perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
1. Potensi Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangkan bencana alam adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (Undang undang
Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).
Berdasarkan Keputusan Menteri No.17/kep/Menko/Kesra/x/95 bencana
manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan
manusia, kerugian harta benda, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum
serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
Bencana pada hakekatnya dibagi menjadi dua (Sutikno 2001 : 270) yaitu
: bencana yang diakibatkan ulah manusia seperti kebakaran, kecelakaan lalu
lintas, pencemaran, ledakan bom, dan kecelakaan industri. Kemudian bencana
karena faktor alam yaitu gempa bumi, tsunami, longsorlahan, angin puting
beliung, yang kejadiannya bisa mendadak ataupun secara bertahap dan akan
mengakibatkan penderitaan terhadap masyarakat. Menurut Haryanto (2001: 35)
dalam www.scribd.com/doc/108608088/Bencana-s-Geo-056815-Chapter2
Bencana adalah terjadinya kerusakan pada pola pola kehidupan normal,
bersifat merugikan kehidupan manusia, struktur sosial serta munculnya
kebutuhan masyarakat. Pengertian karakteristik bencana menurut Haryanto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
(2001: 35) dalam www.scribd.com/doc/108608088/Bencana-s-Geo-056815-
Chapter2 adalah sebagai berikut :
1. Gangguan terhadap kehidupan normal, yang biasanya merupakan
gangguan cukup besar, mendadak dan tidak terkirakan terjadinya,
serta meliputi daerah dengan jangkauan yang luas.
2. Bersifat merugikan manusia, seperti kehilangan jiwa, luka di badan,
kesengsaraan, gangguan kesehatan, serta kehilangan harta benda
3. Mempengaruhi struktur sosial masyarakat, seperti kerusakan sistem
pemerintahan, gedung gedung, atau bangunan, sarana komunikasi,
dan pelayanan masyarakat.
Berdasarkan pengertian - pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang terjadi secara
mendadak atau tiba tiba yang disebabkan manusia, alam atau manusia dan
alam yang menimbulkan kerugian bagi manusia baik secara material maupun
psikis.
Setiap daerah mempunyai tingkatan potensi bencana yang berbeda
beda, ada yang rendah, sedang, dan tinggi terhadap masing masing bencana
seperti banjir, gempa bumi, longsorlahan, gempa bumi, dan sebagainya.
Menurut Ripai (2012) dalam http://spuitz.blogspot.com, potensi adalah kondisi
atau aktivitas perubahan keadaan yang mempunyai potensi adanya kecelakaan,
kesakitan, atau kerusakan bangunan dan lingkungan atau semua keadaan yang
mempunyai potensi penyebab kerusakan pada orang, fasilitas, hak milik,
ekonomi dan lingkungan.
2. Longsorlahan
a. Pengertian Longsorlahan
Longsorlahan merupakan gerakan massa (mass movement) tanah
atau sering disebut tanah longsor (landslide). Bencana longsorlahan sering
melanda daerah perbukitan di daerah tropis basah. Kerusakan yang
ditimbulkan oleh gerakan massa tersebut tidak hanya kerusakan secara
langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian, ataupun adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
korban jiwa, akan tetapi juga kerusakan secara tidak langsung yang
melumpuhkan kegiatan pembangunan dan akitivitas ekonomi di daerah
bencana dan sekitarnya. Bencana alam gerakan massa tersebut cenderung
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia.
Gerakan massa, umumnya di sebabkan oleh gaya gaya gravitasi dan
kadang kadang gempa bumi juga menyokong kejadian tersebut. Gerakan
massa yang berupa tanah longsor terjadi akibat adanya keruntuhan geser di
sepanjang bidang longsor yang merupakan batas bergeraknya massa tanah
atau batuan (Hardiyatmo, 2006 : 1 2).
Gerakan massa (mass movement) merupakan gerakan massa tanah
yang besar di sepanjang bidang longsor kritisnya. Gerakan massa tanah ini
merupakan gerakan ke arah bawah material pembentuk lereng, yang dapat
berupa tanah, batu, timbunan buatan atau campuran dari material lain
(Hardiyatmo, 2006 : 15).
Movement of a mass of rock, debris or earth down a slope results
contributes to erosion and landscape evolution, which is often referred to
as a landslide (Cruden 1991). Landslides are also referred to as mass
movement, slope failure, slope instability and terrain instability
(Nagarajan 2004). It covers almost all varieties of mass movements on
slopes, including some, such as rock falls, topples and debris flows, that
sion of the land
surface into areas and the ranking of these areas according to the degree
of actual or potential hazard of landslides or other mass movements on the
slope (UNESCO 1984) (J. S. Rawat and R. C. Joshi, 2012).
Dalam Pedoman Umum Budidaya Pert
erosi yaitu proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang
lebih tinggi ketempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin, atau
pengangkutan, dan pengendapan. Perbedaan yang terlihat jelas antara
longsor dan erosi adalah pada volume tanah yang dipindahkan, waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
yang dibutuhkan dan kerusakan yang ditimbulkan. Sehingga longsor dapat
diartikan sebagai proses berpindahnya masa tanah dengan volume yang
besar, kadang disertai oleh bebatuan dan pepohonan serta terjadi dalam
kurun waktu yang relatif singkat, sedangkan erosi tanah adalah proses
berpindahnya partikel partikel tanah dengan volume yang lebih kecil
pada setiap kali kejadian dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
b. Jenis Longsorlahan
Menurut Cruden dan Varnest (1992) dalam (Hardiyatmo, 2006 :
15), karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi
lima macam :
1) Jatuhan (falls)
Jatuhan (falls) adalah gerakan jatuh material pembentuk lereng
(tanah atau batuan) di udara dengan tanpa adanya interaksi antara
bagian bagian material longsor. Jatuhan terjadi tanpa adanya bidang
longsor, dan banyak terjadi pada lereng terjal atau tegak yang terdiri
dari batuan yang mempunyai bidang bidang tidak menerus
(diskontinuitas). Jatuhan pada tanah biasanya terjadi bila material
mudah tererosi terletak di atas tanah yang lebih tahan erosi. Jatuhan
adalah satu dari mekanisme erosi utama dari lempung
overconsolidated tinggi (heavily overconsolidated). Longsoran pada
jenis lempung ini terjadi bila air hujan mengisi retakan di puncak dari
lereng terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh retakan yang dalam
umumnya runtuh miring ke belakang, sedangkan untuk retakan yang
dangkal runtuhnya ke depan. Jatuhan batuan dapat terjadi pada semua
jenis bataun dan umumnya terjadi akibat oleh pelapukan, perubahan
temperatur, tekanan air atau penggalian / penggerusan bagian bawah
lereng. Jatuhan terjadi di sepanjang kekar, bidang dasar, atau zona
patahan lokal. Sampai saat ini tidak ada metode yang cocok untuk
analisis stabilitas lereng untuk tipe jatuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Gambar 2.1 Jatuhan / Fall
(Sumber : USGS 2004)
2) Robohan (topples)
Robohan (topples) adalah gerakan material roboh dan biasanya
terjadi pada lereng batuan yang sangat terjal sampai tegak yang
mempunyai bidang bidang ketidakmenerusan yang relatif vertikal.
