SKRIPSI
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM METABOLIK
PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI POSBINDU SAGITA
KELURAHAN NAMBANGAN LOR MANGUHARJO
Oleh :
GEVINO VALENTINA WIDODO
NIM : 201603023
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN SINDROM METABOLIK
PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI POSBINDU SAGITA
KELURAHAN NAMBANGAN LOR MANGUHARJO
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persayaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
GEVINO VALENTINA WIDODO
NIM : 201603023
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020
iii
iv
v
LEMBAR PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada
penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan
pendidikan jenjang Sarjana di Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini :
1. Tuhan yang Maha Esa, karena atas izin dan karunia-nya maka skripsi ini
dapat dibuat dan selesai tepat waktu. Puji syukur saya yang meridhoi dan
mengabulkan segala doa.
2. Kedua orang tua, Papa dan Mama, Kakak saya yang senantiasa memberikan
semangat dan doa-doanya yang tak pernah putus supaya cita-cita saya
terkabulkan dan menjadi orang sukses berhasil serta selalu mendidik saya
untuk selalu berdoa, berusaha, bersabar dan tawaduk dalam segala hal yang
baik.
3. Dosen pembimbing tugas akhir, Bapak Zaenal Abidin, S.K.M., M.Kes (Epid)
dan Bapak Pipid Ari Wibowo, S.K.M.,M.K.K, terimakasih telah memberikan
bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi saya dengan penuh
kesabaran selama ini, saya tidak akan lupa atas bantuan dan kesabaran Bapak,
Serta tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Ibu Avicena Sakufa
Marsanti, S.K.M.,M.Kes selaku dewan penguji skripsi saya. Tidak lupa saya
ucapkan terimakasih terhadap dosen prodi S1 Kesehatan Masyarakat dan
seluruh dosen Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun atas semua ilmu, didikan
dan bimbingan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan dan ilmu yang telah diberikan kepada saya.
4. Untuk teman-teman dan support system saya (Novia, Eni) serta orang-orang
terdekat saya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang sudah memberi
vi
dukungan dan semangat kepada saya. Semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan yang telah kalian berikan kepada saya.
5. Untuk teman-teman satu almamater dan seperjuangan khususnya kelas S1
Kesehatan Masyarakat angkatan 2016 STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun,
terimakasih atas kekompakan dan kebersamaannya selama 4 tahun ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi segalah usaha kita. Aamiin
Madiun, 20 Juli 2020
Peneliti,
Gevino Valentina W
NIM. 201603023
vii
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Gevino Valentina Widodo
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 14 Februari 1998
Agama : Islam
Alamat : Jln. Raya Poros Desa Bagi RT 12/ RW 02
Kecamatan Madiun Kabupaten Madiun
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. TK Bagi 01 2003-2004
2. SDN O3 Madiun Lor 2004-2010
3. SMPN 13 Madiun 2010-2013
4. SMAN 01 Nglames 2013-2016
5. STIKES BHM Madiun 2016-2020
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada
penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan
pendidikan jenjang Sarjana di Prodi Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini :
1. Kepala Puskesmas Manguharjo Ibu Silverina Koesoemawati, S.KM., M.Kes
yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan penelitian di
Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.
2. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun dan sekaligus selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.K.M.,M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan sekaligus
Dewan Penguji yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Pipid Ari Wibowo, S.KM.,M.KKK, selaku Dosen Pembimbing 2 yang
telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
5. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.
x
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan kritik yang bersifat
membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.
Madiun, 20 Juli 2020
Peneliti,
Gevino Valentina W
NIM. 201603023
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
SAMPUL DALAM ............................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................................ v
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 8
1.4 Manfaat ................................................................................................. 9
1.5 Keaslian Penelitian ................................................................................ 9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 13
2.1 Konsep Sindrom Metabolik ................................................................ 13
2.1.1 Pengertian Sindrom Metabolik ............................................... 13
2.1.2 Epidemiologi ........................................................................... 13
2.1.3 Patofisiologi Sindrom Metabolik ............................................ 15
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Sindrom Metabolik ......... 17
2.1.5 Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik ................................... 21
2.1.6 Pengukuran Komponen Sindrom Metabolik .......................... 24
2.2 Konsep Diabetes Mellitus ................................................................... 28
2.2.1 Pengertian Diabetes Mellitus .................................................. 28
2.2.2 Etiologi DM ............................................................................ 29
2.2.3 Patofisiologi DM ..................................................................... 32
2.2.4 Tanda dan Gejala .................................................................... 33
2.2.5 Klasifikasi DM ........................................................................ 35
2.2.6 Pencegahan DM ...................................................................... 36
2.2.7 Penatalaksanaan DM ............................................................... 37
xii
2.3 Indeks Masa Tubuh (IMT) .................................................................. 40
2.3.1 Definisi Indeks Masa Tubuh (IMT) ........................................ 40
2.3.2 Klasifikasi Indeks Masa Tubuh (IMT) ................................... 40
2.3.3 Pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT) .................................. 41
2.4 Lansia ................................................................................................. 41
2.4.1 Pengertian Lansia .................................................................... 41
2.4.2 Batasan Lansia ........................................................................ 42
2.4.3 Proses Menua .......................................................................... 43
2.4.4 Permasalahan Usia Lanjut ....................................................... 43
2.5 Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) ................................................... 45
2.4.1 Pengertian Posbindu ............................................................... 45
2.4.2 Klasifikasi Posbindu ............................................................... 45
2.5 Kerangka Teori .................................................................................... 47
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS .............................. 48
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................ 48
3.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 49
BAB 4 METODE PENELITIAN ....................................................................... 51
4.1 Desain Penelitian ................................................................................. 51
4.2 Populasi dan Sampel ........................................................................... 51
4.2.1 Populasi ................................................................................... 51
4.2.2 Sampel .................................................................................... 52
4.2.3 Kriteria Sampel ....................................................................... 53
4.3 Teknik Sampling ................................................................................. 53
4.4 Kerangka Kerja Penelitian .................................................................. 55
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ..................................... 56
4.5.1 Identifikasi Variabel Penelitian .............................................. 56
4.5.2 Definisi Operasional ............................................................... 56
4.6 Instrumen Penelitian ............................................................................ 58
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 59
4.7.1 Lokasi Penelitian ..................................................................... 59
4.7.2 Waktu Penelitian ..................................................................... 59
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................... 60
4.8.1 Perijinan Penelitian ................................................................. 60
4.8.2 Data Sekunder ......................................................................... 61
4.9 Teknik Analisis Data ........................................................................... 61
4.9.1 Tahap Pengolahan Data .......................................................... 61
4.9.2 Analisa Data ............................................................................ 64
4.10 Etika Penelitian ................................................................................. 65
xiii
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 68
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... 68
5.1.1 Gambaran Umum Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan
Lor ........................................................................................... 69
5.2 Karakteristik Responden ..................................................................... 70
5.3 Hasil Penelitian ................................................................................... 73
5.4 Pembahasan ......................................................................................... 74
5.5 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 79
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 81
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 81
6.2 Saran .................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83
LAMPIRAN .......................................................................................................... 88
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian .......................................................................... 11
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Sindrom Metabalik ........................................... 24
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT ............................................................................... 41
Tabel 4.1 Definisi Operasional ........................................................................ 57
Tabel 4.2 Perencanaan Jadwal Kegiatan (Ganchat) ......................................... 60
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di
Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo .............. 70
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di Posbindu
Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo .............................. 70
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di
Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo .............. 71
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di
Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo .............. 71
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT) di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo ..................................................................................... 72
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sindrom
Metabolik di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo ..................................................................................... 72
Tabel 5.7 Tabulasi Silang Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan
Sindrom Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo ............... 73
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.5 Kerangka Teori .................................................................................. 47
Gambar 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 48
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................ 55
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kelurahan Nambangan Lor ......................................... 68
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Pengambilan Data Awal .............................................. 88
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian Kepada Dinkes Kota Madiun ..................... 89
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian Kepada Puskesmas Manguharjo Kota
Madiun ......................................................................................... 90
Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian Kepada Kelurahan Nambangan Lor ........... 91
Lampiran 5 Surat Balasan Ijin Penelitian dari Bankesbangpol ....................... 92
Lampiran 6 Surat Balasan Ijin Penelitian dari Dinkes ................................... 93
Lampiran 7 Surat Keterangan Selesai Penelitian ............................................ 94
Lampiran 8 Lembar Pemohonan Menjadi Responden .................................... 95
Lampiran 9 Tabulasi Data .............................................................................. 96
Lampiran 10 Hasil Output SPSS Analisis Univariat dan Bivariat .................... 98
Lampiran 11 Lembar Bimbingan ...................................................................... 101
Lampiran 12 Lembar Revisian Seminar Hasil .................................................. 103
Lampiran 13 Dokumentasi Penelitian ............................................................... 105
xvii
DAFTAR SINGKATAN
ADA = American Diabetes Association
DM = Diabetes Mellitus
HLA = Human Leucocyte Antigen
IDF = International Diabetes Federation
WHO = World Health Organisation
KLB = Kejadian Luar Biasa
PTM = Penyakit Tidak Menular
UKM = Upaya Kesehatan Masyarakat
Posbindu = Pos Pelayanan Terpadu
SM = Sindrom Metabolik
HDL = High Density Lipoprotein
IMT = Indeks Masa Tubuh
PKV = Penyakit Kardiovaskular
NCEP-ATP = National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment
Panel
NIDDK = National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases
NIDDM = Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
HISOBI = Himpunan Studi Obesitas Indonesia
NHLBI = National Heart, Lung, and Blood Institute
WHF = World Health Federation
IAS = International Atherosclerosis Society
AHA = American Heart Association
TGM = Terapi Gizi Medis
ROS = Reactive Oxygen Species
GPO-PAP = Glyserol Peroxidase Phospat Acid
xviii
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2020
ABSTRAK
Gevino Valentina Widodo
Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo
106 Halaman + 12 Tabel + 4 Gambar + 13 Lampiran
Latar Belakang: Sindrom metabolik merupakan sekumpulan penyimpangan
fungsi tubuh yang berupa obesitas sentral, tekanan darah tinggi, dislipidemia
(peningkatan kadar kolesterol terutama LDL, trigliserida, dan rendahnya kadar
HDL, DM). Prevalensi Sindrom Metabolik di dunia menyebutkan menurut data
epidemiologi tahun sebesar yaitu 20–25%. Prevalensi sindrom metabolik sangat
bervariasi oleh karena beberapa hal antara lain ketidakseragaman kriteria yang
digunakan, perbedaan etnis/ras, umur dan jenis kelamin. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan sindrom metabolik pada
penderita DM tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.
Metode: Jenis penelitian ini desain studi Cross Sectional. Populasi studi adalah
penderita DM Tipe 2 yaitu menderita sindrom metabolik dan tidak menderita
sindrom metabolik. Metode yang digunakan adalah teknik Purposive Sampling
dengan analisis Uji Chi-Square.
Hasil: Variabel yang terbukti Indeks Massa Tubuh berhubungan dengan Sindrom
Metabolik pada penderita DM Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan
Lor Manguharjo adalah nilai ρ-value 0,000 < α 0,05 OR sebesar 20,0 dan (95% CI
= 6,5-61,1).
Kesimpulan: Ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom
Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Penelitian ini menunjukkan
bahwa responden yang menderita DM Tipe 2 dengan disertai obesitas memiliki
kemungkinan lebih besar 20 kali lipat untuk menderita sindrom metabolik
dibandingkan dengan responden tidak obesitas.
Kata Kunci : Indeks Massa Tubuh, Sindrom Metabolik, Diabetes Mellitus
Kepustakaan : 61 (2000-2019)
xix
Public Health Program
Health Science College of Bhakti Husada Mulia Madiun 2020
ABSTRACT
Gevino Valentina Widodo
The relationship between Body Mass Index and Metabolic Syndrome in
Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in Posbindu Sagita Kelurahan
Nambangan Lor Manguharjo
106 Pages + 12 Tables + 4 Pictures + 13 Appendixes
Background: Metabolic Syndrome is a set of deviation functions of the body in
the form of central obesity, high blood pressure, dyslipidemia (increased levels of
cholesterol especially LDL, triglyceride, and low HDL levels), and DM.
Metabolic syndrome is basically a pain condition that is characterized by a set of
abnormalities with a variety of consequences clinical if allowed to continue and
are not addressed early will lead to various degenerative diseases such as Diabetes
Mellitus. The purpose of this study is to determine the relationship between body
mass index and metabolic syndrome in type 2 DM patients in Posbindu Sagita
Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.
Method: This research used Cross Sectional study design. The population of this
study were the patients with Type 2 DM who is suffering from metabolic
syndrome and did not suffer from the metabolic syndrome. The method was
Purposive Sampling technique with the analysis of the Chi-Square Test.
Results: The Variables that proved by the Body Mass Index and associated with
Metabolic Syndrome in Type 2 DM patients in Posbindu Sagita Kelurahan
Nambangan Lor Manguharjo were the value of the ρ-value of 0.000 < α 0.05 OR
by 20,0 and (95% CI = 6,5 to 61,1).
Conclusion: There is a relationship between Body Mass Index and the Metabolic
Syndrome in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. This study shows that
respondents who suffer from Type 2 diabetes with obesity are 20 times more
likely to suffer from metabolic syndrome than respondents who are not obesity.
Keywords : Body Mass Index, Metabolic Syndrome, Diabetes Mellitus
Bibliography : 61 (2000-2019)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang diakibatkan oleh
pankreas yang tidak menghasilkan cukup insulin yang diproduksi secara efektif,
dan dapat menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah meningkat. Diabetes
mellitus terjadi akibat kegagalan sel-sel beta pankreas untuk memproduksi insulin
yang cukup pada diabetes mellitus tipe 1 atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin secara efektif pada diabetes mellitus tipe 2. Penyakit diabetes mellitus
secara umum diakibatkan oleh konsumsi makanan yang tidak terkontrol atau
sebagai efek samping dari pemakaian obat-obatan tertentu. Diabetes mellitus
disebabkan oleh tidak cukupnya hormon insulin yang dihasilkan pankreas untuk
menetralkan gula darah dalam tubuh. Akibatnya pankreas tidak dapat
menghasilkan hormon insulin yang cukup untuk menetralkan gula darah (Pusat
Data & Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2018).
DM tipe 2 adalah jenis DM yang sering terjadi di masyarakat, biasanya
terjadi pada orang dewasa, akan tetapi kejadian DM tipe 2 pada anak-anak dan
remaja semakin meningkat (IDF, 2015). Pada DM tipe 2, sel-sel jaringan tubuh
dan otot penderita tidak peka terhadap insulin atau sudah resisten terhadap insulin
(resistensi insulin) (Krisnatuti, 2014).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2016, jumlah penderita
diabetes mellitus mengalami peningkatan dari 108 juta penduduk pada tahun 1980
menjadi 422 juta penduduk pada tahun 2016. Menurut International Diabetes
2
Federation (IDF) pada tahun 2017 prevalensi DM di dunia mencapai 424,9 juta
jiwa dan diperkirakan akan mencapai 628,6 juta jiwa pada tahun 2045 yang
berusiaantara 20-79 tahun. Diabetes mellitus hingga saat ini masih menjadi
masalah kesehatan di dunia. Jumlah penyandang DM dari tahun ke tahun
cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat disebabkan karena peningkatan
jumlah populasi, usia, prevalensi obesitas dan penurunan aktivitas fisik (Puji,
2015).
