SKRIPSI GEOFISIKA
IDENTIFIKASI BENDA ARKEOLOGI DI KEC. MAKASSAR DENGAN
METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER - SCHLUMBERGER
Oleh :
RUSMIN
(H221 07 031)
PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2013
i
IDENTIFIKASI BENDA ARKEOLOGI DI KEC. MAKASSAR DENGAN
METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER - SCHLUMBERGER
Oleh :
RUSMIN
H221 07 031
Diajukan
Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Geofisika
Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
LEMBAR PENGESAHAN
IDENTIFIKASI BENDA ARKEOLOGI DI KEC. MAKASSAR DENGAN
METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER – SCHLUMBERGER
Oleh :
RUSMIN
H221 07 031
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama
Syamsuddin, S.Si, MT
NIP. 197401152002121001
Pembimbing Pertama
Drs. Lantu, M.Eng.Sc, DESS
NIP. 195407171979011003
Makassar, 30 Mei 2013
iii
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. Mujadilah:11)
Dipersembahkan kepada
Ibunda Mustika Baji & Ayahanda Muhammad Said
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan ridho-Nya, sehingga senantiasa penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul “ IDENTIFIKASI BENDA ARKEOLOGI DI KECAMATAN
MAKASSAR DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER –
SCHLUMBERGER “.. Shalawat serta salam kepada kekasih Allah, Muhammad
Saw sebagai surga duniawi nan akhirat bagi umat. Penulisan skripsi ini
merupakan persyaratan akademis untuk memperoleh gelar sarjana pada jurusan
Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.
Penulis ingin menyampaikan segala kerendahan hati dan apresiasi kepada
berbagai pihak yang ikut andil dalam keberhasilan penulisan skripsi ini pada
proses awal dan akhir tak terlepas dari keterbatasan, rintangan dan hambatan.
Rusmin mengucapkan banyak terima kasih kepada selaku pembimbing utama
Bapak Syamsuddin, S.Si, MT atas bimbingan ilmu dan pengarahan dalam
mengawal proses hingga penyelesaian penulisan skripsi dan kepada Bapak Drs.
Lantu, M.Eng. Sc, DESS selaku pembimbing pertama Ku-ucapkan banyak
terima kasih atas pengarahan teori ilmu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Ucapan terima kasih pula Kuhaturkan kepada Bapak Drs. Hasanuddin, M.Si
selaku penasehat akademik, para selaku dosen-dosen penguji yang banyak
memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi kepada
v
Bapak Dr. Muh. Altin Massinai, MT, Surv, Bapak Ir. Bambang Harimei,
M.Si dan Bapak Prof.Dr.H. Halmar Halide, M.Sc.
Buat kawan-kawan keluarga Ge07 tetap semangat “No Talk Action Only”. Zul,
Syahwan, Cummink, Adi, Kino, Fuad, Imam, Basdar, Fitrah, Titin, Tini, Tiwi,
Erti, Miftha, Didhon, Cha2, Umi, Ninda, Nunu, Asbon, Afrianti, Rianti, Dwitha.
Untuk Komandan “Don’t Stop and Keep Spirit”. K’Pian, K’Awang, K’Sadri,
K’Udin, K’Kune, K’Pluto, K’Mukhlis, K’Ucup, K’Bais, K’Misbah, K’Maknamal,
K’Mina, K’Alam, K’Ruru, K’Hasbi, K,Ical, K’Fadil.
Secara Khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada
keluarga tercinta Ibunda Mustika Baji dan Ayahanda Muhammad Said sebagai
orang tua yang senantiasa menuntun dulu hingga kini membesarkan, mendidik
dan mengasihi. Juga untuk Rahmat (k’matto) senantiasa memotivasi, Risal,
Rina, buat adik Rahayu, Ridho, Anugerah. Tak lupa pula buat kekasih hati
Nurfuaidah (Suteki). Terima kasih !
Makassar, 30 Mei 2013
Penulis
vi
SARI BACAAN
Penelitian ini dilakukan pada Kecamatan Makassar, Kota Makassar untuk
mengetahui posisi benda Arkeologi pada rumah peninggalan berumur puluhan
tahun pada tempat tersebut menyisahkan artefak berupa keramik/atau guci yang
terpendam bawah permukaan tanah. Untuk mengetahui posisi benda arkeologi
dilakukan pemetaan bawah permukaan secara vertikal dan horizontal dengan
metode Geolistrik resistivitas 2D konfigurasi yang digunakan adalah
Wenner – Schlumberger sehingga hasil efektif diperoleh yang dapat memudahkan
pada proses eskavasi. Berdasarkan hasil inversi anomaly yang diperoleh memiliki
nilai resistivitas berkisar 32,19 – 52,19 m. Anomali tersebut adalah benda
arkeologi berupa keramik, ditemukan dibagian selatan daerah penelitian dengan
kedalaman 1,5 meter
Kata Kunci : Resistivitas, Artefak, Inversi.
vii
ABSTRACT
The research was conducted at District of Makassar, Makassar city to determine
the position of objects Archaeology at home decades-old relics on the site leaving
artifacts in the form of ceramic / or urn is buried below the ground surface. To
determine the position of objects of archaeological mapping subsurface vertically
and horizontally with 2D resistivity Geoelectric method configuration used is
Wenner – Schlumberger so that effective results can be obtained which facilitate
the process of excavation. Based on the results obtained by inversion anomaly has
resistivity values ranging 32,19 – 52,19 m. The anomaly is archaeological
objects such as ceramics, found in the south area of research with a depth of
1.5 meters.
