أ
SKRIPSI
ANALISIS AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PENGELOLAAN
KEUANGAN DANA DESA DI DESA PINCARA KEC. MASAMBA KAB.
LUWU UTARA
SAMSUN
105730443813
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang maha kuasa karena atas
berkat dan karunianyala sehingga penulis dapat menyelasaikan proposal yang
berjudul “Analisis akuntabilitas dan transparansi pengololaan keuangan
Dana Desa ( Desa Pincara Kec. Masamba Kab. Luwu Utara”.) Penulis
menyadari bahwa proposal ini masi terdapat kekurangan, oleh karna itu penulis
sangat mengharapkan kritikdan saran untuk perbaikan kedepanya semoga skripsi
ini bermanpaat bagi pembacanya.
Makassar, April 2017
Samsun
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ABSTRAK ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii
BAB. I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang ............................................................................... 1
B. TujuanPenelitian ........................................................................... 7
C. RumusaMasalah……………………………………………….... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
a. PSAK 27TetagDana Desa.................................... .............. 8
b. Dana Desa .......................................................................... 10
c. PengelolaanKeuanganDesa ................................................ 13
d. RangkaianPelaksanaanPengelolaanKeuanganDesa ........... 14
e. Akuntabilitas………………………………………….. .... 16
B. Penelitian Terdahulu ................................................................... 28
C. Kerangka Pikir .................................................... ....................... 31
D. Hipotesis ...................................................................................... 32
vii
BAB. III METODE PENELITIAN
A. MetodePengumpulan Data ....................................................... 33
B. Jenis Data ................................................................................. 34
C. Sumber Data ............................................................................. 34
D. Metode Analisis Data ............................................................... 35
BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
1. Propil Desa Pincara ..................................................................
2. Kependudukan ...........................................................................
3. Pengololaan Dana Desa Pincara ................................................
4. Perencanaan Dana Desa Pincara ................................................
5. Pelaksanaan Pengelolaan dana desa pincara ............................
B. PEMBAHASAN
1. Penata Usahaan Dana Desa ......................................................
2. Pelaporan Dana Desa ................................................................
3. Pertanggungjawaban Dana Desa ...............................................
4. Transparansi Dana Desa ............................................................
5. Akuntabilitas Dana Desa ...........................................................
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................
B. Keterbatasan Penelitian ...................................................................
C. Saran ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
viii
ABSTRAK
Akuntabilitas merupakan suatu pertangung jawaban pemerintah untuk
melaporkan dan menyajikan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan kepada
masyarakat. Pertanggun gjawaban tersebut dilakukan agar pemerintah dapat
transparan dengan komitmen yang telah terbentuk dalam pelaksanaannya.
Pemerintah desa pincara, kecamatan masamba, kabupaten luwu utara adalah
pemerintah desa yang mendukung adanya Good Governance khususnya
akuntabilitas dan transparansi. Penelitian ini bertujuan untuk menilai akuntabilitas
dan transparansi pemerintah desa terhadap pengelolaan Dana Desa di desa
Pincara, kecamatan masamba, kabupaten luwu utara. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif berbabis studi di lapangan. Teknik pengumpulan data yang
digunakan berupa wawancara dengan teknik semi-terstruktur. Wawancara
dilakukan dengan pihak pemerintah desa yang menjalankan penyelenggaraan
pemerintahan dan pihak Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai perwakilan
dari masyarakat, yang berjumlah 9 orang informan. Hasil penelitian ini
menunjukan pengelolaan keuangan Dana Desa yang diterapkan oleh pemerintah
desa pincara sudah sesuai dengan perundang-undangan maupun ketentuan-
ketentuan yang berlaku. Transparansi yang dilakukan oleh pemerintah desa
Pincara menggunakan media informasi digital, terdapat informasi yang disebar
tiap-tiap dusun melalui ketua Dusun, selain itu juga terdapat papan informasi
yang ditempatkan di Kantor Desa. Meskipun pengelolaan Dana Desa yang
dilakukan oleh pemerintah desa sangat baik, tetapi pemahaman masyarakat
mengenai kebijakan Dana Desa masih rendah
1. kata kunci
2. Tujuan penelitian
3. Metodologi
4. Hasil
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belanja negara yang diperuntukkan bagi desa dan desa adat yang
ditransfer melalui anggaran pendapatan dan
belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelengg
aran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan
kemasyarakatan. fokus penting dari penyaluran dana ini lebih terkait pada
implementasi pengalokasian dana desa agar bisa sesempurna gagasan para
inisiatornya. Skenario awal dana desa ini diberikan dengan mengganti program
pemerintah yang dulunya disebut pnpm, namun dengan berlakunya dana desa
ini, dapat menutup kesempatan beberapa pihak asing untuk menyalurkan dana ke
daerah di indonesia dengan program-
program yang sebenarnya juga dapat menjadi pemicu pembangunan daerah.
Sesuai dengan amanat undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa,
pemerintah mengalokasikan dana desa, melalui mekanisme transfer kepada
kabupaten/kota. Berdasarkan alokasi dana tersebut, maka tiap kabupaten/kota
mengalokasikannya ke pada setiap desa
berdasarkan jumlah desa dengan memperhatikan jumlah penduduk (30%), l
uas wilayah (20%), dan angka kemiskinan (50%). Hasil perhitungan tersebut
disesuaikan juga dengan tingkat kesulitan geografis masing-masing desa.
Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud di atas, bersumber dari belanja pusat
dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan
2
berkeadilan. besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke desa
ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana transfer daerah (on
top) secara bertahap.
Berdasarkan peraturan pemerintah no. 60 tahun 2014 tentang dana desa
yang bersumber dari apbn, dengan luasnya lingkup kewenangan desa dan dalam
rangkamengoptimalkan
penggunaan dana desa, maka penggunaan dana desa diprioritaskan untuk
membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Penetapan
prioritas penggunaan dana tersebut tetap sejalan dengan
kewenangan yang menjadi tanggungjawab desa.
Dana desa di dalam apbn 2015
dianggarkan sebesar RP 9.066,2 miliar,
namun sejalan dengan visi pemerintah untuk membangun indonesia dari
pinggiran dalam kerangka nkri maka anggaran ini ditambah alokasinya di
dalam apbn-p 2015 menjadi RP 20.766,2 miliar. sedangkan pada tahun anggaran
2016 dana desa dialokasikan sebesar RP. 46.982 miliar.
Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 60 tahun 2014
sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2015
dan peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2016 tentang dana desa yang
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dengan rahmat tuhan
yang maha esa presiden republik indonesia, menimbang : (a). bahwa
berdasarkan ketentuan pasal 72 ayat (1) huruf b dan ayat (2) undang-undang
nomor 6 tahun 2014 tentang desa, salah satu sumber pendapatan desa berasal
3
dari alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara; (b). bahwa alokasi
anggaran pendapatan dan belanja negara kepada desa perlu dilaksanakan secara
transparan dan akuntabel dengan memperhatikan kemampuan anggaran
pendapatan dan belanja negara; (c). bahwa dalam rangka memberikan kepastian
hukum, pengalokasian dana desa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara perlu diatur dalam peraturan pemerintah; (d). bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
menetapkan peraturan pemerintah tentang dana desa yang bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara; mengingat : (1). pasal 5 ayat 2 undang-
undang dasar negara republik indonesia tahun 1945; (2). undang-undang nomor
6 tahun 2014 tentang desa (lembaran negara republik indonesia tahun 2014
nomor 7, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5495);
memutuskan menetapkan : peraturan pemerintah tentang dana desa yang
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
Pengendalian intern dibuat untuk semua tindakan oleh sebuah organiasi
untuk memberikan keamanan terhadap assets dari pemborosan, kecurangan dan
ketidak efesienan penggunaan serta untuk meningkatkan ketelitian dan tingkat
kepercayaan dalam laporan keuangan.Oleh kerena itu, undang undang dibidang
keuangan Negara membawa implikasi tentang perlunya system pengelolaan
keuangan Negara yang lebih akuntabel dan transparan untuk mencapai
pengendalian intern yang memadai. Selain itu, pelaksanaan otonomi daerah tidak
hanya dapat dilihat dari seberapa besar daerah akan memperoleh dana
perimbangan, tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan sejauh mana instrument
4
atau system pengelolaan keuangan daerah mampu memberikan nuansa
manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif dan
bertanggung jawab untuk mewujudkan Good Governance.
Tuntutan dan kebutuhan era globalisasi, perwujudan keperintahan yang
baik (Good Governance), upaya pemulihan ekonomi nasional dan daerah serta
pemulihan kepercayaan yang baik secara local, nasional maupun internasional
terhadap pemerintah Indonesia, mengharuskan pemerintah untuk mengambil
langkah-langkah strategis dengan adanya pengendalian intern (sambirin, 2009).
Sejak reformasi pada tahun 1998 berbagai perubahan terjadi di
indonesi.Perubahan tersebut tidak hanya dirasakan dipusat pemerintahan, tetapi
juga didaerah.Setelah terjadinya reformasi, system pemerintahan yang awalnya
bersifat terpusat mulai mengalami desentralisasi.Hal ini ditandai dengan
dikeluarkannya Undang Undang no 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah.
Regulasi tersebut menjadi landasan bagi pemberian otonomi daerah yang
semakin besar kepada daerah ( Martani dan Saelani, 2011).
Perubahan-perubahan mendasar pada awal reformasi pengelolaan
keuangan Negara berkaitan dengan: (a) System penganggaran (b) Struktur
anggaran (c) Peristilahan (d) Pengukuran kinerja (e) Konsep pusat-pusat
pertanggung jawaban (f) Desentralilasasi (g) Standar dan kebijakan akuntansi (h)
Perubahan system akuntansi keuangan ke sistem ganda (double entry) dengan
dasar pencatatan atas dasar kas yang mengarah pada basis akrual (cash basic
toward accrual). Maka dari itu pemerintah terus melakukan berbagai upaya
perbaikan untuk meningkatkan pengelolaan keungan Negara/daerah untuk
5
memperkecil potensi kecurangan.Banyanya pemerintahan di Indonesia dengan
otonomi yang semakin besar, membuat pengawasan yang baik sangant
dibutuhkan agar tidak terjadi kecurangan (fraud).Kecurangan dalam organisasi
baik disektor pemerintahan maupun disektor swasta biasanya disebabkan oleh
lemahnya pengendalian intern.
