8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
1/69
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengoperasian beberapa unit pembangkit dalam suatu pusat
pembangkit memerlukan manajemen yang baik. Khususnya dalam
pembebanan dan jumlah daya yang harus disumbangkan oleh suatu unit
pembangkit atau suatu pusat pembangkit ke dalam sistem harus diatur
dengan baik. Manajemen pengoperasian yang ekonomis dapat
menghemat biaya produksi daya terutama biaya bahan bakar.
Dalam pengoperasian sistem untuk keadaan beban bagaimanapun,
sumbangan daya dari suatu pusat pembangkit dan dari setiap unit pada
pusat pembangkit tersebut harus ditentukan sedemikian rupa sehingga
biaya daya yang diserahkan menjadi minimum (William D. Stevenson, Jr.
1983).
Menurut daftar inventarisasi mesin pembangkit tenaga listrik yang
beroperasi secara terus menerus selama 24 jam pada sistem kelistrikan
Sulawesi selatan terdapat sebelas pusat pemabangkit yang menyuplai
daya ke sistem pada saat beban puncak yang terjadi pada tanggal 20 mei
2010, yaitu PLTA Bakaru, PLTD Suppa, PLTGU Sengkang, PLTA Bili-bili,
Pembagkit Tello, PLTD Palopo dan PLTD Makale, PLTD Arena, PLTD
Matekko, dan PLTD Agrego.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
2/69
2
Masing-masing pusat pembagkit tersebut terdapat beberapa unit
mesin pembangkit yang bekerja secara paralel dalam menyuplai sistem
Sulawesi selatan, dimana total daya output dari setiap unit mesin
pembangkit akan terpusat pada sebuah bus.
Untuk PLTA Bakaru terdapat dua unit mesin pembangkit masing-masing
Bakaru 1 dengan daya mampu 62,76 MW dan Bakaru 2 dengan daya
mampu 62,54 MW. Untuk PLTD Suppa terdapat satu unit mesin
pembangkit yaitu Suppa1 dengan daya mampu 60 MW. Untuk PLTGU
Sengkang terdapat satu unit pembangkit yaitu energi sengkang dengan
daya Mampu 192 MW. Untuk PLTA Bili-bili terdapat dua unit mesin
pembangkit yaitu Bili-bili 1 dengan daya mampu 5,8 MW dan Bili-bili 2
dengan daya Mampu 13,7 MW. Untuk Pembagkit tello terdapat lima belas
unit pembangkit yaitu tello1(PLTU), tello2 (PLTU) dengan daya mampu 9
MW, tello3 (PLTG) dengan daya mampu 12 MW, tello4 (PLTG) dengan
daya mampu 15,5 MW, tello5 (PLTG) dengan daya mampu 15 MW, tello6
(PLTG) dengan daya mampu 27 MW, tello7 (PLTG) dengan daya mampu
30 MW, Tello8 (PLTD) dengan daya mampu 9 MW, Tello9 (PLTD) tidak
beroperasi,tello10 (PLTD) dengan daya mampu 9 MW, tello11 (PLTD)
dengan daya mampu 9 MW, ditambah tiga unit mesin sewa yaitu PLTD
sewatama tello1 dan 2 serta PLTD cogindo tello. Untuk PLTD Palopo
terdapat 15 unit mesin pembagkit, dan untuk PLTD Makale terdapat enam
unit mesin pembangkit.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
3/69
3
Perioritas pengoperasian unit-unit mesin pembangkit pada sistem
sulsel dalam menanggung beban sistem adalah berdasarkan BPP [Biaya
Pokok Produksi (Rp/kWh)] dari tiap unit mesin pembangkit. Nilai BPP dari
suatu pusat pembangkit manyatakan biaya bahan bakar untuk
memproduksi satu kWh. Dengan demikian pusat pembangkit yang
mempunyai BPP yang lebih rendah akan dioperasikan lebih dahulu
sebelum pusat pembangkit yang mempunyai BPP lebih tinggi.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah biaya
pemakaian bahan bakar ini dapat ditekan (sehingga lebih kecil) dengan
mengganti metode penjadwalan operasi? Inilah yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini, yakni dengan menggunakan metode
penjadwalan operasi unit-unit pembangkit berdasarkan Incremental
Production Cost (IPC).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah-masalah yang
telah dikemukakan, maka permasalahan yang dapat dirumuskan yaitu:
1. Berapakah besar daya yang harus dibangkitkan oleh tiap-tiap pusat
pembangkit yang beroperasi di wilayah SULSEL dalam menanggung
beban maksimum dengan biaya operasi paling minimum?
2. Berapakah total biaya operasi pusat-pusat pembangkit yang
dikeluarkan dalam menanggung sejumlah beban tersebut?
3. Berapa besar rugi-rugi daya total sistem setelah penjadwalan
pembagkitan?
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
4/69
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui besarnya daya yang harus dibangkitkan oleh tiap-
tiap unit mesin pembangkit yang beroperasi di wilayah SULSEL dalam
menanggung beban maksimum dengan biaya operasi paling minimum.
2. Untuk mengetahui total biaya operasi yang dikeluarkan dalam
menanggung sejumlah beban tersebut.
3. Untuk mengetahui besar rugi-rugi daya total sistem setelah
penjadwalan pembagkitan.
D. Manfaat Penelitian
Dengan rampungnya penelitian ini diharapkan memiliki manfaat
sebagai berikut :
1. Sebagai bahan masukan bagi PT. PLN (Persero) dalam sistem
pengoperasian ekonomis pembangkit tenaga listrik yang dijadikan
sebagai sampel.
2. Memberi sumbangsi konseptual baik pada akademisi maupun praktisi
listrik dalam upaya meningkatkan efektifitas pembangkitan tenaga listrik
khususnya diwilayah Sulawesi selatan.
3. Sebagai literatur bagi para peneliti lain yang ingin megkaji lebih dalam
tentang kendali sistem tenaga.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
5/69
5
E. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian ini membahas tentang penggunaan metode penjadwalan
operasi unit-unit pembangkit yang berada dalam wilayah sistem Sulawesi
Selatan berdasarkan Incremental Production Cost (IPC), dengan dengan
batasan-batasan sebagai berikut :
1. Optimasi dihitung pada saat terjadi beban puncak Maksimum.
2. Semua pembangkit yang beroperasi pada suatu bus dianggap sebagai
sebagai sebuah pembangkit.
3. Setiap pembangkit masih beroperasi dalam batas-batas daya reaktif
yang diizinkan.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
6/69
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Operasi Ekonomis
Pembangkitan energi listirik harus efektif dan efisien. Efektif artinya
energi listrik yang dibangkitkan harus sesuai dengan kebutuhan,
sedangkan efisien artinya energi listrik yang dibangkitkan harus
menggunakan biaya operasi sehemat mungkin. Hal ini dilakukan karena
dua faktor, yang pertama permintaan beban yang semakin meningkat dari
waktu ke waktu sementara kapasitas pembangkit sangat terbatas dan
tidak bisa ditambah setiap saat, dan yang kedua sumber energi alam
seperti minyak dan batu bara persediaannya semakin menipis.
Oleh sebab itu, selain dengan terus menambah kuantitas dan
kapasitas pembangkit tenaga listrik, serta mencari sumber energi
terbarukan, perlu juga diupayakan adanya strategi operasi ekonomis pada
unit-unit atau pusat-pusat pembangkit listrik. Hal ini penting agar unit-unit
pembangkit dapat menjaga kontinuitas penyediaan energi listrik namun
dengan biaya operasi yang dapat ditekan sekecil mungkin.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
7/69
7
B. Perencanaan Pengoperasian Sistem Tenaga Listrik
Keadaan sistem tenga listrik adalah keadaan yang dinamis. Tidak
ada satu kondisi yang dapat berlangsung terus menurus. Contohnya
kondisi beban yang tidak pernah stabil, dalam satu kondisi tertentu beban
mengalami kenaikan namun dalam kondisi yang lain beban tiba-tiba turun
sesuai dengan kondisi beban yang ada. Tetapi kondisi yang dinamis
tersebut akan membentuk suatu pola yang dapat diteliti dan dipelajari
sehingga memungkinkan operator untuk membuat suatu pola operasi
yang fleksibel. Dengan adanya perencanaan operasi yang baik, maka
kegiatan pengawasan relatif tidak perlu dilakukan. Perencanaan operasi
sendiri mencakup bagaimana suatu sistem diopersaikan dalam jangka
waktu tertentu. Dalam perencanaan operasi itulah teknik-teknik optimasi
operasi yang terbaik perlu diaplikasikan sehingga dapat menekan biaya
operasi sekecil mungkin namun dengan kualitas energi listrik yang baik.
Hal ini penting karena biaya operasi adalah biaya terbesar dari biaya
keseluruhan yakni 70% dari biaya-biaya keseluruhan (Deni Almanda,
1998, www.elektroindonesia.com)
C. Optimasi dan Karakteristik Unit Pembagkit Tenaga Listrik
1. Optimasi Pembangkit Tenaga Listrik
Operasi ekonomis adalah proses pembagian atau penjatahan
beban total kepada masing-masing unit pembangkit, seluruh unit
pembangkit dikontrol terus-menerus dalam interval waktu tertentu
http://www.elektroindonesia.com/http://www.elektroindonesia.com/http://www.elektroindonesia.com/http://www.elektroindonesia.com/
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
8/69
8
sehingga dicapai pengoperasian yang optimal, dengan demikian
pembangkitan tenaga listrik dapat dilkukan dengan cara yang paling
ekonomis.
Konfigurasi pembebanan atau penjadwalan pembangkit yang
berbeda dapat memberikan biaya operasi pembangkit yang berbeda pula,
tergantung dari karakteristik masing-masing unit pembangkit yang
dioperasikan. Ada beberapa metode dalam penjadwalan pembagkit dalam
usaha menekan biaya operasi, yakni :
a. Berdasarkan Umur Pembangkit
Pada metode ini, dengan asumsi bahwa unit-unit pembangkit yang baru
mempunyai efisiensi yang lebih tinggi, maka unit-unit pembangkit yang
baru dibebani sesuai dengan rating kapasitasnya, dan unit-unit yang
tua (efisiensi lebih rendah) memikul beban sisanya.
b. Berdasarkan Rating (daya Guna) Pembagkit
Pembagian beban diantara unit-unit pembangkit sebanding dengan
rating kapasitasnya, yaitu dengan meningkatnya beban maka daya
akan dicatu oleh unit yang paling berdaya guna hingga titik daya guna
maksimum unit itu dicapai. Kemudian untuk peningkatan beban
selanjutnya, unit berikutnya yang paling berdaya guna akan mulai
beroperasi pada sistem, dan unit ketiga tidak dioperasikan sebelum titik
daya guna maksimum unit kedua telah tercapai.
c. Berdasarkan Kriteria Peningkatan Biaya Produksi yang sama ( Equal
Incremental Cost )
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
9/69
9
Pengurangan beban pada unit dengan biaya tambahan paling tinggi
akan menghasilkan suatu pengurangan biaya yang lebih besar
daripada peningkatan biaya untuk menambahkan sejumlah beban yang
sama pada unit dengan biaya tambahan yang lebih rendah.
