Kelompok 12
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit hati.
Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari
bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk
menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat
otopsi.
Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler
(seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respons fibrosis terhadap
kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses
fibrosis biasanya tidak reversibel.
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000
kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama
yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1.2% seluruh kematian di
AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima. Setiap tahun
ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant
hepatic failure).3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus (virus hepatitis A dan B),
obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides atau jamur yellow death-cap),
hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai macam penyebab lain yang jarang
ditemukan.
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun dari
beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis
klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit
dalam umumnya berkisar antara 3.6-8.4% di Jawa dan Sumatra, sedang di Sulawesi
dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah
3.5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47.4% dari
seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan
penyakit kronik progressif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas jika tidak ditindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat
dilakukan jika para praktisi medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko,
Cirrhosis Hepatis Page 1
Kelompok 12
etiologi, pathogenesis, serta tanda dan gejala klinis dari sirosis hati. Oleh karena itu,
penulis mengangkat sirosis sebagai tema prensentasi kasus agar mampu mengenal
lebih dalam mengenai penyakit ini sehingga mampu menerapkan penatalaksanaan
dan terapi yang rasional terhadap pasien.
Cirrhosis Hepatis Page 2
Kelompok 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI HATI
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran
atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram.
Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak
bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang
berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma.
Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi
peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke
hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak
di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.
falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian
dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum
sblh prox ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan
duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi
anterior dari Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior ki–ka dan Lig coronaria posterior ki-
ka :Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria
anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan
epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan
bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran
hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola
Cirrhosis Hepatis Page 3
Kelompok 12
mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu
lobus kanan yang besar dan lobus kiri.
o Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar
mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti
spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana
akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-
sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh
karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel
kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro
dibandingkan kapiler-kapiler yang lain .Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1
sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak
parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg
merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar
dari hepar).Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat
yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-
cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika
akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan
Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel
hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya
ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari
saluran empedu menuju kandung empedu.
Cirrhosis Hepatis Page 4
Kelompok 12
2.2 FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati
yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1
sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan
sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui
heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa
mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic
acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid
(asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan
katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol
.Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi,
hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses
transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati
merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan
organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂
- globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β
Cirrhosis Hepatis Page 5
Kelompok 12
– globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino
dengan BM 66.000
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X.
Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi,
bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin
harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan
Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti
zat racun, obat over dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai
imun livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/
menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25%
dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar
dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini
berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ
penting untuk mempertahankan aliran darah.
Cirrhosis Hepatis Page 6
Kelompok 12
Gambar : sirkulasi hepar
2.3 SIROSIS HATI
a. Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti
pada payah jantung, obstruksi saluran empedu, juga pembentukan nodul saja
seperti pada sindrom felty dan transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis
hepatis. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur
hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
b. Insidens
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara
Cirrhosis Hepatis Page 7
Kelompok 12
golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun. Pada pasien
ini jenis kelaminnya wanita, dan usianya adalah 43 tahun.
c. Klasifikasi
Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada
Stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya
stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata. Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium
ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
Pasien ini memiliki gajala dan tanda klinis yang jelas seperti eritem palmar,
ascites, ikterus, dan edema, sehingga diagnosis kerja lebih mengarah pada
sirosis hati decompensata.
d. Etiologi
1. Alkohol
Alcohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutama di
dunia barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keterautran dari
konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan
kronis melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari individu-individu yang
meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai 16 ounces minuman keras
(hard liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan
mengembangkan sirosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-
penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis),
ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau
alcoholic hepatitis), ke sirosis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)
merujuk pada suatu spektrum yang lebar dari penyakit hati yang, seperti
Cirrhosis Hepatis Page 8
Kelompok 12
penyakit hati alkoholik (alcoholic liver disease), mencakup dari steatosis
sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic steatohepatitis (NASH), ke
sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai bersama-sama
akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena
NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlah-
jumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak aspek-aspek, gambaran
mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang dapat terlihat pada
penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan. NAFLD
dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin, yang pada
gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes mellitus
tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari resistensi
insulin, sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit
hati yang paling umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24%
dari semua penyakit hati.
2. Sirosis Kriptogenik, Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh
penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi)
Sirosis Kriptogenik, Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh
penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum
untuk pencangkokan hati. Diistilahkan sirosis kriptogenik (cryptogenic
cirrhosis) karena bertahun-tahun dokter-dokter telah tidak mampu untuk
menerangkan mengapa sebagain dari pasien-pasien mengembangkan sirosis.
