1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Denpasar sebagai ibukota propinsi merupakan kawasan yang menjadi
pusat kegiatan masyarakat baik dalam hal ekonomi, pendidikan, politik dan
sebagainya. Oleh sebab itu Kota Denpasar menjadi tujuan bagi masyarakat untuk
mengadu nasib mencari penghasilan. Kondisi ini semakin lama membuat Kota
Denpasar mengalami kejenuhan dengan segala perkembangannya. Seiring
pesatnya perkembangan ekonomi, keberadaan pasar sebagai pusat kegiatan
ekonomi masyarakat juga berkembang.
Pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi sangat penting keberadaannya
dalam kehidupan masyarakat khususnya di kota besar seperti Denpasar. Pasar
khususnya pasar tradisional menjadi tempat bertransaksi antara penjual dan
pembeli. Keberadaan pasar di ibukota propinsi akan menjadi pusat kegiatan
perekonomian karena para pedagang ataupun pembeli yang bertransaksi berasal
dari berbagai wilayah.
Pasar Badung yang merupakan pasar terbesar di Denpasar tentunya
menjadi pusat kegiatan ekonomi. Pasar Badung merupakan pasar tradisional yang
sudah sejak jaman kerajaan dan masih tetap eksis hingga saat ini. Pasar Badung
terletak di Kecamatan Denpasar Barat, tepatnya di Jalan Gajah Mada Denpasar
dan dipisahkan oleh Sungai Badung dengan Pasar Kumbasari. Pasar ini memiliki
luas tanah 6230 M² dengan luas bangunan 8016 M² dengan jumlah pedagang
1
2023 (PD. Pasar Kota Denpasar, 2008). Dari letaknya yang sangat strategis dan
merupakan pasar terlengkap di Kota Denpasar mengakibatkan padatnya kegiatan
ekonomi yang berlangsung dan juga berdampak pada kondisi lalu lintas dan
perparkiran yang semakin padat. Bertambahnya aktivitas-aktivitas lain seperti
pedagang bermobil yang secara signifikan mengurangi kapasitas kantong parkir
yang ada di areal Pasar Badung maupun Pasar Kumbasari. Keadaan ini kemudian
diperparah dengan makin padatnya kawasan pusat kota, khususnya di sepanjang
Jalan Gajah Mada. Adanya upaya Pemerintah Kota untuk menghidupkan kembali
kawasan Jalan Gajah Mada dapat dikatakan berhasil mengangkat kembali
kawasan ini sebagai kawasan pusat kota.
Upaya pemerintah dalam menanggulangi berkurangnya kantong-kantong
parkir akibat pertambahan volume pedagang di Pasar Badung dan Pasar
Kumbasari serta hilangnya kantong-kantong parkir di Jalan Gajah Mada akibat
adanya penataan, disikapi dengan merencanakan suatu sentral parkir yang
terpadu. Sentral parkir disini dimaksudkan sebagai suatu areal parkir luas yang
dapat mewadahi parkir kendaraan pada suatu lokasi dan sebagian kawasan di
sekitarnya. Keberadaan sentral parkir mutlak diperlukan di kota-kota besar. Di
Jakarta sangat banyak terdapat bangunan yang didirikan khusus sebagai areal
parkir. Di Bali terdapat sentral parkir di Jalan Imam Bonjol yang diperuntukkan
sebagai parkir terpadu kawasan Kuta.
Sesuai dengan program dari Pemerintah Kota yang diteruskan oleh Dinas
Pekerjaan Umum, maka ditetapkan bahwa perencanaan sentral parkir yang akan
dibangun adalah di areal Pasar Badung (Detail Engineering Design Perencanaan
2
Gedung Parkir Bertingkat di Pasar Badung, 2007). Areal pertama yaitu di
pelataran depan Pasar Badung dan areal kedua adalah di pojok selatan Pasar
Kumbasari, tepatnya di areal Pasar Payuk. Untuk tahap pertama telah dikerjakan
sentral parkir di areal Pasar Payuk pada tahun anggaran 2008, sedangkan untuk
tahap kedua akan dikerjakan sentral parkir basement di pelataran utara Pasar
Badung yang menurut rencana akan dianggarkan pada Tahun 2010 (DED
Pembangunan Gedung Sentral Parkir di Pelataran Pasar Badung, 2010).
Keberadaan sentral parkir di Pasar Payuk yang telah rampung dikerjakan pada
akhir tahun 2008 dirasakan belum cukup untuk menjawab tantangan akan
perlunya sebuah sentral parkir yang representatif. Maka dari itu realisasi
pembangunan sentral parkir basement di Pasar Badung cukup mendesak untuk
dilaksanakan. Hal ini mengingat kapasitas kendaraan yang mampu ditampung di
parkir Pasar Payuk hanya 50 mobil, sehingga dibutuhkan sentral parkir yang
memiliki daya tampung lebih besar. Pada parkir basement yang direncanakan di
pelataran Pasar Badung akan menampung 140 mobil yang diharapkan mampu
menjawab kebutuhan masyarakat akan adanya sentral parkir. Berdasarkan hal
tersebut di atas dapat dilihat bahwa pengadaan suatu kantong parkir atau sentral
parkir di areal pelataran Pasar Badung cukup mendesak untuk dilaksanakan,
mengingat volume kendaraan yang ada dan masih kurangnya daya tampung dari
sentral parkir yang sudah ada.
Pembangunan sentral parkir yang telah dikerjakan khususnya
Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Payuk banyak menemui kendala-kendala
dalam pelaksanaannya. Kendala utama diantaranya adalah sulitnya pengaturan
3
dan relokasi pedagang selama pelaksanaan pekerjaan, sulitnya akses masuk ke
areal proyek dan juga keterlambatan penyelesaian pekerjaan oleh kontraktor.
Kendala-kendala seperti di atas yang harus dipertimbangkan untuk dapat
meminimalkan timbulnya risiko dan ketidakpastian dalam pembangunan sentral
parkir tahap selanjutnya. Risiko-risiko dapat timbul pada setiap tahapan
konstruksi baik pada saat perencanaan, pelaksanaan maupun pada saat operasional
dan dapat berupa risiko bagi pihak owner, perencana, pelaksana ataupun
masyarakat pengguna. Untuk dapat meminimalkan risiko yang terjadi diperlukan
adanya identifikasi, analisis dan mitigasi terhadap kemungkinan risiko yang akan
terjadi. Manajemen risiko dapat diartikan sebagai suatu pendekatan mengenai
risiko dan ketidakpastian dengan melakukan suatu identifikasi, analisis dan
mitigasi sebagai dasar tindakan untuk meminimalkan dampak dari risiko tersebut
penelitian-penelitian mengenai analisis risiko baik secara kualitatif dan kuantitatif
sudah banyak dilakukan, diantaranya Analisis Risiko pada Pembangunan Pusat
Pemerintahan Kabupaten Badung (Sudiatmika, 2010) yang berhasil
mengidentifikasi 98 (sembilan puluh delapan) risiko dengan 23 risiko yang
termasuk dalam risiko dominan (major risk) dan 1 (satu) risiko yang termasuk
kategori tidak dapat diterima (unacceptable) yaitu perubahan lahan persawahan
(kawasan hijau) menjadi lahan perumahan/komersial di sekitar Pusat
Pemerintahan Kabupaten Badung. Penelitian lain adalah Manajemen Risiko pada
Investasi Hotel Bintang Tiga di Bali (Kristinayanti, 2005) dengan identifikasi
sebanyak 40 (empat puluh) risiko dengan 10 risiko yang termasuk kategori tidak
dapat diterima (unacceptable) dan risiko yang menjadi perhatian adalah
4
environmental risk yaitu masalah sosial (lingkungan sekitar) seperti peraturan
desa adat setempat (awig-awig dan kontribusi) dan tekanan dari masyarakat
setempat. Demikian juga halnya dengan pembangunan sentral parkir ini perlu
dipertimbangkan juga mengenai risiko-risiko yang akan ditimbulkan dalam
perencanaan, pelaksanaan dan operasionalnya. Pada pembangunan sentral parkir
ini banyak terdapat risiko karena merupakan sarana publik yang sangat vital dan
cukup rawan konflik karena bersinggungan dengan aktivitas lain dalam hal ini
akivitas perdagangan serta mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam
pelaksanaannya karena terletak di tengah-tengah areal pasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka masalah
pada penelitian ini adalah:
1. Risiko-risiko apa saja yang teridentifikasi pada tahap perencanaan,
pelaksanaan dan operasional pada proyek Pembangunan Sentral Parkir di
Pasar Badung?
2. Risiko-risiko apa saja yang termasuk kategori dominan (major risk)
Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung?
3. Bagaimana mengelola atau melakukan mitigasi risiko yang ada untuk
meminimalkan hal-hal negatif yang mungkin akan terjadi?
4. Siapakah yang bertanggung jawab terhadap risiko yang terjadi (ownership of
risk)?
5
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui risiko-risiko apa saja yang teridentifikasi dan
melakukan penilaian (assessment) risiko pada tahap perencanaan, pelaksanaan
dan operasional proyek Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung.
2. Untuk menentukan risiko-risiko yang dominan (major risk) pada
Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung.
3. Melakukan pengelolaan (mitigasi) risiko pada Pembangunan Sentral
Parkir di Pasar Badung.
4. Mengetahui siapa yang bertanggung jawab terhadap risiko-risiko yang
terjadi (ownership of risk).
1.4 Manfaat Penelitian
1 Memberikan identifikasi dan penilaian (assessment) risiko-risiko yang terjadi
pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan operasional proyek Pembangunan
Sentral Parkir di Pasar Badung.
2 Memberikan informasi mengenai risiko-risiko yang dominan (major risk) dan
kepemilikan risiko (ownership of risk) pada Pembangunan Sentral Parkir di
Pasar Badung.
3 Dapat memberikan masukan kepada penentu kebijakan untuk melakukan
tindakan yang diperlukan terkait risiko-risiko yang dapat memberikan dampak
negatif pada Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung.
4 Dapat memberikan suatu kajian ilmiah serta dapat menjadi pedoman dan
bahan untuk penelitian selanjutnya.
6
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Ruang lingkup dan batasan dalam penelitian ini adalah hanya terbatas pada
penelitian yang bersifat kualitatif yaitu:
1. Penelitian dilakukan pada Pembangunan Sentral Parkir di Pasar
Badung.
2. Analisis risiko yang dilakukan terbatas pada tahap identifikasi
risiko (risk identification), melakukan penilaian risiko (risk assessment) dan
penanganan risiko (risk mitigation) pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan
operasional Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Risiko
Berbagai definisi dapat diberikan mengenai risiko, namun secara
sederhana artinya senantiasa berkaitan dengan kemungkinan akan terjadinya
akibat buruk atau akibat yang merugikan. Tidak ada metode apapun yang bisa
menjamin seratus persen bahwa akibat buruk itu setiap kali dapat dihindarkan,
kecuali jika kegiatan yang mengandung risiko tidak dilakukan (Darmawi, 2000).
Ada beberapa definisi risiko yang dikemukakan oleh Vaughan (1978)
sebagai berikut:
1. Risk is the chance of loss. (risiko adalah peluang terjadinya kerugian).
Risiko dengan pengertian di atas, biasanya dipergunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat suatu peluang terhadap
kerugian atau suatu kemungkinan terjadinya kerugian.
2. Risk is the possibility of loss (risiko adalah kemungkinan kerugian).
3. Risk is uncertainty (risiko adalah ketidakpastian).
Secara umum risiko dapat berarti peluang timbulnya kerugian (probability
of loss), kesempatan timbulnya kerugian (chance of loss) atau sesuatu yang tidak
pasti (unlcertainty), penyimpangan dari hasil yang diharapkan (the dispersion of
actual from expected result).
8
Pada umumnya orang sering mempersamakan pengertian risiko, hazard
dan peril. Namun ketiganya berbeda, oleh karena itu untuk maksud kajian istilah-
istilah tersebut harus dibedakan dengan tegas. Peril adalah suatu peristiwa yang
dapat menimbulkan suatu kerugian atau penyebab langsung kerugian. Sedangkan
Hazard adalah keadaan dan kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan
terjadinya suatu peril. Dengan kata lain hazard dapat didefinisikan sebagai
keadaan yang menimbulkan atau meningkatkan terjadinya chance of loss dari
suatu bencana tertentu. Tipe-tipe hazard diantaranya adalah (Darmawi, 2000):
1. Physical Hazard, adalah suatu kondisi yang bersumber pada karakteristik
secara fisik dari suatu obyek yang dapat memperbesar kemungkinan
terjadinya suatu peril ataupun memperbesar terjadinya suatu kerugian.
2. Moral Hazard, adalah suatu kondisi yang bersumber dari orang
bersangkutan yang terkait dengan sikap mental atau pandangan hidup serta
kebiasaannya yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu peril
atau kerugian.
3. Morale Hazard. Meskipun pada dasarnya setiap orang tidak mnginginkan
terjadinya suatu kerugian, akan tetapi karena merasa bahwa dirinya telah
memperoleh jaminan dengan baik, seringkali menimbulkan kecerobohan
yang memperbesar terjadinya suatu kerugian.
4. Legal Hazard, seringkali berdasarkan peraturan-peraturan ataupun
perundang-undangan yang bertujuan melindungi masyarakat justru
9
8
diabaikan atau kurang diperhatikan sehingga memperbesar terjadinya suatu
peril.
Berdasarkan definisi-definisi risiko di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk
(kerugian) yang tak diinginkan atau tidak terduga, dengan kata lain kemungkinan
itu akibat adanya ketidakpastian dimana ketidakpastian itu merupakan kondisi
yang menyebabkan tumbuhnya risiko yang bersumber dari berbagai aktivitas.
2.2 Tinjauan Umum Tentang Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah proses pengukuran atau penilaian risiko serta
pengembangan strategi pengelolaannya. Strateginya mulai dari mengidentifikasi
risiko, mengukur dan menentukan besarnya risiko, kemudian mencari jalan
bagaimana menangani risiko tersebut (Darmawi, 2000).
Untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap risiko-risiko, Flanagan
dan Norman (1993) mengemukakan kerangka dasar langkah-Iangkah seperti
berikut :
10
Identifikasi Risiko
Klasifikasi Risiko
Analisis Risiko
Respon Risiko
Perlakuan Risiko
Gambar 2.1. Kerangka Umum Manajemen Risiko
(Sumber: Flanagan dan Norman, 1993)
Berdasarkan Gambar 2.1 (hal. 10) dapat dijelaskan tentang faktor-faktor
yang harus dipertimbangkan pada tahapan identifikasi risiko, dimana berbagai
aspek dibahas secara runtut. Dalam hal ini penting dinyatakan bahwa risiko yang
teridentifikasi bukanlah suatu risiko melainkan adalah masalah manajemen. Hal
yang tidak bias diabaikan adalah definisi yang buruk tenatang risiko akan
melahirkan risiko-risiko lebih lanjut.
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur dalam mengelola
ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia
termasuk: penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan
mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan atau pengelolaan
sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko
kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan
menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko
tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal
seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen
risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan
menggunakan instrumen-instrumen keuangan.
Dalam Jurnal Akuntansi Pemerintah, Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan RI (BPPK RI), definisi risk management di atas dapat dijabarkan lebih
lanjut berdasarkan COSO-ERM (Comitee of Sponsoring Organization of the
11
Tradeway Commission – Enterprise Risk Management) dengan kata-kata kunci
sebagai berikut:
1. On going process, Risk management dilaksanakan secara terus menerus dan
dimonitor secara berkala. Risk management bukanlah suatu kegiatan yang
dilakukan sesekali (one time event).
2. Effected by people, Risk management ditentukan oleh pihak-pihak yang berada
di lingkungan organisasi. Untuk lingkungan institusi Pemerintah, risk
management dirumuskan oleh pimpinan dan pegawai institusi/departemen
yang bersangkutan.
3. Applied in strategy setting, Risk management telah disusun sejak dari
perumusan strategi organisasi oleh manajemen puncak organisasi. Dengan
penggunaan risk management, strategi yang disiapkan disesuaikan dengan
risiko yang dihadapi oleh masing-masing bagian/unit dari organisasi.
4. Applied across the enterprise, Strategi yang telah dipilih berdasarkan risk
management diaplikasikan dalam kegiatan operasional, dan mencakup seluruh
bagian/unit pada organisasi. Mengingat risiko masing-masing bagian berbeda,
maka penerapan risk management berdasarkan penentuan risiko oleh masing-
masing bagian.
5. Designed to identify potential events, Risk management dirancang untuk
mengidentifikasi kejadian atau keadaan yang secara potensial menyebabkan
terganggunya pencapaian tujuan organisasi.
12
6. Provide reasonable assurance, Risiko yang dikelola dengan tepat dan wajar
akan menyediakan jaminan bahwa kegiatan dan pelayanan oleh organisasi
dapat berlangsung secara optimal.
7. Geared to achieve objectives, Risk management diharapkan dapat menjadi
pedoman bagi organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
2.2.1. Identifikasi Risiko
Risiko dapat dikenali dari sumbernya (source), kejadiannya (event). dan
akibatnya (effect). Sumber risiko adalah kondisi-kondisi yang dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya risiko. Event adalah peristiwa yang menimbulkan
pengaruh (effect) yang sifatnya dapat merugikan dan menguntungkan. Hubungan
ketiga komponen tersebut dapat dilihat seperti Gambar 2.2.
Berdasarkan Gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa hal pertama yang perlu
dilakukan adalah mengetahui dengan jelas sumber dari risiko tersebut,
kejadian/peristiwa dan akibat dari risiko itu. Sebagai contoh dalam suatu
pekerjaan terdapat kerusakan pada peralatan (sumber risiko), lalu terjadi
kecelakaan pada pekerja proyek (peristiwa) yang menyebabkan kematian pada
pekerja (akibat).
Tahap identifikasi risiko ini merupakan tahapan tersulit dan paling
13
Sumber Peristiwa Akibat
Gambar 2.2. Identifikasi Risiko
(Sumber: Flanagan dan Norman, 1993)
menentukan dalam manajemen risiko. Kesulitan ini disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi seluruh risiko yang akan timbul
mengingat adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Oleh karena itu
dalam mengidentifikasi risiko ini terlebih dahulu diupayakan untuk menentukan
sumber risiko dan efek risiko itu sendiri secara komperehensif. Berdasarkan
aktivitas, risiko dapat bersumber dari politis (political), lingkungan
(enviromental), perencanaan (planning), pemasaran (market), ekonomi
(economic), keuangan (financial), alami (natural), proyek (project), teknis
(technic), manusia (human), kriminal (criminal) dan keselamatan (safety)
(Godfey, 1996).
Identifikasi risiko merupakan proses analisis untuk menemukan secara
sistematis dan berkesinambungan risiko (kerugian potensial) yang mungkin
terjadi. Oleh karena itu diperlukan (Darmawi, 2000):
1. Suatu checklist dari semua kerugian potensial yang mungkin dapat terjadi pada
umumnya.
2. Untuk menggunakan checklist itu diperlukan suatu pendekatan sistematik
untuk menentukan mana dari kerugian potensial yang tercantum dalam
checklist itu dihadapi oleh perusahaan yang sedang dianalisis.
Checklist itu diterbitkan oleh perusahaan asuransi, badan penerbitan asuransi,
Asosiasi Manajemen Amerika (AMA) dan Ikatan Manajemen Risiko dan
Asuransi.
Menurut Darmawi (2000), langkah selanjutnya dalam identifikasi risiko
adalah menggunakan checklist yang telah disusun untuk menemukan dan
14
menjelaskan jenis-jenis kerugian yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Dalam hal
tertentu orang-orang yang menggunakan checklist sudah mengetahui seluk-beluk
perusahaan yang dianalisis. Kebanyakan perusahaan sifat operasinya kompleks,
berdiversifikasi dan dinamis, maka diperlukan metode yang lebih sistematis untuk
mengeksplorasi semua segi dari perusahaan. Metode yang dianjurkan untuk
dipergunakan adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner analisis risiko (Risk analysis questionnaire).
2. Metode laporan keuangan (Financial statement method).
3. Metode peta-alir (flow-chart).
4. Inspeksi langsung pada proyek.
5. Interaksi yang terencana dengan bagian-bagian perusahaan.
6. Catatan statistik dari kerugian masa lalu.
7. Analisis lingkungan.
Menurut Ahmad (2004) bahwa timbulnya risiko investasi bersumber dari
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat terjadi bersamaan atau hanya muncul
dari salah satu saja. Risiko yang dimaksud antara lain:
1. Risiko tingkat bunga, terutama jika terjadi kenaikan.
2. Risiko daya beli, disebabkan inflasi.
3. Risiko manajemen, kesalahan/kekeliruan dalam pengelolaan.
4. Risiko kegagalan, keuangan perusahaan ke arah kepailitan.
5. Risiko likuiditas, kesulitan pencairan/pelepasan aktiva.
6. Risiko penarikan, kemungkinan pembelian kembali asset/surat berharga oleh
emitmen.
15
7. Risiko konversi, keharusan penukaran atau aktiva.
8. Risiko politik, baik internasional maupun nasional.
9. Risiko industri, munculnya saingan produk homogen.
Menurut Godfrey (1996) dalam Construction Research Industry and
Information Association (ClRlA) risiko dapat bersumber dari berbagai aktivitas
antara lain politik, lingkungan, perencanaan (planning), pasar (market), ekonomi,
keuangan (financial), alami (natural), proyek, teknik (technical), human,
kriminal, dan keselamatan (safety). Menurut Raftery (1994) sumber risiko yang
merupakan kategori utama (major) antara lain sumber dari klien/pemerintah
seperti perubahan pada peraturan daerah dan birokrasi, risiko keuangan seperti
perubahan kebijakan keuangan pemerintah, risiko proyek misalnya perubahan
dalam bagian (scope) proyek, risiko organisasi proyek misalnya wewenang
proyek manajer yang terlibat dalam organisasi, risiko perencanaan (design), risiko
kondisi setempat (cuaca), risiko kontraktor sebagai pelaksana misalnya
pengalaman dan keadaan keuangan kontraktor, risiko material untuk konstruksi,
risiko tenaga kerja, risiko logistik (akses menuju lokasi), risiko inflasi, risiko
perubahan harga dan risiko force majeure.
2.2.2. Klasifikasi Risiko
Menurut Godfrey (1996) dalam Construction Research Industry and
Information Association (CIRIA) bahwa nilai risiko ditentukan sebagai perkalian
antara kecenderungan/frekuenasi dengan konsekuensi risiko. Kecenderungan
(likelihood) adalah peluang terjadinya kerugian yang merugikan, yang dinyatakan
16
dalam jumlah kejadian pertahun. Sedangkan konsekuensi (consequences)
merupakan besaran kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya suatu kejadian yang
merugikan yang dinyatakan dalam nilai uang.
Secara umum berdasarkan kecenderungan peluang terjadinya risiko
(likehood) dan kosekuensi yang diakibatkan (consequences), risiko dapat
diklasifikasikan sebagai beikut:
1. Unacceptable, adalah risiko yang tidak dapat diterima dan harus
dihilangkan.
2. Undesirable, adalah risiko yang tidak diharapkan dan harus dihindari.
3. Acceptable, adalah risiko yang dapat diterima.
4. Negligible, adalah risiko yang sepenuhnya dapat diterima.
2.2.3. Analisis Risiko
Keseluruhan proses analisis risiko dan manajemen dapat dibagi menjadi 2
(dua), yaitu analisis risiko dan manajemen risiko. Sedangkan tingkat analisis
risiko dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu analisis kualitatif, yang terfokus pada
identifikasi dan penilaian risiko, serta analisis kuantitatif yang terfokus pada
evaluasi probabilitas terhadap terjadinya risiko.