Pemindahan beban dari satu unit ke unit yang lain dapat menghasilkan
pengurangan biaya pengoperasian total sehingga biaya pengoperasian
tambahan dari kedua unit sama (equal incremental cost ). Dengan jalan
yang sama dapat diperluas untuk pengoperasian unit pembagkit pada
stasiun yang mempunyai lebih dari dua unit pembangkit. Jadi patokan
untuk pembagian beban yang ekonomis antara unit-unit di dalam suatu
stasiun adalah semua unit-unit pembangkit harus bekerja dengan biaya
pengoperasian tambahan yang sama. Jika keluaran stasiun akan
dinaikkan, biaya tambahan dengan masing-masing unit bekerja juga
akan naik, tetapi harus sama untuk semua unit.
2. Pemilihan Metode Optimasi
Sekarang metode yang berdasarkan umur pembangkit dan rating
pembangkit tidak dipakai lagi, karena penjadwalannya tidak berdasarkan
kriteria ekonomis. Pembebanan yang lebih besar pada pembangkit yang
lebih baru dan daya guna yang lebih tinggi tidak akan menghasilkan biaya
pengoperasian yang lebih minimum.
Metode yang sering digunakan sekarang adalah metode
“peningkatan biaya prodeksi yang sama bagi setiap unit”. Metode ini lebih
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
10/69
10
baik karena solusinya berdasarkan kriteria ekonomis, yaitu biaya
pembangkitan (pengoperasian) minimum.
Permasalahan yang dihadapi pada jadwal kerja terdiri dari 2 (dua)
masalah yang saling berkaitan, kedua masalah tersebut adalah :
1. Unit Commitemnt, yaitu penentuan kombinasi unit-unit pembangkit
yang bekerja dan tidak perlu bekerja pada suatu periode untuk
memenuhi kebutuhan beban sistem pada periode tersebut dengan
biaya yang ekonomis.
2. Economic Dispatch, yaitu menentukan keluaran masing-msing unit
yang bekerja dalam melayani beban, pada batas minimum dan
maksimum keluarannya, untuk meminimalisasi rugi-rugi saluran dan
biaya produksi.
3. Jenis dan Karakteristik Pembangkit Tenaga Listrik
a. Jenis - Jenis Pembangkit
Menurut proses pembangkit memperoleh sumber daya, maka
pembangkit tenaga listrik dapat dibagi menjadi :
1) Pembagkit listrik tenaga termal (Termal power plant)
2) Pembagkit listrik tenaga kimia (Chemical power plant)
3) Pembagkit listrik tenaga air (Water power plant)
4) Pembagkit listrik tenaga angin (Wind power plant)
Unit pembangkit termal dapat diartikan sebagai pembangkit
listrik dengan penggerak mula (prime mover) menggunakan siklus
panas, jenis pembangkit termal tersebut adalah :
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
11/69
11
1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
2. Pembangkit listrik tenaga Uap (PLTG)
3. Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU)
Dalam tulisan ini, yang dibahas adalah unit pembangkit termal,
mengingat bahwa perhitungan penjadwalan pembangkitan ekonomis
didasarkan pada kriteria pembangkitan optimal, selain itu unit-unit termal
umumnya dioperasikan untuk memikul beban puncak, sedangkan unit
pembangkit hydro banyak dipakai untuk memikul beban dasar.
b. Karakteristik Masukan- Keluaran
Masukan pada pembangkit termal adalah bahan bakar dan
dinyatakan dalam satuan kalor/jam atau BTU/Jam. Sedangkan
keluarannya adalah besar daya yang dibangkitkan oleh unit tersebut dan
dinyatakan dalam Megawatt (MW). Hubungan masukan – keluaran suatu
unit pembangkit termal dapat digambarkan dalam bentuk kurva di bawah
ini :
Gambar 1. Karakteristik masukan-keluaran
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
12/69
12
Gambar 1. melukiskan karakteristik masukan - keluaran dari suatu
unit pembangkit termal, dimana pada karakteristik tersebut terlihat adanya
“ripple” , disebabkan karena adanya pengaruh katub-katub (valve) pada
saat pembukaan katub governor. Biasanya pengaruh katub-katub ini
diabaikan dan karakteristik tersebut dapat didekati oleh sebuah kurva,
yang disebut kurva masukan – keluaran, yang dinyatakan sebagai fungsi
polinomial, seperti terlihat pada gambar 2 dibawah ini :
Gambar 2. Kurva pendekatan masukan – keluaran
Bentuk fungsi kurva masukan – keluaran pembangkit termal dinyatan
sebagai berikut :
)( p f F ........................................................................................ (1)
Diamana :
F = masukan (kalori/jam atau BTU/jam)
P = keluaran (MW atau MJ/S)
Untuk membangkitkan daya sebesar P1 (MW) selama satu jam dibutuhkan
bahan bakar sebesar F1 (BTU).
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
13/69
13
Kurva masukan – keluaran suatu unit pembangkit termal dapat diperoleh
melalui beberapa cara, yaitu :
1. Pengetesan karakteristik (performance testing).
2. Berdasarkan data operasi (operating record).
3. Berdasarkan data dari pabrik (manufacture’s guarantee data).
Cara pertama merupakan cara yang paling teliti dan baik akan
tetapi sangat mahal. Cara kedua dapat digunakan dengan baik, karena
pengukuran nilai kalor (BTU) yang terkandung dalam bahan bakar relative
mudah dilakukan. Sedangkan cara ketiga sangat mudah dilakukan karena
tinggal melihat data yang diberikan oleh pabrik. Cara ini tepat untuk
sebuah pembangkit yang masih baru.
Pembahasan penjadwalan ekonomis yang diperlukan adalah
karakteristik yang menggambarkan hubungan antara jumlah bahan bakar
terhadap daya pembangkitan.
c. Efisiensi Unit Pembagkit
Dari hubungan antara masukan dan keluaran sebuah unit
pembangkit dapat didefinisikan besarnya efisiensi unit tersebut untuk
kondisi daya yang dibangkitkan. Efisiensi merupakan perbadingan antara
besarnya daya yang dibangkitkan dengan masukan yang diberikan.
Apabila daya yang dibangkitkan memiliki satuan Watt dan masukan yang
diberikan memiliki satuan kalori/jam maka dalam mencari efisiensi, satuan
keluaran dan masukan harus disamakan.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
14/69
14
1 kalori/jam = 4,186 joule/jam = 4,186 x 1 W S/jam = 4,186 W S/(3600 S),
maka 1 kalori/jam = 1,1627 x 10-3
Watt.
Satuan dari efisiensi dinyatakan dalam %.
Rumus efisiensi unit pembangkit (setelah satuan F dikonversi kedalam
satuan P) adalah :
F
P .......................................................................................... (2)
Dimana :
= efisiensi
P = Daya output
F = Bahan Bakar
Kurva efisiensi dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini :
Gambar 3. Efisiensi unit pembagkit
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
15/69
15
d. Karakteristik Perbandingan Masukan – Keluaran
Karakteristrik perbandingan masukan – keluaran yang disebut juga
dengan Heat Rate (HR) adalah karakteristik yang menggambarkan
perbandingan antara masukan dan keluaran. Jadi HR merupakan cara
lain untuk mengetahui besarnya efisiensi dari sebuah unit pembangkit
ketika unit itu membangkitkan daya tertentu. Semakin kecil harga HR
berarti semakin baik efisiensi dari unit tersebut. HR dapat dirumuskan
dengan:
)/( MWjam Btu P
F HR .................................................................. (3)
Gambar. 4 merupakan karakteristik perbandingan masukan – keluaran.
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk membangkitkan daya
listrik sebesar P1 MW selama 1 jam, dibutuhkan energy bahan bakar
sebesar HR1 Btu per 1 MW daya yang dibangkitkan.
Gambar 4 Karakteristik perbadingan masukan – keluaran
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
16/69
16
e. Karakteristik Kenaikan Biaya Produksi
Kenaikan biaya-biaya produksi (incremental production cost) di
definisikan sebagai perubahan biaya bahan bakar yang terjadi bila terjadi
perubahan daya listrik yang dibangkitkan. Dari gambar 2, jika daya yang
dibangkitkan oleh unit bertambah sebesar 12 P P P , maka diperlukan
penambahan pada masukan sebesar F , yaitu 12 F F atau dengan kata
lain, bila keluaran unit pembangkit berubah, maka biaya bahan bakar turut
berubah pula. Perubahan jumlah bahan bakar yang terjadi karena
perubahan keluaran, didefinisikan sebagai IR (Incremental Rate) ,
persamaan matematisnya adalah:
P
F IR
Jika harga menjadi sangat kecil akan dicapai limit sehingga:
dP
dF IR ....................................................................................... (4)
Jadi IR diperoleh dengan mendifrensir persamaan masukan – keluaran
(P).
Bila persamaan F dari gambar 2 didifrensir terhadap P, akan dihasilkan
gambar 5, yaitu gambar grafik IR sebagai fungsi P.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
17/69
17
Gambar 5. IR sebagai fungsi P
Dari persamaan (4) :
IRdpdF
IRdP dF
1
0
01 .
P
P
RdP I F F dan
2
1
12 .
