1
Sensitivitas Wilayah Konsentrasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim di Pantai Utara Jawa
Defi Ohfanisa1, Sobirin2 dan Tjiong Giok Pin2
Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Perubahan iklim berdampak terhadap sektor kelautan. Dampak yang nyata adalah tinggi gelombang laut dan perubahan musim barat dan musim timur sehingga berdampak terhadap hasil tangkapan ikan nelayan. Tujuan penelitian untuk mendapatkan gambaran tentang pola sensitivitas wilayah konsentrasi nelayan di pantai utara Jawa bagian barat dan bagian tengah terhadap kejadian gelombang laut tinggi serta kaitannya dengan jumlah hasil tangkapan ikan dan mengetahui secara spasial maupun temporal frekuensi tinggi gelombang laut lebih dari 2,0 m (gelombang berbahaya bagi nelayan) masing-masing bulan selama periode tahun 2010 – 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analitical HierarchyProcess (AHP) dan teknik overlay peta. Tingkat sensitivitas per kabupaten didapatkan darianalisis skoring dan overlay peta tiap variabel. Hasil penelitian, sensitivitas wilayahkonsentrasi nelayan di pantai utara Jawa bagian barat dan tengah terhadap perubahan iklimmenunjukan pola keruangan semakin ke arah tengah cenderung semakin rendah. Wilayahsensitivitas tinggi berada di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, KabupatenKarawang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Jepara. Sensitivitas sedang berada di KotaCirebon, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Batang. Sedangkan sensitivitas rendah berada diKota Tegal, Kabupaten Subang dan Kabupaten Pati. Wilayah yang tergolong memilikisensitivitas tinggi cenderung mengalami penurunan jumlah produksi tangkapan ikan.
Kata Kunci : gelombang laut; pantai utara jawa; perubahan iklim; sensitivitas wilayah
Place Sensitivity of Fisherman Concentration toward Climate Change in North Coast of Java
Abstract
Climate change afflicted the marine sector. The presence impacts are the rising ocean wave height and the shifted drought and rainy season, giving impacts to the fishing catches. The study aims to acquire spatial pattern of region sensitivity of fisherman concentration in west and central segment of north java coast to the rising ocean wave and its correlation with the fishing catches and understand the monthly wave height frequency more than 2 m (dangerous wave height to the fishermen) spatially and temporarily in 2010-2015. Methods used on this research are Analitical Hierarchy Process (AHP) and overlay method. Municipal sensitivity obtained through scoring analysis and map overlay for each variables. The results showed that, the place sensitivity level of fisherman concentration tends to be lower in central ward of the west and central segment of north java coast. Regions with high sensitivity are Cirebon municipality, Indramayu municipality, Bekasi municipality, Karawang municipality, and Jepara municipality. Whereas the Regions with mid-level sensitivity are Batang municipality, Brebes municipality, and Cirebon. The Regions with low sensitivity are Pati municipality, Subang municipality, and Tegal. The research showed that Climate change affected the fishermen activity, and the Regions with high sensitivity level tend to have lower fishing catches.
Keywords: regional rainfall rate, inverse distance weighted, ordinary kriging, spline, natural neighbor.
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
2
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua pertiga bagiannya adalah laut dengan
luas mencapai 5.8 juta km² serta garis pantai sepanjang 81.000 km (Nontji, 1993). Indonesia
memiliki potensi laut yang sangat tinggi karena letaknya berada di antara Samudera Pasifik
dan Samudera Hindia. Potensi laut yang dapat dimanfaatkan adalah potensi di bidang
perikanan. Indonesia merupakan negara penghasil perikanan terbesar di Asia Tenggara dan
memiliki keunggulan komparatif dalam potensi sumberdaya perikanan dan kelautan
(Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2007), serta memiliki keragaman hayati yang tinggi,
sumber daya ikan sekitar 37% dari spesies ikan dunia (Mayasari, 2011).
Berdasarkan data komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut pada tahun
1998, potensi sumber daya ikan laut perairan Laut Jawa mencapai 843.515 ton yang
mencakup berbagai jenis ikan. Pantai Utara Jawa yang berhadapan langsung dengan Laut
Jawa merupakan satu dari sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan RI 712 telah banyak
untuk dikaji. Data Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, sekitar 19.27% dari total hasil
tangkapan ikan di laut Indonesia, didaratkan di pelabuhan perikanan yang ada di sepanjang
pantai utara Jawa. Pantai utara Jawa memiliki sentra nelayan perikanan dari skala kecil hingga
skala menengah yang tersebar dari barat hingga timur dan didukung dengan adanya pelabuhan
perikanan dan tempat pelelangan ikan di tiap kabupaten. Sebagai sentra perikanan tangkap
pantai utara Jawa memiliki berbagai macam jenis kapal yang bersandar serta nelayan yang
menggantungkan hidupnya dari kekayaan alam laut di kawasan ini.
Kondisi perairan Laut Jawa sangat dipengaruhi sirkulasi angin monsun, gelombang
tinggi, angin kencang, badai, serta degradasi laut membuat hasil tangkapan semakin lama
semakin berkurang. Perubahan iklim telah dirasakan secara langsung pada sektor perikanan
dan kelautan. Perubahan iklim memberikan dampak yang luar biasa pada ekosistem pesisir
khususnya yang terkait dengan kenaikan paras muka laut, perubahan suhu permukaan laut,
perubahan kadar keasaman air laut, dan meningkatnya frekuensi dan intensitas kejadian
ekstrem berupa badai tropis dan gelombang tinggi. Berbagai kegiatan di laut, seperti operasi
pelayaran untuk transportasi laut, penangkapan ikan sangat sensitif terhadap dinamika
perubahan cuaca dan keadaan permukaan laut.
