ANALISIS PELANGGARAN KEJAHATAN INTERNASIONAL
YANG DILAKUKAN OLEH MUAMMAR KHADAFI DI LIBYA
MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Khadafi adalah anak termuda dari sebuah keluarga miskin Badawi (Bedoin) yang
nomadik di daerah gurun pasir di Sirte. Ibunya adalah seorang Yahudi yang mulai memeluk
agama Islam sejak usia 9 tahun. Hal ini secara teknis membuat khadafi seorang Yahudi
menurut Judaisme. Dia diberikan pendidikan SD tradisional yang religius dan bersekolah di
SMU Sebha di Fezzan dari tahun 1956 hingga 1961.
Di Libya, seperti di sejumlah negara Arab lainnya, ia masuk ke akademi militer dari
sastra ekonomi rendah. Karier militer menawarkan kesempatan baru untuk pendidikan tinggi,
untuk mobilitas ke atas tingkat ekonomi dan sosial atas, dan satu-satunya cara yang tersedia
dari tindakan politik dan perubahan yang cepat.
Khadafi memasuki akademika militer Libya di Benghazi tahun 1961 dan bersama dengan
sebagian besar rekan-rekannya dari Dewan Komando Revolusioner, lulus pada periode 1965
– 1966. Ia telah dipilih untuk beberapa bulan pelatihan lebih lanjut di Royal Akademi Militer
Sandhurst, Inggris. Hubungan Qadafi dengan Gerakan Pembebasan dimulai pada hari-
harinya sebagai kadet. Frustasi dan rasa malu dirasakan oleh Perwira Libya yang tak berdaya
pada saat kekalahan Israel secara cepat dan memalukan pada tahun 1967. Lantaran didorong
tekad mereka untuk berkontribusi bagi persatuan Arab oleh menggulingkan monarki Libya.
Sebuah konspirator awal, ia mulai rencana pertama untuk menggulingkan monarki pada
saat sementara di perguruan tinggi militer. Ia menerima pelatihan militer lebih lanjut dalam
Hellenic Akademi Militer di Athena, Yunani, dan Inggris. Tanggali 1 september 1969,
sekelompok kecil perwira militer yang di pimpin salah seorang perwira muda Muammar
Khadafi (27) melancarkan kudeta tehadap Raja Idris. Pada waktu itu, Idris berada di Turki
untuk perawatan medis putra Mahkota Hasan as-Senussi, adalah praktek kekuasaan raja pada
waktu itu sebagai raja, Idris telah mengirimkan sebuah dokumen yang ditandatangani
1
menunjukakkna niatnya untuk mengundurkan diri sebagai raja pada 2 september 1969.
Namun, jelas bahwa para perwira revolusioner yang telah menyembunyikan pengumuman
Raja Idris, sehingga Putra Mahkota tidak pernah mencapai posisi.1
Waktu itu, Khadafi Cuma kapten dan rekan konspirator semuanya perwira junior.
Kelompok kecil itu merebut markas militer Libya (karena simpati dari orang-orang yang di
tempatkan) dan stasiun radio siaran dengan memuntahkan 48 amunisi pistol. Sebelum hari itu
berakhir, Sayyid Hasan ar-Ridha telah secara formal digulingkan oleh petugas tentara
revolusioner dan di letakkan di bawah tahanan rumah. Gerakan revolusioner menghapuskan
monarki dan memproklamasikan Republik Arab Libya baru. Khadafi, dan sampai hari ini di
sebut sebagai “Saudara Pemimpin dan Panduan Revolusi” dalam laporan pemerintah dan
pers Libya resmi. Pada 1977, Libya resmi menjadi Rakyat Sosialis Libya Arab Jamahiriyah.
Pereknomian Libya pada waktu Pra Revolusi, produk domestik bruto (PDB) per kapita
Libya kini mencapai 14.884 dolar AS, sekitar 50 persen dari total penduduk sekitar hampir 6
juta jiwa adalah di bawah usia 20 tahun, yang frustasi melihat peluang kerja yang kian sempit
karena seperlima lapangan kerja dipegang ekspatriat dari sejumlah negara. Sementara itu 10
persen penduduk Libya hidup dibawah garis kemiskinan, terutama di perkotaan yang
mencapai 88 persen dari total penduduk.
Libya kaya berkat melimpahnya sumber minyak. Pendapatan dari ekspor minyak saja
1,38 miliar dolar AS pertahun. Sementara cadangan minyaknya mencapai 46,42 milyar barel.
Tidak mengherankan, jika wikileaks memprediksi angka kekayaan Khadafi lebih tinggi di
banding angka 20 miliar dolar AS yang selama ini disebut-sebut itu. Angka yang berbanding
terbalik dengan nasib rakyat Libya yang sebagian berada dalam kondisi ekonomi pas-pasan.
Segala kisah perjalanan bisnis Khadafi hanya bisa jadi mimpi bagi warha Tripoli, Zawiyah,
maupun Benghazi. Bagi dunia, minyak Libya dengan Khadafi di dalamnya tak bisa dianggap
enteng. Sebagai eksportir minyak nomor 12 dunia, posisi Libya sangat penting bagi Eropa,
Italia, Jerman, dan Prancis mengonsumsi lebih dari stengah produksi minyak negeri itu.
Libya menyumbang 2,1 persen produksi minyak dunia. Krisis politik telah menyebabkan
setengah produksinya berhenti. Hilangnya satu persen pasokan minyak dunia sudah cukup
membuat para pialang bursa minyak dunia was-was, mengingat cadangan pasokan minyak
1 Apriadi Tamburaka, Revolusi Timur Tengah, Penerbit Narasi, Yogyakarta, 2011, h.219
2
dunia hanya 4,5 juta barel perhari. Harga minyak dunia langsung melambung menembus
angka psikologis 100 dolar AS perbarel. Itulah pengaruh Libya terhadap dunia. Sedikit
banyak, itu pula kekuatan seorang Khadafi.
Dalam hal politik, rezim Khadafi mendasarkan ideologisnya dari perpaduan antara
nasionalisme Arab, aspek kesejahteraan negara, dan apa yang Khadafi sebut sebagai
demokrasi rakyat. Ia mengizinkan kontrol swasta atas perusahaan kecil, sementara kontrol
besar di kendalikan oleh pemerintah. Sama seperti Mao Tse Tsung yang menelurkan
pemikiran-pemikiran politiknya dalam The Little Red Book, filsafat politik Khadafi juga di
uraikan dalam sebuah buku berjudul Buku Hijau, yang di gunakan untuk memperkuat cita-
cita negara sosialis. Buku tersebut diterbitkan dalam tiga volume antara tahun 1975 dan
1979.2
Buku Hijau memuat lima hal dalam menjalankan negara :
1. Semua Undang-undang yang ada dan pelaksanaan Syariah
2. Membersihkan negara dari politik
3. Penciptaan suatu “milisi rakyat” untuk “melindungi revolusi”
4. Administrasi revolusi
5. Revolusi budaya
Pada 1973, pemerintah Libya menetapkan bahwa pada hari libur, sekolah-sekolah tetap
masuk. Hal ini untuk mengajarkan prinsip-prinsip politik Khadafi ke sekolah-sekolah. Ada
dua cabang pemerintahan di Libya. “Sektor Revolusioner” terdiri dari Pemimpin Revolusi
Khadafi, Komite Revolusioner dan para anggota lainnya dari 12 Dewan Komandan
Revolusioner, yang didirikan padan tahun 1969. Kepemimpinan revolusioner tidak dipilih
dan tidak bisa dikeluarkan dari kantor, mereka berada dalam kekuasaan berdasarkan
keterlibatan mereka dalam revolusi.
