Download - Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Transcript
Page 1: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

INDOPOVNilanjana Mukherjee

Suara Masyarakat Miskin: Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin di Indonesia

38639

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Page 2: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

THE WORLD BANK OFFICE JAKARTA

Jakarta Stock Exchange Building Tower II/12th Fl.

Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53

Jakarta 12910

Tel: (6221) 5299-3000

Fax: (6221) 5299-3111

Website: www.worldbank.or.id

THE WORLD BANK

1818 H Street N.W.

Washington, D.C. 20433, U.S.A.

Tel: (202) 458-1876

Fax: (202) 522-1557/1560

Email: [email protected]

Website: www.worldbank.org

Printed in 2006.

This paper has not undergone the review accorded to offi cial World Bank publications. The fi ndings, interpretations,

and conclusions expressed herein are those of the author(s) and do not necessarily refl ect the views of the

International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank and its affi liated organizations, or those of

the Executive Directors of The World Bank or the governments they represent.

The World Bank does not guarantee the accuracy of the data included in this work. The boundaries, colors,

denominations, and other information shown on any map in this work do not imply any judgement on the part of

The World Bank concerning the legal status of any territory or the endorsement or acceptance of such boundaries.

Page 3: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Nilanjana Mukherjee

Bank Dunia | The World Bank

East Asia and Pacifi c Region

Page 4: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Ucapan Terimakasih

Suara Masyarakat Miskin berdasarkan penelitian lapangan yang dilakukan oleh Nyoman Oka dan Ratna Indrawati

Josodipoero, Ketua Tim; Wiji J. Santoso, Idul Fitriatun, Ketut Suarken, Nur Khamid (Tim Jawa Timur); Purnama Sidi,

Laksmini Sita, Herry Septiadi, Ririn Fajri (Tim Jawa Barat); Titik Soeprijati, Irwan, Mochamad Rifai, Ariatim (Tim Nusa

Tenggara Barat); Husnuzzoni, Khusairi, Nazmi Rakhman, Indraningsih (Tim Kalimantan Selatan).

Penelitian lapangan dan analisis yang didukung oleh Indonesia Poverty Analysis Program (INDOPOV), sebuah

program kemitraan Bank Dunia Indonesia yang dipimpin Jehan Arulpragasan. Studi Kualitatif ini ditujukan untuk

melengkapi analisis kuantitatif “Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia”.

Penelitian ini banyak menerima manfaat dari berbagai usulan, diskusi dan kritik dari anggota INDOPOV, terutama

Menno Pradhan, Vincente Paqueo, Peter Heywood, dan Ellen Tan. Suzanne Charles dan Ellen Tan memberikan

dukungan yang sangat berharga berupa penyuntingan naskah. Claudia Surjadjaya menyediakan perangkat

penilaian layanan kesehatan serta memberikan pengarahan kepada para peneliti. Konsultasi dengan masyarakat

miskin dilakukan oleh peneliti berasal dari berbagai LSM dan lembaga pendidikan di Indonesia.

Terimakasih yang sebesar-besarnya juga ditujukan kepada masyarakat miskin — perempuan dan laki-laki — yang

berada di Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka telah bersedia membagi penilaian, pengalaman,

pandangan serta pengetahuan mereka untuk memberikan citra dan suara kemanusiaan pada penelitian ini. Besar

harapan mereka agar suaranya bisa didengar oleh para pembuat kebijakan.

Penulis sangat berterima kasih atas dukungan manajemen dari program Air dan Sanitasi Bank Dunia (WSP), yang

memungkinkan penulis melakukan penelitian ini. Khususnya, ucapan terima kasih kepada Richard Pollard, ketua tim

regional untuk WSP - Asia Timur dan Pasifi k, dan Ede Jorge Ijjasz-vasquez, manajer program global.

Penulis bertangung jawab sepenuhnya terhadap ini laporan penelitian ini.

Page 5: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

v

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Daftar Isi

UCAPAN TERIMA KASIH iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR KOTAK, GAMBAR, TABEL vi

DAFTAR ISTILAH viii

RINGKASAN EKSEKUTIF x

1. KARAKTERISTIK KEMISKINAN DAN INSTITUSI LOKAL DI LOKASI PENELITIAN 11.1 Lokasi, Sampel, Alat Penelitian 11.2 Metodologi: Pengenalan dan Keterlibatan Penduduk Miskin 21.3 Profi l Kesejahteraan dan Kemiskinan Setempat 3

2. LAYANAN PENDIDIKAN YANG DIMANFAATKAN OLEH PENDUDUK MISKIN 5

2.1. Sekolah-Sekolah Dasar: Tidak Sepenuhnya Gratis – Meskipun Ada Bantuan Pemerintah 52.2. Layanan Pendidikan Sekolah Menengah 82.3. Mutu Layanan – Pandangan Pengelola 92.4. Hasil Pengamatan dan Kesimpulan 11

3. LAYANAN KESEHATAN: PRA-PERSALINAN, PERSALINAN, DAN LAYANAN KESEHATAN ANAK 163.1. Layanan Pra-Persalinan: Pilihan Berbeda Untuk Lokasi Geografi s Yang Berbeda 163.2. Layanan Bantuan Persalinan: Dukun Beranak Tetap Pilihan Utama 183.3. Layanan Kesehatan bagi Bayi di Bawah Usia Lima Tahun (Balita): Layanan Umum Lebih Disukai 193.4. Mutu Layanan Kesehatan bagi MAsyarakat miskin 213.5. Pengamatan Independen dan Kesimpulan 25

4. LAYANAN AIR “BERSIH” UNTUK PENDUDUK MISKIN 284.1. Penduduk miskin Kekurangan Akses Penuh untuk Mendapatkan Air Minum 284.2. Penggunaan Air dan Bahaya Kesehatan 304.3. Warga Paling Miskin Membayar Harga Air Paling Tinggi 314.4. Hasil Pengamatan: Layanan Air “Bersih” 334.5. Mutu Layanan : Pandangan Masyarakat Miskin 34

5. FASILITAS SANITASI YANG DIMANFAATKAN OLEH PENDUDUK MISKIN 365.1. Hasil Pengamatan: Layanan Sanitasi 375.2. Mutu Layanan: Beberapa Pandangan 39

6. PENDUDUK MISKIN TIDAK MEMILIKI KEKUATAN SEBAGAI PEMAKAI JASA– NAMUN MEREKA MENGINGINKANNYA 406.1. Kurangnya Informasi- “Kami Tidak Tahu” 416.2. “Siapa Yang Akan Mendengar Kami?” 436.3. Perlakuan Buruk oleh Penyedia dan Petugas terhadap Masyarakat miskin 446.4. Tidak Ada Suara Penduduk miskin dalam Keputusan Masyarakat dan Penyediaan Layanan Publik 456.5. Masalah dalam Proses Partisipasi – “Kami Adalah Anak Tiri” 45

7. REKOMENDASI UNTUK KEBIJAKAN DAN STRATEGI 477.1. Untuk Layanan Dasar Secara Umum 477.2. Untuk Layanan Kesehatan 497.3. Untuk Layanan Pendidikan 497.4. Untuk Layanan Air Bersih dan Sanitasi 51

Page 6: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

vi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Daftar Kotak

Kotak 1: Tidak Ada Penjelasan tentang Biaya-biaya 7

Kotak 2: Menikah pada usia 13 tahun, melahirkan di usia 14 tahun – satu-satunya pilihan setelah tamat

sekolah dasar

9

Kotak 3: Tidak ada air bersih dama dengan tidak ada guru sekolah dan petugas kesehatan 11

Kotak 4: 92 Terdaftar tapi hanya 29 yang hadir 12

Kotak 5: Tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenali 19

Kotak 6: Persalinan prematur berulang-ualng, tidak ada pemeriksaan pra-persalinan 25

Kotak 7: Tidak lagi kesurupan 26

Kotak 8: Empat hari terlambat 27

Kotak 9: Bagaimana bisa menyusui anak bila air susu ibu tidak keluar? 28

Kotak 10: Bayi meninggal karena diare di kota besar, dekat pelayanan kesehatan 28

Kotak 11: Penduduk miskin membayar 30 kali lebih besar daripada tarif PDAM untuk air – tapi tidak menyadarinya 30

Kotak 12: Terjebak monopoli layanan air 34

Kotak 13: “Mereka tidak memberikan pilihan kepada kami” 41

Kotak 14: “Karena saya miskin, dengan demikian saya juga bodoh” 44

Kotak 15: Pengguna kartu sehat membutuhkan kesabaran dan pengendalian diri 45

Daftar GambarGambar 1: Proporsi suara bagi pilihan penyedia layanan pendidikan dasar 7

Gambar 2: Proporsi suara bagi pilihan penyedia layanan pra-persalinan 17

Gambar 3: Proporsi suara bagi pilihan layanan air yang digunakan 29

Gambar 4: Proporsi suara bagi pilihan fasilitas sanitasi yang digunakan 36

Daftar TabelTabel 1. Lokasi penelitian 1

Tabel 2. Hasil pengamatan sekolah lanjutan di lokasi yang berbeda 14

Tabel 3. Biaya layanan air bersih dan air bersih yang digunakan oleh masyarakat miskin di delapan lokasi

penelitian

32

Daftar Tabel Lampiran

Tabel 2.1. Paminggir – Komunitas Pedesaan, Terpencil, yang Hidup dari Hasil Hutan, di Kalimantan

Selatan

5

Tabel 2.2. Bajo Pulau – Komunitas Nelayan Laut di Nusa Tenggara Barat (NTB) 6

Tabel 2.3. Alas Kokon – Komunitas Pedesaan Petani Ladang di Madura Jawa Timur 6

Tabel 2.4. Kertajaya – Komunitas Pedesaan Petani Sawah di Jawa Barat 7

Tabel 2.5. Antasari – Kelurahan Urban di Kalimantan Selatan 8

Tabel 2.6. Jatibaru – Kelurahan Miskin di Pinggiran Kota Bima, Nusa Tenggara Barat 9

Page 7: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

vii

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Tabel 2.7 Simokerto – Pemukiman Pemulung dan Warga Berpenghasilan rendah di Surabaya, Jawa

Timur

10

Tabel 2.8. Soklat – Kelurahan Miskin di Subang, Jawa Barat 11

Tabel 3.1 Pilihan dan Biaya Layanan Pendidikan Dasar, yang di Laporkan oleh Masyarakat Miskin di 8

Lokasi Penelitian

12

Tabel 3.2. Biaya Pendidikan Sekolah Lanjutan, yang di Laporkan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi

Penelitian

15

Tabel 3.3. Pilihan dan Biaya Pasca Persalinan yang di gunakan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi

Penelitian

19

Tabel 3.4. Biaya Layanan Persalinan yang digunakan oleh Masyarakat Miskin di 8 Lokasi Penelitian 22

Tabel 3.5. Biaya Satu Kali Layanan Kuratif Yang Harus Dibayar Oleh Masyarakat Miskin Untuk Perawatan

Balita-nya.

26

Daftar Gambar Lampiran

Diagram 3.1. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Pendidikan

Dasar

13

Diagram 3.2. Tingkat Kepuasan terhadap Penyedia Layanan Pendidikan Dasar 14

Diagram 3.3. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Pendidikan Sekolah Lanjutan 16

Diagram 3.4. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Pendidikan

Lanjutan

17

Diagram 3.5. Tingkat Kepuasan terhadap Penyedia Layanan Pendidikan Lanjutan 18

Diagram 3.6. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Perawatan

Pasca Persalinan

20

Diagram 3.7. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Persalinan 21

Diagram 3.8. Tingkat Kepuasan Terhadap Penyedia Layanan Persalinan 23

Diagram 3.9. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Persalinan 24

Diagram 3.10. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Perawatan Balita 25

Diagram 3.11. Proporsi Pemilihan Penyedia Layanan Perawatan Batita (0–2 tahun) 25

Diagram 3.12. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan Penyedia Layanan Kuratif

untuk Batita (Usia 0-2 tahun)

27

Diagram 3.13. Tingkat Kepuasan untuk Pelayanan Kuratif bagi Batita 28

Diagram 3.14. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan oleh Sarana Air Bersih yang

Digunakan

29

Diagram 3.15. Tingkat Kepuasan untuk Pilihan Sarana Air Bersih 30

Diagram 3.16. Persepsi mengenai Keuntungan dan Nilai yang ditawarkan oleh Fasilitas Sanitasi 31

Diagram 3.17. Tingkat Kepuasan untuk Fasilitas Sanitasi 32

Page 8: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

viii

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Daftar Istilah

ANC (Antenatal Care) Perawatan Pasca Melahirkan

Arisan Kelompok Dana Bergulir Informal

Bidan di Desa Bidan Terlatih yang ditempatkan di Desa

BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

BOS Biaya Operasional Sekolah

BPS Biro Pusat Statistik

Dukun Penyedia Layanan Persalinan Tradisional

Dusun Tingkat pemerintahan di bawah Desa

GDS (Governance and Desentralization Survey) Survai Mengenai Layanan Publik pasca

desentralisasi

IDT (Inpres Desa Tertinggal) Program Pemerintah Pusat untuk wilayah Desa yang termasuk

kategori tertinggal

Imunisasi TT Imunisasi Tetanus Toxoid

Kangkung Tumbuhan Rawa yang bisa diolah menjadi lauk

Kantor Kelurahan Kantor tempat Pejabat Kelurahan menjalankan fungsinya

Kapuk Buah pohon Kapuk yang biasa digunakan untuk mengisi kasur

Kartu Sehat Kartu jaminan kesehatan yang memungkinkan pemegangnya mendapat pelayanan

kesehatan secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Kec./Kecamatan Tingkat pemerintahan yang berada dibawah Kabupaten/kota

Kelurahan Tingkat pemerintahan yang berada dibawah kecamatan yang tidak berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri (Setingkat dengan desa, namun khusus

untuk wilayah perkotaan)

Kantor Desa Kantor tempat pejabat Desa menyelenggarakan fungsinya

Kepala Desa Unsur pemerintahan yang mengepalai pemerintahan tingkat desa dan dipilih langsung

oleh warganya.

Kepala Dusun Orang yang dipilih oleh masyarakat suatu dusun untuk menjalankan fungsi sebagai

pemimpin wilayah dusun tersebut

Ketua RT Orang yang dipilih langsung oleh warga RT

Madrasah Sekolah yang sebagian besar mata pelajaran dan sistem pendidikannya berdasarkan

agama Islam

Madrasah

Ibtidaiyah

Sekolah dasar agama Islam setingkat SD

Madrasah

Tsanawiyah

Sekolah menengah agama Islam setingkat SMP

Mantri Petugas kesehatan yang bertugas di puskesmas

MOE Ministry of Education (Departemen Pendidikan Nasional)

NGO Non Government Organization (Lembaga Swadaya Masyarakat)

Page 9: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

ix

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

PISK Penyedia Air Independen Skala Kecil

PDAM Perusahaan Daerah Air Minum

Pesantren Sekolah asrama agama Islam yang kurikulumnya lebih banyak mengenai agama

PKK Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga

PLN Perusahaan Listrik Negara

Polindes Pondok Bersalin Desa

POSYANDU Pos Layanan Terpadu

Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat

Pustu Puskesmas pembantu

Raskin Beras Miskin

SANIMAS Sanitasi Berbasis Masyarakat; sebuah program sanitasi berbasis masyarakat untuk

masyarakat di daerah perkotaan

SD Sekolah Dasar

SDN Sekolah Dasar Negeri

SLTP Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SMP Sekolah Menengah Pertama

SSIP Small Scale Independent Water Provider (Penyedia Air Independen Skala Kecil)

TBA Traditional Birth Attendance (Dukun Beranak)

UKS Unit Kesehatan Sekolah

Page 10: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

x

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Ringkasan Eksekutif

Pada Januari 2001 Indonesia mulai menerapkan desentralisasi pada sebagian besar layanan publik di tingkat

kabupaten. Sejak saat itu, titik pusat inovasi bergeser ke tingkat kabupaten, sehingga dengan demikian pemerintahan

daerah memiliki otonomi yang sangat kuat untuk melakukan perubahan (baik positif maupun negatif ). Di Negara

yang berpenduduk sekitar 2201 juta jiwa dan terdiri dari 4402 kabuten dan Kotamadya, pergeseran orientasi kebijakan

ini telah menciptakan potensi yang sangat besar bagi pendekatan inovatif lokal dalam menyediakan layanan sektor

publik.

Inisiatif mengefektifkan ( Layanan bagi Masyarakat miskin di Indonesia ) bertujuan untuk memberikan dukungan

analisis bagi pemerintah Indonesia agar bisa meningkatkan akses dan mutu layanan dasar bagi masyarakat miskin

dalam era desentralisasi. Sasarannya, selain untuk merangkum kondisi layanan mendasar bagi masyarakat miskin,

juga menentukan dan menganalisis faktor-faktor kunci yang berpengaruh terhadap kondisi saat ini, dan selain itu

mengusulkan kerangka kerja analisis serta langkah-langkah praktis untuk meningkatkan layanan bagi masyarakat

miskin.3

Sampai sekarang, tidak satu pun literatur, yang tergolong cukup lengkap, tentang desentralisasi menyertakan

juga analisis tentang pandangan masyarakat miskin mengenai pemberian layanan publik; laporan ini berusaha

untuk mengisi kesenjangan tersebut. Di samping itu, laporan ini juga berusaha untuk memahami hambatan yang

dihadapi masyarakat miskin, serta memahami alasan yang mendasari pilihan yang diambil masyarakat miskin di

daerah pedesaan dan perkotaan tentang layanan kesehatan dasar, pendidikan, penyediaan air bersih, dan sanitasi

yang mereka butuhkan. Laporan ini juga memberikan rekomendasi tentang kebijakan untuk meningkatkan layanan

bagi masyarakat miskin berdasarkan analisis dan saran dari masyarakat miskin, dan penyedia layanan publik yang

mampu meningkatkan akuntabilitas serta penguatan hubungan antara pengguna layanan, penyedia layanan, dan

pembuat kebijakan.

Ada delapan layanan kunci yang menjadi fokus penelitian ini sbb: 4

• layanan pra persalinan

• bantuan persalinan

• layanan kuratif untuk bayi usia 0-2 bulan

• layanan kuratif bayi >2 bulan hingga 5 tahun

• pendidikan dasar

• peralihan menuju sekolah menengah

• layanan air bersih

• fasilitas sanitasi (pembuangan tinja)

1 Biro Pusat Statistik (BPS), “Proyeksi Penduduk Indonesia, 2000-2005”, 2005

2 Departemen Dalam Negeri

3 Untuk laporan secara lengkap, lihat situs Bank Dunia, www.worldbank.or.id

4 Untuk keperluan laporan ini, analisis telah digabungkan dengan layanan kuratif. Untuk hasil yang spesifi k untuk Kelompok umur 0 - 2 bulan dan <2

bulan - 5 tahun, lihat Lampiran.

Page 11: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

XI

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Layanan ini merupakan unsur penting dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG). Tingginya

tingkat gizi buruk, tingginya angka kematian ibu dan bayi, dan rendahnya tingkat pendidikan secara langsung dapat

ditelusuri dari penyediaan dan pemberian layanan ini.

Sintesis yang memadukan persamaan dan perbedaan antara delapan lokasi penelitian ini diharapkan memberikan

manfaat kepada lembaga donor dan pemerintah Indonesia serta pemerintah negara-negara lain yang berminat

mengadopsi gagasan-gagasan praktis untuk meningkatkan penyediaan layanan publik oleh pemerintah.

Peran aktif masyarakat miskin dalam penyediaan layanan rakyat masyarakat dengan memberikan tekanan pembuat

kebijakan dan penyedia layanan, berpotensi untuk meningkatkan mutu layanan yang akan mereka terima. Penelitian

ini berupaya menggali sejauh mana masyarakat miskin mampu dan mau melakukan hal tersebut dan mampukah

mereka melihat apakah peran serta yang mereka mainkan itu efektif atau tidak. Penelitian ini juga berusaha

mencermati bagaimana pandangan masyarakat miskin mampu menarik perhatian para pembuat kebijakan agar

mereka memperhatikan aspirasi masyarakat miskin, serta bagaimana pandangan dari mereka bisa membuat para

pembuat kebijakan mampu meningkatkan akuntabilitas penyedia layanan untuk meningkatkan pelayanan terhadap

kelompok tersebut.

Tanggapan kebijakan di Indonesia terhadap minimnya layanan mendasar bagi masyarakat miskin atau terhadap

layanan yang mengecewakan, pada umumnya berupa penentuan jumlah pemberian subsidi untuk menyediakan

layanan publik, seperti program kartu sehat dan pemberian beasiswa. Kebijakan ini memberikan asumsi bahwa

sektor publik merupakan lembaga yang paling efi sien yang mampu memberikan layanan kepada masyarakat miskin.

Asumsi lain adalah bahwa masyarakat miskin tidak memanfaatkan layanan tersebut karena harganya yang terlalu

mahal bagi mereka. Penelitian ini dirancang untuk meninjau kembali hipotesis yang telah mendorong lahirnya

berbagai kebijakan di Indonesia dan memberikan saran-saran untuk menghasilkan kebijakan alternatif yang secara

lebih langsung terkait dengan berbagai kendala yang dihadapi masyarakat miskin.

Temuan-temuan yang diuraikan berikut ini mencerminkan suara masyarakat miskin yang berasal dari delapan

kabupaten yang terpilih di Indonesia. Namun demikian, tidak berarti kalau suara mereka mewakili seluruh masyarakat

miskin di seluruh negeri ini.

Beberapa pesan penting yang muncul secara berulang-ulang selama proses Konsultasi dengan masyarakat miskin

1. Pandangan masyarakat miskin terhadap mutu layanan sering kali berbeda dengan pandangan para ahli :

• Masyarakat miskin menganggap mutu layanan dukun beranak lebih baik daripada yang diberikan oleh bidan

yang terlatih.

• Air sumur dianggap bersih, sementara air sungai kotor. Walaupun anggapan yang kedua memang benar

adanya, anggapan yang pertama bahwa air sumur bersih, juga tidak benar.

Page 12: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

XII

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

2. Hambatan utama dalam meningkatkan jumlah kelahiran yang dibantu oleh bidan terlatih tampaknya lebih

disebabkan karena kurangnya permintaan (atas bidan terlatih) dan bukan karena kurangnya akses. Masyarakat

miskin tidak memerlukan layanan bidan terlatih karena ongkos membayar bidan lebih mahal sementara waktu

bidan melayani pasien lebih singkat daripada dukun beranak. Banyak pasien miskin tidak sepenuhnya menyadari

keuntungan lebih yang diperoleh dari bantuan persalinan profesional. Mereka yang sadar tidak yakin bahwa

keuntungan tambahan tersebut sepadan dengan biaya tambahan yang tinggi.

3. Program untuk masyarakat miskin, seperti kartu sehat, sangat dihargai, namun para peneliti menemukan bahwa;

informasi tentang hal itu (tentang kebijakan untuk masyarakat miskin) biasanya tidak tersedia. Seringkali petugas

layanan publik atau pejabat pemerintah, yang merupakan satu-satunya sumber informasi tentang layanan bagi

masyarakat miskin, gagal memberikan informasi lengkap kepada masyarakat miskin, dan kadang-kadang mereka

bahkan menyalahgunakan kekuasaan mereka, dan menghalangi akses layanan ini bagi masyarakat miskin.

4. Para elit masyarakat – para petugas atau pejabat pemerintah – jarang mendengarkan masyarakat miskin ketika

rakyat seperti ini menyampaikan kebutuhan, keprihatinan, dan pendapat mereka untuk meningkatkan layanan

bagi rakyat. Masyarakat miskin memandang diri mereka sebagai “anak tiri”; para elit menganggap masyarakat

miskin “bodoh” dan tidak mau berinteraksi serta memberikan informasi bagi mereka. Satu-satunya cara agar

masukan masyarakat miskin dapat dihargai adalah melalui mitra perantara pihak ketiga.

5. Biaya di luar SPP (Sumbangan Pembangunan Pendidikan) untuk sekolah dasar (seperti seragam, buku, dan

sebagainya) merupakan beban berat bagi masyarakat miskin. Kebijakan baru untuk menghapus SPP bagi

masyarakat miskin tidak menuntaskan masalah biaya di luar SPP yang masih sangat besar.

6. Adanya persepsi publik bahwa masyarakat miskin tidak akan mampu membayar sarana air bersih dan sanitasi

yang bermutu adalah tidak benar. Masyarakat miskin perkotaan membeli air dari penjual swasta dengan harga

15 sampai 30 kali tarif Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Meskipun mampu membeli air dari PDAM dengan

tarif yang berlaku, masyarakat miskin tetap sulit mendapatkan sambungan karena mereka tidak memiliki hak sewa

atau hak milik yang jelas atas tanah yang mereka tinggali, masalah lainnya adalah tingginya biaya pemasangan

yang harus dibayar tunai. Ketika sebagian besar masyarakat miskin perkotaan mampu menanggung biaya

pembangunan WC umum yang murah, tetapi sekali lagi tidak adanya hak kepemilikan atau hak sewa lahan

pemukiman menjadi penghalang. Juga, kebanyakan dari mereka tidak menyadari adanya pilihan WC umum

berbiaya rendah, baik di pedesaan maupun perkotaan.

7. Di daerah kepulauan, masyarakat miskin sulit mendapatkan akses air bersih, sering kali karena sistem monopoli

yang dikuasai oleh penjual air. Hal ini juga terjadi di daerah perkotaan yang berpenduduk padat.

8. Ada perbedaan mutu yang besar antara penyedia layanan di perkotaan yang melayani daerah kumuh dan

Page 13: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

XIII

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

penyedia layanan di pedesaan yang melayani daerah miskin. Petugas di pedesaan memiliki mutu yang jauh

lebih buruk.

9. Khususnya di daerah pedesaan, banyak anak yang sudah terdaftar di sebuah sekolah tidak mengikuti pelajaran

mereka secara teratur. Guru-guru mereka sering mangkir. Walaupun jumlah anak yang terdaftar di sekolah cukup

tinggi, hal ini tidak mampu menarik mereka yang tidak masuk sekolah.

10. Ketidakhadiran guru di sekolah-sekolah serta tidak tersedianya petugas kesehatan di puskesmas pembantu

(pustu) di pedesaan seringkali berkaitan dengan kurangnya fasilitas infrastruktur dasar seperti sumber air dan

sanitasi di sekolah-sekolah dan pos-pos kesehatan. Para guru tidak bersedia bekerja dalam kondisi seperti itu

(walaupun mereka bersedia jika dibayar).

11. Jika tidak terdapat sekolah menengah di desa, gadis-gadis di Madura menikah segera setelah lulus sekolah

dasar dan hamil. Apabila ada kesempatan untuk melanjutkan ke sekolah menengah pertama, pernikahan dini

bisa dicegah. Ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan akses sekolah menengah bagi anak

perempuan untuk alasan-alasan yang lebih dari sekedar soal prestasi akademis.

Page 14: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

XIV

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Page 15: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

1

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

1. Karakteristik Kemiskinan dan Lembaga Setempat di Lokasi Penelitian

1.1. Lokasi, Sampel, Alat Penelitian

Delapan lokasi dipilih berdasarkan kriteria kemiskinan menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional), tercantum di dalam Governance and Decentralization Survey (GDS) peta kemiskinan dan geografi /lokasi

Biro Pusat Statistik. Komunitas yang terpilih, baik di pedesaan maupun perkotaan, memiliki tingkat kemiskinan yang

tinggi (30 – 80 persen). Pemetaan sosial digunakan lebih lanjut pada setiap lokasi untuk identifi kasi lingkungan

termiskin yang akan diwawancara. Separuh dari lokasi dipilih di Pulau Jawa, tempat tinggal masyarakat miskin

terbesar di negeri ini. Dua lokasi lainnya, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan diikutsertakan untuk mencerminkan

kondisi di luar Jawa. Hasil GDS tahun 2003 menunjukkan tingkat kepuasan tinggi terhadap layanan publik dan

persepsi masyarakat bahwa terjadi peningkatan mutu layanan publik pasca desentralisasi. Hasil kuantitatif GDS

tidak menjelaskan alasan di balik tingkat kepuasan yang tinggi tersebut, juga tidak menjelaskan apakah pandangan

masyarakat miskin berbeda dengan pandangan mereka yang tidak termasuk kategori miskin. Pandangan masyarakat

miskin yang terlibat dalam penelitian ini tidak sama dengan hasil yang dikeluarkan GDS, kemungkinan penelitian ini

memang mencerminkan pengalaman segmen yang termiskin.

Kriteria pemilihan lokasi di daerah pedesaan meliputi mata pencaharian utama (petani sawah di Jawa Barat, nelayan

kepulauan Nusa Tenggara Barat, penduduk dataran tinggi yang bergantung pada hasil hutan di Kalimantan Selatan,

dan rakyat petani lahan kering di Madura), lihat Tabel 1.

Tabel 1. Lokasi Penelitian

JAWA LUAR JAWA

Pedesaan Perkotaan Pedesaan Perkotaan

Mata pencaharian

berdasarkan pertanian

irigasi

Desa Kertajaya,

Kabupaten Subang, Jawa

Barat

Rakyat daerah padat di

kota besar

Kelurahan Simokerto,

Kecamatan Simokerto,

Kabupaten Surabaya,

Jawa Timur

Mata pencaharian

pertanian hutan dan

dataran tinggi

Desa Paminggir,

Kecamatan Danau

Panggang, Kabupaten

Hulu Sungai Utara,

Kalimantan Selatan

Komunitas kota kecil

Kelurahan Antasari,

Kecamatan Amuntai

Tenggah, Kalimantan

Selatan

Page 16: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

2

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Mata pencaharian

pertanian lahan kering

Desa Alaskokon,

Kecamatan Modung,

Kabupaten Bangkalan,

Madura

Masyarakat miskin

perkotaan

Kelurahan Soklat,

Kecamatan/Kota Subang,

Jawa Barat

Penduduk yang bekerja

sebagai nelayan di daerah

pantai

Desa Bajopulau,

Kabupaten Sabe, Nusa

Tenggara Barat

Rakyat kota kecil

Kelurahan Jatibaru,

Kota Bima, Nusa Tenggara

Barat

Penelitian didasarkan pada kerangka analisis partisipatif, diskusi kelompok terfokus (focus group discussions atau

FGD) baik untuk laki-laki maupun perempuan. Diskusi ini juga disertai dengan wawancara mendalam dengan

individu terpilih untuk studi kasus, yang berjumlah sekitar 450 masyarakat miskin. Temuan ini juga mencantumkan

pandangan para dokter dari puskesmas di empat kecamatan, bidan di enam desa, dua petugas kesehatan, empat

dukun beranak, tujuh guru sekolah dasar, dan tiga guru sekolah menengah. Daftar mengenai mutu layanan meliputi

layanan yang diberikan di 16 kelas sekolah dasar, delapan kelas sekolah menengah, rumah empat dukun beranak

dan dua bidan di desa, enam puskesmas dan puskesmas pembantu di kecamatan. Pengamatan juga dilakukan

terhadap dua Penyedia Air Independen Skala Kecil (PISK) untuk fasilitas pengisian dan penyediaan, 16 fasilitas

sanitasi sekolah dan 23 fasilitas sanitasi rumah tangga. Seluruh tim bekerja di lapangan selama 42 hari antara bulan

Oktober dan November 2005.