Keywords : Resistivity, Artifacts, Inversion.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii
PERSEMBAHAN .......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
SARI BACAAN ............................................................................................. vi
ABSTRACT ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Penelitian .............................................................. 1
I.2 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 2
I.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Benda Arkeologi ........................................................................... 3
II.2 Prinsip Dasar Kelistrikan Bumi .................................................... 7
II.3 Metode Geolistrik Tahanan Jenis ................................................. 14
II.4 Hubungan Antara Arkeologi dan Resistivitas Material ............... 20
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Peta Lokasi Penelitian ................................................................. 23
ix
III.2 Peralatan ...................................................................................... 23
III.3 Data Pendukung .......................................................................... 24
III.4 Metode Pengambilan Data .......................................................... 24
III.5 Pengolahan Data .......................................................................... 25
III.6 Interpretasi Data .......................................................................... 25
III.7 Bagan Alir Penelitian .................................................................. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil ............................................................................................ 27
IV.2 Pembahasan ................................................................................. 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan .................................................................................. 39
V.2 Saran ............................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Berbagai Jenis Keramik (Perdana, 2010) ................................. 6
Gambar II.2 Medium Homogen Isotropik yang Diinjeksikan Arus Listrik
(Hendrajaya, 1990) .................................................................... 10
Gambar II.3 Aliran Arus Listrik Suatu Titik pada Permukaan Medium Homogen
Isotropik (Telford, 1990) .......................................................... 14
Gambar II.4 Cara Pengambilan Data Geolistrik Tahanan Jenis
(Hendrajaya, 1990) ................................................................... 16
Gambar II.5 Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner – Schlumberger
(Hendrajaya, 1990) .................................................................... 19
Gambar III.1 Peta Lokasi Penelitian (Palulungan, 2012) ............................. 23
Gambar IV.1 Penampang Resistivitas pada Lintasan 1 ................................ 30
Gambar IV.2 Penampang Resistivitas pada Lintasan 2 ................................ 31
Gambar IV.3 Penampang Resistivitas pada Lintasan 3 ................................ 32
Gambar IV.4 Penampang Resistivitas pada Lintasan 4 ................................ 32
Gambar IV.5 Penampang Resistivitas pada Lintasan 5 ................................ 33
Gambar IV.6 Penampang Resistivitas pada Lintasan 6 ................................ 34
Gambar IV.7 Profil Lintasan Berpotongan ................................................... 36
Gambar IV.8 Penampang Resistivitas 2D
Res2DInv dan 3D RockWorks 14 ........................................... 37
xi
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Nilai Resistivitas Beberapa Mineral (Loke, 2004) ......................... 21
Tabel II.2 Nilai Resistivitas Batuan dan Mineral (Telford, 1990) ................. 22
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Data Hasil Pengukuran
Lampiran 2 Sketsa Lokasi Penelitian
Lampiran 3 Foto - foto Lokasi Penelitian
Lampiran 4 Peta Lokasi Penelitian dan Peta Geologi
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian
Studi tentang peninggalan benda Arkeologi tak lepas dari informasi yang ingin
diperoleh mengenai perilaku sosial, budaya para leluhur dan/ atau memanfaatkan
sisa artefak sebagai barang bernilai komoditi tinggi/atau sejarah untuk mengetahui
peradaban. Rumah peninggalan berumur kisaran puluhan tahun pada lokasi
penelitian diduga menyisahkan artefak berupa keramik/atau guci yang terpendam
bawah permukaan tanah. Minimnya informasi yang telah diperoleh, perihal
peninggalan artefak yang terpendam di bawah permukaan tanah merupakan suatu
hambatan dalam proses eskavasi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran
dengan metode pemetaan bawah permukaan di sekitar daerah yang diduga
terdapat artefak agar proses penggalian dapat dilakukan tanpa menimbulkan
kerusakan dan diperoleh hasil yang signifikan dan efisien.
Salah satu metode pengukuran untuk mengetahui kondisi bawah permukaan tanah
ialah dengan metode geolistrik. Metode geolistrik tahanan jenis yang dikenal juga
dengan sebutan metode resistivitas merupakan metode yang bersifat aktif, karena
menggunakan gangguan aktif berupa injeksi arus yang dipancarkan ke bawah
permukaan bumi yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan benda purbakala.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah konfigurasi wenner – schlumberger yang merupakan resistivitas
mapping yang biasa dikenal sebagai profiling (2D). Agar dapat mengindentifikasi
2
anomali resistivitas material (benda) secara lateral maupun vertikal. Dengan
menggunakan metode geolistrik ini diharapkan untuk memperoleh resistivitas
yang berkaitan dengan jenis benda purbakala bawah permukaan.
I.2. Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini dibatasi pada penyelidikan posisi artefak di Kelurahan Bara-
baraya, Kecamatan Makassar, Kota Makassar, dengan metode geolistrik
menggunakan konfigurasi Wenner - Schlumberger dengan luas daerah
eksplorasi 15 m x 12 m.
I.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui anomali resistivitas benda arkeologi bawah permukaan lokasi
penelitian.
2. Mengetahui posisi keberadaan benda arkeologi bawah permukaan lokasi
penelitian.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Benda Arkeologi
Menurut Sudrajat,. Arkeologi, berasal dari bahasa Yunani, archaeo yang berarti
"kuna" dan logos, "ilmu". Nama alternatif arkeologi adalah ilmu sejarah
kebudayaan material. Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan
(manusia) masa lalu melalui kajian sistematis atas data bendawi yang
ditinggalkan. Kajian sistematis meliputi penemuan, dokumentasi, analisis, dan
interpretasi data berupa artefak (budaya bendawi, seperti kapak batu dan
bangunan candi) dan ekofak (benda lingkungan, seperti batuan, rupa muka bumi,
dan fosil) maupun fitur (artefaktual yang tidak dapat dilepaskan dari tempatnya
(situs arkeologi). Secara khusus, arkeologi mempelajari budaya masa silam, yang
sudah berusia tua, baik pada masa prasejarah (sebelum dikenal tulisan), maupun
pada masa sejarah (ketika terdapat bukti-bukti tertulis).
Artefak atau artifact merupakan benda arkeologi atau peninggalan benda-benda
bersejarah, yaitu semua benda yang dibuat atau dimodifikasi oleh manusia yang
dapat dipindahkan. Contoh artefak adalah logam, tembikar/gerabah, dan lain-lain.
(DEPDIKBUD, 1993).
II.1.1. Logam
Logam pada umumnya mempunyai angka yang tinggi dalam konduktivitas listrik,
konduktivitas termal, sifat luster dan massa jenis. Logam yang mempunyai massa
4
jenis, tingkat kekerasan, dan titik lebur yang rendah (contohnya logam alkali dan
logam alkali tanah) biasanya bersifat sangat reaktif. Jumlah elektron bebas yang
tinggi di segala bentuk logam padat menyebabkan logam tidak pernah terlihat
transparan. Secara umum logam mulia berarti logam-logam termasuk paduannya
yang biasa dijadikan perhiasan, antara lain emas, perak, tembaga dan platina.
Di Indonesia, temuan benda logam dapat diperoleh hampir di seluruh pulau. Pada
tahun 1979, tim dari Pusat dan Pengembangan Arkeologi Nasional, yang saat itu
masih bernama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, melakukan survei di
Kabupaten Jayapura, Provinsi Irian Jaya dan menemukan alat- alat dari bahan
perunggu. Alat- alat tersebut berupa kapak, perunggu yang termasuk ke dalam
Tipe I A dan IV A (Bintarti, 1983). Penemuan benda logam juga terjadi di Situs
Sumbawa besar, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian yang dilakukan pada
tahun 1976 ini berhasil menemukan nekara perunggu yang berasal dari masa
prasejarah (Bintarti, 1983).
Menurut Soegondho (1993), di Pulau Bali bagian barat, sepertinya di Situs
Gilimanuk ditemukan benda- benda logam dalam konteks kubur dari zaman
prasejarah, khususnya pada masa perundagian (logam). Benda- benda logam
tersebut ada berupa tajak dan perhiasan seperti gelang dan anting- anting. Menurut
Prasetyo (1994), di Situs Gilimanuk persentase jumlah artefak dari bahan besi
lebih sedikit, yaitu 21% daripada artefak dari bahan perunggu, yaitu 50%,
sedangkan artefak dari bahan emas hanya ditemukan sebanyak 2%.
5
Situs dari zaman prasejarah lain juga mengandung temuan logam, adalah Situs
Tuban di Jawa Timur. Situs ini mengandung temuan nekara, moko, kapak, dan
tombak. Di Jawa Barat, situs yang mengandung temuan logam adalah Situs Pasir
Angin dan Situs Anyer. Salah satu benda logam yang ditemukan pada kedua situs
ini berupa benda perunggu (Gihardani, 1993). Artefak perunggu dari Situs Pasir
Angin, pada umumnya dibuat dengan cara dicetak dengan menggunakan cetakan
model setangkup (Suryani, 2004).
