RUMAH ADAT BATAK KARO
TUGAS BESAR
MATA KULIAH SEJARAH ARSITEKTUR INDONESIA
Dosen : Ir. Laksmi Utami, MS.
Nama : Narizka Ayu Nasution
NIM : 052.001300.052
Kelas : A
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan tugas besar ini. Tugas besar mata kuliah Sejarah Arsitektur Indonesia ini
merupakan bentuk pendidikan yang dimaksudkan untuk peningkatan pengetahuan dan
wawasan penulis, dosen, dan pembaca akan “Sejarah Arsitektur Rumah Adat Batak Karo”.
Tugas besar ini dilaksanakan mengingat informasi tentang aneka ragam kebuadayaan
Indonesia yang sangat kurang. Dengan menampilkan informasi yang mudah dipahami,
diharapkan dapat ditingkatkan perhatian, minat dan apresiasi masyarakat terhadap obyek
yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT karena rahmat-Nya tugas besar ini terselesaikan dengan lancar.
2. Ir. Laksmi Utami, MS. selaku dosen mata kuliah Sejarah Arsitektur Indonesia yang
telah membimbing untuk menyelesaian tugas besar ini.
3. Pihak perpustakaan yang telah menfasilitasi buku sebagai salah satu sumber tugas
besar ini.
Penulis mohon maaf seandainya masih ada kekurangan. Kritik dan saran dari
pembaca harap disampaikan dalam kesempurnaan tugas besar ini.
Jakarta, 16 Juni 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................1
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................1
1.4 Metode Penelitian ............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
2.1 Sejarah Rumah Adat Batak Karo ....................................................3
2.2 Pola Perkampungan Rumah Adat Batak Karo ............................4
2.3 Fisiologi dan Kosmologi Rumah Adat Batak Karo ............................4
2.4 Bentuk Bangunan Rumah Adat Batak Karo ........................................5
2.5 Ornamen dan Ragam Hias Rumah Adat Batak Karo ..............13
BAB III PENUTUP ..................................................................................................14
3.1 Kesimpulan ......................................................................................14
3.2 Saran ..................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan Batak Karo merupakan suatu hasil karya dari nenek moyang suku
Batak Karo pada zaman dulu yang telah membuktikan bahwa keterbatasan wawasan
pengetahuan tidak menghalangi mereka untuk berkarya dan menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi anak cucu mereka sampai saat ini, dan juga oleh pemerintah daerah
Sumatera Utara telah dijadikan salah satu objek wisata di daerah Batak Karo – Sumatera
Utara.
Siwaluh Jabu, itulah nama dari rumah tradisional Batak Karo yang didiami oleh
delapan kepala keluarga. Siwaluh Jabu belum diketahui secara rinci oleh masyarakat
tentang asal-muasalnya ia dibangun, dengan apa dan bagaimana cara nenek moyang
mereka membuat karya arsitektur tradisional yang luar biasa unik ini.
Berdasarkan hal tersebut di atas, sebagai mahasiswa tentunya penulis ingin
mengangkat sejarah arsitektur rumah adat Batak Karo ini melalui tugas besar ini.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana sejarah rumah adat Batak Karo?
2) Seperti apa pola perkampungannya?
3) Apa filosofi dan kosmologi yang terkandung didalamnya?
4) Bagaimana bentuk denah, tampak dan potongan bangunan ini?
5) Apa saja material yang digunakan serta sistem struktur konstruksi yang seperti apa?
6) Adakah makna dari elemen serta ornamen pada bangunan ini?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan tugas besar ini adalah untuk mengkaji wawasan kita
tentang Rumah Adat Batak Karo. Sejarah, pola perkampungan hingga detail arsitektur
akan penulis angkat.
Manfaat dan hasil dari penulisan tugas besar ini diharapkan dapat memberikan
beberapa informasi yang bermanfaat bagi para pembaca tentang Sejarah Arsitektur
Rumah Adat Batak Karo.
1
1.4 Metode Penelitian
Metode penelitiannya adalah dengan deskriptif analisis yaitu dengan mengembangkan
konsep dan menghimpun fakta. Teknik pengumpulan data :
a) Buku, pengutipan atau telaah pustaka.
b) Internet, pengutipan berbagai sumber.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Rumah Adat Batak Karo
Rumah Adat Si Waluh Jabu
paling mudah ditemui, karena
peninggalannya masih tersebar di
beberapa wilayah tanah adat Karo.