Tipe gerakan hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan batuan
longsor adalah mengguling hingga roboh, yang berakibat batuan lepas
dari permukaan lerengnya. Faktor utama yang menyebabkan robohan
adalah seperti halnya kejadian jatuhan batuan, yaitu air yang mengisi
rekahan.
Gambar 2.2 Runtuhan / Topples
(Sumber : USGS 2004)
3) Longsoran (slides)
Longsoran (slides) adalah gerakan material pembentuk lereng
yang diakibatkan oleh terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu
atau lebih bidang longsor. Massa tanah yang bergerak bisa menyatu
atau terpecah pecah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Klasifikasi tanah longsor yang terkait dengan kedalaman
maksimum material yang longsor diusulkan oleh Broms (1975) dalam
Hardiyatmo ( 2006 ) sebagai berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Kedalaman Longsoran
Tipe Kedalaman ( m )
Longsoran permukaan ( surface slide ) < 1,5
Longsoran dangkal ( shallow slides ) 1,5 5,0
Longsoran dalam ( deep slides ) 5,0 20
Longsoran sangat dalam ( very deep slides ) >20
(Sumber : Broms, (1975) dalam Hardiyatmo (2006))
Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ;
a) Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran
rotasional (rotational slides)
Longsoran rotasional (rotational slides) mempunyai bidang
longsor melengkung ke atas, dan sering terjadi pada massa tanah
yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni
(slump) terjadi pada material yang relatif homogen seperti timbunan
buatan (tanggul).
Gambar 2.3 Rotational Landslide
(Sumber : USGS 2004)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
b) Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional
(translational slides)
Longsoran translasional merupakan gerakan di sepanjang
diskontinuitas atau bidang lemah yang secara pendekatan sejajar
dengan permukaan lereng, sehingga gerakan tanah secara translasi.
Dalam tanah lempung, translasi terjadi di sepanjang lapisan tipis
pasir atau lanau, khususnya bila bidang lemah tersebut sejajar
dengan lereng yang ada. Longsoran translasi lempung yang
mengandung lapisan pasir atau lanau, dapat disebabkan oleh
tekanan air pori yang tinggi dalam pasir atau lanau tersebut.
Gambar 2.4 Translational Landslide
(Sumber : USGS 2004)
c) Longsoran blok translational
Longsoran blok translational, terjadi pada material keras
(batu) di sepanjang kekar (joint), bidang dasar (bedding plane) atau
patahan (faults) yang posisinya miring tajam. Longsoran ini banyak
terjadi pada lapisan batuan, dengan bidang longsor yang bisa
diprediksi sebelumnya. Longsoran semacam ini sering dipicu oleh
penggalian lereng bagian bawah, dan terjadi jika kemiringan lereng
melampaui sudut gesek dalam massa batuan di sepanjang bidang
longsor. Sudut gesek dalam yang bertambah dengan kekasaran
bidang dasar (bedding planes) terjadinya longsor, nilainya dapat
berkurang oleh akibat perubahan iklim akibat pelapukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Gambar 2.5 Block Slide
(Sumber : USGS 2004)
4) Sebaran (spreads)
Sebaran yang termasuk longsoran translasional juga disebut
sebaran lateral, yaitu kombinasi dari meluasnya massa tanah dan
turunnya massa batuan terpecah pecah ke dalam material lunak di
bawahnya. Permukaan bidang longsor tidak berada dilokasi terjadinya
gesekan terkuat. Sebaran dapat terjadi akibat liquefaction tanah
granuler atau keruntuhan tanah kohesif lunak di dalam lereng.
Longsoran tipe sebaran lateral yang terjadi pada saat hujan lebat di
Algeria adalah berupa blok blok batugamping yang melesak ke
dalam lapisan marl yang berada di bawahnya. Lapisan marl ini menjadi
lemah oleh pengaruh pelapukan.
Gambar 2.6 Lateral Spread / Sebaran
(Sumber : USGS 2004)
5) Aliran (flows)
Aliran (flows) adalah gerakan hancuran material ke bawah
lereng dan mengalir seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam
bidang geser relatif sempit. Material yang terbawa oleh aliran dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termasuk batu batu
besar), kayu kayuan, ranting, dan lain lain.
Beberapa istilah telah dibuat untuk membedakan tipe tipe aliran,
yaitu :
a) Aliran tanah (earth flow)
Aliran tanah (earth flow) sering terjadi pada tanah tanah
berlempung dan berlanau sehabis hujan lebat dan disebabkan oleh
kenaikan berangsur angsur tekanan air pori dan turunnya kuat
geser tanah. Kecepatan gerakan aliran bervariasi dari lambat
sampai sangat tinggi, bergantung pada kemiringan lereng dan
kadar air tanah. Banyak aliran tanah berlangsung terus sampai
beberapa tahun, sampai kemiringan lereng menjadi kecil, atau
tanah menjadi cukup kering sehingga kuat gesernya naik.
Aliran tanah spesial terjadi pada lempung cair dengan
kecepatan gerakan sangat tinggi. Kuat geser material ini turun
drastis, bila susunan tanahnya terganggu. Longsoran pada
lempung cair dapat terjadi walaupun kemiringan lereng hanya 30
sampai 40. Longsoran tipe ini sering terjadi dengan tiba tiba
dengan tanpa tanda tanda, dengan kecepatan gerakan tanah dapat
mencapai 0,5 sampai 1,5 m/detik (Skempton dan Hutchinson,
1969 dalam Hardiyamo (2006))
Gambar 2.7 Earthflow
( Sumber : USGS 2004 )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
b) Aliran Lanau / lumpur (mud flow)
Aliran Lanau / lumpur (mud flow) dapat terjadi pada
daerah dengan kemiringan antara 5 sampai 15o. Aliran lanau
sering terjadi pada lempung retak retak atau lempung padat yang
berada di antara lapisan lapisan pasir halus yang bertekanan air
pori tinggi. Aliran lanau ini disebabkan oleh erosi dalam lapisan
pasir. Aliran lanau juga dapat terjadi pada lapisan lempung yang
mengandung lensa lensa pasir atau lanau. Tekanan air pori tinggi
dapat berkembang dalam lensa lensa tersebut saat hujan lebat,
yang berakibat terjadinya aliran lanau, dimana massa tanah
terpecah pecah menjadi campuran pasir, lanau dan bongkahan
lempung.
c) Aliran Debris (debris flows)
Aliran Debris (debris flows) adalah aliran yang terjadi pada
material berbutir kasar. Kejadian ini sering terjadi pada lereng di
daerah kering, dimana tumbuh tumbuhan sangat jarang, atau di
daerah lereng yang permukaannya tidak ada tumbuhannya atau
tumbuhannya telah ditebangi. Aliran debris sering terjadi pada saat
hujan lebat atau banjir yang tiba tiba, yaitu dalam bentuk aliran
yang panjang dan sempit. Jurang dapat tererosi secara dalam oleh
aliran material debris, sebab material ini mempunyai berat jenis
tinggi.