Di Jawa Tengah, salah satu situs dari zaman prasejarah yang mengandung temuan
logam adalah Situs Plawangan. Di situs ini ditemukan logam berjenis bahan besi,
perunggu, dan perhiasan dari logam (Sukendar dan Due Awe, 1981). Situs
Plawangan mengandung persentase temuan artefak berbahan besi sebanyak 42%
dan artefak berbahan perunggu sebanyak 42%, sedangkan sisanya yaitu artefak
berbahan emas sebanyak 16% (Prasetyo, 1994)
II.1.2. Tembikar/Gerabah
Tembikar adalah keramik yang dibuat oleh pengrajin. Tembikar dibuat dengan
membentuk tanah liat menjadi suatu obyek. Alat tembikar yang paling dasar
adalah tangan.
Gerabah adalah perkakas yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk kemudian
dibakar untuk kemudian dijadikan alat-alat yang berguna membantu kehidupan
manusia.
6
Gerabah diperkirakan telah ada sejak masa prasejarah, tepatnya setelah manusia
hidup menetap dan mulai bercocok tanam. Situs-situs arkeologi di indonesia, telah
ditemukan banyak tembikar yang berfungsi sebagai perkakas rumah tangga atau
keperluan religius seperti upacara dan penguburan. tembikar yang paling
sederhana dibentuk dengan hanya menggunakan tangan, yang berciri adonan
kasar dan bagian pecahannya dipenuhi oleh jejak-jejak tangan (sidik jari), selain
itu bentuknya kadang tidak simetris. selain dibuat dengan teknik tangan, tembikar
yang lebih modern dibuat dengan menggunakan tatap-batu dan roda putar.
Gambar 2.1. Berbagai jenis keramik (Perdana, 2010)
Artefak dalam arkeologi mengandung pengertian benda (atau bahan alam) yang
jelas dibuat oleh (tangan) manusia atau jelas menampakkan (observable) adanya
jejak-jejak buatan manusia padanya (bukan benda alamiah semata) melalui
teknologi pengurangan maupun teknologi penambahan pada benda alam tersebut.
7
II.2. Prinsip Dasar Kelistrikan Bumi
Dalam eksplorasi geofisika , metode geolistrik tahanan jenis merupakan metode
yang efektif dan efisien dalam penggunaannya dibidang eksplorasi. Metode
geolistrik mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) dari lapisan batuan di
dalam bumi sifat tahanan jenis sebagai media/alat untuk mempelajari keadaan
geologi bawah permukaan.
Menurut Hendrajaya (1990). Dalam suatu materi, baik itu berupa padatan, cairan
maupun gas, terjadi interaksi antara satu atom dengan atom lainnya. Interaksi ini
menyebabkan beberapa elektron dapat lepas dari ikatannya dan menjadi elektron
bebas. Banyak tidaknya elektron bebas ini dalam suatu materi menentukan sifat
materi tersebut dalam menghantarkan arus listrik. Makin banyak mengandung
elektron bebas yang terdapat di dalamnya maka makin mudah materi tersebut
menghantarkan arus listrik. Materi yang banyak mengandung elektron bebas
disebut konduktor, dan yang tidak mengandung elektron bebas disebut isolator,
sedangkan yang sedikit mengandung elektron bebas disebut semikonduktor.
Batuan merupakan suatu jenis materi sehingga batuanpun mempunyai sifat-sifat
kelistrikan. Sifat listrik batuan adalah karakteristik dari batuan bila dialirkan arus
listrik ke dalamnya. Arus listrik ini dapat berasal dari alam itu sendiri akibat
terjadinya ketidaksetimbangan, atau arus listrik yang sengaja dimasukkan ke
dalamnya.
8
II.2.1. Konduktivitas Listrik Batuan
Menurut Hendrajaya (1990). Pada batuan, atom-atom terikat secara ionik atau
kovalen. Karena adanya ikatan tersebut, maka batuan mempunyai sifat
menghantarkan arus listrik. Aliran arus listrik di dalam batuan/mineral dapat
digolongkan menjadi 3 macam yaitu :
1. Konduksi elektronik
Konduksi ini adalah tipe normal dari aliran arus listrik dalam
batuan/mineral. Hal ini terjadi, jika batuan/mineral tersebut mempunyai
banyak elektron bebas. Akibatnya arus listrik mudah mengalir pada batuan
tersebut. Sebagai contoh, batuan yang banyak mengandung logam.
2. Konduksi elektrolitik
Konduksi jenis ini banyak terjadi pada batuan/mineral yang bersifat porus
dan pada pori-pori tersebut terisi oleh larutan elektrolit. Dalam hal ini arus
listrik mengalir akibat dibawa oleh ion-ion larutan elektrolit. Konduksi
seperti ini lebih lambat daripada konduksi elektronik.
3. Konduksi dielektrik
Konduksi ini terjadi pada batuan yang bersifat dielektrik artinya batuan
tersebut mempunyai elektron bebas sedikit bahkan tidak ada sama sekali.
Tetapi karena adanya pengaruh medan listrik dari luar, maka elektron-
elektron dalam atom batuan dipaksa berpindah dan berkumpul terpisah
dengan intinya, sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini sangat bergantung
pada konstanta dielektrik batuan yang bersangkutan.
9
II.2.2. Potensial Listrik Pada Bumi
Menurut Hendrajaya (1990). Potensial listrik alam atau potensial diri disebabkan
karena terjadinya kegiatan elektrokimia mekanik. Faktor pengontrol dari semua
kejadian ini adalah air tanah. Potensial ini berasosiasi dengan pelapukan mineral
pada bodi sulfida, perbedaan sifat batuan (kandungan mineral) pada kontak
geologi, kegiatan biolektrik dari materi organik korosi, gradien termal dan gradien
tekanan. Potensial alam ini dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
1. Potensial elektrokinetik
Potensial ini disebabkan bila suatu larutan bergerak melalui suatu pipa
kapiler atau medium yang berpori.
2. Potensial diffusi
Potensial ini disebabkan bila terjadi perbedaan mobilitas dari ion dalam
larutan yang mempunyai konsentrasi berbeda.
3. Potensial Nerust
Potensial ini timbul bila suatu elektroda dimasukkan ke dalam larutan
homogen.
4. Potensial mineralisasi
Potensial ini timbul bila dua elektroda logam dimasukkan kedalam larutan
homogen.
Harga potensial ini paling besar harganya bila dibandingkan dengan jenis
potensial lainnya. Biasanya potensial ini timbul pada zona yang mengandung
banyak sulfida, graphite dan magnetik.
10
Apabila suatu sumber arus, mengalirkan arus ke bawah permukaan bumi, maka
aliran arus tersebut akan membentuk medan-medan ekipotensial. Dan apabila
mediumnya bersifat homogen isotropik, maka medium ekipotensialnya akan
berbentuk bola. Bila sumber arus berada di permukaan medium, maka medan
ekipotensialnya menjadi setengah bola seperti pada gambar berikut :
Andaikan arus mengalir 𝑑𝐼, maka rapat arus yang menembus elemen permukaan
𝑑𝐴 adalah :
𝑑𝐼= 𝐽 . 𝑑𝐴 (II.1)
𝐸 = -∇𝑉 (II.2)
Dimana 𝑉 adalah potensial di setiap posisi garis arus yang bersangkutan (volt).