Salah satunya adalah Desa Lingga
yang merupakan wilayah bekas
Kerajaan Lingga Tanah Karo, berada
di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Meski hanya sebuah kampung kecil yang berada tak
jauh dari kaki Gunung Sinabung, salah satu puncak tertinggi di Sumatera Utara, ternyata
desa ini cukup terkenal dengan objek wisata sejarah yaitu rumah adat dan kesenian karo
lainnya..
Desa ini terkenal karena masih terdapat sejumlah bangunan tradisional adat Batak
Karo yang sudah berusia ratusan tahun. Bangunan utamanya adalah rumah adat Batak
Karo Siwaluh Jabu yang berusia sekitar 250 tahun. Selain itu, sejumlah bangunan
tradisional lainnya juga masih berdiri di sana. Seperti jambur, griten, lesung dan
lembung.
Konsep rumah adat Karo ini oleh para arsitek di masa awal pembangunan rumah
adat ini sangat lengkap, sampai memikirkan kekuatan bangunan, sehingga apabila terjadi
gempa rumah adat akan tetap berdiri kokoh.
Di masa lalu, dalam membangun rumah adat harus dilakukan dengan ritual panjang.
Di dalam rumah adat, terdapat banyak aturan dan pantangan adat yang harus dipatuhi
oleh setiap keluarga yang tinggal di dalam rumah adat. Bicara tidak boleh sembarangan,
tidak boleh duduk di tengah ruangan, tidak boleh duduk di tungku, karena tungku adalah
tempat untuk memasak dan lain-lain.
Ciri khas Siwaluh Jabu ada pada kedua ujung atapnya yang terbuat dari ijuk dan
terpasang tanduk atau kepala kerbau, di atas anyaman bambu berbentuk segitiga yang
disebut “ayo-ayo”. Kepala kerbau dengan posisi menunduk ke bawah itu dipercaya
penduduk sebagai penolak bala.
3
2.2 Pola Perkampungan Rumah Adat Batak Karo
Pola perkampungan adat Batak Karo yang menyerupai benteng dengan dua gerbang
(bahal), mengikuti pola berbanjar dua, yaitu suatu tata ruang lingkungan dengan
komunitas yang utuh dan mantap. Sekeliling kampung dipagari batu setinggi 2 m, yang
disebut parik. Di setiap sudut dibuat menara untuk mengintai musuh. Menurut
sejarahnya, antar sesama suku Batak sering sekali berperang. Itu sebabnya bentuk
kampungnya menyerupai benteng.
2.3 Fisiologi dan Kosmologi Rumah Adat Batak Karo
Rumah adat Karo yang berada di daerah pegunungan dengan udara yang dingin,
dapur di tengah rumah memiliki fungsi dan makna tersendiri. Selain menerangi bagian
rumah, juga memberikan kehangatan bagi seluruh keluarga.
Palas (antara batu pondasi dan tiang kayu penyangga rumah), dilapisi batang ijuk,
yang berfungsi meredam getaran akibat gempa, rumah akan mengikuti arah getaran
gempa.
Mereka memilih kayu dari hutan, memotong-motong dan dibawa ke hadapan sang
dukun. Oleh sang dukun, kayu-kayu tersebut didoakan, dimimpikan, untuk kemudian
dipilih kayu mana yang boleh digunakan. Pemilihan kayu harus tepat, karena apabila
salah memilih kayu, maka diyakini akan membawa bencana. Jenis kayu yang boleh
dipakai untuk membangun, hanya boleh dari 3 jenis saja, yaitu:
1. Kayu Ndrasi, diyakini menjauhkan keluarga yang tinggal di rumah tersebut tidak
mendapat sakit.
2. Kayu Ambartuah, dipakai supaya mereka diberi tuah, ataupun kesejahteraan
hidup.