Terdapat 3 segmen aliran debris :
(1) Area sumber
(2) Lintasan utama
(3) Area pengendapan
Area sumber adalah daerah dimana tanah menjadi
terbongkar dan berubah sendiri menjadi aliran debris. Lintasan
utama adalah lintasan aliran turun ke bawah lereng dan bertambah
kecepatannya yang bergantung pada kemiringan lereng, hambatan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
konfigurasi saluran dan kekentalan material yang mengalir. Ketika
aliran debris sampai pada lereng yang kemiringannya landai, maka
akan terjadi pengendapan. Segmen ini disebut area pengendapan.
Gambar 2.8 Debris Flows
( Sumber : USGS 2004 )
d) Aliran Longsoran (flow slide)
Aliran longsoran (flow slide) adalah gerakan material
pembentuk lereng akibat liquefaction pada lapisan pasir halus atau
lanau yang tidak padat, dan terjadi umumnya pada daerah lereng
bagian bawah. Longsoran seperti ini dapat terjadi dengan
kecepatan mencapai 50 sampai 100 m/jam (Andersen dan Bjerrum
(1968) dalam Hardiyatmo (2006)). Longsoran dengan kecepatan
tersebut diakibatkan oleh adanya kelebihan tekanan air pori
(excess pore water pressure) yang berkembang saat tanah
bergerak selama longsor, atau juga oleh getaran akibat dari gempa
atau sumber getaran yang lain. Kelebihan tekanan air pori dapat
mendekati tekanan overburden total, sehingga tanah pasir atau
lanau halus kehilangan kuat gesernya.
c. Faktor Penyebab Longsorlahan
Menurut Hardiyatmo (2006) banyak faktor semacam kondisi
geologi dan hidrologi, topografi, iklim, dan perubahan cuaca dapat
mempengaruhi stabilitas lereng yang mengakibatkan terjadinya
longsorlahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Longsorlahan jarang terjadi oleh satu sebab saja. Adapun sebab
sebab longsoran antara lain :
1) Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban pada lereng dapat
berupa bangunan baru, tambahan beban oleh air yang masuk ke pori
pori tanah maupun yang menggenang di permukaan tanah, dan bebas
dinamis oleh tumbuh tumbuhan yang tertiup angin dan lain lain.
2) Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng
3) Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng
4) Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) pada
bendungan, sungai, dan lain lain.
5) Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan akan
mendorong tanah ke arah lateral)
6) Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng akibat kenaikan
kadar air, kenaikan tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan
air di dalam tanah, tanah pada lereng mengandung lempung yang
mudah kembang susut dan lain lain
7) Getaran atau gempa bumi
Menurut Sitorus (1998) penyebab terjadinya bencana longsorlahan
secara umum dapat dibedakan atas 3, yakni :
1) Kondisi alam yang bersifat statis, seperti kondisi geografi, topografi,
dan karakteristik sungai
2) Peristiwa alam yang bersifat dinamis, seperti perubahan iklim global,
pasang surut, land subsidence, sedimentasi, dan sebagainya
3) Aktivitas sosial ekonomi manusia yang sangat dinamis, seperti
deforestasi (penggundulan hutan), konversi lahan pada kawasan
lindung, pemanfaatan sempadan sungai / saluran untuk perumahan,
pemanfaatan wilayah retensi banjir, perilaku masyarakat, keterbatasan
prasarana dan sarana pengendali banjir dan sebagainya.
Sedangkan menurut Arsyad (2010) suatu daerah akan terjadi
longsorlahan jika :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
1) Lereng yang cukup curam
2) Terdapat lapisan d bawah permukaan tanah yang kedap air dan lunak
3) Terdapat cukup air dalam tanah sehingga lapisan tanah tepat diatas
lapisan kedap air tadi menjadi jenuh
Menurut Pedoman Umum Budidaya Pertanian di Lahan
Pegunungan (2006), yaitu mempengaruhi terjadinya longsor dibagi dua
yaitu faktor alam dan faktor manusia. Pemaparannya adalah sebagai
berikut :
1) Faktor Alam
a) Iklim
Besarnya tingkat curah hujan merupakan bagian dari unsur
iklim yang memiliki peranan besar dalam kejadian longsor. Air
hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah dan menjadikan tanah
jenuh menentukan terjadinya longsor. Intensitas hujan
menentukan besar kecilnya erosi, sedangkan longsor ditentukan
oleh kondisi jenuh tanah akibat air hujan dan keruntuhan gesekan
bidang luncur.
b) Tanah
Setiap jenis tanah memiliki kepekaan terhadap longsor
yang berbeda. Solum, tekstur dan struktur tanah menentukan
besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan
tanah oleh air. Pada tanah yang memiliki kedalaman (solum) >
90 cm cenderung berstruktur gembur dengan penutup lahan
rapat, sebagian air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya
sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan.
Sebaliknya, pada tanah yang memiliki kedalaman dangkal,
struktur cenderung padat dan penutup lahan kurang rapat
sehingga sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian
besar menjadi aliran permukaan.
Sifat bahan induk tanah ditentukan oleh asal batuan dan
komposisi mineralogi yang berpengaruh terhadap kepekaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
longsor. Di daerah pegunungan, bahan induk tanah di dominasi
oleh batuan kokoh dari batuan vulkanik, sedimen dan
metamorfik. Tanah yang terbentuk dari batuan sedimen, terutama
batu liat, batu liat berkapur dan batu kapur relatif peka terhadap
longsor. Sedangkan batuan vulkanik umumnya tahan terhadap
longsor. Salah satu ciri lahan yang peka terhadap longsor adalah
adanya rekahan tanah selebar lebih dari 2 cm sampai 5 cm saat
terjadi musim kemarau. Tanah tersebut memiliki sifat
mengembang pada kondisi basah dan mengkerut pada saat
kering, yang dipengaruhi oleh tingginya mineral liat tipe 2:1
seperti yang dijumpai pada tanah grumusol. Pada kedalaman
tertentu dari tanah Podsolik atau Mediteran terdapat akumulasi
liat yang berfungsi sebagai bidang luncur pada saat terjadi
longsor.