P
P
RdP I F F
Luas bidang dibawah garis IR menunjukkan banyaknya
penambahan energi bahan bakar yang diperlukan untuk mengatasi
kenaikan daya keluar unit pembangkit. Sebagai contoh, F2 – F1 adalah
banyaknya bahan bakar yang dibutuhkan jika daya keluar naik dari P 1
menuju P2, sedangkan F1 – F0 merupakan penambahan bahan bakar jika
daya keluar naik dari P0 menuju P1.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
18/69
18
f. Heat Rate (HR) Minimum
Dengan mengetahui karakteristik – karakteristik operasi unit
pembangkit dapat ditentukan pada kondisi daya keluar berapa unit
tersebut beroperasi paling ekonomis (efisiensi maksimum). Bila grafik HR
sebagai fungsi P dan juga grafik IR sebagai fungsi P dibuat dalam satu
buah gambar seperti tampak pada gambar 2.6, maka dapat ditentukan
berapa harga P tersebut agar HR minimum
Gambar 6. Grafik HR dan IR sebagai fungsi P
Dari definisi : P
F HR
2
)/()(
P
FdP PdF
dP
P F d
dP
HRd
Syarat agar HR minimum , 0)(
dP
HRd , sehingga 0
2 P
FdP PdF , maka :
0 FdP PdF , maka diperoleh
P
F
dP
dF atau, IR = HR
Jadi titik potong antara grafik HR dan IR, yaitu pada saat HR = IR,
merupakan pembangkitan yang paling efisien.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
19/69
19
D. Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B)
Untuk terus memantau keadaan tenaga listrik yang dinamis
khususnya dalam masalah jumlah beban yang harus disuplai dan
kemampuan sistem untuk menyuplai beban tersebut, maka dibentuklah
Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B). Dengan adanya AP2B
maka kondisi real time sistem tenaga listrik dapat dipantau secara terus
menerus, hal ini penting untuk menjaga kelangsungan penyediaan energi
listrik. Selain itu AP2B juga bertugas untuk mengatur pembagian beban
yang harus ditanggung oleh tiap-tiap unit dalam suatu pusat pembangkit
atau tiap-tiap pusat pembangkit dalam suatu sistem tenaga listrik.
Dalam hubunganya dengan perencanaan operasi dan sistem
operasi ekonomis, AP2B berperan sebagai jembatan untuk
menghubungkan antara perencanaan operasi yang dibuat dengan kondisi
real time di lapangan. Dengan demikian jika sewaktu-waktu terjadi
perubahan kondisi sistem diluar perencanaan yang ditetapkan
sebelumnya, maka hal tersebut dapat diidentifikasi lebih dini sehingga
dapat dilakukan penyesuaian operasi terhadap perubahan yang terjadi.
Selain itu pembagian beban yang dilaksanakan oleh AP2B menggunakan
teknik-teknik optimasi sehingga pembagian beban di antara unit benar-
benar memperhatikan ekonomisasi biaya produkasi energi listrik. Dengan
adanya AP2B, maka ekonomis dan sekuritas operasi dapat dicapai dalam
tiap pelaksanaan operasi. Sekuritas artinya kemampuan sistem tenaga
listrik untuk bertahan dalam menanggung sejumlah beban.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
20/69
20
E. Teknik Distribusi Beban Berdasarkan Incremental Product ion
Cost
Incremental production cost atau biaya produksi tambahan suatu
unit untuk setiap keluaran daya yang ditetapkan, adalah limit
perbandingan kenaikan biaya masukan produksi dalam Rupiah per jam
terhadap kenaikan keluaran daya yang bersesuaian dalam megawatt
pada saat kenaiakan keluaran daya mendekati nol (William D. Stevenson
Jr., 1983). Biaya produksi tambahan yang mendekati kebenaran dapat
diperoleh dengan menentukan biaya produksi yang meningkat untuk suatu
selang waktu tertentu di mana keluaran daya yang ditingkatkan sedikit.
Misalnya, biaya tambahan pendekatan pada setiap keluaran daya tertentu
adalah biaya tambahan dalam Rupiah per jam untuk meningkatkan
keluaran dengan 1 MW.
Pendistribusian beban berdasarkan biaya produksi tambahan
antara setiap dua unit adalah pertimbangan apakah menaikkan beban
salah satu unit pada saat beban unit lain diturunkan dengan jumlah yang
sama, akan mengakibatkan suatu kenaikan atau penurunan biaya total.
Biaya total operasi meliputi biaya bahan bakar utamanya, gaji pegawai,
biaya komponen-komponen pendukung, dan biaya pemeliharaan. Biaya-
biaya tersebut diasumsikan menjadi bagian dari biaya produksi (Hadi
Saadat, 1999). Sebagai contoh bila suatu unit pembangkit termal keluaran
dayanya adalah 300 MW, biaya tambahan yang ditentukan dari suatu
jenis pendekatan adalah Rp125.000,- per megawatt jam-nya. Maksud dari
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
21/69
21
nilai ini adalah untuk menaikkan daya unit pembangkit termal tersebut
sebesar 1 MW maka dibutuhkan biaya tambahan per jam sebesar
Rp125.000,-. Jika hendak menurunkan daya unit pembangkit termal
tersebut sebesar 1 MW maka terjadi pengurangan biaya per jam sebesar
Rp125.000,-.
Demikianlah dasar-dasar untuk memahami distrubusi beban
antara unit-unit dalam suatu pusat pembangkit yang memperhitungkan
biaya produksi tambahan. Misalkan keluaran total suatu pusat pembangkit
dicatu oleh dua unit dan pembagian beban antara kedua unit adalah
sedemikian sehingga unit yang satu mempunyai biaya produksi tambahan
yang lebih tinggi dari unit yang lain. Dan misalkan dilakukan pemindahan
sebagian beban dari unit yang mempunyai biaya produksi yang lebih
tinggi ke unit yang mempunyai biaya produksi yang lebih rendah.
Pengurangan beban pada unit yang mempunyai biaya produksi tambahan
lebih tinggi akan menghasilkan suatu pengurangan biaya yang lebih besar
dari pada peningkatan biaya untuk menambahkan sejumlah beban yang
sama pada unit dengan biaya tambahan yang lebih rendah. Pemindahan
beban dari satu unit ke unit yang lain dapat diteruskan dengan suatu
pengurangan dalam biaya produksi total sehingga biaya-biaya produksi
tambahan dari keuda unit itu adalah sama. Jika keluaran stasuin
dinaikkan, biaya tambahan dengan mana masing-masing unit bekerja juga
akan naik tetapi harus tetap sama untuk semuanya (William D. Stevenson
Jr.,1983).
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
22/69
22
F. Kurva Bahan Bakar
Kurva bahan bakar adalah kurva masukan-keluaran unit
pembangkit yang merupakan pemetaan (plot) antara keluaran dari unit
dalam megawatt versus masukan unit dalam Rupiah per jam yang
diperoleh dari hasil kali masukan bahan bakar dengan biaya bahan bakar
dalam Rupiah per juta Btu.
Gambar 7. Kurva Bahan Bakar
Jika suatu garis lurus ditarik melalui titik asal ke setiap titik pada
kurva masukan-keluaran tersebut, kebalikan kemiringan (slope) dapat
dinyatakan dalam megawatt dibagi dengan masukan dalam juta Btu per
jam, atau sebagai perbandingan keluaran energi dalam megawattjam
terhadap masukan bahan bakar dalam jutaan Btu. Perbandingan ini
adalah daya guna bahan bakar. Daya guna bahan bahan bakar adalah
banyakya energi yang dapat dihasilkan dalam megawattjam dalam setiap
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
23/69
23
Btu-nya. Daya guna maksimum terjadi pada suatu titik dimana kemiringan
garis lurus dari titik asal ke suatu titik pad garis kurva tersebut minimum,
yaitu pada titik dimana garis lurus menyinggung kurva.
Kebutuhan bahan bakar adalah jumlah bahan bakar yang
diperlukan untuk membangkitkan energi setiap megawattjam-nya atau
perbandingan antara masukan bahan bakar dalam jutaan Btu terhadap
keluaran energi dalam megawattjam. Misalnya pada suatu unit
pembangkit daya guna maksimumnya terjadi pada keluaran 280 MW,
yang memerlukan masukan sebesar 2,8 X 109 Btu/jam. Kebutuhan bahan
bakarnya adalah 10,0 X 106 Btu/MWh. Kebutuhan bahan bakar untuk
suatu keluaran tertentu dapat diubah menjadi Rupiah per megawattjam.
G. Kurva Biaya Bahan Bakar Tambahan (Incremental Fuel Cost ).
Biaya bahan bakar tambahan (incremental fuel cost ) ditentukan
oleh kemiringan kurva masukan-keluaran dari unit-unit yang bekerja. Jika
ordinat-ordinat lengkungan masukan-keluaran dinyatakan dalam rupiah
per jam dan kita misalkan bahwa
C n = masukan ke unit n, Rupiah per jam
P n = keluaran unit n, MW
Biaya bahan bakar unit tersebut dalam Rupiah per megawatt-nya adalah
dC n/dP n. sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, biaya bahan bakar
tambahan suatu unit untuk setiap daya keluarannya adalah limit
perbandingan kenaikan biaya masukan bahan bakar dalam rupiah per jam
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
24/69
24
terhadap kenaikakan keluaran daya yang bersesuaian dalam megawatt
pada saat kenaikan keluaran daya mendekati nol.
Gambar 8. Kurva Biaya Bahan Bakar Tambahan (Incremental Fuel Cost)
Gambar 8. menunjukkan suatu pemetaan dari biaya bahan bakar
tambahan versus keluaran daya. Gambar ini diperoleh dengan mengukur
kemiringan kurva masukan keluaran pada Gambar 1 untuk bermacam-
macam nilai keluaran. Gambar 2 menunjukkan bahwa biaya bahan bakar
tambahan mempunyai hubungan yang cukup linier terhadap keluaran
daya untuk suatu daerah yang cukup luas. Untuk menganalisis kurva ini,
dapat didekati dengan satu atau dua garis lurus. Garis terputus-putus
dalam gambar itu merupkan suatu model ideal untuk kurva tersebut.
Persamaan garis itu adalah:
9,80126,01 P dP
dC
i
i .......................................................................... (5)
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
25/69
25
Sehingga bila keluaran dayanya adalah 300 MW, biaya tambahan yang
ditentukan dengan pendekatan linear adalah $ 12,68 atau Rp125.000,-
per megawattjam. Nilai ini adalah pendekatan untuk biaya tambahan per
jam untuk menaikkan keluaran dengan 1 MW dan penghematan dalam
biaya per jam dalam penurunan keluaran sebesar 1 MW.
H. Perhitungan Pembagian Beban Berdasarkan Incremetal
Product ion Cost .