Hubungan rapat arus ( 𝐽 ) dan medan listrik (𝐸 ) yang ditimbulkan dapat
dihubungkan dengan hukum Ohm :
J
q
A
dA
V
Gambar 2.2. Medium homogen isotropik yang di injeksikan arus listrik
(Hendrajaya,1990)
11
𝐽 = 𝜍 𝐸 (II.3)
Dimana 𝜍 adalah konduktivitas medium (1
𝑚 atau mho). Sehingga,
𝐽 = -𝜍 ∇𝑉 (II.4)
Jika diasumsikan bahwa di dalam muatan yang dilingkupi oleh permukaan 𝑑𝐴
tidak terdapat sumber arus maka diperoleh :
𝐽 .∞
𝐴𝑑𝐴 = 0 (II.5)
Menurut teorema Gauss, integral volume dari divergensi rapat arus yang keluar
dari volume yang dilingkupi permukaan (𝐴). Sehingga berlaku :
∇.∞
0𝐽 . 𝑑𝑉 = 0 (II.6)
Jika 𝑉 suatu volume tak terbatas yang meliputi suatu titik tertentu, diperoleh :
∇. 𝐽 = ∇. (𝜍∇𝑉) = 0 atau
∇ 𝜍. ∇ 𝑉 + 𝜍∇2𝑉 = 0 (II.7)
Jika konduktivitas listrik medium (𝜍) konstan maka suku pertama pada bagian
kiri persamaan (II.7) berharga nol, sehingga :
∇2𝑉 = 0 (II.8)
Apabila arus listrik di injeksikan ke dalam bumi yang homogen isotropik melalui
sebuah elektroda di permukaan pada suatu titik 𝑃, maka arus tersebut akan keluar
12
secara radial dari titik arus dan potensial di suatu titik yang berjarak 𝑟 dari titik 𝑃,
sehingga medan medan elektro potensial berbentuk bola. Persamaan Laplace yang
berhubungan dengan kondisi ini dituliskan dalam koordinat bola :
1
𝑟2
𝜕
𝜕𝑟 𝑟2 𝜕𝑉
𝜕𝑟 +
1
𝑟2 𝑠𝑖𝑛2 𝜃
𝜕
𝜕𝜃 sin 𝜃
𝜕𝑉
𝜕𝜃 +
1
𝑟2 𝑠𝑖𝑛2𝜃
𝜕2𝑉
𝜕2 = 0 (II.9)
Dengan menganggap bumi sebagai medium homogen isotropik, maka bumi
mempunyai simetri bola dan struktur, sehingga potensial (𝑉) di suatu titik hanya
merupakan fungsi r saja, 𝑉 = 𝑉(𝑟) , sehingga persamaan (II.9) di tuliskan :
1
𝑟2
𝜕
𝜕𝑟 𝑟2 𝜕𝑉
𝜕𝑟 = 0 atau
2
𝑟
𝑑𝑉
𝑑𝑟 +
𝑑2𝑉
𝑑𝑟 2 = 0 (II.10)
Persamaan (II.10) di integralkan akan diperoleh :
𝑑𝑉
𝑑𝑟 =
𝐶1
𝑟2 (II.11)
Menurut Hendrajaya (1990). Apabila persamaan (II.11) akan diperoleh :
V(r) = −𝐶1
𝑟+ 𝑐2 (II.12)
Dengan 𝑐1, 𝑐2 sama dengan konstanta.
Menurut Hendrajaya (1990). Jika syarat batas potensial yaitu pada jarak yang jauh
dari titik sumber (𝑟 → ∞), potensial (V) berharga nol, maka 𝑐2 = 0 sehingga
persamaan berubah menjadi :
13
𝑉 = −𝐶1
𝑟 (II.13)
Berdasarkan persamaan (II.13) dapat diterapkan pada kasus di bawah ini :
Apabila sumber arus berada di dalam bumi, maka ekuipotensialnya berbentuk
bola.
𝑐1 = - 𝐼
4𝜋𝑟
Sehingga pers. II.13 menjadi :
𝑉(𝑟) = 𝐼 𝜌
4𝜋 𝑟 (11.14)
dimana : 𝜌 = 1
𝜍
Apabila kasus sumber arus di permukaan bumi ekuipotensialnya berbentuk
setengah bola, sehingga pers. II.14 menjadi :
𝑉(𝑟) = 𝐼𝜌
2𝜋𝑟 (II.15)
atau
𝜌 = 2𝜋𝑟 𝑉
𝐼 (II.16)
Dengan :
𝑉 = Potensial listrik (Volt)
𝜌 = Resistivitas (Ohmmeter)
𝐼 = Arus (Ampere)
14
Gambar 2.3. Aliran arus listrik suatu titik pada permukaan medium homogen isotropik
(Telford, 1990)
II.3. Metode Geolistrik Tahanan Jenis
Menurut Hendrajaya (1990). Metode geolistrik tahanan jenis merupakan metode
yang mempelajari sifat tahanan jenis (resistivity) dari lapisan batuan di dalam
bumi. Metode ini merupakan metode yang bersifat aktif dengan mengalirkan arus
listrik ke dalam lapisan bumi melalui dua elektroda arus, sedangkan potensialnya
diukur melalui dua buah elektroda potensial, pada metode geolistrik tahanan jenis
disebut sebagai konfigurasi elektroda.
Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode geolistrik tahanan jenis dapat
dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu :
1. Metode Resistivitas Mapping
Merupakan metode resistivitas yang bertujuan untuk mempelajari variasi
tahanan jenis lapisan bawah permukaan bumi secara horizontal. Oleh
Bidang Equipotensial
Aliran Arus Listrik
Permukaan
Titik
15
karena itu, pada metode ini mempergunakan konfigurasi elektroda yang
sama untuk semua titik pengamatan di permukaan bumi. Setelah itu baru
dibuat kontur isoresistivitasnya.
2. Metode Resistivitas Sounding/Drilling
Metode resistivitas sounding juga biasa dikenal sebagai resistivitas
drilling, resistivitas probing dan lain-lain. Hal ini terjadi karena pada
metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di
bawah permukaan bumi secara vertikal.
Menurut Hendrajaya (1990). Pada metode ini, pengukuran pada suatu titik
sounding dilakukan dengan jalan mengubah-ubah jarak elektroda. Pengubahan
jarak elektroda-elektroda ini tidak dilakukan secara sembarang tetapi mulai dari
jarak elektroda kecil membesar secara gradual. Jarak elektroda ini sebanding
dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Makin besar jarak lektroda
tersebut maka makin dalam lapisan batuan yang dapat diselidiki.
Menurut Hendrajaya (1990). Pada pengukuran sebenarnya, pembesaran jarak
elektroda mungkin dilakukan jika mempunyai alat geolistrik yang memadai.
Dalam hal ini, alat geolistrik tersebut harus dapat menghasilkan arus listrik yang
cukup besar atau kalau tidak, alat tersebut harus sensitif dalam mendeteksi beda
potensial yang kecil sekali. Oleh karena itu, alat geolistrik yang baik adalah alat
yang dapat menghasilkan arus listrik cukup besar dan mempunyai sensitifitas
yang cukup tinggi.
16
II.3.1. Cara Pengambilan Data Geolistrik Tahanan Jenis
Menurut Hendrajaya (1990). Dalam melakukan eksplorasi tahanan jenis
(resistivitas) metode yang biasa digunakan pada pengukuran resistivitas secara
umum yaitu, dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi dengan
menggunakan dua elektroda arus (C1 dan C2), dan pengukuran beda potensial
dengan menggunakan dua elektroda potensial (P1 dan P2), seperti pada
gambar 2.4.
