TANGGUNG JAWAB HUKUM PENGEMUDI PENGANGKUTAN
BARANG TERHADAP TERJADINYA KECELAKAAN LALU LINTAS
JALAN RAYA PADA PT. PAHALA EXPRESS DELIVERY DI
PURWOKERTO
SKRIPSI
Oleh:
BENY NURDIANSYAH
E1A008060
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
TANGGUNG JAWAB HUKUM PENGEMUDI PENGANGKUTAN
BARANG TERHADAP TERJADINYA KECELAKAAN LALU LINTAS
JALAN RAYA PADA PT. PAHALA EXPRESS DELIVERY DI
PURWOKERTO
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh:
BENY NURDIANSYAH
E1A008060
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
ii
SKRIPSI
TANGGUNG JAWAB HUKUM PENGEMUDI PENGANGKUTAN BARANG TERHADAP
TERJADINYA KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA PADA PT. PAHALA EXPRESS
DELIVERY DI PURWOKERTO
Oleh:
BENY NURDIANSYAH
E1A008060
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan
Pada tanggal Agustus 2012
Para Penguji/Pembimbing
Penguji I/ Penguji II/ Penguji III
Pembimbing I Pembimbing II
Hendro Punto A, S.H., M.S Hj. Krisnhoe K.W, S.H., M.Hum I Ketut Karmi N, S.H., M.Hum
NIP. 19501019 197603 1 001 NIP. 19591031 198703 2 001 NIP. 19610520 198703 1 002
Mengetahui
Dekan,
Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S.
NIP. 19520603 198003 2 001
iii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM Alamat : Jalan Prof.dr.HR.Boenyamin 708 Grendeng-Purwokerto-Purwokerto 53122
Telepon (0281) 638339, faks. (0281) 627203
Laman : www.unsoed.ac.id, email : [email protected]
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Beny Nurdiansyah
NIM : E1A008060
Judul : TANGGUNG JAWAB HUKUM PENGEMUDI
PENGANGKUTAN BARANG TERHADAP TERJADINYA
KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA PADA
PT. PAHALA EXPRESS DELIVERY DI PURWOKERTO
Menyatakan bahwa judul skripsi di atas adalah benar-benar hasil karya sendiri dan
tidak menjiplak dari hasil karya orang lain.
Demikian surat pernyataan ini Saya buat dengan sebenar-benarnya.
Purwokerto, Agustus 2012
Mahasiswa ybs,
Beny Nurdiansyah
NIM : EIA008060
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah, anugerah serta rizky-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Syukur Alhamdulillah selalu penulis
panjatkan karena setelah melalui jalan panjang pada akhirnya dapat
menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto.
Atas dasar itulah penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
atas bantuan, dorongan dan masukannya yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian dan penulisan hukum ini. Dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Edy Yuwono, Ph.D selaku Rektor Universitas Jenderal
Soedirman.
2. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
3. Bapak Satrio Saptohadi, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik
atas segala bimbingan dan nasehatnya.
4. Bapak Hendro Punto Adji, S.H., M.S selaku Dosen Pembimbing Skripsi I
yang telah membantu memberikan bimbingan, arahan dan koreksinya
sehingga skripsi ini bisa selesai.
5. Ibu Hj. Krisnhoe Kartika W, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi
II yang telah membantu memberikan bimbingan, arahan dan koreksinya
sehingga skripsi ini bisa selesai.
6. Bapak I Ketut Karmi Nurjaya, S.H., M.Hum selaku Dosen Penguji dalam
Seminar Skripsi dan Pendadaran Saya yang telah mengkritisi dan
memberikan masukan berharga bagi penulis.
7. Seluruh Dosen Pengajar, Karyawan, Mahasiswa dan Civitas Akademika
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
8. Mamih dan Papih, Mas Yunan, Mba Yuni, Mas Bagus, Dewi dan dede keisha
tercinta yang telah memberikan kasih sayang, do’a dan dorongannya selama
ini sehingga penulis dapat segera menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah
SWT selalu melimpahkan kasih sayang, perlindungan dan anugerah-Nya.
9. Semua teman-teman fakultas hukum unsoed terimakasih atas kerjasamanya,
bantuan, masukan dan kepercayaannya selama ini.
10. Semua pengurus dan anggota (keluarga besar) Persatuan Bulutangkis
Mahasiswa Hukum (PBMH) yang telah memberikan banyak pengalaman,
wawasan dan pengetahuan berorganisasi bagi penulis.
11. Teman-teman kosan Ponda, Haris, Guna, Yogas, Bagus terima kasih atas
semangatnya juga, semoga bisa tetap ngebolang bareng lagi.
12. Spesial buat lina aditya pratiwi terima kasih telah memberikan semangatnya
selama ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dorongan, masukan maupun nasehatnya baik secara moril
maupun materiil kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak keterbatasan dan
hasilnya masih jauh dari kesempurnaan dalam penulisannya tetapi mudah-
mudahan dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi kita semua. Selain itu,
semoga skripsi ini juga berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan anugerah dan rizky-
Nya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini, kelak di
kemudian hari.
Purwokerto, Agustus 2012
Penulis
v
ABSTRAK
Salah satu perusahaan yang menyelenggarakan pengangkutan barang paket
adalah PT. Pahala Express Delivery. Dalam kegiatan pengiriman barang tidak
terlepas dari resiko kerusakan, kehilangan dan keterlambatan barang yang dikirim.
Secara hukum kerusakan, kehilangan dan keterlambatan tersebut menjadi tanggung
jawab perusahaan angkutan, hal ini berdasarkan Pasal 188 jo Pasal 191 Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Pasal
1367 KUHPerdata. Tetapi, dalam penyelenggaraan pengangkutan tak lepas dari
perilaku pengemudi, jadi tidak layak apabila kesalahan pengemudi atas semua
pengiriman barang menjadi tanggung jawab perusahaan angkutan. Atas dasar tersebut
peneliti melakukan penelitian dengan judul TANGGUNG JAWAB HUKUM
PENGEMUDI PENGANGKUTAN BARANG TERHADAP TERJADINYA
KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA PADA PT. PAHALA EXPRESS
DELIVERY DI PURWOKERTO. Dari judul tersebut peneliti mempermasalahkan
bagaimana tanggung jawab hukum pengemudi terhadap peristiwa kecelakaan lalu
lintas jalan raya yang mengakibatkan kerusakan, kehilangan barang di PT. Pahala
Express Delivery Purwokerto.
Peneliti melakukan penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif, tipe penelitian deskriptif, lokasi penelitian di PT. Pahala Express Delivery
Purwokerto, data yang digunakan adalah data sekunder dan penunjang data sekunder
dan analisis yang dilakukan adalah normatif kualitatif
Dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh jawaban masalah sebagai
berikut :
1. Dalam hal kecelakaan pengemudi ikut bertanggung jawab sebesar 25%
terhadap kendaraan yang dikemudikannya apabila pengemudi tersebut
terbukti bersalah.
2. Untuk kerusakan, kehilangan barang kiriman yang bertanggung jawab PT.
Pahala Express Delivery sebesar 10 kali biaya kirim atau maksimal Rp.
750.000, apabila barang tersebut di asuransikan maka yang bertanggung
jawab untuk mengganti kerugian adalah pihak asuransi.
Untuk itu peneliti mengajukan saran sebagai berikut :
1. Seharusnya pembentuk undang-undang merevisi Pasal 1367 KUHPerdata dan
Pasal 191 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, hal ini karena tidak memenuhi rasa keadilan bagi perusahaan
apabila buruh/karyawan dengan sengaja terbukti membuat kesalahan yang
menimbulkan kerugian. Untuk itu buruh/karyawan tersebut ikut bertanggung
jawab.
2. Dalam hal ganti rugi karena kesalahan PT. Pahala Express Delivery
hendaknya PT. Pahala Express Delivery memberikan ganti rugi sesuai
undang-undang agar memenuhi rasa keadilan bagi pengirim.
Kata kunci : Tanggung Jawab Pengemudi, Pengangkutan Barang, PT. Pahala Express
Delivery
vi
ABSTRACT
PT. Pahala Express Delivery is actor that held packet delivery
transportation. In packet delivery can’t be denied from risk like damage, disappear
and delay of the packet and it will be responsibility from transportation company,
based on article 188 jo article 191 of act number 22/2009 year about traffic and
transportation and article 1367 of code of private law. But, exactly in
transportation the man actor is driver, so that’s not proper if transportation
company responsible toward all mistake from driver in transportation. Base on
that, this research is entitled LEGAL RESPONSIBILITY OF THE HAULAGE
DRIVER AGAINTS HIGHWAY TRAFFIC ACCIDENT ON PT. PAHALA
EXPRESS DELIVERY IN PURWOKERTO. The problem is how legal
responsibility of driver toward highway traffic accident that create damage,
missing of the packet on PT. Pahala Express Delivery Purwokerto.
This study using normative juridicial approach methods, research type is
description, location of research in PT. Pahala Express Delivery Purwokerto, data
collected includes secondary data and supporter secondary data and analysis that
done is kualitative normative.
From result of the research, we got answered from the problem are :
1. If there’s accident, driver have responsibility 25% toward vehicle that used
if driver proven guilty.
2. For damage, missing of packet, that have responsibility is PT. Pahala
Express Delivery much as 10 over of delivery cost or maximal Rp.
750.000, if the goods or packet have insured, it will be responsibility of
insurance to give compensation.
Because of that, suggest that will be offer are :
1. Legislator have to revise article 1367 of code of private law and article 191
act number 22/2009 year about traffic and transportation, it is because not
fulfill the justice for company if employee to on purpose make a mistake
that create financial loss. So, employee have responsibility too.
2. In the case compensation because mistake from PT. Pahala Express
Delivery, PT. Pahala Express Delivery have to give compensation agree
with law to fulfill justice for sender.
Key word : Driver’s Responsibility, Haulage, PT. Pahala Express Delivery.
vii
Motto
Percayalah bahwa kesulitan itu datang
nantinya akan membawa keberhasilan bagi
kita, tetap bersemangat dan berusaha pasti
bisa
Jadilah seseorang seperti padi, kian berisi
kian merunduk
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
ABSTRAK .............................................................................................. v
ABSTRACT ............................................................................................ vi
MOTTO ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ....................................................... 8
D. Kegunaan Penelitian .................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Mengenai Pengangkutan ................ 9
1. Pengangkutan Di Darat ....................................... 9
a. Pengertian Pengangkutan Jalan Raya ............ 9
b. Fungsi Dan Tujuan Pengangkutan ................ 11
2. Pengangkutan Barang Dengan Kendaraan
Bermotor Umum ................................................. 12
a. Pengertian Kendaraan Bermotor Umum ....... 12
b. Pengelompokan Barang Angkutan ................ 13
c. Pengurusan Pengangkutan Barang ................ 14
3. Perjanjian Pengangkutan ..................................... 16
a. Pengertian Perjanjian Pengangkutan ............. 16
b. Pihak – pihak Di Dalam Perjanjian
Pengangkutan ................................................ 25
c. Terjadinya Pengangkutan .............................. 30
d. Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan .......... 33
4. Pengemudi ........................................................... 36
a. Pengertian Pengemudi ................................... 36
b. Hubungan Pengusaha dengan Pengemudi .... 37
5. Asuransi ............................................................... 41
a. Pengertian Asuransi ....................................... 42
b. Fungsi Asuransi ............................................. 42
c. Resiko-resiko yang ditanggung
Asurasnsi/ Pertanggungan Angkutan
Darat ............................................................. 43
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan ................................................... 45
B. Spesifikasi Penelitian ................................................. 45
C. Lokasi Penelitian ....................................................... 45
D. Sumber Data .............................................................. 45
E. Metode Pengumpulan Data ....................................... 46
F. Metode Penyajian Data ............................................. 46
G. Metode Analisis Data ................................................ 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ……………………………………. 48
B. Pembahasan ………………………………………... 59
BAB V PENUTUP
A. Simpulan …………………………………………… 72
B. Saran ……………………………………………….. 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi ini bangsa Indonesia terus melaksanakan
pembangunan dalam berbagai bidang. Pembangunan yang dilaksanakan
merupakan suatu pembangunan berkelanjutan sebelumnya. Pembangunan
tersebut selaras dengan apa yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, sebagai salah satu tujuan nasional Negara kita, yaitu
memajukan kesejahteraan umum. Salah satu bidang yang mendapatkan tempat
dalam pembangunan adalah bidang transportasi atau pengangkutan.
Pengangkutan merupakan salah satu bidang kegiatan yang sangat
vital dalam kehidupan masyarakat, misalnya dalam bidang ekonomi, sosial,
budaya, politik, dan pertahanan keamanan oleh karena itu diarahkan agar
terwujudnya suatu transportasi yang diselenggarakan secara tertib, lancar,
aman dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang mempunyai
tingkat pelayanan nyaman, teratur, cepat, tepat dan dengan biaya yang
terjangkau oleh masyarakat.