1.2. Metodologi: Identifi kasi dan Pelibatan Masyarakat Miskin

Dalam setiap musyawarah masyarakat miskin sangat mudah terabaikan. Mereka yang berada pada tangga sosial

terendah, jarang menghadiri pertemuan warga: mereka tidak bisa menyisihkan waktu kerja mereka dan sering tidak

diundang dalam acara tersebut. Pengalaman masa lalu membuat masyarakat miskin sulit untuk percaya pada pihak

luar. Mereka dapat berbicara dengan leluasa tentang pengalaman mereka — pengalaman yang sering kali sangat

berbeda dengan versi yang sudah “dipermak” dan dikumandangkan para pemimpin. Para peneliti dilengkapi dengan

perangkat analisis partisipatif dan penelitian kualitatif (digambarkan pada Lampiran 1, hal. 1-4) yang dirancang untuk

mengatasi hambatan komunikasi seperti yang digambarkan di atas dan mengumpulkan pandangan, penilaian, dan

pengalaman masyarakat miskin.

Empat tim peneliti yang masing-masing terdiri dari empat orang, melakukan penelitian selama empat hingga lima

hari di tiap komunitas. Setiap tim terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan dari Lembaga Swadaya Masyarakat

atau kelompok akademis, setiap tim melakukan pembahasan dengan kelompok laki-laki dan perempuan. Mereka

menjelaskan tujuan penelitian, pertama kepada para pemimpin formal dan kemudian kepada masyarakat miskin.

Minat warga di setiap lokasi sangat tinggi. Sebelumnya tidak pernah ada yang menanyakan kepada masyarakat

miskin tentang pendapat mereka mengenai layanan publik. Pada awalnya mereka heran, tapi kemudian lebih

ekspresif dalam memberikan penilaian dan penjelasan. Ketika penelitian berkembang, perangkat analisis visual

Page 17: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

3

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

menarik perhatian peserta dan jumlah kehadiran mereka meningkat. Tidak ada insentif yang ditawarkan kepada

peserta dan juga tidak ada yang membutuhkan. Pembahasan grup mirip kegiatan sosial biasa yang menyenangkan

dan berlangsung hingga larut malam.

1.3. Profi l Kesejahteraan dan Kemiskinan Setempat

Untuk informasi rinci tentang lokasi dan kemiskinan, lihat Lampiran 2, hal. 5-11. Yang menarik untuk dicatat adalah

perbedaan antara derajat kemiskinan yang dibuat penduduk setempat lokal dengan standar resmi.

PAMINGGIR: Paminggir, sebuah desa terpencil yang terdiri dari 333 rumah tangga di Kecamatan Danau Panggang,

Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, diklasifi kasikan sebagai “desa tertinggal” oleh program pemerintah

Inpres Desa Tertinggal. Setengah dari jumlah rumah tangga tersebut tergolong miskin, menurut standar lokal. Tingkat

kesejahteraan diukur atas dasar kepemilikan, seperti kapal, peralatan menangkap ikan, kolam ikan, dan jumlah

kerbau. Sebaliknya, masyarakat miskin didefi nisikan berdasarkan apa yang mereka tidak miliki. Desa ini hanya bisa

dicapai dengan kapal selama dua hingga enam jam dari ibukota kabupaten. Masyarakat sangat bergantung pada

sungai baik untuk mata pencaharian – menangkap ikan – maupun sebagai transportasi. Kondisi tanah berawa, tidak

cocok untuk pertanian. Curah hujan tinggi dan sering dilanda banjir. Penduduk di desa ini memiliki: satu sekolah

dasar negeri, satu sekolah menengah, dan satu puskesmas pembantu yang buka dua atau tiga hari dalam seminggu.

Bidan di desa terdekat berjarak enam kilometer, puskesmas terdekat 14 kilometer dan sulit dijangkau. Desa ini tidak

memiliki sumber air bersih dan fasilitas sanitasi. Paminggir baru menerima sambungan listrik PLN pada tahun 1999.

BAJO PULAU: Bajo Pulau merupakan sebuah desa kecil dengan 380 rumah tangga di sebuah pulau seluas

91 hektar, jauh dari tepi pantai Sumbawa, Kecamatan Sape, Nusa Tenggara Barat. Kebanyakan rumah tangga

bergantung pada mata pencaharian menangkap ikan. Pada dua dekade lalu, mereka menggunakan bahan peledak

dan potasium sianida untuk menangkap ikan. Sejak tahun 1987, mereka fokus pada budidaya lobster dan mutiara,

yang memberikan penghasilan lebih baik. Di sini hanya ada sedikit infrastruktur; tidak ada puskesmas atau praktik

dokter swasta di pulau ini. Air bersih harus dibawa dari pulau lain. Ada tiga sekolah dasar yang terlantar, yang hanya

berfungsi dua sampai tiga jam sehari. Guru-guru sekolah dan bidan di desa tidak tinggal di pulau ini sehingga

mereka jarang ada ketika diperlukan.

ALAS KOKON: Desa ini terdiri dari 508 rumah tangga di Kabupaten Bangkalan, Kecamatan Modung, di Pulau

Madura. Desa ini memiliki tingkat kemiskinan 46% menurut peta kemiskinan BPS, dan 80% menurut kriteria BKKBN.

Berdasarkan standar lokal, mereka merasa berada pada tingkat kemiskinan 67%. Rumah tangga bergantung pada

pertanian musiman lahan kering (jagung, kacang kedelai, cabai, kacang polong, dan tanaman musiman seperti

mangga, pisang dan kapuk). Alas Kokon memiliki satu sekolah dasar negeri dan satu sekolah dasar swasta. Ada

sebuah puskesmas pembantu dan polindes yang berjarak tujuh kilometer. Air bersih yang tersedia di dalam sumur

terbatas secara kuantitas dan sanitasi rendah.

Page 18: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

4

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

KERTAJAYA: Para petani menanam padi lima ton perhektar di lahan subur Jawa Barat desa Kertajaya, Kabupaten

Subang, Kecamatan Binong. Dari 1.159 rumah tangga, hanya 197 rumah tangga yang memiliki tanah; tidak satu

pun masyarakat miskin (63 persen dari populasi) yang memiliki tanah. Desa ini memiliki akses yang bagus terhadap

pasar. Mereka dapat dengan mudah pergi ke Subang, kota kabupaten, dengan bus atau ojek. Rumah orang kaya

di jalan utama memiliki sambungan air PDAM, sisanya termasuk masyarakat miskin menggunakan sumur galian.

Puskesmas berjarak lima kilometer; dan terdapat seorang bidan di desa. Kertajaya memiliki dua sekolah dasar negeri

dan satu sekolah dasar swasta.

ANTASARI: Kelurahan di perkotaan di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, memiliki tingkat

kemiskinan lebih dari 30 persen (BKKBN). Penduduknya merupakan campuran dari berbagai suku dari Kalimantan dan

Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Kelurahan ini memiliki 1.243 rumah tangga yang terlibat dalam berbagai perdagangan

dan bidang jasa. Masyarakat miskin di Antasari kebanyakan bekerja sebagai buruh upahan di pasar, bidang konstruksi,

dan nelayan musiman di sungai. Desa ini memiliki dua sekolah dasar negeri, satu sekolah menengah negeri, dan satu

puskesmas. Walaupun PDAM menyediakan saluran pipa air ke rumah warga yang tergolong mampu, masyarakat

yang miskin tidak mendapatkan sambungan.

JATIBARU: Kelurahan ini terletak di kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang sering mengalami banjir. Mata

pencaharian penduduk yang berjumlah 1.886 rumah tangga perkotaan/pedesaan beragam. Pada musim tanam,

masyarakat miskin menjadi buruh tani di sawah di sekitar kota Bima. Pada musim lainnya mereka mengumpulkan

dan menjual kayu bakar atau bekerja sebagai penjual atau buruh harian di tempat pembakaran batu bata dan pabrik.

Jatibaru memiliki lima sekolah dasar negeri, dua sekolah menengah negeri, dan satu Puskesmas Pembantu dengan

tiga orang petugas kesehatan; sebuah Puskesmas dan sebuah rumah sakit umum yang berjarak dua kilometer.

Masyarakat miskin memperoleh air dari sumur galian tanpa penutup dan sumur galian dangkal. Ada sistem pipa

air yang dibangun oleh CARE perlu diperbaiki: “Penduduk tidak punya dana untuk memperbaikinya” adalah alasan

yang dilaporkan.

SIMOKERTO: Simokerto, sebuah kelurahan di Kecamatan Simokerto, Kabupaten Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Kelurahan ini, 10 kilometer dari Surabaya, terletak di tengah daerah komersial dan industrial, memiliki tingkat

kemiskinan 90% (BKKBN). Ada sedikit kesamaan sosial dari penduduknya yang berjumlah sekitar 3.500 rumah tangga.

Beberapa tinggal sebagai penghuni liar di tanah samping rel kereta api. Masyarakat miskin berjuang untuk bertahan

hidup dengan melakukan berbagai pekerjaan. Tidak ada layanan kesehatan di Simokerto, tetapi di wilayah ini ada

Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Simokerto memiliki delapan sekolah dasar negeri, dua sekolah dasar swasta

dan sebuah sekolah menengah atas swasta. Sekolah menengah pertama terdekat berjarak tiga kilometer. Tidak

banyak penduduk mampu yang memiliki sambungan PDAM. Sisanya membeli air bersih dari penjual. Masyarakat

miskin kebanyakan menggunakan air sumur galian. Beberapa rumah memiliki fasilitas sanitasi yang tidak baik yang

pembuangannya langsung ke selokan dengan air mengalir hitam. Masyarakat miskin yang menjadi penghuni liar

tidak memiliki akses sanitasi selain satu WC umum.

Page 19: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

5

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

SOKLAT: Soklat adalah sebuah kelurahan yang terdiri dari 2.881 rumah tangga, 54 persen dari rumah tangga

tersebut miskin (kriteria lokal) di Kecamatan dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, tiga kilometer dari ibu kota

kecamatan. Walaupun diklasifi kasikan sebagai perkotaan, daerah ini memiliki sawah irigasi dan sekitar 40 persen dari

pendapatan rumah tangga miskin diperoleh dari upah buruh tani. Yang lainnya bekerja di bidang pembangunan

(konstruksi), toko atau penjual dengan gerobak. Banyak rumah tangga miskin yang mengirim tenaga kerja ke luar

negeri. Agen-agen secara teratur mengunjungi desa ini untuk merekrut orang dan memberikan pinjaman untuk

biaya perjalanan, dengan demikian mengikat mereka pada perjanjian yang eksploitatif.

2. Layanan Pendidikan yang Diperuntukkan bagi Masyarakat Miskin

2.1. Sekolah Dasar: Tidak Sepenuhnya Gratis – Walaupun Ada Bantuan

Pemerintah

Kurangnya pendidikan merupakan fakta adanya masyarakat miskin di Indonesia. Enam dari delapan lokasi,

masyarakat miskin mempunyai karakteristik kemiskinan sebagai: “Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin sering

tidak terdaftar di sekolah dasar/tidak menyelesaikan sekolah dasar/hanya berhasil menyelesaikan sekolah dasar.”

Di bulan Juli 2005, pemerintah Indonesia berjanji untuk menyediakan pendidikan dasar sembilan tahun untuk

semua anak-anak usia sekolah melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Meskipun demikian, masyarakat miskin

tetap harus membayar uang pangkal sekolah yang besar (kadang disebut sebagai biaya gedung), terutama di Jawa

(lihat Lampiran 3, Tabel 3.1).

Walaupun murid-murid dilaporkan tidak lagi membayar uang sekolah bulanan (yang berkisar antara Rp.2.000 dan

Rp.17.000 sebulan), biaya untuk pembelian uang buku, seragam, pelajaran komputer, ujian, dan ijazah bisa mencapai

Rp.100.000 – Rp.150.000 per anak per tahun. Biaya tambahan yang “terselubung” meliputi sepatu (diharuskan oleh

beberapa sekolah), tas sekolah, makanan ringan, dan sebagainya (lihat Lampiran 3, Tabel 3.1).

Pilihan Utama: SDN

Masyarakat miskin lebih menyukai sekolah negeri. Sebagian besar lokasi, ada beberapa pilihan antara sekolah dasar

yang dikelola pemerintah (Sekolah Dasar Negeri atau SDN), dan ada juga sekolah Islam yang dikelola penduduk

(Madrasah Ibtidaiyah). Di tujuh lokasi, sekolah dasar yang dipilih oleh kebanyakan masyarakat miskin adalah SDN.

Alasan yang diberikan oleh masyarakat miskin dalam membuat pilihan ini adalah:

Page 20: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

6

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

• SDN berada dekat rumah; tidak ada biaya transportasi; anak-anak bisa pergi sendiri; tidak perlu menyeberang

jalan utama.

• SDN gratis bagi masyarakat miskin.

• Guru-gurunya bagus; anak-anak bisa belajar banyak hal di SDN. Di Madrasah mereka hanya mendapat pelajaran

agama.

• Anak-anak yang menyelesaikan SDN menerima ijazah.

Penduduk Alas Kokon di Madura lebih menyukai Madrasah daripada SD Negeri. Alasan orang tua untuk pilihan ini adalah:

• Madrasah tidak mengharuskan seragam yang mahal.

• Guru-guru lebih disiplin dan menetap di Madrasah. Guru SDN sering kali absen/tidak disiplin.

• SDN hanya mengajarkan anak-anak untuk membaca, menulis dan berhitung. Di Madrasah mereka juga belajar

agama dan membaca Al Qur’an.

Laki-laki dan perempuan masyarakat miskin umumnya menganggap bahwa manfaat pendidikan dasar di sekolah

umum melebihi biaya yang harus dikeluarkan (lihat Gambar 1 dan Lampiran 3, Gambar 3.1 dan 3.2). Selanjutnya,

biaya pendidikan itu merupakan hambatan besar terutama jika memiliki beberapa anak.

Tingkat kepuasan bergantung pada mutu guru dan derajat keterbukaan masalah keuangan antara sekolah dengan

orang tua (lihat Kotak 1).

Beban Biaya Tambahan

Masyarakat miskin merasa dibebani oleh biaya sekolah, (“Mengapa buku harus diganti setiap semester?”), (“Mengapa

tidak menggunakan buku yang bisa dipakai sepanjang tahun?”), (“Mengapa buku sekolah harganya mahal?”), (“Mengapa

kami dikenakan biaya untuk ijazah?”) adalah pertanyaan yang terus-menerus ditanyakan. Biaya masuk dan ijazah

yang belum dibayar menumpuk. Ijazah yang ditahan oleh sekolah menjadi beban tambahan bagi mereka yang

tidak mampu memenuhi kewajiban. Hal ini lalu menimbulkan kekecewaan dan pertentangan di antara para orang

tua dan pengelola sekolah. Bahkan, kepala dusun di Simokerto juga memiliki kesulitan membayar uang pendaftaran

(biasanya para kepala dusun lebih mampu secara fi nansial dibanding anggota masyarakat lainnya). Hanya satu dari

tiga anaknya yang telah menerima ijazah sekolah setelah melunasi pembayaran biaya sebesar Rp.750.000, yang kira-

kira setara dengan penghasilan keluarga miskin di sana selama tiga setengah bulan.

Page 21: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

7

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Gambar 1. Proporsi pilihan pada layanan pendidikan dasar

86%

14%

SD Negeri Madrasah Ibtidaiyah

78%

22%

Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki

Biaya pendidikan di SDN sangat beragam pada lokasi penelitian (lihat Lampiran 3, Tabel 3.1). Di Paminggir (Kalimantan

Selatan), sekolah hampir gratis kecuali untuk biaya pendaftaran dan ijazah lulus sekolah; di perkampungan kumuh

Surabaya, biaya pendaftaran dan buku mencapai Rp.830.000.5 Di lokasi di Jawa Barat, para orang tua membayar 10

- 15 kali lebih besar daripada di tempat lain untuk mendapatkan ijazah lulus sekolah dasar. Di Soklat, responden

laki-laki mengeluhkan bahwa walaupun telah membayar Rp.68.000, mereka tetap tidak menerima ijazah. (Sebagai

perbandingan, Madrasah Ibtidaiyah yang dikelola swasta mengenakan biaya hanya Rp.5.000 – Rp.10.000 per

bulan).

Kotak 1. Biaya-biaya Tanpa PenjelasanKami dengar di SD Cibarola, ketika akan membagikan Ijazah, semua orang tua diundang ke sekolah dan diinformasikan bahwa biaya untuk

menebus ijazah adalah Rp. 60.000 para orang tua itu juga mendapat rincian untuk apa saja uang sebesar Rp. 60.000 itu. Namun, di SDN Desa

Samsi kami, orang tua murid, tidak pernah mendapat informasi ataupun diundang ke pertemuan apapun, Saya sudah menyumbang beber-

apa kali, dan jumlahnya sekitar Rp. 68.000. Ketika saya bertanya kepada kepala sekolah “kenapa jumlahnya lebih besar dari SD Cibarola?” saya

diabaikan. Kemudian, hingga saat in ijazah anak saya juga masih ditahan. Setiap kali saya tanya, beliau selalu menjawab “nanti, nanti….”

Ayah seorang anak yang hanya menyelesaikan sekolah dasar, Soklat, Jawa Barat

5 Biaya pendaftaran dan biaya gedung berkisar dari Rp.50.000 – Rp.100.000 per anak di lokasi perkotaan NTB dan pedesaan Jawa Barat. Biaya-biaya

ini, yang dapat dibayar dengan cicilan, dilaporkan menyebabkan banyak murid yang keluar. Sebagai tambahan, pengulangan biaya-biaya selain

uang sekolah (buku-buku, uang komputer, seragam, tas dan sepatu, dan sebagainya) berkisar Rp.100.000 – 150.000 per tahun.

Page 22: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

8

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

2.2. Layanan Pendidikan Sekolah Menengah

“Gratis? Apanya yang gratis? Memang kami tidak perlu membayar iuran bulanan sekarang, namun kami harus

mengeluarkan uang untuk membeli buku dan seragam, dan membayar uang gedung. Sebelumnya kami hanya

membayar Rp.10.000 – Rp.20.000 setiap bulan. Sekarang kami harus membayar Rp.200.000 pada awal tahun.”

Penjual sayuran, ibu dari dua anak sekolah di Jakarta,

The Jakarta Post, 17 Juli 2005

Sekali Lagi, Biaya Tambahan Menjadi Masalah

Sekolah Menengah Pertama Negeri merupakan beban utama secara fi nansial bagi keluarga miskin. Rumah tangga

miskin berusaha untuk mengirim setidaknya satu anak ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau Sekolah

Menengah Pertama (SMP) — namun jarang bisa menanggung biaya untuk menyekolahkan semua anak.

Hanya tiga anak dari desa Kertajaya yang melanjutkan pendidikan hingga ke sekolah menengah – dan itu adalah

sekolah pesantren di luar desa. Bajo Pulau tidak memiliki sekolah menengah dan tidak ada anak yang dikirim untuk

bersekolah di luar desa.

Di daerah perkotaan Jatibaru, Simokerto dan Soklat, para responden mendaftarkan paling tidak satu anak di SMP

atau Madrasah – mana saja yang ada dan tidak terlalu jauh dari rumah. Mereka lebih menyukai Madrasah karena

tidak ada uang pangkal atau biaya gedung. Biaya masuk, pendaftaran, dan gedung tidak tetap, berkisar antara

Rp.200.000 – Rp.600.000 (lihat Lampiran 3, Tabel 2). Sekolah mengenakan biaya sesukanya, tergantung pada reputasi

dan popularitas mereka — dengan alasan, biaya tersebut digunakan untuk pelajaran tambahan atau fasilitas yang

ditawarkan. Dilaporkan, pengenaan biaya tersebut tidak memiliki dasar hukum.6 Ada pernyataan warga Kertajaya

yang membuat putus asa orang tua murid: “Untuk masuk SMP Negeri memerlukan setidaknya Rp.1,5 juta. Selain itu,

masih ada biaya transportasi, makan, dan sebagainya. Siapa yang sanggup?”

Sekolah Umum Paling Populer, tetapi Sekolah Islam juga Penting

Pesantren atau sekolah Islam lainnya (Madrasah Tsanawiyah) lebih banyak dipilih dibanding SMP, oleh 37 persen

laki-laki dan perempuan dalam penelitian ini, dan merupakan pilihan populer di dua lokasi, Alas Kokon dan Antasari

(lihat Lampiran 3, Gambar 3.3). Kertajaya dan Bajo Pulau tidak memiliki sekolah menengah pertama dan sisanya,

empat lokasi memilih SMP yang ada di daerah tersebut.

Di Alas Kokon dan Antasari, para orang tua yang menyekolahkan anak mereka di Madrasah Tsanawiyah (sekolah-

sekolah agama yang dikelola Departemen Agama) tampaknya cukup puas. Di Alas Kokon, sekolah mengenakan

biaya Rp.1.500 perbulan; di Antasari, biaya tahunan Rp.100.000, tetapi tahun ini semua anak menerima bantuan

6 Menurut Direktur Pusat Reformasi Pendidikan Universitas Paramadina, Hutomo Danangjaya, sekolah-sekolah negeri tidak memerlukan dana tam-

bahan untuk pemeliharaan gedung karena mereka sudah memiliki gedung yang terawat baik. Jakarta Post, 17 Juli 2005.

Page 23: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

9

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

fi nansial. Ini adalah sebuah “sekolah” percontohan. Sekolah tersebut menawarkan fasilitas yang lengkap sesuai

dengan biaya yang dikeluarkan.

SMP di Paminggir (Kalimantan Selatan) gratis, namun mutu fasilitas dan pendidikan sekolah rendah. Biaya SMP di

Jawa dan NTB jauh lebih tinggi (Rp.400.000 – 600.000) (lihat Lampiran 3, Tabel 3.2).

Jika harus membayar uang sekolah, masyarakat miskin menganggap bahwa SMP Negeri tidak menawarkan

layanan yang sepadan dengan biaya yang harus dikeluarkan, tidak seperti Madrasah Tsanawiyah. Warga perempuan

khususnya, merasa tidak puas karena (lihat Lampiran 3, Gambar 3.4 dan 3.5):

• SMP berada jauh dari rumah – biaya transport tinggi/tidak berada di jalur kendaraan umum.

• SMP biayanya mahal. Selain itu, selain itu juga dikenakan biaya lain sebesar Rp.450.000 untuk mendapatkan

ijazah lulus (Simokerto).

• Ruang kelas dibagi dengan sekolah dasar (Jatibaru).

Kurangnya Sekolah Menengah Berarti Anak-anak Perempuan Harus Menikah

Kehidupan anak perempuan berubah drastis jika sekolah menengah tidak dapat dijangkau, baik karena jarak yang

jauh maupun karena biaya. Dalam keadaan demikian, anak perempuan akan segera menikah setelah lulus sekolah

dasar dan hamil pada saat mereka baru saja memasuki masa puber (lihat Kotak 2). Kematian ibu dan bayi, serta bayi

lahir cacat, biasa terjadi pada kehamilan seperti itu.

Kotak 2. Menikah pada usia 13 tahun, melahirkan di usia 14 tahun — satu-satunya pilihan setelah sekolah dasarPada 15 September 2005, di desa Alas Kokon di Madura, para peneliti bertemu dengan Nurhayati yang berusia 14 tahun. Dia baru saja mela-

hirkan anak pertamanya, setelah tiga hari tiga malam mengalami kesulitan persalinan. Awalnya dia dibantu oleh dukun beranak setempat,

namun kemudian bidan di desa harus dipanggil untuk menolong. Untung kali ini nyawanya tertolong. Karena tidak ada sekolah menengah

di desa ini, setiap anak perempuan langsung menikah setelah lulus sekolah dasar. Kehamilan di usia muda tidak dapat dihindari, ini berarti

kemungkinan angka kematian akan semakin tinggi. Bagaimana Nurhayati dan anak-anak perempuan muda lainnya bisa diberdayakan untuk

mendapatkan kontrol atas badan dan hidup mereka?

Laporan Lokasi, Alas Kokon, Madura

2.3. Mutu Layanan – Pandangan Pelaksana Layananan

Pandangan Guru Sekolah Dasar

Di tujuh lokasi, para peneliti menemui dan mewawancarai guru di sekolah dasar negeri. Di Paminggir, penjaga

malam menggantikan posisi guru yang sering absen.

Guru di sekolah dasar di daerah pedesaan menyatakan bahwa mereka tidak bisa memberikan pendidikan yang

bermutu. Sekolah hanya memiliki dua atau tiga ruang kelas untuk dipakai oleh enam kelas. Gedung sekolah dalam

kondisi buruk, namun laporan ke Departemen Pendidikan tidak membawa hasil apapun. Sekolah pedesaan di

Page 24: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

10

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

daerah terpencil, seperti Paminggir dan Bajo Pulau, sulit mempertahankan guru karena kurangnya layanan yang

mendasar seperti air bersih dan sanitasi.

Para guru mengatakan bahwa anak-anak cenderung putus sekolah dan bekerja, begitu mereka mendapat

keterampilan dasar baca tulis dan berhitung. Orang tua tidak melihat keuntungan dari pendidikan lebih lanjut bagi

anak-anak mereka. Kadang sekolah menyediakan insentif, seperti biaya untuk transportasi atau seragam bekas untuk

mendorong anak-anak dari keluarga miskin agar tetap datang ke sekolah.

Pandangan guru sekolah dasar di perkotaan jauh lebih baik. Mereka percaya bisa memberikan layanan yang baik

untuk murid dari keluarga miskin, sesuai dengan biaya yang mereka keluarkan. Mereka menceritakan bahwa banyak

murid miskin di sekolah mereka, dan sekolah memberikan beasiswa serta menggalang dana untuk membayar

seragam, alat tulis, dan kegiatan ekstra kurikuler untuk murid miskin. Di Antasari dan Jatibaru, mereka mengatakan

bahwa para orang tua mengetahui mutu sekolah dan upayanya mendukung masyarakat miskin. Guru di dua sekolah

dasar di perkotaan mengatakan untuk murid miskin yang tidak memiliki buku pelajaran, menyarankan sekolah agar

meminjamkan buku kepada murid miskin.

Penilaian para pendidik dan orang tua kadang jauh berbeda. Kepala sekolah dasar di Soklat memuji mutu pendidikan

di sekolahnya “200 persen.” Dia menjelaskan bahwa pengelola sekolah sering berinteraksi dengan para orang tua,

menjaga transparansi dana, dan mengijinkan orang tua miskin membayar uang sekolah dengan mencicil. Orang

tua murid yang miskin tidak setuju, dan mengeluh bahwa ijazah lulus sekolah ditahan serta informasi tentang

pencabutan uang sekolah tidak pernah dipublikasikan.

Pandangan Guru Sekolah Menengah

Peneliti mewawancarai guru-guru sekolah menengah negeri di Soklat, Jawa Barat dan Antasari Kalimantan Selatan.

Di Paminggir, kepala desa menjadi guru sukarela, menggantikan guru pegawai negeri yang absen.

Guru di Soklat berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat sepenuhnya gratis. Sekolahpun menyadari kemampuan

ekonomi orang tua murid, untuk itu sekolah mengijinkan mereka membayar uang pendaftaran/biaya gedung

dengan cara mencicil. Menurutnya, masalah biaya pendidikan terlalu dibesarkan: “Jika saja mereka mengurangi satu

batang rokok sehari, kemungkinan dapat menyimpan uang untuk membayar biaya pendidikan sebesar Rp.15.000

perbulan.”

Kepala sekolah Madrasah Tsanawiyah, sekolah percontohan di Antasari, mengatakan dana pemerintah cukup

untuk menutup semua biaya keperluan sekolah termasuk materi pelajaran lain dan ekstrakurikuler bagi murid yang

dikategorikan miskin. Orang tua miskin memberi nilai tinggi untuk mutu sekolah yang besar ini, yang memiliki tujuh

dari delapan kelas untuk setiap jenjang kelas, dengan total 23 ruang kelas. Sekolah ini dibiayai oleh Departemen

Agama.

Page 25: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

11

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

2.4. Hasil Pengamatan dan Kesimpulan

Sekolah Dasar – Kualitas Pelayanan

Hanya sekolah dasar negeri yang diamati

Sekolah di pedesaan dinilai dalam kondisi buruk, sehingga mutu layanan secara signifi kan lebih rendah daripada

sekolah di perkotaan.

Walaupun semua sekolah dasar dirancang untuk Kelas 1 sampai dengan 6, sekolah di pedesaan hanya memiliki

dua atau tiga ruang kelas, sehingga beberapa kelas harus dikelompokkan bersama. Tidak satupun sekolah dasar

pedesaan yang memiliki air bersih. Separuh sekolah tidak memiliki fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi di sekolah lain

tidak dapat digunakan. Tidak satu sekolahpun memiliki sambungan listrik atau perpustakaan. Tiga sekolah memiliki

atap yang rusak.

Tingkat kehadiran dalam satu hari pengamatan di empat sekolah pedesaan berkisar antara 28 hingga 92 persen.

Ruang kelas berdebu dan kotor, dengan lantai rusak, namun ada cukup banyak kursi, ventilasi, dan cahaya matahari.

Papan tulis merupakan satu-satunya perangkat mengajar di ruang kelas. Tidak ada hasil karya murid yang dipajang

di dinding. Sering kali, murid ditinggalkan sendirian di ruang kelas tanpa guru. Tingkat disiplin rendah.

Guru tidak tinggal di desa melainkan datang dan pergi dari daerah perkotaan, dan sering terlambat atau tidak hadir.

Alasan mereka: kurangnya air bersih dan layanan sanitasi (Bajo Pulau, Paminggir, Alas Kokon), lihat juga Kotak 3.

Pada murid di kelas yang diamati hanya kurang dari seperempat yang memiliki buku pelajaran dan alat tulis;

pengajar menunjukkan kemampuan mengajukan pertanyaan yang terbatas dan tidak melakukan interaksi dengan

murid-murid, selain itu, tidak ada murid yang bertanya di kelas manapun. Para guru menunjukkan tidak ada bias

jender dalam menghadapi murid-murid, dan menggunakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan

bahasa daerah.

Kotak 3: Tidak ada air bersih sama dengan tidak ada guru sekolah dan petugas kesehatanPak Sahrul, penjaga sekolah/guru pengganti sekolah dasar negeri di Paminggir mengatakan guru negeri sering kali absen.

Lihat hasil wawancara

“Saya masuk kelas dan mengajar apa saja yang saya bisa ketika guru yang resmi tidak hadir,” tukasnya. “ Ini lebih baik daripada membiarkan

murid-murid membuang waktu mereka.”

Sahrul mengatakan guru tinggal di kota, jauh dari desa, walaupun mereka ada penginapan gratis. Paminggir tidak memiliki persediaan air

bersih dan setiap orang harus menggunakan air sungai untuk segala keperluan – masak, minum, cuci, mandi, demikian juga buang air besar.

Guru PNS dari kota tidak terbiasa dengan hal tersebut. Mereka kembali ke kota untuk mencuci dan sering terlambat memberitahukan kapan

bekerja kembali.

Laporan lokasi, Paminggir, Kalimantan Selatan

Page 26: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

12

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kotak 4, menggambarkan mengapa murid dan orang tua tidak menghargai pendidikan sekolah dasar yang

disediakan di pedesaan di NTB.

Kotak 4: 92 Terdaftar tapi hanya 29 yang hadirTison berhenti dari sekolah dasar saat kelas lima untuk membantu keluarganya dengan bekerja sebagai operator kapal feri. Sekarang dia men-

dapat sekitar Rp.100.000 sebulan, dan memberikan sebagian besar pendapatannya kepada ayahnya.