Menurut data dari organisasi kesehatan di dunia World Health
Organisation (WHO), Di Indonesia merupakan negara dengan penderita DM
terbanyak ke enam di dunia dengan jumlah penderita DM mencapai 10,3 juta
jiwa. Indonesia dengan kejadian diabetes paling tinggi di bawah China, India,
USA, Brazil, Rusia, dan Meksiko. Diperkirakan angka tersebut akan terus
mengalami kenaikan hingga mencapai 16,7 juta jiwa pada tahun 2045 (IDF,
2017).
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam
peringkat 10 besar prevalensi Diabetes se-Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas
jumlah penderita diabetes di Jawa Timur tahun 2013-2018 telah meningkatyang
sebelumnya 6,9% tahun 2013 telah meningkat menjadi 10,9% penderita pada
tahun 2018 (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Madiun tahun 2017 pengamatan
penyakit berpotensi KLB dan penyakit tidak menular (PTM) yang diamati
puskesmas terdapat suatu pola dan trend penyakit pada diabetes mellitus sebesar
15,034 kasus dimana penyakit diabetes mellitus berada di 10 peringkat trend
3
penyakit dan penyakit diabetes mellitus telah menempati urutan ke-3. (Profil
Kesehatan Kota Madiun, 2017).
Berdasarkan data yang didapatkan di Puskesmas Manguharjo Kota Madiun
angka kejadian diabetes mellitus masih tinggi dilihat dari tahun ke tahun telah
meningkat, dihitung pada tahun 2017 terdapat 1.511 kasus penderita diabetes
melitus, tahun 2018 naik 1.919 kasus penderita diabetes mellitus, dan terhitung
tahun 2019 sudah tercatat 267 kasus penderita diabetes mellitus, dimana total
keseluruhan kasus penderita diabetes mellitus di hitung dari tahun 2017-2019
adalah 3.697 kasus yang tersebar di 4 kelurahan yaitu Manguharjo, Nambangan
Lor, Nambangan Kidul, dan Winongo (Laporan PTM Puskesmas Manguharjo,
2019).Dari 4 kelurahan tersebut hasil laporan dari posbindu terdapat kasus
kejadian diabetes mellitus tipe 2 yang paling tinggi yaitu pada kelurahan
Nambangan Lor terdapat 109 orang yang menderita diabetes mellitus tipe 2.
(Laporan Posbindu Puskesmas Manguharjo, 2019).
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) adalah kegiatan monitoring dan
deteksi dini faktor resiko PTM terintegrasi (Penyakit jantung dan pembuluh darah,
diabetes, penyakit paru obstruktif akut dan kanker) serta gangguan akibat
kecelakaan dan kekerasan dalam rumah tangga yang dikelola oleh masyarakat
melalui pembinaan terpadu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia (2016), dalam rangka mengendalikan penyakit tidak menular,
khususnya hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, dan kanker, dilakukan kegiatan
yaitu peningkatan deteksi dini faktor resiko PTM melalui posbindu. Melalui 5
posbindu yang terdapat pada kelurahan Nambangan Lor agar mampu
4
mengendalikan penyakit seperti diabetes mellitus agar rutin mengecek kadar gula
darah dapat dilakukan dengan cara mengatur konsumsi makanan yang
mengandung lemak, olahraga, penggunan obat penurun kadar gula darah, serta
pengobatan alternative.
Penyakit DM memiliki faktor-faktor yang dapat mempengaruhi yaitu
faktor yang tidak dapat diubah dan dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah
usia, riwayat keluarga, jenis kelamin. Faktor yang dapat diubah obesitas, aktivitas
fisik, pola makan, stres, hipertensi (Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan Kemenkes
2018 penyakit DM lebih sering menyerang usia ≥40 tahun, karena produksi
insulin mulai berkurang. Selain itu, aktivitas sel-sel otot juga mulai menurun. Hal
ini berkaitan dengan peningkatan kadar lemak di otot sehingga glukosa lebih sulit
digunakan menjadi energi untuk beraktivitas. Hal tersebut yang menyebabkan usia
≥40 mudah terkena penyakit kronis seperti diabetes melitus tipe 2 (Nur
Syamsiyah, 2017). Diabetes Melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit
terbanyak yang terdapat di masyarakat. Dengan adanya Posbindu ini, penyakit
diabetes melitus dapat dikontrol, karena dilakukan pemeriksaan kadar gula darah.
Selain dilakukan pengukuran kadar gula darah, dalam kegiatan Posbindu juga
rutin diadakan pemeriksaan berat badan dan tinggi badan dan juga pengukuran
lingkar perut.
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan nilai yang diambil dari perhitungan
hasil bagi antara berat badan (BB) dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi
badan (TB) dalam meter (Dhara & Chatterjee, 2015). IMT hingga saat ini dipakai
secara luas untuk menentukan status gizi seseorang, khususnya yang berkaitan
5
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Menurut Depkes RI tahun 2013,
Seseorang dikategorikan overweight jika IMT ≥ 23 dan obesitas jika IMT ≥ 25.
Orang dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) berlebih memiki risiko DM lebih besar
dibandingkan risiko penyakit lain. Obesitas yang diukur dari IMT dan lingkar
pinggang dikatakan sebagai faktor utama berkembangnya resistensi insulin pada
DM Tipe 2. Sekitar 70% penderita Diabetes Mellitus adalah overweight dan lebih
dari 50% pasien dengan obesitas mengalami penurunan toleransi glukosa.
Menurut Nurses Healthy Study dalam Syahbudin dalam Wiardani (2010),
peningkatan berat badan merupakan indikator kuat bagi risiko DM Tipe 2, dimana
peningkatan BB >20 kg setelah usia 18 tahun meningkatkan risiko DM hingga 12
kali dan risiko meningkat menjadi 61 kali lebih besar jika BMI diatas 35 kg/m2.
Sindrom metabolik (SM) merupakan sekumpulan penyimpangan fungsi
tubuh yang berupa obesitas sentral, tekanan darah tinggi, dislipidemia
(peningkatan kadar kolesterol terutama LDL, trigliserid, dan rendahnya kadar
HDL), gangguan resistensi insulin maupun diabetes mellitus (Lingga, 2012).
Seseorang dikatakan mengalami sindrom metabolik apabila seseorang memiliki
≥3 dari 5 kriteria yang adakriteria yaitu kadar glukosa darah puasa, profil lipid
(trigliserid dan kolesterol HDL), tekanan darah dan lingkar pinggang.
Menurut Sandra Rini (2015) Seseorang dikatakan menderita sindrom
metabolik apabila terdapat 3 dari 5 kriteria, yaitu obesitas sentral (lingkar perut ≥
90 sentimeter untuk pria Asia dan ≥ 80 sentimeter untuk wanita Asia), trigliserida
≥ 150 mg/dL atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliserida, kolesterol
high densitylipoprotein (HDL) < 40 mg/dL pada pria dan < 50 mg/dL pada wanita
6
atau sedang dalam pengobatan untuk meningkatkan kadar kolesterol HDL,
tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg atau diastolik ≥ 85 mmHg atau sedang dalam
pengobatan untuk hipertensi, dan gula darah puasa ≥ 100 mg/dl atau diabetes
melitus tipe 2 (Sandra R, 2015).
Prevalensi Sindrom Metabolik di dunia menyebutkan menurut data
epidemiologi tahun 2015 sebesar yaitu 20–25%. Prevalensi sindrom metabolik
sangat bervariasi oleh karena beberapa hal antara lain ketidakseragaman kriteria
yang digunakan, perbedaan etnis/ras, umur dan jenis kelamin. Walaupun demikian
prevalensi SM cenderung meningkat karena meningkatnya prevalensi obesitas
maupun obesitas sentral. Penelitian terhadap urban Brazil ditemukan prevalensi
SM lebih tinggi pada pria muda dibanding wanita. Namun seiring dengan
pertambahan umur, prevalensinya meningkat pada wanita. Faktor resiko SM
meliputi gaya hidup (pola makan, merokok, aktivitas fisik), genetik, sosial
ekonomi (Sandra R, 2015).
Berdasarkan data dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI)
bahwa prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% (Kembuan, Kandou, and
Kaunang, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh National Cholesterol Education
Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) menyebutkan bahwa
prevalensi sindrom metabolik pada laki-laki lebih besar daripada perempuan,
yaitu 9,1% dibanding 3,7%. Berdasarkan penelitian pada kelompok usia 25-65
tahun yang dilakukan oleh Sirait tahun 2014 menyatakan sebesar 18,7%
mengalami sindrom metabolik. Berdasarkan berbagai penelitian tersebut dapat
7
dilihat bahwa prevalensi sindrom metabolik cukup tinggi di dunia termasuk di
Indonesia khususnya pada kelompok usia produktif (Sirait, 2014).
Hasil penelitian Mega dkk menyatakan responden yang mengalami
sindrom metabolik dan mengalami komplikasi sebesar 80% sedangkan yang
mengalami sindrom metabolik dan tidak mengalami komplikasi sebesar 20%.
Sindrom Metabolik ini pada dasarnya merupakan kondisi prasakit yang ditandai
dengan sekumpulan kelainan dengan berbagai konsekuensi klinis yang apabila
dibiarkan berlanjut dan tidak ditangani sejak dini akan mengakibatkan berbagai
penyakit degeneratife seperti Diabetes Mellitus. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya membuktikan bahwa Sindroma Metabolik meningkatkan
risiko timbulnya DM tipe 2 dan apabila tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronis, baik makrovaskuler maupun
mikrovaskuler pada penderita Diabetes Mellitus. Sindroma Metabolik yang terjadi
pada pasien penderita DM Tipe 2 apabila tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan komplikasi kronis, baik komplikasi makrovaskuler maupun
mikrovaskuler. Tindakan pengendalian penyakit diabetes mellitus dalam
mencegah terjadinya komplikasi sangat diperlukan khususnya dengan menjaga
tingkat gula darah pasien sedekat mungkin dengan normal.
Status metabolik pada pasien Diabetes Mellitus (Sugiani, 2011) yang
menyatakan bahwa meningkatnya kejadian sindrom metabolik dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi. Diperjelas lagi oleh Lingga (2012) yang
mengatakan bahwa peningkatan tekanan darah, penumpukan lemak perut,
8
keseimbangan lemak darah terganggu merupakan deretan gejala akibat resistensi
insulin yang dapat menyebabkan komplikasi.
Berdasarkan dari hasil uraian di atas sebelumnya belum banyak dilakukan
penelitian-penelitian mengenai hubungan indeks masa tubuh dengan sindrom
metabolik pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Maka dari itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul tentang “Hubungan Indeks Masa
Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah diuraikan diatas maka peneliti merumuskan
masalah yaitu “Apakah ada Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Sindrom
Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan
Nambangan Lor Manguharjo?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom
Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan
Nambangan Lor Manguharjo”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengindentifikasi Indeks Masa Tubuh (IMT) penderita DM Tipe 2
di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.
9
2. Untuk mengindentifikasi sindrom metabolik penderita DM Tipe 2 di
Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.
3. Untuk menganalisa Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Sindrom
Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita
Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Puskesmas Manguharjo
Memberikan informasi yang berguna dan bermanfaat pada institusi serta
memberikan wawasan bagi institusi tentang hubungan indeks masa tubuh dengan
sindrom metabolik pada penderita diabetes mellitus tipe 2 sehingga dapat
dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan bacaan dan referensi bagi
mahasiswa khususnya mahasiswa Kesehatan Masyarakat untuk melakukan
penelitian selanjutnya dan meningkatkan pengetahuan mengenai hubungan indeks
masa tubuh dengan sindrom metabolik pada penderita diabetes mellitus tipe 2.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada
masyarakat, khususnya penderita sindrom metabolik, mengenai hubungan indeks
massa tubuh dengan sindrom metabolik di Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo.
10
1.4.4 Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu
yang diperoleh selama pendidikan, memberikan tambahan pengetahuan dapat
serta mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah didapatkan dari hasil penelitian ini
nantinya dapat untuk diimplementasikan dalam dunia kerja.
1.5 Keaslian Penelitian
Telah dilakukan upaya penelusuran pustaka dan tidak dijumpai adanya
penelitian atau publikasi sebelumnya yang telah menjawab permasalahan
penelitian tentang hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan sindrom
metabolik pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Adapun dijumpai penelitian
yang mirip terutama dalam segi variabel penelitian akan dijelaskan dalam tabel
dibawah ini:
11
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian yang berhubungan
No Nama
Penelitian Judul Penelitian
Tahun
Penelitian
Variabel
Penelitian
Desain
Penelitian Hasil Penelitian
1. Liu Bo, Liu
Bowei
Hubungan antara indeks
kebulatan tubuh dansindrom
metabolik pada diabetes tipe 2
2019 1. Indeks Kebulatan
Tubuh DM
2. Sindrom
Metabolik DM
Cross
Sectional
Indeks Kebulatan Tubuh (BRI) ada
hubungannya dengan sindrom metabolik
pada pria dan wanita setelah
menyesuaikan riwayat DM, dan indeks
massa tubuh (P<0,05) dengan
menggunakan uji chi-square
2. Hutami Rieny Hubungan status gizi dan
sindrom metabolik dengan
kejadian komplikasi pasien
diabetes mellitus tipe 2
2017 1. Status Gizi DM
2. Sindrom
Metabolik DM
Cross
Sectional
Bahwa ada hubungan antara sindrom
metabolik dengan kejadian komplikasi
pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dan tidak
ada hubungan antara status gizi dengan
kejadian komplikasi pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 dengan menggunakan uji
chi-square
3. Sihombing
Marice
Hubungan komponen sindrom
metabolik dengan risiko
diabetes melitus tipe 2
2015 Komponen sindrom
metabolik dm tipe 2
Cross
Sectional
Sindrom metabolik berisiko 7,17 kali
lebih besar untuk terjadinya DM. Risiko
untuk terjadinya DM akan meningkat
yang memiliki 5 komponen SM dengan
yang tidak, dengan menggunakan uji chi-
square
4. Fadillah
Amalia
Hubungan antara gaya hidup
dan kejadian sindrom
metabolik pada karyawan
berstatus gizi obesitas
2017 1. Gaya Hidup
2. Sindrom
Metabolik
Cross
Sectional
Terdapat hubungan antara gaya hidup dan
kejadian sindrom metabolik pada status
gizi pada obesitas dengan menggunakan
uji chi-square
12
No Nama
Penelitian Judul Penelitian
Tahun
Penelitian
Variabel
Penelitian
Desain
Penelitian Hasil Penelitian
5. Umiana
Soleha
Hubungan sindrom metabolik
dengan penyakit
kardiovaskuler
2016 1. Penyakit
Kardiovaskuler
2. Sindrom
Metabolik
Cross
Sectional
Bahwa ada hubungan nya sindrom
metabolik dengan penyakit kardiovaskuler
dengan menggunakan uji chi-square
6. Muhammad
Fahad
Hubungan pola makan dengan
metabolik syndromedan
gambaran aktivitas fisik
2015 1. Pola Makan
2. Aktivitas Fisik
3. Sindrom
Metabolik
Cross
Sectional
Bahwa ada hubungan pola makan dan
aktivitas fisik dengan kejadian sindrom
metabolik dengan menggunakan uji chi-
square
Perbedaan Penelitian
Terdapat pada perbedaan penelitian yaitu:
1. Variabel yang diteliti pada penelitian ini yaitu dengan variabel independent yaitu indeks massa tubuh dan variabel dependent
yaitu sindrom metabolik.
2. Lokasi penelitian.
3. Responden / subjek yang diteliti.
13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Sindrom Metabolik
2.1.1 Pengertian Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik merupakan sekumpulan gangguan metabolisme yang
saling berkaitan dan mengarah terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti
penyakit kardiovaskular (PKV), stroke, diabetes melitus tipe 2 (DM2). Dengan
maksud, sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik,
bukan nama sebuah penyakit, namun dapat menjadi indikator akan terjadinya
penyakit yang berkaitan dengan pembuluh darah (Anggraeni, D. 2007).