Adanya peningakatan tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance government) mendorong pemerintah
pusat dan pemerintah daerah untuk menerapkan adanya pengendalian intern
dalam pemerintah daerah.Pengendalian intern dalam pemerintah daerah dapat
dilakukan dengan mengadakan pengawasan intern yang berfungsi untuk
melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah.Lingkup pengaturan pengawasan intern mencakup kelembagaan,
lingkup tugas, kompetensi daya manusia, kode etik, standar audit, dan pelaporan.
Menurut Wilopo (2006) pengendalian intern yang efektif mengurangi
kecenderungan kecurangan dalam organisasi. Hal ini senada dengan survei
KPMG tahun 2006 dimana sebagian besar kecurangan (38%) terdeteksi karena
adanya pengendalian intern.
Pengendalian intern memiliki peranan yang sangat penting bagi sebuah
organisasi, termasuk pemerintah daerah.Pemerintah daerah harus mampu
menjalankan pengendalian intern yang baik agar dapat memperoleh keyakinan
yang memadai dalam mencapai tujuan.Pasal 56 ayat 4 Undang Undang no 1
tahun 2004 tentang pembendaharaan Negara menjelaskan bahwa pengelolaan
keuangan daerah harus didukung oleh system pengendalian intern yang
6
memadai.Pertumbuhan pemerintah daerah membuat setiap pemerintah daerah
memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi keberahsilan
implementasi system pengendalian intenr. Oleh karena itu, penting untuk
mengetahui pengaruh tingkat pertumbuhanan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dan kompleksitas pemerintah daerah terhadap kelemahan pengendalian
intern pada pemerintah daerah indonesia.
Petrovits, Shakespeare, dan Shis (2010) dalam penelitiannya menemukan
bahwa pengendalian intern yang lemah biasanya berhubungan dengan komitmen
yang kurang dalam pengendalian akuntansi, berdasarkan analisis statistic peneliti
menemukan bahwa kompleksitas (diukur dengan jumlah segmen operasi dan
translasi uang asing) dan profitabilitas (dilihat dari rasio return on assets dan
nilai cash from operation) berhubungan positif dengan kelemahan material
pengendalian intern.
Peneitian dilakukan Doyle,Ge,dan McVay (2007) ingin memeriksa
factor determinan dari kelemahan pengendalian intern dalam pelaporan
keuangan. Sebanyak 779 perusahaan yang dijadikan sample dalam penelitian ini,
peneliti menemukan bahwa perusahaan yang memiliki banyak kelemahan
pengendalian intern cenderung lebih kecil, lebih mudah, lemah secara keuangan,
kompleks, sedang tumbuh dan dalam restrukturisasi.
Penelitian yang dilakukan Ashbaugh-Skife, Collins, dan Kinney
(2007).Berdasarkan hasil analisis menemukan bahwa perusahaan kompleksitas
organisasi (jumlah segmen usaha, penjualan dengan mata uang asing, dan
7
jumlah persedian) berpengaruh positif terhadap masalah pengendalian
intern.Begitu juga untuk perubahan organisasi yang dilihat dari data merger dan
akuisisi, pertumbuhan dan restrukturisasi memiliki pengaruh positif.
Peniliti sejenis di Asia dilakukan oleh Zhang, Niu, dan Zheng (2009).Banyak
sekali perusahaan di China membangun system pengendalian intern yang dikenal
dengan Enterprise Internal Control Basic Standard (EICBS).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimanakah Akuntabilitas dan transparansidana desa di Desa Pincara
Kec. Masamba Kab. Luwu utara” ?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan dari perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian
ini adalah “Bagaimana penerapan /implementasi akuntabilitas dan transparansi
pengelolaan keuangan dana desadi Desa Pincara Kec. Masamba Kab. Luwu utara.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah :
1. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah desa khususnya di Desa Pincara
Agar lebih transparansi dalam mengolola dana desa.
2. Sebagai referensi dan informasi bagi teman teman mahasiswa maupun
masyarakat untuk mengetahui tentang pengololaan dana desa yang
transparansi.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PSAK 27 Dana Desa
Catatan atas laporan keuangan menyajikan pengungkapan yang memuat
antaralain perlakuan akuntansi dan pengungkapan informasi lainnya yang
berhubungan dengan laporan keuangan koperasi. Koperasi Unit Desa (KUD)
Amertha Buana yang beralamat di Br. Taman Ayun, Desa Baluk, Kecamatan
Negara, Kabupaten Jembrana adalah koperasi yang bergerak dalam bidang
simpan pinjam Jurnal Jurusan Pendidikan Ekonomi (JJPE) Volume: 5 Nomor :
1 Tahun: 2015 Page 3 dan jasa Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Keanggotaan koperasi berasal dari masyarakat yang mendaftarkan diri
menjadi anggota dengan segala jenjang pendidikan yang berjumlah sebanyak
365 orang memutuskan untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK
No. 27 pada tahun 2014.Dari penelitian awal yang penulis lakukan, bagian
keuangan Koperasi Unit Desa (KUD) Amertha Buana menyatakan bahwa
telah mendapatkan sosialisasi mengenai penyusunan laporan keuangan
berdasarkan PSAK No. 27.Dari sosialisasi tersebut koperasi menyusun
laporan keuangannya untuk periode 2014 berdasarkan PSAK No. 27, namun
penyajiannya belum sepenuhnya dilakukan. Laporan keuangan yang
dihasilkan hanya berupa laporan sisa hasil usaha dan laporan neraca, koperasi
tidak membuat laporan arus kas, laporan promosi ekonomi anggota, dan
catatan atas laporan keuangan, hal ini dikarenakan manajemen koperasi
tersebut kurang mengerti bagaimana membuat pembukuan yang benar dalam
9
menyusun laporan keuangan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 27. Laporan neraca yang dibuat Koperasi Unit Desa
Amertha Buana, antara aktiva lancar dan aktiva tetap dijadikan satu begitu
pula dengan kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.Dengan
demikian pencatatan aktiva dan kewajiban bertentangan dengan PSAK No. 27
karena dalam PSAK No. 27 aktiva lancar dan aktiva tetap dicatat dalam neraca
secara terpisah begitu juga dengan kewajiban jangka pendek dan kewajiban
jangka panjang. Konsekuensinya jika koperasi tidak menyusun laporan
keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan dan prinsip berlaku, maka
dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan koperasi Adanya kondisi dan
permasalahan yang telah ditemukan penulis saat dilakukan penelitian awal,
maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Laporan
Keuangan pada Kope Laporan keuangan koperasi berdasarkan PSAK No. 27
terdiri dari (1) laporan sisa hasil usaha, (2) laporan neraca, (3) laporan arus
kas, (4) laporan promosi ekonomi anggota, dan (5) catatan atas laporan
keuangan. Laporan sisa hasil usaha menyajikan mengenai pendapatan, beban
usaha dan sisa hasil usaha yang diperoleh koperasi selama periode
tertentu.Sisa Hasil Usaha (SHU) tahun berjalan dibagi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku pada koperasi.
Koperasai Unit Desa Amertha Buana berdasarkan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 27”.
10
B. Dana Desa
a) Pengertian dana desa
Dana desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang
diperuntukkan bagi desa, yang ditransfer melalui anggaran belanja daerah
kabupaten/kota. Dana ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan,
dan pemberdayaan masyarakat desa. Dana desa di alokasikan dari APBN
berdasarkan Pasal 72 Ayat 1 Huruf b UU No 6/2014 tentang
Desa.Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 direncanakan
sebesar Rp 2.039,5 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.392,4
triliun serta anggaran transfer kedaerah dan dana desa sebesar Rp 646,96
triliun. Anggaran transfer kedaerah direncanakan sebesar Rp 637,9 triliun
dan dana desa direncanakan sebesar Rp 9,06 triliun atau 0,44 persen dari
total belanja APBN 2015.
b) Transparan- Akuntabel
Memasuki tahun 2015, kita telah berada dalam fase pelaksanaan
anggaran Dana Desa untuk APBN 2015. Pelaksanaan anggaran adalah
fase ketika segala sumber pendanaan APBN di implementasikan sesuai
dengan arah kebijakan, termasuk kebijakan transfer kedaerah dan dana
desa.Alokasi APBN untuk dana desa menjadi pos pendapatan bagi
keuangan desa dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara
merata dan berkeadilan. Alokasi dana desa diharapkan dapat membawa
dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam
11
memperkuat upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang makin
merata. Mengingat APBN 2015 merupakan tahun pertama dialokasikannya
dana desa, penting bagi kita untuk bersama-sama mengawasi pelaksanaan
anggaran tersebut. Menurut Salvatore Schiavo-Campo dan Daniel
Tommasi dalam Managing Government Expenditure (Asian Development
Bank, 1999) “sasaran kunci manajemen keuangan publik terbagi menjadi
empat kategori (categories of public expenditure management objectives),
yakni dimensi ekonomi/finansial, dimensi manajemen, dimensi
kepentingan publik, dan dimensi politik”.
Pengawasan dana desa yang mulai dialokasikan dalam APBN 2015
ini dapat kita pandang dari dimensi kepentingan publik. Sasaran kunci
manajemen keuangan publik dari dimensi kepentingan publik berupa
transparansi, akuntabilitas, dan orientasi pada kepentingan masyarakat.Sisi
transparansi menghendaki bahwa dana APBN dialokasikan secara jujur
dan terbuka. Transparansi anggaran dilakukan antara lain dengan
meningkatkan kualitas dokumentasi anggaran yang menggambarkan
tujuan alokasi dana desa dan bagaimana dana tersebut digunakan.Sisi
akuntabilitas mengandung pengertian bagaimana alokasi dana desa ini
disalurkan dalam bentuk barang dan jasa untuk kepentingan umum.