Sektor kedua, Jamariyah, terdiri dari Kongres Rakyat Dasar di masing-masing 1500 kota,
32 Kongres Rakyat Sha’biyat untuk daerah, daan Kongres Nasional Rakyat Umum, Badan-
badan legislatif yang di wakili oleh sesuai lembaga eksekutif (Komite Rakyat Daerah,
Komite Rakyat Sha’biyat dan Nasional Komite Rakyat Umum/Kabinet)
2 Ibid, h. 222
3
Pemerintah mengontrol media baik baik milik pemerintah dan swasta. Dalam kasus yang
melibatkan pelanggaran dari pers swasta, seperti The Post Tripoli, telah di sensor meskipun
artikel yang kritis terhadap kebijakan yang telah diminta dan sengaja di terbitkan oleh
kepemimpinan revolusioner itu sendiri sebagai alat untuk memulai reformasi. Partai politik
dilarang oleh 1972, melalui Undang-undang Dasar 1971, pembentukan organisasi non
pemerintah (LMS) diperbolehkan. Namun, karena mereka harus sesuai dengan tujuan
revolusi, jumlahnya terbilang kecil dibandingkan dengan di negara-negara tetangga. Serikat
pekerja tidak ada, tapi banyak asosiasi profesional diintegrasikan ke dalam struktur negara
sebagai pilar ketiga, bersama dengan Kongres Rakyat dan Komite. Asosiasi profesional
mengirim delegasi ke Kongres Rakyat Umum, dimana mereka memiliki mandat
representatif.3
Pada bulan Oktober 1993, ada upaya pembunuhan gagal pada Khadafi oleh unsur-unsur
tentara Libya. Ada seejumlah kelompok politik menentang Khadafi :
1. Konferensi Nasional Oposisi Libya
2. Front Nasional untuk Keselamatan Libya
3. Komite Aksi Nasional Libya di Eropa
Sebuah situs web, aktif mencari dan melakukan upaya penggulingan, didirikan tahun
2006 dan memuat daftar 343 korban pembunuhan dan pembuangan politik. Terlibat dalam
percakapan politik dengan orang asing adalah kejahatan diancam dengan tiga tahun penjara.
Bahasa asing dihapus dari kurikulum sekolah. Salah satu pengunjuk rasa tahun 2011
menggambarkan situasi sebagai : tidak ada di antara kita dapat berbicara bahasa Inggris atau
Prancis.
Khadafi membuat rakyatnya bodoh, sehingga mata mereka tertutup. Rezim sering kejam
pada pembangkang publik dan sering menampilkan eksekusi yang disiarkan ulang di saluran
televisi negara. Libya merupakan negara paling di sensor di Timur Tengah dan Afrika Utara,
menurut Indeks Kebebasan Pers. Liga Hak Asasi Manusia Libya, yang berbasis di Geneva,
memohon kepada dunia internasional untuk mengadakan penyelidikan independen ke dalam
kerusuhan di Benghazi Februari 2006 dimana sekitar 30 orang Libya dan orang asing tewas.
3 Ibid, h. 224
4
Fathi Eljahmi adalah seorang tokoh pembangkang yang dipenjarakan dari tahun 2002
sampai kematiannya pada tahun 2009 untuk menyerukan peningkatan demokratisasi di
Libya. Pada Februari 2011, sebagai bagian dari protes 2010-2011 Timur Tengah dan Afrika
Utara, demonstrasi Libya sedang berlangsung, dan telah menjadi aksi dan massal melawan
Khadafi, yang telah kehilangan kontrol dari beberapa bagian negara. Oposisi Khadafi
menuduh dia menggunakan tentara bayaran asing untuk memperkuat rezimnya. Mantan
menteri keadilan Khadafi, Mustafa Abdel-Jalil, mengatakan kepada koran Swedia Expreesen
bahwa ia memiliki bukti-bukti, Khadafi memerintahkan pemboman Lockerbie tahun 1988.
Pihak oposisi yang selama ini diberangus bersama kekuatan rakyat segera
mendeklarasikan 17 Februari 2011 sebagai “Hari Kemarahan”. Hari ini merupakan
peringatan peristiwa anti-Khadafi pada tahun 2006, yang dapat di tumpas orang kuat Libya
ini secara sempurna. Kali ini setelah kejatuhan Mubarak, Khadafi mulai sadar, tantangan
kekuatan rakyat yang bergejolak tidak bisa lagi diremehkan. Sebab itu, menjelang 17
Februari 2011 ia mengundang sejumlah aktifis politik, pemimpin media, dan LSM sembari
wanti-wanti agar tidak menggalang massa melawan kekuasaannya.
Namun, rayuan dan ancaman Khadafi gagal. Keadaan kian memburuk sejak demonstrasi
besar 17 Februari 2011 dan ketika Khadafi juga mulai mengerahkan tentara sewaan dari
Chad dan bahkan Korea Utara untuk menembaki demonstran. Jumlah mereka yang tewas
sekitar 300 orang atau bahkan lebih banyak. Tindakan brutal ini mengundang kecaman dari
kalangan pejabat tinggi dan militer Libya yang kian banyak mengundurkan diri dan juga
masyarakat internasional.
Kini bisa dipastikan terjadinya “perang saudara” di antara Khadafi dan kaum demonstran,
khususnya di Benghazi dan ibukota Tripoli. Kekuatan rakyat yang eksplosif kian sulit di
bendung Khadafi yang dalam pernyataan terakhirnya menyatakan akan terus bertahan di
Libya, hidup atau mati. Akan tetapi pada akhirnya Khadafi tewas di bunuh oleh kelompok
opisisi.4
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas maka penulis merasa tertarik dan perlu
mengkaji permasalahan revolusi Libya khususnya kejahatan internasional yang dilakukan
4 Ibid, h. 238
5
oleh Khadafi selama revolusi Libya. Oleh sebab itu penulis akan menuliskannya di dalam
sebuah tulisan ilmiah yang berjudul:
“ANALISIS PELANGGARAN KEJAHATAN INTERNASIONAL YANG DILAKUKAN OLEH MUAMMAR KHADAFI DI LIBYA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan
masalah-masalah yang diteliti sebagai berikut:
1. Apa saja bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang dapat
dipersangkakan kepada bagi Muammar Khadafi ditinjau dari hokum internasional?
2. Bagaimanakah proses penyelesaian pelanggaran kejahatan internasional yang dituduhkan
kepada Muammar Khadafi?
3. Apa saja bentuk penghukuman yang tepat untuk dijatuhkan kepada Muammar Khadafi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk pelanggaran HAM berat yang dapat
dipersangkakan kepada Muammar Khadafi menurut hukum internasional.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis proses peradilan yang tepat bagi kejahatan
internasional yang dilakukan oleh Khadafi.
D. D. Manfaat Penelitian
Penelitian seharusnya dapat memberikan manfaat untuk dapat digunakan lebih lanjut.
