BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis bakteri adalah penyakit yang mengancam jiwa,Meningitis bakteri
adalah hasil infeksi bakteri dari meninges. Di luar periode neonatal, 3 organisme yang
paling umum yang menyebabkan meningitis bakteri akut adalah Streptokokus pneumoniae,
Neisseria meningitiis, dan Haemophilus influenzae tipe b (Hib). Karena imunisasi Hib
secara rutin, konjugasi pneumokokus, dan konjugat vaksin meningokokus di Amerika
Serikat, kejadian meningitis telah menurun secara drastis. (1)
Munculnya resisten penisilin Streptokokus pneumoniae telah mengakibatkan
tantangan baru dalam pengobatan meningitis bakteri. Karena meningitis bakteri dalam
periode neonatal memiliki fitur yang unik dan epidemiologi etiologi. (1)
Meskipun pengembangan vaksin yang efektif, alat untuk identifikasi cepat
patogen, dan antimikroba obat kuat, neonatal meningitis terus berkontribusi besar ke
seluruh dunia tentang kecacatan neurologis. Bertahannya hasil neonatal meningitis dari
meningkatnya jumlah bayi yang bertahan hidup dari kelahiran prematur dan terbatasnya
akses ke sumber daya medis di negara berkembang. Disamping itu, tidak adanya temuan
klinis yang spesifik membuat diagnosis meningitis pada neonatus lebih sulit dibandingkan
anak yang lebih tua dan orang dewasa. Selain itu, berbagai patogen terlihat pada bayi
karena ketidak matangan sistem kekebalan tubuh mereka dan paparan terhadap infeksi
intim mungkin dari ibu mereka.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan referat ini yaitu untuk mengetahui pengertian,
penyebab, tanda , gejala , penanganan serta pencegahan Meningitis pada Neonatus
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Lapisan Meningen
Selaput otak (Meningen) terdiri dari 3 lapisan dari luar ke dalam yaitu Durameter,
Aranoid, Piameter.
Durameter terdiri dari lapisan yang berfungsi kecuali di dalam tulang tengkorak,
dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Falx serebri
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 2
adalah lapisan vertikal durameter yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis
tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari Durameter yang memisahkan lobus
oksipitalis dari serebelum.
Araknoid merupakan membran lembut yang bersatu ditempatnya dengan
piameter, diantaranya terdapat ruang subaraknoid dimana terdapat arteri dan vena serebral
dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
Piameter merupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang
mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah lapisan yang melekat
langsung dengan otak dan seluruh medula spinalis.
2.2 Meningitis
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan
oleh bakteri, virus,riketsia, atau protozoa,yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
(Harsono., 2003).
Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir
melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang
belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam
lapisan subarachnoid. Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis,
memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung
(sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat
menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan
(dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan
subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan
pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. (2)
Penyebab Penyakit Meningitis
Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin,
ciuman,berbagai makanan atau sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok
bergantian dalam satu batangnya, selain itu meningitis bisa disebabkan oleh virus
umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. (3)
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 3
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius,
misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan
bisa menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang,
jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh)
seperti pada penderita AIDS.
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis pada Neonatus diantaranya (3) :
1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak.
Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga
hidung (sinus).
2. Haemophilus influenzae (haemophilus).
Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat
menyebabkan meningitis. Jenis bakeri ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan
bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah
membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan
bakteri jenis ini.
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 4
2.3 Epidemiologi
Meningitis – world map – WHO 2002
English: Age-standardised disability-adjusted life year (DALY) rates from Meningitis by country (per 100,000 inhabitants).