Longsor sering terjadi di wilayah berbukit dan bergunung,
terutama pada tanah berpasir (Regosol), Andosol (Andisols),
tanah dangkal berbatu (Litosols atau Entisols), dan tanah dagkal
berkapur (Renzina atau Mollisols), di wilayah bergelombang
terutama pada tanah Podsolik (Ultisols), Mediteran (Alfisols),
dan Grumusol (Vertisols) yang terbentuk dari batuan induk batu
liat yang tinggi, sehingga pengelolaan lahan yang disertai oleh
tindakan konservasi sangat diperlukan.
c) Ketinggian
Lahan pegunungan berdasarkan ketinggian dibedakan atas
dataran medium (350 700 m dpl) dan dataran tinggi (>700 m
dpl). Ketinggian berhubungan erat dengan jenis komoditas yang
sesuai untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Badan
Pertahanan Nasional menetapkan lahan pada ketinggian diatas
1000 m dpl dan lereng >45 % sebagai kawasan usaha terbatas
dan diutamakan sebagai kawasan hutan lindung. Sementara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Departemen Kehutanan menetapkan lahan dengan ketinggian >
2000 m dpl dan atau lereng >40% sebagai kawasan lindung.
d) Lereng
Lereng atau kemiringan lahan adalah salah satu faktor
pemicu terjadinya longsor di lahan pegunungan. Semakin curam
lereng semakin besar pula volume dan kecepatan aliran
permukaan yang berpotensi menyebabkan longsor. Selain
kecuraman, panjang lereng juga menentukan besarnya longsor.
Semakin panjang lereng, longsor yang terjadi semakin besar.
Besaran kemiringan lereng dapat diukur menggunakan
clinometers, abney level atau theodolit.
Menurut Departemen Kehutanan, klasifikasi kelas lereng
adalah kategori datar dengan <8%, kategori landai termasuk
kelas 8 15%, kategori agak curam klasifikasinya 16 25%,
untuk curam, klasifikasinya adalah 26 - 40%, untuk sangat
curam, klasifikasinya adalah 40%.
2) Faktor Manusia
Faktor manusia yang dimaksud adalah semua tindakan
manusia yang dapat mempercepat terjadinya longsor. Tindakan
manusia yang dapat menyebabkan longsor antara lain :
a) Penggundulan hutan akan mengurangi resapan air hujan
sehingga akan memperbesar aliran permukaan. Aliran
permukaan merupakan pemicu terjadinya longsor dengan
mekanisme yang berbeda.
b) Teknik konservasi pada lahan pertanian yang kurang tepat
sehingga memicu terjadinya longsor
c) Penambangan pasir yang tidak terklasifikasi berdasarkan
konteks rencana tata ruang wilayah
d) Areal pertambangan yang tidak memperhatikan etika
lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Penilaian kerusakan dan Kerugian Longsorlahan
Berdasarkan Perencanaan dan Pengendalian Penanganan Bencana (P3B)
BAPPENAS, Kerusakan (dampak langsung) merupakan dampak terhadap
asset, saham, properti yang dinilai dengan harga unit penggantian (bukan
rekonstruksi) yang disepakati. Perkiraan itu harus memperhitungkan tingkat
kerusakan (apakah asset masih bisa dipulihkan/diperbaiki, atau sudah sama
sekali hancur). Sedangkan Kerugian (dampak tidak langsung) merupakan
proyeksi hambatan produktivitas akibat asset yang rusak / hilang akibat
bencana, seperti potensi pendapatan yang berkurang, pengeluaran yang
bertambah dan lain lain selama beberapa waktu hingga aset dipulihkan
berdasarkan nilai saat ini.
Penilaian Kerusakan dan Kerugian (Damage and Loss Assessment/DLA)
pernah dilakukan untuk menilai kerusakan dan kerugian pasca bencana tsunami
di Aceh pada akhir tahun 2004, pascabencana banjir awal februari 2007
diwilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dan
pasca bencana gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Mei 2006
yang lalu dengan menggunakan metode ECLAC (UN-Economic Commission
for Latin America and Caribbean, atau Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika
Latin dan Negara-Negara Karibia) yang sudah umum digunakan untuk menilai
dampak pasca berbagai bencana secara internasional.
Sedangkan untuk wilayah yang lebih sempit, seperti kecamatan
digunakan penilaian kerusakan dan kerugian untuk penggunaan lahan yang ada
di wilayah yang bersangkutan, seperti permukiman, sawah, kebun, tegalan, dan
hutan.
Ada pun tujuan dari penilaian kerusakan dan kerugian ini adalah untuk :
a. Menilai kerusakan yang terjadi pada prasarana dan sarana publik dan
nonpublik;
b. Menilai kerugian yang terjadi dan dampaknya terhadap masyarakat, daerah
dan negara;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
c. Menilai pengaruh kerusakan terhadap penyelenggaraan pelayanan umum,
sekaligus mengantisipasi resiko terjadinya konflik, pelanggaran hukum
dan ketertiban masyarakat diwilayah pascabencana
d. Memobilisasi sumberdaya (manusia, peralatan, pendanaan dan lain lain)
untuk mempercepat upaya pemulihan
Manfaat dari perkiraan dampak pascabencana pada dasarnya adalah untuk:
a. Bahan masukan kebijakan program rekonstruksi
b. Bahan masukan bagi kebijakan pemulihan sosial dan ekonomi
c. Tolok ukur pemantauan kegiatan pemulihan pascabencana
d. Bahan masukan bagi manajemen resiko bencana
Hal hal yang perlu dipahami dan sangat mendasar dalam menyusun
penilaian kerusakan dan kerugian adalah :
a. What : Apa yang rusak?
b. Why : Apa akibatnya bagi daerah yang terkena bencana?
c. When : Kapan saat yang tepat untuk mengumpulkan data kerusakan?
d. Who : Siapa yang disebut sumber yang sah?
e. Where : Dimana titik kerusakan yang terjadi?
f. How : Bagaimana mengkoordinasikan proses selanjutnya dalam
penilaian kerusakan dan kerugian?