Oleh sebab itu penulis dapat membagi manfaat penelitian yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Sebagai sumbangan pikiran bagi para pembaca agar dapat bermanfaat terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya hukum internasional, dan lebih spesifik lagi
6
terhadap upaya-upaya pembentukkan aturan hukum baik hukum internasional maupun
hukum nasional dalam kaitannya dengan permasalahan revolusi Libya;
2. Manfaat Praktis
Dijadikan salah satu perimbangan dalam menganalisa permasalahan yang timbul pada
revolusi Libya dan Arab Spring.
E. Kerangka Pemikiran
Pada awal perkembangan Hukum Pidana Internasional, dikenal tiga jenis kejahatan
internasional, yaitu kejahatan perang, kejahatan genosida, dan agresi. Perkembangan kualitas
kejahatan internasional terutama sejak Peradilan Nuremberg tahun 1946 menunjukkan bahwa
jenis kejahatan yang dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan internasional adalah : kejahatan
terhadap perdamaian, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Tidak ada definisi
tunggal yang memadai untuk menjelaskan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan
internasional. Pengadilan internasional untuk mengadili orang-orang yang diduga telah
melakukan pelanggaran serius terhadap hokum humaniter internasional di wilayah bekas Negara
Yugoslavia sejak tahun 1991 (International Tribunal for The Presecution of Persons Responsible
for Serious Violations of International Humanitarian Law Committed of The Former Yugoslavia
since 1991-ICTY)5 dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 827 Tahun 1993,
mendefinisikan berbagai bentuk kejahatan internasional yang tunduk pada kompetensi absolut
pengadilan tersebut, yaitu : kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (genocide
and crimes agains humanity). Sementara statuta Pengadilan Pidana Internasional untuk Rwanda
(ICTR) menyebutkan bahwa kompetensinya hanya atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan
genosida. Dua bentuk kejahatan ini dikenal sebagai kejahatan internasional karena dampak
buruknya yang dahsyat bagi jiwa, raga, dan peradaban manusia serta digolongkan sebagai musuh
seluruh umat manusia (hostis humanis generis).
Upaya masyarakat internasional untuk memperbaiki perlindungan HAM dengan cara
mengadili dan menghukum para pelaku kejahatan internasional mencapai puncaknya pada
tanggal 17 Juli 1998 dalam Konferensi Diplomatik PBB yang mengesahkan Statuta Roma
5 Selanjutnya disebut dengan ICTY
7
Tentang Pengadilan Kejahatan Internasional (International Crimal Court/ICC). ICC sebagai
Pengadilan Pidana Internasional mempunyai yurisdiksi atas kejahatan yang paling serius yaitu:
kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi.
Statuta Roma, Statuta ICTY, dan Statuta ICTR mernganut asas pertanggung jawaban
individu yang berarti tanpa memandang kedudukan atau jabatan seseorang bertanggung jawab
atas keterlibatannya dalam kejahatan internasional.
Sebuah konspirasi awal, yang dilakukan oleh Khadafi adalah mulai rencana pertama
untuk menggulingkan monarki pada saat sementara di perguruan tinggi militer. Ia menerima
pelatihan militer lebih lanjut dalam Hellenic Akademi Militer di Athena, Yunani, dan
Inggris. Tanggali 1 september 1969, sekelompok kecil perwira militer yang di pimpin salah
seorang perwira muda Muammar Khadafi (27) melancarkan kudeta tehadap Raja Idris. Pada
waktu itu, Idris berada di Turki untuk perawatan medis putra Mahkota Hasan as-Senussi,
adalah praktek kekuasaan raja pada waktu itu sebagai raja, Idris telah mengirimkan sebuah
dokumen yang ditandatangani menunjukakkna niatnya untuk mengundurkan diri sebagai raja
pada 2 september 1969. Namun, jelas bahwa para perwira revolusioner yang telah
menyembunyikan pengumuman Raja Idris, sehingga Putra Mahkota tidak pernah mencapai
posisi.
Waktu itu, Khadafi Cuma kapten dan rekan konspirator semuanya perwira junior.
Kelompok kecil itu merebut markas militer Libya (karena simpati dari orang-orang yang di
tempatkan) dan stasiun radio siaran dengan memuntahkan 48 amunisi pistol. Sebelum hari itu
berakhir, Sayyid Hasan ar-Ridha telah secara formal digulingkan oleh petugas tentara
revolusioner dan di letakkan di bawah tahanan rumah. Gerakan revolusioner menghapuskan
monarki dan memproklamasikan Republik Arab Libya baru. Khadafi, dan sampai hari ini di
sebut sebagai “Saudara Pemimpin dan Panduan Revolusi” dalam laporan pemerintah dan
pers Libya resmi. Pada 1977, Libya resmi menjadi Rakyat Sosialis Libya Arab Jamahiriyah.
Pereknomian Libya pada waktu Pra Revolusi, produk domestik bruto (PDB) per kapita
Libya kini mencapai 14.884 dolar AS, sekitar 50 persen dari total penduduk sekitar hampir 6
juta jiwa adalah di bawah usia 20 tahun, yang frustasi melihat peluang kerja yang kian sempit
karena seperlima lapangan kerja dipegang ekspatriat dari sejumlah negara. Sementara itu 10
8
persen penduduk Libya hidup dibawah garis kemiskinan, terutama di perkotaan yang
mencapai 88 persen dari total penduduk.
Libya kaya berkat melimpahnya sumber minyak. Pendapatan dari ekspor minyak saja
1,38 miliar dolar AS pertahun. Sementara cadangan minyaknya mencapai 46,42 milyar barel.
Tidak mengherankan, jika wikileaks memprediksi angka kekayaan Khadafi lebih tinggi di
banding angka 20 miliar dolar AS yang selama ini disebut-sebut itu. Angka yang berbanding
terbalik dengan nasib rakyat Libya yang sebagian berada dalam kondisi ekonomi pas-pasan.
Segala kisah perjalanan bisnis Khadafi hanya bisa jadi mimpi bagi warha Tripoli, Zawiyah,
maupun Benghazi. Bagi dunia, minyak Libya dengan Khadafi di dalamnya tak bisa dianggap
enteng. Sebagai eksportir minyak nomor 12 dunia, posisi Libya sangat penting bagi Eropa,
Italia, Jerman, dan Prancis mengonsumsi lebih dari stengah produksi minyak negeri itu.
Libya menyumbang 2,1 persen produksi minyak dunia. Krisis politik telah menyebabkan
setengah produksinya berhenti. Hilangnya satu persen pasokan minyak dunia sudah cukup
membuat para pialang bursa minyak dunia was-was, mengingat cadangan pasokan minyak
dunia hanya 4,5 juta barel perhari. Harga minyak dunia langsung melambung menembus
angka psikologis 100 dolar AS perbarel. Itulah pengaruh Libya terhadap dunia. Sedikit
banyak, itu pula kekuatan seorang Khadafi.
Dalam hal politik, rezim Khadafi mendasarkan ideologisnya dari perpaduan antara
nasionalisme Arab, aspek kesejahteraan negara, dan apa yang Khadafi sebut sebagai
demokrasi rakyat. Ia mengizinkan kontrol swasta atas perusahaan kecil, sementara kontrol
besar di kendalikan oleh pemerintah. Sama seperti Mao Tse Tsung yang menelurkan
pemikiran-pemikiran politiknya dalam The Little Red Book, filsafat politik Khadafi juga di
uraikan dalam sebuah buku berjudul Buku Hijau, yang di gunakan untuk memperkuat cita-
cita negara sosialis. Buku tersebut diterbitkan dalam tiga volume antara tahun 1975 dan
1979.