Sarana pengangkutan akan mempunyai peranan sangat penting
dalam kehidupan masyarakat, karena dengan jasa pengangkutan orang dapat
saling berhubungan satu sama lain dalam bidang apapun. Dengan sarana
angkutan tersebut, orang juga dapat memindahkan atau mengirimkan suatu
barang dari suatu tempat ke tempat lain atau dengan sarana angkutan
2
seseorang dapat berpindah tempat ke tempat lain. Dengan demikian
pengangkutan berfungsi untuk memudahkan manusia melakukan kegiatan
dalam segala bidang.
Pengangkutan terdiri dari tiga jenis yaitu pengangkutan darat, laut
dan udara. Mengenai bidang transportasi atau pengangkutan darat, pemerintah
telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Tanpa ada pengangkutan, tidak mungkin ada perpindahan orang
dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Pengertian pengangkutan
dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Angkutan Jalan dan Lalu Lintas Jalan, disebutkan bahwa :
Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan kendaraan di Ruang Lalu Lintas.
Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau
penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang atau penumpang
dari tempat pemuatan ketempat tujuan, dan menurunkan barang atau
penumpang dari alat pengangkut ketempat yang ditentukan.1
Menurut pendapat Soekardono bahwa kita dapat melihat pada
pokoknya pengangkutan itu berisikan perpindahan tempat baik mengenai
benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak
diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.2
1 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Cetakan pertama PT.
Citra Adutya Bakti, Bandung, 1991, hal 19. 2 Soekardono, Hukum Dagang Indonesia,Rajawali, Jakarta,1983, hal 2
3
Menurut pasal 137 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa angkutan orang
dan/atau barang dapat menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
Tidak Bermotor. Sedangkan dalam ayat (3) menyebutkan bahwa Angkutan
Barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang.
Dalam pasal tersebut jelas bahwa pengangkutan barang dengan kendaraan
bermotor harus menggunakan mobil barang misalnya truk.
Salah satu bentuk dari pengangkutan barang di darat adalah
pengangkutan barang paket. Pelayanan paket di Indonesia sendiri dapat
dilakukan melalui instansi swasta yaitu melalui perusahaan-perusahaan yang
bergerak di bidang pengangkutan pengiriman paket. Di purwokerto salah satu
perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang pengangkutan barang paket
adalah PT. Pahala Express Delivery. Perusahaan ini melayani pengangkutan
barang paket di berbagai wilayah Indonesia sesuai dengan rute tujuan barang
yang akan dikirim.
Keberadaan pihak swasta dalam pelayanan kiriman paket di
Indonesia ini diharapkan dapat menunjang lancarnya arus peredaran barang
dari suatu tempat ke tempat lain juga dapat mendukung pembangunan serta
memperkuat persatuan, kesatuan, dan keutuhan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Penyelenggaraan pengangkutan dalam pengiriman barang paket
harus ada suatu perjanjian, dimana perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-
4
syarat dari perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang
menyebutkan :
Untuk sahnya suatu perjannjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Akibat adanya perjanjian antara para pihak yaitu perusahaan
angkutan dengan pengirim akan timbul suatu perikatan, dimana perusahaan
angkutan umum wajib mengangkut barang setelah disepakati perjanjian
angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh pengirim
barang. Hal ini tercantum dalam pasal 166 ayat (3) yang menyatakan bahwa
apabila sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan/atau dilakukan pembayaran
biaya pengangkutan, perusahaan wajib melaksanakan pengangkutan tersebut.
Sedangkan pihak pengirim mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang.
Oleh karena itu perusahaan pengangkutan bertanggung jawab kepada
pengirim atas barang yang diangkutnya.
Dalam Penyelenggaraan pengangkutan diselenggarakan oleh
beberapa macam perusahaan yang memberikan jasa pengangkutan,
perusahaan pengangkutan tersebut ialah sebagai berikut :
5
1) Perusahaan Pengangkutan
Pengangkut adalah pengusaha pengangkutan yang memiliki dan
menjalankan perusahaan pengangkutan yang berbentuk Perusahaan
persekutuan badan hukum, Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan,
Perusahaan Persekutuan bukan badan hukum dan perusahaan seseorang.3
Saat ini doktrin tersebut tidak berlaku untuk angkutan umum bermotor,
perusahaan angkutan dengan kendaraan bermotor umum harus berbadan
hukum. Hal ini tercantum dalam pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan
bahwa : “Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang
menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan
bermotor umum.
2) Pengusaha Transpor
Orang bertindak sebagai pengusaha transpor, bila dia menerima barang-
barang tertentu untuk diangkut dengan uang angkutan tertentu pula, tanpa
mengikatkan diri untuk melakukan pengangkutan itu sendiri. Jadi,
pengusaha transpor menerima seluruh pengangkutan dengan satu jumlah
uang angkutan untuk seluruhnya, tetapi tidak atau hanya sebagian saja
yang diangkutnya sendiri.4
3) Angkutan Multimoda
Angkutan Multimoda menurut penjelasan pasal 165 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
3 Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal 34
4 Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Jilid 3, Djambatan, Jakarta, 1995, hal 19
6
adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda
angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak yang menggunakan
dokumen angkutan multimoda dari (1) satu tempat penerimaan barang
oleh operator angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk
penyerahan barang tersebut. Angkutan Multimoda dengan pengusaha
transpor adalah sama. Dimana istilah pengusaha transpor tersebut
merupakan istilah yang dipakai oleh para sarjana (doktrin), sedangkan
angkutan multimoda adalah istilah yang ada dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ketiga macam perusahaan diatas merupakan perusahaan yang
memberikan jasa pengangkutan. Dari ketiga perusahaan tersebut PT. Pahala
Express Delivery merupakan pengusaha transpor, dimana PT. Pahala Express
Delivery merupakan perusahaan yang menyediakan jasa angkutan barang
tetapi hanya sebagian saja yang diselenggarakan, dalam arti bahwa PT. Pahala
Express Delivery ini menggunakan jasa pengangkut lain, misal menggunakan
jasa pengangkutan udara PT. Garuda Indonesia.
Sebagai pemberi jasa kepada masyarakat, pihak perusahaan yang
bergerak dalam bidang pengangkutan barang paket dalam kegiatannya tidak
terlepas dari masyarakat selaku konsumen dan pengguna jasa, dimana
perusahaan dalam melayani konsumen untuk mengirimkan barang paket
harus berhati-berhati agar tidak terjadi kerusakan atau kehilangan terhadap
barang yang dikirim tersebut, dengan adanya kerusakan atau kehilangan dari
7
pengiriman barang paket maka hal tersebut akan merugikan si pengirim
maupun penerima barang tersebut.
Suatu hal yang wajar terjadi didalam penyelenggaraan
pengangkutan barang apabila terdapat peristiwa yang mengakibatkan
kerusakan, keterlambatan ataupun hilangnya barang yang diangkut. Oleh
karena itu faktor tanggung jawab sangat diperlukan dalam penyelenggaraan
pengangkutan pengiriman paket yang dilakukan oleh perusahaan
pengangkutan tersebut tetapi dalam kenyataannnya pihak perusahaan
pengangkutan ini tergantung kepada pengemudi yang mengemudi alat
pengangkutan tersebut. Dalam arti bahwa yang menjadi pelaku utama disini
adalah pengemudi karena keselamatan barang disini tergantung kepada
pengemudi setelah perusahaan memerintahkan pengemudi untuk
mengirimkan barangnya.
Pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya untuk mengirim
barang dengan tidak hati-hati akan menimbulkan kerugian terhadap si
pengirim barang misalnya apabila terjadi kecelakaan. Oleh karena itu yang
menjadi pokok permasalahan disini apakah pengemudi ikut bertanggung
jawab terhadap pengangkutan barang yang di bawanya. Berdasarkan latar
belakang inilah yang mendorong penulis untuk mengambil judul penulisan
skripsi berupa : “Tanggung Jawab Hukum Pengemudi Pengangkutan
Barang Terhadap Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Raya Pada
PT. Pahala Express Delivery Di Purwokerto”.
8
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang
menjadi pokok penelitian dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana tanggung jawab hukum pengemudi dari perusahaan PT. Pahala
Express Delivery Purwokerto terhadap barang atas terjadinya kecelakaan lalu
lintas jalan raya?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai Tanggung Jawab Hukum Pengemudi
Pengangkutan Barang Terhadap Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
Raya pada PT. Pahala Express Delivery di Purwokerto mempunyai tujuan
yang ingin dicapai, yaitu :
Untuk mengetahui tanggung jawab hukum pengemudi PT. Pahala Express
Delivery Purwokerto terhadap pengangkutan barang atas terjadinya
kecelakaan.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua (2) kegunaan yaitu :
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber informasi dan
memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang
hukum pengangkutan pada khususnya dan hukum perdata pada umumnya.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
sebagai konsumen pengguna jasa pengiriman barang.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Mengenai Pengangkutan
1. Pengangkutan di Darat
a. Pengertian Pengangkutan Jalan Raya
Pengangkutan sangatlah penting bagi kehidupan sehari-hari untuk
menghubungkan dari tempat satu ke tempat lain. Pengangkutan merupakan
sarana sangat penting dan strategis dalam memperlancar laju
perekonomian, meningkatkan produktivitas Negara serta mempengaruhi
semua aspek kehidupan bangsa dan Negara. Pentingnya pengangkutan
tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan jasa
pengangkutan dalam memperlancar mobilitas barang atau orang dari dan
ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan ke luar negeri.
Setelah diketahui pentingnya peranan pengangkutan, maka perlu
juga diketahui mengenai arti pengangkutan itu sendiri. Adapun pengertian
pengangkutan menurut beberapa sarjana yaitu sebagai berikut :
1) Menurut Purwosutjipto
“Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut
dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu
tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim
mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.”5
2) Menurut Abdulkadir Muhammad
“Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau
penumpang kedalam alat pengangkutan, membawa barang atau
5 Purwosudjipto, S. H. Op Cit, hal. 2
10
penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan, dan menurunkan
barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang
ditentukan.”6
3) Menurut Soekardono
“Pada pokoknya pengangkutan itu berisikan perpindahan tempat baik
mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena
perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan
manfaat serta efisiensi”.7
4) Menurut Soegijatna Tjakranegara
Pengangkutan adalah kegiatan dari transportasi memindahkan barang
commodity of goods) dan penumpang dari satu tempat (Origin atau
port of call) ke tempat lain atau part of destination.8
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan pasal 1 angka 3, menyebutkan bahwa :
“Angkutan adalah Perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan”.
Sedangkan definisi mengenai Pengangkutan Jalan Raya ialah
pengangkutan yang mencakup semua jenis pengangkutan yang
diselenggarakan melalui jalan raya, baik yang mempergunakan kendaraan
bermotor ataupun tidak.
Pengangkutan dengan kendaraan bermotor antara lain meliputi
pengangkutan barang maupun orang antar daerah, antar kota dan mungkin
antar pulau.9
6 Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 19
7 Soekardono, Op Cit, hal. 2
8 Soegiyatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta,
1995. hal. 1 9 Sri Rejeki H, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, Badan Penyedia Bahan Kuliah
Fakultas Hukum Undip Cetakan III, Badan Penyedia Bahan Kuliah Fakultas Hukum Undip,
Semarang, 1980, hal. 9
11
b. Fungsi dan Tujuan Pengangkutan
Fungsi pengangkutan menurut Purwosutjipto adalah memindahkan
barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk
meningkatkan daya guna dan nilai. Sedangkan tujuan pengangkutan yaitu
sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya
pengangkutan lunas.10
Soegijatna Tjakranegara berpendapat bahwa :
Dengan adanya jasa produksi yang diperlukan oleh masyarakat dalam
memindahkan atau mengirimkan barang-barang ke tempat lain, maka
memenuhi kepentingan pokok menimbulkan dua nilai, yaitu :
a. Place Utility
Menimbulkan nilai dari suatu barang tertentu karena dapat di
pindahkan itu, dari tempat di mana barang itu sangat dibutuhkan di
tempat lain karena langka. Dalam arti perkataan lain bahwa di daerah
di mana barang dihasilkan dalam jumlah yang berlebihan nilainya akan
turun, di bandingkan jika di suatu tempat barang tersebut sangat sukar
di dapatnya. Tetapi dengan dipindahkan, dikirimkan barang tersebut
atau diangkut ke daerah lain maka harga kebutuhan dapat
disamaratakan.
b. Time Utility
Menimbulkan sebab karena barang-barang dapat diangkut atau
dikirim dari satu tempat ke tempat lain atau dari part or origin diangkut
ke tempat tertentu dimana benda atau barang sangat dibutuhkan
menurut keadaan, waktu dan kebutuhan.11
Menurut Abdulkadir Muhammad, beberapa hambatan yang masih
dialami oleh pihak-pihak dalam pengangkutan, baik pengirim dan
pengangkut adalah masalah tidak displin waktu, tidak disiplin muatan atau
gangguan kemananan perjalanan.