Gambar 2.4. Cara pengambilan data geolistrik tahanan jenis (Hendrajaya, 1990)
Dengan :
r1 = jarak dari titik P1 ke sumber arus positif (C1)
r2 = jarak dari titik P1 ke sumber arus negatif (C2)
r3 = jarak dari titik P2 ke sumber arus positif (C1)
r4 = jarak dari titik P2 ke sumber arus negatif (C2)
C1
P1
r2 r1
r3
P2
C2
r4
I
V
17
Pada pengukuran metode geolistrik hambatan jenis yang diukur adalah selisih
potensial antara dua elektroda potensial dari kedua elektroda arus, sehingga :
∆V = Vp1 – Vp2 (II.17)
= 𝜌𝐼2𝜋
1𝑟1
− 1𝑟2
− 𝜌𝐼2𝜋
1𝑟3
− 1𝑟4
= 𝜌𝐼
2𝜋
1
𝑟1−
1
𝑟2−
1
𝑟3+
1
𝑟4
𝜌 = 2𝜋
1
𝑟1−
1
𝑟2−
1
𝑟3+
1
𝑟4
∆𝑉
𝐼 (II.18)
Karena resistivitas yang diperoleh adalah resistivitas semu, maka pers. II.18
menjadi :
𝜌 = 𝐾(∆𝑉
𝐼) (II.19)
𝐾 = 2𝜋
1
𝑟1−
1
𝑟2−
1
𝑟3+
1
𝑟4 (II.20)
Dengan :
𝜌a adalah resistivitas semu
𝐾 adalah faktor geometri yang tergantung oleh penempatan elektroda
dipermukaan (Hendrajaya, 1990).
Berdasarkan letak (konfigurasi) elektrodanya, terdapat berbagai jenis konfigurasi
pengukuran yang sering digunakan, diantaranya konfigurasi Wenner,
Schlumberger, Dipole-dipole dan lain-lain. Masing-masing konfigurasi ini
memilki karakteristik tersendiri, sehingga setiap konfigurasi memilki kelebihan
dan kekurangan. Setiap konfigurasi tersebut memilki faktor geometri yang
18
berbeda-beda, dimana faktor geometri ini akan digunakan dalam perhitungan hasil
pengukuran.
II.3.2. Konfigurasi Elektroda
Pada metode geolistrik tahanan jenis, arus listrik dialirkan ke dalam bumi melalui
dua elektroda arus. Kemudian, besarnya potensial yang disebabkannya diukur
dipermukaan bumi melalui dua buah elektroda potensial. Besarnya beda potensial
diantara kedua elektroda potensial tersebut selain tergantung pada besarnya arus
yang dialirkan kedalam bumi, juga tergantung pada letak kedua elektroda
potensial tersebut terhadap letak kedua elektroda arus. Dalam hal ini tercakup juga
pengaruh keadaan batuan yang dilewati arus listrik tersebut.
Terdapat berbagai macam aturan yang dipakai untuk menempatkan keempat
elektroda di permukan bumi. Aturan- aturan penempatan keempat elektroda
tersebut dalam istilah geofisika sering dinamai sebagai konfigurasi elektroda.
Konfigurasi elektroda yang umum digunakan dalam eksplorasi antara lain :
Wenner, Dipole – dipole, Schlumberger atau Wenner – Schlumberger.
Konfigurasi Wenner adalah konfigurasi yang secara penempatan elektroda baik
elektroda arus dan elektroda potensial diletakkan secara simetris. Diketahui bahwa
jarak spasi antara elektroda arus ialah 3a dan jarak spasi antara elektroda
potensial ialah a.
Konfigurasi Dipole – dipole adalah konfigurasi secara penempatan elektroda baik
elektroda arus dan elektroda potensial diletakkan secara asimetri. Diketahui
bahwa elektroda potensial diletakkan diluar elektroda arus dan memiliki jarak
19
spasi antara elektroda arus ialah a, jarak spasi antara elektroda potensial a dan
jarak spasi antara elektroda arus dan potensial ialah (na), (na+a), (na+2a).
Pengaturan letak elektroda setiap konfigurasi tersebut ada yang sama urutan
elektrodanya, namun masing-masing memiliki kekhasan tersendiri. Konfigurasi
Wenner - Schlumberger merupakan perpaduan antara konfigurasi Wenner dengan
konfigurasi Schlumberger. Konfigurasi Schlumberger 2D memiliki sedikit
keunggulan dari konfigurasi wenner dalam penggambaran ketidakhomogenan
secara horizontal (Loke tutorial. Hal 41). Untuk aturan elektroda Schlumberger,
spasi elektroda arus jauh lebih lebar daripada spasi elektroda potensial, seperti
terlihat pada gambar 2.5. Pada gambar ini dapat diketahui bahwa jarak spasi antar
elektroda arus ialah 2na+a, dan jarak spasi antar elektroda potensial ialah a,
sehingga memiliki faktor geometri :
Ks = πan(n+1) (II.21)
Gambar 2.5. Susunan elektroda konfigurasi Wenner - Schlumberger (Hendrajaya, 1990)
P2
P1
C2 C1 I
V
a na na
20
II.4. Hubungan Antara Arkeologi dan Resistivitas Material
Survai metode resistivitas memberikan gambaran distribusi resistivitas bawah
permukaan. Untuk mengkoversi gambaran resistivitas bawah permukaan
membutuhkan sebuah pengetahuan untuk membedakan tipe dari material bawah
permukaan dan kenampakan anomali benda arkeologi berdasarkan nilai
resistivitas material sangat dibutuhkan.
Resistivitas material tergantung dari bahan penyusun benda arkeologi dan
besarnya persentase kandungan fluida yang menjenuhi benda arkeologi.
Bagaimanapun nilai dari beberapa material biasanya overlap. Hal ini disebabkan
karena resistivitas material dipengaruhi oleh kondisi lokasi pengukuran. (Arunita
MG, 2009)
21
Tabel 2.1. Nilai resistivitas beberapa mineral
Sumber : Loke, 2004
22
Tabel 2.2. Nilai resistivitas batuan dan mineral
Rocks Type Resistivity range (Ωm)
Granite porphyry
Feldspar porphyry
Syenite
Diorite porphyry
Porphyrite
Carbonatized porphyry
Quartz diorite
Porphyry (various)
Dacite
Andesite
Diabase (various)
Lavas
Gabbro
Basalt
Olivine norite
Peridotite
Hornfels
Schists (calcareous and mica)
Tuffs
Graphyte schist
Slate (various)
Gneiss (various)
Marble
Skarn
Quartzites (various)
Consolidated shales
Argilites
Conglomerates
Sandstones
Limestones
Dolomite
Unconsolidated wet clay
Marls
Clays
Oil sands
Surface water (ign.rocks)
Surface water (sediments)
Soil waters
Natural waters(ign. rocks)
Natural waters (sediments)
Sea water
4.5x103(wet)- 1.3x10
6(dry)
4x103 (wet)
102- 10
6
1.9x103(wet)- 2.8x10
4(dry)
10- 5x104(wet)- 3.3x10
3(dry)
2.5x103(wet)- 6x10
4(dry)
2x104- 2x10
6(wet)- 1.8x10
5 (dry)
60- 104
2x104 (wet)
4.5x104(wet)- 1.7x10
2 (dry)
20- 5x107
102- 5x10
4
103- 10
6
10-1.3x107 (dry)
103- 6x10
4 (wet)
3x103(wet)- 6.5x10
3 (dry)
8x103(wet)- 6x10
7 (dry)
20- 104
2x103(wet)- 10
5 (dry)
10- 102
6x102- 4x10
7
6.8x104(wet)- 3x10
6 (dry)
102- 2.5x10
8 (dry)
2.5x102 (wet)- 2.5x10
8 (dry)
10- 2x108
20- 2x103
10- 8x102
2x103- 10
4
1- 6.4x108
50- 107
3.5x102- 5x10
3
20
3- 70
1- 100
4- 800
0.1- 3x103
10- 100
100
0.5- 150
1- 100
0.2
Sumber : Telford, 1990
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Peta lokasi penelitian
Lokasi penelitian berada di Kelurahan Bara-baraya, Kecamatan Makassar,
Makassar, Sulawesi Selatan.