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
3
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan nelayan menurun yaitu faktor
alam adalah angin, gelombang, dan lain-lain. Gelombang merupakan pergerakan air laut yang
terjadi secara terus-menerus yang dipengaruhi oleh angin, tenaga tektonik bumi dan gaya
gravitasi bumi. Gelombang merupakan faktor alam yang menyebabkan hasil tangkapan
nelayan menurun. Pada musim gelombang laut tinggi biasanya terjadi antara bulan Desember,
Januari, dan Februari. Disitulah banyak nelayan yang tidak melaut dikarenakan ukuran kapal
atau GT (Grosetonase) mesin kapal kecil, dan risiko yang tinggi. Keadaan gelombang suatu
wilayah perairan akan menentukan keberadaan ikan dan mempengaruhi bentuk kapal dan cara
penangkapan ikan.
Sensitivitas merepresentasikan karakteristik nelayan yang terpengaruh terhadap
perubahan iklim yang kemungkinan mengalami kerugian. Karakteristik ini menentukan
dampak dari paparan perubahan iklim. Sensitivitas yang tergantung pada faktor keterbatasan
modal dan teknologi penunjang penangkapan ikan. Dari uraian tersebut peneliti ingin
mengetahui tingkat sensitivitas wilayah konsentrasi nelayan yang ada di pantai utara Jawa
bagian barat dan tengah terhadap kejadian gelombang laut tinggi serta mengkaitkannya
dengan hasil tangkapan ikan yang diperoleh. Berdasarkan latar belakang diatas, maka
pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini “Bagaimanakah pola sensitivitas wilayah
konsentrasi nelayan perikanan tangkap di Pantai Utara Jawa terhadap perubahan iklim?”.
Dengan tujuan dari penelitian ini antara adalah untuk mengetahui secara spasial maupun
temporal frekuensi tinggi gelombang ≥ 2,0 m (gelombang berbahaya bagi nelayan) masing-
masing bulan selama periode tahun 2010 – 2015 di pantai utara Jawa bagian barat dan tengah.
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Sensitivitas Wilayah
Sensitivitas merupakan bagian dari kerentanan. Penilaian sensitivitas pada awalnya
digunakan dalam penilaian kerentanan (vulnerability) karena pengaruh iklim. Kerentanan
memiliki tiga kompenen fungsi, yaitu keterpaparan (exposure), kepekaan (sensitivity), dan
kapasitas (capacity). Sensitivitas dimaknai sebagai dampak, atau lebih lengkapnya adalah
derajat atau tingkatan dimana sistem terkena dampak baik negatif maupun positif karena
perubahan iklim (IPCC, 2007). Atau bisa dimaknai sebagai tingkat kerugian seseorang atau
kelompok atau ketegasan suatu infrastruktur terhadap terpaan suatu bahaya. Sensitivitas
menggambarkan tingkat responsif sistem terhadap pengaruh rangsangan dan mempengaruhi
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
4
bentuk asal (Fellman). Tingkat sensitivitas merupakan kondisi internal dari sistem terkena
dampak yang menunjukkan derajat kerawanannya terhadap gangguan yang menyebabkan
kerentanan terhadap faktor dan variabel yang mempengaruhinya.
Untuk menentukan tingkat sensitivitas tidak hanya menggunakan teknik scoring dan
overlay, ada pula penelitian-penelitian lain yang menentukan tingkat sensitivitas dengan
menggunakan Environmental Sensitivity Index (ESI) atau Indeks Kepekaan Lingkungan
(IKL). Tetapi, metode Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL) digunakan untuk arean
pemukiman di wilayah teresterial.
2.2 Sistem Angin Monsun di Laut Jawa
Perubahan angin musim (musim barat dan musim timur) dapat mengakibatkan
perubahan lingkungan perairan dalam satu wilayah. Menurut Nontji tahun 1987, pada masa
transisi umumnya kondisi laut tenang karena terjadinya pergantian dari dominasi angin barat
menjadi angin timur atau sebaliknya. Angin monsun mempunyai pengaruh terhadap arah
pergerakan arus permukaan laut dan gelombang laut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Adhawati pada tahun 2012, waktu yang digunakan nelayan untuk melakukan
aktivitasnya berdasarkan kondisi cuaca alam dibagi menjadi 3 musim, yaitu:
a. Musim puncak adalah musim dimana aktivitas nelayan sangat tinggi. Musim puncak
ditandai dengan berlimpahnya hasil tangkapan akibat dari faktor alam yang sangat
mendukung. Pada musim puncak biasanya kondisi angin stabil dan perairan tenang.
Musim puncak berlangsung selama 5 bulan yaitu dimulai pada bulan Agustus dan
puncaknya berakhir pada bulan Desember.
b. Musim peralihan adalah peralihan dari musim puncak ke musim gelombang laut.
Musim peralihan biasa berlangsung selama 3 bulan yaitu dimulai pada bulan Mei dan
berakhir di bulan Juli.
c. Musim gelombang laut adalah musim dimana kondisi perairan sangat tidak
mendukung aktivitas nelayan. Musim gelombang laut berlangsung selama 4 bulan
dimulai pada bulan Desember dan berakhir pada bulan April. Musim gelombang laut
ditandai dengan angin kencang, dan gelombang tinggi, kondisi tersebut berdampak
pada jumlah nelayan yang melakukan aktivitas melaut. Beberapa nelayan bahkan
memutuskan untuk tidak melaut pada musim gelombang laut disebabkan karena risiko
melaut yang sangat tinggi.