Tujuan dari analisis dan manajemen risiko adalah membantu menghindari
kegagalan dan memberikan gambaran tentang apa yang terjadi bila proyek yang
dijalankan ternyata tidak sesuai dengan rencana. Analisis risiko dapat dilakukan
baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dimana sumber risiko harus
diidentifikasi dan akibat (effect) harus dinilai atau dianalisis.
17
Menurut Godfrey (1996) analisis risiko yang dilakukan secara sistematis
dapat membantu untuk :
1. Mengidentifikasi, menilai dan meranking risiko secara jelas
2. Memusatkan perhatian pada risiko utama (major Risk)
3. Memperjelas keputusan tentang batasan kerugian
4. Meminimalkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang paling
jelek
5. Mengontrol aspek ketidakpastian dalam proyek
6. Memperjelas dan menegaskan peran setiap orang / badan yang terlibat
dalam manajemen risiko
Menurut Thompson dan Perry (1991) bahwa analisis risiko secara
kualitatif mempunyai dua tujuan yaitu identifikasi risiko dan penilaian awal.
risiko, dimana sasarannya adalah menyusun sumber risiko utama dan
menggambarkan tingkat konsekuensi yang sering terjadi, termasuk perkiraan
pada akibat yang potensial pada estimasi biaya dan waktu, sedangkan analisis
kuantitatif terfokus pada evaluasi risiko. Tiga teknik yang biasanya dilakukan
pada analisis risiko secara kualitatif:
1. Menyusun daftar (check lists) risiko berdasarkan pengalaman sebelumnya.
2. Melakukan wawancara dengan personil kunci pada proyek (orang yang
berpengalaman dalam bidangnya).
3. Melakukan brainstorming (gagasan) dengan tim proyek tersebut.
Menurut Project Management Body Of Knowledge / PMBOK (2000)
18
menyatakan bahwa analisis risiko secara kualitatif adalah proses dalam menilai
pengaruh yang kuat dan kemungkian yang terjadi dalam mengidentifikasi risiko,
proses ini memprioritaskan risiko menurut akibat yang potensial yang
ditimbulkan pada tujuan proyek yang ingin dicapai. Hal-hal yang menjadi
masukan (input) dalam melakukan analisis risiko kualitatif yaitu rencana
manajemen risiko, mengidentifikasi risiko, status proyek, tipe proyek, data yang
teliti, skala pada probabilitas dan pengaruhnya, dan membuat asumsi.
Selanjutnya teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan analisis risiko
kualitatif adalah :
1. Menentukan probabilitas dan pengaruh risiko.
2. Probabilitas/pengaruh risiko berdasarkan matrik.
3. Melakukan test asumsi proyek.
4. Melakukan ranking terhadap data yang sudah lengkap.
Sedangkan hasil yang didapatkan melalui analisis risiko kualitatif adalah :
1. Ranking risiko secara keseluruhan pada suatu proyek.
2. Daftar (lists) pada risiko yang diprioritaskan.
3. Daftar (list) risiko untuk tambahan analisis dan manajemen.
4. Kecenderungan dalam hasil analisis risiko kualitatif
2.2.4. Penanganan Risiko
Risk response adalah tanggapan atau reaksi terhadap risiko yang dilakukan
oleh setiap orang atau perusahaan dalam pengambilan keputusan, yang
dipengaruhi oleh risk attitude dari pengambil keputusan (Flanagan dan Norman,
19
1993). Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi risiko yang muncul tersebut
disebut tindakan mitigasi/penanganan risiko (risk mitigation). Risiko yang muncul
kadang-kadang tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi hanya dapat dikurangi
sehingga akan timbul residual risk (sisa risiko).
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam menangani risiko, yaitu
(Flanagan dan Norman, 1993) :
1. Menahan Risiko (Risk Retention)
Sikap untuk menahan risiko sangat erat kaitannya dengan keuntungan (gain)
yang terdapat dalam suatu risiko. Tindakan untuk menerima/menahan risiko
ini karena dampak dari suatu kejadian yang merugikan masih dapat diterima
(acceptable).
2. Mengurangi Risiko (Risk Reduction)
Mengurangi risiko dilakukan dengan mempelajari secara mendalam risiko itu
sendiri, dan melakukan usaha-usaha pencegahan pada sumber risiko atau
mengkombinasikan usaha agar risiko yang diterima tidak terjadi secara
simultan. Dengan melakukan tindakan ini kadang-kadang masih ada risiko
sisa (residual risk) yang perlu dilakukan penilaian (assessment).
3. Memindahkan Risiko (Risk Transfer).
Sikap pemindahan risiko dilakukan dengan cara mengasuransikan risiko yang
dilakukan dengan memberikan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain.
Usaha atau pekerjaan yang risikonya tinggi dipindahkan kepada pihak yang
mempunyai kemampuan menangani dan mengendalikannya.
4. Menghindari Risiko (Risk Avoidance)
20
Sikap menghindari risiko adalah cara menghindari kerugian dengan
menghindari aktivitas yang tingkat kerugiannya tinggi. Menghindari risiko
dapat dilakukan dengan melakukan penolakan. Salah satu contoh
penghindaran risiko pada proyek konstruksi, adalah dengan memutuskan
hubungan kontrak (breach of contract).
2.3. Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung
Pembangunan sentral parkir ditujukan untuk mengatasi masalah parkir dan
kemacetan yang semakin meningkat di kawasan Pasar Badung dan di sekitar Jalan
Gajah Mada. Dalam perkembangannya terjadi perubahan kebijakan mengenai
penanganan areal pelataran Pasar Badung. Pembangunan sentral parkir di Pasar
Badung merupakan suatu perencanaan secara holistik terhadap kawasan Pasar
Badung dan kawasan sekitarnya.
2.3.1 Tahap Awal Perencanaan
Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung ini pertama kali dicetuskan
pada Tahun 1997 melalui Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) terkait dalam
hal ini Dinas Pekerjaan Umum Kota Denpasar. Pembangunan Sentral Parkir ini
awalnya terdiri dari pembangunan parkir bertingkat di Pasar Payuk dan
pembangunan parkir basement di pelataran Pasar Badung. Pada tahap awal,
Pemerintah Kota melalui Dinas PU merencanakan parkir bertingkat yang terdiri
dari tiga lantai di pojok selatan Pasar Kumbasari atau Pasar Payuk yang disain
awalnya dikerjakan oleh Tim dari Universitas Udayana (Dokumen DED, CV.
21
Unika Disain 2007).
2.3.2 Perencanaan dan Relokasi Pura Melanting Pasar Badung
Pembangunan sentral parkir di Pasar Badung ini sangat terkait dengan
lingkungan sekitar khususnya kawasan pelataran Pasar Badung. Sebelum
dilaksanakannya pembangunan sentral parkir, pemerintah melalui Dinas PU dan
berkoordinasi dengan pihak PD Pasar mengadakan relokasi Pura Melanting yang
pada awalnya terletak di sebelah selatan direlokasi ke pojok timur laut pelataran
pasar. Relokasi Pura Melanting ini diawali dengan pembuatan DED (Detail
Engineering Design) yang dikerjakan oleh CV. Unika Disain selaku konsultan
perencana dan pengawas pada Bulan April 2007. Tahap pelaksanaan dilakukan
pada Bulan Juni 2007 oleh PT. Riasen Yogi Artika dengan anggaran sebesar Rp.
551.300.000,00 (lima ratus lima puluh satu juta tiga ratus ribu rupiah) selama 90
(sembilan puluh) hari kalender (Dokumen DED, CV. Unika Disain 2007). Dalam
pelaksanaan relokasi Pura Melanting ini terdapat beberapa hal yang menghambat
pekerjaan diantaranya adanya perubahan disain mengenai tata letak bangunan-
bangunan pura setelah mendapat masukan dari pihak PD. Pasar, adanya kesalahan
perhitungan volume oleh konsultan perencana dan juga adanya pekerjaan tambah
di luar item pekerjaan yang tercantum dalam kontrak.
2.3.3 Renovasi Pasar Kumbasari
Rencana Pembangunan sentral parkir di pelataran Pasar Badung ini
22
kembali tertunda karena berbagai pertimbangan, termasuk diantaranya
pertimbangan untuk melakukan renovasi Pasar Kumbasari yang mengalami
musibah kebakaran pada 2 Mei 2007. Renovasi Pasar Kumbasari ini dilaksanakan
karena keadaan tak terduga atau bencana (force majeur) yang dilakukan dalam
dua tahap yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan dan pengawasan.
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan dilakukan pembuatan DED yang dikerjakan oleh CV.
Unika Disain sebagai konsultan perencana dan pengawas pada Bulan Juni 2007
dengan anggaran sebesar Rp. 97.800.000,00 (sembilan puluh tujuh juta delapan
ratus ribu rupiah). Perencanaan ini diawali dengan pengujian kekuatan struktur
oleh tim Fakultas Teknik Universitas Udayana setelah mengalami kebakaran.
Renovasi dititikberatkan pada lantai dua sampai lantai lima termasuk
penggantian struktur atap. Pada tahap perencanaan ini konsultan perencana
menghadapi permasalahan yang menghambat perencanaan diantaranya tidak
adanya as built drawing gedung pasar yang terbakar yang menyulitkan
perencana dalam melengkapi data awal, banyaknya masukan-masukan yang
beragam dari pihak-pihak terkait yang menghambat proses disain dan juga
terkendala karena adanya penolakan dari pedagang mengenai disain baru dan
rencana relokasi yang ditawarkan perencana dalam presentasi-presentasi yang
dilakukan.
2. Tahap Pelaksanaan dan Pengawasan
Pelaksanaan renovasi Pasar Kumbasari ini dilakukan pada Bulan November
2007 selama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender. Pelaksanaan proyek
23
dibagi menjadi dua yaitu renovasi struktur dan arsitektur yang dilaksanakan
oleh PT. Agung Sarwa Luwih dengan anggaran sebesar Rp. 4.684.053.000,00
(empat miliar enam ratus delapan puluh empat juta lima puluh tiga ribu
rupiah). Sedangkan renovasi mekanikal dan elektrikal dikerjakan oleh PT. Tea
Kirana dengan anggaran sebesar Rp. 2.079.800.000 (dua miliar tujuh puluh
sembilan juta delapan ratus ribu rupiah). Dalam tahap pelaksanaan dan
pengawasan juga terdapat masalah-masalah yang menghambat pekerjaan
seperti sulitnya memasukkan material ke lokasi proyek karena akses masuk ke
Pasar Kumbasari relaitf sempit dan kegiatan perdagangan yang padat,
keterlambatan penyelesaian pekerjaan oleh kontraktor, metode pekerjaan dan
spesifikasi teknis yang tidak sesuai dengan rencana, kontraktor kurang
mematuhi masukan dan instruksi dari konsultan pengawas dan direksi,
kurangnya tenaga kerja yang menghambat penyelesaian pekerjaan dan lain-
lain.
2.3.4 Pembangunan Parkir Bertingkat di Pasar Payuk
Pembangunan parkir bertingkat di Pasar Payuk diawali pada Tahun 2000
dengan perencanaan yaitu pembuatan DED yang disusun oleh Tim Fakultas
Teknik Universitas Udayana dengan perencanaan gedung parkir bertingkat toga
lantai. Dengan adanya berbagai pertimbangan, disain lama yang telah ada
kemudian dilakukan revisi untuk menyesuaikan dengan keadaan aktual. Revisi
yang dikerjakan oleh Dinas PU ini menghasilkan beberapa sub pekerjaan yaitu:
1. Pembuatan struktur parkir dan pasar.
24
2. Pembuatan jembatan kendaraan pada bagian selatan.
3. Pembuatan jembatan orang pada bagian utara.
4. Perbaikan gapura Pasar Kumbasari.
Pembangunan fisik parkir bertingkat di Pasar Payuk ini dilaksanakan
dengan anggaran sebesar Rp. 6.090.756.000,00 (enam miliar sembilan puluh juta
tujuh ratus lima puluh enam ribu rupiah). Pengerjaan pembangunan ini
dilaksanakan selama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender mulai Tanggal 15
Juli 2008 dengan kontraktor pelaksana PT. Agung Sarwa Luwih dan CV. Asta
Kosali sebagai konsultan pengawas (Dokumen DED, CV. Unika Disain, 2008).
Dalam pembangunan Sentral Parkir Pasar Payuk terdapat masalah-masalah yang
menghambat pekerjaan. Kepadatan aktivitas perdagangan di lokasi pekerjaan
menjadi masalah yang menghambat pekerjaan, demikian juga halnya dengan
pekerjaan pemindahan gardu listrik milik PLN yang berlarut-larut dalam
penyelesaiannya menyebabkan pekerjaan terhambat. Masalah besar yang dihadapi
adalah pada saat pembuatan pondasi jembatan dimana pemasangan tanggul dan
perancah sementara untuk mengalihkan aliran sungai terkendala akibat derasnya
aliran sungai saat banjir yang menghanyutkan semua tanggul dan perancah yang
telah dipasang.
2.3.5 Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung
Setelah pembangunan sentral parkir di Pasar Payuk rampung pada awal
Tahun 2009, pembangunan sentral parkir di pelataran Pasar Badung kembali
dianggarkan mengingat adanya sentral parkir di pasar payuk kurang memenuhi
25
dari segi daya tampung kendaraan. Pembangunan sentral parkir di Pasar Badung
ini diawali dengan penyusunan DED yang mencakup Kajian Teknis, Gambar
Disain, Spesifikasi Teknis dan Enginner Estimate. Pembuatan DED ini awalnya
dikerjakan oleh Tim Teknis Universitas Udayana. Dalam perkembangannya
dilakukan review DED terdahulu untuk menyesuaikan dengan keadaan terkini.
Review DED ini dikerjakan oleh CV. Unika Disain dengan kontak
640/1612.a/DPU yang dikerjakan dari Tanggal 20 Oktober 2007 sampai 22
Desember 2007 dengan biaya Rp. 84.222.600,00 (delapan puluh empat juta dua
ratus dua puluh dua ribu enam ratus rupiah) yang bersumber dari dana APBD
Perubahan Tahun Anggaran 2007. DED yang dikerjakan oleh konsultan
perencana dipresentasikan di hadapan Rapat dengan Tim Teknis Dinas PU, Dinas
Tata Ruang dan Perumahan, PD. Pasar, Sekretariat Kota, Anggota DRRD, Tim
Ahli Bangunan Gedung dan tokoh masyarakat terlebih dahulu untuk
penyempurnaan. Dalam disain ini dirancang sebuah bangunan parkir dengan
konsep basement yang terdiri dari satu lantai basement dengan daya tampung
kendaraan 60 mobil dan lantai dasar dengan daya tampung 80 mobil. Dalam
perhitungan kosultan perencana, pelaksanaan proyek ini akan terlaksana dengan
perkiraan biaya Rp. 7.208.750.000,00 (tujuh miliar dua ratus delapan juta tujuh
ratus lima puluh ribu rupiah). Dalam rancangan DED, pihak konsultan perencana
telah memperhitungkan pemanfaatan lahan yaitu lebih memilih alternatif satu
lantai basement ke bawah daripada dua lantai basement seperti rencana awal.
Disain juga dilengkapi dengan exhaust fan untuk menghindari udara pengap di
lantai basement. Pengerjaan fisik bangunan dijadwalkan akan dilaksanakan pada
26
pertengahan Tahun 2010 (Dokumen DED, CV. Unika Disain 2010).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini secara umum dilakukan dengan metode deskriptif kualitaif
untuk dapat memberikan suatu deskripsi yang akurat dan sistematik tentang
sesuatu keadaan dan hubungan yang terjadi antar keadaan yang diteliti. Metode
yang akan digunakan berupa penelitan lapangan dengan berpedoman kepada
kajian pustaka dan data-data penunjang yang ada. Permasalahan yang ada sesuai
dengan lingkup pembahasan diperoleh dengan metode wawancara dan survey
untuk mendapatkan pendapat atau opini dari responden dan expert mengenai
kemungkinan-kemungkinan risiko yang akan terjadi. Metode wawancara dan
survey yang akan dilakukan ini dititikberatkan pada instansi-instansi yang terlibat
dan memiliki peranan serata sebagai penentu kebijakan dalam Pembangunan
Sentral Parkir di Pasar Badung.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
27
Lokasi penelitian ini difokuskan pada Kawasan Sentral Parkir di Pasar
Badung dan terkait dengan instansi yang menjadi Tim Teknis dan jajaran SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah), termasuk juga pihak konsultan perencana.
Waktu penelitian ini adalah bulan Maret 2010 – Mei 2010.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini diperlukan data yang jenis dan sumbernya
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan mengadakan wawancara, brainstorming,
pengamatan lapangan dengan pihak-pihak yang berkompeten dan
berpengalaman (expert). Untuk mengetahui pendapat dan penilaian responden
terhadap identifikasi dan pendapatnya dalam menghadapi risiko dilakukan
dengan cara memberikan kuesioner yang dipandu dalam pengisiaannya.
2. Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari literatur, jurnal, paper, Gambar DED, RAB,
RKS, kontrak kerja dan penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan
pedoman untuk memperoleh identifikasi risiko awal yang akan dipadukan
dengan data primer. Penelitian terdahulu yang dipakai antara lain penelitian
dari Oka Suputra (2005), Kristinayanti (2005) dan Adi Sudiatmika (2010).
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:
28
27
1. Pengumpulan Data Primer dan Penentuan Responden
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan pembuatan kuesioner
mengenai identifikasi risiko dan penilaian (assessment) untuk
mendapatkan opini atau pendapat responden mengenai kemungkinan
kejadian (likehood to assurance) dan pengaruh risiko (potential
consequences). Pihak yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini
adalah pihak yang terlibat dalam proyek, diantaranya:
a. Pengguna Anggaran/Pimpinan SKPD (1 orang)
Pimpinan SKPD yang ditetapkan sebagai responden adalah Kepala
Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar yang membidangi
pekerjaan bangunan gedung di lingkungan Pemerintah Kota Denpasar.
Ditetapkannya Pimpinan SKPD sebagai responden karena Pimpinan
SKPD merupakan penanggung jawab pelaksanaan pekerjaan secara
umum sekaligus sebagai pengguna anggaran.
b. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan/PPTK (1 orang)
PPTK yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah
Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Bangunan Dinas Tata Ruang dan
Perumahan Kota Denpasar. PPTK merupakan pihak yang bertanggung
jawab secara khusus tentang teknis pekerjaan yang dilaksanakan.
c. Panitia Pengadaan Barang dan Jasa (4 orang)
Panitia Pengadaan Barang dan Jasa (PPBJ) yang dijadikan responden
dalam penelitian ini adalah PPBJ pada Dinas Tata Ruang dan
29
Perumahan Kota Denpasar yang membidangi pengadaan atau
pelelangan (tender) paket pekerjaan yang diteliti.
d. Direksi dan Staf PD. Pasar (3 orang)
Direksi dan staf PD. Pasar yang dijadikan responden adalah Direktur
Bagian Umum, Direktur Bagian Teknik dan Direktur Bagian
Pengawasan yang merupakan pengelola lokasi pekerjaan.
e. Direksi dan Staf PD. Parkir (3 orang)
Untuk direksi dan staf PD. Parkir yang dijadikan responden adalah
Bagian Teknik dan Bagian Operasional.
f. Konsultan Perencana (4 orang)
Konsultan perencana yang dijadikan responden adalah konsultan yang
merencanakan Sentral Parkir di Pasar Badung yang terdiri dari Team
Leader, Ahli Struktur, Ahli Arsitektur dan Ahli ME/P.
g. Kontraktor (6 orang)
Kontraktor yang dijadikan responden adalah kontraktor yang memiliki
pengalaman dalam mengerjakan pekerjaan sejenis dan merupakan 3
(tiga) kontraktor yang mengajukan penawaran pelaksanaan pekerjaan
dengan personil yang terdiri dari Project Manager dan Cost
Control/Estimator.
h. Tim Ahli Bangunan Gedung Kota Denpasar (2 orang)
Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) Kota Denpasar ditetapkan
sebagai responden karena TABG merupakan staf ahli dan advisor bagi
Pemerintah Kota Denpasar dalam hal arsitektur bangunan gedung.
30
2. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari literatur, jurnal, paper, e-journal dari
internet dan penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu yang
dipakai antara lain penelitian dari Oka Suputra (2005) mengenai
Manajemen Risiko Pada Pelaksanaan Pembangunan Denpasar Sewerage
Development Project (DSDP) di Kota Denpasar, Kristinayanti (2005)
mengenai Manajemen Risiko Pada Investasi Pembangunan Hotel Bintang
Tiga di Bali dan Adi Sudiatmika (2010) mengenai Analisis Risiko pada
Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung.
3.5 Instrumen Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data dan informasi baik
data primer ataupun data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan
strategi survey menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Sedangkan
untuk pengumpulan data sekunder menggunakan instrumen check list berupa
daftar variabel yang datanya akan dikumpulkan.
3.5.1 Pembuatan Kuesioner
Menurut Riduwan (2008) kuesioner atau angket adalah daftar pertanyaan
yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon (responden)
sesuain dengan permintaan pengguna. Tujuan dari penyebaran kuesioner adalah
mencari informasi lengkap mengenai suatu masalah dan responden tanpa merasa
khawatir bila responden memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan
31
dalam pengisian daftar pertanyaan. Dalam penelitian ini digunakan bentuk
kuesioner semi tertutup dengan pertanyaan terstruktur untuk menjawab
pertanyaan berdasarkan pilihan yang tersedia terkait skala likehood
(kemungkinan) dan consequences (dampak). Selain itu juga terdapat pertanyaan
yang memberi kemungkinan untuk menambah risiko yang belum teridentifikasi.
Kuesioner ini akan diberikan kepada pihak yang berkompeten dan terlibat dalam
Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung.
Untuk melakukan penilaian terhadap kemungkinan terjadinya hal-hal
yang menimbulkan kerugian dapat didefinisikan sebagai berikut (Godfrey, 1996):
TINGKAT FREKUENSI SKALA
Sangat sering 5
Sering 4
Kadang-kadang 3
Jarang 2
Sangat jarang 1
Pengukuran besarnya pengaruh variabel risiko terhadap kegiatan
Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung, menggunakan skala sebagai berikut
(Godfrey, 1996):
TINGKAT KONSEKUENSI SKALA
Sangat besar 5Besar 4Sedang 3Kecil 2Sangat kecil 1
32
(Sumber: Oka Suputra, 2003, Pengembangan dari Godfrey, 1996)
Tabel 3.1 Skala Kemungkinan (Likehood)
Tabel 3.2 Skala Konsekuensi (Consequences)
3.5.2 Analisis Reliabilitas dan Validitas
Instrumen penelitian harus berkualitas yang sudah distandarkan sesuai
dengan teknik pengujian validitas dan reliabilitas. Adapun pengujian validitas dan
reliabilitas dapat dijelaskan sebagai berikut (Riduwan, 2008):
1. Pengujian Validitas Instrumen
Dalam pengujian validitas dengan menguji validitas konstruksi dapat
digunakan pendapat dari para ahli (judgement experts). Setelah instrumen
dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur berdasarkan teori tertentu,
maka selanjutnya dikonstruksikan dengan para ahli dengan cara dimintai
pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun (Riduwan, 2008).