Akuntabilitas dana desa tidak semata-mata bagaimana dana ini tersalurkan
kemasyarakat desa, tetapi lebih jauh lagi adalah bagaimana dana desa
bermanfaat bagi masyarakat desa.Sisi akuntabilitas juga menitikberatkan
pada pertanggung jawaban dana desa yang pada hakikatnya berasal dari
12
kontribusi warga Negara dalam membiayai pengeluaran Negara melalui
pembayaran pajak.Sisi orientasi terhadap masyarakat terkandung maksud
bahwa alokasi dana desa didesain memenuhi tujuan pemberdayaan desa
agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Dengan begitu, ia
diharapkan dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan di desa.Masyarakat desa jadi sasaran
utama dalam manajemen alokasi dana desa ini. Karena itu, pemanfaatan
dana desa hendaknya memfasilitasi adanya partisipasi dan interaksi
masyarakat desa di dalamnya hingga manfaatnya sampai kepada
masyarakat desa, baik langsung maupun tidak langsung.
Salah satu pilar dari tatakelola pemerintahan yang baik adalah
keterlibatan para pemangku kepentingan. Dalam konteks pengelolaan dana
desa ini, dalam memenuhi prinsip tatakelola pemerintahan yang baik,
masyarakat desa perlu terlibat dalam pelaksanaan anggaran dana desa.
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dana desa dapat dilakukan
melalui musyawarah desa yang merupakan forum permusyawaratan yang
diikut oleh Badan Permusyawaratan Desa, pemerintah desa, dan unsur
masyarakat desa untuk memusyawaratkan hal yang bersifat strategis dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa.Aspirasi masyarakat diserap,
ditampung, dihimpun, dan ditindak lanjuti oleh Badan Permusyawaratan
Desa. Badan Permusyawaratan Desa berhak mengawasi dan meminta
keterangan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa kepada
pemerintah desa.Mereka juga berhak menyatakan pendapat atas
13
penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Hak mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan
pemerintahan desa, termasuk di dalamnya pengawasan terhadap alokasi
dana desa yang bersumber dari APBN, sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam UU No 6/2014 tentang Desa.Dari paparan di atas dapat
disimpulkan bahwa implementasi alokasi dana desa dalam APBN 2015
perlu mendapat pengawasan dan partisipasi masyarakat agar alokasi dana
desa yang baru di inisiasi dalam APBN tahun 2015 initransparan,
akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat desa. Hanya
dengan begitu, ia membawa dampak bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat desa.
c) Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan APBDesa yang dihasilkan pada tahap Perencanaan,
dimulailah tahap Pelaksanaan. Kegiatan pokok pada tahap ini mencakup:
penyusunan RAB, pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), dan
selanjutnya pelaksanaan kegiatan di lapangan. Hal yang juga sangat
penting untuk dipahami dengan tepat dan benar adalah tugas dan tanggung
jawab masing-masing pelaku (Pengelola). Tulisan kali ini akan
memaparkan secara rinci topik tersebut.
Pelaksanaan dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah rangkaian
kegiatan untuk melaksanakan rencana dan anggaran yang telah ditetapkan
14
dalam APBDesa. Kegiatan pokok dalam fase pelaksanaan ini pada
dasarnya bisa dipilah menjadi dua, yaitu:
1. Kegiatan yang berkaitan dengan pengeluaran uang, dan
2. Pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalampelaksanaan
Pengelolaan Keuangan Desa, adalah:
1) Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan
kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa (pasal 24
ayat 1 Permendagri 113 Tahun 2014).
2) Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti
yang lengkap dan sah (pasal 24 ayat 3 Permendagri 113 Tahun 2014).
3) Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat
dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa
ditetapkan menjadi peraturan desa(pasal 26 ayat 1 Permendagri 113
Tahun 2014). Pengecualian untuk belanja pegawai yang bersifat
mengikat dan operasional kantor yang sebelumnya telah ditetapkan
dalam Peraturan Kepala Desa
d) Rangkaian Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa
Kegiatan awal yang harus dilakukan pada tahap ini meliputi:
1) Penyusunan RAB
Sebelum menyusun RAB, harus dipastikan tersedia data
tentang standar harga barang dan jasa yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan.Standar harga dimaksud diperoleh
15
melalui survei harga di lokasi setempat (desa atau kecamatan
setempat).Dalam hal atau kondisi tertentu, standar harga untuk barang
dan jasa (tertentu) dapat menggunakan standar harga barang/jasa yang
ditetapkan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Adapun prosedur dan tatacara penyusunan RAB adalah sebagai berikut:
Pelaksana Kegiatan (Kepala Seksi) menyiapkan RAB untuk
semua rencana kegiatan
Sekretaris Desa memverifikasi RAB dimaksud
Kepala Seksi mengajukan RAB yang sudah diverifikasi kepada
Kepala Desa
2) Kepala Desa menyetujui dan mensahkan Rencana Anggaran Biaya
Kegiatan (RAB).
3) Pengadaan Barang/Jasa
Berdasarkan RAB yang sudah disahkan Kepala Desa dan
rencana teknis pengerjaan kegiatan di lapangan, Kepala Seksi
(Pelaksana Kegiatan) memproses/memfasilitasi Pengadaan Barang
dan Jasa guna menyediakan barang/jasa sesuai kebutuhan suatu
kegiatan yang akan dikerjakan, baik yang dilakukan secara swakelola
maupun oleh pihak ketiga. Pengadaan barang dan jasa dimaksud
bertujuan untuk dan menjamin
16
4) Pengajuan SPP
Selanjutnya, Kepala Seksi sebagai Koordinator Pelaksana
Kegiatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sesuai
prosedur dan tatacara sebagai berikut:
Berdasarkan RAB tersebut, Pelaksana Kegiatan membuat Surat
Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa dilengkapi
dengan Pernyataan Tanggung Jawab Belanja dan Bukti Transaksi.
Sekretaris Desa melakukan verifikasi terhadap SPP beserta
lampirannya.
Kepala Seksi mengajukan dokumen SPP yang sudah diverifikasi
kepada Kepala Desa.
Kepala Desa menyetujui SPP dan untuk selanjutnya dilakukan
pembayaran.
5) PembayaranProsedur dan tatacara pembayaran ditetapkan sebagai
berikut:
Kepala Seksi menyerahkan dokumen SPP yang telah
disetujui/disahkanKepala Desa.
Bendahara melakukan pembayaran sesuai SPP.
17
e) Pengerjaan Buku Kas Pembantu Kegiatan
Kepala Seksi/Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap
tindakan pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja
kegiatan dengan mempergunakan Buku Kas Pembantu kegiatan sebagai
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan didesa. Buku Kas Pembantu
Kegiatan ini berfungsi untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan
pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh
Pelaksana Kegiatan.
C. Akuntabilitas
a) Pengertiaan akuntabilitas
Akuntabilitas menurut Mardiasmo (2006:3) adalah:
“Sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelasanaan misi organisasi dalam mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu
media pertanggungjawaban yabg dilaksanakan secara periodik”.
Pengertian akuntabilitas publik menurut Mahmudi (2010:23) adalah
“Kewajiban agen (pemerintah) untuk mengelola sumber daya,
melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang
berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pemberi
mandat (prinsipal)”.
Akuntabilitas publik mengandung kewajiban menurut undang-
undang untuk melayani atau memfasilitasi pengamat atau pemerhati
independent yang memiliki hak untuk melaporkan temuan atau informasi
18
mengenai administrasi keuangan yang tersedia sesuai dengan permintaan
tingkat tinggi pemerintah.
Dengan kata lain dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk
menyajikan dan melaporkan segala tindak lanjut dan kegiatannya terutama
di bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasannya.
Dalam hal ini, terminology akuntabilitas dilihat dari sudut pandang
pengendalian tindakan pada pencapaian tujuan.
Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah itu
merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
instansi bersangkutan.
Menurut Ghartey dan Crisis, Accountability and Development in
the Third World (2000) yang dikutip oleh Mardiasmo (2006:4)
“Akuntabilitas ditunjukkan untuk mencari jawaban terhadap
pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada
siapa, milik siapa yang mana dan bagaimana”.
Pertanyaan yang memerlukan jawaban tersebut antara lain ada
yang harus dipertanggungjawabkan, mengapa pertanggungjawaban harus
diserahkan, siapa yang bertanggungjawab terhadap berbagai bagian
kegiatan dalam masyarakat, apakah pertanggungjawaban berjalan seiring
dengan kewenangan yang memadai.
19
b) Jenis-jenis Akuntabilitas
Menurut Mardiasmo (2006:5) akuntabilitas publik terdiri atas dua macam,
yaitu:
Akuntabilitas vertikal (vertical accountability, dan
Akuntabilitas Horizontal (Horizontal accountability)
c) Akuntabilitas vertikal (Vertical accountability) adalah
pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih
tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada
pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat, dan pertanggungjawaban pemerintah pusat kepada
MPR.
d) AkuntabilitasHorizontal (Horizontal Accountability)
adalahpertanggungjawaban kepada DPRD dan masyarakat luas.Dalam
konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian
informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut.
(Mardiasmo, 2006:4).
Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) seperti yang
dikutip oleh BPKP ada tiga macam akuntabilitas yaitu:
Akuntabilitas keuangan,Akuntabilitas keuangan merupakan
pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan,
dan ketaatan terhadap peraturan.
20
Akuntabilitas manfaat, akuntabilitas manfaat pada dasarnya memberi
perhatian kepada hasil dari kegiatan-kegiatan pemerintah.
Akuntabilitas prosedural, merupakan pertanggungjawaban mengenai
apakah suatu prosedur dari pelaksanaan suatu kebijakan telah
mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan
ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan
akhir yang telah ditetapkan.
Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai
integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.Jenis akuntabilitas ini memerlukan dukungan sistem informasi
akuntansi yang memadai untuk terselenggaranya pelaporan.Sistem akuntansi yang
tidak memadai merupakan salah satu faktor penyebab tidak diperolehnya laporan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang handal dan dapat
dipercaya untuk dipergunakan dalam penerapan akuntabilitas keuangan daerah.
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik
terdiri atas beberapa aspek. Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh
lembaga-lembaga publik tersebut antara lain menurut Mahmudi (2010:28) yang
mengutip dari Hopwood dan Tomkins, 1984;Elwood, 1993.
a) Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
b) Akuntabilitas Manajerial
c) Akuntabilitas Program
d) Akuntabilitas Kebijakan
e) Akuntabilitas Finansial.
