan agama dalam sebuah komunitas masyarakat akan tetap eksis
dan memiliki peran yang sangat penting. Keduanya sama-sama membentuk pola
hidup dan pola pikir masyarakat. Artinya bahwa agama dan budaya memiliki
andil dalam membentuk dan merubah tatanan hidup masyarakat. Tetapi juga tidak
menutup kemungkinan pertemuan keduanya dalam suatu komunitas masyarakat
akan menimbulkan persaingan bahkan sampai terjadi pertengkaran.11
Pada masyarakat Suku Sumbawa di Tepas Sepakat misalnya, sebuah desa
di kecamatan Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat terdapat tempat yang sangat
disakralkan atau dikeramatkan berupa makam yang diberi nama Kubur Dedara
Pitu. Kesakralan makam ini tidak hanya dikenal oleh desa tersebut melainkan
hampir seluruh masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat bahkan hingga ke
kabupaten sebelah. Ketika masyarakat ingin sesuatu, baik itu kesembuhan
penyakit, ingin sukses, banyak rezeki, dan lain-lain, maka mereka akan
9Wawancara dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 08 maret 2018. 10
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1 (Jakarta: Pt Rineka Cipta, 1996), h. 81. 11
Irfanul Hidayah, “Agama dan Budaya Lokal: Peran Agama dalam Proses Marjinalisasi
Budaya Loka”, Jurnal Religi, Vol. II, No. 2, (Juli 2003):h. 137.
6
mendatangi makam ini untuk berziarah dan bernadzar, memanjatkan do‟a kepada
roh nenek moyang, ada pula yang sambil memandikan langsung di tempat
tersebut dengan maksud agar arwah negatif yang ada dalam tubuhnya bisa
dihilangkan.
Dalam serangkaian upacara pengantan berlangsung dalam hal ini sorong
serah, mempelai laki-laki tidak boleh melewati bagian depan makam tersebut.
Sorong Serah atau nyorong adalah serangkaian upacara adat yang dilakukan
keluarga calon mempelai laki-laki menghantarkan atau menyerahkan panyorong
berupa barang-barang dari pihak laki-laki kepada pihak mempelai perempuan.
Panyorong adalah semua kelengkapan baik barang, perhiasan, uang dan mahar
adat yang telah disepakati pada acara basaputis (kesepakatan lamaran) yang akan
dipergunakan untuk pelaksanaan tokal basai (resepsi) dan untuk keperluan
pasangan suami isteri dalam memulai hidup berumah tangga.12
Cara untuk
melanjutkan perjalanan menuju rumah mempelai wanita, mempelai laki -laki ini
berjalan ke timur dan melewati pematang sawah ditemani oleh salah seorang atau
lebih dari keluarga laki-laki, boleh juga melalui bagian depan dengan syarat di
luar radius 500 meter. Dalam mitologi masyarakat Suku Sumbawa khususnya di
desa Tepas Sepakat ketika melanggar tradisi ini, maka menurut mitologi
msyarakat setempat paska perkawinan tidak akan memiliki keturunan13
.
Fenomena tersebut adalah salah satu contoh dari pertemuan antara budaya
dan agama yang berseberangan atau bertolakbelakang. Dalam hukum Islam,
12
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat, h. 189. 13
Wawancara dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 08 maret 2018.
7
penganutnya dilarang meyakini adanya kekuatan kecuali dari Allah Yang Maha
Kuasa atau meminta pertolongan selain kepada-Nya. Kepercayaan terhadap selain
Allah adalah syirik, dan syirik adalah dosa yang sangat besar seperti dalam
firman-Nya:
ف ق دبالل هي شركو م ني ش اء لم نذ لك د ون م او ي غفر بهي شر ك أ ني غفر ل الل ه إن
14ع ظيماإثمااف ت ر ى
Artinya: sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat
dosa yang besar (Q.S. An-Nisa: 48)15
.
Dari masalah di atas sangat menarik bagi peneliti melakukan penelitian
mengenai upacara pengantan atau upacara perkawinan tradisional masyarakat
Sumbawa sebagai bentuk ungkapan budaya yang harus tetap dilestarikan. Peneliti
juga tertarik ingin mengkaji, sejauhmana percampuran budaya lokal dan agama
(Islam) dalam upacara pangantan; apakah budaya yang dilakukan masyarakat
Sumbawa sejalan dengan hukum agama (Islam) ataukah sebaliknya mengalami
penolakan. Sehingga peneliti mengangkatnya dalam sebuah skripsi dengan judul
“Upacara Pangantan (Perkawinan Adat Sumbawa) di Desa Tepas Sepakat
(Studi Analisis Akulturasi Budaya dengan Agama)”.
14
Hamka Naping, Laut, Manusia dan Kebudayaan (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2017), h. 207. 15
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an Terjemahan (Jakarta: PT. Syamil
Cipta Media, 2005)
8
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Batasan dari skripsi ini adalah orang yang telah beragama Islam masih
menjalani serangkaian upacara pengantan yang diwarisi oleh nenek moyang
secara turun-temurun. Padahal pada dasarnya, dalam agama Islam yang terpenting
memenuhi rukun dan syarat nikah sudah cukup dan sah. Terlebih lagi ketika salah
satu prosesi pengantan ini dilanggar maka akan mendapatkan malapetaka.
Kepercayaan kepada hal semacam ini apabila dilihat dalam kacamata agama Islam
adalah syirik dan merupakan salah satu dosa besar yang dibenci oleh Allah SWT.
Sehingga dalam rumusan masalah ini, yang akan menjadi obyek dan fokus
penulisan adalah: Bagaimana proses terjadinya akulturasi budaya lokal dengan
agama pada upcara pangantan (perkawinan adat Sumbawa)?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upacara
pengantan dilakukan. Untuk mengkaji lebih mendalam tentang apa saja makna
simbolik dan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam upacara pangantan.
Untuk mengetahui bagaimana proses akulturasi budaya lokal dengan agama
terjadi, apakah akulturasi budaya dan agama saling menyesuaikan atau
bertolakbelakang.
Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, sebagai syarat mendapatkan
gelar Sarjana Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Berkontribusi mengangkat kebudayaan lokal dan
memberikan refrensi tambahan bagi penggiat studi keagamaan dan kebudayaan
khususnya di kalangan penulis berasal bisa memberikan nuansa yang berbeda
9
dibalik simbol-simbol prosesi Pangantan. Kedua, menjadi referensi bagi
penelitian-penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan tema pengangkatan
budaya lokal.
D. Tinjauan Pustaka
Peneliti telah berusaha melakukan penelitian terhadap pustaka yang ada,
berupa karya-karya penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi dengan topik
yang diteliti, di antaranya:
1. Karya berbentuk jurnal Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana
Universitas Mataram ditulis oleh Novi Widya Utami yang berjudul “Wujud
Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat Pernikahan Sumbawa”
(2016). Penelitian ini hanya fokus pada ritual barodak. Persamaan tulisan
ini dengan penulis adalah sama-sama membahas bagaimana brodak itu
dilakukan.
2. Karya berbentuk thesis mahasiswa Megister Bahasa Inggris Universitas
Malang dari Astuti Wahyu Utama yang berjudul ”Symbol Used in
„Barodak‟ Ceremony, a Traditional Wedding of Sumbawa People” (2013).
Tesis ini fokus membahas simbol-simbol yang terdapat dalam ritual
barodak dan sekilas tentang beberapa prosesi yang lain yang menjadi bagian
dari prosesi perkawinan adat atau pangantan. Persamaan dengan penulis
adalah sama-sama mengkaji makna simbolik atau nilai filosofis yang
terkandung dalam ritual barodak.
Kedua karya tersebut hanya membahas salah satu prosesi Pengantan yaitu
ritual barodak. Secara keseluruhan upacara pengantan. adanya mitologi dari
10
Kubur Dedara Pitu yang menjadi pantangan bagi calon pengantin laki-laki ketika
melintasi kubur keramat tersebut sama sekali belum ada yang melakukan
penelitian khususnya yang dilakukan dan dipraktikkan oleh masyarakat di desa
Tepas Sepakat Kabupaten Sumbawa Barat.
E. Kerangka Teori
1. Akulturasi
Akulturasi: menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia akulturasi diartikan
sebagai percampuran dua budaya atau lebih yang saling bertemu dan saling
mempengaruhi.16
Menurut Koentjaraningrat, akulturasi sebagai proses sosial
untuk mengakomodasi dan mengintegrasikan unsur kebudayaan asing ke dalam
kebudayaan sendiri tanpa kehilangan kepribadian dari kebudayaan itu sendiri.17
Para ahli antropolog memberikan beberapa istilah untuk menguraikan apa
yang terjadi dalam akulturasi, yaitu: substitusi, sinkretisme, adisi, dekulturasi,
orijinasi dan penolakan.18
1. Substitusi, adalah unsur-unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti
dengan unsur-unsur baru yang memenuhi fungsinya, yang melibatkan
perubahan struktural dalam tingkat yang lebih kecil.
2. Sinkretisme, adalah istilah untuk menunjukkan adanya unsur-unsur lama
bercampur dengan unsur-unsur baru dan membentuk sebuah sistem baru.
Dalam hal ini kemungkinan terjadinya perubahan yang berarti.
16
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
kebudayaan RI, 2001), h.24. 17
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta: Jembatan, 1990), h.
248.
11
3. Adisi, adalah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan kebudayaan, di
mana unsur-unsur baru ditambahkan pada yang lama. Dalam hal ini
mungkin terjadi atau tidak terjadi adanya perubahan struktural.
4. Dekullturasi, adalah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan
kebudayaan, dimana bagian substansi sebuah kebudayaan mungkin hilang.
5. Orijinasi, adalah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan
kebudayaan, di mana ada unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan baru yang timbul karena perubahan situasi.
6. Penolakan, adalah adanya perubahan yang terjadi begitu cepat dalam
perpaduan kebudayaan, sehingga sebagian besar orang tidak dapat
menerimanya. Kondisi semacam ini dapat menimbulkan penolakan total,
pemberontakan, atau kebangkitan.
2. Animisme
Pengertian dari animisme cukup banyak. Kata animisme berasal dari
bahasa Latin “anima” yang berarti “roh”.19
Animisme adalah suatu kepercayaan
terhadap makhluk halus dan roh, serta keyakinan seperti ini sudah banyak dianut
oleh bangsa-bangsa yang belum bersentuhan ataupun belum pernah menerima
ajaran yang berdasarkan daripada agama samawi (wahyu).20
Inti dari pemahaman
animisme ialah mempercayai bahwa setiap benda di bumi seperti laut, gunung,
hutan, gua, dan kuburan mempunyai jiwa yang harus dihormati dan dijunjung
19
Caroline Pooney, African Literature, Animism and Politic (London: Routledge, 2001),
h. 10. 20
Zakiah Daradjat, (peny.), Perbandingan Agama I (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 28.
12
agar jiwa tersebut tidak mengganggu manusia, bahkan dapat membantu mereka
dalam kehidupan untuk menjalankan aktifitas kesehariannya.21
3. Dinamisme
Istilah dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos. Dalam
bahasa Inggris disebut dynamic, artinya adalah kekuatan, daya, kekuatan atau
khasiat. Dalam hal ini, dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda di
sekitar manusia karena diyakini memiliki kekuatan yang gaib. Dengan kata lain,
dinamisme adalah keyakinan terhadap kekuatan yang berada dalam zat suatu
benda dan diyakini mampu memberikan suatu manfaat dan marabahaya.
Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pohon, binatang, bahkan
manusia. Unsur dinamisme lahir dari rasa ketergantungan manusia terhadap daya
dan kekuatan lain yang berada di luar dirinya. Setiap manusia akan selalu merasa
butuh dan berharap kepada zat lain yang dianggapnya mampu memberikan
berbagai pertolongan dengan kekuatan yang dimilikinya. Manusia tersebut
mencari zat lain yang akan ia sembah, karena ia merasa tenang dan nyaman jika ia
selalu berada dekat zat tersebut.22
4. Mitos
Terkait masalah mitos, dalam kehidupan sehari-sehari pada masyarakat
tradisional memang sulit dipisahkan. Tak ada gejala alam dan gejala manusiawi
yang tidak dapat diinterpretasikan secara mistis. Tidak ada gejala alam dan gejala
manusiawi yang tidak memerlukan interpretasi mistis. Sifat dan hakikat mitos
21
A.G. Pringgodidgo (peny.), Ensiklopedi Umum (Jakarta: Yayasan Dana Buku Franklin,
1973), h. 74. 22
Edward B. Tylor, Primitive Culture: Research into the Development of Mythology,
Philosophy, Religion, Langguage, Art and Custom (New York: Brentano‟s Publishers, t.t.), h.160.
13
memang nonteoritis. Mitos menapikan dan menolak kategori-kategori dasar dalam
pemikiran kita. Logika mitos yang walaupun logika kita bermain di situ tetap saja
tidak dapat disesuaikan dengan konsepsi kita.23
Mitos adalah cerita tentang
peristiwa-peristiwa semihistoris yang menerangkan masalah-masalah akhir
kehidupan manusia, mitos pada dasarnya bersifat religius, karena memberi
rasionalitas pada kepercayaan dan praktek keagamaan. Fungsi mitos adalah untuk
menerangkan sesuatu kejadian pada masa lampau dan menjadi sumber kebenaran
bagi kelompok masyarakat pendukungnya. Mitos adalah produk imajinasi kreatif,
dan merupakan suatu karya seni maupun suatu pernyataan religius yang potensial.
Penciptaan mitos merupakan suatu jenis kreatifitas manusia yang sangat penting,
dan studi tentang mitos serta hasilnya dapat memberi petunjuk yang sangat
berharga mengenai bagaimana orang-orang mengartikan dan berfikir tentang
dunia mereka. Oleh karena itu, kebenaran mitos hanya dimiliki oleh mereka yang
mendukungnya dan bolehjadi sesuatu yang tidak dapat dimengerti oleh pihak lain
yang tidak berkorelasi dengannya.24
c. Azas Bersaji
Teori azas religi adalah teori yang dikembangkan oleh W. Robertson
Smith yang merupakan ahli teologi, ahli ilmu pasti, dan ahli bahasa dan
kesusastraan. Dalam bukunya yang berjudul Lectures on Religion of the Semith
yang dikutip oleh Koentjaraningrat, Robertson menjelaskan bahwa ada tiga
gagasan penting yang menambah pengertian kita tentang azas-azas religi dan
23
Ernst Cassirer, Manusia Dan Kebudayaan: Sebuah Esai Tentang Manusia, terj., Alois
A. Nugroho (Jakarta: PT Gramadia, 1987), h. 111. 24
Hamka Naping, Laut, Manusia dan Kebudayaan (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2017), h. 207.
14
agama pada umumnya. Gagasan yang pertama mengenai persoalan bahwa
disamping sistem keyakinan, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan
dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisa yang khusus. Hal yang
menarik perhatian Robertson adalah bahwa dalam banyak agama upacaranya itu
tetap, tetapi latar belakang dan keyakinannya telah berubah.
Gagasan yang kedua adalah bahwa upacara religi atau agama, yang
biasanya dilaksanakan oleh banyak masyarakat pemeluk religi atau agama yang
bersangkutan bersama-bersama mempunyai fungsi sosial untuk mengintesifkan
solidaritas masyarakat. Ada di antara masyarakat yang memang benar-benar ritual
itu dengan sungguh-sungguh atau hanya sekedar menjalankan kewajiban saja.
Gagasan yang ketiga Robertson mengajukan teorinya mengenai upacara
bersaji. Dalam upacara ini dianggap oleh Robertson sebagai suatu aktivitas untuk
mendorong rasa solidaritas dengan dewa atau para dewa. Di mana Robertson
menggambarkan upacara sesaji sebagai suatu upacara yang khidmat. Pemberian
sesaji di tempat-tempat keramat bertujuan untuk mendukung kepercayaan mereka
terhadap adanya kekuatan makhluk halus agar jangan mengganggu. Selain itu
juga manusia mengharapkan berkah dan terhindar dari gangguan makhluk hidup
lain.25
Teori Robertson ini oleh Koentjaraningrat menjelaskan bahwa terkait teori
azas religi ini berbeda dengan tokoh lainnya dalam mendekati masalahnya.
Perbedaan teori ini terletak pada upacaranya bukan pada analisis sistem
keyakinannya.
25
Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi Jilid 1 (Jakarta: UI-Press, 1987), h. 67-68.
15
F. Metodologi Penelitian
Adapun dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan jenis
penelitian berupa penelitian lapangan, dengan tujuan untuk menemukan secara
nyata dan spesifik tentang fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Agar data
yang penulis uraikan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, maka
diperlukan suatu metode tertentu dalam melakukan penelitian. Dengan adanya
metode maka diharapkan suatu penelitian lebih terarah dan mudah untuk dikaji.
Adapun metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Library Riset (Pendekatan Pustaka)
Agar skripsi ini tidak menyimpang jauh dari teori-teori yang ada dan untuk
memperoleh data skunder guna melengkapi data yang sudah tersedia, maka
dalam riset kepustakaan ini penulis menggunakan beberapa literatur berupa
buku-buku, jurnal, dan bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan
skripsi saya.
2. Field Research (Penelitian Lapangan)
Jenis penelitian ini adalah penelitian sosial yang dilakukan peneliti di lapangan
(field research) yang menggunakan metode kualitatif dengan deskriptif
analitik. Penelitian kualitatif ini bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya prilaku, persepsi,
motivasi, serta tindakan.
16
a. Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan suatu keadaan, suasana, peristiwa,
meriksa, dan mencatat dokumen-dokumen yang menjadi sumber data
penelitian.
b. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Desa Astana Kecamatan Gunung Jati Kabupaten
Cirebon.
c. Interview (wawancara)
Wawancara merupakan proses interaksi berupa wawancara mendalam
(indepth interview) yang dilakukan untuk mendapat informasi terkait
dengan permasalahan yang ada di lapangan.
d. Informan yaitu objek penelitian yang bermanfaat untuk memberikan
informasi tentang apa yang akan diteliti.
e. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu sebuah upaya penulis melakukan pengumpulan,
pencarian, penyelidikan, pemakaian, dan penyedian dokumen untuk
mendapatkan keterangan dan bukti dengan cara ditulis, direkam, difoto
selama penelitian. adapun foto dan dokumen lainnya penulis lampirkan di
akhir skripsi.
3. Kualitatif
Hasil analisis tersebut biasanya berupa penggambaran atau deskripsi atau dapat
pula berupa tema-tema. Hasil akhir dari penelitian kualitatif dituangkan dalam
bentuk laporan tertulis. Laporan tersebut agak fleksibel karena tidak ada
17
ketentuan baku tentang struktur dan bentuk laporan hasil penelitian kualitatif.
Tentu saja hasil penelitian kualitatif sangat dipengaruhi oleh pandangan,
pemikiran, dan pengetahuan peneliti karena data tersebut diinterpretasikan oleh
peneliti. Oleh karena itu, sebagian orang menganggap penelitian kualitatif agak
bias karena pengaruh dari peneliti sendiri dalam analisis data.26
Model
penelitian ini menggunanakan metode kualitatif dan metodologi deskriftif
analitik yaitu mendeskripsikan data-data lalu dianalisis.
4. Pendekatan Penelitan
Agama sebagai bagian dari kebudayaan adalah agama yang dipahami, dihayati
dan dipraktikkan oleh manusia-manusia historis dan karena itu menjadi bagian
dari objek kajian ilmiah. Segala produk pemikiran dan aktivitas keagamaan
biasanya berkaitan erat dengan aktivitas politik, ekonomi, budaya serta
kehidupan sosial yang semakin menguatkan agama sebagai objek kajian
ilmiah. Berikut ini penulis menggunakan multidisiplin pendekatan ilmiah yang
dipopulerkan oleh Media Zainul Bahri yang bisa dilakukan dalam Studi Agama
dan khususnya jurusan yang penulis geluti adalah Studi Agama-Agama
(Perbandingan Agama); di antaranya pendekatan historis, antropologis dan
teologis27
a. Pendekatan Historis
Pendekatan historis adalah salah satu pendekatan yang cukup digemari
dalam studi agama dan perbandingan agama. Pendekatan ini merupakan
pendekatan yang paling tertua dan dipakai pertama kalinya untuk
26
J. R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 7. 27
Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901-
1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 15-48.
18
mempelajari, menyelidiki, dan meneliti agama-agama baik sebelum ilmu
agama menjadi disiplin yang berdiri sendiri atau sesudahnya. Dengan
pendekatan historis suatu studi berusaha menelusuri asal-usul dan
pertumbuhan ide-ide dan pranata-pranata keagamaan melalui periode-
periode perkembangan historis tertentu dan menilai pranata-pranata
keagamaan melalui periode-periode perkembangan historis tertentu dan
menilai peranan kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh agama untuk
mempertahankan dirinya selama periode-periode itu.28
Pendekatan ini, oleh
peneliti ingin mencari asal mula upacara pangantan dan mitos-mitos yang
mempengaruhinya.
b. Pendekatan Antropologis
Pendekatan ini berupaya memahami kebudayaan-kebudayaan produk
manusia yang berhubungan dengan agama. Sejauh mana agama memberi
pengaruh terhadap budaya dan sebaliknya sejauh mana kebudayaan suatu
kelompok masyarakat memberi pengaruh terhadap Agama. Dalam sejarah
Studi Agama terdapat beberapa figur yang selalu menjadi rujukan atas
pendekatan ini yang kemudian dikenal luas sebagai studi antropologi
Agama. Pendekatan ini, oleh peneliti melihat sejauh mana perpaduan antara
upacara pangantan dengan agama Islam. Apakah keduanya bisa berjalan
beriringan ataukan bertolakbelakang.29
28
Media, Studi Agama-Agama, h.15. 29
Media, Studi Agama-Agama, h. 48.
19
c. Pendekatan Theologis
Teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu
serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan. Gove mengatkan bahwa
teologi merupakan penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan
pengalaman agama secara rasional. 30
Pendekatan ini dalam rentang sejarah
yang cukup lama merupakan pendekatan yang paling dominan dan paling
berpengaruh dalam Studi Agama dan Studi Agama-agama (perbandingan
agama). Dengan pendekatan ini seorang penganut suatu agama, apakah itu
Islam, Kristen, atau agama lain ketika membuat studi teologis biasanya ia
melakukan studi dari dua hal yaitu: pertama studi internal. Dalam hal ini,
seorang sarjana atau peniliti agama adalah orang dalam (insider) yang
berusaha secara aktif dalam kegiatan ilmiahnya untuk melestarikan dan
mempromosikan keunggulan agamanya serta mempertahankan dari
ancaman atau serangan orang lain. Kedua yaitu eksternal. Dalam hal ini,
seorang peneliti atau penganut agama tertentu melakukan kajian terhadap
agama atau keyakinan orang lain untuk “menilai” dan menghakiminya
dengan ukuran agama sang peneliti.31
Penelitian ini, oleh peneliti ingin
melihat bagaimana peran agama Islam merespon upacara pangantan apakah
ada unsur-unsur syirik terkait mitos yang mempengaruhinya.
5. Sumber Data
Data yang diperoleh penulis dalam penelitian ini adalah berasal dari data
primer dan sekunder. Data primer adalah data lapangan yang didapati dari
30
Abdur Razak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 14. 31
Media, Wajah Studi Agama-agama, h.20.