Instrumen yang telah disetujui para ahli tersebut dicobakan pada sampel dari
mana populasi diambil. Setelah data didapat dan ditabulasikan, maka
pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan analisis faktor yang
mengkorelasikan antara skor item instrumen (Sugiyono, 1999). Untuk
menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara
bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan
setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah skor tiap butir
dengan rumus Pearson Product Moment.
2. Pengujian Reliabilitas Instrumen
33
(Sumber: Oka Suputra, 2003, Pengembangan dari Godfrey, 1996)
Metode pengujian reliabilitas instrumen ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain (Riduwan, 2008):
a. Metode Belah Dua (Split Half Method)
Metode belah dua menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu kali
(single test-single trial method). Pada waktu membelah dua dan
mengkorelasikan kedua belahan, baru diketahui reliabilitas setengah tes
saja. Untuk mengetahui reliabilitas seluruh tes maka digunakan rumus
Spearman Brown.
b. Metode Kuder Richardson-20 (KR-20)
Metode KR-20 ini berguna untuk mengetahui reliabilitas dari seluruh
tes untuk item pertanyaan atau pernyataan yang menggunakan jawaban
benar (Ya) atau salah (Tidak). Bila benar bernilai = 1 dan jika salah
bernilai = 0
c. Metode Alpha
34
Ket:r11 = Koefisien reliabilitas internal seluruh itemrb = Koefisien Product Moment antara belahan
r11
=2.r
b
1 + rb
Rumus Spearman Brown
Metode ini untuk mencari reliabilitas internal yaitu menganalisis
reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, rumus Alpha sebagai
berikut:
3.6 Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan penyusunan data-data yang diperoleh dari hasil
kuesioner. Selain itu juga dilakukan penentuan skala penilaian dan penaksiran
parameter untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
3.6.1 Penerimaan Risiko (Risk Acceptability)
Analisis tingkat penerimaan risiko (risk acceptability) tergantung dari
hasil perkalian kemungkinan (likehood) dengan konsekuensi (consequensces).
Consequence Catastropic Critical Serious Marginal NegligibleLikehood 5 4 3 2 1
Frequent 5Unacceptable
(25)Unacceptable
(20)Unacceptable
(15)Undesirable
(10)Undesirable
(5)
Probable 4Unacceptable
(20)Unacceptable
(16)Undesirable
(12)Undesirable
(8)Acceptable
(4)
Occasional 3Unacceptable
(15)Undesirable
(12)Undesirable
(9)Undesirable
(6)Acceptable
(3)
Remote 2Undesirable
(10)Undesirable
(8)Undesirable
(6)Acceptable
(4)Negligible
(2)
Imporable 1Undesirable
(5)Acceptable
(4)Acceptable
(3)Negligible
(2)Negligible
(1)
35
(Sumber: Oka Saputra, 2003, Pengembangan dari Godfrey, 1996)
Tabel 3.3 Penilaian Tingkat Penerimaan Risiko (Assesment of Risk Acceptability)
(Sumber: Oka Suputra, 2003, Pengembangan dari Godfrey, 1996)
Ket:r11 = Nilai ReliabilitasS1 = Jumlah varian skor tiap-tiap itemSt = Varian totalk = Jumlah item
Rumus Alpha
r11
= kk-1
ΣS1
St
1 -[ [] ]
Dari tabel di atas dapat diuraikan tingkat penerimaan risiko sebagai berikut:
1. Unacceptable, adalah risiko yang tidak dapat diterima dan harus dihilangkan.
2. Undesirable, adalah risiko yang tidak diharapkan dan harus dihindari.
3. Acceptable, adalah risiko yang dapat diterima.
4. Negligible, adalah risiko yang sepenuhnya dapat diterima.
Dengan pertimbangan tingkat penerimaan risiko dan nilai dari skala
likehood dan consequences, maka skala penerimaan risiko dapat dirumuskan
seperti tabel di bawah ini:
Dari hasil skala penerimaan risiko ini dilakukan suatu evaluasi terhadap risiko
yang telah diidentifikasi berdasarkan kuesioner. Risiko yang bersifat
unacceptable dan undesirable memerlukan tindakan mitigasi.
Skala Penerimaan Risiko
Unacceptable x ≥ 15
Undesirable 5 ≤ x < 15
Acceptable 3 ≤ x < 5
Negligible x < 3
36
Tabel 3.4 Skala Penerimaan Risiko
(Sumber: Oka Suputra, 2003, Pengembangan dari Godfrey, 1996)
3.6.2 Penilaian Kepemilikan Risiko
Kepemilikan tanggung jawab risiko (ownership of risk) dialokasikan
dengan prinsip-prinsip yang telah dikembangkan oleh Flanagan dan Norman
(1993) diantaranya:
1. Pihak-pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang
menimbulkan risiko.
2. Pihak mana yang dapat menangani apabila risiko tersebut muncul.
3. Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak terkontrol.
4. Jika risiko di luar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko
bersama.
3.7 Kerangka Konsep Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan analisis risiko pada Pembangunan Sentral
Parkir di Pasar Badung. Untuk kelengkapan data diambil dari data primer yang
diperoleh dari wawancara dengan pihak yang terlibat dan berkompeten serta
melakukan pengamatan di lapangan. Data ini kemudian dijadikan pedoman dalam
penyusunan kuesioner tentang identifikasi risiko dan pengaruhnya pada
Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung ini. Data sekunder diperoleh dari
literatur, jurnal (termasuk e-journal dari internet) dan penelitian-penelitian
terdahulu.
Berdasarkan data primer dan sekunder disusun kuesioner untuk
mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan
37
melakukan analisis tingkat penerimaan risiko (risk acceptability) dari hasil
perkalian skala kemungkinan (likehood) dengan konsekuensi (consequences)
risiko. Dari hasil penerimaan risiko ini kemudian dilakukan evaluasi untuk
mengetahui risiko yang bersifat unacceptable dan undesirable untuk menentukan
tindakan mitigasi. Selanjutnya dilakukan analisis untuk menentukan kepemilikan
tanggung jawab risiko sehingga akan diketahui pihak-pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan penanganan.
Langkah-langkah penelitian dapat dilihat dalam skema di bawah ini.
38
Ide Penelitian dan Survey Pendahuluan
Identifikasi Risiko
Klasifikasi Risiko
Survey dan Pengumpulan Data
DATA SEKUNDERGambar DED Sentral Parkir di Pasar Badung,
termasuk RAB dan RKS.Dokumen kontrak perencanaan Sentral Parkir
di Pasar Badung.
DATA PRIMERWawancara dengan pihak yang
berkompeten yaitu pihak konsultan perencana.
Melakukan pengamatan pada site yaitu pelataran parkir Pasar Badung.
Kuesioner.
Analisis Data Risiko
Simpulan dan Saran
Pemilihan Tidakan Mitigasi
Penilaian Kepemilikan Tanggung Jawab Risiko
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Studi LiteraturLiteratur tentang manajemen risiko.Penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan referensi seperti
”Analisis Risiko pada Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung” oleh I Wayan Adi Sudiatmika dan ”Manajemen Risiko pada Pelaksanaan Pembangunan DSDP di Denpasar” oleh I G. N. Oka Suputra.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Identifikasi Risiko pada Pembangunan Sentral Parkir di Pasar
Badung
Identifikasi risiko-risiko yang terjadi dalam Pembangunan Sentral Parkir
di Pasar Badung diperoleh dengan merujuk pada penelitian sejenis dan melakukan
pengamatan langsung di lapangan. Selain itu juga dilakukan brainstorming
dengan pihak-pihak terkait dan memiliki kompetensi memberikan masukan
terhadap risiko-risiko yang terjadi dalam Pembangunan Sentral Parkir di Pasar
Badung mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan operasional. Risiko-risiko
yang teridentifikasi dalam Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung dapat
dijabarkan sebagai berikut:
39
39
Tabel 4.1 Identifikasi Risiko Berdasarkan Aktivitas dan Sumber Risiko Pada Tahap Perencanaan
Gambar 3.1. Kerangka Penelitian
I. TAHAP PERENCANAAN
No AktivitasNo.
RisikoIdentifikasi Risiko
KategoriSumber Risiko
A Perubahan kebijakan penanggungjawab proyek dan adanya masukan dari pihak terkait
1 Terjadinya perubahan penanggung jawab pembangunan dari Dinas PU ke Dinas Tata Ruang yang menyebabkan review disain.
Politis
2 Adanya masukan-masukan dari pihak PD. Pasar dan PD. Parkir yang berakibat adanya perubahan disain.
Politis
No AktivitasNo.
RisikoIdentifikasi Risiko
KategoriSumber Risiko
3 Berita-berita di media massa yang bersifat kontra produktif terhadap pelaksanaan Pembangunan Sentral Parkir.
Politis
4 Kurangnya koordinasi antar instansi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pengerjaan proyek.
Politis
5 Adanya perubahan prioritas pengerjaan proyek dalam tahun anggaran yang mempengaruhi pengerjaan proyek.
Politis
6 Adanya konflik kepentingan antara instansi yang terkait dengan pembangunan dalam hal ini pihak PD. Pasar dan PD. Parkir
Politis
7 Adanya review disain setelah diadakannya presentasi dan rapat dengan anggota Komisi B DPRD Kota Denpasar.
Politis
8 Adanya perubahan disain akibat kebijakan dan masukan dari pihak-pihak yang terkait dengan pembangunan Sentral Parkir.
Perencanaan
40
Tabel 4.1 Lanjutan
9 Adanya perubahan kebijakan prioritas penggunaan anggaran yang dapat menghambat terlaksananya pembangunan Sentral Parkir.
Politis
B Pengumpulan data dan review disain oleh konsultan perencana
10 Adanya kesulitan dari konsultan perencana dalam melengkapi data dari disain terdahulu untuk melakukan review disain.
Perencanaan
11 Kurangnya survei pendahuluan tentang lokasi pembangunan oleh konsultan perencanaan. Perencanaan
No AktivitasNo.
RisikoIdentifikasi Risiko
KategoriSumber Risiko
12 Kurangnya kajian holistik dari konsultan perencana yang dapat menyebabkan ketidaksesuaian dengan masterplan pengembangan Pasar Badung dan sekitarnya.
Perencanaan
C Koordinasi antara konsultan perencana dengan instansi terkait dalam perencanaan.
13 Koordinasi antar tim ahli pada konsultan perencana kurang berjalan dengan baik (arsitek, sipil, ME/P).
Perencanaan
14 Konsultan perencana kurang berkoordinasi dengan instansi yang berkaitan dengan proyek yang dikerjakan.
Perencanaan
D Analisis kondisi dan daya dukung lokasi pembangunan
15 Data tanah dan hidrologi (kondisi lapangan) kurang terdata secara terperinci.
Perencanaan
16 Adanya kesalahan perhitungan volume pekerjaan oleh konsultan perencana.
Perencanaan
17 Kurangnya analisis dari konsultan perencana mengenai jaringan utilitas yang tersedia di lapangan.
Perencanaan
E Pembuatan gambar rencana, RAB dan RKS
18 Adanya ketidaksesuaian antara gambar rencana dan kondisi riil di lapangan.
Perencanaan
41
19 Perbedaan spesifikasi teknis antara gambar rencana, rencana anggaran biaya (RAB) dan rencana kerja dan syarat-syarat (RKS).
Perencanaan
20 Adanya perubahan disain bangunan dari disain awal dengan sistem dua lantai basement menjadi 1 lantai basement di bawah ground floor.
Perencanaan
21 Kurang lengkapnya gambar rencana.
Perencanaan
22 Kurangnya analisis dari konsultan perencana mengenai jaringan utilitas yang tersedia di lapangan.
Perencanaan
II. TAHAP PELAKSANAAN
No AktivitasNo.
RisikoIdentifikasi Risiko
KategoriSumber Risiko
A Persiapan pekerjaan dan pengukuran lapangan
23 Pengukuran lapangan (uitzet) untuk menentukan posisi, titik, garis dan ketinggian tidak sesuai gambar.
Proyek
24 Pengukuran dilakukan secara manual tanpa pesawat ukur (teodolit).
Proyek
25 Adanya perbedaan interpretasi dokumen kontrak antara owner dengan kontraktor.
Proyek
26 Ketidaksesuaian antara volume pekerjaan di dalam BQ dan kondisi di lapangan.
Proyek
27 Ketidaksesuaian gambar dan spesifikasi teknis.
Teknis
28 Perbedaan hasil pengukuran kualitas dan kuantitas pekerjaan dengan kondisi aktual di lapangan.
Teknis
29 Adanya perubahan disain akibat penyesuaian dengan kondisi di lapangan.
Teknis
B Relokasi pedagang selama masa pelaksanaan pekerjaan
30 Adanya penolakan dari para pedagang yang akan direlokasi dengan adanya pembangunan
Politis
42
Tabel 4.2 Identifikasi Risiko Berdasarkan Aktivitas dan Sumber Risiko Pada Tahap Pelaksanaan
Sumber: Wawancara dan penelitian sejenis
Sentral Parkir.C Penggunaan alat-alat
berat selama pelaksanaan pekerjaan
31 Terjadinya kontaminasi tanah, polusi dan kebisingan yang mengganggu selama pelaksanaan Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung.
Lingkungan
32 Sulitnya akses masuk bagi alat berat yang akan digunakan selama pelaksanaan proyek.
Lingkungan
33 Peralatan yang digunakan terutama alat berat dan kendaraan pengangkut tanah sisa galian tidak mencukupi sehingga menghambat pekerjaan.
Teknis
34 Terjadinya kecelakaan akibat penggunaan alat berat.
Keselamatan
No AktivitasNo.
RisikoIdentifikasi Risiko
KategoriSumber Risiko
D Pelaksanaan penggalian untuk lantai basement
35 Adanya kerusakan bangunan sekitar akibat pengerjaan proyek, khususnya Pura Melanting yang sangat berdekatan dengan lokasi.
Lingkungan
36 Adanya longsoran tanah pada saat penggalian lantai basement.
Proyek
37 Kurangnya pagar pengaman proyek yang dapat menyebabkan kecelakaan terutama bahaya terjatuh pada saat penggalian basement.
Keselamatan
38 Muka air tanah yang tinggi pada galian basement.
Alami
39 Terganggunya pekerjaan karena kegiatan pasar yang tidak pernah berhenti sepanjang hari.
Alami
40 Adanya mata air pada galian basement.
Alami
41 Adanya rembesan air Tukad Badung selama pengerjaan proyek, khususnya pada saat pengerjaan lantai basement.
Alami
42 Adanya ceceran tanah bekas galian pada saat pengangkutan keluar lokasi proyek
Proyek
43
Tabel 4.2 Lanjutan
E Pembangunan pondasi bored-pile sebagai pengaman bangunan
43 Adanya kerusakan bangunan sekitar terutama Pura Melanting akibat proses konstruksi khususnya saat pekerjaan pondasi bored-pile.
Proyek
F Penyediaan material yang akan digunakan selama pelaksanaan pekerjaan
44 Terjadinya eskalasi atau kenaikan harga bahan bangunan selama masa perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Ekonomi
45 Terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak selama masa pelaksanaan pekerjaan yang akan mempengaruhi kinerja proyek
Ekonomi
No AktivitasNo.
RisikoIdentifikasi Risiko
KategoriSumber Risiko
46 Terlambatnya pasokan material yang mengurangi kinerja pekerjaan.
Proyek
47 Kontraktor tidak mengajukan contoh material untuk disetujui terlebih dahulu oleh konsultan pengawas.
Proyek
48 Pengadaan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis. Proyek
49 Hilangnya material dan peralatan kerja selama berlangsungnya proyek.
Kriminal
G Pengaturan lalu lintas kendaraan dan bahan keluar masuk lokasi proyek
50 Terganggunya kelancaran pekerjaan akibat tingginya tingkat kepadatan lalu lintas di sekitar lokasi pembangunan.
Lingkungan
51 Adanya keluhan dari warga akibat terganggunya aktivitas mereka termasuk kemacetan yang terjadi.
Manusiawi
52 Terganggunya kegiatan perekonomian di Pasar Badung pada saat pelaksanaan proyek.
Manusiawi
53 Opini masyarakat yang apatis terhadap pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung.
Politis
44
Tabel 4.2 Lanjutan
H Pelaksanaaan pekerjaan struktur utama bangunan dan pekerjaan arsitektural
54 Adanya kerusakan pada bangunan selama pengerjaan proyek akibat bencana alam (force majeur/kahar).
Alami
55 Terhambatnya pekerjaan akibat cuaca (hujan).
Alami
56 Pekerjaan yang dilaksanakan kontraktor tidak sesuai dengan gambar dan spesifikasi teknis.
Proyek
57 Adanya perubahan disain yang berakibat pada terhambatnya prestasi pengerjaan proyek.
Proyek
58 Adanya perubahan spesifikasi teknis yang mengganggu pelaksanaan proyek.
Proyek
No AktivitasNo.
RisikoIdentifikasi Risiko
KategoriRisiko
60 Kurangnya kualitas pekerjaan karena lemahnya pengawasan lapangan.
Proyek
61 Kurangnya kualitas pekerjaan karena tidak mengikuti dan melaksanakan masukan dan instruksi dari pengawas lapangan.
Proyek
62 Kurangnya pagar pengaman proyek yang dapat menyebabkan kecelakaan terutama bahaya terjatuh pada saat penggalian basement.
Proyek
63 Tenaga kerja yang diperlukan kurang mencukupi.
Proyek
64 Tenaga kerja yang ditugaskan tidak sesuai dengan kualifikasinya.
Proyek
65 Koordinasi antara kontraktor, konsultan perencana, konsultan pengawas dan owner kurang berjalan dengan baik.
Proyek
66 Terjadinya keterlambatan penyelesaian proyek.
Proyek
67 Produktivitas pekerja yang rendah.
Manusiawi
68 Keterlambatan kedatangan Manusiawi
45
Tabel 4.2 Lanjutan
tenaga kerja akibat libur hari raya.
69 Kelelahan akibat banyaknya pekerjaan yang dilakukan secara lembur.
Manusiawi
70 Pemogokan oleh tenaga kerja. Manusiawi71 Adanya pekerja yang sakit atau
mengalami kecelakaan.Manusiawi
72 Kurangnya pengamanan di lokasi proyek.
Keselamatan
73 Terjadinya perusakan fasilitas proyek.
Keselamatan
74 Adanya pungutan liar yang dilakukan preman. Keselamatan
No AktivitasNo.
RisikoIdentifikasi Risiko
KategoriRisiko
75 Adanya penggunaan dana di luar yang tercantum dalam kontrak.
Keselamatan
76 Kondisi kesehatan pekerja yang kurang terjamin di lokasi proyek.
Keselamatan
77 Pekerja tidak menggunakan alat keselamatan pada saat bekerja.
Keselamatan
78 Kurangnya fasilitas sanitasi pada areal penampungan tenaga kerja.
Keselamatan
I Penyesuaian volume pekerjaan di lapangan
79 Pekerjaan tambah yang lebih besar dari 10%.
Proyek
80 Adanya perbedaan perhitungan volume pekerjaan yang telah dikerjakan antara kontraktor dan konsultan pengawas.
Proyek
J Pembayaran pekerjaan 81 Adanya keterlambatan pembayaran termin oleh owner kepada pihak konsultan perencana, konsultan pengawas dan kontraktor.
Keuangan
82 Keterlambatan pembayaran oleh kontraktor utama kepada pihak sub kontraktor.
Keuangan
K Pelaksanaan pekerjaan mekanikal dan elektrikal
83 Kekurangan pasokan daya listrik yang tersedia di lapangan
Proyek
46
Tabel 4.2 Lanjutan
84 Kurang terawatnya instlasi listrik dan hidran eksisting sehingga menyulitkan dalam penyambungan/connecting.
Proyek
III. TAHAP OPERASIONAL
No AktivitasNo.
RisikoIdentifikasi Risiko
KategoriRisiko
A Pengaturan arus kendaraan yang keluar masuk ke Sentral Parkir
85 Adanya kemacetan yang terjadi di sekitar sentral parkir karena pengaturan arus keluar masuk kendaraan yang kurang baik.
Teknis
86 Kurangnya pengamanan pada jalur utama keluar masuk kendaraan yang menimbulkan kesemrawutan.
Teknis
B Pengaturan tata parkir kendaraan
87 Kurangnya pengaturan parkir baik di area basement dan ground floor yang menyebabkan berkurangnya daya tampung optimal dari sentral parkir.
Teknis
88 Kurangnya pertanda dan peringatan yang menyebabkan bingung pengguna parkir.
Teknis
89 Adanya biaya retribusi parkir yang tidak sama dengan retribusi parkir di luar sentral parkir.
Teknis
C Perawatan dan pemeliharaan gedung sentral parkir
90 Kurangnya tanggung jawab dari kontraktor mengenai kerusakan-kerusakan yang terjadi selama masa pemeliharaan.
Teknis
91 Mahalnya biaya perawatan bangunan khususnya instalasi listrik, plumbing dan hidran.
Teknis
92 Tidak berfungsinya peralatan-peralatan pengaman bangunan seperti hidran, pompa banjir (sum
Teknis
47
Tabel 4.3 Identifikasi Risiko Berdasarkan Aktivitas dan Sumber Risiko Pada Tahap Operasional
Sumber: Wawancara dan penelitian sejenis
pit) dan lain-lain.D Pelaksanaan
prosedur standar pengelolaan parkir
93 Kurangnya keterampilan SDM / juru parkir dalam melakukan pengaturan perparkiran (hanya menarik retribusi tanpa membantu mengatur parkir).
Teknis
94 Peralatan yang digunakan juru parkir tidak mencukupi untuk melakukan pengaturan parkir.
Teknis
95 Adanya kehilangan kendaraan yang diparkir karena kurangnya ketatnya pengaturan dan pengamanan yang dilakukan oleh petugas parkir.
Teknis
Berdasarkan Tabel 4.1 (halaman 35), Tabel 4.2 (halaman 38) dan Tabel
4.3 (halaman 43) di atas, risiko yang teridentifikasi pada Pembangunan Sentral
Parkir di Pasar Badung sebanyak 95 (sembilan puluh lima) risiko. Menurut
kategori sumber risiko, risiko terbanyak adalah risiko proyek (project risk), yaitu
sebanyak 25 (dua puluh lima) risiko atau 26.32% dari keseluruhan risiko yang
teridentifikasi. Prosentase jumlah risiko dapat dijelaskan pada Tabel 4.4
NO RISIKO JUMLAH (%)1 Politis 10 10.53 2 Perencanaan 14 14.74 3 Proyek 25 26.32 4 Teknis 15 15.79 5 Lingkungan 4 4.21 6 Keselamatan 9 9.47 7 Alami 6 6.32 8 Ekonomi 2 2.11 9 Kriminal 1 1.05
10 Manusiawi 7 7.37 11 Keuangan 2 2.11
95 100.00
48
Tabel 4.4 Prosentase Jumlah Risiko Berdasarkan Sumber Risiko
Sumber: Wawancara dan penelitian sejenis
Sumber: Hasil analisis
4.2 Frekuensi dan Modus Jawaban Responden
4.2.1 Jawaban Responden Terhadap Kemungkinan (Likehood)
Hasil jawaban responden mengenai kemungkinan (likehood) risiko sesuai
dengan skala penilaian dapat dijelaskan dalam Lampiran 10 (halaman 146).