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
5
Gambar 2.1 Angin Monsun Barat (kiri) dan Angin Monsun Timur (kanan)
(Sumber: BMKG, 2012)
Menurut Prawirowardoyo (1996), pada saat musim dingin di belahan bumi utara
khatulistiwa, yang umumnya terjadi pada bulan Oktober hingga April dan puncaknya terjadi
pada bulan Desember, Januari, Februari. Pada periode ini daerah-daerah di Indonesia yaitu
daerah yang berada di sekitar Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Lombok sampai Papua
angin monsun bertiup dari arah barat ke arah timur. Daerah ini disebut monsun dingin dari
Belahan Bumi Utara ini dinamakan monsun barat atau musim monsun barat. Sedangkan
daerah yang mencakup sebagian besar Sumatera dan Kalimantan Barat angin monsun datang
dari arah timur laut, angin monsun di daerah ini disebut monsun timur laut.
Musim Timur terjadi antara bulan April hingga Oktober saat posisi matahari berada di
belahan bumi utara yang menyebabkan benua Australia mengalami musim dingin, sehingga
bertekanan tinggi. Sedangkan benua Asia lebih panas, sehingga tekanan udara menjadi
rendah, sehingga angin bertiup dari benua Australia menuju benua Asia, dan karena menuju
Utara khatulistiwa, maka angin akan dibelokkan ke arah kanan. Pada waktu ini, Indonesia
akan mengalami musim kemarau akibat angin tersebut melalui gurun pasir di bagian utara
Australia yang kering dan hanya melalui lautan sempit. Pada bulan Desember – Maret letak
bumi terhadap matahari sedemikian rupa, sehingga belahan bumi selatan menerima lebih
banyak penyinaran matahari daripada belahan utara. Akibatnya, daratan Australia mengalami
tekanan udara rendah, sedangkan daratan Asia mengalami tekanan udara tinggi. Antara kedua
wilayah tekanan yang berbeda ini berkembang arah angin monsun yang bertiup dari daratan
Asia ke Australia. Di Indonesia bagian utara khatulistiwa angin bertiup dari arah timur laut
sehingga disebut angin Monsun Timur.
Iklim di laut Jawa mengikuti pola musim dimana musim kering berlangsung pada bulan
Juni hingga September, sedangkan musim hujan pada bulan November hingga Maret.
Disepanjang perairan utara Jawa merupakan wilayah lintasan poros utama Angin Monsun
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
6
sehingga kondisi hidroseanografi dan klimatologinya sangat terkait dengan pola monsun dan
sirkulasi masa air disekitarnya.
2.3 Gelombang Tinggi Sebagai Indikator Perubahan Iklim
Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak
langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara
global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat
dibandingkan (UU No. 31 Tahun 2009).
Indikator perubahan iklim menurut IPCC (2007:40) adalah gelombang ekstrem yang
meluas dan gelombang badai. Gelombang ektrim dan gelombang akibat badai merupakan
jenis dampak negatif dari perubahan iklim. Gelombang merupakan variabel iklim yang
dibentuk oleh angin (Burton, 1995:22). Gelombang air laut dapat terjadi akibat adanya alih
energi dari angin menuju permukaan laut, atau saat tertentu seperti gempa di dasar laut.
Gelombang merambat ke segala arah dan dilepaskan menuju pantai menjadi ombak.
Rambatan gelombang mencapai ribuan kilometer hingga menuju pantai. Gelombang yang
menuju pantai mengalami pembiasan dan pemusatan jika mendekati semenanjung dan
menyebar apabila mendapati cekungan.
Gelombang atau gelombang laut yang terjadi di lautan dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa macam tergantung kepada energy pembangkitnya. Pembangkit gelombang laut
dapat disebabkan oleh angin (gelombang angin), gaya tarik menarik bumi-bulan-matahari
(gelombang pasang-surut), gempa (vulkanik atau tektonik) di dasar laut (gelombang tsunami),
ataupun gelombang yang disebabkan oleh pergerakan kapal.
Menurut Perka BNPB Nomor 2 tahun 2012, salah satu indikator indeks ancaman
bencana berupa abrasi adalah gelombang. Gelombang tersebut dibagi menjadi 3 kelas yakni
sebagai berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi Gelombang Menurut BNPB
Klasifikasi Ukuran
Rendah < 1,0 m
Sedang 1,0 – 2,0 m
Tinggi > 2,0 m
Sumber: Perka BNPB, tahun 2012
2.4 Armada Kapal Penangkap Ikan
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
7
Kapal penangkan ikan adalah perahu atau kapal yang langsung dipergunakan dalam
operasi penangkapan ikan atau binatang air atau tanaman air. Berdasarkan perahu atau kapal
penangkap ikan, nelayan dibagi menjadi nelayan tradisional dan nelayan bermotor (modern).
Nelayan tradisional memakai perahu tanpa mesin atau motor. Bila perahu mempunyai mesin
yang ditempel diluar perahu disebut perahu motor tempel, bila perahu atau kapal mempunyai
mesin di dalam kapal maka disebut kapal motor. Besarnya mesin yang digunakan, diukur
dengan GT (Gross ton), kapal motor dibagi menjadi tiga (Tarigan, 2002), yaitu:
a. Kapal kecil, yaitu < 5 GT – 10 GT
b. Kapal sedang, yaitu 10 GT – 30 GT
c. Kapal besar, yaitu > 30 GT
2.5 Unit Penangkapan Ikan
Unit penangkapan ikan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang
biasanya terdiri atas kapal penangkap ikan dan alat penangkapan ikan yang dipergunakan.