20
sumber pertama, seperti hasil wawancara. Sedangkan data sekunder adalah
data yang penulis peroleh dari pihak lain atau data primer yang telah diolah
lebih lanjut oleh orang lain dan disajikan dalam bentuk karya ilmiah.32
G. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini, penulis menyusun secara sistematis berdasarkan
pembahasan ke dalam lima bab dan masing-masing bab terdiri dari beberapa sub
bab antara lain sebagai berikut:
Bab pertama merupakan latar belakang masalah yang menginspirasi
penulis untuk mengkaji lebih mendalam, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian yang nantinya bermanfaat untuk khazanah ilmu pengetahuan,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi tentang profil daerah dan objek penelitian yakni desa
Tepas Sepakat dilihat dari letak geografis, pola pemukiman, agama, pendidikan
dan kondisi sosial ekonomi.
Bab ketiga membahas mengenai sejarah upacara pangantan, prosesi
upcara pangantan dan mitos Kubur Dedara Pitu.
Bab keempat merupakan analisa dari hasil skripsi ini secara menyeluruh
mengenai makna simbolik prosesi upacara pangantan, dan akulturasi budaya lokal
dengan agama (Islam).
Bab kelima merupakan akhir dari skripsi ini yang memuat kesimpulan,
saran-saran dan kata penutup.
32
Tim Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Penelitian (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 76.
21
BAB II
PROFIL DESA TEPAS SEPAKAT KECAMATAN BRANG REA
KABUPATEN SUMBAWA BARAT
A. Sejarah Desa Tepas Sepakat
Desa Tepas Sepakat merupakan desa yang berada di Kecamatan Brang
Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lima tahun
belakangan, Desa Tepas Sepakat adalah satu-kesatuan dari Desa Tepas. Menurut
Syamsuddin Aswin kata “Tepas” diambil dari kata Tephos yang dalam bahasa
sansekerta berarti bambu. Sekitar abad ke-19 pohon bambu banyak ditanami di
pinggiran sungai dan dimanfaatkan oleh warga komunitas Sario (nama asli Desa
Tepas) salah satunya untuk melindungi rumah warga dari terjangan batang pohon
ketika banjir bandang tiba. Sehingga kata Tepas menjadi sebuah nama desa.33
Sebelum pemekaran Desa Tepas terdiri dari lima dusun yakni Dusun
Tepas Bawah, Dusun Tepas Atas, Dusun Sepakat, Dusun Moteng A dan Dusun
Moteng B. Kemudian pada tahun 2010 terjadi pemekaran menjadi tiga desa.
Dusun Tepas Bawah menjadi desa Sendiri, Dusun Tepas Atas dan Dusun Sepakat
Menjadi satu Desa yakni Desa Tepas Sepakat serta Dusun Moteng A dan Dusun
Moteng B menjadi satu Desa yakni Desa Moteng.
Terdapat beberapa alasan terjadinya pemekaran, yakni:
1. Mempermudah pelayanan kepada masyarakat.
2. Mempercepat pengurusan administrasi.
33
Wawancara pribadi dengan Bpk. Syamsuddin Aswin, Mantan Kepala Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, 22 April 2018.
22
3. Menciptakan lapangan kerja baru.
4. Mempercepat perkembangan ekonomi.
5. Mengurangi pengangguran.
B. Letak Geografis dan Aksesbilitas Desa Tepas Sepakat
Desa Tepas Sepakat adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan
Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desa
Tepas Sepakat berbatasan dengan desa-desa lainnya, sebelah utara berbatasan
dengan Desa Moteng, sebelah timur berbatasan dengan desa Bangkat Monte,
sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tepas dan sebelah barat berbatasan
dengan Desa Seloto.34
Orbitrasi atau jarak pusat pemerintahan Desa Tepas Sepakat ke
pemerintahan kecamatan sejauh 2 km, ke pemerintahan kabupaten atau kota
sejauh 10 km dan jarak ke ibu kota provinsi sejauh 170 km. Untuk mengakses
Desa Tepas Sepakat dapat menggunakan semua jenis kendaraan darat terutama
kendaraan alat berat. Hal tersebut dikarenakan jalan raya Tepas Sepakat
merupakan jalan lintas utama kendaraan yang keluar masuk dari salah satu PT
terbesar yang terdapat di Kabupaten Sumbawa Barat yakni PT. Bintang Bano.35
Tabel 2. 1: Luas Wilayah Desa Tepas Sepakat36
No. Tanah Luas daerah
34
Wawancara pribadi dengan Bpk. Ahmad, Kepala Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 22 April 2018. 35
Observasi, Lihat dari Arsip Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang Rea Kabupaten
Sumbawa Barat, 10 April 2018. 36
Observasi, Lihat dari Arsip Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang Rea Kabupaten
Sumbawa Barat, 10 April 2018. 36
23
1 Lahan Sawah 37.214 Ha
2 Lahan Ladang 5.000 Ha
3 Lahan Perkebunan 14.000 Ha
4 Hutan 17.000 Ha
5 Lahan Lainnya 11.511 Ha
Jumlah 84.754 Ha
C. Kondisi Keagamaan Desa Tepas Sepakat
Masyarakat Desa Tepas Sepakat seluruhnya beragama Islam. Dalam
menjalankan kegiatan beribadah, terdapat dua bangunan masjid dan satu
bangunan mushollah. Satu bangunan masjid dan satu bangunan mushollah di
dusun Tepas serta satu bangunan masjid di dusun Sepakat. Selain masjid dan
mushollah, juga terdapat tiga bangunan TPQ (Taman Pendidikan Qur‟an) sebagai
sarana pembelajaran bagi anak-anak demi meningkatkan kegemaran terhadap al-
Qur‟an. Sebelum adanya TPQ yang dikenal oleh khlayak banyak ataupun sebuah
lembaga yang mendapatkan SK (surat keputusan) dari pemerintah, di Desa Tepas
Sepakat masih banyak dijumpai guru-guru ngaji tradisional. Pada saat ini, jumlah
guru ngaji tradisional berjumlah sekitar 13 orang pengajar.37
Dengan berbagai kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Tepas Sepakat, tradisi-tradisi adat nenek moyang mereka masih
37
Wawancara pribadi dengan Bpk. Ahmad, Kepala Desa Tepas Sepakat, Kecamatan
Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 10 April 2018.
24
sangat kental pada pemikiran masyarakat, seperti mempercayai hari-hari baik
dalam berbagai kegiatan, penentuan hari pernikahan, hari sunatan, hari mencari
rezeki, hari pengobatan tradisonal dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan sebagai
bentuk penghormatan terhadap para leluhur dan jika dilakukan dengan totalitas
maka akan mendapatkan keselamatan dan keberkahan.
D. Kependudukan Desa Tepas Sepakat
Penduduk Desa Tepas Sepakat berjumlah 1.849 jiwa yang terdiri dari laki-
laki 893 jiwa dan 956 jiwa perempuan. Jumlah tersebut terbagi ke dalam 492
Kepala Keluarga (KK).38
Untuk lebih jelas dan terinci struktur penduduk Desa Tepas Sepakat
menurut jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2. 2: Jumlah Penduduk Desa Tepas Sepakat39
No. Kelompok Umur Jumlah
1 0-17 725
2 18-55 855
3 55 ke-atas 98
Jumlah 1.849
38
Observasi, Lihat dari Arsip Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang Rea Kabupaten
Sumbawa Barat, 10 April 2018. 39
Observasi, Lihat dari Arsip Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang Rea Kabupaten
Sumbawa Barat, 10 April 2018.
25
Dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang tinggal di
Desa Tepas Sepakat berjumlah 1.849 jiwa dengan persentase terbesar pada usiah
17-55 tahun. Dengan perbandingan perempuan lebih banyak dari laki-laki.
E. Kondisi Masyarakat
Masyarakat yang tinggal di Desa Tepas Sepakat dapat digolongkan ke
dalam masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal ini terlihat dari beberapa aspek
yang mendukung seperti pendidikan, pekerjaan, gaya hidup dan tempat tinggal
mereka.
1. Aspek pendidikan
Dalam perkembangan Desa Tepas Sepakat telah melaksanakan
pembangunan di segala bidang dan telah menunjukkan hasil yang tampak
nyata, diantaranya adalah pembangunan sarana dan prasarana dalam bidang
pendidikan. Desa Tepas Sepakat memiliki 9 sarana pendidikan yang terdiri dari
2 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 2 Taman Pendidikan Kanak-Kanak
(TK), 2 Sekolah Dasar (SD) dan 3 Taman Pendidikan Alqur‟an (TPA). Data
tersebut dapat ditunjuk pada tabel di bawah ini:40
Tabel 2. 3: Sarana Pendidikan Desa Tepas Sepakat41
No. Sarana Pendidikan Jumlah Pendidikan
1 PAUD 2
2 TK 2
40
Wawancara pribadi dengan Bpk. Ahmad, Kepala Desa Tepas Sepakat, Kecamatan
Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 10 April 2018. 41
Observasi, Lihat dari Arsip Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang Rea Kabupaten
Sumbawa Barat, 10 April 2018.
26
3 SD 2
4 TPA 3
Jumlah 9
Tabel 2. 4: Tingkatan Pendidikan Tahun 2017 Desa Tepas Sepakat42
No. Pendidikan terakhir Jumlah
1 SD 436
2 SMP/Sederajat 223
3 SMA/Sederajat 167
4 Akademi/D1-D3 12
5 S1 20
Jumlah 838
Pendidikan secara umum dibagi menjadi dua yaitu pendidikn formal dan
pendidikan non formal. Pendidikn formal meliputi pendidikan yang umum dan
resmi yaitu PAUD, TK, SD, SMP/Sederajat, dan SMA/sederajat. Pendidikan
formal sangat penting di zaman modern saat ini untuk kelangsungan hidupnya
agar tidak menjadi masyarakat yang terbelakang. Sedangkan pendidikan non
formal yaitu pendidikan yang diperoleh dengan mengikuti kursus-kursus,
pengajian atau mendengar ceramah di masjid serta membaca buku
pengetahuan. Tingkat pendidikan orang tua zaman dahulu relatif sangat rendah.
42
Observasi, Lihat dari Arsip Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang Rea Kabupaten
Sumbawa Barat, 10 April 2018.
27
Kebanyakan dari mereka hanya bisa meyelesaikan ke tingkat Sekolah Dasar
(SD) itupun bagi mereka yang mampu bersekolah, tetapi bagi mereka yang
kekurangan biaya tidak bisa belajar di sekolah formal. Pendidikan masyarakat
Desa Tepas Sepakat saat ini sudah banyak mengalami perubahan. Mayoritas
masyarakatnya bisa mengenyam pendidikan minimal tamat Sekolah Menengah
Atas (SMA) hingga ke Perguruan Tinggi.43
2. Ekonomi
Dari hasil pengamatan dan wawancara yang penulis lakukan dalam bidang
ekonomi, mata pencaharian masyarakat Desa Tepas Sepakat ada sedikit
perubahan yang terjadi. Mata pencaharian masyarakat Desa Tepas Sepakat
yang tadinya mayoritas petani, kini berubah dengan banyaknya bermunculan
tambang-tambang inkonvensional yaitu penggalian secara tradisional hasil
bumi seperti timah secara individual atau kelompok. Ada juga yang masih
bertani, menjadi pedagang, wirausaha, karyawan, maupun pegawai negeri.
Perubahan tersebut diakibatkan pola pikir dan perilaku mereka untuk menjadi
lebih baik.44
Tabel 2. 5: Mata Pencaharian Penduduk Desa Tepas Sepakat45
No. Mata Pencaharian Jumlah
1 Pertambangan 211
43
Wawancara pribadi dengan Bpk. Ahmad, Kepala Desa Tepas Sepakat, Kecamatan
Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 10 April 2018. 44
Wawancara pribadi dengan Bpk. Ahmad, Kepala Desa Tepas Sepakat, Kecamatan
Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 10 April 2018. 45
Observasi, Lihat dari Arsip Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang Rea Kabupaten
Sumbawa Barat, 10 April 2018.
28
2 Pedagang/Wirausaha 20
3 Karyawan 68
4 Pegawai Negeri Sipil 10
5 Petani 324
6 Jasa 10
Penganggur 40
Jumlah 783
Dari data mata pencaharian penduduk Desa Tepas Sepakat, Kecamatan
Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat pada tahun 2017 di atas ternyata
pertanian masih menempati tempat tertinggi. Kemudian diikuti dengan
pertambangan.
Menurut Ahmad, secara ekonomi masyarakat Desa Tepas Sepakat berada
pada tingkat menengah ke bawah. Tetapi tidak ada indikasi bahwa masyarakat
Desa Tepas Sepakat di bawah garis kemiskinan. Dan tidak ada masyarakat
Desa Tepas Sepakat yang harus menjalani kehidupan seperti mengemis,
gelandangan ataupun menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).46
3. Keadaan Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Tepas Sepakat sangat
berpegang teguh kepada tradisi gotong royong yang telah mendarah daging
46
Wawancara pribadi dengan Bpk. Ahmad, Kepala Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 10 April 2018.
29
atau yang diwariskan secara turun-menurun dari nenek moyang mereka. Dalam
berbagai acara maupun kegiatan yang sifatnya individual maupun kolektif,
seluruh masyarakat saling membantu. Sebagai contoh ketika ada hajatan yang
dalam bahasa Sumbawa dikenal dengan bakelewang, baik hanya hajatan kecil
maupun berupa pesta perkawinan, semua saling bantu-membantu dalam
pelaksanaannya.47
Ciri khas masyarakat Sumbawa pada umumnya yang sangat
mengedepankan budaya gotong royong, sehingga hal tersebut mendapatkan
perhatian dari pemerintah dan dijadikan sebagai salah satu program unggulan
dan disenangi di Kabupaten Sumbawa Barat sejak terpilihnya Bupati dan
Wakil Bupati terbaru periode 2015-2020 yang menerapkan program PDPGR
(Program Daerah Pemberdayaan Gotong Royong).48
Kehidupan masyarakat Desa Tepas Sepakat tidak mengenal perbedaan
golongan maupun status sosial. Dalam hal berinteraksi, baik dengan penduduk
asli maupun pendatang, baik dengan orang yang lebih kecil, seumuran maupun
yang lebih tua dilakukan secara sopan santun, penuh tatakrama dan sangat
mengedepankan adab. Tidak ada dalam catatan kriminal mengenai tindakan
kekerasan ataupun benturan fisik serta pemikiran yang berlatarbelakang etnis
atau golongan. 49
47
Wawancara pribadi dengan Bpk. Ahmad, Kepala Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 10 April 2018. 48
Wawancara pribadi dengan Bpk. Ahmad, Kepala Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang
Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 10 April 2018. 49
Wawancara pribadi dengan Bpk. Ahmad, Kepala Desa Tepas Sepakat, Kecamatan
Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 10 April 2018.
30
BAB III
PENGERTIAN PERKAWINAN, SEJARAH PANGANTAN
(PERKAWINAN ADAT SUMBAWA) DAN MITOLOGI KUBUR DEDARA
PITU
A. Pengertian Perkawinan
1. Perkawinan Menurut Undang-Undang
Dalam UU Perkawinan pada pasal 1 tahun 1974 menyatakan bahwa
perkawinan diartikan sebagai ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.50
Menurut R. Soetojo Prawirohamidjo, pasal 1 UU Perkawinan,
mengandung unsur:51
1. Ikatan lahir batin merupakan yang dapat melihat dan mengungkapkan adanya
hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri,
hal ini disebut sebagai hubungan formal.
2. Antara seorang pria dan seorang wanita ikatan perkawinan hanya boleh
terjadi antara seorang pria dan seorang wanita. Perkawinan seorang pria
dengan seorang pria atau antara seorang wanita dengan seorang wanita atau
seorang laki-laki dengan seorang laki-laki tidak mungkin terjadi.
3. Sebagai suami-istri Ikatan perkawinan didasarkan pada suatu perkawinan
yang sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-
Undang, baik syarat-syarat intern maupun syarat eksternnya.
50
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia (Arkola: Surabaya, 1990), h. 5.
31
4. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal. Keluarga adalah kesatuan yang terdiri ayah, ibu, anak selaku sendi
dan dasar susunan masyarakat Indonesia. Membentuk keluarga yang bahagia
erat hubungan dengan keturunan yang merupakan pula tujuan perkawinan,
sedangkan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan
kewajiban orangtua. Untuk mendapatkan hal ini, diharapkan kekekalan dalam
perkawinan, yaitu bahwa sekali orang melakukan perkawinan, tidak akan
bercerai untuk selama-lamanya, kecuali cerai karena kematian.
5. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai Negara yang berdasarkan
pancasila, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan
mempunyai hubungan erat dengan agama, kerohanian, sebagai perkawinan
bukan saja mempunyai unsur lahir batin atau jasmani, akan tetapi unsur
batin/rohani juga mempunyai perananan penting.52
Apabila mengambil makna dari arti perkawinan dalam ketentuan Undang-
Undang hukum perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, serta
bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
dan rahmah. Berdasarkan uraian di atas, kita telah memiliki pengertian tentang
hukum perkawinan adat Sumbawa serta pengertian perkawian menurut hukum
tertulis, yakni UU Perkawinan.
52
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-Undangan di Indonesia
(Surabaya: Airlangga Univesiry Press, 1986), h. 38-43.
32
Undang-undang pasal 2 ayat 1 dan dua: ayat 1 menjelaskan bahwa
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama
dan kepercayaannya itu. Ayat 2 menjelaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut perundang-undangan yang berlaku.53
2. Pengertian Perkawinan Menurut Agama Islam
Secara bahasa perkawinan atau pernikahan berasal dari kata serapan
bahasa Arab yang mempunyai makna menghimpun atau mengumpulkan. Ilmu
fikih mengenal perkawinan dalam dua kata yaitu “nikah” dan perkataan “ziwaaj”.
Kata “nikah” mempunyai arti sebenarnya (haqiqat) dan arti kiasan (majazi). Arti
sebenarnya dari kata “nikah” adalah “dham” yang berarti menghimpit, menindih
atau berkumpul. Sedangkan arti kiaasannya adalah “wathaa” yang berarti setubuh
atau “aqad” yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan.54
Adapun pernikahan secara istilah (syar‟i) adalah seorang pria mengadakan
akad dengan seorang perempuan dengan tujuan agar ia dapat istimta‟ (bercumbu)
dengan si perempuan, memperoleh keturunan dan tujuan lain yang merupakan
kemaslahatan nikah.
Akad atau ijab kabul merupakan penanda keakraban yang sempurna di
antara seorang laki-laki dan perempuan. Mereka menjadi absah untuk saling
membutuhkan, saling mencintai secara sukarela mengendalikan diri satu dengan
yang lainnya sebagai kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Keduanya harus tolong
menolong dalam membangun rumah tangga dan mewujudkan keluarga bahagia.
53
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, h. 5. 54
Adil Abdul Min‟in Abu Abbas, ketika Menikah Menjadi Piihan, terj. Gazii Sallom
(Kairo-Mesir: Maktabah al-Qur‟an, 1978), h. 33.
33
Sebagai salah satu bentuk ibadah, kesucian perkawinan perlu dijaga oleh
suami maupun istri. Oleh karena itu, sebuah perkawinan menuntut kematangan
fisik dan mental dari calon pasangan suami istri. Mereka harus memahami bahwa
menikah adalah hal sakral yang menentukan jalan hidup mereka di dunia sampai
di akhirat nanti.55
Dengan demikian, dari segi hukum, jelaslah bahwa perkawinan adalah
salah satu akad suci dan luur antara laki-laki dan perempuan yag menjadi sebab
sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan
tujuan mencapai keluarga yang tentram (sakinah), penuh kasih sayang, penuh
kebajikan dan kerelaan untuk saling menyantuni.56
Adapun syarat dan rukun perkawinan dalam hukum Islam yaitu:
a. Syarat-syarat perkawinan:57
1. Adanya persetujuan dari kedua calon suami istri dan dari wali calon
istri.
2. Beragama Islam, cukup dewasa, dan sehat pikirannya.
3. Tidak ada hubugan kekeluargaan sedarah yang terlampau dekat.
4. Tidak ada hubungan semenda.
5. Tidak ada hubungan sepersusuan.
6. Calon istri tidak terikat dalam suatu ikatan perkawinan.
b. Rukun-rukun perkawinan:58
1. Ada calon suami dan istri atau wakilnya.
55
Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Modul pembinaan Keluarga
Sakinah (Jakarta: Depag, 1995), h. 161. 56
Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), h. 62. 57
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedia Muslim (Jakarta: Darul Fallah, 2000), h. 578. 58
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedia Muslim, h. 575.
34
2. Ada wali dari calon istri atau wakilnya.
3. Ada dua orang saksi laki-laki Islam yang telah memenuhi syarat.
4. Adanya mahar.
5. Adanya ijab kabul.
B. Asal-Usul Pangantan
Sejarah perkawinan adat Sumbawa atau yang biasa disebut pangantan
sama halnya dengan perkawinan pada umumnya bahwa ia ada setua umur
manusia, tentu dalam tata dan prosesi yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinan
dan hukum adat yang berlaku. Hanya saja yang dilihat dan disaksikan dewasa ini
merupakan rangkaian tradisi dan prosesi yang dilandasi nilai-nilai luhur budaya
Sumbawa dalam sebuah falsafah “Adat Berenti Ko Syara‟, Syara‟ Berenti Ko
Kitabullah” (adat berpegang ke syariat, syariat berpedoman ke kitabullah). Nilai-
nilai keislaman membingkai peristiwa besar perkawinan tersebut dari awal hingga
akhir prosesi dalam bentuk dan tahapan materil maupun nilai-nilai simbolik di
dalamnya. 59
Falsafah “Adat Berenti Ko Syara‟, Syara‟ Berenti Ko Kitabullah” mulai
menjadi landasan dan falsafah hidup Tau Samawa pada tanggal 1 Muharram 1058
atau tanggal 30 November 1648 saat dilantiknya sultan pertama kesultanan
Sumbawa yang menjadi tonggak berdirinya kesultanan Sumbawa yakni Dewa
Mascinni yang merupakan sultan pertama kesultanan Sumbawa yang memerintah
sejak tahun 1648 hingga 1668 M. Lalu diganti oleh saudaranya Dewa Mas Gowa
yang memerintah tahun 1668-1674. Pada kepemimpinan kedua sultan tersebut
59
Wawancara pribadi dengan Bpk. Aceng, Tokoh Adat (Ano Rawi) Kabupaten Sumbawa,
pada tanggal 25 Mei 2018.
35
masih dipengaruhi paham-paham animisme, dinamisme serta kultur Hindu,
sehingga pada tahun 1674 kekuasaan Dewa Mas Gowa diambil alih oleh Dewa
Mas Bantan putra dari Dewa Mas Panghulu, saudari dari kedua sultan tersebut.