Saat ditanya mengapa dia lebih menyukai bekerja daripada tetap berada di sekolah, Tison mengatakan, dia sudah belajar membaca, menulis

dan berhitung dan tidak mempelajari banyak hal lainnya. Guru datang dari daratan, tiba terlambat pada pukul 9 dan menyuruh anak-anak

pulang pada pukul 11. Sekolah bubar pada pukul 11. Kelas 2, 3, 4 dan 5, 6 digabung menjadi satu. Akibatnya, mereka susah diatur dan terlalu

banyak jumlahnya untuk dikendalikan. Sekeliling sekolah tampak suram: tidak ada fasilitas air atau sanitasi, tidak cukup kursi, dan atap bocor.

Bukan itu saja, Tison bosan.

Di pulau ini, anak lelaki umumnya berhenti sekolah antara kelas tiga dan lima, selebihnya anak perempuan yang terdaftar di sekolah. Pada hari

para peneliti mengunjungi sekolah, hanya 29 dari 92 anak yang hadir.

Laporan Lokasi, Bajo Pulau, NTB

Sekolah Dasar Perkotaan: Sebaliknya, sekolah di perkotaan secara signifi kan lebih baik daripada rekan mereka di

pedesaan dalam hal fasilitas, dan proses mengajar.

Ilustrasi 1 : Perbedaan Perkotaan/Pedesaan: Keadaannyai baik di sekolah dasar negeri perkotaan, seperti yang di-

tunjukkan oleh kelas di Soklat, Jawa Barat (kiri) dan di Simokerto, Jawa Timur (kanan), sekolah ini memiliki perpus-

takaan.

Empat sekolah dasar perkotaan (SDN) semuanya memiliki air bersih yang dapat diandalkan. Fasilitas sanitasi, meskipun

ada dan berfungsi, sangatlah minim, dengan hanya satu atau dua WC untuk digunakan hingga 200 anak. Seluruh

sekolah memiliki sambungan listrik dan ruang kelas yang cukup, namun hanya dua yang memiliki perpustakaan dan

lapangan olah raga. Dua sekolah memberikan kelas komputer. Ruangan kelas yang diamati dalam keadaan bersih,

memiliki ventilasi yang bagus, dan dalam kondisi yang baik. Terdapat pelbagai perangkat ruang kelas seperti papan

tulis dan peta dinding, dan perangkat ini digunakan, kursi dan meja tersedia cukup untuk murid dan guru.

Tingkat kehadiran murid pada hari pengamatan tinggi, 87-100 persen di dua lokasi, secara signifi kan anak perempuan

lebih sedikit daripada anak laki-laki.

Page 27: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

13

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kurang dari seperempat murid pada kelas-kelas yang diamati memiliki buku pelajaran, buku catatan dan bahan

pelajaran tertulis. Satu pengecualian untuk SDN Murungsari 2 di Antasari, Kalimantan Selatan, yang lebih dari tiga

perempat muridnya memiliki dan menggunakan alat-alat belajar.

Guru hadir di setiap kelas, mereka memiliki persiapan yang baik dan terampil dalam menyampaikan pelajaran dan

menarik perhatian murid. Akan tetapi, murid yang berani bertanya hanya terdapat di dua sekolah. Bahasa pengantar

adalah bahasa daerah dikombinasikan dengan Bahasa Indonesia. Mereka juga melakukan langkah-langkah untuk

memastikan pemahaman murid, tidak menunjukkan adanya bias jender. Di samping itu, guru mampu mengelola

kelas dengan baik.

Sekolah Menengah: Pengamatan

Secara umum, fasilitas yang tersedia dan proses pendidikan sekolah-sekolah menengah negeri mutunya jauh lebih

baik daripada di sekolah dasar negeri.

Pilihan sekolah menengah tersedia dan diamati di seluruh empat lokasi perkotaan, namun hanya satu terdapat di

lokasi pedesaan (SMP Negeri di Soklat, Simokerto, Jatibaru, Paminggir, dan Madrasah Tsanawiyah Negeri Model di

Antasari).

Ilustrasi 2 : Ruang kelas di sekolah dasar negeri di pede-

saan Bajo Pulau yang hancur karena badai dan banjir

Gedung sekolah merupakan bangunan permanen; ruang kelas

berada dalam keadaan bagus, sirkulasi udara baik, dan cukup

terang dengan sinar matahari. Seluruh sekolah di perkotaan

memiliki sambungan listrik dan persediaan air bersih. Sekolah di

pedesaan terpencil Paminggir memiliki air sungai yang dipompa

ke sekolah dan listrik yang diperoleh dengan menggunakan

generator. Dua dari lima sekolah terlihat memiliki perpustakaan.

Di tiga sekolah, dua WC digunakan untuk 200-300 anak sehingga

keduanya cepat rusak. Di dua sekolah lainnya, enam sampai

delapan WC terpelihara dengan baik. WC murid terpisah dengan

WC guru bagi guru-guru.

Page 28: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

14

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Ilustrasi 3 : Keadaan kelas di pedesaan yang tidak kondusif

untuk belajar. Pada sekolah dasar negeri di Alas Kokon,

kelas 2, 3, dan 4 digabung dalam satu ruang. Anak-anak

menghibur diri mereka sendiri – kadang-kadang mereka

bertengkar – karena tidak ada guru.

Sekolah menengah memiliki 6-23 ruang kelas di lokasi yang

berbeda. Kecuali di Jatibaru (Bima), mereka memiliki kelas yang

bersih dan dalam keadaan baik. Pada hari pengamatan, kelas

memiliki tingkat kehadiran di atas 92% di seluruh sekolah.

Kehadiran anak perempuan secara signifi kan lebih banyak hadir

daripada anak laki-laki (lihat Tabel 2, di bawah). Alasannya tidak

jelas dan perlu pengamatan lebih jauh dari pihak yang

berwenang.

Ilustrasi 4 : Sekolah menengah negeri di perkotaan, Subang, Jawa Barat

Tabel 2. Pengamatan sekolah menengah di lokasi berbeda

Tingkat kehadiran di kelas yang diamati

Perempuan Laki-laki

Paminggir (Kalimantan Selatan) 23 15

Antasari (Kalimantan Selatan) 29 11

Jatibaru (NTB) 21 16

Simokerto (Jawa Timur) 35 8

Soklat (Jawa Barat) 21 23

Lebih dari tiga perempat murid memiliki buku catatan, pena atau pensil, kurang dari seperempat yang memiliki buku

paket. Guru kelas memiliki persiapan mengajar yang baik. Di dua lokasi, guru mengajar hanya dalam Bahasa Indonesia.

Di lokasi lain mengajar hanya dalam Bahasa Indonesia dan bahasa daerah

Page 29: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

15

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kesimpulan

1. Mutu layanan pendidikan dasar di daerah pedesaan yang diamati sangat buruk. Kondisi infrastruktur sekolah

tidak menunjang kegiatan untuk belajar.

2. Menyediakan insentif untuk rumah tangga miskin agar melanjutkan pendidikan anak perempuan mereka ke

tingkat sekolah menengah, atau memudahkan anak perempuan melanjutkan ke sekolah menengah, merupakan

investasi penting untuk menunda kehamilan dini dan memberi mereka kesempatan yang lebih baik untuk

menentukan kehidupan mereka, serta meningkatkan pembangunan sumber daya manusia di Indonesia.

3. Ketidakhadiran guru merupakan masalah utama di daerah pedesaan yang kekurangan air bersih dan sanitasi.

Ini merupakan salah satu sebab guru dari daerah perkotaan tidak bersedia tinggal di desa. Bila mereka tidak

hadir, anak-anak dibiarkan keluar sekolah, tinggal di dalam kelas tanpa guru, atau diajar oleh guru pengganti

yang tidak terlatih dengan metode mengajar yang sangat buruk, dan tingkat pengetahuan yang tidak lebih dari

lulusan sekolah menengah.

4. Kurangnya sarana air bersih dan fasilitas sanitasi di sekolah dasar di pedesaan juga menyebabkan upaya

mengajarkan kebersihan di tingkat dasar menjadi sesuatu tidak mungkin. Anak-anak yang diamati memiliki

kebersihan yang rendah.

5. Sekolah dasar negeri di perkotaan lebih baik daripada sekolah dasar di pedesaan dalam hal infrastruktur,

kecuali untuk sanitasi. Sekolah dasar di perkotaan memiliki guru dengan keterampilan mengajar yang cukup

memuaskan. Kebanyakan murid kekurangan buku pelajaran.

6. Mutu infrastruktur dan pendidikan, sebagaimana mutu pengajaran pada sekolah menengah, jauh lebih baik

dibandingkan pada sekolah dasar. Namun hal ini memberi sedikit perbedaan bagi masyarakat miskin, karena

menurut penelitian, anak dari keluarga miskin jarang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari

sekolah dasar.

7. Dari seluruh sekolah yang diamati, SDN Murung Sari 2 dan Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Sungai Malang,

keduanya di Antasari, tampaknya lebih menonjol dibanding sekolah lain, diikuti oleh SMP di Paminggir. Yang

menarik adalah sekolah tersebut ternyata memungut biaya paling rendah dan memberikan kesempatan

beasiswa kepada murid dari keluarga miskin. Ketiga sekolah ini berada di Kalimantan Selatan. Orang tua sangat

puas dengan sekolah tersebut, kemungkinan karena pemerintah setempat memiliki dedikasi yang lebih besar

dalam mendanai pendidikan bermutu bagi masyarakat miskin dibanding pemerintah dari daerah lainnya.

Page 30: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

16

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

3. Layanan Kesehatan: Pra-persalinan, Persalinan, dan

Layanan untuk Bayi

Tersedianya berbagai jenis layanan publik serta persepsi tentang nilai dan mutu layanan tersebut merupakan faktor

penentu apakah rakyat akan memilih terhadap kesehatan atau tidak. Biasanya, perempuan memilih berdasarkan

penyedia layanan tersebut, sementara pilihan laki-laki menentukan pilihan bereka berdasarkan besarnya-kecilnya

biaya (rata-rata Rp.10.000,-). Setiap pilihan sangat rasional, berdasarkan pertimbangan keuntungan dan biaya

sejauh dijangkau oleh masyarakat miskin. Kebijakan untuk meningkatkan layanan kesehatan kepada rakyat hanya

dapat efektif jika pembuat kebijakan semacam itu mampu memahami cara berpikir dan hal-hal yang melandasi

pengambilan keputusan mereka.

Selama tahun 1990-an, bidan di desa yang sudah terlatih diperkenalkan di seluruh Indonesia sebagai upaya untuk

menurunkan tingkat kematian ibu yang tinggi. Satu dekade kemudian, bidan di desa tampaknya tidak mengubah

kecenderungan masyarakat miskin untuk memilih menggunakan jasa dukun beranak yang juga memberikan

layanan pra-persalinan dan persalinan.

3.1. Layanan Pra-persalinan: Pilihan berbeda untuk lokasi geografi s yang

berbeda

Sekitar 65 persen dari seluruh masyarakat miskin yang diteliti menggunakan penyedia layanan kesehatan rakyat

seperti bidan di desa, Puskesmas atau Puskesmas pembantu (Pustu), sementara 35 persen sisanya menggunakan

dukun beranak tradisional yang dikenal dengan pelbagai macam sebutan seperti dukun bayi, dukun beranak, sando,

paraji, bidan kampung (lihat gambar 2).

Dukun beranak merupakan pilihan paling populer di seluruh lokasi di luar Jawa. Di Jawa, baik pedesaan maupun

perkotaan, bidan desa atau Puskesmas/Pustu merupakan pilihan yang lebih disukai, kecuali di desa Alas Kokon di

Madura.

Pada umumnya, perempuan hamil atau anggota keluarga perempuan yang lebih tua memilih penyedia layanan

kesehatan pra-persalinan. Jumlah biaya yang dikeluarkan dan perbandingan biaya kedua layanan ini dapat dilihat

pada diagram di bawah ini (lihat Lampiran 3, Tabel 3.3).

Page 31: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

17

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Gambar 2. Proporsi pilihan untuk penyedia layanan pra-persalinan

34%

10%29%

26%

1%

Sando/Bidan Kampung/Paraji/Dukun Bayi Pustu

Bidan desa/Polindes Puskesmas

Posyandu

35%

14%26%

23%

1%

Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki

Masyarakat miskin yang menggunakan jasa dukun beranak untuk layanan pra-persalinan menyadari bahwa dukun

beranak tidak dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk mendeteksi atau menangani kehamilan yang

berisiko tinggi; juga tidak memberikan vitamin tambahan atau imunisasi TT. Meskipun demikian, mereka memilih

untuk menggunakan jasa dukun beranak dengan alasan berikut:

• Dukun beranak selalu ada di tempat, sementara bidan jarang ada di Polindes atau Pustu setempat.

• Dukun beranak tinggal dekat dengan rumah mereka, sementara Puskesmas berada jauh dan membutuhkan

biaya transportasi.

• Dukun beranak mengenakan biaya Rp.1.000 sampai Rp.5.000 per kunjungan, kadang-kadang hanya dibayar

dengan beras atau kelapa; biaya bidan tiga sampai lima kalinya (Alas Kokon).

• Dukun beranak tahu bagaimana mengubah posisi janin ”jika kepalanya tidak berada di posisi yang benar”.

• Berpengalaman, telah banyak membantu persalinan bayi sehat sebelumnya.

• Terpercaya dan terkenal.

Di Jawa Puskesmas dan Pustu lebih mudah dijangkau, tetapi masyarakat miskin lebih suka menggunakan layanan

kesehatan yang tidak mahal. Dengan biaya sebesar Rp.2.500 – Rp.5.000, mereka bisa mendapatkan pertolongan

bidan, suplemen zat besi serta imunisasi TT, dan dapat mengetahui apakah kehamilan mereka berisiko atau tidak.

Perempuan lebih suka menghubungi bidan di desa di rumahnya pada sore hari untuk mendapatkan layanan

perawatan pra-persalinan, karena layanan dilakukan dengan lebih penuh perhatian dan tidak perlu menunggu.

Bagaimanapun, biaya lima kali lebih besar daripada layanan Puskesmas kalau biaya transportasi ditambahkan.

Di sisi lain, perjalanan ke bidan di desa biasanya tidak memerlukan transportasi. (Sekalipun di Jawa, masyarakat

miskin mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp.6.000 – Rp.12.000 untuk memperoleh layanan perawatan pra-

persalinan)yang besarnya Rp. 3000 - Rp. 5000 di Puskesmas atau Rp. 10.000 - Rp. 15.000 di rumah bidan desa.

Secara umum, layanan perawatan pra-persalinan dari dukun beranak bagi masyarakat miskin tampaknya sepadan

Page 32: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

18

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

dengan biaya yang dikeluarkan. Puskesmas berada di urutan kedua kemudian bidan desa, yang bekerja di rumah,

berada di urutan ketiga. (Lampiran 3, Gambar 3.5 menunjukkan bagaimana masyarakat miskin mengurutkan

pilihan mereka sesuai dengan harapan mereka dan tingkat keuntungan yang sepadan dengan biaya ).7 Layanan

dukun beranak disadari oleh warga perempuan bernilai lebih daripada biaya yang dikeluarkan (Bajo Pulau, Alas

Kokon, Jatibaru). Namun demikian, di seluruh lokasi Pulau Jawa, masyarakat miskin memilih Puskesmas atau bidan

desa untuk layanan perawatan pra-persalinan daripada dukun beranak. Tindakan ini untuk meminimalkan risiko

persalinan yang sulit serta besarnya biaya tak terduga selama persalinan – melalui deteksi berkala untuk melihat

kemungkinan kehamilan berisiko tinggi.

3.2. Layanan Bantuan Persalinan: Dukun beranak Tetap Terpenting

Biaya per Kelahiran yang dibantu :

SOKLAT/Jawa Barat

Paraji (Dukun beranak):

Rp.50.000 – Rp.100.000 atau

Rp.50.000 + 5 kg beras

bidan desa:

Rp.300.000 – Rp.400.000

Proses persalinan diharapkan berjalan normal, dan untuk

melakukan hal ini dukun beranak hampir selalu merupakan

pilihan pertama. Kecuali daerah perkotaan yang berpenduduk

pada seperti Simokerto, di seluruh lokasi dukun beranak

merupakan pilihan pertama di antara para perempuan (76%)

dan laki-laki (64%) ( lihat Lampiran 3, Diagram 3.7). Walaupun

biaya merupakan alasan yang menentukan pilihan masyarakat

miskin, ada sejumlah faktor yang membuat mereka lebih memilih

layanan yang diberikan oleh dukun beranak. Biaya layanan yang diberikan oleh bidan di desa untuk membantu

persalinan lebih besar daripada penghasilan rata-rata rumah tangga miskin dalam satu bulan. Di samping itu, biaya

tersebut pun harus dibayar tunai. Sebaliknya, pembayaran terhadap dukun beranak lebih lunak – secara uang tunai

dan ditambah barang. Besarnya tarif dukun hanya sepersepuluh atau seperlima dari tarif bidan desa. Dukun beranak

juga bersedia pembayaran mereka ditunda atau dicicil – tergantung kapan keluarga memiliki uang untuk

membayarnya (lihat Soklat dan Lampiran 3, Tabel 3.4).

Yang lebih penting, masyarakat miskin puas dengan layanan dukun beranak dan mereka merasa mendapatkan

layananan yang sepadan dengan uang yang dibayarkan (lihat Lampiran 3, Gambar 3.8 dan 3.9). Menurut mereka

dukun beranak lebih perhatian dan sabar daripada bidan, baik selama persalinan maupun sesudahnya. Perempuan

miskin mengatakan bahwa dukun beranak dapat melanjutkan layanan untuk 10-14 hari pasca melahirkan, dengan

sabar memanjakan ibu baru dan bayinya. Dia mencuci dan membersihkan ibu setelah melahirkan, menemani

anggota keluarga agar ibu bisa beristirahat dan memulihkan diri. Sebaliknya, bidan seringkali tidak tersedia saat

dibutuhkan atau bahkan tidak mau datang saat dipanggil (Bajo Pulau, Paminggir, Alas Kokon, Jatibaru). Saat akhirnya

dia datang, dia hanya membantu sampai melahirkan bayi dan plasentanya.

Masyarakat miskin menyadari bahwa bidan lebih terlatih dalam menangani persalinan yang sulit. Namun enam

7 Keuntungan dan Nilai untuk Biaya yang Dikenakan (Benefi ts and Value for Cost) merupakan sebuah perangkat dari metodologi penilaian partisa-

toris (Methodology for Participatory Assessment). Untuk penjelasan, lihat Sustainability Planning and Monitoring in Community Water Supply and

Sanitation. Mukherjee dan Van wijk, WSP-IRC-World Bank. 2003.

Page 33: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

19

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

dari delapan lokasi menyatakan bahwa mereka baru memanggil bidan bila dukun beranak tidak bisa membantu

persalinan, terjadi komplikasi saat persalinan atau keterlambatan dalam penanganan yang berakibat fatal.

Kecemburuan profesional lebih lanjut mengancam kesehatan ibu dan bayi. Masyarakat miskin melaporkan

bahwa bidan di desa sering tidak bersedia membantu jika sebelumnya mereka telah menggunakan jasa dukun

beranak, bahkan mengatakan agar mereka pergi ke Puskesmas atau rumah sakit umum. Di Jawa Barat, bidan desa

mengkondisikan jika seseorang menginginkan pertolongannya, mereka harus memanggil dukun beranak dan

bidan untuk menghadiri persalinan sehingga bidan dapat mengendalikan proses dari awal, akibatnya keluarga

harus mengeluarkan biaya dua kali.

Masyarakat miskin jarang menyadari masalah yang muncul selama kehamilan atau persalinan (lihat Kotak 5).

Mereka bergantung pada penyedia layanan kesehatan pilihan mereka (kebanyakan memilih dukun beranak) untuk

mengambil tindakan atau merujuk perempuan hamil ke fasilitas kesehatan yang lebih baik. Sistem perawatan

kesehatan ternyata belum berhasil membuat masyarakat miskin menjadi lebih waspada terhadap tanda-tanda

kehamilan atau persalinan yang berisiko dan tindakan apa yang harus diambil.

Rumah sakit umum di Jawa dan Puskesmas dianggap menyediakan layanan yang paling memuaskan (lihat Lampiran

3, Gambar 3.8) namun biaya yang tinggi membuat orang menjauh. Puskesmas dan rumah sakit umum digunakan

hanya bila terjadi keadaan darurat yang mengancam jiwa.

Kotak 5. Tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenaliTasiah, 36 tahun, terjatuh pada saat kehamilan usia enam bulan anak ketiga. Dia sudah mengunjungi Posyandu secara berkala dan dukun be-

ranak untuk pemeriksaan pra-persalinan, namun tidak melaporkan peristiwa saat dia terjatuh dan tidak ada yang bertanya atau menceritakan

risikonya. Bayinya tetap dilahirkan, kering dan cacat saat lahir dan dukun beranak mengatakan bahwa tidak ada air ketuban dalam rahim. Saat

terjatuh mungkin kantung ketuban pecah jauh sebelum melahirkan, tanpa disadari oleh sang ibu.

Laporan Lokasi, Paminggir, Kalimantan Selatan

3.3. Layanan Kesehatan bagi Anak di bawah Usia 5 tahun (Balita): Layanan

Publik Lebih Disukai

Di seluruh lokasi masyarakat miskin cenderung menyukai layanan sektor publik untuk layanan kesehatan bayi dan anak

di bawah lima tahun. Mereka mengatakan: pemeriksaan yang lebih baik, pemulihan lebih cepat, dan kesanggupan

membayar. Dari 80 hingga 85 persen memilih penyedia layanan dari sektor publik untuk perawatan kesehatan anak,

khususnya bidan di desa dan Puskesmas (lihat Lampiran 3, Gambar 3.10 dan 3.11). Di lokasi pedesaan, Puskesmas

atau Pustu merupakan pilihan pertama. Lokasi perkotaan, bidan desa atau Pustu. Walaupun dokter swasta disadari

menyediakan layanan yang lebih baik namun biayanya mahal (Soklat, Bajo Pulau).

Hanya rakyat di Bajo Pulau, NTB, yang lebih menyukai dukun beranak. Alasannya sederhana: bidan desa “tidak pernah

ada di desa”. Hal lain berkaitan dengan kepercayaan: menurut tradisi setempat, bayi-bayi yang dibantu persalinannya

Page 34: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

20

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

oleh Sando (dukun beranak) dianggap menjadi miliknya selama 44 hari pertama hidupnya dan ia merawat mereka

tanpa memungut bayaran.

Dalam memilih penyedia layanan kesehatan untuk anak-anak mereka yang berusia di bawah 5 tahun (balita),

masyarakat miskin memiliki beberapa pertimbangan. Persyaratan yang paling penting yaitu menggemakan

kepedulian mereka terhadap layanan pra-persalinan dan persalinan. Penyedia layanan harus:

• Ada saat diperlukan.

• Berada dekat rumah/biaya transportasi tidak ada atau rendah.

• Menunjukkan layanan yang sepadan dengan biaya yang dikeluarkan (terutama Puskesmas, karena bidan desa

atau Mantri tidak menerima Kartu Sehat di luar Puskesmas).

• Memeriksa anak sakit dengan seksama. Pada saat orang tuanya sudah berusaha membawa anaknya ke

Puskesmas, mereka harus dapat menemui dokter, bukan mantri.

• Hanya memberikan obat-obatan yang manjur dan menjelaskan berapa lama pengobatan diperlukan sebelum

hasilnya dapat terlihat.

• Menjelaskan kepada orang tua penyebab penyakit dan memberi nasihat bagaimana cara merawat anak

tersebut (pemeriksaan, resep, obat-obatan, imunisasi, suplemen, dan sebagainya).

Masyarakat miskin mempertimbangkan pilihan yang ada, dan cenderung menentukan pilihan mereka berdasarkan

tingkat kesulitan masalah: Mereka tahu bahwa mutu dukun beranak tidak cukup, tetapi hanya untuk konsultasi

penyakit ringan. Salah seorang berujar: “(Dukun hanya dapat berdoa, menawarkan pijatan, memberi jamu-jamuan,

dan jarang memberikan jaminan penyembuhan dalam waktu cepat).”

Masyarakat miskin mengatakan biaya konsultasi dengan dukun dan Pustu atau Puskesmas sebanding dengan

layanan, akan tetapi mereka mencatat biaya transportasi ke Pustu dan Puskesmas secara signifi kan dapat menaikkan

biaya berobat ke Pustu atau Puskesmas (lihat Lampiran 3, Tabel 5, hal. 14).

Di desa, masyarakat miskin dengan Kartu Sehat tertarik dengan Puskesmas atau Pustu, dengan uang “pendaftaran”

senilai Rp.2.500 – Rp.3.000 untuk memperoleh layanan dan obat gratis. Di Simokerto, biaya “pendaftaran” Pustu

menurut masyarakat miskin, sebesar Rp.5.000, tetapi menurut penyedia layanan kesehatan biaya pendaftaran

sebesar Rp.3.000 ,-.

Hal ini menunjukkan masalah besar dalam penyediaan layanan kesehatan bagi masyarakat miskin: Secara hukum,

masyarakat miskin dengan Kartu Sehat harusnya menerima layanan dan obat-obatan di Puskesmas secara gratis.

Dengan memungut biaya “pendaftaran”, Puskesmas mengumpulkan uang secara ilegal. Karena kurangnya informasi

tentang pengaturan biaya, masyarakat miskin selalu harus membayar lebih.

Layanan dari bidan di desa pada jam praktik dirumahnya dinilai tinggi, walaupun biaya umumnya dua kali lipat,

Rp.15.000, namun: “(Tidak perlu menunggu dalam antrian panjang dan obat-obatan lebih manjur).”

Page 35: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

21

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Jika anak masih tetap tidak sembuh, orang tua kemudian memeriksakan anaknya ke mantri yang mengenakan biaya

sebesar Rp.25.000 – Rp.50.000, atau dokter swasta dengan biaya rata-rata Rp.40.000 – Rp.70.000 per kunjungan,

termasuk biaya menulis resep obat. Dokter swasta merupakan pilihan yang paling memuaskan: “Dia memberikan

obat yang membuat bayi cepat sembuh. Satu kali saja kunjungan ke dokter swasta cukup untuk menyembuhkan bayi.”

(Gambar 12, dalam Lampiran 3.12, menunjukkan bagaimana pilihan utama di antara provider layanan publik di

setiap lokasi diukur dalam hal keuntungan versus biaya, dalam persepsi masyarakat miskin).

3. 4. Mutu layanan kesehatan bagi Masyarakat Miskin

Pengamatan oleh Masyarakat Miskin

Seperti yang sudah diduga sebelumnya, fakta bahwa perempuan lebih terlibat daripada laki-laki dalam merawat

bayi yang sakit, menyebabkan ada perbedaan jender dalam hal tingkat kepuasan terhadap berbagai penyedia

layanan kesehatan (lihat Lampiran 3, Gambar 13, hal. 27). Perempuan kurang puas dibandingkan laki-laki mengenai

layanan bidan (Soklat, Kertajaya, Bajo Pulau), Pustu (Paminggir), dan Puskesmas (Soklat). Ketika responden laki-laki

cenderung tidak menjelaskan penilaian mereka, responden perempuan miskin justru memiliki banyak masukan

mengenai pengalaman mereka.

Penilaian tentang bidan:

• “Mengapa membayar lebih di rumah bidan, padahal layanannya sama saja dengan layanan yang disediakan di

Puskesmas (yang biayanya hanya Rp.3.000)?”

• “Biayanya dua sampai tiga kali lebih mahal daripada Puskesmas.”

• “Ibu bidan tidak pernah tersedia saat kami memerlukannya.”

Alasan ketidakpuasan responden perempuan terhadap Pustu:

• “Para pekerja sering kali tidak ada, tanpa memberitahu sebelumnya.”

• “Obat-obatan yang diberikan tidak manjur.”

• “Kami harus mengantri panjang, bahkan ketika bayi kami parah sakitnya.”

• “Para pekerja hanya menuliskan resep dan tidak menjelaskan bagaimana aturan pakai obat-obatan tersebut.”

• “Mereka tidak memberitahu orang tua penyakit apa yang diderita bayi dan bagaimana cara merawat bayi itu di

rumah. Mereka selalu terburu-buru menyelesaikan satu pasien dan lanjut ke pasien berikutnya.”

• “Paramedis sering kali hanya melakukan pemeriksaan sepintas lalu yang tidak lebih dari lima menit. Kadang-

kadang, mereka sama sekali tidak memeriksa anak dan hanya menuliskan resep obat setelah menanyakan kepada

orang tua gejala-gejala penyakitnya.”

Ketidakpuasan terhadap Puskesmas:

• “Di Puskesmas, yang memeriksa bayi bukanlah dokter, melainkan, bidan atau mantri. Tidak ada dokter spesialis

Page 36: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

22

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

apapun di Puskesmas.”

• “Untuk semua penyakit mereka memberikan obat yang sama. Sering kali untuk bayi, mereka hanya memberikan

puyer. Saya bertanya, “Dokter, demam apa yang diderita bayi saya?” Dia menjawab, “Banyak, campur-campur.”

• “Mereka tidak pernah menjelaskan penyakit yang diderita, atau obat-obatan yang diberikan kepada pasien. “Jika

tidak membaik, datang lagi minggu depan.” Tapi jika saya kembali lagi – obat-obatan yang diberikan akan sama

saja.”

Pengamatan Dukun Beranak tentang Mutu Layanan Layanan

Dukun beranak diwawancarai di pedesaan Paminggir, Alas Kokon, Kertajaya, dan daerah perkotaan Soklat, mengenai

pendapat mereka tentang mutu layanan yang mereka sediakan.

Dukun beranak merasa mereka telah menyediakan layanan pra-persalinan dan pertolongan persalinan bermutu

tinggi dengan harga terjangkau. Mereka mengatakan bahwa pasien miskin sangat puas, dan tidak melihat perlunya

peningkatan layanan mereka. Paraji di Kertajaya menambahkan: “Bagi kami, membantu persalinan merupakan

tugas kemanusiaan yang mulia. Mereka membayar kami dengan apa saja dan kapan saja mereka bisa – beras, kelapa,

gula, uang. Kami menyediakan layanan selama 40 hari pasca persalinan, siang dan malam. Itulah sebabnya mengapa

masyarakat miskin begitu senang dengan layanan kami.” Para responden yang memilih pra-persalinan dan bantuan

persalinan dalam penelitian ini tentu saja memperkuat kebenaran pernyataan itu. (Lihat hasil wawancara)

Dua dari empat dukun beranak yang diwawancarai telah menerima pelatihan dari dokter-dokter Puskesmas pada

tahun 1990-91. Mereka merasa pelatihan dan peralatan persalinan yang diberikan saat pelatihan, sangat bermanfaat.

Indikasi menunjukkan bagaimana ketatnya dana: Para dukun beranak masih menggunakan peralatan yang sama –

sebut saja sepasang gunting operasi untuk menggunting tali pusat. Mereka sendiri heran mengapa pelatihan tidak

tersedia lagi, dan menyarankan pemerintah seharusnya menyediakan peralatan persalinan baru dan timbangan

untuk menimbang bayi yang baru lahir.

Dua dukun beranak lainnya (di NTB dan Madura) menolak pelatihan dan peralatan persalinan. “Saya terlalu tua untuk

belajar hal-hal baru dan saya tidak mau membawa buku dan tas,” ujar dukun beranak dari Madura. “Pengalaman dan

pengetahuan tradisional saya sudah cukup untuk pekerjaan saya.”

