Republik Indonesia
Maret 2010
Sektor Pertanian
SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN
PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BAPPENAS
Kita telah melihat bahwa dengan kemampuannya yang dapat mempengaruhi ekosistem dunia, kehidupan populasi manusia dan pembangunan, perubahan iklim telah menjadi isu kritis paling utama yang mendapat perhatian serius dari para pembuat kebijakan di seluruh dunia. Target utamanya adalah untuk mencegah peningkatan suhu rata-rata global melebihi 2˚C, atau dengan kata lain menurunkan emisi tahunan seluruh dunia hingga separuh dari kondisi sekarang pada tahun 2050. Kita percaya bahwa upaya ini tentunya membutuhkan respon international yang solid – aksi kolektif untuk menghindari konflik antara inisiatif kebijakan nasional dan internasional. Pada saat ekonomi dunia sedang dalam tahap pemulihan dan negara-negara berkembang sedang berupaya keras memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, dampak
perubahan iklim telah ikut serta dalam memperburuk kondisi kehidupan manusia. Untuk itu diperlukan pengintegrasian perubahan iklim sebagai pilar penting dan fokus utama dalam agenda kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.
Kita menyadari bahwa perubahan iklim telah banyak diteliti dan dibahas di seluruh dunia. Berbagai solusi telah ditawarkan, program-program telah didanai dan kemitraan telah terjalin. Namun di luar itu semua, emisi karbon masih terus meningkat baik di negara maju maupun di negara berkembang. Karena lokasi geografisnya, kerentanan Indonesia terhadap dampak negatif perubahan iklim harus menjadi perhatian yang serius. Kita akan berhadapan, dan sudah terlihat oleh kita beberapa dampak negatif seperti musim kemarau yang berkepanjangan, banjir, serta meningkatnya intensitas kejadian cuaca ekstrim. Kekayaan keanekaragaman hayati kita juga berada dalam resiko.
Beberapa pihak yang memilih untuk bersikap diam dalam perdebatan isu perubahan iklim atau memperlambat upaya penanggulangannya kini telah termarginalisasi oleh kenyataan saintifik yang tidak terbantahkan. Puluhan tahun penelitian, analisis dan bukti-bukti nyata yang terjadi telah menunjukkan pada kita bahwa perubahan iklim bukan hanya menjadi isu lingkungan saja, namun juga isu pembangunan secara menyeluruh karena dampaknya akan terasa di semua sektor kehidupan manusia baik sebagai bangsa maupun individu.
Sayangnya, kita tidak dapat mencegah atau menghindar dari beberapa dampak negatif perubahan iklim. Kita dan khususnya Negara-negara maju telah terlalu lama berkontribusi dalam memanaskan bumi ini. Kita harus bersiap oleh karena itu, untuk beradaptasi terhadap perubahan yang akan terjadi, dan dengan
iICCSR - SEKTOR PERTANIAN
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
ii
segenap tenaga berusaha untuk memitigasi agar tidak terjadi perubahan lebih lanjut dari iklim global bumi. Kita telah meratifikasi Protokol Kyoto di masa awal serta berkontribusi aktif dalam negosiasi perubahan iklim dunia, dengan menjadi tuan rumah pada pelaksanaan Konvensi Para Pihak ke 13 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang telah melahirkan Bali Action Plan pada tahun 2007. Kini, kita mencurahkan perhatian kita pada tantangan untuk mencapai target yang telah dicanangkan oleh Presiden yaitu penurunan emisi sebesar 26% hingga tahun 2020. Aksi nyata sangat penting. Namun sebelum melakukan aksi, kita harus siap dengan analisis yang komprehensif, perencanaan strategis dan penetapan prioritas.
Untuk itu saya mengantarkan dokumen Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap, atau disebut ICCSR, dengan tujuan agar perubahan iklim dapat diintegrasikan ke dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.
Dokumen ICCSR menampilkan visi strategis pada beberapa sektor utama yang terkait perubahan iklim, yaitu sektor kehutanan, energi, industri, perhubungan, pertanian, daerah pesisir, sumber daya air, limbah, dan kesehatan. Dokumen Roadmap ini telah diformulasikan melalui analisis yang komprehensif. Kita telah melakukan penaksiran kerentanan secara mendalam, penetapan opsi prioritas termasuk peningkatan kapasitas dan respon strategis, dilengkapi dengan analisis keuangan dan dirangkum dalam perencanaan aksi yang didukung oleh kementerian-kementerian terkait, mitra strategis dan para donor.
Saya meluncurkan dokumen ICCSR ini dan mengundang Saudara untuk ikut mendukung komitmen dan kemitraan, serta bekerjasama dalam merealisasikan prioritas pembangunan berkelanjutan yang ramah iklim serta melindungi populasi kita dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Prof. Armida S. Alisjahbana
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
iii
SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN
Perubahan iklim merupakan proses yang terjadi secara dinamis dan terus-menerus. Oleh sebab itu, strategi antisipasi dan penyiapan teknologi adaptasi menjadi salah satu “target pembangunan pertanian” dalam upaya pengembangan pertanian yang tahan (resilience) terhadap perubahan iklim. Mengingat luasnya dampak dan aspek yang terkait, maka antisipasi, adaptasi, dan mitigasi sektor pertanian dalam menyikapi perubahan iklim harus disusun secara holistik dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh subsektor pertanian dalam “Road map Strategi Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim”.
Road map ini disusun sebagai pedoman dalam mensinergikan program dan rencana aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim antar-subsektor.
Secara spesifik, penyusunan road map ini bertujuan untuk menyiapkan arah dan strategi kebijakan, program dan rencana aksi, tahapan dan strategi pelaksanaan program dan rencana aksi adaptasi dan mitigasi sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim, serta menetapkan sasaran dan waktu pencapaian masing-masing program dan rencana aksi.
Road map sektor pertanian ini harus dijadikan acuan kebijakan bagi setiap subsektor pertanian dalam menyusun program perubahan iklim untuk periode 2010-2029.
Jakarta, Maret 2010
Menteri Pertanian
Suswono
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
iv
PENGANTAR DEPUTI MENTERI BIDANG SUMBER
DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAPPENAS
Sebagai bagian dari solusi dalam menghadapi perubahan iklim global, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca secara nasional hingga 26% dari kondisi dasar dalam kurun waktu 10 tahun dengan menggunakan sumber pendanaan dalam negeri, serta penurunan emisi hingga 41% jika ada dukungan international dalam aksi mitigasi. Dua sektor utama yang berkontribusi terhadap emisi adalah sektor kehutanan dan energi, terutama dari kegiatan deforestasi dan pembangkit tenaga listrik, hal ini dikarenakan oleh sebagian pembangkit yang masih menggunakan bahan bakar tidak terbarukan seperti minyak bumi dan batubara, yang menjadi bagian dari intensitas energi kita yang tinggi.
Dengan lokasi geografisnya yang unik, di antara negara-negara di dunia kita termasuk salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Pengukuran terhadap hal ini diperlukan untuk melindungi masyarakat dari potensi bahaya yang ditimbulkan oleh naiknya permukaan air laut, banjir, perubahan curah hujan, dan dampak negatif lainnya. Jika upaya adaptasi tidak segera dilakukan, maka berdasarkan prediksi analisis, Indonesia dapat mengalami kekurangan sumber air, penurunan hasil pertanian, serta hilangnya atau rusaknya habitat di berbagai ekosistem termasuk di daerah pesisir pantai.
Aksi nasional dibutuhkan baik untuk memitigasi perubahan iklim global maupun untuk mengidentifikasi upaya-upaya adaptasi yang diperlukan. Hal ini menjadi tujuan utama dari dokumen Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap, ICCSR. Prioritas tertinggi dari aksi-aksi tersebut akan diintegrasikan ke dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Untuk itu kita telah berupaya membangun konsensus nasional dan pemahaman mengenai opsi-opsi dalam merespon perubahan iklim. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) merepresentasikan komitmen jangka panjang untuk menurunkan emisi dan melakukan upaya adaptasi serta menunjukkan kesiapan perencanaan program-program yang inovatif dalam upaya mitigasi dan adaptasi hingga puluhan tahun mendatang.
Deputi Menteri Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
U. Hayati Triastuti
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
v
PENGANTAR KEPALA BADAN PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
Perubahan iklim yang dampaknya sudah sangat dirasakan di sektor pertanian harus diatasi melalui perencanaan yang matang dilanjutkan dengan program aksi melalui tindakan nyata oleh semua fihak. Road Map Strategi Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim ini merupakan strategi antisipasi, mitigasi dan adaptasi setiap sub sektor dan bidang masalah lingkup Sektor Pertanian untuk meminimalkan dampak variabilitas dan perubahan iklim di sektor pertanian.
Road Map ini disusun bersama oleh tim dari sub sektor dan bidang masalah pertanian yang koordinasikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Program Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Sektor Pertanian (KP3I), dengan struktur yang sederhana
agar mudah dipahami oleh para pengambil kebijakan dan pelaksana. Road Map ini perlu juga dijabarkan secara teknis, baik dalam upaya mitigai maupun adaptasi.
Penghargaan dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup KemNeg PPN/BAPPENAS, Deputi Bidang Peningkatan Konservasi SDA dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, KemNeg LH, Sekjen Deptan, Dirjen dan Kepala Badan lingkup Kementerian Pertanian, serta tim penyusun dan kontributor, baik dari Badan Litbang Pertanian maupun Setjen Deptan, Ditjen Perkebunan, Tanaman Pangan, Hortikultura, PLA, Peternakan, P2HP, BKP, Perguruan Tinggi. Khususnya juga kepada kepada Tim Second National Communication (SNC), Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ), dan Tim Roadmap Bappenas serta semua pihak yang telah berkontribusi dan berperan aktif dalam penyusunan Road Map ini.
Jakarta, Maret 2010 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Sumardjo Gatot Irianto
TIM PENYUSUN
Penanggungjawab : Dr. S. Gatot Irianto, DEA Ka. Badan Litbang Pertanian
Tim Teknis
1. Prof. Dr.Irsal Las, Ka BB Litbang SDL Pertanian, (Ketua Tim).
2. Dr. Astu Unadi, Ka Balitlimat (Wakil Ketua Tim)
3. Dr. Eleonora Runtunuwu (Sekretaris Tim)
4. Dr. Irawan
5. Dr. Fahmuddin Agus
6. Ir. Elza Surmaini, M.Si
7. Ir. Erni Susanti, M.Sc
8. Dr. Aris Pramudia
9. Adang Hamdani. SP
10. Ir. Sucianti, M.Si
11. Dr. Istiqlal Amien
12. Dr. Sukarman
13. Drs. Wahyunto, M.Sc
14. Dr. Prihasto Setianto
15. Prof. Dr. A. K. Makarim
16. Dr. Amlius Thalib
17. Haryono, SP., MM
18. Prof. Dr. Rizaldi Boer (IPB-CCROM)
19. Prof. Dr. Supiandi Sabiham (IPB)
20. Prof. Dr. Hidayat Pawitan (IPB)
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
vi
Kontributor
1. Dr. Haryono, Sekretaris Badan Litbang Pertanian
2. Dr. Sri Rochayati, M.Sc (Badan Litbang Pertanian)
3. Dr. Ahmad Rachman (Badan Litbang Pertanian)
4. Dr. Dedi Nursyamsi (Badan Litbang Pertanian)
5. Dr. Ai Dariah (Badan Litbang Pertanian)
6. Dr. M. Ardiansyah (IPB-CCROM)
7. Ir. Achmad Fuadi, M.Si (Setjen/Biro Perencanaan)
8. Ir. Yuliana E. Utami (Setjen/Biro Perencanaan)
9. Dr. Herdrajat (Ditjen Perkebunan)
10. Heru Tri Widarto, SSi, M.Si (Ditjen Perkebunan)
11. Ir. Galih Surti, MM (Ditjen Perkebunan)
12. Ir. Ati Wasiyati, MM (Ditjen Tanaman Pangan)
13. Ir. Endang Titik Purwani, MM (Ditjen Tanaman Pangan)
14. Ir. Prasetyo M, MM (Ditjen PLA)
15. Ir. Diah Susilokarti, MP (Ditjen PLA)
16. Ir. Sukirno, MM (Ditjen Hortikultura)
17. Ir. Sulistyo Sadewo (Ditjen Hortikultura)
18. Dr. Riwantoro (Ditjen Peternakan)
19. Ir. Mursid, MS (Ditjen Peternakan)
20. Ir.Bambang Sugiarto, M.Sc (Badan Ketahanan Pangan)
21. Ir. Iwan F. Malonda, M.Kom (Badan Ketahanan Pangan)
22. Ir. Jamil Musanif (P2HP)
23. Ir.Susanto, MM (P2HP)
24. Dede Sulaeman, ST, MSi (P2HP)
25. Hermanto S.Sos (Badan Litbang Pertanian)
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
vii
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
vii
DAFTAR ISI
SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
KEPALA BAPPENAS i
SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN iii
PENGANTAR DEPUTI MENTERI BIDANG SUMBER DAYA ALAM
DAN LINGKUNGAN HIDUP BAPPENAS iv
PENGANTAR KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN v
TIM PENYUSUN vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Tujuan 3
1.3 Pendekatan 4
2 ARAH DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 7
2.1 Visi Kementerian Pertanian 8
2.2 Misi Kementerian Pertanian 8
2.3 Tujuan Pembangunan Pertanian 9
2.4 Arah Kebijakan Kementerian Pertanian 9
2.5 Strategi Fundamental dan Akselerasi 11
2.6 Program Kementerian Pertanian 12
3 KERENTANAN DAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
TERHADAP SEKTOR PERTANIAN 13
3.1 Perubahan Pola Curah Hujan dan Iklim Ekstrem 14
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
ix
3.1.1 Kerentanan sektor pertanian terhadap bahaya kekeringan 17
3.1.2 Kerentanan dan dampak sektor pertanian terhadap bahaya banjir 21
3.1.3 Dampak pergeseran pola curah hujan 23
3.2 Kerentanan Sektor Pertanian terhadap Peningkatan Suhu Udara 23
3.3 Dampak Kenaikan Muka Air Laut terhadap Sektor Pertanian 26
4 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN PERTANIAN
MENYIKAPI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM 29
4.1 Strategi Umum 30
4.2 Antisipasi 30
4.3 Adaptasi Perubahan Iklim 31
4.4 Mitigasi Perubahan Iklim 32
4.5 Penelitian dan Pengembangan 33
4.6 Isu Lintas Sektoral (Cross Cutting Issue) 34
5 ROAD MAP PROGRAM ANTISIPASI, ADAPTASI, DAN MITIGASI
PERUBAHAN IKLIM SEKTOR PERTANIAN 35
5.1 Penelitian dan Pengembangan 36
5.2 Antisipasi Perubahan Iklim 38
5.3 Advokasi dan Diseminasi 39
5.4 Adaptasi dan Mitigasi 39
5.5 Program Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK 40
6 PENUTUP 41
DAFTAR PUSTAKA 43
Lampiran 1. Program dan kegiatan penelitian dan pengembangan menghadapi perubahan iklim global 45
Periode RPJM 2010-2014 48
Lampiran 2. Program dan kegiatan antisipasi sektor pertanian menghadapi perubahan iklim global 49
Lampiran 3. Program dan kegiatan advokasi dan diseminasi menghadapi perubahan iklim global 50
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
x
Lampiran 4. Program dan kegiatan adaptasi dan mitigasi sektor pertanian
menghadapi perubahan iklim global 51
Lampiran 5. Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim 2010-2020 Sektor Pertanian 77
Lampiran 6. Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim 2010-2020 Sektor Pertanian pada Lahan Gambut 78
Lampiran 7. Kerangka Kerja Logis 79
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Luas lahan sawah yang rentan terhadap kekeringan (ha) 18
Tabel 3.2 Pengaruh kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit (Ditjenbun, 2007) 20
Tabel 3.3 Luas lahan sawah rawan banjir/genangan di Jawa (ha) 21
Tabel 3.4 Proyeksi penurunan hasil panen pada tanaman jagung akibat peningkatan laju respirasi
tanaman yang disebabkan oleh kenaikan suhu pada tahun 2050 (Handoko et al, 2008) 24
Tabel 3.5 Dampak kenaikan muka air laut terhadap penurunan luas baku lahan sawah
dan produksi padi/beras hingga tahun 2050 27
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Tren perubahan curah hujan pada periode Des-Feb (atas) dan Jun-Agt (bawah) di Indonesia
Gambar 3.2 Perubahan curah hujan di Tasikmalaya periode 1879-2006
Gambar 3.3 Sepuluh kejadian El-Nino terkuat dalam satu abad terakhir (Lebar garis menunjukkan karakter kejadian, seperti durasi kejadian 6-18 bulan;
Gambar 3.4 Peningkatan frekuensi kejadian El-Nino dan La-Nina (Las et al., 2008)
Gambar 3.5 Luas areal pertanaman padi yang dilanda kekeringan dan banjir di Indonesia dalam periode 1991-2006 (Ditlin Tanaman Pangan, 2007).
Gambar 3.6 Rata-rata luas areal pertanaman padi yang mengalami kekeringan pada tahun El Nino di setiap kabupaten dalam periode 1989-2006.
Gambar 3.7 Produksi padi dan pengaruh kekeringan dan penerapan teknologi, 1971-2004 (Las., et al., 2008a).
Gambar 3.8 Peta penyebaran kerawanan banjir di Indonesia
Gambar 3.9 Rata-2 Wilayah pertanaman padi yang terkena dampak banjir pada tahun La Nina per kabupaten (1989-2006).
Gambar 3.10 Perubahan suhu pada musim hujan (Januari) dan musim kemarau (Juli) di Jakarta, 1860-2000.
Gambar 3.11 Perkiraan perubahan produksi padi per kabupaten pada tahun 2025 dibanding produksi saat ini akibat kenaikan suhu dan kosentrasi CO2 untuk skenario SRESB1 dan SRESA2 pada berbagai skenario perubahan luas lahan sawah dan indeks penanaman padi.
Gambar 3.12 Penyebaran lahan sawah di Indonesia yang berpeluang terkena dampak kenaikan tinggi muka air laut
Gambar 3.13 Dampak kenaikan SLR terhadap lahan sawah di Jawa.
Gambar 3.14 Road map sektor pertanian menghadapi perubahan iklim 2010-2014
15
16
17
17
19
19
20
22
22
24
25
26
27
37
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
xii
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
PENDAHULUAN
1
1
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
2
1.1 Latar Belakang
Perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi masyarakat dunia pada saat ini dan ke depan. Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dari berbagai studi mutakhir memperlihatkan faktor antropogenik, terutama industrialisasi yang berkembang cepat selama 50 tahun terakhir, telah menyebabkan pemanasan global secara signifikan. Seiring dengan pemanasan global, terjadi pula perubahan iklim lainnya, seperti peningkatan frekuensi dan intensitas banjir dan kekeringan serta peningkatan periodisitas El-Nino.
Industrialisasi mendorong peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yang terdiri atas karbondioksida (CO2), dinitro oksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs), dan hidrofloro-karbon (HFCs). Tiga jenis GRK yang disebut terdahulu berhubungan dengan perubahan penggunaan lahan pertanian (LULUCF, Land Use Land Use Change and Forestry).
Walaupun berkontribusi relatif kecil (sekitar 7%) terhadap emisi GRK nasional, namun sektor pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, mengalami dampak (victim) perubahan iklim yang cukup besar. Di sisi lain, sektor pertanian berperan penting dalam kehidupan dan perekonomian nasional, terutama sebagai penghasil utama bahan pangan, bahan baku industri dan bioenergi. Sektor pertanian juga mengasilkan jasa lingkungan dan berbagai fungsi lainnya seperti penyedia lapangan kerja bagi sekitar 40% angkatan kerja Indonesia, penyumbang pertumbuhan ekonomi, menjaga ketahanan pangan, memberikan kesegaran dan keindahan di pedesaan (rural amenity), dan menjaga tata air daerah aliran sungai (Yoshida, 2001; OECD, 2001; EOM dan KANG, 2001; Chen, 2001; Agus et al., 2006). Multifungsi lahan sawah di DAS Citarum, Jawa Barat, diperkirakan bernilai 51% dari nilai gabah yang dihasilkan di DAS tersebut (Agus et al., 2003). Perubahan iklim dapat mempengaruhi sektor pertanian, baik sebagai penghasil barang yang dapat dipasarkan maupun sebagai penghasil berbagai jasa. Oleh sebab itu, antisipasi dan adaptasi sektor pertanian terhadap perubahan iklim harus menjadi program utama dalam menghadapi perubahan iklim.
Dalam lima tahun terakhir sektor pertanian berhasil meningkatkan produksi padi dari 54,1 juta ton GKG pada tahun 2004 menjadi 60,3 juta ton GKG pada 2008 atau meningkat rata-rata 2,8% per tahun, bahkan laju peningkatan produksi padi dalam tiga tahun terakhir (2006-2008) mencapai 5,2% per tahun. Kenaikan produksi ini menjadikan Indonesia kembali berswasembada beras pada tahun 2008. Selain padi, produksi jagung dan kedelai juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 9,5% dan 3,14% per tahun (Ditjen Tanaman Pangan, 2009; Apryantono, et al. 2009)). Namun tanaman pangan pada umumnya paling rentan terhadap hampir semua komponen perubahan iklim, sehingga upaya adaptasi sangat diperlukan.
Subsektor perkebunan dengan komoditas utamanya kelapa sawit, karet, dan coklat juga mempunyai posisi yang sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional, antara lain penyediaan bahan baku industri dan sebagai komoditas ekspor yang paling dominan menghasilkan devisa, penyediaan bahan baku energi terbarukan (bioenergi), dan penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, subsektor perkebunan
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
3
memiliki fungsi ekologis yang unggul, tertutama dalam menyerap karbon dioksida. Oleh sebab itu, subsektor perkebunan berperan strategis dalam mitigasi perubahan iklim dan pada gilirannya berpotensi dalam perdagangan karbon (carbon trading).
Di sisi lain, areal lahan perkebunan, khususnya kelapa sawit, dalam beberapa tahun terakhir meluas ke lahan gambut. Pembukaan lahan gambut menjadi kontroversi dan polemik internasional karena berpotensi meningkatkan emisi GRK. Subsektor peternakan juga menyumbang emisi GRK cukup signifikan terhadap sektor pertanian.
Sektor pertanian juga dituntut untuk berperan dalam mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) sebagai bahan baku energi (bioenergi) seperti biodiesel, bioetanol, dan biogas. Tanaman sumber utama biodiesel adalah kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, dan kemiri sunan, sedangkan sumber bioetanol adalah tanaman penghasil pati (sagu, ubi-ubian), gula (tebu, nira), dan selulose (limbah kayu, bagas tebu). Bahan baku utama biogas adalah kotoran ternak.
Oleh sebab itu, peningkatan produksi pertanian di masa yang akan datang bukan hanya ditujukan untuk stabilitas ketahanan pangan, tetapi juga untuk mitigasi emisi GRK dan stabilitas ketahanan energi.
Terkait dengan peranan strategis sektor pertanian bagi pembangunan nasional, kendala dan ancaman yang dihadapi di masa depan, khususnya perubahan iklim, maka upaya antisipasi dan adaptasi menghadapi perubahan iklim perlu dirumuskan dalam bentuk peta jalan (road map).
1.2 Tujuan
Road map Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim disusun sebagai pedoman dalam mensinergikan program dan rencana aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim antar-subsektor. Secara spesifik, penyusunan road map ini bertujuan untuk:
a. menyiapkan arah kebijakan dan strategi sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim;
b. menyiapkan program dan rencana aksi sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim;
c. menyiapkan tahapan dan strategi pelaksanaan program dan rencana aksi adaptasi dan mitigasi sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim;
d. menetapkan sasaran dan waktu pencapaian masing-masing program dan rencana aksi.
1.3 Pendekatan
Road map Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim disusun berdasarkan kajian dan analisis terhadap berbagai dokumen dan data, serta hasil-hasil penelitian sebelumnya, diskusi dan konsultasi dengan berbagai pihak terkait, maupun melalui seminar, focus group discussion (FGD) yang diwadahi oleh Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim (KP3I) Sektor Pertanian dan Tim Road map Bappenas serta Kelompok Kerja Komunikasi Nasional Kedua (SNC) Perubahan Iklim.
Beberapa dokumen yang menjadi sumber penyusunan road map antara lain adalah:
a) Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim (dihasilkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup).
b) Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK).
c) Mainstreaming of Climate Change to Government Work Plan.
d) Mainstreaming of Climate Change into National Development Agenda.
e) Technology Need Assessment for Adaptation and Mitigation to Climate Change in Agricultural Sector.
f) Konsep dan Arahan Renstra Kementerian Pertanian 2010-2014.
g) Program 100 Hari Depertemen Pertanian.
h) Road map Pengembangan Kelapa Sawit, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian.
i) Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis (SEAMEO BIOTROP).
j) Indonesian National Greenhouse Gas Inventory under the UNFCC: Enabling Acivities for the Preparation of Indonesia’s Second National Commnication to the UNFCCC: GHG Inventory, GHG Emission Reduction, Vulnerability and Adatation) (KLH & UNDP).
k) Laporan kegiatan Tim KP3I (Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Global terhadap Sektor Pertanian), Badan Litbang Pertanian.
l) Laporan hasil penelitian Sumberdaya Lahan (Tanah, iklim, air) Badan Litbang Pertanian.
Konsultasi dilakukan dengan pejabat, peneliti atau pakar terkait, dan kelompok kerja atau tim kajian di lingkup Kementerian Pertanian, seperti Badan Litbang Pertanian, Setjen Pertanian, Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Perkebunan, Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, Ditjen Hortikultura, Ditjen Peternakan, Badan Ketahanan Pangan, Ditjen P2HP, dan Badan Pengembangan SDM Pertanian.
Hasil FGD berupa penyamaan persepsi di lingkup Kementerian Pertanian mengenai perubahan iklim diintegrasikan dengan hasil kajian dan analisis kerentanan dan adaptasi sektor pertanian oleh Kelompok Kerja SNC, serta adanya masukan data VA dari Tim Basis Akademis Bappenas-GTZ. Selain itu dilakukan juga empat kali FGD di lingkup Bappenas-GTZ dengan melibatkan nara sumber, antara lain Dr. Irving
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
4
Mintzer, Mr. Heiner von Luepke, dan Prof. Dr. Handoko. Kemudian perumusan prioritas program dan kegiatan pembangunan pertanian terkait dengan perubahan iklim dilakukan melalui konsinyasi antara Tim KP3I dengan subsektor terkait di lingkup Kementerian Pertanian dan Biro Perencanaan Kementerian Pertanian.