no data fewer than 10 10-25 25-50 50-75 75-100
Insiden meningitis neonatus sulit untuk ditentukan secara akurat karena
keterbatasan pengujian. Namun, sebuah penelitian terbaru tentang infeksi neonatal di Asia
(berdasarkan kumpulan data dari China, Hong Kong, India, Iran, Kuwait, dan
Thailand), kejadian meningitis neonatus dari 0,48 per 1000 kelahiran hidup di HongKong
dan 2,4 per 1000 kelahiran hidup di Kuwait (Tiskumara R, Fakharee SH, Liu C-Q,
Nuntnarumit P, Lui K-M, Hammoud M, et al. Neonatal infections in Asia. Arch Dis Child
Fetal Neonatal Ed. March 2009;94:F144-8) . Survey terbaru yang tampak pada infeksi
neonatus di Afrika dan Asia Selatan menemukan
kejadian meningitis neonatus berkisar 0,8-6,1 per 1000 kelahiran hidup.(4)
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 5
100-200 200-300 300-400 400-500 500-1000 1000-1500 more than 1500
Jumlah ini dirasakan mengingat masih sangat kurang dibandingkan kejadian yang
sebenarnya, mengingat kurangnya akses ke fasilitas perawatan kesehatan di negara-negara
berkembang.
2.4 Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien
dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi,
operasi otak atau sum-sum tulang belakang (erathenurse, 2007). (2)
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Pneumococcus, Meningococcus,
Hemophilusinfluenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella. (Japardi, Iskandar., 2002).
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes
2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
(Japardi,Iskandar., 2002).
2.5 Patofisiologi Meningitis pada Neonatus
Meningitis bakteri diketahui lebih banyak pada neonatus daripada kelompok usia
lainnya (5). Meskipun kemajuan dalam pengobatan antimikroba, neonatal meningitis tetap
menjadi momok dengan tinggi kematian dan gejala kejang yang permanen.
Bakteri mencapai ruang subarachnoid dengan rute hematogen dan langsung
mencapai meninges pada bayi dengan fokus infeksinya.
Setelah patogen masuk ke ruang subarachnoid, inflamasi yang timbul dipicu oleh
asam lipoteichoic dan dinding sel bakteri diproduksi sebagai akibat dari lisis bakteri.
respon ini diperantarai oleh rangsangan sel-sel makrofag yang memproduksi sitokin dan
mediator inflamasi lainnya. Hasil dari aktivasi ini kemudian memulai beberapa proses yang
pada akhirnya menyebabkan kerusakan di ruang subaraknoid, yang berpuncak pada cedera
saraf dan apoptosis.
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 6
Interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), dan peningkatan
produksi nitrat oksida memainkan peran penting dalam memicu respon inflamasi dan
kerusakan neurologis berikutnya. Infeksi dan respon inflamasi mempengaruhi penetrasi ke
pembuluh kortikal, mengakibatkan pembengkakan dan proliferasi sel endotel arteriol.
Proses ini dapat melibatkan pembuluh darah, menyebabkan trombus mural dan obstruksi
aliran. Hasilnya adalah peningkatan natrium intraseluler dan air intraseluler.
Berkembangnya edema otak lebih jauh, yang dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan intrakranial dan herniasi uncal. Peningkatan sekresi hormon antidiuretik yang
mengakibatkan sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH) terjadi pada
kebanyakan pasien dengan meningitis dan menyebabkan retensi lebih lanjut. Faktor-faktor
ini berkontribusi pada pengembangan kejang fokal atau umum.
Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya
penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi
gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya
penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati
maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi henti
napas atau henti jantung. (1)
2.6 Patogenesis Meningitis pada Neonatus
Bakteri dari saluran genitalia ibu masuk setelah ketuban pecah. Bakteri tertentu,
seperti Grup B Streptococci (GBS), enterik gram negatif , dan Listeria monocytogenes,
dapat mencapai janin dan menyebabkan infeksi. Selain itu, bayi yang baru lahir juga dapat
memperoleh patogen bakteri dari lingkungan sekitar, dan beberapa faktor yang terinfeksi
dapat memfasilitasi kecenderungan untuk sepsis dan meningitis bakteri. Bakteri mencapai
selaput otak melalui aliran darah dan menyebabkan peradangan. Setelah mencapai SSP,
bakteri menyebar dari sinus longitudinal dan lateral meninges, pleksus koroid, dan
ventrikel.
IL-1 dan TNF-α juga memediasi reaksi inflamasi lokal dengan menginduksi
aktivitas fosfolipase A2, memulai produksi platelet melewati jalur asam arachidonic.