Pada masa sultan Dewa Mas Bantan barulah pemurnian dari seluruh ajaran dan
nilai-nilai Islam guna menjadi landasan dalam kehidupan dan adat-istiadat.60
Dengan mengikuti perkembangan sejarahnya, adat istiadat yang hidup di
kalangan masyarakat Sumbawa merupakan campuran dari adat-istiadat Jawa dan
Makasar (Bugis). Pengaruh suku Jawa dilatarbelakangi oleh adanya kerajaan
Majapahit sekitar tahun 1331 M yang dibawa oleh dinasti Dewa Batara Sukin atau
Dewa Awan Kuning dan penguasaan Majapahit atas Taliwang, Seran dan Utan,
yang ditaklukkan oleh Patih Gaja Mada. Dari penaklukkan tersebut tentu
membawa adat-istiadatnya, maka peradaban Jawa melakukan penetrasi ke
Sumbawa Barat. pengaruh peradaban Jawa yang menurut sisa-sisa yang masih
bisa didapati misalnya adat “biso tian” yakni selamatan tujuh bulan kehamilan
istri, dikenal dalam adat Jawa dengan istilah “tingkep” atau “mitoni”.61
Di samping itu, Pengaruh suku Bugis (Makasar) di tanah Sumbawa
dibawa oleh Kerajaan Goa Sultan Alauddin tahun 1623 M. Dengan hubungan
perkawinan dan perpindahan anak anak raja dari Bugis ke Sumbawa turut
mewarnai adat-istiadat Sumbawa terutama di kalangan raja-raja dan kaum
bangsawan, sehingga anak raja sebelum berumah tangga bergelar “Daeng” dan
setelah menikah bergelar “Datu”. Dalam berpakaian, baik dalam pakaian sehari-
hari, terlebih-lebih pakaian kebesaran raja dan para menteri serba Bugis. Hiasan-
60
Wawancara pribadi dengan Bpk. Aceng, Tokoh Adat (Ano Rawi) Kabupaten Sumbawa,
pada tanggal 25 Mei 2018. 61
Lalu Mantja, Sumbawa Pada Masa Dulu (Surabaya: Rinta Surabaya, 1984), h. 16.
36
hiasan baik laki-laki maupun perempuan dalam acara perayaan pengantin serupa
dengan adat-istiadat Bugis.62
Pengantin laki-laki pada kepalanya diletakkan hiasan yang dinamakan
“pasigar”. Badanya berselempang emas yang disebut “simbangan”. Lengannya di
atas siku dihiasi dengan emas berbentuk burung dinamakan “ponto”. Pada ikat
pinggangnya yang dinamakan “pending” diselipkan keris dengan ujung sarungnya
dikeluarkan lebih ke sebelah kiri dan tergantung hiasan yang dinamakan “mayil”.
Pada pingganya dibelitkan selubung kain yang dinamakan “tope”.
Pengantin perempuan kepalanya disarungkan dengan hiasan bernama
“jamang” atau “sua” dengan jumbainya disebut “bunye”. Pakaiannya baju lengan
pendek dan di dadanya di atas baju bergelantungan perhiasan emas yang disebut
“kalung”. Ujung jempol tangan kanannya diberi bersarung kuku panjang yang
terbuat dari emas, sedangkan jari-jemari tangannya sebagaimana juga halnya
dengan pengantin laki-laki dihiaskan dengan cincin emas. Lengan bagian atas
dihiasi dengan “kilap bahu”, sedangkan di bawah siku hingga pergelangan dengan
hiasan bersusun tiga yaitu “panto, kelaru, panto”. Anting-antinya bernama
“bengkar tarowe”. Cara bersandingnya sama dengan pengantin-pengantin di
daerah Sulawesi. Mereka diapit oleh anak laki-laki dan perempuan yang
dinamakan “tode rabawa”, yaitu yang membawa ketam, pajula dan cere.
Disamping tode rawa ada orang tua atau wali dari kedua pengantin tersebut yang
dinamakan “inang pangasuh” atau “inang paraja”.63
62
Lalu Mantja, Sumbawa Pada Masa Dulu, h. 17 63
Lalu Mantja, Sumbawa Pada Masa Dulu, h.17.
37
Lebih dalam lagi, ketika Sultan Sumbawa ke 17, Sultan Muhamad
Kaharuddin IV menjelaskan bahwa falsafah “adat berenti ko syara‟, syara‟
berenti ko kitabullah” merupakan pegangan atau pedoman masyarakat Sumbawa
dalam kehidupan sehari-hari. Pembahasan tentang rumusan falsafah tersebut telah
menghantarkan masyarakat Tau Samawa untuk selalu berfikir dan bersikap dalam
suatu frame yang senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai ke-Samawa-an yang teramat
mulia, berupa nilai yang bersumber syara‟ dan kitabullah.
Nilai-nilai tersebut tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan
hidup masyarakat itu sendiri. Etnik Samawa yang secara administratif pada dua
wilayah (Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat) dengan segala eksistensinya,
telah tampil dengan karakteristik dan kekayaan adat istiadat yang diakui telah
menjelma menjadi bagian penting dari pola dan prilaku sebagai Tau Samawa.64
C. Prosesi Pangantan
Perkawinaan menurut hukum adat Sumbawa merupakan suatu ikatan
antara pria dengan wanita sebagai suami-istri untuk mendapatkan keturunan dan
membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga. Dalam
melangsungkan perkawinan, masyarakat Sumbawa khususnya di bagian barat
Pulau Sumbawa memilik presesi yang begitu panjang sebelum sah di mata agama
khususnya Islam dan melibatkan sebagian besar anggota keluarga dan kerabat
dekat dari pihak istri dan dari pihak suami dalam membantu prosesi perkawinan
adat Sumbawa atau yang dikenal dengan istilah pengantan, diantaranya adalah:
1. Bajajak
64
Tim Penyusun Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) Ano Rawi Dewan Pendidikan
Kabupaten Sumbawa Barat, Pasanotang: Tananang Boat Iwet Mate Telas Tau Samawa
(Yogyakarta: CV. Arti Bumi Intaran, 2016), h. xv.
38
Jika jejaka ingin berumah tangga kemudian ingin mempersunting
seorang gadis maka sebelum resmi meminang, biasanya pihak keluarganya perlu
mengetahui perihal gadis tersebut. Proses pendekatan untuk mengetahui dan
mengenal si gadis lebih mendalam, baik dari sisi agama, keluarga, kepribadian,
keterampilan, maupun kesungguhan hati si gadis untuk berumah tangga ini
disebut Bajajak. Biasanya kerabat dekat dari jejaka, diutus untuk bertandang ke
rumah si gadis dalam ragka pengenalan. Di samping itu juga, mencari informasi
dari lingkungan sekitar tempat tinggal si gadis. Bajajak dilakukan di luar konteks
perjodohan di mana si gadis bukan dari kerabat dekat atau tidak tinggal di
kampung yang sama.65
2. Tama Bakatoan
Tahap ini dilaksanakan oleh tim kecil yang telah ditentukan, biasanya
terdiri dari sanak keluarga yang dituakan serta tokoh masyarakat yang dihormati.
Mendahului tim ini, dikirim seorang utusan untuk memberitahuakan orang tua si
gadis bahwa akan ada yang datang bakatoan. Bakatoan baru dilaksanakan apabila
kedua belah pihak telah benar-benar siap, juga ada kesempatan bagi orang tua si
gadis untuk bertanya kepada si gadis serta rembuk keluarga.
Bakatoan dilakukan dengan cara kekeluargaan, saling menghargai dan
tanpa intimidasi. Apabila pinangan diterima, maka diikat secara simbolis dengan
penyerahan barang berharga dari pihak laki-laki. Jika orang tua si gadis menolak
65
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Sumbawa: Kantor Pariwisata Kabupaten Sumbawa, 2016), h. 188.
39
karena suatu pertimbangan tertentu, maka hal itu akan disampaikan dengan cara
yang baik beserta alasannya.66
3. Basaputes
Tahap selanjutnya, jika pinangan diterima adalah basaputis yaitu
musyawarah antara kedua belah pihak untuk membicarakan seluruh hal yang
berkaitan dengan rencana pelaksanaan acara perkawinan. Sesuai adat Tau
Samawa bahwa pihak perempuan yang menjadi pemangku atau tuan rumah
upacara perkawinan. Maka pada saat basaputis ini disampaikan segala keperluan-
keperluan yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki yang dalam bahasa Samawa
pamako‟ atau mako‟. Mako‟ tergantung permintaan dari keluarga pihak
perempuan, dengan uang senilai bisa membayar segala keperluan pernikahan, mas
minimal 1 gram serta seekor kerbau atau sapi dan dengan sepetak sawah sebagai
mahar adat.
Dalam bahasa Sumbawa “Apa rungan sia? Beling bapak sebai, i jawab
leng keluarga selaki: rungan balong ti. Sa sate tu selaung anu nerap na tu seputes
mo. Beling bapak sebai: pia na sia pako kami? I jawab leng keluarga selaki: ka
biasa kami dunu so meni 200 kg, gula mira 25 tures, kebo uet sai ke bangkat
seruang” (bagaimana kabarnya pak? Tanya ayah perempuan. Jawab keluarga laki-
laki: kabar baik pak. Ada hal yang ingin saya sampaikan terkait yang sudah kita
bicarakan kemarin. Ayah perempuan kembali bertanya: berapa pemako‟ yang
bapak bisa? Jawab keluarga laki-laki: seperti yang sudah keluarga kami lakukan
66
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat, h. 188.
40
dari dulu itu yakni beras 200 kg, gula mira 25 tures, kerbau uet satu dan khusus
satu petak sawah).67
Bila pamako‟ ini tidak disanggupi karena keterbatasan kemampuan maka
pihak laki-laki boleh meminta untuk dikurangi, di sini terjadi tawar-menawar
yang akan menentukan seperti apa bentuk acara, apakah dilaksanakan secara
besar-besaran atau sederhana. Pada saat ini pula ditetapkan kapan waktu yang
tepat untuk melangsungkan acara-acara adat selanjutnya. Dalam perhitungan
penetapan waktu yang tepat, maka dalam hal ini keterlibatan sandro atau dukun
sangat diperlukan namun tetap mempertimbangkan keinginan dari pihak laki-laki
dan perempuan.68
4. Bada‟
Bada‟ dilakukan pada waktu subuh hari sebagai awal kehidupan makhluk,
dimana calon mempelai wanita dibangunkan dari tidur kemudian kepadanya
disampaikan pesan bahwa akan dinikahkan dengan seorang lelaki yang dalam
bahasa Sumbawa “mulai ano sa na manta mu les tama bale apa na ku sebale para
kau ke si A anak si B” “(malai hari ini, jangan sampai kamu keluar masuk rumah
karena akan ku nikahkan kamu dengan si A anak si B)”. Calon mempelai wanita
biasanya menangis karena perasaan hatinya yang bercampur aduk antara bahagia
akan bersanding dengan kekasih pilihan hati dan rasa sedih akan berpisah dengan
keluarganya. Tangis ini biasanya ditingkahi dengan suara baguntung atau gonteng
67
Wawancara pribadi dengan Bpk. Abu Bakar, Sesepuh Adat Desa Tepas Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 12 April 2018 68
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Sumbawa: Kantor Pariwisata Kabupaten Sumbawa, 2016), h. 188.
41
rontong juga gong genang sebagai bentuk proklamasi kepada seluruh masyarakat
bahwa akan ada seorang gadis yang akan dinikahkan.69
5. Rapat Keluarga
Rapat keluarga adalah berkumpulnya keluarga dan kerabat dekat pihak
keluarga calon pengantin laki-laki guna membahas segala keperluan prosesi
perkawinan. dulu, rapat keluarga belum ada dan belum menjadi bagian dari
prosesi perkawinan adat Sumbawa Barat seperti konteks saat ini. Kalaupun ada
paling hanya keluarga dekat dalam lingkup kecil yang diajak berkontribusi
memberikan bantuan kepada keluarga yang hajatan. Memberikan informasi
kepada keluarga yang lain adalah ayah atau keluarga dari pihak laki-laki itu
sendiri. Bisa juga menyuruh “nde‟ pesila‟” orang yang dipercayai.70
Tahun 1993, ketika anak dari Bapak Endong dan Ibu Embang atau
sepupu dari Jafar Idris akan melakukan pernikahan, Jafar Idris memberikan
pendapat kepada Bapak Endong agar segala keperluan terkait dengan pernikahan
tersebut bisa terpenuhi agar dibuatkan undangan resmi kepada keluarga dan
kerabat. Kala itu, undangan pertama kali ditulis sendri secara manual di kertas
dengan bolpoint. Undangan tersebut diedarkan kepada keluarga, kerabat dan
sahabat dalam ruang lingkup yang cukup besar. Ketika rapat keluarga
berlangsung, Jafar Idris membicarakan isi atau maksud dari rapat keluarga
tersebut, bahwa rapat keluarga ini dengan maksud dan tujan setiap yang hadir
pada waktu itu bisa menyumbangkan satu ekor ayam atau dengan uang minimal
69
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat, h. 188. 70
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April 2018.
42
sebesar Rp 3.000 (tiga ribu rupiah). Seiring berjalan waktu, konsep rapat keluarga
semakin berkembang. Konsep nya lebih formal, terdapat susunan kepanitiaan,
susunan acara, undangan yang dibuat pun lebih canggih yakni dengan alat
teknologi. Dulu, rapat keluarga yang diaadakan hanya dari pihak laki-laki tapi
sekarang pihak perempuan pun mengadakan acara rapat keluarga. Yang
menyumbang saat ini tidak hanya ayam atau uang melainkan ada yang
menyumbang berbagai macam sembako dan lain lain sebagainya.71
6. Sorong Serah
Sorong Serah atau nyorong adalah serangkaian upacara adat
menghantarkan atau menyerahkan panyorong berupa barang-barang dari pihak
laki-laki kepada pihak mempelai perempuan. Panyorong adalah semua
kelengkapan baik barang, perhiasan, uang dan mahar adat yang telah disepakati
pada acara basaputis yang akan dipergunakan untuk pelaksanaan tokal basai
(resepsi) dan untuk keperluan pasangan suami isteri dalam memulai hidup
berumah tangga.72
Dalam perjalanan menuju kediaman calon pengantin perempuan,
rombongan pihak laki-laki dengan semangat dan suka cita belamar basoan
membawa barang dengan diiringi ratib rebana ode.73
Sebelum memasuki
kediaman calon pengantin perempuan, rombongan nyorong disambut dengan
71
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April 2018. 72
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat, h. 189. 73
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat, h. 189.
43
atraksi toto rantok sebagai pemberitahuan kepada seluruh pihak keluarga tuan
rumah bahwa tamu yang ditunggu telah tiba.
Untuk dapat memasuki kediaman calon pengantin perempuan, rombongan
nyorong harus melewati pintu masuk yang disebut lawang rare. Rombongan laki-
laki tidak diizinkan masuk tanpa melantunkan lawas sebagai kunci membuka
pintu. Di sini syair-syair Tau Samawa yang dikenal dengan sebutan lawas
dilantunkan oleh kedua belah pihak (rabalas lawas). Dibukakanlah lawang rare
dan dilanjutkan dengan serah terima secara simbolis panyorong berupa pipis
belanya (uang belanja), isi peti, isi lemari, dan perlengkapan kamar.
7. Bakengkam
“Montok mesa ning bale sebai” (duduk sendirian di rumah calon
pengantin perempuan). Setelah solat ashar keluarga besar laki-laki dan perempuan
ngiring/beserame (berkumpul) dengan membawa salah satu musik tradisional
yakni rabana ode. Paling depan rombongan dipandu oleh sandro dengan
membawa berang ode (golok) sambil menca‟ (atraksi). Menjelang magrib rabana
ode dimainkan, dan ketika calon pengantin menginjakkan kaki di rumah
mempelai perempuan maka sontak salah seorang dari mempelai perempuan
melakukan ser pipes bongkang ke meni kuning (melempar uang logam yang
berlubang dan beras berwarna kuning). Sekitar pukul delapan malam sandro
bertugas mengelilingi kedua calon pengantin supaya terhindar dari makhluk
halus.74
8. Barodak
74
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat, h. 189.
44
Barodak atau luluran dilakukan menjelang hari pernikahan dalam rangka
pembersihan diri secara lahir dan batin. Adapun tujuannya adalah untuk
membersihkan kotoran yang melekat dalam tubuh, mengangkat sel kulit mati,
membuka pori-pori kulit supaya kulit menjadi bersih, halus dan bersinar di saat
hari resepsi kedua mempelai nantinya.
Dalam prosesi barodak, inaq odak berperan sangat penting sebagai
pemangku adat, bertanggung jawab dalam pelaksanaan serta menyiapkan semua
alat dan bahan acara barodak dari awal dibuka hingga ditutup. Selain menyiapkan
semua alat dan bahan odak, perlu diperhatikan pula ada berapa baing odak yang
terdiri dari kaum ibu-ibu yang akan barodak atau meluluri kedua calon mempelai.
Baing odak ini jumlahnya bisa tujuh, sembilan, atau sebelas orang berdasarkan
kesepakatan inaq odak dan keluarga mempelai. Sebelum mulai, sisin kawin
diletakkan di balik lidah masing-masing calon mempelai, inaq odak mulai
menyalakan lilin, api ramben, dan dila malam. Prosesi barodak akan segera
dimulai jika semua persiapan dirasa cukup oleh inaq odak.75
Pembukaan prosesi barodak ditandai dengan alunan musik gong genang
yang dibawakan oleh grup rateb rebana. Seiring berjalannya musik gong genang,
disaat bersamaan mulailah inaq odak mempersilakan pemandu odaq mulai
meluluri pengantan salaki dengan barodak bagian rua (wajah) terlebih dahulu.
Barodak rua „wajah‟ dimulai dari bawah menuju ke atas sebanyak tiga kali.
Beranjak dari mengusap wajah, diteruskan dengan barodak kedua tangan yaitu
mulai dari ima kanan (tangan kanan) dengan arah dari bawah menuju ke atas
75
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 122.
45
setelah itu ima kiri (tangan kiri) pun dengan arah yang sama. Terkhir dilakukan
setelah itu adalah rapancar, yaitu masuk ke dalam cindroang untuk mengawali
atau membuka barodak. Pemandu odak mengawali dengan mengitari kepala
pangantan salaki dengan sisir, silet, dan kesena sebanyak tiga putaran dimulai
dari arah kanan. Setelah itu, Pemandu odak akan badaet yaitu menguris alis dan
rambut dengan silet, kemudian menyisirnya dengan sisir barulah kemudian
melekatkan racikan daun pancar pada kuku tangan dimulai dari ima numpu (ibu
jari tangan) bagian kanan. Pengantan sabai juga mendapatkan perlakuan yang
sama, mulai dari memutari dengan sisir, silet, dan kesena sebanyak tiga putaran
sampai dengan rapancar. Sebelum beranjak ke tempat semula, pemandu odak
membersihkan tangan lalu menyalami wali pangantan sabai dan wali pangantan
salaki secara bergantian. Selama proses berlangsung sesekali inaq odak akan
menyebarkan beteq ke arah pengantan.76
Tahap selanjutnya barodak dilakukan oleh baing odak secara bergantian
satu persatu, biasanya dimulai dari orang yang paling dituakan. Catatan penting di
sini bahwa orang orang yang ditunjuk merupakan orang yang dihormati, disegani,
tokoh masyarakat atau dituakan dan merupakan perwakilan keluarga masing-
masing pangantan. Baing odak hanya akan melakukan tiga tahapan barodak yaitu
odaq rua, odak ima, dan rapancar sama seperti yang dilakukan pemandu odaq
sebelumnya, kemudian mencuci dan membersihkan tangan lalu menyalami wali
pengantan sabai dan wali pangantan salaki.77
76
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 123. 77
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 123.
46
Setelah semua baing odak telah selesai, kini giliran inaq odak yang akan
menyempurnakan odaq, meratakan odak rua dan odaq ima, dan melengkapi
pancar pada semua jari-jari tangan pangantan. Selanjutnya, penutupan barodak
dilakukan kembali oleh pemandu odak dengan mengitari kedua pangantan dengan
lilin yang sebelumnya telah diletakkan di dalam baku keraeng dan ditimbun
dengan loto. Pemandu odak akan mengitarikan lilin pada kedua pangantan yang
saling berhadapan sebanyak tiga kali dimulai dari arah kanan, lalu lilin tersebut
harus ditiup secara bersama oleh pangantan. Loto di dalam baku keraeng akan
diambil satu atau dua butir oleh pemandu odak dan ditempelkan pada masing-
masing tataq (kening) pangantan. Sementara itu inaq odaq akan mempersiapkan
songkol dan telor kelaq pada dua sendok, kemudian diberikan kepada pangantan
dan harus dimakan dengan cara saling siap (saling menyuapi). Saling siap
merupakan proses terkhir yang sekaligus menutup acara barodak.
Buah-buahan akan dibagikan kepada ibu ibu yang hadir. Alunan musik
gong genang akan terus terdengar sampai para tamu telah beranjak meninggalkan
tempat acara. Pangantan tidak disarankan untuk menghapus odaq dan pancar,
hasil odak dan pancar akan dibiarkan sampai besok pagi. Odak dan pancar akan
dibersihkan saat mani sentek aiq siwaq yaitu mandi sebelum akad yang dipandu
oleh inaq odak, inaq odak akan meluluri dengan lulur loto kemudian memandikan
pangantan. Setelah mani sentek aiq siwaq telah selesai barulah dilakukan
persiapan akad nikah.78
78
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 123.
47
Adapun adab-adab atau tata cara barodak yang harus diperhatikan:79
1. Perlu tu paham bahwa barodak nan salah sai proses boat pangantan, bahwa
pangantan kamo tama pang dalam kengkam. Tegas kengkam nan yanansi
pangantan nan nopoka halal ya peram dunung, no turen tana‟, no lis pang
dalam bale. (perlu dipahami bahwa barodak itu salah satu dari prosesi
pangantan setelah proses kengkam. Maksud dari kengkam adalah sebelum halal
harus berdiam diri di dalam rumah dan tidak boleh keluar rumah)
2. Tata cara barodak ade sebenar yanansi beseka‟ barodak calon pangantan
salaki ke calon pangantan swai. (Tata cara barodak sebenarnya harus pisah
antara calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan )
3. Calon pangantan salaki pang bale nya, nan si luk calon pangantan sawai pang
bale nya diri. (Calon pengantin laki-laki barodak di rumahnya, begitupun calon
pengantin perempuan barodak di rumah sendiri).
4. No bau sekali-kali tu sasai kamar tau ka sudah barodak, sebab nopoka halal
nopoka akad nikah. (tidak bisa seskali pun kamar antara kedua calon pengantin
disatukan dikarenakan belum halal)
5. Calon pangantan sawai ke calon pengantan salaki haram hukum lamin basai
kamar ka sudah barodak, kecuali kamo nikah dunung. (calon pengantin
perempuan dan calon pengantin laki-laki haram hukumnya ketika disatukan
dalam satu kamar setelah barodak, kecuali telah nikah).
79
Tim Penyusun Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) Ano Rawi Dewan Pendidikan
Kabupaten Sumbawa Barat, Pasanotang: Tananang Boat Iwet Mate Telas Tau Samawa
(Yogyakarta: CV. Arti Bumi Intaran, 2016), h. 73.
48
6. Barodak ta tegas na,tu paning apis, tu seme‟ ke odak atau tu bedak calon
pangantan kenang bedak asli Samawa. (Barodak itu maksudnya adalah
dimandikan, dihias dengan odak atau bedak tradisional Tau Samawa).