Situasi ini mencerminkan hubungan yang tidak nyaman antara dukun beranak yang sudah tua dan dihormati,

dengan bidan di desa yang merupakan pegawai negeri terlatih dari luar rakyat. Idealnya, keduanya harus bekerja

sama. Namun kenyataannya, dukun beranak enggan mengakui bahwa bidan di desa lebih mampu menangani

persalinan sulit. Akibatnya, rujukan kadang tertunda dengan konsekuensi yang tragis.

Tetap, dukun beranak melihat kebutuhan peningkatan pada sektor kesehatan publik. Dukun beranak di Paminggir

Page 37: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

23

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

mengatakan: “Kami memerlukan petugas kesehatan, bidan dan dokter yang bersedia untuk tinggal di desa, atau paling

tidak mengunjungi desa dengan jadwal mingguan yang jelas.”

Bidan Desa tentang Mutu Bantuan

Bidan desa di enam lokasi diminta pandangannya tentang masalah ini. Mereka mengatakan bahwa mereka

melakukan sebaik mungkin, namun menurutnya hanya sedikit permintaan oleh bidan desa untuk layanan mereka

di antara masyarakat miskin. Bidan Liliek di Kertajaya menjelaskan: “Beberapa masyarakat miskin memilih saya karena

saya mampu memberikan layanan yang lengkap. Saya dapat mendeteksi masalah-masalah kehamilan, menyediakan

imunisasi TT dan vitamin. Layanan pra-persalinan saya memenuhi standar.”

Menurut bidan desa, besarnya biaya yang ia kutip sepadan dengan layanan yang diberikan. Mereka mengatakan

bahwa masyarakat miskin tidak realistis menganggap mereka mengenakan biaya terlalu tinggi: “Masyarakat miskin

mengharapkan keajaiban jika mereka membayar,” kata Bidan Windarti dari Alas Kokon. Bidan mengatakan mereka

sudah menyesuaikan biaya dengan kemampuan pasien untuk membayar.

Bidan desa memiliki beberapa saran untuk meningkatkan layanan yang dapat dilakukan oleh pemerintah:

• Lebih banyak lagi masyarakat miskin yang membutuhkan Kartu Sehat atau kartu jaminan Kesehatan. Sering

kali, saat bidan merujuk masyarakat miskin ke rumah sakit dalam keadaan darurat, pasien tidak memiliki Kartu

Sehat.

• Menambah jumlah dan mutu persediaan obat-obatan di Puskesmas atau Pustu, agar masyarakat miskin bisa

memperolehnya dengan menggunakan Kartu Sehat.

Bidan Puskesmas/ Pustu dan Petugas Paramedis tentang Mutu Bantuan

Pustu perkotaan agaknya mulai kehilangan pasien. Bidan di Simokerto mengatakan hanya masyarakat miskin yang

datang ke Pustu, bahkan kehadiran mereka berkurang. Dia menunjuk keterbatasan jam buka Pustu: “Mungkin jam

buka Pustu bersamaan dengan jam kerja mereka..... Kami biasanya melayani hingga 70 pasien per hari di Pustu ini.

Sekarang hanya 20-30 pasien per hari.”

Daerah terpencil lebih bermasalah: mantri melakukan kunjungan mingguan ke Bajo Pulau untuk menemui pasien;

rakyat tidak mengunjungi Pustu di daratan tetapi mereka memanggilnya melalui telepon selular hanya jika ada

seseorang yang sakit parah.

Masyarakat miskin jarang bisa menemui bidan atau mantri di Pustu di Paminggir. Seorang mantri berkata, “Saya tidak

bisa tinggal di desa karena saya memiliki banyak tugas di kota.” Bidan di desa, penggantinya, juga tidak tinggal di desa,

karena dia dilaporkan sedang bersiap-siap naik haji. Penduduk desa tidak bisa menerima alasan tersebut sebagai

pembenaran atas ketidakhadiran mereka.

Page 38: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

24

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Pandangan Dokter Puskesmas tentang Mutu Layanan

Tiga dokter Puskesmas diwawancarai di Jawa Barat dan Jawa Timur (Madura) dan NTB mengenai layanan yang ada

dan mutunya.

Para dokter setuju bahwa Puskesmas sangat penting bagi masyarakat miskin, terutama sebagai wadah untuk

mendapat obat-obatan gratis dan layanan kesehatan yang murah. Mereka mengatakan bahwa di masa lalu, obat-

obatan tidak banyak tersedia, namun sekarang Puskesmas berwenang membeli persediaan obat-obatan dengan

menggunakan dana yang tersisa dari anggaran tahunan. Mereka khawatir masyarakat miskin memiliki kesan

bahwa obat-obatan generik, yang dijual atau didistribusikan tanpa merek, kurang efektif daripada yang obat yang

bermerek.

Pendapat mereka berbeda tentang mutu layanan yang disediakan oleh para petugas kesehatan terhadap masyarakat

miskin. Di kedua lokasi di Jawa Barat, mereka mengatakan para petugas kesehatan menyediakan layanan yang

baik di Puskesmas; berinteraksi dengan pasien miskin di Posyandu; dan terlatih dengan “prosedur jaminan kualitas.”

Menurut mereka, satu alasan mengapa masyarakat miskin tidak sepenuhnya puas dengan klinik adalah karena

letaknya jauh dari tempat tinggal mereka, sehingga biaya transportasi menjadi mahal.

Semua dokter mengatakan bahwa Kartu Sehat tidak secara tepat tertuju kepada masyarakat miskin. Banyak yang

memiliki dan menggunakannya adalah orang mampu, sementara banyak orang yang benar-benar miskin tetap

tidak memiliki Kartu Sehat atau Asuransi Kesehatan. Pencatatan dan pendaftaran untuk Askes dimulai pada bulan

Januari 2005 dan tidak selesai pada saat penelitian ini berlangsung (Oktober 2005). Dengan kuota yang tetap dan

tidak memadai, kartu Askes tidak akan dapat diberikan kepada semua yang membutuhkan.

Dokter umum di Puskesmas sekitar perkotaan di NTB mengatakan kebanyakan petugas kesehatan yang menjangkau

rakyat tidak memberikan layanan dengan baik. Untuk meningkatkan mutu layanan, dia menyarankan Depkes

harus:

• Menentukan indikator kinerja yang praktis bagi para petugas kesehatan, yang dapat dengan mudah dimengerti

dan diuji oleh mereka dan para pasiennya.

• Memberi penghargaan tetapi juga sanksi oleh yang berwenang kepada para petugas kesehatan seperti yang

sudah dilakukan di sektor swasta. Menentukan standar seperti jumlah pasien yang dilayani per hari.

• Mengurangi gaji para petugas kesehatan ketika mereka absen.

• Mengumumkan hak masyarakat miskin tentang layanan-layanan kesehatan melalui media massa.

Page 39: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

25

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

3. 5. Pengamatan dan Kesimpulan Studi ini termasuk tinjauan independen tentang kualias layanan yang dibandingkan dengan norma-norma yang

sudah ada. Kesimpulan berikut ini berdasarkan pada tinjauan oleh masyarakat miskin, tinjauan oleh penyedia

layanan dan tinjauan independen dengan menggunakan pengamatan sesuai dengan daftar pertanyaan.

Perawatan Pra-persalinan

Penelitian ini menunjukkan banyaknya penggunaan jasa dukun beranak untuk pra-persalinan dan persalinan. Bukan

hanya biaya dukun beranak lebih rendah dan mudah dijangkau, tapi juga masyarakat miskin menyadari tingginya

mutu layanan mereka.

Masyarakat miskin baik laki-laki maupun perempuan memiliki sedikit pemahaman tentang kriteria layanan pra-

persalinan yang baik, dan wanita hamil tidak melihat perawatan berkala pra-persalinan sebagai hal penting. Dukun

beranak mereka umumnya tidak mengenali keadaan patologis yang mungkin berkembang selama kehamilan.

Sehingga tidak ada pengenalan dan penanganan adanya komplikasi pada ibu dan serta faktor risiko lainnya

karena tidak memperoleh layanan perlindungan seperti imunisasi TT dan suplemen zat besi. Hal ini menyebabkan

meningkatnya risiko-risiko kematian ibu, kematian bayi saat dilahirkan, dan kematian pasca persalinan (Kotak 6).

Kotak 6: Berulangnya persalinan prematur, tidak ada pemeriksaan pra-persalinanSri Wahyuni mengalami persalinan dan melahirkan anak pertamanya saat usia kandungan baru tujuh bulan. Dia melahirkan di rumah dibantu

oleh dukun beranak setempat. Berat badan bayi hanya 2 kilogram, mengalami kesulitan bernapas, dan dukun beranak tidak bisa membersi-

hkan jalan napasnya. Bayi itu hidup hanya selama dua jam. Sri Wahyuni dan suaminya tidak mempunyai uang untuk pemeriksaan kehamilan

dan tidak pernah pergi ke Puskesmas untuk pemeriksaan pra-persalinan.

Tahun berikutnya, Sri hamil lagi, dia tidak memeriksakan kehamilannya, dan ia menderita rasa mual yang hebat selama kehamilan dan lagi-lagi

melahirkan pada usia kandungan 7 bulan. Bayi keduanya ini lahir selamat, beratnya hanya 1,4 kilogram dan juga tidak dapat bertahan.

Sri dan suaminya menyerah dari usaha memiliki anak. Mereka tidak punya uang untuk perawatan kehamilan, dan takut kecelakaan yang sama

terulang kembali. Sri menggunakan kontrasepsi suntik setiap tiga bulan.

Laporan Lokasi, Simokerto, Jawa Timur

Perawatan pra-persalinan oleh dukun beranak hanya meliputi penentuan posisi janin (dengan pemijatan untuk

memperbaiki posisi janin). Beberapa kematian janin yang tidak dapat dideteksi, kematian ibu, dan kematian bayi

saat dilahirkan, selain disebabkan oleh praktik tersebut, juga karena terlambat merujuk mereka kepada petugas

kesehatan yang profesional. Dukun beranak kurang dilengkapi dengan keterampilan profesional. Sebagai contoh,

tingkat pelatihan mereka tidak memungkinkan mereka mampu membuat prediksi persalinan yang handal.

Kegagalan mengikuti standar perawatan, misalnya dengan tidak memberikan imunisasi TT, bisa mengakibatkan

kematian bayi (Kotak 7).

Page 40: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

26

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kotak 7: Tidak lagi kesurupanAntara tahun 1990 dan 1996, 16 bayi meninggal di desa Rancajaya. Orang-orang percaya bahwa mereka kesurupan. Semuanya memiliki gejala-ge-

jala yang sama – kejang-kejang, demam tinggi, tubuh mereka menjadi kaku dan meringkuk. Semuanya dilahirkan dengan bantuan dukun beranak

setempat, yang menggunakan pisau dari bambu untuk memotong tali pusat. Tidak seorang ibu pun yang mendapatkan suntikan TT atau membiar-

kan bayinya diimunisasi. Saat bayinya sakit, ibu mereka membawanya ke dukun yang memijat anak-anak dan berdoa untuk kesembuhannya.

Ibu Rusmini kehilangan 3 anaknya dengan cara seperti ini, ketiga anaknya meninggal ketika berusia 9 bulan, 1 bulan dan 2 minggu.

Hari ini, di tahun 2005, orang-orang mengetahui tetanus dan berusaha mendapatkan imunisasi TT untuk para ibu hamil. Namun mereka masih

tetap menggunakan layanan dukun beranak dalam persalinan. Dukun beranak tetap memotong tali pusat dengan sebilah bambu, yang sekarang

ini direbus sebelum digunakan.

Laporan Lokasi, Kertajaya, Jawa Barat

Secara positif, hampir dua pertiga dari warga perempuan dan laki-laki yang diwawancarai menggunakan satu dari

tiga jenis penyedia layanan kesehatan seperti Puskesmas, Pustu atau bidan di desa. Kebutuhan untuk mendapatkan

imunisasi tetanus toksoid bagi ibu hamil merupakan salah satu alasan untuk mengunjungi penyedia layanan

kesehatan.

Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa, layanan yang diberikan oleh bidan di desa terlatih pada umumnya

baik karena mereka mampu memenuhi standar minimum. Namun, mereka cenderung mengabaikan pentingnya

peningkatan kesehatan/pendidikan. Selama pemeriksaan awal terhadap pasien, mereka cenderung tidak

menanyakan riwayat pasien, status kandungan dan riwayat kesehatan, serta status sosial ekonomi mereka. Hal ini

terjadi mungkin karena antara petugas dan pasien sudah saling kenal. Yang mengejutkan, tidak satu pun dari para

penyedia layanan kesehatan ini yang mencuci tangan mereka sebelum memeriksa pasien. Pemeriksaan fi sik oleh

bidan hanya mengukur tinggi rahim dan berat ibu. Mereka tidak memeriksa payudara, tangan, kaki, kepala dan leher.

Para bidan biasanya memberikan imunisasi tetanus toksoid dan tablet zat besi. Tetapi mereka mengenakan biaya ini

kepada pasien, sehingga biaya yang dikenakan lebih tinggi daripada dukun beranak.

Selama pemeriksaan pra-persalinan oleh bidan desa baik di dalam atau di luar pusat kesehatan, tidak ada perempuan

yang mendapat informasi tentang tanda-tanda bahaya selama kehamilan yang seharusnya mendorong mereka

untuk segera mencari pertolongan dari petugas kesehatan yang terlatih.

Pertolongan Persalinan

Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang lebih memilih untuk menggunakan dukun beranak. Sementara

itu, defi nisi mereka tentang mutu layanan berbeda dari defi nisi standar medis. Kelemahan utama dari mutu layanan

adalah tidak dipenuhinya standar minimal medis oleh para dukun beranak, seperti dengan praktik yang tidak steril

(memotong tali pusat dengan sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi yang baru lahir dengan mulut).

Riwayat kasus kematian ibu dan janin dalam penelitian ini menggambarkan apa yang terjadi jika dukun beranak

gagal mengetahui tanda bahaya pada masa kehamilan dan persalinan serta rujukan yang terlambat (lihat Kotak 8).

Page 41: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

27

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kotak 8: Empat hari terlambatDi Bajo Pulau di pesisir pantai Sumbawa, Zubaedah mengandung anak keduanya saat dia mengalami sakit di bagian perut dan pendarahan di

trimester ketiga. Menurut Sando (dukun beranak), masih terlalu dini untuk melahirkan dan pendarahan itu “tidak perlu terlalu dikhawatirkan.” Istri

kepala Dusun, seorang bidan, berpikir bahwa bayi itu sudah meninggal dan mendesak keluarga untuk membawa Zubaedah ke rumah sakit, namun

mereka menolak. Setelah Zubaedah terus mengalami pendarahan selama dua hari, keluarga memutuskan untuk menghubungi bidan di desa. Bidan

ini tiba sehari kemudian dan, setelah memeriksa Zubaedah, bidan merujuk Zubaedah ke rumah sakit. Setelah melalui perjalanan ke Sape dengan pe-

rahu dan menyewa kereta kuda, Zubaedah diperiksa dokter, yang memutuskan untuk melakukan operasi agar bisa mengeluarkan bayi yang sudah

meninggal karena tali pusar menghalangi jalan keluar janin. Sebelum operasi dimulai, Zubaedah yang kelelahan karena empat hari pendarahan

akhirnya meninggal.

Laporan Lokasi, Bajo Pulau, NTB.

Perawatan Kuratif untuk Anak-anak di bawah Usia 5 tahun

Puskesmas merupakan penyedia kesehatan yang lebih disukai. Rakyat menganggapnya tidak mahal dan dapat

dipercaya. Namun karena lebih mudah, mereka membawa anak-anak mereka terlebih dahulu ke bidan atau mantri

desa. Bila warga miskin mau menghabiskan banyak waktu dan mengeluarkan biaya untuk pergi ke puskesmas,

mereka berharap agar anak mereka diperiksa oleh dokter atau bahkan oleh dokter spesialis, dan bukan oleh mantri

dan bidan. Pemeriksaan dianggap terlalu cepat (hal ini diperkuat selama pengamatan oleh peneliti dengan melihat

daftar yang dibuat oleh seorang dokter).

Pemeriksaan dan penggolongan: Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa sangat sedikit anak sakit yang

dibawa ke puskesmas, benar-benar diperiksa dan dirawat dengan baik oleh bidan atau mantri. Tidak satu pun dari

para petugas ini yang mencuci tangan mereka sebelum memeriksa pasien. Bahkan mutu pemeriksaan dan cara

mereka menentukan penyakit pasien sangat rendah, bila diukur menurut dengan standar IMCI. Hanya ada satu

petugas kesehatan yang mampu menyampaikan tiga hal yang menunjukkan keadaan berbahaya (satu-satunya

pusat kesehatan yang memiliki seorang dokter hanya mampu mendeteksi dua dari tiga hal tersebut).

Perawatan: Tidak adanya pemeriksaan yang tepat untuk menentukan mutu perawatan, data tidak bisa mengukur

ketepatan perawatan.

Saran dan penyuluhan yang diberikan: Penelitian menunjukkan, kurangnya pendidikan tentang layanan

kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil, ibu baru, perawat bayi, dan pasien anak-anak. Para petugas kesehatan

tidak menjelaskan hasil pemeriksaan mereka, juga tidak menasihati orang tua/wali tentang bagaimana cara merawat

anak yang sakit. Mereka memberi penjelasan dengan cepat dan pasien tidak boleh bertanya (komunikasi satu arah).

Sebelum beralih ke pasien berikutnya, dengan cepat mereka menjelaskan cara pemakaian obat yang akan diberikan,

tetapi tidak memeriksa ulang apakah penjelasan itu sudah dimengerti dan apakah orang tua memahami berapa

lama obat tersebut harus diberikan.

Saat petugas kesehatan tidak berhasil memberikan penyuluhan kepada masyarakat miskin tentang nutrisi (gizi)

anak mereka, dan perlunya penanganan segera terhadap dehidrasi akibat diare, nyawa anak-anak berada dalam

risiko (Kotak 9 dan 10).

Page 42: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

28

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kotak 9: Bagaimana bisa menyusui anak bila air susu ibu tidak keluar?Parhan lahir dengan sehat seberat 3,5 kilogram, anak kelima dari ibu berusia 38 tahun, Hoiriyah. Parhan sekarang berusia 20 bulan, dengan berat

badan terlalu ringan, hanya 6 kilogram, sering sakit, dan tidak dapat berdiri atau berjalan.

Hoiriyah berhenti memproduksi air susu ibu tujuh hari setelah Parhan lahir. Sejak itu, dia hanya diberi air sampai usia satu bulan, saat dia juga

diberikan nasi. Orang tuanya sudah membawanya ke bidan desa, sering kali untuk menyembuhkan diare. Untuk ini, bidan memberikan Oralit dan

bukannya nasihat tentang perbaikan gizi. Keluarga Parhan tetap tidak tahu bagaimana harus memberi makan bayi ini.

Para petugas kesehatan di pusat kesehatan terdekat menyebutkan bahwa hal ini merupakan pola yang sering terjadi di wilayah ini, namun mereka

tidak memikirkan pendekatan untuk pendekatan perbaikan atau upaya pencegahan.

Laporan Lokasi, Alas Kokon

Kotak 10: Bayi meninggal karena diare di kota besar, dekat pelayanan kesehatanKeni yang berumur 6 bulan menderita diare tiba-tiba dan muntah-muntah. Orang tuanya membawanya ke Puskesmas terdekat yang tidak mempu-

nyai cukup staf dikarenakan hari libur nasional. Keni menunggu lam untuk diperiksa, ini menyebabkan dia menderita dehidrasi parah. Dia dirujukkan

ke rumah sakit kota. Tak seorangpun memberitahu orang tua Keni bahwa dengan menunda membawa Keni ke rumah sakit bisa berakibat fatal.

Ayah Keni tidak mempunyai kartu kesehatan. Karena khawatir biaya rumah sakit akan banyak, ayah Keni menunda membawa Keni ke rumah sakit.

Dia justru pulang dan menghubungi Kepala RT untuk mendapatkan surat keterangan miskin yang memberikan dia perawatan rumah sakit gratis.

Pada saat dia mendapatkan surat itu dan Keni sampai di rumah sakit, kondisinya sudah kritis. setelah dua hari diinfus Keni meninggal dunia.

Tidak satu pun dari responden masyarakat miskin dalam penelitian ini mengetahui tentang kebijakan resmi dari

Departemen Kesehatan (Danareksa), yang memungkinkan bidan desa untuk menyediakan layanan publik kepada

warga yang sangat miskin yang memerlukan pertolongan dalam keadaan darurat, dan mendapat penggantian

biaya layanan dari Puskesmas. Jika mereka mendapatkan informasi tersebut, banyak masyarakat miskin yang

akan terdorong untuk menghubungi bidan desa lebih awal; banyak kematian dalam proses persalinan akan bisa

dihindari.

4. Sarana Air “Bersih” yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat miskin

Masyarakat miskin di Indonesia tidak memiliki akses terhadap sarana air yang disediakan pemerintah tetapi mereka

membeli air dengan harga 15 sampai 30 kali tarif penggunaan air PDAM.

4.1. Masyarakat Miskin Kekurangan Akses Air Bersih Layak Minum

Di daerah pedesaan, 40 persen masyarakat miskin menggunakan sumber air yang tidak memadai (sumur galian

tanpa penutup dan sungai) untuk minum dan masak (lihat Gambar 3,). Sementara 22 hingga 25% lainnya membeli

air dari para penjual dengan metode pengangkutan yang tidak higienis. Di Bajo Pulau, misalnya, seorang penjual

mengangkut air sumur galian dari pulau lain dengan menggunakan drum-drum terbuka yang disimpan di dalam

lambung kapal dan ditutupi dengan terpal kotor. Di Simokerto, air dijual dalam jerigen plastik yang sudah lama dan

kotor.

Page 43: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

29

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Gambar 3: Proporsi untuk pilihan Layanan Air yang digunakan

11%

32%

5%22%

10%

8%

13% 14%

26%

4%25%

11%

12%

8%

Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki

Sungai (tanpa sumber air bersih)

Sumur pompa (milik tetangga)Pompa tangan umum

Sumur galian terlindungi

Sumur galian tidak terlindungi

Penjual air Beli air leding dari tetangga

Di daerah pedesaan, tidak ada satu rumah tangga miskin terhubung dengan jaringan layanan air bersih. Warga

miskin membeli air PDAM dari tetangga yang memiliki saluran air atau dari penjual dan membayar 15 hingga 30 kali

tarif yang dikenakan PDAM untuk pelanggan berpenghasilan rendah. Karena mereka harus membeli melalui pihak

ketiga untuk mendapatkan air, masyarakat miskin membayar enam hingga delapan kali lebih banyak daripada yang

dibayar oleh kebanyakan rumah tangga mampu di kota-kota Indonesia.

Masyarakat miskin biasanya tidak menyadari bahwa mereka membayar tarif melebihi harga normal karena mereka

membeli dalam jumlah yang sedikit namun sering. Masyarakat miskin sering kali percaya bahwa mereka tidak mampu

membayar untuk sambungan air ledeng – mungkin benar mengingat besarnya biaya pemasangan dan kenyataan

bahwa mereka tinggal jauh dari jaringan penyaluran air. Akan tetapi, masyarakat miskin dapat menanggung biaya

konsumsi air dengan tarif PDAM, karena mereka sudah membayar berlipat-lipat melebihi tarif tersebut (lihat Kotak

11).

Page 44: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

30

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kotak 11: Masyarakat miskin Membayar 30 Kali Tarif PDAM untuk Air – Tapi Tidak Menyadarinya

Persepsi: “Pak Ketua RT mengatakan bahwa kita tidak mampu membayar biaya pemasangan sambungan pipa PDAM karena biaya sebesar Rp. 750,000 ($75)

terlalu mahal untuk kami. Apalagi, Sekarang tarif PDAM naik dari Rp. 300 menjadi Rp. 700 per kubik meter, kami juga tidak akan mampu membayar

harga air sebulan. Sedangkan saat ini, kami hanya menghabiskan Rp. 300 untuk 30 liter air yang digunakan untuk minum dan memasak. Kami

mambeli air tersebut dari tetangga kami yang lebih kaya, dan kami membayar Rp 100 untuk 10 liter

Peserta FGD Perempuan, Antasari, Kalimantan Selatan

“Kami tidak akan bisa mengharapakan sambungan rumah dari PDAM. Hal tersebut akan menelan biaya sekitar Rp.3 hingga 5 juta, karena jalur

pipanya harus melintasi rel kereta api, jalan tol, dan pasar, sebelum bisa mencapai Simokerto tempat kami tinggal. Siapa yang mampu membayar

sebanyak itu? Apalagi, kami bukan pemilik tanah, kami hanya tinggal di lahan ini, oleh karena itu kami tidak bisa meminta sambungan pipa. Tanah

ini adalah milik PT KA(Kereta Api)”

Peserta FGD Kelompok Laki-laki, Simokerto, Surabaya

Kenyataannya:Masyarakat miskin di Antasari membayar tetangga mereka Rp.100 untuk 10 liter air PDAM. Hal ini berarti tarifnya Rp.10.000/ meter kubik – sekitar 13

kali lebih mahal daripada tarif PDAM, yaitu Rp.700/ meter kubik. Masyarakat miskin di Simokerto membeli air PDAM yang dijual kembali oleh penjual

dengan harga Rp.1.400 per hari untuk 50 liter air yang diantar ke rumah (atau Rp.700 per hari untuk 50 liter jika diambil sendiri dari toko penjual). Hal

ini berarti tarifnya Rp.28.000 per meter kubik untuk air yang diantar ke rumah. Tarif umum PDAM untuk saluran rumah tangga di Surabaya hanya

Rp.850 per meter kubik.

4.2. Penggunaan Air dan Bahaya Kesehatan

Air yang dapat diminum merupakan komoditas berharga bagi masyarakat miskin yang mereka gunakan untuk

masak dan minum. Mencuci dan mandi dengan air bersih adalah sebuah kemewahan yang tidak sanggup mereka

nikmati. Di semua lokasi, masyarakat miskin mandi dan mencuci pakaian mereka di sungai, sumur galian tanpa

penutup atau bahkan dengan air laut.

Hal ini membawa dampak kesehatan yang cukup berarti. Budaya yang kuat untuk membuang air besar di air yang

mengalir menyebabkan kebiasaan yang tertanam kuat untuk membuang air besar di sumber air alami. Proses

penilaian beberapa partisipan tentang air dan proyek sanitasi8 dan survei baseline untuk proyek WSLIC yang dikelola

oleh Universitas Indonesia pada tahun 2003 menemukan bahwa: “Hampir semua orang mencuci pakaian, mandi, dan

buang air besar di sungai walaupun mereka memiliki sumur. Buang air besar di sungai dianggap ‘bersih’, karena tidak

menyebabkan bau, seperti buang air besar di WC yang ventilasinya buruk.” Orang-orang juga sering kali membuang

sampah di sungai dan menggunakan sungai yang sama untuk memandikan ternak, mencuci pakaian dan sepeda

motor – sebagaimana juga mereka sendiri mandi.

Mereka yang tidak mencuci dan mandi di sungai dan kali, menggunakan air dari sumur galian tanpa penutup, tanpa

direbus terlebih dahulu. Di daerah padat di Surabaya, air yang dikonsumsi “kemerah-merahan, payau, dan berbau”.

Di Soklat, sumur tidak memiliki pelindung dari semen dan dikelilingi oleh kubangan lumpur. Di Jatibaru, dinding

sumur galian terbuat dari drum-drum besi tua yang dipakai untuk menyimpan bahan-bahan kimia industri. Sumur-

sumur ditempatkan di sebelah kandang kuda dan tidak memiliki dinding dari semen untuk mencegah terserapnya

8 WSP-EAP , 1997, 1999, 2000

Page 45: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

31

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

zat pencemar lingkungan. Sampah padat menghalangi saluran pembuangan yang ada sehingga air buangan

berkubang di sekitar sumur.

Dalam benak masyarakat miskin, air sumur “bersih”, sementara air sungai tidak. Oleh karena itu, mereka yang bisa

menggunakan air sumur untuk mencuci dan mandi menganggap diri mereka beruntung, tanpa peduli kondisi

sumur. Tingkat kepuasan penggunaan air sumur cenderung lebih tinggi, kecuali airnya kelihatan berwarna, memiliki

bau yang tidak sedap atau payau. (Lihat Lampiran 3, Gambar 3.14 dan 3.15).

4.3. Warga Paling Miskin Membayar Harga Paling Tinggi untuk Air

Air itu mahal. Rumah tangga termiskin – yang terdiri dari 51-73% rumah tangga penduduk di lokasi sampel –

menghabiskan biaya murah antara Rp.5.000 (Jatibaru), hingga yang mahal yakni Rp.60.000 (Bajo Pulau, Antasari,

Simokerto) perbulan untuk air (lihat Tabel 3). Ini berarti masyarakat miskin menghabiskan 15 persen dari penghasilan

mereka untuk air minum dan masak (Bajo Pulau).

Air yang paling mahal dibeli dari penjual. Cara paling murah bagi masyarakat miskin untuk memperoleh air

bersih adalah dengan mengambilnya dari mesjid atau sumur tetangga. Di daerah pedesaan, biasanya warga miskin

membayar sekitar Rp.5.000 perbulan untuk air sumur bor; membayar biaya listrik untuk memompanya dari sumur,

di kota, mereka membeli air PDAM dari rumah tetangga, dan membayar sekitar Rp.30.000 sebulan. Di Soklat dan

Kertajaya, warga miskin menghabiskan sekitar 30 jam sebulan untuk mengambil air sumur galian dari sumur tetangga

atau sumur umum. Rumah-rumah tangga di Alas Kokon menghabiskan 150 hingga 200 jam sebulan mengangkut

air untuk mencuci, mandi, dan ternak. Warga perempuan di desa itu mengatakan mereka butuh “dua sampai tiga kali

perjalanan ke sungai untuk membawa air dari sungai sejauh 1,5 kilometer,” sambil mengambil air, mereka juga mencuci

dan mandi, ketiga kegiatan ini “menghabiskan lebih dari tiga jam sehari.”

Page 46: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

32

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Table 3. Biaya layanan air bersih dan air bersih yang digunakan oleh masyarakat miskin di delaoan lokasi

penelitian

Lokasi-lokasi Pedesaan

Paminggir/Kalimantan Selatan

(Sungai. Tidak ada akses air

bersih)

Bajo Pulau/NTB

(Air sumur galian dari pulau

lain, dibawa dengan kapal

oleh penjual)

Alas Kokon/Madura

(Sumur galian umum yang

dilindungi)

Kertajaya/Jawa Barat

(Pompa tangan umum)

• Minum air sungai, setelah

diendapkan dan dididihkan.