Klasifikasi alat tangkap menurut Y. Iitaka, yang merupakan seorang ahli perikanan dari
Jepang telah membagi cara penangkapan kedalam tiga klasifikasi adalah sebagai berikut:
1. Fishing With Net Gear adalah penangkapan dengan menggunakan alat tangkap
berupa jaring sebagai alat tangkap yang digunakan.
2. Fishing with line gear adalah penangkapan dengan menggunakan alat tangkap
berupa tali dan pancing. Kadang-kadang digunakan juga joran atau gandar sebagai
alat bantunya
3. Fishing with miscellaneous gear adalah penangkapan dengan menggunakan alat
tangkap non jaring bukan tali.
2.6 Nelayan
Berdasarkan Ditjen Perikanan, pendefinisian nelayan ialah orang yang secara aktif
melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan. Dapat disimpulkan nelayan ialah
orang yang mata pencahariannya dengan mengambil hasil alam dari laut. Nelayan adalah
orang yang mata pencaharian utamanya ialah menangkap ikan dilaut. Terdapat beberapa
pengelompokan yang sering digunakan untuk menggambarkan kelompok nelayan
berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan,
nelayan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau binatang air atau tanaman air.
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
8
2. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau binatang air
atau tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan, nelayan kategori ini
dapat pula mempunyai pekerjaan lain.
3. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan.
Dalam menentukan tingkat sensitivitas wilayah, peneliti menggunakan klasifikasi nelayan penuh yang lebih sensitive terhadap kejadian gelombang tinggi.
2.7 Teknologi Geo Informasi dan Komunikasi (TGIK)
Teknologi Geo Informasi dan Komunikasi adalah alat navigasi dan alat komunikasi
kapal. Alat Navigasi kapal merupakan suatu yang sangat penting dalam menentukan arah
kapal. Pada zaman dahulu kala untuk menentukan arah kapal berlayar tidak jauh dari benua
atau daratan. Alat komunikasi kapal digunakan untuk berhubungan antara awak kapal yang
beda pada satu kapal, atau dapat di gunakan untuk komunikasi dengan kapal lain, dan atau
berkomunikasi dengan darat. Zaman dulu navigasi kapal atau arah tujuan kapal dilakukan
dengan melihat posisi benda-benda langit seperti matahari dan bintang-bintang dilangit tetapi,
untuk zaman sekarang lebih mudah dengan alat-alat navigasi kapal modern. Salah satu alat
navigasi dan komunikasi kapal yaitu : GPS, kompas, Shounder, marine VHF radio.
3. Metode Penelitian
Daerah penelitian dalam penelitian adalah pesisir pantai utara Jawa bagian barat dan
tengah. Kondisi pantai utara Jawa Barat dan Tengah umumnya relatif dangkal, dan umumnya
landai dengan kemiringan ± 0,06 %. Pantai utara Jawa menghadap ke arah Laut Jawa sebagai
perairan laut dangkal yang merupakan daerah fotik yang memiliki keanekaragaman hayati
tinggi menjadikan wilayah tersebut sebagai daerah yang memiliki sentra nelayan dan
penangkapan ikan yang cukup banyak antara skala kecil hingga skala menengah.
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan antara lain:
- Status mata pencaharian
- Armada kapal
- Unit penangkapan ikan
- Teknologi Geo Informasi dan Komunikasi (TGIK)
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
9
Gambar 1. Diagram Alur Pikir Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua tipe data yang diperlukan, yaitu data primer dan sekunder yang
dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Penelitian
Jenis Data Data Sumber
Data Primer
Pembobotan Variabel (AHP) Wawancara pakar atau ahli
• Hambatan saat melaut • Periode melaut • Pergeseran musim barat dan
timur
Wawancara
Data Sekunder
Jumlah armada kapal Statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015
Jumlah unit penangkapan ikan Statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015
Jumlah unit Teknologi Geoinformasi dan Komunikasi (TGIK) Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gelombang tinggi rata-rata bulanan www.ecmwf.int
Produksi tangkapan ikan yang diperoleh
Statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015
Mata Pencaharian (Jumlah Nelayan) Statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
10
Pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Pengolahan data gelombang laut yang pernah terjadi dapat diketahui dan ditampilkan dalam
data temporal berupa data Tinggi Gelombang Signifikan atau Significant Wave Height (SWH)
yang diperoleh dari pengamatan reanalysis satelit Era-Interim yang dapat diunduh di laman
http://www.ecmwf.int untuk kemudian diolah kembali di perangkat lunak Ocean Data View
untuk mendapatkan data tabular hingga menghasilkan data berupa koordinat dan SWH dari
titik pengamatan terdekat yang ingin kita ketahui tinggi gelombang signifikannya dengan
resolusi 0.125⁰ x 0.125⁰. Dari data tersebut, maka dapat ditentukan pola dan kecenderungan
dari tinggi gelombang signifikan yang dikelompokan menjadi pola kecenderungan tahunan
dan bulanan periode tahun 2010 – 2015.