1. Biaya Bahan Bakar sebagai Fungsi Kuadrat dari Daya Aktif
Dalam semua kasus praktis , biaya bahan bakar dari generator i
dapat direpresentasikan sebagai sebuah fungsi kuadrat dari daya aktif
yang dibangkitkan. (Hadi Saadat)
2
iiiiii P c P baC .................................................................... (6)
dimana ci = biaya bahan bakar unit pembangkit ke-i (Rp/jam)
Pi = daya output unit pembangkit ke-i (MW)
ai, bi, dan ci, adalah konstanta dari fungsi kuadrat
Konstanta-konstanta ai, bi, dan ci dapat ditentukan berdasarkan
data hasil percobaan atau hasil penelitian, yaitu dengan mengambil
beberapa data Ci yang diperlukan untuk membangkitkan daya nyata
sebesar Pi dari unit pembangkit ke-i selama selang waktu tertentu, dan a i,
bi, dan ci dapat dihitung dari sistem persamaan,
2. ji jiii P c P banC
32
ji ji jii j P c P b P aC P ........................................ (7)
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
26/69
26
4322
ji ji jii j P c P b P aC P
dimana j = 1, 2, 3,…n, dan n = banyaknya data yang diambil. Dengan cara
ini konstanta ai, bi, dan ci, serta fungsi biaya kuadratis tiap unit pembangkit
dapat diperoleh.
2. Incremental Production Cost
IPC adalah biaya tambahan yang diperlukan untuk membangkitkan
setiap 1 MW setiap jam pada tiap bus pembagkit. Turunan pertama dari
persamaan (1) terhadap daya output,
iii
i
i b P cdP
dC 2 ....................................................................... (8)
disebut Incremental Production Cost (IPC), yaitu hubungan linear, yang
menyatakan biaya tambahan yang diperlukan (Rp/jam) untuk manaikkan
daya output pembangkit ke-i sebesar 1 MW.
Prinsip distribusi beban yang ekonomis antara unit-unit pembangkit
termal di dalam suatu pusat pembangkit adalah bahwa semua unit itu
harus bekerja dengan IPC yang sama, dalam hal ini adalah Incremental
Fuel Cost (IFC) yang sama. (Glover, 2007). Jika keluaran pusat
pembangkit akan dinaikkan, biaya tambahan ( incremental production cost )
dari masing-masing unit yang bekerja juga harus naik, tetapi harus tetap
sama untuk semuanya.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
27/69
27
3. Fungsi Objektif untuk Penjadwalan Pembangkitan
Tujuan pembentukan fungsi objektif adalah untuk memperoleh biaya
pembagkitan total yang diperlukan untuk mensuplai beban total yang
harus ditanggung oleh sistem.
Masalah distribusi beban ekonomis yang paling sederhana adalah
ketika rugi-rugi saluran transmisi diabaikan. oleh sebab itu, model masalah
tidak memperhitungkan konfigurasi sistem dan impedansi jaringan. pada
hakikatnya, model mengasumsikan bahwa sistem hanya terdiri dari satu
bus dengan semua pembangkit dan beban terhubung padanya
sebagaimana ditunjukkan secara sistematis dalam Gambar 2.9 berikut :
C1 C2 Cn
P1 P2 Pn
Gambar 9. Model Sistem yang Mengabaikan Rugi-Rugi SaluranTransmisi
Sejak rugi-rugi transmisi diabaikan, total permintaan PD adalah
penjumlahan dari semua pembangkit. Sebuah fungsi biaya C i diasumsikan
akan diketahui untuk tiap unit. Masalahnya adalah mencari pembangkitan
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
28/69
28
daya nyata untuk tiap-tiap unit dengan demikian fungsi objektif (biaya total
produksi) sebagaimana yang didefinisikan oleh persamaan
n
i
int C C C C C
1
21 ..........
2
1
.. iiii
n
i
i P c P ba
............................................................... (9)
yaitu jumlah biaya bahan bakar unit pembangkit ke-1, pembangkit ke-2,
sampai pembangkit ke-n harus minimum. C t adalah biaya produksi total,
Ci adalah biaya produksi dari unit ke-i, Pi adalah daya yang dibangkitkan
dari unit ke-i. Agar biaya bahan bakar minimum, maka harus dipenuhi:
i
i
dP
dC
dP
dC
dP
dC ,......,,
2
2
1
1 ............................................... (10)
artinya semua unit harus bekerja pada biaya bahan bakar tambahan λ
yang sama atau IPC yang sama dan minimum.
4. Persamaan dan Pertidaksamaan Pembatas
Pertidaksamaan pembatas adalah pertidaksamaan yang
menyatakan bahwa daya yang dibangkitkan oleh tiap bus pembangkit
tidak lebih kecil dari kemampuan minimum atau tidak lebih besar dari
kemampuan maksimum pembangkit.
Sedangkan persamaan pembatas adalah persamaan yang
menyatakan bahwa jumlah daya yang dibangkitkan oleh semua bus
pembangkit sama dengan jumlah beban yang harus ditanggung sistem.
Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi maka slack bus akan menyuplai
semua kekurangan dari selisih daya antara jumlah daya beban total yang
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
29/69
29
harus ditanggung sistem dengan jumlah daya total yang harus
dibangkitkan oleh bus pembangkit selain slack bus.
Persamaan pembatas yang harus dipenuhi adalah:
D
n
i
P Pi1
............................................................................... (11)
dimana Pi adalah daya yang dibangkit dari unit ke-i, PD adalah total
permintaan, dan ng adalah jumlah total unit-unit pembangkit yang
terdistribusi.
Selain itu ada pertidaksamaan pembatas yang juga harus dipenuhi, yakni:
(max)(min) iii P P P i = 1, 2, 3, ……, n ....................................... (12)
dimana Pi (min) dan Pi (maks) adalah kemampuan daya minimum dan
maksimum yang dapat dibangkitkan oleh pembangkit ke-i.
5. Persamaan koordinasi
Dari persamaan (8) dapat diperoleh
iii
i
i b P cdP
dC .2 atau
i
i
ic
b P
2 ......................................... (13)
Persamaan di atas disebut dengan persamaan koordinasi. Fungsinya
adalah untuk menghitung daya yang dibangkitkan oleh setiap pembangkit,
sedangkan (lambda) adalah Incremental production cost, sedangkan
konstanta a,b,c adalah konstanta-konstanta pada fungsi objektif. Untuk
mendapatkan nilai konstanta tersebut diperoleh dengan cara
menyelesaikan persamaan (7), dimana data yang digunakan dari
persamaan tersebut diperoleh dari data sekunder yang diperoleh dari PLN
berupa data daya rata-rata yang dibangkitkan dan biaya pembangkitan
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
30/69
30
rata-rata perjam yang diperlukan oleh setiap bus pembangkit perbulan
selama 4.5 tahun.
6. Perhitungan rugi – rugi daya total akibat rugi-rugi pada saluran
transmisi
Jika jarak saluran transmisi sangat pendek dan kerapatan beban
sangat tinggi, rugi – rugi jaringan dapat diabaikan dan pembangkitan daya
yang optimal dicapai untuk seluruh unit pembangkit dengan biaya
produksi tambahan yang sama. Akan tetapi pada sistem besar yang saling
terinterkoneksi, dimana daya ditransmisikan pada jarak yang sangat jauh
ke area dengan tingkat kepadatan beban yang rendah, rugi-rugi transmisi
merupakan faktor utama yang harus diperhitungkan dalam pembangkitan
optimum. Satu persamaan umum untuk memasukkan pengaruh rugi-rugi
transmisi yang menyatakan rugi-rugi transmisi total sebagai fungsi
kuadratis dari daya output generator, dinyatakan oleh persamaan:
L D
n
i
P P Pi g
1
........................................................................... (14)
oiij
n
j
ijiii B P B P
g
1
22 ............................................... (15)
Atau :
i
i j
n
i j j
ijiii
i B P B P B g
0
1
12
1(saadat,Hadi:2002) ........ (16)
Selanjutnya persamaan (16) dapat diperluas dalam bentuk matriks seperti
terlihat pada persamaan (17) dibawah ini :
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
31/69
31
ng
n
g n
nn
ng
nn
g n
g n
g g g g g B
B
B
P
P
P
B B B
B B B
B B B
0
202
101
2
1
21
2222
21
112111
1
1
1
2
1
...
...
...
...... (17)
Secara singkat persamaan (17) dapat dituliskan dengan:
E.P = D ........................................................................................ (18)
.............................................................................................................
Untuk memperoleh pembagkitan yang optimal diperlukan nilai awal)1(
,
selanjutnya nilai tersebut diselesaikan dengan menggunkan persamaan
(18). Dalam matlab dapat dipakai hubunga P = E\D untuk mendapatkan
daya yang dibagkitkan oleh tiap bus pembagkit. Proses iterasinya dapat
dilihat pada persamaan (19) sampai () berikut ini :
)(2
2)1(
)(
)()(
0
)(
)(
ii
k
i
k
jiji j
k
ii
k
k
i B
P B B
P ....................................... (19)
Substitusi nilai Pi ke persamaan (14), maka diperoleh :
)(
1)(
)()(
0
)(
)(2
2)1( k L D
n
i ii
k
i
k
jiji j
k
ii
k
P P B
P B B g .............................. (20)
Atau:
)()(
)(
k
L D
k
P P f ........................................................................ (21)
Dengan meggunakan deret taylor nilai lambda pada ruas kiri dari
persamaan (21) dapat diperluar menjadi :
)()(
)(
)( )()(
k
L D
k
k
k P P
d
df f .............................................. (22)
Atau :
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
32/69
32
)(
)(
)(
)()(
)( k
i
k
k
k k
d
dP
P
d
df
P
.................................................... (23)
Dimana :
g g n
i
n
i ii
k
i
k
jiji jiiiioii
k
i
B
P B B B P
1 1
2)(
)()(
)(2
2)1( ............................ (22)
Dengan demikian diperoleh nilai lambda k + 1 sebagai berikut :
)()()1( k k k ........................................................................ (23)
Dimana :
g n
i
k
i
k
L D
k P P P P
1
)()()( ........................................................... (24)
Proses iterasi akan terus berlanjut hingga diperoleh nilai
)(k P lebih kecil
dari nilai tertentu yang ditetapkan. Persamaan (25) berikut ini dipakai
untuk menghitung rugi-rugi daya aktif :
g n
i
iii L P B P 1
)2( ............................................................................... (25)
Dengan menggunkan nilai Bij = 0, B00 = 0, dan solusi dari persamaan (19)
dapat disederhanakan sebagai berikut :
)(2 )(
)()(
ii
k
i
i
k k
B Pi ..................................................................... (26)
Persamaan (22) juga dapat disederhanakan menjadi :
g g n
i
n
i ii
k
i
iiii
k
i
B
B P
1 12)(
)(
)(2 ....................................................... (22)
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
33/69
33
Proses di atas yang digunakan dalam MATLAB untuk memperoleh nilai
daya yang dibagkitkan oleh tiap bus Pembagkit, rugi-rugi total sistem dan
biaya total perjam yang dibutuhkan untuk melayani beban sistem.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
34/69
34
I. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
PUSAT-PUSAT PEMBAGKIT PADA SISTEM
KELISTRIKAN SULAWESI SELATAN
JUMLAH BEBAN YANG HARUS DI SUPPLAI
OPTIMASI DENGAN INCREMENTAL
PRODUCTION COST
DISTRIBUSI DAYA YANG HARUS
DIBANGKITKAN OLEH TIAP PUSAT
PEMBAGKIT
BIAYA TOTAL PRODUKSI PALING EKONOMIS
Gambar 10. Kerangka konseptual penelitian
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
35/69
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
36/69
36
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif analitis yang bertujuan
untuk mengetahui teknik operasi ekonomis pembangkit tenaga listrik yang
diterapkan di PT. PLN Wilayah Sulsel dalam pembebanan. Disamping itu
akan dibandingkan dengan suatu teknik operasi ekonomis yang
digunakan oleh penyusun untuk kemudian dianalisis hasilnya.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 27 April 2010 sampai 31 Juni 2010
bertempat di PT. PLN Wilayah Sultanbatara, Unit Pembangkitan I Tello
dan Area Penyaluran dan Pengaturan Beban (AP2B) sistem SULSEL.