• Mandi dan mencuci di

sungai

• Buang air besar di sungai

yang sama

• Rp.30.000 + 30 jam/ orang/

bulan untuk 35 liter/hari

• Membeli air hanya untuk

masak dan minum

(Rp.30.000/bulan)

• Mandi dan mencuci di laut

• Buang air besar di pantai

• Kuota 20 liter/ hari/rumah

tangga, hanya untuk masak

dan minum, waktu yang

dikeluarkan 8 – 10 jam/orang/

rumah/bulan

• Tidak ada bayaran

• Mengambil air sungai untuk

keperluan lain, menghabiskan

210 jam/ rumah/bulan

• Menggunakan lubang

jamban sederhana di/dekat

rumah

• 30 jam/orang/ bulan dan

Rp.5.000 untuk membeli air

untuk masak dan minum dari

mesjid

• Mandi + mencuci di sungai

• Kebanyakan juga buang air

besar di sungai yang sama

Lokasi-lokasi Perkotaan

Antasari/Kalimantan Selatan

(membeli air PDAM dari

tetangga)

Jatibaru/NTB

(membeli air dari sumur galian

tetangga dengan pompa)

Simokerto/Jawa Timur

(membeli air PDAM dari

penjual)

Soklat/Jawa Barat

(sumur galian tetangga – tidak

dilindungi)

• Rp.30.000/bulan untuk 100

liter/hari dengan Rp.100/10

liter hanya untuk masak dan

minum(> 13 kali tarif PDAM

di kota kecil*)

• Mandi + mencuci di sungai

• Menggunakan lubang

jamban yang tidak diperbaiki

• Persentasi yang besar buang

air besar di sungai yang sama

• Rp.5.000/bulan untuk berbagi

biaya listrik. Mengumpulkan

sekitar 120 liter air sumur

galian/hari untuk masak dan

minum

• Mandi + mencuci di

sumur tetangga yang tidak

dilindungi (tidak ada biaya)

• Kebanyakan buang air besar

di sungai

• Rp.42.000/bulan untuk 50

liter air yang diantar ke rumah

setiap hari, untuk minum dan

masak (> 30 kali tarif PDAM)

• Mandi + mencuci di sumur

galian umum

• Buang air besar di lubang

jamban di rumah/di pinggir

rel kereta api/WC umum

• 30 jam/orang /bulan untuk

mengumpulkan air untuk

masak dan minum. Air

matang untuk minum

• Mandi + mencuci di sumur

• Setengah menggunakan

jamban bersih yang dipakai

bersama dengan beberapa

rumah tangga

• Setengah lainnya buang air

besar di sungai atau kolam

• Tarif terendah PDAM untuk saluran rumah di Antasari = Rp.700/meter kubik air.• Tarif terendah PDAM untuk saluran rumah di Surabaya = Rp.850/meter kubik air.

Page 47: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

33

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

4.4. Hasil Pengamatan: Layanan Air “Bersih”

Masyarakat miskin mendapat mutu terendah dengan harga tertinggi. Penelitian ini tidak memiliki kewenangan

untuk melakukan tes bakteriologi dari sampel air di lokasi penelitian. Pengamatan termasuk: a) memeriksa sifat

dasar sumber air yang digunakan, yaitu sumber yang layak atau tidak menurut defi nisi global yang dipakai dalam

pemantauan MDG9 , b) kondisi sumber air, dan c) kemungkinan terjadinya pencemaran.

Illustrasi 5: Masyarakat miskin di perkotaan padat membeli air PDAM yang di-

jual kembali beberapa kali – setiap kali harganya naik. Dengan air PDAM yang

disimpan di drum, penjual air bersekala lebih besar mengisi jerigen ukuran kecil

milik pembeli penjual bersekala lebih kecil.

Dengan kriteria ini, masyarakat miskin pada

setengah lokasi tidak memiliki akses air

bersih. Mereka minum dan masak dengan air

dari sumber yang tidak layak, yang rentan

terhadap berbagai bentuk pencemaran

organik dan kimia. Di lokasi lain, air dari

sumber yang layak tersedia dalam jumlah

yang sangat terbatas, baik dalam kapasitas

sumber, maupun harga.

Tingginya tarif air yang harus dibeli

masyarakat miskin mencapai 15 hingga 30

kali harga yang dikenakan oleh PDAM. Karena

biaya yang mahal, tidak satu pun masyarakat

miskin dapat mencuci dan mandi dengan air

bersih. Sungai, danau, dan laut digunakan untuk mencuci dan mandi; air bersih digunakan untuk sedikit bilasan

akhir.

Ilustrasi 6: Sumur galian yang tidak layak di

pedesaan Jatibaru, NTB, berdinding dengan

drum industri,. Air dari sumur ini digunakan

untuk segala keperluan.

Para penjual air tidak diatur dan sangat memonopoli. Penjual air

mengambil air dari sumber yang seharusnya bersih, seperti saluran PDAM

atau sumur bor. Namun, air berpindah tangan dari penjual berskala besar

dan menengah ke penjual berskala kecil dengan menggunakan berbagai

peralatan yang tidak bersih (menggunakan drum tempat menyimpan

bahan kimia atau minyak, selang karet, corong, dan sebagainya). Tidak ada

peraturan yang mengharuskan mereka membersihkan tempat air tersebut

secara teratur dan menggantinya secara berkala.

Tingkat pencemaran air yang akhirnya sampai pada konsumen miskin

melalui para penjual, kemungkinan jauh lebih tinggi daripada batas

yang bisa diterima. Untuk mengetahui hal ini secara pasti dibutuhkan

ujian bakteriologi yang akurat. Para penjual memiliki kepentingan untuk

9 Program pengawasan bersama WHO-Unicef mengklasifi kasikan sumber-sumber air yang layak sebagai sumur-sumur galian dengan penutup,

mata air dengan penutup, sumur bor; penampungan air hujan; keran umum; air yang dialirkan melalui pipa ke rumah/halaman/sebidang tanah

kecil; dan air dalam botol hanya saat terdapat sumber kedua yang juga layak.

Page 48: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

34

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

mempertahankan cengkeraman monopoli atas pelanggan miskin dan dikenal sering menghalangi munculnya

pilihan penyediaan air lainnya. Kotak 12 memaparkan contoh kasus ini.

Masyarakat miskin menganggap air sumur galian bersih. Melihat kondisi fi sik sumur galian dan lingkungan

sekelilingnya, kemungkinan air di hampir semua sumur galian tersebut sangat tercemar. Hanya Alas Kokon yang

memiliki sumur galian dengan penutup, namun kapasitasnya terbatas. Masyarakat miskin yang menjadi pengguna

diberi jatah hanya 20 liter per hari per rumah tangga, untuk diambil dan disimpan seminggu sekali. Air ini hanya

digunakan untuk masak dan minum.

Kotak 12: Terjebak oleh monopoli layanan airBajo Pulau hanya memiliki satu sumber air bersih – sumur bor milik pribadi yang terletak tiga kilometer dari dusun miskin di pedesaan di tepi laut.

Karena tanahnya berbukit-bukit, masyarakat miskin tidak bisa memperoleh akses terhadap sumber tersebut. Mereka bertahan dengan membeli air

untuk masak dan minum dari penjual yang mengangkut air sumur bor dari pulau lain. Mereka menjual air seharga Rp.1.000 per jerigen yang berisi

35 liter (Rp.28.600 per meter kubik). Orang yang kaya dapat membeli tiga sampai lima jerigen per hari. Masyarakat miskin membeli satu jerigen se-

hari, berisi 35 liter untuk sebuah keluarga dengan enam sampai delapan orang. Mereka mandi dan mencuci di laut, menggunakan air jerigen yang

berharga hanya untuk bilasan akhir yang sedikit.

Air diangkut secara tidak higienis dan diletakkan dalam lambung kapal, ditutupi dengan terpal kotor dan ditampung dalam drum-drum terbuka.

Air tercemar debu dan bekas minyak. Prioritas pertama penjual air adalah menjual air ke kapal-kapal yang berlabuh di pelabuhan, dan melayani

masyarakat miskin hanya dengan air yang masih tersisa. Warga perempuan sering kali menghabiskan dua jam di pantai menunggu kedatangan

penjual. Mereka hanya bisa berputus asa dan mengumpat jika penjual tidak muncul atau kehabisan air. Mereka menduga bahwa penjual sengaja

merusak pipa air yang dibangun di bawah laut oleh pemerintah. Karena Dinas Pekerjaan Umum merencanakan pembangunan pipa ini tanpa meli-

batkan rakyat, tidak ada organisasi setempat yang bertanggung jawab untuk mengelola dan menjaganya. Akhirnya, pipa itu pun rusak.

Laporan Lokasi, Bajo Pulau, NTB

4.5. Mutu Layanan : Pandangan Masyarakat Miskin

Air bersih merupakan faktor penentu utama mutu kehidupan. Ketergantungan pada penjual air yang tidak menentu

menimbulkan rasa frustasi dan kemarahan warga perempuan miskin di Bajo Pulau: “Kami menunggu kapal penjual di

pantai. Kadang-kadang kami menunggu dari pagi dan dia datang atau baru pada pukul 2 siang. Jika persediaannya

habis terjual untuk kapal-kapal besar di pelabuhan, kami tidak mendapatkan apa-apa. Tunggu saja suatu hari saat

mereka membutuhkan pertolongan kami – kami akan balas dia!!”

Page 49: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

35

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Ilustrasi 7: Air diangkut dalam lambung kapal ke Bajo Pulau, se-

buah pulau pedesaan di pesisir pantai Sumbawa, NTB

Masyarakat miskin perkotaan yang membeli air dari

perusahaan air yang disediakan oleh penjual atau

tetangga (walaupun dengan harga yang jauh lebih

tinggi di atas tarif fasilitas) cukup puas dengan mutu

dan harga air. Menurut masyarakat miskin di Simokerto

dan Antasari: “Air PDAM jernih, tidak berbau atau

berwarna, dapat digunakan tanpa dididihkan, tidak perlu

ditimba (dari sumur), dan kami sanggup membayar.”

Komentar ini mengejutkan, mengingat masyarakat

miskin membayar jauh lebih mahal dari tarif PDAM per meter kubik air. Hal ini benar-benar membuktikan mitos yang

salah yang sering dinyatakan oleh PDAM bahwa masyarakat miskin bukanlah pelanggan yang menguntungkan

karena “mereka tidak mampu membayar tarif yang cukup untuk menutup biaya produksi.”

Kenyataannya, banyak masyarakat miskin lokal yang bekerja sebagai penjual air untuk kartel (perusahaan monopoli)

yang melayani daerah padat yang ditunjuk. Kartel tersebut yang menentukan harga jual air dan tidak mengizinkan

persaingan yang dapat menurunkan harga. Tempat pengisian sudah ditentukan di setiap Kelurahan dan disuplai

oleh saluran PDAM; pelanggan dapat membeli air mereka di tempat pengisian air atau minta penjual mengantarnya

ke rumah mereka dengan harga dua kali lipat.

Ilustrasi 8: Kapal penjual air, Bajo Pulau, NTB

Karena harga yang tinggi, masyarakat miskin

hanya membeli air bersih dalam jumlah terbatas

– hanya cukup untuk masak dan minum. Mereka

menerima nasib untuk menggunakan air yang

tidak aman dari sumur-sumur yang tercemar

dan sumber air tanah untuk segala keperluan.

Itulah sebabnya mereka tidak mengeluh soal air

sungai yang tercemar karena mereka peroleh

dengan mudah dan cuma-cuma.

Meskipun demikian, ada pihak lain yang

mengenali dampak dari air “gratis” terhadap

kesehatan seseorang. Seorang mantri dari pos kesehatan di Paminggir berkomentar: “Desa ini lebih memerlukan

persediaan air bersih daripada layanan kesehatan lainnya. Setiap tahun ada banyak kasus diare dan penyakit kulit karena

orang-orang menggunakan sungai untuk minum dan masak, selain untuk mandi, cuci dan buang air besar.”

Page 50: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

36

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

5. Fasilitas Sanitasi yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat miskin

Ketersediaan air, praktik pemanfaatan air, dan praktik sanitasi pada hakekatnya saling berhubungan, seperti yang

telah diuraikan pada bagian sebelumnya. Praktik sanitasi mencerminkan apa yang rakyat anggap bersih, cocok,

nyaman – dan apa yang tersedia.

Gambar 4 menunjukkan bahwa , kecuali minoritas kecil di Soklat (Jawa Barat), warga laki-laki dan perempuan miskin

di delapan lokasi tidak memiliki akses terhadap “fasilitas sanitasi yang layak” apa pun.10

Gambar 4: Proporsi untuk pilihan Fasilitas Sanitasi yang digunakan

44%

8%9%

10%

25%

4%

41%

17%

16%

11%

14%

Sungai (buang air besar terbuka)terbuka)

Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki

Pantai (buang air besar terbuka)

Jamban rumah tangga – lubang tanpa perbaikan

Lapangan (buang air terbuka)

Lubang tanpa perbaikan di luar rumah

Jamban rumah tangga bersama

Rakyat Bajo Pulau di pesisir pantai buang air besar di pantai pada malam hari atau sebelum gelap, sehingga pasang

naik dapat menghanyutkan tinja. Pada enam lokasi lainnya, rakyat lebih suka untuk buang air besar di sungai, di

tempat mereka mencuci, mandi dan sikat gigi (lihat Tabel 3.6, Lampiran 3). Buang air besar di air tidak meninggalkan

kotoran yang kelihatan atau bau yang jelas, dan dengan demikian dianggap “bersih” dan bahkan merupakan “pilihan

yang lebih sehat” daripada menggunakan jamban yang bau, WC umum sederhana yang tersedia bagi mereka —

terlepas dari usaha pihak berwenang untuk memperkenalkan manfaat penggunaan jamban untuk kesehatan.

10 “Fasilitas sanitasi yang layak” didefi nisikan oleh Program Monitoring bersama WHO-Unicef (dipakai untuk monitoring global target-target MDG)

sebagai: kakus cemplung yang layak dan berventilasi, jamban sistem leher angsa, jamban cemplung tertutup, atau koneksi ke sistem atau pipa

pembuangan air kotor. Defi nisi ini tidak termasuk kakus jongkok, kakus cemplung, kakus umum atau bersama, dan kakus yang dibuang langsung

ke sumber air.

Page 51: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

37

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Penduduk perempuan (61%) dan laki-laki (74%) mengatakan bahwa mereka buang air besar di alam terbuka, di

sungai, pantai, kolam, sawah dan semak-semak. Sumber air alami ini gratis, sedangkan WC umum di pemukiman

padat di daerah perkotaan Jawa, harus antri panjang dan membayar Rp. 200. Jamban lubang terbuka rumah tangga

yang tidak aman digunakan oleh 25 hingga 35% lainnya. Terdapat sekadar galian lubang di halaman (Alas Kokon,

Jatibaru), langsung di bawah rumah panggung di daerah rawa (di Antasari), atau di tepi rel kereta api di pemukiman

padat di daerah perkotaan (Simokerto).

Ada perbedaan jender dalam perilaku penggunaan sanitasi (lihat Lampiran 3, Gambar 16 dan 17, hal. 30-31). Privasi

dilaporkan sebagai alasan utama yang paling penting untuk perilaku sanitasi, berhubungan dengan kenyamanan

dan “kebersihan” (air yang mengalir alami). Tanpa memandang mutu fasilitas jamban, fasilitas yang ada di rumah

lebih disukai daripada keluar untuk buang air besar – terutama di rumah-rumah yang jauh dari sungai atau laut (Alas

Kokon, Antasari, Soklat, Simokerto). Dibandingkan laki-laki, warga perempuan lebih suka menggunakan fasilitas

sanitasi di dalam rumah tangga daripada harus keluar rumah.

Halangan utama lainnya bagi warga miskin dalam mencapai akses sanitasi yang layak adalah kesalahpahaman yang

tersebar luas tentang sanitasi menggunakan jamban dalam rumah yang masih dianggap sebuah kemewahan yang

mahal. Masyarakat miskin mempunyai kesan bahwa membuat jamban menghabiskan banyak uang (Rp.750.000

– Rp.2.000.000). Biaya ini tidak terjangkau oleh rumah tangga miskin. Untuk negara yang separuh rakyatnya hidup

dengan penghasilan kurang dari Rp.20.000 sehari, pandangan seperti itu masuk akal. Kesalahpahaman lahir di

kalangan masyarakat miskin karena mereka hanya melihat toilet mahal yang dibangun oleh rumah tangga kelas

atas. Dinas Pekerjaan Umum tidak membantu, karena mereka hanya menawarkan model standar yang bersertifi kat

“higienis” dan mahal harganya.

5.1 Hasil Pengamatan: Layanan Sanitasi

Masyarakat miskin tidak mendapat layanan sanitasi dasar. Penelitian ini mendapat hambatan dalam upaya

meningkatkan fasilitas sanitasi umum, antara lain mencakup: 1) Persepsi publik yang lebih suka buang air besar di

air yang mengalir; 2) Ketidaktahuan mengenai fasilitas sanitasi altenatif yang murah, dan adanya kesalahpahaman

bahwa sanitasi adalah suatu kemewahan yang tidak terjangkau; 3) kurangnya mekanisme untuk mempromosikan

fasilitas sanitasi yang lebih baik, selain itu juga kegiatan untuk meningkatkan kebersihan dan opsi peningkatan

fasilitas sanitasi yang lebih baik.

Baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, masyarakat lebih suka menggunakan sumber air alami yang tersedia

untuk sarana buang air besar; beberapa orang tetap memilih jalan demikian walaupun sudah memiliki jamban yang

dibangun di dalam rumahnya, melalui program bantuan, maupun subsidi, dengan alasan jamban yang tersedia

berbau tidak sedap dan kondisinya dinilai tidak sehat. Tindakan masyarakat tersebut berakibat pada timbulnya

kerusakan lingkungan yang tidak disadari, dan sangat mempengaruhi kondisi lingkungan hidup masyarakat, baik

yang miskin maupun yang tidak.

Page 52: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

38

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Warga hanya mau menggunakan jamban yang bersih. Di sebuah daerah pinggiran kota di Jawa, sekelompok

kecil warga mendapat akses jamban rumahan, satu jamban untuk empat sampai lima keluarga, dengan kondisi

sangat baik dan terawat. Fasilitas ini merupakan hasil dari sebuah proyek bantuan, sedangkan untuk fasilitas jamban

yang dibangun oleh sebuah LSM, yang baik kondisi maupun jumlahnya tidak memadai (kondisinya tidak terawat

walaupun sudah ditarik iuran perawatan sebesar Rp. 200), masyarakat cenderung enggan menggunakannya,

terlebih lagi dengan adanya antrian pengguna yang panjang di pagi hari.

Terlepas dari kedua contoh diatas, berbagai jenis jamban, yang dibangun oleh masyarakat miskin, banyak ditemui

hampir diseparuh lokasi penelitian. Di wilayah pedesaan, kebanyakan berupa bilah bambu atau kayu yang didirikan

diatas sungai atau empang, kadang ditutupi selembar kain atau bahan lain yang direntang di antara bilah bambu,

atau kadang hanya berupa lubang yang digali di halaman belakang rumah warga.

Ilustrasi 9: Di Desa Paminggir,

Kalimantan Selatan,warga

yang miskin tinggal di sungai

dan menggunakannya untuk

semua hal: memasak,air

minum, mencuci, mandi, dan

buang air. Tampak juga di latar

belakang foto, bentuk jamban

yang digunakan warga

Di daerah perkotaan lubang jamban

kadang di tambah semen, dan

dijadikan bagian dari rumah, namun

tinja yang dibuang ke lubang ini

biasanya langsung disalurkan

kesaluran pembuangan kota atau ke

sungai. Bahkan untuk mereka yang

tinggal di pemukiman terkumuh atau

yang hidup menggelandang tidak

memiliki lubang yang berfungsi sebagai jamban ini. Mereka biasanya mencari lahan kosong yang sedikit tertutup

untuk tempat buang air, atau melakukannya disungai seperti yang terjadi di daerah pedesaan.

Ilustrasi 10: Jamban terbuka di halaman belakang rumah bisa

dijangkau oleh hewan peliharaan, sehingga memungkinkan

penyebaran penyakit. Alas Kokon, Madura (Kiri).

Fasilitas Sanitasi untuk murid-murid di Sekolah dasar di

daerah pedesaan dan separuh dari sekolah dasar di daerah

perkotaan tidak memadai. Sekolah-sekolah, baik di daerah

pedesaan maupun di daerah perkotaan memang memiliki

kamar kecil yang bisa digunakan oleh murid dan guru,

tetapi disebagian besar lokasi yang dikunjungi,

perbandingan antara jumlah murid dengan jumlah kamar

kecilnya adalah 100 murid berbanding satu toilet, dimana

angka tersebut tidak memungkinkan fasilitas tersebut

bisa digunakan oleh semua murid.

Pemerintah belum bisa menghilangkan anggapan

masyarakat bahwa fasilitas sanitasi itu mahal. Padahal

kenyataannya, saat ini di sebagian besar wilayah Indonesia yang belum dihuni, mungkin saja untuk membangun

Page 53: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

39

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

sarana toilet murah dengan menggunakan tenaga kerja dan material yang tersedia di sekitar lokasi, biayanya berkisar

antara Rp.100,000-300,000 (US$10 - $30)—harga tersebut masih terjangkau oleh sebagian besar masyarakat miskin.

Namun, masih belum ada program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap biaya yang sesungguhnya

dan bahayanya menggunakan fasilitas sanitasi yang buruk, juga program yang mempromosikan opsi-opsi untuk

meningkatkan kualitas sanitasi dengan harga terjangkau.

5. 2. Kualitas Layanan: Berbagai Sudut Pandang

Ilustrasi 11: Jika ada toilet dalam rumah di lingkungan miskin

daerah perkotaan, biasanya langsung dibuang got atau selokan

dibelakang rumah, yang biasanya mengalir langsung ke sungai.

Simokerto .

Kualitas layanan sanitasi benar-benar buruk. Tidak terlihat

upaya baik dari pemerintah daerah maupun dari

pemerintah pusat untuk menyediakan layanan kebutuhan

dasar ini bagi masyarakat miskin.

Di daerah pedesaan, sumber air alami menjadi jamban

dadakan, sehingga menimbulkan bahaya bagi kesehatan

masyarakat. Petugas paramedis Pustu di Paminggir

berkata: “(Ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat

disini adalah sungai, yang mana merupakan penopang

utama bagi kehidupan penduduk desa…. Karena digunakan

untuk berbagai keperluan warga, termasuk mandi, mencuci,

memasak, dan sebagai sumber air minum, juga digunakan untuk buang air dan pembuangan limbah. Diare dan penyakit

kulit sering sekali berjangkit; banjir tahunan semakin membuat penyakit-penyakit tersebut menjadi epidemi. Kita bisa

mengobati penyakit ini, tapi tidak bisa mencegahnya).”

Kekurangan sanitasi dasar ini berdampak terhadap layanan lain, misalnya layanan pendidikan. Di daerah pedesaan,

para guru kadang menolak untuk tinggal di desa—akibatnya mereka menjadi sering tidak hadir mengajar. Seorang

guru sukarela di SD di Paminggir menjelaskan bahwa guru utama di sekolah tersebut jarang ada di desa (walaupun

sudah disediakan tempat tinggal) karena fasilitas sanitasinya tidak memadai. Guru resmi yang ditunjuk untuk

mengajar disana selalu kembali ke kota untuk “mencuci pakaian” dan biasanya terlambat untuk kembali ke desa

untuk melaksanakan tugasnya. Guru di Bajo Pulau juga mengemukakan hal yang serupa.

Page 54: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

40

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Ilustrasi 12: Sumber air alami lebih digemari sebagai tempat

buang air besar, seperti yang diperlihatkan pada gambar toilet

yang dibangun diatas empang di daerah pinggiran kota Soklat,

Jawa Barat

Sepertinya tidak ada aturan mengenai penyediaan

fasilitas sanitasi dan sarana air bersih pada proses

pembangunan sekolah. Guru SD di Desa Kertajaya

mengatakan bahwa sekolah mereka dibangun tanpa

fasilitas sanitasi maupun sarana air bersih. Mereka

kemudian menerima bantuan dari Kecamatan

Development Program (KDP) berupa satu unit toilet –

satu toilet untuk seluruh sekolah, tentu saja tidak cukup

dan tak lama kemudian rusak.

Demikian juga dengan APBD yang tidak menyediakan

anggaran untuk pemeliharaan rutin fasilitas sanitasi. Di

Soklat, yang merupakan wilayah perkotaan, setelah toilet

murid rusak, para guru menyediakan salah satu dari dua

toilet guru untuk digunakan oleh murid perempuan,

karena untuk memperbaiki toilet yang rusak harus

menunggu tahun anggaran berikutnya, yang berarti

berbulan-bulan kemudian.

Bagi masyarakat miskin, toilet umum yang mengenakan tarif malah menambah beban fi nansial. Seorang penjaga toilet

umum di pemukiman kumuh di Simokerto mengatakan bahwa setiap harinya kurang dari 30 orang menggunakan

toilet tersebut, padahal jumlah penghuni RW di daerah itu mencapai 300 rumah tangga, dan sebagian besar dari

mereka tinggal dalam radius 100 meter dari toilet umum tersebut. Menurutnya, ongkos Rp. 200 yang dikenakan untuk

fasilitas toilet umum itu masih telalu mahal bagi warga miskin.

6. Masyarakat Miskin hanya Memiliki Sedikit Kekuatan sebagai Pengguna Layanan—namun Mereka tetap Ingin Mendapatkannya

Masyarakat miskin dibuat tidak berdaya. Pada delapan lokasi penelitian, jelas terlihat bahwa baik warga laki-laki

maupun perempuan hanya memiliki sedikit pemahaman mengenai wewenang mereka atau hak mereka sebagai

klien, bahkan pendekatan yang bersifat top-down warisan orde baru dan masyarakat feudal telah meninggalkan

hubungan yang tidak setara, termasuk hubungan antara masyarakat miskin dengan penyedia layanan.

Page 55: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

41

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kotak 13. “Mereka tidak memberi kami pilihan….”Sekitar 15 tahun yang lalu, semua perempuan yang sudah menikah di Desa Rancajaya dipaksa menggunakan alat kontrasepsi spiral. Para

perempuan tersebut di kumpulkan di suatu tempat oleh pegawai pemerintah, kemudian di bawa dengan menggunakan truk bak terbuka

menuju tempat pemasangan spiral. Tidak satupun perempuan yang sudah menikah bisa lolos; Mereka yang berusaha bersembunyi atau

menolak rumahnya akan diberi tanda merah untuk ditindaklanjuti.

Banyak dari perempuan yang dipasangi spiral tersebut menderita rasa nyeri dan pendarahan selama berbulan-bulan. Para suami merasa

cemas dengan kondisi kesehatan istri mereka dan mengusahakan berbagai cara untuk mengatasinya. Beberapa dari mereka menyuruh istri

mereka duduk selama beram-jam di sungai atau bak mandi, berharap agar spiralnya bisa hanyut keluar. tak satupun berhasil. Semua perem-

puan tersebut dan anak perempuan mereka—yang sekarang sudah menikah dan punya anak sendiri—sangat takut untuk menggunakan

alat kontrasepsi, sehingga mereka tidak menggunakannya.

“Petugas kesehatan tidak pernah memberi informasi kepada kami mengenai jenis alat kontrasepsi yang berbeda, berikut manfaat dan kelemahan

tiap-tiap alat. Jangan heran jika pada diskusi kelompok terfokus untuk kelompok perempuan, bahkan ada Ibu-Ibu yang belum pernah melihat

kondom!”

Hal ini telah dikonfi rmasi oleh peneliti dengan hasil dari kelompok diskusi laki-laki di Kertajaya, Jawa Barat

6. 1. Kurangnya Informasi-“Kami Tidak Tahu”

Ilustrasi 13: Kesempatan yang hilang: pada ruang periksa pasca persalinan,

di Soklat, Jawa Barat, terdapat poster yang menunjukkan gambar proses

persalinan dan sistem reproduksi (kanan). Tidak ada informasi mengenai tanda

bahaya selama kehamilan atau layanan yang bisa mencegahnya

Biasanya, masyarakat miskin tidak memiliki

akses informasi langsung mengenai program

yang dijalankan untuk mereka, sehingga

mereka hanya tahu sedikit atau bahkan tidak

tahu sama sekali hak-hak mereka. Para peneliti

tidak melihat adanya media publikasi

mengenai layanan apa saja yang tersedia

untuk masyarakat (seperti Kartu Sehat, Askes

dan beamurid) atau menjelaskan bagaimana

layanan-layanan tersebut bisa didapat.

Tempat-tempat pelayanan --Pustu, Puskesmas,

sekolah-sekolah, dan kantor Desa/Kelurahan—

sama sekali tidak memiliki literatur pendukung.

Para perempuan miskin bertanya: “mengapa

tidak ada informasi mengenai layanan ini baik di radio, TV poster, maupun Puskesmas?”

Masyarakat miskin, dimata mereka sendiri dan dimata penyedia layanan selama ini hanya berperan sebagai penerima

pasif dari layanan maupun informasi apapun yang yang disediakan oleh penyedia layanan ataupun pemimpin

masyarakat. Masyarakat dibuat menjadi sangat tergantung pada Ketua RT or Kepala Desa untuk mencantumkan

mereka kedalam kategori “miskin”, kemudian mereka juga bergantung kepada petugas Puskesmas untuk

menentukan kuota Kartu Sehat/Askes, atau kepada Kepala Sekolah untuk membagikan beasiswa. Biasanya warga

miskin mengandalkan belas kasihan penyedia air—kapan air diantar dan berapa banyak mereka akan menagih.

Page 56: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

42

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kebingungan Seputar Layanan yang Pro Masyarakat Miskin

Warga miskin tidak mengetahui biaya apa saja yang perlu dikeluarkan untuk mendapat pelayanan yang pro

masyarakat miskin—sebuah isu sentral di kehidupan masyarakat miskin. Karena kurangnya informasi, tidak satupun

warga miskin di lokasi penelitian mengetahui ketentuan dari Menteri Kesehatan (Danareksa) yang mencantumkan

bahwa Bidan di Desa akan mendapat bayaran untuk setiap layanan yang mereka berikan kepada warga yang sangat

miskin. warga di dua lokasi tidak tahu sama sekali mengenai kartu sehat. Warga miskin tersebut menyatakan bahwa

tidak pernah jelas pengobatan apa saja yang gratis bagi pemegang kartu sehat (Simokarto, Soklat, Jatibaru).

Di beberapa lokasi lain warga miskin menyadari keberadaan layanan seperti Beras untuk warga Miskin (Raskin)

dan kartu sehat. Di enam lokasi, informasi mengenai pembebasan uang sekolah sudah dipahami dengan baik,

mereka juga memahami bahwa Bantuan Operasinal Sekolah (BOS) baru akan dimulai pada bulan September 2005;

bahkan, saat itu baru bulan Juli. Di Jatibaru (NTB) dan Soklat (Jawa Barat), mereka terlambat mengetahuinya, mereka

mengetahuinya dari TV, pihak sekolah sendiri tidak memberi tahu mereka. Pihak sekolah juga tidak mengembalikan

uang sekolah yang sudah dibayarkan orang tua murid untuk bulan September 2005, sebelum orang tua murid

mengetahui bahwa uang sekolah sudah dihapuskan.

Seringkali masyarakat masih mengalami kebingungan mengenai apa saja yang disediakan oleh layanan yang pro

masyarakat miskin, dan siapa sajakah yang berhak mendapatkan layanan tersebut. Misalnya, kuota Raskin untuk

keluarga miskin perbulan berkisar 3 sampai 20 kilogram. Banyak warga yang bertanya-tanya mengenai siapa

yang berhak menjadi penyandang Kartu Sehat. Mereka mengeluh karena hanya sedikit sekali warga miskin yang

menerima kartu tersebut, sementara ada warga yang tergolong mampu juga menerima kartu tersebut karena

mereka merupakan kerabat dekat dari kepala desa (Soklat, Jatibaru, Antasari, Paminggir).

Para warga miskin berulang kali menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui tugas para penyedia layanan

sektor publik. Hal ini bisa jadi sebagian benar karena pada kenyataannya selain bertugas pada Puskesmas, petugas

kesehatan juga bertugas melayani Pustu atau wilayah kerja diluar wilayah tersebut.