2. Pengolahan data AHP yang telah dilakukan diolah dengan menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel untuk menentukan nilai prioritas pada variabel yang diperoleh dari setiap
informan dan dibandingkan dalam matriks lalu menentukan nilai bobot tiap variabel dengan
menjumlahkan penilaian tiap kolom dan sel dari kolom dibagi berdasarkan dari hasil
penjumlahan penilaian tiap kolom.
3. Pembuatan peta sensitivitas wilayah yang dibuat dengan analisis overlay antara variabel-
variabel yang telah disebutkan sebelumnya. Analisa overlay ini dilakukan menggunakan
software ArcMap 10.1.
1. . Dalam klasifikasi untuk overlay ini dibuat dengan Query data dengan dasar matriks
kesesuaian sebagai berikut; Tabel 3.6 Matriks Sensitivitas
Variabel Tingkat Sensitivitas
Tinggi Skor Sedang Skor Rendah Skor
Armada Kapal K1 3 K2 2 K3 1
Unit Penangkapan Ikan UP1 3 UP2 2 UP3 1
Mata Pencaharian M1 3 M2 2 M3 1
Teknologi Geo Informasi dan Komunikasi
TGIK1 3 TGIK2 2 TGIK3 1
[Sumber: Pengolahan Data Pribadi]
Tabel 3.7 Bobot AHP
No Variabel Kode Bobot (%)
1 Mata Pencaharian M 4.6
2 Armada Kapal K 50.9
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
11
3 Unit Penangkapan Ikan UP 23.6
4 Teknologi Geo Informasi dan
Komunikasi
TGIK 20.9
[Sumber: Pengolahan Data Pribadi]
Berikut merupakan rumus dalam menentukan wilayah yang sensitif terhadap perubahan iklim :
Setelah proses klasifikasi, proses selanjutnya adalah perumusan dengan teknik query.
Teknik query merupakan teknik yang digunakan dalam proses overlay dengan memasukkan
rumus-rumus yang ditentukan untuk menghasilkan output berupa data spasial maupun tabuler.
Tabel 3.6 adalah tabel skoring pervariabel dan tabel 3.7 adalah tabel pembobotan yang
diperoleh dari metode AHP. Untuk mendapatkan tingkat sensitivitas yaitu dengan
mengkalikan skor dengan bobot lalu hasil tersebut dilakukan pengklasifikasian berdasarkan
interval yang telah ditentukan untuk mendapatkan kelas sensitivitas (lihat tabel 3.8). Berikut
ini adalah tabel yang digunakan sebagai acuan untuk membuat rumus untuk dimasukkan
kedalam Query. Penentuan klasifikasi nilai sensitivitas pada setiap variabel dengan rumus:
Interval (c) = = = 56
Maka, interval pada masing-masing klasifikasi adalah sebagai berikut: Tabel 3.8 Interval Kelas Klasifikasi Sensitivitas
Klasifikasi Interval
Rendah < 190 Sedang 190 - 240 Tinggi > 240
Setelah mendapatkan nilai dari hasil perkalian skor dan bobot, di klasifikasikan dalam 3
kelas yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dimana nilai < 190 masuk dalam klasifikasi rendah,
190 – 240 masuk dalam klasifikasi sedang dan > 240 masuk dalam klasifikasi tinggi seperti
pada tabel 3.8.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Karakteristik Wilayah Konsentrasi Nelayan
Tingkat Sensitivitas = K*K + UP*UP + M*M+ TGIK*TGIK
Skor maksimal – skor minimal Banyak klasifikasi
300 – 130 3
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
12
4.1.1 Armada Kapal Dalam penelitian ini, variabel jumlah armada kapal merupakan variabel yang
memiliki pengaruh paling besar terhadap sensitivitas wilayah konsentrasi nelayan
perikanan tangkap terhadap perubahan iklim yang dikaitkan dengan jumlah produksi ikan
di pantai utara Jawa bagian barat dan tengah. Berdasarkan hasil wawancara ahli
menggunakan metode AHP (analytical hierarchy process), variabel ini memiliki pengaruh
sebesar 50.9%.
Kategorisasi armada kapal berdasarkan besaran mesin kapal terbagi menjadi tiga,
yaitu: ≤ 10GT, 10 – 30 GT, dan ≥ 30 GT. Namun, rata – rata nelayan masih menggunakan
besaran kapal yang kecil. Dalam penelitian ini untuk menentukan tingkat sensitivitas
difokuskan pada penggunaan kapal ≤ 10GT karena tergolong nelayan tradisional atau
nelayan dengan skala usaha kecil persentase yang digunakan untuk membandingkan
jumlah armada kapal pada setiap kabupaten, yakni kabupaten dengan jumlah armada
kapal ≤ 10GT tinggi memiliki persentase sebesar ≥ 70%, sedang dengan persentase 30 –
70%, dan rendah dengan persentase ≤ 30%.
Pada gambar 4.1, kategori rendah hanya 3 kabupaten, 3 kabupaten dengan kategori
sedang, dan 5 kabupaten dengan kategori tinggi. Kategori Armada Kapal dengan Besaran
≤ 10GT rendah berada pada Kabupaten Pati, Kota Tegal, dan Kabupaten Subang, kategori
sedang berada pada Kabupaten Brebes, Kabupaten, Batang, dan Kota Cirebon, sedangkan
kategori tinggi berada pada Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Jepara. Empat yang masuk dalam
kategori tinggi berada di bagian barat. Sedangkan di bagian Tengah yang masuk kedalam
kategori tinggi hanya Kabupaten Jepara.