Proses ini menghasilkan produksi prostaglandin, thromboxanes, dan leukotrien. Dengan
mengaktifkan reseptor adhesi pada sel endotel, hasil sitokin ini terjadi dari reaksi leukosit,
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 7
dan kemudian melepaskan enzim proteolitik dari leukosit dan menembus membran otak
sehingga terjadi edema otak, dan kerusakan jaringan. (1)
Peradangan pada selaput otak dan ventrikel menghasilkan respon
polimorfonuklear, peningkatan cairan cerebrospinal (CSF) yang berisi protein, dan
pemanfaatan glukosa dalam CSF. Perubahan inflamasi dan kerusakan jaringan dalam
bentuk empiema dan abses yang lebih jelas dalam gram negatif meningitis. Eksudat
inflamasi yang tebal menyebabkan penyumbatan pada saluran CSF Sylvius dan lainnya,
jika hasil dari saluran tersumbat dan terjadi hidrocephalus.
2.7 Manifestasi Klinis Menigitis pada Neonatus
Sukar untuk diketahui - manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik, seperti (6):
Menolak untuk makan
Kemampuan menelan buruk
Muntah dan kadang-kadang ada diare
Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah
Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang, RR yang tidak
teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.
Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak
Leher fleksibel
Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnue terjadi bila tidak diobati/ditangani
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan CSF melalui Lumbal Puncture (LP),
yang harus dilakukan dalam setiap neonatus yang dicurigai sepsis atau meningitis. Namun,
LP bisa sulit untuk dilakukan pada neonatus karena ada beberapa risiko hipoksia. Kondisi
klinis yang buruk (misalnya, gangguan, pernapasan syok, trombositopenia) membuat LP
berisiko.
Metode pemeriksaan CSF melaluli LP ini harus diulang 24 sampai 48 jam jika
respon klinis masih belum diketahui dan pada 72 jam ketika organisme gram - negatif yang
terlibat (untuk memastikan sterilisasi). Mengulangi analisis CSF membantu panduan dari
terapi dan memprediksi prognosis. Beberapa ahli percaya bahwa LP berulang setiap 24 jam
pada neonatus memiliki nilai prognostik. (7)
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 8
Konsentrasi glukosa dalam CSF biasanya di atas 40% bahwa dalam darah. Dalam
meningitis bakteri itu biasanya lebih rendah, tingkat glukosa CSF karena dibagi dengan
glukosa darah (glukosa CSF rasio glukosa serum). Rasio ≤ 0,4 adalah indikasi meningitis
bakteri; pada bayi baru lahir, tingkat glukosa dalam CSF biasanya lebih tinggi, dan rasio di
bawah 0,6 (60%) karena itu dianggap normal. Tingginya kadar laktat dalam CSF
mengindikasikan kemungkinan lebih tinggi meningitis bakteri, seperti halnya jumlah sel
darah putih yang lebih tinggi. (8)
Pada cairan serebrospinalis ditemukan (9) :
Tekanan cairan otak meningkat >180 mm H2O.
Cairan otak berwarna keruh sampai purulen bergantung pada jumlah selnya.
Jumlah sel leukosit 200 – 10.000 dan 95% terdiri dari sel PMN.
Setelah pengobatan dengan antibiotic perbandingannya jumlah sel MN terhadap
PMN meningkat.
2.9 Diagnosa Banding
Diagnosa Banding pada Meningitis bakteri (9) :
1. Meningitis tuberkulosa.
2. Meningitis karena virus.
3. Meningitis karena jamur.
4. Perdarahan subaraknoidal.
5. Abses otak.
6. Meningismus.
2.10 Penatalaksanaan
*Terapi antimikroba untuk neonatus
Antimikroba diberikan segera setelah akses vena dibuat. Secara konservatif terapi
antimikroba yang diberikan terdiri dari kombinasi ampicillin dan aminoglikosida.
Ampicillin memberikan jangkauan yang baik terhadap kokus gram positif termasuk
Streptococcus grup B, Enterococcus, Listeria monocytogenes, beberapa strain Escherichia
coli, HIB dan dapat mencapai kadar adekuat dalam LCS.