Data primer yang perlu dikumpulkan adalah data sektor tiap penggunaan
lahan berdasarkan pengelompokkan di bawah ini yag telah disesuaikan dengan
kondisi setempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Tabel 2.2 Data Primer yang Perlu dikumpulkan
No Sektor tiap
Penggunaan lahan
Keterangan
1 Permukiman/Perumahan Jumlah rumah rusak sesuai dengan tingkat
kerusakannya (rusak berat, rusak sedang,
rusak ringan)
2 Pertanian/Persawahan Kerusakan lahan pertanian dan kerugian
hasil pertanian berupa padi per hektar
masing masing wilayah yang berpotensi
longsor
3 Perkebunan Kerusakan lahan perkebunan dan kerugian
tanaman hasil perkebunan yang ada seperti
kelapa, cengkeh, tembakau, kopi, mlinjo,
lada, empon empon per hektar
4 Tegalan Kerusakan lahan tegalan dan kerugian
tanaman,khususnya tanaman palawija yang
ada seperti kacang, jagung, singkong, dll
5 Hutan Kerusakan lahan hutan dan kerugian
tanaman / kayu yang ditanam di hutan baik
hutan rakyat maupun milik pemerintah
(Sumber : Badan Penyuluhan Pertanian, Kecamatan Karanggayam 2011)
Berikut asumsi yang digunakan di dalam menganalisis kerusakan dan
kerugian akibat longsorlahan berdasarkan Perencanaan dan Pengendalian
Penanganan Bencana BAPPENAS (2008) , dengan modifikasi :
a. Sektor Permukiman
Rumah adalah milik perorangan. Nilai kerugian prasarana
permukiman dihitung berdasarkan rumus berikut :
..................... (1)
Nilai Kerugian Permukiman = Jumlah rumah
yang rusak x nilai (harga) kerusakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Asumsinya :
1) Nilai kerugian karena rusak total (berat) sekitar Rp 20 juta per rumah
2) Nilai kerugian karena rusak sedang sekitar Rp 10 juta per rumah
3) Nilai kerugian karena rusak ringan sekitar Rp 2,5 juta per rumah
b. Sektor Pertanian
Tanaman pertanian yang dimaksud adalah padi.
Rumusnya :
..................... (2)
Asumsinya :
Luas lahan yang dihitung adalah luas lahan yang rusak ( m2 )
Hasil produksi yang dihitung adalah hasil produksi 1 kali
panen,pada saat terjadi longsorlahan (dalam satuan Ton)
c. Sektor Perkebunan
Tanaman perkebunan antara lain kelapa, cengkeh, tembakau, kopi,
mlinjo, lada, empon empon. Berikut adalah rumus menghitung nilai
kerugian sektor perkebunan :
..................... (3)
Asumsinya :
Luas lahan yang dihitung adalah luas lahan yang rusak ( m2 )
Hasil produksi yang dihitung adalah hasil produksi masing masing
tanaman pada saat terjadi longsorlahan (dalam satuan Kg)
d. Sektor Tegalan
Tanaman tegalan, khususnya tanaman palawija antara lain jagung,
singkong, kacang, dll. Berikut adalah rumus menghitung nilai kerugian :
Nilai kerugian pertanian = Luas lahan x hasil produksi x biaya produksi
Nilai kerugian perkebunan = luas lahan x
hasil produksi x biaya produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
..................... (4)
Asumsinya :
Luas lahan yang dihitung adalah luas lahan yang rusak ( m2 )
Hasil produksi yang dihitung adalah hasil produksi masing masing
tanaman pada saat terjadi longsorlahan (dalam satuan Kg)
e. Sektor Hutan Produksi
Kerusakan dan kerugian pada sektor hutan rumusnya adalah
..................... (5)
Asumsinya :
Luas lahan yang dihitung adalah luas lahan yang rusak ( m2 )
Hasil produksi yang dihitung adalah hasil produksi masing masing
tanaman pada saat terjadi longsorlahan (dalam satuan Ton)
4. Arahan Konservasi Lahan
Menurut Departemen Pertanian (2006), Konservasi tanah adalah cara
penggunaan tanah yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat syarat yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan. Usaha konservasi tanah adalah usaha yang ditujukan untuk
(1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang
rusak,dan (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat
digunakan secara lestari.
Konservasi secara vegetatif adalah semua tindakan konservasi
menggunakan tumbuh tumbuhan (vegetasi), baik tanaman legum yang
menjalar, semak atau perdu, maupun pohon atau rumput rumputan serta
tumbuh tumbuhan lain, yang ditujukan untuk mengendalikan erosi dan
aliran permukaan (Departemen Pertanian, 2006). Di dalam penerapannya,
Nilai kerugian tegalan = luas lahan x hasil
produksi x biaya produksi
Nilai kerugian hutan produksi = luas lahan
x hasil produksi x biaya produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
petani biasanya memodifikasi sendiri teknik teknik konservasi sesuai
keinginan dan lingkungan ekosistemnya sehingga teknik konservasi semakin
berkembang di lapangan.
Konservasi secara mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang
diberikan terhadap tanah, dan pembuatan bangunan konservasi yang ditujukan
untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kelas
kemampuan lahan (Departemen Pertanian, 2006). Usaha mekanik yang
dilakukan antara lain 1) pembuatan saluran drainase (saluran pengelak, saluran
penangkap, saluran pembuangan), 2) pembuatan bangunan penahan material
longsor, 3) pembuatan bangunan penguat dinding/tebing atau pengaman
jurang, dan 4) pembuatan trap trap terasering.
Teknik teknik konservasi tanah secara vegetatif menurut Departemen
Pertanian (2006) antara lain sebagai berikut :
a. Rorak
Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat
di bidang olah atau saluran resapan. Pembuatan rorak bertujuan untuk
memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang
tererosi. Pada lahan kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai tempat
permanen air hujan dan aliran permukaan.
Gambar 2.9 Rorak dengan Teras Gulud
(Sumber: Menteri Pertanian,2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
b. Budidaya Lorong
Budidaya lorong adalah sistem dimana tanaman semusim (pangan
dan sayuran) ditanam di lorong antara barisan tanaman pagar. Pangkasan
dari tanaman pagar digunakan sebagai mulsa yang dapat menyumbangkan
hara, terutama nitrogen bagi tanaman lorong.
Gambar 2.10 Budidaya Lorong
(Sumber: Menteri Pertanian,2006)
c. Pagar Hidup
Pagar hidup adalah sistem pertanaman yang memanfaatkan
tanaman sebagai pagar untuk melindungi tanaman pokok. Manfaat
tanaman pagar antara lain adalah melindungi lahan dari bahaya erosi baik
erosi air maupun angin. Tanaman pagar sebaiknya tanaman yang
mempunyai akar dalam dan kuat, menghasilkan nilai tambah bagi petani
baik dari hijauan, buah maupun dari kayu bakarnya.
