Artika Theresiani
TUGAS INDIVIDU (blm fix)
Tn SF 62 th MRS dengan keluhan mual, muntah, lemah, denyut jantung terasa tidak teratur
disertai nyeri dada. Dengan Hasil pemeriksaan ECG pasien didiagnosa SVT dan mendapat terapi
Amiodarone , Primperan 3x 1 amp; Ranitidine 2 x 1 amp. Hasil lab: SGOT 1050, SGPT 5115,
ALP 589mg/dl; GGT 478mg/dl; Bilirubin 3,7 mg/dl; GDA 122 mg/dl.
METODE SOAP
Subjectif:
Tn SF 62 th MRS dengan keluhan mual, muntah, lemah, denyut jantung terasa tidak teratur
disertai nyeri dada. Dengan Hasil pemeriksaan ECG pasien didiagnosa SVT.
Objectif:
Hasil lab: SGOT 1050, SGPT 5115, ALP 589mg/dl; GGT 478mg/dl; Bilirubin 3,7 mg/dl; GDA
122 mg/dl.
Assesment:
Amiodarone digunakan untuk mengobati ventricular tachycardia atau fibrilasi ventrikular.
Amiodarone memiliki efek samping hepatitis. Hepatitis dapat dilihat dari nilai SGOT dan
SGPT di atas 20x nilai normal. Nilai SGOT dan SGPT yang tinggi pada pasien mungkin
disebabkan oleh efek samping Amiodarone.
Primperan digunakan untuk gangguan saluran cerna dan mual muntah akibat obat.
Primperan mempunyai efek samping hepatotoksik.
Ranitidin digunakan secara parenteral pada pasien rawat inap dengan kondisi hipersekresi
patologis pada saluran GI, atau sebagai terapi jangka pendek jika terapi oral belum
memberikan respon yang optimum.
Ranitidin mempunyai efek pada hati yaitu dapat terjadi peningkatan konsentrasi
aminotransferase serum (AST, SGOT, SGPT, ALT), alkalin fosfatase serum, LDH, bilirubin
total, gama-glutamiltranspeptidase. Beberapa kasus juga diketahui bahwa terapi ranitidin
dapat menyebabkan hepatitis baik hepatoseluler atau pun hepatokanalikuler dan kolestasis
yang umumnya bersifat reversibel.
Plan:
Supraventrikular Takikardi (SVT)
DEFINISI
Supraventrikular takikardi (SVT) adalah detak jantung yang cepat dan reguler berkisar antara
150-250 denyut per menit. SVT sering juga disebut Paroxysmal Supraventrikular Takikardi
(PSVT). Paroksismal disini artinya adalah gangguan tiba-tiba dari denyut jantung yang menjadi
cepat.
IDENTIFIKASI
Bila kita perhatikan SVT dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Denyut jantung yang cepat, disebut takikardi yang artinya denyut jantung melebihi > 100
denyut per menit. Pada SVT denyut jantung ini berkisar antara 150-250 denyut per menit.
2. Denyut jantung yang reguler (dapat dilihat dari kompleks QRS yang teratur) dengan
gelombang P yang superimposed dengan komplek QRS (tidak terlihat gelombang P).
3. Komplek QRS sempit (QRS < 0,12 detik atau 3 kotak kecil)
PENYEBAB
Pada keadaan normal, impuls elektrik dihasilkan oleh pacemaker yang disebut SA node. Impuls
elektrik ini akan diteruskan ke ventrikel melalui AV node, dimana pada nodus ini akan terjadi
perlambatan impuls. Selanjutnya impuls ini akan disebarkan ke seluruh ventrikel.
Pada SVT /PSVT, terjadi gangguan konduksi impuls yang menyebabkan atrium dan kemudian
ventrikel berdenyut sangat cepat. Disebut paroksismal karena denyut yang cepat ini dapat terjadi
tiba-tiba.
Bagaimana mekanisme terjadinya dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada saat impuls yang
dihasilkan oleh SA node dialirkan ke AV node, tiba-tiba terjadi gangguan konduksi yang
biasanya disebabkan oleh ”atrial premature beat”, dimana terjadi transient blok pada satu sisi dari
sistem konduksi (di ibaratkan berbentuk cincin ). Normalnya impuls yang masuk disebarkan
melalui dua arah dari kanan dan kiri. Bila terjadi blok pada satu sisi, maka impuls akan berjalan
melalui sisi satunya lagi. Pada saat blok tersebut menghilang maka impuls tersebut akan berjalan
terus melintasi area tersebut dan terciptalah suatu sirkuit tertutup yang disebut ”circus
movement”. Pada saat ini SA node tidak bertindak sebagai pacemaker primary namun terdapat
jalur aksesori kecil (circus movement) yang memiliki impuls yang berputar-putar secara terus-
menerus dengan cepat. Setiap kali impuls dari sistem ini sampai ke AV node makan impuls ini
akan diteruskan ke ventrikel. Oleh sebab itu pada gambaran ECG komplek QRS tampak normal.
Pada gambaran ECG gelombang P bisa tampak terbalik (oleh karena lintasan impuls yang
terbalik), namun pada kebanyakan kasus depolarisasi atrium dan ventrikel terjadi hampir
bersamaan sehingga gelombang P menghilang atau superimposed dengan kompleks QRS.
http://kliniknyeri.blogspot.com/2011/04/supraventrikular-takikardi.html
Tinjauan Obat :
1. AMIODARONE
Sediaan:
Tablet 200 mg
Injeksi 150 mg/3 ml
Cara Kerja Obat:
Amiodarone adalah obat anti-arrhythmic kelas III yang mempengaruhi irama detak jantung.
Amiodarone digunakan untuk membantu menjaga jantung berdetak dengan normal pada orang
yang memiliki gangguan irama jantung tertentu pada bilik jantungnya (bilik jantung yang lebih
kecil yang membiarkan darah mengalir keluar jantung).
Indikasi:
Digunakan untuk mengobati ventricular tachycardia atau fibrilasi ventrikular.