1. Tidak disiplin waktu
Waktu keberangkatan alat pengangkutan, baik mengenai muatan
barang atau penumpang yang telah dijadwalkan sering tidak dipatuhi
oleh pengangkut tanpa alasan yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan.
10
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 1 11
Soegijatna Tjakranegara, Op Cit. ha.l 1-2
12
2. Tidak disiplin muatan
Setiap alat pengangkutan telah ditetapkan kapasitas maksimumnya,
baik pada pengangkutan muatan barang atau penumpang, namun
ketentuan ini sering sekali dilanggar oleh pihak pengangkut yang tidak
disiplin. Jumlah muatan barang atau penumpang yang dimuat ke dalam
alat pengangkutan melebihi kapasitas maksimum yang ditetapkan
menurut peraturan yang berlaku.
3. Tidak disiplin pungutan
Dalam pengangkutan telah ditetapkan biaya-biaya yang wajib dibayar
menurut ketentuan peraturan yang berlaku, baik jenisnya maupun
jumlahnya (tarifnya). Tetapi ketentuan tersebut tidak dipatuhi, karena
dalam praktek pengangkutan muncul yang disebut pungutan liar
(pungli). Pungutan liar ini sering dijumpai diterminal, pelabuhan, loket
karcis/tiket, jalan raya, jembatan timbang, pos-pos tertentu, tempat
penerimaan barang, tempat penyimpanan barang (gudang).
4. Gangguan keamanan dan ketertiban
Gangguan keamanan seringkali dijumpai di dalam alat pengangkutan.
Gangguan tersebut berupa pencopetan, pencurian.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat dinyatakan bahwa akibat
dari hambatan-hambatan tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak-
pihak tertentu, terutama masyarakat luas sebagai konsumen.
Dengan adanya hambatan-hambatan tersebut, kalkulasi biaya
pengangkutan menjadi lebih mahal, harga barang yang diangkut
menjadi lebih mahal, alat pengangkutan menjadi lebih cepat rusak,
jalan raya menjadi tidak dapat bertahan lama karena beban muatan
yang berlebihan dan sebagainya. Hal ini jelas menghambat
pembangunan nasional.12
2. Pengangkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor Umum
a. Pengertian Kendaraan Bermotor Umum
Kendaraan Bermotor Umum merupakan salah satu alat tranportasi
untuk pengangkutan terutama pengangkutan di darat.
Pengertian Kendaraan Bermotor Umum menurut Pasal 1 angka 10
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang
dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
12
Abdulkadir Muhammad, Op Cit. hal. 111-114
13
b. Pengelompokan Barang Angkutan
Pasal 160 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa angkutan barang dengan
kendaraan bermotor umum terdiri atas angkutan barang umum dan
angkutan barang khusus. Pengertian angkutan barang umum adalah
angkutan barang pada umumnya yaitu barang yang tidak berbahaya dan
tidak memerlukan sarana khusus. Pengertian angkutan barang khusus
adalah angkutan yang membutuhkan mobil barang yang dirancang khusus
untuk mengangkut benda yang berbentuk curah, cair, gas, peti kemas,
tumbuhan, hewan hidup, dan alat berat serta membawa barang berbahaya
seperti brang yang mudah meledak, gas mampat, gas cair, gas terlarut pada
tekanan atau temperatur tertentu, dan lain-lain. Sedangkan Pasal 161 huruf
c menyebutkan bahwa pengangkutan barang umum sebagaimana
dimaksud Pasal 160 pada dasarnya menggunakan mobil barang. Yang
dimaksud mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain sepeda
motor, mobil penumpang, bus dan kendaraan khusus. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari penggunaan kendaraan bermotor yang tidak sesuai
dengan peruntukannya, seperti kendaraan yang diperuntukan untuk mobil
penumpang ternyata digunakan untuk mengangkut barang, demikian juga
sebaliknya.
Menurut Abdulkadir Muhammad, barang terdiri dari berbagai jenis
menurut keperluan atau kegunaannya, yaitu :
1. Barang sandang, misalnya tekstil, sarung, baju;
2. Barang pangan, misalnya beras, gula, buah-buahan;
3. Barang perlengkapan rumah tangga, misalnya mebeler;
4. Barang perlengkapan pendidikan, misalnya buku, lab;
14
5. Barang cair, minyak, gas alam;
6. Barang industri, misalnya zat kimia, semen, besi;
7. Hewan, misalnya sapi potong, sapi ternak, ikan rias;
Secara fisik muatan barang dibagi dalam enam golongan, yaitu :
1. Muatan barang biasa, misalnya tekstil, kelontong;
2. Muatan barang berbahaya, misalnya bahan racun;
3. Muatan barang cair, misalnya minyak tanah, minyak sawit;
4. Muatan barang berharga, misalnya komputer, emas;
5. Muatan barang khusus, misalnya ikan dingin, tembakau;
6. Muatan barang curah, misalnya kacang, minyak mentah.
Dilihat dari sifat alamiahnya, muatan barang digolongkan menjadi :
1. Muatan barang padat, misalnya besi, kayu balok;
2. Muatan barang cair, misalnya minyak;
3. Muatan barang gas.
Dilihat dari segi cara penjagaan dan pengurusan, muatan barang
digolongkan menjadi tiga golongan :
1. Muatan barang berbahaya yang sifatnya mudah terbakar, mudah
meledak, mengandung racun;
2. Muatan barang dingin atau beku yang perlu diangkut dengan
menggunakan ruangan pendingin, seperti daging/ikan segar, buah-
buahan, sayur-sayuran, obat-obatan.
3. Muatan barang panjang/berat melebihi ukuran tertentu, panjang tiap
potongan melebihi batas tertentu, atau berat perpotong melebihi batas
tertentu.
Dilihat dari jenis muatan barang, maka ada tiga jenisnya, yaitu :
1. General cargo, yaitu berbagai jenis barang, dibungkus dalam bentuk
unit-unit kecil (peti);
2. Bulk cargo, yaitu semacam barang, tidak dibungkus, dimuat dalam
jumlah besar, dengan cara mencurahkannya ke dalam kapal atau mobil
tangki, misalnya pengangkutan dengan mobil tangki 5000 liter
premium;
3. Homogenous cargo, yaitu satu macam barang, dibungkus, dimuat
dalam jumlah besar, misalnya pengangkutan semen.13
c. Pengurusan Pengangkutan Barang
Menurut ketentuan dari Pasal 137 ayat (3) Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan
bahwa : angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan
mobil barang. Penggunaan kendaraan bermotor untuk penumpang dilarang
13
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 61-63
15
untuk digunakan mengangkut barang, demikian juga sebaliknya. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari penggunaan kendaraan bermotor yang
tidak sesuai dengan peruntukkan untuk mobil penumpang ternyata
digunakan untuk mengangkut barang. Berdasarkan Pasal 161
menyebutkan bahwa pengangkutan barang umum harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan;
b. Tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan
membongkar barang; dan
c. Menggunakan mobil barang.
Pengurusan barang angkutan dibedakan berdasarkan fisik, sifat dan
jenis barang angkutan tersebut. Ada beberapa barang angkutan harus
mendapatkan pengurusan pengangkutan yang berbeda dibandingkan
dengan barang umum. Pengangkut harus berhati-hati terhadap barang yang
diangkutnya, khusus untuk pengangkutan barang selain barang umum
maka pengirim harus memberikan secara rinci mengenai sifat, jenis barang
tersebut sebab pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian yang
ditimbulkan sebagai akibat dari pengirim.
Perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan barang paket
dituntut untuk dapat mengurus dan menjaga barang angkutannya dengan
baik mulai dari saat penyerahan barang dari pengirim kepada pengangkut
hingga saat barang sampai ditempat tujuan yang disepakati dalam
perjanjian pengangkutan.
16
3. Perjanjian Pengangkutan
a. Pengertian Perjanjian Pengangkutan
Definisi perjanjian terdapat di dalam Pasal 1313 KUHPerdata,
yang menyebutkan bahwa :
”Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”.
Pasal 1313 KUHPerdata diatas mengatur tentang apa yang
dimaksud dengan perjanjian, dalam bukunya Mariam Darus Badrulzaman,
K.U.H.Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan mengatakan
bahwa definisi perjanjian di dalam ketentuan diatas adalah tidak lengkap,
tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian
sepihak saja.14
Terjadinya pengangkutan disebabkan karena adanya perjanjian
pengangkutan antara pengangkut dengan pengirim (pemakai jasa
angkutan). Definisi mengenai perjanjian pengangkutan tidak terdapat
dalam KUHD maupun peraturan-peraturan lainnya, sehingga untuk
mengetahuinya yaitu dengan melihat dari beberapa para sarjana maupun
doktrin.
Mengenai perjanjian pengangkutan, beberapa sarjana memberikan
pengertian berbeda-beda, namun pada dasarnya sama, diantaranya adalah :
Menurut pendapat Purwosutjipto (1984) merumuskan definisi
perjanjian pengangkutan adalah sebagai perjanjian timbal balik dengan
14
Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H.Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan,
alumni, Bandung, 1983, hal. 89
17
mana pengangkut mengikatkan diri untuk meyelenggarakan pengangkutan
barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan.15
Menurut Subekti, bahwa yang dimaksud dengan Perjanjian
Pengangkutan ialah :
Suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman
membawa orang atau barang dari satu kelain tempat, sedangkan pihak
yang lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.16
Menurut Sution Usman, Djoko Prakoso dan Hari Pramono, bahwa
yang dimaksud dengan perjanjian pengangkutan ialah :
Sebuah perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikat diri
untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat
tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima-penumpang)
berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk
pengangkutan tersebut.17
Dari beberapa pengertian perjanjian pengangkutan oleh para sarjana, maka
dapat dijabarkan mengenai pengertian perjanjian pengangkutan, yaitu :
1. Para pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan
pengirim/penumpang.18
2. Perjanjian pengangkutan pada umumnya adalah perjanjian timbal balik
antara pengirim ataupun penumpang dengan pihak pengangkut,
dimana pengangkut wajib melakukan pengangkutan sedangkan
pengirim ataupun penumpang wajib membayar ongkos pengiriman
tersebut.19
Artinya kedua belah pihak disini baik pengangkut maupun
pengirim masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.
15
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 2 16
R.Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 69 17
Sution Usman A, Djoko Prakoso, Hari Pramono, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Rhineka
Cipta, Jakarta, 1991, hal. 6 18
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 33-35 19
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 2
18
3. Objek pengangkutan adalah orang dan/atau barang, alat pengangkutan,
biaya pengangkutan.20
Pada prinsipnya pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik.
Di mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dari dan ke tempat tujuan tertentu, dan pengirim
barang (pemberi order) membayar biaya/ongkos angkutan sebagaimana
yang disetujui bersama.
Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian pengangkutan
mengatur beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut, artinya
apabila timbul kerugian pengangkut bebas dari pembayaran ganti
kerugian. Beberapa hal itu adalah :
1. keadaan memaksa (Overmacht);
2. cacat pada barang atau penumpang itu sendiri;
3. kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang.21
Ketiga hal ini diakui baik dengan Undang-Undang maupun doktrin
ilmu hukum. Dalam perjanjian pengangkutan terdiri empat asas pokok
yaitu :
1. Asas konsensual
Dalam kenyataanya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat,
laut dan udara dibuat secara tidak tertulis (lisan), tetapi selalu didukung
oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian
tertulis, melainkan sebagai bukti bahwa persetujuan antara pihak-pihak itu
ada.22
Tetapi dalam pasal 166 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan bahwa
20
Abdul Kadir Muhammad, Op Cit, hal. 61 21
Ibid, hal. 22 22
Ibid, hal. 23
19
pengangkutan barang harus tertulis yaitu dilengkapi dengan dokumen yang
meliputi surat perjanjian pengangkutan dan surat muatan barang.
2. Asas koordinasi
Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak
dalam perjanjian pengangkutan. Walaupun perjanjian pengangkutan
merupakan “pelayanan jasa”, asas subordinasi antara buruh dan majikan
pada perjanjian perburuhan tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan
darat, laut, dan udara ternyata pihak pengangkutan bukan buruh pihak
pengirim atau penumpang.23
3. Asas campuran
Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis
perjanjian yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut,
penyimpanan barang dari pengirim ke pengangkut, dan melakukan
pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut.
Dengan demikian, ketentuan-ketentuan dari tiga jenis perjanjian itu
berlaku juga dalam perjanjian pengangkutan, kecuali jika perjanjian
pengangkutan mengatur lain.
4. Asas tidak ada hak retensi24
Tidak adanya hak retensi terdapat di dalam angkutan laut
sebagaimana disebutkan dalam pasal 493 ayat (1) KUHD, yaitu :
23
Ibid, hal. 24 24
Ibid, hal. 25
20
Dengan tak mengurangi ketentuan didalam ayat kedua pasal ini, maka
guna menjamin apa yang harus dibayar kepadanya sebagai upah
pengangkutan dan sumbangan dalam avvary grosse, tak berhaklah si
pengangkut menahan barang yang diangkutnya itu. Setiap janji yang
bertentangan dengan ini adalah batal.