7. Peno tau keliru ya sangka odak ta tanda halal mo basai kamar calon
pangantan. (Banyak sekali masyarakat yang keliru bahwa barodak adalah
tanda halal kemudian bisa tinggal dalam satu kamar).
8. Tujuan tau pangantan ma ya dapat senap semu bale para kewa ridho Allah
Swt. (Tujuan manusia melangsungkan pernikahan atau perkawinan supaya
rumah tangga mendapatkan ridho dari Allah Swt.)
9. Jadi tu samula bale para nan kawa suci ade basingin akad nikah. (Untuk
mengawali rumah tangga dengan keadaan suci yakni melalui akad nikah).
10. Pang acara tu barodak, tu sanonda niat tu ngeneng ke ade alis, jin atawa roh
nenek moyang, ma rusak iman kita. (Dalam prosesi barodak, dijauhkan dari
niat meminta sesuatu kepada makhluk halus, jin atau roh nenek moyang,
karena akan merusak iman).
Tabel 4. 1: Kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
pada prosesi barodak
No. Leksikon Glos
1 Bagenang Memainkan musik tradisionl
Sumbawa yang terdiri dari alat
musik gong, genang, dan lole/
serune
49
2 Barodak Berlulur
3 Rapancar Mewarnai kuku/ memerahkan kuku
4 Badaet Merapikan bulu alis
5 Putar sisir, silet ke kasena Memutari dengan sisir, silet, dan
cermin disekitar kepala masing-
masing calon mempelai laki-laki dan
perempuan
6 Sor beteq Menyebarkan beras berwarna
kuning, hijau, dan merah yang telah
disangrai
7 Putar lilin Memutari lilin disekitar kepala calon
mempelai lakilaki dan perempuan‟
8 Tiup lilin Kedua calon mempelai meniup lilin
secara bersama-sama
9 Saling siap Kedua mempelai saling menyuapi
songkol dan telur kela‟
10 Sume sisin Cincin pernikahan yang
harusdisembunyikan di bawah lidah
kedua calon mempelai
Tabel 4. 2: Benda-benda hasil karya manusia dalam prosesi barodak
50
No. Leksikon Glos
1 Odaq Lulur yang terbuat dari beras ketan
yang digiling halus ditambah
beberapa macam bahan lain seperti
don nangka,don ganista, kemang
rampai, dll
2 Don nangka Daun nangka
3 Don ganista Daun ganista (tumbuhan khas
sumbawa)
4 Don balik sumpa Daun balik sumpah, (khas
sumbawa)
5 Babak bage Kulit pohon asam
6 Babak kayu jawa Kulit kayu jawa
7 Kemang rampe Bunga rampai
8 Pancar Pewarna kuku yang menghasilkan
warna merah terbuat dari daun inai
yang ditumbuk halus
9 Beteq Beras berwarna kuning, hijau , dan
merah yang disangrai
51
10 Me lege Nasi ketan
11 Telor kelaq Telur rebus
12 Silet Silet
13 Sisir Sisir
14 Kesena Cermin
15 Kampu Kotak tempat cermin
16 Cindroang Kelambu tempat duduk khusus
pasangan pengantin
17 Payung gantong Payung berwarna hitam yang
digantung di atas dalam cindroan
18 Tipar peserok Tikar sebagai alas duduk mempelai
di dalam cindroang (kelambu
pengantan)
19 Galang Bantal
20 Lilin Lilin
21 Baku keraeng Wadah tradisional berbentuk kubus
yang terbuat dari anyaman lontar
sebagai wadah 7 lilin
22 Minyak mandar Minyak yang terbuat dari nyur lala
52
dan pusuk jati
23 Nyur lala Kelapa yang diolah menjadi minyak
(minyak kelapa) bahan minyak
mandar
24 Pusuk jati Pucuk pohon jati (bahan minyak
mandar)
25 Sisin kawin Cincin kawin
26 Buah-buahan Buah-buahan
27 Gong Gong
28 Genang Gendang tradisional dari Sumbawa
29 Loleq/Serune Alat musik tiup tradisional
Sumbawa serupa suling yang
terbuat dari daun lontar
30 Nyur udaq Kelapa muda
31 Kreq alang Kain khas Sumbawa
32 Lamung adat Baju adat Sumbawa
33 Pabasa alang Selendang songket / selempang
pengantin laki-laki
34 Lamung pene Baju pengantin wanit
53
35 Pending perak Ikat pinggang pengantin wanita
36 Sapu to‟a Sapu tangan yang disampirkan pada
bahu kiri pengantin wanita
37 gelang Gelang tangan pengantin wanita
38 Koari/ kemang tonang sebai Aksesoris yang melingkar di leher
dikenakan pengantin wanita
39 Kemang goyang Aksesoris wanita yang dikenakan di
kepala seperti mahkota
40 Selempang selaki Kain selempang panjang yang
melingkari bahu sampai pinggang
dikenakan oleh pengantin laki-laki
41 Sapu tobo Penutup kepala pengantin laki-laki
42 Tare Nampan yang memiliki kaki
penyanggah dan terbuat dari
kuningan
43 Pemongka tanaq Kuali yang terbuat dari tanah liat
44 Ai pekotak Kobokan
45 Kre puti kain putih
46 Pipis bongkang Uang logam yang berlubang di
54
tengah-tengahnya
47 Wali pengantan selaki Wali pengantin laki-laki (bisa ibu
/saudara perempuan/ yang mewakili
dari pengantin laki-laki)
48 Wali pengantan sebai Wali penganti wanita (bisa ibu
/saudara perempuan/ yang mewakili
dari pengantin wanita)
49 Inaq odaq Pengampu prosesi barodak
50 Pembuka odaq Tetuah yang dipercayakan untuk
mengawali dan menutup prosesi
barodak
51 Grup ratib rebana Pemain musik gong genang
52 44 macam kemang 44 jenis bunga seperti mawar,
melati, kamboja, dan lain-lain‟
(bahan odaq)
53 Jontal bentuk kipas ke ular Anyaman dari daun lontar yang
dibuat bentuk kipas dan ular
54 Cinde Benang 7 warna (hitam, putih,
ungu, biru, hijau, merah, dan
kuning)
55
55 Songkol Beras ketan 3 warna
56 Sampar umpu Kain lapis 3 warna (hijau, merah,
dan hitam)
57 Dila malam Sulur dari buah jarak dicampur
bunga keling kemudian dililit
dengan kayu
58 Api ramben(dupa, don bawang
puti, bawang mira)
Dupa, daun bawang putih, dan
bawang merah dibakar di dalam
pemongka tanaq
9. Ete Ling
Sebelum akad nikah, dua orang petugas dari KUA (Kantor Urusan
Agama) atas permintaan orang tua wanita untuk meminta jawaban secara resmi
apakah ia sudah siap untuk dinikahkan dengan calon pengantin pria. Bila iya,
maka si gadis menyampaikan ucapan atau pernyataan (ling) kepada orang tua,
setelah itu dirundingkan apakah akad nikah nanti akan dilaksanakan sendiri oleh
ayahnya atau diwakilkan.80
10. Nikah
Akad nikah merupakan inti dari seluruh rangkaian upacara perkawinan
dimana bapak kandung atau wali menikahkan putrinya sesuai syariat agama Islam
kepada calon suaminya untuk mengesahkan mereka sebagai pasangan suami isteri
80
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat, h. 191.
56
dalam menjalani kehidupan baru atau berumah tangga. Pada saat ini diundang
tokoh-tokoh agama dan masyarakat untuk menyaksikan terjalinnya ikatan yang
kuat dan suci ini.81
11. Tokal Basai (Resepsi)
Resepsi dilaksanakan bila kedua belah pihak sepakat, tapi bila keadaan
tidak memungkinkan biasanya resepsi ini tidak dilaksanakan. Resepsi pernikahan
bertujuan untuk memeriahkan pernikahan sebagai wujud rasa syukur dan
kebahagiaan juga sekaligus sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa
kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri.
Pada saat resepsi ini kedua belah pihak menyampaikan rasa syukur dan
kebahagiaan mereka serta ucapan terima kasih kepada masyarakat yang telah
membantu terlaksananya seluruh rangkaian proses perkawinan. Dalam acara ini
disampaikan pula nasehat perkawinan kepada pasangan raja dan ratu sejati ini
melalui puisi-puisi lisan tradisional (lawas) yang berisi pesan-pesan terselubung
yang sukar dilupakan oleh kedua mempelai.82
Resepsi perkawinan Tau Samawa ini memiliki ciri khas yang cukup
berbeda dengan tradisi perkawinan daerah-daerah lainnya. Perayaan resepsi ini
waktu yang ditentukan ada dua pilihan yakni di pagi hari pukul 08.00-11.00
WITA atau pada waktu malam hari pukul 19.00-22.00 WITA tergantung arahan
dari sandro atau tokoh yang dihormati dan dituakan. Perbedaan kedua waktu itu
yang paling kelihatan adalah di bagian konsumsi, malam hari disediakan kue-kue
81
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat, h. 191. 82
Tim Penyusuun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat, h. 191.
57
yang diisi dalam kotak sedangkan apabila resepsinya diselenggarakan di pagi hari
maka pihak acara akan menyiapkan makan siang baik dalam bentuk prasmanan
ataupun nasi kotak ditambah dengan kue-kue yang sudah diwadahi dalam kotak
yang akan dibagikan satu per satu kepada para tamu undangan. Dalam penyediaan
makanan ringan dan makanan berat semua itu dibuat oleh tangan sendiri para
kaum hawa dengan sistem gotong royong yang disebut bakalewang.83
Dalam pembuatan dekorasi di acara resepsi pernikahan ini, Tau Samawa
tak lepas dari sistem gotong royong. Surat undangan yang disebarkan misalkan
jumlahnya 500-1000 orang atau bahkan lebih maka kursi yang disiapkan juga
sesuai jumlah undangan yang tersebar. Untuk menyiapkan kursi sebanyak itu
maka kerabat dekat bekerja sama dengan aparat desa setempat. Biasanya
keperluan kursi sudah tersedia di masing-masing RT (Rukun Tetangga)dan tenda-
tenda di kantor desa tinggal masyarakat bahu-membahu membawa ke lapangan
sepak bola atau pekarangan yang lumayan luas tergantung tempat yang ditentukan
oleh pihak keluarga. Biasanya tempat yang paling banyak digunakan ialah
lapangan sepak bola.84
Hadirin tamu undangan dan sanak keluarga secara bergiliran menyalami
dan memberikan do‟a restu kepada kedua mempela. Pada acara ini juga
dilaksanakan tradisi barupa/upa yaitu memberikan uang kepada kedua mempelai
oleh hadirin yang datang. Tradisi barupa telah dimaknai secara lebih luas, upa
yang diberikan tidak hanya dalam bentuk uang melainkan bisa berbentuk kado.
83
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April 2018. 84
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April 2018.
58
Setelah prosesi perkawinan telah usai kedua mempelai kembali ke rumah
hajatan (rumah mempelai perempuan). Kerabat dekat kedua mempelai bahu-
membahu membenahi barang-barang yang telah digunakan sebagai dekorasi acara
perkawinan. Apabila resepsi perkawinan di pagi hari maka langsung dibereskan,
tapi jika acaranya di malam hari, maka akan dibereskan keesokan hari di waktu
pagi. Setelah semua alat peragaan dan barang-barang telah dikondisikan ke tempat
masing-masing maka masyarakat yang ikut membantu mendatangi rumah hajatan,
maka pihak keluarga akan menyiapkan berbagai menu makanan sebagai bentuk
terimakasih dan ucapan rasa syukur.85
D. Mitos Dedara Pitu dalam Tradisi Perkawinan Adat Sumbawa Barat
Konon pada zaman penjajahan Belanda sekitar abad 18/19 di lingkungan
Samper yang saat ini menjadi Desa Tepas hiduplah sebuah keluarga yang dikenal
dengan bahasa setempat “Dadara Pitu”. Dalam kamus bahasa Sumbawa Dadara
Pitu terdiri dari dua kata yakni Dadara dan Pitu. Dadara artinya gadis86
, dan Pitu
artinya tujuh87
. Sehingga Dadara Pitu berarti tujuh perempuan yang masih gadis.
Menurut Abu Bakar atau yang akrab disapa dengan nama panggilan Abu
Dea Ande menuturkan bahwa menceritakan tentang profil Dadara Pitu amatlah
susah, mulai dari siapa nama satu persatu dari ketujuh gadis tersebut, umurnya
berapa, jarak usia dari saudara yang satu ke yang lain berapa, nama ayah ibunya
siapa, letak titik rumahnya di mana, bahkan agama yang mereka anut pun tidak
ada yang tahu. Hanya saja, yang berekembang dan dikenal oleh masyarakat bahwa
85
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April 2018. 86
Tim Penyusun, kamus Samawa Indonesia (Mataram: Kantor Bahasa Nusa Tenggara
Barat, 2017), Ed. 2, Cet. 3, h. 30. 87
Tim Penyusun, kamus Samawa Indonesia, h. 101.
59
Dedara Pitu adalah para putri cantik anak dari keluarga yang terpandang dan kaya
raya berasal dari Empang, Pelampang Sumbawa Besar yang merantau ke
kampung Samper atau Desa Tepas saat ini. Oleh sebab itu, hal tersebutlah yang
membuat para pemuda di kampung Samper dan di kampung-kampung sekitaranya
banyak yang jatuh hati dan ingin meminang siapapun dari ke-tujuh gadis cantik
tersebut.88
Kisah Dedara Pitu terbilang cukup langka, unik dan variatif. Pertama,
menurut Syamsuddin Aswin, bahwa, kala itu, orang tua Dedara Pitu mempunyai
tanah dan persawahan dengan luas hektaran. Satu petak sawah luasnya rata-rata
dua hektar. Notabonenya yang ditanam adalah padi. Mencari tenaga menanam
padi atau buruh tani sangat susah, dikarenakan jumlah penduduk yang masih
relatif sedikit. Akhirnya orang tua Dedara Pitu mengadakan sayembara ke sumua
desa. Sayembara tersebut berisikan bahwa bagi sipapun yang berhasil
menyelesaikan tugas menanam padi dengan tepat waktu akan dihadiahkan tujuh
gadis cantik atau Dedara Pitu sebagai istri. Syarat dan ketentuan berlaku, yakni
satu orang harus bisa menanam padi satu pemuda satu petakan sawah dan ketika
sedang menanam harus nunduk sampai selesai.89
Kala itu, banyak pemuda yang mendengar kabar sayembara tersebut,
akan tetapi tidak ada yang berani. Sebab, persyaratannya dianggap sulit.
Terdengarlah berita ini sampai ke telinga seorang laki-laki yang bernama Camboe.
Persyaratan itu dianggapnya sebagai tantangan sekaligus bisa mendapatan klaim
88
Wawancara pribadi dengan Bpk. Abu Bakar, Sesepuh Adat Desa Tepas Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 12 April 2018. 89
Wawancara pribadi dengan Bpk. Syamsuddin Aswin, mantan Kepala Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, 22 April 2018.
60
sebagai seorang pemuda yang tangguh dan bertanggung jawab. Maka dia
berinisiatif dan bergegas melaksanakan titah itu. Sayembera itu dihadiri oleh
petinggi pemerintah kampung Samper, tokoh adat, orang tua Dedara Pitu, Dedara
Pitu dan warga sekitar. Ternyata Camboe dapat melaksanakan dengan baik dan
sukses. Para penonton yang menyaksikan bertepuk tangan gemuruh. Kemudian
Camboe mengangkat punggung dan hendak menghampiri Dedara Pitu sebagai
hadiah dan sekaligus calon istrinya, sontak punggung Camboe keram dan patah
lalu meninggal.90
Kedua, Abu Dea Ande mengisahkan, bahwa ketujuh gadis cantik itu ingin
dinikahi oleh seorang laki-laki putra pribumi dengan syarat harus menanam padi
di sawah Samper yang luasnya kurang lebih 2 hektar. Di tengah menanam padi
pemuda kampung samper ini merasa tidak kuat melanjutkan syarat tersebut dan
mencoba mengangkat punggung. Akan tetapi, yang terjadi punggungnya patah
lalu meninggal dunia di tempat. Kemudian jazadnya dikuburkan di sawah Samper
tersebut. Dengan kisah seorang pemuda yang meninggal karena ingin menikahi
ketujuh Dedara Pitu akhirnya makam pemuda tersebut diberi nama Kubur
Dedara Pitu. Seperti dalam lawas91
Sumbawa:
Beringin leng makam pitu
Kajolo koat kabali
Nerima lampa pangeneng
Pangeneng kaku ko Nene‟
90
Wawancara pribadi dengan Bpk. Syamsuddin Aswin, mantan Kepala Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, 22 April 2018. 91
Lawas adalah puisi tradisional atau Syair Masyarakat Sumbawa. Lihat pada kamus
Samawa Indonesia (Mataram: Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat, 2017), Ed. 2, Cet. 3, h. 70.
61
Tendri gama adal subuh
Iya i ai kayu nonda den
Artinya:
Pohon beringin di Kubur Dedara Pitu
Yang awalnya jatuh kembali berdiri
Diterimalah semua hajat
Do‟a hamba kepada Tuhan
Mudah-mudahan jatuhlah embun pagi
Supaya dapat menyirami pohon tak berdaun.92
Ketiga, Muhammad Sager menuturkan bahwa dulu ada pemuda yang
bernama Jamboe, seorang pengembara. Ada yang mengatakan Jamboe perantau
dari Sumbawa bagian Timur dan singgah di lingkungan Samper. Di lingkungan
Samper hiduplah satu keluarga yang memiliki tujuh anak gadis yang disebut
“Dadara Pitu”. Jamboe berempati sekaligus jatuh hati kepada salah satu gadis
tersebut. Jamboe berusaha mendekatinya. Akhirnya diberilah syarat untuk
menanam padi tanpa berdiri sebelum selesai. Gadis yang disukai Jamboe
membantu meberikan bibit padi. Keenam saudaranya pun juga ikut membantu
sambil bergantian. Konon, sawah yang luasnya dua hektar berhasil Jamboe
kerjakan. Akan tetapi, ketika Jamboe mencoba berdiri dan mengangkat punggung
seketika patah dan mati. Jenazahnya dikuburkan langsung di tempat itu. Sehingga
mitosnya, tidak ada yang boleh melewati Makam tersebut bagi laki-laki yang akan
92
Wawancara pribadi dengan Bpk. Abu Bakar, Sesepuh Adat Desa Tepas Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 12 April 2018
62
menikah, orang-orang yang barapan kebo, barapan ayam, maen jaran, barempuk,
tanding sepak bola dan kompetisi-kompetisi lainnya.93
Bagi mayoritas warga Desa Tepas dan Tepas Sepakat Kecamatan Brang
Rea, Sumbawa Barat, sosok Camboe si pemuda tangguh yang meninggal di
tengah persawahan Samper seusai mengikuti sayembara yang diadakan keluarga
Dadara Pitu menyisakan banyak cerita-cerita mistis yang dialami masyarakat
sekitar. Dalam salah satu prosesi perkawinan misalnya, ketika sorong
serah/nyorong mempelai laki-laki tidak boleh melewati bagian depan makam
tersebut. Cara untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah mempelai wanita,
mempelai laki -laki ini berjalan ke timur dan melewati pematang sawah ditemani
oleh salah seorang atau lebih dari keluarga laki-laki, boleh juga melalui bagian
depan dengan syarat di luar radius 500 meter. Melanggar tradisi ini, maka
menurut mitosnya paska perkawinan tidak akan mendapatkan keturunan.94
Bahkan dahulu lebih sensitif lagi, sekitar tahun di bawah 2000an semua
hal-hal yang bersifat sakral, mayoritas masyarakat tidak berani melintasi jalan
raya lintas kecamatan tepatnya di depan kantor kecamatan sekarang ini. Berbagai
perlombaan baik perlombaan yang sifatnya umum ataupun lomba adat pasti
berputar arah terlebih dahulu. Apabila melanggar, dampaknya pasti buruk seprti
gagal juara dan lain sebagaiya.95
93
Wawancara pribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 18 April 2018. 94
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April 2018. 95
Wawancara pribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018.
63
Tak jarang juga kubur Dadara Pitu ini dijadikan sebagai perantara tempat
meminta petunjuk. Meminta agar hajatnya dikabulkan, permohonan kesembuhan
penyakit, kemenangan dalam kompetisi, lulus ujian sekolah, dan tempat
permohonan maaf pengantin yang pernah melanggar ketika sorong serah supaya
kutukan dihilangkan. Biasanya ketika hendak berziarah, para penziarah pasti
membawa beberapa rupa makanan, yang akan diberikan kepada juru kunci Pak
Aji Matsin dan Abu Dea Ande, tetuah yang akan mendoakan hajat para
penziarah.96
Untuk bisa berziarah atau melangsungkan hajat di Kubur Dedara Pitu,
masyarakat harus meminta ijin terlebih dahulu kepda juru kunci bapak Fathullah
untuk memberikan izin. Kemudian Bapak Fathulah akan memanggil Bapak Abu
Bakar (Abu Dea Ande) agar bisa menemani dan medoakan para peziarah.97
Kubur atau makam Dedara Pitu terletak di Dusun Samper, Desa Tepas,
Kecamatan Berang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat. Posisi makam berada di
sebelah utara persis di samping tembok Kantor Kecamatan. Sekitar 100 meter
sebelah barat jalan raya utama kecamatan. Sebelah utara lapangan sepak bola dan
di sebelah timur persawahan lingkungan Samper. Sekarang makam Dedara Pitu
berada di dalam bangunan permanen setelah dibangun dan diresmikan pada tahun
2013 oleh pemerintah setempat. Ukuran bangunan Makam Dedara Pitu tidak
96
Wawancara pribadi dengan Bpk. Syafaruddin, Ketua Lembaga Adat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 18 April 2018. 97
Wawancara dengan Bpk. Fathullah, Juru Kunci Kubur Dedara Pitu, pada tanggal 7
April 2018.
64
begitu luas sekitar 2,5 m x 2 m dengan tinggi 3 meter berdinding tembok dengan
atap seng.98
Menurut fathullah seorang juru kunci Kubur Dedara Pitu menuturkan
“dunu so ning peliuk Samper lo anu besingen Mesa wujud atau Tau Loka Mesa
roa i terue leng tau. Masi tu ode roa benar i ajar tu sifat wujud qidam baqo (sifat
20). Hening sekali, maklum lo ka dua bale niso. Bale Tau Loka Mesa ke bale
Papen Maje‟. Bale so dunu masih yam bale sepuan masih semi permanen. I pia ke
dening jaro atap ke re. peliuk Samper Tau Loka Mesa baing gawe. Kubur Dedara
Pitu berangkang ke bale Tau Loka Mesa. Sementara bale Papen Maje‟ ning tada
barat kuber. Papen Maje‟ so papen kami. Nah kuber so Papen Maje‟ baing jatu‟
na. dunu, nisan bejolo lo angkang anu rawi. Loka‟ Papen Maje‟ karing i seterima
lo Papen Oda, papen kandung saya. I seterima lo anak nomor dua yakni Mariam,
i serahkan lo ari na anu besingen Haja Ija. Kemudian saket Haja Ija terus bilen
tau. Ning pihak keluarga sate i seterima lo Mangsur anak na Haja Ija so.