21
D. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
Akuntabilitas kejujuran dan hukum yang terkait dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan dan jaminan adanya kepatuhan hukum adalah
pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam
bekerja dan menaati ketentuan hukum yang berlaku.
Akuntabillitas kejujuran berarti penyajian informasi yang sesuai
dengan kenyataan yang ada. Akuntabilitas hukum dan peraturan terkait
dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang
diisyaratkan dalam penggunaan sumber daya publik (Pristwanto seperti
dikutip Nurkholis, 2005:12).
“Accountability for probity is concorned with the avoidance of
malfeasance. It ensures that fund used properly and in the manner authorised.
Accounting for legality is concerned with ensuring that the powers given by
the law are not exceeded”.
Akuntabilitas hukum menghendaki kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan lain dalam mengoperasikan organisasi sektor publik. Akuntabilitas
hukum menjamin ditegakannya hukum.Akuntabilitas kejujuran berhubungan
dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan.
E. Akuntabilitas Manajerial
Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik
untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efektif dan
efisien.Akuntabilitas manajerial juga dapat diartikan sebagai akuntabilitas
kinerja (performance accountability). Akuntabilitas manajerial juga
22
berhubungan dengan akuntabilitas proses (process accountability) yang berarti
bahwa proses organisasi harus dapat dipertanggungjawabkan, dengan kata lain
tidak terjadi inefisien dan ketidakefektivan organisasi.
F. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan
yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah
mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal
dengan biaya yang minimal. Lembaga publik harus
mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada
pelaksanaan program.
G. Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas
kebijakan-kebijakan yang diambil. Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat
mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan
mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat kebijakan harus
dipertimbangkan tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan diambil, siapa
sasarannya, pemangku kepentingan (stakeholder) mana yang terpengaruh dan
memperoleh manfaat dan dampak (negatif) atas kebijakan tersebut.
H. Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas yang terkait dengan pertanggungjawaban lembaga-
lembaga publik untuk menggunakan uang publik (public money) secara
ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta
korupsi. Akuntabilitas finansial sangat penting karena pengelolaan keuangan
23
publik akan menjadi perhatian utama masyarakat. Akuntabilitas finansial
mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan
untuk menggambarkan kinerja finansial organisasi kepada pihak luar.
Mardiasmo (2006:5) menawarkan kategorisasi baru yang disebutnya
sebagai akuntabilitas langsung dan akuntabilitas tidak langsung.Akuntabilitas
tidak langsung merujuk pada pertanggungjawaban kepada pihak eksternal
seperti masyarakat, konsumen, atau kelompok klien tertentu, sedangkan
akuntabilitas langsung berkaitan dengan pertanggungjawaban vertikal melalui
rantai komando tertentu.
Mardiasmo (2006:4) lebih lanjut mengidentifikasi 3 elemen utama
akuntabilitas, yaitu:
1) Adanya kekuasaan untuk mendapatkan persetujuan awal sebelum sebuah
keputusan dibuat. Hal ini berkaitan dengan otoritas untuk mengatur
perilaku birokrat dengan menundukkan mereka di bawah persyaratan
prosedural tertentu serta mengharuskan adanya otorisasi sebelum langkah
tertentu diambil.Tipikal akuntabilitas seperti ini secara tradisional
dihubungkan dengan badan/lembaga pemerintah pusat (walaupun setiap
departemen/lembaga dapat saja menyusun aturan atau standarnya masing-
masing).
2) Akuntabilitas peran, yang merujuk pada kemampuan seorang pejabat
untuk menjalankan peran kuncinya, yaitu berbagai tugas yang harus
dijalankan sebagai kewajiban utama. Ini merupakan tipe akuntabilitas yang
langsung berkaitan dengan hasil sebagaimana diperjuangkan paradigma
24
manejemen publik baru (new public management). Hal ini mungkin saja
tergantung pada target kinerja formal yang berkaitan dengan gerakan
manajemen publik baru.
3) Peninjauan ulang secara retrospektif yang mengacu pada analisis operasi
suatu departemen setelah berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan
oleh lembaga eksternal seperti kantor audit, komite parlemen, ombudsmen,
atau lembaga peradilan. Bisa juga termasuk badan-badan di luar negara
seperti media massa dan kelompok penekan. Aspek subyektivitas dan
ketidakterprediksikan dalam proses peninjauan ulang itu seringkali
bervariasi, tergantung pada kondisi dan aktor yang menjalankannya.
Di samping itu ada beberapa metode untuk menegakkan akuntabilitas, yaitu:
a. Kontrol legislatif: di banyak negara, legislatif melakukan pengawasan
terhadap jalannya pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di
dalamnya. Jika komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif,
maka mereka dapat meningkatkan kualitas pembuatan keputusan
(meningkatkan responsivitasnya terhadap kebutuhan dan tuntutan
masyarakat), mengawasi penyalahgunaan kekuasaan pemerintah melalui
investigasi, dan menegakkan kinerja.
b. Akuntabilitas legal; ini merupakan karakter dominan dari suatu negara
hukum.Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan hukum, yang
didasarkan pada badan peradilan yang independen. Aturan hukum yang
dibuat berdasarkan landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan, dan
semua pejabat publik dapat dituntut pertanggungjawabannya di
25
depanpengadilan atas semua tindakannya. Peran lembaga peradilan dalam
menegakkan akuntabilitas berbeda secara signifikan antara negara, antara
negara yang memiliki sistem peradilan administratif khusus seperti
Perancis, hingga negara yang memiliki tatanan hukum di mana semua
persoalan hukum diselesaikan oleh badan peradilan yang sama, termasuk
yang berkaitan dengan pernyataan tidak puas masyarakat terhadap pejabat
publik. Dua faktor utama yang menyebabkan efektivitas akuntabilitas legal
adalah kualitas institusi hukum dan tingkat akses masyarakat atas lembaga
peradilan, khususnya yang berhubungan dengan biaya pengaduan. Institusi
hukum yang lemah dan biaya yang mahal (tanpa suatu sistem pelayanan
hukum yang gratis) akan menghambat efektivitas akuntabilitas legal.
c. Ombudsman: dewan ombudsman, baik yang dibentuk di dalam suatu
konstitusi maupun legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak
masyarakat. Ombudsman mengakomodasi keluhan masyarakat, melakukan
investigasi, dan menyusun rekomendasi tentang bagaimana keluhan
tersebut diatasi tanpa membebani masyarakat.Sejak diperkenalkan pertama
kali di Swedia pada abad 19, Ombudsmen telah menyebar ke berbagai
negara maju maupun negara berkembang. Secara umum, masyarakat dapat
mengajukan keluhannya secara langsung kepada lembaga ini, baik melalui
surat maupun telepon. Di beberapa negara, misalnya Inggris, Ombudsmen
dilihat sebagai perluasan kontrol parlemen terhadap eksekutif dan keluhan
masyarakat disalurkan melalui anggota parlemen.Pada hampir semua
26
kasus, Ombudsmen melakukan tugas investigasinya tanpa memungut
biaya dari masyarakat.
d. Desentralisasi dan partisipasi: akuntabilitas dalam pelayanan publik juga
dapat ditegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesantrilisasi dan
partisipasi. Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas
pemerintah didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para
birokrat lokal yang bertanggungjawab langsung kepada masyarakat
lokal.Legitimasi elektoral juga menjadi faktor penting seperti dalam kasus
pemerintah pusat.Tetapi cakupan akuntabilitas di dalam sebuah sistem
yang terdesentralisasi lebih merupakan fungsi otonomi di tingkat
lokal.Itupun sangat bervariasi secara signifikan sesuai derajat otonomi
yang diperoleh, dari otonomi yang sangat luas seperti di AS hingga
otonomi terbatas yang umum dijumpai di negara-negara
berkembang.Ketergantungan yang tinggi terhadap NGOs dan berbagai
organisasi dan koperasi berbasis masyarakat dalam penyediaan pelayanan
publik menjadi salah satu perkembangan yang menjanjikan bagi
terwujudnya manajemen publik yang terdesentralisasi dan bertanggung
jawab.
e. Kontrol administratif internal: pejabat publik yang diangkat sering
memainkan peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan karena
relatif permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya,
kepala-kepala unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat
mempertahankan kontrol hirarkis terhadap para pejabatnya dengan
27
dukungan aturan dan regulasi administratif dan finansial dan sistem
inspeksi.Untuk negara-negara berkembang dan beberapa negara komunis,
metode kontrol tersebut memiliki dampak yang terbatas.Masalah ini
disebabkan karena hubungan yang kurang jelas antara kepemimpinan
politik yang bersifat temporer dan pejabat publik yang diangkat secara
permanen.Jika mereka melakukan persekongkolan, akuntabilitas tidak bisa
diwujudkan (hal ini juga terjadi sejak lama di negara-negara maju) dan jika
mereka terlibat dalam konflik, maka yang menjadi korban adalah
kepentingan publik.
f. Media massa dan opini publik: hampir di semua konteks, efektivitas
berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan
di atas sangat tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik.
Tantangannya, misalnya, adalah bagaimana dan sejauhmana masyarakat
mampu mendayagunakan media massa untuk memberitakan
penyalahgunaan kekuasaan dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3
faktor yang menentukan dampak aktual dari media massa dan opini publik.
Pertama, kebebasan berekspresi dan berserikat harus diterima dan
dihormati.Di banyak negara, kebebasan tersebut dilindungi dalam
konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat diukur
dari peran media massa (termasuk perhatian terhadap pola kepemilikkan)
dan pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi dagang, organisasi
wanita, lembaga konsumen, koperasi dan asosiasi profesional. Kedua,
pelaksanaan berbagai tugas pemerintah harus transparan.Kuncinya adalah
28
adanya akses masyarakat terhadap informasi.Hal ini harus dijamin melalui
konstitusi (misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya
mempertimbangkan pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian
sempit) dan privasi setiap individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah
yang seharusnya dapat di akses secara luas antara lain meliputi anggaran,
akuntabilitas publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap berbagai
informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang
dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa
akan sedikit dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan
kepada warga negara, pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya.