Kontraindikasi :
Sinus bradikardia, blok SA (sino-atrial), blok AV (atrioventrikular), Sick Sinus Syndrome,
gangguan fungsi tiroid, wanita hamil dan menyusui
Dosis:
1. Karena memerlukan waktu untuk mencapai efek penuh, diperlukan dosis awal (loading dose).
- Tablet: 600 mg/hari selama 8 – 10 hari
- Infus: 5 mg/kgBB dengan infus kira-kira 20 menit sampai 2 jam, dapat diulang 2 – 3 x/hari
2. Dosis pemeliharaan
- Tablet: 100 – 400 mg/hari
- Infus: 10 – 20 mg/kgBB/24 jam
Peringatan dan Perhatian :
Monitor tekanan darah, fungsi hati dan tiroid secara teratur
Efek Samping :
Efek CV (hipotensi); Efek CNS (gaya berjalan yang abnormal/ataksia, kepeningan, kelelahan,
pusing, tidak enak badan, gangguan ingatan, gerakan yang tidak disengaja, insomnia, lemah
koordinasi, peripheral neuropathy, gangguan tidur, gemetar); Efek Dermatologis
(fotosensitivitas); Efek GI (nausea/vomit, anoreksia, konstipasi); Efek hati (LFT tidak normal)
http://publichealthnote.blogspot.com/2012/02/amiodarone.html
2. PRIMPERAN
Komposisi: Metoclopramide HCl
Indikasi: Gangguan saluran cerna, mual dan muntah akibat obat, anoreksia, kembung,
ulkus peptikum, stenosis piloris (ringan), dispepsia, epigastralgia,
gastroduodenitis, travel sickness, morning sickness, endoskopi, dispepsia
pasca gastektomi, dan intubasi.
Dosis: Tablet : Dewasa : 10 mg 3 kali/hari . Sirup : Dewasa : 1-2 sendok takar 3
kali/hari. Anak 5-15 tahun : 0.5 mg/kg berat badan/hari dalam dosis terbagi.
Drops Anak < 5 tahun : 0.1 mg/kg berat badan 3 kali/hari atau 0.5 mg/kg
berat badan/hari dalam beberapa dosis. Ampul : Dewasa : 1 ampul 3
kali/hari.
Pemberian Obat: Diberikan 1/2 jam sebelum makan
Kontra Indikasi: Merangsang motilitas GI seperti obstruksi intestinal, epilepsi,
feokromositoma
Perhatian: Hamil, laktasi, anak, diabetes, depresi, reaksi ekstrapiramidal.
Efek Samping: Mengantuk, sakit kepala, depresi, gelisah, reaksi ekstrapiramidal, pusing,
lelah, hipertensi, gangguan GI.
Interaksi Obat: Kebutuhan insulin dapat berubah karena perubahan waktu transportasi
makanan di usus, Absorbsiobat digoksin, simetidin akan terganggu dan
absorbsi di usus halus (parasetamol, tetrasiklin, levodopa) akan meningkat.
Efek di antagonis oleh antikolinergik dan analgesik narkotik meningkatkan
sedasi dengan depresan SSP.
Kemasan: Ampul 10 mg/2 mL x 6
http://www.apotikantar.com/primperan_injeksi
Metoklopramid
Deskripsi
- Nama & Struktur
Kimia :
Metoklopramid : 4-Amino-5-chloro-N-(2-diethylaminoethyl)-2-
metoxybenzamide ; Metoklopramid hidroklorida.
(C22H14ClN3O2). , C14H22ClN3O2,HCl,H2O. (1)
- Sifat Fisikokimia
:
Metoklopramid hidroklorida (USP 29) : serbuk kristalin berwarna
putih atau praktis putih, tak berbau atau praktis tak berbau. Sangat
mudah larut dalam air,larut dalam alkohol, agak sukar larut dalam
kloroform, praktis tidak larut dalam eter. Penyimpanan:dalam wadah
tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Inkompatibilitas : sediaan
generik metoklopramid hidroklorida dinyatakan inkompatibel dengan
sodium sefalotin, sodium kloramfenikol, dan sodium bikarbonat.
Cisplatin, siklofosfamid, dan doksorubisin hidroklorida dinyatakan
kompatibel dengan metoklopramid hidroklorida, namun
kompatibilitas bergantung pada faktor-faktor seperti:formulasi
tertentu, konsentrasi obat, dan temperatur
- Keterangan : -
Golongan/Kelas Terapi
Obat Untuk Saluran Cerna
Nama Dagang
- Emeran - Ethiferan - Gavistal - Lexapram
- Metolon - Normastin - Obteran - Opram
- Piralen - Plasil - Praminal - Primperan
- Raclonid - Reguloop - Reguloop 10 - Reguloop 5
- Sotatic - Tivomit - Tomit - Topram
- Vertivom - Vilapon - Vomidex - Vomipram
- Vomitrol - Zumatrol - Clopramel/Damaben
Indikasi
1. Gangguan motilitas lambung, khususnya stasis lambung.
2. Refluks gastroesofagus.
3. Unlabelled/investigational use:pencegahan dan/atau pengobatan mual dan muntah karena
penggunaan obat-obat kemoterapi, terapi radiasi, atau setelah pembedahan.
4. Unlabelled/investigational use:pemasangan enteral-feeding tube post-pyloric.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
(a) Hipomotilitas gastrointestinal:anak:oral,IM,IV:0,1 mg/kg/dosis sampai dengan 4 kali/hari,
tidak lebih dari 0,5 mg/kg/hari. Dewasa:oral:10 mg 30 menit sebelum makan dan sebelum tidur
malam selama 2-8 minggu. IV:10 mg selama 1-2 menit (untuk gejala yang parah); pemberian
terapi IV selama 10 hari dapat diperlukan untuk memperoleh respon terbaik. Dosis
lansia:oral:dosis awal 5 mg 30 menit sebelum makan dan sebelum tidur malam selama 2-8
minggu; dinaikkan bila perlu sampai dengan dosis 10 mg. IV:dosis awal 5 mg selama 1-2
menit, dinaikkan sampai dengan 10 mg bila perlu.