D. Variabel dan Defenisi Operasional Variabel
1. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti ada dua jenis, yaitu variabel bebas dan
variabel respon. Adapun yang termasuk variabel bebas adalah daya
output unit pembangkit ke-i (Pi) sedangkan yang termasuk variabel respon
adalah biaya operasi unit pembangkit ke-i (Ci).
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
37/69
37
2. Defenisi Operasional Variabel
Definisi operasional yang akan diteliti dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a. Daya output unit pembangkit ke-i (Pi), adalah daya yang dibangkitkan
oleh pembangkit ke-i untuk menyuplai beban yang tersambung.
Satuannya adalah kilowatt (kW).
b. Biaya operasi unit pembangkit ke-i (Ci), adalah biaya operasi unit
pembangkit ke-i. diamana satuannya adalah Rupiah (Rp).
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi; adalah teknik pengumpulan data melalui pengamatan
secara langsung dengan menggunakan panca indra. Hal-hal yang
diamati dalam penelitian ini seperti pengamatan besaran kelistrikan
pada panel kontrol, name-plat pada generator, dan unit-unit mesin
pembangkit yang sedang beroperasi.
2. Dokumentasi; adalah teknik pengumpulan data dengan
mengumpulkan berkas-berkas atau dokumen-dokumen yang berisi
infomasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Hal-hal yang
didokumentasikan dalam penelitian ini seperti data beban tertinggi
pembangkit; data pemakaian bahan bakar; data produksi energi listrik
bulanan tiap unit; data beban (biaya) operasi bulan Januari 2006
sampai bulan mei 2010.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
38/69
38
3. Wawancara; adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan
tanya-jawab secara langsung kepada staf/karyawan yang dianggap
mengetahui informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam
penelitian ini wawancara biasa dilakukan dengan staf bagian operasi;
staf bagian keuangan; dan supervisor unit pembangkit.
F. Teknik Analisis Data
a. Analisis regresi
Analisis regresi digunakan untuk mempelajari cara bagaimana variabel-
variabel penelitian berhubungan. Hubungan yang didapat umumnya
dinyatkan dalam bentuk matematik yang menyatakan hubungan
fungsional antar varibel-variabel (Sudjana, 2002)
Aanalisis regresi ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
Untuk mendapatkan nilai Pi yang memenuhi persamaan dan
pertidaksamaan pembatas adalah (11) dan (12) dengan suatu nilai λ
dapat dilakukan dengan cara iterasi yang dijelaskan dalam langkah
demi langkah di bawah ini:
1) Definisikan suatu persamaan yang sama dengan persamaan (11)
dan dapat menggantikannya sebagai persamaan pembatas, yaitu:
n
i
k
i D
k P P P
1
)()( ............................................................. (14)
dimana k = banyaknya iterasi, dan Pi(k) adalah nilai Pi pada
iterasi ke-k
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
39/69
39
2) Perkirakan suatu nilai awal λ(1), kemudian subtitusi ke persamaan
(8) untuk mendapat nilai Pi(1)
3) Jika Pi(1) belum memenuhi persamaan dan pertidaksamaan
pembatas (11) dan (14), maka nilai λ yang baru dapat dicoba untuk
iterasi berikutnya, yaitu iterasi ke-(k+1) yang besarnya
)()()1( k k k .............................................................................. (15)
dimana
i
n
i
k k
c
P
2
1
1
)()(
(Saadat, Hadi, 2002) ................ (16)
λ(k) adalah nilai yang diperoleh pada iterasi ke-k
4) Subtitusikan nilai λ yang baru ke persamaan (13) untuk
mendapatkan nilai Pi yang baru.
5) Ulangi langkah 3 dan 4 seterusnya sampai didapat nilai Pi yang
memenuhi pertidaksamaan pembatas (12) dan sampai △P(k) lebih
kecil atau sama dengan nilai tingkat kesalahan (galat) yang
diizinkan (ε).
Untuk melakukan semua perhitungan ini, penggunaan program
computer sangatlah tepat. Untuk memudahkan pembuatan program,
berikut ini diberikan diagram alur urutan penyelesaiannya seperti pada
gambar 12, dibawah ini :
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
40/69
40
Gambar 12. Diagram Alir metode regresi kuadratik
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
41/69
41
b. Analisis fungsi –fungsi objektif
Analisis fungsi-fingsi objektif dilakukan dengan cara meminimasi dan
menyelesaikan fungsi-fungsi objektif berupa quadratic fuel function,
persamaan koordinasi, serta persamaan dan pertidaksamaan
pembatas. Dengan metode ini diperoleh besar daya yang dibangkitkan
oleh tiap unit pembangkit dengan total biaya pembangkitan yang paling
minimum.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
42/69
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sistem Kelistrikan Sulawesi Selatan
Sistem kelistrikan Sulawesi Selatan dikelola oleh PT PLN (persero)
wilayah Sulawesi selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat
(sultanbatara). Sistem kelistrikan ini menyediakan daya listrik untuk
kebutuhan masyarakat yang berada di provinsi Sulawesi selatan, dan
Sulawesi Barat. Saat ini sistem sistem kelistrikan di Sulawesi Selatan
disuplai oleh empat pembangkit utama, yaitu :
1. PLTA Bakaru yang terdiri atas dua generator
2. Pusat pembangkit tenaga listrik Tello di Makassar terdiri dari :
a. PLTD, yang terdiri dari enam generator
b. PLTG, yang terdiri dari 5 generator
c. PLTU, yang terdiri dari dua generator dan dua transformator daya
dua kumparan.
3. PLTGU Sengkang yang terdiri dari tiga generator
4. PLTD Suppa yang terdiri dari enam Generator.
Pusat-pusat pembangkit tersebut tersebar dan terinterkoneksii
melalui saluran transmisi dan saluran distribusi seperti yang terlihat pada
gambar 13. Jumlah bus pada sistem kelistrikan Sulsel saat ini telah
mencapai 37 bus yang saling terinterkoneksi secara loop (melingkar),
dengan total daya terpasang pada sistem sebesar 746,9 MW, sedangkan
daya mampu sebesar 550 MW (AP2B sistem sulsel, 2010)
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
43/69
Gambar 13. Single Line diagram sistem sulsel kondisi normal (sumber data AP2B sistem sulsel, 2010)
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
44/69
44
Dari diagram satu garis pada gambar dapat dituliskan penomoran bus
sistem sulsel terinterkoneksi sebagai berikut :
Tabel 1. Penomoran Bus sistem kelistrikan Sulsel terinterkoneksi
No Bus Nama Bus Tegangan
(KV) No Bus Nama Bus
Tegangan
(KV)
1 Bakaru 150 20 Daya 70
2 Mamuju 150 21 Tello 150
3 Majene 150 22 Tello70 70
4 Polmas 150 23 Barangloe 70
5 Pinrang 150 24 Tello(B) 30 6 Parepare 150 25 Tello(A) 30
7 Sidrap 150 26 Barawaja 30
8 Makale 150 27 Tello Lama 150
9 Palopo 150 28 Tello Lama70 70
10 Soppeng 150 29 Bontoala 70
11 Sengkang 150 30 Panakukang 150
12 Suppa 150 31 Tanjung
Bunga 150
13 Barru 150 32 Sungguminasa 150
14 Pangkep 150 33 Tallasa 150 15 Pangkep 70 70 34 Jeneponto 150
16 Tonasa3 70 35 Bulukumba 150
17 Maros 70 36 Sinjai 150
18 Bosowa 150 37 Bone 150
19 Mandai 70
Sumber : Data AP2B sistem sulsel, 2010
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
45/69
45
Tabel 2. Data impedansi saluran sistem sulsel
Dari Ke Total Impedansi Saluran (p.u.)
R X Y/2
1 2 0.02627 0.0944 0.0743
1 4 0.03076 0.11023 0.101
2 3 0.0263 0.09451 0.00744
2 5 0.03663 0.13159 0.0182
4 5 0.01388 0.04974 0.0067
5 6 0.00393 0.01413 0.0011
5 7 0.02314 0.0829 0.01116
5 8 0.04732 0.16958 0.0228
5 16 0.01002 0.03599 0.00287 8 0.02419 0.8667 0.01167
8 9 0.0109 0.03919 0.00493
8 10 0.02382 0.08535 0.01149
9 10 0.01683 0.06049 0.00761
10 11 0.00363 0.013 0.0018
10 12 0.00236 0.00848 0.0007
10 13 0.00192 0.01318 0.0025
13 14 0.00354 0.02128 0.0027
13 15 0.00485 0.03324 0.00627
15 24 0.03333 0.11974 0.00471
16 17 0.03137 0.18876 0.0241
16 19 0.02821 0.10138 0.0096
17 18 0.01959 0.07038 0.0055
19 20 0.01053 0.06335 0.081
19 21 0.02289 0.08153 0.09
21 22 0.04064 0.14603 0.05
21 23 0.07195 0.25851 0.203
22 23 0.03131 0.11249 0.05
23 24 0.02431 0.08733 0.06925 26 0.01638 0.03006 0.00009
25 27 0.08188 0.15032 0.00045
25 28 0.18159 0.33335 0.001
27 28 0.13631 0.25024 0.00075
28 29 0.0342 0.06278 0.00019
28 30 0.05828 0.10699 0.0003
29 30 0.02408 0.04421 0.00013
30 31 0.06069 0.11141 0.00034
32 33 0.02023 0.03714 0.00011
34 36 0.12292 0.17508 0.00002
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
46/69
46
B. Spesifikasi Teknis Pembangkit
Ada 11 (sebelas) pembagkit yang beroperasi untuk menyuplai
beban puncak yang terjadi pada tanggal 20 mei 2010, hamper seluruhnya
adalah PLTD kecuali PLTA bakaru dan Bili-Bili, PLTU Tello dan PLTGU
sengkang. Semua PLTD yang beroperasi menggunakan bahan bakar
diesel jenis HSD (high speed diesel ), hal ini disebabkan karena fraksi
bakar HSD lebih besar dari MFO (marine fuel oil ), fraksi bakar dari HSD
lebih baik karena sebelum bahan bakar tersebut dimasukkan ke ruang
bakar maka terlebih dahulu kandungan airnya harus dipishkan, dengan
demikian konfersi energi dari MJoule ke KWH jauh lebih optimal.