Dengan demikian, pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan
prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, pemberdayaan masyarakat,
gotong-royong, dan akuntabel serta sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat.Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pengadaan
barang/jasa dapat berjalan sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang
baik dan memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan
desa.Prioritas bagi warga dan.atau pengusaha desa setempat, serta barang
dan jasa yang tersedia atau dapat disediakan di desa setempat,
mengandung maksud untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi
lolal/desa.Dengan demikian, memberikan dampak yang nyata bagi
perkembangan eknomi masyarakat desa.Namun, proses pengadaan itu
harus tetap berdasar pada ketentuan dan mekanisme yang ditetapkan dalam
peraturan.
29
Tabel Penelitian Terdahulu
N
o
Nama
Penelit
i
Judulpenelitian Metodepenelitian Hasilpenelitian
1 1 Aditya
Rizqi
Senoaji
(2014)
Gap Analysis
Penerapan SAK
ETAP
PadaPenyusunanLapo
ranKeuanganUkm Di
Kabupaten
Kudus(StudiPadaUk
mPadurenan Jaya)
Penelitianinimenggun
akanmetodekualitatifd
enganpendekatanstudi
kasus
Hasilpenelitianmenunj
ukkanbahwapenerapan
SAK ETAP padausaha
UKM di Kota Kudus
telahdilakukanolehusah
a
UKMwalaupundalamp
enerapannyamasihada
yang
kurangtepatuntukprose
s pembuatan model
laporankeuangannya.
Hal initerjadikarena
UKM yang
tidakmemilikisumberda
yamanusia
yangberkompetendala
mmembuatlaporankeua
30
ngan
2 VinaM
uktiAz
aria(20
13)
PenerapanAkuntansiP
adaUkmUnggulan Di
Kabupaten Kota
Blitar Dan
KesesuaiannyaDenga
n SAK ETAP
Penelitianinimenggun
akanmetodekualitatifd
enganpendekatandesk
riptif
Hasilpenelitiandiketahu
ibahwapelaporankeuan
ganpada
UKMtersebutmasihsed
erhanayaitudenganmela
kukanpencatatanatastra
nsaksi yang
seringterjadidalamusah
anya. SAK ETAP
ternyatamasihbelumdip
ahamiolehparapelaku
UKM. Salah satuhal
yangmempengaruhiada
lahkarenalatarbelakang
pendidikan,
selainitudisebabkan
pula
olehsosialisasiataupunp
elatihandaripihakpemer
intahmaupunlembaga
yangmembawahi UKM
31
masihkurangmaksimal,
sehinggapemahamanak
anpentingnya SAK
ETAPmasihbelumdipa
hamipelakuUKM
3 Mekar
Sari
Rahay
uWiluj
eng
(2013)
PenerapanStandarAku
ntansiKeuanganEntita
sTanpaAkuntabilitasP
ublik (SAK ETAP)
pada Usaha Kecil
Menengah
(StudiKasusDistro
Lollypop Surabaya)
Penelitianinimenggun
akanmetodekualitatifd
enganpendekatandesk
riptif
Hasilpenelitiandiketahu
ibahwadenganmelakuk
anpencatatanatastransa
ksi yang
seringterjadidalammasi
hbelumdipahamiolehpa
rapelaku UKM. Salah
satuhal
yangmempengaruhiada
lahkarenalatardisebabk
an pula
olehsosialisasipemerint
ahmaupunlembaga
yangmembawahi UKM
masihkurangmaksimal,
sehinggapemahamanU
KM
32
F. Kerangka Pikir
Berdasarkan pola pikir bahwa sistem pengendalian intern melekat
sepanjang kegiatan ,dipengaruhi oleh sumber daya manusia serta hanya
memberikan keyakinan yang memadai ,bukan keyakinan yang mutlak
.berdasarkan pemikiran tersebut ,di kembangkan unsur pengendalian intern
yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolak ukur
pengujian evektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern ,
pengembangan unsur sistem pengendalian intern perlu mempertimbangkan
beberapa aspek biaya-manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia,
kejelasan kereteria pengukuran efektivitas, dan pengembangan tekhnologi
informasi serta dilakukan secara konprehensif .sebagai sumber reformasi
keuangan Negara menuju good goverment pemerintah desa .maka di
perperlukan tata kelola organisasi pemerintah desa menggunakan
manajemen resiko terpadu dalam pencegahan kecurangan (fraud
deterrence).Gambar.
Kerangka pikir
Akuntabilitas
Transparansi
Pengololn keuangn dana
desa
33
G. Hipotesis
Berdasarkan permasalaan poko penelitian yang telah dilakukan
maka penulis behipotesis, antara lain :Akuntabilitas pengololaan dana
Desa di Desa Pincara Kc. Masamaba Kab. Luwu Utara. Telah akuntabel
dan transparan.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian untuk memperoleh data adalah
Desa pincara kec.Masamba kab.Luwu utara diperkirakan dalam jangka waktu
kurang lebih dua bulan.
B. Populasi dan sample
1. Populasi
Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian,
atau hal minat yang ingin peneliti investigasi dimana peneliti ingin
membuat perbedaan.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai
dan pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan masalah yang peneliti
teliti yaitu mengenai Pengukuran Kinerja Sektor Publik Dengan
Menggunakan Balance Scorecard.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi.Sampel terdiri atas sejumlah
anggota yang dipilih dari populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan nonprobability sampling,yaitu proses pengambilan sampel
yang tidakmenjamin adanya peluangbahwa setiap unsur populasi dipilih
sebagaianggota sampel. Dimana teknik penetuan sampel yang digunakan
adalah purposive sampling, yaitu metode penetapan sampel
35
denganberdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu (Ihyaul Ulum dan Ahmad
Juanda 2016;84).
Adapun kriteria untuk sampel yang akan dijadikan responden,
antara lain :
1. Berstatus sebagai pegawai tetap dan aktif (tidak cuti pada
saat penelitian) pada Kantor Kantor Desa Pincara Kec.
Masamba Kab. LUWU UTARA.
2. Pegawai dengan pertimbangan mereka adalah pihak-pihak
yang dapat memberikan informasi dan mengetahui masalah
mengenai Analisis Akuntabilitas dan
TransparansiPengelolaan Dana Desa.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut :
1. Tinjuan Pustaka
Pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari berbagai literature-
literature yang berhubungan erat dengan analisis akuntabilitas pengololaan
dana desa yang akan digunakan sebagai acuan untuk membahas
permasalahan yang ditemui
2. Penelitian lapangan
Metode penelitian dengan mengadakan observasi langsung terhadap objek
yang di teliti dengan cara mengumpulkan data-data tentang pengendalian
intern atas pengelolaan dana desa dari APBN di desa pincara.
36
3. Wawancara
Metode ini yaitu Tanya jawab langsung dengan pihak yang berkompeten
atau pemerintah desa mengenai masalah yang dibahas
4. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui dokumen-dokumen instansi
yang terkait khususnya pemerintah desa yang berkaitan dengan masalah
pokok dari materi penulisan.
D. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data kualitatif, yaitu data tentang pengendalian intern dalam bentuk lisan
maupun tulisan yang diperoleh dari pihak desa.
2. Data kuantitatif, yaitu data tentang mekanisme penganggaran dan
pengelolaan dana desa dalam bentuk struktur penganggaran yang
berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini.
E. Sumber Data
Sember data yang digunakan adala data sekunder yaitu data yang telah
lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang di luar diri penyelidik
sendiri. Data sekunder diperoleh dengan cara mencatat dan mengutip secara
langsung dari instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data
sekunder berasal dari dokumen Desa Tarengge Timur, serta instansi lain yang
ada relevansinya dengan penelitian ini.
F. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
Analisis deskriptif kuantitatif dengan menggambarkan keadaan objek
37
penelitian tentang pengololaan dana desa yang diterapkan oleh desa itu sensiri.
Selanjutnya data kualitatif tersebut dibandingkan dengan mekanisme
pelaksanaan penelitaian.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Desa Pincara
Di zaman perintahan orde baru pemerintah desa pincara dinamakan “ kombong pitu masapi “ yang dipegang oleh dua kepala kampung yaitu : rante manuk dan salubomban serta pemangku adat yaitu
“TOMAKAKA” yang meliputi kombong pitu masapi. Setelah berakhir perang saudara antara DI/TII maka dibentuk Desa yang dinamakan Desa Pincara. Nama Pincara diambil dari sebuah alat transportasi penyebrangan yang ada disana yang biasa digunakan untuk menyebrangi sungai baliase pada zaman penjajahan belanda. Pada tahun 1990 Desa pincara dimekarkan menjadi dua Desa yaitu Desa pincara dan Desa lantang Tallang dan dua tahun kemudian tepatnya tahun 1992 Desa pincara dibagi lagi jadi dua Desa yaitu Desa Sepakat sampai sekarang. Pada waktu itu masih dibawah pemerintaan Kabupaten LUWU Sebelum dimekarkan menjadi Kabupaten LUWU UTARA Pada tahun 1999. Adapun kepala Desa yang pernah menjabat sebagai kepala Desa
yaitu :
SUMANG KARE TAHUN 1963 – 1965
M. DILLA TAHUN 1965 – 1973
S. PARMAN TAHUN 1973 – 1977
RABBANA. T TAHUN 1978
BATAR YASIN TAHUN 1978 – 1979
M. JUFRI TAHUN 1979 – 1982
SARMADAN. T TAHUN 1982 – 1984
S. HAMID TAHUN 1984 – 1992
39
DJAFAR ARBIE TAHUN 1992 – 1993
Drs JAHIDIN TAHUN 1993 -2002
DJAFAR ARBIE TAHUN 2002 – 2006
NURLAN TAHUN 2007
DJAFAR ARBIE TAHUN 2007 – 2013
MUSIBAR. A.MA TAHUN 2013 Sampai sekarang
B. Kependudukan
Berdasarkan data kependudukan yang terdapat pada situs web Pincara
tahun 2017 jumlah penduduk desa Pincara sebanyak 1276 jiwa yang terdiri dari
penduduk laki-laki 532 jiwa dan peduduk perempuan 744 jiwa. Berdasarkan usia
penduduk desa Pincara, mayoritas berusia 35 tahun sedangkan penduduk
minoritas berusia lebih dari 65 tahun. Kemudian berdasarkan tingkat pendidikan
penduduk desaPincara, tingkat pendidikan mayoritas terakhir adalah SMA.