Buku Hijau memuat lima hal dalam menjalankan negara :
6. Semua Undang-undang yang ada dan pelaksanaan Syariah
7. Membersihkan negara dari politik
8. Penciptaan suatu “milisi rakyat” untuk “melindungi revolusi”
9
9. Administrasi revolusi
10. Revolusi budaya
Pada 1973, pemerintah Libya menetapkan bahwa pada hari libur, sekolah-sekolah tetap
masuk. Hal ini untuk mengajarkan prinsip-prinsip politik Khadafi ke sekolah-sekolah. Ada
dua cabang pemerintahan di Libya. “Sektor Revolusioner” terdiri dari Pemimpin Revolusi
Khadafi, Komite Revolusioner dan para anggota lainnya dari 12 Dewan Komandan
Revolusioner, yang didirikan padan tahun 1969. Kepemimpinan revolusioner tidak dipilih
dan tidak bisa dikeluarkan dari kantor, mereka berada dalam kekuasaan berdasarkan
keterlibatan mereka dalam revolusi.
Sektor kedua, Jamariyah, terdiri dari Kongres Rakyat Dasar di masing-masing 1500 kota,
32 Kongres Rakyat Sha’biyat untuk daerah, daan Kongres Nasional Rakyat Umum, Badan-
badan legislatif yang di wakili oleh sesuai lembaga eksekutif (Komite Rakyat Daerah,
Komite Rakyat Sha’biyat dan Nasional Komite Rakyat Umum/Kabinet)
Pemerintah mengontrol media baik baik milik pemerintah dan swasta. Dalam kasus yang
melibatkan pelanggaran dari pers swasta, seperti The Post Tripoli, telah di sensor meskipun
artikel yang kritis terhadap kebijakan yang telah diminta dan sengaja di terbitkan oleh
kepemimpinan revolusioner itu sendiri sebagai alat untuk memulai reformasi. Partai politik
dilarang oleh 1972, melalui Undang-undang Dasar 1971, pembentukan organisasi non
pemerintah (LMS) diperbolehkan. Namun, karena mereka harus sesuai dengan tujuan
revolusi, jumlahnya terbilang kecil dibandingkan dengan di negara-negara tetangga. Serikat
pekerja tidak ada, tapi banyak asosiasi profesional diintegrasikan ke dalam struktur negara
sebagai pilar ketiga, bersama dengan Kongres Rakyat dan Komite. Asosiasi profesional
mengirim delegasi ke Kongres Rakyat Umum, dimana mereka memiliki mandat
representatif.
Pada bulan Oktober 1993, ada upaya pembunuhan gagal pada Khadafi oleh unsur-unsur
tentara Libya. Ada seejumlah kelompok politik menentang Khadafi :
4. Konferensi Nasional Oposisi Libya
5. Front Nasional untuk Keselamatan Libya
6. Komite Aksi Nasional Libya di Eropa
10
Sebuah situs web, aktif mencari dan melakukan upaya penggulingan, didirikan tahun
2006 dan memuat daftar 343 korban pembunuhan dan pembuangan politik. Terlibat dalam
percakapan politik dengan orang asing adalah kejahatan diancam dengan tiga tahun penjara.
Bahasa asing dihapus dari kurikulum sekolah. Salah satu pengunjuk rasa tahun 2011
menggambarkan situasi sebagai : tidak ada di antara kita dapat berbicara bahasa Inggris atau
Prancis.
Khadafi membuat rakyatnya bodoh, sehingga mata mereka tertutup. Rezim sering kejam
pada pembangkang publik dan sering menampilkan eksekusi yang disiarkan ulang di saluran
televisi negara. Libya merupakan negara paling di sensor di Timur Tengah dan Afrika Utara,
menurut Indeks Kebebasan Pers. Liga Hak Asasi Manusia Libya, yang berbasis di Geneva,
memohon kepada dunia internasional untuk mengadakan penyelidikan independen ke dalam
kerusuhan di Benghazi Februari 2006 dimana sekitar 30 orang Libya dan orang asing tewas.
Fathi Eljahmi adalah seorang tokoh pembangkang yang dipenjarakan dari tahun 2002
sampai kematiannya pada tahun 2009 untuk menyerukan peningkatan demokratisasi di
Libya. Pada Februari 2011, sebagai bagian dari protes 2010-2011 Timur Tengah dan Afrika
Utara, demonstrasi Libya sedang berlangsung, dan telah menjadi aksi dan massal melawan
Khadafi, yang telah kehilangan kontrol dari beberapa bagian negara. Oposisi Khadafi
menuduh dia menggunakan tentara bayaran asing untuk memperkuat rezimnya. Mantan
menteri keadilan Khadafi, Mustafa Abdel-Jalil, mengatakan kepada koran Swedia Expreesen
bahwa ia memiliki bukti-bukti, Khadafi memerintahkan pemboman Lockerbie tahun 1988.
Pihak oposisi yang selama ini diberangus bersama kekuatan rakyat segera
mendeklarasikan 17 Februari 2011 sebagai “Hari Kemarahan”. Hari ini merupakan
peringatan peristiwa anti-Khadafi pada tahun 2006, yang dapat di tumpas orang kuat Libya
ini secara sempurna. Kali ini setelah kejatuhan Mubarak, Khadafi mulai sadar, tantangan
kekuatan rakyat yang bergejolak tidak bisa lagi diremehkan. Sebab itu, menjelang 17
Februari 2011 ia mengundang sejumlah aktifis politik, pemimpin media, dan LSM sembari
wanti-wanti agar tidak menggalang massa melawan kekuasaannya.
Namun, rayuan dan ancaman Khadafi gagal. Keadaan kian memburuk sejak demonstrasi
besar 17 Februari 2011 dan ketika Khadafi juga mulai mengerahkan tentara sewaan dari
11
Chad dan bahkan Korea Utara untuk menembaki demonstran. Jumlah mereka yang tewas
sekitar 300 orang atau bahkan lebih banyak. Tindakan brutal ini mengundang kecaman dari
kalangan pejabat tinggi dan militer Libya yang kian banyak mengundurkan diri dan juga
masyarakat internasional.
Kini bisa dipastikan terjadinya “perang saudara” di antara Khadafi dan kaum demonstran,
khususnya di Benghazi dan ibukota Tripoli. Kekuatan rakyat yang eksplosif kian sulit di
bendung Khadafi yang dalam pernyataan terakhirnya menyatakan akan terus bertahan di
Libya, hidup atau mati. Akan tetapi pada akhirnya Khadafi tewas di bunuh oleh kelompok
opisisi.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui studi
kepustakaan. Dalam melakukan studi kepustakaan, diperoleh data-data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari peraturan hukum, hasil penelitian, buku-buku, makalah dan jurnal hukum. Oleh
karena itu dalam melakukan penelitian penulis memerlukan data yang konkrit sebagai bahan
pembahasan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Metode Pendekatan
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis normatif.
Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) adalah6 penelitian yang bertujuan untuk
meneliti asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum, sejarah hukum,
perbandingan hukum, inventarisasi hukum positif, dan penelitian hukum klinis.
Sedangkan penelitian hukum empiris adalah7 penelitian yang bertujuan untuk
menemukan jawaban-jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari dari
fakta-fakta sosial yang bermakna hukum dalam suatu masyarakat tertentu. Hal tersebut
berarti pendekatan masalah melalui penelitian hukum dengan mempelajari perundang-
undangan, dokumen-dokumen hukum.