Umur operasi dari masing-masing pusat pembangkit rata-rata
masih berada pada kondisi operasionalnya yaitu rata – rata 14 tahun,
kecuali PLTU tello yang telah melewati umur operasionalnya, yakni sudah
beroperasi sejak tahun 1971 atau sekitar 39 tahun, sedangkan umur
ekonomis dari sebuh pembangkit thermal idealnya hanya 20 tahun. Hal ini
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan turunnya efiseiensi dari
pembagkit yang ada di Tello. Selain itu terdapat tiga pusat pembagkit
yang baru beroperasi pada triulan pertama di tahun 2010, masing-masing
PLTD Agrego, PLTD Matekko dan PLTD Arena.
Karakteristik dari masing-masing unit pembangkit yang beroperasi
sangat penting untuk menentukan pola operasi dari sistem kelistrikan
sulsel, karakteristik yang dimaksud adalah waktu start up dan waktu shut
down dari masing-masing jenis pembagkit yang beroperasi. Waktu start
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
47/69
47
Up yang dibutuhkan oleh PLTD adalah 10 menit dan PLTG 15 menit. Dari
karakteristik ini dapat diambil keputusan bahwa PLTA Bakaru, PLTA Bili-
Bili dan PLTGU sengkang dioperasikan untuk memikul beban dasar
sedangkan semua unit PLTD dipakai untuk memikul beban puncak.
Daya mampu dari pembangkit yang beroperasi berkisar antara 0,2
MW samapai dengan 192 MW. Daya mampu terkecil terdapat pada PLTD
Mamuju yakni pada generator Mamuju#1 dengan daya mampu 0,2 MW
dan terbesar terdapat pada PLTGU Sengkang, yakni pada generator
Energi sengkang dengan daya mampu 192 MW. Seluruh pusat pembagkit
terinterkoneksi pada salurang tegangan tinggi 150 kV dan tersebar di
bebarapa wilayah yang berbeda-beda.
Status kepemilikan dari pusat pembangkit yang ada dapat
dikategorikan menjadi tiga jenis yakni milik sendiri, milik swasta dan sewa.
Terdapat 8 (delapan) pusat pembangkit yang merupakan milik sendiri
yaitu PLTA Bakaru, PLTA bili-bili, PLTGU/PLTD tello, PLTD Palopo, PLTD
Makale, PLTD Mamuju,PLTD Matekko dan PLTD Arena. Tiga pembangkit
lainnya adalah milik Swasta yakni PLTD suppa milik PT. Makassar Power,
PLTGU Sengkang milik PT. Energi Sengkang, dan PLTD Agrego milik PT.
Agrego. Selain itu terdapat beberapa unit pembangkit sewa yang tersebar
di bebarapa pusat pembagkit seperti PLTD Cogindo dan Sewatama yang
beroperasi pada pusat pembakitan I Tello.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
48/69
48
Berikut adalah pusat-pusat pembangkit yang beroperasi pada saat
terjadinya beban puncak pada tanggal 20 mei 2010 :
c. PLTA Bakaru
d. PLTD Suppa
e. PLTA Bili-Bili
f. PLTGU Sengkang
g. PLTU/PLTD/PLTG Tello
h. PLTD Palopo
i. PLTD Makale
j. PLTD Mamuju
k. PLTD Agrego
l. PLTD Matekko
m. PLTD Arena
Spesifikiasi teknis dari masing-masing pembangkit secara detail
terdapat dalam bagian lampiran 1.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
49/69
49
C. Harga Bahan Bakar
Harga bahan bakar merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dalam penetuan harga energi listrik. Hal ini disebabkan
karena hampir 80 persen biaya produksi listrik berasal dari harga bahan
bakar,15 persen untuk biaya pemeliharaan dan 5 persen untuk gaji
pegawai (sumber PT.PLN (Persero) wilayah Sultanbatara). Teknik
optimasi dengan IPC juga tidak bisa terlepas dari faktor ini, karena
penentuan biaya pembangkitan per jam dari setiap bus pembangkit
sangat terkait dengan konsumsi bahan bakar pada pusat pembangkit
tersebut dan harga bahan bakar yang dipakai oleh pusat pembangkit yang
sedang dianalisis.
Gambar 14. Harga rata-rata pertahun bahan bakar minyak untuk industri
5674.98 5780.84
8906.79
6774.516013.33
3772.29 3828.02
5858.33 5488.75 5072.70
2006 2007 2008 2009 2010
H a r g a B B M [ R p ]
Tahun
Harga rata-rata pertahun bahan bakar HSD dan MFO
HSD MFO
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
50/69
50
Harga rata-rata bahan bakar minyak untuk industri yang digunakan
dalam pengoperasian pembangkit termal dari tahun 2006 hingga bulan
mei 2010 dapat dilihat pada gambar 14. Dari grafik tersebut dapat
diketahui bahwa harga bahan bakar terus mengalami kenaikan dari tahun
ke tahun, adapun dan biaya bahan bakar minyak tertinggi terjadi pada
bulan agustus tahun 2008, dimana harga untuk jenis HSD adalah 11.825
rupiah per liter dan untuk jenis MFO seharga 7.829,80 rupiah per liter. Hal
ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian global saat itu yang sedang
mengalami resesi, dimana harga minyak dunia berada pada level yang
paling tinggi.
Untuk sistem kelistrikan sulawesi selatan, umumnya pembangkit
termal yang dioperasikan mengkonsumsi bahan bakar berupa minyak
solar atau high speed diesel (HSD) dan sebagai kecil menggunkan Marine
fuel oil (MFO), sedangkan jenis minyak diesel (MDF) tidak digunakan.
Pemilihan jenis bahan bakar ini sangat tergantung dari spesifikasi mesin
yang beroperasi, dan umumnya mesin-mesin pembangkit yang beroperasi
pada sistem sulsel memakai kedua jenis bahan bakar tersebut dalam
operasionalnya.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
51/69
51
D. Tegangan bus dan aliran daya sistem
1. Tegangan bus sistem Sulsel
Kondisi opersai sebuah sistem tenaga harus selalu berada pada level
tegangan yang di izinkan yakni ± 5 %, jika tegangan bus berada
dibawah level tersebut maka perlu upaya perbaikan berupa
penambahan kapasitor pada saluran atau melakukan injeksi arus
pada sisi pembangkit, dan jika tegangan bus berada diatas level yang
ditentukan maka biasanya dipasang inductor bank pada sisi beban
sistem. Umumnya tegangan kerja bus pada sistem Sulsel berada
pada kategori tegangan tinggi 150 kV, dan biasanya dinyatakan dalam
satuan per unit (pu). Setiap bus pembangkit memiliki nilai tegangan 1
per unit, sedangkan pada bus beban biasanya tidak dapat mencapai
nilai tegangan 1 p.u seperti halnya pada bus pembagkit.
Adapun tegangan tiap bus berdasarkan pembebanan pada tanggal
20 mei 2010 dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini :
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
52/69
52
Tabel 3. Tegangan output bus pada sistem sistem sulsel.
No. bus Tegangan Bus Beban Daya Injected
Mag. Angle Degree MW Mvar MW Mvar Mvar 1 1.02 0 3.5 0.2 102.146 13.387 0
2 1.03 -4.522 6.4 0.7 1 7.435 0
3 1.011 -3.377 8.7 1.8 0 0 0
4 1.006 -2.478 11.9 3.9 0 0 0
5 0.993 -2.962 17.1 5 0 0 0
6 0.986 -3.873 12.2 3.6 0 0 0
7 0.984 -3.552 15.5 9 0 0 0
8 1 -6.82 8.9 1 1.5 49.272 0
9 0.97 -7.219 26.2 4 6.6 -32.379 0
10 0.974 3.553 11 4.8 0 0 0
11 0.98 10.34 15.8 6 192.3 -4.016 0
12 0.99 -3.944 51.8 17 51.8 47.572 0
13 0.963 -5.062 8 1.8 0 0 0
14 0.941 -5.919 13.2 5.8 0 0 0
15 1.033 -7.541 6.7 0 0 0 0
16 1.031 -7.738 12.2 0 0 0 0
17 0.993 -4.86 5.8 1.6 0 0 0
18 0.94 -6.459 30.4 10.5 0 0 0
19 1.01 -7.495 7.7 1.9 0 0 0 20 1.01 -7.827 19.3 2 0 0 0
21 0.95 -6.207 17 6 82.18 63.466 0
22 1.016 -7.61 0 0 0 0 0
23 0.99 -5.66 4.7 10.5 18.9 -19.871 0
24 1.216 -9.955 7.5 3 0 0 0
25 0.412 -6.207 0 0 0 0 0
26 0.412 -6.208 39.9 10.9 0 0 0
27 0.95 -6.033 11.5 6.5 42.4 59.675 0
28 0.993 -8.305 0 0 0 0 0
29 0.973 -7.974 39.6 0 0 0 0
30 0.948 -6.422 43.89 14.8 0 0 0
31 0.961 -7.245 23 9.9 0 0 0
32 0.955 -6.471 20 5.8 0 0 0
33 0.952 -5.817 3.9 1.43 0 0 0
34 0.95 -3.032 9.9 3.4 15.7 -11.047 0
35 0.96 -1.533 3.9 0.8 12.4 8.441 0
36 0.957 -1.043 14.3 3.4 0 0 0
37 0.962 0.852 19 5.7 0 0 0
Total 550.39 162.73 565.926 181.935 0
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
53/69
53
Tegangan bus beban tertinggi terjadi pada bus 15 (Pangkep 70)
sebesar 1,033 p.u atau 72,31 kV, sedangkan tegangan terendah terjadi
pada bus 18 yaitu bus bosowa sebesar 0.940 p.u atau 141 kV.