Road map Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim disusun untuk periode (time frame) 20 tahun, yakni perencanaan program untuk tahun anggaran 2010-2029 dengan harapan rumusannya dapat digunakan untuk empat periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Namun program dan rencana aksi yang rinci disiapkan untuk RPJMN 2010-2014. Selain itu dalam rangka menyiapkan program penurunan emisi GRK sebesar 26% atau 41% pada tahun 2020, juga disusun Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK (RAN-PEGRK) dalam bentuk matrik program.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
5
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
6
ARAH DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN
PERTANIAN
2
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
7
Salah satu masalah yang mendasar pada sektor pertanian adalah keterbatasan sumberdaya lahan, baik dari aspek sosial-ekonomi maupun fisik, yang ditandai oleh (a) terjadinya degradasi kualitas lahan sehingga produktivitasnya menurun atau laju peningkatan produktivitas berkurang (leveling off), (b) tidak terkendalinya konversi lahan pertanian produktif dan terbatasnya ketersediaan lahan potensial untuk ekstensifikasi pertanian, dan (c) terjadinya fragmentasi penguasaan lahan.
Konversi lahan pertanian produktif di Indonesia merupakan salah satu ancaman serius bagi berkelanjutan ketahanan pangan nasional. Dalam periode 1999-2003 konversi lahan sawah mencapai 424.000 ha (106.000 ha/tahun) (Sutomo, 2004). Selain itu, terdapat sekitar 9,55 juta KK yang memiliki lahan < 0,5 ha dan angka tersebut cenderung meningkat akibat fragmentasi lahan serta makin tingginya insentif untuk usaha pada sektor non-pertanian. Perubahan iklim dengan segala dampaknya akan semakin menekan sektor pertanian dalam mencapai berbagai sasaran pembangunan pertanian, seperti peningkatan produksi dan kesejahteraan petani.
Berdasarkan persoalan mendasar dan target yang ingin dicapai, arah dan program Kementerian Pertanian ke depan ditujukan untuk mencapai visi, misi, dan tujuan pembangunan pertanian (Renstra Deptan 2010-2014).
2.1 Visi Kementerian Pertanian
Terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan berkelanjutan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan petani.
2.2 Misi Kementerian Pertanian
1) Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis iptek dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis.
2) Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan.
3) Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) dikonsumsi.
4) Meningkatkan produk pertanian sebagai bahan baku industri.
5) Mengamankan plasma nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung pembangunan pertanian.
6) Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal, guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
8
7) Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional, dan internasional.
8) Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur, dan berkeadilan.
9) Menjadikan petani kreatif, inovatif, dan mandiri, serta mampu memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian yang berdaya saing tinggi.
10) Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah di bidang pertanian yang amanah dan profesional.
2.3 Tujuan Pembangunan Pertanian
Sebagai acuan untuk mencapai visi dan melaksanakan misi tersebut Kementerian Pertanian menetapkan lima target sukses pembangunan pertanian yaitu: (1) peningkatan produksi dan swasembada berkelanjutan; (2) ketahanan pangan dan gizi; (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor; (4) peningkatan pendapatan petani; dan (5) adaptasi perubahan iklim dan kelestarian lingkungan.
2.4 Arah Kebijakan Kementerian Pertanian
Kementerian Pertanian telah merumuskan 15 butir arah kebijakan pembangunan pertanian untuk RPJM 2010-2014, dan beberapa di antaranya sangat terkait dengan isu perubahan iklim dan lingkungan, antara lain:
1) Meningkatkan produksi bahan pangan utama dan komoditas unggulan berbasis sumberdaya lokal dan mengupayakan diversifikasi konsumsi, pemerataan distribusi, dan aksesibilitas bahan pangan.
2) Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia pertanian (petani, peternak, dan aparatur), terutama dalam menghadapi perubahan iklim dan cekaman lingkungan.
3) Mengembangkan dan merehabilitasi infrastruktur pertanian (pengairan, jalan usahatani, perluasan areal, pengelolaan lahan termasuk padang penggembalaan, serta status dan kepemilikan lahan).
4) Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air serta mengembangkan kegiatan pertanian berwawasan lingkungan hidup.
5) Melakukan perlindungan terhadap kegiatan pertanian dan produksinya (subsidi, asuransi pertanian, tarif, stabilisasi harga).
6) Meningkatkan kegiatan penelitian dan diseminasi hasil penelitian, tertutama dalam menghasilkan dan mengembangkan teknologi pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
9
Padi, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi merupakan komoditas pangan utama bagi masyarakat Indonesia, sehingga upaya pemenuhan dari produksi dalam negeri menjadi sangat krusial. Padi dan jagung saat ini sudah dapat dipenuhi pengadaannya dari produksi dalam negeri dan perlu dipertahankan dan dimantapkan lagi ke depan. Kedelai, gula, dan daging sapi ditargetkan untuk dapat berswasembada dalam lima tahun ke depan. Dalam periode 2010-2014 terdapat 32 komoditas yang diunggulkan untuk dikembangkan.
Aktivitas pembangunan pertanian tidak hanya terbatas pada upaya pemanfaatan dan pengefektifan kapasitas produksi yang ada, tetapi juga diupayakan melalui penambahan kapasitas produksi. Oleh karena itu, pengembangan dan rehabilitasi infrastruktur pertanian menjadi sangat fundamental, terutama pengairan, jalan usahatani, dan areal pertanian. Untuk itu akan dilakukan pembuatan dan rehabilitasi saluran irigasi tersier dan saluran irigasi di areal persawahan, penyediaan pompa air dalam, sumur resapan dan embung, fasilitasi irigasi tetes, dan lainnya, sehingga terjadi penambahan lahan berpengairan.
Lahan dan air merupakan faktor produksi pertanian yang mutlak dibutuhkan. Pemanfaatan lahan pertanian yang ada saat ini masih sangat memungkinkan untuk dioptimalkan, baik melalui pemanfaatan lahan tidur dan rehabilitasi lahan kritis maupun peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan yang sudah diusahakan.
Pemanfaatan air juga masih sangat dimungkinkan untuk diefisienkan. Fenomena yang sering terjadi adalah lahan pertanian kekurangan air pada musim kemarau dan kebanjiran pada musim hujan. Oleh karena itu, pengembangan bangunan konservasi air melalui upaya penyimpanan dan pendistribusian air menjadi salah satu arah kebijakan pertanian lima tahun ke depan.
Kemajuan pertanian tidak terlepas dari kemajuan teknologi yang dinamis sesuai dengan dinamika lingkungan dan kebutuhan pasar. Karena itu, penelitian pertanian tetap menjadi bagian dari arah kebijakan pembangunan pertanian ke depan yang tidak hanya ditekankan pada upaya menghasilkan teknologi baru, tetapi juga mendiseminasikan teknologi tersebut agar betul-betul sampai dan dapat diimplementasikan petani.
Teknologi yang dibutuhkan dalam lima tahun ke depan antara lain adalah berbagai varietas baru komoditas pertanian yang sesuai dengan kebutuhan petani dan adaptif terhadap lingkungan, teknologi pasca-panen/pengolahan, teknologi perbenihan/perbibitan, dan teknologi budi daya pertanian yang sesuai dengan kondisi iklim (Las et al, 2008a).
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
10
2.5 Strategi Fundamental dan Akselerasi
Untuk melaksanakan 10 program prioritas pertanian diperlukan strategi fundamental melalui tujuh gema, yaitu:
1) Revitalisasi Lahan
2) Revitalisasi Perbenihan dan Perbibitan
3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana
4) Revitalisasi Sumberdaya Manusia
5) Revitalisasi Pembiayaan Petani
6) Revitalisasi Kelembagaan Petani
7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir
Selain strategi fundamental diperlukan pula upaya untuk mempercepat pembangunan pertanian dengan strategi akselerasi, yaitu:
1) Mendorong peningkatan produksi dan produktivitas berbasis komoditas lokal dengan mengantisipasi perubahan iklim dan penerapan praktek pertanian yang berwawasan lingkungan hidup.
2) Mendorong pengembangan industri pengolahan pertanian di pedesaan secara efisien guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing di pasar dalam negeri dan internasional.
3) Mengembangkan kawasan komoditas unggulan pertanian berdasarkan database, masterplan/roadmap.
4) Menumbuhkan usaha ekonomi produktif di pedesaan yang berbasis pertanian dan sumberdaya lokal.
5) Meningkatkan dan menjaga mutu dan keamanan pangan pada semua tahapan produksi, mulai dari hulu sampai hilir.
6) Meningkatkan diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan mengupayakan kelancaran distribusi serta stabilitas harga.
7) Meningkatkan kegiatan penelitian, khususnya dalam upaya perakitan varietas dan bibit unggul, pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, peningkatan nilai tambah dan daya saing.
8) Mempercepat diseminasi hasil penelitian dengan mengoptimalkan kelembagaan pengkajian, diklat, penyuluhan, tenaga teknis pertanian lapangan dan kelembagaan petani dan peternak.
9) Meningkatkan kegiatan perkarantinaan dalam rangka pengawasan dan pengendalian organisme
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
11
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
12
pengganggu tanaman (OPT) dan hewan serta kesehatan manusia dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh lalu lintas komoditas pertanian, baik antar- pulau maupun antar-negara
10) Meningkatkan citra pertanian melalui upaya promosi dan penghargaan kepada pelaku usaha yang sukses di bidang pertanian, serta koordinasi dengan pihak perguruan tinggi untuk memperkaya kurikulum dengan memasukkan unsur agribisnis/entrepreneurship dalam mata kuliah atau dalam praktek lapang.
2.6 Program Kementerian Pertanian
Sesuai dengan kebijakan Reformasi Perencanaan dan Penganggaran, program Kementerian Pertanian disesuaikan dengan tugas dan fungsi yang ada di masing-masing unit Eselon I yang dijabarkan ke dalam 10 program prrioritas pada Rencana Strategis (Renstra) 2010-2014, yakni:
1) Audit lahan dan sertifikasi.
2) Pencetakan 100 ribu ha lahan baru per tahun.
3) Perbenihan (300 ribu ton padi dan 80 ribu ton jagung).
4) Perbibitan (200 ribu ekor sapi per tahun).
5) Infrastruktur (jaringan irigasi tingkat usahatani dan jaringan irigasi desa).
6) Sarana (pupuk anorganik dan pengembangan pupuk organik).
7) Pengembangan sumberdaya manusia (sekolah lapang pertanian, 60 ribu penyuluh, pelatihan dan pemagangan).
8) Pembiayaan petani (PUAP, sarjana membangun desa, lembaga distribusi pangan masyarakat , LM3).
9) Pengembangan kelembagaan petani (pemberdayaan Gapoktan, lembaga keuangan mikro).
Revitalisasi teknologi dan industri hilir (traktor, pompa air, packing house, penggilingan, perontok, dryer, silo, mini feed mill, alat pemerah susu, RPH, pengolahan kompos dan biogas).
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
13
KERENTANAN DAN DAMPAK PERUBAHAN
IKLIM TERHADAP SEKTOR PERTANIAN
3
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
14
Kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim dapat didefinisikan sebagai tingkat kekurangberdayaan suatu sistem usaha tani dalam mempertahankan dan menyelamatkan tingkat produktivitasnya secara optimal dalam menghadapi cekaman perubahan iklim. Pada dasarnya kerentanan bersifat dinamis sejalan dengan kehandalan teknologi, kondisi sosial-ekonomi, sumberdaya alam dan lingkungan. Kerentanan dipengaruhi oleh tingkat keterpaparan (exposure) terhadap bahaya dan kapasitas adaptif serta dinamika iklim itu sendiri. Dampak adalah tingkat kondisi kerugian, baik secara fisik, produk, maupun secara sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh cekaman perubahan iklim.
Pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, paling rentan terhadap perubahan iklim terkait tiga faktor utama, yaitu biofisik, genetik, dan manajemen. Hal ini disebabkan karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cakeman, teutama cekaman (kelebihan dan kekurangan) air. Secara teknis, kerentanan sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta varietas tanaman (Las., et al, 2008b). Tiga faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim global, yang berdampak terhadap sektor pertanian adalah: (1) perubahan pola hujan dan iklim ekstrim (banjir dan kekeringan), (2) peningkatan suhu udara, dan (3) peningkatan muka laut.
3.1 Perubahan Pola Curah Hujan dan Iklim Ekstrem
Perubahan pola hujan sudah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia sejak beberapa dekade terakhir, seperti awal musim hujan yang mundur pada beberapa lokasi, dan maju di lokasi lain (Ibrahim, 2004). Penelitian Aldrian dan Djamil (2006) menunjukkan jumlah bulan dengan curah hujan ekstrim cenderung meningkat dalam 50 tahun terakhir, terutama di kawasan pantai.
Naylor (2007) memprediksi arah perubahan pola hujan tipe di wilayah Bagian Barat Indonesia dan Selatan Khatulistiwa. Di Bagian Utara Sumatea dan Kalimantan, intensitas curah hujan cenderung lebih tinggi dengan periode yang lebih pendek, sedangkan di Wilayah Selatan Jawa dan Bali akan menurun tetapi dengan periode yang lebih panjang. Secara nasional, Boer et al. (2009) mengungkapkan tren perubahan secara spasial (Gambar 3.1), di mana curah hujan pada musim hujan lebih bervariasi dibandingkan dengan musim kemarau.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
15
Gambar 3.1. Tren perubahan curah hujan pada periode Des-Feb (atas) dan Jun-Agt (bawah) di Indonesia
Data curah hujan rata-rata 10 tahun (1994-2002) untuk musim hujan dibandingkan dengan data curah hujan normal dalam 30 tahun (1970-2000) menunjukkan banyaknya wilayah yang mengalami penurunan jumlah curah hujan. Sebagai contoh, penurunan jumlah curah hujan di Tasikmalya dalam periode 1879-2006 (Gambar 3.2) telah menurunkan potensi satu musim tanam padi (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007). Kondisi yang tidak menguntungkan ini juga terjadi di Wilayah Utara dan Selatan Sumatera, Kalimantan Barat, Jawa Timur, NTT, NTB, dan Sulawesi Tenggara.
Gambar 3.2. Perubahan curah hujan di Tasikmalaya periode 1879-2006
Keragaman iklim antar-musim dan tahunan yang disebabkan oleh fenomena ENSO dan Osilasi Antlantik atau Osilasi Pasifik akhir-akhir ini semakin meningkat dan menguat. Menurut Timmerman et al. (1999) dari Max Planck Institute dan Hansen et al (2006), pemanasan global cenderung meningkatkan frekuensi El-Nino (Gambar 3.3) dan menguatkan fenomena La-Nina (Gambar 3.4). Peningkatan siklus ENSO (El Nino Southern Oscillation) dari 3-7 tahun sekali menjadi semakin 2-5 tahun sekali (Ratag, 2001).
Kejadian iklim ekstrim antara lain menyebabkan: (a) kegagalan panen dan tanaman, penurunan IP yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi; (b) kerusakan sumberdaya lahan pertanian; (c) peningkatan frekuensi, luas, dan bobot/intensitas kekeringan; (d) peningkatan kelembaban; dan (e) peningkatan intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Las, et al., 2008).
Cur
ahhu
jan/
cura
hhu
jan
rata
-rat
a
0.000.200.400.600.801.001.201.401.601.802.00
1879 1890 1901 1912 1923 1934 1945 1956 1967 1978 1989 2000
Tahun
Cur
ah h
ujan
/Cur
ah h
ujan
rat
a-ra
taC
urah
huja
n/cu
rah
huja
nra
ta-r
ata
0.000.200.400.600.801.001.201.401.601.802.00
1879 1890 1901 1912 1923 1934 1945 1956 1967 1978 1989 2000
Tahun
Cur
ah h
ujan
/Cur
ah h
ujan
rat
a-ra
ta
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
16
Gambar 3.3. Sepuluh kejadian El-Nino terkuat dalam satu abad terakhir (Lebar garis menunjukkan karakter kejadian, seperti durasi kejadian 6-18 bulan;
Sumber:http://www.ncdc.noaa.gov/oa/climate/research/1998/enso/ 10elnino.html).
Gambar 3.4. Peningkatan frekuensi kejadian El-Nino dan La-Nina (Las et al., 2008)
3.1.1 Kerentanan sektor pertanian terhadap bahaya kekeringan
Tingkat kerentanan lahan pertanian terhadap kekeringan cukup bervariasi antar-wilayah dan hal ini menunjukkan bahwa lahan sawah di beberapa wilayah di Sumatera dan Jawa rentan terhadap bahaya kekeringan (Tabel 3.1). Dari 5,14 juta ha lahan sawah yang dievaluasi, 74 ribu ha di antaranya sangat rentan dan sekitar satu juta ha rentan terhadap kekeringan (Wahyunto, 2005).
1900 1910 1920 1930 1940 1950 1960 1970 1980 1990 2000
La Nina
Normal
El Nino
Pola El Nino, Normal, dan La Nina, 1900-2003
98
91 94 97 02
03
10,02>83,617
15,03722,036
5,01618,345
5,01528,074
35,07414,043
15,03325,072
15,0327,221
PersenFrekuensiIntensitasPersenFrekuensiIntensitas
La NinaEl Nino
10,02>83,617
15,03722,036
5,01618,345
5,01528,074
35,07414,043
15,03325,072
15,0327,221
PersenFrekuensiIntensitasPersenFrekuensiIntensitas
La NinaEl Nino
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
17
Tabel 3.1. Luas lahan sawah yang rentan terhadap kekeringan (ha).
Wilayah/ provinsi Sangat rentan Rentan Luas baku Sawah
Jawa Barat - 30.863 971.474Banten - 26.588 192.904
Jawa Tengah 2.322 142.575 1.053.882
DI Yogyakarta - 3.652 69.063
Jawa Timur 1.580 70.802 1.313.726
Bali - 14.758 85.525
Nusa Tenggara 38.546 105.687 214.576
Lampung 29.378 168.887 278.135
Sumatera Selatan - 184.993 439.668Sumatera Utara 2.055 342.159 524.649Jumlah 73.881 1.090.964 5.143.602
Dalam periode 1991-2006, luas tanaman padi yang dilanda kekeringan berkisar antara 28.580-867.930 ha per tahun dan puso 4.614-192.331 ha (Direktorat Perlindungan Tanaman, 2007). Kekeringan yang lebih luas terjadi pada tahun-tahun El Nino (Gambar 3.5).
Tim SNC (2009) mengidentifikasi luas rata-rata wilayah pertanaman padi yang mengalami kekeringan pada tahun El Nino periode 1989-2006 pada masing-masing kabupaten. Wilayah yang terkena kekeringan lebih besar dari 2.000 ha per kabupaten antara lain di Pantai Utara Jawa Barat, terutama Kabupaten Indramayu, sebagian Pantai Utara Nanggroe Aceh Darusalam, Lampung, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, dan Lombok (Gambar 3.6).
Walaupun secara umum produksi padi tetap meningkat dari tahun 1971 sampai 2004, namun pada tahun-tahun tertentu terjadi penurunan produksi akibat kekeringan (Gambar 3.7).
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
18
Gambar 3.5. Luas areal pertanaman padi yang dilanda kekeringan dan banjir di Indonesia dalam periode 1991-2006 (Ditlin Tanaman Pangan, 2007).
Gambar 3.6. Rata-rata luas areal pertanaman padi yang mengalami kekeringan pada tahun El Nino di setiap kabupaten dalam periode 1989-2006.
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
Lu
as
Ke
rus
ak
an
(H
a)
Banjir T 37,977 59,323 83,002 127,666 218,137 107,385 58,197 143,344 190,466 243,594 193,414 219,580 263,181 303,153 295,497 329,826
Banjir P 5,707 9,595 27,348 32,881 46,462 38,167 13,953 33,152 42,275 58,816 32,765 63,459 68,638 76,627 80,384 138,227
Kekeringan T 867,930 42,382 66,987 654,807 28,580 59,560 517,614 180,701 104,539 91,105 151,390 348,512 568,619 163,923 283,660 338,261
Kekeringan P 192,331 7,262 20,411 205,305 4,614 12,482 87,099 32,557 12,631 5,116 12,434 41,690 117,006 26,384 44,829 73,045
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Pada tahun El-Nino wilayahyang terkena dampak
meningkat dengan signifikan
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
19
Gambar 3.7. Produksi padi dan pengaruh kekeringan dan penerapan teknologi, 1971-2004 (Las, et al., 2008a).
Tabel 3. 2. Pengaruh kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit (Ditjenbun, 2007).
Stadiun Kekeringan
Nilai defisit air (mm/thn)
GejalaPengurangan produksi TBS
Pertama 200-300
3-4 pelepah daun muda mengumpulkan dan umumnya tidak membuka1-8 pelepah daun tua patah
21-32%
Kedua 300-4004-5 pelepah daun muda dan umumnya tidak membuka5-12 pelepah daun tua patah
33-43%
Ketiga 400-5004-5 pelepah daun muda mengumpul dan umumnya tidak membuka12-16 pelepah daun tua patah
44-53%
Keempat >500
4-5 pelepah daun muda mengumpul dan umumnya tidak membuka12-16 pelepah daun tua patahPucuk patah
54-65%
Inovasi Teknologi Masa Depan PTT, Pertanian Presisi VU-Hibrida, VU-Tipe Baru, VUB, VUHTB, VUB/VUTB Gogo & Rawa
0
10
20
30
40
50
60
71 73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95 97 99
Prod
uksi
Padi
(Jut
aTo
n)BIMASPelita1&2 PB5, PB8
OPSUSPHTPB26, PB36
INSUSPHTPB36, PB42
SUPRA INSUSPHT, IR64, Cisadane, Krueng Aceh
SUPRA INSUS,SUTPA, PHT, IR64, Membe-ramo, Cibodas
Gema PalagungIP Padi 300SUTPA, SUP, PHTIR64, Memberamo, Cibodas, Ciherang
SUPRA INSUSPHT, IR64, Cisadane
00 02
TerobosanInovasi
Teknologi
04
Kelembagaan & Sarana Produksi
PMI-PAT, dll(Proksi-mantap), P3T.
Kekeringan
Ledakan wereng coklat,Kekeringan
KekeringanBiotipe Sumut
KekeringanKekeringan
Kekeringan
Program Intensifikasi
Inovasi Teknologi
Cekaman Iklim & OPT
Inovasi Teknologi Masa Depan PTT, Pertanian Presisi VU-Hibrida, VU-Tipe Baru, VUB, VUHTB, VUB/VUTB Gogo & Rawa
0
10
20
30
40
50
60
71 73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95 97 99
Prod
uksi
Padi
(Jut
aTo
n)BIMASPelita1&2 PB5, PB8
OPSUSPHTPB26, PB36
INSUSPHTPB36, PB42
BIMASPelita1&2 PB5, PB8
OPSUSPHTPB26, PB36
INSUSPHTPB36, PB42
SUPRA INSUSPHT, IR64, Cisadane, Krueng Aceh
SUPRA INSUS,SUTPA, PHT, IR64, Membe-ramo, Cibodas
Gema PalagungIP Padi 300SUTPA, SUP, PHTIR64, Memberamo, Cibodas, Ciherang
SUPRA INSUSPHT, IR64, Cisadane
00 02
TerobosanInovasi
Teknologi
04
Kelembagaan & Sarana Produksi
PMI-PAT, dll(Proksi-mantap), P3T.
Kekeringan
Ledakan wereng coklat,Kekeringan
KekeringanBiotipe Sumut
Kekeringan
Ledakan wereng coklat,Kekeringan
KekeringanBiotipe Sumut
KekeringanKekeringan
Kekeringan
Program Intensifikasi
Inovasi Teknologi
Cekaman Iklim & OPT
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
20
Dampak kekeringan juga mempengaruhi produktivitas dan kualitas tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kakao, tebu, kopi, dan tebu. Dampak kekeringan pada kelapa sawit sangat nyata menurunkan produksi tandan sawit. Apabila kelapa sawit mengalami defisit air 200-300 mm/tahun maka produksi tandan buah segar (TBS) menurun sebesar 21-32% dan penurunan produksi TBS mencapai 60% jika defisit air terus berlanjut sampai lebih besar dari 500 mm/tahun (Tabel 3.2). Kekeringan juga dapat memicu kebakaran lahan, baik langsung maupun tidak langsung, yang berdampak terhadap penurunan hasil.
3.1.2 Kerentanan dan dampak sektor pertanian terhadap bahaya banjir
Salah satu dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian adalah ancaman banjir yang semakin sering pada lahan sawah, yang menyebabkan berkurangnya luas areal panen dan produksi padi. Luas sawah di Jawa yang rentan terhadap banjir/ genangan disajikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Luas lahan sawah rawan banjir/genangan di Jawa (ha)
Propinsi Sangat rawan Rawan Kurang rawan Tidak rawan Jumlah
Jawa Barat 27.654 205.304 324.734 409.984 967.676
Banten 7.509 53.472 89.291 42.259 192.531
Jawa Tengah 49.569 503.803 188.688 303.346 1.045.406
D.I.Yogyakarta - 15.301 34.459 13.622 63.382
Jawa Timur 105.544 306.337 533.447 359.630 1.304.958
Total 162.622 1.084.217 1.170.619 1.128.841 3.573.953Persen 4,5 30,3 32,7 32,5 100,0
Secara nasional tingkat kerawanan banjir per kabupaten di seluruh Indonesia disajikan dalam Gambar 3.8. Luas sawah rawan banjir/genangan di Jawa mencapai 1.084.217 ha dan yang sangat rawan 162.622 ha, sedangkan di Sumatera 267.178 ha, 124.465 ha di antaranya terdapat di Sumatera Selatan dan 50.606 ha di Jambi.
Berdasarkan laporan Ditlin Tanaman Pangan (2007), luas wilayah yang terkena dampak banjir selama 16 tahun (1991-2006) di Indonesia berfluktuasi dengan rata-rata luas kerusakan lahan 37.977-32.826 ha, dan yang mengalami puso 5.707-138.227 ha (Gambar 3.5). Wilayah pertanaman padi yang terkena dampak banjir pada tahun La Nina di setiap kabupaten dalam periode 1989-2006 ditunjukkan pada Gambar 3.9 (SNC, 2009).
Catatan: Sangat rawan = frekuensi banjir 4-5x/5 th; dan luas tanaman padi puso >30% Rawan = frekuensi banjir 3x/5 th; dan luas tanaman padi puso 20-29%.Kurang rawan = frekuensi banjir 1-2x/5 th dan luas tanaman padi puso 10-19%Tidak rawan = tidak ada banjir dalam 5 th
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
21
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
22
Gambar 3.8. Peta penyebaran kerawanan banjir di Indonesia
Peningkatan intensitas banjir secara tidak langsung akan mempengaruhi produksi karena meningkatnya serangan hama penyakit (OPT). Menurut Wiyono (2009), peningkatan frekuensi kejadian banjir dapat menimbulkan masalah berupa serangan hama keong emas pada tanaman padi. Di samping itu juga ada indikasi bahwa sawah yang terkena banjir pada musim sebelumnya berpeluang lebih besar mengalami ledakan hama wereng coklat. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan pada tahun 2007 melaporkan bahwa serangan wereng coklat meningkat drastis pada tahun kejadian La-Nina 1998.