Tidak jelas bagi masyarakat miskin bagaimana keputusan dibidang layanan publik dibuat dan siapa yang

membuatnya. Di Soklat, masyarakat miskin berusaha mendekati pihak Puskesmas untuk mendapat Kartu Sehat,

sedikit sekali yang berhasil: “Semua orang melempar kami ke bagian lain – tidak satupun memberi jawaban yang

jelas.” Di Jatibaru, warga miskin menanyakan kepada pihak sekolah mengenai penerima beasiswa. Namun, mereka

hanya mendapat jawaban bahwa penerima beasiswa “sudah ditentukan dari atas”.

Page 57: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

43

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

6. 2. “Siapa yang akan Mendengar Kami?”

Bagaimana menyikapi layanan yang buruk?

Warga miskin, laki-laki maupun perempuan semua menyadari bahwa mereka sering tidak terlayani dengan baik, tetapi

tidak tahu bagaimana menyikapinya. Bagi sebagian besar warga, menyampaikan pengaduan kepada pemimpin

setempat ataupun media massa bukanlah hal yang biasa, tidak pernah terlintas di benak mereka bahwa mereka

akan bisa menjangkau, atau pun membayangkan bahwa kalangan elit tersebut akan memperhatikan pengaduan

mereka. Ingatan mengenai taktik kekerasaan yang ditinggalkan rejim Suharto telah membungkam sebagian besar

suara kritis mereka. Tidak seorangpun di delapan lokasi pernah mendengar adanya sanksi dalam bentuk apapun

dijatuhkan bagi penyedia layanan yang ceroboh, tidak peduli berapa banyak pengaduan yang disampaikan. “kami

bahkan tidak bisa menanyakan kenapa kami tidak mendapat layanan yang sesuai, apalagi untuk menjatuhkan sanksi

bagi penyedia layanan. Kami tidak punya kekuasaan ataupun daya, bahkan untuk sekedar bertanya,” komentar salah

seorang perempuan di Soklat, Jawa Barat. Akibatnya, warga menyerah: “penyedia layanan memiliki kekuasaan untuk

menentukan layanan apa saja yang bisa kami dapat”, adalah alasan yang dikemukakan salah seorang warga di Jatibaru.

Pengaduan dari warga bahkan mungkin bisa berbuntut retribusi. “Jika kami menyampaikan pengaduan, mereka tidak

akan mengikut sertakan kami dalam pemberian layanan seperti Kartu Sehat”, kata seorang warga dari Simokerto.

Besarnya kekhawatiran untuk menyampaikan pengaduan terhadap layanan yang buruk.

Masyarakat miskin merupakan lapisan paling bawah dari hierarki masyarakat. Di pulau Jawa yang padat penduduknya,

dimana tanah merupakan aset yang sangat berharga, masyarakat miskin seringkali tidak punya hak milik atas tanah

yang mereka tempati, hal tersebut menimbulkan rasa tak aman dan ketakutan untuk berbicara. Di Jati Baru, warga

mengaku merasa “tidak enak” untuk mengadu mengenai Bidan dan petugas Pustu, karena mereka memiliki kerabat

dan hubungan sosial ditengah masyarakat; di Madura, masyarakat miskin enggan untuk menghadap kepala desa

“hal itu hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah bagi kami, nantinya.”

Ada beberapa warga desa yang sudah berupaya: di Kertajaya, Jawa Timur, warga miskin meminta kepala desanya agar

Bidan di Desa diwajibkan untuk tinggal di Pos Persalinan Desa (Polindes) yang sudah dibangun oleh masyarakat. Di

Kalimantan Selatan, warga mengajukan pengaduan resmi kepada dinas pendidikan kabupaten mengenai seorang

guru SD yang jarang hadir mengajar, walaupun sudah di sediakan tempat tinggal (Paminggir). Tidak satupun upaya

tersebut memberikan hasil yang diinginkan. “Bidan tetap tinggal di kota (Sape)”, kata warga perempuan di Bajo Pulau.

“Jika kita memanggilnya, dia selalu membuat banyak alasan untuk tidak datang, bahkan ketika ombak sedang kecil!

Dia tidak mau membasahi kakinya! kami tidak berani mengadu — dia masih kerabat sekretaris desa, dan beliau sangat

berkuasa.”

Masyarakat miskin tidak takut untuk mengadukan layanan sanitasi—karena memang tidak ada penyedia layanannya.

Di Bako Pulau, warga memang mengeluhkan monopoli yang dilakukan Penyedia Air Independen Skala Kecil (PISK),

Page 58: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

44

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

namun keluhan mereka tidak membawa hasil. PISK di daerah perkotaan berhasil memberikan kepuasan pada

pelanggannya—tingginya harga air tidak terlalu kentara karena dibayar perhari.

Kelompok Elit Masyarakat Memberikan Pengarahan

Pada umumnya, masyarakat meminta pengarahan dari pihak yang berwenang—guru, petugas kesehatan, kepala

desa—mengenai layanan yang pro masyarakat miskin (ataupun kurangnya layanan tersebut): “Kami tidak banyak

bicara dan hanya menjalankan apa yang mereka perintahkan pada kami”, kata seorang warga di Soklat. “Paling-

paling kami bertanya pada Ketua RT jika beliau bisa menjelaskan.”

Kotak 14. “Karena saya miskin, maka saya pasti juga bodoh ”Pak Yusuf memiliki 13 anak dan bermata pencaharian sebagai tukang kayu. Hanya satu anaknya yang berhasil masuk SMP; dua lainnya tidak

bisa melanjutkan selepas SD karena masalah biaya dan karena mereka tidak bisa menebus ijazah dari sekolahnya.

“Saya tidak mampu membayar Rp. 55.000 untuk tiap ijazah”, ujar Pak Yusuf, beliau kemudian menambahkan bahwa usahanya untuk minta

keringanan dari pihak sekolah tidak membawa hasil.

Sedangkan untuk mendaftarkan anak mereka ke SMP, Pak Yusuf dan istrinya hanya punya RP 20.000 dan satu-satunya barang berharga milik

mereka--kipas angin—untuk biaya masuk. Beliau masih tidak tahu darimana bisa mendapat Rp 50.000 untuk membayar buku dan seragam.

Beliau tidak pernah berupaya untuk mendapat surat keterangan miskin dari pemerintah, yang bisa membebaskannya dari keharusan mem-

bayar. Katanya: “Saya hanya orang miskin, dan karena itu saya juga bodoh. Tidak seorangpun pernah menjelaskan hal-hal semacam ini kepada

saya. Saya tidak tahu bagimana cara mendapat surat keterangan miskin, dan saya juga tidak mau mendapatkannya . Berdasarkan pengalaman

yang sudah-sudah, tidak ada yang benar-benar ingin menolong saya.”

Laporan dari lokasi, Soklat, West Java

Ketua RT seharusnya berperan sebagai pihak yang menjembatani proses dari pemerimtah, strukur pemerintah, dan

masyarakat. Namun pada kenyataannya, kepala desa, sekretaris Desa dan pejabat desa lainnya justru terlalu menjaga

jarak dengan warganya yang miskin. Warga Bajo Pulau yang terutama memiliki pendapat paling sengit tentang

pejabat desa: “Kepala Desa tidak peduli terhadap kami. Dia tidak pernah berkunjung ke dusun kami, bahkan jika ada

warga yang meninggal. Lempar saja dia ke laut!”, “Sekretaris Desa cuma bisa memakan uang desa!”, “Badan Perwakilan

Desa (BPD) cuma sekedar formalitas — tidak ada hubungannya dengan kami.”

6. 3. Pelayanan yang Buruk dari Penyedia dan Petugas Layanan Pro

Masyarakat Miskin

“Kami merasa dianak tirikan. Mungkin karena kami tidak punya hak milik atas tanah yang kami tempati, dan tidak

membayar pajak kepada pemerintah desa. Kami tidak berhak mengharap pelayanan apapun dari mereka ….”

Kelompok Laki-laki miskin, Kertajaya

Banyak pengguna kartu sehat yang mengaku bahwa mereka harus menunggu di Puskesmas sampai semua pasien

yang membayar selesai dilayani; sedangkan di Pustu mereka bahkan diabaikan. Para Ibu di Kertajaya dan Jatibaru

mengatakan bahwa Bidan di Desa hanya mau membantu mereka selama persalinan, tidak lebih.

Page 59: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

45

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kalaupun mereka di periksa, pemeriksaan hanya sepintas saja; bahkan kadang obatnya diberikan kepada pasien

tanpa memeriksa. Warga miskin mengatakan bahwa mereka hanya diperhatikan oleh penyedia layanan jika mereka

membayar layanan pada praktik pribadi.

Warga Bajo Pulau bahkan telah membuang Kartu Sehat mereka, karena Puskesmas yang berada di daratan jarak nya

terlalu jauh dan terlalu mahal untuk ditempuh.

Kotak 15. Pengguna kartu sehat harus sabar dan bisa mengendalikan diri “Dokter yang bertugas di RSU di Jereng juga membuka praktik swasta diluar RS. Istri saya menjadi pasien praktik pribadinya selama kehamilannya.

ketika waktunya melahirkan, karena saya tidak punya uang, saya membawa istri saya ke RSU Jereng karena merupakan RS yang terdekat yang

menerima Kartu Sehat. Sesampainya di RS saya diminta mengisi formulir untuk memberi informasi mengenai keadaan istri saya. Tak lama kemudian

dokter yang biasa memeriksa istri saya datang, dan mulai marah-marah ke saya karena saya tidak membawa istri saya ke RS Swasta,seperti yang

disarankannya sebelum ini. Saya bilang bahwa saya tidak punya uang untuk membayar biaya RS Swasta –tapi dokter itu tetap berteriak-teriak ke

kami…..”

Bapak Sobirin, Kampung Rancajaya, West Java

6. 4. Tidak ada Suara Warga dalam Pengambilan Keputusan tentang

Masyarakat dan Penyediaan Layanan

Menurut kelompok Laki-laki dan perempuan, keputusan mengenai penggunaan dana masyarakat dibuat hanya oleh

pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat formal. “tidak pernah ada pertemuan warga atau forum untuk memberi

tahu kami rencana pembangunan daerah atau alokasi dana pemerintah untuk memberikan layanan kepada warga. Jika

ada pertemuan warga, petugas Kelurahan tidak mengumumkannya” Kelompok Laki-laki Miskin, Simokerto.

Kadang kala, pendekatan yang sewenang-wenang yang dilakukan para pejabat ini memaksa warga miskin untuk

mengambil tindakan, dan mengeluarkan uang dari kantungnya sendiri untuk mendapat layanan publik yang

diperlukannya. “Walaupun ketua RT dan perwakilan warga merupakan BPD, kami tidak pernah tahu apa-apa mengenai

alokasi dana pelayanan-pelayanan dasar”, tukas seorang laki-laki dari Kertajaya. “Kami sudah berulang kali mengajukan

permohonan resmi kepada pejabat desa untuk pemasangan instalasi listrik. Sekarang kami terpaksa merogoh kocek

sendiri untuk mendapatkan sambungan listrik dari kampung lain.”

6. 5. Permasalahan pada Proses Partisipatoris-“Kami seperti Anak Tiri”

Ketika kaum laki-laki merasa putus asa dan suaranya tidak didengar pada proses pengambilan keputusan yang

berhubungan dengan warga pada umumnya, dan mengenai layanan dasar pada khususnya, kaum perempuan

justru lebih terpinggirkan lagi: “kelompok perempuan di Kelurahan, kalaupun ada yang terlibat kegiatan-kegiatan,

biasanya berasal dari keluarga kaya”, tukas kelompok perempuan pada diskusi terfokus di Antasari.

Page 60: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

46

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kelompok perempuan dari Soklat bahkan lebih terang-terangan lagi, “Mereka tidak pernah mengundang kami untuk

hadir di pertemuan dan rapat pengambilan keputusan karena mereka pikir kami bodoh, karena kami tidak punya uang,

karena usaha kami hanya skala kecil, karena kami dianggap “orang kecil” (orang tak mampu).”

Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia adalah salah satu negara demokratis di dunia, masyarakat miskin ini tidak

merasakan kesetaraan.

Kelompok laki-laki miskin di Kertajaya berkata: “Kami merasa seperti anak tiri. Mungkin karena kami tidak memiliki

tanah yang kami tinggali, dan tidak membayar pajak bumai dan bangunan ke pemerintah desa. Kami tidak berhak

mengharap layanan apapun dari mereka….”

Kondisi tersebut diatas telah merubah kualitas proses partisipatoris dan kesetaraan dalam keluaran yang berupa

proyek pembangunan dengan tujuan pemberantasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat miskin. Komentar

yang tercetus dengan sendirinya selama proses diskusi kelompok terfokus mengenai proyek pembangunan yang

mengikut sertakan masyarakat (yang dianggap berhasil di Indonesia) membuktikan hasil tersebut:

“Kami baru mengetahui rencana pembuatan jalan di daerah kami, setelah para pekerja proyek yang berasal dari luar desa

didatangkan, walaupun memang jalan tersebut ditujukan untuk kepentingan warga kami”.

Kelompok Laki-Laki miskin, Antasari

Ilustrasi 14: Warga miskin di lokasi seperti, Nusa Tenggara Barat (kiri), dan Paminggir, Kalimantan (bawah) menyatakan bahwa para elit

setempat hanya maumendengar aspirasi mereka melalui fasilitator dari luar.

“Terdapat pompa air tangan di Desa, yang seluruhnya dibangun oleh fungsionaris proyek, mulai dari pemilihan kontraktor,

dan buruh, sampai tahap pembangunan. Hasilnya sebuah pompa air tangan di dekat masjid, tempat di mana kepala

desa menginginkanya. Air yang keluar ternyata payau. Tidak ada warga yang mau menggunakannya. Pompa tersebut

rusak dalam waktu satu tahun sejak selesai dibangun.”

Kelompok Perempuan Miskin, Kertajaya

Page 61: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

47

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

“Kami tidak pernah menerima fasilitas kredit-mikro dari proyek pemberantasan kemiskinan. Mereka yang menerima

biasanya sudah merintis bisnis sendiri, dan berasal dari kelompok menengah. Badan Kerja Masyarakat (BKM) yang

menentukan bahwa penerima fasilitas kredit bukan warga miskin. Masyarakat miskin hanya mendapat pinjaman dan

tabungan dari bank keliling swasta yang sering mengunjungi masyarakat.”

Kelompok Perempuan Miskin, Soklat

Bantu Kami Berpartisipasi

Warga laki-laki dan perempuan miskin merasa yakin bahwa mereka akan bisa menyuarakan keinginan warga jika

saja mendapat dukungan. Warga Alas Kokon menjelaskan pandangan mereka: Intinya, mereka yakin bahwa mereka

butuh fasilitator dari luar masyarakat, yang bisa mengorganisir pertemuan atau mengadakan forum diskusi. Fasilitator

dari luar ini harus peduli pada masyarakat miskin dan punya keahlian mengidentifi kasi siapa saja yang warga yang

tergolong miskin.

Warga Alas Kokon sudah merasa sangat empatis terhadap adanya intervensi dari luar: “Jika institusi atau petugas

pemerintah yang melakukannya, proses seperti ini tidak mungkin terlaksana. … Sampai saat ini, kami belum melihat

adanya institusi pemerintah yang menaruh perhatian terhadap layanan bagi masyarakat miskin, ataupun yang

memperhatikan aspirasi masyarakat miskin.”

7. Beberapa Rekomendasi Kebijakan dan Strategi

Berikut ini beberapa rekomendasi untuk tindakan dan strategi kebijakan khusus dan umum untuk meningkatkan

penyediaan layanan publik bagi masyarakat miskin. Rekomendasi-rekomendasi tersebut disusun berdasarkan

pengamatan khusus, pengaduan, dan penilaian yang dibuat oleh masyarakat miskin di delapan lokasi penelitian.

Dibuat berdasarkan pengalaman hidup pribadi, usulan-usulan berikut menawarkan suatu wawasan yang unik

mengenai cara pandang kelompok laki-laki maupun perempuan miskin dalam melihat dan mempercayai bahwa

pelayanan publik masih bisa ditingkatkan. Selain itu, usulan-usulan ini juga menjadi suatu daftar tindakan, yang

saling melengkapi dengan hasil temuan dari analisa kuantitatif pada laporan utama, “Mengefektifkan Pelayanan bagi

Masyarakat Miskin di Indonesia” atau Making Services Work for the Poor in Indonesia.

7. 1. Usulan untuk Layanan-Layanan Dasar Secara Umum

1. Membuat prosedur yang memungkinkan masyarakat miskin mengupayakan dan mendapatkan layanan-

layanan yang pro masyarakat miskin tanpa harus bergantung pada pemimpin masyarakat atau kepada penyedia

layanan.

2. Menghilangkan ketergantungan masyarakat miskin terhadap penyedia layanan dan pemimpin masyarakat

untuk mendapatkan informasi yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kondisi kesehatan mereka,

Page 62: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

48

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

misalnya: layanan dasar apa saja yang tersedia, standar dan biaya yang dibutuhkan, penyediaan pelayanan

khusus bagi masyarakat miskin, serta dimana dan bagaimana mendapatkannya.

3. Paradigma bahwa masyarakat miskin hanya bisa pasrah menunggu didaftar atau di sertifi kasi berdasarkan

penilaian pemimpin mereka, perlu dirubah. Sertifi kasi dan klasifi kasi warga miskin seharusnya lebih bersifat

partisipatoris dan dilakukan melalui metode penilaian kolektif sehingga benar-benar transparan, dan

memungkinkan karakteristik-karakteristik kemiskinan lokal teridentifi kasi dan menjadi pertimbangan.

4. Ciptakan program koordinasi informasi untuk mengumumkan layanan yang tersedia bagi masyarakat miskin

dan membuat mereka menyadari manfaat dari program-program tersebut. Perlu juga dibuat program informasi

untuk membuat masyarakat menyadari tanda-tanda bahaya—situasi-situasi yang biasa ditemui, yang bisa dan

harus ditangani secepatnya untuk menghindari petaka.

5. Layanan-layanan yang pro masyarakat miskin perlu dikomunikasikan kepada masyarakat miskin melalui media

massa maupun institusional. Publikasi yang diperlukan adalah mengenai layanan-layanan yang pro masyarakat

miskin dan bagaimana cara mendapatkannya misalnya melalui radio, koran lokal, media publikasi visual yang bisa

ditempatkan di puskesmas, pustu, RSU, sekolah, masjid, banjar, kantor kelurahan, dan kendaraan umum, lembar

pengumuman yang dibagikan kepada tiap keluarga melalui Ketua RT, Arisan, PKK, atau yang sejenis. Mendirikan

pos-pos informasi di kabupaten/kota dan kecamatan dimana masyarakat miskin bisa mendapapatkan informasi

lengkap mengenai layanan-layanan pro masyarakat miskin yang tersedia di wilayah tersebut dari berbagai

penyedia swasta dan pemerintah; mengumumkan keberadaan pos-pos tersebut.

6. Berdayakan masyarakat miskin dengan memberikan informasi seputar standar layanan yang harus dipenuhi

oleh tiap penyedia layanan, dan tindakan apa yang harus mereka ambil jika standar-standar tersebut tidak

dipenuhi. Publikasikan hal ini secara sungguh-sungguh pada tiap loket pelayanan publik, dan buat peraturan

yang mewajibkan pemasangan informasi-informasi ini secara permanen.

7. Ciptakan mekanisme pelaporan yang mudah dan bebas risiko bagi pengguna layanan yang ingin melaporkan

kinerja penyedia layanan dasar. Program Pembangunan Kecamatan (PPK) atau Kecamatan Development

Program (KDP) di Indonesia telah berhasil menghasilkan sejumlah metode inovatif untuk menampung

pengaduan dari masyarakat mengenai tindak korupsi, yang bisa diadaptasi untuk mekanisme pelaporan ini.

Kembangkan cara agar pengguna layanan bisa menilai dan menyampaikan laporan mengenai penyedia

layanan tanpa menyebutkan identitas pelapor, karena kekerabatan sosial dengan penyedia layanan kadang

menjadi penghalang klien untuk melapor kinerja yang buruk. Menggunakan laporan dari pengguna layanan

dan mengaitkannya secara langsung dengan gaji dan tunjangan penyedia layanan, untuk menciptakan insentif

bagi penyediaan layanan yang baik.

8. Memublikasikan mekanisme-mekanisme dan standar pelayanan tersebut melalui media massa dan berbagai

titik pelayanan.

Page 63: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

49

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

9. Memublikasikan konsekuensi yang akan didapat jika pengguna layanan menggunakan mekanisme pengaduan

tersebut. Masyarakat miskin tidak akan mau mengadukan pelayanan yang buruk kecuali mereka sudah melihat

contoh nyata bahwa tindakan mereka akan membawa hasil dan tidak mengandung risiko. Pengalaman mereka

dimasa lalu telah membuat mereka percaya bahwa menuntut pertanggungjawaban dari penyedia layanan

adalah upaya yang sia-sia.

7. 2. Usulan untuk Layanan Bidang Kesehatan

Selain menerapkan usulan-usulan tersebut diatas di bidang kesehatan, ada beberapa tambahan rekomendasi yang

mungkin bisa bermanfaat:

1. Meningkatkan transparansi dan kesetaraan prosedur untuk menunjukkan manfaat Kartu Sehat and Askes,

dengan menggunakan metode poin 3 tersebut diatas.

2. Informasi yang lengkap bisa menyelamatkan nyawa. Mengarahkan sistem layanan kesehatan agar lebih menitik

beratkan penyediaan informasi tindakan penyelamatan untuk lebih memberdayakan masyarakat miskin, antara

lain:

• Manfaat layanan yang jelas; kadangkala masyarakat miskin tidak menggunakan layanan karena mereka

mengkhawatirkan biaya.

• Tanda-tanda kehamilan yang berisiko, yang membutuhkan rujukan segera ke puskesmas. Masyarakat miskin

seharusnya tidak lagi tergantung pada dukun beranak atau pihak lain yang sejenis, untuk mulsi bertindak.

• Perbandingan antara pelayanan pra-natalitas dari dukun beranak dan dari puskesmas/pustu, dalam hal tindakan

pencegahan dan pengobatan, seperti imunisasi TT, dan tindakan persiapan bagi keluarga yang memiliki risiko

kelahiran bermasalah, seperti misalnya bimbingan keluarga agar mempersiapkan diri secara fi nansial dan

logistik untuk membawa si Ibu ke fasilitas kesehatan untuk melahirkan ketika kehamilan sudah di nyatakan

berisiko sejak awal.

• Bagaimana menyusui dan merawat bayi jika ASI tidak keluar, atau selama sakit. (Informasi juga seharusnya

sampai pada tahap menyediakan obat-obatan sederhana dan oralit).

3. Mengumumkan mekanisme yang membuat pelayanan dari Bidan di Desa yang terlatih menjadi lebih terjangkau,

misalnya Danareksa, dimana puskesmas akan mengganti biaya bidan setiap mereka melayani warga miskin.

Karena tidak satupun warga miskin laki-laki atau perempuan pernah mendengar mengetahui hal ini.

7. 3. Usulan untuk Layanan Bidang Pendidikan

Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dasar di daerah, terdapat beragam isu yang perlu ditangani, antara

lain: hal-hal yang mendasari tingkat ketidakhadiran dan kinerja guru; ketersediaan dan kemampuan mendapatkan

Page 64: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

50

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

buku pelajaran; biaya-biaya yang tak diperhitungkan dan tambahan yang menyebabkan pendidikan dasar menjadi

tak terjangkau oleh masyarakat miskin; kualitas infrastruktur sekolah yang rendah.

1. Laporan mengenai ketidakhadiran guru terus menerus datang dari sekolah-sekolah di daerah; masalah ketidak

hadiran sangat terkait dengan tidak memadainya infrastruktur dasar di daerah, seperti air bersih, sanitasi dasar

dan, pada sejumlah kecil kasus, sambungan listrik. Para orang tua mengatakan bahwa kebanyakan guru ditarik

dari daerah perkotaan, dan enggan tinggal di desa ketika fasilitas dasarnya tidak memadai. Sarana air bersih

dan sanitasi selain penting bagi guru, juga penting bagi murid – yang tidak mungkin belajar kebersihan tanpa

adanya sarana air bersih dan sanitasi.

2. Departemen pendidikan nasional seharusnya mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan agar tiap sekolah

yang dibangun memiliki jaminan ketersediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar berupa toilet, dengan

perbandingan paling banyak satu toilet untuk 50 murid. Unit Kesehatan Sekolah (UKS) harus merancang

program untuk menggalakkan penggunaan fasilitas fasilitas tersebut dan praktik kebersihan utama, seperti

kebiasaan buang air besar hanya di toilet dan membiasakan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air

dan sebelum makan.

3. Kebijakan-kebijakan Depdiknas mengenai proyek pembangunan sekolah dasar sebaiknya ditinjau berdasarkan

anomali yang merusak kualitas pendidikan. Sekarang ini, banyak sekolah dasar yang dibangun hanya dengan

dua-tiga ruang kelas, yang artinya dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda terpaksa harus digabung untuk

proses belajar, akibatnya kualitas pelajaran yang di terima oleh murid tidak bisa maksimal dan pengalaman

belajarnya pun menjadi sangat tidak memadai.

4. Mengembangkan mekanisme agar orang tua murid bisa memantau dan melaporkan ketidak hadiran dan

kinerja guru kepada pihak yang berwenang terhadap guru dan berwenang atas gaji guru. Penggunaan daftar

hadir guru yang dikelola oleh komite sekolah, dan juga penilaian tahunan kinerja guru oleh orang tua murid,

dengan menggunakan lembar penilaian anonim yang kemudian dikaitkan dengan gaji guru dan kenaikan

gajinya. Depdiknas sebaiknya bisa lebih terlibat secara langsung dengan orang tua dalam memantau kehadiran

dan kinerja guru, serta penerapan sanksi.

5. Menyediakan buku pelajaran bagi murid yang berasal dari keluarga miskin. Antar lain dapat dilakukan dengan

jalan: pihak sekolah bisa membeli buku dan meminjamkan kepada murid yang berasal dari keluarga miskin (bila

perlu, dengan menggunakan tabungan dalam jumlah kecil yang digunakan sebagai tabungan). Atau jika murid

diwajibkan membeli buku, maka pihak sekolah harus membeli kembali buku tersebut pada akhir tahun ajaran.

Para orang tua murid juga mengusulkan agar masa penggunaan buku paling sedikit dua tahun ajaran, agar bisa

menghemat biaya.

6. Biaya pendaftaran sekolah menengah membatasi keinginan murid miskin. Sepertinya tidak ada biaya yang

tetap; sekolah mengenakan biaya sesuka hati mereka. Direkomendasikan agar pemerintah menetapkan biaya

Page 65: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

51

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

pendaftaran yang masuk akal, dan mengumumkannya, misalnya biayanya tidak boleh melebihi jumlah senilai

4-5 hari UMR.

7. Gedung sekolah harusnya dibangun di jalur yang dilalui kendaraan umum. Murid-murid harus diberi abonemen

kendaraan umum bulanan gratis. Pengusaha kendaraan umum swasta diwajibkan mengenakan tarif khusus

untuk pelajar sebagai gantinya, jika pengusaha tersebut mendapatkan sarana yang disediakan sektor publik

maka ia akan mendapat insentif, misalnya, pinjaman dengan bunga khusus untuk membeli kendaraan umum.

7. 4. Usulan untuk Layanan Air bersih dan Sanitasi Dasar

Para pembuat kebijakan perlu melihat kenyataan bahwa masyarakat miskin membayar jauh lebih mahal untuk

mendapatkan air bersih—bahkan mencapai 30 kali harga yang berlaku. Tidak satupun dari 424 laki-laki dan

perempuan yang diwawancarai memiliki sambungan pipa sehingga mereka juga tidak mendapat manfaat dari

penggunaan air yang disubsidi dalam jumlah besar, yang ternyata justru di nikmati oleh masyarakat yang tidak

tergolong miskin. Dengan tidak adanya akses sarana air bersih umum, mereka terpaksa membeli air dari tetangga

mereka atau penjual air keliling. Masyarakat miskin di pedesaan bahkan hanya mengandalkan air tanah, yang

jumlahnya menyusut selama musim kemarau.

Sekitar separuh penduduk Indonesia, baik yang miskin maupun yang tidak, terus menggunakan air sumur (sumur

dangkal maupun dalam), sekalipun mereka sudah mendapat jaringan PDAM. Biasanya didaerah perkotaan, air

sumurnya tidak layak diminum.

Pada delapan lokasi penelitian masyarakat miskin hampir tidak memiliki akses ke sanitasi. Kondisi tersebut mewakili

kondisi di seluruh Indonesia. Baik di daerah pedesaan maupun di perkotaan, warga menggunakan sumber air

alami terdekat untuk buang air besar. Tidak berhasilnya upaya memecahkan masalah sanitasi dasar untuk jutaan

warga miskin di pedesaan dan perkotaan telah menciptakan kerusakan lingkungan yang mempengaruhi seluruh

bangsa Indonesia. Para pembuat kebijakan perlu melihat potensi bencana yang jarang dilirik ini dan menangani

permasalahan sampai ke akarnya.

Beberapa Rekomendasi untuk Menyediakan Pasokan Air Bersih bagi Masyarakat Miskin

1. Untuk daerah perkotaan, lakukan penilaian terhadap biaya operasional riil dari PISK dan keuntungan yang

mereka dapat dengan menggunakan air PDAM. Tetapkan batas yang tidak bisa ditawar untuk harga yang

mungkin dikenakan oleh PISK sehingga semua pembeli di kota mendapat tarif yang sama. PISK tidak seharusnya

menikmati subsidi PDAM sementara mereka mengenakan tarif yang eksploitatif bagi masyarakat miskin.

2. Kebijakan dan Peraturan seharusnya bisa menjaga kompetisi yang terjadi di tingkat penyedia air, setidaknya di

daerah perkotaan, dimana secara ekonomi lebih memungkinkan untuk terdapat beraneka ragam penyedia air.

Umumkan batas harga untuk mendidik penyedia layanan dan mendorong masyarakat miskin untuk melaporkan

Page 66: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

52

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

pelanggaran yang mungkin terjadi. PDAM harus bisa mengenali pangsa pasar PISK, dan menandatangani kontrak

dengan Penyedia Air tersebut, yang memungkinkan mereka mendapat harga dibawah harga konsumen, tapi

dengan catatan bahwa mereka tidak akan mengenakan tarif yang melebihi harga yang diberikan PDAM kepada

pelanggan langsung. PDAM juga harus memantau agar tarif yang dikenakan penyedia air bagi pelanggannya,

dan menghentikan pasokan bagi penyedia air yang mengenakan tarif eksploitatif.

3. Memahami bahwa masyarakat miskin di perkotaan mampu dan mau membayar harga yang mahal untuk

mendapatkan air bersih. Pelanggan yang merupakan warga miskin bukanlah beban bagi kelangsungan PDAM.

Masyarakat miskin selama ini sudah membayar penyedia air swasta dengan harga yang jauh lebih mahal

daripada harga yang dikenakan PDAM. Hambatan utama dalam memasukkan kediaman warga miskin tersebut

kedalam jaringan PDAM, yang harus ditangani dengan kreatif oleh kebijakan penyediaan layanan, adalah: a)

warga miskin biasanya tidak mampu membayar harga pemasangan sambungan yang mahal, dan harus dibayar

oleh warga miskin sekaligus, dan b) warga miskin biasanya tidak punya kepemilikan yang sah terhadap lokasi

kamar mandi ataupun jamban mereka – yang mana untuk saat ini hal tersebut tidak memungkinkan mereka

untuk mendapatkan sambungan air resmi.