Dari ketentuan pasal 493 ayat (1) KUHD tersebut jelas bahwa
dalam angkutan laut tidak ada hak retensi, tetapi dalam pengangkutan
darat ada hak retensi, yaitu apabila penerima menolak untuk membayar
biaya angkutan kepada pengangkut maka pengangkut dapat menahan
barang muatan tersebut. Artinya bahwa selama pengirim dan/atau
penerima barang belum melunasi biaya angkutan, maka pengangkut
berhak menahan barang muatan tersebut sampai biaya angkutan dilunasi
oleh pengirim dan/atau penerima barang. Hal ini tercantum dalam pasal
195 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan yaitu perusahaan angkutan umum berhak untuk
menahan barang yang diangkut jika pengirim atau penerima tidak
memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan
perjanjian pengangkutan.
Perjanjian pengangkutan terdiri dari komponen-komponen
subsistem seperti subyek hukum, status hukum, obyek hukum, hubungan
hukum dan tujuan hukum.
21
Subjek perjanjian pengangkutan mempunyai status yang diakui
hukum yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam pengangkutan
yaitu pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan.
Pihak yang berkepentingan ada yang secara langsung terikat dan
ada juga secara langsung tidak terikat. Pihak yang secara langsung terikat
seperti pengangkut, pengirim dan penumpang. Sedangkan pihak yang
secara tidak langsung seperti ekspeditur, biro perjalanan, pengatur muatan,
pengusaha pergudangan, atau karena ia memperoleh hak dalam perjanjian
pengangkutan sebagai penerima.25
Objek perjanjian pengangkutan adalah apa yang diangkut (muatan
barang dan/atau penumpang), biaya angkutan dan alat pengangkutan.
Muatan barang meliputi berbagai jenis barang dan hewan yang diakui sah
oleh undang-undang. Biaya pengangkutan meliputi semua biaya yang
timbul selama pengangkutan atau biaya yang timbul akibat pengangkutan.
Alat pengangkutan adalah alat yang di gunakan untuk menyelenggarakan
pengangkutan.26
Sebagai salah satu bentuk perjanjian pengangkutan juga harus
memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian pada umunya yang diatur dalam
pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi :
“untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
25
Ibid, hal. 13 26
Ibid, hal. 14
22
3. suatu hal tertentu;
4. suatu sebab yang halal.”
Jika dicermati, syarat pertama dan kedua merupakan syarat-syarat
yang menyangkut subyek yang membuat perjanjian, karena itu biasa
disebut syarat subjektif. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan
syarat-syarat yang menyangkut obyeknya sehingga biasa disebut syarat
objektif. Agar suatu perjanjian itu sah maka keempat syarat harus
terpenuhi secara kumulatif, apabila salah satu syarat diatas tidak terpenuhi
maka perjanjian itu tidak sah.27
Sedangkan dalam bukunya J. Satrio
ketentuan pasal 1320 KUHPerdata kalau kita perhatikan dua syarat yang
pertama, kedua syarat tersebut adalah syarat yang menyangkut subjeknya,
sedangkan yang terakhir adalah mengenai objeknya. Sebagaimana nanti
kita akan lihat, suatu perjanjian yang mengandung cacat pada subjeknya
yaitu syarat sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan
untuk bertindak – tidak selalu menjadikan perjanjian tersebut menjadi
batal dengan sendirinya (nietig), tetapi seringkali hanya memberikan
kemungkinan untuk dibatalkan (vernietgbaar), sedang perjanjian yang
cacat dalam segi objeknya – yaitu mengenai “suatu hal tertentu” atau
“suatu sebab yang halal” – adalah batal demi hukum.28
Tujuan hukum pengangkutan adalah terpenuhinya kewajiban dan
hak pihak-pihak dalam pengangkutan. Kewajiban pihak pengangkut
adalah menyelenggarakan pengangkutan dari tempat tertentu ke tempat
27
Nurwakhid, Diktat Perkuliahan Hukum Perjanjian Syarat sah Perjanjian, Fakultas Hukum
Unsoed, Purwokerto, 2009, hal. 2-3 28
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku I, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2000, hal. 163-164
23
tujuan dengan selamat. Sedangkan kewajiban pihak pengirim atau
penumpang adalah membayar biaya pengangkutan. Tujuan hukum
pengangkutan adalah tujuan pihak-pihak dalam pengangkutan yang diakui
sah oleh hukum. Tujuan yang diakui sah oleh hukum disebut juga tujuan
yang halal.
Tujuan yang halal adalah salah satu unsur dari pasal 1320
KUHPerdata, yaitu unsur keempat “kausa yang halal”. Artinya isi
perjanjian pengangkutan yang menjadi tujuan itu harus tidak dilarang oleh
undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan. Tujuan perjanjian pengangkutan tidak
hanya mengenai kepentingan pihak-pihak, melainkan juga kepentingan
umum (masyarakat luas).29
Perjanjian pengangkutan dikatakan tidak mencapai tujuan mungkin
terjadi karena keadaan berikut ini :
1. Tiba di tempat akhir pengangkutan, tetapi tidak selamat karena barang
mengalami kerusakan, kehilangan sebagian, atau penumpang luka
parah, meninggal dunia.
2. Atau tidak sampai di tempat akhir pengangkutan, tetapi selamat karena
muatan tetap utuh, penumpang tetap sehat, walaupun alat angkutan
mengalami kerusakan atau mogok.
29
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 70
24
3. Atau tiba di tempat akhir pengangkutan dengan selamat, tetapi
penerima tidak mau membayar biaya pengangkutan dengan alasan
tertentu, sedangkan pengirim tidak membayar biaya pengangkutan
lebih dulu karena segala sesuatunya sudah diserahkan kepada
penerima.30
Tercapainya tujuan perjanjian pengangkutan memberi manfaat atau
kenikmatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat luas.
Manfaat kenikmatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dari kepentingan pengirim, pengirim memperoleh manfaat untuk
konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.
2. Dari kepentingan pengangkut, pengangkut memperoleh manfaat
keuntungan material sejumlah uang, atau keuntungan immaterial
berupa meningkatkan kepercayaan masyarakat atas jasa pengangkutan
yang diusahakan oleh pengangkut.
3. Dari kepentingan penerima, penerima memperoleh manfaat untuk
konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.
4. Dari kepentingan penumpang, penumpang memperoleh manfaat
kesempatan mengemban tugas, profesi, meningkatan ilmu
pengetahuan, keahlian, di tempat yang di tuju (tempat baru).
5. Dari kepentingan masyarakat luas, masyarakat memperoleh manfaat
kebutuhan yang merata, dan kelangsungan pembangunan.31
30
Ibid, hal. 71 31
Ibid, hal. 72
25
b. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan
Perjanjian pengangkutan terdiri dari 2 pihak yaitu pengangkut dan
penumpang/pengirim.
a) Pengangkut
Menurut Purwosutjipto pengangkut pada umumnya adalah orang
yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat.32
b) Pengirim
Menurut Soegijatna Tjakranegara yang dimaksud pihak pengirim
adalah pihak yang berkewajiban menyerahkan ongkos yang disepakati
serta menyerahkan barang yang dikirim pada alamat tujuan dengan jelas.33
Pada umumnya, dalam suatu perjanjian pengangkutan pihak
pengangkut leluasa untuk memilih sendiri alat pengangkutan yang hendak
dipakainya.34
Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan mempunyai hak dan
kewajiban, mengenai hak dan kewajiban para pihak akan dijelaskan
sebagai berikut :
a) Hak Pengangkut
1. Menerima pembayaran biaya pengangkutan
2. Menolak barang muatan yang diserahkan kepadanya, misalnya
barang tersebut barang terlarang, barang yang berbahaya.
32
Purwosudjipto, Op Cit, hal. 3 33
Soegijatna Tjakranegara, Op Cit, hal. 67 34
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1985, hal. 221
26
b) Kewajiban Pengangkut
1. Menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu
tempat ke tempat tujuan tertentu.
2. Menjaga keselamatan barang yang diangkutnya mulai saat
diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.
3. Bertanggung jawab atas segala kerugian yang diderita pengirim
akibat kesalahan pengangkut.
4. Menyerahkan barang kepada si pengirim.
c) Hak Pengirim
1. Hak untuk diselenggarakannya pengangkutan
2. Hak untuk meminta ganti rugi terhadap barang yang rusak/hilang.
d) Kewajiban Pengirim
1. Memberikan barang muatannya
2. Membayar uang angkutan
3. Memenuhi segala persyaratan yang ditentukan35
Dalam hal terjadi suatu kerugian yang di derita penumpang
dan/atau pengirim, maka pengangkut harus bertanggung jawab atas
kerugian itu. Pengangkut bertanggung jawab membayar ganti kerugian
seperti yang diatur dalam pasal 1236 KUHPerdata. Pengusaha
pengangkutan kendaraan bermotor umum bertanggung jawab terhadap
kerugian yang diderita penumpang dan kerusakan barang yang berada
dalam kendaraan tersebut, kecuali bila ia dapat membuktikan bahwa
35
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 2, 33
27
kerugian itu terjadi diluar kesalahannya atau buruhnya. Tetapi tanggung
jawab itu tidak ada, bila kerusakan atau kerugian tersebut terjadi karena
tidak sempurnanya bungkusan barang yang diangkut.36
Selain itu,
tanggung jawab perusahaan angkutan tercantum dalam pasal 188 dan 193
ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang menyebutkan bahwa :
Pasal 188
“Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita
oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan
pelayanan angkutan”.
Pasal 193 ayat (1) dan (2)
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau
rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti atau musnah,
hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang
tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
kerugian yang nyata-nyata dialami.
Pengangkut harus membayar ganti kerugian terhadap barang yang
musnah atau rusak tersebut, kecuali kalau kerugian itu timbul dari 4
macam sebab tersebut di bawah ini :
36
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 76-77
28
a. Keadaan memaksa (overmacht atau force majeure);
b. Cacat pada barang itu sendiri;
c. Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau si ekspeditur;
d. Keterlambatan datangnya barang ditempat tujuan, yang disebabkan
karena keadaan memaksa, dalam hal ini barang tidak rusak atau
musnah.37
Hukum pengangkutan dikenal ada tiga prinsip tanggung jawab
yaitu:
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan.
Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan
dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab
membayar ganti kerugian atas segala kerugian yang timbul akibat dari
kesalahananya itu. Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan
kesalahan pengangkut itu. Beban pembuktian ada pada pihak yang
dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini adalah yang umum
berlaku seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata tentang
perbuatan melawan hukum.
2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga
Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab
atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang
diselenggarakannya. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan
37
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 34-35
29
bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar
ganti kerugian. Yang dimaksud dengan “tidak bersalah” adalah tidak
melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk
menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu
tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak
pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan
cukup menunjukan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan
yang diselenggarakan oleh pengangkut.
3. Prinsip tanggung jawab mutlak
Menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab membayar
ganti kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan
yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya
kesalahan pengangkut.38
Tanggung jawab pengangkut tersebut dibatasi oleh Pasal 1247 dan
Pasal 1248 KUHPerdata, yaitu :
Pasal 1247 KUHPerdata menyebutkan bahwa : si berutang hanya
diwajibkan mengganti biaya, ganti rugi dan bunga yang nyata telah atau
sedianya harus dapat di duganya sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika
hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan mengenai tipu daya yang
dilakukan olehnya. Dalam pasal ini, yang dimaksud dengan kerugian
adalah kerugian yang dapat diperkirakan secara layak pada saat timbulnya
perikatan.
38
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 27-28
30
Pasal 1248 KUHPerdata menyebutkan bahwa : bahkan jika hal
tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya si berutang,
penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai kerugian yang
dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang hilang baginya
hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak
dipenuhinya perikatan. Pasal ini menjelaskan bahwa kerugian itu harus
merupakan akibat yang langsung dari tidak terlaksananya perikatan dari
perjanjian pengangkutan.
c. Terjadinya Pengangkutan
Pengangkutan terjadi karena adanya perjanjian pengangkutan.
Perjanjian pengangkutan merupakan salah satu bentuk dari perjanjian,
sehingga perjanjian pengangkutan tunduk terhadap aturan-aturan hukum
perjanjian.