Mangsur sa no roa, beling ke saya “karena sia tau rango ba sia mo baing jatu‟
na”. karena amanat so, ya saya terima mo. Sampai saat iyo, kuber sa masi jatu‟
ning saya (Haji Fathullah bin Haji Muhammad Nur atau yang lazim i terue saya
ning tau Haji Hasim) anak Mariam sebagai juru kunci kubur so”. Artinya (“Dulu,
di lingkungan Samper tinggal seseorang yang bernama Mesa Wujud atau yang
lebih dikenal orang Tau Loka Mesa. Ketika saya masih kecil, sering sekali kami
(saya, saudara saudari sekandung dan teman-teman) diajarkan tentang wujud,
qidam baqo (sifat 20) oleh nya. Ya suasananya hening, maklum karena hanya
98
Wawancara pribadi dengan Bpk. Syafaruddin, Ketua Lembaga Adat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 18 April 2018.
65
terdapat dua rumah. Rumah Tau Loka Mesa dan rumah Papen Maje‟. Bentuk
bangunannya semi permanen seperti rumah jaman baheula yakni sebagian besar
dari bambu beratap ilalalang yang dirajut. Persawahan di lingkungan Samper Tau
Loka‟ Mesa yang mengelolah. Kubur Dedara Pitu berada di depan rumah Tau
Loka‟ Mesa. Sementara rumah Papen Maje‟ berada di bagian barat makam. Papen
Maje‟ itu saudara kandung nenek saya. Nah, makam itu Papen Maje‟ yang jaga.
Dulu, batu nisannya mering ke arah ano rawi. Usia Papen Maje‟ semakin menua,
makam tersebut lalu diserahkan ke Papen Oda, nenek saya. Selanjutnya,
diserahkan ke anaknya yang nomor dua yakni Maryam, diserahkan lagi ke adik
nya yang bernama Haja Ija. Kemudian Haja Ija sakit dan meninggal. Oleh pihak
keluarga diserahkan ke Mangsur anaknya Haja Ija. Mangsur menolak dan
mengatakan kepada saya “karena sia99
kan yang paling tua diantara kami maka
dari itu biar sia saja yang menjaga nya”. Karena itu adalah amanat, saya langsung
terima. Sampai saat ini, makam tersebut saya yang mengelola (Haji Fathullah bin
Haji Muhammad Nur atau yang dikenal oleh masyarakat Haji Fathullah) anak
Maryam sebagai juru kunci makam tersebut”).100
Penamaan makam yang dikenal di kalangan masyarakat setempat ada dua
versi. Pertama, menurut Pak Jafar Idris (Jafar Bojo)101
, Pak Jafaruddin102
dan Eya
Uwan103
menyebutnya dengan Kubur Samper. Karena posisi makam memang
99
Sia adalah panggilan halus kepada orang lain. 100
Wawancara pribadi dengan Bpk. Fathullah, Juru Kunci Kubur Dedara Pitu, pada
tanggal 7 April 2018. 101
Wawancara peribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggasl 5 April 2018. 102
Wawancara peribadi dengan Bpk. Jafaruddin, Warga Desa Tepas Sepakat Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 2 April 2018. 103
Wawancara peribadi dengan Eya Uwan, Warga Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 6 April 2018.
66
berada di lingkungan persawahan Samper. Versi kedua, menurut Pak Muhammad
Sanafiah,104
Pak Sager,105
Pak Jafaruddin (Pak Pe‟),106
Pak Syamsuddin Aswin,107
Abu Dea Ande,108
Rahmad109
dan Deri Kusnadi110
bahwa nama makam keramat
itu lebih dikenal dengan sebutan Kubur Dedara Pitu diambil dari kisah Dedara
Pitu. Kemudian yang berkembang di tengah masyarakat sampai ke kecamatan lain
serta yang tersebar hingga wilayah kabupaten tetangga (Kabupaten Sumbawa)
dikenal dengan sebutan Kubur Dadara Pitu.
Tahun 2004, pembuatan lukisan kisah Dedara Pitu di tembok bagian depan
oleh pihak pemerintahan Kecamatan Brang Rea.111
Kemudian tahun 2014
komunitas Dedara Pitu didirikan di SMN 1 Brang Rea dengan nama PIKR Dedara
Pitu (Pusat Informasi Konsling Remaja) yang fokus membahas atau tempat
konsultsi masalah perkawinan dini.112
Sampai saat ini,kesakralan kubur tersebut masih sangat sensitif bagi
kalangan sesepuh adat. Mereka sangat meyakini bahwa kemandulan dari beberapa
sepasang suami istri adalah dampak dari yang pernah mereka langgar. Tahun
104
Wawancara peribadi dengan Bpk. Muhammad Sanafiah, Sejarahwan Desa Tepas
Sepakat Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April 2018. 105
Wawancara peribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018. 106
Wawancara peribadi dengan Bpk. Syafaruddin, Ketua Lembaga Adat Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018. 107
Wawancara peribadi dengan Bpk. Syamsuddin Aswin, Mantan Kepala Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 22 April 2018. 108
Wawancara peribadi dengan Abu Dea Ande, Sesepuh Adat Desa Tepas Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 12 April 2018. 109
Wawancara peribadi dengan Rahmad, Pemuda Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 3 April 2018. 110
Wawancara peribadi dengan Deri Kusnadi, Remaja Desa Tepas Sepakat Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 3 April 2018. 111
Wawancara pribadi dengan Bpk. Syafaruddin, Ketua Lembaga Adat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 18 April 2018. 112
Wawancara pribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018.
67
1960, Muhammad Nurung misalnya, lelaki asal Desa Seteluk Kecamatan Seteluk
berusia 22 tahun mempersunting Sarah yang saat itu berusia 17 tahun gadis asli
Desa Tepas. Keduanya menjalani kehidupan rumah tangga hampir tiga puluh
tahun lamanya sampai di tahun 1990an mereka berpisah. Tidak memiliki
keturunan menjadi alasan utama mereka bercerai. Tahun 1992 ada Jabir, lelaki
asal Sumbawa Besar, sebelah timur Pulau Sumbawa menikahi Aminah. Kasusnya
sama yakni ketika prosesi sorong serah berlangsung, Jabir tidak beralih jalan dan
tetap melewati jalan raya lintas utama desa. Mereka tidak memiliki keturunan dan
bercerai tahun 1998.113
Tahun 2005, Syarafuddin Syardi putra Aji Meka seorang staf di kantor kecamatan
Brang Rea mempersunting Yuliana anak dari Jawe Riya. Orang tua dari
Syarafuddin dan Yuliana tidak percaya dan mengganggap mitologi Kubur Dedara
Pitu hanyalah sebuah cerita atau dongeng belaka. Sehingga prosesi sorong serah,
barodak dan resepsi pernikahan dilakukan di halaman kantor kecamatan Brang
Rea tersebut yang secara geografis letak kubur Dedara Pitu tepat berada di sebelah
utara halaman kantor kecamatan yang jarak hanya beberpa meter dan masih
nampak jelas terlihat oleh pandangan mata. Sampai sekarang setelah prosesi itu
berlangsung mereka belum memiliki keturunan. Tahun 2011, Syamsul asal Desa
Rempe kecamatan Seteluk mempersunting Wati asal Desa Tepas. Pada saat
prosesi sorong serah kasus dan dampak nya pun sama yakni mereka tidak
memiliki anak.114
113
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April 2018. 114
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April 2018.
68
Sarah meberikan kasaksian “dunu, mentu Manurung datang ke ina bapak na tama
bakatoan lo bale, lo beberapa pantangan bapak ku i sampaikan lo nya bahwa
lamen datang sorong serah na sampai i lantar langan rea angkang kubur so.
Ngeneng tulung lako Manurung na calon rane ku ngaro mutar man dalam lang
sen, apa maklum bagi keluarga kami sa sangat kami menghormati petuah balo
tolo man dunu jangka iyo. Tetapi pas sorong serah malah tetap i langan na.
beling keluarga pernya waktu so not tu sadu anu sorua. Keman kami resmi ten
enam puluan nikah jangka kami cerai ya bero nonya anak kami. Padahal aku
tetap ku haid. Entah rane ku anu nongka subur atau karena mitos kubur so atau
memang Nene‟ Kuasa belum i ube kami. Sering ti tu konsul lo menteri ning desa
kami tapi beling menteri belum waktu na bae so luk setiap kami konsul. Lalo lo
bale sandro, tu cerita masalah kami, malah sandro i suru tu lalo pani lo kubur
Dedara Pitu sen. Manurung tetap no roa tu ajak alo mani loken. Akhir na kami
pasrah bae mo lo Nene‟ Kuasa. (Dulu, ketika Manurung datang melamar ke
rumah bersama dengan orang tua nya, ada pantangan yang disampaikan oleh
orang tua saya kepada dia bahwa jangan sampai ketika prosesi sorong serah
berlangsung calon pengantin laki-laki melewati depan kuburan itu. Harapan
kepada Manurung selaku calon suami saya harus melewati jalanan setapak
persawahan. Karena maklum, bagi kalangan keluarga kami sangat menghormati
petuah yang diceritakan oleh nenek moyang kami sampai saat ini. Akan tetapi
yang terjadi, Manurung waktu sorong serah malah tetap malanggar pantangan itu.
Keluarga mereka memang tidak percaya hal tersebut. Semenjak kami resmi
menikah tahun enam puluhan hingga kami bercerai ya begitu, tidak memiliki
69
anak. Padahal saya tetap haid. Entah suami saya yang tidak subur atau karena
mitos kuburan itu atau mungkin juga Allah Yang Kuasa belum memberikan.
Sering kami konsul ke dokter yang ada di desa tapi kata dokter mungkin belum
waktunya. Begitu terus jawaban setiap kami konsul. Pergi ke rumah “sandro”
(dukun), kami menceritakan keluhan kami, malah dia menyuruh kami pergi
memandikan diri di Kubur Dedara Pitu itu. Manurung tetap tidak ingin pergi ke
kubur itu. Akhirnya kami pasrah kepada Tuhan yang Maha Kuasa.)115
Menurut Muhammad Sager, “mitos Kubur Dedara Pitu memang sangat
sakral di kalangan sesepuh adat dan para orang tua dulu. Akan tetapi, berbeda
dengan yang terjadi dalam keluarga pribadi. Karena Kubur Dudara Pitu hanya
saya anggap sebagai cerita rakyat masa lampau dan tidak ada pengaruh dalam
kehidupan seperti yang diyakini oleh para sesepuh adat. Seperti contoh, waktu itu
tahun 2015 saya akan menikahkan anak perempuan saya dengan leleki asal pulau
seberang (Lombok). Calon mempelai laki-laki dan keluarga langsung saya
arahkan ke rumah tanpa harus menghindari Kubur Dedara Pitu. Sebulan paska
pernikahan anak saya dianugrahkan keturunan. Artinya bahwa saya selalu
berprasangka baik sama Allah Swt, agar anak saya diberikan keturuan tanpa
terpengaruh dengan cerita Kubur Dedara Pitu tersebut. Contoh tersebut baru
dikalangan keluarga saya pribadi, beberapa bulan sebelum anak saya menikah ada
115
Wawancara pribadi dengan Ibu Sarah, warga Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang
Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 4 April 2018.
70
juga beberapa orang tua yang tidak mempercayai mitos tersebut, dan
alhamdulillah mereka tetap diberikan keturunan.”116
116
Wawancara pribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018.
71
BAB IV
AKULTURASI BUDAYA LOKAL DENGAN ISLAM DALAM UPACARA
PANGANTAN
A. Nilai Filosofis dan Makna Simbolik dalam Upacara Pangantan
Dalam serangkaian adat atau upacara prosesi pengantan yang
dilaksanakan tidak terlepas dari banyaknya ide, gagasan, norma dan nilai-nilai
filosofis serta makna tersirat dibalik simbol baik verbal maupun nonverbal yang
menggambarkan karakteristik budaya Sumbawa diantaranya adalah:
1. Nilai Ke-Tuhan-an
Nilai tentang ke-Tuhan-an dalam prosesi pangantan hanya ada dalam alam
pikiran warga masyarakat di mana kebuadayaan bersangkutan itu hidup. Dalam
budaya sorong serah dan barodak misalnya, merupakan wujud kebudayaan dari
hasil karya manusia dalam hubungannya dengan masalah keagamaan atau sistem
religi masyarakat Sumbawa. Masyarakat Sumbawa percaya bahwa serangkaian
upacara adat yang dilakukan bertujuan semata-mata mengharapkan ridha dan izin
dari Allah Swt. Oleh karena itu masyarakat Sumbawa melakukan penyucian dan
pembersihan diri dalam rangka sebelum melakukan ikrar suci atau akad nikah di
mana kedua mempelai akan bersumpah dihadapan Allah Swt, dan kerabat serta
yang hadir menjadi saksinya. Selain itu dalam prosesi barodak terdapat angka-
angka ganjil seperti tiga kali mengoleskan odak, tiga kali memutarkan sisir, silet
dan kesena, tujuh lilin, tujuh/sembilan/sebelas baing odak, tiga kali memutari
lilin, dan lima warna songkol. Jumlah-jumlah ganjil dipercayai oleh masyarakat
Sumbawa sangat disenangi Allah Swt., seperti adanya tujuh lapis langit, tujuh
72
lapis bumi, 99 (sembilan puluh sembilan) asmaul husna, lima waktu sholat fardu
dan lain sebagainya.117
2. Nilai Dan Gagasan Tentang Rezeki
Selain sistem kepercayaan dan keyakinan yang tercermin dalam prosesi
barodak, terdapat pula sistem gagasan-gagasan mereka tentang maut, jodoh, dan
rezeki yang telah digariskan oleh Allah. Konsep bahwa maut, jodoh, dan rezeki
telah ditentukan oleh Allah merupakan kepercayaan yang diyakini oleh orang
islam, begitupun masyarakat Sumbawa. Namun, di luar dari pada itu masyarakat
Sumbawa yakin bahwa ketentuan itu tidak akan diberikan Allah jika manusia
hanya berdiam diri khususnya terkait rezeki dan jodoh. Oleh karena itu,
masyarakat Sumbawa juga melakukan beberapa usaha agar kedua hal itu dapat
segera tercapai. Terkait dengan rezeki berupa jodoh, dalam beberapa prosesi
pengantan baik itu sorong serah, barodak dan resepsi pernikahan para lelaki dan
wanita yang belum menikah atau belum mendapatkan jodoh senantiasa ikut
menghadiri. Dalam tradisi masyarakat setempat menyebutnya ”ente siru‟”. Para
gadis saat prosesi barodak berlangsung terutama yang ingin segera mendapatkan
jodoh, akan ikut mengodak dirinya dengan odak sisa barodak pangantan. Hal ini
dipercaya bahwa dengan ikut mengolesi/ menggunakan odak pangantan, maka
akan enteng jodohnya, bahkan akan segera menikah karena kepercayaan bahwa
jodoh yang jauh akan didekatkan, yang tersembunyi diperlihatkan, dan yang
masih menggantung hubungannya akan segera menjadi sah. Selain itu,
masyarakat Sumbawa percaya bahwa dengan banyak beramal dan bersedekah
117
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 123.
73
akan memudahkan dan memperlancar datangnya rezeki sehingga dalam
serangkaian prosesi perkawinan adat baik itu sorong serah, barodak, nikah, dan
resepsi oleh pihak keluarga membagikan makanan, minuman dan buah-buahan
yang telah disiapkan sebagai bekal untuk dibawa pulang oleh para tamu
undangan. Khususnya, terdapat cindera mata berupa barang dari pihak keluarga
mempelai sebagai ucapan terima kasih kepada ibu-ibu baing odak yang telah
memimpin suksesnya acara barodak.118
3. Gagasan Tentang Keselamatan
Dari berbagai tahapan prosesi pengantan khususnya dalam serangkaian
barodak tujuan secara khusus selain sebagai pembersihan dan penyucian jiwa
raga, barodak juga sesungguhnya berusaha memberikan gambaran serta
mempersiapkan kedua calon mempelai lahir dan batin terkait kehidupan rumah
tangga sebagai suami dan istri. Segala hal-hal buruk dibuang, dibersihkan,
kemudian disucikan agar bersih lahir bathin dalam mempersiapkan kehidupan
yang baru. Wujud ide atau gagasan tentang keselamatan di sini juga mengacu
pada sukses dan lancarnya serangkaian acara adat pernikahan yang akan digelar
agar selamat sampai semua tahapan upacara pernikahan selesai.119
Rapancar “mewarnai kuku/ memerahkan kuku”, pancar atau daun inai
yang sudah ditumbuk akan dioleskan pada kuku-kuku pangantan. Pancar akan
menimbulkan warna merah pada kuku hal ini bertujuan agar mengeluarkan aura
118
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 125. 119
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 126.
74
warna yang cerah karena akan kontras dengan paduan warna putih dari odak
sehingga memberikan aura kegembiraan dan bersuka cita.120
Badaet “menguris bulu alis”, pemandu odak adalah orang yang bertugas
untuk badaet. Pangantan akan dikuris alisnya dengan silet kemudian disisir hal ini
bertujuan agar membersihkan sisa-sisa keburukan baik yang nampak maupun
tidak dari kedua pangantan.
Putar sisir, silet, ke kesena, sebelum badaet dalam prosesi barodak
terlebih dahulu pemandu odak akan memutari pangantan dengan sisir, silet, dan
cermin sebanyak tiga kali. Tujuan dilakukan hal ini adalah bahwa dengan ketiga
benda yaitu silet, sisir, dan cermin dimaknai bahwa membersihkan diri,
mempercantik diri, dan agar saat melihat satu sama lain merupakan cerminan dari
diri sendiri. Sementara angka tiga bermakna bahwa suku Samawa merupakan
mayoritas muslim sehingga kepercayaan masyarakatnya bahwa tiga kali putaran
dimaknai Allah Swt. menyukai angka-angka ganjil.121
Sor beteq “menyebarkan beras berwarna kuning, hijau , dan merah yang
telah disangrai”. Beteq yang terdiri dari 3 warna ini melambangkan warna-warni
dalam hidup terutama hal negatif yang harus dibuang dari diri kedua calon
pengantin. Sor “menyebarkan” beteq ini diarahkan kepada kedua mempelai yang
sedang diodak oleh pembuka odak dan ibu-ibu baing odak disela-sela acara
barodak serta dilakukan oleh inaq odak. Putar lilin dilakukan di bagian akhir
atau penutup prosesi barodak. Setelah ibu-ibu atau baing odak telah selesai
120
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 126. 121
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 126.
75
mengodak pangantan, barulah oleh pemandu odak melakukan bagian terakhir
prosesi dimulai dari memutari lilin disekitar kepala calon mempelai laki-laki dan
perempuan, namun sebelumnya pangantan akan diarahkan untuk duduk saling
berhadapan kemudian putar lilin dilakukan sebanyak tiga kali. Tujuh batang lilin
putih bermakna angka ganjil yang dipercaya disenangi oleh Allah Swt. begitu
pun dengan memutarkan lilin tersebut sebanyak tiga kali putaran. Cahaya api dari
lilin diharapkan dapat terus memberikan cahaya dalam rumah tangga yang
bersumber dari Allah Swt.122
Setelah putar lilin selesai calon pangantin harus tiup lilin barema, yaitu
meniup lilin secara bersama-sama antara pangantin salaki “laki-laki” dan
pangantin sabai “perempuan”. Hal ini bertujuan agar kedua mempelai selalu
bersama-sama dalam hitam putih perjalanan rumah tangganya serta memusnahkan
masalah-masalah yang tidak seharusnya ada. Saling siap “saling menyuapi” saling
menyuapi songkol dan telor kelaq merupakan proses paling akhir yang harus
dilakukan calon pangantin. Adapun makna dari songkol adalah nasi ketan
berwarna putih, hitam, merah, hijau, dan kuning yang disusun di atas tepi
“nampan yang terbuat dari anyaman bambu” seperti lima tumpukan gunung, dari
kelima warna yang berbeda melambangkan beragam perbedaan yang akan
dijadikan satu dalam ikatan pernikahan begitu pun dengan telor kelaq diibaratkan
semua perbedaan dijadikan satu kesatuan yang utuh sehingga saling siap sendiri
bermakna bahwa selain menyatukan segala perbedaan juga agar kedua calon
mempelai tetap saling cinta, sayang menyayangi, dan saling rindu satu sama lain.
122
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 127.
76
Sementara sisin kawin “cincin kawin” akan disembunyikan di bawah lidah kedua
calon mempelai sepanjang acara prosesi barodak berlangsung, cincin kawin laki-
laki akan disembunyikan di bawah lidah pangantan sabai dan sebaliknya,
tujuannya adalah agar kedua calon mempelai tidak bisa melakukan komunikasi
berlebihan selama prosesi barodak berlangsung. Selain itu sisin kawin merupakan
lambang adanya ikatan antara calon pangantin dengan adanya sisin kawin maka
diharapkan ikat yang ada antara kedua mempelai pun semakin erat.123
Terdapat juga alat musik tradisional seperti gong, genang, serune dan
rebana ode yang hampir di setiap upacara adat selalu dimainkan, tak terkecuali
dalam prosesi pengantan ini. Alunan musik gong genang berasal dari perpaduan
gong, genang, dan serune, sementara rebana ode terdiri dari beberapa rebana
ukuran kecil. Alat musik tradisional ini dimainkan saat menyambut rombongan
mempelai laki-laki pada acara besanan atau sorong serah, kemudian akan
dimainkan kembali ketika prosesi barodak berlangsung. Gong dan genang serta
rebana ode merupakan alat musik yang dipukul sementara serune ialah alat musik
tiup yang bersuara tajam. Musik ini terdengar keras dan menggema, dipercaya
juga bahwa dengan dihadirkannya musik gong genang maka kelak keturunan-
keturunan kedua calon mempelai dijauhkan dari ganguan telinga atau
pendengarannya dengan kata lain agar anaknya kelak tidak tuli.124
123
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 127 124
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April 2018.
77
4. Nilai Atau Gagasan Tentang Perjuangan.
Gagasan tentang perjuangan tergambarkan ketika sang lelaki ingin
melamar gadis pujaan hatinya. Mulai dari kesanggupan dia menyatakan isi hati,
berbicara kepada orang tua bahwa dia ingin menikah, bersilaturahmi ke rumah
orang tua si gadis guna melamar, menerima pamako ”mahar atau mahar adat”
yang diberikan orang tua si gadis dan sebagainya serta melakukan seluruh
kegiatan adat hingga prosesi perkawinan adat berakhir.125
Makna perjuangan juga tergambarkan dibalik mitologi Kubur Dedara Pitu bahwa
pemuda yang diceritakan secara turun temurun ini adalah pemuda yang tangguh
dan pekerja keras. Di saat para warga kampung Samper pada waktu itu tidak ada
yang berani mengikuti sayembara nalat “menanam padi” di sawah Samper
dengan luas sekitar dua hektaran dengan posisi menunduk mundur dan tidak boleh
berdiri sesaat pun yang diadakan oleh orang tua Dedara Pitu dengan imbalan
berhak mempersunting salah satu anaknya yang paling cantik. Si pemuda datang
dengan semangat membara menerima sayembara tersebut. Sayembara yang diikuti
pemuda ini adalah karena memang dia sudah lama mencintai salah satu dari ke
tujuh gadis bersaudara atau Dedara Pitu. Dalam pikiran dia adalah rintangan dan
tantangan tak jadi soal karena ini lah momen yang tepat untuk membuktikan
bahwa dia layak menjadi bagian dari keluarga terpandang nan kaya raya tersebut.