Berdasarkan National Cholesterol Education Program Third Adult
Treatment Panel (NCEP-ATP III), Sindrom Metabolik memiliki kriteria sebagai
berikut: 1). Obesitas abdominal, peningkatan kadar trigliserida darah, penurunan
kadar kolesterol HDL, peningkatan tekanan darah (atau sedang memakai obat anti
hipertensi, peningkatan glukosa darah puasa (atau sedang memakai obat anti
diabetes). Seseorang dikatakan menderita sindrom metabolik ketika didapatkan
minimal 3 kriteria positif beresiko diantara 5 kriteria yang telah diukur (Adult
Treatment Panel III. 2001).
2.1.2 Epidemiologi
Data epidemiologi menyebutkan prevalensi sindrom metabolik dunia
adalah 20-25%. Menurut Cammeron, hasil penelitian di Perancis menemukan
prevalensi sindrom metabolik sebesar 23% pada pria dan 21% pada wanita.
Prevalensi sindrom metabolik pada populasi masyarakat perkotaan di China yaitu
14
14% - 16% dan secara terus menerus mengalami peningkatan. Dari data
Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) menunjukkan prevalensi SM
sebesar 13,13%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Cholesterol
Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III), diketahui bahwa
prevalensi sindroma metabolik pada laki-laki lebih besar daripada perempuan,
yaitu 9,1% dibanding 3,7% (Zahtamal, 2014).
Diperkirakan juga bahwa paling kurang 47 juta orang Amerika akan
menderita sindrom metabolik pada tahun 2010. Di Indonesia, penelitian mengenai
prevalensi sindrom metabolik sangat bervariasi, di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
didapatkan bahwa dari 100 orang, 29% memenuhi kriteria WHO dan 31%
memenuhi kriteria ATP III menderita sindrom metabolik. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Dwipayana, dkk, yang menggunakan kriteria sindroma metabolik
baru berdasarkan statement bersama dari International Diabetes Federation
(IDF), National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI), World Health
Federation (WHF), International Atherosclerosis Society (IAS), dan American
Heart Association (AHA), didapatkan prevalensi sindroma metabolik yang sedikit
berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan kriteria WHO, NCEP
ATP III maupun IDF, di mana pada penelitian ini didapatkan prevalensi sindrom
metabolik sebesar 18,2%.
Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan
berat badan. Karena populasi penduduk lebih dari separuh mempunyai berat
badan lebih atau gemuk, diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok
sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik
15
juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.
WHO memperkirakan sindrom metabolik banyak ditemukan pada beberapa
kelompok etnis, termasuk beberapa etnis di Asia-Pasifik, seperti India, Cina,
Aborigin, Polinesia dan Micronesia.
2.1.3 Patofiologi Sindrom Metabolik
Etiologi sindrom metabolik belum dipahami seluruhnya, akan tetapi
resistensi insulin dan hiperinsulinemia diduga menjadi penyebab berkembangnya
sindrom metabolik dan berperan dalam patogenesis masing-masing
komponennya. Walaupun resistensi insulin tampak mempunyai peranan penting
dalam mekanisme yang mendasari sindrom metabolik, tidak seluruh individu
dengan resistensi insulin berkembang menjadi sindrom metabolik. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor lain mungkin berkontribusi dalam patogenesis
sindrom metabolik. Obesitas, khususnya obesitas abdominal atau viseral, mediator
inflamasi, adipositokin, kortisol, stres oksidatif, predisposisi genetik, dan
karakteristik gaya hidup seperti aktivitas fisik dan diet diduga terlibat dalam
patofisiologi sindrom metabolik.
Asupan kalori yang berlebihan dan gaya hidup kurang gerak menyebabkan
kelebihan energi disimpan sebagai lemak. Depot jaringan lemak mempunyai
fungsi metabolic yang berbeda. Lemak viseral (dibandingkan dengan lemak),
ukuran partikel kolesterol (LDL/HDL) yang lebih kecil, dan peningkatan jumlah
partikel kolesterol (LDL dan VLDL) berkaitan dengan resistensi insulin yang
lebih tinggi. Pada individu yang rentan, ketidakmampuan sel ß untuk
mengompensasi resistensi insulin mengakibatkan hipoinsulinemia relatif,
16
peningkatan aktivitas hormon sensitif lipase, dan lipolisis trigliserida berlebihan
dari adiposit, terutama yang berasal dari lemak abdominal, dengan pelepasan
asam lemak bebas/free fatty acids (FFA) berlebihan.
Asam lemak bebas yang berlebihan masuk ke dalam hati melalui sirkulasi
portal untuk disimpan sebagai trigliserida dan merangsang hati untuk membentuk
VLDL yang selanjutnya mengakibatkan hipertrigliseridemia. Pertukaran
trigliserida dari kolesterol dengan cholesteryl ester dari kolesterol HDL yang
dimediasi oleh cholesteryl ester transfer protein, selanjutnya menghasilkan klirens
HDL yang cepat. Kelebihan trigliserida juga akan ditransfer ke LDL yang
kemudian menjadi substrat untuk enzim hepatik lipase. Proses lipolisis trigliserida
tersebut selanjutnya menghasilkan partikel LDL berukuran kecil (small dense
LDL). Small dense LDL bersifat lebih aterogenik dibandingkan sub kelas LDL
yang lebih besar serta lebih rentan terhadap oksidasi dan penyerapan ke dalam
dinding pembuluh darah arteri. Secara klinis, dislipidemia pada obesitas
ditunjukkan sebagai hipertrigliseridemia, kadar kolesterol HDL yang rendah, dan
peningkatan LDL/kolesterol LDL. Peningkatan aliran FFA ke jaringan perifer
juga menghambat sinyal insulin. Adanya resistensi insulin hepatik dan jumlah
FFA yang besar menyebabkan proses glukoneogenesis meningkat yang
berkontribusi terhadap hiperglikemia. Resistensi insulin mioselular juga
mengakibatkan penurunan penggunaan glukosa perifer. Sejalan dengan waktu, sel
ß pankreas berusaha melakukan dekompensasi terhadap peningkatan kebutuhan
insulin dalam mengatasi resistensi insulin yang akhirnya mengakibatkan DMT2.
Penyebab hipertensi adalah multifaktorial, yaitu: (1) disfungsi endotel yang
17
disebabkan oleh FFA dan diperantarai oleh reactive oxygen species (ROS), (2)
hiperinsulinemia yang diinduksi oleh aktivasi sistem saraf pusat, (3) sitokin yang
diperoleh dari jaringan lemak, dan (4) hiperaktivitas sistem renin-angiotensin-
aldosteron (RAA) pada obesitas (Melita dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2014)
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindrom Metabolik
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap terjadinya
sindrom metabolik. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor yang
dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah. Untuk faktor yang tidak dapat
diubah yaitu umur, jenis kelamin, genetik, sedangkan overwight, aktivitas fisik,
kebiasaan merokok, stress dan depresi, azupan gizi, sosial ekonomi merupakan
faktor yang dapat diubah sebagai berikut:
Faktor yang tidak dapat diubah sebagai berikut:
1. Umur
Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak diahirkan atau diadakan
(Soetardjo, 2011). Seiring dengan peningkatan umur, prevalensi sindrom
metabolic semakin meningkat. Usia lanjut dianjurkan untuk mengkonsumsi
karbohidrat kurang dari 60% dari total energi sebab peningkatan konsumsi
karbohidrat akan meningkatkan resistensi insulin terutama dalam populasi
usia lanjut.
2. Faktor Genetik
Faktor genetik yang dimaksud adalah penyakit genetik atau kelainan
genetik, yaitu penyimpangan dari sifat umum atau sifat rata-rata manusia,
18
serta merupakan penyakit yang muncul karena tidak berfungsinya faktor-
faktor genetik yang mengatur struktur dan fungsi fisiologi tubuh manusia.
Faktor genetik berpengaruh terhadap kejadian sindrom metabolik. Hal
tersebut terjadi karena setiap komponen sindrom metabolik baik obesitas,
resistensi insulin, hipertensi dan dislipidemia keberadaannya dapat
disebabkan karena faktor genetik. Sebagai contoh pada komponen resistensi
insulin dipengaruhi interaksi yang komplek antara gen dan lingkungan.
Komponen khusus dari sindrom metabolik dipengaruhi secara kuat oleh
lingkungan dan sebagian lainnya dipengaruhi oleh genetik (Wang, 2012).
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah penentuan kesadaran, sikap, dan kepercayaan
terhadap gender laki-laki atau perempuan secara cultural (Soewondo dan
Pramono, 2011). Pengaruh jenis kelamin terhadap prevalensi sindrom
metabolik hampir sama antara pria dan wanita. Namun prevalensi untuk pria
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hal tersebut disebabkan pria
mempunyai lingkar pinggang yang lebih besar dibandingkan wanita yang
merupakan salah satu tanda adanya obesitas sentral.
Faktor yang dapat diubah sebagai berikut:
1. Overwight
Overweight adalah kondisi tubuh dengan Indeks Massa Tubuh lebih dari
25kg/m2. Risiko DM meningkat bersamaan dengan peningkatan berat badan
(Nadeau & Dabelea, 2008). Menurut KemenKes (2014) yang bersumber dari
Riskesdas tahun 2013, proporsi faktor risiko kegemukan atau berat badan
19
berlebih (overweight) pada kelompok usia di atas 16-18 tahun adalah 5,7%,
dan 11,5% pada kelompok usia diatas 18 tahun. Data tersebut juga
menunjukkan proporsi faktor risiko kegemukan pada usia dibawah 15 tahun
cukup tinggi yakni sebesar 20,6%. Obesitas disebabkan oleh dua faktor yaitu
adanya peningkatan asupan makanan dan penurunan pengeluaran energi.
Untuk menjaga berat badan yang stabil diperlukan keseimbangan antara
energi yang masuk dan energi yang keluar. Hal yang menjadi masalah adalah
bahwa ternyata sangat sulit bagi seseorang untuk mengatur asupan dan
pengeluaran energinya. Namun tidak diragukan lagi bahwa obesitas adalah
stimulator utama untuk terjadinya berbagai penyakit terutama sindrom
metabolik.
2. Asupan Gizi
Konsumsi tinggi karbohidrat > 60 % dari total kalori yang dikonsumsi
meningkatkan risiko sindrom metabolik. Konsumsi tinggi karbohidrat
meningkatkan kadar trigliserida yang merupakan salah satu kriteria sindrom
metabolik. Hasil penelitian Esmaillzadeh (2006) di Tehran Iran diperoleh
bahwa konsumsi sayur yang tinggi dihubungkan dengan rendahnya risiko
kejadian sindrom metabolik. Tidak ada hubungan signifikan antara konsumsi
buah dengan rendahnya kadar kolesterol HDL.
3. Stres dan Depresi
Stres adalah respon fisik dan psikologis terhadap tekanan (stressor), dan
merupakan faktor risiko yang bisa mempengaruhi kondisi kesehatan
seseorang. Stres dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti
20
tekanan pekerjaan, menganggur, masalah keuangan, penyakit, penyakit pada
anggota keluarga, putus hubungan, dan hadirnya atau meninggalnya salah
satu anggota keluarga.
4. Merokok
Penelitian yang dilakukan oleh Lipid Research Program Prevalence
Study menunjukkan bahwa mereka yang merokok 20 batang atau lebih
perhari mengalami penurunan HDL sekitar 11% untuk laki-laki dan 14%
untuk perempuan, dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok. Orang
yang merokok 20 batang atau lebih perhari dapat meningkatkan efek dua
faktor utama risiko yaitu hipertensi dan hiperkolesterol. Risiko kejadian
penyakit kardiovaskuler secara signifikan 3 kali lebih besar pada orang yang
merokok dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, dan juga 3 kali
lebih besar pada orang yang merokok kretek. Aktivitas fisik dapat
meningkatkan metabolik ratesehingga dapat membantu mengontrol berat
badan namun, perokok cenderung untuk kurang beraktivitas dibanding yang
tidak merokok.
5. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Inaktivitas fisik telah
diidentifikasi sebagai faktor resiko terbesar pada urutan ke-4 yang mengarah
kepada kematian di dunia sekitar 6% dari kematian di dunia (WHO, 2013).
Pada wanita, penurunan aktifitas fisik meningkatkan risiko 2 kali lipat
sindrom metabolik. Aktivitas fisik merupakan faktor yang menentukan
21
perkembangan sindrom metabolik sebab mempengaruhi obesitas dan
distribusi lemak serta proses inflamasi yang berhubungan dengan risiko
penyakit kardiovascular pada usia lanjut. Aktivitas fisik tingkat moderat dapat
menurunkan tekanan darah secara signifikan pada pasien hipertensi esensial
ringan hingga sedang. The Pawtucket Study menyebutkan bahwa terdapat
hubungan signifikan antara aktivitas fisik dan peningkatan kadar HDL. Selain
itu aktivitas fisik juga berperan pada peningkatan sensitivitas reseptor insulin
sehingga mencegah resistensi insulin.
6. Sosial Ekonomi
Peningkatan pendapatan masyarakat pada kelompok sosial ekonomi
tertentu, terutama diperkotaan menyebabkan adanya perubahan pola makan
dan pola aktivitas yang mendukung terjadinya peningkatan jumlah populasi
obesitas yang merupakan faktor risiko sindrom metabolik.
2.1.5 Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik
Hingga saat ini ada 3 definisi SM yang telah di ajukan, yaitu definisi
World Health Organization (WHO), NCEP ATP–III dan International Diabetes
Federation (IDF). Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama yang sama
dengan penentuan kriteria yang berbeda. Pada tahun 1988, Alberti dan Zimmet
atas nama WHO menyampaikan definisi SM dengan komponen – komponennya
antara lain:
1. Gangguan pengaturan glukosa atau diabetes.
2. Resistensi insulin.
3. Hipertensi.
22
4. Dislipidemia dengan trigliserida plasma >150 mg/dL dan/atau kolesterol high
density lipoprotein (HDL– C) <35 mg/dL untuk pria; <39 mg/dL untuk
wanita.
5. Obesitas sentral (laki–laki: waistto–hip ratio >90; wanita: waist–to– hip ratio
>85) dan/atau indeks massa tubuh (IMT) >30 kg/m2; dan
6. Mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate >20 mg/min atau rasio
albumin/kreatinin >30 mg/g).
Sindrom metabolik dapat terjadi apabila salah satu dari 2 kriteria pertama
dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu tersebut, Jadi kriteria
WHO 1999 menekankan pada adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes
mellitus, dan atau resitensi insulin yang disertai sedikitnya 2 faktor risiko lainya
itu hipertensi, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminaria.
Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah NCEP–
ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang disepakati,
antara lain: lingkar perut pria >102 cm atau wanita >88 cm; hipertrigliseridemia
(kadar serum trigliserida > 150 mg/dL), kadar HDL–C <40 mg/dL untuk pria, dan
<50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah >130/85 mmHg; dan kadar glukosa darah
puasa >110 mg/dL. Suatu kepastian fenomena klinis yang terjadi yaitu obesitas
central menjadi indikator utama terjadinya SM sebagai dasar pertimbangan
dikeluarkannya diagnosis terbaru oleh IDF tahun 2005 (IDF, 2005). Seseorang
dikatakan menderita SM bila ada obesitas sentral (lingkar perut >90 cm untuk pria
Asia dan lingkar perut >80 cm untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor
berikut:
23
1. Trigliserida >150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk
hipertrigliseridemia;
2. HDL–C: <40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan <50 mg/dL (1,29 mmol/L)
pada wanita atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan kadar HDL–C;
3. Tekanan darah: sistolik >130 mmHg atau diastolik >85 mmHg atau sedang
dalam pengobatan hipertensi;
4. Gula darah puasa (GDP) >100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe 2.
Hingga saat ini masih ada kontroversi tentang penggunaan kriteria indikator
SM yang terbaru tersebut.