(b) Refluks gastroesofagus:anak:oral:0,1-0,2 mg/kg/dosis sampai dengan 4 kali per hari; efikasi
melanjutkan metoklopramid >12 minggu belum diketahui; dosis harian total tidak boleh lebih
dari 0,5 mg/kg/hari. Dewasa:oral:10-15 mg/dosis sampai dengan 4 kali/hari 30 menit sebelum
makan dan sebelum tidur malam; dosis tunggal 20 mg kadang-kadang diperlukan untuk situasi
mendesak. Lansia:oral:dosis awal:5 mg 4 kali sehari (30 menit sebelum makan dan sebelum
tidur malam), dosis dinaikkan menjadi 10 mg 4 kali per hari bila tidak ada respon pada dosis
yang lebih rendah.
(c) Larutan injeksi dapat diberikan melalui rute IM, direct IV push, infus singkat (15-30 menit),
atau infus kontinu. Dosis yang lebih rendah (10 mg) dapat diberikan dengan IV push tanpa
pengenceran selama 1-2 menit, dosis yang lebih tinggi dapat diberikan dengan IVPB selama
minimal 15 menit, infus sub Q kontinu dan pemberian rektal juga dilaporkan. Pemberian IV
yang cepat dapat menyebabkan rasa kecemasan dan kelelahan sementara (tapi kuat), diikuti
oleh rasa mengantuk.
(d) Unlabelled/investigational use:pencegahan dan/atau pengobatan mual dan muntah karena
penggunaan obat-obat kemoterapi, terapi radiasi, atau setelah pembedahan. Dosis antiemetik
anak:IV:1-2 mg/kg 30 menit sebelum kemoterapi dan tiap 2-4 jam, untuk dosis total 5-10
mg/kg/hari. Dosis antiemetik dewasa:IV:1-2mg/kg 30 menit sebelum kemoterapi dan tiap 2-4
jam, untuk dosis total 5-10 mg/kg/hari. Dosis mual muntah setelah operasi:IM,IV:10 mg saat
mendekati akhir operasi; dosis 20 mg dapat digunakan.
(e) Unlabelled/investigational use:pemasangan enteral-feeding tube post-pyloric. Dosis
anak:<6 tahun:IV:0,1 mg/kg, 6-14 tahun:2,5-5 mg. Dosis dewasa:IM,IV:10 mg.Dosis
lansia:IM:5 mg saat mendekati akhir pembedahan, dosis dapat diulang bila perlu
Farmakologi
Vial injeksi disimpan pada suhu kamar terkendali, injeksi bersifat fotosensitif sehingga harus
terlindung dari cahaya selama penyimpanan, campuran parenteral dengan D5W atau NS stabil
selama minimal 24 jam, dan tidak memerlukan perlindungan terhadap cahaya bila digunakan
dalam 24 jam. Tablet disimpan pada suhu kamar terkendali dan dihindarkan dari pembekuan.
(3)
Stabilitas Penyimpanan
Vial injeksi disimpan pada suhu kamar terkendali, injeksi bersifat fotosensitif sehingga harus
terlindung dari cahaya selama penyimpanan, campuran parenteral dengan D5W atau NS stabil
selama minimal 24 jam, dan tidak memerlukan perlindungan terhadap cahaya bila digunakan
dalam 24 jam. Tablet disimpan pada suhu kamar terkendali dan dihindarkan dari pembekuan.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap metoklopramid atau bahan-bahan dalam formulasi; obstruksi
gastrointestinal, perforasi atau perdarahan, pheocromocytoma, sejarah kejang.
Efek Samping
Efek samping yang lebih umum/parah:terjadi pada dosis yang digunakan untuk profilaksis
emetik kemoterapi. >10%:efek pada sistem saraf pusat:kelelahan, mengantuk, gejala
ekstrapiramidal (sampai dengan 34% pada dosis tinggi, 0,2% pada dosis 30-40 mg/hari); efek
gastrointestinal:diare (mungkin bersifat dose-limiting); neuromuskular dan skeletal:kelemahan.
1-10%:efek pada sistem saraf pusat:insomnia, depresi, kebingungan, sakit kepala;
dermatologis:kemerahan; endokrin dan metabolik:rasa sakit dan panas pada payudara (breast
tenderness), stimulasi prolaktin; gastrointestinal:mual, xerostemia. <1%(dari terbatas sampai
penting/berbahaya):agranulositosis, reaksi alergi, amenorrhea, angioedema, AV block,
bronkospasme, CHF, galactorrhea, ginekomastia, hepatotoksik, hiper/hipotensi, jaundice,
edema larinz, methemoglobinemia, neuroleptic malignant syndrome (NMS), porfiria, kejang,
ide bunuh diri, sulfhemoglobinemia, takikardia, tardive dyskinesia, urtikaria.
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Analgesik opiat dapat meningkatkan depresi sistem sraf pusat.
Metoklopramid dapat meningkatkan risiko atau gejala ekstrapiramidal bila digunakan bersama-
sama dengan obat antipsikosis. Obat-obat antikolinergis melawan kerja metoklopramid.
Hindari alkohol karena dapat meningkatkan depresi sistem saraf pusat.
- Dengan Makanan : -
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Kategori B. Bukti yang ada menyatakan aman digunakan selama
kehamilan.
- Terhadap Ibu Menyusui : Tidak direkomendasikan (AAFP mengkategorikan
"dipertimbangkan").
- Terhadap Anak-anak :
Metoklopramid harus digunakan dengan hati-hati pada pasien anak-anak karena kejadian
ekstrapiramidal meningkat pada kelompok ini.
Metoklopramid harus digunakan dengan hati-hati pada neonatus karena penurunan klirens
dapat meningkatkan konsentrasi obat dalam serum.