3. Kayu Sibernaik, dipakai untuk mendoakan kemudahan rezeki.
4
2.4 Bentuk Bangunan Rumah Adat Batak Karo
Bangunan Rumah Adat Batak Karo ini berukuran 17×12 m2 yang merupakan rumah
panggung dengan ketinggian bangunan dari tanah mencapai 12 m. Maksudnya untuk
menghindari ancaman dari binatang buas juga dapat digunakan sebagai tempat ternak dan
tempat untuk menyimpan kayu bakar. Dinding miring yang menghadap ke bawah,
maksudnya bagian bawah dinding lebih sempit dari bagian atasnya.
Atap tinggi dan bersudut curam dengan proporsi bagian atap dapat mencapai hingga 7
kalidari bagian dinding. Atap ini berbentuk perisai yang di atasnya berubah menjadi
pelana.
Keterangan :
1. Jabu bena kayu (jabu raja) untuk merga taneh.
2. Jabu lepar bena kayu (jabu sungkun berita)
3. Jabu sidapurken bena kayu (jabu peninggel-ninggel)
4. Jabu sidapurken lepar bena kayu (jabu singkapur belo)
5
III
II
IIIIIII
5. Jabu ujung kayu
6. Jabu lepar ujung kayu (jabu simangan-minem)
7. Jabu sidapurken ujung kayu (jabu arinteneng)
8. Jabu sidapurken lepar ujung kayu (jabu biacara guru)
I. Lebah = pintu III. Redan = tangga
II. Ture = terras IV. Dapur dan dalikan = tangku
Penjelasan masing-masing ruang adalah :
o Jabu bena kayu yaitu ruangan di depan sebelah kiri, didiami oleh pihak marga
tanah dan pendiri kampung. Ia merupakan pengulu atau pemimpin rumah
tersebut. Jabu sedapur bena kayu yaitu ruangan berikutnya yang satu dengan
jabu bena kayu, juga dinamai Sinenggel-ninggel. Rumah Adat Karo Sumatera
Utara, ruang ini didiami oleh pihak Senina yakni saudara-saudaranya yang
bertindak sebagai wakil pemimpin rumah tersebut. Sedapat artinya satu dapur,
karena setaip 2 ruangan maka di depannya terdapat dapur yang dipakai untuk 2
keluarga.
o Jabu ujung kayu, dinamai Jabu Sungkun Berita, didiami oleh anak Beru Toa,
yang bertugas memecahkan setiap masalah yang timbul.
o Jabu sedapur ujung kayu yaitu ruangan sedapur dengan jabu ujung kayu,
dinamai Jabu Silengguri. Jabu ini didiami oleh anak beru dari jabu Sungkun
Berita.
o Jabu lepan bena kayu, yakni ruangan yang terletak berseberangan dengan jabu
bena kayu, dinamai jabu simengaloken didiami oleh Biak Senina.
o Jabu sedapur lepan bena kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan
bena kayu, didiami oleh Senina Sepemeren atau Separiban.
o Jabu lepan ujung kayu, didiami oleh Kalimbuh yaitu pihak pemberi gadis,
ruangan ini disebut Jabu Silayari.
o Jabu sedapur lepan ujung kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan
ujung kayu. Rumah Adat Karo Sumatera Utara, ruangan ini didiami oleh Jabu
Simalungun minum, didiami oleh Puang Kalimbuh yaitu Kalimbuh dari jabu
silayari. Kedudukan Kalimbuh ini cukup dihormati didalam adat.
6
Setiap dua ruang dalam satu sekat terdapat satu buah perapian yang digunakan untuk
memasak sekaligus menghangatkan ruang. Perapian yang berfungsi sebagai dapur ini
terletak di lantai rumah panggung dengan cerukan berbentuk segiempat dalam level yang
lebih rendah. Beberapa buah batu diletakkan untuk menahan panas agar tidak
menyebabkan lantai rumah menjadi panas dan terbakar. Posisi batu diatur sedemikian
rupa dalam makna filosofis untuk keakraban keluarga.
Gambar disamping
adalah tata ruang dalam
bangunan, dan
merupakan perspektif
bagian-bagian dari
dalam bangunan. Tata
ruang yang berbentuk
linier seperti sebuah
garis lurus ini membuat
adanya flow berupa
lorong panjang
ditengah-tengah
bangunan.
Gambar disamping
adalah gambar blueprint
dari denah dan
potongan bangunan.