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 9
Aminoglikosida seperti gentamycin, amikacin, tobramycin baik dalam melawan
basil gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens. Tetapi
aminoglikosida memiliki kadar rendah dalam LCS atau cairan ventrikel bahkan pada saat
meningen sedang mengalami peradangan. Beberapa cephalosporin generasi III dapat
mencapai LCS dengan kadar tinggi dan berfungsi secara efektif melawan infeksi gram
negatif. Pada suatu percobaan didapatkan hasil bahwa ceftriaxone berkompetisi dengan
bilirubin dalam mengikat albumin. Ceftriaxone dalam kadar terapeutik mengurangi
konsentrasi cadangan albumin pada serum neonatus sebanyak 39% sehingga ceftriaxone
dapat meningkatkan resiko bilirubin encephalopathy khususnya pada neonatus beresiko
tinggi. Penelitian lain menyimpulkan bahwa tak satu pun cephalosporin memiliki aktivitas
baik melawan L. monocytogenes dan Enterococcus sehingga obat ini tidak pernah
digunakan sebagai obat tunggal untuk terapi inisial. Disarankan kombinasi ampicillin
dengan cephalosporin generasi III. (10)
Jika patogen sensitif terhadap ampicillin dengan MIC (minimum inhibition
concentration) yang sangat rendah maka ampicillin dapat dilanjutkan sebagai obat tunggal.
Cefotaxime dan ceftriaxone memberikan aktivitas yang baik melawan kebanyakan S.
pneumoniae yang resisten terhadap penicillin. Kombinasi Vancomycin dan cefotaxime
dianjurkan untuk penderita S. pneumoniae meningitis sebelum uji sensitivitas antimikroba
dilakukan.
Di antara aminoglikosida, gentamycin dan tobramycin digunakan secara luas
disertai kombinasi dengan ampicillin. Pemberian gentamycin secara intrathecal dianggap
tidak memberikan keuntungan tambahan. Aminoglikosida jika digunakan bersama
ampicillin atau penicillin juga memiliki efek sinergis melawan Streptococcus grup B dan
Enterococcus.Tidak jarang didapatkan laporan rekurensi setelah terapi adekuat dengan
penicillin atau ampicillin terhadap kedua patogen tersebut karena adanya resistensi. (10)
Infeksi yang melibatkan Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa
memerlukan antimikroba lain seperti oxacillin, methicillin, vancomycin atau kombinasi
ceftazidime dan aminoglikosida.
Etiologi dan gejala klinik menentukan durasi terapi, biasanya terapi selama 10-21
hari adekuat untuk infeksi Streptococcus grup B. Terapi memerlukan waktu lama untuk
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 10
mensterilkan LCS dari basil gram negatif yaitu sekitar 3-4 minggu. Pemeriksaan LCS
selama terapi mungkin diperlukan untuk memastikan LCS steril . Pemeriksaan ulang
terhadap LCS berguna dalam 48-72 jam setelah terapi inisial untuk memantau respon
terhadap terapi, khususnya meningitis oleh basil gram negatif. (10)
Antibiotics
(dosage in
mg/kg/day)
Route
Of Administration
Body
weight
<2000>
Body
Weight
<2000>
Body
Weight
>2000 g
Body
Weight
>2000 g
Age 0-7
days
Age > 7
days
Age 0-7
days
Age > 7
days
Penicillins
Ampicillin IV,IM 100 div
q12h
150 div
q8h
150 div
q8h
300 div
q6h
Penicillin-
G
IV 100,000
U
div q12h
150,000 U
div q8h
150,000
U
div q8h
250,000 U
div q6h
Oxacillin IV,IM 100 div
q12h
150 div
q8h
150 div
q8h
200 div
q6h
Ticarcillin IV,IM 150 div
q12h
225 div
q8h
225 div
q8h
300 div
q6h
Cephalosporins
Cefotaxime IV,IM 100 div
q12h
150 div
q8h
100 div
q12h
150 div
q8h
Ceftriaxone IV,IM 50 once 75 once 50 once 75 once
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 11
daily daily daily daily
Ceftazidime IV,IM 100 div
q12h
150 div
q8h
100 div
q8h
150 div