Mengenai terjadinya perjanjian pengangkutan, Soekardono
berpendapat :
“terjadinya perjanjian pengangkutan tersebut tidak terdapat di dalam
bagian ke -3 Titel V, melainkan di dalam Pasal 90 KUHD. Pasal 90
KUHD menerangkan bahwa surat angkutan merupakan perjanjian antara
pengirim dan pengangkut. Tanpa surat angkutan, apabila telah tercapainya
persetujuan kehendak antara kedua belah pihak, perjanjian itu sudah ada
sehingga surat angkutan tadi hanya merupakan bukti belaka mengenai
perjanjian pengangkutan, sekedar pengangkut suka menerima barang
31
untuk diangkut menurut penyebutannya dengan syarat-syarat yang tertulis
dalam surat angkutan tersebut.39
Pasal 90 KUHD menyebutkan bahwa :
Surat angkutan merupakan persetujuan antara si pengirim pada pihak
pertama dengan pengangkut pada pihak kedua dan surat muatan itu
memuat selain apa yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, seperti
misalnya mengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus selesai
dikerjakannya dan mengenai penggantian ganti rugi dalam hal
keterlambatan memuat juga :
1. Nama dan berat atau ukuran barang-barang yang diangkut, begitupun
merek-merek dan bilangan-bilangannya.
2. Nama orang kepada siapa barang-barang itu dikirimkan
3. Nama dan tempat si pengangkut atau juragan perahu
4. Jumlah upahan pengangkut
5. Tanggal
6. Tanda tangan si pengirim
Surat angkutan itu, expeditur harus membukukannya dalam register
hariannya.
Dalam bukunya Purwosutjipto mengatakan bahwa :
Dari ketentuan pasal 90 KUHD dapat disimpulkan bahwa tanpa surat
muatan , berarti tidak ada perjanjian pengangkutan. Hal ini tidak sesuai
dengan rumusan pasal 90 KUHD ayat (1) No. 6 KUHD, dimana
ditetapkan bahwa surat muatan itu harus memuat juga : tanda tangan si
pengirim atau ekspeditur, sedangkan tanda tangan si pengangkut tidak
disebut. Dari rumusan pasal 90 ayat (1) No. 6 KUHD tersebut dapat
39
Soekardono, Op Cit, hal. 27
32
diambil kesimpulan bahwa surat muatan itu dianggap cukup ditanda
tangani oleh pengirim atau ekspeditur saja, jadi, hanya merupakan surat
keterangan sepihak. Kalau surat muatan itu dimaksudkan sebagai
perjanjian pengangkutan, maka surat muatan itu harus ditanda tangani oleh
pengirim ekspeditur atas namanya dan pengangkut sebagai lawan
pihaknya. Karena rumusan rumusan pasal 90 ayat (1) itu jelas, bahwa surat
muatan itu harus hanya ditandatangani oleh si pengirim atau ekspeditur
saja, maka surat muatan itu bersifat sebagai surat pengantar saja, yang baru
merupakan tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan, bila surat muatan
itu juga sudah ditandatangani oleh pengangkut atau wakilnya sebagai
tanda terima. Maka dengan ini dapat diambil kesimpulan bahwa pasal 90
ayat (1) KUHD itu salah rumus, karena jelas bahwa surat muatan itu bukan
merupakan perjanjian pengangkutan.40
Selanjutnya Purwosutjipto berpendapat bahwa surat muatan sebagai yang
disebut dalam pasal 90 KUHD itu adalah surat pengantar biasa, yang
ditujukan kepada pengangkut, agar barang-barang yang disertakan dengan
surat muatan itu disampaikan kepada penerima. Bilamana surat sudah
diterima oleh pengangkut beserta barang-barangnya, dan pengangkut
menaruh tanda tangan beserta cap jabatannya dalam surat muatan itu,
maka surat muatan itu sekarang merupakan tanda bukti adanya perjanjian
pengangkutan. Surat muatan itu merupakan bukti, bukan merupakan
perjanjian pengangkutan itu sendiri, yang berarti bukan merupakan unsur
perjanjian pengangkutan, yang dapat berakibat, bila surat muatan itu tidak
ada, maka perjanjian pengangkutan itu juga tidak ada. Padahal perjanjian
pengangkutan itu bersifat konsensuil artinya cukup, bila sudah ada
kesepakatan kehendak saja. Jadi, tidak diperlukan bukti surat, semacam
surat muatan tersebut.41
Adanya perjanjian pengangkutan tersebut menimbulkan beberapa
cara agar perjanjian pengangkutan itu terjadi, antara lain :
1. Penawaran dari pihak pengangkut.
Cara terjadi perjanjian pengangkutan dapat secara langsung antara
pihak-pihak, atau secara tidak langsung dengan menggunakan
perantara (expeditur). Apabila pembuatan perjanjian pengangkutan
dilakukan secara langsung maka penawaran pihak pengangkut
dilakukan dengan menghubungi langsung pihak pengirim atau
40
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 30 41
Ibid, hal. 31
33
penumpang. Hal ini berarti pihak pengangkut mencari sendiri muatan
atau penumpang untuk diangkut.
2. Penawaran dari pihak pengirim, penumpang.
Apabila pembuatan perjanjian pengangkutan dilakukan secara
langsung, maka penawaran pihak pengirim atau penumpang dilakukan
dengan menghubungi langsung pihak pengangkut. Hal ini berarti
pengirim atau penumpang mencari sendiri pengangkut untuknya.42
Proses penyelenggaraan pengangkutan meliputi empat tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan pengangkutan, meliputi penyediaan alat
pengangkutan dan penyerahan barang atau penumpang untuk diangkut;
2. Tahap penyelenggaraan pengangkutan, meliputi kegiatan pemindahan
barang atau penumpang dengan alat pengangkutan dari tempat
pemberangkatan sampai di tempat tujuan yang disepakati;
3. Tahap penyerahan barang atau penumpang kepada penerima, turunnya
penumpang, dan pembayaran biaya pengangkutan, dalam tidak terjadi
peristiwa selama pengangkutan;
4. Tahap pemberesan/penyelesaian persoalan yang timbul/terjadi selama
pengangkutan atau sebagai akibat pengangkutan.43
d. Sifat Hukum Perjanjian Pengangkutan
Perjanjian pengangkutan pada prakteknya bersifat konsensuil
artinya untuk terjadinya suatu perjanjian pengangkutan cukup diwujudkan
42
Abdul Kadir Muhammad, Op Cit, hal. 43-44 43
Ibid, hal. 14-15
34
dengan persetujuan kehendak antara si pengirim dengan pengangkut, tetapi
dalam Pasal 166 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan bahwa :
“Angkutan barang dengan Kendaraan bermotor Umum wajib dilengkapi
dengan dokumen yang meliputi :
a) Surat perjanjian pengangkutan; dan
b) Surat muatan barang”.
Mengenai masalah pengaturan rincian isi yang perlu dicantumkan
dalam dokumen itu tidak mempunyai ketentuan baku, tetapi dalam
prakteknya rincian surat muatan yang tertera adalah sebagai berikut :
a) Nama barang, berat ukuran bilangan, merek pembungkus;
b) Nama orang penerima kepada siapa barang itu di serahkan ;
c) Nama tempat pengangkut, pengemudi pengangkutan truk atau bus;
d) Jumlah upah pengangkut dan tanda tangan pengirim/surat angkutan itu
harus dicatat dalam buku register.44
Dalam perjanjian pengangkutan terdapat beberapa sifat yaitu:
a) Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pelayanan berkala;
Dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan itu, hubungan kerja
antara pengirim dengan pengangkut tidak terus menerus, tetapi hanya
kadang kala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk
mengirim barang.
44
Soegijatna Tjakranegara, Op Cit, hal. 68
35
b) Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pemborongan;
Adapula yang berpendapat lain yaitu sifat hukum perjanjian
pengangkutan pengangkutan itu bukan pelayanan berkala, melainkan
pemborongan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1601-b
KUHPerdata yang berbunyi pemborongan pekerjaan adalah perjanjian
dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang
memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Pasal
1601 KUHPerdata ini dijabarkan lagi dalam Pasal 1604 KUHPerdata
sampai dengan Pasal 1616 KUHPerdata.45
c) Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah campuran.
Dalam bukunya Purwosutjipto, Mr. Kist berpendapat bahwa perjanjian
pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni perjanjian
melakukan pekerjaan (pelayanan berkala) dan perjanjian penyimpanan
(bewaargeving).
Purwosutjipto setuju dengan pendapat Mr. Kist tersebut, karena
perjanjian pengangkutan mempunyai unsur :
a. Pelayanan berkala (pasal 1601-b KUHPerdata)
Pasal ini adalah satu-satunya pasal khusus mengenai pelayanan
berkala. Pendapat ini diikuti oleh Polak, Vollmar, Molengraaf dan
Soekardono.
45
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 8
36
b. Unsur penyimpanan (bewaargeving), terbukti adanya ketetapan
dalam pasal 468 ayat (1) KUHD yang menyebutkan bahwa :
perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut untuk menjaga
keselamatan barang yang diangkutnya, mulai saat diterimanya
hingga saat diserahkannya barang tersebut.
c. Unsur pemberian kuasa (lastgeving). Hal ini terbukti dengan
adanya ketetapan dalam pasal 365 dan 371 KUHD. Pasal 371 ayat
(1) menyebutkan bahwa : nahkoda diwajibkan selama perjalanan
menjaga kepentingan-kepentingan dari yang berhak atas muatan,
mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk itu dan bilamana
perlu bertindak di muka pengadilan untuk itu. Pasal 371 ayat (3)
menyebutkan : Dalam keadaan yang mendesak ia diperbolehkan
menjual barang muatan atau sebagian dari itu, atau guna
kepentingan muatan tersebut, meminjam uang dengan
mempertaruhkan muatan itu sebagai jaminan.46
4. Pengemudi
a. Pengertian Pengemudi
Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa :
“Pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di
Jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi”.
46
Ibid, hal. 9-10
37
Untuk menjadi pengemudi harus memenuhi persyaratan, persyaratan
pengemudi tersebut tercantum dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu :
1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib
memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan
bermotor yang dikemudikan.
2) Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
2 (dua) jenis :
a. Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor perseorangan; dan
b. Surat Izin Mengemudi Mengemudi kendaraan bermotor umum.
3) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon pengemudi harus
memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui
pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.
4) Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor
umum, calon pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan
pengemudi angkutan umum.
5) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya
diikuti oleh orang yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi untuk
kendaraan bermotor perseorangan.
b. Hubungan Pengusaha dengan Pengemudi
Pengemudi merupakan salah satu pekerja/buruh di suatu
perusahaan pengangkutan, dimana pengemudi sebagai pekerja/buruh
sedangkan perusahaan angkutan sebagai majikan.
38
Guna mewujudkan hubungan kerja/hubungan industrial yang
harmonis, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan melibatkan beberapa pihak dalam hubungan
kerja/hubungan industrial. Pihak-pihak tersebut adalah :
(1) Pekerja/buruh;
(2) Serikat pekerja/serikat buruh;
(3) Pemberi Kerja/pengusaha;
(4) Organisasi Pengusaha;
(5) Lembaga kerja sama bipartite/tripartite; dan
(6) Pemerintah.47
Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :
“Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh yang perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan,
upah, dan perintah”.
Dalam bukunya Lalu Husni menyatakan bahwa yang dimaksud
perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (si buruh),
mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan
untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.48
Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dengan pekerja/buruh
tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama yang dibuat oleh
pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh yang ada pada perusahaan.
47
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 19 48
Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 64
39
Demikian pula perjanjian kerja tersebut tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perusahaan yang dibuat oleh pengusaha. Yang dimaksud
perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada
instansi yang bertanggung jawab dengan pengusaha, atau beberapa
pengusaha, atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban kedua belah pihak.49
Pengertian perjanjian kerja yang umum, dapat di jumpai dalam
Pasal 1601a KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa :
“Perjanjian Perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si
buruh, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi
pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan
pekerjaan dengan menerima upah”.
Berdasarkan pengertian perjanjian kerja diatas, dapat ditarik beberapa
unsur dari perjanjian kerja, yakni :
a. Adanya unsur work atau pekerjaan.
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan
(objek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh
pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal
ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603a yang berbunyi :
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin
majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”.
49
Zaeni Asyhadie, Op Cit, hal. 44-46
40
b. Adanya unsur perintah
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh
pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada
perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang
diperjanjikan.
c. Adanya upah
Upah memberikan peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian
kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja
bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga
tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan
hubungan kerja.50
Mengenai hubungan kerja antara pengemudi dan pengusaha
angkutan, pengemudi mempunyai kewajiban untuk melakukan
pekerjaannya yaitu mengirimkan barang sampai ke tempat tujuan dengan
selamat, sedangkan kewajiban pengusaha angkutan adalah bertanggung
jawab atas akibat-akibat perbuatan melawan hukum atau kelalaian
pegawai/karyawannya, hal ini tercantum dalam pasal 1367 KUHPerdata
dan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.
Menurut Pasal 1367 KUHPerdata menyebutkan bahwa :
Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
50
Lalu Husni, Op Cit, hal. 65-67
41
karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau
disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
Pasal 191 Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa :
Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang
diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan
penyelenggaraan angkutan.
Selain itu, ada kewajiban lain yang harus ditanggung perusahaan
angkutan dalam menyelenggarakan pengangkutan, hal ini tercantum dalam
Pasal 188 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan menyebutkan bahwa :
“Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita
oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan
pelayanan angkutan.