6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2007, hal. 507Soetandyo Wignyosoebroto, Ragam-ragam Penelitian Hukum, dalam Sulistyowati Irianto dan Shidarta (Editor), Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi, Pusat Kajian Wanita dan Jender Universitas Indonesia bekerjasa dengan Yayasan Obor Indonesia, Indonesia Australia Legal Development Facility, dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Jakarta, 2009, hal.121
12
2. Sumber dan jenis data yang dibutuhkan
A. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari:
1) Penelitian Kepustakaan, merupakan penelitian yang dilakukan terhadap buku-
buku, karya ilmiah, undang-undang dan peraturan yang terkait lainnya. Bahan-
bahan penelitian kepustakaan ini penulis peroleh dari:
a) Berbagai perpustakaan;
b) Internet.
B. Jenis Data
Data yang dikumpulkan meliputi:
1) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan untuk
memberikan penjelasan tentang data primer. Data sekunder ini terbagi tiga antara
lain:
I. Bahan hukum primer, yaitu data-data yang diperoleh dari peraturan
perundang-undangan yang relevan dan konvensi internasional dengan
permasalahan yang akan dibahas, antara lain:
a) Statuta Roma;
b) Statuta ICTY;dan
c) Statuta ICTR
II. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer agar dapat membantu menganalisa dan
memahaminya, seperti: teori-teori dan pendapat para sarjana, buku-buku,
makalah, dan lainnya.
III. Bahan tertier, yakni bahan hukum yang memberikan informasi dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Hukum (black
law), Kamus Bahasa Inggris.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam usaha menghimpun data, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
13
1. Studi dokumen, yakni mempelajari dokumen-dokumen yang erat berhubungan
dengan masalah yang diteliti penulis.
D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan data, dilakukan dengan proses editing, yakni pemilihan terhadap data
yang diperoleh dan merapikannya apabila tidak teratur dan sempurna.
b. Analisis Data, merupakan penyusunan terhadap data yang yelah diperoleh untuk
mendapatkan kesimpulan. Dalam menganalisis data menggunakan analisis
kualitatif, yaitu menggambarkan keadaan dan peristiwasecara menyeluruh
dengan suatu analisis yang didasarkan pada teori ilmu pengetahuan hukum,
perundang-undangan, pendapat ahli, termasuk pengalaman yang penulis dapatkan
selama melakukan penelitian dilapangan dan tidak menggunakan angka-angka
atau rumus statistik tetapi mengungkapkan dalam bentuk kalimat.
E. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, maka hanya menggambarkan objek penelitian secara
objektif, dalam hal ini hanya yang berhubungan dengan aturan hukum internasional tentang
kejahatan internasional menurut hukum internasional/hukum humaniter internasional.
G. Sistematika Penulisan
Agar proposal ini dapat dipahami dan dimengerti secara jelas maka proposal ini disusun
secara sistematis, berikut uraian yang terbagi dalam beberapa bab dan masing-masing bab dibagi
dalam beberapa sub bab :
Bab I Bagian ini merupakan bagian pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian yang
dilakukan serta sistematika penulisan.
Bab II Bagian ini membahas tentang tinjauan pustaka yang meliputi tinjauan umum tentang
pengertian laut teritorial serta hak dan kewenangan negara serta tanggung jawab negara
dalam perlindungan keselamatan pelayaran pada laut teritorialnya baik dari segi
penetapan alur perlintasan maupun proteksi oleh patroli keamanan oleh Indonesia baik
terhadap kendaraan air asing yang melakuakn lintas damai di laut territorial Indonesia
maupun kendaraan air berbendera Indonesia.
14
Bab III Pada bagian ini akan disampaikan hasil penelitian serta pembahasan dari permasalahan
yang diangkat, yang mencakup definisi kejahatan inernasional, dan pengaturan peradilan
dan sanksi bagi pelaku kejahatan perang di dalam hukum internasional dan nasional,
dasar hukum yang menjadi landasan untuk mengadili dan menjatuhkan sanksi bagi
pelaku kejahatan internasional dan dampaknya bagi kedaulatan negara.
Bab IV Bagian ini merupakan bagian penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Kejahatan International menurut Hukum International
Kejahatan International juga dikenal dengan “gross violation of human rights” atau
“grave breaches of guman rights” dan dalam konteks Indonesia dikenal dengan istilah
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat8. Pada awal perkembangan Hukum Pidana 8 Selanjutnya penulis akan memakai istilah kejahatan internasional
15
Internasional, dikenal tiga jenis kejahatan internasional, yaitu: kejahatan perang, genosida, dan
agresi. Perkembangan kualitas kejahatan terutama sejak Peradilan Nuremberg (1946)
menunjukkan bahwa, batas – batas teritorial antara suatu negara dengan negara lain baik dalam
kawasan yang berbeda sudah semakin menghilang. Dewasa ini hampir dapat dipastikan bahwa
semua jenis kejahatan tidak lagi dapat dipandang hanya termasuk kedalam yurisdiksi criminal
suatu negara, sehingga dalam perkembangan sering menimbulkan konflik yurisdiksi yang
mengganggu hubungan antar negara yang berkepentingan di dalam kasus tindak pidana yang
bersifat lintas batas. Namun dalam hal mengadili pelaku kejahatan internasional, yurisdiksi
negara dimana kejahatan itu dilakukan dan kewarganegaraan dari korban tersebut lebih d
utamakan.
Definisi kejahatan internasional telah dikemukakan oleh Bassiouni sebagai berikut :
“International crime is any conduct which is designated as a crime in multilateral will a
significant number of state parties to it, provided the instrument contains one of the ten
penal characteristic”9
Dimana menurut Bassiouni kejahatan internasional adalah setiap tindakan yang
diterapkan dalam konvensi – konvensi internasional (multilateral) dan diikuti oleh sejumlah
negara – negara anggota peserta, asalkan didalamnya terkandung salah satu dari kesepuluh
karakteristik pidana.
Terdapat ciri pokok yang membedakan apakah suatu tindakan merupakan kejahatan
internasional atau bukan. Unsur – unsur atau kriteria kejahatan internasional menurut Bassiouni
meliputi10 : unsur internasional termasuk ancaman langsung dan tidak langsung terhadap
9 Bassiouni (1986 : 2-3), dikutip dari Romli Atmasasmita,…Op.Cit,hlm. 3710 Ibid, hlm, 46-47
16
perdamaian dan keamanan dunia serta menggoyahkan perasaan kemanusiaan, unsur
transnasional termasuk tindakan yang memiliki dampak terhadap warganegara lebih dari satu
negara dan sarana prasarana serta metode – metode yang dipergunakan melampaui batas – batas
teritorial suatu negara, unsur kebutuhan termasuk akan kerjasama antar negara – negara untuk
melakukan penanggulangan.
Setelah menguraikan definisi, berbagai jenis tindakan serta kriteria dari kejahatan
internasional secara umum, maka penulis akan mempersempit pokok permasalahan yang akan
dibahas mengenai kejahatan internasional ini yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan
genosida, dan kejahatan perang.