Neonatus mempunyai defisiensi NADH methemoglobin reduktase sehingga dapat menjadi
lebih peka terhadap methemoglobinemia.
Produsen metoklopramid saat ini merekomendasikan penggunaan pada anak-anak hanya untuk
memfasilitasi intubasi usus halus.
Metoklopramid efektif utuk stasis lambung dan refluks esofagus pada infant dan anak-anak.
Obat ini juga digunakan pada anak-anak untuk evakuasi lambung sebelum pemberian anestesi
untuk pembedahan darurat.
- Terhadap Hasil Laboratorium : Meningkatkan aminotransferase
[ALT(SGPT)/AST(SGOT)], meningkatkan amilase.
Parameter Monitoring
Fungsi ginjal.
Bentuk Sediaan
Drops 1 mg/10 Drops (10 ml), 1,5 mg/ml (10 ml), 2 mg/ml (10 ml), 2,6 mg/ml (10 ml), 4
mg/ml (10 ml)
Larutan Oral 1 mg/ml (30 ml), 5 mg/5 ml (30 ml, 50 ml, 60 ml), 10 mg/5 ml (60 ml). Kaplet 5
mg, 10 mg. Tablet 5 mg, 10 mg
Larutan Injeksi 5 mg/ml (2 ml), 10 mg/2,5 ml
Suppositoria Anak 10 mg
Suppositoria Dewasa 20 mg, Rectal Tube 10 mg/2,5 ml
Peringatan
Gunakan dengan hati-hati pada pasien Parkinson's dan pada pasien dengan sejarah gangguan
mental; berhubungan dengan gejala ekstrapiramidal dan depresi.
Frekuensi ekstrapiramidal lebih tinggi pada pasien anak-anak dan dewasa<30 tahun, risiko
meningkat pada dosis yang lebih tinggi.
Reaksi ekstrapiramidal biasanya terjadi dalam 24-48 jam pertama setelah terapi. Hati-hati bila
digunakan bersama-sama dengan obat-obat lain yang berhubungan dengan gejala
ekstrapiramidal.
Jarang dilaporkan terjadi Neuroleptic Malignant Syndrome (NMS) akibat penggunaan
metoklopramid.
Gunakan dosis terendah yang direkomendasikan, dapat menyebabkan kenaikan sementara
serum aldosteron; gunakan dengan hati-hati pada pasien yang mempunyai risiko kelebihan
cairan/fluid overload (gagal jantung, sirosis).
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan hipertensi atau setelah surgical
anastomosis/closure. Pasien dengan defisiensi NADH-cytochrome b5 reductase mempunyai
risiko lebih besar terkena methemoglobinemia dan/atau sulfhemoglobinemia
Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan sejarah kejang, risiko kejang yang berhubungan
dengan metoklopramid meningkat.
Penghentian mendadak dapat (tapi jarang) menyebabkan gejala penghentian obat/withdrawal
symptoms (pusing, sakit kepala, gugup). Gunakan dengan hati-hati dan sesuaikan dosis pada
pasien dengan gangguan ginjal
Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus
-
Informasi Pasien
Pasien seharusnya tidak menggunakan obat ini bila mempunyai reaksi alergi terhadap
metoklopramid, menderita epilepsi (kejang), perdarahan atau obstruksi usus, atau
pheochromocytoma (suatu tumor yang memproduksi adrenalin). Obat diminum 30 menit
sebelum makan dan malam hari sebelum tidur, kecuali bila dokter menganjurkan lain. Obat
disimpan pada suhu kamar, terhindar dari panas, kelembaban, dan cahaya langsung. Obat tidak
boleh disimpan di dalam freezer.
Mekanisme Aksi
Memblok reseptor dopamin dan (bila diberikan pada dosis yang lebih tinggi) juga memblok
reseptor serotonin di chemoreceptor trigger zone di sistem saraf pusat; meningkatkan respon
jaringan di saluran pencernaan atas terhadap asetilkolin sehingga meningkatkan motilitas dan
kecepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi pankreas, bilier, atau lambung;
meningkatkan tonus spingter esofagus bagian bawah
Monitoring Penggunaan Obat
Kepatuhan penggunaan obat, efek samping obat: reaksi distonia, tanda-tanda hipoglikemia
(pada pasien yang menggunakan insulin dan sedang memperoleh terapi gastroparesis), agitasi.
http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-obat/316-metoklopramid.html
3. RANITIDIN
Komposisi:
Tiap ml injeksi mengandung Ranitidin HCl setara dengan ranitidine 25 mg.
Farmakologi:
Suatu antagonis histamin pada reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif
pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Kadar dalam serum yang diperlukan
untuk menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36 – 94 mg/ml. kadar
tersebut bertahan selama 6 – 8 jam setelah pemberian dosis 50 mg IM/IV.
Indikasi:
Untuk pasien rawat inap di rumah sakit dengan keadaan hipersekresi patologis atau ulkus usus
dua belas jari yang sulit diatasi, atau sebagai pengobatan alternatif jangka pendek pemberian oral
pada pasien yang tidak bisa diberi ranitidin oral.
Kontra – Indikasi:
Hipersensitif
Efek Samping:
Sakit kepala, Susunan saraf pusat, jarang terjadi : malaise, pusing, mengantuk, insomnia, vertigo,
agitasi, depresi, halusinasi, Kardiovaskuler, jarang dilaporkan : aritmia seperti takikardia,
bradikardia, atrioventricular block, premature verticular beats, Gastrointestinal : konstipasi,
diare, mual, nyeri perut, jarang dilaporkan : pancreatitis, Muskuloskeletal, jarang dilaporkan :
artralgia dan mialgia.
Dosis:
Injeksi IM : 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6 – 8 jam.
Injeksi IV intermiten :
Intermiten bolus : 50 mg (2 ml) tiap 6 – 8 jam. Encerkan injeksi 50 mg dalam larutan natrium
klorida 0,9 % atau larutan injeksi IV lain yang cocok sampai diperoleh konsentrasi tidak
lebih dari 2,5 mg/ml (total volume 20 ml). Kecepatan injeksi tidak lebih dari 4 ml per menit
(dengan waktu 5 menit).