Sedangkan dalam Pasal 189 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa :
“Perusahaan Angkutan Umum wajib mengansuransikan tanggung
jawabnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 188.
5. Asuransi
a. Pengertian Asuransi
Pasal 246 KUHD menyebutkan bahwa :
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung,
42
dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang
tak tentu”.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, yang dimaksud dengan
asuransi/pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
b. Fungsi Asuransi
Fungsi lembaga pertanggungan ialah sebagai lembaga pelimpahan
resiko.
Resiko yang sesungguhnya akan ditanggung sendiri, karena adanya
perjanjian asuransi kemudian dialihkan kepada pihak lain yaitu
penanggung (dalam hal ini adalah perusahaan asuransi) yang bersedia
menanggunganya.51
51
Sri Redjeki Hartono, Hukum Dagang (Asuransi dan Hukum Asuransi), IKIP Semarang Press,
Semarang,1985, hal. 2-3
43
c. Resiko-resiko yang ditanggung oleh asuransi/pertanggungan
angkutan darat.
Resiko-resiko yang dapat diasuransikan atau pertanggungkan pada
pertanggungan angkutan darat pada umumnya adalah resiko-resiko sebagai
tanggung jawab dalam rangka penyelenggaraan perjanjian pengangkutan
yang sudah diadakan terlebih lebih dahulu.
Adapun resiko-resiko termaksud pada garis besarnya meliputi :
1. Tanggung jawab hukum pengusaha angkutan umum terhadap
keselamatan orang dan/atau barang yang diangkutnya.
2. Tanggung jawab hukum pemilik benda tidak umum terhadap
keselamatan orang dan atau barang yang berada dalam kendaraannya.
3. Tanggung jawab hukum pemilik kendaraan (umum atau tidak)
terhadap kecelakaan dan kerugian yang timbulkan kendaraannya
terhadap orang atau barang berada di luar kendaraan itu.
4. Pencurian terhadap kendaraan serta alat-alatnya.
5. Kebakaran kendaraan serta alat-alatnya.
6. Kerugian yang ditimbulkan karena tabrakan antara beberapa
kendaraan.
7. Resiko-resiko lain yang diperjanjikan.52
52
Ibid, hal 137
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu
pendekatan dengan konsep legis positivistis dimana konsep ini
memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat oleh
lembaga atau pejabat negara yang berwenang, selain itu konsep ini juga
melihat hukum sebagai sistem normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan
terlepas dari kehidupan nyata.53
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau gejala dari
obyek yang akan diteliti tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang
berlaku umum.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Pahala Express Delivery Purwokerto.
D. Sumber Data
a) Data sekunder
53
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1998, hal. 11-14.
45
Data sekunder yaitu data yang bersumber dari peraturan perundang-
undangan, dokumen-dokumen resmi, makalah-makalah serta literatur
yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.
b) Penunjang Data Sekunder
Untuk mendukung dan melengkapi data sekunder, diperoleh
keterangan langsung dari staff dan karyawan PT. Pahala Express
Delivery Purwokerto.
E. Metode Pengumpulan Data
a) Data Sekunder
Dengan cara melakukan studi pustaka yaitu mengumpulkan dan
mempelajari peraturan perundang-undangan, kepustakaan, dokumen-
dokumen resmi, makalah-makalah dan buku-buku literatur yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
b) Penunjang Data Sekunder
Mengadakan tanya jawab secara langsung dengan staff dan karyawan
PT. Pahala Express Delivery Purwokerto.
F. Metode Penyajian Data
Metode penelitian data dalam penyusunan penelitian ini akan disajikan
dalam bentuk uraian secara sistematis, logis dan rasional. Dalam arti
keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang
lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti, sehingga
merupakan suatu kesatuan yang utuh didasarkan pada norma hukum atau
46
kaidah-kaidah hukum serta doktrin hukum yang relevan dengan pokok
permasalahan.
G. Metode Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis dengan
menggunakan metode normatif kualitatif, yaitu dengan menjabarkan dan
memberikan interpretasi terhadap data yang diperoleh berdasarkan norma-
norma hukum yang berlaku dan teori yang disusun secara logis yang
relevan dengan permasalahan yang diajukan.
47
BAB IV/
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Data Sekunder
1.1 Gambaran Umum PT. Pahala Express Delivery di Purwokerto
1.1.1 Sejarah Perusahaan
PT. Pahala Express Delivery merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang pengangkutan barang yang berpusat di Jl.
Jalan Raya Jati Asih No. 259 Bekasi dengan armada 280
kendaraan. PT. Pahala Express Delivery mempunyai banyak
cabang/agen di berbagai kota, salah satunya di Purwokerto
yang berdiri sejak tahun 2003. Adapun kantor agen PT. Pahala
Express Delivery di Purwokerto di jalan MT. Haryono No. 129
Purwokerto.
1.1.2 Bentuk Perusahaan
PT. Pahala Express Delivery adalah Perusahaan yang bergerak
di bidang pengangkutan barang, dimana barang yang diangkut
meliputi :
a. Paket (Dalam dan Luar Negeri)
b. Sepeda Motor dan Mobil
c. Moving/Pindahan (Rumah dan Kantor)
48
1.1.3 Struktur Organisasi PT. Pahala Express Delivery
PT. Pahala Express Delivery mempunyai struktur organisasi,
yaitu struktur organisasi kantor pusat dan struktur organisasi di
kantor agen Purwokerto. Adapun struktur organisasinya
sebagai berikut :
Struktur Organisasi Kantor Pusat
- General Manager : H. Mujianto
- Manager Operasional : H. Kukuh H
- Manager Marketing : Perla Yutupan
- Manager Keuangan : H. Erwan
- Manager IT : Akil
- Manager CS dan SC : Indro
- Manager Keagenan dan Promosi : Edwin
- Manager HRD/GA (Personalia) : Tri Atmoko
Struktur Organisasi Kantor Agen Purwokerto
- Brand Manager : Agus S
- Keuangan : Rahayu
Collector : Anis S
- Kordinator Marketing : Munawar
Customer Service dan SC : Gumadi
- Kordinator Operasional : Wanto
Operasional Lintas : Sajud
49
Operasional Mobil : Natam dan Wawan
Operasional Motor : Sutono
Semua karyawan tersebut bertanggung jawab dalam
kepengurusan PT. Pahala Express Delivery.
1.1.4 Para Pihak
Berdasarkan dokumen tanda terima barang diketahui bahwa :
a. Pihak Pengirim yaitu pemilik barang atau penjual.
b. Pihak Pengangkut yaitu PT. Pahala Express Delivery
1.1.5 Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan
Untuk melakukan perjanjian pengangkutan, pihak PT. Pahala
Express Delivery sebagai pengangkut telah menetapkan
terlebih dahulu persyaratan-persyaratan pengiriman di dalam
dokumen tanda terima barang, apabila pengirim setuju dengan
syarat-syarat pengiriman tersebut maka pengirim dan PT.
Pahala Express Delivery bersama-sama menandatangani
dokumen tanda terima tersebut.
1.1.6 Objek Perjanjian Pengangkutan
PT. Pahala Express Delivery telah menetapkan objek
pengangkutan dari perjanjian pengangkutan yaitu barang atau
dokumen yang sesuai dengan syarat. Dalam persyaratan
pengiriman yang terdapat dalam dokumen tanda terima barang
disebutkan beberapa jenis barang yang dilarang untuk diangkut,
yaitu :
50
a. Barang berbahaya, beracun, zat kimia, yang mudah
meledak atau terbakar, cairan, kecuali dikemas dengan baik
dan benar;
b. Senjata, obat-obatan terlarang (narkotika, ganja, morpin dan
sejenisnya), alkohol, dan minuman keras;
c. Emas, Perak, Perhiasan berharga, batu-batu mulia;
d. Surat, Warkat Pos, Kartu Pos, Perangko, Dokumen/Surat
Berharga (Check, Giro, Obligasi, Saham, Perjanjian
Kontrak, Proposal Tender, STNK, BPKB, Pasport,
Sertifikat, Ijazah Kelulusan, Akte Kelahiran dan
sejenisnya);
e. Barang antik, binatang/tanaman hidup, barang cetakan serta
rekaman dan lainnya yang isinya melanggar norma
kesusilaan serta mengganggu ketertiban dan keamanan;
f. Barang pecah belah/keramik, dan Barang Curian.
Apabila shipper mengirimkan barang-barang tersebut diatas
tanpa sepengetahuan Pahala Express maka shipper
membebaskan Pahala Express dari seluruh klaim atas
kerusakan, biaya yang mungkin timbul serta tuntutan hukum
dari pihak manapun dan Pahala Express berhak mengambil
langkah-langkah yang dianggap perlu segera setelah Pahala
Express mengetahui adanya pelanggaran dalam pengiriman
dokumen atau barang.
51
1.1.7 Tata Cara Pengangkutan
a. Pahala Express bukan perusahaan angkutan umum dan
hanya mengangkut dokumen atau barang yang sesuai
dengan syarat. Pahala Express dapat menolak untuk
menerima atau mengangkut dokumen atau barang tertentu
dari perorangan ataupun perusahaan berdasarkan kebijakan
Pahala Express sendiri.
Maksud dari bukan perusahaan angkutan umum adalah
Pahala Express tidak mengangkut semua barang atau
dokumen pada umumnya tetapi perusahaan angkutan yang
hanya mengangkut dokumen dan barang sesuai dengan
syarat, berarti ada barang atau dokumen yang dilarang
untuk dikirim misalnya Pahala Express tidak menerima
barang berbahaya, beracun, zat kimia yang mudah meledak,
senjata api, cek tunai, akta kelahiran dan sejenisnya. Hal ini
sesuai dengan data nomor 1.1.6 tentang obyek perjanjian
pengangkutan.
b. Pahala Express berhak mengangkut dokumen atau barang
milik shipper melalui jalur dan prosedur dengan
menggunakan perusahaan angkutan dan dengan cara
penanganan, pergudangan serta tranportasi yang cocok dan
baik menurut kebijakan Pahala Express.
52
c. Pembungkusan dokumen atau barang shipper untuk
pengangkutan merupakan tanggung jawab shipper termasuk
penempatan dokumen atau barang ke dalam suatu
pembungkus yang mungkin Pahala Express sediakan.
d. Pahala Express tidak bertanggung jawab atas kehilangan
atau kerusakan dokumen atau barang yang diakibatkan
ketidaksempurnaan pembungkusan oleh shipper.
e. Shipper bertanggung jawab untuk mencantumkan alamat
lengkap tujuan kiriman, jenis atau daftar dokumen atau
barang agar pengangkutan dapat dilakukan dengan baik.
f. Pahala Express tidak bertanggung jawab atas
keterlambatan, kehilangan, kerusakan yang timbul akibat
kelalaian dan kesalahan shipper dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban tersebut diatas.
1.1.8 Pemeriksaan Pengiriman
a. Pahala Express berhak tetapi tidak berkewajiban memeriksa
barang atau dokumen yang dikirim oleh shipper untuk
memastikan bahwa suatu kiriman dokumen atau barang
adalah layak untuk diangkut ke kota tujuan sesuai syarat
prosedur operasional yang baku, proses Bea dan Cukai
serta metode penanganan pengiriman Pahala Express.
b. Pahala Express dalam melaksanakan haknya tidak
menjamin atau menyatakan bahwa seluruh kiriman adalah
53
layak untuk pengangkutan dan pengantaran tanpa
melanggar hukum disemua kota asal, tujuan, atau yang
dilalui kiriman tersebut.
c. Pahala Express tidak bertanggung jawab terhadap kiriman
yang isinya tidak sesuai dengan keterangan yang diberikan
shipper kepada Pahala Express.
d. Pahala Express tidak bertanggung jawab atas denda,
kehilangan atau kerusakan selama dokumen atau barang
shipper berada dalam penahanan Bea dan Cukai atau
pejabat yang berwenang lainnya. Shipper dengan ini
membebaskan Pahala Express dari keharusan bertanggung
jawab atas denda atau kerugian tersebut.
1.1.9 Jaminan Kepemilikan Kiriman
a. Shipper dengan ini menjamin bahwa yang bersangkutan
adalah pemilik yang sah dan berhak atas dokumen atau
barang yang diserahkannya untuk dikirimkan oleh Pahala
Express dan telah sepakat untuk mengikatkan diri dalam
perjanjian pengangkutan yang ada di dalam dokumen
pengiriman.
b. Shipper dengan ini menyatakan membebaskan Pahala
Express dari tuntutan pihak manapun dan dari seluruh biaya
kerusakan dan atau biaya lainnya apabila terjadi
pelanggaran.