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
13
Gambar 4.1 Persentase Armada Kapal ≤ 10GT
4.1.2 Unit Penangkapan Ikan Variabel unit penangkapan ikan merupakan variabel yang memiliki pengaruh
terbesar setelah variabel armada kapal terhadap sensitivitas wilayah konsentrasi nelayan
perikanan tangkap terhadap perubahan iklim yang dikaitkan dengan jumlah produksi ikan
di Pantai Utara Jawa bagian barat dan Tengah. Berdasarkan hasil wawancara ahli
menggunakan metode AHP (analytical hierarchy process), variabel ini memiliki pengaruh
sebesar 23.6%.
Pengklasifikasian unit penangkapan ikan di daerah penelitian terbagi menjadi tiga,
yaitu: Klasifikasi menggunakan jarring, pancing, dan perangkap. Dalam menentukan
tingkat sensitivitas unit penangkapan ikan yang menggunakan perangkap masuk dalam
golongan nelayan tradisional. Persentase penggunaan alat tangkap perangkap
dibandingkan di setiap kabupaten, yakni kabupaten dengan perensentase penggunaan alat
tangkap perangkap tinggi memiliki persentase sebesar ≥ 70%, sedang dengan persentase
30 – 70%, dan rendah dengan persentase ≤ 30%.
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
14
Gambar 4.2 Persentase Unit Penangkapan Ikan Menggunakan Perangkap
Hasil perhitungan diolah kembali untuk menampilkan peta unit penangkapan ikan
dengan non jaring bukan tali (perangkap) di setiap Kabupaten pada daerah penelitian.
Pada gambar 5.2, hampir seluruh kabupaten masuk dalam kategori rendah dan hanya satu
kabupaten dengan kategori tinggi. Kategori penggunaan alat tangkap perangkap memiliki
persentase rendah berada pada Kabupaten Jepara, Kabupaten Cirebon, Kabupaten
Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Pari, Kabupaten Batang, Kota Cirebon, Kota
Tegal, dan Kabupaten Subang. Sedangkan Kabupaten Indramayu memiliki persentase
tinggi.
4.1.3 Teknologi Geo Informasi dan Komunikasi Dalam pengklasifikasian penggunaan Teknologi Geo Informasi dan Komunikasi
(TGIK) di daerah penelitian terbagi menjadi dua, yaitu: menggunakan TGIK dan tidak
menggunakan TGIK. Dalam menentukan tingkat sensitivitas wilayah berdasarkan
penggunaan TGIK akan dibagi tiga kategori, yaitu: tinggi, sedang, dan rendah. Persentase
tinggi dengan penggunaan TGIK sebesar ≤ 30%, sedang dengan persentase 30 – 70%,
dan rendah dengan persentase ≥ 70%.
Terlihat bahwa hampir semua kabupaten di daerah penelitian tidak menggunakan
TGIK sebagai alat bantu navigasi. Penggunaan Teknologi Geo Informasi dan
Komunikasi di daerah penelitian masih kurang dari 50%. Terbanyak hanya pada
Kabupaten Pati, penggunaan TGIK sebanyak 30% (lihat gambar 4.3). Hal ini
dikarenakan armada kapal yang dipakai mayoritas masih dengan besaran ukuran kapal
yang kecil dan rata – rata nelayannya masih tergolong nelayan kecil. Mahalnya alat
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
15
TGIK ini menjadi hambatan nelayan untuk membelinya sebagai alat bantu navigasi
dalam aktivitas menangkap ikan.
Gambar 4.3 Persentase Penggunaan TGIK
4.1.4 Mata Pencaharian
Variabel mata pencaharian (persentase jumlah nelayan penuh) merupakan variabel
yang memiliki pengaruh terhadap sensitivitas wilayah konsentrasi nelayan perikanan
tangkap terhadap perubahan iklim yang dikaitkan dengan jumlah produksi ikan di Pantai
Utara Jawa bagian barat dan Tengah. Berdasarkan hasil wawancara ahli menggunakan
metode AHP (analytical hierarchy process), variabel ini memiliki pengaruh sebesar
4.6%.
Didapat bahwa kategori rendah sebanyak 3 kabupaten, kategori sedang sebanyak 3
kabupaten, dan kategori tinggi sebanyak 5 kabupaten. Kabupaten Karawang dan
Kabupaten Indramayu termasuk dalam kategori tinggi dengan presentase tertinggi
sebesar 100% karena mata pencaharian sebagai nelayan adalah mata pencaharian pokok
untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari – hari dengan menggantungkan hidup
kepada laut. Sedangkan kategori rendah dengan presentase terendah sebesar 11% adalah
Kabupaten Subang, mata pencaharian sebagai nelayan bukan sebagai mata pencaharian
utama, melainkan hanya sebagai mata pencaharian sambilan saja.
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
16
Gambar 4.4 Persentase Nelayan Penuh
4.2 Perubahan Iklim di Daerah Penelitian
Perubahan iklim yang dirasakan nelayan di Pantai Utara Jawa yaitu terjadinya
perubahan atau pergeseran pola musim. Pergeseran pola musim ini berpengaruh pada
kesulitan nelayan memprediksi tingginya gelombang dan kecepatan angin. Gambaran bentuk
pergeseran musim dapat dilihat pada tabel 4.5. Gambaran yang ditampilkan tersebut tidak
dapat dijadikan patokan karena nelayanpun merasa kesulitan saat menentukan kapan musim
barat dan musim timur. Gambaran musim digambarkan nelayan untuk membandingkan
perubahan atau pergesesaran selama 6 tahun terakhir yaitu gambaran musim yang terjadi pada
tahun 2015 dan musim yang terjadi pada tahun 2010.