Kriteria diagnosis NCEP–ATP III menggunakan parameter yang lebih mudah
untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga dapat dengan lebih
mudah mendeteksi sindroma metabolik. Yang menjadi masalah adalah dalam
penerapan kriteria diagnosis NCEP– ATP III adalah adanya perbedaan nilai
“normal” lingkar pinggang antara berbagai jenis etnis. Oleh karena itu pada tahun
2000 WHO mengusulkan lingkar pinggang untuk orang Asia ≥ 90 cm pada pria
dan wanita ≥ 80 cm sebagai batasan obesitas central (Sandra R, 2015). Adapun
kriteria diagnosis yang ditetapkan menurut WHO, ATP III dan IDF sebagai
berikut:
24
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik
Unsur SM WHO ATP III IDF
Hipertensi TD ≥ 140/90
mmHg atau
riwayat terapi anti
hipertensif
TD ≥ 130/85
mmHg atau
riwayat terapi anti
hipertensif
TD sistolik ≥ 130
mmHgTD diastolik
≥ 85 mmHg
Dislipdemia Plasma TG ≥150
mg/dL, HDL-C
L < 40 mg/dL
P< 50 mg/Dl
Plasma TG ≥ 150
mg/dL dan atau
HDL-C
L < 35 mg/dL
P< 40 mg/dL
Plasma TG≥150
mg/dL HDL-C
L < 40 mg/dL
P < 50 mg/dL atau
dalam pengobatan
dyslipidemia
Obesitas
Sentral
Waist to hip ratio:
Laki-laki: > 0,9
Wanita: > 0,85
atauIMB >30
Kg/m
Lingkar perut:
Laki-laki: 102 cm
Wanita : >88 cm
Lingkar perut:
Laki-laki: ≥90 cm
Wanita: ≥80 cm
Kadar
glukosa
darah
tinggi
Toleransi glukosa
terganggu, glukosa
puasa terganggu,
resistensi insulin
atau Diabetes
Melitus
≥ 110 mg/dl GD puasa ≥ 100
mg/dL atau diagnosis
DM tipe 2
Lain-lain Mikroalbuminuri
≥20 μg/menit (rasio
albumin: kreatinin ≥
30)
Sumber: World Health Organization, 2000. NCEP-ATP III. IDF, 2005.
2.1.6 Pengukuran Komponen Sindrom Metabolik
1. Lingkar Perut/Pinggang
Pengukuran antropometri lingkar perut dilakukan dengan menggunakan
pita ukur atau medline. Adapun cara pengukurannya menurut Riskesdas 2013
adalah:
25
a. Menetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
b. Menetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal panggul.
c. Menetapkan titik tengah antara titik tulang rusuk terakhir, titik ujung
lengkung tulang pangkal panggul dan ditandai titik tengah tersebut
dengan alat tulis.
d. Responden berdiri tegak dan bernafas normal.
e. Menarik pita meter mulai dari titik tengah, kemudian secara sejajar
horizontal melinggari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah
diawal pengukuran mendekati 0,1 cm.
f. Bila responden mempunyai perut gendut bawah, pita ukur dilingkarkan
mulai dari bagian yang paling buncit berakhir pada titik tengah tersebut.
2. Tekanan Darah
Adapun cara pengukurannya menurut Riskesdas (2013) adalah:
a. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden sebaiknya
menghindar kegiatan aktivitas fisik seperti olahraga, merokok, dan
makan, minimal 30 menit sebelum pengukuran. Dan juga duduk
beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum pengukuran.
b. Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres.
c. Pastikan responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi
kedua telapak kaki datar menyentuh lantai. Letakkan lengan kanan
responden diatas meja sehingga manset yang sudang terpasang sejajar
dengan jantung responden.
26
d. Singsingkan lengan bajur esponden, memintanya untuk tetap duduk tanpa
banyak bergerak, dan tidak berbicara pada saat pengukuran.
e. Biarkan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan terbuka
ke atas. Pastikan tidak ada lekukan pada pipa manset.
f. Pasang manset pada lengan kanan responden dengan posisi kain
halus/lembut ada di bagian dalam dan D-ring (besi) tidak menyentuh
lengan, masukkan ujung manset melalui D-ring dengan posisi kain
perekat di bagian luar. Ujung bawah manset terletak kira-kira 1-2 cm di
atas siku. Posisi pipa manset harus terletak sejajar dengan lengan kanan
responden dalam posisi lurus dan relaks.
g. Tarik manset dan kencangkan melingkari lengan kanan responden. Tekan
kain perekat secara benar pada kain bagian luar manset. Pastikan manset
terpasang secara nyaman pada lengan kanan responden.
h. Tekan tombol “start”, pada layar akan muncul angka 888 dan semua
simbol.
i. Selanjutnya semua simbol gambar hati akan berkedip-kedip, sampai
denyut tidak terdeteksi dan tekanan udara dalam manset berkurang,
angka sistolik, distolik dan denyut nadi akan muncul.
j. Pengukuran dilakukan dua kali, jarak antara dua pengukuran sebaiknya
antara 2 menit dengan melepas manset pada lengan. Pengukuran pertama
dan kedua dijumlahkan dan dibagi dua dan atat hasil pengukuran.
27
3. Kadar Kolesterol HDL dan Kadar Trigliserida
Cara mengukur kadar kolesterol dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan di laboratorium ataupun dengan cara mengukur kolesterol secara
mandiri menggunakan cholesterol meter (alat ukur kolesterol). Hasil yg
didapatkan dari pengukuran dapat di klasifikasikan apakah kadar kolesterol
total pasien yg dilakukan pemeriksaan dalam rentang bagus, batang ambang
atas, ataupun tinggi (Mumpuni & Wulandari, 2011). Ketika akan dilakukan
pemeriksaan kolesterol, pasien biasanya diminta untuk melakukan puasa 10
jam sebelumnya, namun menurut studi yang dimuat dalam Archives of
Internal Medicine menyatakan bahwa puasa sebenarnya tidak diperlukan
karena orang yang melakukan puasa ataupun tidak hasilnya tidak jauh
berbeda
Pengukuran kadar trigliserida yang dapat diukur dengan menggunakan
sprektrofotometer. Motode pemeriksaan trigelisida adalah metode enzim atis
kolorimetri GPO-PAP (Glyserol Peroxidase Phospat Acid) (Sugiarto, 2012).
4. Kadar Gula Darah
Pengukuran kadar gula darah dalam penelitian ini menggunakan alat
glucometer. Alat ini bekerja dengan cara membaca elektron yang dihasilkan
dari proses pemecahan glukosa menjadi glukagon. Proses pemecahan ini
dilakukan oleh enzim glukosa oksidase yang terdapat dalam strip glucometer
dengan cara oksidasi. Semakin banyak glukosa dalam darah yang teroksidasi
menjadi glukagon, maka semakin banyak elektron yang dihasilkan sehingga
semakin tinggi nilai yang terbaca di alat. (Anani, S. 2012).
28
2.2 Konsep Diabetes Melitus (DM)
2.2.1 Pengertian Diabetes Mellitus
Menurut KemenKes (2014), DM atau disebut diabetes melitus saja
merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pancreas tidak
memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan
kadar gula darah. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam
darah (hiperglikemia). Menurut American Diabetes Association (ADA) (2012)
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi kerana kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau
keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf
dan pembuluh darah. Menurut Maxine, Stephan J. dan Michael W. (2016), DM
adalah penyakit metabolik karena adanya masalah pada pengeluaran insulin, aksi
insulin atau keduanya.
Menurut WHO (2016), diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang
terjadi ketika pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup atau ketika
tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Klasifikasi
Diabetes Melitus dibagi menjadi empat tipe yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM
kehamilan (gestasional), dan DM tipe lainnya. DM tipe 2 dimulai dengan
dominan resistensi insulin disertai difisiensi insulin relatif sampai yang dominan
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin (PERKENI, 2015).
29
Diabetes melitus tipe 2 disebut juga sebagai noninsulin-dependent
diabetes, yaitu diabetes yang tidak tergantung pada insulin, kebanyak terjadi di
usia >40 tahun. Pada diabetes melitus tipe 2 pankreas masih mampu memproduksi
insulin dalam jumlah yang cukup namun sel-sel tubuh tidak merespon insulin
yang ada dengan benar.
Jadi dapat disimpulkan diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit
diabetes yang disebabkan karena sel-sel tubuh tidak merespon insulin yang
dilepaskan pankreas, inilah yang disebut resisten insulin. Resisten insulin dapat
menyebabkan glukosa yang tidak dimanfaatkan sel akan tetap berada di dalam
darah, semakin lama semakin menumpuk. Pada saat yang sama, terjadinya
resistensi insulin membuat pankreas memproduksi insulin yang berlebih, dalam
kondisi yang tidak terkontrol pankreas akan mengurangi jumlah produksi insulin
(Sutanto, 2013).
2.2.2 Etiologi
1. DM Type I atau Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)
Diabetes type ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.
Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta, diabetes ini biasanya
terjadi pada usia 30 tahun menurut (Kemenkes, 2014) dibawah ini:
a. Faktor Genetika
Penderita Diabetes Mellitus tidak mewarisi diabetes type I itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetik ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
30
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Pada Diabetes type I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya saolah-olah sebagai jaringan asing. Auto antibody
terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi
pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya
tanda-tanda klinis diabetes type I.
c. Faktor Lingkungan
Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps), rubella,
sitomegalo virus dan toksin tertentu misalnya golongan nitrosamine yang
terdapat pada daging yang diawetkan dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan destruksi sel beta pancreas.
2. DM Type II atau Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan HLA tidak nampak berperan dalam proses terjadinya NIDDM.
Akan tetapi faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Selain itu
terdapat pula faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM Type II yaitu usia, obesitas, riwayat keluarga, dan kelomok
etnik tertentu menurut (Kemenkes, 2014) dibawah ini:
a. Usia
Resistensi insulin cenderung terjadi pada usia diatas 65 tahun.
Meningkatnya usia merupakan faktor resiko yang menyebabkan fungsi
31
pankreas menjadi menurun sehingga produksi insulin oleh sel beta
pankreas juga ikut terganggu.
b. Obesitas
Riset melaporkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor
determinan yang menyebabkan terjadinya NIDDM, sekitar 80% klien
NIDDM adalah individu dengan masalah kegemukan atau obesitas (20%
diatas BB ideal) karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin
sehingga akan timbul kegagalan toleransi glukosa. Overweight
membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme tubuh. Terjadinya
hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai
kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau
mengalami kelainan dalam pengikatan dengan insulin. Kondisi seperti ini
apabila berlangsung dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan
terjadinya resistensi insulin.
c. Riwayat Keluarga
Klien dengan riwayat keluarga menderita DM akan berisiko lebih
besar. Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa
diremehkan untuk seseorang terserang penyakit diabetes. Menghilangkan
faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa dilakukan untuk seseorang bisa
terhindar dari penyakit diabetes mellitus karena sebab genetik adalah
dengan memperbaiki pola hidup dan pola makan. Dengan memperbaiki
pola makan dan pola hidup insya Allah Anda akan terhindar dari
penyakit yang mengerikan ini.
32
d. Kelompok Etnik
Misalnya penduduk di amerika serikat, dimana golongan Hispanik
serta penduduk asli amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan
Afrika.
e. Insiden
Tingkat prevalensi Diabetes Mellitus sangat tinggi di dunia terdapat
sekitar 16 juta kasus Diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya di
diagnosis 600.000 kasus baru diabetes merupakan penyebab kematian
ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada
orang dewasa akibat retinopati diabetic pada usia yang sama, penderita
diabetik paling sedikit 2 ½ kali 30 lebih sering terkena serangan jantung
dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes.
2.2.3 Patofisiologi DM
1. Patofisiologi Diabetes Tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel
yang memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2015). Kondisi tersebut
merupakan penyakit auto imun yang ditandai dengan ditemukannya anti
insulin atau antibodi sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun
2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan
kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya
penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai minggu.
33
Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya
kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh
karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan tidak akan
merespon insulin yang menggunakan obat oral.
2. Patofisiologi Diabetes Tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini
berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi
insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2015). Resistensi insulin perifer
berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga
menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia
menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini,
ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai,
maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.
3. Patofisiologi Diabetes Gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonisinsulin yang
berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin
dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya
reseptor insulin yang rusak.
2.2.4 Tanda dan Gejala
Menurut Maxine, Stephan J. dan Michael W, (2016), dijelaskan bahwa
Tanda dan Gejala DM adalah sebagai berikut:
34
1. DM tipe I atau DM tergantung insulin (IDDM).
a. Faktor keturunan.
b. BB menurun terus dan selera makan terus tinggi disebabkan oleh
(penipisan air, glikogen, dan trigliserida).
c. Massa otot berkurang terjadi asam amino dialihkan untuk membentuk
tubuh glukosa dan keton.
d. Volume plasma yang diturunkan menghasilkan gejala hipotensi postural.
e. Kehilangan potassium tubuh total dan protein otaku mum berkontribusi
pada kelemahan.
f. Ketoasidosis memperburuk.
g. Mual dan muntah.
h. Tingkat kesadaran pasien menurun.
i. Insulin berkurang.
2. DM Tipe II atau DM tergantung insulin (NIDDM).
a. Peningkatan buang air kecil dan haus.
b. Riwayat hiperglikemia (terutama pasien obesitas).
c. Komplikasi neuropati atau kardivaskuler.
d. Infeksi kulit kronis sering terjadi.
e. Penglihatan kabur.
f. Sering mengantuk.
35
2.2.5 Klasifikasi DM
Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu
(WHO, 2014).
1. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena
kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association (CDA)
2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena
proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes
tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit
dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara
maju maupun di negara berkembang (IDF, 2015).
2. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu
setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari
penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik.
3. Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis
selama kehamilan (ADA, 2015) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar
glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014). Wanita dengan
diabetes gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama
36
kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang
lebih tinggi di masa depan (IDF, 2015).
4. Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena
adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen
serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan
dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja
insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik
2.2.6 Pencegahan DM
Pencegahan DM berdasarkan PERKENI (2011) terdiri dari tiga tingkatan
meliputi:
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan suatu upaya pencegahan yang ditujukan
pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yaitu kelompok yang belum
mengalami DM tipe 2 tetapi memiliki potensi untuk mengalami DM tipe 2
karena memiliki faktor risiko. Pelaksanaan pencegahan primer dapat
dilakukan dengan tindakan penyuluhan dan pengelolaan pada kelompok
masyarakat yang memiliki risiko tinggi merupakan salah satu aspek penting
dalam pencegahan primer.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan timbulnya
komplikasi pada pasien yang mengalami DM tipe 2. Pencegahan ini
37
dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM tipe 2. Program
penyuluhan memegang peranan penting dalam meningkatkan kepatuhan
pasien dalam menjalani program pengobatan dan menuju perilaku sehat.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan suatu upaya yang ditujukan pada pasien
DM tipe 2 yang mengalami komplikasi untuk mencegah kecacatan lebih
lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum
kecacatan berkembang dan menetap. Penyuluhan dilakukan pada pasien serta
pada keluarga pasien. Materi yang diberikan adalah mengenai upaya
rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut agar
dapat mencapai kualitas hidup yang optimal (PERKENI, 2011). Pencegahan
tersier memerlukan pelayanan kesehatan yang menyeluruh antar tenaga
medis. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan
ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis,
gizi, podiatris, dan lain sebagainya) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencegahan tersier.