Padi demi padi ditanaminya hampir selsesei. Dia mencoba berdiri dan
mengangkat punggunya, seketika itu suara tulang si pemuda berbunyi kemudian
125
Wawancara pribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018.
78
patah dan tak lama kemudian dia meninggal dunia dan dikuburkan di sawah
Samper tersebut.126
B. Analisis Terhadap Akulturasi Budaya Lokal dengan Agama Islam dalam
Upacara Pangantan
Masyarakat Suku Sumbawa memiliki khas tersendiri dalam setiap upacara
adatnya. Kekhasan budaya masyarakat Sumbawa itu tentu membuat dirinya
berbeda dengan masyarakat di luar Suku Sumbawa. Di antara yang menonjol
terutama dalam kaitannya dengan Islam ialah ciri masyarakat Sumbawa yang
adaptif dengan ajaran Islam. Budaya adaptif tersebut nampak terhadap ajara Islam
Budaya adaptif nampak dalam performance tradsi lokal yang dipandu dan
dipedomani oleh Islam dalam coraknya yang megambil ajaran Islam sebagai
kerangka seleksi terhadap budaya lokal. Dalam hal ini, bagi masyarakat
Sumbawa, Islam dijadikan sebagai kerangka referensi tindakan sehingga seluruh
tindakannya merupakan ekspresi ajaran Islam yang telah adapfif dengan budaya
lokal.127
Perkembangan Islam di Tanah Sumbawa menimbulkan transformasi
lokal. karena Islam menekankan bukan hanya keimanan yang benar, tetapi juga
tingkah laku yang baik, pada gilirannya setidaknya secara ideal harus
dijawantahkan setiap muslim dalam berbagai aspek kehidupannya.128
Agama yang
memunculkan tranformasi kebudayaan itu disebabkan beberapa faktor inheren
atau faktor lain yang kemudian secara kental diasosiasikan dengan Islam.
126
Wawancara pribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018. 127
A Handbook, Sosiologi Agama (Jakarta: IRCiSoD, 2012), h. 454. 128
M. C. Rikcklefs, Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa 1930 Sampai
Sekarang, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta 2010), h. 29.
79
Kehadiran Islam telah mampu memberi warna dalam kehidupan masyarakat suku
Sumbawa yang tentu saja melalui proses akulturasi dan adaptasi antara nilai-nilai
Islam dengan kebudayaan lokal.
Tradsi yang ada pada masyarakat Suku Sumbawa dengan segala
deversitasnya, yang tetapi mempertahankan suatu bentuk integralitas, tetapi pada
saat yang sama, kebudayaan yang sama, kebudayaan Islam ini mempunyai unsur-
unsur yang bisa disebut khas dengan segala yang dimilikinya. Karena Islam
dipandang sebagai agama sekaligus peradaban, karena agama sendiri ada
keterkaitannya dengan kebudayaan. Ini dapat kita lihat dari sisi lain seperti
sejarah, adat dan institusi menjadi unsur pembentuk peradaban. Keragaman
budaya dalam kesatuan spritual, bila kebudayaan yang dibentuk Islam itu
memang beragam, adakah apresiasinya terhadap kebudayaan lokal. jadi
kebudayaan yang dibentuk oleh Islam itu bukan merupakan kebudayaan yang
tunggal akan tetapi beragam. Kondisi sosiologis masih berdampak pada produk-
produk budaya dalam masyarakat, demikian pula halnya kondisi sosiologis
masyarakat Islam.129
Perpindahan dari alam kepercayaan leluhur (animisme, dinamisme,
Hindu) kepada agama Islam, tidak hanya selesai dengan menjalankan syariat
Islam. Mereka juga terpanggil untuk menunjukkan ajaran ini dalam tindakan
budaya. Keadaan ini menyebabkan masyarakat Sumbawa yang telah menerima
ajaran Islam juga dituntut untuk mengubah landasan budayanya. Pertemuan dan
interaksi antara Islam dan budaya Sumbawa menimbulkan proses penyerapan dan
129
Habibullah, Seren Taun Padepokan Girijaya (Jagakarsa: Mata Aksara, 2018), h. 147.
80
akomodasi ajaran Islam dan budayanya yang selalu mengikuti kondisi sosial
budaya masyarakat tersebut. Penerimaan ini berjalan relatif lambat dan perlahan
sehingga tidak menimbulkan gejolak-gejolak sosial yang menimbulkan
kegoncangan yang kuat dalam masyarakat. Pertemuan ini tentu saja membuahkan
berbagai perubahan dalam budaya Sumbawa dan menunjukkan budaya Sumbawa
yang bercorak Islam. Yang memperlihatkan adanya keragaman bentuk manifestasi
Islam dalam kehidupan masyarakat. Hal ini jelas terlihat pada masyarakat
Sumbawa yang memiliki corak Islam yang khas lokal yang kemudian menjadi
falsafah hidup masyarakat Sumbawa dalam sebuah slogan “Adat Berenti Ko
Syara‟ Syara‟ Berenti Ko Kitabullah”.
Nilai-nilai Islam dalam prosesi upacara pangantan dapat dilihat dari
pertama berlangsungnya prosesi tersebut, mulai dari bajajak, tama bakatoan dan
basaputes. Ketiga prosesi tersebut menggambarkan bahwa pentingnya nilai tali
silaturahmi dan musyawarah sebelum melangsungkan akad pernikahan supaya
nantinya ketika berumahtangga bisa lebih memahami dan menerima satu sama
lain. 130
oleh para ahli antropolog disebut “adisi”.131
Percampuran antara budaya lokal dengan agama Islam juga
tergambarkan dalam serangkaian prosesi baroda. Barodak atau luluran dilakukan
menjelang hari pernikahan dalam rangka pembersihan diri secara lahir dan batin.
Odak merupakan wujud benda yang paling penting dalam prosesi barodak yang
mana diracik dari bahan-bahan berupa loto lege, 44 macam kemang, seperti don
130
Wawancara peribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018. 131
Adisi adalah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan kebudayaan, di mana unsur-
unsur baru ditambahkan pada yang lama.
81
nangka, don ganista, don balik sumpa, babak bage, babak kayu jawa, kemang
rampe, kemang mawar, kemang pelam, kemang kamboja, dll. Semua bahan-bahan
ini digiling halus lalu dibentuk bulat-bulat menjadi odak. 44 macam kemang yang
dimaksud adalah 44 jenis bunga-bunga, namun tidak harus berjumlah 44 bisa
kurang atau lebih karena hanya merupakan syarat saja. Odak memiliki warna
putih dan aroma yang harum karena dibuat dari bunga-bunga yang menimbulkan
wewangian yang khas. Kepercayaan masyrakat Sumbawa bahwa odak dulu dapat
mensucikan dan membersihkan pangantan dari roh-roh jahat yang mengahmpiri
sehingga dari lahiriah menimbulkan aura ketampanan dan kecantikan yang
dipancarkan dari warna putih bersih serta sepanjang prosesi adat pernikahan
pangantan akan putih, bersih, dan harum semerbak bunga-bunga. Semua bahan-
bahan odak murni dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar atu berasal dari
alam.132
Bahan-bahan odak yang digunakan memiliki makna secara implisit bagi
masyarakat Sumbawa seperti 44 macam kemang yang terdiri dari don nangka,
don ganista, don balik sumpa, babak bage, dan babak kayu jawa. Masing-masing
bahan ini berasal dari pohon yang tinggi dan besar, tidak terlalu membutuhkan air
setiap saat, dan beberapa merupakan pohon yang khas hanya berasal dari bumi
Sumbawa seperti ganista. Bunga-bunga seperti kemang rampe „bunga rampai‟,
kemang mawar „bunga mawar‟, kemang pelam „bunga mangga‟, kemang kamboja
„bunga kamboja‟, dan sebagainya, selain tujuaanya sebagai wewangian juga
bunga-bunga ini menjadi perwakilan bagi sifat dasar manusia yang dipengaruhi
132
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 127.
82
oleh roh-roh sehingga melahirkan kepribadian yang jahat dan buruk, seperti
adanya kemang mawar yang berduri diharapkan menjadi acuan kedua mempelai
untuk selalu menjaga diri dan kehormatan pasangannya. Sifat dasar manusia juga
ada yang baik dilambangkan dengan kemang melati yang walaupun kecil dapat
menebarkan aroma harum yang semerbak, ini diharapkan berlaku pada kedua
mempelai yang meskipun misalnya nanti dalam keadaan sederhana tetapi tidak
boleh lupa untuk tetap menebar kebaikan kepada semua orang.133
Dalam prosesi
barodak tersebut telah terjadinya proses “sinkretisme”.134
Dalam upacara barodak berlangsung akan dilempari dengan beteq. Beteq
terdiri dari beras berwarna kuning, hijau, dan merah yang disangrai, beteq yang
terdiri dari tiga warna ini melambangkan warna warni dalam hidup. Beteq akan
disebarkan ke arah pangantan sesekali selama prosesi barodak berlangsung.
Warni-warni beteq melambangkan hal negatif yang harus dibuang dari diri kedua
calon pengantin. Beteq berasal dari beras yang merupakan makanan pokok yang
selalu dimakan oleh masyarakat di Indonesia umumnya. Hal ini menggambarkan
bahwa segala bentuk kebaikan dan keburukan di dalam hidup ini mau tidak mau
pasti akan dirasakan. Dengan kata lain, sebagai manusia harus jeli dalam menepis
dan membuang hal-hal negatif yang ada dalam hidup.135
Terdapat juga dupa, dalam agama Hindu digunakan saat
persembahyangan. Dupa adalah sejenis harum-haruman yang dibakar sehingga
133
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 127-128. 134
Sinkretisme adalah istilah untuk menunjukkan adanya unsur-unsur lama bercampur
dengan unsur-unsur baru dan membentuk sebuah sistem baru. 135
Novi Widya Utami, “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2 (Agustus 2016): h. 128.
83
berasap dan berbau harum. Dupa dengan nyala apinya merupakan simbol Dewa
Agni. Dupa berasal dari “Wisma” yaitu alam semesta menyala dan asapnya
bergerak keatas, pelan-pelan menyatu dengan angkasa. Oleh karena itu dupa
disimbolkan sebagai Dewa Agni yang dimaknai sebagai saksi dalam upacara
persembahyangan dan perantara yang menghubungkan umat dan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Nyala dupa sebagai saksi ini berarti bahwa api merupakan
perwujudan Dewa Agni yang memiliki sifat maha melihat atau sebagai saksi dari
segala hal yang dilakuakn manusia dan asap yang bergerak keatas dan menyatu
keangkasa sebagai pertemuan antara umat Hindu dan Tuhannya. 136
Kemudian
budaya agama Hindu ini ditransformasikan ke dalam budaya Sumbawa dengan
corak Islam. Dupa tetap dipertahankan oleh masyarakat Sumbawa sebagai
pelengkap api ramben dalam upacara barodak, wangi dupa yang keluar saat
dibakar selain bertujuan agar suasana prosesi menjadi nyaman dan menimbulkan
aroma harum yang khas dari dupa. Dupa dikaitkan dengan wangi harum yang
diharapkan akan selalu hadir dalam rumah tangga, menjadi tugas istrilah agar
bagaimana suami selalu betah di rumah dengan menyiapkan makanan dan
merawat selalu diri dan tempat tinggal agar selalu nyaman untuk ditempati.137
Api ramben terdiri dari dupa, don bawang puti, dan bawang mira yang
dibakar didalam pemongka tanaq. Sepanjang prosesi barodak, api ramben akan
terus menyala. Pemongka tanaq oleh masyarakat Sumbawa jaman dulu sering
136
Ni Kadek Intan Rahayu, “Makna Simbolik Umat Hindu dalam Persembahyangan
Bulan Purnama di Kecamatan Basidondo Kabupaten Tolitoli”, Jurnal Bahasa dan Sastra, Vol. 5
No. 1 (2020): h. 153. 137
Wawancara peribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018.
84
digunakan untuk memasak. Dengan menyalakan api ramben diharapkan dalam
rumah tangga terutama untuk urusan dapur kelak tetap akan tercukupi.
Sor beteq, dupa dan api remben adalah beberapa contoh dalam akulturasi
budaya lokal dengan Agama Islam, oleh para antropolog disebut dengan
“substitusi”.138
Artinya bahwa unsur lama dirubah dengan unsur baru yang
memenuhi fungsinya. Unsur lama dalam sor beteq, dupa dan api remben sebagai
simbol untuk mengusir kekuatan negatif (roh-roh halus) diganti dengan unsur-
unsur baru yang bernuansa islami yakni dengan penggunaan simbol-simbol
tersebut agar nantinya paska pernikahan dan menjalani rumah tangga diisi sengan
suasana aman nyaman dan bahagia terhindar dari hal-hal buruk.
Sor beteq, dupa dan api remben juga bisa disebut dengan istilah
“dekulturasi”139
. Istilah dekulturasi menunjukkan bahwa adanya substansi lama
yang dihilangkan seperti sor beteq dan api remben yang pada awalnya bercorak
animisme dan dinamisme, serta dupa bercorak Hindu kemudian ditransformasikan
ke dalam corak Islam.
Selanjutnya istilah “orijinasi”140
tergambarkan dalam prosesi nikah.
Nikah adalah istilah dalam Agama Islam yang digunakan untuk menandakan sah
atau tidak suatu perkawinan. Artinya bahwa nikah (syarat dan rukun nikah) adalah
prosesi baru yang dibawa oleh Islam untuk melengkapi serangkaian prosesi
138
Substitusi adalah unsur-unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti dengan unsur-
unsur baru yang memenuhi fungsinya. 139
Dekulturasi adalah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan kebudayaan, di mana
bagian substansi sebuah kebudayaan mungkin hilang. 140
Orijinasi adalah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan kebudayaan, di mana ada
unsur-unsur baru yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru yang timbul karena perubahan
situasi.
85
upacara pangantan (perkawinan tradisional Sumbawa) yang pada awalnya
masyarakat lokal Sumbawa beragama Animisme, Dinamisme dan Hindu.
Peran Islam dalam kebudayaan Sumbawa pada upacara pangantan
khususnya di Desa Tepas Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat
nampaknya belum berpengaruh besar. Masyarakat Desa Tepas Sepakat masih
mempercayai bahwa adanya energi besar pada alam semesta, sehingga pada
zaman dahulu dikenal dengan animisme dan dinamisme. Animisme merupakan
suatu kepercayaan masyarakat yang berhubungan dengan roh atau makhluk halus
yang hidup berdampingan dengan manusia. Sedangkan dinamisme merupakan
kepercayaan tradisional masyarakat Sumbawa yang mempercayai bahwa setiap
benda yang ada di dunia ini mempunyai energi gaib dan kekuatan yang tidak bisa
dijelaskan dengan pemikiran manusia. Energi yang terdapat dalam benda-benda
tersebut dipercayai membawa berkah maupun musibah untuk siapa saja yang ada
disekitarnya.
Corak animisme dan dinamisme yang masih sangat kental nampak
dengan adanya Kubur Dedara Pitu yang mempengaruhi prosesi sorong serah.
Dalam prosesi sorong serah atau menghantarkan seserahan, mempelai laki-laki
tidak boleh melewati bagian depan makam tersebut. Cara untuk melanjutkan
perjalanan menuju rumah mempelai wanita, mempelai laki -laki ini berjalan ke
timur dan melewati pematang sawah ditemani oleh salah seorang atau lebih dari
keluarga laki-laki, boleh juga melalui bagian depan dengan syarat di luar radius
500 meter. Dalam mitologi masyarakat Suku Sumbawa khususnya di desa Tepas
86
Sepakat ketika melanggar tradisi ini, maka menurut mitologi msyarakat setempat
paska perkawinan tidak akan memiliki keturunan.141
Pemaknaan diatas pada umumnya diamini para informan yang berhasil
diwawancarai, meski dinilai kurang sempurna. Menurut masyarakat Desa Tepas
kesakralan terhadap Kubur Dedara Pitu dimaknai sebagai penghormatan kepada
Camboe yang telah memperjuangkan perempuan yang dicintai dengan melakukan
persyaratan yang diberikan orang tua Dedara Pitu. Selain itu keyakinan terhadap
Kubur Dedara Pitu juga menentukan kepatuhan warga Desa Tepas terhadap
warisan nenek moyang mereka yang harus tetap dijaga. Ketaatan ini, mereka tidak
peduli sekalipun tersiar ujaran primitif oleh pihak lain yang tidak meyakininya.
Meski dikenal masyaraka taat tradisi, bukan berarti pemaknaan atas
kesakralan Kubur Dedara Pitu tanpa dinamika berarti. Pemaknaan yang justru
memiliki corak berpunggungan itu datang dari masyarakat asli Desa Tepas yang
sudah memeluk agama Islam. Misalnya merujuk pemaknaan Barliansyah yang
sering mensyiarkan syariat Islam bahwa tradisi lokal yang mengandung unsur
keyakinan terhadap adanya kekuatan selain dari Allah atau penyembahan kepada
selain Allah. Dalam pengertian akulturasi penomena ini akan mengalami
“penolakan”142
. Penolakan terjadi karena bertentangan dengan hukum Islam.
141
Wawancara peribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018. 142
Penolakan adalah perubahan yang terjadi begitu cepat dalam perpaduan kebudayaan,
sehingga sebagian besar orang tidak dapat menerimanya. Kondisi semacam ini dapat menimbulkan
penolakan total, pemberontakan, atau kebangkitan
87
Dalam Hukum Islam perbuatan tersebut adalah syirik, dan syirik dalam hukum
Islam adalah dosa besar143
seperti dalam firman-Nya:
ف ق دبالل هي شركو م ني ش اء لم نذ لك د ون م او ي غفر بهي شر ك أ ني غفر ل الل ه إن
144ع ظيماإثمااف ت ر ى
Artinya: sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat
dosa yang besar (Q.S. An-Nisa: 48)145
.
Oleh karena itu, menarik untuk mengamati proses jalannya akuturasi atau
negosiasi antara budaya lokal dengan teks-teks keagamaan (Islam) atau
bagaimana Islam memasuki praktek lokal dan memberikan makna baru (tanda)146
pada upacara pangantan tersebut. Pengamatan terhadap tradisi-tradisi yang
berkembang di tegah masyarakat menjadi urgen untuk memilah-milah mana
ajaran Islam yang relevan dengan budaya lokal dan bentuk-bentuk modifikasi apa
sajakah yang terinpirasi dari Islam.
143
Wawacara Pribadi dengan Barliansyah, Tokoh Agama Desa Tepas Sepakat Pada
Tanggal 12 Mei 2018. 144
Hamka Naping, Laut, Manusia dan Kebudayaan (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2017), h. 207. 145
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an Terjemahan (Jakarta: PT. Syamil
Cipta Media, 2005) 146
T. Cristomy dan Untung Yuwono, Semiotik Budaya (Depok: Pusat Penelitian
Kemasyarakatan Dan Budaya 2004), h. 202.
88
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari proses terjadinya akulturasi budaya lokal dengan agama
Islam dalam upacara pangantan (perkawinan adat Sumbawa) seperti yang
dijabarkan oleh Mulyono Joyomartono bahwa para ahli antropolog memberikan
beberapa istilah untuk menguraikan apa yang terjadi dalam akulturasi, yaitu:
substitusi, sinkretisme, adisi, dekulturasi, orijinasi dan penolakan.
1. Substitusi, adalah unsur-unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti
dengan unsur-unsur baru yang memenuhi fungsinya. Contoh, sor beteq,
dupa dan api remben artinya bahwa unsur lama diganti dengan unsur baru
yang memenuhi fungsinya. Unsur lama dalam sor beteq, dupa dan api
remben sebagai simbol untuk mengusir kekuatan negatif (roh-roh halus)
diganti dengan unsur-unsur baru yang bernuansa islami yakni dengan
penggunaan simbol-simbol tersebut agar nantinya paska pernikahan dan
menjalani rumah tangga diisi sengan suasana aman nyaman dan bahagia
terhindar dari hal-hal buruk.
2. Sinkretisme, adalah istilah untuk menunjukkan adanya unsur-unsur lama
bercampur dengan unsur-unsur baru dan membentuk sebuah sistem baru.
Dalam hal ini kemungkinan terjadinya perubahan yang berarti. Contoh
dalam prosesi barodak. Kepercayaan masyrakat Sumbawa bahwa odak
dulu dapat mensucikan dan membersihkan pangantan dari roh-roh jahat
89
yang mengahmpiri sehingga dari lahiriah menimbulkan aura ketampanan
dan kecantikan yang dipancarkan dari warna putih bersih serta sepanjang
prosesi adat pernikahan pangantan akan putih, bersih, dan harum
semerbak bunga-bunga.
3. Adisi, adalah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan kebudayaan,
dimana unsur-unsur baru ditambahkan pada yang lama. Dalam hal ini
mungkin terjadi atau tidak terjadi adanya perubahan struktural. Contoh
adisi tergambarkan dari prosesi bajajak, tama bakatoan trdan basaputes.
Ketiga prosesi tersebut mengandung unsur baru yang dibawa Agama Islam
yakni bahwa pentingnya nilai tali silaturahmi dan musyawarah sebelum
melangsungkan akad pernikahan supaya nantinya ketika berumahtangga
bisa lebih memahami dan menerima satu sama lain.
4. Dekullturasi, adalah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan
kebudayaan, dimana bagian substansi sebuah kebudayaan mungkin hilang.
Seperti contoh dalam simbol-simbol sor beteq, dupa dan api remben yang
pada awalnya bercorak animisme dan dinamisme, serta dupa bercorak
Hindu kemudian ditransformasikan ke dalam corak Islam.
5. Orijinasi, adalah istilah untuk menunjukkan tingkat perpaduan
kebudayaan, di mana ada unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan baru yang timbul karena perubahan situasi. Istilah orijinasi
tergambarkan dalam prosesi nikah. Nikah adalah istilah dalam Agama
Islam yang digunakan untuk menandakan sah atau tidak suatu perkawinan.
Artinya bahwa nikah (syarat dan rukun nikah) adalah prosesi baru yang
90
dibawa oleh Islam untuk melengkapi serangkaian prosesi upacara
pangantan (perkawinan tradisional Sumbawa) yang pada awalnya
masyarakat lokal Sumbawa beragama Animisme, Dinamisme dan Hindu
sama sekali tidak mengenal bahkan menggunakan nikah dalam
melangsungkan upacara perkawinan.