54
1.1.10 Ganti Rugi
a. Pahala Express hanya bertanggung jawab untuk mengganti
kerugian yang dialami shipper akibat kerusakan atau
kehilangan dari pengiriman dokumen atau barang oleh
Pahala Express sepanjang kerugian tersebut terjadi ketika
barang atau dokumen tersebut masih dalam pengawasan
Pahala Express, dengan catatan bahwa kerusakan tersebut
semata-mata disebabkan karena kelalaian karyawan atau
agen Pahala Express.
b. Pahala Express tidak bertanggung jawab terhadap kerugian
konsekuensi yang timbul akibat dari kejadian tersebut
diatas yaitu kerugian yang termasuk dan tanpa dibatasi atas
kerugian komersil, keuangan atau kerugian tidak langsung
lainnya termasuk kerugian material dan immaterial yang
terjadi dalam pengangkutan atau pengantaran yang
disebabkan oleh hal-hal yang diluar kemampuan kontrol
Pahala Express atau kerugian atas kerusakan akibat bencana
alam atau Force Majeure.
c. Nilai pertanggung jawaban Pahala Express sesuai syarat
dan kondisi pada klausula diatas adalah dalam bentuk ganti
rugi atas kerusakan atau kehilangan dokumen atau barang
yang nilainya 10 kali lipat biaya kirim atau dengan
55
maksimal Rp. 750.000 untuk kiriman dalam negeri, Rp.
1.000.000 untuk kiriman tujuan luar negeri per kiriman.
d. Untuk barang yang nilainya tinggi/mahal wajib
diasuransikan dan Premi Asuransi dibayar pengirim.
Penggantian kerugian diselesaikan sesuai dengan Polis
Kontrak Asuransi Pengiriman rekanan dari Pahala Express.
e. Pahala Express tidak bertanggung jawab untuk hal-hal :
- Semua resiko teknik apapun yang terjadi pada
dokumen atau barang kiriman selama pengangkutan
dan pengiriman yang menyebabkan barang yang
dikirim tidak berfungsi atau berubah fungsinya. Hal ini
berlaku untuk barang-barang seperti mesin atau
sejenisnya termasuk barang-barang elektronik seperti
radio tape, TV, computer, flasdisk, AC, kulkas, video,
mesin cuci dan barang sejenis lainnya.
- Kebocoran, kerusakan, dan matinya titipan seperti
barang cair, barang pecah belah/keramik, makanan
basah, buah-buahan/sayuran, binatang/tanaman hidup.
- Jika kehilangan/kerusakan dokumen atau barang
kiriman yang diambil sendiri di kantor Pahala Express
lebih dari 3 (tiga) hari dan dengan sendirinya akan di
destroy/dihancurkan jika lebih dari 12 (dua belas) hari.
56
1.1.11 Tata Cara Klaim
a. Klaim hanya dapat dilakukan di kantor Pahala Express,
setiap klaim dari shipper sehubungan dengan kewajiban
dan tanggung jawab Pahala Express paling lambat 15 hari
kerja setelah tanggal dokumen atau barang tersebut diterima
di tujuan.
b. Pengajuan klaim harus melampirkan dokumen-dokumen
pendukung seperti bukti pengiriman asli dari Pahala
Express, Faktur/Kwitansi yang sah barang titipan
bersangkutan.
c. Jumlah klaim tidak dapat diperhitungkan dengan jumlah
tagihan dari Pahala Express.
d. Klaim tidak dapat dilayani apabila lebih dari 1 x 24 jam
barang titipan sudah diterima di tujuan tidak ada keluhan
apapun.
2. Penunjang Data Sekunder
Penunjang data sekunder diperoleh dengan melakukan wawancara dengan
Branch Manager dari PT. Pahala Express Delivery yaitu Bapak Agus
Syaefudin.
Hasil wawancara dengan Bapak Agus Syaefudin, yaitu :
2.1 Tanggung jawab PT. Pahala Express Delivery terhadap barang
kiriman adalah dimulai saat barang kiriman diterima oleh PT. Pahala
57
Express Delivery dari si pengirim hingga saat barang kiriman tersebut
sampai di tempat tujuan yang disepakati dengan selamat dan aman.
2.2 Pengirim membayar biaya pengangkutan kepada PT. Pahala Express
Delivery dengan cara kontan dan kredit. Dibayar secara kontan
dilakukan setelah serah terima barang kiriman dari pengirim ke PT.
Pahala Express Delivery dan dibayar secara kredit bagi pengirim
yang sudah berlangganan, PT. Pahala Express Delivery melayani
pengirim yang sudah berlangganan, dimana pengirim yang sudah
berlangganan akan dikasih formulir registrasi pelanggan dari PT.
Pahala Express Delivery. Untuk pembayaran secara kredit dibayar
beberapa hari sesuai kesepakatan setelah invoive diterima, misalnya
dibayar kredit 1 minggu setelah invoice diterima.
2.3 Dalam hal terjadi kecelakaan, pengemudi selaku salah satu karyawan
di PT. Pahala Express Delivery ikut bertanggung jawab apabila
pengemudi tersebut terbukti bersalah. Pengemudi bertanggung jawab
hanya terhadap kendaraan yang dikemudikannya sesuai dengan
kontrak kerja bersama yaitu sebesar 25% dibayar dengan cara
diangsur, dipotong gaji atau dengan uang makan tergantung dari
kesepakatan antara pengemudi dengan PT. Pahala Express Delivery.
Untuk kerusakaan atau kehilangan barang kiriman pengemudi disini
tidak bertanggung jawab. Untuk kehilangan atau kerusakan barang
kiriman yang bertanggung jawab ada dua, yaitu PT. Pahala Express
Delivery dan pihak Asuransi. Apabila barang kiriman itu
58
diasuransikan maka yang bertanggung jawab untuk mengganti
kerugian disini adalah pihak asuransi dengan tergantung nilai
pertanggungan barangnya. Untuk barang yang harganya minimal Rp.
750.000 wajib di asuransikan. Untuk barang seperti laptop, motor dan
yang lainnya biaya asuransinya 0,25 %, tetapi khusus untuk barang
kiriman seperti mobil biaya asuransinya 0,65 %. Untuk batas waktu
pengeklaiman terhadap asuransi itu 1 x 24 jam, apabila lebih dari 1 x
24 jam pihak asuransi tidak mau memberikan ganti rugi dan PT.
Pahala Exprerss Delivery hanya membantu proses pengeklaimannya
saja. Apabila barang kiriman tersebut tidak diasuransikan maka PT.
Pahala Express Delivery akan mengganti kerugian sebesar 10 kali
lipat biaya kiriman atau maksimal Rp. 750.000.
B. Pembahasan
Sebelum dilaksanakannya pengangkutan, maka diadakanlah
perjanjian secara tertulis antara pengirim dengan PT. Pahala Express Delivery
sebagai pengangkut. Secara umum mengenai perjanjian diatur di dalam Pasal
1313 KUHPerdata yang menyebutkan :
”Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”.
Perjanjian yang telah disetujui oleh para pihak dengan sendirinya akan
mengikat para pihak.
Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan bahwa :
59
”Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-
undang”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, perjanjian
pengangkutan yang dilakukan oleh PT. Pahala Express Delivery dengan
pengirim mengakibatkan perikatan diantara mereka.
Menurut pendapat Abdulkadir Muhammad subyek hukum
pengangkutan adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum
pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan.
Mereka itu adalah pengangkut, pengirim, penerima, pengatur muatan,
ekspeditur. Pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung karena
kedudukan sebagai pihak dalam perjanjian yaitu pengangkut, pengirim dan
penerima.54
Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa :
Buku III KUHPerdata tidak memberikan rumusan mengenai perikatan.
Menurut ilmu pengetahuan hukum perdata, perikatan adalah hubungan hukum
yang terjadi antara dua orang atau lebih yang terletak dalam harta kekayaan,
dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib
memenuhi prestasi itu.55
Dari hasil penelitian data nomor 1.1.4 tentang para pihak apabila
dikaitkan dengan pendapatnya Abdulkadir Muhammad dan Mariam Darus
Badrulzaman, maka dapat dideskripsikan bahwa para pihak dalam perjanjian
pengangkutan adalah PT. Pahala Express Delivery sebagai pengangkut dengan
masyarakat sebagai pengirim. Antara pengangkut dengan pengirim timbul
perikatan karena perjanjian pengangkutan yang mereka sepakati, dengan
demikian data nomor 1.1.4 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1313 dan 1233
KUHPerdata serta pendapat dari Abdulkadir Muhammad dan Mariam Darus
Badrulzaman.
54
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 33 55
Mariam Darus B, Op Cit, hal. 1-6
60
Pasal 166 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyatakan bahwa :
“Angkutan barang dengan Kendaraan bermotor Umum wajib dilengkapi
dengan dokumen yang meliputi :
a) Surat perjanjian pengangkutan; dan
b) Surat muatan barang”.
Berdasarkan hasil penelitian nomor 1.1.5 tentang pelaksanaan
perjanjian pengangkutan antara PT. Pahala Express Delivery dengan pengirim,
apabila di hubungkan dengan ketentuan Pasal 166 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat
dideskripsikan bahwa PT. Pahala Express Delivery dan pengirim sepakat
mengadakan perjanjian pengangkutan serta disertai surat perjanjian
pengangkutan dan surat muatan barang. Dengan demikian data nomor 1.1.5
mengenai pelaksanaan perjanjian pengangkutan antara PT. Pahala Express
Delivery dengan pengirim dapat dideskripsikan telah sesuai dengan ketentuan
Pasal 166 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.
Pasal 160 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa :
Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas :
a. Angkutan barang umum ; dan
b. Angkutan barang khusus.
61
Sesuai dengan penjelasan Pasal 160 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang dimaksud dengan
angkutan barang umum adalah angkutan barang pada umumnya yaitu barang
yang tidak berbahaya dan tidak memerlukan sarana khusus. Sedangkan yang
dimaksud dengan barang khusus yaitu mengangkut benda yang berbentuk
curah, cair dan gas, peti kemas, tumbuhan, hewan hidup, dan alat berat serta
membawa barang berbahaya, seperti barang yang mudah meledak, gas
mampat, gas cair dan lain-lain.
Menurut Abdulkadir Muhammad, obyek hukum pengangkutan
adalah muatan barang, muatan penumpang, alat pengangkutan dan biaya
pengangkutan. Muatan barang lazim disebut dengan barang saja. Barang
terdiri dari berbagai jenis menurut keperluan atau kegunaannya, yaitu :
1. Barang sandang, misalnya tekstil, sarung, baju;
2. Barang pangan, misalnya beras, gula, buah-buahan;
3. Barang perlengkapan rumah tangga, misalnya mebeler;
4. Barang perlengkapan pendidikan, misalnya buku, lab;
5. Barang cair, minyak, gas alam;
6. Barang industri, misalnya zat kimia, semen, besi;
7. Hewan, misalnya sapi potong, sapi ternak, ikan rias;
Secara fisik muatan barang dibagi dalam enam golongan, yaitu :
1. Muatan barang biasa, misalnya tekstil, kelontong;
2. Muatan barang berbahaya, misalnya bahan racun;
3. Muatan barang cair, misalnya minyak tanah, minyak sawit;
4. Muatan barang berharga, misalnya komputer, emas;
5. Muatan barang khusus, misalnya ikan dingin, tembakau;
6. Muatan barang curah, misalnya kacang, minyak mentah.
Dilihat dari sifat alamiahnya, muatan barang digolongkan menjadi :
1. Muatan barang padat, misalnya besi, kayu balok;
2. Muatan barang cair, misalnya minyak;
3. Muatan barang gas.
Dilihat dari segi cara penjagaan dan pengurusan, muatan barang digolongkan
menjadi tiga golongan :
1. Muatan barang berbahaya yang sifatnya mudah terbakar, mudah meledak,
mengandung racun;
2. Muatan barang dingin atau beku yang perlu diangkut dengan
menggunakan ruangan pendingin, seperti daging/ikan segar, buah-buahan,
sayur-sayuran, obat-obatan.
62
3. Muatan barang panjang/berat melebihi ukuran tertentu, panjang tiap
potongan melebihi batas tertentu, atau berat perpotong melebihi batas
tertentu.
Dilihat dari jenis muatan barang, maka ada tiga jenisnya, yaitu :
1. General cargo, yaitu berbagai jenis barang, dibungkus dalam bentuk unit-
unit kecil (peti);
2. Bulk cargo, yaitu semacam barang, tidak dibungkus, dimuat dalam jumlah
besar, dengan cara mencurahkannya ke dalam kapal atau mobil tangki,
misalnya pengangkutan dengan mobil tangki 5000 liter premium;
3. Homogenous cargo, yaitu satu macam barang, dibungkus, dimuat dalam
jumlah besar, misalnya pengangkutan semen.56
Dari hasil penelitian nomor 1.1.6 tentang objek penelitian perjanjian
pengangkutan apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 160 Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan
pendapat dari Abdulkadir Muhammad maka dapat dideskripsikan bahwa salah
satu objek dalam hukum pengangkutan adalah muatan barang. Semua jenis
barang dapat diangkut, namun hanya barang yang dianggap sah saja oleh
pemerintah yang hanya dapat diangkut. Untuk barang-barang yang tidak
memiliki daya guna bahkan dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat,
dilarang untuk diangkut. Dengan demikian data nomor 1.1.6 telah sesuai
dengan ketentuan Pasal 160 dan pendapat Abdulkadir Muhammad.