2.2.7 Penatalaksanaan DM
Menurut PERKENI (2015), Penatalaksanaan DM terdiri dari:
1. Edukasi
Diabetes mellitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang DM
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, masyarakat. Tim kesehatan
38
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Edukasi yang di
berikan meliputi:
a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk
kelompok resiko tinggi.
b. Edukasi untuk pencegahan skunder yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk
pasien baru. Materi edukasi berupa pengertian diabetes, gejala,
penatalaksanaan, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik.
c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan pada
pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi: cara
pencegahan komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain
dan pasien itu sendiri). Menurut Smeltzer et al, (2002) bahwa perencanaan
makan pada pasien diabetes meliputi:
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes mellitus.
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti
vitamin dan mineral.
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil.
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada
pasien diabetes mellitus jika serum lipid menurun maka resiko
komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun.
39
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi
yang dapat ditimbulkan dari diabetes mellitus.
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskuler. Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Latihan juga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida (ADA, 2012). Kegiatan
sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes
mellitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
4. Terapi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar, olah
raga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.
Pasien diabetes mellitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari.
Pasien diabetes mellitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti
diabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin
pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet.
5. Monitoring keton dan gula darah
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar
40
glukosa darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar
kelima dianjurkan kepada pasien DM. Monitor level gula darah sendiri dapat
mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan
hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk
menurunkan resiko komplikasi dari DM.
2.3 Indeks Masa Tubuh (IMT)
2.3.1 Definisi Indeks Masa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan
antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat
menjadi indicator atau menggambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang.
IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan
bahwa IMT berkolerasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti
underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry. Hasil pengukuran
IMT kemudian dikategorikan untuk menentuka nilai status gizi. (Ana vilda dan
Hartini Eko, 2018)
2.3.2 Klasifikasi Indeks Masa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh mempunyai keunggulan utama yakni
menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan
dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya membutuhkan 2
hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara
akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Keterbatasannya adalah
membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual. Adapun
klasifikasi IMT berdasarkan klasifikasi IMT menurut Depkes RI, yaitu:
41
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT
Klasifikasi IMT (Indeks Masa Tubuh)
(Kg/m²)
Kurus IMT < 18,5
Normal IMT ≥18,5 -<24.9
Berat badan lebih IMT ≥25,0 -<27
Obesitas IMT ≥27,0
Sumber: Kemenkes, 2013
2.3.3 Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)
Menurut Buku Pintar Posbindu PTM Kementerian Kesehatan RI (2016),
cara pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat dilakukan melalui rumus,
yaitu:
Menurut rumus metrik:
Berat badan (Kg)
IMT = -----------------------------------------
[Tinggi badan (m)]²
Pengukuran IMT tidak dapat dilakukan pada kondisi-kondisi khusus
seperti ibu hamil, atlet, dan orang dengan penimbunan cairan (di kaki tau perut)
(Buku Pintar Posbindu PTM Kementerian Kesehatan RI, 2016).
2.4 Lansia
2.4.1 Pengertian Lansia
Lanjut usia (Lansia) yaitu seseorang dalam kelompok umur yang
mengalami tahap akhir dalam fase kehidupannya. Menurut UU No. 13/Tahun
1998 tentang Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang
yang berusia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014). Proses menua adalah proses
42
alamiah kehidupan yang terjadi mulai dari awal seseorang hidup dan memiliki
beberapa fase yaitu anak, dewasa, dan tua (Kholifah, 2016).
Lansia adalah tahap akhir dalam proses kehidupan yang terjadi penurunan
dan perubahan fisik, psikologi, sosial yang saling berhubungan satu sama lain,
sehingga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan fisik maupun jiwa pada
lansia (Cabrera, 2015). Lansia mengalami penurunan biologis secara keseluruhan,
dari penurunan tulang, massa otot yang menyebabkan lansia mengalami
penurunan keseimbangan yang beresiko untuk terjadinya jatuh pada lansia
(Susilo, 2017).
2.4.2 Batasan Usia Lansia
Berikut ini adalah batasan-batasan usia lansia, menurut WHO ada empat
tahapan usia yaitu:
1. Usia pertengahan (Middle age) usia 45-59 tahun.
2. Lanjut usia (erderly) usia 60-74 tahun.
3. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.
4. Usia sangat tua (Very old) usia >90 tahun.
Sedangkan menurut Depkes RI (2013) batasan umur lansia dikategorikan
sebagai berikut:
1. Pralansia, yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia, yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan.
43
4. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
5. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya hanya bergantung pada bantuan orang lain.
2.4.3 Proses Menua
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk
tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada
manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang,
jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan
kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap penyakit
seperti sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain.
2.4.4 Permasalahan Usia Lanjut
Lanjut usia mengalami sering masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran sel-sel tubuh sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta
faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering
dialami oleh lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan
mendadak, dll. Selain itu ada beberapa penyakit yang sering terjadi pada lansia
seperti hipertensi, gangguan pendengeran dan penglihatan, demensia,
osteoporosis, dsb. Lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga
menimbulkan beberapa permasalahan. Adapun permasalahan tersebut adalah
sebagai berikut:
44
1. Masalah fisik
Masalah yang dihadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah,
sering terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat,
indera penglihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai
berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga sering mengalami
sakit.
2. Masalah Kognitif
Masalah yang dihadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif,
adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk
bersosisalisasi dengan masyarakat disekitar.
3. Masalah Emosional
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan emosional, yaitu
rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian
lansia kepada kelaurga menjadi besar. Selain itu, lansia sering marah apabila
ada sesuatu yang kurang sesuai denga kehendak atau keinginan pribadi dan
sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
4. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah
kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang menurun,
merasa kurang tenang ketika anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah
dan merasa gelisah ketika menemui permasahaan hidup yang cukup serius.
45
2.5 Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
2.5.1 Pengertian Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) adalah wujud peran serta masyarakat
dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor resiko PTM
secara mandiri dan berksinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk
kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat hampir semua faktor resiko PTM
pada awalnya tidak memberikan gejala (Buku Pintar Posbindu PTM Kementerian
Kesehatan RI, 2016).
2.5.2 Klasifikasi Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
Menurut Buku Pintar Posbindu PTM Kementerian Kesehatan RI (2016),
berdasarkan jenis kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini yang
dapat dilakukan oleh Posbindu PTM, maka dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok Posbindu PTM, yaitu:
1. Posbindu PTM Dasar
Meliputi pemeriksaan deteksi dini faktor resiko yang dilakukan dengan
wawancara terarah melalui penggunaan instrumen atau formulir untuk
mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular dalam keluarga dan yang
telah diderita sebelumnya, pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar
perut, IMT, pemeriksaan tekanan darah, serta konseling.
2. Posbindu PTM Utama
Meliputi kegiatan Posbindu PTM Dasar ditambah dengan pemeriksaan
gula darah, kolesterol total, trigliserida, pengukuran APE, konseling dan
pemeriksaan IVA serta CBE, pemeriksaan kadar alkohol dalam darah dan tes
46
amfetamin urin bagi pengemudi, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
terlatih (Dokter, Bidan, perawat kesehatan/tenaga ahli teknologi laboratorium
medik/lainnya).
Posbindu PTM Utama dilaksanakan bila memiliki sumber daya berupa
peralatan, tenaga kesehatan dan tempat pemeriksaan yang memadai. Bila
kelompok/organisasi/institusi di masyarakat ini belum memiliki sumber daya
yang mencukupi, maka pengembangan dilakukan pada tahap awal dengan
Posbindu PTM Dasar. Seiring dengan perkembangan sumber daya yang
dimiliki, maka Posbindu PTM dasar dapat ditingkatkan menjadi Posbindu
PTM Utama.
47
2.6 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Sumber: Modifikasi Soetardjo (2011))
Tidak
dapat
diubah
Dapat
diubah
Jenis kelamin
Genetik
Kadar hormon esterogen
Perubahan membran sel
Overwight
Asupan gizi
Stress&depresi
Merokok
Kurangnya aktivitas fisik
Sosial ekonomi
Tingginya kalori&karbohidrat
Peningkatan hormon adrenalin
Tingkat denyut jantung
IMT ≥ 25kg/m² Obesitas Sentral
Hipertensi
Kadar gula tinggi
Kadar HDL rendah
Sindrom
metabolik
(SM)
Kadar trigelisida
tinggi
Umur Produksi insulin menurun
Diabetes
mellitus
(DM) tipe 2
48
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini merupakan proses simflikasi dari kerangka teori.
Berdasarkan kerangka konsep diatas, dijelaskan bahwa variabel yang diambil
dalam penelitian berfokus pada variabel bebas (independen) dan variabel terikat
(dependen).
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Keterangan:
: Diteliti
: Berhubungan
Variabel Independen Variabel Dependen
Indeks Masa Tubuh Sindrom Metabolik (SM)
49
Faktor independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel yang lain. Pada penelitian ini, faktor independen (variabel
bebas) adalah indeks massa tubuh. Sedangkan faktor dependen (variabel terikat)
adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen.
Faktor dependen pada penelitian ini adalah sindrom metabolik yang gejalanya
meliputi obesitas sentral, hipertensi, kadar HDL rendah, kadar gulah darah tinggi,
trigelisida tinggi.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang akan
diteliti. Hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salah dengan
cara terbatas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya
(Sugiyono, 2013).
Ditinjau dari operasi rumusannya, ada dua jenis hipotesis yaitu:
1. Hipotesis nol atau hipotesis nihil, hipotesis ini dituliskan dengan “H0” adalah
hipotesis yang meniadakan perbedaan antar kelompok atau meniadakan
hubungan sebab akibat antar variabel.
2. Hipotesis Ha, hipotesis ini dituliskan dengan “Ha”, hipotesis ini digunakan
untuk menolak atau menerima hipotesis nihil (nol). Hipotesis ini menyatakan
adanya hubungan antar variabel.
50
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan kerangka konsep dan
tujuan penelitian, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
Ha : Ada hubungan indeks massa tubuh dengan sindrom metabolik pada
penderita diabetes mellitus tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan
Nambangan Lor Manguharjo.
51
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif yang bersifat
korelasional, yaitu terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Dalam
penelitian kesehatan, rancangan (desain) studi yang banyak digunakan adalah
studi potong lintang (cross-sectional study). Dalam arti luas, studi potong lintang
adalah suatu penelitian dengan peneliti melakukan observasi atau pengukuran
variabel hanya satu kali pada satu saat. Kata pada satu saat bukan berarti semua
subjek diamati tepat pada saat yang sama, tetapi berarti bahwa tiap subjek hanya
diobservasi satu kali dan pengukuran variabel penelitian dilakukan pada saat yang
sama (Dyan Kunthi, Nugrahaeni, 2011).
Studi potong lintang untuk penelitian analitik adalah studi yang
mempelajari hubungan faktor resiko (paparan) dan efek (penyakit/masalah
kesehatan) dengan cara mengamati faktor resiko dan efek secara serentak pada
banyak individu dari suatu populasi pada satu saat. Maka penelitian ini
dimaksudkan untuk melihat hubungan indeks masa tubuh (IMT) dengan sindrom
metabolik pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan
Nambangan Lor Manguharjo. (Dyan Kunthi, Nugrahaeni, 2011).
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam
suatu penelitian. Penentuan sumber data merupakan suatu hal yang sangat penting
52
dan menentukan keakuratan hasil penelitian. (Saryono 2016). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh penderita diabetes mellitus tipe 2 yang telah
terdiagnosis oleh dokter di Kelurahan Nambangan Lor Kecamatan Manguharjo
Kota Madiun yaitu sejumlah 109 orang yang mengalami sindrom metabolik dan
tidak mengalami sindrom metabolik.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi.
Populasi yang akan diteliti terkadang jumlahnya sangat banyak, tempatnya luas
dan berasal dari strata atau tingkatan yang berbeda. Adanya keterbatasan waktu,
tenaga, biaya, dan sebab lain, penelitian hanya menggunakan sebagian dari
populasi sebagai sumber data (Saryono 2016). Jumlah sampel yang akan diambil
berdasarkan rumus Slovin, yaitu:
Keterangan:
n : Jumlah Sampel
N : Jumlah Populasi
e : Tingkat Signifikan/kesalahan (0,05)
Maka dapat dihitung besar sampel atau total sampel sebagai berikut:
53
Jadi, sampel yang digunakan peneliti untuk dilakukannya penelitian adalah
sebesar 86 orang/sampel.
4.2.3 Kriteria Sampel
Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi
hasil penelitian, khususnya jika terhadap variabel-variabel kontrol ternyata
mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013):
1. Kriteria Inklusi
Pada penelitian ini kriteria inklusi meliputi:
a. Responden yang telah terdaftar dalam catatan/data posbindu PTM.
b. Responden yang bersedia untuk diteliti.
c. Responden yang berusia ≥ 40 tahun.
2. Kriteria Eksklusi
Pada penelitian ini kriteria eksklusi meliputi:
a. Responden bukan merupakan ibu hamil, atlet, dan orang dengan
penimbunan cairan (di kaki atau perut).
4.3 Teknik Sampling
Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Menurut
Notoatmodjo (2018) Teknik sampling adalah cara atau teknik-teknik tertentu
dalam mengambil sampel penelitian sehingga sampel tersebut sebisa mungkin
dapat mewakili populasinya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
dengan teknik non probability sampling dengan metode purposive sampling yaitu
teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai
54
dengan yang dikehendaki oleh peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian),
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya (Nursalam, 2015). Sampel dalam penelitian ini adalah sindrom
metabolikyaitu sejumlah 86 orang. Alasan menggunakan teknik purposive
sampling adalah karena tidak semua sampel memiliki kriteria yang sesuai dengan
fenomena yang diteliti. Oleh karena itu, penulis memilih teknik Purposive
Sampling yang menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria
tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel-sampel yang digunakan dalam
penelitian ini.
55
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja penelitian ini terdiri dari:
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian
Teknik Sampel:
non probability sampling dengan metode purposive sampling
Desain Penelitian:
Desain penelitian dengan pendekatan Cross Sectional
Pengumpulan Data:
Pengumpulan data sekunder
Pengolahan Data:
Pengecekan data (editing), memberi kode data (coding), Entry Data, Tabulating
Analisis Data:
Uji Chi Square (Taraf signifikasi α=0,05)
Penyajian Hasil dan Kesimpulan
Variabel Bebas
Indeks Massa Tubuh
Variabel Terikat
Sindrom Metabolik
Populasi:
Seluruh penderita DM tipe 2 di wilayah Kelurahan Nambangan Lor Kecamatan
Manguharjo yaitu sejumlah 109 orang
Sampel:
Penderita DM tipe 2 yang telah terdiagnosis oleh dokter di wilayah Kelurahan
Nambangan Lor Kecamatan Manguharjo yaitu sejumlah 86 orang
56
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian
4.5.1 Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Variable independen adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh
peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel terikat. Independent
Variable biasanya dimanipulasi, diamati, diukur untuk diketahui
hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain (Nursalam, 2013).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah indeks massa tubuh (IMT).
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan
oleh variabel lain. Variabel respon akan muncul sebagai akibat dari
manipulasi variabel-variabel lain. Dalam ilmu perilaku, Dependent Variable
adalah aspek tingkah laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenai
stimulus (Nursalam, 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
Sindrom Metabolik.