6. Penolakan, adalah adanya perubahan yang terjadi begitu cepat dalam
perpaduan kebudayaan, sehingga sebagian besar orang tidak dapat
menerimanya. Kondisi semacam ini dapat menimbulkan penolakan total,
pemberontakan, atau kebangkitan. Seperti contoh, kepercayaan masyarakat
Desa Tepas Sepakat terhadap mitologi Kubur Dedara Pitu yang meyakini
bahwa ketika melanggar tradisi tersebut maka paska pernikahan tidak
memiliki keturunan. Dalam hukum Islam perbuatan tersebut adalah syirik,
dan syirik adalah dosa besar.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dari uraian-uraian atau pembahasan dan
kesimpulan yang sudah dijelaskan dari hasil penelitian maka ada beberapa saran
dari penulis di antaranya sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat Suku Sumbawa agar tetap melestarikan upacara pangantan
sebagai kearifan lokal yang penuh dengan nilai-nilai islami.
2. Bagi warga Desa Tepas dan Tepas Sepakat agar tetap menjaga dan merawat
Kubur Dedara Pitu agar tetap lestari.
3. Gunakan Kubur Dedara Pitu sebagai tempat wisata religi, tempat berziarah,
bukan tempat mengadu nasib yang mengarah ke syirik.
91
4. Simbol Kubur Dedara Pitu adalah simbol perjuangan. Maka maknailah simbol
tersebut sebagai rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta agar senantiasa
berjuang, bekerja keras dan tidak mudah putus asa.
5. Bagi masyarakat Sumbawa agar mencermati setiap adat istiadat yang ada di
Sumbawa bukan hanya sebagai upacara seremonial belaka, melainkan banyak
nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.
C. Kata Penutup
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Maka dari itu, kritik dan saran
sangat di harapkan agar karya tulis ini menjadi lebih baik, baik itu dari segi
esensinya maupun segi teknik penulisannya. Semoga karya tulis ini dapat
memberi manfaat bagi pembaca dalam memahami kebudayaan yang ada di
Indonesia, terutama masyarakat yang ada di Pulau Sumbawa Nusa Tenggara
Barat, sehingga akan terwujudnya Indonesia yang kaya raya dengan
keberagamannya.
92
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Min‟in Abu Abbas, Adil. ketika Menikah Menjadi Piihan, terj. Gazii
Sallom. Kairo-Mesir: Maktabah al-Qur‟an, 1978.
Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-Agama Dari Era Teosofi Indonesia
(1901-1940) Hingga Masa Reformasi. Yogyakarta: Pusta Pelajar, Cet. 1.
2015.
Bakr Jabir Al-Jazairi, Abu. Ensiklopedia Muslim. Jakarta: Darul Fallah, 2000.
Cassirer, Ernst. Manusia Dan Kebudayaan: Sebuah Esai Tentang Manusia, terj.,
Alois A. Nugroho Jakarta: PT Gramadia, 1987.
Cristomy, T. dan Yuwono, Untung. Semiotik Budaya. Depok: Pusat Penelitian
Kemasyarakatan Dan Budaya, 2004.
Daradjat, Zakiah (peny.). Perbandingan Agama I. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur‟an Terjemahan. Jakarta: PT.
Syamil Cipta Media, 2005.
Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Modul pembinaan
Keluarga Sakinah Jakarta: Depag, 1995.
Ismail, Faisal. Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia.
Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2012.
Habibullah, Seren Taun Padepokan GirijayaJagakarsa: Mata Aksara, 2018), h.
147.
Handbook, A. Sosiologi Agama. Jakarta: IRCiSoD, 2012.
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Pt Rineka Cipta, 1996.
Mantja, Lalu. Sumbawa Pada Dulu, Surabaya: Rinta Surabaya, 1984.
Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi Jilid 1, Jakarta: UI-Press, 1987.
Morrison, Metode Penelitian survey. Jakarta: Prenadamedia, 2012.
93
Naping, Hamka. Laut, Manusia dan Kebudayaan. Yogyakarta: Kaukaba
Dipantara, 2017.
Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991.
Sugeng, Pujileksono, Pengantar Antropologi. Malang: Kelompok Intrans
Pubising, 2015
Tim Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Penelitian.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Tim Penyusun, Profil Destinasi Pariwisata Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Sumbawa: Kantor Pariwisata Kabupaten Sumbawa, 2016.
Tim Penyusun Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) Ano Rawi Dewan
Pendidikan Kabupaten Sumbawa Barat, Pasanotang: Tananang Boat Iwet
Mate Telas Tau Samawa. Yogyakarta: CV. Arti Bumi Intaran, 2016.
Tim Penyusun, kamus Samawa Indonesia. Mataram: Kantor Bahasa Nusa
Tenggara Barat, 2017.
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Arkola, Surabaya, 1990,
Pooney, Caroline. African Literature, Aninism and Politic. London: Routledge,
2001.
Prawirohamidjojo, R. Soetojo Pluralisme dalam Perundang-Undangan di
Indonesia. Surabaya: Airlangga Univesiry Press, 1986.
Pringgodidgo, A.G. (peny.), Ensiklopedi Umum. Jakarta: Yayasan Dana Buku
Franklin, 1973.
Raco, J. R. Metode Penelitian Kualitatif . Jakarta: PT Grasindo, 2010.
Rahayu, Intan N. K. “Makna Simbolik Umat Hindu Dalam Persembahyangan
Bulan Purnama Di Kecamatan Basidondo Kabupaten Tolitoli” Jurnal
Bahasa dan Sastra Vol. 5, No. 1. (2020).
Razak, Abdur dan Anwar, Rosihon. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia, 2006.
94
Rikcklefs, M. C. Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa 1930 Sampai
Sekarang, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta 2010.
Utami, Novi Widya. “Wujud Kebudayaan Dalam Prosesi Barodak Ritual Adat
Pernikahan Sumbawa”, Jurnal Retorika, Vol. 9, no. 2. Agustus 2016.
Yacub Al-Barry, M. Dahlan. Kamus Sosiologi Antropologi. Jakarta: Gramedia,
1990.
Observasi dan Wawancara
Observasi Prosesi Rapat Keluarga pada tanggal 8 April 2018.
Observasi Prosesi Sorong Serah pada tanggal 15 April 2018.
Observasi Prosesi Ritual Barodak pada tanggal 20 April
2018 .
Observasi Prosesi Akad Nikah pada tanggal 21 April 2018.
Observasi Prosesi Basai pada tanggal 22 April 2018.
Observasi. Lihat dari Arsip Desa Tepas Sepakat Kecamatan Brang Rea Kabupaten
Sumbawa Barat, 10 April 2018.
Observasi di Kubur Dedara Pitu, Pada tanggal 10 April 2018.
Wawancara peribadi dengan Bpk. Abu Bakar, Sesepuh Adat Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 12 April
2018.
Wawancara pribadi dengan Bpk. Aceng, Tokoh Adat (Ano Rawi) Kabupaten
Sumbawa, pada tanggal 25 Mei 2018.
Wawancara pribadi dengan Bpk. Ahmad, Kepala Desa Tepas Sepakat, Kecamatan
Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 10 April 2018.
Wawancara dengan Bpk. Fathullah, Juru Kunci Kubur Dedara Pitu, pada tanggal
7 April 2018.
95
Wawancara pribadi dengan Bpk. Jafar Idris, Tokoh Adat Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5 April
2018.
Wawancara peribadi dengan Bpk. Jafaruddin, Warga Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 2 April
2018.
Wawancara pribadi dengan Bpk. Syamsuddin Aswin, mantan Kepala Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, 22 April 2018.
Wawancara pribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April
2018.
Wawancara peribadi dengan Deri Kusnadi, Remaja Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 3 April
2018.
Wawancara peribadi dengan Eya Uwan, Warga Desa Tepas Sepakat Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 6 April 2018.
Wawancara pribadi dengan Ibu Sarah, warga Desa Tepas Sepakat Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 4 April 2018.
Wawancara pribadi dengan Bpk. Syafaruddin, Ketua Lembaga Adat Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 18 April 2018.
Wawancara pribadi dengan Bpk. Muhammad Sager, Tokoh Adat Desa Tepas
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April
2018.
Wawancara peribadi dengan Bpk. Muhammad Sanafiah, Sejarahwan Desa Tepas
Sepakat Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 5
April 2018.
96
Wawancara peribadi dengan Bpk. Syafaruddin, Ketua Lembaga Adat Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 21 April 2018.
Wawancara peribadi dengan Bpk. Syamsuddin Aswin, Mantan Kepala Desa
Tepas Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 22
April 2018.
Wawancara peribadi dengan Rahmad, Pemuda Desa Tepas Sepakat Kecamatan
Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 3 April 2018.
Wawancara Pribadi dengan Ust. Barliansyah, Tokoh Agama Desa Tepas Sepakat
Kecamatan Brang Rea Kabupaten Sumbawa Barat, pada tanggal 12 Mei
2018.
Internet
http://sumbawapintar.blogspot.co.id/2016/09/sepintas-mengenai-sejarah-dan-asal-
usul.html.
97
LAMPIRAN-LAMPIRAN
98
99
PEDOMAN WAWANCARA UPACARA PANGANTAN UNTUK WARGA
DESA TEPAS SEPAKAT
Nama Informan
Nama :
Alamat :
Jenis kelamin :
Umur :
Agama :
Jabatan :
Tanggal wawancara :
Daftar Pertanyaan:
A. Sekilas Tentang Profil Desa Tepas Sepakat
1. Apakah anda mengetahui tentang sejarah terbentuknya desa Tepas
Sepakat?
2. Bagaimana kondisi geografis dan aksebilitas desa Tepas Sepakat?
3. Bagaimana kondisi keagamaan desa Tepas Sepakat?
4. Bagaimana kondisi pola pemukiman desa Tepas Sepakat?
5. Bagaimana kondisi pendidikan desa Tepas Sepakat?
6. Bagaimana kondisi sosial desa Tepas Sepakat?
7. Apa mata pencaharian desa Tepas Sepakat?
B. Asal-Usul Kubur Dedara Pitu
1. Bagaimana asal-usul Kubur Dedara Pitu?
2. Bagaimana kondisi Kubur Dedara Pitu saat ini?
3. Seberapa penting Kubur Dedara Pitu bagi masyarakat setempat?
4. Siapa saja yang pernah berkunjung ke Kubur Dedara Pitu?
C. Sekilas Tentang Upacara Pangantan
100
1. Apa itu upacara pangantan?
2. Bagaimana sejarah upacara pangangtan?
3. Bagaimana prosesi upacara pengantan?
4. Apakah ada waktu-waktu tertentu dalam melaksanakan prosesi
pengantan?
5. Bagaimana hubungan Kubur Dedara Pitu dengan upacara pengantan?
6. Apa yang dilakukan masyarakat setempat ketika melanggar mitologi
Kubur Dedara Pitu?
7. Apa makna dari upacara pangantan bagi masyarakat Suku Sumbaawa?
Tepas Sepakat, ..... April 2018
(...................................................)
Nama dan tanda tangan informan
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
HASIL WAWANCARA
Nama : Ahmad
Alamat : Dusun Tepas Atas RT/RW: 10/03
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 50 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Kepala Desa Tepas Sepakat
Tanggal wawancara : 10 april 2018
Daftar Pertanyaan:
Sekilas Tentang Profil Desa Tepas Sepakat
A: Apakah anda mengetahui tentang sejarah terbentuknya desa Tepas
Sepakat?
B: Sebelum pemekaran Desa Tepas terdiri dari lima dusun yakni Dusun
Tepas Bawah, Dusun Tepas Atas, Dusun Sepakat, Dusun Moteng A dan
Dusun Moteng B. Kemudian pada tahun 2010 terjadi pemekaran
menjadi tiga desa. Dusun Tepas Bawah menjadi desa Sendiri, Dusun
Tepas Atas dan Dusun Sepakat Menjadi satu Desa yakni Desa Tepas
Sepakat serta Dusun Moteng A dan Dusun Moteng B menjadi satu Desa
yakni Desa Moteng.
Terdapat beberapa alasan terjadinya pemekaran, yakni:
1. Mempermudah pelayanan kepada masyarakat.
2. Mempercepat pengurusan administrasi.
3. Menciptakan lapangan kerja baru.
115
4. Mempercepat perkembangan ekonomi.
5. Mengurangi pengangguran.
A: Bagaimana kondisi geografis dan aksebilitas desa Tepas Sepakat?
B: Desa Tepas Sepakat adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan
Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Desa Tepas Sepakat berbatasan dengan desa-desa lainnya, sebelah utara
berbatasan dengan Desa Moteng, sebelah timur berbatasan dengan desa
Bangkat Monte, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tepas dan
sebelah barat berbatasan dengan Desa Seloto.Orbitrasi atau jarak pusat
pemerintahan Desa Tepas Sepakat ke pemerintahan kecamatan sejauh 2
km, ke pemerintahan kabupaten atau kota sejauh 10 km dan jarak ke ibu
kota provinsi sejauh 170 km. Untuk mengakses Desa Tepas Sepakat
dapat menggunakan semua jenis kendaraan darat terutama kendaraan
alat berat. Hal tersebut dikarenakan jalan raya Tepas Sepakat
merupakan jalan lintas utama kendaraan yang keluar masuk dari salah
satu PT terbesar yang terdapat di Kabupaten Sumbawa Barat yakni PT.
Bintang Bano.
A: Bagaimana kondisi keagamaan desa Tepas Sepakat?
B: Masyarakat Desa Tepas Sepakat seluruhnya beragama Islam, akan
tetapi untuk saat ini. terdapat kunjungan pekerja musiman dari Pulau
Sumba Provinsi Nusa Tenggara Barat sekitar 40 jiwa yang beragama
Kristen Protestan. Dalam menjalankan kegiatan beribadah, terdapat dua
bangunan masjid dan satu bangunan mushollah. Satu bangunan masjid
116
dan satu bangunan mushollah di dusun Tepas serta satu bangunan
masjid di dusun Sepakat. Selain masjid dan mushollah, juga terdapat
tiga bangunan TPQ (Taman Pendidikan Qur‟an) sebagai sarana
pembelajaran bagi anak-anak demi meningkatkan kegemaran terhadap
al-Qur‟an. Sebelum adanya TPQ yang dikenal oleh khlayak banyak
ataupun sebuah lembaga yang mendapatkan SK (surat keputusan) dari
pemerintah, di Desa Tepas Sepakat masih banyak dijumpai guru-guru
ngaji tradisional. Pada saat ini, jumlah guru ngaji tradisional berjumlah
sekitar 13 orang pengajar.
A: Bagaimana kondisi pola pemukiman desa Tepas Sepakat?
B: Penduduk Desa Tepas Sepakat berjumlah 1.849 jiwa yang terdiri dari
laki-laki 893 jiwa dan 956 jiwa perempuan. Jumlah tersebut terbagi ke
dalam 492 Kepala Keluarga (KK).
A: Bagaimana kondisi pendidikan desa Tepas Sepakat?
B: Desa Tepas Sepakat memiliki 9 sarana pendidikan yang terdiri dari 2
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 2 Taman Pendidikan Kanak-
Kanak (TK), 2 Sekolah Dasar (SD) dan 3 Taman Pendidikan Alqur‟an
(TPA).
A: Bagaimana kondisi sosial desa Tepas Sepakat?
B: Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Tepas Sepakat sangat
berpegang teguh kepada tradisi gotong royong yang telah mendarah
daging atau yang diwariskan secara turun-menurun dari nenek moyang
mereka. Dalam berbagai acara maupun kegiatan yang sifatnya
individual maupun kolektif, seluruh masyarakat saling membantu.
Sebagai contoh ketika ada hajatan yang dalam bahasa Sumbawa dikenal
117
dengan bakelewang, baik hanya hajatan kecil maupun berupa pesta
perkawinan, semua saling bantu-membantu dalam pelaksanaannya.
Ciri khas masyarakat Sumbawa pada umumnya yang sangat
mengedepankan budaya gotong royong, sehingga hal tersebut
mendapatkan perhatian dari pemerintah dan dijadikan sebagai salah satu
program unggulan dan disenangi di Kabupaten Sumbawa Barat sejak
terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati terbaru periode 2015-2020 yang
menerapkan program PDPGR (Program Daerah Pemberdayaan Gotong
Royong).
A. Apa mata pencaharian desa Tepas Sepakat?
B: Mata pencaharian masyarakat Desa Tepas Sepakat ada sedikit
perubahan yang terjadi. Mata pencaharian masyarakat Desa Tepas
Sepakat yang tadinya mayoritas petani, kini berubah dengan banyaknya
bermunculan tambang-tambang inkonvensional yaitu penggalian secara
tradisional hasil bumi seperti timah secara individual atau kelompok.
Ada juga yang masih bertani, menjadi pedagang, wirausaha, karyawan,
maupun pegawai negeri. Perubahan tersebut diakibatkan pola pikir dan
perilaku mereka untuk menjadi lebih baik. Secara ekonomi masyarakat
Desa Tepas Sepakat berada pada tingkat menengah ke bawah. Tetapi
tidak ada indikasi bahwa masyarakat Desa Tepas Sepakat di bawah
garis kemiskinan. Dan tidak ada masyarakat Desa Tepas Sepakat yang
harus menjalani kehidupan seperti mengemis, gelandangan ataupun
menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).
118
HASIL WAWANCARA
Nama : Abu Bakar (Abu Dea Ande)
Alamat : Desa Tepas Sepakat
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 84 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Sesepuh Adat Desa Tepas
Deskripsi Data:
A. Sekilas Tentang Mitologi Kubur Dedara Pitu
Dulu, ada ketujuh gadis cantik itu ingin dinikahi oleh seorang laki-laki
putra pribumi dengan syarat harus menanam padi di sawah Samper yang luasnya
kurang lebih 2 hektar. Di tengah menanam padi pemuda kampung samper ini
merasa tidak kuat melanjutkan syarat tersebut dan mencoba mengangkat
punggung. Akan tetapi, yang terjadi punggungnya patah lalu meninggal dunia di
tempat. Kemudian jazadnya dikuburkan di sawah Samper tersebut. Dengan kisah
seorang pemuda yang meninggal karena ingin menikahi ketujuh Dedara Pitu
akhirnya makam pemuda tersebut diberi nama Kubur Dedara Pitu. Seperti dalam
lawas Sumbawa:
Beringin leng makam pitu
Kajolo koat kabali
Nerima lampa pangeneng
119
Pangeneng kaku ko Nene‟
Tendri gama adal subuh
Iya i ai kayu nonda den
Artinya:
Pohon beringin di Kubur Dedara Pitu
Yang awalnya jatuh kembali berdiri
Diterimalah semua hajat
Do‟a hamba kepada Tuhan
Mudah-mudahan jatuhlah embun pagi
Supaya dapat menyirami pohon tak berdaun.
B. Sekilas Tentang Upacara Pangantan
A. Bada‟
Bada‟ dilakukan pada waktu subuh hari sebagai awal kehidupan makhluk,
dimana calon mempelai wanita dibangunkan dari tidur kemudian kepadanya
disampaikan pesan bahwa akan dinikahkan dengan seorang lelaki yang dalam
bahasa Sumbawa “mulai ano sa na manta mu les tama bale apa na ku sebale para
kau ke si A anak si B” “(malai hari ini, jangan sampai kamu keluar masuk rumah
karena akan ku nikahkan kamu dengan si A anak si B)”. Calon mempelai wanita
biasanya menangis karena perasaan hatinya yang bercampur aduk antara bahagia
akan bersanding dengan kekasih pilihan hati dan rasa sedih akan berpisah dengan
keluarganya. Tangis ini biasanya ditingkahi dengan suara baguntung atau gonteng
rontong juga gong genang sebagai bentuk proklamasi kepada seluruh masyarakat
bahwa akan ada seorang gadis yang akan dinikahkan.
120
B.Sorong Serah
Sorong Serah atau nyorong adalah serangkaian upacara adat
menghantarkan atau menyerahkan panyorong berupa barang-barang dari pihak
laki-laki kepada pihak mempelai perempuan. Panyorong adalah semua
kelengkapan baik barang, perhiasan, uang dan mahar adat yang telah disepakati
pada acara basaputis yang akan dipergunakan untuk pelaksanaan tokal basai
(resepsi) dan untuk keperluan pasangan suami isteri dalam memulai hidup
berumah tangga.
Dalam perjalanan menuju kediaman calon pengantin perempuan,
rombongan pihak laki-laki dengan semangat dan suka cita belamar basoan
membawa barang dengan diiringi ratib rebana ode. Sebelum memasuki kediaman
calon pengantin perempuan, rombongan nyorong disambut dengan atraksi toto
rantok sebagai pemberitahuan kepada seluruh pihak keluarga tuan rumah bahwa
tamu yang ditunggu telah tiba.
Terdapat hal yang unik dalam prosesi sorong serah berlangsung
khususnya bagi calon mempelai laki-laki yang melintasi Kubur dedara Pitu yakni
mempelai laki-laki tidak boleh melewati bagian depan makam tersebut. Cara
untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah mempelai wanita, mempelai laki -
laki ini berjalan ke timur dan melewati pematang sawah ditemani oleh salah
seorang atau lebih dari keluarga laki-laki, boleh juga melalui bagian depan
dengan syarat di luar radius 500 meter. Dalam mitologi masyarakat Suku
Sumbawa atau Tau Samawa khususnya di desa Tepas Sepakat ketika melanggar
tradisi ini, maka paska perkawinan tidak akan memiliki keturunan.
121
Untuk dapat memasuki kediaman calon pengantin perempuan, rombongan
nyorong harus melewati pintu masuk yang disebut lawang rare. Rombongan laki-
laki tidak diizinkan masuk tanpa melantunkan lawas sebagai kunci membuka
pintu. Di sini syair-syair Tau Samawa yang dikenal dengan sebutan lawas
dilantunkan oleh kedua belah pihak (rabalas lawas). Dibukakanlah lawang rare
dan dilanjutkan dengan serah terima secara simbolis panyorong berupa pipis
belanya (uang belanja), isi peti, isi lemari, dan perlengkapan kamar.
122
HASIL WAWANCARA
Nama : Muhammad Sagir
Alamat : Desa Tepas
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 62 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Kepala SMPN 1 Brang Rea
Deskripsi Data:
A. Sekilas Tentang Mitologi Kubur Dedara Pitu
Mitos Kubur Dedara Pitu memang sangat sakral di kalangan sesepuh adat
dan para orang tua dulu. Akan tetapi, berbeda dengan yang terjadi dalam keluarga
pribadi. Karena Kubur Dudara Pitu hanya saya anggap sebagai cerita rakyat masa
lampau dan tidak ada pengaruh dalam kehidupan seperti yang diyakini oleh para
sesepuh adat. Seperti contoh, waktu itu tahun 2015 saya akan menikahkan anak
perempuan saya dengan leleki asal pulau seberang (Lombok). Calon mempelai
laki-laki dan keluarga langsung saya arahkan ke rumah tanpa harus menghindari
Kubur Dedara Pitu. Sebulan paska pernikahan anak saya dianugrahkan keturunan.
Artinya bahwa saya selalu berprasangka baik sama Allah Swt, agar anak saya
diberikan keturuan tanpa terpengaruh dengan cerita Kubur Dedara Pitu tersebut.
Contoh tersebut baru dikalangan keluarga saya pribadi, beberapa bulan sebelum
123
anak saya menikah ada juga beberapa orang tua yang tidak mempercayai mitos
tersebut, dan alhamdulillah mereka tetap diberikan keturunan.