Gambar 3.9. Rata-rata wilayah pertanaman padi yang terkena dampak banjir pada tahun La Nina per kabupaten (1989-2006).
Pada tahun La Nina wilayah yang terkena dampak banjir meningkat
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
23
3.1.3 Dampak pergeseran pola curah hujan
Salah satu dampak perubahan iklim adalah mundurnya awal musim hujan dan makin panjangnya periode musim kemarau. Pergeseran pola hujan sangat mempengaruhi sumberdaya dan infrastruktur pertanian, bergesernya waktu taman, musim dan pola tanam, serta degradasi lahan.
Adanya kecenderungan pemendekan musim hujan dan peningkatan curah hujan di bagian selatan (Jawa dan Bali) mengakibatkan perubahan awal dan durasi musim hujan. Kondisi tersebut menyulitkan upaya peningkatan indeks penanaman (IP) jika tidak diikuti oleh pengembangan varietas berumur genjah, rehabilitasi, dan pengembangan jaringan irigasi. Mundurnya awal musim hujan selama 30 hari dapat menurunkan produksi padi di Jawa Barat dan Jawa Tengah sebanyak 6,5% dan di Bali sebanyak 11% dari kondisi normal.
Sebaliknya, di bagian utara (Sumatera dan Kalimantan) terjadi kecenderunan perpanjangan musim hujan dengan intensitas yang lebih rendah sehingga mengakibatkan pemanjangan musim tanam dan peningkatan IP. Namun produktivitas lahan di Sumatera dan Kalimantan tidak sebaik di Jawa.
Perubahan pola curah hujan juga menyebabkan penurunan ketersediaan air pada waduk, terutama di Jawa. Sebagai contoh, selama 10 tahun rata-rata volume aliran air dari DAS Citarum yang masuk ke waduk menurun dari 5,7 milyar m3 per tahun menjadi 4,9 milyard m3 per tahun (PJT II, 2009). Kondisi tersebut berimplikasi terhadap turunnya kemampuan waduk Jatiluhur mengairi sawah di Pantura Jawa. Kondisi yang sama ditemui pada waduk lain di Jawa, seperti Gajahmugkur dan Kedung Ombo.
3.2 Kerentanan Sektor Pertanian terhadap Peningkatan Suhu Udara
Peningkatan suhu udara global selama 100 tahun terakhir rata-rata 0.570C (Runtunuwu dan Kondoh, 2008). Boer (2007) menggambarkan perubahan suhu udara di Jakarta dalam periode 1880-2000 (Gambar 3.10). Rata-rata peningkatan suhu selama 100 tahun terakhir adalah 1,4°C pada bulan Juli dan 1,04°C pada bulan Januari.
Peningkatan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan transpirasi yang selanjutnya menurunkan produktivitas tanaman pangan (Las, 2007), meningkatkan konsumsi air, mempercepat pematangan buah/biji, menurunkan mutu hasil dan berkembangnya berbagai hama penyakit (OPT).
Gambar 3.10. Perubahan suhu pada musim hujan (Januari) dan musim kemarau (Juli) di Jakarta, 1860-2000.
Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat dan wilayah lainnya, terutama di dataran rendah, akan mengalami penurunan produksi pangan strategis secara signifikan. Tanpa intervensi berupa upaya adaptasi, penurunan produksi jagung mencapai 10,5-19,9% hingga tahun 2050 akibat kenaikan suhu udara (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Proyeksi penurunan hasil panen pada tanaman jagung akibat peningkatan laju respirasi tanaman yang disebabkan oleh kenaikan suhu pada tahun 2050 (Handoko et al, 2008)
Provinsi
Hasil Panen 2006Kenaikan suhu menjelang 2050
Penurunan hasil panen 2050
ton/ha (oC) ton/ha (%)
BaliJawa TimurJawa TengahYogyakartaJawa BaratBantenPulau lainnya
2,83,73,73,25,03,03,2
0,00,03,22,91,60,01,8
0,00,0-0,7-0,6-0,50,0-0,4
0,00,0
-19,9-18,2-10,50,0
-11,7
Rata-rata 3,5
y = 0.1039x + 58.901
y = 0.1424x - 9.9843
245
250
255
260
265
270
275
280
1860 1880 1900 1920 1940 1960 1980 2000
Juli: 1,4oC / 100 thn
Januari: 1,04oC / 100 thn
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
24
Penelitian terbaru KP3I (Boer, 2008) menunjukkan bahwa peningkatan suhu akibat naiknya konsentrasi CO2 akan menurunkan hasil tanaman. Apabila laju konversi lahan sawah 0,77% per tahun dan tidak ada peningkatan indeks penanaman, maka produksi padi di tingkat kabupaten pada tahun 2025 akan mengalami penurunan sebesar 42.500-162.500 ton. Namun, jika dilakukan peningkatan indeks pertanaman maka dampak negatif kenaikan suhu pada tahun 2025 tidak lagi signifikan, terutama di kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah. Upaya peningkatan indeks pertanaman akan efektif di sebagian kabupaten di Jawa Barat dan Jawa Timur (Gambar 3.11).
Suhu udara maksimum dan minimum di Indonesia, berdasarkan data dari Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan dalam periode 1971-2002 (Handoko et al., 2008) menunjukan tren kenaikan suhu udara maksimum dan minimum di hampir seluruh wilayah.
Penurunan hasil pertanian dapat mencapai lebih dari 20% apabila suhu naik melebihi 4oC (Tschirley, 2007). Dengan menggunakan model simulasi tanaman, John Sheehy (IRRI, 2007) menyatakan kenaikan hasil akibat kenaikan konsentrasi CO2 75 ppm adalah 0,5 ton/ha dan penurunan hasil akibat kenaikan suhu 1°C adalah 0,6 ton/ha. Menurut Peng et al. (2004), setiap kenaikan suhu minimum sebesar 1°C akan menurunkan hasil tanaman padi sebesar 10%.
Gambar 3.11. Perkiraan perubahan produksi padi per kabupaten pada tahun 2025 dibanding
produksi saat ini akibat kenaikan suhu dan kosentrasi CO2 untuk skenario SRESB1 dan SRESA2 pada berbagai skenario perubahan luas lahan sawah dan indeks penanaman padi.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
25
3.3 Dampak Kenaikan Muka Air Laut terhadap Sektor Pertanian
Dampak kenaikan muka air laut juga nyata terjadi di Indonesia (Meiviana et al. 2004). Dalam periode 1925-1989, muka air laut naik 4,38 mm/tahun di Jakarta, 9,27 mm/tahun di Semarang, dan 5,47 mm/tahun di Surabaya. Dampak naiknya muka air laut terhadap sektor pertanian terutama terkait dengan penciutan lahan pertanian di pesisir pantai Jawa, Bali, Sumut, Lampung, NTB, dan Kalimantan (Gambar 3.12), kerusakan infrastruktur pertanian, dan peningkatan salinitas tanah dan air sehingga merusak tanaman (Las, 2007).
Gambar 3.12. Penyebaran lahan sawah di Indonesia yang berpeluang terkena dampak kenaikan tinggi muka air laut
Potensi kehilangan luas lahan sawah akibat kenaikan tinggi muka air laut berkisar antara 113.000-146.000 ha, lahan kering areal tanaman pangan 16.600-32.000 ha, dan lahan kering areal perkebunan 7.000-9.000 ha. Menjelang tahun 2050, tanpa upaya adaptasi perubahan iklim secara nasional diperkirakan produksi tanaman pangan strategis akan menurun 20,3-27,1% untuk padi, 13,6% untuk jagung, 12,4% untuk kedelai, dan 7,6% untuk tebu dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Potensi penurunan produksi padi tersebut terkait dengan berkurangnya lahan sawah di Jawa seluas 113.003-146.473 ha, di Sumatera Utara 1.314-1.345 ha, dan di Sulawesi 13.672-17.069 ha (Handoko et al. 2008).
Berdasarkan overlay peta peningkatan muka air laut hasil kegiatan Tim Basis Akademis Bappenas (Sofian, 2009) dengan peta sebaran lahan sawah diketahui luas lahan sawah yang berisiko tergenang atau tenggelam di Jawa disajikan pada Gambar 3.13.
( 5 % Indonesia)( 5 % Indonesia)
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
26
Gambar 3.13. Dampak kenaikan SLR terhadap lahan sawah di Jawa.
Hasil analisis untuk lima wilayah pembangunan menunjukkan hingga tahun 2050 luas baku lahan sawah akan menyusut akibat tergenang atau tenggelam oleh kenaikan muka air laut, yakni di Jawa dan Bali 182.556 ha, Sulawesi 78.701 ha, Kalimantan 25.372 ha, Sumatera 3.170 ha, dan Nusatenggara, khususnya Lombok 2.123 ha (Tabel 3.5).
Tingkat kerugian akibat kenaikan muka air laut terhadap penyusutan lahan sawah dalam bentuk produksi padi pada tahun 2050 diperkirakan akan mencapai 4,3 juta ton GKG atau 2,7 juta ton beras. Potensi dampak tersebut didasarkan pada tingkat produktivitas dan indeks pertanaman pada saat itu sudah meningkat dibandingkan dengan kondisi saat ini. Misalnya, rata-rata produktivitas padi sawah di Jawa dan Bali saat itu 7 t/ha dengan IP 240%, sedangkan di luar Jawa dan Bali 5-6 t/ha dengan IP 150-200%.
Tabel 3.5. Dampak kenaikan muka air laut terhadap penurunan luas baku lahan sawah dan produksi padi/beras hingga tahun 2050.
WilayahLuas baku sawah (ha)
Penurunan luas lahan sawah (ha)
Kerugian setara GKG (juta ton)
Kerugian setara beras ( juta ton)
Jawa dan Bali 3.309.264 182.556 3,067 1,932
Kalimantan 995.919 25.372 0,190 0,119
Sumatera 2.340.642 3.17 0,038 0,024
Sulawesi 892.256 79.701 0,956 0,602
Nusatenggara 341.304 2.123 0,025 0,016
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
27
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
28
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
29
ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN
PERTANIAN MENYIKAPI DAMPAK
PERUBAHAN IKLIM
4
Menyikapi perubahan iklim, kebijakan pembangunan pertanian secara umum adalah meminimalisasi dampak negatif dari fenomena alam tersebut agar sasaran pembangunan pertanian tetap dapat dicapai. Kebijakan juga diarahkan untuk meningkatkan peran sektor pertanian, terutama subsektor perkebunan dan subsektor pertanian di lahan gambut, dalam menurunkan emisi GRK. Secara rinci kebijakan yang akan ditempuh adalah: (1) meningkatkan pemahaman petani dan pihak terkait dalam mengantisipasi perubahan iklim; (2) meningkatkan kemampuan sektor pertanian untuk beradaptasi dengan perubahan iklim, termasuk didalamnya membangun sistem asuransi perubahan iklim; (3) merakit dan menerapkan teknologi tepat guna dalam memitigasi emisi GRK, dan (4) meningkatkan kinerja penelitian dan pengembangan di bidang adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
4.1 Strategi Umum
Penanggulangan dampak perubahan iklim pada sektor pertanian terutama difokuskan pada:
(a) Program aksi adaptasi pada sub-sektor tanaman pangan dalam upaya melestarikan dan memantapkan ketahanan pangan nasional,
(b) Program aksi mitigasi pada sub-sektor perkebunan melalui pengembangan teknologi ramah lingkungan dan penurunan emisi GRK
(c) Sub-sektor lain melakukan adaptasi dan mitigasi dengan terlebih dahulu memprioritaskan pencapaian sasaran pembangunan
4.2 Antisipasi
Antisipasi perubahan iklim, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan (capacity building) pemerintah dan masyarakat dalam hal ini adalah:
Aspek klimatologis, seperti peningkatan kemampuan prediksi pola hujan, musim, dan pengembangan kalender tanam.
Aspek hirologis yang meliputi prediksi dan antisipasi keadaan sumberdaya air, penciutan luas lahan pertanian di sekitar pantai karena naiknya muka air laut.
Perbaikan infrastruktur.
Perbaikan pengadaan dan distribusi sarana pertanian.
Pengembangan daerah pertanian baru pada lokasi berisiko iklim yang rendah untuk memenuhi kebutuhan pangan ke depan.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
30
4.3 Adaptasi Perubahan Iklim
Dari berbagai komoditas pertanian, tanaman pangan paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, upaya adaptasi perubahan iklim untuk tanaman pangan mendapat prioritas utama di samping komoditas lainnya.
1. Tanaman pangan dan hortikultura
Perbaikan manajemen pengelolaan air, termasuk sistem dan jaringan irigasi
Pengembangan teknologi panen air (embung, dam parit) dan efisiensi penggunaan air seperti irigasi tetes dan mulsa.
Pengembangan jenis dan varietas tanaman yang toleran terhadap stres lingkungan seperti kenaikan suhu udara, kekeringan, genangan (banjir), dan salinitas.
Pengembangan teknologi pengelolaan tanah dan tanaman untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman.
Pengembangan sistem perlindungan usahatani dari kegagalan akibat perubahan iklim atau crop weather insurance.
2. Tanaman perkebunan
Pengembangan komoditas yang mampu bertahan dalam cekaman kekeringan dan kelebihan air.
Penerapan teknologi pengelolaan tanah dan tanaman untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman.
Pengembangan teknologi hemat air.
Penerapan teknologi pengelolaan air, terutama pada lahan yang rentan terhadap kekeringan.
3. Pengelolaan peternakan
Pengembangan ternak yang adaptif terhadap lingkungan yang lebih ekstrim (kekeringan, suhu tinggi, genangan).
Pengembangan teknologi silase untuk mengatasi kelangkaan pangan musiman.
Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak (crop livestock system, CLS) untuk mengurangi risiko dan optimalisasi penggunaan sumberdaya lahan.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
31
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
32
4.4 Mitigasi Perubahan Iklim
Sub sektor perkebunan dan sistem pertanian di lahan gambut dapat memberikan kontribusi cukup besar dalam mitigasi perubahan iklim. Dengan demikian, usaha mitigasi perubahan iklim pada sektor pertanian difokuskan pada sub sektor perkebunan dan pertanian di lahan gambut.
1. Arah dan Strategi Ekstensifikasi Pertanian:
Kontribusi sektor pertanian untuk memenuhi target penurunan emisi GRK Indonesia sebesar 26% atau 41% hingga tahun 2020, antara lain melalui : (a) penurunan luas lahan terbakar (terutama pembukaan lahan dan pengelolaan gambut), (b) menetapkan strategi perluasan areal perkebunan hanya pada lahan terlantar atau padang alang-alang, dan (c) pengelolaan lahan gambut berkelanjutan
Di lain pihak, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan, perluasan areal pertanian baru (ekstensifkasi) tidak dapat dihindarkan. Untuk menghindari deforestrasi dan mengurangi degradasi lahan, maka strategi dan kebijakan pembukaan lahan baru akan diarahkan sebagai berikut:
pemanfaatan lahan tidur atau terlantar/ terdegradasi, berupa padang alang-alang atau kawasan hutan yang telah dilepas tetapi belum dimanfaatkan,
pemanfaatan sebagian kawasan hutan (produksi dan konversi) yang terlantar/terdegradasi melalui kebijakan nasional dengan proses pelepasan yang sesuai dengan undang-undang.
pemanfaatan lahan gambut sesuai dengan PERMENTAN No.14/2009 dan/atau PP (dalam pembahasan), khususnya lahan-lahan gambut yang sudah dibuka/terlantar dan/atau terlanjur memperoleh IUP (izin usaha perkebunan)/HGU.
2. Pengelolaan perkebunan
Pengembangan tanaman perkebunan, terutama kelapa sawit dan karet, pada lahan semak belukar dan alang-alang.
Pemanfaatan lahan alang-alang (cadangan karbon rendah) menjadi lahan perkebunan (cadangan karbon lebih besar).
Penggunaan limbah tanaman perkebunan sebagai sumber bahan organik dan sumber bioenergi.
Peremajaan tanaman perkebunan yang sudah menurun produktivitasnya.
Pengolahan limbah kelapa sawit.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
33
3. Pertanian di lahan gambut
Penerapan Permentan No. 14/2009 tentang pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit.
Pengembangan dan penerapan teknologi tanpa bakar (PLTB), dalam usaha pertanian di lahan gambut.
Pemilihan jenis tanaman yang tidak memerlukan sistem drainase yang dalam.
Pengembangan teknologi ameliorasi untuk mengurangi emisi CO2 dari lahan gambut.
Pengurangan emisi GRK lahan gambut dapat ditempuh melalui skenario:
(a) Skenario 1: Pemberlakuan Permentan No.14/2009 secara utuh/efektif dapat menurunkan emisi CO2 sekitar 7-10% dari tingkat emisi BAU,
(b) Skenario 2: Skenario 1, diikuti PLTB serta perbaikan pengelolaan air diperkirakan dapat mengurangi emisi menjadi sekitar 19-25%.
(c) Skenario 3: Skenario 2, diikuti dengan penambahan amelioran, dapat mengurangi emisi 25-31%.
4.5 Penelitian dan Pengembangan
Peningkatan kinerja penelitian dan pengembangan pertanian terutama dititikberatkan pada:
Analisis komprehensif tentang kerentanan dan dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian.
Pengembangan jaringan informasi dan sistem komunikasi dan advokasi iklim, modul, peta dan panduan/tools (kalender tanam, penanggulangan banjir, kekeringan dan lain-lain)
Penelitian dan pengembangan varietas tanaman yang adaptif terhadap perubahan iklim yang lebih ekstrim (kekeringan, kenaikan suhu udara, salinitas, banjir/genangan).
Penelitian dan pengembangan teknologi mitigasi/ penurunan emisi gas rumah kaca dan adaptasi dalam pengelolaan lahan/tanah, pupuk, air, tanaman, dan ternak
Mengembangkan penelitian/kajian komprehensif tentang dampak pemanfaatan lahan gambut.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
34
Identifikasi dan pemetaan lahan gambut potensial dan beresiko kecil, serta pengembangan teknologi adaptif/ ramah lingkungan dan konservasi lahan gambut.
Penelitian dan pengembangan kelembagaan untuk menunjang kemampuan beradaptasi terhadap perubahan iklim dan memitigasi emisi GRK.
Analisis kebijakan untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
4.6 Isu Lintas Sektoral (Cross Cutting Issue)
1. Penanganan sistem jaringan sumberdaya iklim
Di Kementerian Pertanian terdapat beberapa institusi yang menangani stasiun iklim, antara lain Ditjen Tanaman Pangan (Direktorat Perlindungan Tanaman), Ditjen Perkebunan, dan Badan Litbang Pertanian. Sementara Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) melakukan penyebarluasan informasi iklim agar dapat diakses oleh petugas lapang dan petani.
2. Pengelolaan sumberdaya air
Dewasa ini pemanfaatan dan ketersediaan air untuk usaha pertanian semakin kompetitif karena kebutuhan air di sektor lain juga meningkat. Di lahan pertanian juga perlu kerja sama lintas subsektor untuk efisiensi penggunaan air terintegrasi, misalnya penggunaan lahan perkebunan yang diintegrasikan dengan peternakan dan tanaman semusim. Integrasi tanaman dan ternak juga terkait langsung dengan upaya pengembangan konservasi tanah dan air.
3. Ketersediaan dan pengelolaan sumberdaya lahan
Lahan pertanian harus dipertahankan dalam luasan tertentu dalam jangka waktu yang lama. Kenyataannya, alih fungsi lahan sangat cepat terjadi. Hal ini merupakan dilema antara tuntutan pembangunan non pertanian dan pertanian. Degradasi lahan, air, pencemaran lingkungan pertanian, dan kerusakan infrastruktur yang berdekatan dengan perkotaan, permukiman dan industri mengakibatkan semakin meluasnya lahan pertanian yang kurang produktif. Hal ini memerlukan koordinasi antara sektor pertanian dengan sektor lainnya.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
35
ROAD MAP PROGRAM ANTISIPASI, ADAPTASI,
DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
SEKTOR PERTANIAN
5
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
36
Road map 2010-2014 disusun berdasarkan analisis dan kajian secara komprehensif terhadap dinamika dan skenario perubahan iklim, kerentanan, dan dampaknya terhadap sektor pertanian. Road map dipilah berdasarkan tahapan dan waktu pelaksanaan kegiatan, mulai dari penelitian dan pengembangan, antisipasi, advokasi/diseminasi, hingga adaptasi dan mitigasi sejak 2008 hingga 2014 (Gambar 14).
Rencana Pembangunan Jangka Pendek-Menengah (RPJM 2010-2014) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP 2010-2034) dituangkan dalam matriks pada Lampiran 1-4. Program dan kegiatan tersebut dikelompokkan ke dalam empat bagian utama: (1) penelitian dan pengembangan, (2) antisipasi perubahan iklim, (3) advokasi kebijakan dan diseminasi teknologi, (4) adaptasi dan mitigasi.
5.1 Penelitian dan Pengembangan
Program dan kegiatan penelitian dan pengembangan diarahkan untuk antisipasi, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim (Lampiran 1). Penelitian antisipasi perubahan iklim diarahkan pada perbaikan dan updating kalender tanam, perbaikan sistem peringatan dini, dan evaluasi potensi lahan terlantar untuk pengembangan perkebunan.
Penelitian advokasi kebijakan dan diseminasi teknologi diarahkan bagi upaya peningkatan pemahaman petani dan masyarakat luas tentang pemanfaatan informasi iklim dan UU/peraturan terkait. Tindakan advokasi diarahkan pada sosialisasi advokasi peraturan perundangan yang menyangkut ketentuan pelestarian lingkungan dan pengembangan dan replikasi SLPTT.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
37
Gambar 3.14. Road map sektor pertanian menghadapi perubahan iklim 2010-2014
Penelitian adaptasi perubahan iklim sektor pertanian difokuskan pada tanaman pangan dan hortikultura untuk RPJM 2010-2014 dan tiga periode RPJM berikutnya. Ruang lingkup penelitian adaptasi mencakup pengembangan varietas tanaman yang adaptif, teknik pengelolaan tanah dan air, dan teknik budidaya tanaman. Penelitian mitigasi perubahan iklim difokuskan pada subsektor perkebunan dan pertanian di lahan gambut. Ruang lingkup penelitian mitigasi mencakup pengendalian kebakaran lahan, penyediaan insentif (payment for environmental service) bagi masyarakat lokal yang menerapkan teknik pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB), terutama bagi petani karet dan kelapa sawit, serta mekanisme pemberian sanksi bagi
perusahaan perkebunan yang menerapkan teknik pembakaran dalam persiapan lahan.
Lahan gambut menjadi tumpuan ekstensifikasi pertanian ke depan, sehingga penelitian mitigasi perubahan iklim di lahan gambut ditujukan untuk menghasilkan dan mengadaptasikan teknologi pertanian yang rendah emisi GRK dan sistem pertanian lahan gambut yang berkelanjutan (sustainable). Hasil penelitian akan disintesis untuk menghasilkan usulan kebijakan dalam pembangunan pertanian, terutama yang berkaitan dengan antisipasi, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim.
5.2 Antisipasi Perubahan Iklim
Dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim maka beberapa program yang penting untuk dilaksanakan adalah:
Penyusunan strategi dan perencanaan pengembangan infrasruktur, terutama jaringan irigasi, termasuk saluran tersier dan cacing. Kemampuan jaringan irigasi mengatur dan mendistribusikan air akan mengurangi risiko pertanian akibat banjir dan kekeringan.
Evaluasi tata ruang, mencakup pengaturan penggunaan lahan untuk menyesuaikan jenis dan verietas tanaman dengan daya dukung lahan. Komoditas strategis, namun rentan terhadap perubahan iklim, seperti pada umumnya tanaman pangan dialokasikan pada lahan-lahan yang infrastrukturnya memadai.
Peningkatan kapasitas SDM dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir dan kekeringan.
Pengembangan sistem asuransi pertanian risiko iklim.
Penyusunan dan penyebarluasan panduan umum antisipasi perubahan iklim yang mencakup blue print banjir & kekeringan, wilayah prioritas penanganan dan kalender tanam.
Penyusunan dan penerapan (enforcement) peraturan perundangan mengenai tata guna lahan dan metode pengelolaan lahan, misalnya larangan pembakaran di lahan pertanian.
Rincian berbagai alternatif kegiatan yang berkaitan dengan aspek antisipasi perubahan iklim dituangkan pada Lampiran 2
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
38
5.3 Advokasi dan Diseminasi
Kegiatan diseminasi mencakup sekolah lapang tentang perubahan iklim (SLI), pengendalian hama terpadu (SLPHT), dan pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT). Selain itu perlu disosialisasikan pula informasi teknologi penataan penggunaan lahan, penyesuaian pola tanam, dan penggunaan kalender tanam, penggunaan varietas adaptif terhadap perubahan iklim, sesuai potensi sumberdaya lahan dan infrastruktur pendukungnya. Pada Lampiran 3 disajikan beberapa alternatif kegiatan diseminasi dan advokasi yang harus dilakukan.
5.4 Adaptasi dan Mitigasi
Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap kekeringan, genangan/ banjir, salinitas, dan umur genjah, serta penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi pangan dan lain-lain. Sedangkan secara kelembagaan program adaptasi diarahkan untuk pengembangan sistem informasi seperti sekolah lapang iklim, sistem penyuluhan dan kelompok kerja (pokja) variabilitas dan perubahan iklim sektor pertanian. serta pengembangan sistem asuransi pertanian akibat resiko iklim.
Peranan pemerintah dalam program adaptasi variabilitas dan perubahan iklim mencakup fasilitas pemerintah untuk aplikasi teknologi budidaya pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim (penyediaan varietas adaptif, fasilitas penerapan teknik pengelolaan lahan dan air), peningkatan indeks panen, penurunan risiko gagal panen, peningkatan produktivitas dan kapasitas irigasi.
Program mitigasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi baik pada tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura serta peternakan. Beberapa teknologi yang akan dikembangkan antara lain varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau dengan kapasitas absorbsi karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel, penggunaan pupuk organik, bio pestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK. Selain itu mitigasi dalam konteks pemanfaatan dan perluasan areal pertanian adalah menfokuskan pembukaan lahan baru hanya pada lahan terlantar dan terdegradasi tanpa melakukan kegiatan yang bersifat deforestasi. Khusus untuk lahan gambut diarahkan pada sistem, pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan dengan tingkat emisi serendah mungkin melalui perbaikan sistem drainasi, pengembangan teknologi ameliorasi, pemupukan dll.