Penduduk desa Pincara mayoritas bermatapencaharian sebagai
petani.Pengelolaan Dana Desa di Desa Pincara
Pengelolaan keuangan desa menurut Permendagri Nomor 113 tahun 2014
mengenai pengelolaan keuangan desa sebagai pengganti dari Permendagri
Nomor37 tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa. Dalam
peraturan tersebut memaknai bahwa pengelolaan keuangan desa mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban.
Pengelolaan keuangan desa juga harus dilakukan berdasarkan tata kelola
pemerintahan yang baik (Good Governance).
40
Hal yang menjadi perhatian penting dalam Good Governance yaitu
transparansi dan akuntabilitas. Pemerintah desa tidak akan kuat dan otonomi tidak
akan bermanfaat bagi masyarakat jika tidak ditopang hal tersebut (Ferina,
Burhanuddin, dan Lubis 2016). Keuangan desa menurut UU No 6 tahun 2014
menjelaskan semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta
segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban desa. Keuangan desa tertuang dalam Laporan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disingkat APBDesa. APBDesa
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah desa yang dibahas dan disetujui
oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan ditetapkan
dalam peraturan desa (Perdes).
Sumber pendapatan yang akan dibahas dalam penelitan ini yaitu alokasi
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berupa Dana Desa. Dana
Desa dibahas dikarenakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah desa melalui Undang-Undang Desa. Pemerintah pusat
menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan dan diberikan sumber dana
untuk bisa menjalankan kewenangannya dan bertujuanuntuk meningkatkan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Setiap tahun Pemerintah pusat telah
menganggarkan Dana Desa yang cukup besar untuk diberikan kepada desa.
Berikut ini rincian Dana Desa yang diterima oleh Desa Pincara
Tabel rincian Dana Desa yang diterima oleh Desa Pincara
41
Tahun Jumlah Dana Desa Total APBDes
2016 Rp 1,044,290,000
2017 Rp 1,129,798,000
2018 Rp 1,178,745,000
Daftar gambar pengelolaan dana Desa di Desa pincara
Gambar.1.
42
Setiap tahunnya Dana Desa yang diterima oleh setiap desa tidaklah sama.
Pengalokasian APBDes untuk Dana Desa tergantung dari kemampuan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Perhitungan pengalokasian Dana Desa
berpatokan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 2014. Pada saat
penerapannya tahun 2015, terdapat perubahan PP dikarenakan dalam
implementasi PP sebelumnya belum menjamin pengalokasian DD secara lebih
merata (Kompas 2015). Saat ini PP Nomor 60 tahun 2014 diganti dengan PP
Nomor 22 tahun 2015
Berikut perhitungan pengalokasian yang tertuang dalam PP Nomor 22
tahun. 2015 pasal 11 :
1. Dana Desa setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah desa.
2. Dana Desa dialokasikan berdasarkan :
a. Alokasi dasar, dan
b. Alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka
kemiskinan, luas wilayah, dan kesulitan geografis desa setiap
kabupaten/kota.
3. Tingkat kesulitan ditunjukan oleh indeks kemahalan konstruksi.
4. Data jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan indeks
kemahalan konstruksi bersumber dari kementerian yang berwenang.
5. Dana Desa setiap Kabupaten/Kota ditetapkan dalam peraturan presiden
mengenai rincian APBN.
Mekanisme pengelolaan Dana Desa di desa Panggungharjo dimulai
dengan pembentukan Tim Penyusun Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa)
43
yang dibuat oleh pemerintah desa. Tim ini melibatkan masyarakat secara umum
yakni kepala desa sebagai pembina, carik desa, kepala urusan perencanaan,
lembagalembaga yang ada di desa, serta BPD. Tujuan diadakannya tim ini agar
pembangunan desa dapat lebih terarah guna untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat desa.
Beberapa informan menjelaskan mengenai mekanisme sebelum
pengelolaan Dana Desa “Jadi kita pertama-tama bikin tim dulu sebelum adanya
musyawarah itu. yang isinya perwakilan pemerintah desa, ada juga dari
perwakilan masingmasing lembaga.
“Sebelum adanya musdus pada tingkatan perdukuhan, musdes pada tingkatan
desa, dan musrenbang forum tertinggi di desa. Tentunya ada pembentukan tim
yang terdiri dari beberapa perangkat desa kemudian… ada juga perwakilan dari
lembaga-lembaga masyarakat.
Mekanisme pembentukan Tim penyusun RKPDesa yang dibuat oleh
pemerintah desa Pincara telah sesuai dengan Permendagri No 114 tahun 2014
tentang pedoman pembangunan desa terdapat pada pasal 33 mengenai
pembentukan tim penyusun RKPDesa dan sesuai dengan peraturan daerah
kabupaten Luwu Utara Nomor 43 10 tahun 2009 tentang pedoman perencanaan
pembangunan desa pasal 2 yang berisi mengenai perencanaan pembangunan harus
dilakukan secara partisipatif, yaitu wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan
desa. Tujuan adanya pembentukan tim sebelum adanya musyawarah perencanaan
pembangunan adalah agar forum musyawarah lebih terarah dan tim tersebut dapat
mempelajari mengenai RKPDesa tahun sebelumnya, program-program yang
44
berjalan maupun yang tidak berjalan, serta PAGU indikatif desa. Sehingga
diharapkan tim penyusun dapat menjadi penengah apabila terdapat usulan maupun
keinginan program yang diminta oleh masyarakat. Kemudian tim penyusun
menyelaraskan usulan tersebut dengan peraturan-peraturan yang berlaku
maupun dari RPJMDesa.
C. Perencanaan Dana Desa
Proses perencanaan harus dilakukan berdasarkan program, skala prioritas,
agenda kegiatan dan terdapat outcome yang jelas dari masing-masing kegiatan.
Sementara untuk alokasi pendapatan desa yakni DD seharusnya hanya fokus
untuk pemerintahan dalam bidang pembangunan fisik dan pemberdayaan
kemasyarakatan. Pemerintah desa dalam menyusun program yang akan
dilaksanakan harus dapat meningkatkan fasilitas kesehatan, pendidikan, pertanian,
pengelolaan lingkungan hidup ekonomi masyarakat, serta perekonomian guna
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di desa. Proses perencanaan
pembangunan ini tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa).
RKPDesa ini akan menentukan arah pembangunan desa dalam satu tahunkedepan.
Dalam penyusunan RKPDesa ini harus berdasarkan fokus perencanaan
pemerintah desa yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJMDesa). RPJMDesa dan RKPDesa akan menjadi satu-satunya
dokumen perencanaan desa untuk penyusunan APBDesa yang diatur melalui
Peraturan Desa. Selanjutnya disesuaikan dengan program pembangunan
pemerintah kabupaten, pemerintah kota serta dari pemerintah provinsi. Mengingat
pentingnya RKPDesa, dibutuhkan peran dari pemerintah desa untuk dapat
45
merancang apa saja yang menjadi prioritas pembangunan setahun kedepan.Kita
akan menjelaskan mengenai mekanisme penyusunan RKPDesa.
Kita kan nyusun program itu, pertama menghasilkan RPJMDesa,
RPJMDesa kita tuangkan dalam RKPDesa, RKPDesa itu dapat memperoleh
informasi tambahan dari ketika musdus, ketika forum perdukuhan, itu menjadi
tambahan informasi untuk RKPDesa di tahun yang bersangkutan.
Kita pertama musdus pada tingkatan perdukuhan, musdes pada tingkatan
desa, dan musrenbang forum tertinggi di desa. Tentunya ada pembentukan tim
yang terdiri dari beberapa perangkat desa kemudian… ada juga perwakilan dari
lembaga-lembaga masyarakat.
1. Musdus (Musyawarah dusun)
Tahapan awal yang dilakukan pada saat perencanaan yakni Musdus.
Musdus di desa Pincara diadakan pada bulan ke-5 yaitu bulan Mei.Musyawarah
dusun dilakukan di setiap tingkatan dusun yang dihadiri oleh BPD, perwakilan
Dusun, Desa, dan tokoh-tokoh masyarakat yang terdapat dalam dusun tersebut.
Selain itu, terdapat juga perwakilan dari pemerintah desa seperti lurah desa, carik
desa, Kepala Urusan, dan kepala seksi. Musyawarah ini diadakan oleh panitia tim
penyusun:
Laporan program periode berjalan dan sosialisasi.
Menampung permasalahan tiap dusun.
Menerima usulan program untuk periode kedepanya. .
RKPDesa. Musyawarah ini untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan yang ada di
desa sehingga nantinya dapat ditentukan prioritas kebutuhan masyarakat masing-
46
masing Dusun. Selain itu adapun alasan kenapa diadakan musdes untuk
mengipormasikan bahwa ada Dana Desa yang akan keluar atau cair kedepanya.
“Mekanismesnya. kita pertama musdus pada tingkatan perdukuhan, musdes pada
tingkatan desa, dan musrenbang forum tertinggi di desa.Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tujuan diadakannya Musdus oleh pemerintah desa Pincara
adalah untuk melakukan sosialisasi terkait data-data sumber keuangan desa serta
untuk menampung permasalahan-permasalahan setiap dusun. Hal itu juga selaras
dari mandat dari pemerintah untuk menyelenggarakan perencaan partisipatif. Jadi
perencanaan yang baik itu perencanaan yang dilakukan oleh masyarakatnya
sendiri, dikarenakan masyarakat lebih mengetahuipermasalahan yang dihadapi
secara teknis di lapangan, apa saja potensi yang terdapat di wilayahnya dan apa
saja yang harus dilakukan.
2. Musyawarah Desa (Musdes)
Tahapan yang ke-2 yakni Musyawarah desa (Musdes) yang biasanya
dilakukan sekitar bulan Juli. Forum musyawarah ini difasilitasi oleh BPD. Forum
ini dihadiri oleh BPD, perwakilan RT, RW, dan tokoh-tokoh masyarakat sama
halnya dengan musdus, akan tetapi terdapat tambahan yakni dari keterwakilan dari
masing masing pihak baik yang ada di dusun maupun yang ada di desa Pincara.