HASIL WAWANCARA
Nama : Syamsuddin Aswin
Alamat : Desa Tepas
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 56 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Mantan Kepala Tepas
a. Sekilas Tentang Desa Tepas Sepakat
Desa Tepas Sepakat merupakan desa yang berada di Kecamatan Brang
Rea, Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Lima tahun
belakangan, Desa Tepas Sepakat adalah satu-kesatuan dari Desa Tepas. Menurut
Syamsuddin Aswin kata “Tepas” diambil dari kata Tephos yang dalam bahasa
sansekerta berarti bambu. Sekitar abad ke-19 pohon bambu banyak ditanami di
pinggiran sungai dan dimanfaatkan oleh warga komunitas Sario (nama asli Desa
Tepas) salah satunya untuk melindungi rumah warga dari terjangan batang pohon
ketika banjir bandang tiba. Sehingga kata Tepas menjadi sebuah nama desa.
Sebelum pemekaran Desa Tepas terdiri dari lima dusun yakni Dusun
Tepas Bawah, Dusun Tepas Atas, Dusun Sepakat, Dusun Moteng A dan Dusun
124
Moteng B. Kemudian pada tahun 2010 terjadi pemekaran menjadi tiga desa.
Dusun Tepas Bawah menjadi desa Sendiri, Dusun Tepas Atas dan Dusun Sepakat
Menjadi satu Desa yakni Desa Tepas Sepakat serta Dusun Moteng A dan Dusun
Moteng B menjadi satu Desa yakni Desa Moteng.
Terdapat beberapa alasan terjadinya pemekaran, yakni:
6. Mempermudah pelayanan kepada masyarakat.
7. Mempercepat pengurusan administrasi.
8. Menciptakan lapangan kerja baru.
9. Mempercepat perkembangan ekonomi.
10. Mengurangi pengangguran.
b. Sekilas Tentang Sejarah Kubur Dedara Pitu
Kala itu, banyak pemuda yang mendengar kabar sayembara tersebut, akan
tetapi tidak ada yang berani. Sebab, persyaratannya dianggap sulit. Terdengarlah
berita ini sampai ke telinga seorang laki-laki yang bernama Camboe. Persyaratan
itu dianggapnya sebagai tantangan sekaligus bisa mendapatan klaim sebagai
seorang pemuda yang tangguh dan bertanggung jawab. Maka dia berinisiatif dan
bergegas melaksanakan titah itu. Sayembera itu dihadiri oleh petinggi pemerintah
kampung Samper, tokoh adat, orang tua Dedara Pitu, Dedara Pitu dan warga
sekitar. Ternyata Camboe dapat melaksanakan dengan baik dan sukses. Para
penonton yang menyaksikan bertepuk tangan gemuruh. Kemudian Camboe
mengangkat punggung dan hendak menghampiri Dedara Pitu sebagai hadiah dan
sekaligus calon istrinya, sontak punggung Camboe keram dan patah lalu
meninggal.
125
126
HASIL WAWANCARA
Nama : H. Hasanuddin (Aceng)
Alamat : Sumbawa Besar
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 60 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Juru Kunci Kubur Dedara Pitu
Deskripsi Data:
Sekilas Tentang Sejarah Upacara Pangantan
Sejarah perkawinan adat Sumbawa atau yang biasa disebut pangantan
sama halnya dengan perkawinan pada umumnya bahwa ia ada setua umur
manusia, tentu dalam tata dan prosesi yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinan
dan hukum adat yang berlaku. Hanya saja yang dilihat dan disaksikan dewasa ini
merupakan rangkaian tradisi dan prosesi yang dilandasi nilai-nilai luhur budaya
Sumbawa dalam sebuah falsafah “adat berenti ko syara‟, syara‟ berenti ko
kitabullah” (adat berpegang ke syariat, syariat berpedoman ke kitabullah). Nilai-
nilai keislaman membingkai peristiwa besar perkawinan tersebut dari awal hingga
akhir prosesi dalam bentuk dan tahapan materil maupun nilai-nilai simbolik di
dalamnya.
Falsafah “adat berenti ko syara‟, syara‟ berenti ko kitabullah” mulai
menjadi landasan dan falsafah hidup Tau Samawa pada tanggal 1 Muharram 1058
127
atau tanggal 30 November 1648 saat dilantiknya sultan pertama kesultanan
Sumbawa yang menjadi tonggak berdirinya kesultanan Sumbawa yakni Dewa
Mascinni yang merupakan sultan pertama kesultanan Sumbawa yang memerintah
sejak tahun 1648 hingga 1668 M. Lalu diganti oleh saudaranya Dewa Mas Gowa
yang memerintah tahun 1668-1674. Pada kepemimpinan kedua sultan tersebut
masih dipengaruhi paham-paham animisme, dinamisme serta kultur Hindu,
sehingga pada tahun 1674 kekuasaan Dewa Mas Gowa diambil alih oleh Dewa
Mas Bantan putra dari Dewa Mas Panghulu, saudari dari kedua sultan tersebut.
Pada masa sultan Dewa Mas Bantan barulah pemurnian dari seluruh ajaran dan
nilai-nilai Islam guna menjadi landasan dalam kehidupan dan adat-istiadat.
Dengan mengikuti perkembangan sejarahnya, adat istiadat yang hidup di
kalangan masyarakat Sumbawa merupakan campuran dari adat-istiadat Jawa dan
Makasar (Bugis). Pengaruh suku Jawa dilatarbelakangi oleh adanya kerajaan
Majapahit sekitar tahun 1331 M yang dibawa oleh dinasti Dewa Batara Sukin atau
Dewa Awan Kuning dan penguasaan Majapahit atas Taliwang, Seran dan Utan,
yang ditaklukkan oleh Patih Gaja Mada. Dari penaklukkan tersebut tentu
membawa adat-istiadatnya, maka peradaban Jawa melakukan penetrasi ke
Sumbawa Barat. pengaruh peradaban Jawa yang menurut sisa-sisa yang masih
bisa didapati misalnya adat “biso tian” yakni selamatan tujuh bulan kehamilan
istri, dikenal dalam adat Jawa dengan istilah “tingkep” atau “mitoni”.
128
HASIL WAWANCARA
Nama : H. Fathullah
Alamat : Desa Tepas
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 60 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Juru Kunci Kubur Dedara Pitu
Deskripsi Data:
Sekilas Tentang Mitologi Kubur Dedara Pitu
Menurut fathullah “dunu so ning peliuk Samper lo anu besingen Mesa
wujud atau Tau Loka Mesa roa i terue leng tau. Masi tu ode roa benar i ajar tu
sifat wujud qidam baqo (sifat 20). Hening sekali, maklum lo ka dua bale niso.
Bale Tau Loka Mesa ke bale Papen Maje‟. Bale so dunu masih yam bale sepuan
masih semi permanen. I pia ke dening jaro atap ke re. peliuk Samper Tau Loka
Mesa baing gawe. Kubur Dedara Pitu berangkang ke bale Tau Loka Mesa.
Sementara bale Papen Maje‟ ning tada barat kuber. Papen Maje‟ so papen kami.
Nah kuber so Papen Maje‟ baing jatu‟ na. dunu, nisan bejolo lo angkang anu
rawi. Loka‟ Papen Maje‟ karing i seterima lo Papen Oda, papen kandung saya. I
seterima lo anak nomor dua yakni Mariam, i serahkan lo ari na anu besingen
Haja Ija. Kemudian saket Haja Ija terus bilen tau. Ning pihak keluarga sate i
seterima lo Mangsur anak na Haja Ija so. Mangsur sa no roa, beling ke saya
“karena sia tau rango ba sia mo baing jatu‟ na”. karena amanat so, ya saya
terima mo. Sampai saat iyo, kuber sa masi jatu‟ ning saya (Haji Fathullah bin
129
Haji Muhammad Nur atau yang lazim i terue saya ning tau Haji Hasim) anak
Mariam sebagai juru kunci kubur so”. Artinya (“Dulu, di lingkungan Samper
tinggal seseorang yang bernama Mesa Wujud atau yang lebih dikenal orang Tau
Loka Mesa. Ketika saya masih kecil, sering sekali kami (saya, saudara saudari
sekandung dan teman-teman) diajarkan tentang wujud, qidam baqo (sifat 20) oleh
nya. Ya suasananya hening, maklum karena hanya terdapat dua rumah. Rumah
Tau Loka Mesa dan rumah Papen Maje‟. Bentuk bangunannya semi permanen
seperti rumah jaman baheula yakni sebagian besar dari bambu beratap ilalalang
yang dirajut. Persawahan di lingkungan Samper Tau Loka‟ Mesa yang
mengelolah. Kubur Dedara Pitu berada di depan rumah Tau Loka‟ Mesa.
Sementara rumah Papen Maje‟ berada di bagian barat makam. Papen Maje‟ itu
saudara kandung nenek saya. Nah, makam itu Papen Maje‟ yang jaga. Dulu, batu
nisannya mering ke arah ano rawi. Usia Papen Maje‟ semakin menua, makam
tersebut lalu diserahkan ke Papen Oda, nenek saya. Selanjutnya, diserahkan ke
anaknya yang nomor dua yakni Maryam, diserahkan lagi ke adik nya yang
bernama Haja Ija. Kemudian Haja Ija sakit dan meninggal. Oleh pihak keluarga
diserahkan ke Mangsur anaknya Haja Ija. Mangsur menolak dan mengatakan
kepada saya “karena sia kan yang paling tua diantara kami maka dari itu biar sia
saja yang menjaga nya”. Karena itu adalah amanat, saya langsung terima. Sampai
saat ini, makam tersebut saya yang mengelola (Haji Fathullah bin Haji
Muhammad Nur atau yang dikenal oleh masyarakat Haji Fathullah) anak Maryam
sebagai juru kunci makam tersebut”).
130
HASIL WAWANCARA
Nama : Jafar Idris
Alamat : Desa Tepas
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 67 Tahun
Agama : Islam
Jabatan :Tokoh Adat Tepas Sepakat
Deskripsi Data:
A. Sekilas Tentang Mitologi Kubur Dedara Pitu
Sampai saat ini, mitologi kubur keramat masih sangat sensitif bagi
kalangan sesepuh adat. Mereka sangat meyakini bahwa kemandulan dari beberapa
sepasang suami istri adalah dampak dari yang pernah mereka langgar. Tahun
1960, Muhammad Nurung misalnya, lelaki asal Desa Seteluk Kecamatan Seteluk
berusia 22 tahun mempersunting Sarah yang saat itu berusia 17 tahun gadis asli
Desa Tepas. Keduanya menjalani kehidupan rumah tangga hampir tiga puluh
tahun lamanya sampai di tahun 1990an mereka berpisah. Tidak memiliki
keturunan menjadi alasan utama mereka bercerai. Tahun 1992 ada Jabir, lelaki
asal Sumbawa Besar, sebelah timur Pulau Sumbawa menikahi Aminah. Kasusnya
sama yakni ketika prosesi sorong serah berlangsung, Jabir tidak beralih jalan dan
tetap melewati jalan raya lintas utama desa. Mereka tidak memiliki keturunan dan
bercerai tahun 1998.
131
Tahun 2005, Syarafuddin Syardi putra Aji Meka seorang staf di kantor
kecamatan Brang Rea mempersunting Yuliana anak dari Jawe Riya. Orang tua
dari Syarafuddin dan Yuliana tidak percaya dan mengganggap mitologi Kubur
Dedara Pitu hanyalah sebuah cerita atau dongeng belaka. Sehingga prosesi sorong
serah, barodak dan resepsi pernikahan dilakukan di halaman kantor kecamatan
Brang Rea tersebut yang secara geografis letak kubur Dedara Pitu tepat berada di
sebelah utara halaman kantor kecamatan yang jarak hanya beberpa meter dan
masih nampak jelas terlihat oleh pandangan mata. Sampai sekarang setelah
prosesi itu berlangsung mereka belum memiliki keturunan. Tahun 2011, Syamsul
asal Desa Rempe kecamatan Seteluk mempersunting Wati asal Desa Tepas. Pada
saat prosesi sorong serah kasus dan dampak nya pun sama yakni mereka tidak
memiliki anak.
B. Sekilas Tentang Upacara Pangantan
A. Rapat Keluarga
Rapat keluarga adalah salah satu prosesi dalam upacara pangantan.
Maksud dari rapat keluarga adalah berkumpulnya keluarga dan kerabat dekat
pihak keluarga calon pengantin laki-laki guna membahas segala keperluan prosesi
perkawinan. dulu, rapat keluarga belum ada dan belum menjadi bagian dari
prosesi perkawinan adat Sumbawa seperti konteks saat ini. Kalaupun ada paling
hanya keluarga dekat dalam lingkup kecil yang diajak berkontribusi memberikan
bantuan kepada keluarga yang hajatan. Memberikan informasi kepada keluarga
yang lain adalah ayah atau keluarga dari pihak laki-laki itu sendiri. Bisa juga
menyuruh “nde‟ pesila‟” orang yang dipercayai.
132
Tahun 1993, ketika anak dari Bapak Endong dan Ibu Embang atau sepupu
dari Jafar Idris akan melakukan pernikahan, Jafar Idris memberikan pendapat
kepada Bapak Endong agar segala keperluan terkait dengan pernikahan tersebut
bisa terpenuhi agar dibuatkan undangan resmi kepada keluarga dan kerabat. Kala
itu, undangan pertama kali ditulis sendri secara manual di kertas dengan bolpoint.
Undangan tersebut diedarkan kepada keluarga, kerabat dan sahabat dalam ruang
lingkup yang cukup besar. Ketika rapat keluarga berlangsung, Jafar Idris
membicarakan isi atau maksud dari rapat keluarga tersebut, bahwa rapat keluarga
ini dengan maksud dan tujan setiap yang hadir pada waktu itu bisa
menyumbangkan satu ekor ayam atau dengan uang minimal sebesar Rp 3.000
(tiga ribu rupiah). Seiring berjalan waktu, konsep rapat keluarga semakin
berkembang. Konsep nya lebih formal, terdapat susunan kepanitiaan, susunan
acara, undangan yang dibuat pun lebih canggih yakni dengan alat teknologi. Dulu,
rapat keluarga yang diaadakan hanya dari pihak laki-laki tapi sekarang pihak
perempuan pun mengadakan acara rapat keluarga. Yang menyumbang saat ini
tidak hanya ayam atau uang melainkan ada yang menyumbang berbagai macam
sembako dan lain lain sebagainya.
B. Tokal Basai (Resepsi Pernikahan)
Resepsi perkawinan Tau Samawa ini memiliki ciri khas yang cukup berbeda
dengan tradisi perkawinan daerah-daerah lainnya. Perayaan resepsi ini waktu yang
ditentukan ada dua pilihan yakni di pagi hari pukul 08.00-11.00 WITA atau pada
waktu malam hari pukul 19.00-22.00 WITA tergantung arahan dari sandro atau
tokoh yang dihormati dan dituakan. Perbedaan kedua waktu itu yang paling
133
kelihatan adalah di bagian konsumsi, malam hari disediakan kue-kue yang diisi
dalam kotak sedangkan apabila resepsinya diselenggarakan di pagi hari maka
pihak acara akan menyiapkan makan siang baik dalam bentuk prasmanan ataupun
nasi kotak ditambah dengan kue-kue yang sudah diwadahi dalam kotak yang akan
dibagikan satu per satu kepada para tamu undangan. Dalam penyediaan makanan
ringan dan makanan berat semua itu dibuat oleh tangan sendiri para kaum hawa
dengan sistem gotong royong yang disebut bakalewang.
Dalam pembuatan dekorasi di acara resepsi pernikahan ini, Tau Samawa
tak lepas dari sistem gotong royong. Surat undangan yang disebarkan misalkan
jumlahnya 500-1000 orang atau bahkan lebih maka kursi yang disiapkan juga
sesuai jumlah undangan yang tersebar. Untuk menyiapkan kursi sebanyak itu
maka kerabat dekat bekerja sama dengan aparat desa setempat. Biasanya
keperluan kursi sudah tersedia di masing-masing RT (Rukun Tetangga)dan tenda-
tenda di kantor desa tinggal masyarakat bahu-membahu membawa ke lapangan
sepak bola atau pekarangan yang lumayan luas tergantung tempat yang ditentukan
oleh pihak keluarga. Biasanya tempat yang paling banyak digunakan ialah
lapangan sepak bola.
Hadirin tamu undangan dan sanak keluarga secara bergiliran menyalami
dan memberikan do‟a restu kepada kedua mempela. Pada acara ini juga
dilaksanakan tradisi barupa/upa yaitu memberikan uang kepada kedua mempelai
oleh hadirin yang datang. Tradisi barupa telah dimaknai secara lebih luas, upa
yang diberikan tidak hanya dalam bentuk uang melainkan bisa berbentuk kado.
134
Setelah prosesi perkawinan usai kedua mempelai kembali ke rumah
hajatan (rumah mempelai perempuan). Kerabat dekat kedua mempelai bahu-
membahu membenahi barang-barang yang telah digunakan sebagai dekorasi acara
perkawinan. Apabila resepsi perkawinan di pagi hari maka langsung dibereskan,
tapi jika acaranya di malam hari, maka akan dibereskan keesokan hari di waktu
pagi. Setelah semua alat peragaan dan barang-barang telah dikondisikan ke tempat
masing-masing maka masyarakat yang ikut membantu mendatangi rumah hajatan,
maka pihak keluarga akan menyiapkan berbagai menu makanan sebagai bentuk
terimakasih dan ucapan rasa syukur.
135
HASIL WAWANCARA
Nama : Sarah
Alamat : Desa Tepas Sepakat
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 71 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Warga Desa Tepas Sepakat
Deskripsi Data:
c. Sekilas Tentang Mitologi Kubur Dedara Pitu
Dunu, mentu Manurung datang ke ina bapak na tama bakatoan lo bale, lo
beberapa pantangan bapak ku i sampaikan lo nya bahwa lamen datang sorong
serah na sampai i lantar langan rea angkang kubur so. Ngeneng tulung lako
Manurung na calon rane ku ngaro mutar man dalam lang sen, apa maklum bagi
keluarga kami sa sangat kami menghormati petuah balo tolo man dunu jangka
iyo. Tetapi pas sorong serah malah tetap i langan na. beling keluarga pernya
waktu so not tu sadu anu sorua. Keman kami resmi ten enam puluan nikah jangka
kami cerai ya bero nonya anak kami. Padahal aku tetap ku haid. Entah rane ku
anu nongka subur atau karena mitos kubur so atau memang Nene‟ Kuasa belum i
ube kami. Sering ti tu konsul lo menteri ning desa kami tapi beling menteri belum
waktu na bae so luk setiap kami konsul. Lalo lo bale sandro, tu cerita masalah
kami, malah sandro i suru tu lalo pani lo kubur Dedara Pitu sen. Manurung tetap
136
no roa tu ajak alo mani loken. Akhir na kami pasrah bae mo lo Nene‟ Kuasa.
(Dulu, ketika Manurung datang melamar ke rumah bersama dengan orang tua nya,
ada pantangan yang disampaikan oleh orang tua saya kepada dia bahwa jangan
sampai ketika prosesi sorong serah berlangsung calon pengantin laki-laki
melewati depan kuburan itu. Harapan kepada Manurung selaku calon suami saya
harus melewati jalanan setapak persawahan. Karena maklum, bagi kalangan
keluarga kami sangat menghormati petuah yang diceritakan oleh nenek moyang
kami sampai saat ini. Akan tetapi yang terjadi, Manurung waktu sorong serah
malah tetap malanggar pantangan itu. Keluarga mereka memang tidak percaya hal
tersebut. Semenjak kami resmi menikah tahun enam puluhan hingga kami
bercerai ya begitu, tidak memiliki anak. Padahal saya tetap haid. Entah suami saya
yang tidak subur atau karena mitos kuburan itu atau mungkin juga Allah Yang
Kuasa belum memberikan. Sering kami konsul ke dokter yang ada di desa tapi
kata dokter mungkin belum waktunya. Begitu terus jawaban setiap kami konsul.
Pergi ke rumah “sandro” (dukun), kami menceritakan keluhan kami, malah dia
menyuruh kami pergi memandikan diri di Kubur Dedara Pitu itu. Manurung tetap
tidak ingin pergi ke kubur itu. Akhirnya kami pasrah kepada Tuhan yang Maha
Kuasa.)”
137
HASIL WAWANCARA
Nama : Rahmad
Alamat : Desa Tepas Sepakat
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 29 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Pemuda Desa Tepas Sepakat
Deskripsi Data:
d. Sekilas Tentang Mitologi Kubur Dedara Pitu
Dulu, ada keluarga yang memiliki anak putri semua, berjumlah tujuh
orang. Ingin meminang salah seorang dari tujuh putri tersebut yang dia cintai, tapi
oleh orang tua putri tersebut diberikan syarat yakni menanam padi yang luasnya
hampir dua hektar dengan tidak mengangkat punggung sekalipun, harus
menunduk sampai selesai. Imbasnya pemuda ini meninggal di tengah melakukan
syarat tersebut. Jenazahnya di kuburkan di area tidak jauh dari tempat pemuda itu
meninggal. Kemudian mitosnya apabila ada calon mempelai laki-laki melakukan
seserahan maka dia tidak boleh melewati area kuburan itu. Karena kalau tetap
melanggar nantinya dia akan tidak mendapatkan keturunan. Nantinya kalau dia
merasa bersalah dia akan mendatangi kuburan itu lalu meminta maaf melaui juru
kunci dan sesepuh adat desa.
138
HASIL WAWANCARA
Nama : Deri Kusnadi
Alamat : Desa Tepas Sepakat
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 17 Tahun
Agama : Islam
Jabatan : Remaja Desa Tepas Sepakat
Deskripsi Data:
e. Sekilas Tentang Mitologi Kubur Dedara Pitu
Dulu, ada keluarga yang kaya raya yang memiliki anak putri semua,
berjumlah tujuh orang. Ingin meminang salah seorang dari tujuh putri tersebut
yang dia cintai, tapi oleh orang tua putri tersebut diberikan syarat yakni menanam
padi yang luasnya hampir dua hektar dengan tidak mengangkat punggung
sekalipun, harus menunduk sampai selesai. Imbasnya pemuda ini meninggal di
tengah melakukan syarat tersebut. Jenazahnya di kuburkan di area tidak jauh dari
tempat pemuda itu meninggal. Kemudian mitosnya apabila ada calon mempelai
laki-laki melakukan seserahan maka dia tidak boleh melewati area kuburan itu.
Karena kalau tetap melanggar nantinya dia akan mandul.
139
Gambar 1: Pani Pangantan
Gambar 2: Putar Lilin Tau Odak
Gambar 3: Gong Genang
Gambar 4: Ijab Kabul
Gambar 5: Pintu Masuk Sorong
Serah
Gambar 6: Rabana Ode
140
Gambar 7: Mangan Ngenta‟ bale
pangantan
Gambar 8: Bagian Depan Kubur
Dedara Pitu
Gambar 9: Bagian Dalam Kubur
Dedara Pitu
Gambar 10: Lukisan Kisah Dedara
Pitu di Tembok Depan Kantor
Kecamatan Brang Rea
Gambar 11: Rabalas Lawas
Gambar 12: Odak
141
Gambar 13: Saling Siap
Gambar 14: Rapancar
Gambar 15: Barodak
Gambar 16: Basai (Resepsi)
Top Related