1.`Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan kejahatan yang melanggar batas – batas
kemanusiaan, sehingga di rumuskan sebagai kejahatan internasional yang sekaligus menegaskan
bahwa pelanggaran – pelanggaran berat atas hak azasi manusiatidak lagi hanya merupakan
urusan suatu negara saja, melainkan masyarakat internasional secara keseluruhan.
Walaupun kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi akibat peperangan, namun kejahatan
ini di bedakan dari kejahatan perang. Apabila kejahatan perang hanya terjadi pada saat perang,
maka kejahatan terhadap kemanusiaan dapat terjadi baik pada saat perang maupun saat damai.
Pasal 6 (c) Piagam Nuremberg tentang Crimes against humanity, menjelaskan bahwa :
“Kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan segala bentuk tindakan pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi, dan berbagai tindakan yang tidak berperikemanusiaan lain yang dilakukan terhadap penduduk sipil, maupun sebelum saat perang, atau sesama kejahatan lainnya yang dilatar belakangi persekusi dengan alasan politik, ras, dan agama…”
17
Sekretaris Jenderal PBB dalam laporannya kepada Dewan Keamanan PBB tanggal 3 Mei
1993 memberikan definisi tentang kejahatan kemanusiaan11 :
“Tindakan – tindakan tidak berperikemanusiaan yang sangat serius, seperti pembunuhan, penyiksaaan, atau pemerkosaan, yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematik terhadap penduduk sipil, dimana serangan ini dilatarbelakangi perbedaan kewarganegaraan, politik, etnik, ras, dan agama.”
Dalam definisi ini, dinyatakan bahwa kejahatan kemanusiaan dilakukan sebagai bagian
serangan meluas terhadap penduduk sipil. Hal yang sama juga dinyatakan dalam Pasal 5 Statuta
ICTY, namun perbedaannya adalah definisi yang diberikan Sekretaris Jenderal PBB dapat
dikayakan sebagai pandangan umum, bukan merupakan suatu definisi hokum, atau dengan kata
lain tidak memiliki kekuatan hokum.
Pasal 5 Statuta ICTY mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan selengkapnya
menyatakan :
Pengadilan internasional mempunyai kewenangan untuk menuntut orang – orang yang bertanggung jawab atas kejahatan – kejahatan di bawah ini, yang dilakukan pada saat konflik bersenjata baik yang bersifat internasional maupun internal, dan dilakukan terhadap penduduk sipil :
a. Pembunuhan.b. Pemusnahan.c. Perbudakan.d. Deportasi dan pemindahan paksa.e. Pemenjaraan.f. Penyiksaan.g. Pemerkosaan.h. Penganiayaan karena alasan politik, ras, dan agama.i. Tindakan – tindakan lain yang tidak berperikemanusiaan.
Dari uraian pasal 5 diatas, dapat dilihat adanya dua kategori kejahatan terhadap
kemanusiaan :
11 Report of The Secretary General Pursuant to paragraph 2 of Security ouncil Resolution 808 (1993), par. 48
18
1. Kejahatan terhadap kemanusiaan yang mensyaratkan adanya maksud tertentu
(specific intent) dari pelaku.
2. Kejahatan yang tidak mensyaratkan adanya maksud tertentu dari pelaku.
Kejahatan yang dapat digolongkan dalam kategori pertama adalah persekusi berdasarkan
alasan politik, ras, agama, seperti yang tercantum dalam dalam pasal 5(h).Untuk dapat dituntut
berdasarkan kejahatan ini maka penuntut harus dapat membuktikan adanya maksud diskriminatif
(discriminatory intent) dari pelaku. Sedangkan kejahatan yang tergolong kategori kedua adalah
kejahatan lain yang tidak tergolong kejahatan yang pertama.
Istilah ‘dalam skala besar’ atau ‘meluas’ (widespread) berarti kejahatan tersebut
dilakukan dalam skala yang besar dan dalam wilayah yang luas.12 Sedangkan istilah “sistematis”
(systematic) berarti bahwa tindakan tersebut memiliki pola tertentu sebagai alat untuk
menimbulkan penderitaan pada korban.13
Definisi kejahatan terhadap kemanusiaan yang disepakati negara – negara di dunia
dirumuskan dalam pasal 7 Statuta Roma 1998 yang menyatakan :
“…kejahatan terhadap kemanusiaan adalah setiap kejahatan yang di uraikan dibawah ini yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil…”
Tindakan – tindakan yang dimaksud adalah :
a. Pembunuhan.b. Pemusnahan.c. Perbudakan.d. Deportasi.e. Pemenjaraan atau perampasan kebebasan fisik dengan melanggar dasar – dasar
hukum internasional.f. Penyiksaan.
12 Roger. S Clark dan Medeleine Sann, The Prosecution of International Crimes, Transactio Publisher New Brunswrick, 1996, hlm.22813 ibid
19
g. Pemerkosaan, perbudakan seksual, prostitusi paksa, kehamilan paksa, sterilisasi paksa, atau bentuk – bentuk kekerasan lainnya.
h. Eksekusi terhadap suatu kelompok berdasarkan alasan politik, ras, warga negara, etnis, kebudayaan, agama, dan jenis kelamin.
i. Penghilangan paksa.j. Kejahatan apartheid.k. Tindakan – tindakan tidak berperikemanusiaan lainnya bahwa yang bersangkutan
secara sengaja menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius pada badan, mental, atau kesehatan fisik.
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa walaupun dasar pemidanaan terhadap
kemanusiaan berawal dari Hukum Humaniter, namun dalam perkembangannya kejahatan
terhadap kemanusiaan sudah terlepas dari konteks kejahatan perang, dan dapat terjadi walaupun
dalam keadaan damai. Hal ini dapat dilihat dari definisi di atas dengan tidak mengkaitkan
kejahatan terhadap kemanusiaan dengan kejahatan perang.
Selain istilah “tindakan yang ditujukan kepada penduduk sipil” (civilian population),
berarti bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan mengecualikan tindakan – tindakan yang
dilakukan seseorang terhadap individu lain yang tergolong sebagai tindakan criminal biasa
(ordinary crime). Dalam pasal 7 ayat 2 Statuta Roma juga dinyatakan bahwa yang dimaksud
dengan serangan yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil, berarti serangkaian
perbuatan yang mencakup pelaksanaan berganda dari perbuatan yang dimaksud dalam ayat 1
sebagai kelanjutan dari kebijaksanaan negara atau organisasi yang melakukan serangan serangan
tersebut. Unsur terakhir ini mensyaratkan adanya tindakan yang melibatkan kebijaksanaan
organisasi atau negara untuk melakukan serangan terhadap penduduk sipil.14
Dengan demikian, hal yang perlu ditekankan dalam definisi kejahatan terhadap
kemanusiaan adalah bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan khusus yang memiliki tingkat
yang lebih tinggi pertanggung jawabannya jika dibandingkan dengan kejahatan biasa. Oleh
14 Rancangan Preparatory Commision for The International Criminal Tribunal, annex 3
20
karena itu sifat yang harus selalu ada dalam dalam kejahatan terhadap kemanusiaan ini adalah
adanya serangan meluas dan sistematis yang ditujukan kepada penduduk sipil, yang melibatkan
kebijaksanaan organisasi atau negara yang bersangkutan, serta pelaku menyadari kejahatan yang
dilakukannya. Hal tersebut merupakan unsure utama (substantive element) dalam membuktikan
atau menuntut seseorang yang diduga bertanggung jawab atas suatu kejahatan terhadap
kemanusiaan.