Gambar III.1. Peta lokasi penelitian di Kota Makassar (Palulungan, 2012).
III.2. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. 1 unit alat ukur tahanan jenis S-Field Multichannel
2. Laptop
3. Palu
24
4. Elektroda
5. Aki Kering
6. Kabel
7. Meteran
III.3. Data Pendukung
1. Peta geologi Ujung pandang, Benteng dan Sinjai.
2. Denah lokasi penelitian.
3. Sketsa lintasan pengukuran.
III.4. Metode Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan konfigurasi Wenner -
Schlumberger dan ada beberapa tahapan yang dilakukan sebelum pengambilan
data tersebut.
Survei lokasi/lapangan. Tahapan ini dilakukan sebagai landasan untuk
mengetahui kondisi objektif daerah/lokasi/lapangan pengukuran.
Penentuan arah lintasan elektroda sebagai landasan untuk mengkaver
sekitar daerah yang diduga terdapat benda arkeologi.
Penentuan jarak spasi antar elektroda C1, C2 dan P1, P2 sesuai dengan
panjang bentangan.
Menghubungkan peralatan alat geolistrik dan memasuki sistem pengaturan
program geores untuk menentukan jenis konfigurasi yang telah ditentukan
yaitu Wenner - Schlumberger. Tahapan ini dilakukan untuk persiapan
pengukuran.
25
III.5. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menghitung faktor geometri dari konfigurasi
Schlumberger untuk menghilangkan pengaruh letak elektroda potensial terhadap
letak kedua elektroda arus. Setelah diperoleh hasil faktor geometri dari
konfigurasi Wenner - Schlumberger kemudian menghitung resistivitas semu dan
menginversi dengan program Res2DInv untuk memperoleh penampang 2D.
III.6. Interpretasi Data
Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan pendekatan parameter nilai-nilai
resistivitas material (benda) dari penampang 2D hasil Res2DInv, dan 3D hasil
RockWorks 14. Sehingga dapat diestimasi posisi target.
26
III.7. Bagan Alir Penelitian
Selesai
Mulai
Estimasi Posisi Target
Penentuan Konfigurasi
Survei Lapangan
Penentuan Arah &
Panjang Bentangan
Pengambilan Data
Wenner - Schlumberger
Perhitungan
Faktor Geometri
Injeksi Arus
I(A)
Penampang 2D
Pengukuran Beda
Potensial ∆𝑉(V)
Inversi
Perhitungan
Resistivitas Semu (ρα)
Analisis Anomali
Resistivitas
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Pengukuran Resistivitas
Hasil pengukuran yang diperoleh dengan menggunakan metode resistivitas
konfigurasi Wenner - Sclumberger didapatkan 6 (enam) lintasan. Setiap lintasan
memiliki panjang bentangan 16 m dengan spasi terkecil 1 m. Empat lintasan
mengarah Utara – Selatan dan 2 lintasan mengarah Timur – Barat. Data yang
diperoleh setelah perhitungan resistivitas semu untuk masing-masing lintasan
ditampilkan seperti tabel IV.1.
Tabel IV.1. Hasil Pengukuran Resistivitas
Schlumberger Nama Lintasan.
1 Spasi Terkecil.
7 Jenis Konfigurasi.
46 Jumlah Tititk Datum.
0 Elektroda Pertama.
0 Nilai Patok Untuk Resistivitas.
Ket.
elektroda Spasi(a) n
𝜌1 (Ohm.m)
𝜌2
(Ohm.m)
𝜌3
(Ohm.m)
𝜌4
(Ohm.m)
𝜌5
(Ohm.m)
𝜌6
(Ohm.m)
0 1 1 30.8923 34.2347 25.9743 30.2573 15.4716 26.5162
1 1 1 20.8094 19.3683 26.6315 24.4987 25.3633 23.242
2 1 1 20.0831 18.838 26.7756 28.4991 26.8505 30.436
3 1 1 20.5616 23.2708 19.4606 20.6942 21.4435 20.7115
4 1 1 19.4606 21.1611 29.652 28.7239 23.2708 29.433
5 1 1 18.0944 15.6561 12.5433 22.5503 25.542 23.6974
6 1 1 21.3513 21.6453 25.1327 28.3435 24.3273 29.4791
7 1 1 20.1292 24.2162 23.2881 18.0327 23.9389 22.2621
28
8 1 1 23.0576 25.8706 16.9127 24.6187 25.5708 27.5768
9 1 1 21.5012 18.3365 24.4237 19.8491 21.8312 25.2423
10 1 1 33.7505 30.4302 25.9455 23.7276 22.808 29.4567
11 1 1 17.3796 15.633 28.1772 27.646 28.103 28.6399
12 1 1 30.1535 29.6808 20.5558 23.065 24.7729 28.48
0 1 2 22.0834 18.4518 34.4826 31.2217 34.2376 30.3649
1 1 2 17.3969 16.2037 17.4787 8.945 17.8214 29.7309
2 1 2 20.0601 24.9022 25.7039 18.5068 27.5718 20.0601
3 1 2 20.9074 23.3112 22.8936 7.1114 23.3392 25.8582
4 1 2 19.23 14.6992 26.1837 27.1776 26.4236 27.726
5 1 2 20.0947 17.7428 11.0356 20.6831 27.0919 27.6232
7 1 2 5.7932 20.5616 15.2853 16.7932 22.6537 25.5154
8 1 2 22.3947 18.4864 27.1091 22.808 31.8729 25.7382
9 1 2 24.4871 36.0908 27.726 5.0894 22.0026 21.1286
10 1 2 30.6435 17.9849 29.9194 29.868 26.0124 31.4273
0 1 3 18.6766 18.4345 19.8434 26.5607 23.065 32.9696
1 1 3 20.2676 26.9082 27.3147 23.3049 22.2767 24.196
2 1 3 23.5533 22.654 16.7932 20.5631 24.4016 26.2866
3 1 3 21.5473 14.63 27.8631 22.9965 24.8814 20.2204
4 1 3 14.8721 20.7518 21.8312 15.0796 22.9622 28.4114
5 1 3 19.4029 23.7262 23.065 28.6513 22.5852 22.3453
6 1 3 16.5323 20.233 22.0026 23.4763 22.8251 25.841
7 1 3 24.245 7.2285 24.95 23.4763 22.2767 32.2156
8 1 3 25.3518 25.6515 19.5921 22.8479 23.3049 11.8924
1 1 4 27.9458 23.8646 27.3033 29.4738 24.5615 7.3113
2 1 4 22.0776 20.233 19.8777 22.2767 13.5374 17.136
3 1 4 22.3658 14.9874 25.1327 24.1046 17.7072 22.8479
4 1 4 20.8094 21.9623 17.136 10.8528 26.7892 25.0756
5 1 4 8.6466 17.0626 20.8487 8.9107 24.3331 17.7072
29
6 1 4 23.5187 35.451 17.8214 24.1617 58.9477 23.6476
0 1 5 23.2305 17.8214 38.2989 56.3773 14.4799 27.2462
2 1 5 67.2704 19.9634 19.7064 17.136 17.9928 62.2035
3 1 5 17.812 16.4505 18.6782 12.852 24.3331 23.9903
4 1 5 17.3796 9.6842 19.9634 7.3685 16.7932 16.2792
0 1 6 19.1089 14.7541 14.0343 14.3942 20.2718 23.4763
1 1 6 9.6842 18.3999 19.1923 12.7149 16.7932 21.5913
2 1 6 15.4947 11.9438 17.1531 18.2327 21.1115 20.2718
0 1 7 15.6157
17.5929 15.6737
14.3942
12.428
24.4701
30
IV.2. Pembahasan
IV.2.1. Analisis Anomali Resistivitas
IV.2.1.1. Lintasan 1
Hasil perhitungan resistivitas semu lintasan 1 diinversi dengan program
Res2DInv. Keluaran program tersebut berupa penampang resistivitas 2 dimensi,
yang dapat dilihat pada gambar IV.1.