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat peneliti menanyakan pada nelayan membandingkan
kejadian musim barat dan musim timur, serta terjadinya perubahan lamanya musim timur dan
memendeknya musim barat. Bahwa pada tahun 2010 musim barat terjadi pada bulan Januari,
Februari, dan Desember. Musim barat pada taun 2010 hanya terjadi selama tiga bulan dengan
puncak pada bulan Februari. Saat ini terdapat pergeseran musim, dimana pada tahun 2015
Musim Barat sudah mengalami pergeseran yaitu terjadi Desember, Januari, Februari, Maret
dan April. Tabel 4.5 Kalender Musim
Musim Angin Tahun Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Musim Barat 2010
2015
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
17
Musim Timur 2010
2015
Sumber: Wawancara, 2016.
Musim barat menurut nelayan lebih lama dirasakan yaitu lima bulan dengan puncak
pada bulan Desember dan Januari. Dari hasil wawancara, 40 dari 90 responden masuk dalam
kategori nelayan tradisional yang rata – rata masih menggunakan jenis armada kapal ≤ 10GT.
Aktivitas melautnya sangat dipengaruhi oleh keadaan musim. Pada musim barat kebanyakan
nelayan menghentikan aktivitasnya dan memilih untuk tidak melaut daripada harus bertarung
melawan gelombang tinggi.
Dari hasil analisis frekuensi gelombang laut tinggi ≥ 2,0 meter di wilayah penelitian
masing – masing bulan selama periode 2010 – 2015. Frekuensi gelombang laut tinggi ≥ 2,0
meter paling sering terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari terjadi di wilayah Laut
Jawa bagian barat maupun tengah. Faktor pemicu atau penentu ketinggian gelombang selain
kecepatan angin juga ditentukan oleh durasi lamanya angin bertiup. Walaupun kecepatan
angin bertiup sangat besar, tetapi jika hanya bertiup dalam waktu singkat maka tidak akan
menimbulkan gelombang besar.
Gambar 4.8 Grafik Frekuensi Kejadian Gelombang Tinggi di Pantura Bagian barat dan tengah (Sumber:
Hasil pengolahan data ECMWF).
Frekuensi kejadian gelombang tinggi di pantura bagian barat terbanyak kejadian
gelombang laut tinggi > 2,0 m terjadi pada tahun 2012 sebanyak 18 kali. Sementara di bagian
tengah frekuensi kejadian gelombang tinggi setiap tahunnya mengalami kenaikan puncaknya
pada tahun 2015 gelombang laut tinggi > 2,0 m terjadi 18 kali. Menurut data yang diperoleh
dari statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah dalam
kurun waktu enam tahun (2010 – 2015) jumlah produksi ikan di daerah penelitian mengalami
penurunan. Penurunan yang drastis terjadi pada tahun 2014 yaitu mengalami penurunan
produksi sebesar 684.49 ton dibandingkan pada tahun 2013 dan pada tahun 2015 mengalami
kenaikan produksi sebesar 1147 ton. Dilihat berdasarkan gambar 4.8 kejadian gelombang
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
18
tinggi di Laut Jawa bagian tengah gelombang tinggi > 2,0 m terjadi pada tahun 2015 sebanyak
18 kali berdampak pada jumlah hasil tangkapan di Kabupaten Jepara yang mengalami
penurunan sebesar 5100 ton dibandingkan tahun 2014.
Pergeseran pola musim menurut nelayan sekitar sangat berdampak pada aspek
pengetahuan nelayan tentang alam. Dahulunya nelayan dapat berinteraksi dengan laut telah
memiliki pengetahuan mengenai alam dapat memprediksi tentang keadaan laut dan
keberadaan ikan dengan cara berinteraksi dengan alam seperti angin timur untuk menentukan
saat melaut. Namun saat ini nelayan merasa tidak lagi dapat memprediksi alam. Pengetahuan
nelayan tentang alam telah berubah khususnya tentang musim yang berpengaruh kepada
aktivitas melautnya karena nelayan sangat mengandalkan hidupnya pada alam. Nelayan
mengalami kesulitan saat menentukan kapan hari melaut dan dimana lokasi penangkapan
ikan. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki masyarakat nelayan berdampak kepada
perilaku, cara berpikir dan produktivitas.
4.3 Sensitivitas Wilayah Konsentrasi Nelayan Terhadap Perubahan Iklim
Sensitivitas tinggi berada pada Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten
Jepara, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Bekasi. Untuk Kabupaten Indramayu, memiliki
nilai sensitivitas sangat tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Empat dari lima dari
kabupaten ini berada di pesisir utara Jawa bagian barat. Mata pencaharian dari lima kabupaten
ini hampir seluruhnya adalah nelayan penuh. Nelayannya masih menggunakan armada kapal
≤ 10GT dengan tidak adanya alat bantu navigasi saat beroperasi menangkap ikan. Variasi
penggunaan unit penangkapan ikan antara menggunakan alat tangkap dengan cara perangkap
dan jarring. Karena variabel dan faktor – faktor tersebut menyebabkan tingkat sensitivitas
pada lima kabupaten ini tinggi.