4. Masyarakat miskin di Pulau Jawa mungkin bisa mendapat air bersih yang layak dari sumurnya, namun tidak

demikian dengan masyarakat miskin di NTB yang tanahnya tandus, atau warga di Kalimantan yang tanahnya

berawa, dan asam. Keanekaragaman topografi dan kondisi geo-hidrologi di Indonesia membutuhkan teknologi

pasokan air bersih yang beragam juga, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Pendekatan penyediaan

sarana air bersih di pedesaan pada skala nasional harus bisa memanfaatkan tingginya kebutuhan sarana air bersih

di daerah pedesaan, dan bekerjasama dengan masyarakat miskin untuk mengidentifi kasi dan mengembangkan

berbagai pilihan mekanisme yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dengan menggunakan teknologi dan

pengaturan manajemen air yang bisa di jaga kelangsungannya oleh warga setempat.

Beberapa Rekomendasi untuk Meningkatkan Layanan Sanitasi bagi Masyarakat Miskin

1. Buat urutan penerapan pendekatan ditingkat masyarakat yang dinilai bisa meningkatkan perilaku hidup sehat di

kalangan masyarakat desa, dengan cepat.11 Merumuskan kebijakan nasional dan strategi untuk program sanitasi

daerah yang memungkinkan praktek terbaik yang teruji di lapangan secara konsisten di seluruh Indonesia.

2. Buat urutan kapasitas pemerintah daerah, untuk menyebarluaskan pilihan-pilihan sistem sanitasi biaya rendah

yang bisa diterima oleh masyarakat setempat, sehingga semua warga mampu mendapatkannya. Bisa berupa

jamban cemplung kering, sampai kepada jamban cemplung yang lebih canggih, Kakus Sopa Sandas, Jamban

11 Salah satu contohnya adalah pendekatan Community-Led Total Sanitation (CLTS) yang dikembangkan melalui program-program RWSS skala

besar yang terpilih. Yang membangun kesadaran tiap keluarga untuk membangun jamban tertutup, dengan menggunakan tekanan sosial dan

gerakan ditingkat komunitas. Uji coba lapangan yang dilakukan di Lumajang, sumbawa, Muara Enim, Muaro Jambi, dan Kabupaten Sambas,

sepertinya , menunjukkan hasil yang memuaskan. Informasi lebih lanjut tersedia di tulisan-tulisan seputar CLTS, atau di Newsletter PERCIK di situs

pemerintah Indonesia: www.ampl.or.id

Page 67: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

53

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Sistem Leher Angsa, Jamban Septik Tank tunggal maupun ganda, dengan diadaptasi (sebagai upaya mengurangi

biaya pembuatan) menggunakan bahan bangunan yang tersedia di daerah masing-masing.

3. Kembangkan opsi-opsi serupa bagi masyarakat miskin di daerah perkotaan. Salah satu contoh percobaan

yang berhasil adalah proyek SANIMAS.12 Pendekatannya saat ini banyak digunakan oleh pemerintah daerah.

Namun, karena pemerintah daerah dan DPRD belum terlalu paham aspek proses inovatif dari pendekatan

proyek SANIMAS, maka mobilisasi masyarakat dan komponen capacity building-nya saat ini terancam hilang.

Layanan tanpa kapasitas masyarakat yang memadai dan kepemilikan yang sudah terbangun, agaknya akan sulit

berlanjut.

4. Namun, terdapat masalah yang labih besar daripada masalah-masalah yang sudah disebutkan diatas, misalnya

vakumnya kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan layanan sanitasi. Sehingga untuk mengisi

kevakuman ini:

• Pembuat kebijakan daerah perkotaan harus memiliki pemahaman yang lebih terhadap besarnya biaya suatu

layanan yang berhasil, dan biaya untuk membuatnya berkesinambungan; Karena dua hal ini adalah kunci

keberhasilan dalam kemajuan sanitasi perkotaan. Semua kajian sektor analitis dan penelitian mendalam

mengenai bagaimana pembuat kebijakan memandang, dan opini pemimpin mengenai, sanitasi di Indonesia,

perlu menetapkan sasaran kampanye advokasi untuk mengumpulkan tekanan publik dalam rangka

meningkatkan layanan kesehatan. Selain itu perlu juga menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan

adanya investasi di bidang sanitasi yang bisa menguntungkan masyarakat miskin.

• Inovasi-inovasi yang ada harus bisa menarik komitmen politik di tingkat pemerintahan yang lebih tinggi,

untuk meningkatkan layanan sanitasi di daerah perkotaan yang miskin. Ketidakberhasilan yang terus menerus

dibidang tersebut telah mengakibatkan krisis lingkungan dan kesehatan di daerah perkotaan, yang tersebar

di seluruh Indonesia – baik bagi masyarakat miskin maupun tidak miskin, tetapi ternyata isu tersebut tidak

mendapat tanggapan yang berarti dan bukan merupakan prioritas para pemimpin dan politisi. Untuk

mengangkat profi l politis dari agenda sanitasi bisa dilakukan dengan jalan, melakukan analisa lintas sektor

untuk menilai biaya ekonomi dan human development cost yang harus ditanggung Indonesia akibat sistem

sanitasi yang buruk; mengaitkan antara pengelolaan sanitasi beserta sumber air bersih layak minum dengan

strategi penanggulangan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi; mengorganisir konferensi tingkat tinggi

untuk membandingkan secara berkala kemajuan yang telah dicapai negara-negara tetangga dalam hal

komitmen mereka untuk mencapai tujuan pembangunan milenium (MGDs) di bidang sanitasi; meningkatkan

perhatian pelanggan dan pemilih mengenai dampak yang bisa menimpa seluruh penduduk Indonesia dari

ketiadaan layanan sanitasi dasar bagi masyarakat miskin.

12 Pilot program layanan sanitasi berbasis masyarakat yang dilaksanakan di tujuh kota di Indonesia selama tahun 2001-2003, bertujuan untuk mem-

promosikan solusi sanitasi berbasis masyarakat untuk wilayah perkotaan yang miskin.

Page 68: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

54

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

5. Melengkapi SD dengan fasilitas sanitasi dasar dan air bersih dianggap merupakan investasi dangan biaya yang

paling efektif bagi perkembangan umat manusia. Akan tetapi, penyediaan layanan-layanan ini perlu diarahkan

dengan kebijakan yang didukung fungsi dan penggunaanya, misalnya jumlah toilet untuk siswa tidak melebihi

1:50; pendidikan higienis yang diwajibkan dan kurikulum yang menyertai penyediaan layanan-layanan ini;

insentif dan sanksi dalam pengalokasian anggaran operasional untuk sekolah-sekolah (BOS) terkait dengan

fungsionalitas fasilitas air sekolah dan sanitasi.

Page 69: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

1

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Lampiran 1: Instrumen Penelitian Sampel Penelitian Kualitatif dan Urutan Peralatan – Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat miskin

Urutan Rekomendasi pada setiap lokasi penelitian

Responden Instrumen Penelitian Target Informasi

1 Pertemuan

perkenalan dengan

kelompok masyarakat.

Jender campuran

dan Kelompok

umur yang berbeda,

kemungkinan

hadirnya tokoh

masyarakat

Pengelompokan

jender sesuai kriteria

kelompok

Pengenalan terhadap para peneliti (mis.-

Dari mana asal mereka), Penjelasan tujuan

pertemuan, Permohonan izin untuk melakukan

penelitian, mungkin perlu jadwal diskusi

lanjutan dengan masyarakat.

Klasifi kasi Kesejahteraan

Analisis pola kehidupan setempat – Kedua

Kelompok jender untuk menyampaikan hasil

yang diperoleh. Bandingkan dan lakukan

konsolidasi.

Gunakan peta kelurahan untuk menentukan

daerah tempat pemukiman masyarakat miskin

(menggunakan kriteria Klasifi kasi Kesejahteraan)

• Uraian tentang kriteria

lokal yang digunakan

untuk menjelaskan tingkat

kesejahteraan dan kemiskinan

yang berbeda.

• Proporsi penduduk “miskin”

menurut defi nisi setempat

• Pola kegiatan mencari nafkah

berdasarkan jender

• Proporsi umur rata-rata

Rumah tangga. Pendapatan

dari berbagai sumber.

2 Laki-laki, Perempuan,

dan anak-anak

bertemu dapat

dijumpai selama di

masyarakat

Transect walk (bawa peta, dan Environmental

Healthwalk Observation Checklist) untuk

mengunjungi kantong-kantong masyarakat

miskin, jelaskan tujuan kunjungan, buat

janji untuk bertemu untuk melakukan FGD,

observasi kondisi sanitasi dan kebersihan dan

infrastruktur local dan penyedia jasa kesehatan

dan pendidikan.

• Identifi kasi tentang keluarga

miskin yang akan dihubungi

dalam rangka pembentukan

FG

• Fasilitas tempat tinggal yang

ada.

Page 70: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

2

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

3 Kelompok Fokus

terdiri dari laki-laki

dan perempuan

dari Rumah tangga

“miskin” yang telah

ditentukan

2 kelompok

berdasarkan jender,

tiap Kelompok dan

campuran jender

yang sama terdiri dari

2 kelompok umur:

Perempuan muda (15

- 30)

Laki-laki muda (15-30)

Perempuan yang

lebih tua (>30 – 50)

Laki-laki yang lebih

tua (>30-50)

FGD: PEMETAAN PENYEDIA JASA

a. Pembuatan diagram Venn bagi penyedia

jasa secara umum (Lihat Pedoman yang ada)

b. Pocket voting: Pemetaan penyedia jasa

lokal yang mendasar, untuk jasa Kesehatan,

Pendidikan, Air Bersih, dan Sanitasi (Lihat

Pedoman yang ada).

c. Penentuan Ranking dan skor atas pilihan

yang lebih disukai untuk layanan Kesehatan,

Pendidikan, Air, dan Sanitasi

Atau

Untuk pilihan yang paling banyak digu-

nakan dalam tiap kategori:

d. Manfaat dan Biaya yang sesuai (Lihat

Pedoman yang ada)

e. Rating scales untuk tingkat kepuasan

atas pilihan yang paling banyak dalam tiap

kategori --- kriteria yang digunakan untuk

menilai mutu layanan (Lihat Pedoman yang

ada)

f. Jika layanan publik masuk ke dalam

kategori yang tidak atau sedikit digunakan,

gali alasan mereka, pertimbangan nilai

sesuai biaya dan mutu layanan.

_____________________________________

FGD: ISU TENTANG SUARA & KEKUATAN

PENGGUNA LAYANAN

Dengan Pedoman Diskusi tentang

pengalaman masyarakat miskin, gagasan untuk

menguatkan akuntabilitas penyedia layanan

dan pembuat kebijakan bagi masyarakat miskin

- Studi Kasus yang bisa dilaksanakan yang bisa

ditentukan lebih lanjut.

Pemetaan secara umum tentang

lembaga/orang yang menye-

diakan jasa yang penting bagi

masyarakat miskin, serta yang

tidak cocok untuk mereka.

Menggali alas an mengapa hal itu

dianggap bermanfaat/atau tidak:

• Opsi layanan apa yang ada?

• Siapa yang menyediakannya?

• Tingkat pemakaian opsi yang

tersedia.

• Perkiraan biaya atas perbedaan

pilihan yang tersedia secara

tunai/waktu/upaya

• Siapa yang memutuskan/

memilih setiap jenis pilihan

layanan yang digunakan?

• Pengeluaran sebenarnya

untuk memperoleh layanan

- tunai/waktu/upaya (tiap

hari/minggu/bulan/sekali)

Hal-hal yang berhubungan

dengan laki-laki dan perempuan

miskin dalam hal:

• Alas an atas pilihan yang

diambil

• Persepsi tentang besarnya

biaya

• Persepsi tentang tolok ukur

layanan yang bermutu

__________________________

Pendapat orang miskin dan

pengalaman menerapkan kekua-

tan klien, suara klien, pencarian

akuntabilitas oleh masyarakat

miskin

Page 71: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

3

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Identifi ed poor

women /Men for

case studies

In-depth individual interviews to explore case

studies of failures of basic services,

(With reference questions for basic health serv-

ices failures)

Tracing events leading to

• Maternal death/disability from

childbirth,

• Stillbirth/neonatal death,

• Infant death,

• Under-5 death.

• Severe child malnutrition

• Girl/Boy of primary school age

never enrolled.

Girl/Boy dropped out of primary

school

Observations with checklists/standards for

• Puskesmas/ Bidan/ Dukun/ Private doctor’s

outlet/service provision session.

• Primary school, JuniorSecondary school/

class activity.

• Inspection of public and household latrines,

School sanitation and water facilities,

• Inspection of clean water sources, Water

storage and transportation facilities/

practices of water vendors,

• Water quality testing kit for drinking water in

poor homes

• Quality of selected types of

services provided by each

provider/obtained by the

poor.

• Condition of service facilities

Selected health/

education/water and

sanitation service

providers

Interviews with selected Service providers, in

each category

Providers’ views re:

• Quality of (identifi ed specifi c)

services provided

• Preferences of the poor.

• Obstacles to improving

services for the poor

• What can help the poor

obtain better services.

Instrumen Analisis partisipatori13 berikut ini digunakan untuk menggali topik yang berbeda, kebanyakan terhadap

Kelompok laki-laki dan perempuan secara terpisah.

13 Uraian lebih rinci tentang * instrumen bertanda MPA dapat dilihat pada Sustainability Monitoring : A Guide to Methodology for Participatory As-

sessment for Community-Driven Development Programs . Mukherjee, Nilanjana dan Van wijk, Christine. Water and Sanitation Program, IRC Interna-

tional water and Sanitation Centre and the World Bank. 2003..

Page 72: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

4

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Alat Analisis Partisipatori Uraian

Klasifi kasi Kesejahteraan Alat untuk menggali kriteria lokal untuk membedakan masyarakat miskin,

kaya atau sedang. Dengan ini dapat ditentukan lokasi – uraian spesifi k ten-

tang kemiskinan, serta untuk menentukan komunitas rumah tangga yang

akan dilibatkan, untuk kegiatan penelitian selanjutnya.

Pemetaan secara sosial Kegiatan untuk menentukan rumah tangga miskin dibandingkan dengan

keluarga lain, infrastruktur, serta layanan mendasar lainnya di masyarakat.

Pengamantan Lapangan (transect

walk) untuk mengetahui tingkat kes-

ehatan/lingkungan

Menggunakan Peta Sosial dan daftar checklist untuk melakukan pen-

gamatan lingkungan, peneliti melakukan kunjungan lapangan untuk

melakukan penilaian lingkungan, kesehatan, dan kondisi kebersihan, men-

gunjungi kantong-kantong keluarga termiskin, dan membuat perjanjian

untuk melakukan diskusi kelompok.

Pembuatan Diagram Venn Alat PRA ini digunakan tool untuk memahami lembaga yang penting bagi

kehidupan masyarakat miskin serta lembaga-lembaga yang tidak penting

bagi mereka, serta alasan masyarakat miskin atas penilaian mereka.

Analisis kehidupan (nafkah) Alat PRA ini digunakan untuk melakukan pemetaan secara cepat ke-

hidupan secara umum–yang berkaitan dengan kegiatan penduduk per-

empuan dan laki-laki miskin, serta proporsi pendapatan keseluruhan yang

berasal dari berbagai kegiatan.

Kantong Suara Alat PRA ini digunakan untuk memahami pilihan yang tersedia bagi

masyarakat miskin untuk jenis layanan yang berbeda, dan seberapa besar

layanan itu digunakan.

Skala Rangking Skala grafi k mengenai standar yang digunakan untuk mengetahui ting-

kat kepuasan setiap layanan. Kedua ujung skala menunjukkan Tidak

memuaskan sama sekali dan Sangat memuaskan, serta memberikan tanda

pada titik tengah.

Manfaat serta Nilai dan Biaya Instrumen partisipatori kualitatif digunakan untuk memperoleh penilaian

yang menentukan tingkat kepuasan yang mampu dipenuhi oleh layanan

yang tersedia, dan pertimbangan yang menganggap layanan itu layak un-

tuk mereka dapatkan.

Urutan layanan tersebar di antara diskusi kelompok terfokus yang meliputi beberapa aspek lain seperti pengalaman

masyarakat miskin untuk menyampaikan suara mereka dalam pengambilan keputusan di masyarakat dan dalam

rangka menentukan akuntabilitas penyedia layanan.

Laporan atas lokasi penelitian dalam Bahasa Indonesia disusun oleh para peneliti untuk keperluan studi lapangan,

beserta dokumentasi tentang hasil setiap analisis partisipatori. Analisis itu merupakan pekerjaan bersama dari ke-

banyakan petugas lapangan. Laporan ini disiapkan berdasarkan seluruh keluaran ini.

Page 73: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

5

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Lampiran 2: Uraian Desa

Tabel 2.1. Paminggir – Masyarakat Pedesaan yang terpencil dan tergantung pada hasil kehutanan, Kalimantan Sela-

tan

Indikator Kesejahteraan Kaya Sederhana Miskin

Kehidupan Memiliki 10 tambak ikan

dan 2-3 speedboat, peda-

gang yang sukses

Nelayan yang memiliki 1

speedboat dan 2 tambak

ikan

Buruh upahan. Tidak

memiliki tambak.

Makanan Bervariasi. Makan daging

atau ikan setiap hari

Cukup makan Makan sangat sederhana

Kadang-kadang jumlah-

nya tidak cukup

Pakaian Memiliki banyak pakaian

bermutu bagus

Cukup sesuai kebutuhan.

Mutunya sedang.

Sedikit pakaian, bermutu

rendah.

Kepemilikan Rumah Ukuran 20m x 8m size.

Rumah kayu berkualitas

tinggi (ulin), lantai keramik

Rumah kayu kualitas se-

dang (Balangiran) Ukuran

5-8m x 10m.

Rumah kayu bermutu

rendah (Katol). Lebih kecil

dari 5m x 10m.

Hewan peliharaan 30-40 kerbau 2-5 kerbau Tak punya hewan

peliharaan

Layanan Kesehatan yang

digunakan

Dokter spesialis atau

Rumah sakit di kota

Puskesmas Dukun (Puskesmas Pem-

bantu)

Pendapatan Rp.100.000/hari Antara Rp. 30.000-

Rp.100.000/hari

Rp.0-Rp.20.000/hari

Aset keluarga Perabotan lengkap, TV

berwarna ukuran 21” atau

lebih, kulkas, rice cooker,

lemari, kursi + meja kayu

Beberapa perabotan, TV

14” atau lebih kecil. Masak

dengan kompor minyak

tanah, kursi plastik atau

rotan.

Tidak punya TV. Masak

dengan kayu api, 1 kursi

Iuran untuk Arisan (tabungan

+ kelompok kredit)

Rp.50.000 / minggu Rp.2.500-Rp.10.000/

minggu

Tidak ikut Arisan

Proporsi keluarga dalam

masyarakat

16% 33% 51%

Page 74: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

6

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Tabel 2.2. Bajo Pulau – Masyarakat Nelayan Kepulauan, Nusa Tenggara Barat

Indikator Kesejahteraan Kaya (Aha mampu/Kaya) Sedang Cukuplah/Lung

satataba)

Miskin (Singsara/Tidak

mampu)

Kehidupan dan asset

untuk hidup

Pedagang lobster, mutiara,

teripang, ikan laut, memi-

liki lebih dari satu perahu

motor

Nelayan ikan, lobster dan

mutiara yang memiliki

perahu motor

Nelayan yang memiliki

perahu layer kecil

Pendapatan Lebih dari

Rp.1 juta /hari

Lebih dari

Rp.40.000/ hari

Rp.10.000/ hari

Pendidikan anak-anak Sekolah Menengah Atas SD – SMP Tidak tamat SD

Fasilitas Penerangan Punya generator Sambungan listrik dari

pemilik generator

Lampu minyak.

Penyedia layanan keseha-

tan

Dokter spesialis di Bima

(kota atau pulau utama)

Puskesmas atau dokter

praktik di Sape (kota kecil

di pulau utama)

TBA dan dukun desa

Aset Rumah bata, atap seng, on

12-20 stilt s

Atap genting, dinding

triplek, on 6-12 stilts

Atap bambu atau daun

anyaman, on 6 stilts

Pengeluaran tiap hari Rp.50.000-Rp.100.000 Rp.25,000-Rp.40,000 Rp.8,000-Rp.9,000

Pengeluaran harian untuk

beli air

Rp.10.000 (10 jeriken x 35

liter)

Rp.5.000 (5 jeriken x 35

liter)

Rp.1.000-Rp.2.000 (1-2

jeriken x 35 liter)

Proporsi seluruh rumah

tangga

14% 42% 44%

Tabel 2.3. Alas Kokon – Pedesaan, Masyarakat Petani Lahan Kering. Madura, Jawa Timur

Indikator Kesejahteraan Kaya Sederhana Miskin

Rumah Bangunan permanent

berlantai keramik

Rumah sederhana, dibuat

sendiri

Rumah anyaman, lantai

tanah

Kehidupan Petani pemilik tanah.

Pegawai negeri. Pedagang

buah. Pendapatan per

hari: Rp.50.000 ++

Buruh. Punya sedikit keter-

ampilan

Buruh bangunan, perta-

nian, dan angkutan.

Kepemilikan Tanah 2 hektar tanah pertanian

atau lebih

0,5 s/d. 2 hektar tanah

pertanian

Tidak punya tanah. Jika

punya, hanya untuk tem-

pat tinggal.

Hewan peliharaan 3 ekor/kerbau atau lebih 1-2 ekor kambing. Pelihara

sapi milik orang kaya.

Ayam atau itik.

Pendidikan anak-anak Kebanyakan lulus SMP Sedikit yang tamat SMP. Lulus SD. Banyak tak tamat

SD.

Page 75: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

7

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Layanan Kesehatan yang

digunakan

Dokter swasta Puskesmas dan Bidan

Desa

Bidan Desa atau dukun

desa. Jika punya uang,

pergi Puskesmas (biaya

transport)

Fasilitas air Punya tangki penyim-

panan air. Beli air truk.

• Sumur gali,

dikumpulkan secara

bergiriliran sekali/

minggu

• Kadang beli dari truk

penjual air.

• MCK di sungai

• Mengumpulkan air

sumur sekali seminggu

dengan antri – untuk

kebutuhan masak dan

minum.

• Cari air untuk

kebutuhan lain dari

sungai yang letaknya

sangat jauh. Banyak

waktu habis/bulan

untuk cari air.

Aset Kendaraan roda 4, TV, tape

recorder, kulkas, sepeda

motor, dibeli dengan

pinjaman bank.

Sepeda motor bekas

dibeli dengan kredit.

Tidak punya kendaraan

atau TV

Makanan Makan 3 kali sehari, leng-

kap dengan daging atau

ikan dan sayur.

Makanan sederhana,

karena pasar letaknya

jauh.

Makan 2 kali sehari. Beras

campur daging atau ubi

dengan lauk ikan asin atau

teri.

Proporsi keluarga dalam

masyarakat

9% 24% 67%

Tabel 2.4. Kertajaya – Wilayah Pedesaan Dengan Masyarakat Petani Lahan Basah, Jawa Barat.

Indikator Kesejahteraan Kaya Sederhana Miskin

Rumah • Bangunan permanen

berlantai keramik

atau marmer di atas

lahan seluas 0,5 hektar,

dengan pagar besi

• Punya kamar mandi

sendiri dan toilet.

• Dinding setengah

semen dan setengah

kayu dengan atap

anyaman.

• Kamar mandi

sederhana dan jamban.

Rumah di atas lahan

sendiri seluas + 150m2;

• Perabotan sederhana

dari plastik.

• Rumah berdinding

bambu beratap

anyaman – bocor saat

hujan;

• Lantai tanah;

• Rumah dibangun di

atas tanah milik orang

lain;

• Perabotan dari kayu

– buatan sendiri.

Page 76: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

8

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kepemilikan lahan perta-

nian

Sampai dengan 70

hektar – sampai ke desa

tetangga.

1.000m2 – 0.5 hektar

hanya dalam desa sendiri.

Tak punya tanah.

Mata Pencaharian • Punya penggilingan

padi / toko/traktor

untuk disewakan

/bisnis;

• Mengelola pertanian

sendiri.

• Pegawai pemerintah

atau sector swasta di

Jakarta;

• Menggunakan jasa

buruh tani.

• Buruh tani atau

bangunan

• Kusir delman/ becak

di Jakarta, Bekasi, dan

Pamanukan.

Transportasi Mobil dan sepeda motor Sepeda motor. Sepeda.

Makanan tiap hari Roti, susu, daging sapi,

ayam

Tempe, kadang-kadang

telur

Nasi, tempe, kangkung

(daun-daunan).

Pendidikan anak-anak Bisa pendidikan tinggi Tamat SMA. • Banyak anak – semua

tidak sekolah;

• Ada yang tamat SD,

beberapa tak pernah

sekolah

Layanan kesehatan yang

digunakan

• Dokter swasta di

Subang (Kabupaten)

atau Bandung (ibukota

provinsi);

• Anak-anak lahir di

Rumah sakit

• Ke Mantri Puskesmas

atau dokter di desa

atau Pamanukan (kota

terdekat);

• Anak-anak lahir di

Bidan desa

• Untuk sakit ringan

– beli obat di toko;

• Jika lebih parah – pergi

ke Puskesmas dengan

membawa Kartu Sehat

atau pergi ke Dukun

(TBA).

Hewan peliharaan Punya banyak kamb-

ing – diberikan kepada

masyarakat miskin untuk

dipelihara dengan sistem

kadas.

Sampai dengan 10 ekor

kambing

Tidak punya ternak. Peli-

hara kambing milik orang

kaya.

Proporsi seluruh rumah

tangga

13% 24% 63%

Tabel 2.5. Antasari – Kelurahan Kota. Kalimantan Selatan

Indikator Kesejahteraan Kaya Sederhana Miskin

Rumah Atap genting, lantai

keramik, tembok semen

dan bata.

Rumah lebih sederhana,

atap seng, dinding dan

lantai kayu.

Atap anyaman, dind-

ing kayu yang tipis dari

bambu, lantai kayu.

Page 77: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

9

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Kehidupan Pedagang atau pegawai

negeri golongan 3 atau

lebih tinggi.

Penjual kios atau pegawai

negeri golongan 3 atau

lebih rendah.

Buruh tani, bangunan

atau nelayan.

Bergaul dengan Bergaul dengan orang

kaya, atau kalangan

mereka sendiri.

Bebas bergaul dengan

yang lebih kaya atau lebih

miskin.

Menghindar bergaul

dengan yang lebih kaya,

merasa malu.

Air Bersih Minum air gallon, mandi

dan cuci dengan air

PDAM

Masak dan minum air

PDAM (sambungan

sendiri). Cuci dan mandi

dengan air sumur.

Minum dan masak den-

gan air PDAM (dibeli dari

orang kaya). Mandi dan

cuci pakai air sumur galian

atau air sungai.

Sanitasi Sanitasi toilet – lebih dari

1, dibangun di dalam

Rumah.

WC di Rumah, tapi tidak

bersih, hanya ada satu

untuk tiap Rumah.

• WC umum

• Dalam kantong plastik

dan dibuang di luar

Rumah/ke sungai

• Tidak ada perabotan

rumah

Pakaian dan perhiasan Sutra, emas murni, jam

Rolex

Pakaian dari katun, perhi-

asan disepuh emas.

Pakaian biasa

Perabotan Rumah TV 21” atau lebih besar,

perabotan Rumah ber-

mutu tinggi, kulkas

Perabotan sederhana – TV

kecil

Tidak ada.

Makanan • Selalu bergizi

• Bisa makan di restoran

• Kadang-kadang

bergizi;

• Bisa makan di warung

(pinggir jalan)

Makan apa yang ada di

rumah

Alat transportasi Mobil/sepeda motor Sepeda motor kredit Kadang-kadang sepeda

Proporsi seluruh rumah

tangga

19% 37% 44%

Table 2.6. Jatibaru – Kelurahan Miskin Di Perkotaan, Pinggir Kota Bima, Nusa Tenggara Barat

Indikator Kesejahteraan Kaya Sederhana Miskin

Kehidupan dan Aset Pegawai negeri sipil, peda-

gang bata/batu, petani

Tukang kayu dan sopir

delman, pedagang atau

buruh

Buruh tani, tukang

pembuat bata, pencari/

penjual kayu api

Pendapatan Lebih dari Rp.1.000.000/

bulan

Kira-kira. Rp.10.000/hari,

tidak teratur

Kira-kira. Rp.5.000/hari.

Pendidikan anak-anak Universitas SMA Tamat/tak tamat SD

Page 78: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

10

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Penyedia layanan keseha-

tan

Dokter Dukun. Dukun desa

Air dan Sanitasi Sumur galian WC umum, buang air di

tempat terbuka di sungai

Sumur umum, buang

air di tempat terbuka di

sungai

Aset • Punya tanah (1 ha);

• Rumah batu

permanent dengan

atas genting, lantai

keramik;

• Punya sapi/kambing +

ayam (+ 10).

Rumah permanen (6-9

pilar), murah, atap

anyaman, dinding

bambu atau bata.

• Punya kambing, ayam,

dan itik.

• Punya tanah (10 are)

Rumah (4 pilar), bahan

bangunan yang mu-

rah, dinding/lantai dari

bambu.

Pola makan 3 kali / hari, nasi, ikan

sayur, dan buah

2 kali / hari, nasi dengan

sayur sedikit ikan segar

2 kali / hari, nasi dengan

ikan asin dan sayur.

Proporsi seluruh rumah

tangga

18% 28% 54%

Tabel 2.7. Simokerto – Penduduk Kota Yang Miskin, Surabaya. Jawa Timur

Indikator Kesejahteraan Kaya Sederhana Miskin

Rumah Bangunan permanen

structure. lantai keramik.

about 9m x 15m. Fasilitas

lengkap.

Bangunan lebih seder-

hana kira-kira 5m x 8m.

Bangunan kecil 3m x

4m. Bangunan tidak

permanen terbuat dari

triplek, atap seng, dekat

jalur kereta api. Tinggal di

Rumah orang tua.

Air Bersih Semua memiliki sam-

bungan – air pipa untuk

minimum, masak, mandi

dan cuci.

Beberapa memiliki sam-

bungan, yang lain beli dari

penjual.

Air sumur galian – mutu

air buruk. Kering pada

musim dingin, terpaksa

beli air dengan harga

tinggi.

Sanitasi Jamban toilet, sarana WC

di dalam Rumah.

WC umum, beberapa

memiliki WC sangat seder-

hana, tetapi tidak bersih.

Buang air di alam terbuka,

di got atau lahan milik

jaringan kereta api.

Kehidupan Pedagang, pemilik toko,

pekerjaan tetap dengan

mendapat gaji tinggi.

Penduduk bergaji sebagai

yang bekerja di sektor

publik atau swasta.

Buruh harian, penarik

becak, dan kusir delman,

pekerja bengkel, penjual

air, penduduk yang tidak

memiliki pekerjaan.

Page 79: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

11

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Transportasi Punya mobil dan sepeda

motor.

Punya sepeda motor dan

sepeda.

Punya becak atau delman

– tapi tak semua punya.

Pendapatan Di atas Rp.2 juta/ bulan Antara Rp.300.000

– Rp.350.000/bulan.

Kurang dari Rp.200.000/

bulan.

Pendidikan anak-anak SMA atau perguruan

tinggi

Biasanya hanya SMA. Kebanyakan hanya tamat

SD.