Infus intermiten : 50 mg (2 ml) tiap 6 – 8 jam. Encerkan injeksi 50 mg dalam
larutan dextrose 5 % atau larutan IV lain yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih
besar dari 0,5 mg/ml (total volume 100 ml). Kecepatan infus tidak lebih dari 5 – 7 ml per
menit (dengan waktu 15 – 20 menit).
Infus IV kontinyu : 150 mg Ranitidin diencerkan dalam 250 ml dextrose 5% atau larutan IV
lain yang cocok dan diinfuskan dengan kecepatan 6,25 mg/jam selama 24 jam. Untuk
penderita sindrom Zollinger – Ellison atau kondisi hipersekretori lain. Ranitidin injeksi harus
diencerkan dengan larutan dextrose 5% atau larutan IV lain yang cocok sehingga sehingga
diperoleh konsentrasi tidak lebih dari 2,5 mg/ml. kecepatan infus dimulai 1 mg/kg BB/jam
dan harus disesuaikan dengan keadaan penderita.
http://infoobat.blogspot.com/2011/03/ranitidin.html
RANITIDIN
NAMA, STRUKTUR KIMIA DAN DESKRIPSI
Ranitidin memiliki rumus molekul C13H22N4O3S dengan bobot molekul 314,4 g/mol. Ranitidin
adalah salah satu senyawa yang mengantagonis reseptor histamin H2 yang menghambat sekresi
asam lambung. Selain digunakan dalam terapi penyakit ulkus peptikum dan gastroesophageal
refluks, ranitidin juga dapat digunakan sebagai antihistamin pada berbagai kondisi alergi pada
kulit.
Rumus Struktur Ranitidin
Struktur 3 Dimensi Ranitidin
Ranitidin memiliki nama ilmiah NN-Dimethyl-5-[2-(1-methylamino-2-nitrovinylamino)
ethylthiomethyl]furfurylamine. Ranitidin yang tersedia umumnya adalah ranitidin hidroklorida.
Ranitidin merupakan serbuk kristalin berwarna putih hingga kuning pucat, praktis tidak berbau,
mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam alkohol. Larutan 1% ranitidin dalam air
mempunyai pH 4,5-6,0. Setiap 168 mg ranitidin hidroklorida setara dengan 150 mg ranitidin
base.
KEGUNAAN
Ranitidin diunakan secara oral dalam terapi ulkus duodenum dan ulkus lambung yang
aktif, gasthroesophageal reflux desease (GERD), esofagitis erosif dengan endoskopi, dan
sebagai terapi pemeliharaan pada ulkus duodenum dan ulkus lambung. Ranitidin oral juga
digunakan dalam manajemen kondisi hipersekresi gastrointestinal (GI) patologis dan sebagai
terapi pemeliharaan untuk mencegah kambuhnya esofagitis erosif. Ranitidin juga dapat
digunakan secara parenteral pada pasien rawat inap dengan kondisi hipersekresi patologis pada
saluran GI, atau sebagai terapi jangka pendek jika terapi oral belum memberikan respon yang
optimum.
Ulkus Duodenum
Terapi Ulkus Duodenum Akut
Ranitidin oral digunakan dalam terapi jangka pendek pada ulkus duodenum aktif yang
dikonfirmasi dengan endoskopi atau radiografi. Ranitidin parenteral digunakan pada pasien
dewasa dengan diagnosa ulkus duodenum parah yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit
atau pada terapi jangka pendek jika terapi oral tidak memadai. Ranitidin intravena juga
digunakan pada pasien anak-anak (lebih dari bulan) dengan diagnosa ulkus duodenum. Antasida
dapat digunakan bersamaan dengan terapi ini untuk menghilangkan rasa nyeri ulkus duodenum.
Kombinasi antasida dan ranitidin ini terbukti mampu mengurangi kesakitan pada pasien.
Khasiat dan keamanan ranitidin untuk terapi jangka panjang ulkus duodenum belum diketahui.
Keamanan dan khasiat ranitidin ini baru diketahui untuk penggunaan selama 8 minggu. Dan
masalahnya bahwa pengobatan jangka pendek ulkus duodenum aktif (hingga 8 minggu) ini tidak
mencegah kekambuhannya.
Terapi Pemeliharaan Ulkus Duodenum
Ranitidin digunakan dalam dosis rendah untuk terapi pemeliharaan setelah proses penyembuhan
ulkus duodenum untuk mencegah kekambuhan. Dalam studi terkontrol angka kekambuhan ulkus
duodenum setelah 4, 8 dan 12 bulan masing-masing adalah 21-24, 28-35, dan 59-68% untuk
kelompok plasebo, dan angka kekambuhan pada kelompok yang diterapi dengan ranitidin 1 kali
sehari 150 mg sebelum tidur masing-masing adalah 12-20, 21-24 dan 28-35%. Dalam studi
tersebut juga diketahui bahwa efektivitas ranitidin dalam mencegah kekambuhan ulkus
duodenum menurun pada kelompok pasien dengan kebiasaan merokok.
Kondisi Hipersekresi GI Patologis
Ranitidin oral maupun intravena juga digunakan pada kondisi hipersekresi GI patologis (misal
pada pasienZolinger Ellison Syndrome (ZES), mastositosis sistemik, hipersekresi pasca reseksi
usus. Ranitidin mengurangi sekresi asam lambung yang berkaitan dengan gejala diare, anoreksia
dan nyeri dan mempercepat penyembuhan ulkus. Infus intravena ranitidin kontinue hingga 15
hari pada pasien ZES menghasilkan efek pengendalian asam lambung hingga 10 mEq/jam atau
lebih rendah. Antasida dapat digunakan bersama untuk mengatassi rasa nyeri. Antimuskarinik
seperti propanthelin bromida dan iodida isopropamide juga dapat digunakan bersama guna
memperpanjang masa kerja ranitidin.