Representasi jawaban responden terwakili oleh nilai modusnya. Maka dari itu
disusun tabel distribusi jawaban responden terhadap kemungkinan (likehood)
risiko seperti pada Lampiran 11 (halaman 150) dan Lampiran 12 (halaman 154).
Dari data yang tersusun dalam Lampiran 11 dan 12 mengenai modus
jawaban responden terhadap kemungkinan (likehood) risiko adalah sebagai
berikut:
1. Frekuensi skala 1 (sangat jarang) : 1
2. Frekuensi skala 2 (jarang) : 25
3. Frekuensi skala 3 (kadang-kadang) : 46
4. Frekuensi skala 4 (sering) : 23
5. Frekuensi skala 5 (sangat sering) : 0
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa frekuensi terjadinya risiko pada skala
3 (kadang-kadang) paling banyak muncul.
4.2.2 Jawaban Responden Terhadap Pengaruh (Consequences)
Hasil jawaban responden mengenai konsekuensi (consequences) risiko
sesuai dengan skala penilaian dapat dijelaskan dalam Lampiran 13 (halaman 159).
Representasi jawaban responden terwakili oleh nilai modusnya. Maka dari itu
49
disusun tabel distribusi jawaban responden terhadap konsekuensi (consequences)
risiko seperti pada Lampiran 14 (halaman 163) dan Lampiran 15 (halaman 167).
Dari data yang tersusun dalam Lampiran 14 dan 15 mengenai modus
jawaban responden terhadap konsekuensi (consequences) risiko adalah sebagai
berikut:
1. Konsekuensi skala 1 (sangat kecil) : 0
2. Konsekuensi skala 2 (kecil) : 13
3. Konsekuensi skala 3 (sedang) : 43
4. Konsekuensi skala 4 besar) : 37
5. Konsekuensi skala 5 (sangat besar) : 2
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa semua risiko mempunyai
pengaruh atau konsekuensi terhadap proyek Pembangunan Sentral Parkir di Pasar
Badung.
4.3 Penilaian Responden terhadap Risiko pada Pembangunan Sentral Parkir
di Pasar Badung
Tingkat penerimaan risiko pada Pembangunan Sentral Parkir di Pasar
Badung ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Unacceptable (tidak dapat diterima)
2. Undesirable (tidak diharapkan)
3. Acceptable (dapat diterima)
4. Negligible (dapat diabaikan)
50
Berdasarkan skala penerimaan tersebut, nilai risiko dan penerimaan risiko
(acceptability of risk) pada Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung dapat
dijelaskan pada Lampiran 16 (halaman 172).
Penilaian risiko dilakukan dengan mengalikan kemungkinan (likehood) dan
pengaruh (consequences) seperti yang terlihat pada Lampiran 16. Berdasarkan
hasil perkalian tersebut diperoleh nilai risiko untuk dapat menentukan tingkat
penerimaan risiko (acceptability of risk). Hasil penerimaan risiko dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Unacceptable (tidak dapat diterima) : 9 risiko
2. Undesirable (tidak diharapkan) : 80 risiko
3. Acceptable (dapat diterima) : 5 risiko
4. Negligible (dapat diabaikan) : 1 risiko
4.4 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas ini didasarkan pada perhitungan nilai Cronbach’s Alpha
dengan uji signifikansi pada taraf 0.05. Menurut Priyanto (2008), hasil reliabilitas
kurang dari 0.6 adalah kurang baik, sedangkan 0.7 dapat diterima dan di atas 0.8
adalah baik. Berdasarkan perhitungan SPSS for Windows ver. 16, dari item-item
pertanyaan dapat diketahui bahwa nilai Cronbach’s Alpha adalah 0.794 (di atas
0.7). Dari nilai Cronbach’s Alpha tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pertanyaan kuesioner tersebut adalah reliabel.
51
4.5 Uji Validitas
Uji validitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan korelasi
Bivariate Pearson (Produk Momen Pearson) dan Corrected Item-Total
Correlation (Priyanto, 2008). Uji validitas ini dilakukan dengan membandingkan
nilai r hitung SPSS dengan nilai r tabel product moment. Berdasarkan uji 2 sisi (2-
tailed) dengan taraf signifikansi 0.05 maka diperoleh nilai r tabel untuk 24
responden adalah 0.404.
Berdasarkan uji validitas dengan SPSS for Windows ver. 16 dengan teknik
analisis Bivariate Pearson, diperoleh nilai koefisien korelasi setiap item
pertanyaan nilainya melebihi 0.404 (nilai r tabel, 2-tailed dengan signifikansi
0.05) maka dapat disimpulkan bahwa item-item pertanyaan dalam kuesioner
berkorelasi signifikan dengan skor total sehingga dapat disimpulkan bahwa item-
item tersebut valid.
52
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Sumber Risiko
Identifikasi risiko menurut Godfrey (1996) adalah bersumber dari aktivitas.
Jenis sumber risiko berdasarkan aktivitas antara lain politis, perencanaan, proyek,
teknis, lingkungan, keselamatan, alami, ekonomi, kriminal, manusia dan
keuangan. Dalam proyek Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung ini
teridentifikasi sumber risiko-risiko berdasarkan aktivitas yang dapat dilihat pada
gambar diagram di bawah ini
53
53
Berdasarkan gambar diagram di atas dapat dijelaskan bahwa dari 95 (sembilan
puluh lima) risiko yang teridentifikasi, terlihat risiko yang bersumber dari proyek
jumlahnya paling banyak yaitu 25 (dua puluh lima) risiko (26.32%). Jumlah risiko
terbanyak bersumber dari aktivitas proyek yang menunjukkan bahwa risiko-risiko
khususnya pada tahap pelaksanaan lebih banyak muncul karena sangat erat
kaitannya dengan teknis pekerjaan di lapangan dengan kendala-kendala karena
sangat dekat bersinggungan dengan lingkungan sekitar proyek beserta segala
aktivitasnya.
5.2 Analisis Penilaian Responden terhadap Risiko Pembangunan Sentral
Parkir di Pasar Badung
Analisis data untuk mengetahui risiko yang signifikan pada Pembangunan
Sentral Parkir di Pasar Badung dilakukan dengan analisis statistik berdasarkan
kemungkinan (likehood) dan pengaruh (consequences) yang teridentifikasi dari
penilaian responden melalui kuesioner. Frekuensi penilaian responden terhadap
kemungkinan terjadinya risiko (likehood) terlihat dalam diagram di bawah ini.
54
Gambar 5.1 Jumlah Risiko Berdasarkan Sumber Risiko
Dari modus jawaban responden seperti gambar diagram di atas dapat disimpulkan
bahwa:
1. Frekuensi skala 1 (sangat jarang) : 1 (1.05%)
2. Frekuensi skala 2 (jarang) : 25 (26.32%)
3. Frekuensi skala 3 (kadang-kadang) : 46 (48.42%)
4. Frekuensi skala 4 (sering) : 23 (24.21%)
5. Frekuensi skala 5 (sangat sering) : 0 (0%)
Berdasarkan data di atas bahwa jawaban responden terhadap kemungkinan
terjadinya risiko cenderung pada frekuensi skala 3 (kadang-kadang). Hal ini
menunjukkan bahwa risiko-risiko yang teridentifikasi adalah kadang-kadang
terjadi baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun operasional. Untuk
skala 1 (sangat jarang), responden berpendapat terdapat satu risiko yang
teridentifikasi sangat jarang terjadi yaitu adanya biaya retribusi yang berbeda
dengan biaya retribusi di luar sentral parkir. Hal ini menunjukkan bahwa menurut
pihak-pihak berkompeten yang dijadikan responden, perbedaan biaya retribusi
55
Gambar 5.2 Frekuensi Kemungkinan (Likehood) Risiko
Gambar 5.3 Frekuensi Pengaruh (Consequences) Risiko
antara sentral parkir dan di luar sentral parkir sangat jarang terjadi atau hampir
tidak pernah terjadi. Demikian juga halnya dengan skala 5 (sangat sering) yang
menunjukkan jawaban responden tidak ada diantara risiko yang teridentifikasi
sangat sering terjadi.
Dari modus jawaban reponden seperti gambar diagram di atas dapat disimpulkan
bahwa:
1. Konsekuensi skala 1 (sangat kecil) : 0 (0%)
2. Konsekuensi skala 2 (kecil) : 13 (13.68%)
3. Konsekuensi skala 3 (sedang) : 43 (45.262%)
4. Konsekuensi skala 4 besar) : 37 (38.941%)
5. Konsekuensi skala 5 (sangat besar) : 2 (2.11%)
Berdasarkan data di atas bahwa jawaban responden terhadap pengaruh terjadinya
risiko paling banyak pada frekuensi skala 3 (sedang). Hal ini menunjukkan bahwa
risiko yang teridentifikasi memberikan pengaruh sedang terhadap proyek. Untuk
skala 1 (sangat kecil), responden berpendapat tidak ada risiko yang memiliki
pengaruh sangat kecil. Sedangkan untuk jawaban dengan skala 5 (sangat besar),
responden menilai ada dua risiko yang memiliki pengaruh yang sangat besar pada
56
proyek. Salah satu risiko yang berpengaruh sangat besar pada proyek adalah
adanya perubahan penanggung jawab pembangunan dari Dinas PU kepada Dinas
Tata Ruang dan Perumahan. Berpindahnya penanggung jawab yang membidangi
proyek ini mengakibatkan banyaknya penyesuaian baik dari segi disain dan
administrasi. Pihak konsultan perencana melakukan revisi terhadap keseluruhan
dokumen DED yang terdiri dari gambar kerja, Engineer Estimate, RKS, kontrak
dan lain-lain. Risiko lain yang berpengaruh signifikan dan besar pada proyek
adalah adanya kerusakan pada bangunan maupun lokasi proyek akibat bencana
alam (force majeur). Adanya bencana alam akan sangat merugikan pekerjaan
proyek. Bencana seperti banjir sangat rentan terjadi karena pelaksanaan proyek
sangat dekat dengan sungai yang rentan mengalami banjir kiriman saat musim
hujan.
5.3 Risiko-risiko Dominan (Major Risk)
Risiko-risiko yang bersifat dominan (major risk) adalah risiko-risiko yang
termasuk kategori unacceptable (risiko yang tidak dapat diterima) dan risiko-
risiko yang termasuk kategori undesirable (risiko yang tidah diharapkan). Risiko-
risiko ini merupakan risiko dengan risk acceptability nilai perkalian likehood dan
consequences sama dengan atau di atas 5 (lima). Keberadaan risiko-risiko
dominan (major risk) akan berpengaruh besar pada Pembangunan Sentral Parkir
di Pasar Badung. Dalam tingkat penerimaan risiko dapat dilihat bahwa risiko
dominan besarnya 89.47%. Prosentase risiko-risiko dominan yang cukup besar
menunjukkan banyak risiko-risiko yang tidak dapat diterima dalam proyek baik
57
pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan operasional yang dapat menghambat
dan memberi dampak negatif dalam pembangunan sentral parkir. Risiko-risiko
dominan ini harus mendapatkan perhatian khusus dari pihak-pihak berkompeten
yang memiliki tanggung jawab terhadap terjadinya risiko untuk dapat dilakukan
tindakan mitigasi agar dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari
risiko yang terjadi.
Berdasarkan gambar diagram tingkat penerimaan risiko di atas dapat dijelaskan
persentase tingkat penerimaan risiko adalah sebagai berikut:
1. Unacceptable (tidak dapat diterima) : 9 risiko
2. Undesirable (tidak diharapkan) : 80 risiko
3. Acceptable (dapat diterima) : 5 risiko
4. Negligible (dapat diabaikan) : 1 risiko
58
Gambar 5.4 Tingkat Penerimaan Risiko (Risk Acceptability)
Dari data dan prosentase di atas, dapat dijabarkan mengenai risiko-risiko dominan
(major risk) yang teridentifikasi yaitu risiko dengan kategori unacceptable dan
undesirable.
5.3.1 Risiko dengan Kategori Unacceptable
Risiko-risiko yang teridentifikasi sebagai risiko yang tidak dapat diterima
(unacceptable) dalam Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung ini adalah
sebagai berikut:
1. Risiko Politis
Kurangnya koordinasi antar instansi dalam pengambilan keputusan yang
mempengaruhi pengerjaan proyek. Instansi-instansi yang terlibat dalam
proyek ini seperti Dinas TRP, Dinas PU dan PD. Pasar kurang berkoordinasi
dengan baik termasuk dari SKPD lain sehingga terjadi perubahan-perubahan
keputusan akibat dari masukan-masukan yang diberikan khususnya pada
tahap perencanaan yang berdampak pada tertundanya penyelesaian dokumen
gambar dan lain-lain oleh konsultan perencana karena menunggu keputusan
akhir yang diambil.
2. Risiko Perencanaan
Adanya perubahan disain akibat kebijakan dan masukan dari pihak-pihak
yang terkait dengan Pembangunan Sentral Parkir. Perubahan disain ini
memberikan dampak yang sangat besar pada perencanaan. Perubahan disain
59
yang berdampak besar seperti perubahan disain dari dua lantai basement
menjadi satu lantai basement menyebabkan perubahan disain secara total baik
dari segi struktur, arsitektur dan MEP. Perubahan disain ini mengakibatkan
bertambahnya waktu penyelesaian pekerjaan oleh konsultan perencana.
3. Risiko Ekonomi
Terjadinya eskalasi atau kenaikan harga bahan bangunan selama masa
perencanaan dan pelaksanaan proyek yang dapat mengakibatkan
membengkaknya biaya konstruksi pada tahap pelaksanaan yang pada saat
perencanaan belum terjadi eskalasi harga. Hal ini akan menyulitkan pada saat
pelaksanaan terutama bagi kontraktor yang menawar dan memenangkan
tender pekerjaan.
4. Risiko Manusiawi
a. Terganggunya kegiatan perekonomian di Pasar Badung pada saat
pelaksanaan proyek. Kegiatan perdagangan di Pasar Badung sebagai lokasi
proyek akan sangat terpengaruh selama kegiatan proyek. Pedagang yang
biasa berjualan di areal parkir akan direlokasi sementara ke areal lain
dalam pasar. Selama pelaksanaan proyek akan mengakibatkan
berkurangnya pendapatan para pedagang karena para pembeli kurang
leluasa berbelanja selama pelaksanaan proyek.
b. Keterlambatan kedatangan tenaga kerja akibat libur hari raya.
Keterlambatan datangnya tenaga kerja ini dapat disebabkan kurangnya
manajemen tenaga kerja (man power) oleh kontraktor dalam
60
mengantisipasi adanya libur hari raya, terutama untuk tenaga kerja yang
berasal dari luar daerah.
5. Risiko Alami
Adanya kerusakan pada bangunan selama pengerjaan proyek akibat bencana
alam (force majeur). Adanya bencana alam akan berdampak buruk pekerjaan
proyek dan kejadian bencana alam biasanya tidak dapat diprediksi. Bencana
seperti banjir sangat rentan terjadi karena pelaksanaan proyek sangat dekat
dengan sungai yang rentan mengalami banjir kiriman saat musim hujan.
Terlebih lagi kejadian bencana alam banjir pernah menimpa pengerjaan
proyek sentral parkir sebelumnya di Pasar Payuk.
6. Risiko Proyek
a. Tenaga kerja yang diperlukan kurang mencukupi secara langsung akan
berpengaruh pada kinerja dan kualitas pekerjaan. Kejadian ini bisa saja
disebabkan kurangnya koordinasi antara kontraktor utama dengan sub-
kontraktor ataupun mandor penyedia tenaga kerja dalam hal pengadaan
tenaga kerja.
b. Terjadinya keterlambatan penyelesaian proyek. Keterlambatan dapat
disebabkan oleh kurangnya tenaga kerja, metode kerja yang tidak
terencana dengan baik, penyediaan material yang kurang mencukupi,
bencana alam dan lain-lain. Keterlambatan ini dapat mengakibatkan
bertambahnya waktu yang akan berdampak adanya sanksi denda kepada
kontraktor akibat keterlambatan yang terjadi.
7. Risiko Teknis
61
Adanya kemacetan yang terjadi di sekitar Sentral Parkir karena pengaturan
arus keluar masuk kendaraan yang kurang baik dapat berakibat buruk pada
proyek. Kemacetan akan terjadi karena volume kendaraan seperti dump truk
pada saat pekerjaan galian akan sangat padat dan akan mengganggu
kelancaran lalu lintas terutama di Jalan Gajah Mada. Demikian juga halnya
pada saat pengecoran yang akan melibatkan banyak truk concrete mixer yang
akan mengganggu lalu lintas du Jalan Gajah Mada yang sudah sangat padat.
5.3.2 Risiko dengan Kategori Undesirable
Risiko-risiko yang teridentifikasi sebagai risiko yang tidak diharapkan
(undesirable) dalam Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Payuk ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Risiko Politis
a. Terjadinya perubahan penanggung jawab pembangunan dari Dinas PU ke
Dinas Tata Ruang yang menyebabkan review disain. Perubahan ini dapat
mengakibatkan berubahnya semua administrasi proyek dan juga adanya
penyempurnaan dan perubahan disain.
b. Adanya masukan-masukan dari pihak PD. Pasar dan PD. Parkir yang
berakibat adanya perubahan disain. Masukan-masukan khususnya dari
pihak PD. Pasar mempengaruhi disain karena PD. Pasar akan menjadi
pengelola setelah sentral parkir ini terwujud.
62
c. Adanya perubahan prioritas pengerjaan proyek dalam tahun anggaran yang
mempengaruhi pengerjaan proyek.
d. Opini masyarakat yang apatis terhadap pembangunan Sentral Parkir di
Pasar Badung.
e. Adanya konflik kepentingan antara instansi yang terkait dengan
pembangunan dalam hal ini pihak PD. Pasar dan PD. Parkir yang masing-
masing mempunyai kepentingan, misalnya PD. Pasar ingin memanfaatkan
lahan untuk pedagang namun di lain pihak PD. Parkir berkepentingan
untuk memanfaatkan lahan sebagai areal parkir.
f. Adanya review disain setelah diadakannya presentasi dan rapat dengan
anggota Komisi B DPRD Kota Denpasar. Sebelum dilaksanakan,
rancangan dipresentasikan kepada anggota Komisi B DPRD yang
memberikan masukan seperti ketinggian lantai (finish floor level) yang
harus ditindaklanjuti dengan review disain.
g. Adanya perubahan kebijakan prioritas penggunaan anggaran yang dapat
menghambat terlaksananya pembangunan Sentral Parkir. Perubahan ini
disebabkan oleh pertimbangan pemerintah dalam menentukan skala
prioritas penaganan proyek seperti mendahulukan renovasi Pasar
Kumbasari yang mengalami musibah kebakaran.
2. Risiko Perencanaan
a. Adanya kesulitan dari konsultan perencana dalam melengkapi data dari
disain terdahulu untuk melakukan review disain dikarenakan tidak adanya
63
back up data dan kurangnya koordinasi dengan konsultan perencana
terdahulu.
b. Kurangnya survei pendahuluan tentang lokasi pembangunan oleh
konsultan perencana. Kurangnya suvei ini dapat mengakibatkan disain
kurang sesuai dengan kondisi terkini di lokasi.
c. Kurangnya kajian holistik dari konsultan perencana yang dapat
menyebabkan ketidaksesuaian dengan masterplan pengembangan Pasar
Badung dan sekitarnya.
d. Koordinasi antar tim ahli pada konsultan perencana kurang berjalan
dengan baik (arsitek, sipil, ME/P). Kurangnya koordinasi dapat disebabkan
kurang tegasnya team leader dalam pembagian tugas (job description)
antar tim ahli serta kurang tepatnya metode kerja yang digunakan.
e. Konsultan perencana kurang berkoordinasi dengan instansi yang berkaitan
dengan proyek yang dikerjakan. Dalam proses perancanaan konsultan
perencana hanya berkoordinasi dengan Dinas PU atau Dinas TRP dan
kurang berkoordinasi dengan PD. Pasar selaku pengelola lokasi pekerjaan.
f. Data tanah dan hidrologi (kondisi lapangan) kurang terdata secara
terperinci seperti tidak adanya hasil tes tanah (sondir) untuk mengetahui
kondisi lokasi pekerjaan.
g. Adanya kesalahan perhitungan volume pekerjaan oleh konsultan
perencana, seperti konsultan hanya memperhitungkan volume galian tanah
padat, tidak meninjau volume tanah ketika gembur.
64
h. Kurangnya analisis dari konsultan perencana mengenai jaringan listrik
yang tersedia di lapangan. Hal ini dapat mengakibatkan terhambatnya
pekerjaan jika terdapat kabel tanam di lokasi.
i.Adanya ketidaksesuaian antara gambar rencana dan kondisi riil di lapangan.
Ketidaksesuaian ini dapat disebabkan karena kurangnya pengukuran dan
analisis lapangan yang dapat menyebabkan perubahan disain dalam skala
kecil ataupun skala besar.
j. Perbedaan spesifikasi teknis antara gambar rencana, rencana anggaran
biaya (RAB) dan rencana kerja dan syarat-syarat (RKS). Perbedaan ini
dapat menyebabkan perbedaan intepretasi bagi kontraktor yang akan
mengerjakan terkait dengan sistem kontrak lump sum atau unit price.
k. Adanya perubahan disain bangunan dari disain awal dengan sistem dua
lantai basement menjadi satu lantai basement di bawah ground floor.
Perubahan ini diambil setelah mempertimbangkan posisi lantai basement
yang berada di bawah level air sungai jika menggunakan sistem dua lantai
basement.
l.Kurang lengkapnya gambar rencana, terutama detail-detail struktural,
arsitektural ataupun mekanikal yang akan menyulitkan kontraktor dalam
pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
m. Kurangnya analisis dari konsultan perencana mengenai jaringan
plumbing yang tersedia di lapangan. Hal ini dapat mengakibatkan
terhambatnya pekerjaan jika terdapat pipa air di lokasi.
3. Risiko Proyek
65
a. Pengukuran lapangan (uitzet) untuk menentukan posisi, titik, garis dan
ketinggian tidak sesuai gambar.
b. Pengukuran dilakukan secara manual tanpa pesawat ukur (teodolit), seperti
penentuan titik-titik dan jarak antar kolom serta levelling dapat
menyebabkan bangunan tidak presisi.
c. Adanya perbedaan interpretasi dokumen kontrak antara owner dengan
kontraktor, seperti salah pengertian mengenai kontrak tipe lump sum atau
unit price dan masalah perpanjangan waktu serta pembayaran termin
pekerjaan.
d. Ketidaksesuaian antara volume pekerjaan di dalam BQ dan kondisi di
lapangan. Hal ini disebabkan kurang telitinya analisa konsultan mengenai
kondisi lapangan sehingga terjadi perbedaan volume.
e. Adanya bahaya longsoran tanah pada saat penggalian lantai basement.
f. Adanya ceceran tanah bekas galian pada saat pengangkutan keluar lokasi
proyek, dikarenakan dump truck pengangkut tanah galian tidak menutup
bak truk dengan penutup sebelum meninggalkan lokasi pekerjaan.
g. Adanya kerusakan bangunan sekitar terutama Pura Melanting akibat
proses konstruksi khususnya saat pekerjaan pondasi bored-pile. Hal ini
dapat terjadi mengingat sangat dekatnya lokasi khususnya pekerjaan
bored-pile dengan Pura Melanting.
h. Terlambatnya pasokan material yang mengurangi kinerja pekerjaan.