q8h
Tabel 2. Dosis antibiotik untuk meningitis bakterial pada neonatus berdasarkan
berat badan dan usia
Antibiotics Route of
Administration
Desired
Serum
Levels
(mcg/ml)
New
born
Age
≤26 weeks
(mg/kg/
dose)
New
born
Age
27-34 weeks
(mg/kg/
dose)
New
born
Age
35-42 weeks
(mg/kg/
dose)
New
born
Age
≥43 weeks
(mg/kg/
dose)Aminoglycosides
Amikacin IV,IM 20-30
(peak)
<10
(trough)
7.5 q24h
7.5 q18h 10 q12h 10 q8h
Gentamycin IV,IM 5-10
(peak)
<2,5
(trough)
2.5
q24h
2.5 q18h 2.5 q12h 2.5 q8h
Tobramycin IV,IM 5-10
(peak)
<2,5
(trough)
2.5 q24h
2.5 q12h 2.5 q12h 2.5 q8h
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 12
Glycopeptide
Vancomycin
IV,IM 20-40
(peak)
<10
(trough)
15 q24h 15 q18h 15 q12h 15 q8h
Tabel 3. Dosis antibiotik untuk meningitis bakterial pada neonatus yang diberikan
berdasarkan usia
*Pemberian dexamethasone
Pada berbagai uji klinik double blind, efek menguntungkan dari dexamethasone
ditunjukkan pada bayi dan anak dengan meningitis HIB saat diberi dexamethasone (0,15
mg/kg) 15-20 menit sebelum dosis inisial antibiotik. Dexamethasone dilanjutkan setiap 6
jam selama 4 hari. Dalam 24 jam, kondisi klinis dan prognosis rata-rata cukup bermakna.
Pemantauan yang dilakukan sepanjang terapi menunjukkan penurunan insidensi sekuelae
neurologis dan audiologis yang bermakna. Data-data yang berhubungan dengan kegunaan
dexamethasone untuk mengobati S. pneumoniae meningitis kurang meyakinkan. Selain
mengurangi reaksi inflamasi, pemberian dexamethasone dapat menurunkan penetrasi
antibiotik ke SSP. (10)
*Pemantauan tekanan intra kranial dan tanda-tanda herniasi
Peningkatan tekanan intrakranial meningkatkan mortalitas dan sekuelae secara
signifikan. Gejala awal dari peningkatan tekanan intrakranial tidak spesifik di antaranya
vomitus, stupor, bulging fontanelle, palsy nervus VI. Jika tekanan intrakranial tidak
terkendali penderita dapat mengalami herniasi otak. Keadaan ini ditandai oleh pupil
midriasis dan anisokor, gangguan pergerakan okuler, bradikardia, hipertensi, apnea,
dekortikasi atau deserebrasi.
Pemberian manitol; suatu diuretik osmotik; dapat meningkatkan secara transien
osmolalitas ruang intravaskular, menyebabkan perpindahan cairan dari jaringan otak ke
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 13
dalam ruang intravaskular. Manitol (0,25-1 g/kg IV) biasa diberikan selama 20-30 menit
dan pemberiannya dapat diulang bila diperlukan.
Dexamethasone sudah sering digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial
tetapi data terbaru tidak mendukung efikasi dari dexamethasone tersebut. Acetazolamid
dan furosemid juga sering digunakan untuk mengurangi TTIK tetapi efikasinya pada
penderita meningitis belum dapat ditunjukkan pada controlled trials.
*Antikonvulsi
Bangkitan kejang sering dialami pada kurang lebih 30% penderita. Jalan napas
yang adekuat dan oksigenasi juga dibutuhkan selama terjadinya kejang. Pemberian
antikonvulsi secara intravena. Phenobarbital natrium dengan dosis 20 mg/kg IV dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit cukup efektif dalam mengendalikan kejang. Efek antikonvulsi
sering memanjang dan karena kadar adekuat dalam SSP dicapai dalam waktu 15-60 menit
maka pemulihan kejang berlangsung secara gradual. Phenytoin (Dilantin) 15-20 mg/kg IV
dengan kecepatan rata-rata 1 mg/kg/menit juga dapat digunakan untuk kejang. (10)
Jika obat-obat tersebut di atas tidak efektif, dapat diberikan diazepam (Valium)
diberikan secara bolus intravena dengan dosis 0,2-0,3 mg/kg dan tidak melebihi 10 mg.