Pengesahan Statuta Roma tentang pendirian Mahkamah Pidana Internasional (Rome
Statue on the establishment of the International Criminal Tribunal Court / ICC) pada tanggal 17
juli 1998 merupakan puncak perkembangan hokum internasional untuk memerangi kejahatan
terhadap kemanusiaan. Dalam Statuta ditetapkan bahwa ICC memiliki yurisdiksi untuk
mengadili pelaku pelanggaran terhadap kejahatan internasional, yaitu : kejahatan genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Dengan ditetapkannya
yurisdiksi ICC untuk mengadili pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan didalam Statuta yang
merupakan perjanjian multilateral, mengkokohkan konsep tersebut menjadi suatu treaty norm
(morma yang didasarkan kepada suatu perjanjian internasional). Statuta ini juga menegaskan
kejahatan terhadap kemanusiaan tidak juga dapat terjadi pada masa perang atau konflik
bersenjata tetapi juga dapat terjadi pada masa damai. Sedangkan pihak yang bertanggung jawab
atas kejahatan tersebut tidak terbatas pada aparatur negara (state actor) saja, tetapi juga termasuk
pihak yang bukan dari unsure negara (non state actor).
2. Kejahatan Genosida
Istilah Genosida di perkenalkan pertama kali oleh Raphael Lemkin, genosida berasal dari
bahasa Yunani “genos” artinya ras/suku, dan “cide” dari bahasa latin yang artinya pembunuhan.
Menurut Lemkin :
21
“Genosida berarti pembunuhan kelompok etnis. Secara umum, genosida tidak harus berarti pemusnahan yang segera terhadap suatu bangsa. Ini artinya sebagai adanya unsur niat yang sudah direncanakan lebih dahulu melalui berbagai tindakan yang ditujukan untuk menghancurkan fondasi utama kehidupan kelompok suatu bangsa. Cara pelaksanaannya biasanya dengan cara memecah belah institusi politik, sosial, budaya, bahasa, perasaan kebangsaan, agama dan lain – lain, dan pemusnahan terhadap keamanan pribadi, kemerdekaan, kesehatan, martabat, dan bahkan kehidupan individu dari suatu kelompok…”
Kejahatan ini di atur dalam Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Genosida Tahun
1949 :
“Genosida berarti tindakan dengan kehendak menghancurkan sebahagian atau keseluruhan kelompok nasional, etnis, ras, atau agama, atas salah satu dari lima tindakan berikut, yaitu :a. Membunuh anggota kelompokb. Menyebabkan cacat tubuh atau mental yang serius terhadap kelompok.c. Secara sengaja dan tersencana mengkondisikan hidup kelompok kea rah kehancuran
fisik secara keseluruhan atau sebahagian.d. Memaksakan langkah – langkah yang ditujukan untuk mencegah kelahiran dalam
kelompok tersebut.e. Dengan paksa memindahkan anak – anak kelompok tersebut ke kelompok lain.
Dalam Statuta ICTR kejahatan genosida di atur dalam pasal 3 dan dalam Statuta ICTY
kejahatan genosida di atur dalam pasal 4, yang dimana rumusan pasal tersebut hampir sama,
yaitu :
“Kejahatan genosida adalah tindakan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan keseluruhan atau sebahagian kelompok warga negara, etnis, ras, atau agama seperti : pembunuhan anggota kelompok, tindakan untuk mencegah kelahiran, memindahkan anak – anak dari suatu kelompok ke kelompok lain.”
Dalam Statuta Roma pasal 6 tentang kejahatan genosida berbunyi :
“Genosida diartikan sebagai setiap perbuatan yang di lakukan untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok agama, dengan cara:
a. Membunuh anggota kelompok.b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota – anggota
kelompok.c. Menciptakan kondisi kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik
baik seluruh atau sebahagiannya.
22
d. Memaksakan tindakan – tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
e. Memindahkan secara paksa anak – anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Dari pasal 6 Statuta Roma tentang genosida, dapat di tarik kesimpulan bahwa pelaku
harus memiliki “maksud” yang jelas untuk melakukan penghancuran, pemusnahan sebahagian
atau seluruhnya dari suatu kelompok bangsa, etnis, ras, dan agama walaupun maksud dan
tujuannya tidak selesai ataupun sudah selesai.
Dalam pasal 30 Statuta Roma, juga memuat unsur “maksud”, Unsur “maksud” disini
adalah :
Unsur Mental
1. Kecuali ditetapkan lain, seseorang bertanggung jawab secara pidana dan dapat di jatuhi hukuman atas suatu hukuman atas suatu kejahatan yang berada dalam Yuridiksi Mahkamah hanya kalau unsur materil itu di lakukan dengan sengaja atau sadar.
2. Seseorang mempunyai maksud apabila :a. Dalam hubungan dengan perbuatan, orang tersebut ikut serta dalam perbuatan
tersebut.b. Dalam hubungan dengan akibat, orang tersebut bermaksud untuk menimbulkan
konsekuensi itu atau menyadari bahwa hal itu akan terjadi dalam jalannya peristiwa.
3. Untuk keperluan pasal ini, “pengetahuan” berarti kesadaran bahwa suatu keadaan ada suatu konsekuensi akan terjadi dalam perkembangan kejadian yang biasa. “mengetahui” dan “dengan maklum “ harus ditafsirkan sesuai dengan itu.
Konvensi Genosida tahun 1948 merupakan norma yang sifatnya mengikat semua negara
walaupun negara tersebut bukan merupakan negara yang juga ikut meratifikasi. Hal ini di
karenakan adanya ketentuan yang terdapat dalam Konvensi tersebut, bahwa Konvensi Genosida
telah diterima oleh masyarakat internasional sebagai hukum yang mengikat negara – negara
secara moral atau disebut juga dengan “opinio juris sive necessitatis”
3. Kejahatan Perang
23
Yang dimaksud kejahatan perang adalah bentuk pelanggaran terhadap hukum perangdan
hokum kebiasaan dalam konflik bersenjata dan tindakan tersebut harus di hokum, baik itu di
lakukan oleh kombatan maupun penduduk sipil termasuk di dalamnya suatu bangsa maupun
negara netral.15
Dalam Konvensi Den Haag tentang hukum dan kebiasaan perang di darat tahun 1907,
kejahatan perang di istilahkan dengan “serious violation”.16 Berbeda dengan Konvensi –
konvensi Jenewa 1949 dan protokol tambahan Jenewa 1977 yang mengistilahkan kejahatan
perang sebagai “grave breaches”.17 Begitu juga dengan Konvensi Genosida yang menyebutkan
definisi kejahatan perang sebagai “a crime under international law”.18
Berbeda dengan Konvensi – konvensi di atas, dalam statute ICTY dan ICTR menyebut
kejahatan perang sebagai “serious violation of international humanitarian law”.19 Dan dalam
Statuta Mahkamah Pidana Internasional memberikan istilah kejahatan perang sebagai “the most
serious crime”.20
Walaupun banyak istilah yang digunakan, semuanya merujuk pada tindakan – tindakan
kejahatan yang dilakukan pada saat perang, yang di kenal juga dengan istilah kejahatan perang.