Dokter-dokter sekarang percaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh
NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan,
diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam
hati dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan menghilang dengan
timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk dokter-dokter untuk
membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu
yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis
kriptogenik adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada
hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati
untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya, suatu studi dari Perancis menyarankan
bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai suatu risiko mengembangkan
sirosis yang serupa seperti pasien-pasien dengan infeksi virus hepatitis C yang
tetap bertahan lama. Bagaimanapun, kemajuan ke sirosis dari NASH
Cirrhosis Hepatis Page 9
Kelompok 12
diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada pasien-
pasien pada umur enampuluhannya.
3. Hepatitis Virus Yang Kronis
Hepatitis Virus Yang Kronis adalah suatu kondisi dimana hepatitis B atau
hepatitis C virus menginfeksi hati bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien
dengan hepatitis virus tidak akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis.
Contohnya, mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A
sembuh secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan
infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang
terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi
dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis, yang pada
gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada
sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati.
4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada
kerusakkan jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang
abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada
hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk
menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan. Melalui waktu,
akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh menyebabkan
sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung yang menjurus pada gagal jantung,
dan disfungsi (kelainan fungsi) buah pelir yang menyebabkan kehilangan
rangsangan seksual. Perawatan ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada
organ-organ dengan mengeluarkan besi dari tubuh melaui pengeluaran darah.
Pada penyakit Wilson, ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu dari
protein-protein yang mengontrol tembaga dalam tubuh. Melalui waktu,
tembaga berakumulasi dalam hati, mata-mata, dan otak. Sirosis, gemetaran,
gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan syaraf
lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan adalah
dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang dieliminasi
dari tubuh didalam urin.
5. Primary biliary cirrhosis (PBC)
Primary biliary cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan
oleh suatu kelainan dari sistim imun yang ditemukan sebagian besar pada
Cirrhosis Hepatis Page 10
Kelompok 12
wanita-wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan
perusakkan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati.
Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui
empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati
yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan
penyerapan lemak dalam usus, dan juga campuran-campuran lain yang adalah
produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan
mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua). Bersama
dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh empedu membuat saluran
empedu. Pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-pembuluh kecil empedu
menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika
peradangan terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh
empedu, ia juga menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan.
Ketika penghancuran dari hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis)
terbentuk dan menyebar keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang
digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut, dan efek-efek
keracunan dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis.
6. Primary sclerosing cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum
yang seringkali ditemukan pada pasien-pasien dengan radang borok usus
besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi
meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu
menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit
yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-
pasien, luka pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai suatu akibat
dari operasi) juga dapat menyebabkan rintangan dan sirosis pada hati.
7. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu
kelainan sistim imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita.
Aktivitas imun yang abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan
peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif,
menjurus akhirnya pada sirosis.
8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia)
dan akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan dengan
kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus
pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang,
Cirrhosis Hepatis Page 11
Kelompok 12
ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka
parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
9. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi
yang tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-
racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian
tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu
parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit
hati dan sirosis.
e. Gejala sirosis hati
Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis
Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A,
Child B, hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang
biasa dialami penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu
makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar
eritem, spider nevi.
Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:
1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah
2. Asites, edema pada tungkai
3. Hipertensi portal
4. Kelelahan
5. Kelemahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Gatal
8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati
yang sakit.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai
cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai
sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk
metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua
sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan
bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih
Cirrhosis Hepatis Page 12
Kelompok 12
banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh
pada keadaan koma.
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari
disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus
dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang,
cukup kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites
perlu diet rendah protein dan rendah garam.
f. Patogenesis Sirosis Hati
Infeksi hepatitis viral B atau C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps
tobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut di sertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati sama atau hampir sama. Septa bisa di bentuk dari sel reticulum
penyangga yang kolaps dan berubah menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini
dapat menghumbungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta
dengan sentral (briching necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan berbentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah
porta, dan menimbulkan hipertensi vorta. Hal demikian dapat pula terjadi pada
sirosis alkholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan
nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endoteal, terjadi fibrogenesis dan
septa aktif. Jaringan kolagen berubah jadi reversible menjadi ireversibel bila telah
terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati.
Gambaran septa ini bergangtung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatsis,besi mengakibatkan fibrosis daerah peri vortal, pada sirosis
alkholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limfosit T dan makrofag menghasilkan
limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator
ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari
daerah porta menyebar ke parenkim hati.
Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut :
Tipe I :Lokasi daerah sentral
Tipe II :Sinusoid
Tipe III : jaringan retikulin ( sinusoid) , vorta
Cirrhosis Hepatis Page 13
Kelompok 12
Tipe IV : membrane basal
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada
fetus banyak tipe III sedang pada usia lanjut Tipe I. pada sirosis, pembentukan
jaringan kolagen terangsang oleh nekrosis hepatoseluler, juga asidosis laktat
merupakan factor perangsang.