Gambar 2.11 Pagar Hidup untuk Melindungi Tanaman Padi Gogo
(Sumber : Menteri Pertanian,2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
d. Strip Rumput
Teknik konservasi dengan strip rumput (grass strip) biasanya
menggunakan rumput yang didatangkan dari luar areal lahan, yang
dikelola dan sengaja ditanam secara strip menurut garis kontur untuk
mengurangi aliran permukaan dan sebagai sumber pakan ternak. Dalam
upaya lebih meningkatkan efektifitasnya dalam menahan erosi, strip
rumput dapat dikombinasikan dengan mulsa. Selain bertujuan untuk
menahan erosi, sistem ini juga efektif dalam mempertahankan kelengasan
tanah.
Gambar 2.12 Strip Rumput Gajah Sebagai Tanaman Penguat
(Sumber : Menteri Pertanian,2006)
e. Silvipastura
Sistem silvipastura sebenarnya adalah bentuk lain dari sistem
tumpang sari, tetapi yang ditanam di sela - sela tanaman tahunan bukan
tanaman pangan melainkan tanaman pakan ternak seperti rumput gajah
(Pennisetum purpureum), rumput raja (Penniseitumpurpoides), dan lain-
lain. Silvipastura umumnya berkembang di daerah yang mempunyai
banyak hewan ruminansia. Hasil kotoran hewan ternak tersebut dapat
dipergunakan sebagai pupuk kandang, sementara hasil hijauannya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Sistem ini dapat dipakai untuk
mengembangkan peternakan sebagai komoditas unggulan di suatu daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 2.13 Silvipastura
(Sumber : Menteri Pertanian,2006)
f. Tanaman Penutup Tahan
Tanaman penutup tanah (cover crop) adalah tanaman yang biasa
ditanam pada lahan kering dan dapat menutup seluruh permukaan tanah.
Tanaman yang dipilih sebagai tanaman penutup tanah umumnya tanaman
semusim / tahunan dari jenis legum yang mampu tumbuh dengan cepat,
tahan kekeringan,dapat memperbaiki sifat tanah (fisik, kimia, dan biologi)
dan menghasilkan umbi, buah, dan daun.
Gambar 2.14 Tanaman Penutup Lahan
(Sumber : Menteri Pertanian,2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Teknik teknik konservasi tanah secara teknik menurut Departemen
Pertanian (2006) antara lain sebagai berikut :
a. Teras Bangku
Teras bangku adalah teras yang dibuat dengan cara memotong
panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga
menjadi suatu bangunan yang berbentuk seperti tangga. Teras bangku atau
teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan
tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang
berbentuk seperti tangga. Pada usaha tani lahan kering, fungsi utama teras
bangku adalah memperlambat aliran permukaan, menampung dan
menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak sampai
merusak, meningkatkan laju infiltrasi, dan mempermudah pengolahan
tanah.
Teras bangku dapat dibuat datar (bidang olah datar, membentuk sudut 00
dengan bidang horisontal), miring ke dalam dan miring keluar (bidang
olah miring ke arah lereng asli). Teras biasanya dibangun di ekosistem
lahan sawah tadah hujan, lahan tegalan, dan berbagai sistem wanatani.
Gambar 2.15 Teras Bangku
(Sumber: Menteri Pertanian,2006)
b. Teras Gulud
Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran
air dibagian belakang gulud. Metode ini dikenal pula dengan istilah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
guludan bersaluran. Bagian bagian dari teras gulud terdiri atas guludan,
saluran air, dan bidang olah.
Gambar 2.16 Teras Gulud
(Sumber: Menteri Pertanian,2006)
c. Teras Individu
Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu
tanaman, terutama tanaman tahunan. Jenis teras ini biasa dibangun di areal
perkebunan atau pertanaman buah buahan.
Gambar 2.17 Teras Individu
(Sumber: Menteri Pertanian,2006)
d. Teras kebun
Teras kebun adalah jenis teras untuk tanaman tahunan, khususnya
tanaman perkebunan dan buah buahan. Teras dibuat dengan interval
yang bervariasi menurut jarak tanam. Pembuatan teras bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi penerapan teknik konservasi tanah, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility), diantaranya
untuk fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam
pemeliharaan kebun.
Gambar 2.18 Teras Kebun
(Sumber: Menteri Pertanian,2006)
Berikut adalah teknik pengendalian longsorlahan pada berbagai
penggunaan lahan dan tingkatan longsorlahan (Paimin,et al, 2006). Berikut
adalah Arahan Teknik Penanggulangan Bencana Tanah Longsor menurut
Paimin,et al, 2006 :
Tabel 2.3 Arahan Teknik Penanggulangan Bencana Tanah Longsor pada
berbagai Penggunaan Lahan dan Tingkatan Proses Longsor
Tingkat Longsor Penggunaan Lahan
Hutan Tegal Sawah Permukiman
Belum Longsor Vegetatif Vegetatif Teknik Teknik
&Vegetatif
Retakan / Rekahan Teknik
&Vegetatif
Teknik
&Vegetatif
Teknik Teknik
&Vegetatif
Longsor Teknik
&Vegetatif
Teknik
&Vegetatif
Teknik
&Vegetatif
Teknik
&Vegetatif
(Sumber : Paimin,et al, 2006 : 21)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Pemilihan upaya konservasi lahan pada setiap lahan berdasarkan
karakteristik lereng dan solum dengan pertimbangan erosi. Teras bangku tidak
dianjurkan pada tanah yang bersolum dangkal dengan kemiringan lereng
sangat terjal (>40%). Pada tanah yang dangkal disarankan membuat teras
gulud, budidaya lorong,atau pagar hidup. Berikut adalah pedoman pemilihan
konservasi lahan secara vegettaif dan mekanik
Tabel 2.4 Pedoman Pemilihan Konservasi Tanah secara Mekanik dan
Vegetatif
Lereng
(%)
Solum (cm)
>90 40 90 <40
15-25
TB, BL, PH, SP, PT,
RR, ST,
Proporsi tanaman
semusim maksimal 50%,
tanaman tahunan
minimal 50%
TB, TG, BL, PH, SP, PT,
RR, ST, Proporsi tanaman
semusim maksimal 50%,
tanaman tahunan minimal
50%
TG, BL, PH, SP, PT, RR,
ST, Proporsi tanaman
semusim maksimal 50%,
tanaman tahunan minimal
50%
Kode : A Kode : B Kode :C
25-40
TB, TG, BL, PH, PT,
Proporsi tanaman
semusim maksimal 25
%, tanaman tahunan
minimal 75%
TG, BL, PH, PT, Proporsi
tanaman semusim
maksimal 25%, tanaman
tahunan minimal 75%
TG, BL, TI, RR, PH, PT,
Proporsi tanaman
semusim maksimal 25%,
tanaman tahunan minimal
75%
Kode : D Kode :E Kode : F
>40
TI, TK, Proporsi
tanaman tahunan
minimal 100%
TI, TK, Proporsi tanaman
tahunan minimal 100%
TI, TK, Proporsi tanaman
tahunan minimal 100%
Kode :G
Keterangan : TB= Teras bangku, BL = Budidaya Lorong, TG = Teras Gulud,
TI = Teras Individu, RR = Rorak, TK = Teras Kebun, PH =
Pagar Hidup, ST = Strip Rumput / Tahunan Alami, SP =
Silvipastura, PT = Tanaman Penutup Tanah.