Beberapa alternatif kegiatan yang berkaitan dengan strategi adaptasi dan mitigasi pada berbagai sub-sektor dan bidang masalah dituangkan pada Lampiran 4
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
39
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
40
5.5 Program Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK
Dalam rangka pencapaian target penurunan emisi GRK Nasional sebesar 26% pada tahun 2020 tanpa bantuan luar negeri dan ditambah 15% melalui bantuan luar negeri, pada Lampiran 5 dan 6 disajikan Matriks Program Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK (RAN-PEGRK) Sektor Pertanian dan Sektor Lahan Gambut (pada areal pertanian) hingga tahun 2020. Matriks program yang juga menggambarkan target penurunan emisi GRK masing-masing kegiatan tersebut merupakan kristalisasi, integrasi dan penyederhanaan dari matriks pada Lampiran 1-4 yang disusun melalui pembahasan di Kemneg PPN/BAPPENAS.
Selanjutnya pada Lampiran 7 disajikan kerangka kerja logis (Logical Frame Work) masing-masing program atau kegiatan yang menggambarkan tahapan proses, input dan output masing-masing program atau kegiatan tersebut.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
41
PENUTUP
6
Dampak perubahan iklim akan berlangsung cepat dengan semakin berkembangnya industri. Oleh karena itu, upaya antisipasi, mitigasi, dan adaptasi terhadap perubahan iklim harus diposisikan sebagai bagian integral dalam kebijakan pembangunan pertanian. Keberhasilan merumuskan kebijakan, strategi pelaksanaan, program, kegiatan antisipasi, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim diyakini merupakan kunci awal dalam pencapaian sasaran pembangunan pertanian nasional untuk jangka panjang.
Road map perubahan iklim sektor pertanian ini disusun berdasarkan hasil kajian, diskusi, dan konsultasi dengan berbagai pihak terkait, terutama instansi di lingkup Kementerian Pertanian, Bappenas, dan perguruan tinggi. Strategi antisipasi untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim telah dijabarkan secara kualitatif maupun kuantitatif untuk wilayah dengan masalah spesifik maupun secara umum Indonesia, untuk jangka pendek-menengah (RPJM) dan jangka panjang (RPJP).
Program/kegiatan antisipasi, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim yang dirumuskan dalam dokumen road map perubahan iklim ini dapat dijadikan acuan oleh instansi subsektor lingkup Kementerian Pertanian. Road map ini bersifat dinamis, sehingga sesuai dengan tingkat perubahan iklim seiring dengan perjalanan waktu ke depan akan dilakukan penyesuaian menurut kebutuhan.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
42
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., I. Irawan, H. Suganda, W. Wahyunto, A. Setyanto, and M. Kundarto. 2006. Environmental multifunctionality of Indonesian agriculture. Journal: Paddy Water Environment 4:181-188.
Aldrian, E and Djamil, S.D. 2006. Long term rainfall trend of the brantas catchment area, East Java. Indonesian Journal of Geography 38:26-40.
Apryantono. A. S. G. Irianto, Suyamto, Irsal Las, T. Sodaryanto, T. Alamsyah. 2009. Indonesia Experience : Regaining Rice Self-Sufficiency. Indonesian Minstry of Agriculture
Biro Perencanaan Deptan. 2009. Rancangan awal RENSTRA Kementerian Pertanian tahun 2010-2014.
Boer R. 2009. Sekilas Status Komunikasi Nasional Indonesia untuk Perubahan Iklim dipresentasikan pada Enabling Activities for the Preparation of Indonesia’s SNC, Jakarta 21 April 2009. Kementrian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan UNDP Indonesia.
Boer, 2008. Pengembangan Sistim Prediksi Perubahan Iklim untuk Ketahanan Pangan. Laporan Akhir Konsorsium Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
Boer, R. et al. 2007. Indonesian Country Report: Climate Variability and Climate Change and Their Implications. Government of Indonesia, Jakarta.
BPS, 2008. Statistik Indonesia 2007. Biro Pusat Statisitik.
Dahuri, R.dan I.M. Dutton, 2000. In Burke, L., E. Selig, M. Spalding. 2002. Terumbu Karang Yang Terancam di Asia Tenggara, ringkasan untuk Indonesia. World Resource Institute.
Gandasasmita K. 2008a. Rapat Kerja Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian 24-25 November 2008. Warta Sumberdaya Lahan Vol 3 no, 4. Desember 2008.
Gandasasmita K. 2008b. Seminar nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Warta Sumberdaya Lahan Vol 3 no, 4. Desember 2008.
Handoko I, Sugiarto Y, Syaukat Y. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis : Telaah kebijakan independen dalam bidang perdagangan dan pembangunan. SEAMEO BIOTROP for Kemitraan partnership.
Hansen, J., Sato, M., Ruedy, R., Lo,K., Lea, D.W., and Medina-Elizade, M. 2006. Global temperature change. PNAS 103: 14288-14293.
IPCC. 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Summary for Policymakers.
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
43
Intergovernmental Panel on Climate Change, Geneva.
IRRI. 2007. Coping with climate change. Climate change threatens to affect rice production across the globe-What is known about the likely impact, and what can be done about it? Rice Today July-September 2007: 10-13.
Las, I., E. Surmaini, A Ruskandar. 2008. Antisipasi Perubahan Iklim: Inovasi Teknologi dan Arah Penelitian Padi di Indonesia dalam : Prosiding Seminar Nasional Padi 2008. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan. BB Padi.
Las, I., H. Syahbuddin, E. Surmaini, A M. Fagi. 2008. Iklim dan Tanaman Padi.: Tantangan dan Peluang. dalam : Buku Padi: Inovasi Teknolohgi dan Ketahanan Pangan. BB Padi.
Parry, M. L., A. R. Magalhaes, and N. H. Nih. 1992. The potential socio-economic effects of climate change: A summary of three regional assessments. Nairobi, Kenya: United Nations Environment Programme (UNEP).
Peng S, Huang J, Sheehy JE, Laza RC, Visperas RM, Zhong X, Centeno GS, Khush GS, Cassman KG (2004). Rice yields decline with higher night temperature from global warming.Proceeding of National Academy of Science of the United State of America (PNAS) 101:9971–9975
Rancangan Awal Renstra Deptan 2010-2014. Biro Perencanaan Kementerian Pertanian. Jakarta.
Runtunuwu E, and A. Kondoh. 2008. Assessing Global Climate Variability and Change under Coldest and Warmest Periods at Different Latitudinal Regions. Indonesian Journal of Agricultural Science 9(1), 2008: 7-18. ISSN 1411-982X.
Runtunuwu E, dan H. Syahbuddin. 2007. Perubahan Pola Curah Hujan dan Dampaknya Terhadap Potensi Periode Masa Tanam. Jurnal Tanah dan Iklim N0 26: 1-12. ISSN 1410-7244.
Timmerman, A., J. Oberhuber, A. Bacher, M. Esch, M. Latif, and E. Roeckner. 1999. Increased El Niño frequency in a climate model forced by future greenhouse warming. Nature 398
Torriani D, Calanca P, Lips M, Ammann H, Beniston M, Fuhrer J. 2007. Regional assessment of climate change impacts on maize productivity and associated production risk in Switzerland. Reg Environ Change (2007) 7:209–221. DOI 10.1007/s10113-007-0039-z
Tschirley, J. 2007. Climate Change Adaptation: Planning and Practices. Power Point Keynote Presentation of FAO Environment, Climate change, Bioenergy Division, 10-12 September 2007, Rome.
UNDP Indonesia. 2007. Sisi Lain Perubahan Iklim : Mengapa Indonesia harus beradaptasi untuk melindungi rakyat miskinnya. Keen Media (Thailand) Co., Ltd.
Wahyunto, 2005. Lahan sawah rawan kekeringan dan kebanjiran di Indonesia. Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Wiyono, S. 2009. Perubahan Iklim, Pemicu Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. Salam 26:22-23
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
44
Lampiran 1. Program dan kegiatan penelitian dan pengembangan menghadapi perubahan iklim global
Periode RPJM 2010-2014
Program/ Kegiatan
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
1. Perakitan dan penyediaan varietas tanaman pangan dan hortikultura toleran terhadap kekeringan, genangan, salinitas, dan serangan OPT, serta berumur supergenjah dan produktivitas tinggi
4 varietas tanamana pangan dan 2 varietas hortikultura adaptif
4 varietas tanamana pangan dan 2 varietas hortikultura adaptif
5 varietas tanamana pangan dan 3 varietas hortikultura adaptif
5 varietas tanamana pangan dan 3 varietas hortikultura adaptif
5 varietas tanamana pangan dan 3 varietas hortikultura adaptif
2. Perakitan dan pengembangan teknologi pengelolaan SDL, tanah, pupuk, air, tanaman dan ternak adaptif dan atau rendah emisi pada tanah mineral dan gambut.
6 paket teknologi 8 paket teknologi 10 paket teknologi
10 paket teknologi
6 paket teknologi
3. Identifikasi dan perakitan jenis ternak, tanaman dan formula pakan ternak adaptif dan atau menghasilkan kotoran enteric fermentation rendah emisi.
1 varietas/rumpun ternak,1 varietas tanaman pakan adaptif dan 1 formula pakan ternak
1 varietas/rumpun ternak,1 varietas tanaman pakan adaptif dan 1 formula pakan ternak
1 varietas/rumpun ternak,1 varietas tanaman pakan adaptif dan 1 formula pakan ternak
1 varietas/rumpun ternak,1 varietas tanaman pakan adaptif dan 1 formula pakan ternak
1 varietas/rumpun ternak,1 varietas tanaman pakan adaptif dan 1 formula pakan ternak
4. Penelitian dan pengembangan varietas dan komponen teknologi budidaya tanaman perkebunan untuk bahan baku bio-energi
1 varietas dan 4 kompenen teknologi
2 varietas dan 4 kompenen teknologi
3 varietas dan 4 kompenen teknologi
3 varietas dan 4 kompenen teknologi
3 varietas dan 8 kompenen teknologi
5. Pengembangan teknologi dan studi/sintesa kebijakan pemanfaatan limbah pertanian
Teknologi pengolahan limbah pertanian rendah emisi
Data/informasi emisi GRK dari proses pengolahan hasil pertanian (kakao, kelapa sawit, ternak sapi)
Teknologi pengolahan limbah pertanian rendah emisi
Data/informasi emisi GRK dari proses pengolahan hasil pertanian (kakao, kelapa sawit, ternak sapi)
1 paket rumusan kebijakan pemanfaatan limbah pertanian rendah emisi
1 paket rumusan kebijakan pemanfaatan limbah pertanian rendah emisi
-
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
45
Program/ Kegiatan
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
6. Analisis dan pemutakhiran faktor emisi GRK dan neraca karbon pada berbagai sistem usahatani di lahan gambut dan mineral.
• Data emisi dan penyerapan GRK pada berbagai penggunaan lahan pertanian (lanjutan dari TA 2009)
• Neraca karbon/GRK pemanfaatan lahan gambut dan areal perkebunan kelapa sawit/karet rakyat dan perkebunan besar di pulau Sumatera
• Faktor emisi GRK yang diupgrade pada berbagai penggunaan lahan pertanian (nasional)
• Neraca karbon/GRK pemanfaatan lahan gambut dan areal perkebunan kelapa sawit/karet rakyat dan perkebunan besar di pulau Kalimantan
• Faktor emisi GRK yang diupgrade pada berbagai penggunaan lahan pertanian (nasional)
• Neraca karbon/GRK pemanfaatan lahan gambut dan areal perkebunan kelapa sawit/karet rakyat dan perkebunan besar di pulau Papua
• Neraca karbon/GRK pemanfaatan lahan gambut dan areal perkebunan kelapa sawit/karet rakyat dan perkebunan besar di Indonesia
7. Pengembangan kelembagaan, Evaluasi dampak dan analisis kebijakan kegiatan adaptasi pertanian menghadapi perubahan iklim
1 sistem kelembagaan,
Rumusan kebijakan terkait adaptasi perubahan iklim serta rencana tindak lanjut COP 15 dan Penyiapan Bahan COP 16
1 sistem kelembagaan
Rekomendasi kebijakan formula harga BBN dan besaran subsidi
1 sistem kelembagaan
Rekomendasi kebijakan untuk pengembangan asuransi pertanian akibat perubahan iklim (crop weather insurance)
1 sistem kelembagaan
Rumusan Kebijakan dan program pembangunan pertanian terkait dengan adaptasi perubahan iklim
1 sistem kelembagaan
Evaluasi dampak kegiatan adaptasi perubahan iklim terhadap pembangunan sektor pertanian
8. Penelitian dan pengembangan Mekanisasai Pertanian
• Pengembangan teknologi mekanisasi pengolahan tanah minimum untuk mempercepat waktu tanam
• Komponen teknologi mekanisasi penyaiapan lahan tanpa bakar
Pengembangan teknologi mekanisasi pengolahan tanah minimum untuk mempercepat waktu tanam
1 paket teknologi mekanisasi penyaiapan lahan tanpa bakar
Pengembangan mekaniasi pemanfaatan limbah pertanian untuk energi sektor pertanian yang ramah lingkungan
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
46
Program/ Kegiatan
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
9. Identifikasi dan pemetaan lahan terlantar dan/atau lahan gambut potensial dan beresiko kecil untuk perluasan areal pertanian
• Peta lahan gambut yang potensial untuk pengembangan pertanian beresiko kecil di Sumatera
• Peta lahan gambut yang potensial untuk pengembangan pertanian beresiko kecil di Kalimatan dan Papua
• Peta SDL kritis dan terlantar untuk pengembangan komoditas pertanian dan bahan baku bio-energi di Sumatera dan Jawa
• Peta SDL kritis dan terlantar untuk pengembangan komoditas pertanian dan bahan baku bio-energi di Kalimantan dan Sulawesi
• Peta SDLkritis dan terlantar untuk pengembangan komoditas bahan baku bio-energi di Maluku, Bali, NTB dan NTT
• Peta SDL kritis dan terlantar untuk pengembangan komoditas bahan baku bio-energi di Papua
• Tata ruang pertanian dan kebijakan dan arah pengembangan lahan gambut berkjelanjutan di Sumatera dan Jawa
• Tata ruang pertanian dan kebijakan dan arah pengembangan lahan gambut berkjelanjutan di Kalimantan dan Sulawesi
• Kebijakan tentang infrastruktur pertanian
• Tersusunnya strategy pengembangan tata ruang dan infrastruktur pertanian
• Kebijakan tata ruang dan infrastruktur pertanian
10. Pengembangan Teknologi mitigasi
Teknologi pengelolaan air (drainase) dan lahan tampa bakar dan rendah emisi pada lahan gambut dan/atau areal perkebunan
Teknologi pengelolaan tanaman, drainase dan lahan rendah emisi pada lahan gambut dan/atau areal perkebunan
Teknologi pengelolaan air (drainase) dan reklamasi lahan pada lahan gambut dan/atau areal perkebunan
Teknologi reklamasi lahan gambut dan/atau areal perkebunan rendah emisi
Teknologi reklamasi lahan gambut dan/atau areal perkebunan rendah emisi
Informasi dan Peta kerentanan dan dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian terkini
Informasi dan Peta kerentanan dan dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian terkini
Informasi dan Peta kerentanan dan dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian terkini
Kebijakan dan rekomendasi tentang: • tata ruang
pertanian • pemanfaatan
biogas
Kebijakan dan rekomendasi tentang: • tata ruang
pertanian • pemanfaatan
biogas
Kebijakan dan rekomendasi tentang: • tata ruang pertanian • pemanfaatan biogas
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
47
II. Periode RPJM berikutnya
Program/Kegiatan
RPJM 2015-2019 RPJM 2020-2024 RPJM 2025-2029
Indikator kinerja
1. Penyempurnaan berbagai langkah dan strategi adaptasi perubahan iklim yang sudah diterapkan pada RPJM sebelumnya
Penyesuaian konsep, strategi, upaya dan teknologi adaptif perubahan iklim
Penyesuaian konsep, strategi, upaya dan teknologi adaptif perubahan iklim
Penyesuaian konsep, strategi, upaya dan teknologi adaptif perubahan iklim
2. Pengembangan inovasi teknologi adaptif, baik varietas unggul, teknik budidaya, dan pengelolaan tanah, pupuk dan air yang sudah dihasilkan pada RPJM sebelumnya
4 Paket teknologi adaptif (varietas, pupuk, budidaya, dll)
4 Paket teknologi adaptif (varietas, pupuk, budidaya, dll)
4 Paket teknologi adaptif (varietas, pupuk, budidaya, dll)
3. Pengembangan bibit ternak adaptif perubahan iklim
3 varitas/ rumpun ternak adaptif perubahan iklim dapat dilepas kepada masyarakat
3 varitas/ rumpun ternak adaptif perubahan iklim dapat dilepas kepada masyarakat
3 jenis ternak adaptif perubahan iklim dapat dilepas kepada masyarakat
4. Studi dan pengembangan pemanfaatan pakan ternak/suplemen rendah emisi methan
3 tanaman pakan dan 2 Formula ransum pakan ternak rendah emisi GRK
3 tanaman pakan dan 2 Formula ransum pakan ternak rendah emisi GRK
3 tanaman pakan dan 2 Formula ransum pakan ternak rendah emisi GRK
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
48
Lampiran 2. Program dan kegiatan antisipasi sektor pertanian menghadapi perubahan iklim global
I. Periode RPJM 2010-2014
Program/ Kegiatan
Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan (tanah, air, iklim, dan lingkungan) Pertanian
Analisis dan Pendalaman kerentanan dan dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian
Peta kerentanan sektor pertanian dan dampak perubahan iklim terhadap sumberdaya lahan dan ketahanan pangan di Jawa dan Sumatera
Peta kerentanan sektor pertanian dan dampak perubahan iklim terhadap sumberdaya lahan dan ketahanan pangan Bali, NTB dan Sulawesi
Peta kerentanan sektor pertanian dan dampak perubahan iklim terhadap sumberdaya lahan dan ketahanan pangan di Kalimantan, Maluku, dan Papua,
Pemantapan dan korelasi peta kerentanan sektor pertanian dan peta dampak perubahan iklim terhadap sumberdaya lahan dan ketahanan pangan di Indonesia.
--
Pengembangan jaringan informasi dan sistem komunikasi dan advokasi iklim
Peningkatan kemam-puan dan operasional jaringan pengamatan iklim, serta terbarui dan terkalibrasinya 6 stasiun iklim dan hidrologi pertanian
Peningkatan kemam-puan dan opersional jaringan, serta terbarui dan terkalibrasinya 7 stasiun iklim dan hidrologi pertanian
Peningkatan kemam-puan dan operasional jaringan, serta terbarui dan terkalibrasinya 9 stasiun iklim dan hidrologi pertanian
Peningkatan kemam-puan dan operasional jaringan, serta terbarui dan terkalibrasinya 11 statiun iklim dan hidrologi pertanian
Peningkatan kemam-puan dan operasional jaringan, serta terbarui dan terkalibrasinya 8 statiun iklim dan hidrologi pertanian
Peningkatan data base dan sistem informasi iklim dan hidrologi yang terkini untuk pertanian
Peningkatan data base dan sistem informasi iklim dan hidrologi yang terkini untuk pertanian
Peningkatan data base dan sistem informasi iklim dan hidrologi yang terkini untuk pertanian
Peningkatan data base dan sistem informasi iklim dan hidrologi yang terkini untuk pertanian
Peningkatan data base dan sistem informasi iklim dan hidrologi yang terkini untuk pertanian
Peningkatan kemam-puan dan akurasi prediksi serta interpretasi iklim untuk pertanian
Peningkatan kemam-puan dan akurasi prediksi serta interpretasi iklim untuk pertanian
Peningkatan kemam-puan dalam rekayasa sosial dan kelembagaan dalam mengantisipasi perubahan iklim
Peningkatan kemam-puan dalam rekayasa sosial dan kelembagaan dalam mengantisipasi perubahan iklim
Terbangunnya sistem informasi iklim dan terselenggranya sistem komunikasi iklim untuk perencanaan pertanian
Pelaksanaan sistem informasi iklim dan terselenggranya sistem komunikasi iklim untuk perencanaan pertanian
Pelaksanaan sistem informasi iklim dan terselenggranya sistem komunikasi iklim untuk perenca-naan pertanian
Pelaksanaan sistem informasi iklim dan terselenggranya sistem komunikasi iklim untuk perenca-naan pertanian
Pelaksanaan sistem informasi iklim dan terselenggranya sistem komunikasi iklim untuk perenca-naan pertanian
Pengembangan dan penyusunan Tools/panduan, peta dan modul, (Kalender tanam, Penanggulangan banjir, kekeringan, dll)
Peta penanganan prioritas wilayah rawan kekereringan dan banjir di Jawa dan Bali
Peta penanganan prioritas wilayah rawan kekereringan dan banjir di Sumatera, NTB, NTT
Peta penanganan prioritas wilayah rawan kekereringan dan banjir di Sulawes, dan Kalimantan
Model, alogoritman dan konsepsi kalender tanam dinamik
Penyempurnaan model, alogoritman dan inisiasi sistem kalender tanam dinamik
Sistem Kalender Tanam dinamik
Verifikasi, uji coba dan sosialsiasi sistem kalldemnr tanam dinamik
-
Konsep model/sistem peringatan dini untuk bencana terkait langsung perubahan iklim (kekeringann/ banjir, kebakaran lahan/kebun
Model sistem peringatan dini untuk bencana terkait langsung perubahan iklim (kekeringann/ banjir, kebakaran lahan/kebun
Pemantapan model sistem peringatan dini untuk bencana terkait langsung perubahan iklim (kekeringann/ banjir, kebakaran lahan/kebun
Konsep model/sistem informasi crop weather index dan asuransi pertanian akibat resiko iklim (kekeringann/ banjir, kebakaran lahan/kebun)
Informasi crop weather index untuk penentuan asuransi tanaman akibat perubahan iklim
Model asuransi pertanian akibat bresiko iklim untuk antisipai dampak perubahan iklim
Model asuransi pertanian akibat bresiko iklim untuk antisipai dampak perubahan iklim
MASUK KE ADAPYASI LITBANG
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
49
II. Periode RPJM berikutnya
Program/KegiatanRPJM 2015-2019 RPJM 2020-2024 RPJM 2025-2029
Indikator kinerja
1. Evaluasi kerentanan dan dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian
Informasi dan Peta kerentanan dan dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian terkini
Informasi dan Peta kerentanan dan dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian terkini
Informasi dan Peta kerentanan dan dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian terkini
2. Evaluasi dan penyempurnaan kebijakan:a. tata ruang pertanian yang
ramah lingkunganb. Kebijakan dan
pengembangan pemanfaatan biogas
Kebijakan dan rekomendasi tentang: c. tata ruang pertanian d. pemanfaatan biogas
Kebijakan dan rekomendasi tentang: e. tata ruang pertanian f. pemanfaatan biogas
Kebijakan dan rekomendasi tentang: g. tata ruang pertanian h. pemanfaatan biogas
Lampiran 3. Program dan kegiatan advokasi dan diseminasi menghadapi perubahan iklim global
Program/Kegiatan/
Wilayah2010 2011 2012 2013 2014
Indikator Kinerja
1. Diseminasi teknologi (varietas, pengelolaan SDL dan air, pupuk), tool (katam, blue print banjir dan kekeringan, Permentan), dan SLPTT/SLPHT/SLI
Berkembangnya penerapan teknologi (varietas, SDL dan air, pupuk) dan tool (katam, blue print banjir dan kekeringan, Permentan) dan SLPTT/SLPHT/SLI
Termanfaatkannya teknologi (varietas, SDL dan air, pupuk) dan tool (katam, blue print banjir dan kekeringan, Permentan) dan SLPTT/SLPHT/SLI
Termanfaatkannya teknologi (varietas, SDL dan air, pupuk) dan tool (katam, blue print banjir dan kekeringan, Permentan) dan SLPTT/SLPHT/SLI
Termanfaatkannya teknologi (varietas, SDL dan air, pupuk) dan tool (katam, blue print banjir dan kekeringan, Permentan) dan SLPTT/SLPHT/SLI
Termanfaatkannya teknologi (varietas, SDL dan air, pupuk) dan tool (katam, blue print banjir dan kekeringan, Permentan) dan SLPTT/SLPHT/SLI
2. Koordinasi, advokasi dan sosialisasi informasi dan peraturan perundang-undangan serta kebijakan (Pokja Variabilitas dan Perubahan Iklim, Konsorsium Litbang Perubahan Iklim Sektor Pertanian)
Meningkatnya keseragampahaman para pemangku kebijakan dan petani
Meningkatnya keseragampahaman para pemangku kebijakan dan petani
Meningkatnya keseragampahaman para pemangku kebijakan dan petani
Meningkatnya keseragampahaman para pemangku kebijakan dan petani
Meningkatnya keseragampahaman para pemangku kebijakan dan petani
II. Periode RPJM berikutnya
Program/KegiatanRPJM 2015-2019 RPJM 2020-2024 RPJM 2025-2029
Indikator kinerja
1. Advokasi dan sosialisasi dampak perubahan iklim
Peningkatan pemahaman dan pemanfatan informasi iklim oleh petani (25%)
Peningkatan pemahaman dan pemanfatan informasi iklim oleh petani (50%)
Peningkatan pemahaman dan pemanfatan informasi iklim oleh petani (75%)
2. Koordinasi, advokasi dan sosialisasi informasi dan peraturan perundang-undangan serta kebijakan (Pokja Variabilitas dan Perubahan Iklim, Konsorsium Litbang Perubahan Iklim Sektor Pertanian)
Meningkatnya keseragampahaman para pemangku kebijakan dan petani
Meningkatnya keseragampahaman para pemangku kebijakan dan petani
Meningkatnya keseragampahaman para pemangku kebijakan dan petani
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
50
Lampiran 4. Program dan kegiatan adaptasi dan mitigasi sektor pertanian menghadapi perubahan
iklim global
I. Periode RPJM 2010-2014
A. ADAPTASI
Program/Kegiatan2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
I. Adaptasi perubahan iklim melalui penguatan SL-PTT dengan dukungan PTT, SRI, SLI, SLPHT, PIP, pemanfaatan teknologi adaptif (varitas, pupuk, budidaya) dan optimaliasai sumberdaya lahan dan air
Pulau Jawa & Bali dan sekitarnya
1. SLPTT TAN.PANGAN- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. SRI6. JITUT JIDES7. EMBUNG Dam parit Sumur serapan
627.325 ha106.860 ha144.800 ha45.300 ha174.400 ha17.950 ha108 unit176 unit360 unit1.300 ha50.000 ha30.000 ha15.000 ha, 14.500 ha 450 unit
650.000 ha125.000ha150.000 ha50.000 ha175.000 ha19.000 ha125 unit208 unit360 unit1.300 ha50.000 ha30.000 ha15.000 ha, 14.500 ha 450 unit
675.000 ha130.000 ha155.000 ha55.000 ha180.000 ha20.000 ha150 unit225 unit360 unit1.300 ha50.000 ha30.000 ha15.000 ha, 14.500 ha 450 unit
700.000 ha135.000 ha160.000 ha60.000 ha185.000 ha22.000 ha175 unit245 unit360 unit1.300 ha50.000 ha30.000 ha15.000 ha, 14.500 ha 450 unit
750.000 ha140.000 ha165.000 ha65.000 ha190.000 ha23.000 ha200 unit245 unit360 unit1.300 ha50.000 ha30.000 ha15.000 ha, 14.500 ha 450 unit
8. SL-PHT Perkebunan 28 KT (6 prov) 116 KT (5 prov) 116 KT (5 prov) 116 KT (5 prov) 116 KT (5 prov)
9. Pengembangan ternak yang adaptif terhadap lingkungan setempat (kekeringan, suhu tinggi, genangan).
250 lokasi 300 lokasi 350 lokasi 400 lokasi 450 lokasi
10. Pengembangan tanaman pakan ternak yang tahan kekeringan dan tahan genangan.
20 lokasi 40 lokasi 60 lokasi 80 lokasi 100 lokasi
11. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak (CLS)
50 paket 70 paket 90 paket 110 paket 130 paket
12. Pengembangan dan penanaman padi varietas tahan kekeringan, banjir, OPT a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
150.000 ha200.000 ha200.000 ha
150.000 ha200.000 ha200.000 ha
150.000 ha200.000 ha 200.000 ha
150.000 ha200.000 ha200.000 ha
150.000 ha200.000 ha200.000 ha
13.
14. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
15. Pembangunan model adaptasi kekeringan pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
30 ha di 6 prov., 6 kab. (Banten/1 kab./5 ha, Jabar/1 kab. /5 ha, Jateng/1 kab. /5 ha, DIY/1 kab. /5 ha, Jatim/1 kab. /5 ha, Bali/1 kab. /5 ha)
30 ha di 6 prov., 6 kab. (Banten/1 kab./5 ha, Jabar/1 kab. /5 ha, Jateng/1 kab. /5 ha, DIY/1 kab. /5 ha, Jatim/1 kab. /5 ha, Bali/1 kab. /5 ha)
30 ha di 6 prov., 6 kab. (Banten/1 kab./5 ha, Jabar/1 kab. /5 ha, Jateng/1 kab. /5 ha, DIY/1 kab. /5 ha, Jatim/1 kab. /5 ha, Bali/1 kab. /5 ha)
30 ha di 6 prov., 6 kab. (Banten/1 kab./5 ha, Jabar/1 kab. /5 ha, Jateng/1 kab. /5 ha, DIY/1 kab. /5 ha, Jatim/1 kab. /5 ha, Bali/1 kab. /5 ha)
30 ha di 6 prov., 6 kab. (Banten/1 kab./5 ha, Jabar/1 kab. /5 ha, Jateng/1 kab. /5 ha, DIY/1 kab. /5 ha, Jatim/1 kab. /5 ha, Bali/1 kab. /5 ha)
16. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT)
6 Provinsi, 14 Kabupaten, 28 Kelompok tani, 700 petani Banten/2 Kab, Jabar/2 Kab, Jateng/2 Kab., DIY/1 Kab, Jatim/5 Kab, Bali/2 Kab.
5 Provinsi, 29 Kabupaten, 116 Kelompok tani, 2900 petani (Jabar/7 Kab, Jateng/6 Kab., DIY/4 Kab, Jatim/6 Kab, Bali/6 Kab.)
5 Provinsi, 29 Kabupaten, 116 Kelompok tani, 2900 petani (Jabar/7 Kab, Jateng/6 Kab., DIY/4 Kab, Jatim/6 Kab, Bali/6 Kab.)
5 Provinsi, 29 Kabupaten, 116 Kelompok tani, 2900 petani (Jabar/7 Kab, Jateng/6 Kab., DIY/4 Kab, Jatim/6 Kab, Bali/6 Kab.)
5 Provinsi, 29 Kabupaten, 116 Kelompok tani, 2900 petani (Jabar/7 Kab, Jateng/6 Kab., DIY/4 Kab, Jatim/6 Kab, Bali/6 Kab.)
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
51
Program/Kegiatan2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
Pulau Sumatera dan sekitarnya
1. SLPTT TAN.PANGAN- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. SRI6. JITUT JIDES7. EMBUNG Dam parit Sumur serapan
565.150 ha25.340 ha165.350 ha26.700 ha39.100 ha21.850 ha76; 10 unit76 unit60 unit500 ha25.000 ha15.000 ha12.500 ha12.000 ha400 unit
570.000 ha27.000 ha170.000 ha30.000 ha41.000ha23.000 ha85; 10 unit97 unit60 unit500 ha25.000 ha15.000 ha12.500 ha12.000 ha400 unit
575.000 ha27.500 ha175.000 ha32.000 ha42.000 ha110 ha100 unit30 unit530 ha
25.000 ha15.000 ha12.500 ha12.000 ha400 unit
580.000 ha28.000 ha180.000 ha35.000 ha43.000 ha25.000 ha135 unit122 unit30 unit
25.000 ha15.000 ha12.500 ha12.000 ha400 unit
585.000 ha29.000 ha185.000 ha37.500 ha45.000 ha26.000 ha160 unit130 unit30 unit
25.000 ha15.000 ha12.500 ha12.000 ha400 unit
8. SL-PHT Perkebunan 20 KT (5 prov) 68 KT (7 prov) 68 KT (7 prov) 68 KT (7 prov) 68 KT (7 prov)
9. Pengembangan dan penanaman padi varietas tahan kekeringan, banjir, dan OPT
a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
100.000 ha 75.000 ha100.000 ha
100.000 ha 75.000 ha100.000 ha
100.000 ha 75.000 ha100.000 ha
100.000 ha 75.000 ha100.000 ha
100.000 ha 75.000 ha100.000 ha
10. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
11. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
12. Optimalisasi lahan rawa lebak termasuk pengembangan tata air mikro (TAM)
325.000 ha 325.000 ha 325.000 ha 325.000 ha 325.000 ha
13. Pembangunan model adaptasi kekeringan pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
10 ha di 2 prov., 2 kab.(Lampung/1kab./5 ha, Sumsel/ 1 kab./5 ha)
50 ha di 10 prov., 10 kab. (NAD/1 kab./5 ha, Sumut/1 kab. /5 ha, Sumbar/1 kab. /5 ha, Riau/1 kab. /5 ha, Kepri/1 kab. /5 ha, Jambi/1 kab. /5 ha, Sumsel/1 kab. /5 ha, Babel/1 kab. /5 ha, Bengkulu/1 kab. /5 ha, Lampung/1 kab./ /5 ha)
50 ha di 10 prov., 10 kab. (NAD/1 kab./5 ha, Sumut/1 kab. /5 ha, Sumbar/1 kab. /5 ha, Riau/1 kab. /5 ha, Kepri/1 kab. /5 ha, Jambi/1 kab. /5 ha, Sumsel/1 kab. /5 ha, Babel/1 kab. /5 ha, Bengkulu/1 kab. /5 ha, Lampung/1 kab./ /5 ha)
50 ha di 10 prov., 10 kab. (NAD/1 kab./5 ha, Sumut/1 kab. /5 ha, Sumbar/1 kab. /5 ha, Riau/1 kab. /5 ha, Kepri/1 kab. /5 ha, Jambi/1 kab. /5 ha, Sumsel/1 kab. /5 ha, Babel/1 kab. /5 ha, Bengkulu/1 kab. /5 ha, Lampung/1 kab./ /5 ha)
50 ha di 10 prov., 10 kab. (NAD/1 kab./5 ha, Sumut/1 kab. /5 ha, Sumbar/1 kab. /5 ha, Riau/1 kab. /5 ha, Kepri/1 kab. /5 ha, Jambi/1 kab. /5 ha, Sumsel/1 kab. /5 ha, Babel/1 kab. /5 ha, Bengkulu/1 kab. /5 ha, Lampung/1 kab./ /5 ha)
14. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT)
5 Provinsi, 10 Kabupaten, 20 KT, 500 Petani ( Banda Aceh/2 Kab., Sumut/2 Kab., Bengkulu/2 Kab., Jambi/2 Kab. Sumsel/2 Kab.)
7 Provinsi, 23 Kabupaten, 68 KT, 1700 Petani (Banda Aceh/2 Kab., Sumut/6 Kab., Bengkulu/4 Kab., Jambi/2, Kab. , Sumbar/ 2 Kab., Sumsel/4 Kab., Lampung/3 Kab.
7 Provinsi, 23 Kabupaten, 68 KT, 1700 Petani (Banda Aceh/2 Kab., Sumut/6 Kab., Bengkulu/4 Kab., Jambi/2, Kab. , Sumbar/ 2 Kab., Sumsel/4 Kab., Lampung/3 Kab.
7 Provinsi, 23 Kabupaten, 68 KT, 1700 Petani (Banda Aceh/2 Kab., Sumut/6 Kab., Bengkulu/4 Kab., Jambi/2, Kab. , Sumbar/ 2 Kab., Sumsel/4 Kab., Lampung/3 Kab.
7 Provinsi, 23 Kabupaten, 68 KT, 1700 Petani (Banda Aceh/2 Kab., Sumut/6 Kab., Bengkulu/4 Kab., Jambi/2, Kab. , Sumbar/ 2 Kab., Sumsel/4 Kab., Lampung/3 Kab.
15. Pengembangan ternak yang adaptif terhadap lingkungan setempat (kekeringan, suhu tinggi, salinitas tinggi, genangan, kemasaman)
200 lokasi 250 lokasi 300 loksi 350 lokasi 400 lokasi
16. Pengembangan tanaman pakan yang tahan kekeringan, tahan genangan, tahan kemasaman, tahan salinitas tinggi.
10 lokasi 30 lokasi 50 lokasi 70 lokasi 90 lokasi
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
52
Program/Kegiatan2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
17. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
20 paket40 paket 60 paket 80 paket 100 paket
Pulau Kalimantan dan sekitarnya1. SLPTT TAN.PANGAN
- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. JITUT
JIDES6. Embung Damparit Sumur resapan
277.750 ha3.900 ha47.500 ha7.800 ha4.200 ha900 ha 50 unit 32 unit30 unit12.500 ha7.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
300.000 ha4.000 ha48.000 ha8.000 ha4.500 ha1.000 ha70 unit41 unit30 unit12.500 ha7.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
325.000 ha4.010 ha49.000 ha8.100 ha4.600 ha1.100 ha90 unit48 unit30 unit12.500 ha7.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
350.000 ha4.025 ha49.500 ha8.150 ha4.650 ha1.150 ha120 unit54 unit30 unit12.500 ha7.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
375.000 ha4.050 ha50.000 ha8.200 ha4.750 ha1.200 ha145 unit58 unit30 unit12.500 ha7.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
7. SL-PHT Perkebunan 12 KT (3 prov) 44 KT (3 prov) 44 KT (3 prov) 44 KT (3 prov) 44 KT (3 prov)
8. Optimasi lahan rawa lebak, termasuk pengembangan TAM
650.000 ha 650.000 ha 650.000 ha 650.000 ha 650.000 ha
9. Pengembangan dan penanaman padi varietas tahan kekeringan, banjir, dan OPT
a. Tahan genangan/banjir
b. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
50.000 ha 20.000 ha 75.000 ha
50.000 ha 20.000 ha 75.000 ha
50.000 ha 20.000 ha 75.000 ha
50.000 ha 20.000 ha 75.000 ha
50.000 ha 20.000 ha 75.000 ha
10. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
11. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
12. Koordinasi dengan instansi terkait secara vertikal dan horisontal.
4 provinsi 4 provinsi 4 provinsi 4 provinsi 4 provinsi
13. Pembangunan model adaptasi kekeringan pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
-
20 ha di 4 prov., 5 kab. (Kalbar/1 kab./5 ha, Kalteng/1 kab./ /5 ha, Kalsel/1 kab. /5 ha, Kaltim/1 kab. /5 ha)
20 ha di 4 prov., 5 kab. (Kalbar/1 kab./5 ha, Kalteng/1 kab./ /5 ha, Kalsel/1 kab. /5 ha, Kaltim/1 kab. /5 ha)
20 ha di 4 prov., 5 kab. (Kalbar/1 kab./5 ha, Kalteng/1 kab./ /5 ha, Kalsel/1 kab. /5 ha, Kaltim/1 kab. /5 ha)
20 ha di 4 prov., 5 kab. (Kalbar/1 kab./5 ha, Kalteng/1 kab./ /5 ha, Kalsel/1 kab. /5 ha, Kaltim/1 kab. /5 ha)
14. Fasilitasi pengendalian kebakaran lahan dan dampak perubahan iklim
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
15. Sosialisasi PLTB dan peraturan perundang-undangan
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
16. Pertemuan koordinasi pengendalian kebakaran
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
53
Program/Kegiatan2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
17. Insentif benih bagi petani/pekebun yang menerapkan PLTB (karet, kelapa sawit)
-
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
18. Pelatihan pengendalian kebakaran
-
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
19. Pengadaan peralatan PLTB (trakktor dan mulcher)
- 1 paket ( Kalbar) 1 paket ( Kalsel) 1 paket ( 1 Kaltim) -
20. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT)
3 Provinsi, 6 Kabupaten, 12 Kelompok tani, 300 petani (Kalbar//2 Kab., Kalteng/2 Kab., Kalsel/2 Kab)
3 Provinsi, 12 Kabupaten, 44 Kelompok tani, 1200 petani (Kalbar//5 Kab., Kaltim/5 Kab., Kalsel/2 Kab.)
3 Provinsi, 12 Kabupaten, 44 Kelompok tani, 1200 petani (Kalbar//5 Kab., Kaltim/5 Kab., Kalsel/2 Kab.)
3 Provinsi, 12 Kabupaten, 44 Kelompok tani, 1200 petani (Kalbar//5 Kab., Kaltim/5 Kab., Kalsel/2 Kab.)
3 Provinsi, 12 Kabupaten, 44 Kelompok tani, 1200 petani (Kalbar//5 Kab., Kaltim/5 Kab., Kalsel/2 Kab.)
21. Pengembangan ternak yang adaptif terhadap lingkungan setempat (genangan, kemasaman).
100 lokasi 125 lokasi 150 loksi 175 lokasi 200 lokasi
22. Pengembangan tanaman pakan ternak yang tahan kekeringan, tahan genangan, dan tahan kemasaman.
10 lokasi 20 lokasi 40 lokasi 60 lokasi 80 lokasi
23. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
10 paket 30 paket 40 paket 50 paket 60 paket
Pulau Sulawesi dan sekitarnya
1. SLPTT TAN.PANGAN- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. SRI6. JITUT JIDES7. Embung
Damparit Sumur resapan
347.950 ha58.200 ha12.300 ha60.165 ha7.300 ha5.600 ha 47 unit 46 unit30 unit100 ha20.000 ha 12.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
350.000 ha60.000 ha15.000 ha62.000 ha7.500 ha5.750 ha70 unit58 unit30 unit100 ha20.000 ha 12.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
360.000 ha61.000 ha16.000 ha63.000 ha8.500 ha6.000 ha95 unit65 unit30 unit100 ha20.000 ha 12.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
370.000 ha62.000 ha17.000 ha64.000 ha9.000 ha6.000 ha120 unit70 unit30 unit100 ha20.000 ha 12.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
375.000 ha63.000 ha18.000 ha65.000 ha10.000 ha7.500ha145 unit80 unit30 unit100 ha20.000 ha 12.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
8. Optimasi lahan rawa lebak, termasuk pengembangan TAM
650.000 ha 650.000 ha 650.000 ha 650.000 ha 650.000 ha
9. Pengembangan dan penanaman padi varietas tahan kekeringan, banjir, dan OPT
a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
30.000 ha40.000 ha40.000 ha
30.000 ha40.000 ha40.000 ha
30.000 ha40.000 ha40.000 ha
30.000 ha40.000 ha40.000 ha
30.000 ha40.000 ha40.000 ha
10. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
54
Program/Kegiatan2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
11. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
12. Optimasi lahan rawa lebak 625.000 ha 625.000 ha 625.000 ha 625.000 ha 625.000 ha
13. Pembangunan model adaptasi kekeringan pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
15 ha di 3 prov., 3 kab.(Sulsel/1 kab, Sultra/1 kab, Sulut/1 kab)
30 ha di 6 prov., 6 kab. (Sulsel/1 kab., Sultra/1 kab., Sulut/1 kab., Sulbar/1 kab., Sulteng/1 kab., Gorontalo/1 kab.)
30 ha di 6 prov., 6 kab. (Sulsel/1 kab., Sultra/1 kab., Sulut/1 kab., Sulbar/1 kab., Sulteng/1 kab., Gorontalo/1 kab.)
30 ha di 6 prov., 6 kab. (Sulsel/1 kab., Sultra/1 kab., Sulut/1 kab., Sulbar/1 kab., Sulteng/1 kab., Gorontalo/1 kab.)
30 ha di 6 prov., 6 kab. (Sulsel/1 kab., Sultra/1 kab., Sulut/1 kab., Sulbar/1 kab., Sulteng/1 kab., Gorontalo/1 kab.)
14. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT)
2 Provinsi, 4 Kabupaten, 6 Kelompik tani, 150 petani (Sulbar/2 Kab., Gorontalo/2 Kab,
5 Provinsi, 21 Kabupaten, 76 Kelompik tani, 1900 petani (Sulsel/6 Kab., Sulbar/4 Kab., Sulteng/3 Kab., Sultra/6 Kab. Gorontalo/2 Kab,)
5 Provinsi, 21 Kabupaten, 76 Kelompik tani, 1900 petani (Sulsel/6 Kab., Sulbar/4 Kab., Sulteng/3 Kab., Sultra/6 Kab. Gorontalo/2 Kab,)
5 Provinsi, 21 Kabupaten, 76 Kelompik tani, 1900 petani (Sulsel/6 Kab., Sulbar/4 Kab., Sulteng/3 Kab., Sultra/6 Kab. Gorontalo/2 Kab,)
5 Provinsi, 21 Kabupaten, 76 Kelompik tani, 1900 petani (Sulsel/6 Kab., Sulbar/4 Kab., Sulteng/3 Kab., Sultra/6 Kab. Gorontalo/2 Kab,)
15. Pengembangan ternak yang adaptif tehadap lingkungan setempat (kekeringan, genangan).
100 lokasi 125 lokasi 150 loksi 175 lokasi 200 lokasi
16. Pengembangan tanaman pakan ternak yang tahan kekeringan, tahan genangan.
10 lokasi 30 lokasi 50 lokasi 70 lokasi 90 lokasi
17. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
25 paket 50 paket 70 paket 80 paket 100 paket
Pulau Nusa Tenggara dan sekitarnya1. SLPTT TAN.PANGAN
- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. SRI6. JITUT
JIDES7. Embung
Damparit Sumur resapan
141.600 ha5.700 ha25.000 ha9.615 ha25.000 ha3.700 ha27 unit 15 unit30 unit100 ha15.000 ha7.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
142.000 ha5.800 ha26.000 ha10.000 ha26.000 ha3.800 ha35 unit20 unit30 unit100 ha15.000 ha7.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
143.000 ha5.900 ha27.000 ha11.000 ha27.000 ha3.850 ha40 unit22 unit30 unit100 ha15.000 ha7.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
144.000 ha6.000 ha27.500 ha11.500 ha27.500 ha3.900 ha45 unit25 unit30 unit100 ha15.000 ha7.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
145.000 ha6.500 ha28.000 ha12.000 ha28.000 ha4.000 ha50 unit29 unit30 unit100 ha15.000 ha7.500 ha5000 ha5.000 ha150 unit
8. SL-PHT Perkebunan 6 KT (2 prov) 76 KT (5 prov) 44 KT (3 prov) 44 KT (3 prov) 44 KT (3 prov)
9. Pengembangan dan penanaman padi varietas tahan kekeringan, banjir, dan OPT
a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
1.000 ha20.000 ha10.000 ha
1.000 ha20.000 ha10.000 ha
1.000 ha20.000 ha10.000 ha
1.000 ha20.000 ha10.000 ha
1.000 ha20.000 ha10.000 ha
10. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
11. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
55
Program/Kegiatan2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
12. Koordinasi dengan instansi terkait secara vertikal dan horisontal.
8 provinsi 8 provinsi 8 provinsi 8 provinsi 8 provinsi
13. Pembangunan model adaptasi kekeringan pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
10 ha di 2 prov., 2 kab. (NTT/1 kab.,NTB/1 kab.)
10 ha di 2 prov., 2 kab. (NTT/1 kab.,NTB/1 kab.)
10 ha di 2 prov., 2 kab. (NTT/1 kab.,NTB/1 kab.)
10 ha di 2 prov., 2 kab. (NTT/1 kab.,NTB/1 kab.)
10 ha di 2 prov., 2 kab. (NTT/1 kab.,NTB/1 kab.)
14. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT)
1 Provinsi, 3 Kebupaten, 6 Kelompok tani, 150 petani (NTB/3 Kab.)
2 Provinsi, 10 Kebupaten, 40 Kelompok tani, 1000 petani (NTB/6 Kab., NTT/4 Kab.)
2 Provinsi, 10 Kebupaten, 40 Kelompok tani, 1000 petani (NTB/6 Kab., NTT/4 Kab.)
2 Provinsi, 10 Kebupaten, 40 Kelompok tani, 1000 petani (NTB/6 Kab., NTT/4 Kab.)
2 Provinsi, 10 Kebupaten, 40 Kelompok tani, 1000 petani (NTB/6 Kab., NTT/4 Kab.)
15. Pengembangan ternak yang adaptif terhadap lingkungan setempat (kekeringan, suhu tinggi, salinitas tinggi).
50 lokasi 75 lokasi 100 loksi 125 lokasi 150 lokasi
16. Pengembangan tanaman pakan ternak yang tahan kekeringan dan tahan salinitas tinggi.
10 lokasi 20 lokasi 30 lokasi 40 lokasi 50 lokasi
17. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
10 paket 20 paket 30 paket 40 paket 50 paket
Pulau Maluku dan sekitarnya
1. SLPTT TAN.PANGAN- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan
kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. JITUT
JIDES6. Embung Damparit Sumur resapan
20.850 ha-1.000 ha300 ha-- 1unit 13 unit150 unit6.500 ha 4.000 ha5000 ha5.000 ha150 unit
21.000 ha-1.000 ha300 ha--3 unit18 unit150 unit6.500 ha 4.000 ha5000 ha5.000 ha150 unit
21.500 ha-1.000 ha300 ha--5 unit20 unit150 unit6.500 ha 4.000 ha5000 ha5.000 ha150 unit
22.000 ha-1.000 ha300 ha--7 unit22 unit150 unit6.500 ha 4.000 ha5000 ha5.000 ha150 unit
22.500 ha-1.000 ha300 ha--10 unit24 unit150 unit6.500 ha 4.000 ha5000 ha5.000 ha150 unit
7. SL-PHT Perkebunan 6 KT (1 prov) 40 KT (2 prov) 40 KT (2 prov) 40 KT (2 prov) 40 KT (2 prov)
8. Pengembangan ternak yang adaptif terhadap lingkungan setempat (salinitas tinggi, genangan).
45 lokasi 60 lokasi 70 loksi 80 lokasi 90 lokasi
9. Pengembangan tanaman pakan ternak yang tahan genangan, tahan salinitas tinggi.
10 lokasi 20 lokasi 30 lokasi 40 lokasi 50 lokasi
10. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
10 paket 20 paket 30 paket 40 paket 50 paket
11. Pengembangan dan penanaman padi varietas tahan kekeringan, banjir, dan OPT
a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
100 ha100 ha200 ha
100 ha100 ha200 ha
100 ha100 ha200 ha
100 ha100 ha200 ha
100 ha100 ha200 ha
12. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
56
Program/Kegiatan2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
13. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
14. Pembangunan model adaptasi kekeringan pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
-
•10 ha di 2 prov., 2 kab. (Maluku/1 kab., Malut/1 kab.)
•10 ha di 2 prov., 2 kab. (Maluku/1 kab., Malut/1 kab.)
•10 ha di 2 prov., 2 kab. (Maluku/1 kab., Malut/1 kab.)
•10 ha di 2 prov., 2 kab. (Maluku/1 kab., Malut/1 kab.)
15. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT)
1 Provinsi, 1 Kabupaten, 2 Kelompok tani, 50 petani (Malut/1 Kab.)
1 Provinsi, 5 Kabupaten, 20 Kelompok tani, 500 petani (Malut/5 Kab.))
1 Provinsi, 5 Kabupaten, 20 Kelompok tani, 500 petani (Malut/5 Kab.))
1 Provinsi, 5 Kabupaten, 20 Kelompok tani, 500 petani (Malut/5 Kab.))
1 Provinsi, 5 Kabupaten, 20 Kelompok tani, 500 petani (Malut/5 Kab.))
Pulau Papua dan sekitarnya
1. SLPTT TAN.PANGAN- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan
kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. JITUT
JIDES6. Embung
Damparit Sumur resapan
19.375 ha-3.050 ha--- 1unit 13 unit16 unit65 ha 4 ha5000 ha5.000 ha150 unit
20.000 ha-3.050 ha---3 unit18 unit16 unit65 ha 4 ha5000 ha5.000 ha150 unit
21.000 ha-3.050 ha---5 unit20 unit16 unit65 ha 4 ha5000 ha5.000 ha150 unit
21.500 ha-3.050 ha---7 unit22 unit16 unit65 ha 4 ha5000 ha5.000 ha150 unit
22.000 ha-3.050 ha---10 unit24 unit16 unit65 ha 4 ha5000 ha5.000 ha150 unit
7. SL-PHT Perkebunan 4 KT (1 prov) 4 KT (1 prov) 4 KT (1 prov) 4 KT (1 prov) 4 KT (1 prov)
8. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT)
1 Provinsi, 2 Kabupaten, 4 Kelompok tani, 100 petani (Papua/2 Kab.)
1 Provinsi, 2 Kabupaten, 4 Kelompok tani, 100 petani (Papua/2 Kab.)
1 Provinsi, 2 Kabupaten, 4 Kelompok tani, 100 petani (Papua/2 Kab.)
1 Provinsi, 2 Kabupaten, 4 Kelompok tani, 100 petani (Papua/2 Kab.)
1 Provinsi, 2 Kabupaten, 4 Kelompok tani, 100 petani (Papua/2 Kab.)
9. Pengembangan ternak yang adaptif tehadap lingkungan setempat (genangan).
20 lokasi 30 lokasi 40 loksi 50 lokasi 60 lokasi
10. Pengembangan tanaman pakan ternak yang tahan genangan.
10 lokasi 20 lokasi 30 lokasi 40 lokasi 50 lokasi
11. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
10 paket 20 paket 30 paket 40 paket 50 paket
12. Pengembangan dan penanaman padi varietas tahan kekeringan, banjir, dan OPT
a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
100 ha100 ha100 ha
100 ha100 ha100 ha
100 ha100 ha100 ha
100 ha100 ha100 ha
100 ha100 ha100 ha
13. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
14. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
57
Program/Kegiatan2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
II. Pengembangan SL-PHT dan GAP hortikultura pada wilayah sentra produksi hortikultura
1. SL-PHT hortikultura100-300 KT (20-30 komoditas)
100-300 KT (20-30 komoditas
100-300 KT (20-30 komoditas
100-300 KT (20-30 komoditas
100-300 KT (20-30 komoditas
2. Penerapan GAP hortikultura
• Pada sayuran 15-25 kali (200-300 KT)
• Pada tan. hias 75-100 kali
• Pada buah-buahan 10-30 kali
• Pada sayuran 15-25 kali (200-300 KT)
• Pada tan.hias 75-100 kali
• Pada buah-buahan 10-30 kali
• Pada sayuran 15-25 kali (200-300 KT)
• Pada tan. hias 75-100 kali
• Pada buah-buahan 10-30 kali
• Pada sayuran 15-25 kali (200-300 KT)
• Pada tan. hias 75-100 kali
• Pada buah-buahan 10-30 kali
• Pada sayuran 15-25 kali (200-300 KT)
• Pada tan. hias 75-100 kali
• Pada buah-buahan 10-30 kali
III. Penanganan kerawanan pangan dan pembentukan desa mandiri pangan (DMP) sesuai arahan Peta Kerawanan Pangan
1. Identifikasi daerah/desa rentan rawan pangan akibat perubahan iklim
25 kab/kota 25 kab/kota 25 kab/kota 25 kab/kota 25 kab/kota
2. Program perluasan tanaman pekarangan sebagai cadangan dan penganeka-ragaman pangan.
25 desa rentan PI 25 desa rentan PI 25 desa rentan PI 25 desa rentan PI 25 desa rentan PI
3. Analisis akses pangan dan pengembangan distribusi pangan di wilayah rentan terdampak perubahan iklim.
25 Kab/Kota 25 Kab/Kota 25 Kab/Kota 25 Kab/Kota 25 Kab/Kota
4. Pengembangan jaringan kerjasama sistem cadangan darurat antisipasi dampak bencana alam terkait PI melalui penguatan LDP
25 desa rentan PI 25 desa rentan PI 25 desa rentan PI 25 desa rentan PI 25 desa rentan PI
INDONESIA
1. Penyiapan Kebijakan Sistem Rantai Dingin (Cool Chain System/CCS) Pada Proses Pasca Panen dan Penyimpanan Pangan
Inventarisasi dampak kenaikan suhu pada kualitas pangan (susu, sayuran)
I
nventarisasi teknologi pasca panen dan penyimpanan pangan
Pilot model penerapan teknologi pasca panen dan penimpanan pangan
Pilot model penerapan teknologi pasca panen dan penimpanan pangan
Penyusunan Kebijakan Sistem Rantai Dingin (CCS) Pada Proses Pasca Panen dan Penyimpanan Pangan
Kajian standar kualitas produk pangan
Sosialisasi teknologi pasca panen dan penyimpanan pangan
Sosialisasi teknologi pasca panen dan penyimpanan pangan
Sosialisasi teknologi pasca panen dan penyimpanan pangan
Sosialisasi Kebijakan Sistem Rantai Dingin (CCS) Pada Proses Pasca Panen dan Penyimpanan Pangan
Kajian sistem pendanaan penerapan teknologi pasca panen dan penimpanan pangan
Evaluasi penerapan teknologi pasca panen dan penimpanan pangan
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
58
Program/Kegiatan2010 2011 2012 2013 2014
Indikator kinerja
2. Pengembangan Sistem Rantai Dingin (Cool Chain System) dan Pergudangan Pada Proses Pasca Panen dan Penyimpanan Pangan
Pembangunan dan pengembangan manajemen di 5 lokasi
Pembangunan dan pengembangan manajemen di 5 lokasi
Pembangunan dan pengembangan manajemen di 5 lokasi
3. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Kerawanan Pangan:
1. Identifikasi perkembangan tingkat kerawanan pangan sebagai dampak perubahan iklim terhadap kemampuan/penurunan produksi pangan
2. Program aksi desa mandiri pangan khusus desa terdampak perubahan iklim
Identifikasi daerah/desa rentan terhadap perubahan iklim di 25 kabupaten/kota
Identifikasi daerah/desa rentan terhadap perubahan iklim di 25 kabupaten/kota
Implementasi pendekatan khusus adaptasi perubahan iklim di 25 desa mandiri pangan rentan terdampak perubahan iklim
Identifikasi daerah/desa rentan terhadap perubahan iklim di 25 kabupaten/kota
Implementasi pendekatan khusus adaptasi perubahan iklim di 25 desa mandiri pangan rentan terdampak perubahan iklim
Identifikasi daerah/desa rentan terhadap perubahan iklim di 25 kabupaten/kota
Implementasi pendekatan khusus adaptasi perubahan iklim di 25 desa mandiri pangan rentan terdampak perubahan iklim
Implementasi pendekatan khusus adaptasi perubahan iklim di 25 desa mandiri pangan rentan terdampak perubahan iklim
4. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan Segar
a. Optimalisasi program pengembangan pekarangan sebagai sumber cadangan dan penganekaragaman pangan
b. Disseminasi teknologi pengawetan bahan pangan non beras sebagai cadangan pangan keluarga
Perluasan tanaman pekarangan potensial sebagai cadangan pangan alternatif di 10 desa rentan perubahan iklim per kabupaten/kota
Perluasan tanaman pekarangan potensial sebagai cadangan pangan alternatif di 10 desa rentan perubahan iklim per kabupaten/kota
Penyuluhan teknik-teknik pengawetan bahan pangan non beras (hasil pekarangan) di di 10 desa rentan perubahan iklim per kab./kota
Perluasan tanaman pekarangan potensial sebagai cadangan pangan alternatif di 10 desa rentan perubahan iklim per kabupaten/kota
Penyuluhan teknik-teknik pengawetan bahan pangan non beras (hasil pekarangan) di di 10 desa rentan perubahan iklim per kab./kota
Perluasan tanaman pekarangan potensial sebagai cadangan pangan alternatif di 10 desa rentan perubahan iklim per kabupaten/kota
Penyuluhan teknik-teknik pengawetan bahan pangan non beras (hasil pekarangan) di di 10 desa rentan perubahan iklim per kab./kota
Penyuluhan teknik-teknik pengawetan bahan pangan non beras (hasil pekarangan) di di 10 desa rentan perubahan iklim per kab./kota
5. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan1 Analisis Dampak
Perubahan Iklim terhadap Aksesibilitas terhadap pangan
2 Pengembangan distribusi pangan di wilayah rentan terdampak perubahan iklim
3 Pengembangan Jaringan kerjasama sistem cadangan darurat antisipasi dampak bencana alam terkait perubahan iklim
Analisis Akses Pangan di daerah rentan terhadap perubahan iklim di 25 kabupaten/kota
Analisis Akses Pangan di daerah rentan terhadap perubahan iklim di 25 kabupaten/kota
Penguatan lembaga distribusi pangan antisipasi gangguan penyediaan pangan di 15 desa di daerah rentan perubahan iklim
Pembentukan sistem jaringan cadangan pangan darurat di kawasan rentan terdampak perubahan iklim
Analisis Akses Pangan di daerah rentan terhadap perubahan iklim di 25 kabupaten/kota
Penguatan lembaga distribusi pangan antisipasi gangguan penyediaan pangan di 15 desa di daerah rentan perubahan iklim
Penguatan sistem jaringan cadangan pangan darurat di kawasan rentan terdampak perubahan iklim
Analisis Akses Pangan di daerah rentan terhadap perubahan iklim di 25 kabupaten/kota
Penguatan lembaga distribusi pangan antisipasi gangguan penyediaan pangan di 15 desa di daerah rentan perubahan iklim
Penguatan lembaga distribusi pangan antisipasi gangguan penyediaan pangan di 15 desa di daerah rentan perubahan iklim
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
59
B. MITIGASI
Program/Kegiatan/Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
Jawa, Bali dan sekitarnya Indikator kinerja
1. Penerapan pembukaan/ pernyiapan lahan tanpa bakar melalui pembinaan pada lahan
5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha
2. Pengurangan deforestasi melalui optimalisasi lahan
5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha
3. Pegembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT untuk mengurangi laju emisi GRK
3.000 ha padi 6.000 ha padi 9.000 ha padi 12.000 ha padi 18.000 ha padi
4. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk menekan laju emisi GRK
3.000 ha padi 6.000 ha padi 9.000 ha padi 12.000 ha padi 18.000 ha padi
5. Pegembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT untuk mengurangi laju emisi GRK
3.000 ha padi 6.000 ha padi 9.000 ha padi 12.000 ha padi 18.000 ha padi
6. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk menekan laju emisi GRK
3.000 ha padi 6.000 ha padi 9.000 ha padi 12.000 ha padi 18.000 ha padi
7. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
50 unit 70 unit 90 unit 120 unit 150 unit
8. Pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik
60 unit 80 unit 100 unit 120unit 140 unit
9. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak (CLS)
50 paket 70 paket 90 paket 110 paket 130 paket
Sumatera dan sekitarnya
1. Pengurangan deforestasi melalui optimalisasi lahan
15.000 ha 15.000 ha 15.000 ha 15.000 ha 15.000 ha
2. Pengembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT dalam upaya mitigasi laju peningkatan emisi GRK
5.000 ha padi 7.500 ha padi 12.500 ha padi 15.000 ha padi 20.000 ha padi
3. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk mitigasi peningkatan laju emisi GRK
5.000 ha padi 7.500 ha padi 12.500 ha padi 15.000 ha padi 20.000 ha padi
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
60
B. MITIGASI
Program/Kegiatan/Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
Jawa, Bali dan sekitarnya Indikator kinerja
1. Penerapan pembukaan/ pernyiapan lahan tanpa bakar melalui pembinaan pada lahan
5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha
2. Pengurangan deforestasi melalui optimalisasi lahan
5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha
3. Pegembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT untuk mengurangi laju emisi GRK
3.000 ha padi 6.000 ha padi 9.000 ha padi 12.000 ha padi 18.000 ha padi
4. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk menekan laju emisi GRK
3.000 ha padi 6.000 ha padi 9.000 ha padi 12.000 ha padi 18.000 ha padi
5. Pegembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT untuk mengurangi laju emisi GRK
3.000 ha padi 6.000 ha padi 9.000 ha padi 12.000 ha padi 18.000 ha padi
6. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk menekan laju emisi GRK
3.000 ha padi 6.000 ha padi 9.000 ha padi 12.000 ha padi 18.000 ha padi
7. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
50 unit 70 unit 90 unit 120 unit 150 unit
8. Pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik
60 unit 80 unit 100 unit 120unit 140 unit
9. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak (CLS)
50 paket 70 paket 90 paket 110 paket 130 paket
Sumatera dan sekitarnya
1. Pengurangan deforestasi melalui optimalisasi lahan
15.000 ha 15.000 ha 15.000 ha 15.000 ha 15.000 ha
2. Pengembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT dalam upaya mitigasi laju peningkatan emisi GRK
5.000 ha padi 7.500 ha padi 12.500 ha padi 15.000 ha padi 20.000 ha padi
3. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk mitigasi peningkatan laju emisi GRK
5.000 ha padi 7.500 ha padi 12.500 ha padi 15.000 ha padi 20.000 ha padi
Program/Kegiatan/Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
4. Fasilitasi pengendalian kebakaran lahan dan dampak perubahan iklim
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
5. Sosialisasi PLTB dan peraturan perundang-undangan
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
6. Pertemuan koordinasi pengendalian kebakaran lahan/kebun
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
7. Insentif benih bagi petani/pekebun yang menerapkan PLTB (karet, kelapa sawit)
-
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
8. Pelatihan pengendalian kebakaran
-
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
9. Pengadaan peralatan PLTB (tracktor dan mulcher)
- 1 paket ( Sumut) 1 paket ( Jambi) 1 paket ( Riau) -
10. Tambahan perluasan areal kelapa sawit pada lahan non hutan (APL)
81.225 ha di 11 provinsi (NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Babel, Bengkulu, Lampung)
45.725 ha di 11 provinsi (NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Babel, Bengkulu, Lampung)
45.725 ha di 11 provinsi (NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Babel, Bengkulu, Lampung)
45.725 ha di 11 provinsi (NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Babel, Bengkulu, Lampung)
45.725 ha di 11 provinsi (NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Babel, Bengkulu, Lampung)
11. Tambahan perluasan areal karet pada lahan non hutan (APL)
9.000 – 10.000 ha (antara lain di Lampung, Sumsel, Bengkulu, Jambi)
6.000 – 7.000 ha (antara lain di Lampung, Sumsel, Bengkulu, Jambi)
6.000 – 7.000 ha (antara lain di Lampung, Sumsel, Bengkulu, Jambi)
6.000 – 7.000 ha (antara lain di Lampung, Sumsel, Bengkulu, Jambi)
6.000 – 7.000 ha (antara lain di Lampung, Sumsel, Bengkulu, Jambi)
12. Tambahan perluasan areal kakao pada lahan non hutan (APL)
125.000 – 130.000 ha (terutama di Sumbar, Bengkulu, Lampung, Sumut)
6.000 – 7.000 ha (terutama di Sumbar, Bengkulu, Lampung, Sumut)
6.000 – 7.000 ha (terutama di Sumbar, Bengkulu, Lampung, Sumut)
6.000 – 7.000 ha (terutama di Sumbar, Bengkulu, Lampung, Sumut)
6.000 – 7.000 ha (terutama di Sumbar, Bengkulu, Lampung, Sumut)
13. Penerapan pembukaan/ pernyiapan lahan tanpa bakar melalui pembinaan pada lahan
15.000 ha 15.000 ha 15.000 ha 15.000 ha 15.000 ha
14. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
40 unit 60 unit 80 unit 100 unit 120 unit
15. Pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik
60 unit 80 unit 100 unit 120 unit 140 unit
16. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
20 paket 40 paket 60 paket 80 paket 100 paket
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
61
Program/Kegiatan/Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
Kalimantan dan sekitarnya
1. Pengurangan deforestasi melalui optimalisasi lahan
10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha
2. Pegembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT untuk mengurangi laju emisi GRK
2.500 ha padi 3.000 ha padi 4.000 ha padi 5.000 ha padi 6.000 ha padi
3. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk menekan laju emisi GRK
2.500 ha padi 3.000 ha padi 4.000 ha padi 5.000 ha padi 6.000 ha padi
4. Fasilitasi pengendalian kebakaran lahan dan dampak perubahan iklim
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
5. Sosialisasi PLTB dan peraturan perundang-undangan
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
6. Pertemuan koordinasi pengendalian kebakaran
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
7. Insentif benih bagi petani/pekebun yang menerapkan PLTB (karet, kelapa sawit)
-
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
8. Pelatihan pengendalian kebakaran
-
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
9. Pengadaan peralatan PLTB (tractor dan mulcher)
- 1 paket ( Kalbar) 1 paket ( Kalsel)1 paket ( 1 Kaltim)
-
10. Tambahan perluasan areal kelapa sawit pada lahan non hutan (APL)
163.150 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
69.350 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
69.350 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
69.350 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
69.350 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
11. Tambahan perluasan areal karet pada lahan non hutan (APL)
5.000 – 6.000 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
2.000 – 3.000 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
2.000 – 3.000 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
2.000 – 3.000 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
2.000 – 3.000 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
12. Tambahan perluasan areal kakao pada lahan non hutan (APL)
30.000 – 40.000 ha (terutama di Kalbar, Kalteng, Kaltim)
4.000 – 5.000 ha (terutama di Kalbar, Kalteng, Kaltim)
4.000 – 5.000 ha (terutama di Kalbar, Kalteng, Kaltim)
4.000 – 5.000 ha (terutama di Kalbar, Kalteng, Kaltim)
4.000 – 5.000 ha (terutama di Kalbar, Kalteng, Kaltim)
13. Penerapan pembukaan/ pernyiapan lahan tanpa bakar melalui pembinaan pada lahan
10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
62
Program/Kegiatan/Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
14. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
30 unit 50 unit 70 unit 90 unit 110 unit
15. Pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik
60 unit 80 unit 100 unit 120 unit 140 unit
16. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
10 paket30 paket 40 paket 50 paket 60 paket
Sulawesi dan sekitarnya
1. Pengurangan deforestasi melalui optimalisasi lahan
10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha
2. Tambahan perluasan areal kelapa sawit pada lahan non hutan (APL)
11.650 ha di 4 provinsi (Sulteng, Sulsel, Sultra, Sulbar)
9.650 ha di 4 provinsi (sulteng, Sulsel, Sultra, Sulbar)
9.650 ha di 4 provinsi (sulteng, Sulsel, Sultra, Sulbar)
9.650 ha di 4 provinsi (sulteng, Sulsel, Sultra, Sulbar)
9.650 ha di 4 provinsi (sulteng, Sulsel, Sultra, Sulbar)
3. Tambahan perluasan areal karet pada lahan non hutan (APL)
40 – 50 ha 40 – 50 ha 40 – 50 ha 40 – 50 ha 40 – 50 ha
4. Tambahan perluasan areal kakao pada lahan non hutan (APL)
80.000 – 90.000 ha (terutama di Sulteng, Sulsel, Sulbar)
8.000 – 10.000 ha (terutama di Sulteng, Sulsel, Sulbar)
8.000 – 10.000 ha (terutama di Sulteng, Sulsel, Sulbar)
8.000 – 10.000 ha (terutama di Sulteng, Sulsel, Sulbar)
8.000 – 10.000 ha (terutama di Sulteng, Sulsel, Sulbar)
5. Penerapan pembukaan/ pernyiapan lahan tanpa bakar melalui pembinaan pada lahan
10.000 ha10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha 10.000 ha
6. Pegembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT untuk mengurangi laju emisi GRK
2.500 ha padi 3.000 ha padi 4.000 ha padi 5.000 ha padi 7.500 ha padi
7. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk menekan laju emisi GRK
2.500 ha padi 3.000 ha padi 4.000 ha padi 5.000 ha padi 7.500 ha padi
8. Pegembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT untuk mengurangi laju emisi GRK
2.500 ha padi
3.000 ha padi 4.000 ha padi 5.000 ha padi 7.500 ha padi
9. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk menekan laju emisi GRK
2.500 ha padi
3.000 ha padi 4.000 ha padi 5.000 ha padi 7.500 ha padi
10. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
25 unit 50 unit 75 unit 100 unit 125 unit
11. Pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik
60 unit 80 unit 100 unit 120 unit 140 unit
12. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
25 paket50 paket 70 paket 80 paket 100 paket
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
63
Program/Kegiatan/Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
Nusa Tenggara dan sekitarnya
1. Pengurangan deforestasi melalui optimalisasi lahan
5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha 5.000 ha
2. Pengembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT untuk mengurangi laju emisi GRK
500 ha padi 1.000 ha padi 1.500 ha padi 2.000 ha padi 2.000 ha padi
3. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk menekan laju emisi GRK
500 ha padi 1.000 ha padi 1.500 ha padi 2.000 ha padi 2.000 ha padi
4. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
20 unit 30 unit 40 unit 50 unit 60 unit
5. Pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik
20 unit 35 unit 50 unit 65 unit 80 unit
6. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
10 paket20 paket 30 paket 40 paket 50 paket
Maluku dan sekitarnya
1. Optimalisasi lahan untuk mengurangi kegiatan deforestasi
Berkurangnya praktek deforestasi seluas 2.500ha
Berkurangnya praktek deforestasi seluas 2.500 ha
Berkurangnya praktek deforestasi seluas 2.500 ha
Berkurangnya praktek deforestasi seluas 2.500 ha
Berkurangnya praktek deforestasi seluas 2.500 ha
2. Penerapan pembukaan/ pernyiapan lahan tanpa bakar melalui pembinaan pada lahan di Maluku dan sekitarnya
2.500 ha 2.500 ha 2.500 ha 2.500 ha 2.500 ha
3. Pegembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT untuk mengurangi laju emisi GRK
400 ha padi 500 ha padi 750 ha padi 1.000 ha padi 1.500 ha padi
4. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk menekan laju emisi GRK
400 ha padi 500 ha padi 750 ha padi 1.000 ha padi 1.500 ha padi
5. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
5 unit 10 unit 15 unit 20 unit 25 unit
6. Pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik
20 unit 30 unit 40 unit 50 unit 60 unit
7. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
10 paket 20 paket 30 paket 40 paket 50 paket
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
64
Program/Kegiatan/Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
Papua dan sekitarnya
1. Tambahan perluasan areal kelapa sawit pada lahan non hutan (APL)
32.550 ha di 2 provinsi (Papua, Papua Barat)
20.300 ha di 2 provinsi (Papua, Papua Barat)
20.300 ha di 2 provinsi (Papua, Papua Barat)
20.300 ha di 2 provinsi (Papua, Papua Barat)
20.300 ha di 2 provinsi (Papua, Papua Barat)
2. Tambahan perluasan areal karet pada lahan non hutan (APL)
10 – 20 ha 10 – 20 ha 10 – 20 ha 10 – 20 ha 10 – 20 ha
3. Tambahan perluasan areal kakao pada lahan non hutan (APL)
10.000 – 15.000 ha di Papua dan Papua Barat)
2.000 – 5.000 ha di Papua dan Papua Barat)
2.000 – 5.000 ha di Papua dan Papua Barat)
2.000 – 5.000 ha di Papua dan Papua Barat)
2.000 – 5.000 ha di Papua dan Papua Barat)
4. Penerapan pembukaan/ pernyiapan lahan tanpa
25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha
5. Pengurangan deforestasi melalui optimalisasi lahan di Papua dan sekitarnya
25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha
6. Pegembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT untuk mengurangi laju emisi GRK