66
i. Kontraktor tidak mengajukan contoh material untuk disetujui terlebih
dahulu oleh konsultan pengawas. Tidak adanya contoh material dapat
mengakibatkan ketidaksesuaian antara material dengan spesifikasi teknis.
j. Pengadaan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.
k. Pekerjaan yang dilaksanakan kontraktor tidak sesuai dengan gambar dan
spesifikasi teknis. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya koordinasi
antara kontraktor dengan konsultan pengawas.
l. Adanya perubahan disain yang yang berakibat pada terhambatnya prestasi
pengerjaan proyek.
m. Adanya perubahan spesifikasi teknis yang mengganggu pelaksanaan
proyek. Perubahan spesifikasi teknis pada saat pelaksanaan akan
berpengaruh pada harga dan volume pekerjaan yang harus diperhitungkan
dan dapat mengganggu kelancaran proyek.
n. Kontraktor tidak mengajukan request dan shop drawing kepada konsultan
pengawas sebelum melaksanakan suatu pekerjaan. Setiap memulai
pekerjaan kontraktor harus mengajukan request atau ijin kerja kepada
konsultan dan mengajukan shop drawing jika diperlukan.
o. Kurangnya kualitas pekerjaan karena lemahnya pengawasan lapangan
yang dapat disebabkan karena pengawas lapangan tidak secara rutin
berada di lapangan dan mengawasi jalannya pekerjaan.
p. Kurangnya kualitas pekerjaan karena tidak mengikuti dan melaksanakan
masukan dan instruksi dari pengawas lapangan.
67
q. Kurangnya pagar pengaman proyek yang dapat menyebabkan kecelakaan
terutama bahaya terjatuh pada saat penggalian basement. Pagar pengaman
yang kurang baik sangat berbahaya apalagi lokasi pelaksanaan adalah
pasar dengan aktivitas yangg sangat padat.
r. Tenaga kerja yang ditugaskan tidak sesuai dengan kualifikasinya, misalnya
tenaga tukang gali diberikan pekerjaan pembesian sehingga dapat
berpengaruh pada kualitas pekerjaan.
s. Pekerjaan tambah yang lebih besar dari 10% akan menyebabkan harus
diadakannya perhitungan ulang volume pekerjaan khususnya untuk
kontrak unit price dan menerbitkan amandemen kontrak.
t. Adanya perbedaan perhitungan volume pekerjaan yang telah dikerjakan
antara kontraktor dan konsultan pengawas.
u. Kekurangan pasokan daya listrik yang tersedia di lapangan dapat
mengakibatkan terlambatnya pekerjaan misalnya untuk pemotongan besi
dan untuk penerangan di malam hari pada saat pekerjaan lembur.
v. Kurang terawatnya instlasi listrik dan hidran eksisting sehingga
menyulitkan dalam penyambungan/connecting.
4. Risiko Teknis
a. Ketidaksesuaian gambar dan spesifikasi teknis. Hal ini dapat menyebabkan
kesalahpahaman bagi kontraktor, misalnya untuk lantai (slab) basement
dalam gambar tercantum mutu beton K-175 sedangkan dalam spesifikasi
teknis mensyaratkan mutu K-250.
68
b. Perbedaan hasil pengukuran kualitas dan kuantitas pekerjaan dengan
kondisi aktual di lapangan.
c. Adanya perubahan disain akibat penyesuaian dengan kondisi di lapangan.
d. Peralatan yang digunakan terutama alat berat dan kendaraan pengangkut
tanah sisa galian tidak mencukupi sehingga menghambat pekerjaan.
Kurangnya peralatan khususnya jumlah dump truk pengangkut galian
tanah akan memperlambat pekerjaan.
e. Kurangnya pengamanan pada jalur utama keluar masuk kendaraan yang
menimbulkan kesemrawutan.
f. Kurangnya tanggung jawab dari kontraktor mengenai kerusakan-
kerusakan yang terjadi selama masa pemeliharaan berkala. Kerusakan
yang terjadi khususnya sistem mekanikal elektrikal tidak diperbaikai oleh
kontraktor selama masa pemeliharaan berkala.
g. Kurangnya pengaturan parkir baik di area basement dan ground floor yang
menyebabkan berkurangnya daya tampung optimal dari sentral parkir. Hal
ini disebabkan kurangnya petugas parkir untuk membantu pengunjung
memarkirkan kendaraan.
h. Kurangnya pertanda dan peringatan yang menyebabkan bingung pengguna
parkir.
i. Mahalnya biaya perawatan bangunan khususnya instalasi listrik, plumbing
dan hidran.
j. Tidak berfungsinya peralatan-peralatan pengaman bangunan seperti hidran,
pompa banjir (sum pit) dan lain-lain. Peralatan ini kurang berfungsi
69
maksimal dapat disebabkan kurangnya perawatan dan jarangnya dilakukan
uji coba untuk mendeteksi jika terjadi kerusakan.
k. Kurangnya keterampilan SDM / juru parkir dalam melakukan pengaturan
perparkiran (hanya menarik retribusi tanpa membantu mengatur parkir).
l. Peralatan yang digunakan juru parkir tidak mencukupi untuk melakukan
pengaturan parkir.
5. Risiko Lingkungan
a. Terjadinya kontaminasi tanah, polusi dan kebisingan yang mengganggu
selama pelaksanaan Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung.
Terjadinya polusi terutama debu dapat terjadi pada saat pekerjaan galian
dan pengangkutan hasil galian, sedangkan kebisingan terjadi pada saat
penggunaan alat berat dan pada saat pengecoran yang menggunakan
concrete mixer dan concrete pump.
b. Sulitnya akses masuk bagi alat berat yang akan digunakan selama
pelaksanaan proyek. Akses alat berat cukup sulit karena lokasi sangat
padat dan entrance ke lokasi sangat sempit.
c. Adanya kerusakan bangunan sekitar akibat pengerjaan proyek, khususnya
Pura Melanting yang sangat berdekatan dengan lokasi.
d. Terganggunya kelancaran pekerjaan akibat tingginya tingkat kepadatan
lalu lintas di sekitar lokasi pembangunan. Kepadatan yang tinggi akan
menyulitkan terutama pada saat keluar masuk dump truk pengangkut,
suplai material dan saat pengecoran.
6. Risiko Keselamatan
70
a. Terjadinya kecelakaan akibat penggunaan alat berat terutama pada
penggalian basement
b. Kurangnya pagar pengaman proyek yang dapat menyebabkan kecelakaan
terutama bahaya terjatuh pada saat penggalian basement.
c. Kurangnya pengamanan di lokasi proyek.
d. Terjadinya perusakan fasilitas proyek.
e. Adanya pungutan liar yang dilakukan preman.
f. Adanya penggunaan dana di luar yang tercantum dalam kontrak.
g. Pekerja tidak menggunakan alat keselamatan pada saat bekerja.
h. Kurangnya fasilitas sanitasi pada areal penampungan tenaga kerja.
7. Risiko Alami
a. Muka air tanah yang tinggi pada galian basement mengingat lokasi proyek
sangat berdekatan dengan sungai.
b. Terganggunya pekerjaan karena kegiatan pasar yang tidak pernah berhenti
sepanjang hari, khususnya pada saat loading unloading material di lokasi
pekerjaan.
c. Adanya mata air pada galian basement.
d. Adanya rembesan air Tukad Badung selama pengerjaan proyek, khususnya
pada saat pengerjaan lantai basement.
e. Terhambatnya pekerjaan akibat cuaca khususnya hujan karena
pelaksanaan pekerjaan dijadwalkan pada Bulan Juli sampai Desember
yang merupakan waktu musim hujan.
8. Risiko Ekonomi
71
Terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak selama masa pelaksanaan
pekerjaan yang akan mempengaruhi kinerja proyek.
9. Risiko Kriminal
a. Hilangnya material dan peralatan kerja selama berlangsungnya proyek.
10. Risiko Manusiawi
a. Produktivitas pekerja yang rendah.
b. Pemogokan oleh tenaga kerja.
c. Adanya pekerja yang sakit atau mengalami kecelakaan.
d. Adanya penolakan dari para pedagang yang akan direlokasi dengan adanya
pembangunan Sentral Parkir.
e. Adanya keluhan dari warga akibat terganggunya aktivitas mereka
termasuk kemacetan yang terjadi.
11. Risiko Keuangan
a. Adanya keterlambatan pembayaran termin oleh owner kepada pihak
konsultan perencana, konsultan pengawas dan kontraktor.
b. Keterlambatan pembayaran oleh kontraktor utama kepada pihak sub
kontraktor.
Berdasarkan sumbernya, risiko yang termasuk kategori tidak dapat diterima
(unacceptable) dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Risiko Politis : 2 risiko (22.22%)
2. Risiko Perencanaan : 1 risiko (11.11%)
3. Risiko Ekonomi : 1 risiko (11.11%)
72
4. Risiko Lingkungan : 1 risiko (11.11%)
5. Risiko Alami : 1 risiko (11.11%)
6. Risiko Proyek : 2 risiko (22.22%)
Sedangkan untuk risiko yang termasuk kategori tidak diharapkan (undesirable)
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Risiko Politis : 7 risiko (8.75%)
2. Risiko Perencanaan : 13 risiko (16.25%)
3. Risiko Proyek : 22 risiko (27.50%)
4. Risiko Teknis : 12 risiko (15.00%)
5. Risiko Lingkungan : 4 risiko (5.00%)
6. Risiko Keselamatan : 8 risiko (10.00%)
7. Risiko Alami : 5 risiko (6.25%)
8. Risiko Ekonomi : 1 risiko (1.25%)
9. Risiko Kriminal : 1 risiko (1.25%)
10. Risiko Manusiawi : 5 risiko (6.25%)
11. Risiko Keuangan : 2 risiko (2.50%)
5.4 Distribusi Penerimaan Risiko untuk Setiap Sumber Risiko
Berdasarkan analisis modus penilaian responden terhadap risiko
berdasarkan sumber risiko, dapat dijabarkan distribusi penerimaan risiko (risk
acceptability) seperti dalam Tabel 5.1.
73
Tabel 5.1 Distribusi Penerimaan Risiko untuk Setiap Sumber Risiko
Dari tabel dapat dilihat risiko yang termasuk kategori tidak dapat diterima
(unacceptable) sebanyak 9 (sembilan) risiko (9.47%). Risiko dengan nilai
penerimaan risiko yang tinggi diantaranya adalah kurangnya koordinasi antar
instansi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pengerjaan proyek,
adanya perubahan disain akibat kebijakan dan masukan dari pihak-pihak yang
terkait dengan pembangunan sentral parkir, terjadinya eskalasi harga bahan
bangunan, terganggunya kegiatan perekonomian di Pasar Badung pada saat
pelaksanaan proyek, adanya kerusakan bangunan akibat bencana alam (force
majeur), tenaga kerja yang tidak mencukupi, terjadinya keterlambatan
penyelesaian proyek, keterlambatan kedatangan tenaga kerja akibat libur hari raya
dan terjadinya kemacetan di sekitar sentral parkir karena pengaturan arus keluar
masuk kendaraan yang kurang baik. Hasil penelitian ini berbeda dengan
SUMBER IDENTIFIKASI TINGKAT PENERIMAAN RISIKO (Risk Acceptability)RISIKO RISIKO Unacceptable Undesirable Acceptable Negligible
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
Politis 10.00 10.53 1 1.05 7 7.37 1 1.05 0 0.00Perencanaan 14.00 14.74 1 1.05 13 13.68 0 0.00 0 0.00Proyek 25.00 26.32 2 2.11 22 23.16 1 1.05 0 0.00Teknis 15.00 15.79 1 1.05 12 12.63 1 1.05 1 1.05Lingkungan 4.00 4.21 0 0.00 4 4.21 0 0.00 0 0.00Keselamatan 9.00 9.47 0 0.00 8 8.42 1 1.05 0 0.00Alami 6.00 6.32 1 1.05 5 5.26 0 0.00 0 0.00Ekonomi 2.00 2.11 1 1.05 1 1.05 0 0.00 0 0.00Kriminal 1.00 1.05 0 0.00 1 1.05 0 0.00 0 0.00Manusiawi 7.00 7.37 2 2.11 5 5.26 1 1.05 0 0.00Keuangan 2.00 2.11 0 0.00 2 2.11 0 0.00 0 0.00Jumlah 95.00 100 9 80 5 1
Persentase 100.00 9.47 84.21 5.26 1.05
74
Sumber: Hasil Analisis
Sumber: Hasil Analisis
penelitian terdahulu oleh Kristinayanti (2005) tentang Manajemen Risiko pada
Investasi Hotel Bintang Tiga di Bali yang menemukan risiko dengan tingkat
penerimaan yang tinggi adalah masalah sosial (lingkungan sekitar) seperti
peraturan desa adat setempat (awig-awig dan kontribusi) dan tekanan dari
masyarakat setempat. Sedangkan penelitian Sudiatmika (2010) menunjukkan
bahwa perubahan lahan persawahan (kawasan hijau) menjadi lahan
perumahan/komersial di sekitar PPK Badung adalah risiko dengan nilai tingkat
penerimaan yang tinggi. Risiko dengan kategori yang tidak diharapkan
(undesirable) terdapat 80 (delapan puluh) risiko (84.21%), risiko yang dapat
diterima (acceptable) sebanyak 5 (lima) risiko (5.26%) dan risiko yang diabaikan
(negligible) ada satu risiko (1.05%).
5.5 Mitigasi Risiko (Risk Mitigation)
Keberadaan risiko-risiko dominan (major risk) akan memberikan
pengaruh yang besar pada Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung. Risiko-
risiko yang termasuk dalam kategori risiko yang tidak dapat diterima
(unacceptable) dan risiko yang termasuk dalam kategori tidak diharapkan
(undesirable) memerlukan adanya tindakan-tindakan mitigasi untuk mengurangi
dampak yang ditimbulkannya. Mitigasi risiko dapat dilakukan dengan mengurangi
risiko (risk reduction), menahan risiko (risk retention), mengalihkan risiko (risk
transfer) dan menghindari risiko (risk avoidance). Risiko-risiko yang termasuk
75
kategori dapat diterima (acceptable) dan kategori dapat diabaikan (negligible)
tidak memerlukan adanya mitigasi karena risiko-risiko tersebut dapat ditahan (risk
retention). Tindakan-tindakan mitigasi yang dilakukan dalam penelitian ini
didapatkan dari hasil analisis, wawancara dengan pihak yang berkompeten
(expert) dan dari penelitian-penelitian sebelumnya.
5.5.1 Mitigasi Risiko Unacceptable
Tindakan mitigasi untuk risiko-risiko yang termasuk dalam kategori tidak
dapat diterima (unacceptable) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kurangnya koordinasi antar instansi dalam pengambilan keputusan yang
mempengaruhi pengerjaan proyek. Instansi-instansi yang terlibat seperti Dinas
Tata Ruang dan Perumahan, Dinas Pekerjaan Umum dan PD. Pasar kurang
berkoordinasi dengan baik termasuk dari SKPD lain sehingga terjadi
perubahan-perubahan keputusan akibat dari masukan-masukan yang diberikan.
Mitigasi yang diperlukan untuk risiko yang terjadi dalam hal ini adalah
mengurangi dampak yang ditimbulkan (risk reduction) dengan tindakan-
tindakan antara lain:
a. Mempertegas aturan-aturan mengenai pihak-pihak yang secara teknis
terlibat dalam pengerjaan proyek sehingga koordinasi antar instansi dapat
terjalin dengan baik.
b. Meminta masukan-masukan dari instansi lain seperti Bappeda Kota
Denpasar atau Bagian Program Pembangunan Sekretariat Kota Denpasar
76
untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang terbaik
oleh Dinas Tata Ruang dan Perumahan sebagai pengelola teknis proyek.
2. Adanya perubahan disain akibat kebijakan dan masukan dari pihak-pihak yang
terkait dengan Pembangunan Sentral Parkir khususnya pada tahap
perencanaan. Perubahan disain yang yang terjadi misalnya disain dari dua
lantai basement menjadi satu lantai basement menyebabkan perubahan disain
secara total baik dari segi struktur, arsitektur, mekanikal, elektrikal dan
plumbing. Untuk mengantisipasi dampak dari risiko perubahan disain ini dapat
dilakukan dengan melakukan mengurangi dampak risiko (risk reduction) yaitu:
a. Mempertegas KAK atau TOR sebagai pedoman bagi konsultan perencana
dalam mengerjakan disain sesuai permintaan pihak owner yang tercantum
dalam TOR.
b. Memberikan penjelasan yang didukung dengan hasil studi atau analisis
mengenai disain yang sudah direncanakan untuk dapat meminimalkan
perubahan disain.
3. Terjadinya eskalasi atau kenaikan harga bahan bangunan selama masa
perencanaan dan pelaksanaan proyek yang dapat mengakibatkan
membengkaknya biaya konstruksi pada tahap pelaksanaan yang pada saat
perencanaan belum terjadi eskalasi harga. Hal ini akan menyulitkan pada saat
pelaksanaan terutama bagi kontraktor yang menawar dan memenangkan tender
pekerjaan. Mitigasi yang diperlukan untuk risiko yang terjadi dalam hal ini
adalah mengurangi dampak yang ditimbulkan (risk reduction) dengan
tindakan-tindakan antara lain:
77
a. Pihak kontraktor sebagai pelaksana proyek terlebih dahulu melakukan order
atau pemesanan material yang diperlukan dilengkapi dengan uang muka
atau membayar penuh sejak awal pelaksanaan untuk mengantisipasi eskalasi
harga.
b. Kontraktor mengusahakan untuk mencari supplier material alternatif untuk
mendapatkan material yang sesuai dengan kualitas yang sudah disepakati
dan ditawar sesuai dengan kontrak.
4. Terganggunya kegiatan perekonomian di Pasar Badung pada saat pelaksanaan
proyek yang diakibatkan areal proyek sebelumnya adalah tempat pedagang
berjualan. Selama pelaksanaan proyek akan mengakibatkan berkurangnya
pendapatan para pedagang karena para pembeli kurang leluasa berbelanja.
Dampak buruk dari terganggunya kegiatan perekonomian ini dapat
diminimalkan (risk reduction) dengan tindakan mitigasi antara lain:
a. Pihak terkait dalam hal ini PD. Pasar sebagai pengelola lokasi pekerjaan
melakukan sosialisasi, penjelasan dan pengertian kepada para pedagang
mengenai proyek yang akan dikerjakan jauh sebelum proyek agar para
pedagang bisa menerima keberadaan proyek.
b. Pihak PD. Pasar melakukan relokasi dan pengaturan pedagang selama
berlangsungnya proyek untuk memperlancar jalannya proyek khususnya
saat loading-unloading material. Relokasi dapat dilakukan misalnya
memindahkan pedagang sementara ke Sentral Parkir Pasar Payuk.
5. Risiko yang dapat berdampak besar pada proyek adalah kerusakan bangunan
dan fasilitas proyek selama pelaksanaan akibat bencana alam (force majeur).
78
Bencana alam yang terjadi dapat berupa bencana gempa bumi, kebakaran
ataupun bencana banjir seperti yang pernah menimpa pelaksanaan proyek
Sentral Parkir di Pasar Payuk. Tindakan mitigasi yang dapat dilakukan untuk
mengantisipasi risiko bencana alam adalah:
a. Mengurangi dampak risiko yang terjadi (risk reduction) dengan
mempersiapkan antisipasi awal terhadap bencana yang terjadi seperti
merencanakan sistem dewatering yang efektifmdengan penggunaan pompa
sum-pit yang bekerja secara otomatis untuk menanggulangi masuknya air
sungai saat terjadinya bencana banjir.
b. Mengalihkan risiko kepada pihak lain (risk transfer) dengan
mengasuransikan bangunan, alat kerja terutama alat berat dan pekerja
kepada pihak ketiga sebagai antisipasi jika terjadi bencana alam.
6. Tenaga kerja yang diperlukan kurang mencukupi pada kinerja dan kualitas
pekerjaan. Untuk risiko kurang mencukupinya tenaga kerja dapat dilakukan
tindakan mitigasi dengan mengurangi dampak risiko (risk reduction) yaitu:
a. Membuatkan schedule tentang kebutuhan tenaga selama pengerjaan proyek
(man power). Pihak kontraktor membuat schedule man power dan metode
kerja tentang kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan lingkup dan waktu
pelaksanaan proyek.
b. Mengagendakan kerja lembur untuk antisipasi item-item pekerjaan yang
membutuhkan banyak tenaga kerja seperti saat pekerjaan pengecoran agar
dapat memenuhi progress yang sudah direncanakan.
79
7. Risiko keterlambatan penyelesaian proyek dapat disebabkan oleh kurangnya
tenaga kerja, metode kerja yang tidak terencana dengan baik, penyediaan
material yang kurang mencukupi, bencana alam dan lain-lain. Untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh risiko keterlambatan ini adalah
dengan mengurangi dampak risiko (risk reduction) dengan tindakan mitigasi
diantaranya:
a. Meningkatkan prestasi kerja misalnya dengan menambah jam kerja lembur
bagi tenaga kerja untuk mengejar keterlambatan.
b. Melakukan perbaikan metode kerja dengan mengutamakan pekerjaan-
pekerjaan yang berat dan memerlukan banyak tenaga kerja.
c. Mengajukan permohonan penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan kepada
owner untuk mengejar keterlambatan yang terjadi.
8. Adanya kemacetan yang terjadi di sekitar Sentral Parkir karena pengaturan arus
keluar masuk kendaraan yang kurang baik dapat berdampak pada proyek,
terutama saat keluar masuknya kendaraan proyek baik itu dump truk, concrete
mixer dan concrete pump. Risiko kemacetan ini dapat dikurangi dampaknya
(risk reduction) dengan melakukan tindakan mitigasi antara lain:
a. Menempatkan petugas khusus untuk menjaga pintu keluar masuk proyek
dan membantu mengatur keluar masuknya kendaraan proyek agar
menghindarkan kemacetan.
b. Melakukan koordinasi dengan pihak keamanan setempat dalam hal ini pihak
keamanan pasar dan kepolisian dalam mengatur lalu lintas agar aman dan
lancar.
80
9. Risiko keterlambatan datangnya tenaga kerja akibat libur hari raya ini dapat
disebabkan kurangnya manajemen tenaga kerja (man power) oleh kontraktor
dalam mengantisipasi adanya libur hari raya, terutama untuk tenaga kerja yang
berasal dari luar daerah. Jenis mitigasi yang dapat dilakukan untuk
meminimalkan dampak negatif risiko ini adalah dengan mengurangi risiko
(risk reduction) dengan tindakan mitigasi antara lain:
a. Membatasi libur tenaga kerja terutama untuk tenaga kerja yang berasal dari
luar daerah.
b. Mengadakan kesepakatan dengan penyedia tenaga kerja atau mandor
tentang waktu libur tenaga kerja dan kapan tenaga kerja kembali ke proyek.
c. Mencari alternatif tenaga kerja lain sebagai cadangan bila tenaga kerja yang
diberikan waktu libur kedatangannya terlambat.
Keberadaan risiko-risiko yang termasuk kategori tidak dapat diterima
(unacceptable) harus mendapatkan perhatian lebih dan dilakukan tindakan
mitigasi untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan seperti tindakan
mitigasi untuk risiko bencana alam (force majeur) dilakukan risk reduction
dengan membuat persiapan awal untuk mengantisipasi misalnya dengan
menyiapkan pompa banjir jika terjadi bencana banjir dan juga dapat dilakukan
risk transfer dengan mengasuransikan pekerjaan pada pihak ketiga.