Layanan kesehatan yang

digunakan

Rumah sakit swasta atau

dokter spesialis swasta

Puskesmas atau Rumah

sakit umum.

Penjual jamu atau dukun,

kadang-kadang pergi ke

Puskesmas.

Electronic Goods owned TV warna 21” color, VCD

player, kulkas.

TV 14” , radio/tape Tak punya.

Proporsi seluruh rumah

tangga

6% 22% 72%

Tabel 2.8. Soklat - Kelurahan Miskin Di Kota Subang. West Java

Indikator Kesejahteraan Kaya /Mampu (Benghar) Menegah/Cukup Miskin

Kehidupan dan Aset

rumah tangga

Dokter, PNS, pedagang,

wiraswasta, pemilik mini

market atau bengkel

mobil.

Wiraswasta, sopir, guru

atau petani gadon

Buruh bangunan, tani,

pekerja di bengkel, pena-

rik becak.

Pengeluaran Rumah

tangga tiap hari

Pendapatan tinggi. Cukup untuk hidup. Pengeluaran besar tapi

pendapatan tak cukup.

Pendapatan Di atas Rp.3-4 juta /bulan.

Bisa Rp.50.000/ hari

Rp.15.000-Rp.20.000/ hari. Paling banyak Rp.10.000/

day.

Pendidikan Universitas SMP - SMA Hanya SD saja, atau

bahkan tak tamat SD.

Penyedia layanan keseha-

tan

Dokter, Rumah sakit

swasta, bidan desa.

Puskesmas, Bidan Desa,

dukun desa.

Tukang pijat, obat tradi-

sional, beli obat di kios.

Rumah Rumah bersih, sehat, besar

Clean. Healthy, bertingkat

. 2-3. Lantai keramik, pagar

besi.

Rumah bersih, lantai se-

men, pagar bambu.

Mutu Rumah buruk, lantai

tanah, atap genting tua,

atap anyaman, tanpa

pagar. Tak punya lahan

sendiri untuk Rumah.

Aset Punya kulkas, sofa, sepeda

motor, TV dan Rumah

mewah.

Punya TV, radio, sepeda,

kursi sederhana, becak,

jamban, sumur pompa.

• Sepeda tua, radio kecil,

dapur sederhana.

• Tak punya apa-apa

Proporsi seluruh rumah

tangga

20% 26% 54%

Page 80: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

12

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Lampiran 3

Tabel 3.1. Pilihan dan Biaya Pendidikan Primer yang dilaporkan Masyarakat miskin di 8 Lokasi LOKASI Ijazah

(setelah

tamat)

Masuk/ Pen-

daftaran/

Gedung*

Pakaian

seragam

SPP

(per bulan)

Buku

(per tahun)

Sepatu/

Tas

(yearly)

Makan

(tiap hari)

Pedesaan

PAMINGGIR/

S.Kalimantan

(SDN)

7,500 10,000 - - - - -

BAJO PULAU/ NTB

(SDN)- - 140,000 / yr N.M. 60,000 55,000 1,000

ALAS KOKON/ Madura

(Madrasah Ibtidaiyah)- - 5-10,000** 10,000 - -

KERTAJAYA/ W.Java

(SDN)65,000 – 100,000

30,000 / yr7,000**

12,000

-18,000- 1,000

Kota

ANTASARI / S.Kalimantan

– (SDN)7,500 -

75,000 /

3 yrs2,000** 15,000 1,000

JATIBARU: NTB

(SDN)5,000 100,000-

65,000 /

3 yrs- 20,000 35,000 -

SIMOKERTO: E.Java

(SDN)- 750,000- -

17,000** +

10,000 for

computer +

copybooks

80,000 - -

SOKLAT: W.Java

(SDN)100,000 100,000- 30,000/yr 10,000** 60,000 - -

* Dapat dicicil selama sekolah SD. ** Semua melaporkan bahwa biaya-biaya ini tidak lagi dipungut sejak September 2005

CATATAN :

• SDN – Sekolah Dasar Negeri

• Madrasah Ibtidaiyah – Sekolah berbasis agama Islam

Di semua lokasi, suami dan istri bersama-sama memilih sekolah.

Page 81: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

13

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.1. Persepsi tentang manfaat dan nilai terhadap layanan pendidikan dasar

Value for cost score

most used by the poor at 8 study sites: WOMEN's perception

97.5

90 87.5 8892.5 91.4

65

80

100 100 100

26

95 94.3

62.5

82.2

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

SD Negeri SD Negeri Madrasah Ibtidaiyah SD Negeri SD Negeri SD Negeri SD Negeri SD Negeri

RURAL URBAN

rocSe

most used by the poor at 8 study sites: MEN's perception

80

100

57.5

100

82.5

74

86

100100 100 100 100 100

74

80

63

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

SD Negeri SD Negeri Madrasah Ibtidaiyah SD Negeri SD Negeri SD Negeri SD Negeri SD Negeri

RURAL URBAN

rocSe

Value for cost score

Catatan:

SD Negeri = Sekolah Pemerintah (kelas 1 – 6)

Madrasah Ibtidaiyah = Sekolah berbasis Islam (kelas 1 – 6)

Page 82: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

14

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.2. Tingkat kepuasan terhadap penyedia jasa pendidikan

Skor 0 = Tidak puas sama sekali

Skor 100 = Sangat memuaskan

Paminggir

Bajopulau

Alas Kokon

Kertajaya

Antasari

Jatibaru

Simokerto

Soklat

SD Negeri

Madrasah Ibtidaiyah

50 27 88 5 100 80

50 0 100 60 70

100 0 25 50 75

0 100 50 75

0 100 50

60 0 100 50

25 0 100 50 80

0 100 50 75

Keterangan Penilaian Perempuan

Penilaian Laki-laki

Page 83: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

15

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Tabe

l 3.2

. Bia

ya p

endi

dika

n se

kola

h m

enen

gah

pert

ama

yang

dila

pork

an o

leh

mas

yara

kat m

iskin

di 8

loka

si st

udi k

asus

Pede

saan

BAJO

PU

LAU

Tida

k ad

a SM

P di

pul

au in

i. Ti

dak

ada

anak

yan

g m

elan

jutk

an s

ekol

ah. K

eban

yaka

n an

ak la

ki-la

ki p

utus

sek

olah

bah

kan

seja

k SD

sud

ah b

eker

ja u

ntuk

men

cari

nafk

ah d

alam

pe-

rahu

.

KERT

AJA

YA H

anya

3 a

nak

dari

desa

itu

mel

anju

tkan

ke

SMP

di lu

ar d

esa.

Mer

eka

dari

kelu

arga

kay

a. B

iaya

mas

uk s

ebes

ar R

p.1,

5 ju

ta m

erup

akan

jum

lah

tak

terb

ayan

gkan

bag

i mas

yara

kat

misk

in.

SMP

/ SLT

P N

eger

iM

adra

sah

Tsan

awiy

ah /

Pesa

ntre

n

PAM

ING

GIR

* SP

P

ALA

S KO

KON

*Rp.

15.0

00 /

bula

n

(Sw

asta

. Han

ya 8

yan

g m

enda

ftar )

Perk

otaa

n

AN

TASA

RI*

Rp.1

00.0

00 /

tahu

n, te

tapi

sem

ua

mur

id m

ener

ima

beas

iswa

JATI

BARU

Pend

afta

ran

Rp.1

20.0

00 +

Uan

g G

edun

g.

Rp. 1

80.0

00 .

Sera

gam

45.

000/

thn

SPP

Rp.1

5.00

0/bu

lan.

-sek

aran

g be

bas

Buku

/sep

atu/

tas 2

0.00

0-11

2.00

0 /t

ahun

SIM

OKE

RTO

Uan

g G

edun

g Rp

600

.000

Sera

gam

30.

000/

ta-

hun.

SPP

Rp.3

8-42

.000

/ bul

an.-s

ekar

ang

beba

s

Buku

80.

000/

thn

SOKL

ATU

ang

Ged

ung,

Rp.

400

.000

– 6

00.0

00

Sera

gam

30.

000/

thn

SPP

25.0

00/ b

ulan

.-sek

aran

g be

bas,

Buku

60.

000/

thn.

Mad

rasa

h Ts

anaw

iyah

– D

idan

ai o

leh

Dep

arte

men

Aga

ma;

SM

P N

eger

i – d

idan

ai o

leh

Dep

arte

men

Pen

didi

kan

dan

Kebu

daya

an

Berd

asar

kan

data

dar

i Kla

sifi k

asi K

esej

ahte

raan

di b

awah

ini,

SMP

tidak

ban

yak

digu

naka

n ol

eh p

endi

dik

misk

in.

Dat

a Kl

asifi

kasi

Kes

ejah

tera

an d

ari 8

loka

si te

ntan

g ka

rakt

eris

tik m

asya

raka

t mis

kin

sete

mpa

t dal

am h

al “p

endi

dika

n ba

gi a

nak-

anak

”:

Anta

sari

- “Pe

ndid

ikan

ana

k” ti

dak

dise

butk

an d

alam

kar

akte

ristik

mas

yara

kat m

iskin

Jatib

aru

- “A

nak

misk

in m

ungk

in d

idaf

tark

an d

i SD

(Sek

olah

Das

ar),s

erin

g m

erek

a tid

ak ta

mat

SD

Sim

oker

to

- “

Mas

yara

kat m

iskin

han

ya ta

mat

SD

/Mad

rasa

h Ib

tidai

yah.

Tid

ak m

elan

jutk

an k

e SM

P/SL

TP”

Sokl

at

- “M

asya

raka

t misk

in h

anya

mam

pu se

kola

h sa

mpa

i tam

at S

D”

Pam

ingg

ir

- “Pe

ndid

ikan

Ana

k-an

ak” t

idak

dise

butk

an d

alam

kar

akte

ristik

mas

yara

kat m

iskin

Bajo

Pul

au

- “An

ak-a

nak

misk

in b

ahka

n tid

ak ta

mat

SD

Alas

Kok

on

-

Han

ya m

asuk

SD

, tet

api t

idak

tam

at (p

utus

seko

lah)

Kert

ajay

a

- An

ak ti

dak

dida

ftark

an d

i sek

olah

– a

tau

hany

a di

SD

Page 84: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

16

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.3 Proporsi suara untuk pilihan terhadap penyedia layanan pendidikan SMP

63%

37%

SMP Negeri Madrasah Tsanawiyah/ Pesantren SMP Yayasan (private sector)

62%

37%

2%

Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki

Page 85: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

17

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.4 Manfaat dan persepsi nilai terhadap layanan pendidikan SMP

Secondary School Education Service Providers most used by the poor at 8 study sites: WOMEN's perception

93.390

92.5 91

80

87.593.3

10095 94

66

75

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

SMP Negeri - MadrasahTsanawiyah

- MadrasahTsanawiyah

SMP Negeri SMP Negeri SMP Negeri

RURAL URBAN

rocSe

e Value for cost score

loohcs oN

loohcs oN

Secondary School Education Service Providers most used bythe poor at 8 study sites: MEN's perception

90

67.5

93.3

74

92.586.67

100

87.5

100

74

62.568.3

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

SMP Negeri - MadrasahTsanawiyah

- MadrasahTsanawiyah

SMP Negeri SMP Negeri SMP Negeri

RURAL URBAN

e Value for cost score

oN

cslooh

oN

cslooh

rocSe

Catatan:

SMP Negeri = Sekolah Menengah Pertama yang dibiayai pemerintah (kelas 6 – 8 atau 7 – 9)

Madrasah Tsanawiyah = Sekolah berbasis Islam yang dibiayai sekolah (Departemen Agama) kelas 6 – 8

Page 86: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

18

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.5 Skala kepuasan terhadap penyedia layanan pendidikan sekolah menengah

Paminggir

Bajopulau

Alas Kokon

Kertajaya

Antasari

Jatibaru

Simokerto

Soklat

SMP Negeri

MTSn

SMP Yayasan

50 0 100

0 100 50

60 0 100 50

0 100 50 75

50 40 90 2 100 10

100 0 25 50 75 45

0 100 50 90 10

25 0 100 50 55

Skor 0 = Tidak puas sama sekali

Skor 100 = Sangat memuaskan

Keterangan Penilaian Perempuan

Penilaian Laki-laki

Page 87: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

19

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Tabe

l 3.3

. Pili

han

dan

biay

a ya

ng d

ipun

gut u

ntuk

laya

nan

ANC

yang

dig

unak

an o

leh

mas

yara

kat m

iskin

di 8

loka

si st

udi k

asus

LOKA

SI P

EDES

AA

N

PAM

ING

GIR

/ Ka

liman

tan

Sela

tan

BAJO

PU

LAU

/

NTB

ALA

S KO

KON

/ M

adur

aKE

RTA

JAYA

/ Jaw

a Ba

rat

Keba

nyak

an y

ang

digu

-

naka

n

Bida

n Ka

mpu

ng (T

BA)

Rp.3

-5,0

00 /

visit

Sand

o (T

BA)

Gra

tis a

tau

1 kg

ber

as

Duk

un (T

BA)

Rp.5

.000

/ pem

erik

saan

Bida

n D

esa,

latih

an d

i Rum

ah

pada

mal

am h

ari.

Rp.2

5.00

0 (te

rmas

uk R

p.10

.000

biay

a tr

ansp

orta

si)

Perb

andi

ngan

den

gan

pilih

an y

ang

ters

edia

Jika

Bida

n D

esa

ada

di P

UST

U,

mer

eka

lalu

per

gi k

e PU

STU

Rp.3

-5.0

00/ p

emer

iksa

an

Bida

n D

esa

Tapi

tida

k pe

rnah

ada

di t

empa

t

Bida

n D

esa

• Rp

.15.

000/

pem

erik

saan

Rp.2

5.00

0/ k

unju

ngan

rum

ah

Duk

un (T

BA)

2-5

kg b

eras

LOKA

SI K

OTA

SIT

ES

AN

TARA

SARI

/ Ka

liman

tan

Sela

tan

JATI

BARU

/ N

TBSI

MO

KERT

O /

Jatim

SOKL

AT /

Jaba

r

Yang

dip

akai

keb

anya

kan

Pusk

esm

as

Rp.3

.000

/kun

jung

an

• Sa

ndo

(TBA

) men

urut

pere

mpu

an

Rp

.3-5

.000

+ 1

man

gkok

ber

as

• Pu

skes

mas

– m

enur

ut la

ki-

laki

.

R

p.3.

000/

kunj

unga

n

Pust

u/ P

uske

smas

Rp.1

1.00

0 (te

rmas

uk R

p.6.

000

untu

k tr

ansp

orta

si)

• Pu

skes

mas

Rp.

12.5

00 (t

er-

mas

uk b

iaya

tran

spor

tasi

sebe

sar R

p.10

.000

)

Bida

n D

esa

yang

pra

ktik

di

rum

ahny

a Rp

.35.

000

(term

asuk

biay

a tr

ansp

orta

si se

besa

r

Rp.1

0.00

0)

Perb

andi

ngan

den

gan

pilih

an la

in y

ang

ters

edia

Bida

n Ka

mpu

ng (T

BA)

Rp.5

,000

/ exa

min

atio

n

Bida

n D

esa

Rp.1

0-15

,000

Duk

un (T

BA)

Rp.3

,000

Para

ji (T

BA)

Rp.

3-5,

000

CATA

TAN

: P

erem

puan

bia

sany

a m

emili

h pe

nyed

ia la

yana

n da

ri AN

C. L

aki-l

aki t

erlib

at d

alam

pen

gam

bila

n ke

putu

san

jika

pere

mpu

an m

embu

tuhk

an la

yana

n

ANC

yang

mem

butu

hkan

bia

ya d

i ata

s Rp.

10.

000.

Page 88: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

20

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.6 Manfaat dan Persepsi Nilai terhadap ANC sebagai penyedia layanan

ANC service providers

most used by the poor at 8 study sites: WOMEN's perception

100

62.5

72

46.67

93.390

70

95

100

95

100

20

100 100

74

100

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

Bidan kampung

TBA

Sando (TBA) Dukun beranak

TBA

Bidan Puskesmas Puskesmas Sando

TBA

Bidan Puskesmas Puskesmas

RURAL URBAN

rocSe

Value for cost score

most used by the poor at 8 study sites: MEN's perception

9094

72.570

100

84 82 8283.33

94

100

76.67

100

84

100

82

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

Bidan kampung

TBA

Sando (TBA) Dukun beranak

TBA

Bidan Puskesmas Puskesmas Puskesmas Bidan Puskesmas Puskesmas

RURAL URBAN

rocSe

Value for cost score

Catatan:

Dukun beranak/paraji/bidan kampung/sando = orang yang membantu persalinan

Puskesmas = Pusat layanan kesehatan primer

Bidan Puskesmas = bidan yang sudah terlatih yang bertugas di Puskesmas, bekerja sebagai PNS.

Page 89: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

21

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.7 Proporsi jumlah suara mengenai pilihan penyedia Layanan Bantuan Persalinan

76%

14%

8% 2%

Sando/Bidan Kampung/Paraji/Dukun Bayi Bidan desa/Polindes

Puskesmas Public hospital

64%

15%

18%

3%

Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki

Page 90: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

22

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Tabe

l 3.4

. Bia

ya B

antu

an P

ersa

linan

yan

g D

igun

akan

ole

h M

asya

raka

t misk

in d

i 8 L

okas

i Stu

di

LOKA

SI D

I

PED

ESA

AN

PAM

ING

GIR

/ Ka

liman

tan

Sela

tan

BAJO

PULA

U /

NTB

ALA

S KO

KON

/ M

adur

aKE

RTA

JAYA

/ Jaw

a Ba

rat

Palin

g ba

nyak

dig

unak

anBi

dan

Kam

pung

(TBA

)

Rp.2

5.00

0 - R

p.50

.000

+ 2

kg

Bera

s + 2

but

ir ke

lapa

Sand

o (T

BA)

Rp.2

5.00

0 - R

p.50

.000

+ 2

kg

Bera

s + 1

but

ir ke

lapa

Tiga

har

i set

elah

mel

ahirk

an a

da

biay

a la

gi se

besa

r Rp.

20.0

00 +

bera

s+ k

elap

a

Duk

un (T

BA)

Rp.5

0.00

0

Para

ji (T

BA)

Rp.5

0.00

0 - R

p.10

0.00

0 +

20

kg

bera

s

Perb

andi

ngan

den

gan

laya

nan

lain

yan

g te

rsed

ia

Bida

n D

esa

Rp.2

00.0

00 -

Rp.4

00.0

00

Tida

k ad

a pi

lihan

lain

yan

g

ters

edia

.

Bida

n D

esa

tidak

per

nah

ada

jika

dipe

rluka

n

Bida

n D

esa

Rp.1

50.0

00 -

Rp. 2

00.0

00

Bida

n D

esa

Rp.3

00.0

00 -

Rp. 4

00.0

00 +

Rp.1

0.00

0 un

tuk

biay

a tr

ans-

port

asi

LOKA

SI D

I

PERK

OTA

AN

AN

TASA

RI/K

alim

anta

n

Sela

tan

JATI

BARU

/NTB

SIM

OKE

RTO

/Jaw

a Ti

mur

SO

KLAT

/ Ja

wa

Bara

t

Palin

g ba

nyak

dig

unak

anBi

dan

Kam

pung

(TBA

)

Rp.5

0.00

0 - R

p. 2

00.0

00 +

ber

as

+ bu

tir k

elap

a +

gula

pas

ir

Duk

un (T

BA)

Rp.1

0.00

0 +

1 k

g be

ras

Bida

n D

esa

Ro.3

00.0

00 +

Rp.

20.0

00 u

ntuk

biay

a tr

ansp

orta

si

Para

ji (T

BA)

Rp.5

0.00

0 - R

p. 1

00.0

00 o

r

Rp.5

0.00

0 +

5 k

g be

ras

Perb

andi

ngan

den

gan

laya

nan

lain

yan

g te

rsed

ia

Bida

n D

esa

Rp.2

50.0

00 -

Rp. 5

00.0

00

Terg

antu

ng p

ada

lam

anya

+

rum

itnya

pek

erja

an

Bida

n D

esa

Rp.3

00.0

00 -

Rp. 4

00.0

00

Duk

un (T

BA)

Tida

k di

guna

kan

lagi

Bida

n D

esa

Rp.3

00,0

00 -4

00,0

00

CATA

TAN

: Men

urut

laki

-laki

, sua

mi m

emili

h pe

nyed

ia la

yana

n un

tuk

pers

alin

an. M

enur

ut is

tri,

suam

i dan

istr

i ber

sam

a-sa

ma

men

entu

kan

hal i

tu.

Page 91: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

23

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.8 Tingkat Kepuasan terhadap Penyedia Layanan Persalinan

Paminggir

Bajopulau

Alas Kokon

Kertajaya

Antasari

Jatibaru

Simokerto

Soklat

Bidan Desa

Posyandu

TBA

Puskesmas

50 0 100 10 70 90

45 75 0 100 50

50 30 3 70 100

100 0 45 50 75

0 100 50 25

0 100 50

0 100 50

0 100 50 75

Skor 0 = Tidak puas sama sekali

Skor 100 = Sangat memuaskan

Keterangan Penilaian Perempuan Penilaian Laki-laki

RSU

Page 92: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

24

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.9 Manfaat dan Persepsi Nilai terhadap Penyedia Layanan Persalinan

most used by the poor at 8 study sites: WOMEN's Perception

97

90

75

98 97.5

91.67

82

68.75

100 100 100 98 100 100

54

68.7

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

Bidan kampung Sando (TBA) Dukun beranak Paraji Bidan kampung Sando (TBA) Bidan Puskesmas Paraji

RURAL URBAN

rocSe

Value for cost score

most used by the poor at 8 study sites: MEN's perception

96.67

8588

9590

84

76

96.67100 100 100 100 100

84

90

100

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

Bidan kampung Sando (TBA) Dukun beranak Paraji Bidan kampung Puskesmas Puskesmas Paraji

RURAL URBAN

rocSe

e Value for cost score

Catatan:

Dukun beranak/paraji/bidan kampung/sando = perawat traditional yang membantu persalinan

Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat (untuk layanan kesehatan primer)

Bidan desa = bidan terlatih, tinggal di desa dengan status pegawai negeri sipil

Bidan Puskesmas = bidan terlatih dengan status pegawai negeri sipil

Page 93: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

25

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.10 Proporsi jumlah suara mengenai pilihan penyedia Layanan Kesehatan bagi Bayi (2 bulan– 5 tahun

9%

8%

3%

17%

35%

23%

2% 4%

Sando/Bidan Kampung/Paraji/Dukun Bayi Sando/Dukun berobat

Dokter (Private practice) Pustu

Bidan desa/Polindes Puskesmas

Mantri (Paramedic) Public hospital

Posyandu

4%5%

6%

17%

21%

36%

7%2% 3%

Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki

Diagram 3.11 Proporsi jumlah suara mengenai pilihan penyedia Layanan Kesehatan bagi Bayi (0 – 2 bulan)

12%

2%

5%

17%

33%

30%

0.5%

Sando/Bidan Kampung/Paraji/Dukun Bayi Sando/Dukun berobat

Dokter (Private practice) Pustu

Bidan desa/Polindes Puskesmas

Public hospital Posyandu

20%

2%

17%

28%

30%

1% 2%

Pandangan Perempuan Pandangan Laki-laki

Page 94: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

26

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Tabe

l 3.5

. Bia

ya P

emak

aian

Jasa

Sat

u Ka

li un

tuk

Laya

nan

Kese

hata

n Ku

ratif

yan

g pa

ling

bany

ak d

igun

akan

Mas

yara

kat m

iskin

unt

uk a

nak

Balit

a m

erek

a

LOKA

SI P

EDES

AA

N

PUSK

ESM

AS

PUST

UTB

A/D

ukun

ber

anak

Bida

n D

esa

PAM

ING

GIR

Kal

iman

tan

Sela

tan

Rp.5

,000

Rp.5

.000

– R

p.10

.000

(kar

ena

laya

nan

PUST

U ti

dak

ters

edia

sepe

rti y

ang

serin

g te

rjadi

)

BAJO

PU

LAU

NTB

Beba

s (se

lam

a ba

yi b

erum

ur sa

mpa

i den

gan

44 h

ari

kare

na m

asih

men

jadi

tang

gung

jaw

ab D

ukun

ber

anak

yang

mem

bant

u pe

rsal

inan

)

Jika

Duk

un ti

dak

berh

asil,

pilih

an b

erik

utny

a ad

alah

Man

tri

deng

an b

iaya

sebe

sar R

p.20

.000

-Rp.

50.

000

ALAS

KOKO

N M

adur

aRp

.15.

000

(jika

tida

k se

mbu

h, p

iliha

n

kedu

a ad

alah

Man

tri a

tau

Kyai

den

gan

biay

a se

besa

r Rp.

2500

0-50

.000

)

KERT

AJA

YA

Jaw

a Ba

rat

Rp.1

5.00

0 +

Rp.

10.0

00 u

ntuk

bia

ya tr

ans-

port

asi

LOKA

SI P

ERKO

TAA

N

ANTA

SARI

Kal

iman

tan

Sela

tan

Rp.3

,000

JATI

BARU

/ N

TBRp

.3.0

00 +

Rp.

3.00

0 un

tuk

biay

a tr

ans-

port

asi

SIM

OKE

RTO

E.Ja

vaRp

.5.0

00 +

Rp.

6.00

0

untu

k bi

aya

tran

s-

port

asi

SOKL

AT

Jaw

a Ba

rat

Rp.2

.500

(jik

a be

lum

sem

buh

lalu

dib

awa

ke B

idan

- de

ngan

bia

ya R

p.25

.000

– Rp

.30.

000.

Jika

Bid

an ti

dak

berh

asil,

akan

diba

wa

ke d

okte

r pra

ktik

swas

ta d

enga

n

biay

a Rp

.40.

000

– Rp

.70.

000

+ b

iaya

unt

uk

obat

)

Page 95: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

27

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.12 Manfaat dan Persepsi Nilai terhadap Layanan Kuratif bagi Bayi (0-2 bulan)

Met and Value for Cost forInfant (0 - 2 months old) Health Care Service Providers most used

by the poor at 8 study sites

92.5

76.67

64

85 8590

66

76

90

100

94

50

92.596.67

60

72

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

Puskesmaspembantu

Sando Bidan desa Bidan Puskesmas Puskesmas Puskesmas Puskesmaspembantu

Puskesmas

RURAL URBAN

rocSe

Value for cost score

Infant (0 - 2 months old) Health Care Service Providers most used bythe poor at 8 study sites

90

100

80

90

100

84

94 92.5

70

100

92.590

100

84

100 100

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

Puskesmaspembantu

Sando Bidan desa Puskesmas Puskesmas Puskesmas Puskesmaspembantu

Puskesmas

RURAL URBAN

rocSe

Value for cost score

Catatan:

Pustu (Puskesmas pembantu) = Untuk layanan kesehatan sub-primer (dengan fasilitas penjangkauan

Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat (untuk layanan kesehatan primer)

Bidan desa = bidan terlatih, tinggal di desa dengan status pegawai negeri sipil

Bidan Puskesmas = bidan terlatih dengan status pegawai negeri sipil

Page 96: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

28

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.13 Tingkat Kepuasan terhadap Penyedia Layanan Kesehatan Kuratif bagi Bayi (0-2 bulan)

Paminggir

Bajo Pulau

Alas Kokon

Kertajaya

Antasari

Jatibaru

Simokerto

Soklat

Bidan Desa

Posyandu

Pustu

Puskesmas

Mantri

0

0

0

10 0

0

0

0

Skor 0 = Tidak puas sama sekali

Skor 100 = Sangat memuaskan

Keterangan Penilaian Perempuan Penilaian Laki-laki

RSU

Dokter Swasta

Dukun

Dukun Beranak

Page 97: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

29

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.14 Manfaat dan Persepsi Nilai terhadap Pilihan Layanan Air Bersih yang Digunakan

Met and Value for Cost forWater Services most used by the poor at 8 study sites

100

8590

93.390

78

92 93.396.67

100 100 100

63.3

100

85

100

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

River Vendor from otherisland

Protected publicdugwell

Public handpump Buy PDAM waterfrom neighbor

Unprotected dugwell Vendor resellingPDAM water

Unprotected publicdugwell

RURAL URBAN

rocSe

Value for cost score

xpectation Met and Value for Cost forWater Services most used by the poor at 8 study sites

90 90

100

83

100

81.67

93.3

100

93.3

100 100

86

100 100

91.67

100

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

River Vendor from otherisland

Protected publicdugwell

Public handpump Buy PDAM waterfrom neighbor

Unprotected dugwell Vendor resellingPDAM water

Unprotected publicdugwell

RURAL URBAN

rocSe

Value for cost score

Page 98: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

30

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.15 Tingkat Kepuasan terhadap pilihan Layanan Air Bersih

Paminggir

Bajo Pulou

Alas Kokon

Kertajaya

Antasari

Jatibaru

Simokerto

Soklat

0 63 90 100

0 100

0 25

0 10 100

0 100

0 100

0 50 75 100

0 85 100

40

100 50

80 50

50

60

50

30

Skor 0 = Tidak puas sama sekali

Skor 100 = Sangat memuaskan

Keterangan Penilaian Perempuan Penilaian Laki-laki

Sungai

Sumur gali

Sumur gali dengan pompa (sanyo)

Sumur bor dengan pompa (sanyo)

Sumur pompa tangan

Air yang dibeli dari penjual

Air PDAM /sumur bor yang dijual

Page 99: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

31

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.16 Manfaat dan Persepsi Nilai terhadap fasilitas Sanitasi

Met and Value for Cost forSanitation Facility (Latrine) most used by the poor at 8 study sites

100

56.67

76

96.5

88

70

100

83.380

9093.5

100

48

100

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

River (opendefecation)

Beach (opendefecation)

Unimproved dry pithousehold latrine

River (opendefecation)

Unimproved dry pithousehold latrine

(drop)

River (opendefecation)

Field (opendefecation)

Shared householdlatrine

RURAL URBAN

rocSe

Value for cost score

Sanitation Facility (Latrine) most used by the poor at 8 study sites

92.5 94

70

100

88

36

100

90

100

76

100 100

44

100

0

50

100

PAMINGGIR BAJOPULAU ALASKOKON KERTAJAYA ANTASARI JATIBARU SIMOKERTO SOKLAT

River (opendefecation)

Beach (opendefecation)

Unimproved dry pithousehold latrine

River (opendefecation)

Unimproved dry pithousehold latrine

(drop)

River (opendefecation)

Field (opendefecation)

Shared householdlatrine

RURAL URBAN

rocSe

Value for cost score

Page 100: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi

32

Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi yang ada di Indonesia

Suar

a M

asya

raka

t Mis

kin

Diagram 3.17 Tingkat Kepuasan terhadap fasilitas

Paminggir

Bajo Pulou

Alas Kokon

Kertajaya

Antasari

Jatibaru

Simokerto

Soklat

0 80 90 100

0 100

0 25

0 5 100

0 10 25 100

0 50 75 100

0 50 75 100

0 30 85 100

25

10050

45 50

25

50 75

Skor 0 = Tidak puas sama sekali

Skor 100 = Sangat memuaskan

Keterangan Penilaian Perempuan Penilaian Laki-laki

WC gabung

WC umum

WC terbuka di rumah

Tempat buang air besar terbuka di halaman

Sungai/laut

Tambak

Got kecil jauh dari rumah

Page 101: Suara Masyarakat Miskin Mengefektifkan Pelayanan Bagi Masyarakat Miskin Di Indonesia Konsultasi kualitatif dengan masyarakat miskin di delapan lokasi