4.5.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan uraian tentang batasan variabel atau
tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi operasional
adalah faktor utama pengumpulan data agar data antar responden yang berbeda
tetap konsisten (Notoatmodjo, 2018). Definisi Operasional dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
57
Tabel 4.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor Kategorik
Variabel
Dependen:
Sindrom
Metabolik
Pengukuran sindrom metabolic
yang diukur dengan cara melihat
kriteria yang telah ditetapkan
yaitu
1. Obesitas sentral yang diukur
menggunakan pita ukur
dengan satuan cm
2. Kadar gula darah yang diukur
menggunakan glucometer
dengan satuan mg/Dl
3. Tekanan darah yang diukur
menggunakan tensimeter
dengan satuan mmHg
5. Kadar Trigelisida yang diukur
menggunakan
sprektrofotometer dengan
satuan mg/dl
6. Kadar Kolesterol HDL yang
diukur menggunakan
cholesterol meter dengan
satuan mg/dl
1. Obesitas sentral: LP
≥90cm (laki-laki), ≥80
cm (wanita)
2. Kadar gula darah: ≥
100 mg/Dl, atau sedang
pengobatan
hiperglikemik
3. Tekanan darah: sistolik
≥130 mmHg atau
distolik
7. ≥85 mmHg, atau
sedang pengobatan
hipetensi
3. Kadar Trigelisida: ≥150
mg/dl, atau sedang
dalam pengobatan
khusus lipid abnormal
4. Kadar Kolesterol HDL:
<40mg/dl(laki-laki)
untuk < 50 mg/dl
(wanita) atau sedang
dalam pengobatan
khusus lipid abnormal
Data Sekunder
Posbindu
PTM
Nominal 0= Sindrom
Metabolik
1= Tidak
Sindrom
Metabolik
0= Sindrom
Metabolik,
jika ≥ 3
kriteria yang
telah diukur
1= Tidak
Sindrom
Metabolik,
jika <3
kriteria yang
telah diukur
58
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Skor Kategorik
Variabel
Independen:
IMT (Indeks
Masa Tubuh)
IMT merupakan suatu
pengukuran yang menghubungkan
atau membandingkan antara berat
badan (kg) dengan tinggi badan
(cm)
1. Obesitas apabila,
jika > 27,0 kg/m²
2. Tidak Obesitas apabila,
jika ≥18,5 - <27,0
kg/m².
Data Sekunder
Posbindu
PTM
Nominal 0= Obesitas
1= tidak
obesitas
0= Obesitas,
jika > 27,0
kg/m²
1= tidak obesitas,
jika ≥18,5 -
<27,0 kg/m².
59
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik (cermat, lengkap, dan sistematis). Jenis instrumen penelitian dapat berupa
angket, checklist, pedoman wawancara, pedoman pengamatan, alat pemeriksaan
laboratorium dan lain – lain (Saryono, 2010). Dalam penelitian ini instrumen yang
digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
catatan/data posbindu PTM Kelurahan Nambangan Lor Kecamatan Manguharjo.
Berikut instrumen pengumpulan data dalam penelitian:
1. Alat ukur dengan observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati,
mencatat dan melakukan pertimbangan. Cara yang paling efektif dalam
melakukan metode ini adalah menyusunnya kedalam format yang disusun
berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan
terjadi (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini, teknik observasi digunakan
untuk mengetahui gejala sindrom metabolik yang dilakukan dengan cara
pengukuran dengan melihat tekanan darah pada subyek yang diteliti dengan
menggunakan tensimeter, pengukuran indeks massa tubuh (IMT) yang
sebelumnya telah dilakukan penimbangan berat badan dan tinggi
badan,pengukuran lingkar perut menggunakan pita pengukur/metline,
pengukuran kadar gula darah dengan alat glucometer, pengukuran kadar
trigelisida dengan alat ukur spectrometer, pengukuran kadar kolesterol HDL
60
dengan alat ukur cholesterol meter, setelah itu dicatat pada lembar observasi
yang telah disediakan.
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.7.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di posbindu PTM wilayah Kelurahan Nambangan
Lor yaitu Posbindu Sagita.
4.7.2 Waktu Penelitian
Tabel 4.2 Realisasi Kegiatan Penelitian Tahun 2020
No Kegiatan Tanggal Pelaksanaan
1. Pembuatan dan Konsul Judul 26 November 2019
2. Penyusunan dan Bimbingan
Proposal
06 Desember – 07 februari 2020
3. Ujian Seminar Proposal 27 februari 2020
4. Revisi Proposal 01 Maret 2020
5. Pengambilan Data 08 Juni – 16 Juni 2020
6. Ujian Skripsi 14 Juli 2020
7. Revisi Skripsi 20 Juli 2020
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian
(Nursalam, 2013).
4.8.1 Perijinan Penelitian
Proses-proses dalam penelitian ini pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
1. Mengurus ijin kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia
Madiun.
61
2. Mengurus ijin kepada Bakesbangpol.
3. Mengurus ijin kepada Dinas Kesehatan Kota Madiun.
4. Mengurus ijin kepada Puskesmas Manguharjo Kota Madiun.
5. Mengurus ijin kepada pemegang progam kegiatan Posbindu PTM di
Puskesmas Manguharjo Kota Madiun.
4.8.2 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan metode
observasi dengan melihat hasil catatan rekam medik/posbindu PTM yang dapat
memenuh kriteria penelitian, dan diperoleh juga melalui instansi kesehatan seperti
WHO, Riskesdas Indonesia, dinas kesehatan kota madiun, presentasi diabetes
mellitus didapat dari profil Penyakit Tidak Menular puskemas Manguharjo dan
penderita DM tipe 2 diperoleh dari Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo Kota Madiun berupa jumlah penderita diabetes mellitus, profil
kesehatan berupa data diabetes mellitus.
4.9 Teknik Analisis Data
4.9.1 Tahap Pengolahan Data
Tahap-tahap pengolahan data menurut notoatmodjo (2018) dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa atau pengecekan kembali data
maupun kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan
pada tahap pengumpulan data, pengisian kuesioner, dan setelah data
terkumpul (Notoatmodjo, 2018).
62
2. Scoring
Pengolahan data selanjutnya adalah memberikan skor berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan. Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan
data, dilakukan interpretasi terhadap skor individual dalam skala gautaman
(Notoatmodjo, 2018).
a. Hasil pengukuran indeks massa tubuh (IMT) dilakukan dengan observasi
data dan pengelompokan data. Pemberian nilai untuk indeks massa tubuh
(IMT) dengan kriteria penilaian kurus, normal, dan obesitas.
b. Hasil pengukuran sindrom metabolik dilakukan dengan observasi data
dan pengelompokan data. Pemberian nilai untuk sindrom metabolik
dengan kriteria penilaian sindrom metabolik dengan tidak sindrom
metabolik.
3. Coding
Coding adalah kegiatan memberikan kode numerik (angka) terhadap data
yang terdiri dari beberapa kategori, coding atau mengkode data bertujuan
untuk membedakan berdasarkan karakter (Notoatmodjo, 2018). Coding pada
penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan kode angka pada setiap
jawaban untuk mempermudah dalam pengolahan dan analisis data. Data yang
masuk dalam pengkodingan adalah sebagai berikut:
a. Untuk variabel indeks massa tubuh (IMT) dengan kategori:
0 = Obesitas, jika >27,0 kg/m².
1 = Tidak Obesitas jika ≥18,5 - <27,0 kg/m².
63
b. Untuk variabel sindrom metabolik dengan kategori:
0 = sindrom metabolik
1 = tidak sindrom metabolik
4. Data Entry
Pengolahan data selanjutnya adalah processing yaitu data yang telah
didapatkan dari masing-masing kategori dalam bentuk “kode” dan
dimasukkan pada program software komputer. Dalam proses ini dituntut
ketelitian dari orang yang melakukan “data entry” ini. Apabila tidak maka
terjadi bias, meskipun hanya memasukkan data (Notoatmodjo, 2018).
5. Tabulating
Tabulating adalah mengelompokkan data setelah melalui editing dan
coding ke dalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya,
sesuai dengan tujuan penelitian. Tabel ini terdiri atas kolom dan baris. Kolom
pertama yang terletak paling kiri digunakan untuk nomer urut atau kode
responden. Kolom yang kedua dan selanjutnya digunakan untuk variabel
yang terdapat dalam dokumentasi. Baris digunakan untuk setiap responden.
6. Cleaning
Cleaning yaitu proses pembersihan data, apabila semua data dari setiap
sumber atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk
melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,
ketidaklengkapan data, dan sebagainya. Untuk kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2018).
64
4.9.2 Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai
tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
mengungkap fenomena (Nursalam, 2013).
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Semua karakteristik responden seperti
umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan setiap variabel dalam
penelitian ini yaitu indeks massa tubuh dan sindrom metabolik pada penderita
diabetes mellitus di analisis menggunakan analisa proporsi dan dituangkan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi menggunakan aplikasi software SPSS
for windows dengan tingkat kemaknaan ⍺ = 0,05.
2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010).
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen yang dianalisis dengan uji statistic Chi-
Square dan menggunakan SPSS for windows dengan tingkat kemaknaan ⍺ =
0,05. Analisa ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Syarat dari uji Chi-Square adalah
sebagai berikut:
65
a. Skala data adalah kategorik (nominal/ordinal)
b. Tidak ada sel dengan nilai frekuensi kenyataan atau disebut juga Actual
Count (F0) sebesar 0 (Nol)
c. Apabila bentuk tabel kontingensi 2x2, maka tidak boleh ada 1 sel saja
yang memiliki frekuensi harapan atau disebut juga expected count (“Fh”)
kurang dari 5.
d. Apabila bentuk tabel lebih dari 2x2, misal 2x3, maka jumlah sel dengan
frekuensi harapan yang kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20%.
Hasil uji Chi-Square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya perbedaan
proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat menyimpulkan
ada/tidaknya hubungan antara dua variabel kategorik. Uji Chi-Square tidak
dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uji Chi-Square tidak dapat
mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar dibanding
kelompok yang lain. Keputusan dari pengujian Chi-Square:
a. Jika ρ value ≤ 0,05, Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
b. Jika ρ value > 0,05, Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
4.10 Etika Penelitian
Karya tulis ilmiah dalam bentuk penelitian pada umumnya melibatkan
responden baik pada aspek manajemen pelayanan atau individu sebagai sumber
data. Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitin harus memegang
66
teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika
penelitian.
Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki risiko
yang dapat merugikan atau membahayakan subjek penelitian, nmun peneliti harus
mempertimbangkan aspek sosio etika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan (Jacob, 2004 dalam Rosjidi & Liawati, 2013).
Berikut prinsip etika penelitian yang harus diperhatikan :
1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Responden membaca dan menyetujui maksud dan tujuan dari penelitian
yang dijelaskan oleh peneliti dan yang sudah tertulis di dalam lembar
formulir. Kemudian mengisi formulir dan memberikan tanda tangan sebagai
persetujuan untuk menjadi responden penelitian.
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasian subjek peneliti tidak mencantumkan nama
lengkap subjek pada lembar pengumpulan data. Peneliti memberikan
informasi kepada responden untuk mencantumkan inisial nama saja, namun
ada juga responden yang bersedia untuk mencantumkan nama lengkap, maka
penulis akan menjaga privasi dari responden tersebut.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Segala informasi yang didapat oleh peneliti baik dari responden langsung
maupun dari hasil pengamatan dijamin kerahasiannya oleh peneliti. Identitas
asli yang didapat dari informed consent disimpan oleh peneliti. Pada
kuesioner penelitian responden hanya mengisi pertanyaan dan peneliti
67
memberikan kode pada kuesioner sehingga identitas reponden tidak
diketahui.
68
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Nambangan Lor adalah sebuah kelurahan di Kecamatan
Manguharjo Kota Madiun Provinsi Jawa Timur, merupakan dataran rendah,
terletak antara 7-8 derajat lintang selatan dan 111-112 derajat Bujur Timur dengan
ketinggian lebih kurang 63 meter dari permukaan laut. Kelurahan Nambangan Lor
menempati lahan seluas 98,45 Ha, dengan batas-batas wilayah seperti berikut:
Sebelah Utara : Kelurahan Pangonganan, Kota Madiun
Sebelah Timur : Kelurahan Pandean, Kota Madiun
Sebelah Selatan : Kelurahan Nambangan Kidul, Kota Madiun
Sebelah Barat : Kelurahan Manguharjo, Kota Madiun
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kelurahan Nambangan Lor
(Sumber: Puskesmas Manguharjo Kota Madiun)
69
Kelurahan Nambangan Lor dihuni sebanyak 2.429 rumah. Jumlah
penduduk yang ada di Kelurahan Nambangan Lor sebanyak 13.341 jiwa, 3.505
KK dan 9.806 jiwa. Orang dengan urutan paling tertinggi yaitu perempuan
sebanyak 5.812 orang dan laki-laki 6.529 orang, yang tersebar di 70 RT dan 16
RW.
5.1.1 Gambaran Umum Posbindu Sagita PTM Kelurahan Nambangan Lor
Pengendalian PTM yang dilakukan di Posbindu Sagita PTM Kelurahan
Nambangan Lor adalah kegiatan diluar gedung yang berupa Posbindu dengan
menggunakan instrumen berupa KMS dan untuk kegiatan PTM dengan prinsip
dan tujuan tersebut yaitu untuk mengendalikan faktor risiko penyakit tidak
menular.
Posbindu PTM adalah salah satu kegiatan yang dilakukan program
pemberantasan penyakit tidak menular, dengan Posbindu PTM diperkenalkan kata
CERDIK yang merupakan jargon berisikan implementasi perilaku sehat untuk
pengendalian fakto risiko PTM. Kata CERDIK itu sendiri terdiri dari beberapa
huruf awal yang dirangkaikan menjadi kalimat perilaku sehat untukmencegah
terjadinya penyakit tidak menular, yaitu Cek kondisi kesehatan secara Berkala,
Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga, Diet yang sehat dengan kalori
berimbang, Istirahat yang cukup, Kendalikan stres.
Kegiatan Posbindu Sagita PTM Kelurahan Nambangan Lor Kota Madiun
dilaksanakan setiap satu bulan sekali yang meliputi wawancara masalah konsumsi
rokok, alkohol, kurang makan sayur-buah, aktivitas fisik, Indeks Massa Tubuh
(IMT), analisa lemak tubuh dan tekanan darah, serta meliputi pemeriksaan kadar
70
gula darah, kolesterol darah, dan asam urat darah. Masyarakat yang dapat
mengikuti program Posbindu PTM yaitu mulai dari usia 15 tahun keatas. Adapun
jumlah yang menderita DM tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo ada sebanyak 109 orang. (Profil Puskesmas Manguharjo, 2019).
5.2 Karakteristik Responden
Hasil analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik
responden masing-masing variabel, baik variabel independen dan variabel
dependen. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1 Laki-laki 29 33,7
2 Perempuan 57 66,3
Total 86 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 57 orang (66,3%).
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo
No Usia Frekuensi Persentase (%)
1 36-45 tahun 8 9,3
2 46-55 tahun 24 27,9
3 56-65 tahun 25 29,1
4 ≥66 tahun keatas 29 33,7
Total 86 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020
71
Berdasarkan tabel 5.2 diatas, dapat diketahui bahwa responden dengan
usia paling banyak adalah berusia ≥ 66 tahun keatas yaitu sebanyak 29 orang
(33,7%), sedangkan responden dengan usia paling sedikit adalah berusia 36-
45 tahun yaitu sebanyak 8 orang (9,3%).
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo
No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1 Tingkat Pendidikan Dasar 33 38,4
2 Tingkat Pendidikan Menengah 46 53,5
3 Tingkat Pendidikan Tinggi 7 8,1
Total 86 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.3 diatas, bahwa sebagian besar responden memiliki
Tingkat Pendidikan Menengah yaitu sebanyak 46 orang (53,5%), sedangkan
sebagian kecil responden adalah dengan Tingkat Pendidikan Tinggi yaitu
sebanyak 7 orang (8,1%).