15 L.C Green, The Contemporary Law of Armed Conflict, Second Edition, 16 Pasal 40 Konvensi mengatakan : Any “serious violation” of the armistice by one of the parties gives the other party the right to denouncing it, and even, in cases of emergency, of recommencing hostilities immediately.17 Ketentuan bersama (common articles) dari Pasal 49, 50, 129, dan pasal 146 dari Konvensi I, II, III, dan IV menyatakan : “The High Contracting Parties undertake to enact any legislation necessary to provide effective penal sanction for persons comittin, or ordering to be comitted, any of the ‘grave breaches’, of the present convention defined in following articles”. Pasal 85 dan 86 dari Protocol Tambahan 1977, juga merupakan terminologi “grave breaches”.18 Pasal 1 Konvensi Genosida menyebutkan : “The Contracting Parties confirm that genocide, whether commited in time of peace in time of war, is ‘a crimre under international law’ whoch they undertake to prevent and punish”19 Pasal 1 Mukadimah Statuta ICTY : “The International Tribunal shall heve the power to prosecute persons responsible for ‘serious violation of international humanitarian law’, commited in teritor of the former Yugoslavia since 1 January 1991 in accordance with the provision of the present statue”.20 Pasal 5 Statuta menyatakan : “The jusdiction of court shall be limited to ‘the most serious crime’ of concern to the international community as a whole”
24
Terlepas dari penggunaan istilah kejahatan perang yang berbeda – beda, perbuatan tersebut tetap
di kategorikan sebagai tindakan kejahatan perang yang menuntut pertanggung jawaban si pelaku.
Bentuk – bentuk tindakan yang di kategorikan sebagai kejahatan perang, dapat di lihat
dari berbagai praktek peradilan internasional untuk mengadili penjahat perang dunia II, yaitu
Mahkamah Tokyo dan Mahkamah Nuremberg.
Mahkamah Nuremberg di bentuk berdasarkan Piagam Nuremberg yang biasa disebut
London Charter. Mahkamah ini telah menjatuhkan hukuman kepada dua puluh empat tersangka.
Ada tiga kaategori kejahatan yang menjadi yurisdiksi dari mahkamah ini yaitu crimes against
peace, war crimes, dan crimes against humanity, akan tetapi ketiga jenis kejahatan tersebut
semuanya disebut sebagai kejahatan perang (war crime). Dengan kata lain, orang yang
melakukan kejahatan perang terhadap perdamaian, kejahatan terhadap kemanusiaan tetap disebut
penjahat perang (war criminal). Mochtar Kusumaatmadja menyetujui pendapat tersebut dengan
mengemukakan ketiga jenis kejahatan ini sebagai kejahatan perang dan dituntut serta di hukum
dalam pengadilan perang Nuremberg.21
Definisi kejaahatan perang menurut Pasal 6 (b) Piagam Nuremberg :22
“War crimes : namely violations of the laws of customs of war. Such violations shall include, but not be limited to, murder, ill-treatment or deportation to slave labor or to any purpose of civilian population of or in the occupied territory, murder or ill-treatment of prisoner of war or persons on the seas, killing of hostages, plunder of public or private property, waton destruction of cities, town or villages, or devastation not justified by military necessity.”
Jadi, piagam tersebut memberikan batasan – batasan tindakan kejahatan perang yang meliputi :
1. Pembunuhan, perlakuan tidak wajar, dan pengasingan / pembuangan terhadap para budak / buruh atau terhadap populasi sipil tertentu untuk tujuan penguasaan suatu wilayah.
21 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Buku I, Cetakan Ketujuh, Binacipta,Bandung,1988,hlm. 7522 Ibid,hlm. 185
25
2. Pembunuhan atau perlakuan semena – mena lainnya terhadap tawanan perang, serta para sandera.
3. Merampas barang – barang milik umum ataupun pribadi.4. Melakukan perusakan atau penghancuran secara semena – mena terhadap kota, desa –
desa atau daerah – daerah yang tidak dapat di benarkan dengan alasan keperluan militer.
Setelah perang Dunia II selesai, di bentuklah dua Mahkamah Ad hoc Internasional lain,
yang mengadili para penjahat perang di eks-Yugoslavia (ICTY) dan Rwanda (ICTR).
Pasal 3 Statuta ICTY mengatur tentang pelanggaran terhadap hokum dan kebiasaan
perang, dan batasan – batasan :
1. Menggunakan senjata – senjata beracun atau senjata mematikan lainnnya yang dapat menimbulkan penderitaan yang tidak perlu.
2. Penghancuran dan perusakan kota – kota, desa – desa, atau daerah tertentu yang tidak dapat di benarkan berdasarkan alasan keperluan militer.
3. Penyerangan, pemboman untuk maksud apapun, terhadap gedung – gedung, desa – desa, kota – kota atau daerah yang tidak ada pertahanan.
4. Melakukan perusakan dan penghancuran terhadap tempat – tempat ibadah, sarana kebudayaan, pendidikan, seni dan ilmu pengetahuan, serta monumen – monumen bersejarah lainnya.
5. Melakukan perampasan teerhadap hak milik umum dan pribadi.
B. Tinjauan umum tentang Tanggung Jawab Individu Atas Pelanggaran Kejahatan
Internasional
26
Sebelum membahas tentang tanggung jawab individu atas pelanggaran terhadap
kejahatan internasional, akan lebih baik dibahas terlebih dahulu tanggung jawab negara dalam
kejahatan internasional.
Masalah tanggung jawab negara terhadap kejahatan internasional bias dilihat dalam
pembentukan Draft Code of of Against The Peace and Security of Mankind oleh ILC. Dalam
resolusi Dewan Keamanan No. 36/106 tanggal 10 Desember 1981 meminta ILC untuk membuat
kodifikasi tentang Kejahatan terhadap Perdamaian dan Keamanan Dunia (Crimes Against The
Peace and Security of Mankind), diamana didalamnya terdapat pertimbangan untuk memasukkan
subjek hukum lain selain individu, yaitu negara dalam pertanggung jawabannya atas kejahatan
internasional. Maksud dari ILC ini adalah untuk membuat harmonisasi antara Draft Code 1954
yang sangat membedakan antara tanggung jawab individu dalam kejahatan internasional dengan
pasal 19 Draft Articles tentang tanggung jawab negara, yang menghasilkan Draft Code 1991
yang intinya menyatakan bahwa23:
“Penghukuman terhadap individu atas kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan
dunia tidak berarti membebaskan negara terhadap tanggung jawabnya dibawah hukum
internasional terhadap tindakan kelalaian (omission) negara tersebut terhadap perbuatan individu
yang bersangkutan. Peraturan ini mengartikan bahwa hukuman terhadap individu atas suatu
kejahatan tidak berarti membebaskan suatu negara terhadap penghukuman atas kejahatan
serupa…”
Dalam Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Genosida Tahun 1948, tiap negara
dibebankan kewajiban untuk mengadakan penuntutan terhadap pelaku kejahatan genosida
melalui tindakan – tindakan :
23 Shaw,Op.Cit,hlm.304,dikutip dari Huala Adolf,Op.Cit,hlm.141
27
1. Menetapkan perundang-undangan berdasarkan konstitusi yang berisi pengenaan hukuman bagi orang – orang yang bersalah melakukan kejahatan genosida atau tindakn – tindakan lainnya.
2. Melaksanakan peradilan nasional di negara wilayah tindakan kejahatan di lakukan3. Melakukan ekstradisi bagi pelaku kejahatan genosida dengan pengecualian kejahatan
tersebut sebagai kejahatan politik
28
Top Related