5.5.2 Mitigasi Risiko Undesirable
Tindakan mitigasi untuk risiko-risiko yang termasuk dalam kategori tidak
diharapkan (undesirable) dapat dijelaskan sebagai berikut:
81
1. Risiko terjadinya perubahan penanggung jawab pembangunan dari Dinas PU
ke Dinas TRP yang menyebabkan review disain yang juga mengakibatkan
berubahnya semua administrasi proyek dan juga adanya penyempurnaan serta
perubahan disain. Untuk tindakan mitigasi yang dilakukan adalah dengan
mengurangi risiko (risk reduction) dengan melakukan rapat-rapat koordinasi
dengan Dinas TRP mengenai review disain yang terjadi sekaligus membahas
perubahan-perubahan admisnistrasi proyek yang terjadi.
2. Adanya masukan-masukan dari pihak PD. Pasar dan PD. Parkir yang berakibat
adanya perubahan disain khususnya PD. Pasar yang akan menjadi pengelola.
Terhadap risiko ini dilakukan mitigasi dengan mengurangi risiko (risk
reduction) yaitu:
a. Mengakomodasi masukan-masukan dan melakukan review disain
seperlunya tanpa mengubah konsep desain secara keseluruhan.
b. Memberi penjelasan disain selengkapnya untuk meminimalkan peluang
peruahan disain.
3. Adanya perubahan prioritas pengerjaan proyek dalam tahun anggaran yang
mempengaruhi pengerjaan proyek. Tindakan mitigasi yang dilakukan adalah
dengan mengurangi risiko (risk reduction) dengan memastikan ranking
prioritas pengerjaan proyek kepada instansi penentu kebijakan dalam hal ini
Pemerintah Kota Denpasar.
4. Adanya konflik kepentingan antara instansi yang terkait misalnya pihak PD.
Pasar dan PD. Parkir yang masing-masing mempunyai kepentingan. Mitigasi
yang dilakukan dengan mengurangi risiko (risk reduction) dengan mengadakan
82
koordinasi antar instansi untuk menyatukan persepsi dan menetapkan fungsi
dari Gedung Sentral Parkir dan menetapkan pihak-pihak yang akan menjadi
pengelola dan bertanggung jawab baik pada saat pelaksanaan proyek ataupun
operasional.
5. Adanya review disain setelah diadakannya presentasi dan rapat dengan anggota
Komisi B DPRD Kota Denpasar yang memberikan masukan untuk
ditindaklanjuti dengan review disain. Mitigasi risiko yang dilakukan adalah
mengurangi risiko (risk reduction) dengan mengakomodasi masukan-masukan
yang diberikan dan melakukan review disain.
6. Adanya perubahan kebijakan prioritas penggunaan anggaran yang dapat
menghambat terlaksananya pembangunan Sentral Parkir. Karena pemerintah
menentukan skala prioritas penanganan proyek. Tindakan mitigasi yang dapat
dilakukan adalah mengurangi risiko (risk reduction) dengan menetapkan skala
prioritas atau penentuan ranking pengerjaan proyek sesuai dengan daftar
program kerja yang disusun oleh pengelola teknis yang dalam hal ini adalah
Dinas TRP.
7. Adanya kesulitan dari konsultan perencana dalam melengkapi data dari disain
terdahulu untuk melakukan review disain dikarenakan tidak adanya back up
data dan kurangnya koordinasi dengan konsultan perencana terdahulu. Mitigasi
yang dilakukan dengan mengurangi risiko (risk reduction) yaitu berkoordinasi
dengan instansi yang bertanggung jawab sebelumnya (Dinas PU) dan
berkoordinasi lebih intensif dengan perencana terdahulu.
83
8. Kurangnya survei pendahuluan tentang lokasi pembangunan oleh konsultan
perencana yang dapat mengakibatkan disain kurang sesuai dengan kondisi
terkini di lapangan. Risiko ini memerlukan mitigasi yaitu mengurangi risiko
(risk reduction) dengan melakukan survey ulang pada lokasi proyek dan
mengadakan penyesuaian antara disain dan keadaan di lokasi proyek.
9. Kurangnya kajian holistik dari konsultan perencana yang dapat menyebabkan
ketidaksesuaian dengan masterplan pengembangan Pasar Badung dan
sekitarnya. Risiko ini memerlukan mitigasi yaitu mengurangi risiko (risk
reduction) dengan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait mengenai
masterplan pengembangan Pasar Badung dan melengkapi data dengan kajian
yang lebih holistik.
10. Koordinasi antar tim ahli pada konsultan perencana kurang berjalan dengan
baik (arsitek, sipil, ME/P) yang dapat disebabkan kurang tegasnya team
leader dalam pembagian tugas (job description) antar tim ahli serta kurang
tepatnya metode kerja yang digunakan. Risiko ini memerlukan mitigasi yaitu
mengurangi risiko (risk reduction) dengan mengadakan rapat koordinasi
intern yang lebih intensif dengan semua ahli yang terlibat, memantapkan
posisi team leader sebagai koordinator dan memperbaiki pembagian tugas
(job description).
11. Konsultan perencana kurang berkoordinasi dengan instansi yang berkaitan
dengan proyek yang dikerjakan misalnya hanya Dinas PU atau Dinas TRP.
Tindakan mitigasi yang diperlukan untuk risiko ini adalah dengan
mengurangi risiko (risk reduction) dengan mengadakan rapat-rapat
84
koordinasi dengan instansi terkait misalnya PD. Pasar dan meminta masukan
mengenai proyek yang dikerjakan.
12. Data tanah dan hidrologi (kondisi lapangan) kurang terdata secara terperinci
seperti tidak adanya hasil tes tanah (sondir) untuk mengetahui kondisi lokasi
pekerjaan. Tindakan mitigasi yang diperlukan adalah mengurangi risiko (risk
reduction) dengan melakukan survey ulang mengenai keadaan tanah dan
hidrologi di lapangan.
13. Adanya kesalahan perhitungan volume pekerjaan oleh konsultan perencana.
Risiko kesalahan perhitungan volume ini memerlukan tindakan mitigasi
dengan mengurangi risiko yaitu dengan mengadakan perhitungan ulang
terhadap volume pekerjaan dan mengusulkan pekerjaan tambah kurang bila
pelaksanaan proyek sudah berjalan.
14. Adanya ketidaksesuaian antara gambar rencana dan kondisi riil di lapangan
karena kurangnya pengukuran dan analisis lapangan yang dapat
menyebabkan perubahan disain. Mitigasi yang dilakukan untuk risiko ini
adalah mengurangi risiko (risk reduction) dengan melakukan review disain
untuk menyesuaikan dengan kondisi riil di lapangan.
15. Perbedaan spesifikasi teknis antara gambar rencana, rencana anggaran biaya
(RAB) dan rencana kerja dan syarat-syarat (RKS). Risiko ini memerlukan
mitigasi dengan mengurangi risiko yaitu dengan melakukan sinkronisasi
antara gambar rencana, RAB dan RKS. Tindakan lain yang dilakukan adalah
menentukan kedudukan yang lebih mengikat antara gambar rencana, RAB
dan RKS sesuai kontrak pekerjaan.
85
16. Perbedaan spesifikasi teknis antara gambar rencana, rencana anggaran biaya
(RAB) dan rencana kerja dan syarat-syarat (RKS). Risiko ini memerlukan
mitigasi dengan mengurangi risiko yaitu dengan melakukan sinkronisasi
antara gambar rencana, RAB dan RKS. Tindakan lain yang dilakukan adalah
menentukan kedudukan yang lebih mengikat antara gambar rencana, RAB
dan RKS sesuai kontrak pekerjaan.
17. Adanya perubahan disain bangunan dari disain awal dengan sistem dua lantai
basement menjadi satu lantai basement di bawah ground floor dengan
pertimbangan ketinggian level air sungai. Mitigasi yang dilakukan untuk
risiko ini adalah mengurangi risiko (risk reduction) dengan melakukan review
mengenai lingkup pekerjaan dan anggaran terkait perubahan disain dan
melakukan analisis struktur, mekanikal dan elektrikal terkait perubahan disain
yang terjadi.
18. Kurang lengkapnya gambar rencana, terutama detail-detail struktural,
arsitektural ataupun mekanikal yang akan menyulitkan kontraktor dalam
pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Mitigasi untuk risiko ini adalah dengan
mengurangi risiko (risk reduction) yaitu melengkapi gambar-gambar detail
dalam dokumen risalah pada saat aanwijzing atau pada saat pre-construction
meeting pekerjaan.
19. Kurangnya analisis dari konsultan perencana mengenai jaringan utilitas
plumbing yang tersedia di lapangan. Risiko ini memerlukan tindakan mitigasi
dengan mengurangi risiko (risk reduction) dengan melakukan survey dan
analisis mengenai jaringan utilitas plumbing yang ada dan berkoordinasi
86
dengan instansi terkait (PD. Pasar) mengenai jaringan utilitas plumbing
eksisting di lapangan.
20. Pengukuran lapangan (uitzet) untuk menentukan posisi, titik, garis dan
ketinggian tidak sesuai gambar. Risiko ini memerlukan mitigasi dengan
mengurangi risiko (risk reduction) dengan mengadakan koordinasi antara
pihak kontraktor, konsultan dan owner untuk menyesuaikan pengukuran
dengan gambar rencana.
21. Pengukuran dilakukan secara manual tanpa pesawat ukur (teodolit), seperti
penentuan titik-titik dan jarak antar kolom serta levelling dapat menyebabkan
bangunan tidak presisi. Mitigasi yang dilakukan untuk risiko ini adalah
dengan mengurangi risiko (risk reduction) yaitu melakukan pengukuran ulang
yang lebih akurat agar ukuran-ukuran di lapangan lebih presisi.
22. Adanya perbedaan interpretasi dokumen kontrak antara owner dengan
kontraktor, seperti salah pengertian mengenai kontrak tipe lump sum atau unit
price dan masalah perpanjangan waktu serta pembayaran termin pekerjaan.
Mitigasi risiko yang dilakukan adalah mengurangi risiko (risk reduction)
dengan mengadakan rapat membahas isi dan ketentuan dalam kontrak dan
jika diperlukan membuat nota kesepahaman (MoU) untuk menyamakan
intepretasi isi dan ketentuan kontrak.
23. Ketidaksesuaian antara volume pekerjaan di dalam BQ dan kondisi di
lapangan yang dapat disebabkan kurang telitinya analisa konsultan mengenai
kondisi lapangan sehingga terjadi perbedaan volume. Risiko ini memerlukan
tindakan mitigasi dengan mengurangi risiko (risk reduction) dengan
87
membahas perubahan volume pekerjaan dengan pekerjaan tambah kurang
melalui amandemen kontrak.
24. Adanya longsoran tanah pada saat penggalian lantai basement. Tindakan
mitigasi untuk risiko ini adalah dengan mengikuti semua metode kerja dan
spesifikasi yang telah ditetapkan dan memasang turap sebelum galian untuk
mencegah longsor.
25. Adanya ceceran tanah bekas galian pada saat pengangkutan keluar lokasi
proyek, dikarenakan dump truk pengangkut tanah galian tidak menutup bak
truk dengan penutup sebelum meninggalkan lokasi pekerjaan. Mitigasi yang
diperlukan untuk risiko ini adalah mengurangi risiko (risk reduction) dengan
memperhatikan dump truck pengangkut agar dilengkapi dengan penutup pada
bak pengangkut untuk mencegah ceceran tanah.
26. Adanya kerusakan bangunan sekitar terutama Pura Melanting akibat proses
konstruksi khususnya saat pekerjaan pondasi bored-pile, karena jarak lokasi
pekerjaan sangat dekat dengan Pura Melanting. Mitigasi yang diperlukan
untuk risiko ini adalah dengan mengurangi risiko (risk reduction) yaitu
merencanakan metode kerja dan jarak aman penggunaan mesin bor pada saat
pembuatan pondasi bored-pile.
27. Terlambatnya pasokan material yang mengurangi kinerja pekerjaan yang
dapat diakibatkan oleh manajemen logistik kontraktor yang kurang baik.
Risiko ini memerlukan tindakan mitigasi yaitu mengurangi risiko (risk
reduction) dengan tindakan membuat schedule kedatangan material yang
88
disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan dan melakukan evaluasi jumlah
material yang datang dengan yang dibutuhkan di lapangan.
28. Kontraktor tidak mengajukan contoh material untuk disetujui terlebih dahulu
oleh konsultan pengawas yang dapat mengakibatkan ketidaksesuaian antara
material dengan spesifikasi teknis. Mitigasi yang dilakukan untuk risiko ini
adalah mengurangi risiko (risk reduction) dengan memberikan instruksi dari
konsultan pengawas kepada kontraktor lewat lisan atau tertulis tentang
kewajiban kontraktor mengajukan contoh material untuk disetujui.
29. Pengadaan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis. Risiko ini
memerlukan tindakan mitigasi yaitu mengurangi risiko (risk reduction)
dengan menginstruksikan dan memberi teguran kepada kontraktor untuk
mengganti material yang tidak sesuai dengan material seperti yang
disyaratkan dalam spesifikasi teknis.
30. Pekerjaan yang dilaksanakan kontraktor tidak sesuai dengan gambar dan
spesifikasi teknis yang dapat disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara
kontraktor dengan konsultan pengawas. Mitigasi yang diperlukan untuk risiko
ini adalah mengurangi risiko (risk reduction) dengan meningkatkan
koordinasi antara kontraktor dan konsultan pengawas juga pihak owner dan
memperketat pengawasan oleh konsultan pengawas agar pekerjaan sesuai
dengan yang direncanakan.
31. Adanya perubahan disain yang yang berakibat pada terhambatnya prestasi
pengerjaan proyek. Risiko ini memerlukan tindakan mitigasi yaitu
89
mengurangi risiko (risk reduction) dengan melakukan review disain untuk
menetapkan disain agar tidak berakibat pada terhambatnya proyek.
32. Adanya perubahan spesifikasi teknis yang mengganggu pelaksanaan proyek.
Perubahan spesifikasi teknis pada saat pelaksanaan akan berpengaruh pada
harga dan volume pekerjaan yang harus diperhitungkan dan dapat
mengganggu kelancaran proyek. Mitigasi yang perlu dilakukan untuk risiko
ini adalah dengan mengurangi risiko (risk reduction) yaitu melakukan
koordinasi untuk menetapkan spesifikasi teknis yang digunakan.
33. Kontraktor tidak mengajukan request dan shop drawing kepada konsultan
pengawas sebelum melaksanakan suatu pekerjaan. Risiko ini memerlukan
mitigasi risk reduction yaitu konsultan memberikan instruksi kepada
kontraktor untuk mengajukan shop drawing dan request sebelum
melaksanakan pekerjaan. Tindakan lain yang dilakukan adalah kontraktor dan
konsultan melakukan koordinasi mengenai item pekerjaan yang memerlukan
shop drawing.
34. Kurangnya kualitas pekerjaan karena lemahnya pengawasan lapangan yang
dapat disebabkan karena pengawas lapangan tidak secara rutin berada di
lapangan dan mengawasi jalannya pekerjaan. Mitigasi untuk risiko ini adalah
dengan risk reduction yaitu meningkatkan frekuensi kedatangan konsultan di
lapangan untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pekerjaan
kontraktor. Tindakan lain adalah mengulang pekerjaan yang tidak sesuai
kualitas yang ditentukan.
90
35. Kurangnya kualitas pekerjaan karena tidak mengikuti dan melaksanakan
masukan dan instruksi dari pengawas lapangan. Untuk risiko ini diperlukan
tindakan mitigasi dengan risk reduction yaitu memberikan instruksi kepada
kontraktor untuk mengikuti masukan dan selalu berkoordinasi dengan
konsultan pengawas.
36. Kurangnya pagar pengaman proyek yang dapat menyebabkan kecelakaan
terutama bahaya terjatuh pada saat penggalian basement mengingat lokasi
pelaksanaan adalah pasar dengan aktivitas yang sangat padat. Tindakan
mitigasi yang dapat dilakukan untuk risiko ini adalah risk reduction dengan
menambahkan pagar pengaman dan pertanda (signage) untuk mencegah
kecelakaan, melarang pihak-pihak yang tidak berkepentingan memasuki areal
proyek dan menempatkan petugas keamanan khusus.
37. Tenaga kerja yang ditugaskan tidak sesuai dengan kualifikasinya, misalnya
tenaga tukang gali diberikan pekerjaan pembesian sehingga dapat
berpengaruh pada kualitas pekerjaan. Mitigasi untuk risiko ini adalah risk
reduction dengan mengusahakan mendatangkan tenaga kerja yang sesuai
dengan kualifikasinya sesuai dengan penawaran yang telah diajukan oleh
pihak kontraktor.
38. Pekerjaan tambah yang lebih besar dari 10% akan menyebabkan harus
diadakannya perhitungan ulang volume pekerjaan khususnya untuk kontrak
unit price dan menerbitkan amandemen kontrak.
39. Adanya perbedaan perhitungan volume pekerjaan yang telah dikerjakan
antara kontraktor dan konsultan pengawas. Tindakan mitigasi yang dapat
91
dilakukan untuk risiko ini adalah risk reduction dengan melakukan
perhitungan ulang bersama-sama di lapangan oleh konsultan pengawas dan
kontraktor dengan disaksikan oleh direksi dari pihak owner untuk
mendapatkan kesepakatan volume di lapangan.
40. Kekurangan pasokan daya listrik yang tersedia di lapangan dapat
mengakibatkan terlambatnya pekerjaan khususnya di malam hari pada saat
pekerjaan lembur. Risiko ini memerlukan tindakan mitigasi yaitu risk
reduction dengan melakukan pendekatan pada pihak PD.Pasar sebagai
pengelola untuk dapat memanfaatkan pasokan listrik yang lebih besar dan
juga dapat mengupayakan penggunaan mesin genset.
41. Kurang terawatnya instlasi listrik dan hidran eksisting sehingga menyulitkan
dalam penyambungan/connecting dengan instalasi baru yang akan dipasang.
Untuk mengurangi risiko ini (risk reduction) dapat dilakukan tindakan
mitigasi dengan melakukan pengecekan bersama-sama antara kontraktor,
konsultan, owner khususnya pihak PD.Pasar mengenai kondisi instalasi listrik
dan hidran agar dapat direncanakan sistem untuk dapat menyambungkan
instalasi eksisting dengan instalasi baru yang akan dipasang.
42. Ketidaksesuaian gambar dan spesifikasi teknis yang dapat menyebabkan
kesalahpahaman bagi kontraktor, misalnya untuk lantai (slab) basement
dalam gambar tercantum mutu beton K-175 sedangkan dalam spesifikasi
teknis mensyaratkan mutu K-250. Tindakan mitigasi yang dapat dilakukan
adalah risk reduction dengan mengadakan rapat koordinasi antara konsultan
92
pengawas, kontraktor dan owner untuk menentukan spesifikasi yang
disepakati untuk dikerjakan.
43. Perbedaan hasil pengukuran kualitas dan kuantitas pekerjaan dengan kondisi
aktual di lapangan. Risiko ini disikapi dengan tindakan mitigasi risk
reduction yaitu mengadakan pengukuran ulang untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang disepakati.
44. Adanya perubahan disain akibat penyesuaian dengan kondisi di lapangan.
Risiko ini dapat diminimalkan (risk reduction) dengan melakukan koordinasi
antara kontraktor, konsultan pengawas dan konsultan perencana dengan
persetujuan owner untuk kemudian dilakukan perubahan disain sesuai kondisi
riil di lapangan.
45. Peralatan yang digunakan terutama alat berat dan kendaraan pengangkut
tanah sisa galian tidak mencukupi sehingga menghambat pekerjaan. Tindakan
mitigasi untuk risiko ini adalah risk reduction dengan membuat schedule dan
metode kerja untuk efektivitas penggunaan alat agar mencegah keterlambatan
proyek. Tindakan lain dapat dilakukan dengan menambah armada dari sub
kontraktor lain untuk memperlancar pekerjaan.
46. Kurangnya pengamanan pada jalur utama keluar masuk kendaraan yang
menimbulkan kesemrawutan. Risiko ini dapat dikurangi risk reduction
dengan tindakan mitigasi yaitu memasang pertanda (signage) yang jelas dan
juga menempatkan petugas keamanan khusus untuk menghindari
kesemrawutan.
93
47. Kurangnya tanggung jawab dari kontraktor mengenai kerusakan-kerusakan
yang terjadi selama masa pemeliharaan berkala khususnya sistem mekanikal
elektrikal. Tindakan mitigasi yang dapat dilakukan untuk risiko ini adalah
mengurangi risiko (risk reduction) dengan instruksi dari owner kepada
kontraktor untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi sesuai dengan
kesepakatan dan jaminan retensi.
48. Kurangnya pengaturan parkir baik di area basement dan ground floor seperti
tidak tepatnya parkir mobil sesuai dengan marka parkir yang menyebabkan
berkurangnya daya tampung optimal dari sentral parkir. Risiko ini dapat
dikurangi (risk reduction) dengan menempatkan petugas khusus yang akan
membantu pengguna parkir dalam memarkirkan kendaraannya sehingga daya
tampung optimal parkir dapat terpenuhi.
49. Kurangnya pertanda dan peringatan yang menyebabkan bingung pengguna
parkir. Risiko ini dapat diminimalkan (risk reduction) dengan lebih
mengoptimalkan peranan petugas parkir untuk dapat membantu pengguna
parkir.
50. Mahalnya biaya perawatan bangunan khususnya instalasi listrik, plumbing
dan hidran. Risk reduction sebagai mitigasi dapat dilakukan dengan
mengganggarkan dana khusus untuk biaya perawatan dan juga uji coba
berkala khususnya peralatan hidran dan pompa banjir.
51. Tidak berfungsinya peralatan-peralatan pengaman bangunan seperti hidran,
pompa banjir (sum pit) dan lain-lain. Peralatan ini kurang berfungsi maksimal
dapat disebabkan kurangnya perawatan dan jarangnya dilakukan uji coba
94
untuk mendeteksi jika terjadi kerusakan. Mitigasi dengan risk reduction dapat
dilakukan untuk risiko ini yaitu dengan melakukan perawatan secara berkala
dan juga menguji secara berkala peralatan MEP terutama hidran.
52. Kurangnya keterampilan SDM / juru parkir dalam melakukan pengaturan
perparkiran (hanya menarik retribusi tanpa membantu mengatur parkir).
Risiko ini dapat diminimalkan dengan risk reduction yaitu melakukan
pembinaan kepada para juru parkir untuk selalu memberikan bantuan dalam
pengaturan parkir kendaraan.
53. Risiko peralatan yang digunakan juru parkir tidak mencukupi untuk
melakukan pengaturan parkir dapat dikurangi (risk reduction) dengan
mengoptimalkan peralatan yang ada dan menganggarkan pengadaan peralatan
bagi juru parkir.
54. Adanya penolakan dari para pedagang yang akan direlokasi dengan adanya
pembangunan Sentral Parkir. Risiko penolakan ini dapat diminimalkan (risk
reduction) dengan mengadakan sosialisasi kepada para pedagang sebelum
pelaksanaan proyek dan menyiapkan lokasi sementara yang representatif bagi
pedagang yang akan direlokasi.
55. Terjadinya kontaminasi tanah, polusi dan kebisingan yang mengganggu
selama pelaksanaan Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung. Terjadinya
polusi terutama debu dapat terjadi pada saat pekerjaan galian dan
pengangkutan hasil galian, sedangkan kebisingan terjadi pada saat
penggunaan alat berat dan pada saat pengecoran yang menggunakan concrete
mixer dan concrete pump. Tindakan mitigasi risk reduction dapat dilakukan
95
dengan membuat schedule pekerjaan yang mengakibatkan kebisingan tinggi
seperti penggunaan alat berat untuk penggalian dan pengecoran beton ready-
mix.