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 5.4 Distribusi Frekuesnsi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak Bekerja 37 43,0
2 Karyawan Swasta 29 33,7
3 Pedagang 8 9,3
4 Wiraswasta 8 9,3
5 Pensiunan 4 4,7
Total 86 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020
72
Berdasarkan tabel 5.4 diatas, bahwa reponden yang paling banyak adalah
tidak bekerja yaitu sebanyak 37 orang (43,0%), sedangkan responden yang
paling sedikit adalah Pensiunan yaitu sebanyak 4 orang (4,7%).
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Indeks
Massa Tubuh (IMT) di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan
Lor Manguharjo
No IMT Frekuensi Persentase (%)
1 Obesitas 46 53,5
2 Tidak Obesitas 40 46,5
Total 86 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.5 diatas menunjukkan sebagian besar responden
mengalami obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu sebanyak
46 orang (53,5%), sedangkan responden yang tidak obesitas berdasarkan
Indeks Massa Tubuh (IMT) sebanyak 40 orang (46,5%).
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Sindrom Metabolik
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Sindrom Metabolik di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan
Lor Manguharjo
No Sindrom Metabolik Frekuensi Persentase (%)
1 Sindrom Metabolik 50 58,1
2 Tidak Sindrom Metabolik 36 41,9
Total 86 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat diketahui menunujukkan bahwa
sebagian besar responden menderita sindrom metabolik yaitu sebanyak 50
orang (58,1%), sedangkan responden yang tidak menderita sindrom
metabolik yaitu 36 orang (41,9%).
73
5.3 Hasil Penelitian
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui Hubungan antara Indeks
Massa Tubuh (IMT) dengan Sindrom Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo. Penelitian ini
menggunakan uji Chi-Square dan penentuan Odds Ratio (OR) atau Ratio
Prevalens (RP) dengan taraf kepercayaan (CI) 95% dan tingkat kemaknaan 0,05.
Berikut adalah hasil analisa bivariat penelitian menggunakan pengolahan data
statistik.
1. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo
Tabel 5.7 Tabulasi Silang Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom
Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu
Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo
IMT
Sindrom Metabolik
RP 95% CI P Sindrom
Metabolik
Tidak
Sindrom
Metabolik
Total
N % N % N %
Obesitas 40 87,0 6 13,0 46 100 20,0 6,5-61,1 0,000
Tidak
Obesitas
10 25,0 30 75,0 40 100
Sumber : Hasil Pengolahan Data Penelitian, 2020
Berdasarkan tabel 5.7 diatas dapat diketahui bahwa responden
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang obesitas yaitu sebanyak 40
orang (87,0%) mengalami sindrom metabolik, lebih besar dibandingkan
responden yang tidak obesitas yaitu sebanyak 10 orang (25,0%) mengalami
sindrom metabolik pada penderita DM tipe 2.
74
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan uji Chi-Square
menunjukkan bahwa nilai ρ-value 0,000 < α 0,05 maka dapat ditarik
kesimpulan secara statistic yang berarti bahwa terdapat hubungan antara
indeks massa tubuh (imt) dengan sindrom metabolik pada penderita diabetes
mellitus tipe 2, dengan nilai RP sebesar 20,0 dan (95% CI = 6,5-61,1), maka
dapat disimpulkan bahwa responden yang menderita DM Tipe 2 yang
mengalami obesitas kemungkinan sebesar 20 kali lipat lebih besar untuk
menderita sindrom metabolik dibandingkan dengan responden tidak
mengalami obesitas.
5.4 Pembahasan
5.4.1 Sindrom Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo
Penderita Sindrom metabolik di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan
Lor Manguharjo yaitu sebanyak 50 orang (58,1%) sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 57 orang (66,3%), berusia ≥ 66 tahun
ke atas yaitu sebanyak 29 orang (33,7%), dan berlatar belakang pendidikan tingkat
menengah (SMP & SMA) yaitu sebanyak 46 orang (53,5%), serta sebagian besar
tidak bekerja yaitu sebanyak 37 orang (43,0%).
Hal ini dikarenakan bahwa responden perempuan lebih berisiko mendapat
penyakit sindrom metabolik dibandingkan dengan laki-laki, berdasarkan
kelompok umur diketahui bahwa seiring dengan bertambahnya umur responden
maka insiden penyakit sindrom metabolik semakin meningkat. Secara umum,
umur semakin tua maka fungsi metabolisme atau fungsi fisiologi menurun di
75
dalam tubuh sehingga kerap terjadi berbagai penyakit kronis seperti DM, PJK dan
stroke.
Adapun penyebab penderita sindrom metabolik di Posbindu Sagita
Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo adalah perilaku penderita yang kurang
menerapkan gaya hidup sehat, karena kebanyakan dari penderita sindrom
metabolik masih suka mengkonsumsi makanan/minuman manis, mengkonsumsi
minuman manis lebih dari satu kali perhari, kurang mengkonsumsi sayur dan
buah, makan dengan makanan yang berlemak, berkolestrol tinggi, seperti
makanan barat, konsumsi daging dan makanan gorengan yang dapat
meningkatkan sindrom metabolik, selain itu kurang sadarnya akan pentingnya
aktivitas fisik seperti jalan-jalan ringan, bersepeda santai, dan senam (3-5 kali
seminggu), dan stretching di sela-sela aktivas ringan agar tercipta taraf hidup yang
lebih sehat.
5.4.2 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan
Nambangan Lor Manguharjo
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang
menderita DM Tipe 2 mengalami sindrom metabolik yang memiliki obesitas
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu sebanyak 40 orang (87,0%). Hal
tersebut didukung dengan hasil uji Chi-Square dengan membaca Continuity
Correction karena memiliki nilai expected > 5 dan jumlah sel < 20% yang
menunjukkan bahwa nilai ρ. Value = 0,000 < α = 0,05 dan nilai RP sebesar 20,0
(95% CI (6,5-61,1)). Hasil tersebut membuktikan bahwa ada hubungan Indeks
Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2
76
di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo. Jadi responden yang
mengalami obesitas lebih banyak 20 kali lipat mengalami sindrom metabolik
daripada responden yang tidak mengalami obesitas.
Obesitas artinya berat badan yang minimal sebanyak 20% dari berat badan
normal atau Indeks Masa Tubuh. Obesitas menyebabkan reseptor insulin pada
target sel diseluruh tubuh kurang sensitif dan jumlahnya berkurang sehingga
insulin dalam darah tidak dapat dimanfaatkan akibatnya adalah kadar gula darah
menjadi meningkat (Ilyas dalam Soegondo, 2007).
Hasil penelitian Mega dkk menyatakan responden yang mengalami
sindrom metabolik dan mengalami komplikasi sebesar 80% sedangkan yang
mengalami sindrom metabolik dan tidak mengalami komplikasi sebesar 20%,
apabila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi kronis, baik
komplikasi makrovaskuler maupun mikrovaskuler. Sindrom Metabolik ini pada
dasarnya merupakan kondisi prasakit yang ditandai dengan sekumpulan kelainan
dengan berbagai konsekuensi klinis yang apabila dibiarkan berlanjut dan tidak
ditangani sejak dini akan mengakibatkan berbagai penyakit degeneratife seperti
Diabetes Mellitus.
Penelitian ini sejalan dengan Marice S 2015 ada hubungan sindrom
metabolik (SM) dengan penyakit DM. Semakin bertambah jumlah komponen
sindrom metabolik maka risiko untuk mendapat penyakit degeneratif salah
satunya DM semakin besar. Bahwa responden perempuan lebih berisiko mendapat
penyakit sindrom metabolik dibandingkan dengan laki-laki, berdasarkan
kelompok umur diketahui bahwa seiring dengan bertambahnya umur responden
77
maka insiden penyakit sindrom metabolik meningkat. Secara umum, umur
semakin tua maka fungsi metabolisme atau fungsi fisiologi menurun di dalam
tubuh sehingga kerap terjadi berbagai penyakit kronis seperti DM, PJK dan
stroke.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, banyak responden penderita
DM Tipe 2 yang menderita sindrom metabolik dan juga mengalami obesitas yaitu
sebanyak 40 orang (87,0%), hal ini dikarenakan mempunyai lebih dari tiga
komponen dari sindrom metabolik dibarengi terdapat penyakit yang lainnya juga
menyertai jadi tidak hanya penyakit diabetes miletus saja namun ada beberapa
penyakit yang mereka alami seperti obesitas, hipertensi, kadar trigelisida tinggi
dan juga kadar HDL rendah.
Dikarenakan cenderung memiliki gaya hidupnya yang buruk seperti akibat
pola makan yang buruk dengan kecenderungan kurang mengkonsumsi sayur dan
buah, konsumsi makanan atau minuman manis lebih dari satu kali perhari,
makanan berlemak, berkolesterol, seperti makanan barat, konsumsi daging dan
makanan gorengan yang dapat meningkatkan syndrome metabolic, aktifitas fisik
yang tidak seimbang seperti pada orang obesitas cenderung malas bergerak aktif
dan menghabiskan waktu dengan menonton televisi dan duduk bercerita, hal ini
terjadi penumpukan yang bergantung pada asupan yang diperoleh, karena bila
asupan makanan meningkat seperti pola makan yang berlebih, sedangkan
pengeluaran energinya tidak ditingkatkan, maka hal itulah yang menyebabkan
penumpukan lemak dapat meningkatkan syndrom metabolic.
78
Sedangkan responden penderita DM tipe 2 yang menderita sindrom
metabolik tetapi tidak memiliki obesitas yaitu sebanyak 10 orang (25,0%) terdapat
komponen sindrom metabolik paling sedikit yaitu mempunyai penyakit hipertensi,
hal ini dikarenakan responden cenderung memperhatikan makanan yang
dikonsumsinya seperti mengurangi makanan yang berlemak dan makanan manis,
aktivitas fisik yang seimbang serta rutin dalam mengontrol gula darah setiap bulan
pada penderita DM tipe 2.
Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan faktor resiko dari beberapa
penyakit degeneratif dan metabolik termasuk diabetes melitus. Pada individu yang
obesitas banyak diketahui terjadinya retensi insulin. Akibat dari retensi insulin
adalah diproduksinya insulin secara berlebihan oleh sel beta pankreas, sehingga
insulin didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia). Hal ini akan
meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan pengeluaran natrium oleh
ginjal dan meningkatkan kadar plasma norepinefrin. Insulin diperlukan untuk
mengelola lemak agar dapat disimpan ke dalam sel-sel tubuh. Apabila insulin
tidak mampu lagi mengubah lemak menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh,
maka lemak akan tertimbun dalam darah dan akan menaikkan kadar gula dalam
darah (Soewondo, 2009).
Sindrom Metabolik yang terjadi pada pasien penderita DM Tipe 2 apabila
tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi kronis, baik
komplikasi makrovaskuler maupun mikrovaskuler. Tindakan pengendalian
penyakit diabetes mellitus dalam mencegah terjadinya komplikasi sangat
diperlukan khususnya dengan menjaga tingkat gula darah pasien sedekat mungkin
79
dengan normal. Status metabolik pada pasien Diabetes Mellitus (Sugiani, 2011)
yang menyatakan bahwa meningkatnya kejadian sindrom metabolik dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi. Diperjelas lagi oleh Lingga (2012) yang
mengatakan bahwa peningkatan tekanan darah, penumpukan lemak perut,
keseimbangan lemak darah terganggu merupakan deretan gejala akibat resistensi
insulin yang dapat menyebabkan komplikasi.
Oleh karena itu perlu pentingnya kesadaran masyarakat untuk menjaga
kesehatan tubuhnya dengan rutin menerapkan gaya hidup yang lebih sehat seperti
perlu menerapkan pola makan yang sehat yaitu gizi yang seimbang, rendah kalori,
tinggi serat, dan tinggi antioksidan, serta melakukan aktivitas fisik yang seimbang
seperti menyisipkan aktivitas fisik ringan (stretching) disela-sela aktivitas duduk,
melakukan olahraga secara rutin, misalnya melakukan olahraga bersama seperti
senam 3 – 5 kali seminggu, bersepeda bersama, dan jalan bersama dan lebih rutin
mengontrol gula darah bagi penderita DM tipe 2.
5.5 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian.
Kelemahan atau hambatan Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom
Metabolik pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan
Nambangan Lor Manguharjo yaitu Ada beberapa kelemahan saat melakukan
penelitian yaitu terjadinya bias informasi dalam melakukan observasi dimana data
yang telah dikumpulkan oleh hasil catatan rekam medik dari Posbindu
dikumpulkan seadanya, dari sebagian data yang telah dikumpulkan beberapa data
tidak terisi/dicatat, adanya tidak kesesuaian dalam melakukan pengukuran,
80
ketepatan pengukuran yang kurang oleh kader dari posbindu. Pada saat
pemeriksaan peneliti selalu didampingi oleh petugas kesehatan yang mengerti
dalam hal pemeriksaan.
81
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian tentang
Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom Metabolik pada penderita DM
Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Distribusi frekuensi berdasarkan Indeks Massa Tubuh bahwa sebagian besar
responden adalah mengalami obesitas yaitu sebanyak 46 orang (53,5%).
2. Distribusi frekuensi berdasarkan Sindrom Metabolik bahwa sebagian besar
responden adalah mengalami sindrom metabolik yaitu sebanyak 40 orang
(87,0%).
3. Ada hubungan yang signifikan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom
Metabolik pada penderita DM Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan
Nambangan Lor Manguharjo.
6.2 Saran
1. Bagi Puskesmas Manguharjo
Dari pihak Puskesmas Manguharjo lebih meningkatkan kegiatan
penyuluhan dan pengetahuan tentang penyakit tidak menular, dan cara
pengendaliannya. Serta melibatkan anggota keluarga penderita penyakit
tidak menular agar keluarga juga ikut mendampingi dalam mengontrol
penyakit yang diderita oleh anggota keluarga.
82
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatan
tubuhnya dengan rutin menerapkan gaya hidup yang lebih sehat,
menerapkan pola makan yang sehat yaitu gizi yang seimbang, mengontrol
kesehatan bagi penderita, melakukan aktivitas fisik yang seimbang agar
dapat menurunkan resiko sindrom metabolik dan lebih rutin mengontrol
gula darah bagi penderita DM tipe 2.
3. Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Informasi dari penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi referensi dan
membantu dalam pengerjaan tugas serta untuk menambah pengetahuan
tentang penyakit diabetes melitus.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti sarankan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi DM tipe 2 dan perlu diteliti lebih lanjut faktor
yang diketahuipenyakit DM tipe 2. Peneliti sarankan juga untuk melakukan
penelitian dengan menggunakan uji Multivariat agar dapat mengetahui
faktor yang lebih mempengaruhi faktor yang lebih mempengaruhi pada
penderita DM tipe 2.
83
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association (ADA). (2012). Standards of Medical Care In
Diabetes. Diabetes Care.
American Diabetes Association (ADA). (2015). Diagnosis and classification of
diabetes mellitus. American Diabetes Care, pp, 8-16.
Amalia Fadillah. (2017). Hubungan Antara Gaya Hidup Dan Kejadian Sindrom
Metabolik Pada Karyawan Berstatus Gizi Obesitas.V.33.pp,12.
Atoillah, Mega. (2013). Kaitan Sindrom Metabolik dan Gaya Hidup Dengan
Gejala Komplikasi Mikrovaskuler. Berkala Epidemiologi, Vol. 1 No. 2
September 2013: 224-233.