Pembahasan dalam forum ini lebih strategis karena membahas mengenai laporan
dari hasil kajian dari keadaan yang ada di masing-masing dusun, arah kebijakan
pembangunan desa, dan rencana prioritas kegiatan pada 4 bidang yakni
penyelenggarakan pemerintah desa, pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Pembahasan dilakukan dengan
47
meninjau kembali RPJMDesa yang ada kemudian digunakan dalam penyusunan
RKPDesa. Pembahasan yang dihasilkan adalah draft untuk Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang). Hasil penjelasan tersebut dari
kutipan beberapa informan yang menjelaskan mengenai Musyawarah desa
(Musdes): “
Dengan terbitnya Undang-Undang tentang Desa, melalui prinsip rekognisi
dan subsidiaritas, musyawarah desa menjadi bagian dari hak desa untuk dapat
merumuskan dan mengambil keputusan setiap kebijakannya yang bersifat
strategis. Usulan-usulan kebijakan ini nantinya akan disetujui sebagai draft
rancangan awal RKPDesa. Oleh sebab itu musdes menjadi forum yang penting
untuk dihadiri oleh perwakilan dari masyarakat. Masyarakat dapat memberikan
ide-ide untuk pembangunan desa yang lebih baik pada periode selanjutnya.
3. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang)
Musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbang) merupakan
forum tertinggi yang ada di desa yang diselenggarakan oleh kepala desa untuk
membahas dan menyepakati rancangan RKPDesa. Musrenbang ini dilakukan oleh
pemerintah desa pada bulan September. RKPDesa inilah yang menjadi dasar
dalam penyusunan Anggaran dan Belanja pemerintah desa (APBDesa). Berikut
beberapa informan yang menjelaskan mengenai Musrenbang :
Tahapan-tahapan perencanaan yang dilakukan oleh desa Pincara
sesuai dengan Permendagri Nomor 114 tahun 2014 tentang pedoman
pembangunan desa dan Peraturan daerah kabupaten Luwu Utara Nomor 10 tahun
48
2009 tentang pedoman perencanaan pembangunan desa. Dengan menerapkan
sistem musyawarah yang dilakukan itu dapat meningkatkan keaktifan dari
masyarakat. Dengan adanya kewenangan yang diperoleh, desa diberikan haknya
berupa anggaran untuk dapat menyelenggarakan pemerintahannya. Konsekuensi
logis dengan adanya pendapatan yang meningkat, maka keinginan masyarakat
juga akan meningkat. Pemerintah desa menggunakan pertimbangan-pertimbangan
dalam merumuskan setiap kebijakankebijakan pada tahapan perencanaan agar
sesuai dengan prioritas-prioritas dari mandatoris pusat dan sesuai dengan
RPJMDesa yang telah disusun sebelumnya. Perencanaan yang telah dilakukan
akan menghasilkan RKPDesa (Rencana Kerja Pemerintah Desa).
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pemerintah desa Pincara dalam
tahapan perencanaan baik menyusun maupun mengevaluasi program-program
sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari musyawarah-musyawarah yang
diselenggarakan mulai dari tingkat pedukuhan sampai dengan tingkat desa.
Temuan ini sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas untuk dapat
mewujudkankonsep Good Governance.
D. Pelaksanaan Pengelolaan Dana Desa
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dananya bersumber dari APBDesa
termasuk didalamnya terdapat Dana Desa dilaksanakan oleh Pelaksana Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). Kepala desa selaku pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan desa berhak untuk menunjuk siapa saja untuk menjadi
PTPKD. Berdasarkan wawancara dengan berbagai informan, PTPKD di desa
pincara adalah sebagai berikut :
49
a. Carik desa selaku koordinator PTPKD.
b. Kepala Seksi bertindak sebagai pelaksana kegiatan.
c. Kaur keuangan bertindak sebagai urusan keuangan.
Berdasarkan Peraturan Bupati luwu Utara Nomor 34 tahun 2015 mengenai
pengelolaan Keuangan Desa, Lurah desa dalam melaksanakan pengelolaan
keuangan desa dibantu oleh PTPKD. Hal tersebut juga dilakukan oleh pemerintah
desa Pincara. Dengan adanya PTPKD akan membuat manajemen desa terkait
dengan efisensi keuangan desa dalam pernyataan konsep birokrasi “setiap pejabat
berada dibawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan
secara disiplin” dapat dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian, semua
perangkat desa bisa diberdayakan agar program kerja yang telah direncanakan
dapat dilaksanakan dengan baik.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 tahun 2016 mengenai
Tata Cara Pengalokasian Dana Desa. Penyaluran Dana Desa dilakukan dengan
cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening
Kas Umum Daerah (RKUD) untuk selanjutnya dilakukan pemindahbukuan dari
RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD). Dalam pelaksanaan keuangan di desa, ada
beberapa prinsip yang wajib ditaati mengenai penerimaan dan pengeluaran yang
dilaksanakan melalui RKD.Seluruh penerimaan dan pengeluaran desa yang
dilakukan oleh pemerintah desa dilaksanakan menggunakan RKD. Hal tersebut
menjadikan sistem keuangan desa terpusat. Apabila ingin mencairkan dana dalam
RKD wajib ditandatangani oleh Lurah dan Kaur Keuangan.
50
Pemerintah membagikan Dana Desa kepada setiap desa dilakukan secara
bertahap menggunakan prinsip hati-hati agar sumber pendanaan yang besar
tersebut tidak kontraproduktif. Tetapi pemerintah desa Panggungharjo memiliki
pandangan lain terkait dengan Dana Desa yang bertahap Dana Desa setiap
tahunnya cair secara bertahap. Pada tahun 2015 Dana Desa cair dalam 3 tahap,
yaitu pada bulan Juli, November dan tahap terakhir cair pada bulan Desember.
Kemudian pada tahun 2016 dan 2017 Dana Desa cair melalui 2 tahap, yaitu pada
tahun 2016 Dana Desa cair pada bulan Juni dan Oktober sedangkan pada tahun
2017 cair pada bulan Juni dan November. Pencairan Dana Desa secara bertahap
ini dapat mengganggu rencana-rencana yang telah direncanakan pemerintah desa
Panggungharjo sendiri. Kebijakan yang ada di desa Panggungharjo mengenai
pengelolaan Dana Desa, yakni pembiayaan program atau pelaksanaan
pembangunan dimulai apabila Dana Desa sudah cair dan sudah masuk di rekening
kas desa. Fokus pada cakupan ini terkait dengan pengelolaan Dana Desa,
pengelolaan Dana Desa di desa Pincara sendiri pada tahun 2015 menggunakan
sistem mandatoris dari peraturan-peraturan, tetapi pada tahun 2016-2018
menggunakan sistem pembagian rata kepada seluruh dusun. Desa Panggungharjo
setiap tahunnya sudah menentukan dusun mana yang akan dibagikan Dana Desa.
Jadi setiap dusun akan mendapatkan pembagian dari Dana Desa sebesar 100juta
rupiah.
E. Penatausahaan Dana Desa
Menurut Peraturan Bupati luwu Utara Nomor 34 tahun 2015 tentang
pengelolaan keuangan desa. Penatausahaan dilakukan oleh bendahara desa,
51
bendahara desa wajib melakukan pencatatan setiap transaksi penerimaan dan
pengeluran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib.
Pelaporan
Dalam melaksanakan tugas serta kewajibannya dalam pengelolaan
keuangan desa, Pemerintah desa wajib memberikan laporannya kepada
pemerintah diatasnya yakni Camat, maupun ke Bupati/Walikota. Disamping itu
pemerintah desa dalam mempertanggungjawabkan kegiatannya wajib
menyampaikan kepada masyarakat. Pelaporan Dana Desa sebenarnya tidak
terpisahkan dengan penyampaian informasi APBDesa, hanya saja terdapat laporan
khusus yang membedakan dengan dana-dana yang lain. Laporan ini bernama
laporan realisasi Dana Desa. juga menjelaskan demikian. Laporan realisasi Dana
Desa setiap tahunnya mengalami perubahan terkait dengan ketentuan-ketentuan
yang berlaku dalam perundang-undangan. Menurut Permendagri 113 tahun 2014
dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya dalam
pengelolaan keuangan desa termasuk didalamnya Dana Desa, kepala desa wajib
menyampaikan kepada Bupati/Walikota setiap periodik dan tahunan.
Penyampaian laporan realisasi Dana Desa dilakukan paling lambat minggu
keempat bulan Juli tahun anggaran berjalan untuk semester satu dan paling lambat
minggu keempat bulan Januari tahun anggaran berikutnya untuk semester dua.
Laporan realisasi Dana Desa dilaporkan kepada BPD.
Laporan realisasi Dana Desa yang dibuat oleh pemerintah desa
Panggungharjo setiap tahap, dikarenakan pencairan Dana Desa tahap selanjutnya
52
wajib melampirkan laporan realisasi Dana Desa tahap sebelumnya. Oleh karena
itu, pelaporan yang dilakukan oleh pemerintah desa kepada Bupati/Walikota
hanya sebatas setiap tahapan. Pihak pemerintah desa juga menyampaikan laporan
Dana Desa yang tercantum dalam APBDes kepada BPD setiap tahunnya
F. Pertanggungjawaban
Konsekuensi dari penyelenggaraan pemerintahan dalam hal pengelolaan
Dana Desa yaitu pertanggungjawaban kepada beberapa pihak yang berkaitan.
Dalam hal ini, pemerintah wajib membuat laporan dari pengelolaan Dana Desa.
Penyampaian laporan realisasi Dana Desa secara tertulis oleh Kepala Desa
(pemerintah desa) kepada Bupati/Walikota. Dalam tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance), maka pertanggungjawaban tidak hanya disampaikan
kepada pemerintah, tetapi juga harus disampaikan kepada masyarakat. Berikut
uraian pertanggungjawaban yang dilakukan oleh pemerintah desabentuk
pertanggungjawaban dari pemerintah desa Pincara mengenai pengelolaan Dana
Desa yaitu melakukan tranparansi mengenai laporan realisasi Dana Desa. Laporan
ini disampaikan kepada beberapa pihak baik kepada pemerintah kabupaten/kota
dan masyarakat.