Efek antikonvulsi berlangsung singkat, sehingga perlu ditambahkan phenytoin 5
mg/kg/hari IV tiap 12 jam untuk mencegah timbulnya bangkitan kejang selanjutnya.
Lorazepam (Ativan) yaitu suatu benzodiazepin kerja lama juga aman untuk diberikan
dengan dosis 0,05 mg/kg tiap 4-6 jam. Pemberian antikonvulsi harus hati-hati karena obat
tersebut dapat menyebabkan henti napas atau jantung. Selain itu, efek aritmia jantung dapat
disebabkan oleh phenytoin. Phenobarbital dan phenytoin dapat merangsang enzim
mikrosomal hati sehingga dapat meningkatkan metabolisme beberapa obat termasuk
chloramphenicol. Jika penderita tetap kejang atau menunjukkan gejala yang mengarah
pada kelainan intrakranial perlu dilakukan pemeriksaan neuro-imaging. (10)
2.11 Pencegahan Meningitis pada Neonatus
Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan yang tepat
terutama didaerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis, adapun vaksin yang
telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis diantaranya adalah (11) :
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 14
1. Haemophilus influenzae type b (Hib)
Hib conjugate vaksin, diberikan dengan suntikan intramuskular, sangat efektif dan
memiliki efek samping hampir tidak ada. Tiga dosis biasanya diberikan pada masa
bayi, dimulai pada sekitar usia enam minggu. (13)
2. Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
2.12 Prognosis
Prognosis tergantung dari organisme penyebabnya dan tingkat keparahan
penyakit. Dalam kebanyakan kasus, kesembuhan sesuai dengan pengobatan yang tepat.
Dalam beberapa kasus, Sekitar 30% dari bayi dengan meningitis pneumokokus memiliki
masalah sisa yang berat termasuk demensia, kejang, gangguan pendengaran, dan kesulitan
berjalan. Sekitar 20% memiliki masalah ringan, seperti pusing, gangguan ingatan, dan sakit
kepala. (12)
2.13 Kesimpulan
Meningitis merupakan suatu penyakit yang mengancam jiwa dan memberikan
sekuelae yang pada penderita.
Pemberian terapi antimikroba merupakan hal penting dalam pengobatan meningitis
bakterial di samping terapi suportif dan simptomatik.
Pencegahan meningitis dapat dilakukan dengan imunisasi.
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 15
DAFTAR PUSTAKA
1. Pediatric Bacterial Meningitis Author: Martha L Muller, MD; Chief Editor: Russell W
Steele, MD
http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview#showall
2. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/2/Reference.pdf
3. http://k1mconsulting.com/2010/11/11/meningitis-bakterial-menyebabkan-50-
penderitanya-meninggal-sisanya-lumpuh-tuli-dan-epilepsi/
4. Thaver D, Zaidi AK. Burden of neonatal infections in developing countries: a review of
evidence from community-based studies. Pediatr Infect Dis J. Jan 2009;28(1 Suppl):S3-
9
5. Gotoff SP. Infection of the neonatal infant. In: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
editors. Nelson’s Textbook of Pediatrics. 15th ed. Philadelphia (USA): WB Saunders
Co 1996: 514-540
6. Dr. Mohd Syis Zulkipli
http://refmedika.blogspot.com/2009/02/meningitis-bakteri.html
7. http://www.merckmanuals.com/professional/pediatrics/infections_in_neonates/
neonatal_bacterial_meningitis.html
8. http://www.news-medical.net/health/Meningitis-Diagnosis-(Indonesian).aspx
9. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2007.
p. 169-76
10. SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Bandung 2006
referensi kedokteran .blogspot.com/2010/07/ meningitis -bakterial.html
11. http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-meningitis.html
12. http://www.mdguidelines.com/meningitis-bacterial/prognosis
13. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs294/en/index.html
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Nganjuk 16