500 ha padi 600 ha padi 1.000 ha padi 1.250 ha padi 1.500 ha padi
7. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk menekan laju emisi GRK
500 ha padi 600 ha padi 1.000 ha padi 1.250 ha padi 1.500 ha padi
8. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
5 unit 10 unit 15 unit 20 unit 25 unit
9. Pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik
20 unit30 unit 40 unit 50 unit 60 unit
10. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
10 paket 20 paket 30 paket 40 paket 50 paket
11. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
5 unit 10 unit 15 unit 20 unit 25 unit
12. Pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik
20 unit 30 unit 40 unit 50 unit 60 unit
13. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak
10 paket 20 paket 30 paket 40 paket 50 paket
Nasional
1. Penerapan Produksi Bersih Pada Kegiatan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Untuk Peningkatan Efisiensi, Meminimalkan Penggunaan Energi dan Meminimalkan Limbah Yang Dihasilkan
10 lokasi 10 lokasi 10 lokasi 10 lokasi 10 lokasi
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
65
Program/Kegiatan/Wilayah 2010 2011 2012 2013 2014
2. Pemanfaatan Limbah Kegiatan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil Pertanian Untuk Mengurangi Emisi Dari Pembakaran Limbah Dan Fermentasi Tak Terkontrol (Uncontrolled Fermentation)
20 lokasi 20 lokasi 20 lokasi 20 lokasi 20 lokasi
3. Pengolahan Limbah Cair Agribisnis/Pengolahan Hasil Pertanian Umtuk Mengurangi Emisi Dan Menjaga Kualitas Lingkungan
10 lokasi 10 lokasi 10 lokasi 10 lokasi 10 lokasi
4. Pengembangan Bioenergi Perdesaan Untuk Mensubstitusi Penggunaan Energi Fosil pada kegiatan rumah tangga, usaha pasca panen dan pengolahan hasil pertanian
20 lokasi 20 lokasi 20 lokasi 20 lokasi 20 lokasi
5. Penerapan Produksi dan Konsumsi Pada Tngkat Lokal Untuk Mengurangi Kontribusi Emisi Dari Kegiatan Transportasi
5 lokasi 5 lokasi 5 lokasi 5 lokasi 5 lokasi
6. Penggunaan alat dan mesin pasca panen dan pengolahan hasil yang hemat energi dan minim emisi
10 lokasi10 lokasi 10 lokasi 10 lokasi 10 lokasi
8. Penelitian varietas dan pengembangan komponen teknologi budidaya tanaman pangan, perkebunan, dan ternak
3 paket 3 paket 3 paket 3 paket 3 paket
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
66
II. Periode RPJM berikutnya
A. ADAPTASI
Program/KegiatanRPJM 2015-2019 RPJM 2020-2024 RPJM 2025-2029
Indikator kinerja
1. Adaptasi perubahan iklim pada bebagai wilayah pembangunan berupa penguatan SL-PTT dengan dukungan PTT, SLI, SLPHT, PIP, dan optimaliasai lahan rawa lebak sesuai dengan potensi wilayah setempat
Pulau Jawa & Bali dan sekitarnya1. SLPTT TAN.PANGAN
- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. SRI6. JITUT
JIDES7. Embung
Dam ParitSumur Resapan
3.750.000 ha1.000.000 ha1.250.000 ha350.000 ha1.250.000 ha150.000 ha1.100 unit875 unit300 unit6.500 ha250.000 ha150.000 ha 75.000 ha72.000 ha2.160 ha
4.000.000 ha1.500.000 ha1.500.000 ha400.000 ha1.500.000 ha175.000 ha1.200 unit900 unit300 unit6.500 ha250.000 ha150.000 ha 75.000 ha72.000 ha2.160 ha
4.500.000 ha2.000.000 ha2.000.000 ha450.000 ha2.000.000 ha200.000 ha1.300 unit950 unit300 unit6.500 ha250.000 ha150.000 ha 75.000 ha72.000 ha2.160 ha
8. SL-PHT Perkebunan 492 KT (6 prov) 492 KT (6 prov) 492 KT (6 prov)
9. Pengembangan dan penanaman komoditas tanaman pangan dg varietas tahan kekeringan, banjir, OPT Padi :a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
750.000 ha1.000.000 ha1.000.000 ha
750.000 ha1.000.000 ha1.000.000 ha
750.000 ha1.000.000 ha1.000.000 ha
10. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
11. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
12. Sosialisasi Informasi Iklim ke Dinas Kabupaten (PLA)
97 kabupaten 97 kabupaten 97 kabupaten
13. Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLA) 25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha
14. Optimalisasi Lahan (PLA) 25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha
15. Implementasi model adaptasi kekeringan pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
150 ha di 6 prov., 6 kab. (Banten/1 kab./25 ha, Jabar/1 kab. /25 ha, Jateng/1 kab. /25 ha, DIY/1 kab. /25 ha, Jatim/1 kab. /25 ha, Bali/1 kab. /25 ha)
150 ha di 6 prov., 6 kab. (Banten/1 kab./25 ha, Jabar/1 kab. /25 ha, Jateng/1 kab. /25 ha, DIY/1 kab. /25 ha, Jatim/1 kab. /25 ha, Bali/1 kab. /25 ha)
150 ha di 6 prov., 6 kab. (Banten/1 kab./25 ha, Jabar/1 kab. /25 ha, Jateng/1 kab. /25 ha, DIY/1 kab. /25 ha, Jatim/1 kab. /25 ha, Bali/1 kab. /25 ha)
16. Pengembangan ternak yang adaptif tehadap lingkungan setempat (kekeringan, suhu tinggi, genangan)
650 lokasi 850 lokasi 1.050 lokasi
17. Pengembangan tanaman pakan ternak yang adaptif terhadap lingkungan
200 lokasi 300 lokasi 400 lokasi
18. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
230 paket 330 paket 430 paket
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
67
Program/KegiatanRPJM 2015-2019 RPJM 2020-2024 RPJM 2025-2029
Indikator kinerja
Pulau Sumatera dan sekitarnya
1. SLPTT TAN.PANGAN- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. SRI6. JITUT
JIDES7. Embung
Dam ParitSumur Resapan
4.000.000 ha160.000 ha1.200.000 ha200.000 ha250.000 ha175.000 ha750 unit650 unit300 unit2.500 ha125.000 ha75.000 ha62.500 ha60.000 ha1.800 ha
4.500.000 ha175.000 ha1.350.000 ha250.000 ha300.000 ha200.000 ha750 unit650 unit300 unit2.500 ha125.000 ha75.000 ha62.500 ha60.000 ha1.800 ha
5.500.000 ha200.000 ha1.500.000 ha275.000 ha350.000 ha250.000 ha750 unit650 unit300 unit2.500 ha125.000 ha75.000 ha62.500 ha60.000 ha1.800 ha
8. SL-PHT Perkebunan 292 KT (7 prov) 292 KT (7 prov) 292 KT (7 prov)
9. Optimasi lahan rawa lebak 1.500.000 ha 1.500.000 ha 1.500.000 ha10. Pengembangan dan penanaman
komoditas tanaman pangan dg varietas tahan kekeringan, banjir, OPT Padi :a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
500.000 ha 375.000 ha500.000 ha
500.000 ha375.000 ha500.000 ha
500.000 ha375.000 ha500.000 ha
11. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
12. 12. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
13. Sosialisasi Informasi Iklim ke Dinas Kabupaten
100 kabupaten 100 kabupaten 100 kabupaten
14. Pengelolaan Jaringan Tata Air Mikro (TAM) di lahan rawa (40%)
125.000 ha 125.000 ha 125.000 ha
15. Pembukaan Lahan Tanpa Bakar 75.000 ha 75.000 ha 75.000 ha
16. Optimalisasi Lahan 75.000 ha 75.000 ha 75.000 ha17. Implementasi model adaptasi kekeringan
pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
250 ha di 10 prov., 10 kab. (NAD NAD/1 kab./20 ha, Sumut NAD/1 kab./20 ha, Sumbar NAD/1 kab./20 ha, Riau NAD/1 kab./20 ha, Kepri NAD/1 kab./20 ha, Jambi NAD/1 kab./20 ha, Sumsel NAD/1 kab./20 ha, Babel NAD/1 kab./20 ha, Bengkulu NAD/1 kab./20 ha, Lampung/10 kab. NAD/1 kab./20 ha)
250 ha di 10 prov., 10 kab. (NAD NAD/1 kab./20 ha, Sumut NAD/1 kab./20 ha, Sumbar NAD/1 kab./20 ha, Riau NAD/1 kab./20 ha, Kepri NAD/1 kab./20 ha, Jambi NAD/1 kab./20 ha, Sumsel NAD/1 kab./20 ha, Babel NAD/1 kab./20 ha, Bengkulu NAD/1 kab./20 ha, Lampung/10 kab. NAD/1 kab./20 ha)
250 ha di 10 prov., 10 kab. (NAD NAD/1 kab./20 ha, Sumut NAD/1 kab./20 ha, Sumbar NAD/1 kab./20 ha, Riau NAD/1 kab./20 ha, Kepri NAD/1 kab./20 ha, Jambi NAD/1 kab./20 ha, Sumsel NAD/1 kab./20 ha, Babel NAD/1 kab./20 ha, Bengkulu NAD/1 kab./20 ha, Lampung/10 kab. NAD/1 kab./20 ha)
18. Pengembangan ternak yang adaptif tehadap lingkungan setempat (kekeringan, suhu tinggi, genangan)
800 lokasi 1.200 lokasi 1.600 lokasi
19. Pengembangan tanaman pakan ternak yang adaptif terhadap lingkungan
200 lokasi 300 lokasi 400 lokasi
20. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
200 paket 300 paket 400 paket
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
68
Program/KegiatanRPJM 2015-2019 RPJM 2020-2024 RPJM 2025-2029
Indikator kinerja
Pulau Kalimantan dan sekitarnya
1. SLPTT Tan.Pangan- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. JITUT
JIDES6. Embung
Dam paritSumur resapan
2.000.000 ha22.000 ha275.000 ha60.000 ha30.000 ha7.500 ha350 unit260 unit150 unit225 unit 62.500 ha 37.500 ha 25.000 ha 24.000 ha 720 ha
2.100.000 ha25.000 ha300.000 ha75.000 ha50.000 ha10.000 ha400 unit275 unit150 unit225 unit 62.500 ha 37.500 ha 25.000 ha 24.000 ha 720 ha
2.250.000 ha30.000 ha325.000 ha100.000 ha60.000 ha10.500 ha450 unit300 unit150 unit225 unit 62.500 ha 37.500 ha 25.000 ha 24.000 ha 720 ha
7. SL-PHT Perkebunan 188 KT (3 prov) 188 KT (3 prov) 188 KT (3 prov)
8. Optimasi lahan rawa lebak 3.250.000 ha 3.250.000 ha 3.250.000 ha9. Pengembangan dan penanaman
komoditas tanaman pangan dg varietas tahan kekeringan, banjir, OPT Padi :a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
300.000 ha150.000 ha400.000 ha
300.000 ha150.000 ha400.000 ha
300.000 ha150.000 ha400.000 ha
10. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
11. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
12. Sosialisasi Informasi Iklim ke Dinas Kabupaten
48 kabupaten 48 kabupaten 48 kabupaten
13. Pengelolaan Jaringan Tata Air Mikro (TAM) di lahan rawa
125.000 ha 125.000 ha 125.000 ha
14. Pembukaan Lahan Tanpa Bakar 50.000 ha 50.000 ha 50.000 ha
15. Optimalisasi Lahan 50.000 ha 50.000 ha 50.000 ha16. Implementasi model adaptasi kekeringan
pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
100 ha di 4 prov., 4 kab.(Kalbar/1kab./20 ha,Kalteng/1kab./20 ha, Kalsel/1kab./20 ha, Kaltim/1kab./20 ha)
100 ha di 4 prov., 4 kab.(Kalbar/1kab./20 ha,Kalteng/1kab./20 ha, Kalsel/1kab./20 ha, Kaltim/1kab./20 ha)
100 ha di 4 prov., 4 kab.(Kalbar/1kab./20 ha,Kalteng/1kab./20 ha, Kalsel/1kab./20 ha, Kaltim/1kab./20 ha)
14. Pengembangan ternak yang adaptif tehadap lingkungan setempat (kekeringan, genangan, dan kemasaman)
400 lokasi 600 lokasi 800 lokasi
15. Pengembangan tanaman pakan ternak yang adaptif terhadap lingkungan
180 lokasi 280 lokasi 380 lokasi
16. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
160 paket 2600 paket 360 paket
Pulau Sulawesi dan sekitarnya1. SLPTT Tan. Pangan
- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. Jitut
Jides6. Embung
Dam paritSumur resapan
2.500.000 ha350.000 ha150.000 ha350.000 ha75.000 ha60.000 ha450 unit400 unit12 unit93.750 ha56.250 ha25.000 ha24.000 ha720 ha
3.000.000 ha400.000 he200.000 he375.000 ha80.000 ha75.000 ha450 unit400 unit12 unit93.750 ha56.250 ha25.000 ha24.000 ha720 ha
3.500.000 ha400.000 ha250.000 ha400.000 ha100.000 ha100.000 ha450 unit400 unit12 unit93.750 ha56.250 ha25.000 ha24.000 ha720 ha
7. SL-PHT Perkebunan 310 KT (5 prov) 310 KT (5 prov) 310 KT (5 prov)
8. Optimasi lahan rawa lebak 675.000 ha 675.000 ha 675.000 ha
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
69
Program/KegiatanRPJM 2015-2019 RPJM 2020-2024 RPJM 2025-2029
Indikator kinerja
9. Pengembangan dan penanaman komoditas tanaman pangan dg varietas tahan kekeringan, banjir, OPT Padi :a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
200.000 ha215.000 ha215.000 ha
210.000 ha220.000 ha220.000 ha
225.000 ha225.000 ha220.000 ha
10. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
11. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
12. Sosialisasi Informasi Iklim ke Dinas Kabupaten
47 kabupaten 47 kabupaten 47 kabupaten
13. Pembukaan Lahan Tanpa Bakar 50.000 ha 50.000 ha 50.000 ha
14. Optimalisasi Lahan 50.000 ha 50.000 ha 50.000 ha
15. Implementasi model adaptasi kekeringan pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
150 ha di 6 prov.,6 kab. (Sulsel/1 kab.,/20 ha, Sultra/1 kab.,/20 ha, Sulut/1 kab.,/20 ha, Sulbar/1 kab.,/20 ha, Sulteng/1 kab.,/20 ha, Gorontalo/1 kab.,/20 ha)
150 ha di 6 prov.,6 kab. (Sulsel/1 kab.,/20 ha, Sultra/1 kab.,/20 ha, Sulut/1 kab.,/20 ha, Sulbar/1 kab.,/20 ha, Sulteng/1 kab.,/20 ha, Gorontalo/1 kab.,/20 ha)
150 ha di 6 prov.,6 kab. (Sulsel/1 kab.,/20 ha, Sultra/1 kab.,/20 ha, Sulut/1 kab.,/20 ha, Sulbar/1 kab.,/20 ha, Sulteng/1 kab.,/20 ha, Gorontalo/1 kab.,/20 ha)
19. Pengembangan ternak yang adaptif tehadap lingkungan setempat (kekeringan, suhu tinggi, genangan)
450 lokasi 700 lokasi 950 lokasi
17. Pengembangan tanaman pakan ternak yang adaptif terhadap lingkungan
200 paket 300 paket 400 paket
18. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
200 paket 300 paket 400 paket
Pulau Nusatenggara dan sekitarnya1. SLPTT Tan. Pangan
- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. Jitut
Jides 6. Embung
Dam Parit S. Resapan
730.000 ha33.000 ha160.000 ha57.000ha140.000ha21.000 ha150 unit150 unit75 unit31.250 ha18.750 ha
25.000 ha720 ha24.000 ha
735.000 ha34.000 ha170.000 ha59.000 ha142.000 ha22.000 ha150 unit150 unit75 unit31.250 ha18.750 ha
25.000 ha720 ha
24.000 ha
735.000 ha35.000 ha175.000 ha60.000 ha145.000 ha24.000 ha150 unit150 unit75 unit31.250 ha18.750 ha
25.000 ha720 ha
24.000 ha
7. SL-PHT Perkebunan 166 KT (2 prov) 166 KT (2 prov) 166 KT (2 prov)8. Pengembangan dan penanaman
komoditas tanaman pangan dg varietas tahan kekeringan, banjir, OPT Padi :a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
5.000.000 ha 225.000 ha 75.000 ha
5.000.000 ha250.000 ha100.000 ha
5.000.000 ha 300.000 ha 150.000 ha
9. Minimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
10. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
11. Sosialisasi Informasi Iklim ke Dinas Kabupaten
24 kabupaten 24 kabupaten 24 kabupaten
12. Pembukaan Lahan Tanpa Bakar 25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha
13. Optimalisasi Lahan 25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha
14. Implementasi model adaptasi kekeringan pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
50 ha di 2 prov., 2 kab. (NTT/1 kab./20 ha, NTB/1 kab./20 ha)
50 ha di 2 prov., 2 kab. (NTT/1 kab./20 ha, NTB/1 kab./20 ha)
50 ha di 2 prov., 2 kab. (NTT/1 kab./20 ha, NTB/1 kab./20 ha)
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
70
Program/KegiatanRPJM 2015-2019 RPJM 2020-2024 RPJM 2025-2029
Indikator kinerja
15. Pengembangan ternak yang adaptif tehadap lingkungan setempat (kekeringan, genangan, dan salinitas tinggi)
250 lokasi 350 lokasi 450 lokasi
16. Pengembangan tanaman pakan ternak yang adaptif terhadap lingkungan
100 lokasi 150 lokasi 200 lokasi
17. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
100 paket 150 paket 200 paket
Pulau Maluku dan sekitarnya1. SLPTT Tan. Pangan
- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. Jitut
Jides 6. Embung
Dam Parit S. Resapan
125.000 ha-5.500 ha1.750 ha-- 30 unit 100 unit375 unit31.250 ha18.750 ha25.000 ha24.000 ha720 ha
130.000 ha-6.000 ha2.000 ha--100 unit125 unit375 unit31.250 ha18.750 ha25.000 ha24.000 ha720 ha
130.000 ha-6.000 ha2.000 ha--40 unit125 unit375 unit31.250 ha18.750 ha25.000 ha24.000 ha720 ha
7. SL-PHT Perkebunan 82 KT (1 prov) 82 KT (1 prov) 82 KT (1 prov)8. Pengembangan dan penanaman
komoditas tanaman pangan dg varietas tahan kekeringan, banjir, OPT Padi :a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
600 ha600 ha1.250 ha
600 ha600 ha1.250 ha
600 ha600 ha1.500 ha
9. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
10. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
11. Sosialisasi Informasi Iklim ke Dinas Kabupaten
15 kabupaten 15 kabupaten 15 kabupaten
12. Pembukaan Lahan Tanpa Bakar 12.500 ha 12.500 ha 12.500 ha
13. Optimalisasi Lahan 12.500 ha 12.500 ha 12.500 ha
14. Implementasi model adaptasi kekeringan pada tanaman perkebunan menggunakan istana cacing, irigasi tetes, pembuatan rorak, serta penanaman tanaman pelindung dan rumput gajah
50 ha di 2 prov., 2 kab. (Maluku/1 kab./20 ha, Malut/2 kab./20 ha)
50 ha di 2 prov., 2 kab. (Maluku/1 kab./20 ha, Malut/2 kab./20 ha)
50 ha di 2 prov., 2 kab. (Maluku/1 kab./20 ha, Malut/2 kab./20 ha)
15. Pengembangan ternak yang adaptif tehadap lingkungan setempat (kekeringan, genangan, dan salinitas tinggi)
140 lokasi 190 lokasi 240 lokasi
16. Pengembangan tanaman pakan ternak yang adaptif terhadap lingkungan
100 lokasi 150 lokasi 200 lokasi
17. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
100 paket 150 paket 200 paket
Pulau Papua dan sekitarnya1. SLPTT Tan. Pangan
- Padi nonhibrida- Padi hibrida- Padi lahan kering- Jagung Hibrida- Kedelai- Kacang tanah
2. SLI3. SL-PHT4. PIP5. Jitut
Jides 6. Embung
Dam Parit S. Resapan
110.000 ha-20.000 ha---27 unit100 unit38 unit
312 ha19 ha
25.000 ha24.000 ha720 ha
115.000 ha-20.000 ha---30 unit100 unit38 unit
312 ha19 ha
25.000 ha24.000 ha720 ha
120.000 ha-20.000 ha---30 unit100 unit38 unit
312 ha19 ha
25.000 ha24.000 ha720 ha
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
71
Program/KegiatanRPJM 2015-2019 RPJM 2020-2024 RPJM 2025-2029
Indikator kinerja
7. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan Segar
16 propinsi 17 propinsi
8. Peningkatan Ketersediaan dan Penanganan Daerah Rawan Pangan
160 kabupaten 160 kabupaten 130 kabupaten
9. Pengembangan dan penanaman komoditas tanaman pangan dg varietas tahan kekeringan, banjir, OPT Padi :a. Tahan genangan/banjirb. Tahan kekeringanc. Tahan OPT
500 ha500 ha500 ha
500 ha500 ha500 ha
500 ha500 ha500 ha
10. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui pengendalian OPT (penurunan luas dan intensitas serangan)
< 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam < 2% dari luas tanam
11. Meminimalisasi kehilangan hasil melalui penurunan luas daerah terkena/puso akibat banjir, kekeringan dan lainnya
< 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam < 3 % dari luas tanam
12. Sosialisasi Informasi Iklim ke Dinas Kabupaten
29 kabupaten 29 kabupaten 29 kabupaten
13. Pembukaan Lahan Tanpa Bakar 125.000 ha 125.000 ha 125.000 ha
14. Optimalisasi Lahan 125.000 ha 125.000 ha 125.000 ha
15. Pengembangan ternak yang adaptif tehadap lingkungan setempat (genangan)
100 lokasi 150 lokasi 200 lokasi
16. Pengembangan tanaman pakan ternak yang adaptif terhadap lingkungan
100 lokasi 150 lokasi 200 lokasi
Nasional
1. Pengembangan Sistem Rantai Dingin (Cool Chain System) dan Pergudangan Pada Proses Pasca Panen dan Penyimpanan Pangan
Pembangunan Sistem Rantai Dingin (Cool Chain System) dan Pergudangan Pada Proses Pasca Panen dan Penyimpanan Pangan di 25 lokasi untuk komoditi susu dan sayuran
Pembangunan Sistem Rantai Dingin (Cool Chain System) dan Pergudangan Pada Proses Pasca Panen dan Penyimpanan Pangan di 25 lokasi untuk komoditi susu dan sayuran
Pembangunan Sistem Rantai Dingin (Cool Chain System) dan Pergudangan Pada Proses Pasca Panen dan Penyimpanan Pangan di 25 lokasi untuk komoditi susu dan sayuran
Penerapan, bimbingan teknis dan pengawalan
Penerapan, bimbingan teknis dan pengawalan
Penerapan, bimbingan teknis dan pengawalan
2. Pengembangan Sistem Penyediaan, Penanganan dan Penyimpanan Air Bersih Pada Kegiatan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Pertanian
Pembangunan Sistem Penyediaan, Penanganan dan Penyimpanan Air Bersih Pada Kegiatan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil Pertanian di 25 lokasi untuk komoditi hortikultura dan perkebunan
Pembangunan Sistem Penyediaan, Penanganan dan Penyimpanan Air Bersih Pada Kegiatan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil Pertanian di 25 lokasi untuk komoditi hortikultura dan perkebunan
Pembangunan Sistem Penyediaan, Penanganan dan Penyimpanan Air Bersih Pada Kegiatan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil Pertanian di 25 lokasi untuk komoditi hortikultura dan perkebunan
Penerapan, bimbingan teknis dan pengawalan
Penerapan, bimbingan teknis dan pengawalan
Penerapan, bimbingan teknis dan pengawalan
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
72
B. MITIGASI
Program/Kegiatan/Wilayah 2015-2019 2020-2024 2025-2029
Jawa, Bali dan sekitarnya Indikator kinerja
1. Pengembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT (tanpa olah tanah) dalam upaya mitigasi laju peningkatan emisi GRK
75.000 ha padi 100.000 ha padi 125.000 ha padi
2. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk mitigasi peningkatan laju emisi GRK
75.000 ha padi 100.000 ha padi 125.000 ha padi
3. Pembinaan pembukaan/persiapan lahan tanpa bakar
25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha
4. Optimalisasi lahan untuk mencegah deforestasi 25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha
5. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
300 unit 450 unit 600 unit
6. Pemanfaatan kotoran ternak untuk kompos 250 unit 400 unit 550 unit
7. Pengembangan pakan dan aditif/suplemen yg menghasilkan enteric fermentation rendah emisi metan
200 paket 300 paket 400 paket
8. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak 230 paket 330 paket 430 paket
Sumatera dan sekitarnya
1. Pengembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT (tanpa olah tanah) dalam upaya mitigasi laju peningkatan emisi GRK
100.000 ha padi 150.000 ha padi 200.000 ha padi
2. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk mitigasi peningkatan laju emisi GRK
100.000 ha padi 150.000 ha padi 200.000 ha padi
3. Pembinaan pembukaan/persiapan lahan tanpa bakar
75.000 ha 75.000 ha 75.000 ha
4. Optimalisasi lahan untuk mencegah deforestasi
75.000 ha 75.000 ha 75.000 ha
5. Fasilitasi pengendalian kebakaran lahan dan dampak perubahan iklim
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
4 prov. 29 kab. (Sumut/5 kab., Riau/10 kab., Jambi/8 kab., Sumsel/6 kab)
6. Pertemuan koordinasi pengendalian kebakaran
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
7. Insentif benih bagi petani/pekebun yang menerapkan PLTB (karet, kelapa sawit)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
4 prov., 4 paket (Sumut/1 paket, Riau/1 paket, Jambi/1 paket, Sumsel/1 paket)
8. Tambahan perluasan areal kelapa sawit pada lahan non hutan (APL)
25.000 ha di 8 provinsi (NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Babel, Bengkulu, Lampung)
9. Tambahan perluasan areal karet pada lahan non hutan (APL)
30.000 – 40.000 ha 30.000 – 40.000 ha 30.000 – 40.000 ha
10. Tambahan perluasan areal kakao pada lahan non hutan (APL)
35.000 – 40.000 ha 45.000 – 50.000 ha 180.000 – 200.000 ha
11. Sosialisasi PLTB dan peraturan perundang-undangan
4 provinsi 29 kab / tahun 4 provinsi 29 kab / tahun 4 provinsi 29 kab / tahun
12. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
300 unit 500 unit 700 unit
13. Pemanfaatan kotoran ternak untuk kompos 340 unit 540 unit 740 unit
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
73
Program/Kegiatan/Wilayah 2015-2019 2020-2024 2025-2029
14. Pengembangan pakan dan aditif/suplemen yg menghasilkan enteric fermentation rendah emisi metan
200 paket 300 paket 400 paket
15. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
200 paket 300 paket 400 paket
Kalimantan dan sekitarnya
1. Pengembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT (tanpa olah tanah) dalam upaya mitigasi laju peningkatan emisi GRK
75.000 ha padi 100.000 ha padi 150.000 ha padi
2. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk mitigasi peningkatan laju emisi GRK
75.000 ha padi 100.000 ha padi 150.000 ha padi
3. Pembinaan pembukaan/persiapan lahan tanpa bakar
50.000 ha 50.000 ha 50.000 ha
4. Optimalisasi lahan untuk mencegah deforestasi
50.000 ha 50.000 ha 50.000 ha
5. Fasilitasi pengendalian kebakaran lahan dan dampak perubahan iklim
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
4 prov., 32 kab. (Kalbar/8 kab., Kalteng/13 kab., Kalsel/6 kab., Kaltim/6 kab.)