Dari urian di atas terlihat mekanisme terjadinya sirosis hati bisa secara :
Mekanik
Imunologis
Campuran
Dalam hal mekanisme , terjadinya sirosis secara mekanik di mulai dari kejadian
hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan
jaringan ikat yang luas di sertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkin
hati yang masih baik. Jadi fibrosis fasca nekrotik adalah dasar timbulnya nekrosis
hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis di mulai dari kejadian
hepatitis viral akut yang mnimbulkan peradangan sel hati, nekrosis atau nekrosis
breging dengan melalui hepatitis kronik agresif di ikuti timbulnya sirosis hati.
Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun, sel yang
mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis
yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan hati.
g. Komplikasi-Komplikasi Sirosis Hepatis
1. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk
menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan
kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa
menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki
dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk
beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe dari tekanan
Cirrhosis Hepatis Page 14
Kelompok 12
apa saja, seperti dari pita elastik kaos kaki, mungkin cukup untk menyebabkan
pitting). Pembengkakkan seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri
atau duduk dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari
kehilnagan efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk dan
lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi
dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi
cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu
jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan
bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau
menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka
dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-
bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya,
infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial
peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang
mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai
gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut
dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.
3. Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi
portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia
menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan
yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang
dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian
bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan
yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan
lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan
gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih
Cirrhosis Hepatis Page 15
Kelompok 12
mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam
kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa
perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-
varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur
dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang
belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan
tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam darah ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic
(orthostatic dizziness) atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu
kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi
berbaring).
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana
saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang.
Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena
perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai
suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam
usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-
bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur
ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini,
contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya,
unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana
mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihliangkan racunnya).
Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat
berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka telah
kehilangan hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa
dari darah dalam vena portal membypass hati melalui vena-vena lain. Akibat
dari kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat
dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-unsur beracun
berakumulasi dalam darah.
Cirrhosis Hepatis Page 16
Kelompok 12
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari
otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur
waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang
normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy.
Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk
konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori,
kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic
encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan sirosis
sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal
oleh hati. Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal di-detoksifikasi
oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu penambahan racun pada sirosis,
terutama obat-obat penenang (sedativ) dan obat-obat yang digunakan untuk
memajukan tidur. Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak
perlu di-detoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obat-
obat yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana
fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam
ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai
gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome
didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk
membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin
yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal,
seperti penahanan garam, dipelihara / dipertahankan. Jika fungsi hati membaik
atau sebuah hati yang sehat dicangkok kedalam seorang pasien dengan
hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal biasanya mulai bekerja secara normal. Ini
menyarankan bahwa fungsi yang berkurang dari ginjal-ginjal adalah akibat dari
akumulasi unsur-unsur beracun dalam darah ketika hati gagal. Ada dua tipe dari
hepatorenal syndrome. Satu tipe terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu
Cirrhosis Hepatis Page 17
Kelompok 12
berbulan-bulan. Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu dari satu atau
dua minggu.
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat
mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas
pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara
abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir
melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan
dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir
melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup
oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak
napas, terutama dengan pengerahan tenaga.
7. Hypersplenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan
platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah)
yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam
vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis,
ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan
berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu
kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu
bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-
sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah
berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah
merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia),
dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat
menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan
thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada
perdarahan yang diperpanjang (lama).
8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Cirrhosis Hepatis Page 18
Kelompok 12
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker
hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada
fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu
yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati.
h. Pemeriksaan Diagnostik :
Scan / biopsy hati : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan
hati
Kolesistogrfai / kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu
yang mungkin sebagai factor predisposisi.
Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system
vena portal
i. Pemeriksaan Laboratorium :
Bilirubin serum, AST(SGOT)/ALT(SPGT),LDH, Alkalin fosfotase, Albumin
serum, Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin, Fibrinogen, BUN,
Amonia serum, Glukosa serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan nutrient,
Urobilinogen urin, Urobilinogen fekal.
j. Penatalaksanaan
Cirrhosis Hepatis Page 19
Kelompok 12
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan
hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
a) kombinasi IFN dengan ribavirin
b) terapi induksi IFN
c) terapi dosis IFN tiap hari
Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu
dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat
badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3
juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai
HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti ;
1. Astises
2. Spontaneous bacterial peritonitis
Cirrhosis Hepatis Page 20
Kelompok 12
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic
Asites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- istirahat
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus
dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalem dan hal
ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utamadiuretic adalah
spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya
bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai
maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.
Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada
keadaandemikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites
dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin
sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Prosedur ini tidak dianjurkan pada
Child’s C protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit <
40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe
yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus.
Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada
kebanyakan kasus penyaki timbul selama masa perawatan. Infeksi umumnya terjadi
Cirrhosis Hepatis Page 21
Kelompok 12
secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas
usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Pengobatan SBP dengan
memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime),secara parental selama lima
hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk
Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari)selama 2-3 minggu.
Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan,
pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan
infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic.Pilihan
terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien
stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
o Pasien diistirahatkan daan dpuasakan
o Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
o Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu : Untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah.
o Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K,
Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
Ensefalopati Hepatik
Penentuan diet pada penderita sirosis hati sering menimbulkan dilema. Di satu sisi,
diet tinggi protein untuk memperbaiki status nutrisi akan menyebabkan hiperamonia
yang berakibat terjadinya ensefalopati. Sedangkan bila asupan protein rendah maka
kadar albumin dalam darah akan menurun sehingga terjadi malnutrisi yang akan
memperburuk keadaan hati. Untuk itu, diperlukan suatu solusi dengan nutrisi khusus
hati, yaitu Aminoleban Oral. Aminoleban Oral mengandung AARC kadar tinggi serta
Cirrhosis Hepatis Page 22
Kelompok 12
diperkaya dengan asam amino penting lain seperti arginin, histidin, vitamin, dan
mineral. Nutrisi khusus hati ini akan menjaga kecukupan kebutuhan protein dan
mempertahankan kadar albumin darah tanpa meningkatkan risiko terjadinya
hiperamonia. Pada penderita sirosis hati yang dirawat di rumah sakit, pemberian
nutrisi khusus ini terbukti mempercepat masa perawatan dan mengurangi frekuensi
perawatan.
Dengan nutrisi khusus ini diharapkan status nutrisi penderita akan terjaga, mencegah
memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga
kualitas serta harapan hidup penderita juga akan membaik.
Manajemen Nutrisi
Diet Garam Rendah I (DGR I)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau
hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur.
Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet
garam rendah I ini adalah 200-400 mg Na.
Diet Hati I (DH I)
Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat
diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien,
makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30
g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan
asam amino rantai cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin,
isoleusin, dan valin dapat digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna,
pemberian cairan maksimal 1 L/hari.
Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu
sebaiknya diberikan selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau
air, makanan diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan
tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk
menambah kandungan energi, selain makanan per oral juga diberikan makanan
parenteral berupa cairan glukosa.
Diet Hati II (DH II)
Cirrhosis Hepatis Page 23
Kelompok 12
Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien
dengan nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam
bentuk lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25%
dari kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup
mengandung energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang kalsium dan tiamin.
Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II
rendah garam. Bila asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet
Rendah garam I.
Diet Hati III (DH III)
Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada
pasien hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati
yang nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral dan
vitamin tapi tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan
diberikan sebagai Diet Hati III Garam Rendah I
Penanganan Sirosis Hati Berdasarkan Evidence Based (EBN)
1. Diet tempe pada sirosis hati sebagai upaya meningkatkan kadar albumin dan
perbaikan ensefalopati hepatic. Pada penelitian ini membandingkan antara diet hati II
dan III (diet konvensional) dengan diet tempe dalam meningkatkan kadar albumin
darah dan menurunkan derjat ensepalohetik selama 20 hari. Dan hasilnya diet tempe
dapat meningkatkan albumin darah, menurunkan ammonia dalam darah,
meningkatkan psikomotor dan menurunkan ensefalopatik hepatic.
2. Diet masukan protein pada pasien ensefalohepatik dan Sirosis hepatic yang dilakukan
oleh beberapa ahli gizi. Dari beberapa ahli gizi berbeda pendapat mengenai batasan
protein yang diberikan pada pasien sirosis hepatic, namun pada pelaksaannya tetap
mengacu pada konsesnsus ESPEN tentang nutrisi pada pasien dengan penyakit hati
yang kronik, yaitu :
Kondisi Klinis Energi/Non protein (K.cal/Kg)
Protein (g/Kg)
Sirosis yang dapat mengkompensasi komplikasi.
25 - 35 1,0 – 1,2
Cirrhosis Hepatis Page 24
Kelompok 12
Intake yang tidak adekuat dan malnutrisi
35 - 40 1,5
Ensepalopathy I – II 25 - 35 Pada fase transisi 0,5 kemudian 1,0 – 1,5 , jika ditoleransi : diberikan protein nabati. Suplemen BCAA
Ensepalopathy III –IV 25 - 35 0,5 – 1,2, Suplemen BCAA
Jika menggunakan nutrisi parenteral , kalori non protein yang didalamnya terkandung lemak dan glukosa sekitar 35 – 50 %.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Sirosis Hepatis adalah perubahan struktur sel hati fibrosis. Pentingnya identifikasi
dini terhadap gejala yang timbul (pemeriksaan fisik dan penunjang) tatalaksana
preventif segera dan tepat akan menurunkan resiko komplikasi dan progresivitas
penyakit. Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan
mengobati penyulit, maka prognosa SH bisa jelek. Namun penemuan sirosis hati
yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena itu
ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam
penatalaksanaan sirosis hati.
Cirrhosis Hepatis Page 25