Teganngan pada bus 18 ini turun lebih dari 5% atau toleransi penurunan
tegangan yang diizinkan oleh PLN, jadi perlu upaya PLN untuk
memperbaiki tegangan pada bus ini.
2. Aliran Daya sistem Sulsel
Aliran daya merupakan pondasi dasar dalam melakukan
perhitungan untuk semua kasus dalam sistem tenaga. Optimasi dengan
metode IPC juga tidak terlepas dari kondisi aliran beban sistem yang
sedang dianalisis. Hal ini disebabkan karena beban total sistem dapat
diketahui dengan melihat aliaran daya sistem tersebut, selain itu jumlah
bus pembagkit yang beroperasi saat terjadinya kondisi pembebanan
tertentu juga dapat dilihat pada studi aliran daya. Aliran daya sistem Sulse
saat terjadinya beban puncak tanggal 20 mei 2010 dapat dilihat pada
lampiran 2.
Daya tertinggi yang mengalir disaluran pada kondisi beban puncak
tanggal 20 mei 2010 jam 19.00 wita dari saluran 11 ke 10 (bus sengkang
ke bus soppeng) sebesar 176,5 MW, sedangkan aliran daya terendah
terdapat pada saluran 14 ke 21 (Bus Pangkep 150 ke Tello 150) sebesar
2,454 MW. Daya sebesar 176,5 MW yang ada pada bus Soppeng adalah
daya yang dilewatkan untuk menyuplai pusat-pusat beban yang ada di
bus pare-pare sebesar 107,936 MW dan selebihnya dialirkan ke bus Bone
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
54/69
54
sebesar 54,139 MW. Daya tersebut berasal dari bus sengkang sebagai
bus pembangkit yang pada saat terjadinya beban puncak dioptimalkan
pembangkitannya sesuai dengan daya mamapu yang dimiliki oleh
pembangkit tersebut yakni sebesar 192,30 MW, sedangkan saluran yang
dipakai untuk menyuplai beban yang ada di Pare-pare sebagai saluran
untuk meyuplai beban yag ada di bus bosowa dan pusat beban di kota
Makassar harus melewati bus soppeng.
E. OPTIMASI DENGAN IPC
Optimasi dengan metode IPC bertujuan untuk mengetahui berapa
daya optimum yang harus dibangkitkan oleh setiap pusat pembangkit
untuk meyuplai beban sistem sulsel sebesar 550,39 MW, selanjutnya akan
diketahui berapa biaya total yang dibutuhkan untuk kebutuhan tersebut,
dan juga berapa besar rugi-rugi total sistem akibat pengaruh rugi-rugi
pada saluran transmisi yang menghubungkan pusat-pusat pembangkit ke
pusat-pusat beban.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka hal pertama yang harus
diketahui adalah fungsi objektif dari setiap pusat pembagkit yang
beropersi. Untuk mendaptkan fungsi objektif ini, maka dibutuhkan data
daya rata-rata yang dibagkitkan oleh setiap pusat pembangkit per tahun
selama 5 tahun dalam satuan Mega Watt (MW), dan data biaya
pembagkitan per jam setiap pusat pembagkit dalam satuan rupian per
jam.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
55/69
55
Sebagai contoh, perhitungan konstata a,b,c untuk membentuk fungsi
objektif pada pusat pembagkit Tello yang selanjutnya diberi nama bus
Tello.
Tahun
(i) Pi Ci (Pi)2 (Pi)3 (Pi)4 Pi. Ci (Pi)2. Ci
2006 35.77 61,423,801.43 1,279.37 45,760.81 1,636,785.04 2,197,022,993.86 78,583,707,346.25
2007 10.40 48,355,962.95 108.20 1,125.44 11,706.56 502,987,642.92 5,231,962,171.22
2008 36.98 74,194,303.51 1,367.35 50,561.55 1,869,650.83 2,743,536,163.51 101,449,711,423.83
2009 55.81 94,228,654.99 3,114.43 173,807.41 9,699,687.06 5,258,627,675.92 293,468,744,053.25
2010 48.04 93,671,269.08 2,308.30 110,901.81 5,328,253.30 4,500,415,584.45 216,221,479,991.77 = 187.00 371,873,991.96 8,177.65 382,157.03 18,546,082.78 15,202,590,060.66 694,955,604,986.33
Dimana n = 5
Dengan menggunakan persamaan (7) :
2. ji jiii P c P banC
32
ji ji jii j P c P b P aC P
4322
ji ji jii j P c P b P aC P
Diperoleh persamaan sebagai berikut :
371.873.991,96 = 5a + 187b + 8.177,65c
15.202.590.060,66 = 187a + 8.177,65b + 382.157,03c
694.955.604.986,33 = 8.177,65a + 382.157,03b + 18.546.082,78c
Selanjutnya ketiga persamaan di atas dinyatakan dalam bentuk matriks,
yaitu sebagai berikut :
33,986.604.955.694
66,060.590.202.15
96,991.873.371
78,082.546.1803,157.38265,177.8
03,157.38265,177.8187
65,177.81875
c
b
a
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
56/69
56
Dengan menggunakan metode Cramer (listing program pada lampiran 3),
maka nilai a, b, dan c dapat diketahui sebagai berikut :
a = 4.3627e+007
b= 2.4976e+005
c = 1.3089e+004
nilai a,b,c selanjutnya dimasukkan ke persamaan (6) untuk mendapatkan
fungsi objektif untuk bus Tello150 dengan nomor bus 21
2
iiiiii P c P baC
Sehingga fungsi objektifnya adalah :
C21 = 4.3627e+007 + 2.4976e+005P21 + 1.3089e+004P212
Dengan cara yang sama, fungsi objektif untuk pusat pemabgkit lain dapat
ditentukan. Adapun fungsi objektif dari semua bus pembangkit adalah
sebagai berikut :
a. Bus bakaru (1) : 2111 0741,02117,23909,86 P P C
b. Bus suppa (12) : 2
1212
45
12 3274,1641041,2109,4 P P x xC
c. Bus Makale (8) : 2885
8 5989,264359110311,6 P P xC
d. Bus Palopo (9) :
2
99
77
9 10426,210272,110784,1 P x P x xC
e. Bus Sengkang (11): 2
1111
46
11 9539.13710400,2107839,2 P P x xC
f. Bus Mamuju (12) : 2
1211
45
12 3274.1641041,2109,4 P P x xC
g. Bus Tello 150 (21): 2
2121
57
21 3089,110497,21036,4 P P x xC
h. Bus Barang Loe (23): 2
232323 033,06397,9889,15 P P C
i. Bus Tello Lama 150 (27): 227275727 0787,1100300,810641,1 P P x xC
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
57/69
57
j. Bus Jeneponto (34): 2
34
5
34
54
34 10842,410429,6106212,5 P x P x xC
k. Bus Bulukumba (35): 2
35
5
35
55
35 103654,5102506,7109140,4 P x P x xC
Setelah medapatkan fungsi objektif dari masing-masing bus
pembangkit maka selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan
daya output tiap bus pembagkit, total biaya pembagkitan dan rugi-rugi
daya aktif total sistem. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :
Jika diketahui fungsi objektif dari tiga buah pembangkit adalah :
C1 = 200 + 7.0P1 + 0.008P12 $/jam
C2 = 180 + 6.3P2 + 0.009P22 $/jam
C3 = 140 + 6.8P3 + 0.007P32 $/jam
Dimana P1, P2, dan P3 dalam MW, dan batas daya yang dibangkitkan
adalah :
10 MW ≤ 85 MW
10 MW ≤ 80 MW
10 MW ≤ 70 MW
Persamaan rugi-rugi daya nyata adalah :
PL(pu) = 0.0218 P12(pu) + 0.0228P2
2(pu) +0.0179 P3
2(pu)
Jika dasar tegangan per unit sebesar 100 MVA dan total beban system
adalah 150 MW maka besarnya daya optimal yang dibangkitkan adalah
sebagai berikut :
MW x P P P
P L 100100
0179.0100
0228.0100
0218.0
2
3
2
2
2
1
= 0.000218P12
+0.000228P22
+0.000179P32
MW
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
58/69
58
Diasumsikan nilai λ (1)=8.0 sehingga nilai P1(1), P2
(1), dan P3(1) adalah :
MW x
P
MW x
P
MW x
P
1575.71)000179.00.8007.0(2
8.60.8
5292.78)000228.00.8009.0(2
3.60.8
3136.51)000218.00.8008.0(2
0.70.8
)1(
3
)1(
2
)1(
1
Rugi-rugi daya aktif adalah :
PL(1)
=0.000218(51.3136)
2
+ 0.000228(78.5292)
2
+ 0.000179(71.1575)
2
= 2.886
Untuk PD = 150 MW, maka
ΔP(1) = 150 +2.8864 – (51.3136 + 78.5292 + 71.1575) = -48.1139
3
1222
)1(
4924.152)000179.00.8007.0(2
8.6000179.0007.0
)000228.00.8009.0(2
3.6000228.0009.0
)000218.00.8008.0(2
0.7000218.0008.0
i
i
x
x
x
x
x
x P
31552.04924.152
1139.48)1(
Sehingga nilai λ yang baru adalah :
6845.731552.00.8)2(
Dan nilai P1, P2 dan P3 pada iterasi yang kedua adalah :
MW x
P
MW x
P
MW x
P
8015.52)000179.06845.7007.0(2
8.66845.7
3821.64)000228.06845.7009.0(2
3.66845.7
3728.35000218.06845.7008.0(2
0.76845.7
)2(
3
)2(
2
)2(1
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
59/69
59
Rugi-rugi daya aktif adalah :
PL(2) = 0.000218(35.3728)2 + 0.000228(64.3821)2 + 0.000179(52.8015)2
= 1.717
Untuk PD = 150 MW, maka :
ΔP(2) = 150 + 1.7169 – (35.3728 + 64.3821 + 52.8015) = - 0.8395
3
1222
)2(
588.154)000179.06845.7007.0(2
8.6000179.0007.0
)000228.0684.7009.0(2
3.6000228.0009.0
)000218.0684.7008.0(2
0.7000218.0008.0
i
i
x
x
x
x
x
x P
005431.0588.154
8395.0)2(
Sehingga nilai λ yang baru adalah :
679.7005431.06845.7)3(
Dan nilai P1, P2, dan P3 pada iterasi yang ketiga adalah :
MW x
P
MW x
P
MW x
P
4834.52)000179.0679.7007.0(2
8.6679.7
1369.64)000228.0679.7009.0(2
3.6679.7
0965.35000218.0679.7008.0(2
0.7679.7
)3(
3
)3(
2
)3(
1
Rugi-rugi daya aktif adalah :