Pada pasien hipersekresi GI patologis, ranitidin terbukti mampu menyembuhkan ulkus pada 42%
pasien yang tidak merespon terapi simetidin. Pasien dengan ZES yang gagal dengan terapi
simetidin berhasil diobati dengan ranitidin 600-900 mg perhari selama 1-12 bulan.
Ranitidin IV juga berhasil mengobati hipersekresi pasca operasi pada pasien yang tampaknya
resisten terhadap simetidin.
Ulkus Lambung
Terapi Ulkus Lambung Akut
Ranitidin oral digunakan dalam terapi ulkus lambung jinak. Antasida dapat digunakan bersama
untuk menghilangkan nyeri. Efektivitas ranitidin dalam hal ini hampir sama dengan simetidin.
Ranitidin menyembuhkan ulkus lambung pada 60-70% pasien setelah terapi selama 4 minggu,
70-80% setelah 6 minggu terapi.
Kini epidemiologi dan bukti klinis mendukung bahwa infeksi lambung oleh bakteri Helicobacter
pylori (HP) berhubungan dengan patogenesis ulkus lambung. Sehingga dalam kondisi ini
direkomendasikan penggunaan antibakteri untuk eradikasi bakterinya.
Terapi Pemeliharaan
Ranitidin dosis rendah digunakan dalam terapi pemeliharaan dan mencegah kekambuhan ulkus
lambung. Terapi pemeliharaan ranitidin 150 mg sebelum tidur terbukti efektif mencegah
kekambuhan ulkus lambung.
Gastroeshophageal Reflux Desease (GERD)
Dalam terapi GERD dosis yang umum pada dewasa adalah 2x150 mg perhari. Sedangkan dosis
terapi GERD pada anak-anak (1 bulan sampai 16 tahun) adalah 5-10 mg/Kg BB perhari dalam
dosis terbagi 2. Gejala GERD sering muncul dalam waktu 24 jam setelah dumulainya terapi
dengan ranitidin ini. Durasi optimum pengobatan GERD dengan ranitidin belum diketahui.
Esofagitis Erosif
Dosis lazim untuk terapi esofagitis erosif yang terdiagnosa dengan endoskopi pada pasien
dewasa adalah 4x150 mg perhari. Sedangkan pada pasien anak 1 bulan sampai 16 tahun dosis
yang direkomendasikan adalah 5-10 mg/Kg BB perhari dalam dosis terbagi 2. Sedangkan dalam
fase pemeliharaan dosis ranitidin adalah 2x150 mg perhari.
Swamedikasi
Dalam swamedikasi ranitidin digunakan untuk mengatasi atau mencegah gejala mulas, perih
akibat gangguan keseimbangan asam lambung pada orang dewasa atau anak diatas 12 tahun,
dosis yang dianjurkan adalah 75-150 mg 1-2 kali sehari. Untuk pencegahan mulas akibat
konsumsi makanan yang dapat menyebabkan mulas maka ranitidin sebaiknya diminum 30-60
menit sebelum mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat menyebabkan mulas. Untuk
keperluan swamedikasi, ranitidin sebaiknya digunakan tidak lebih dari 2 dosis perhari dan tidak
lebih dari 2 minggu. Penggunaan ranitidin harus segera dihentikan jika gejala tidak membaik
atau bahkan semakin parah.
DOSIS PARENTERAL
Dosis Dewasa
Dosis intravena intermiten atau intramuskular pada dewasa adalah 50 mg setiap 6-8 jam. Jika
perlu dosis dapat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan frekuensi pemberian, namun tidak
boleh melebihi 400 mg perhari. Jika ranitidin diberikan dengan infus intravena lambat maka
kecepatannya 6,25 mg/jam selama 24 jam. Sedangkan infus kontinue lambat bagi pasien ZES
atau hipersekresi GI patologis umumnya infus dimulai dengan kecepatan 1 mg/Kg BB perjam,
dan jika setelah 4 jam infus, pasien masih menunjukan gejala hipersekresi GI, maka dosis harus
dititrasi ke atas dengan penambahan sebesar 0,5 mg/Kg BB perjam, dengan konsentrasi asam
lambung harus terus dipantau. Dosis maksimum hingga 2,5 mg/Kg BB perjam dan tingkat infus
220 mg/jam.
Dosis Pediatrik
Dosis pada anak usia 1 bulan hingga 16 tahun, untuk pengobatan ulkus duodenum aktif adalah 2-
4 mg/Kg perhari dalam dosis terbagi setiap 6-8 jam. Sedangkan penggunaannya pada pasien
neonatus (kurang dari 1 bulan) dosis 2 mg/Kg BB intravena setiap 12-24 jam sebagai infus
intravena kontinue.
DOSIS PADA PASIEN DENGAN PENURUNAN FUNGSI GINJAL
Pada pasien dengan klirens kreatinin kurang dari 50 mL/menit maka dosis ranitidin yang
direkomendasikan adalah 150 mg setiap 24 jam peroral, 50 mg setiap 18-24 jam untuk
pemberian parenteral.
PERHATIAN
Ranitidin dapat menimbulkan efek-efek yang kurang menyenangkan diantaranya:
1. Efek pada sistem syaraf pusat dapat berupa: sakit kepala, rasa tidak enak badan (malaise),
pusing, mengantuk, insomnia, vertigo, kebingungan mental, agitasi, depresi mental dan
halusinasi terutama pada pasien geriatri lemah. Penggunaan ranitidin dosis tinggi dan dalam
jangka panjang pada anak-anak (8 mg/Kg BB perhari selama 10 bulan) dapat menyebabkan
perubahan pada pola kesadaran, disartria, hiporefleksia, mengantuk, gejala Babinski, diaforesis,
dan bradikardia yang mana gejala-gejala tersebut akan menghilang dengan sendirinya setelah
penggunaan ranitidin dihentikan dalam 24 jam.