G. Transparansi
Transparansi merupakan prinsip untuk menjamin kebebasan bagi setiap
orang untuk dapat memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan.
Informasi-informasi yang berhak diperoleh oleh masyarakat baik dari tahapan
proses perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Pelaporan dibangun
atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan
53
kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang
membutuhkan. Pemerintah desa Pincara memberikan informasi terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan menurut beberapa informasi.
Berdasarkan uraian dari informasi yang diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa transparansi yang dibangun oleh pemerintah desa Pincara menempatkan
dokumen desa sebagai dokumen publik, kecuali dokumen data kependuduan dan
data aset warga desa. Informasi-informasi mengenai penyelenggaraan
pemerintahan disampaikan melalui papan pengumuman di Kantor desa, dan
penyampaian informasi juga melalui perwakilan tiap-tiap ketua dusun..
H. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk
bertindak selaku penanggungjawab atas segala tindakan dan kebijakan yang
ditetapkannya oleh pemerintah, para pengambil keputusan di pemerintah, sektor
swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggungjawab baik kepada
masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Akuntabilitas
yakni suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan melaksanaan visi misinya,
implementasi akuntabilitas juga bisa dilakukan melalui pendekatan strategis yang
akan mengakomodasi perubahan-perubahan cepat yang terjadi pada organisasi
dan secepatnya menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi, sebagi
antisipasi untuk mengatasi tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan di
dalamnya.
54
Prioritas penggunaan Dana Desa setiap tahunnya berbeda-beda sesuai
dengan pedoman peraturan yang berlaku pada Peraturan Menteri
Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT).
Berikut Pedoman pedoman prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2016,2017,
dan 2018 :
Tabel pedoman prioritas pengunaan dana desa
Dari pemaparan pedoman yang dibuat oleh Permendes PDTT diatas,
prioritas penggunaan Dana Desa digunakan untuk membiayai pembangunan desa
yang ditujukan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, peningkatan
kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan. Prioritas penggunaan
Dana Desa diarahkan untuk pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan
desa. Oleh sebab itu, pemerintah desa harus mengetahui arah kebijakan
pemerintah pusat agar pemerintah desa dapat melaksanakan program-program
yang dapat memberikan kesejahteraan masyarakat.
Prioritas penggunaan Dana Desa di Desa Pincara, menurut dua informasi
yang digunakan untuk membiayai 2 bidang yakni bidang pembangunan dan
bidang pemberdayaan masarakat dalam sektor pertanian.
2016 Permendes PDTT NO 7 2016
2017 Permendes PDTT NO 21 2017
2018 Permendes PDTT NO 22 2018
55
Menurut Undang-undang nomor 6 tahun 2014, Dana Desa secara umum
digunakan untuk 4 bidang yaitu bidang penyelenggaraan pemerintah,
pemberdayaan masyarakat, pembinaan masyarakat, dan pembangunan. Akan
tetapi, prioritas penggunaan Dana Desa dalam beberapa tahun yang berjalan ini
hanya digunakan untuk 2 bidang yaitu bidang pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat. Berdasarkan laporan realisasi anggaran Dana Desa di desa Pincara,
penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk 2 bidang. Pada tahun 2015 dan 2016,
penggunaan Dana Desa digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat. Pada tahun 2017, penggunaan Dana Desa di desa Pincara digunakan
untuk 3 bidang yakni pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan pembinaan
masyarakat. Dalam hal ini, pengelolaan-pengelolaan keuangan Dana Desa harus
sesuai atau harus berpedoman pada prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan.
Sehingga dapat membentuk pemerintahan desa yang professional, efesien dan
efektif, terbuka, serta bertanggungjawab
56
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hasil dari penelitian pengelolaan akuntabilitas dan tranparansi pengelolaan
Dana Desa yang dilakukan oleh pemerintah desa Pincara Kecamatan masamba
Kabupaten luwu Utara, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengelolaan keuangan Dana Desa yang diterapkan oleh pemerintah desa
Pincara sudah sesuai dengan perundang-undangan maupun ketentuanketentuan yang
berlaku. Disamping itu proses pengelolaan keuangan Dana Desa melibatkan
masyarakat mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan pengawasan. Meskipun
pengelolaan Dana Desa yang dilakukan sangat baik, tetapi pemahaman masyarakat
mengenai kebijakan Dana Desa masih rendah.
2. Dalam hal pelaporan Dana Desa yang dilakukan oleh pemerintah desa
Pincara melalui lembaga PSID sangat baik. Pelaporan dilakukan dengan
menggunakan media informasi digital, informasi-informasi yang disebar tiap-tiap
dusun melalui Ketua Dusun, selain itu juga papan informasi yang ditempatkan di
Kantor Desa.
3. Pelaksanaan pertanggungjawaban Dana Desa oleh pemerintah desa secara
teknis maupun administrasi sudah baik. Tetapi dalam hal laporan realisasi
57
penggunaan Dana Desa, pemerintah desa hanya membuat laporan dengan format
laporan seadanya. Dikarenakan belum adanya aturan spesifik yang membahas
mengenai format yang seharusnya dilakukan.
4. BPD dalam menjalankan fungsinya berjalan dengan baik tetapi kurang
optimal. Ini dikarenakan terdapat beberapa faktor yang menjadikan kendala, yakni
Sumber Daya Manusia (SDM).
B. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan proses penyusunan penelitian, terdapat beberapa keterbatasan
penelitian, adapun keterbatasan penelitian ini antara lain:
1. Penelitian ini hanya difokuskan pada pengelolaan Dana Desa sehingga
penelitian hanya menggambarkan akuntabilitas dan transparansi pemerintah desa
dalam mengelola Dana Desa.
2. Penelitian ini tidak menggunakan seluruh sampel informan yang ada di
desa, baik itu masyarakat, lembaga-lembaga, sehingga hasilnya kurang generalisasi.
C. Saran
Berdasarkan informasi-informasi yang penulis dapatkan pada saat
pengumpulan data serta hasil dari analisis penelitian, berikut saran yang dapat penulis
berikan :
58
1. Kepala desa perlu melakukan sosialisasi dan pengenalan terkait dengan
kebijakan-kebijakan terkait dengan tata cara pengelolaan Dana Desa kepada
perangkat desa, sehingga perangkat desa memiliki kompetensi maupun
pengetahuan yang memadai dengan pengelolaan Dana Desa sesuai dengan
undang-undang dan peraturan yang berlaku.
2. Pemerintah Desa perlu melakukan sosialisasi mengenai prioritas
penggunaan Dana Desa kepada masyarakat, agar masyarakat mengetahui
proses implementasi penggunaan Dana Desa. Sehingga usulan-usulan yang
diberikan oleh masyarakat menjadi lebih terarah.
3. Dalam Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa, menambahkan uraian
dari kegiatan atau program desa yang menjadi prioritas dalam peraturan
kebijakan yang berlaku.
4. Untuk menjaga stabilitas keuangan, BPD sebaiknya melakukan
pengawasan yang lebih terhadap pengelolaan Dana Desa, sehingga dapat
mempertahankan pengelolaan Dana Desa yang transparan dan akuntabel.
5. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya, mampu mengidentifikasi program
program yang telah dilaksanakan oleh pemerintah desa. Hal tersebut
dimaksudkan agar penelitian selanjutnya dapat memberikan gambaran
spesifik mengenai program-program yang direalisasikan di desa.
59
6. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat menambahkan sampel
penelitian sehingga hasil penelitian lebih menggambarkan akuntabilitas dan
transparansi pemerintah desa.
60
DAFTAR PUSTAKA
Habibie, N. (2013). Analisis Pengendalian Intern Piutang Usaha Pada Pt Adira
Finance Cabang Manado. Jurnal EMBA, Vol.1 No.3, 494–502.
Hindriani, N., Hanafi, I., & Domai, T. (2011). Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) Dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Anggaran di Daerah (Studi Pada
Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun). Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP), vol.5 no.3, 1–9.
Kaligis, G. M., Ilat, V., & Pontoh, W. (2015). Analisis Penerapan Sistem
Pengendalian Intern Kas Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bitung. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiensi, vol.15no., 278–287.
Lumempouw, G., Ilat, V., & Wangkar, A. (2015). Evaluasi Sistem Pengendalian
Intern Terhadap Penjualan Kredit Pada Pt. Sinar Pure Foods International.
Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, vol.15 No., 312–323.
Maharani, P. O. (2013). Pengaruh Efektivitas Struktur Pengendalian Intern Terhadap
Kinerja Perkreditan Pada Bank Perkreditan Rakyat Di Kota Denpasar. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana, vol.5 no.3, 666–675.
Mulyani, P., Suryawati, R. F., & Madura, U. T. (2011). Analisis Peran Dan Fungsi
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Spip/Pp No.60 Tahun 2008) Dalam
Meminimalisasi Tingkat Salah Saji Pencatatan Akuntansi Keuangan Pemerintah
Daerah. Jurnal Organisasi Dan Manajemen, vol.7 no.2, 102–166.
Timuriana, T., & Octaviandi, H. (2013). Peranan Sistem Pengendalian Internal
Terhadap Efektivitas Pengadaan Barang Pada Balai Besar Pascapanen Bogor.
Jurnal Ilmiah Manajemen Dan Akuntansi Fakultas Ekonomi (JIMAFE), vol.1,
73–77.
Triandi, & Siregar, J. D. (2007). Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Penjualan
Terhadap Peningkatkan Efektivitas Penjualan Kamar. Jurnal Ilmiah
Ranggagading, vol.7 no.2, 130–137.
Wardayanti, S. M., & Imaroh, S. P. (2015). Analisis Pengendalian Intern Coso Pada
Pengelolaan Dana Zakat, Infaq Dan Shadaqah (Zis). Analisa Journal of Social
Science and Religion, vl.22 No 0, 227–238.
Zamzami, F., & Faiz, I. A. (2015). Evaluasi Implementasi Sistem Pengendalian
Internal: Studi Kasus Pada Sebuah Perguruan Tinggi Negeri. Jurnal Akuntansi
61
Multiparadigma, Volume 6, 20–27.
Top Related