PL(3)=0.000218(35.0965)2 + 0.000228(64.1369)2 + 0.000179(52.4834)
2 =
1.699
Untuk PD = 150 MW, maka :
ΔP(3) = 150 + 1.6995 – (35.0965 + 64.1369 + 52.4834) = - 0.01742
3
1222
)3(
624.154)000179.0679.7007.0(2
8.6000179.0007.0
)000228.0679.7009.0(2
3.6000228.0009.0
)000218.0679.7008.0(2
0.7000218.0008.0
i
i
x
x
x
x
x
x P
0001127.0624.154
01742.0)3(
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
60/69
60
Sehingga nilai λ yang baru adalah :
6789.70001127.0679.7)4(
Nilai Δλ yang lebih kecil dari nilai yang telah ditentukan diperoleh pada
iterasi yang ke 4 sehingga nilai pembangkitan optimal untuk λ = 7.6789
adalah :
MW x
P
MW x
P
MW x
P
4767.52)000179.0679.7007.0(2
8.66789.7
1317.64)000228.0679.7009.0(2
3.66789.7
0907.35000218.0679.7008.0(2
0.76789.7
)4(
3
)4(
2
)4(
1
Rugi-rugi daya aktif adalah :
PL(4) = 0.000218(35.0907)2 + 0.000228(64.1317)2 + 0.000179(52.4767)
2
= 1.699
Dan biaya pembangkitan adalah :
Ct = 200 + 7.0(35.0907) + 0.008(35.0907)2 + 180 + 6.3(64.1317) +
0.009(64.1317)2 + 140 + 6.8(52.4767) + 0.007(52.4767)2
= 1592.65 $/jam
Cara yang sama dipakai dalam perhitungan untuk sistem sulsel. Dengan
menggunakan Program IPC (listing program pada lampiran 3), maka untuk
sistem sulsel diperoleh nilai daya output sebagai berikut :
1. Bus bakaru : 126 MW
2. Bus Mamuju : 4 MW
3. Bus Makale : 3.2 MW
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
61/69
61
4. Bus Palopo : 25.7 MW
5. Bus Sengkang : 192.3 MW
6. Bus Suppa : 62.5 MW
7. Bus Tello 150 : 70.08 MW
8. Bus Barangloe : 20 MW
9. Bus Tello Lama 150 : 40.25 MW
10. Bus Jeneponto : 10.8 MW
11. Bus Bulukumba : 11.1 MW
Perbandingan daya output setiap bus pembangkit sebelum dan
sesudah optimasi dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini :
Tabel 4. Daya yang dibangkitkan tiap bus pembangkit
no bus Nama Bus Daya yang dibangkitkan
setiap bus pembangkit
sebelum optimasi [MW]
Daya yang dibangkitkan
setiap bus pembangkit
setelah optimasi [MW]
1 Bakaru 102.15 126.00
2 Mamuju 1.00 4.00
8 Makale 1.50 3.20
9 Palopo 25.60 25.70
11 Sengkang 192.30 192.30
12 Suppa 61.80 62.50 21 Tello 150 92.18 70.08
23 Barangloe 18.90 20.00
27
Tello lama
150 42.40 40.25
34 Jeneponto 15.70 10.80
35 Bulukumba 12.40 11.10
total Daya 565.926 565.926
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
62/69
62
Secara grafis dapat dilihat pada diagram dibawah ini :
Gambar 15. Daya optimal tiap bus pembangkit sistem sulsel dalammenaggung beban puncak.
Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa terdapat tiga bus utama yang
menyuplai daya terbesar pada sistem saat terjadinya beban puncak yaitu,
bus Bakaru, bus Sengkang dan bus Tello 150, sedangkan bus yang lain
menanggung beban yang terdistribusi secara merata dalam menyuplai
daya ke sistem. Pada bus Bakaru sebagai slack bus, terlihat bahwa daya
yang dibangkitkan sebelum optimasi dilakukan sebesar 102,146 MW,
sedangkan setelah optimasi dilakukan daya yang dibangkitkan mengalami
kenaikan menjadi 126 MW. Hal ini disebabkan karena pada bus tesebut
memiliki biaya operasi yang murah karena berbahan bakar air, sehingga
kapasitas dayanya dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan beban sistem
1 0 2 . 1
5
1 . 0 0
1 . 5 0 2
5 . 6
0
1 9 2 . 3
0
6 1 . 8
0 9 2 . 1
8
1 8 . 9
0 4 2 . 4
0
1 5 . 7
0
1
2 . 4
0
1 2 6 . 0
0
4 .
0 0
3 . 2 0 2
5 . 7
0
1 9 2 . 3
0
6 2 . 5
0
7 0 . 0
8
2 0 . 0
0 4 0 . 2
5
1
0 . 8
0
1
1 . 1
0
0.0010.0020.0030.00
40.0050.0060.0070.0080.0090.00
100.00110.00120.00130.00140.00150.00160.00170.00180.00190.00200.00
D a y a
y a n g d i b a g k i t k a n [ M W ]
Bus Pembagkit
Daya yang dibangkitkan tiap bus pembagkit sebelum dansesudah optimasi
Daya bus pembagkit sebelum
optimasidaya bus pembagkit setelah
optimasi
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
63/69
63
dan juga berperan untuk menyuplai bus-bus lain yang mengalami
kekurangan daya.
Lain halnya pada bus yang menggunakan bahan bakar minyak,
dari hasil optimasi dapat dilihat bahwa daya yang dibangkitkan setelah
optimasi sedikit lebih kecil dibadingkan dengan daya sebelum
dilakukannya proses optimasi. Hal ini dilakukan karena pembangkit termal
rata-rata memiliki biaya operasi yang lebih mahal dibandingkan dengan
pembangkit hydro.
F. Hasil Perhitungan Rugi-rugi daya aktif total sistem dan biaya total
Bus Pembangkit
Dengan menggunakan program yang sama juga diperoleh rugi-rugi
daya aktif total sistem adalah 27.7335 MW, sedangkan biaya total
pembangkitan untuk sistem sulsel sebesar 195.877.459,39 Rp/jam. Jika
beban total sistem sebesar 550,39 MW, maka dapat diketahui bahwa
harga energi listrik per kWH untuk sistem Sulsel adalah 355.888478
rupiah.
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
64/69
64
G. Perbandingan Merit Order PLN dengan Metode IPC
Data merit order yang dipakai oleh PLN wilayah Sultanbatara dalam
menentukan harga energi listrik per kWH diketahui bahwa tarif dasar listrik
reguler untuk keperluan rumah tangga dengan golongan tarif R-1/TR
dengan pemakaian diatas 60kWH adalah 495 Rupiah/kWH dan untuk tarif
Prabayar sebesar 415 rupiah/kWH (tarif dasar listrik selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 7). Jika mengacu pada tarif prabayar tersebut maka
dapat dilihat perbadingan biaya setiap bus beban pada sistem Sulsel
antara metode merit order PLN dengan metode Optimasi IPC dapat dilihat
pada tabel 5.
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa terdapat selisih biaya total pembangkitan
antara metode Merit Order PLN dengan metode optimasi IPC sebesar
32.534.390,61 Rp/jam jika metode IPC ini diaplikasikan, sehingga biaya
total pembangkitan sistem dapat lebih dioptimalkan. Secara Visual tabel 5
dapat dilihat pada gambar 16 .
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
65/69
65
Tabel 5. Perbandingan biaya merit order dan IPC
No. bus Nama Bus Beban Biaya [Rp/jam]
MW KW merit order PLN Optimasi IPC 1 Bakaru 3.5 3500.00 1449000.00 1245609.67
2 Mamuju 6.4 6400.00 2649600.00 2277686.26
3 Majene 8.7 8700.00 3601800.00 3096229.76
4 Polmas 11.9 11900.00 4926600.00 4235072.89
5 Pinrang 17.1 17100.00 7079400.00 6085692.97
6 Parepare 12.2 12200.00 5050800.00 4341839.43
7 Sidrap 15.5 15500.00 6417000.00 5516271.41
8 Makale 8.9 8900.00 3684600.00 3167407.45
9 Palopo 26.2 26200.00 10846800.00 9324278.12
10 Soppeng 11 11000.00 4554000.00 3914773.26
11 Sengkang 15.8 15800.00 6541200.00 5623037.95
12 Suppa 51.8 51800.00 21445200.00 18435023.16
13 Barru 8 8000.00 3312000.00 2847107.82
14 Pangkep 13.2 13200.00 5464800.00 4697727.91
15 Pangkep 70 6.7 6700.00 2773800.00 2384452.80
16 Tonasa3 12.2 12200.00 5050800.00 4341839.43
17 Maros 5.8 5800.00 2401200.00 2064153.17
18 Bosowa 30.4 30400.00 12585600.00 10819009.73
19 Mandai 7.7 7700.00 3187800.00 2740341.28 20 Daya 19.3 19300.00 7990200.00 6868647.62
21 Tello 17 17000.00 7038000.00 6050104.13
22 Tello70 0 0.00 0.00 0.00
23 Barangloe 4.7 4700.00 1945800.00 1672675.85
24 Tello(B) 7.5 7500.00 3105000.00 2669163.58
25 Tello(A) 0 0.00 0.00 0.00
26 Barawaja 39.9 39900.00 16518600.00 14199950.27
27 Tello Lama 11.5 11500.00 4761000.00 4092717.50
28 Tello Lama70 0 0.00 0.00 0.00
29 Bontoala 39.6 39600.00 16394400.00 14093183.73
30 Panakukang 43.89 43890.00 18170460.00 15619945.30
31 Tanjung Bunga 23 23000.00 9522000.00 8185434.99
32 Sungguminasa 20 20000.00 8280000.00 7117769.56
33 Tallasa 3.9 3900.00 1614600.00 1387965.06
34 Jeneponto 9.9 9900.00 4098600.00 3523295.93
35 Bulukumba 3.9 3900.00 1614600.00 1387965.06
36 Sinjai 14.3 14300.00 5920200.00 5089205.23
37 Bone 19 19000.00 7866000.00 6761881.08
Total 550.39 550390.00 227861460.00 195877459.39
8/18/2019 Studi Operasi Ekonomis Pembagkit Tenaga Listrik Pada Sistem Kelistrikan Sulswesi Selatan
66/69
Gambar 16. Diagram perbandingan Biaya tiap Bus antara metode MeritOrder dengan IPC
0.00
2500000.00
5000000.00
7500000.00
10000000.00
12500000.00
15000000.00
17500000.00
20000000.00
22500000.00
25000000.00
r j j l
s
i r
r
r
Top Related