Gambar IV.1. Penampang resistivitas pada lintasan 1
Gambar IV. 1 di atas memperlihatkan variasi nilai resistivitas dan kedalaman
datum setiap level (n) yang berbeda. Nilai resistivitas pada lintasan ini bervariasi
dari 2,12 Ωm hingga 207 Ωm dengan kedalaman penetrasi sekitar 2,69 m.
Penampang 2D tersebut memperlihatkan kontras resistivitas yang tidak merata.
Hal ini menunjukkan bahwa di bawah permukaan tidak homogen, pada posisi
patok/ atau elektroda 6,00 sampai 8.5 meter dari patok/atau elektroda awal
(pertama) di kedalaman 1 meter dari permukaan tanah terdapat nilai resistivitas
yang rendah dibandingkan sekitarnya. Daerah tersebut merupakan anomali yang
diduga sebagai air permukaan.
31
IV.2.1.2. Lintasan 2
Hasil perhitungan resistivitas semu lintasan 1 diinversi dengan program
Res2DInv. Keluaran program tersebut berupa penampang resistivitas 2 dimensi,
yang dapat dilihat pada gambar IV.2.
Gambar IV.2. Penampang resistivitas pada lintasan 2
Gambar IV. 2 di atas memperlihatkan variasi nilai resistivitas dan kedalaman
datum setiap level (n) yang berbeda. Nilai resistivitas pada lintasan ini bervariasi
dari 2,12 Ωm hingga 207 Ωm dengan kedalaman penetrasi sekitar 2,69 m.
Penampang 2D tersebut memperlihatkan kontras resistivitas tidak merata. Hal ini
menunjukkan bahwa di bawah permukaan tidak homogen. Berdasarkan peta
geologi lembar Ujungpandang dan tabel nilai resistivitas batuan pada penampang
2D lintasan 2 diduga merupakan batuan Clay, Sand, dan Limestone yang saling
berasosiasi. Untuk lintasan 2 di atas diduga tidak terdapat anomali benda
arkeologi.
IV.2.1.3. Lintasan 3
Hasil perhitungan resistivitas semu lintasan 1 diinversi dengan program
Res2DInv. Keluaran program tersebut berupa penampang resistivitas 2 dimensi,
yang dapat dilihat pada gambar IV.3.
Clay, sand, limestone
Clay & sand
32
Gambar IV.3. Penampang resistivitas pada lintasan 3
Gambar IV. 3 di atas memperlihatkan variasi nilai resistivitas dan kedalaman
datum setiap level (n) yang berbeda. Nilai resistivitas pada lintasan ini bervariasi
dari 2,12 Ωm hingga 207 Ωm dengan kedalaman penetrasi sekitar 2,69 m.
Penampang 2D tersebut memperlihatkan kontras resistivitas tidak merata. Hal ini
menunjukkan bahwa di bawah permukaan tidak homogen. Berdasarkan peta
geologi lembar Ujungpandang dan tabel nilai resistivitas batuan pada penampang
2D lintasan 2 diduga merupakan batuan Clay, Sand, Limestone yang saling
berasosiasi. Pada posisi patok/ atau elektroda 5 hingga 6 dengan penetrasi sekitar
2 m diduga terdapat anomali resistivitas benda arkeologi.
IV.2.1.4. Lintasan 4
Hasil perhitungan resistivitas semu lintasan 1 diinversi dengan program
Res2DInv. Keluaran program tersebut berupa penampang resistivitas 2 dimensi,
yang dapat dilihat pada gambar IV.4.
Gambar IV.4. Penampang resistivitas pada lintasan 4
Clay, Sand, limestone Clay, Sand, limestone
Clay & Sand
33
Gambar IV. 4 di atas memperlihatkan variasi nilai resistivitas dan kedalaman
datum setiap level (n) yang berbeda. Nilai resistivitas pada lintasan ini bervariasi
dari 2,12 Ωm hingga 207 Ωm dengan kedalaman penetrasi sekitar 2,69 m.
Penampang 2D tersebut memperlihatkan kontras resistivitas tidak merata. Hal ini
menunjukkan bahwa di bawah permukaan tidak homogen. Berdasarkan peta
geologi lembar Ujungpandang dan tabel nilai resistivitas batuan pada penampang
2D lintasan 2 diduga merupakan batuan batuan Clay, Sand, Limestone yang saling
berasosiasi. Pada posisi patok/ atau elektroda 3 hingga 4 dengan penetrasi 1,3 m
dan patok / atau elektroda 6 hingga 7 dengan penetrasi 2 m hingga 2,5 m terdapat
nilai resistivitas rendah dari sekitarnya diduga anomali air permukaan. Pada patok/
atau elektroda 8 hingga 9 dengan penetrasi 1,3 m dan patok / atau elektroda 10
hingga 11 dengan penetrasi 1,3 m terdapat nilai resistivitas tinggi dari sekitarnya
diduga anomali benda arkeologi.
IV.2.1.5. Lintasan 5
Hasil perhitungan resistivitas semu lintasan 1 diinversi dengan program
Res2DInv. Keluaran program tersebut berupa penampang resistivitas 2 dimensi,
yang dapat dilihat pada gambar IV.5.
Gambar IV.5. Penampang resistivitas pada lintasan 5
34
Gambar IV. 5 di atas memperlihatkan variasi nilai resistivitas dan kedalaman
datum setiap level (n) yang berbeda. Nilai resistivitas pada lintasan ini bervariasi
dari 2,12 Ωm hingga 207 Ωm dengan kedalaman penetrasi sekitar 2,69 m.