Kode menunjukkan kode simbol konservasi pada Peta Arahan Konservasi
Lahan. Pada satuan lahan <15% tidak dilakukan arahan konservasi lahan.
(Sumber : Menteri Pertanian, 2006:19)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
5. Sistem Informasi Geografis
Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, dikembangkan pula
teknik manajemen data yang sangat membantu pekerjaan penafsir, yakni
Sistem Informasi Geografis (SIG). Menurut Badan Informasi Geospasial
(BIG) mendefinisikan SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat
keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan personel yang didesain
untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis
dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi
Semakin berkembangnya teknologi komputer, peta-peta untuk keperluan
perencanaan dan evaluasi tidak lagi dikerjakan secara manual, tetapi
dikerjakan secara digital dengan berbagai software SIG, dengan tingkat
ketelitian yang cukup tinggi, seperti Arcview. Menurut Badan Informasi
Geospasial, SIG (Sistem Informasi Geospasial) menyediakan sejumlah fasilitas
untuk menyimpan, mengakses, dan memanipulasi data penginderaan jauh,
informasi untuk sains, komersial, dan informasi yang berorientasi kebijakan.
SIG memiliki fasilitas untuk membuat dan memodifikasi peta, mengukur,
memonitor, membuat pemodelan, manajemen data, serta menganalisis
informasi keruangan, spektral dan temporal. Informasi data SIG ini dapat
digunakan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan pada disiplin ilmu
yang berkaitan dengan kebumian. Tanpa bantuan SIG, pengolahan data yang
jenis dan jumlahnya besar akan sangat rumit dan menyita banyak waktu,
dengan hasil yang belum tentu akurat.
6. Satuan Lahan
Menurut Sitorus, (1998: 93), satuan lahan adalah kelompok lokasi yang
berhubungan, dengan bentuklahan tertentu dalam sistem lahan dan seluruh
satuan lahan yang sama dan mempunyai asosiasi lokasi yang sama. Sedangkan
menurut Hadi (2012), satuan lahan merupakan kumpulan informasi yang
menggambarkan perbedaan dan persamaan karakter suatu wilayah satu dengan
yang lain. Dalam penelitian ini satuan lahan berperan sebagai unit analisis.
Satuan lahan yang digunakan adalah satuan lahan di Kecamatan Karanggayam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Kabupaten Kebumen yang diperoleh dengan cara menumpangsusunkan
(overlay) Peta Geologi, Peta Macam Tanah, Peta Lereng, dan Peta Penggunaan
Lahan. Setiap satuan lahan dilakukan pengenalan sifat morfologi tanah dan
karakteristik lingkungan fisik dengan menggunakan data primer dan data
sekunder. Data data tersebut meliputi tekstur tanah, permeabilitas tanah,
kedalaman tanah, riwayat longsor, kerusakan dan kerugian longsor, data erosi,
lereng, geologi, penggunaan lahan, macam tanah, curah hujan, dan pelapukan
batuan.
7. Bahan Ajar
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20,
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut National Centre for
Competency Based Training (2007) dalam Prastowo (2012: 16) bahan ajar
adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau
infrastruktur dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Menurut Pannen
(2001) dalam Prastowo (2012: 17), bahan ajar adalah bahan bahan atau materi
pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan peserta
didik dalam proses pembelajaran. Bahan ajar menurut bentuknya dibedakan
menjadi empat macam yaitu bahan cetak, bahan ajar dengar, bahan ajar
pandang dengar, bahan ajar interaktif.
8. Penelitian Yang Relevan
Kuswaji Dwi Priyono (2006) melakukan penelitian dengan judul
tingkat bahaya longsor tanah serta mengidentifikasi karakteristik longsoran di
daerah penelitian dan membuat peta agihan tingkat bahaya longsor tanah di
daerah penelitian.
Metode yang digunakan yaitu metode survey dengan analisis Sistem
Informasi Geografis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Hasil yang diperoleh yaitu : Daerah penelitian terdapat 9 satuan
bentuklahan dengan 5 tingkat bahaya longsor tanah, yaitu 1) Tingkat bahaya
longsor tanah sangat rendah dengan tipe longsoran yang dominan rayapan
terdapat pada satuan bentuklahan. Dataran fluvial gunungapi tertoreh sangat
ringan (V8.SR) seluas 8.655 ha (16,65% luas seluruh daerah penelitian)
menyebar di desa Banjarkulon; 2) Tingkat bahaya longsor tanah rendah dengan
tipe longsoran dominan rayapan, terdapat pada satuan bentuklahan dataran
gunungapi tertoreh rendah (V13.K) seluas 3.969 ha (7,63%) yang menyebar di
desa Sigebog; 3) Tingkat bahaya longsor tanah sedang dengan tipe longsoran
yang dominan adalah nendatan, terdapat pada satuan bentuklahan lereng
gunungapi tertoreh ringan (V19.S) di desa Rejasari seluas 17.093 ha (32,86%)
dan lereng gunungapi tertoreh ringan (V19.R) di desa Sijenggung seluas 2.063
ha (3,97%); 4) Tingkat bahaya longsor tanah tinggi dengan tipe longsoran
slide/longsor terdapat pada satuan bentuklahan lereng pegunungan gunungapi
tertoreh berat (V19.B) di desa Kendaga seluas 11.273 ha (21,68%) dan satuan
bentuklahan. Pegunungan sumbat tertoreh berat (V21.B) di desa Prendegan
seluas 1.938 ha (3,73%); 5) Tingkat bahaya longsor tanah sangat tinggi dengan
tipe longsoran longsor dan jatuhan terdapat pada satuan bentuklahan.
Pegunungan intrusi dike tertoreh sangat berat (V24.SB) di desa Sijeruk seluas
4.008 ha (7,71%) dan satuan bentuklahan pegunungan intrusi dike tertoreh
berat (V24.B di desa Kesenet seluas 2.609 ha (5,02%).
Deny Asih Maulina (2009) melakukan penelitian dengan judul
terdapat di Kecamatan Cepogo dan mengetahui agihan tingkat kerawanan
longsor di Kecamatan Cepogo. Metode yang digunakan yaitu metode observasi
lapangan dan analisis data primer dan sekunder.