2. Efek pada GI: konstipasi, mual, muntah, nyeri dan ketidaknyamanan pada perut, dan pada
sebagian kecil pasien dapat mengalami pankreatitis.
3. Reaksi sensitivitas dan dermatologi: ruam, urtikaria, pruritus, dan urtikaria ditempat
penyuntikan. Reaksi hipersensitivitas seperti bronkospasme, demam, ruam, eosinofilia jarang
terjadi. Anafilaksis yang ditandai dengan urtikaria berat dan penurunan tekanan darah dalam satu
kali pemberian dosis tunggal dapat terjadi namun jarang. Eksaserbasi astma dan angiodema juga
dapat terjadi.
4. Efek pada Hematologi: dapat terjadi leukopenia, agranulositopenia, trombositopenia,
anemia aplastik dan pansitopenia yang disertai hipoplasia sumsum tulang belakang namun
jarang.
5. Efek pada ginjal dan saluran kemih: peningkatan kreatinin serum tanpa disertai
peningkatan BUN dapat terjadi namun jarang. Penurunan libido juga pernah terjadi pada pria
yang diterapi dengan ranitidin.
6. Efek pada hati: dapat terjadi peningkatan konsentrasi aminotransferase serum (AST,
SGOT, SGPT, ALT), alkalin fosfatase serum, LDH, bilirubin total, gama-glutamiltranspeptidase.
Beberapa kasus juga diketahui bahwa terapi ranitidin dapat menyebabkan hepatitis baik
hepatoseluler atau pun hepatokanalikuler dan kolestasis yang umumnya bersifat reversibel.
7. Efek pada penglihatan: dapat terjadi kekaburan penglihatan yang bersifat reversibel,
eksaserbasi nyeri mata dan kaburnya penglihatan yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intraokuler dan glaukoma kronis, dan buta warna.
8. Efek pada endokrin: belum ada efek yang diketahui secara pasti sehubungan penggunaan
ranitidin pada sistem endokrin. Namun telah diketahui adanya pasien pria yang mengalami
impotensi seksual akibat penggunaan ranitidin yang segera sembuh seiring penghentian
penggunaan obat, dan impotensi berulang saat penggunaan obat diulang. Nyeri ginekomastia
juga dapat terjadi pada pria.
9. Efek pada sistem kardiovaskuler: aritmia jantung jarang terjadi, bradikardia yang
berhubungan dengan dispnea dapat terjadi.
10. Efek pada sistem pernafasan: ranitidin dan antagonis reseptor H2 lainnya berpotensi
meningkatkan resiko infeksi pneumonia pada komunitas pneumonia.
11. Efek lain: dapat terjadi arthralgia, myalgia dan porphyria akut. Penggunaan ranitidin
harus dihindari pada pasien dengan riwayat porphyria.
PERINGATAN DAN KONTRAINDIKASI
Ranitidin yang digunakan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal harus digunakan dengan
hati-hati dan disertai dengan pengurangan dosis, karena sebagian besar ranitidin diekskresikan
melalui ginjal. Demikian pun pada pasien dengan penurunan fungsi hati, karena ranitidin
dimetabolisme melalui hati. Penggunaan ranitidin juga harus dihindari pada pasien dengan
riwayat porphyria.
Ranitidin tidak boleh digunakan untuk swamedikasi jika pasien mengalami kesulitan menelan
dan tidak boleh digunakan dalam kombinasi dengan obat penekan sekresi asam lambung lainnya.
Pasien dengan gejala mulas yang menetap lebih dari 3 bulan tidak boleh menggunakan ranitidin
untuk swamedikasi. Ranitidin juga tidak boleh digunakan untuk swamedikasi pada pasien
dengan keluhan nyeri dada dan atau bahu, sesak nafas, dan rasa nyeri yang menyebar.
Kondisi-kondisi berikut dalam penggunaan ranitidin harus disertai dengan peringatan dan
kewaspadaan:
1. Pada pasien pediatrik; penggunaan ranitidin oral maupun parenteral pada pediatrik ( 1
bulan sampai 16 tahun) untuk indikasi ulkus duodenum dan lambung aktif, GERD dan esofagitis
erosif telah diketahui khasiat dan keamanannya. Namun penggunaan ranitidin oral ataupun
parenteral untuk kondisi hipersekresi GI patologis dan untuk terapi pemeliharaan dan
pencegahan kekambuhan esofagitis erosif pada anak-anak belum diketahui, demikian juga
penggunaannya pada neonatus, sehingga penggunaan pada kondisi tersebut harus dengan
kewaspadaan penuh.
2. Pada pasien geriatrik; pada pasien geriatrik (berusia lebih dari 65 tahun keatas)
kemungkinan resiko hipersensitivitasnya akan meningkat, disamping itu kemungkinan adanya
penurunan fungsi ginjal pada pasien geriatrik akan berpotensi meningkatkan resiko toksisitas.
3. Mutagenisitas dan karsinogenisitas; tidak ada bukti pengaruh ranitidin terhadap efek
mutagenisitas dan karsinogenisitas pada manusia
4. Pada kehamilan; hingga dosis 160 kali dosis oral biasa, ranitidin belum menunjukan
adanya bahaya pada fetus
5. Pada kesuburan/fertilitas; tidak ada bukti yang menunjukan pengaruh ranitidin pada
fertilitas
6. Pada laktasi (wanita menyusui); ranitidin terdistribusi ke dalam susu, sehingga
penggunaan ranitidin pada wanita menyusui harus sangat berhati-hati.
7. Ranitidin dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitif terhadap ranitidin atau
komponen lain dalam formula sediaan obat.
INTERAKSI OBAT
Ranitidin dapat berinteraksi dengan makanan, obat lain maupun parameter klinis.
1. Makanan dan Antasida. Konsumsi bersama makanan atau antasida dengan ranitidin dapat
menyebabkan penurunan absorpsi ranitidin hingga 33% dan konsentrasi puncak dalam serum
menurun hingga 613-432 ng/mL.