56. Sulitnya akses masuk bagi alat berat yang akan digunakan selama
pelaksanaan proyek. Akses alat berat cukup sulit karena lokasi sangat padat
dan entrance ke lokasi sangat sempit. Risiko ini dapat diminimalkan (risk
reduction) dengan menyiapkan akses alternatif untuk memasukkan alat berat
dan melakukaan koordinasi dengan pihak keamanan pasar untuk membantu
menyiapkan akses masuk alat berat.
57. Adanya kekhwawatiran kerusakan bangunan sekitar akibat pengerjaan
proyek, khususnya Pura Melanting yang sangat berdekatan dengan lokasi.
Tindakan mitigasi yang dapat dilakukan untuk risiko ini adalah:
a. Risk reduction dengan merencanakan pengamanan bangunan sebelum
pelaksanaan proyek dan menggunakan bored-pile sebagai pengaman Pura
Melanting.
b. Risk transfer dengan mengasuransikan bangunan jika terjadi kerusakan
akibat pelaksanaan pekerjaaan.
58. Terganggunya kelancaran pekerjaan akibat tingginya tingkat kepadatan lalu
lintas di sekitar lokasi pembangunan. Mitigasi yang dapat dilakukan untuk
risiko ini adalah:
a. Risk reduction dengan mengatur schedule keluar masuknya kendaraan
pada saat lalu lintas tidak terlalu padat dan memasang pertanda (signage)
jalur keluar masuk proyek.
96
b. Risk transfer dengan melakukan kerjasama dengan DLLAJ, Bala Praja
Desa Pekraman Denpasar dan Kepolisian.
59. Adanya keluhan dari warga akibat terganggunya aktivitas mereka termasuk
kemacetan yang terjadi. Risiko ini dapat diminimalkan (risk reduction)
dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat baik dengan media cetak
atapupun media elektronik untuk permakluman selama pelaksanaan proyek
dan mengatur sirkulasi kendaraan proyek tidak bersamaan dengan jam sibuk
(peak hour) lalu lintas.
60. Risiko opini masyarakat yang apatis terhadap pembangunan Sentral Parkir di
Pasar Badung dapat dikurangi (risk reduction) dengan memberikan sosialisasi
di media massa tentang pentingnya proyek ini untuk meredam opini
masyarakat yang apatis dan juga menyelesaikan pekerjaan tepat waktu untuk
memberikan citra positif di masyarakat.
61. Terjadinya kecelakaan akibat penggunaan alat berat terutama pada penggalian
basement. Risiko ini dapat diminimalkan (risk reduction) dengan membuat
standar operasi penggunaan alat berat dan menyiapkan operator terampil dan
berpengalaman dalam mengoperasikan alat berat.
62. Risiko kurangnya pagar pengaman proyek yang dapat menyebabkan
kecelakaan terutama bahaya terjatuh pada saat penggalian basement.
Tindakan mitigasi yang diperlukan dengan mengurangi risiko (risk reduction)
antara lain dengan menambahkan pagar pengaman dan pertanda (signage)
untuk mencegah kecelakaan dan menempatkan petugas keamanan khusus.
97
63. Kurangnya pengamanan di lokasi proyek dapat menyebabkan terjadinya hal-
hal yang tidak diinginkan seperti kehilangan material dan peralatan proyek.
Risiko ini dapat diminimalkan (risk reduction) dengan memperketat akses
masuk ke areal proyek dan juga dapat diminimalkan dengan menempatkan
petugas keamanan khusus di proyek.
64. Risiko terjadinya perusakan fasilitas proyek dapat dilakukan oleh pihak-pihak
luar yang tidak bertanggung jawab. Risiko ini dapat diminimalkan (risk
reduction) dengan mensterilkan lokasi proyek dari pihak-pihak yang tidak
berkepentingan dan menempatkan tenaga keamanan khusus di lokasi proyek.
65. Adanya pungutan liar yang dilakukan oleh preman dapat berdampak buruk
pada proyek khususnya terkait dana dan kenyamanan dalam mengerjakan
proyek. Untuk meminimalkan risiko ini (risk reduction) dapat dilakukan
koordinasi dengan pihak keamanan pasar untuk menanggulangi gangguan dan
pungutan liar yang dilakukan oleh preman.
66. Adanya penggunaan di luar yang tercantum dalam kontrak seperti membayar
biaya sewa listrik, air dan biaya pengamanan kepada pihak pengelola pasar.
Mitigasi untuk risiko ini dapat dilakukan dengan risk reduction yaitu dengan
menyiapkan dana overhead demi kelancaran pekerjaan di lapangan.
67. Pekerja tidak menggunakan alat keselamatan pada saat bekerja. Untuk dapat
meminimalkan risiko (risk reduction) dilakukan tindakan mitigasi seperti
membuatkan tata tertib bagi para pekerja untuk selalu menggunakan alat
keselamatan saat bekerja dan menyediakan semua alat keselamatan yang
diperlukan.
98
68. Kurangnya fasilitas sanitasi pada areal penampungan tenaga kerja. Risiko ini
dapat diminimalkan (risk reduction) dengan meminta ijin kepada pihak
PD.Pasar agar bisa memanfaatkan fasilitas sanitasi di Pasar Badung,
mengusahakan sanitasi sementara dan tidak membuat penampungan pekerja
di lokasi proyek (pekerja diantar jemput ke lokasi).
69. Risiko muka air tanah yang tinggi pada galian basement mengingat lokasi
proyek sangat berdekatan dengan sungai dapat diminimalkan (risk reduction)
dengan menyiapkan sistem dewatering yang baik dan membuat sum pit untuk
menampung air sementara sebelum dibuang dengan pompa ke Tukad Badung
di sebelah barat.
70. Terganggunya pekerjaan karena kegiatan pasar yang tidak pernah berhenti
sepanjang hari, khususnya pada saat loading unloading material di lokasi
pekerjaan. Tindakan mitigasi untuk risiko ini adalah risk reduction dengan
membuat schedule kerja dengan memperhatikan intensitas kegiatan pasar dan
menggunakan alternatif pekerjaan di malam hari saat intensitas kegiatan pasar
tidak sepadat siang hari.
71. Risiko adanya mata air pada galian basement dapat diminimalkan (risk
reduction) dengan menyiapkan sistem dewatering yang baik dan
merencanakan menutup dan mengalihkan mata air yang ada di daerah galian.
72. Adanya kekhwawatiran mengenai rembesan air Tukad Badung selama
pengerjaan proyek, khususnya pada saat pengerjaan lantai basement. Risiko
ini memerlukan tindakan mitigasi untuk meminimalkan dampak risiko (risk
99
reduction) dengan memasang retaining wall untuk mencegah rembesan air
dan menyiapkan sistem dewatering jika intensitas rembesan sangat tinggi.
73. Terhambatnya pekerjaan akibat cuaca khususnya hujan karena pelaksanaan
pekerjaan dijadwalkan pada Bulan Juli sampai Desember yang merupakan
waktu musim hujan. Untuk risiko yang terkait dengan cuaca ini tindakan
mitigasi risk reduction dilakukan dengan melakukan penjadwalan pekerjaan
yang besar seperti pengecoran agar tidak sampai memasuki musim hujan dan
meminta informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
mengenai curah hujan yang berlaku umum di sekitar proyek.
74. Terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak selama masa pelaksanaan
pekerjaan yang akan mempengaruhi kinerja proyek. Risiko ini dapat
diminimalkan dengan menerapkan strategi penghematan penggunaan BBM
dengan efisiensi penggunaan alat yang memerlukan konsumsi BBM tinggi
seperti excavator, stamper dan lain-lain.
75. Risiko hilangnya material dan peralatan kerja selama berlangsungnya proyek
dapat diminimalkan (risk reduction) dengan memperketat akses masuk ke
proyek khususnya areal gudang penyimpanan alat dan material untuk
mengantisipasi pencurian material maupun alat kerja dan menempatkan
petugas keamanan khusus untuk mencegah kehilangan.
76. Produktivitas tenaga kerja yang rendah dapat menghambat progress
pelaksanaan proyek. Hal ini dapat diminimalkan (risk reduction) dengan
membuat schedule kerja yang lebih ketat untuk meningkatkan produktivitas
dan juga merencanakan kerja lembur.
100
77. Risiko pemogokan oleh tenaga kerja akan memberikan konsekuensi buruk
bagi proyek yaitu keterlambatan penyelesaian proyek. Tindakan mitigasi
dengan risk reduction untuk risiko ini adalah dengan memberikan honor
tenaga kerja tepat waktu untuk mencegah terjadinya pemogokan dan
menyiapkan tenaga kerja cadangan sebagai antisipasi jika terjadi pemogokan.
78. Risiko adanya tenaga kerja yang sakit atau mengalami kecelakaaan dapat
dilakukan risk transfer dengan mengikutsertakan semua pekerja dalam
asuransi tenaga kerja. Tindakan mitigasi lain adalah risk reduction dengan
mengistirahatkan pekerja yang sakit dan menyiapkan tenaga cadangan untuk
tetap menjaga kinerja.
79. Adanya keterlambatan pembayaran termin oleh owner kepada konsultan
perencana, konsultan pengawas dan kontraktor yang dapat diakibatkan oleh
administrasi yang rumit. Mitigasi untuk risiko ini adalah risk reduction
dengan mengajukan permohonan pembayaran kepada pihak owner sesuai
dengan progress pekerjaan dan diikuti dengan mengikuti semua persyaratan
administrasi yang berlaku.
80. Risiko keterlambatan pembayaran oleh kontraktor utama kepada pihak sub
kontraktor dapat diminimalkan (risk reduction) dengan membuat suatu
kontrak kerja atau MoU yang jelas antara kontraktor dan sub kontraktor untuk
mencegah keterlambatan pembayaran.
Risiko-risiko yang termasuk kategori tidak diharapkan (undesirable) di atas
semestinya juga mendapat perhatian dengan melakukan tindakan-tindakan
mitigasi untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya.
101
5.6 Kepemilikan Risiko (Ownership of Risk)
Berdasarkan risiko-risiko yang telah teridentifikasi dan dilakukan mitigasi,
tahap selanjutnya dilanjutkan dengan mengalokasikan kepemilikan risiko kepada
masing-masing pihak yang terlibat dalam pembangunan Sentral Parkir di Pasar
Badung ini. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan Sentral Parkir di Pasar
Badung ini yaitu owner (Pemerintah Kota Denpasar/Dinas Tata Ruang dan
Perumahan dan PD. Pasar), Konsultan Perencana, Konsultan Pengawas dan
Kontraktor. Masing-masing pihak ini memiliki tanggung jawab dan dapat
menangani setiap risiko yang muncul. Alokasi kepemilikan risiko ini didasarkan
pada tanggung jawab, pengendalian dan penanganan dari risiko-risiko yang
terjadi.
Kepemilikan risiko (ownership of risk) untuk risiko-risiko dominan yang
termasuk kategori unacceptable pada pembangunan Sentral Parkir di Pasar
Badung ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Risiko kurangnya koordinasi antar instansi dalam pengambilan keputusan
yang mempengaruhi pengerjaan proyek seperti Dinas Tata Ruang dan
Perumahan, Dinas Pekerjaan Umum dan PD. Pasar. Risiko ini sepenuhnya
merupakan tanggung jawab owner yang terdiri dari beberapa SKPD.
Pengambilan keputusan harus dikoordinasikan antar instansi terkait agar tidak
menghambat pengerjaan proyek.
2. Adanya perubahan disain akibat kebijakan dan masukan dari pihak-pihak
yang terkait dengan Pembangunan Sentral Parkir khususnya pada tahap
102
perencanaan merupakan tanggung jawab dari owner sebagai pemberi tugas
karena perubahan terjadi setelah owner mengadakan koordinasi dengan
instansi terkait. Konsultan perencana juga memiliki tanggung jawab karena
konsultan perencana wajib mengakomodasi dan melakukan perubahan-
perubahan seperlunya sesuai kebijakan dan masukan yang ada.
3. Terjadinya eskalasi atau kenaikan harga bahan bangunan selama masa
perencanaan dan pelaksanaan proyek yang dapat mengakibatkan
membengkaknya biaya konstruksi pada tahap pelaksanaan merupakan
tanggung jawab kontraktor sebagai pelaksana pekerjaan karena sebelum
proses lelang pekerjaan berlangsung, kontraktor harus memperhitungkan
semua kemungkinan termasuk terjadinya eskalasi harga sebelum mengajukan
penawaran pekerjaan.
4. Terganggunya kegiatan perekonomian di Pasar Badung pada saat pelaksanaan
proyek yang diakibatkan areal proyek sebelumnya adalah tempat pedagang
berjualan. Risiko ini merupakan tanggung jawab owner yang dalam hal ini
adalah pihak PD. Pasar karena merupakan pengelola lokasi pekerjaan dan
memiliki otoritas untuk melakukan pengaturan dan relokasi pedagang selama
pelaksanaan proyek.
5. Risiko yang berdampak besar pada proyek adalah kerusakan bangunan dan
fasilitas proyek selama pelaksanaan akibat bencana alam (force majeur)
seperti gempa bumi, kebakaran ataupun bencana banjir. Bencana alam adalah
kejadian tidak dapat diprediksi terjadinya dan dapat dikategorikan sebagai
103
risiko bersama antara owner, konsultan perencana, konsultan pengawas dan
kontraktor.
6. Kekurangan tenaga kerja dalam pelaksanaan proyek sepenuhnya merupakan
tanggung jawab kontraktor sebagai pelaksana proyek dan harus memiliki
komitmen untuk menyelesaikan pekerjaan dengan mengusahakan pengadaan
tenaga kerja sesuai dengan volume dan kualitas yang telah direncanakan.
7. Risiko keterlambatan penyelesaian proyek juga merupakan tanggung jawab
kontraktor sebagai pelaksana pekerjaan dan konsultan pengawas yang
merupakan satu tim dalam menyukseskan pelaksanaan proyek. Kontraktor
seharusnya merencanakan metode pelaksanaan pekerjaan yang disesuaikan
dengan time schedule dan durasi waktu pekerjaan yang telah disepakati.
8. Adanya kemacetan yang terjadi di sekitar Sentral Parkir karena pengaturan
arus keluar masuk kendaraan yang kurang baik adalah tanggung jawab
kontraktor karena kontraktor harus mengatur arus keluar masuknya
kendaraan proyek sehingga tidak menimbulkan kemacetan di sekitar proyek.
Hal ini dapat dikoordinasikan dengan pihak kepolisisan dan pihak keamanan
pasar.
9. Risiko keterlambatan datangnya tenaga kerja akibat libur hari raya ini
menjadi tanggung jawab kontraktor karena sebagai pelaksana pekerjaan
kontraktor harus membuat suatu time schedule dan manajemen tenaga kerja
yang baik dengan mengantisipasi adanya libur hari raya.
104
Ownership of risk untuk risiko-risiko dengan kategori undesirable pada
pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Risiko terjadinya perubahan penanggung jawab pembangunan dari Dinas PU
ke Dinas TRP merupakan tanggung jawab dari owner dan konsultan
perencana. Owner dalam hal ini Dinas TRP harus berkoordinasi dengan
Dinas PU terkait perubahan penanggung jawab pembangunan. Sedangkan
konsultan perencana harus menyesuaikan disain dan administrasi terkait
perubahan yang terjadi.
2. Adanya masukan-masukan dari pihak PD. Pasar dan PD. Parkir yang
berakibat adanya perubahan disain menjadi tanggung jawab konsultan
perencana untuk dapat mengakomodasi masukan-masukan yang ada dengan
melakukan perubahan disain seperlunya.
3. Risiko adanya perubahan prioritas pengerjaan proyek dalam tahun anggaran
yang mempengaruhi pengerjaan proyek adalah tanggung jawab dari owner
baik itu Dinas TRP, Dinas PU dan PD. Pasar.
4. Adanya konflik kepentingan antara instansi yang terkait misalnya pihak PD.
Pasar dan PD. Parkir yang masing-masing mempunyai kepentingan menjadi
tanggung jawab owner termasuk PD. Pasar dan PD. Parkir yang akan menjadi
pengelola setelah proyek sentral parkir rampung.
5. Adanya review disain setelah diadakannya presentasi dan rapat dengan
anggota Komisi B DPRD Kota Denpasar yang memberikan masukan untuk
ditindaklanjuti dengan review disain merupakan tanggung jawab konsultan
105
perencana untuk melakukan review disain berdasarkan masukan-masukan
yang diterima.
6. Adanya perubahan kebijakan prioritas penggunaan anggaran yang dapat
menghambat terlaksananya pembangunan Sentral Parkir. Risiko ini menjadi
tanggung jawab pihak owner baik itu Dinas TRP, Dinas PU dan PD. Pasar.
7. Adanya kesulitan dari konsultan perencana dalam melengkapi data dari disain
terdahulu untuk melakukan review disain adalah tanggung jawab konsultan
perencana untuk dapat melengkapi data baik dari konsultan perencana
terdahulu atapun dinas-dinas terkait.
8. Kurangnya survei pendahuluan tentang lokasi pembangunan oleh konsultan
perencana yang dapat mengakibatkan disain kurang sesuai dengan kondisi
terkini di lapangan. Risiko ini adalah tanggung jawab konsultan perencana
untuk dapat melengkapi data agar disain yang dikerjakan dapat sesuai dengan
kondisi terkini di lapangan.
9. Risiko kurangnya kajian holistik dari konsultan perencana yang dapat
menyebabkan ketidaksesuaian dengan masterplan pengembangan Pasar
Badung dan sekitarnya adalah tanggung jawab konsultan perencana untuk
dapat menyesuaikan deisain dengan masterplan yang ada.
10. Koordinasi antar tim ahli pada konsultan perencana kurang berjalan dengan
baik (arsitek, sipil, MEP) menjadi tanggung jawab konsultan perencana untuk
dapat mengkoordinasikan dengan baik tim ahli yang terlibat dengan team
leader sebagai koordinator dan penanggung jawab pekerjaan perencanaan.
106
11. Risiko konsultan perencana yang kurang berkoordinasi dengan instansi yang
berkaitan dengan proyek yang dikerjakan misalnya hanya Dinas PU atau
Dinas TRP adalah tanggung jawab konsultan perencana untuk dapat lebih
berkoordinasi dengan instansi lain seperti PD. Pasar, PD. Parkir dan lain-lain
untuk menyempurnakan disain yang dikerjakan.
12. Data tanah dan hidrologi (kondisi lapangan) kurang terdata secara terperinci
seperti tidak adanya hasil tes tanah (sondir) untuk mengetahui kondisi lokasi
pekerjaan merupakan tanggung jawab konsultan perencana untuk melengkapi
data tanah dan hidrologi di lapangan dengan survey dan pendataan ulang.
13. Adanya kesalahan perhitungan volume pekerjaan pada saat perencanaan
menjadi tanggung jawab konsultan perencana sebagai perancang dan
estimator baik volume dan harga.
14. Risiko kurangnya analisis dari konsultan perencana mengenai jaringan listrik
dan mekanikal yang tersedia di lapangan adalah tanggung jawab konsultan
perencana untuk mengetahui dan menganalisis jaringan listrik eksisting yang
ada di lapangan agar dapat menyesuaikan dengan rancangan yang dibuat.
15. Adanya ketidaksesuaian antara gambar rencana dan kondisi riil di lapangan
karena kurangnya analisis lapangan yang dapat menyebabkan perubahan
disain sepenuhnya adalah tanggung jawab dari konsultan perencana.
16. Perbedaan spesifikasi teknis antara gambar rencana, rencana anggaran biaya
(RAB) dan rencana kerja dan syarat-syarat (RKS) adalah tanggung jawab
konsultan perencana untuk menyesuaikan antara gambar, spesifikasi teknis
dan RAB.
107
17. Risiko adanya perubahan disain bangunan dari disain awal dengan sistem dua
lantai basement menjadi satu lantai basement di bawah ground floor menjadi
tanggung jawab konsultan perencana untuk menyesuaikan disain yang telah
dibuat.
18. Kurang lengkapnya gambar rencana, terutama detail-detail struktural,
arsitektural ataupun mekanikal yang akan menyulitkan kontraktor dalam
pelaksanaan pekerjaan di lapangan menjadi tanggung jawab konsultan
perencana untuk melengkapi gambar rencana.
19. Kurangnya analisis dari konsultan perencana mengenai jaringan utilitas
plumbing yang tersedia di lapangan adalah tanggung jawab konsultan
perencana melakukan analisis untuk menyempurnakan disain.
20. Pengukuran lapangan (uitzet) untuk menentukan posisi, titik, garis dan
ketinggian tidak sesuai gambar. Risiko ini merupakan tanggung jawab
kontraktor dan konsultan pengawas untuk menyesuaikan pengukuran
lapangan dengan gambar rencana.
21. Risiko pengukuran dilakukan secara manual tanpa pesawat ukur (teodolit)
menjadi tanggung jawab kontraktor untuk melakukan pengukuran dengan
pesawat ukur sesuai metode kerja yang ditetapkan.
22. Adanya perbedaan interpretasi dokumen kontrak antara owner dengan
kontraktor, seperti salah pengertian mengenai kontrak tipe lump sum atau unit
price atau masalah perpanjangan waktu merupakan tanggung jawab owner
dan kontraktor sebagai pihak pengguna dan penyedia jasa.
108
23. Risiko ketidaksesuaian antara volume pekerjaan di dalam BQ dan kondisi di
lapangan yang dapat disebabkan kurang telitinya analisis konsultan mengenai
kondisi lapangan sehingga terjadi perbedaan volume. Hal ini merupakan
tanggung jawab dari konsultan perencana dan juga kontraktor yang dapat
disikapi dengan pekerjaan tambah kurang melalui amandemen kontrak.
24. Adanya bahaya longsoran tanah pada saat penggalian lantai basement sangat
mungkin terjadi dan merupakan tanggung jawab kontraktor untuk mengatasi
dengan membuatkan suatu metode kerja yang baik untuk mencegah
terjadinya kelongsoran.
25. Risiko adanya ceceran tanah bekas galian pada saat pengangkutan keluar
lokasi proyek sepenuhnya adalah tanggung jawab kontraktor untuk
menerapkan metode kerja pengangkutan tanah yang sudah direncanakan.
26. Risiko kerusakan bangunan sekitar terutama Pura Melanting akibat proses
konstruksi adalah tanggung jawab kontraktor sebagai pelaksana pekerjaan di
lapangan.
27. Keterlambatan pasokan material menjadi tanggung jawab kontraktor
menyusun schedule kedatangan material.
28. Kontraktor tidak mengajukan contoh material untuk disetujui terlebih dahulu
oleh konsultan pengawas dapat mengakibatkan ketidaksesuaian antara
material dengan spesifikasi teknis. Hal ini sepenuhnya adalah tanggung jawab
kontraktor sesuai dengan metode kerja yang mengharuskan kontraktor
mengajukan contoh material sebelum pelaksanaan pekerjaan.
109
29. Pengadaan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis. Risiko ini
menjadi tanggung jawab dari kontraktor karena kontrakator wajib
menggunakan material sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditawar
sesuai kontrak.