Ceriello A, Motz E. (2004). Is Oxidative Stress the Pathogenic Mechanism
Underlying Insulin Resistance, Diabetes and CVD?. Jurnal Arteriosclerosis
Thrombosis. 24(6): 816–23.
D, Anggraeni. (2007). Mewaspadai Adanya Sindrom Metabolik. Jurnal
Kedokteran Indonesia, 25(6), pp.18-25.
Dabalea Dana, Kristen Nadeau. (2008). Epidemiology of Type 2 Diabatesin
Children and Adolescents. New York: Informa Healthcare.
Esmailzadeh dkk. (2006). Dietary Patterns, Insulin Resistance And Prevalence Of
The Metabolic Syndrome In Women. American Journal Of Clinical
Nutrition. 2007; 85(3): 910 – 8.
Fahad Muhammad. (2016). Hubungan Pola Makan Dengan Metabolik Syndrome
dan Gambaran Aktivitas Fisik, pp.17.
Ismawati Cahyo dan Proverawati Atikah. (2010). Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Yogyakarta: Nuha Medika.
International Diabetes Federation (IDF). (2005). The IDF Concencus Worldwidw
Definition of the Metabolic Syndrome. Journal American Medical
Association.
International Diabetes Federation (IDF). (2015). IDF Diabetes Atlas Seventh
Edition 2015. World: IDF.
International Diebetes Federation (IDF). (2015). IDF Diabetes Atlas – Seventh
Edition (7th ed). International Diabetes Federation.
84
Infodatin. (2018). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta
Selatan.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2014). Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom
Metabolik pada Anak Remaja. Jakarta.
Kementrian Kesehatan R1. (2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Situasi Dan Analis Diabetes. Jakarta: Pusdatin
Kemenkes.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Upaya Pengendalian Faktor Resiko PTM.
Buku Pintar Posbindu PTM.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Penyakit Tidak Menular Dan Faktor Resiko.
Buku Pintar Posbindu PTM.
Krisnatuti, dkk (2014). Diet Sehat Untuk Penderita Diabetes Mellitus Edisi
Revisi. Jakarta Timur: Penebar Swadaya.
K, Chatterjee & S, Dhara (2015). A Study of Vo2max in Relation with Body
Mask Index (BMI) of Physical Educaion Students. Research Journal of
Physical Education Science, Vol. 3 No. 6, pp. 9-12.
L. Lingga. (2012). Program Anti-X Tanpa Obat, Sindrom X: Diabetes Tipe-2,
Hiperkolesterolemia, dan Hipertrigliserida, Hipertensi, dan Obesitas.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Liu Bo, Liu Bowei. (2019). Hubungan Antara Indeks Kebulatan Tubuh Dan
Sindrom Metabolik Pada Diabetes Tipe 2. Volume, 12, No.3.
Marice Sihombing. (2016). Hubungan Komponen Sindrom Metabolik Dengan
Risiko Diabetes Melitus Tipe 2. Pp.18-28.
Maxine, dkk (2016). Current Medical Diagnosis & Treatment. University of
California, San Fransisco.
Nursalam, (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
85
Nursalam. (2016). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Nugrahaeni, Dyan Kunthi. (2011). Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta: ECG.
Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka. Cipta.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2011). Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2015). Penatalaksanaan
Diabetes Melitus. Fakultas Kedokteran. Jakarta.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2017). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur.
Puskesmas Manguharjo. (2017). SPM Bidang Kesehatan Tahun 2017. Madiun:
Puskesmas Manguharjo.
Puskesmas Manguharjo. (2018). SPM Bidang Kesehatan Tahun 2018. Madiun:
Puskesmas Manguharjo.
Puskesmas Manguharjo. (2018). Profil UPTD Puskesmas Manguharjo. Madiun:
Puskesmas Manguharjo.
Rini, S. (2015). Sindrom Metabolik. Penelitian: Fakultas Kedokteran, Universitas
Lampung.
Rieny Hutami. (2017). Hubungan Status Gizi Dan Sindrom Metabolik Dengan
Kejadian Komplikasi Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Hal.4.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2013). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
R, Stocker dkk (2004). Role of Oxidative Modification in Atheroclerosis. Journal
Physiology. 84(5): 1381–1392. Azhari. 2007. Stress Oksidatif: Faktor
Penting Penyulit Vascular. Jurnal Farmacia. 15(4): 25–32.
86
S, Anani. (2012). Hubungan Antara Perilaku Pengendalian Diabetes Kadar
Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus (Studi Kasus di RSUD
Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Medicine Journal Indonesia. Vol.20
No.4:466-478.
S, Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan Penuntun Praktis Bagi
Pemula. Yogyakarta: Mitra Cendekia.
Saryono. (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Offset.
A, Shahab. (2012). Sindrom Metabolik. Jurnal media informasi Ilmu Kesehatan
dan Kedokteran.
Sirait, A.M., Sulistiowati, E. (2014). Sindrom Metabolik Pada Orang Dewasa Di
Kota Bogor. Media Penelitian dan Pengembangan.
Suzane C, Smeltzer. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Alih Bahasa Agung Waluyo, (et al). Jakarta: EGC.
Soewondo dkk. (2011). “Prevalence, Characteristics, and Predictors of
Prediabetes in Indonesia”. Medicine Journal Indonesia, Vol.20, No.4.
S, Sugiani. (2011). Status Gizi dan Status Metabolik Pasien Diabetes Mellitus
Rawat Jalan Di RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Ilmu Gizi. Vol 2 No 1,
Februari 2011: 49-57.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiarto. (2012). Hubungan Asupan Energi, Protein dan Suplemen dengan
Tingkat Kebugaran. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia, 94-101.
S, Soetardjo. (2011). Gizi Usia Dewasa in: Gizi Seimbang Dalam Daur
Kehidupan. Atmatsier et al (Ed). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
S, Wang. (2012). Metabolic Syndrome. Eds. Ali, YS Medscape Reference.
Soleha Umiana. (2015). Hubungan Sindrom Metabolik Dengan Penyakit
Kardiovaskuler. Pp12-20.
Wirakmono. (2006). Sindrom Metabolik. Jurnal Kedokteran Indonesia. 35(10):
10–26.
87
World Health Organization (WHO). (2013). Global Prevalence of Diabetes:
Estimetes for the Year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Mellitus.
World Health Organization (WHO). (2014). Commission on Ending Childhood
Obesity. Geneva, World Health Organization, Departement of Non
communicable disease surveillance.
World Health Organization (WHO). (2016). Global Report On Diabetes. France.
World Health Organization (WHO). (2000). Informasi Kesehatan.
Zahtamal dkk (2014). Prevalensi Sindrom Metabolik Pada Pekerja Perusahaan.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol 9 No 2
LAMPIRAN
88
LAMPIRAN 1
89
LAMPIRAN 2
90
LAMPIRAN 3
91
LAMPIRAN 4
92
LAMPIRAN 5
93
LAMPIRAN 6
94
LAMPIRAN 7
95
LAMPIRAN 8
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
“ Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindrom
Metabolik pada penderita Dabetes Melitus Tipe 2 di
Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor Manguharjo”.
Yth. Bapak/ Ibu Calon Responden Penelitian Di Posbindu Sagita
KotaMadiun
Assalamua’alaikum Wr. Wb. Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Kesehatan
Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun, akan melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Sindrom Metabolik pada
penderita Dabetes Melitus Tipe 2 di Posbindu Sagita Kelurahan Nambangan Lor
Manguharjo”. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa
jauh pengaruh sindrom metabolik dan IMT pada penderita diabetes melitus tipe
2. Untuk itu, saya mohon kesediaannya untuk menjadi responden dalam
penelitian ini dan saya akan menjamin segala kerahasiaan Bapak/ Ibu. Jika
bersedia menjadi responden, mohon untuk menandatangani lembar persetujuan
yang telah disediakan.
Demikian surat permohonan ini saya buat, atas partisipasinya dan
perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Madiun, 8 Juni 2020
Hormat Saya,
Gevino Valentina W
96
LAMPIRAN 9
TABULASI DATA
NO
NAMA
RESPON
DEN
UMUR L/P PEND. PEK. IMT TEK.
DARAH
TRIGLIS
ERIDA HDL
1 AG 2 1 2 2 0 0 0 0
2 AL 4 2 2 1 0 0 1 0
3 AM 1 2 2 1 0 0 0 0
4 AN 4 1 1 2 0 0 0 1
5 AI 4 2 1 1 0 0 0 1
6 BA 1 1 1 2 0 0 0 1
7 BI 4 2 1 1 1 0 1 0
8 BS 4 2 1 1 0 0 0 0
9 CN 4 2 1 1 1 0 0 0
10 DA 1 2 1 1 0 0 0 0
11 DJ 3 1 1 1 1 0 0 0
12 DJI 4 1 1 2 1 0 1 1
13 DJU 3 1 2 2 0 0 0 1
14 DW 4 2 3 5 0 0 0 0
15 DH 3 2 2 1 1 0 0 0
16 DW 1 2 2 1 0 0 1 1
17 ED 1 2 2 1 0 0 1 0
18 EK 2 1 3 2 1 0 1 0
19 EN 2 2 3 2 0 0 0 0
20 GA 3 2 2 1 1 0 0 1
21 GU 4 2 2 1 0 1 1 1
22 HA 4 1 1 2 0 1 1 1
23 HA 4 2 1 2 0 0 0 0
24 HAR 3 1 1 4 1 0 0 0
25 HY 2 2 1 2 0 0 0 0
26 HE 4 2 1 1 0 1 1 1
27 IE 2 1 2 4 1 0 0 1
28 JA 1 1 2 2 0 0 0 0
29 JO 4 1 2 2 1 1 1 0
30 KU 2 1 2 2 1 0 0 0
31 KUS 2 1 3 2 0 1 0 0
32 LI 2 2 2 2 1 1 1 1
33 MA 3 1 1 3 1 0 0 1
34 MAR 2 2 2 2 0 0 1 0
35 MY 2 2 1 1 0 1 1 0
36 MIS 3 2 2 4 1 0 0 1
37 MIY 2 2 2 4 0 0 1 0
38 MU 4 2 1 3 0 1 1 0
39 MUL 4 1 3 5 0 0 0 0
40 MUR 2 1 1 2 1 0 0 0
41 MU 4 2 1 1 0 0 1 0
42 NO 4 2 2 2 1 1 0 0
97
NO
NAMA
RESPON
DEN
UMUR L/P PEND. PEK. IMT TEK.
DARAH
TRIGLIS
ERIDA HDL
43 PA 4 2 2 3 0 0 1 1
44 PAR 2 1 2 2 1 0 0 1
45 PO 3 2 2 2 1 0 1 0
46 PON 4 2 1 1 1 0 0 0
47 PR 1 2 1 1 1 0 1 0
48 PRI 1 1 2 2 0 0 0 1
49 PU 3 2 1 1 1 0 0 0
50 RA 4 2 2 4 1 1 1 0
51 RAM 4 2 2 2 0 1 0 0
52 RAN 2 1 2 2 1 0 0 0
53 RI 4 1 1 2 1 0 1 0
54 RU 2 1 2 2 1 0 0 0
55 SA 3 2 2 1 1 1 0 1
56 SAM 4 1 2 3 0 0 0 1
57 SAR 3 2 1 1 1 0 1 1
58 SM 3 2 2 1 0 1 0 1
59 SAM 3 2 2 3 0 0 0 0
60 SI 4 2 2 2 1 0 0 0
61 SH 4 2 2 2 1 0 1 0
62 SI 3 1 2 2 1 1 0 0
63 ST 4 1 3 5 0 0 1 0
64 ST 3 1 1 3 1 0 0 0
65 SL 4 2 1 1 0 1 0 1
66 SW 3 2 2 1 0 0 0 0
67 SOE 2 2 2 1 1 0 0 0
68 SOE 4 2 1 1 0 1 1 0
69 SR 3 2 1 1 0 0 1 0
70 SI 3 2 2 1 0 0 0 0
71 SH 3 2 2 1 1 0 0 0
72 SI 2 1 2 4 1 0 1 1
73 SH 3 1 2 4 0 1 1 0
74 SW 4 1 1 3 1 0 0 0
75 SR 2 2 1 1 1 1 0 0
76 SL 3 2 1 1 0 1 0 0
77 SU 2 2 2 1 0 0 1 1
78 SUD 4 2 2 1 1 0 0 1
79 SUG 3 2 2 1 0 1 1 0
80 SUH 2 2 1 1 0 0 0 0
81 SUH 2 2 1 1 1 0 1 0
82 SUK 4 2 3 5 1 1 0 1
83 MH 3 2 2 1 0 0 0 1
84 NM 4 2 2 3 1 0 0 0
85 ML 2 2 2 2 0 0 0 0
86 NB 2 2 2 4 0 1 0 0
98
LAMPIRAN 10
HASIL OUTPUT SPSS
ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT
ANALISIS UNIVARIAT
Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-Laki 29 33,7 33,7 33,7
Perempuan 57 66,3 66,3 100,0
Total 86 100,0 100,0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid tidak bekerja 37 43.0 43.0 43.0
karyawan swasta 29 33.7 33.7 76.7
Pedagang 8 9.3 9.3 86.0
Wirawasta 8 9.3 9.3 95.3
Pensiunan 4 4.7 4.7 100.0
Total 86 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tingkat Pendidikan Dasar 33 38,4 38,4 38,4
Tingkat Pendidikan Menengah 46 53,5 53,5 91,9
Tingkat Pendidikan Tinggi 7 8,1 8,1 100,0
Total 86 100,0 100,0
99
Kat_Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 36-45 tahun 8 9,3 9,3 9,3
46-55 tahun 24 27,9 27,9 37,2
56-65 tahun 25 29,1 29,1 66,3
>=66 tahun keatas 29 33,7 33,7 100,0
Total 86 100,0 100,0
ANALISI BIVARIAT
Sindrom_Metabolik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulativ
e Percent
Valid Sindrom Metabolik 50 58,1 58,1 58,1
Tidak Sindrom Metabolik 36 41,9 41,9 100,0
Total 86 100,0 100,0
Kat_IMT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Obesitas 46 53,5 53,5 53,5
Tidak Obesitas 40 46,5 46,5 100,0
Total 86 100,0 100,0
Kat_IMT * Sindrom_Metabolik Crosstabulation
Sindrom_Metabolik
Total
Sindrom
Metabolik
Tidak Sindrom
Metabolik
Kat_IMT Obesitas Count 40 6 46
Expected Count 26,7 19,3 46,0
% within Kat_IMT 87,0% 13,0% 100,0%
Tidak Obesitas Count 10 30 40
Expected Count 23,3 16,7 40,0
% within Kat_IMT 25,0% 75,0% 100,0%
Total Count 50 36 86
Expected Count 50,0 36,0 86,0
% within Kat_IMT 58,1% 41,9% 100,0%
100
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact
Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 33,746a 1 ,000
Continuity Correctionb 31,248 1 ,000
Likelihood Ratio 36,322 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
Association 33,353 1 ,000
N of Valid Casesb 86
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,74.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kat_IMT
(Obesitas / Tidak Obesitas) 20,000 6,543 61,135
For cohort Sindrom_Metabolik =
Sindrom Metabolik 3,478 2,010 6,018
For cohort Sindrom_Metabolik =
Tidak Sindrom Metabolik ,174 ,081 ,375
N of Valid Cases 86
101
LAMPIRAN 11
102
103
LAMPIRAN 12
104
105
LAMPIRAN 13
DOKUMENTASI PENELITIAN
Pengukuran Tinggi Badan Penimbangan Berat Badan
Pengecekan Gula Darah Sewaktu Pengukuran Lingkar Perut
106
Pengecekan Tekanan Darah
Top Related