2. Propantelin bromida. Propantelin bromida menghambat penyerapan dan meningkatkan
konsentrasi puncak serum ranitidin, melalui mekanisme penghambatan pengosongan lambung
dan perpanjangan waktu transit. Bioavalabilitas ranitidin meningkat 23% jika digunakan bersama
propantelin bromida.
3. Merokok. Kebiasaan merokok menghambat penyembuhan ulkus duodenum dan
mengurangi khasiat ranitidin. Perbandingan kesembuhan ulkus duodenum pada perokok dan
bukan perokok dengan terapi ranitidin adalah 62 dan 100%.
4. Efek ranitidin pada hati. Ranitidin berinteraksi dengan sistem enzim sitokrom P450
dihati. Ranitidin hanya sedikit menghambat metabolisme hepatik beberapa obat seperti kumarin,
antikoagulan, teofilin, diazepam dan propranolol. Ranitidin membentuk ligand-kompleks dengan
enzim sitokrom P450 sehingga menghambat aktivitas enzim tersebut. Penggunaan bersama
ranitidin dan warfarin dapat menurunkan atau meningkatkan waktu protrombin (PT). Pada dosis
ranitidin hingga 400 mg perhari, penggunaan bersamanya dengan warfarin relatif tidak
berpengaruh terhadap bersihan warfarin dan atau PT. Namun penggunaan ranitidin lebih dari 400
mg perhari bersama dengan warfarin belum diketahui pengaruhnya. Sedangkan penggunaan
bersama ranitidin 2x200 mg dan warfarin 2,5-4,5 mg telah terbukti memperpanjang PT secara
signifikan. Pengunaan bersama ranitidin dan teofilin menyebabkan penurunan bersihan plasma
teofilin. Pengunaan bersama ranitidin dan diazepam maupun lorazepam relatif tidak saling
berinteraksi. Penggunaan bersama 100 mg metoprolol dan ranitin menyebabkan AUC metoprolol
meingkat hingga 80% dan rata-rata konsentrasi serum puncak meningkat hingga 50%, dan waktu
paruh eliminasi metoprolol meningkat hingga 4,4-6,5 jam.
5. Alkohol. Penggunaan bersama alkohol dan ranitidin menyebabkan peningkatan
konsentrasi alkohol serum.
6. Nifedipin. Penggunaan ranitidin bersama nifedipin dapat menyebabkan peningkatan
AUC nifedipin hingga 30%.
7. Vitamin B12. Penggunaan ranitidin dapat mengakibatkan defisiensi vitamin B12 karena
malabsorpsi vitamin B12.
TOKSISITAS AKUT
Overdosis ranitidin dapat terjadi pada konsumsi ranitidin hingga 18 gram peroral yang dapat
mengakibatkan terjadinya kelainan cara jalan dan hipotensi. Pengobatan overdosis ranitidin
dapat dilakukan dengan cara mengeluarkan ranitidin tak terserap dalam saluran cerna,
pemantauan klinis, dan terapi suportif. Hemodialisis dapat dilakukan bila perlu.
FARMAKOLOGI
Efek farmakologi ranitidin dapat terjadi melalui beberapa mekanisme.
1. Efek pada GI. Ranitidin menghambat kompetitif reseptor histamin H2 pada sel parietal
menurunkan sekresi asam lambung pada kondisi basal maupun terstimulasi makanan, insulin,
asam amino, histamin maupun pentagastrin.
2. Efek pada gonad dan endokrin. Ranitidin memberikan sedikit pengaruh pada konsenrasi
prolaktin serum. Peningkatan kadar prolaktin serum akan terjadi pada pemberian ranitidin 200
atau 300 mg IV.
3. Efek lain. Ranitidin dan simetidin dapat menurunkan aliran darah hati. Ranitidin tidak
menghambat metabolisme antipirin dihati. Ranitidin meningkatkan reduksi nitrat oleh flora
normal GI.
FARMAKOKINETIK
1. Absorpsi. Ranitidin diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna maupun pada pemberian
secara intramuskular. Bioavailabilitas absolut ranitidin pada pemberian secara oral adalah sekitar
50%, demikian pula pada anak-anak. Sedangkan pada geriatrik bioavailabilitasnya rata-rata 48%.
2. Distribusi. Ranitidin terdistribusi secara luas pada cairan tubuh dan sekitar 10-19%
berikatan dengan protein serum. Volume distribusi ranitidin rata-rata 1,7 L/Kg dengan kisaran
1,2-1,9 L/Kg. Sedangkan volume distribusi pada anak sekitar 2,3-2,5 L/Kg dengan kisaran 1,1-
3,7 L/Kg. Pada pemberian secara oral ranitidin juga terdistribusi ke CSF. Ranitidin juga
terdistribusi ke susu.
3. Eliminasi. Waktu paruh eliminasi rata-rata pada orang dewasa adalah 1,7-3,2 jam, dan
dapat berkorelasi positif dengan usia. Waktu paruh eliminasi akan meningkat pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal. Pada pasien lanjut usia waktu paruh eliminasi umumnya meningkat
seiring berkurangnya fungsi ginjal. Ranitidin sebagian besar diekskresikan dalam urin melalui
filtrasi glomerular dan sekresi tubular.
4. Metabolisme. Ranitidin dimetabolisme dihati menjadi ranitidin N-oksida, desmetil
ranitidin, dan ranitidin S-oksida. Pada pemberian oral, ranitidin juga mengalami metabolisme
lintas pertama dihati. Pada pasien dengan sirosis hati, konsentrasi serum akan meningkat akibat
rendahnya metabolisme lintas pertama dihati dan bioavailabilitasnya rata-rata 70%.
SEDIAAN
Tersedia dalam produk generiknya berupa sediaan:
Kapsul 75, 150 dan 300 mg
Tablet 150 dan 300 mg
Sirup 15 mg/mL
Injeksi 25 mg/mL
http://ruangdiskusiapoteker.blogspot.com/2012/07/ranitidin.html