Kewajiban pengangkut secara umum diatur dalam Pasal 1235 ayat
(1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa :
Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub
kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan
untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik sampai pada saat
penyerahan.
56
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 61-63
63
Pasal 186 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan menyebutkan bahwa :
“Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang dan/atau barang
setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya
angkutan oleh Penumpang dan/atau pengirim barang”.
Menurut pendapat Purwosutjipto, kewajiban pengangkut ialah
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke
tempat tujuan tertentu dengan selamat.57
Menurut Abdulkadir Muhammad, kewajiban pokok pengangkut
adalah :
1. Menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang dari tempat
pemuatan sampai di tempat tujuan dengan selamat.
2. Merawat, menjaga, memelihara barang atau penumpang yang diangkut
sebaik-baiknya.
3. Menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan lengkap,
utuh, tidak rusak.
4. Melepaskan dan menurunkan penumpang di tempat tujuan.58
Berdasarkan hasil penelitian nomor 1.1.7 mengenai tata cara
pengangkutan apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1235 ayat (1)
KUHPerdata, Pasal 186 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan serta pendapat Purwosutjipto dan Abdulkadir
Muhammad mengenai kewajiban pengangkut, pihak PT. Pahala Express
Delivery wajib menyelenggarakan pengangkutan hingga sampai ke tempat
tujuan yang telah disepakati dalam perjanjian pengangkutan dengan selamat
dan aman. Dari hal tersebut dapat dideskripsikan bahwa data nomor 1.1.7
mengenai tata cara pengangkutan sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 1235
ayat (1) KUHPerdata, Pasal 186 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
57
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 2 58
Abdulkadir Muhammad, Op cit, hal. 33
64
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta pendapat Purwosutjipto dan
Abdulkadir Muhammad mengenai kewajiban pengangkut.
Pasal 188 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang menyebutkan bahwa :
“Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh
Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan
angkutan”.
Menurut Abdulkadir Muhammad, apabila pengangkut tidak
menyelenggarakan pengangkutan sebagaimana mestinya, ia harus bertanggung
jawab artinya memikul semua akibat yang timbul dari perbuatan
penyelenggaraan pengangkutan, baik karena kesengajaan ataupun karena
kelalaian pengangkutan sendiri. Timbulnya konsep tanggung jawab karena
pengangkutan memenuhi kewajiban tidak sebagaimana mestinya atau tidak
baik, atau tidak jujur atau tidak dipenuhi sama sekali.59
Hukum pengangkutan dikenal ada tiga prinsip tanggung jawab yaitu:
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan.
Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam
penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti
kerugian atas segala kerugian yang timbul akibat dari kesalahananya itu.
Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut
itu. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada
pengangkut. Prinsip ini adalah yang umum berlaku seperti yang diatur
dalam pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum.
59
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 22
65
2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga
Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas
setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya.
Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka
ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Yang dimaksud
dengan “tidak bersalah” adalah tidak melakukan kelalaian, telah
mengambil tindakan yang perlu unutk menghindari kerugian, atau
peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban
pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan.
Pihak yang dirugikan cukup menunjukan adanya kerugian yang diderita
dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut.
3. Prinsip tanggung jawab mutlak
Menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti
kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang
diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan
pengangkut.60
Berdasarkan data nomor 1.1.10 huruf a tentang ganti rugi PT. Pahala
Express Delivery terhadap kerusakan atau kehilangan barang apabila
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta pendapat dari Abdulkadir
Muhammad maka dapat dideskripsikan bahwa PT. Pahala Express Delivery
bertanggung jawab terhadap kerusakan ataupun kehilangan dari barang yang
60
Ibid, hal. 27-28
66
diangkutnya kelalaian atau kesalahan pengangkut. Dengan demikian hasil
penelitian nomor 1.1.10 huruf a telah sesuai dengan ketentuan Pasal 188
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan serta pendapat dari Abdulkadir Muhammad.
Pasal 193 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa :
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak
akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti atau musnah, hilang,
atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat
dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
kerugian yang nyata-nyata dialami.
Pasal 91 KUHD menyebutkan bahwa :
Pengangkut dan nahkoda harus menanggung semua kerusakan yang terjadi
pada barang-barang dagangan atau benda-benda yang diangkut, kecuali
kerusakan yang disebabkan karena cacat pada benda itu sendiri, atau karena
keadaan memaksa atau karena kesalahan pengirim.
Pasal 1245 KUHPerdata menyebutkan bahwa :
Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan
memaksa atau lantaran suatu kejadian tak sengaja si berutang beralangan
67
memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang
sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.
Menurut R. Setiawan :
Debitur yang tidak dapat membuktikan bahwa tidak terlaksananya prestasi
bukan karena kesalahannya, diwajibkan membayar ganti rugi. Sebaliknya
debitur bebas dari kewajiban membayar ganti rugi, jika debitur karena
keadaan memaksa tidak memberi atau tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan
atau telah melakukan perbuatan-perbuatan yang seharusnya ia tidak lakukan.61
Purwosutjipto berpendapat bahwa :
Pengangkut harus membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah
atau rusak tersebut, kecuali kalau kerugian itu timbul dari 4 macam sebab
tersebut di bawah ini :
a. Keadaan memaksa (overmacht atau force majeure);
b. Cacat pada barang itu sendiri;
c. Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau si ekspeditur;
d. Keterlambatan datangnya barang ditempat tujuan, yang disebabkan karena
keadaan memaksa, dalam hal ini barang tidak rusak atau musnah.62
Purwosutjipto berpendapat :
Menurut Pasal 95 KUHD, gugatan pengirim atau penerima terhadap
pengangkut hanya mengenai sebab-sebab kerugian : hilang seluruhnya,
terlambat penyerahannya dan rusak barang-barangnya. Hal ini dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Hilang seluruhnya, termasuk bilamana tidak sampai di tujuan atau
diserahkan ke alamat yang keliru. Tenggang waktu daluwarsa mengenai
hal ini dihitung mulai pada hari, pada masa pengangkutan segarusnya
sudah selesai dilakukan.
b. Terlambat diserahkan itu terjadi bilamana penyerahan itu dilakukan
sesudah melampaui waktu yang sudah ditetapkan dalam perjanjian atau
melampaui tenggang waktu yang layak bagi penyerahan barang menurut
kebiasaan di tempat tujuan. Disini tenggang waktu daluwarsa itu dimulai
pada hari sampainya barang-barang itu di tempat tujuan.
c. Kerusakan barang-barang termasuk kehilangan sebagian. Tenggang waktu
daluwarsa dimulai pada hari sampainya barang-barang itu di tempat
tujuan.
Tenggang waktu daluwarsa ini selama satu tahun bila mengenai pengangkutan
dalam wilayah Indonesia.63
61
R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, 1978, hal.27 62
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 34-35
68
Berdasarkan data nomor 1.1.10 huruf b mengenai ganti rugi apabila
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 193 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, 91 KUHD, 1245
KUHPerdata serta pendapat dari R. Setiawan dan Purwosutjipto maka dapat
dideskripsikan bahwa PT. Pahala Express Delivery dibebaskan memberikan
ganti rugi terhadap suatu kejadian yang tidak dapat dihindari (akibat bencana
alam/force majeure), Dengan demikian data nomor 1.1.10 huruf b telah sesuai
dengan ketentuan Pasal 193 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, 91 KUHD, 1245 KUHPerdata serta
pendapat dari R. Setiawan dan Purwosutjipto.
Berdasarkan data nomor 1.1.10 huruf c mengenai ganti rugi apabila
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 193 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maka dapat
dideskripsikan bahwa PT. Pahala Express Delivery akan memberikan ganti
rugi terhadap kerusakan/kehilangan barang, tetapi besarnya ganti rugi tersebut
hanya 10 kali lipat dari biaya kirim atau maksimal Rp. 750.000 Dengan
demikian data nomor 1.1.10 huruf c tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 193
ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Berdasarkan data nomor 1.1.11 huruf a mengenai tata cara klaim
apabila dihubungkan dengan pendapat Purwosutjipto, maka dapat
dideskripsikan bahwa PT. Pahala Express Delivery dalam memberikan ganti
63
Purwosutjipto, Op Cit, hal. 45
69
rugi ada batas jangka waktu pengajuan klaim yaitu 15 hari setelah tanggal
dokumen atau barang diterima ditujuan. Dengan demikian data nomor 1.1.11
huruf a mengenai tata cara klaim tidak sesuai dengan Pasal 95 ayat (1) KUHD
serta pendapat Puwosutjipto sebab jangka waktu mengajukan ganti rugi yang
diberikan oleh PT. Pahala Express Delivery hanya 15 hari sedangkan dalam
Pasal 95 KUHD dan pendapat Purwosutjipto jangka waktu mengajukan ganti
kerugian adalah 1 tahun.
Pasal 1367 KUHPerdata menyebutkan bahwa :
Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan
oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
Pasal 191 Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan menyebutkan bahwa :
Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang
diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan
penyelenggaraan angkutan.
Berdasarkan data hasil wawancara dengan Bapak Agus Syaefudin
selaku Branch Manager PT. Pahala Express Delivery Puwokerto (Penunjang
Data Sekunder nomor 2.3) jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1367
KUHPerdata dan Pasal 191 Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka dapat dideskripsikan bahwa pengemudi
selaku salah satu karyawan PT. Pahala Express Delivery ikut bertanggung
70
jawab sebesar 25% atas terjadinya kecelakaan terhadap kendaraan yang
dikemudikannya bukan terhadap barang yang diangkutnya. Sehingga data
hasil wawancara dengan Bapak Agus Syaefudin selaku Branch Manager PT.
Pahala Express Delivery (Penunjang Data Sekunder nomor 2.3) tidak sesuai
dengan ketentuan Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191 Undang-Undang
nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hal itu untuk
memenuhi rasa keadilan bagi perusahaan angkutan umum. Oleh karena itu
pembentuk undang-undang sebaiknya merevisi Pasal 1367 KUHPerdata dan
Pasal 191 Undang-Undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan agar memenuhi rasa keadilan bagi perusahaan pengangkutan.
71
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pahala Express Delivery
Purwokerto dan analisa data yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
yaitu sebagai berikut:
Pengemudi PT. Pahala Express Delivery Purwokerto ikut
bertanggung jawab dalam hal terjadi kecelakaan lalu lintas jalan raya terhadap
kendaraan yang dikemudikannya apabila pengemudi tersebut terbukti
bersalah. Pengemudi ikut bertanggung jawab terhadap kendaraan yang
dikemudikannya sebesar 25% yang sesuai berdasarkan kontrak kerja bersama
antara pengemudi dengan PT. Pahala Express Delivery. Hal ini untuk
memenuhi rasa keadilan bagi pihak PT. Pahala Express Delivery. Oleh karena
itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan. Untuk kerusakan atau kehilangan barang yang diangkutnya menjadi
tanggung jawab PT. Pahala Express Delivery sebesar 10 kali biaya kirim atau
maksimal Rp. 750.000 dan apabila barang itu diasuransikan maka menjadi
tanggung jawab pihak asuransi untuk memberikan ganti ruginya sesuai
perjanjian.
72
B. Saran
1. Seharusnya pembentuk undang-undang merevisi Pasal 1367 KUHPerdata
dan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan agar memuat pernyataan yang tegas bahwa orang
yang dipekerjakan oleh seseorang atau perusahaan angkutan umum ikut
memikul tanggung jawab apabila kerugian itu akibat dari kesalahannya.
2. Dalam hal ganti rugi karena kesalahan PT. Pahala Express Delivery
hendaknya PT. Pahala Express Delivery memberikan ganti rugi sesuai
undang-undang agar memenuhi rasa keadilan bagi pengirim.
DAFTAR PUSTAKA
LITERATUR :
Asyhadie, Zaeni, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Darus Badrulzaman, Mariam, K.U.H.Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan
Penjelasan, Alumni, Bandung, 1983.
Husni, Lalu, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta
2010.
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.
Nurwakhid, Diktat Perkuliahan Hukum Perjanjian Syarat Sah Perjanjian,
Fakultas Hukum Unsoed, Purwokerto, 2009.
Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Jilid 3, Djambatan,
Jakarta, 1995.
Rejeki, Sri, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, Badan Penyedia
Bahan Kuliah Fakultas Hukum Undip Cetakan III, Semarang.
, Hukum Dagang (Asuransi dan Hukum Asuransi), IKIP Semarang
Press, Semarang, 1985.
Satrio, J, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku I, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Setiawan, R, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A Bradin, Bandung, 1978.
Subekti, R, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989
, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1985
Usman A, Sution, dkk, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Rhineka Cipta,
Jakarta,1991.
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1983.
Soemitro, Rony R, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1999.
Tjakranegara, Soegijatna, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka
Cipta, Jakarta, 1995
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
x
Top Related