30. Pekerjaan yang dilaksanakan kontraktor tidak sesuai dengan gambar dan
spesifikasi teknis adalah tanggung jawab kontraktor dan konsultan pengawas
yang dapat disebabkan oleh kurangnya koordinasi.
31. Risiko adanya perubahan disain dapat berakibat pada terhambatnya prestasi
pengerjaan proyek. Risiko ini merupakan tanggung jawab konsultan
perencana sebagai perancang dan kontraktor sebagai pelaksana pekerjaan.
32. Adanya perubahan spesifikasi teknis dapat mengganggu pelaksanaan proyek.
Risiko ini merupakan tanggung jawab konsultan perencana yang
merencanakan spesifikasi teknis dan kontraktor yang berkewajiban
melaksanakan perubahan yang terjadi setelah dilakukan koordinasi.
33. Kontraktor tidak mengajukan request dan shop drawing kepada konsultan
pengawas sebelum melaksanakan suatu pekerjaan. Risiko ini merupakan
tanggung jawab kontraktor untuk mengajukan request dan shop drawing
sesuai metode kerja yang telah disepakati.
34. Kurangnya kualitas pekerjaan karena lemahnya pengawasan lapangan yang
dapat disebabkan karena pengawas lapangan tidak secara rutin berada di
lapangan dan mengawasi jalannya pekerjaan. Hal ini menjadi tanggung jawab
konsultan pengawas untuk lebih ketat melakukan pengawasan di lapangan.
110
35. Risiko kurangnya kualitas pekerjaan karena tidak mengikuti dan
melaksanakan masukan dan instruksi dari pengawas lapangan merupakan
tanggung jawab kontraktor untuk mengikuti masukan dan instruksi dari
konsultan pengawas agar kualitas pekerjaan dapat sesuai dengan rencana.
36. Kurangnya pagar pengaman proyek yang dapat menyebabkan kecelakaan
adalah risiko yang menjadi tanggung jawab kontraktor karena merupakan
kewajiban kontraktor untuk memasang pagar pengaman selama
berlangsungnya proyek.
37. Risiko tenaga kerja yang ditugaskan tidak sesuai dengan kualifikasi
merupakan tanggung jawab kontraktor karena kontraktor harus
mengusahakan tenaga kerja yang sesuai dengan detail pekerjaan yang
dilakukan sesuai penawaran dan kontrak.
38. Pekerjaan tambah yang lebih besar dari 10% merupakan tanggung jawab
owner, konsultan pengawas dan kontraktor. Konsultan pengawas dan
kontraktor akan menghitung volume pekerjaan sebagai dasar amandemen
kontrak oleh owner.
39. Adanya perbedaan perhitungan volume pekerjaan yang telah dikerjakan
antara kontraktor dan konsultan pengawas merupakan tanggung jawab
kontraktor dan konsultan pengawas untuk kemudian melakukan perhitungan
ulang memperoleh kesepakatan tentang volume pekerjaan.
40. Kekurangan pasokan daya listrik yang tersedia di lapangan adalah tanggung
jawab kontraktor yang dapat disikapi dengan berkoordinasi dengan pihak PD.
Pasar untuk mendapat pasokan listrik atau mengusahakan genset sendiri.
111
41. Kurang terawatnya instlasi listrik dan hidran eksisting sehingga menyulitkan
dalam penyambungan/connecting adalah tanggung jawab owner dalam hal ini
PD. Pasar sebagai pengelola dan pihak kontraktor sebagai pelaksana
pekerjaaan.
42. Risiko ketidaksesuaian gambar dan spesifikasi teknis merupakan tanggung
jawab konsultan perencana karena konsultan perencana harus menyesuaikan
antara gambar dan spesifikasi teknis agar tidak menyebabkan
kesalahpahaman bagi kontraktor.
43. Perbedaan hasil pengukuran kualitas dan kuantitas pekerjaan dengan kondisi
aktual di lapangan merupakan tanggung jawab kontraktor dan konsultan
pengawas yang harus menyepakati hasil pengukuran kualitas dan kuantitas
pekerjaan.
44. Adanya perubahan disain akibat penyesuaian dengan kondisi di lapangan
menjadi tanggung jawab owner, konsultan perencana dan konsultan
pengawas. Konsultan perencana harus melakukan penyesuaian disain dengan
kondisi di lapangan dan disetujui oleh owner. Sedangkan konsultan pengawas
harus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan sesuai disain
yang telah disesuaikan.
45. Peralatan yang digunakan terutama alat berat dan kendaraan pengangkut
tanah sisa galian tidak mencukupi sehingga menghambat pekerjaan. Risiko
ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab kontraktor untuk menyiapkan
peralatan dan kendaraan yang memadai untuk melakukan pekerjaan.
112
46. Pengamanan yang kurang pada jalur utama keluar masuk kendaraan dapat
menimbulkan kesemrawutan. Hal ini adalah tanggung jawab kontraktor untuk
meningkatkan pengamanan agar dapat meminimalkan kesemrawutan yang
terjadi.
47. Kurangnya tanggung jawab dari kontraktor mengenai kerusakan-kerusakan
yang terjadi selama masa pemeliharaan. Risiko ini sepenuhnya adalah
tanggung jawab kontraktor sesuai dengan kontrak yang mewajibkan
kontraktor melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan selama masa
pemeliharaan.
48. Kurangnya pengaturan parkir baik di area basement dan ground floor seperti
tidak tepatnya parkir mobil sesuai dengan marka parkir yang menyebabkan
berkurangnya daya tampung optimal dari sentral parkir. Risiko ini menjadi
tanggung jawab owner dalam hal ini PD. Pasar atau PD. Parkir yang menjadi
pengelola dengan menempatkan petugas parkir di lapangan.
49. Kurangnya pertanda dan peringatan yang menyebabkan bingung pengguna
parkir merupakan risiko yang menjadi tanggung jawab owner dalam hal ini
PD. Pasar atau PD. Parkir sebagai pengelola.
50. Risiko mahalnya biaya perawatan bangunan khususnya instalasi listrik,
plumbing dan hidran menjadi tanggung jawab owner yaitu PD. Pasar sebagai
pengelola untuk melakukan perawatan bangunan agar tetap berfungsi
optimal.
51. Tidak berfungsinya peralatan-peralatan pengaman bangunan seperti hidran,
pompa banjir (sum pit) dan lain-lain merupakan risiko yang menjadi tanggung
113
jawab owner untuk menjaga agar peralatan pengaman bangunan dapat
berfungsi.
52. Kurangnya keterampilan juru parkir dalam melakukan pengaturan
perparkiran adalah tanggung jawab owner dalam melakukan pembinaan pada
petugas di lapangan.
53. Risiko peralatan yang digunakan juru parkir tidak mencukupi menjadi
tanggung jawab pihak owner untuk dapat melengkapi peralatan-peralatan
yang dibutuhkan petugas parkir di lapangan.
54. Adanya penolakan dari para pedagang yang akan direlokasi dengan adanya
pembangunan Sentral Parkir adalah tanggung jawab owner khususnya pihak
PD. Pasar. Pihak owner harus melakukan pendekatan-pendekatan dan
sosialisasi pada pedagang yang akan direlokasi.
55. Terjadinya kontaminasi tanah, polusi dan kebisingan yang mengganggu
selama pelaksanaan Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung. Risiko ini
menjadi tanggung jawab kontraktor agar memantapkan metode kerja untuk
meminimalkan polusi dan kebisingan yang terjadi.
56. Risiko sulitnya akses masuk bagi alat berat yang akan digunakan selama
pelaksanaan proyek karena lokasi sangat padat dan entrance ke lokasi sangat
sempit menjadi tanggung jawab kontraktor untuk melakukan koordinasi
dengan pihak keamanan pasar agar memudahkan akses masuk alat berat.
57. Adanya kerusakan bangunan sekitar akibat pengerjaan proyek, khususnya
Pura Melanting yang sangat berdekatan dengan lokasi. Risiko ini menjadi
114
tanggung jawab kontraktor dan konsultan pengawas untuk menerapkan
metode kerja pengaman bangunan yang sudah direncanakan.
58. Terganggunya kelancaran pekerjaan akibat tingginya tingkat kepadatan lalu
lintas di sekitar lokasi pembangunan adalah tanggung jawab kontraktor untuk
menerapkan schedule dan metode kerja untuk mengatasi terganggunya
kelancaraan pekerjaan.
59. Adanya keluhan dari warga akibat terganggunya aktivitas mereka termasuk
kemacetan yang terjadi. Risiko ini menjadi tanggung jawab owner selaku
pemberi tugas dan merupakan tanggung jawab kontraktor dan konsultan
pengawas sebagai tim untuk melaksanakan pekerjaan di lapangan.
60. Risiko opini masyarakat yang apatis terhadap pembangunan Sentral Parkir di
Pasar Badung adalah tanggung jawab owner untuk mensosialisasikan proyek
sehingga dapat meredam pandangan apatis dari masyarakat.
61. Terjadinya kecelakaan akibat penggunaan alat berat terutama pada penggalian
basement. Risiko ini merupakan tanggung jawab kontraktor untuk
menyiapkan operator alat berat yang terampil. Konsultan pengawas juga
bertanggung jawab agar melakukan pengawasan dan memberikan instruksi
kepada kontraktor tentang keamanan penguunaan alat berat untuk mencegah
terjadinya kecelakaan.
62. Risiko kurangnya pagar pengaman proyek yang dapat menyebabkan
kecelakaan terutama bahaya terjatuh pada saat penggalian basement menjadi
tanggung jawab kontraktor. Pagar pengaman harus dipasang oleh kontraktor
demi kelancaran proyek dan mencegah terjadinya kecelakaan.
115
63. Kurangnya pengamanan di lokasi proyek dapat menyebabkan terjadinya hal-
hal yang tidak diinginkan seperti kehilangan material dan peralatan proyek.
Risiko ini menjadi tanggung jawab kontraktor dengan meningkatkan
keamanan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
64. Risiko terjadinya perusakan fasilitas proyek menjadi tanggung jawab
kontraktor. Koordinasi harus dilakukan dengan pihak keamanan pasar dan
mensterilkan areal proyek dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
65. Risiko adanya pungutan liar yang dilakukan oleh preman menjadi tanggung
jawab kontraktor. Pihak kontraktor dapat melakukan koordinasi dengan
keamanan pasar untuk mencegah terjadinya pungutan liar.
66. Adanya penggunaan di luar yang tercantum dalam kontrak seperti membayar
biaya sewa listrik, air dan biaya pengamanan kepada pihak pengelola pasar.
Penggunaan biaya-biaya ini menjadi tanggung jawab kontraktor sebagai
pelaksana pekerjaan di lapangan dengan konsekuensi biaya-biaya yang tidak
tercantum dalam kontrak.
67. Risiko pekerja tidak menggunakan alat keselamatan pada saat bekerja dapat
mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan. Kontraktor
sebagai pihak yang bertanggung jawab atas risiko ini harus mewajibkan
penggunaan alat pengaman kepada tenaga kerja.
68. Kurangnya fasilitas sanitasi pada areal penampungan tenaga kerja. Risiko ini
menjadi tanggung jawab kontraktor untuk menyediakan fasilitas sanitasi
sementara.
116
69. Risiko muka air tanah yang tinggi pada galian basement mengingat lokasi
proyek sangat berdekatan dengan sungai menjadi tanggung jawab kontraktor.
sistem dewatering dapat digunakan untuk menanggulangi dan mencegah
genangan air.
70. Risiko terganggunya pekerjaan karena kegiatan pasar yang tidak pernah
berhenti sepanjang hari menjadi tanggung jawab kontraktor dengan
menyiapkan metode kerja yang disesuaikan dengan keadaan di lokasi
pekerjaan.
71. Risiko adanya mata air pada galian basement juga menjadi tanggung jawab
kontraktor yang dapat diminimalkan menutup dan mengalihkan mata air yang
ada di daerah galian.
72. Adanya rembesan air Tukad Badung selama pengerjaan proyek, khususnya
pada saat pengerjaan lantai basement. Risiko ini menjadi tanggung jawab
kontraktor yang dapat ditanggulangi dengan memasang retaining wall untuk
mencegah rembesan air dan menyiapkan sistem dewatering jika intensitas
rembesan sangat tinggi.
73. Terhambatnya pekerjaan akibat cuaca khususnya karena hujan adalah risiko
yang menjadi tanggung jawab kontraktor. Penjadwalan pekerjaan berdasarkan
prioritas dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko ini.
74. Risiko terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak selama masa
pelaksanaan pekerjaan yang akan mempengaruhi kinerja proyek menjadi
tanggung jawab kontraktor karena kontraktor wajib menyelesaikan pekerjaan
walapun dalam pelaksanaan pekerjaan terjadi kenaikan harga BBM.
117
75. Risiko hilangnya material dan peralatan kerja selama berlangsungnya proyek
menjadi tanggung jawab kontraktor. Keamanan areal proyek harus
ditingkatkan untuk mencegah terjadinya kehilangan.
76. Produktivitas tenaga kerja yang rendah adalah risiko yang menjadi tanggung
jawab kontraktor karena dapat menghambat progress pelaksanaan proyek
yang akan merugikan kontraktor.
77. Risiko pemogokan oleh tenaga kerja juga menjadi tanggung jawab kontraktor
karena akan memberikan konsekuensi buruk bagi proyek yaitu keterlambatan
penyelesaian proyek.
78. Tenaga kerja yang sakit atau mengalami kecelakaaan adalah risiko yang
menjadi tanggung jawab kontraktor karena dapat menghambat kemajuan
pekerjaan di lapangan serta dapat mengakibatkan keterlambatan penyelesaian
proyek.
79. Adanya keterlambatan pembayaran termin oleh owner kepada konsultan
perencana, konsultan pengawas dan kontraktor menjadi tanggung jawab
owner sebagai pemberi tugas dan pengguna jasa yang memiliki kewajiban
untuk membayar penyedia jasa, baik itu jasa konsultansi (konsultan
perencana), jasa konstruksi (kontraktor) dan jasa supervisi (konsultan
pengawas) sesuai kesepakatan dalam kontrak kerja.
80. Risiko keterlambatan pembayaran oleh kontraktor utama kepada pihak sub
kontraktor menjadi tanggung jawab kontraktor karena keterlambatan
pembayaran termin kepada sub kontraktor dapat mengakibatkan terlambatnya
penyelesaian pekerjaan.
118
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan kepemilikan risiko
(ownership of risk) untuk risiko dominan (major risk) yaitu risiko dengan kategori
unacceptable pada pembangunan Semtral Parkir di Pasar Badung adalah sebagai
berikut:
a. Owner : 4 risiko
b.Konsultan Perencana : 2 risiko
c. Konsultan Pengawas : 2 risiko
d.Kontraktor : 6 risiko
Sedangkan kepemilikan risiko (ownership of risk) untuk risiko dengan kategori
undesirable adalah sebagai berikut:
a. Owner : 17 risiko
b.Konsultan Perencana : 20 risiko
c. Konsultan Pengawas : 10 risiko
d.Kontraktor : 50 risiko
Kepemilikan risiko (ownership of risk) untuk risiko-risiko dominan (major risk)
pada pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung ini terlihat bahwa kepemilikan
risiko terbesar adalah adalah Kontraktor dengan 6 (enam) risiko unacceptable dan
50 (lima puluh) risiko undesirable. Kepimilikan risiko terbesar menjadi tanggung
jawab kontraktor karena sebagian besar identifikasi risiko adalah risiko yang
terjadi pada tahap pelaksanaan pekerjaan khususnya risiko-risiko yang bersumber
dari risiko proyek (project risk) dan risiko teknis (technical risk) dengan
119
kontraktor sebagai pelaksana pekerjaan di lapangan. Selain itu dari penjelasan di
atas dapat dilihat ada risiko yang menjadi tanggung jawab bersama antara owner,
konsultan perencana, konsultan pengawas dan kontraktor dalam kepemilikan
risiko yaitu risiko adanya kerusakan pada bangunan selama pengerjaan proyek
akibat bencana alam (force majeur). Bencana alam adalah kejadian yang tidak
dapat diprediksi sehingga risiko bencana alam di luar kontrol setiap pihak yang
terlibat dalam proyek jadi diasumsikan sebagai risiko bersama dalam kepemilikan
risiko (ownership of risk). Grafik kepemilikan risiko dominan dapat dilihat pada
Gambar 5.5 dan Gambar 5.6 (halaman 120)
120
Gambar 5.5 Kepemilikan Risiko (Ownership of Risk) untuk Risiko Unacceptable
Gambar 5.6 Kepemilikan Risiko (Ownership of Risk) untuk Risiko Undesirable
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
121
6.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan:
1. Pada Pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung teridentifikasi 95 (sembilan
puluh lima) risiko berdasarkan aktivitas pada tahapan perencanaan,
pelaksanaan dan operasional. Dari risiko-risiko yang teridentifikasi terdapat 10
(sepuluh) risiko politis, 14 (empat belas) risiko perencanaan, 25 (duapuluh
lima) risiko proyek, 15 (lima belas) risiko teknis, 4 (empat) risiko lingkungan,
9 (sembilan) risiko keselamatan, 6 (enam) risiko alami, 2 (dua) risiko ekonomi,
1 (satu) risiko kriminal, 7 (tujuh) risiko manusiawi dan 2 (dua) risiko
keuangan. Dari risiko-risiko yang teridentifikasi dilakukan analisis tingkat
penerimaan risiko yang menunjukkan terdapat 9 (sembilan) risiko yang
termasuk kategori tidak dapat diterima (unacceptable), 80 (delapan puluh)
risiko termasuk kategori tidak diharapkan (undesirable), 5 (lima) risiko
termasuk kategori dapat diterima (acceptable) dan 1 (satu) risiko termasuk
kategori dapat diabaikan (negligible).
2. Risiko-risiko yang termasuk risiko dominan (major risk) sebanyak 89 (delapan
puluh sembilan) risiko yang terdiri dari 9 (sembilan) risiko yang tidak dapat
diterima (unacceptable) yaitu kurangnya koordinasi antar instansi dalam
pengambilan keputusan yang mempengaruhi pengerjaan proyek, adanya
perubahan disain akibat kebijakan dan masukan dari pihak-pihak yang terkait
dengan pembangunan sentral parkir, terjadinya eskalasi harga bahan bangunan,
terganggunya kegiatan perekonomian di Pasar Badung pada saat pelaksanaan
122
120
proyek, adanya kerusakan bangunan akibat bencana alam (force majeur),
tenaga kerja yang tidak mencukupi, terjadinya keterlambatan penyelesaian
proyek, keterlambatan kedatangan tenaga kerja akibat libur hari raya dan
terjadinya kemacetan di sekitar sentral parkir karena pengaturan arus keluar
masuk kendaraan yang kurang baik. Keberadaan risiko-risiko unacceptable ini
harus mendapatkan perhatian khusus karena dapat berdampak sangat besar
pada proyek. Untuk risiko dengan kategori tidak diharapkan (undesirable)
terdapat 80 (delapan puluh dua) risiko dengan risiko terbanyak bersumber dari
risiko proyek sebanyak 22 (dua puluh dua). Risiko-risiko undesirable ini
semestinya juga mendapatkan perhatian karena dapat berdampak buruk pada
proyek.
3. Tindakan mitigasi risiko dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari
risiko-risiko yang termasuk dalam risiko dominan (major risk). Dari risiko-
risiko dominan (major risk) dilakukan tindakan mengurangi risiko (risk
reduction) tanpa meninjau adanya risiko sisa (residual risk). Untuk risiko yang
tidak dapat diterima (unacceptable) dilakukan 20 (dua puluh) salah satunya
adalah tindakan mitigasi untuk risiko bencana alam (force majeur) adalah
dengan mempersiapkan antisipasi awal terhadap bencana yang terjadi seperti
merencanakan penggunaan pompa sum-pit untuk menanggulangi masuknya air
sungai saat terjadinya bencana banjir dan mengasuransikan pekerjaan,
bangunan dan kendaraan yang diparkir pada masa operasional kepada pihak
ketiga sebagai antisipasi jika terjadi bencana alam. Sedangkan untuk risiko
123
yang tidak diharapkan (undesirable) dilakukan 125 (seratus dua puluh lima)
tindakan mitigasi.
4. Tanggung jawab dan kepemilikan risiko terhadap pihak-pihak terkait dalam
pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung yaitu owner (Pemerintah Kota
Denpasar/Dinas Tata Ruang dan Perumahan dan PD. Pasar), Konsultan
Perencana, Konsultan Pengawas dan Kontraktor. Kepemilikan risiko dilakukan
agar risiko-risiko yang ada dapat dikontrol dan ditangani dengan baik oleh
pihak-pihak terkait. Dari hasil penelitian menunjukkan untuk risiko
unacceptable terdapat 2 (dua) risiko adalah tanggung jawab owner, 2 (dua)
risiko adalah tanggung jawab Konsultan Perencana, 2 (dua) risiko merupakan
tanggung jawab Konsultan Pengawas dan 6 (enam) risiko adalah tanggung
jawab Kontraktor. Sedangkan untuk risiko undesirable terdapat 17 (tujuh
belas) risiko tanggung jawab owner, 20 (dua puluh) risiko tanggung jawab
Konsultan Perencana, 10 (sepuluh) risiko tanggung jawab Konsultan Pengawas
dan 50 (lima puluh) risiko merupakan tanggung jawab Kontraktor.
Kepemilikan risiko terbanyak adalah Kontraktor karena sebagian besar
identifikasi risiko adalah risiko yang terjadi pada tahap pelaksanaan pekerjaan
khususnya risiko-risiko yang bersumber dari risiko proyek dan risiko teknis
dengan kontraktor sebagai pelaksana pekerjaan di lapangan sehingga alokasi
kepemilikan risiko terbesar menjadi tanggung jawab Kontraktor. Selain itu
terdapat satu risiko menjadi tanggung jawab bersama antara Owner, Konsultan
Perencana, Konsultan Pengawas dan Kontraktor yaitu risiko adanya kerusakan
pada bangunan selama pengerjaan proyek akibat bencana alam (force majeur).
124
Risiko bencana alam adalah kejadian di luar kontrol setiap pihak yang terlibat
dalam proyek jadi diasumsikan sebagai risiko bersama.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, saran-saran
yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Keberadaan risiko-risiko yang termasuk kategori unacceptable harus
mendapatkan perhatian lebih untuk mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan seperti tindakan mitigasi untuk risiko bencana alam (force majeur)
yang juga merupakan risiko bersama karena berada di luar kontrol semua pihak
dilakukan risk reduction dengan membuat persiapan awal untuk mengantisipasi
misalnya dengan menyiapkan pompa banjir jika terjadi bencana banjir dan juga
dapat dilakukan risk transfer dengan mengasuransikan pekerjaan. Sedangkan
risiko-risiko yang termasuk kategori tidak diharapkan (undesirable) semestinya
juga mendapat perhatian dengan melakukan tindakan-tindakan mitigasi untuk
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkannya.
2. Kontraktor sebagai pihak yang paling banyak memiliki tanggung jawab
terhadap kepemilikan risiko-risiko yang teridentifikasi (ownership of risk)
harus memberikan perhatian khusus pada risiko-risiko unacceptable termasuk
risiko yang menjadi risiko bersama dan juga semestinya memperhatikan risiko-
risiko undesirable.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk mengidentifikasi
risiko dan melakukan tindakan mitigasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya
125
dan juga dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait dalam melaksanakan
pembangunan Sentral Parkir di Pasar Badung dan kegiatan pembangunan
sejenis pada Pemerintah Kota Denpasar pada masa yang akan datang.
126