Penampang 2D tersebut memperlihatkan kontras resistivitas tidak merata. Hal ini
menunjukkan bahwa di bawah permukaan tidak homogen. Berdasarkan peta
geologi lembar Ujungpandang dan tabel nilai resistivitas batuan pada penampang
2D lintasan 2 diduga merupakan batuan Clay, Sand, Limestone yang saling
berasosiasi. Pada posisi patok/ atau elektroda 5 hingga 6 dan patok 10 hingga 11
dengan masing – masing penetrasi 1,5 m terdapat anomali resistivitas besar dari
sekitarnya diduga benda arkeologi.
IV.2.1.6. Lintasan 6
Hasil perhitungan resistivitas semu lintasan 1 diinversi dengan program
Res2DInv. Keluaran program tersebut berupa penampang resistivitas 2 dimensi,
yang dapat dilihat pada gambar IV.6.
Gambar IV.6. Penampang resistivitas pada lintasan 6
Gambar IV. 6 di atas memperlihatkan variasi nilai resistivitas dan kedalaman
datum setiap level (n) yang berbeda. Nilai resistivitas pada lintasan ini bervariasi
dari 2,12 Ωm hingga 207 Ωm dengan kedalaman penetrasi sekitar 2,69 m.
35
Penampang 2D tersebut memperlihatkan kontras resistivitas tidak merata. Hal ini
menunjukkan bahwa di bawah permukaan tidak homogen. Berdasarkan peta
geologi lembar Ujungpandang dan tabel nilai resistivitas batuan pada penampang
2D lintasan 2 diduga merupakan batuan Clay, Sand, Limestone yang saling
berasosiasi. Pada posisi patok/ atau elektroda 5 hingga 7 dan patok 10 hingga 11
terdapat anomali resistivitas besar diduga anomali benda arkeologi. Pada patok/
atau elektroda 8 hingga 9 terdapat pula anomali resistivitas rendah diduga air
permukaan.
36
IV.2.2. Estimasi Posisi Target
Profil ini dibuat untuk memudahkan interpretasi dari pseudosection lintasan 1- 6,
dengan menyamakan skala resistivitas pada setiap lintasan, sehingga didapatkan
pseudosection nilai true resistivity yang sama.
Gambar IV.7. Profil lintasan berpotongan
Kemudian dari hasil Gambar IV.7 di interpretasikan menggunakan isosurface
untuk mengfokuskan jenis anomali resistivitas benda arkeologi yang terdapat pada
arah lintasan yang sejajar/atau sama dengan menggabungkan dari empat (4)
lintasan sehingga dapat diestimasikan posisi target benda Arkeologi. Dapat dilihat
pada gambar VI.8.
37
Gambar IV.8. Penampang resistivitas 2 dimensi Res2DInv & 3 dimensi RockWorks 14
(a) Penampang 3D pada resistivitas rendah
(b). Penampang 2D lintasan 3
(c). Penampang 2D lintasan 6
(d). Penampang 3D
resistivitas tinggi
38
Berdasarkan gambar VI.8 penampang resistivitas 2D Res2DInv pada lintasan 3
dan 6 menggambarkan adanya anomali- anomali resistivitas diduga benda
arkeologi yang terdapat pada lokasi penyelidikan, pada gambar penampang
resistivitas 2 dimensi lintasan 3 dan lintasan 6 terdapat anomali pada posisi kiri
dan kanan. Jika berdasarkan gambar VI.8 penampang resistivitas 3 dimensi
RockWorks 14 dengan menggabungkan dari lintasan 3, 4, 5, dan 6 untuk
mengidentifikasi yang memiliki dimensi dan nilai anomali- anomali resistivitas
yang sangat besar hanya terdapat pada posisi kiri. Nilai resistivitas pada anomali
tersebut lebih besar dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Dimensi kontras dari
anomali tersebut lebih besar dan nilai resistivitas yang besar sekitar 32.19- 52.19
Ωm diduga benda arkeologi berupa keramik/ guci.
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahaan data serta pencocokan penampang 2 dimensi dan
3 dimensi, maka dapat disimpulkan :
1. Identifikasi benda arkeologi berdasarkan hasil inversi program Res2DInv
dan RockWorks 14 terdapat anomali resistivitas yang besar pada lintasan
3, 4, 5, dan 6. Memiliki kisaran resistivitas 32.19- 52.19 Ohm.m yang
diduga benda arkeologi berupa keramik/ guci.
2. Anomali resistivitas diduga benda arkeologi berupa keramik/ guci terletak
pada posisi kiri intasan dengan kedalaman sekitar 1.5 m.
V.2. Saran
Sebaiknya pada pengukuran yang berkenaan dengan obyek benda
arkeologi disertai data informasi yang termasuk dalam kawasan
peninggalan situs.
DAFTAR PUSTAKA
Arunita MG, Andi Dini. 2009. Eksplorasi Pasir Besi dengan Metode Geolistrik
Tahanan Jenis (Studi Kasus : Muara Sungai Bua Kab. Sinjai),
UNHAS, Makassar.
Bintarti, D.D, 1993. Hasil Penelitian Benda- benda Perunggu dan Besi di
Indonesia, dalam Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi, Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta.
DEPDIKBUD, 1993. Benda-Benda Arkeologi, Museum ”La Galigo”, Makassar.
Gihardani, G.M, 1993. Temuan Benda- benda Logam Masa Prasejarah di
Indonesia, dalam Analisis Hasil Penelitian Arkeologi IV, Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional, Jakarta.
Hendrajaya L, 1990. Metode Geolistrik Tahanan Jenis, ITB, Bandung.
Loke, M.H, 2004. Tutorial 2D and 3D Electrical Imaging Surveys,
Birmingham University, England.
Palullungan, F.E, Penentuan Profil Ketebalan Sedimen Menggunakan
Pengukuran Mikrotremor (Studi kasus Makassar dan sekitarnya),
UNHAS, Makassar.
Prasetyo, B, 1994/1995. Berita Penelitian Arkeologi, Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional, Jakarta.
Perdana, A, 2010. Museum La Galigo, FIB UI, Jakarta.
Soegondho, 1993. Benda Logam dalam Kubur Prasejarah; Pengaruh
Metalurgi pada Religi, dalam Analisis Hasil Penelitian Arkeologi IV,
Pusat Penelitian arkeologi Nasional, hal. 197-205, Jakarta.
Sudrajat. Membaca Masa Lalu Indonesia (Diktat Prasejarah Indonesia),
UNY, Yogyakarta.
Sukendar, 1981. Berita Penelitian Arkeologi, Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional, Jakarta.
Suryani, 2004. Artefak Perunggu Situs Pasir Angin; Analisis komposisi
Unsur, FIB, UI, Jakarta
Telford, W.M, 1990. Applied Geophysics_Second Edition, Cambridge
University Press, Australia.
LAMPIRAN 2
1. Denah lokasi penelitian
2. Sketsa lintasan pengukuran
U
LAMPIRAN 3
1. Gambar. Rumah Lokasi Pengukuran
2. Gambar. Koneksi Alat & Proses Pengambilan Data
3. Gambar. Lintasan Elektroda
4. Gambar. Keramik/atau Guci
LAMPIRAN 4
1. Peta lokasi pengukuran
2. Peta geologi Ujung pandang, Benteng dan Sinjai Sulawesi Selatan
Top Related