Tabel 4.9 Nilai Sensitivitas
Kabupaten /
Kota
Skoring Tiap Variabel Bobot Tiap Variabel Jumlah
Tingkat
Sensitivitas K UP TGIK M K UP TGIK M
Cirebon 3 1 3 1 152,7 23,6 62,7 4,6 243 Tinggi
Indramayu 3 3 3 3 152,7 70,8 62,7 13,8 300 Tinggi
Jepara 3 1 3 1 152,7 23,6 62,7 4,6 243 Tinggi
Batang 2 1 3 2 101,8 23,6 62,7 9,2 197 Sedang
Pati 1 1 2 3 50,9 23,6 41,8 13,8 130 Rendah
Karawang 3 1 3 3 152,7 23,6 62,7 13,8 252 Tinggi
Subang 1 1 3 1 50,9 23,6 62,7 4,6 141 Rendah
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
19
Brebes 2 1 3 2 101,8 23,6 62,7 9,2 197 Sedang
Kota Cirebon 2 1 3 3 101,8 23,6 62,7 13,8 201 Sedang
Bekasi 3 1 3 2 152,7 23,6 62,7 9,2 248 Tinggi
Kota Tegal 1 1 3 3 50,9 23,6 62,7 13,8 151 Rendah
Sumber: Hasil Pengolahan Data Statistik Perikanan 2015
Pola spasial tingkat sensitivitas yang bernilai rendah berada di Kabupaten Pati,
Kabupaten Subang, dan Kota Tegal. Mata pencaharian di kabupaten ini hampir 70 % adalah
nelayan penuh dan nelayan sambilan utama. Nelayannya sudah menggunakan teknologi kapal
yang lebih modern dengan menggunakan armada kapal ≥ 30GT serta dilengkapi dengan alat
bantu navigasi saat beroperasi menangkap ikan maka dari itu tingkat sensitivitas di dua
kabupaten ini rendah.
Wilayah yang dikategorikan memiliki tingkat sensitivitas rendah tidak berarti
memiliki dampak yang kecil terhadap gelombang laut tinggi ≥ 2,0 m jika dibandingkan
dengan wilayah yang dikategorikan memiliki tingkat sensitivitas sedang dan tinggi, hal
tersebut dapat didukung dengan jumlah nelayan dan frekuensi trip melaut. Adanya perubahan
atau pergeseran musim yang terjadi dari tahun 2010 – 2015, hal tersebut mengindikasikan
adanya fenomena cuaca ektrem yang cukup kuat pada tahun 2015. Sehingga semua nelayan di
pesisir utara Jawa harus selalu waspada ketika datangnya musim barat karena dampaknya
mungkin akan menjadi lebih parah.
Gambar 4.9 Tingkat Sensitivitas Wilayah Konsentrasi Nelayan
Tingkat sensitivitas wilayah berdampak pada jumlah produksi hasil tangkapan ikan.
Wilayah yang masuk dalam sensitivitas tinggi akan berdampak pada penurunan jumlah
produksi tangkapan ikan serta sebaliknya, sensitivitas rendah memiliki jumlah produksi
tangkapan ikan yang tinggi. Pada tabel 4.10 menunjukan tingkat sensitivitas beserta jumlah
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
20
produksi pada tahun 2015 di masing – masing daerah penelitian. Faktor internal lainnya yang
dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan ikan adalah jumlah nelayan, periode melaut atau
jumlah trip nelayan dalam menangkap ikan. Semakin lama dan semakin banyak trip yang
dilakukan semakin banyak pula jumlah hasil tangkapan ikan.
5. Kesimpulan
Sensitivitas wilayah konsentrasi nelayan di pantai utara Jawa bagian barat dan tengah
terhadap perubahan iklim menunjukan pola keruangan semakin ke arah tengah tingkat
sensitivitasnya cenderung semakin rendah. Wilayah sensitivitas tinggi berada di Kabupaten
Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten
Jepara. Wilayah sensitivitas sedang berada di Kota Cirebon, Kabupaten Brebes dan
Kabupaten Batang. Sedangkan wilayah sensitivitas rendah berada di Kota Tegal, Kabupaten
Subang dan Kabupaten Pati.
Hasil temuan dari penelitian ini terungkap bahwa perubahan iklim berdampak terhadap
aktivitas nelayan di daerah penelitian. Wilayah yang tergolong memiliki tingkat sensitivitas
tinggi cenderung mengalami penurunan jumlah produksi tangkapan ikan.
Daftar Referensi 1) BNPB. 2012. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2
Tahun 2012. Jakarta : BNPB 2) Burton, Rosemary. 1995. Travel Geography. London : Pitman Publishing. 3) Ditjen Perikanan.1990. Peraturan Perundangan Perikanan..Kabupaten Pati. Dinas
Perikanan dan Kelautan 4) IPCC. (2007). Summary for policy makers. Climate change 2007: Impacts, adaptation
and vulnerability (p. 7-22). In Parry, M.L., Canziani,O.F., Palutikof, J.P., van der Linden, P.J., & Hanson, C.E. (eds.),. Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel for Climate Change (IPCC). Cambridge: Cambridge University Press
5) Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2011). Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Perikanan Tangkap.
6) Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 7) Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 8) Nomura, M. T. Yamazaki. 1977. Fishing Technique I. Japan International Cooperation
Agency. 206 p. Tokyo. 9) Pola Musiman dan Antar Tahunan Salinitas Permukaan Laut Di Perairan Utara Jawa-
Madura2012Maspari Jurnal 168-177 10) Setianto, I. 2007. Kapal Perikanan. UNDIP, Semarang. 11) Susilo Prawirowardoyo. (1996). Meteorologi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 12) Setianto, I. 2007. Kapal Perikanan. UNDIP, Semarang.
Sensitivitas wilayah ..., Defi Ohfanisa, FMIPA UI, 2016
Top Related