6. Pertemuan koordinasi pengendalian kebakaran
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov., 4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
7. Insentif benih bagi petani/pekebun yang menerapkan PLTB (karet, kelapa sawit)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
4 prov.,4 paket (Kalbar/1 paket, Kalteng/1 paket, Kalsel/1 paket, Kaltim/1 paket)
8. Tambahan perluasan areal kelapa sawit pada lahan non hutan (APL)
45.600 ha di 4 provinsi (Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim)
9. Tambahan perluasan areal karet pada lahan non hutan (APL)
10.000 – 20.000 ha 10.000 – 20.000 ha 10.000 – 20.000 ha
10. Tambahan perluasan areal kakao pada lahan non hutan (APL)
25.000 – 30.000 ha 30.000 – 40.000 ha 60.000 – 70.000 ha
11. Sosialisasi PLTB dan peraturan perundang-undangan
4 provinsi 32 kab / tahun 4 provinsi 32 kab / tahun 4 provinsi 32 kab / tahun
12. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
220 unit 320 unit 420 unit
13. Pemanfaatan kotoran ternak untuk kompos 240 unit 340 unit 440 unit
14. Pengembangan pakan dan aditif/suplemen yg menghasilkan enteric fermentation rendah emisi metan
200 paket 300 paket 400 paket
15. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
160 paket 2600 paket 360 paket
Sulawesi dan sekitarnya
1. Pengembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT (tanpa olah tanah) dalam upaya mitigasi laju peningkatan emisi GRK
30.000 ha padi 35.000 ha padi 50.000 ha padi
2. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk mitigasi peningkatan laju emisi GRK
30.000 ha padi 35.000 ha padi 50.000 ha padi
3. Pembinaan pembukaan/persiapan lahan tanpa bakar
50.000 ha 50.000 ha 50.000 ha
4. Optimalisasi lahan untuk mencegah deforestasi 50.000 ha 50.000 ha 50.000 ha
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
74
Program/Kegiatan/Wilayah 2015-2019 2020-2024 2025-2029
5. Tambahan perluasan areal kelapa sawit pada lahan non hutan (APL)
6.600 ha di 4 provinsi (Sulteng, Sulsel, Sultra, Sulbar)
6. Tambahan perluasan areal karet pada lahan non hutan (APL)
200 – 300 ha 200 – 300 ha 200 – 300 ha
7. Tambahan perluasan areal kakao pada lahan non hutan (APL)
40.000 – 45.000 ha 45.000 – 50.000 ha 180.000 – 190.000 ha
8. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
9. Pemanfaatan kotoran ternak untuk kompos
10. Pengembangan pakan dan aditif/suplemen yg menghasilkan enteric fermentation rendah emisi metan
11. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
Nusa Tenggara dan Sekitarnya
1. Pengembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT (tanpa olah tanah) dalam upaya mitigasi laju peningkatan emisi GRK
10.000 ha padi 12.500 ha padi 20.000 ha padi
2. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk memitigasi peningkatan laju emisi GRK
10.000 ha padi 12.500 ha padi 20.000 ha padi
3. Pembinaan pembukaan/persiapan lahan tanpa bakar
25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha
4. Optimalisasi lahan untuk mencegah deforestasi
25.000 ha 25.000 ha 25.000 ha
5. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
110 unit 160 unit 210 unit
6. Pemanfaatan kotoran ternak untuk kompos 130 unit 180 unit 230 unit
7. Pengembangan pakan dan aditif/suplemen yg menghasilkan enteric fermentation rendah emisi metan
100 paket 150 paket 200 paket
8. Pengembangan sistem integrasi tanaman-ternak
100 paket 150 paket 200 paket
Maluku dan sekitarnya
1. Pengembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT (tanpa olah tanah) dalam upaya mitigasi laju peningkatan emisi GRK
5.000 ha padi 5.500 ha padi 6.000 ha padi
2. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk memitigasi peningkatan laju emisi GRK
5.000 ha padi 5.500 ha padi 6.000 ha padi
3. Pembinaan pembukaan/persiapan lahan tanpa bakar
12.500 ha 12.500 ha 12.500 ha
4. Optimalisasi lahan untuk mencegah deforestasi
12.500 ha 12.500 ha 12.500 ha
5. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
75 unit 125 unit 175 unit
6. Pemanfaatan kotoran ternak untuk kompos 100 unit 150 unit 200 unit
7. Pengembangan pakan dan aditif/suplemen yg menghasilkan enteric fermentation rendah emisi metan
100 paket 150 paket 200 paket
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
75
Program/Kegiatan/Wilayah 2015-2019 2020-2024 2025-2029
Papua dan sekitarnya
1. Pengembangan budidaya tanaman pangan dengan TOT (tanpa olah tanah) dalam upaya mitigasi laju peningkatan emisi GRK
750.000 ha padi 850.000 ha padi 900.000 ha padi
2. Pemanfaatan pupuk organik dan pestisida hayati/agens hayati dalam kegiatan budidaya tanaman pangan untuk memitigasi peningkatan laju emisi GRK
750.000 ha padi 850.000 ha padi 900.000 ha padi
3. Pembinaan pembukaan/persiapan lahan tanpa bakar
125.000 ha 125.000 ha 125.000 ha
4. Optimalisasi lahan untuk mencegah deforestasi
125.000 ha 125.000 ha 125.000 ha
5. Tambahan perluasan areal kelapa sawit pada lahan non hutan (APL)
8.800 ha di Papua dan Papua Barat
6. Tambahan perluasan areal karet pada lahan non hutan (APL)
Sekitar 100 ha Sekitar 100 ha Sekitar 100 ha
7. Tambahan perluasan areal kakao pada lahan non hutan (APL)
15.000 – 20.000 ha 20.000 – 30.000 ha 15.000 – 20.000 ha
8. Pemanfaatan kotoran/urine ternak untuk biogas/bio-urine.
75 unit 125 unit 175 unit
9. Pemanfaatan kotoran ternak untuk kompos 110 unit 160 unit 210 unit
Nasional
1. Penerapan produksi bersih untuk meminimalkan jumlah limbah padat, cair dan emisi (gas)
Penerapan Produksi Bersih Penerapan Produksi BersihPenerapan Produksi Bersih
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
2. Pemanfaatan limbah usaha pasca panen dan pengolahan hasil pertanian untuk meminimalkan emisi dari pembakaran dan emisi dari pembusukan limbah
Pembangunan unit pengolahan limbah menjadi Biogas, Biomass dan kompos
Pembangunan unit pengolahan limbah menjadi Biogas, Biomass dan kompos
Pembangunan unit pengolahan limbah menjadi Biogas, Biomass dan kompos
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
3. Pengolahan limbah cair pasca panen dan pengolahan hasil pertanian untuk menguraingi emisi dari limbah cair dan degradasi lingkungan
4.
Pengembangan dan pembangunan unit pengolahan limbah cair
Pengembangan dan pembangunan unit pengolahan limbah cair
Pengembangan dan pembangunan unit pengolahan limbah cair
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
5. Pengembangan Bioenergi Perdesaan untuk substitusi bahan bakar fosil di rumah tangga petani dan kegiatan pasca panen serta pengolahan hasil
Pengembangan dan pembangunan unit pengolahan Bio Energi
Pengembangan dan pembangunan unit pengolahan Bio Energi
Pengembangan dan pembangunan unit pengolahan Bio Energi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
6. Penerapan Produksi dan Konsumsi Pada Tngkat Lokal Untuk Mengurangi Kontribusi Emisi Dari Kegiatan Transportasi
7.
Pilot Model Penerapan Produksi dan Konsumsi Pada Tngkat Lokal
Penerapan Produksi dan Konsumsi Pada Tngkat Lokal di sentra-sentra produksi pertanian
Penerapan Produksi dan Konsumsi Pada Tngkat Lokal di sentra-sentra produksi pertanian
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
8. Penggunaan alat dan mesin pasca panen dan pengolahan hasil yang hemat energi dan minim emisi
Pilot Model Penerapan Produksi dan Konsumsi Pada Tngkat Lokal
Pengembangan Penerapan Produksi dan Konsumsi Pada Tngkat Lokal
P e n g e m b a n g a n Penerapan Produksi dan Konsumsi Pada Tngkat Lokal
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
Sosialisasi, Diseminasi, Bimtek, Pengawalan dan Gelar teknologi
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
76
Lampiran 5. Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim 2010-2020 Sektor Pertanian
Target Penurunan Emisi (26%) : 0,008 (Giga ton)
Target Penurunan Emisi (41%) : 0,003 (Giga ton)
RENCANA AKSIVOLUME
KEGIATANPERIODE LOKASI
BIAYA (Rp triliun) PENNGGUNG JAWAB (PJ)/ PELAKSANA)
TARGET PENURUNAN
EMISI 2010-2014
2015-2020
SumberTon CO2/10
th1. Penyiapan lahan
tanpa bakar dan optimalisasi pemanfaatan lahan
300.500 ha 2010-2020 Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Kalteng
1,000 1,330 APBN Kementerian Pertanian
5,200,000
2. Penerapan teknologi budidaya tanaman
2.026.500 2010-2020 32 provinsi 0,720 0,957 APBN Kementerian Pertanian
17,812,000
3. Pemanfaatan pupuk organik dan bio-pestisida
10.000 unit (250.000 ha)
2010-2020 33 provinsi 1,489 1,980 APBN Kementerian Pertanian
10,000,000
4. Pengembangan areal perkebunan di lahan tidak berhutan, terlantar dan terdegradasi (APL)
Kelapa sawit 860.000 ha
Karet 42.000 ha
Kakao 365.000 ha
2010-2020 Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Kalsel, Sulteng, Papua.
Sumut, Riau, Sumsel, Sumbar, Jambi, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Jabar, Jateng, Kepri, Bengkulu
Sumut, Sumbar, NAD, Bengkulu, Sulbar, Sulsel, Sultra, Sulteng, Papua, Kaltim, Kalbar, NTT, Malut
0,900 1,197 APBN Kementerian Pertanian
74,533,333
2,380,000
5,416,667
5. Pemanfaatan kotoran/urine ternak dan limbah pertanian untuk bio energi dan pupuk organik
1500 kelompok 2010-2020 33 provinsi 0,360 0,479 APBN Kementerian Pertanian
10,000,000
6. Penelitian dan pengembangan teknologi rendah emisi, metodologi MRV sektor pertanian
• 4 kegiatan/ 2 paket tanaman pangan
• 12 paket peternakan,
• 4 kegiatan/8 paket tanaman perkebunan
• 3 kegiatan berkaitan MRV sektor pertanian
2010-2020 32 provinsi 0,300 0,399 APBN Kementerian Pertanian
JUMLAH SELAMA 10 TAHUN 4,769 6,341 140,142,500
Efektivitas teknologi mitigasi 20% dengan efektifitas program 100 % 0,0140Skenario1: Target penurunan emisi dengan Efektivitas teknologi mitigasi 20% dengan efektifitas program 75 % 0.0105 Skenario2: Target penurunan emisi dengan Efektivitas teknologi mitigasi 20% dengan efektifitas program 60% 0.0084 Skenario3: Target penurunan emisi dengan Efektivitas teknologi mitigasi 20% dengan efektifitas program 50% 0.0070
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
77
Lampiran 6. Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim 2010-2020 Sektor Pertanian pada Lahan Gambut
Target Penurunan Emisi (26%) : 0,280 (Giga ton)
Target Penurunan Emisi (41%) : 0,057 (Giga ton)
RENCANA AKSI
VOLUME KEGIATAN
PERIODE LOKASI
BIAYA (Rp. Triliun)PENANGGUNG
JAWAB (PJ)/ PELAKSANA)
TARGET PENURUNAN
EMISI2010-2014
2015-2020 Sumber
Ton CO2/10 th
Pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan
325.000 ha 2010-2020
Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Sumbar, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kaltim, dan Kalteng,
2,300 2,400 APBN Kementerian Pertanian
103,432,500
Rehabilitasi, reklamasi dan revitalisasi lahan gambut terlantar/terdegradasi pada areal pertanian
8 kegiatan 2010-2020
Riau, Jambi, , Sumsel, Sumbar, Kalbar, Kalsel, Kaltim, dan Kalteng
0,600 0,600 APBN Kementerian Pertanian
100,750,000
Penelitian dan pengembangan teknologi serta metodologi MRV pada areal pertanian di lahan gambut
• 6 kegiatan/ 12 paket teknologi
2010-2020
Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Kalteng, dan Papua
0,070 0,080 APBN Kementerian Pertanian
•
JUMLAH SELAMA 10 TAHUN 2,970 3,080 204,182,500
Efektivitas teknologi mitigasi 21% dengan efektifitas program 100 % 0.0204Skenario 1: Target penurunan emisi dengan Efektivitas t eknologi mitigasi 21% dengan efektifitas program 75 % 0.0153
Skenario 2: Target penurunan emisi dengan Efektivitas eknologi mitigasi 21% dengan efektifitas program 60% 0.0123 Skenario 3: Target penurunan emisi dengan Efektivitas teknologi mitigasi 21% dengan efektifitas program 50% 0.0102
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
78
Lampiran 6. Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim 2010-2020 Sektor Pertanian pada Lahan Gambut
Target Penurunan Emisi (26%) : 0,280 (Giga ton)
Target Penurunan Emisi (41%) : 0,057 (Giga ton)
RENCANA AKSI
VOLUME KEGIATAN
PERIODE LOKASI
BIAYA (Rp. Triliun)PENANGGUNG
JAWAB (PJ)/ PELAKSANA)
TARGET PENURUNAN
EMISI2010-2014
2015-2020 Sumber
Ton CO2/10 th
Pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan
325.000 ha 2010-2020
Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Sumbar, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kaltim, dan Kalteng,
2,300 2,400 APBN Kementerian Pertanian
103,432,500
Rehabilitasi, reklamasi dan revitalisasi lahan gambut terlantar/terdegradasi pada areal pertanian
8 kegiatan 2010-2020
Riau, Jambi, , Sumsel, Sumbar, Kalbar, Kalsel, Kaltim, dan Kalteng
0,600 0,600 APBN Kementerian Pertanian
100,750,000
Penelitian dan pengembangan teknologi serta metodologi MRV pada areal pertanian di lahan gambut
• 6 kegiatan/ 12 paket teknologi
2010-2020
Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Kalteng, dan Papua
0,070 0,080 APBN Kementerian Pertanian
•
JUMLAH SELAMA 10 TAHUN 2,970 3,080 204,182,500
Efektivitas teknologi mitigasi 21% dengan efektifitas program 100 % 0.0204Skenario 1: Target penurunan emisi dengan Efektivitas t eknologi mitigasi 21% dengan efektifitas program 75 % 0.0153
Skenario 2: Target penurunan emisi dengan Efektivitas eknologi mitigasi 21% dengan efektifitas program 60% 0.0123 Skenario 3: Target penurunan emisi dengan Efektivitas teknologi mitigasi 21% dengan efektifitas program 50% 0.0102
Lampiran 7. Kerangka Kerja Logis
Penyiapan Lahan Tanpa Bakar Dan Optimalisasi Pemanfaatan Lahan
Design Summary Performance target/indicatorsData sources/reporting
mechanismAssumption and Risk
Impact:
Penurunan emisi GRK Penurunan emisi CO2 5,200,000 ton
Pengukuran langsung, perhitungan dan kajian Kementerian Pertanian (Badan Litbang Pertanian)
Tersedianya data luasan target mitigasi dari Kementerian Pertanian
Outcome:
Telaksananya penyiapan lahan tanpa bakar untuk usaha tani
300.500 ha
Hasil pemantauan dan pelaporan Kementerian Pertanian (Ditjen PLA dan Ditjen Perkebunan)
Tersedianya data penyiapan lahan tanpa bakar dan pelaporan rutin dari daerah
Output :
Fasilitas penyiapan lahan tanpa bakar dan subsidi pupuk, benih dan bunga kredit penyiapan lahan tanpa bakar di 8 propinsi
Unit fasilitas penyiapan lahan tanpa bakar diSumut (20), Riau (20), Jambi (20), Sumsel (50), Kalbar (30), Kalsel (30), Kaltim (50), Kalteng (40), dan insentif bagi 2,3 juta petani
Laporan DIPA Kementerian Pertanian
Turunnya DIPA di masing-masing daerah tepat waktu
Activities :
1. Pengadaan traktor, slasher
2. Insentif bagi petani yang menerapkan penyiapan lahan tanpa bakar di lahan mineral
Anggaran 2010-2014 = 1,000 triliun
Anggaran 2015-2020 = 1,333 triliun
Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman
Design Summary Performance target/indicatorsData sources/reporting
mechanismAssumption and Risk
Impact:
Penurunan emisi GRK Penurunan emisi CO2 17,812,000 ton
Pengukuran langsung, perhitungan dan kajian Kementerian Pertanian (Badan Litbang)
Tersedianya data luasan target mitigasi dari BPS, Bakorsurtanal
Outcome:
Teraplikasinya penerapan teknologi budidaya tanaman rendah emisi
2.026.500 ha
Hasil pemantauan dan pelaporan Kementerian Pertanian (Ditjen Tanaman Pangan dan Ditjen PLA)
Tersedianya data luas baku sawah, luas tanam, luas area terkena bencana
Output :
Pengembangan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), pengelolaan lahan, air, olah tanah minimum, olah tanah konservasi sesuai tipologi lahan, dan penggunaan varietas unggul baru (VUB) rendah emisi dan Sistem of Rice Intensification
Terlaksananya kegiatan teknologi budidaya rendah emisi di 32 provinsi untuk 1,67 juta petani
Laporan DIPA Kementerian Pertanian
Turunnya DIPA di masing-masing daerah tepat waktu
Activities :
1. Pembinaan kelompok tani melalui magang dan sekolah lapang
2. Bantuan benih VUB rendah emisi, pupuk dan kredit usaha tani bagi petani yang menerapkan budidaya pertanian
rendah emisi
Anggaran 2010-2014 = 0,720 triliun
Anggaran 2015-2020 = 0,957 triliun
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
79
Pemanfaatan Pupuk Organik dan Bio-Pestisida
Design SummaryPerformance target/
indicatorsData sources/reporting
mechanismAssumption and Risk
Impact:
Penurunan emisi GRKPenurunan emisi CO2 10.000.000 ton
Pengukuran langsung, perhitungan dan kajian Kementerian Pertanian (Badan Litbang)
Tersedianya industri bio-pestisida dan pupuk organik
Outcome:
Teraplikasinya penerapan pupuk organik dan bio-pestisida
250.000 ha
Hasil pemantauan dan pelaporan Kementerian Pertanian (Ditjen Tanaman Pangan dan Ditjen PLA)
Tersedianya lahan dan jumlah kebutuhan, serta pasokan bio-pestisida dan pupuk organik
Output:Pemakaian pupuk organik sebanyak 1 ton/ha di areal SLPTT berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Pemanfaatan pupuk organik dan bio-pestisida hayati melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan Sekolah Lapang Iklim (SLI)
Tersedianya 10.000 unit alat pengolah pupuk organik (APPO) dan 1.000 SL-PTT
Laporan Satker Kementerian PertanianTurunnya DIPA di masing-masing daerah tepat waktu
Activity:1. Penyediaan APPO2. Penyelenggaraan SL-PTT (termasuk SL-PHT dan SLI)
Anggaran 2010-2014 = 1,489 triliunAnggaran 2015-2020 = 1,980 triliun
Pengembangan Areal Perkebunan Di Lahan Tidak Berhutan, Terlantar Dan Terdegradasi (APL)
Design SummaryPerformance target/
indicators
Data sources/reporting
mechanismAssumption and Risk
Impact:
Penurunan emisi GRK Absorpsi CO2 82.330.000 ton
Pengukuran langsung, perhitungan dan kajian Kementerian Pertanian (Badan Litbang dan Ditjen Perkebunan)
Tersedianya metode pengukuran absorpsi CO2 oleh tanaman perkebunan
Outcome:
Termanfaatkannya lahan tidak berhutan, terlantar dan terdegradasi untuk pengembangan areal perkebunan
1.267.000 ha
Hasil pemantauan dan pelaporan Kementerian Pertanian (Ditjen Perkebunan)
Tersedianya data luas lahan tidak berhutan, terlantar dan terdegradasi
Output:Tersedianya bibit dan sarana produksi untuk tanaman perkebunan di Sumut, Riau, Sumsel, Sumbar, Jambi, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Jabar, Jateng, Kepri, Bengkulu, NTT, Malut
Kelapa sawit 860.000 haKaret 42.000 haKakao 365.000 ha
Laporan Satker Kementerian PertanianTurunnya DIPA di masing-masing daerah tepat waktu, dan tersedianya skim kredit perkebunan
Activity:1. Revitalisasi lahan tidak berhutan, terlantar, dan terdegadrasi untuk pengembangan sawit, karet dan
kakao2. Penyediaan sarana produksi: bibit, pupuk dan fasilitas kredit usaha tani perkebunan3. Penataan dan penyiapan lahan untuk perkebunan
Anggaran 2010-2014 = 0,900 triliunAnggaran 2015-2020 = 1,197 triliun
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
80
Pemanfaatan Kotoran/Urine Ternak Dan Limbah Pertanian Untuk Bio Energi Dan Pupuk Organik
Design SummaryPerformance target/
indicatorsData sources/reporting mechanism Assumption and Risk
Impact:
Penurunan emisi GRK 10.000.000 ton CO2
Pengukuran langsung, perhitungan dan kajian Kementerian Pertanian (Badan Litbang dan Ditjen Peternakan)
Tersedianya teknik penghitungan penurunan emisi CH4 dari pengolahan limbah ternak
Outcome:
Termanfaatkannya limbah ternak dan pertanian untuk pupuk organik dan bio-energi
1.500 kelompokPelaporan Kementerian Pertanian (Ditjen Peternakan)
Tersedianya data peternak/petani yang mengolah limbah pertanian/peternakan
Output:Tersedianya biodekomposer, APPO (alat pengolah pupuk organik), bio-digester dan konvertor energi limbah organik oleh kelompok
Kelompok tani di 33 provinsi
Laporan Satker Kementerian PertanianDIPA turun tepat waktu dan adanya subsidi pembuatan biodekomposer, APPO, biodigester
Activity:1. Pembangunan penampung limbah ternak2. Pembuatan biodigester3. Pembuatan APPO
Anggaran 2010-2014 = 0,360 triliunAnggaran 2015-2020 = 0,479 triliun
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
81
Penelitian dan pengembangan teknologi rendah emisi, metodologi MRV sektor pertanian
Design SummaryPerformance target/
indicators
Data sources/reporting
mechanismAssumption and Risk
Impact:
Tersedianya teknologi penurunan dan absorpsi GRK, serta metodologi MRV di sektor pertanian
• 12 paket tanaman pangan• 12 paket peternakan,• 8 paket tanaman perkebunan• 3 kegiatan berkaitan MRV
sektor pertanian
Laporan Kementerian Pertanian (Badan Litbang)
Tersedianya tenaga ahli yang cukup di bidang penghitungan penurunan emisi GRK sektor pertanian
Outcome:Teraplikasi dan termanfaatkannya hasil penelitian dan kajian pengukuran, penghitungan reduksi dan absorpsi GRK sektor pertanian
12 eselon 1 Kementrian Pertanian menggunakan teknologi reduksi dan absorpsi GRK
Pelaporan Kementerian Pertanian Adanya sinergi antara Litbang Pertanian dengan Direktorat Jendral teknis
Output:1. VUB rendah emisi2. Jenis pakan ternak
rendah emisi3. Metode PLTB4. Data baseline emisi5. Metode MRV sektor
pertanian6. Pelaksanaan sosialisasi
1. 10 VUB rendah emisi2. 5 jenis pakan ternak3. 5 metode PLTB4. Basisdata emisi untuk 33
propinsi5. 5 kajian MRV sektor pertanian6. 10 kali sosialisasi7. Pemantau GRK mobile (2 unit)
Laporan Satker Kementerian Pertanian
Dukungan program yang konsisten
Activity:
• Penelitian dan pengembangan varietas dan teknologi pengelolaan lahan/tanah air dan tanaman
pangan rendah emisi
• Penelitian dan pengembangan jenis pakan dan ternak yang menghasilkan kotoran dan
entericfermentation rendah emisi
• Penyediaan teknologi penyiapan lahan tanpa bakar (PLTB) dan budidaya rendah emisi untuk areal
perkebunan
• Pengukuran baseline emisi GRK berbagai lokasi kegiatan mitigasi
• Pengembangan metodologi measurable, reportable, verifiable (MRV) sektor pertanian
• Sosialisasi, implementasi dan monitoring emisi (dalam rangka MRV)
Anggaran 2010-2014 = 0,300 triliunAnggaran 2015-2020 = 0,399 triliun
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
82
Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan Untuk Pertanian
Design SummaryPerformance target/
indicatorsData sources/reporting
mechanismAssumption and Risk
Impact:
Penurunan emisi GRK 103.432.500 ton CO2
Pengukuran langsung, perhitungan dan kajian Kementerian Pertanian (Badan Litbang, Ditjen Perkebunan, Ditjen PLA)
Tersedianya teknologi pengelolaan lahan gambut berkelanjutan untuk pertanian
Outcome:
Termanfaatkannya areal pertanian di lahan gambut secara berkelanjutan
Diterapkannya permentan Permentan 14/2009 dalam penataan lahan gambut .
Pelaporan Kementerian Pertanian Adanya dukungan dari pemerintah daerah untuk pemeliharanan infra struktur pertanian di lahan gambut
Output:Tertatanya lahan gambut untuk pertanian sesuai Permentan 14 tahun 2009
Tertatanya tataguna lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan seluas 325.000 ha di propinsi Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Sumbar, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kaltim, dan Kalteng,
Laporan Satker Kementerian Pertanian
DIPA turun tepat waktu
Activity:1. Pengelolaan lahan dengan mempertahankan tinggi muka air tanah pada saluran tersier dan kuarter2. Pengadaan bahan amelioran, kompos, dan pupuk kandang3. Fasilitasi pengendalian kebakaran lahan, dan 4. Insentif bagi petani yang menerapkan pembukaan lahan tanpa bakar
Anggaran 2010-2014 = 2,300 triliunAnggaran 2015-2020 = 2,400 triliun
Rehabilitasi, Reklamasi Dan Revitalisasi Lahan Gambut Terlantar/Terdegradasi Pada Areal Pertanian
Design SummaryPerformance target/
indicators
Data sources/reporting
mechanismAssumption and Risk
Impact:
Penurunan emisi GRK100,750,000ton CO2
Pengukuran langsung, perhitungan dan kajian Kementerian Pertanian (Badan Litbang Pertanian)
Tersedianya lahan gambut yang akan direklamasi/ revitalisasi
Outcome:Berfungsinya sistem pengelolaan lahan dan tata air serta budidaya tanaman berkelanjutan di lahan gambut
Meningkatnya produktivitas lahan gambut sebesar 20% dari kondisi awal (2009)
Pelaporan Kementerian Pertanian (Ditjen Tanaman Pangan dan Ditjen Perkebunan)
Adanya sinergi program pusat dan daerah dalam rehabilitasi dan revitalisasi lahan gambut
Output:Meningkatnya kondisi biofisik dan tertatanya lahan dan air di lahan gambut
Meningkatnya indek pertanaman pada lahan gambut yang telah direhabilitasi
Hasil survey Kementerian Pertanian (Badan Litbang Pertanian)
Adanya dukungan masyarakat/ petani untuk merehabilitasi dan memanfaatkan lahan gambut secara optimal
Activity:• Perbaikan kondisi bio-fisik lahan gambut terlantar/terdegradasi pada areal dan calon areal pertanian • Penataan lahan dan tata air• Penanaman tanaman dengan kapasitas serapan karbon tinggi (tanaman pohon-pohonan: Perkebunan
dan buah-buahan)
Anggaran 2010-2014 = 0,360 triliunAnggaran 2015-2020 = 0,479 triliun
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
83
Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Serta Metodologi MRV Pada Areal Pertanian di Lahan Gambut
Design SummaryPerformance target/
indicatorsData sources/reporting
mechanismAssumption and Risk
Impact:Tersedianya teknologi penurunan dan absorpsi GRK, serta metodologi MRV di sektor pertanian di lahan gambut
12 paket teknologiLaporan Kementerian Pertanian (Badan Litbang)
Tersedianya tenaga ahli yang memadai di bidang penghitungan penurunan emisi GRK sektor pertanian di lahan gambut
Outcome:Teraplikasi dan termanfaatkannya hasil penelitian dan kajian pengukuran, penghitungan reduksi dan absorpsi GRK sektor pertanian
Penggunaan teknologi reduksi dan absorpsi GRK di Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Kalteng, dan Papua
Pelaporan Kementerian Pertanian Adanya sinergi antara Litbang Pertanian dengan Direktorat Jendral teknis
Output: 1. VUB rendah emisi2. Metode pengelolaan lahan
gambut berkelanjutan3. Data baseline emisi4. Metode MRV sektor pertanian5. Tersedianya alat pemantau emisi
GRK mobile
1. VUB rendah emisi untuk pangan dan perkebunan 3 varietas
2. Teknologi pengelolaan lahan gambut berkelanjutan untuk pertanian, 3 kegiatan
3. Basisdata emisi untuk 10 propinsi
4. MRV sektor pertanian di lahan gambut, 2 kajian
5. Mobil pemantau GRK (2 unit)
Laporan Satker Kementerian Pertanian
Dukungan program yang konsisten
Activity:
1. Pengembangan dan sosialisasi varietas dan teknologi pengelolaan lahan/ tanah air dan tanaman pangan dan
perkebunan rendah emisi di lahan gambut
2. Baseline study emisi GRK berbagai lokasi kegiatan mitigasi di lahan gambut
3. Penelitian dan pengembangan model MRV lahan gambut untuk pertanian
4. Pengadaan alat pemantau emisi GRK mobile untuk mendukung kegiatan MRV sektor pertanian di lahan gambut
Anggaran 2010-2014 = 0,070 triliunAnggaran 2015-2020 = 0,080 triliun
ICCSR - SEKTOR PERTANIAN
84
Top Related