Hasil yang diperoleh yaitu : 1). Tipe longsoran di Kecamatan Cepogo
terdiri dari dua tipe yaitu nendatan tanah (slump) dan tipe runtuhan material
campuran (debris fall); 2). Tingkat kerawanan longsorlahan di Kecamatan
Cepogo terdiri dari tiga kelas kerawanan dengan agihan sebagai berikut : a).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Kelas I merupakan kelas yang paling tinggi berpotensi rawan longsorlahan
dengan luas daerah kerawanan 1.386,76 Ha atau 25,43 % dari luas seluruh
daerah penelitian; b). Kelas II merupakan kelas yang tinggi berpotensi rawan
longsorlahan dengan luas 3.386,39 Ha atau 61,63 % dari luas seluruh daerah
penelitian; c). Kelas III merupakan kelas yang cukup tinggi berpotensi rawan
terhadap longsorlahan dengan luas 641 Ha atau 11,76 % dari luas seluruh
daerah penelitian.
Intan Fatmasari (2009) melakukan
Risiko Longsor dan Arahan Konservasi Lahan DAS Grindulu Hulu Kabupaten
Pacitan dan Ponorogo Tahu
mengetahui Tingkat Bahaya Longsor ( TBL ) dan karakteristik tipe longsor di
DAS Grindulu Hulu, tingkat kerentanan dan resiko longsor di DAS Grindulu
Hulu dan arahan konservasi lahan di DAS Grindulu Hulu. Metode yang
digunakan yaitu metode Deskriptif Spasial.
Hasil yang diperoleh yaitu : Tipe longsoran nendatan berada pada
morfologi bergelombang yang berada pada kelas TBL rendah hingga sedang,
Tipe Longsoran Runtuhan Material Campuran berada pada morfologi
bergelombang hingga berbukit. Tipe longsoran Jatuhan Batu berada pada
morfologi bergunung. Di DAS Grindulu Hulu terdapat 32 arahan konservasi
lahan dengan 4 prioritas penanganan. Arahan konservasi lahan pada prioritas
penanganan III memiliki luasan tertinggi dan arahan konservasi lahan pada
prioritas penanganan II memiliki luasan terendah.
Dwi Ninayaroh (2014)
Potensi, Penilaian Kerusakan dan Kerugian Longsorlahan serta Arahan
Konservasi Lahan di Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen Tahun
longsorlahan, penilaian kerusakan dan kerugian longsorlahan, serta arahan
konservasi lahan di Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen Tahun
2014. Metode yang digunakan adalah metode survey deskriptif kualitatif denga
pendekatan keruangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
B. Kerangka Berfikir
Kecamatan Karanggayam adalah salah satu kecamatan yang ada di
Kabupaten Kebumen yang terletak pada ketinggian 42 537 meter di atas
permukaan laut (mdpl). Secara administrasi, Kecamatan Karanggayam memiliki
batas batas wilayah, yaitu sebelah utara (Kabupaten Banjarnegara), sebelah
timur (Kecamatan Karangsambung), sebelah selatan (Kecamatan Karanganyar),
dan sebelah barat (Kecamatan Sempor). Jumlah penduduk Kecamatan
Karanggayam tahun 2012 adalah 53.884 jiwa. Jumlah desa yang ada adalah 19
desa, yaitu Desa Karanggayam, Kajoran, Karangtengah, Karangmaja, Penimbun,
Kalirejo, Pagebangan, Clapar, Logandu, Karangrejo, Kebakalan, Wonotirto,
Kalibening, Gunungsari, Ginandong, Binangun, Glontor, Selogiri dan Giritirto.
Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah bertani. Kecamatan
Karanggayam mempunyai topografi yang berbukit, sisanya bergelombang dan
datar dengan macam tanah podzolik merah kekuningan dan latosol merah
kekuningan dengan curah hujan sedang dengan rata rata adalah 2199 mm/th.
Dengan kondisi geografis tersebut, mengakibatkan di Kecamatan Karanggayam
sangat berpotensi terjadi longsorlahan.
Longsorlahan merupakan salah satu bencana alam atau permasalahan
lingkungan yang terjadi di Kecamatan Karanggayam. Faktor yang menyebabkan
terjadinya longsorlahan antara lain adalah faktor fisik dan juga faktor sosial.
Faktor fisik meliputi kemiringan lereng, macam tanah, curah hujan, penggunaan
lahan, geologi, permeabilitas tanah, tekstur tanah, pelapukan batuan dan
kedalaman tanah yang ada di Kecamatan Karanggayam. Sedangkan faktor sosial
meliputi aktivitas manusia terhadap pengelolaan sumberdaya alam yang ada dan
mata pencaharian penduduk di Kecamatan Karanggayam.
Masing masing satuan lahan mempunyai potensi longsorlahan yang
berbeda, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi. Untuk
mengetahui potensi tidaknya suatu satuan lahan terhadap longsorlahan digunakan
perhitungan skoring pada paramater yang digunakan untuk menentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
longsorlahan. Hasil yang diperoleh adalah potensi longsorlahan sudah terjadi dan
potensi longsorlahan yang belum terjadi.
Setelah diketahui berpotensi tidaknya terhadap longsorlahan selanjutnya
adalah melakukan penilaian kerusakan dan kerugian akibat longsorlahan terhadap
satuan lahan yang sudah mengalami longsorlahan. Dari penilaian kerusakan dan
kerugian tersebut maka dapat diperoleh hasil apakah tingkat kerusakan dan
kerugian yang terjadi ringan, sedang, atau berat. Sehingga nantinya dapat
dilakukan arahan konservasi lahan pada tiap satuan lahan yang berpotensi
longsorlahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Gambar 2.19 Kerangka Pemikiran
Kecamatan Karanggayam
Kabupaten Kebumen
Mengalami suatu permasalahan lingkungan akibat dari ketidakseimbangan antara
lingkungan dengan aktivitas manusianya
Faktor Fisik
Faktor Sosial
Kejadian Longsorlahan di Kecamatan Karanggayam
Potensi longsorlahan
Longsorlahan yang sudah terjadi
Penilaian Kerusakan dan Kerugian Akibat
Longsorlahan
Sedang Ringan
Arahan Konservasi Lahan
SangatRendah
Sedang Sangat Tinggi
Keterangan :
: tidak dilakukan arahan konservasi lahan karena potensi longsorlahan sangat rendah dan hampir tidak berpotensi
Berat
Tinggi Rendah
Implementasi untuk Pengayaan Suplemen Bahan Ajar
Geografi pada Siswa SMA Kelas X
Top Related