Serta denah konstruksi
atap bangunan Rumah
Adat Batak Karo.
7
Rumah Adat Batak Karo ini memiliki 16 tiang. Delapan untuk menahan beban atap
dan delapan lagi menahan beban struktur lantai. Tiang tersebut terbuat dari kayu yang
sudah tua, yang disebut kayu “ndrasi”. Kayu ini berdiameter 40 cm dan kayu ini diambil
dari hutan setempat. Untuk menghubungkan tiang-tiang ini digunakan balok kayu yang
dipasang menembus tiang-tiang bangunan dengan posisi yang saling bersilangan.
Pondasi tradisional yang terbuat dari
batu kali yang besar, disebut sebagai batu
palas. Mempunyai bentukan yang bulat
panjang, berdiameter 60 cm dan panjang
80 cm. Pemasangan batu palas sebagai
batu pondasi ini mirip dengan pembuatan
pondasi umpak yang sering digunakan
pada rumah panggung.
Batu palas yang sering digunakan
biasanya ditanam setengah dari panjang
batu. Pada bagian atas batu palas yang
menyembul keluar biasanya di buat
lubang sesuai dengan ukuran dari ujung
tiang bangunan. Tiangnya diruncingkan
dengan membentuk segi delapan, agar
bisa menancap ke dalam batu dan tidak
mudah goyah.
Pada lubang pondasi kemudian
dimasukan :
1. “Belo cawir” Daun sirih
2. “Besi mersik” sejenis besi yang
keras rapuk
3. Ijuk yang dapat mengurangi
pergerakan kolom
4. Tiang bangunan yang berbentuk
bulat dengan diameter 4cm
ditancapkan kedalam lubang pondasi
8
Gambar kanan atas merupakan gambar tangga dan gambar kiri atas merupakan
gambar teras pada bangunan rumah adat Batak Karo. Ada 2 tangga yang terdapat di pintu
masuk dan dibagian belakang yang terbuat dari bambu dan juga kayu yang bernama kayu
tempawa. Bambu dan kayu yang menjadi materialnya berdiameter 15cm. Anak
tangganya biasanya berjumlah ganjil yaitu 3.
Tangga ini langsung bersandar ke teras yang di sebut dengan ture yang terbuat dari
bambu juga dan berdiameter 15 cm. Tinggi dari ture dari permukaan tanah kira-kira 1,5
m. Ture ini berfungsi sebagai tempat jaga malam atau ronda, tempat mencuci, tempat
menyiapkan makanan, tempat bertenun dan tempat mengayam tikar atau pekerjaan
lainnya.
Dinding bangunan terbuat dari kayu “ndrasi”
berbentuk papan yang disambung dengan
memakai sambungan pendan di bantu dengan
ikatan ijuk. Ikatan tali ijuk tersebut membentuk
jajaran cicak dengan kepala dan ekor yang saling
berhadapan, hal ini berarti bahwa penghuni
rumah saling menghormati. Dinding dibuat
miring keluar supaya ruangan di dalamnya terasa
luas dan asap dari dapur bisa lebih mudah keluar.
Cuping pada dinding terbuat dari kayu tua berupa lembar papan yang berukuran 4 x
30 cm yang terletak pada sudut-sudut dinding. Cuping ini berfungsi untuk menahan dan
memikul dinding. Cara memasangnya dengan
menggunakan sambungan kayu “pen” yang
dibentuk dengan pola ukiran.
9
Memiliki 2 pintu,di bagian
depan menghadap ke hulu sugai
(“julu”) di belakang menghadap ke
muara (“jahe”). Kedua pintu
terhubung langsung lurus
membelah rumah adat sebagai jalan
tengah. Sebelah kanan dihuni
empat keluarga dan sebelah kiri
dihuni pula oleh empat keluarga.
Pintu berukuran kecil, sehingga orang tidak dapat langsung masuk ke rumah tanpa haru
smenundukan kepalanya, makna yang dapat dipetik adalah bagi setiap orang yang masuk
rumah harus taat tunduk pada peraturan yang berlaku di dalam rumah tersebut.
Daun pintu ini terbuat dari kayu yang sudah tua berupa lembaran kayu yang tebal
dengan berukuran 5 x 40 cm dan papan ini ada dua lembar dan kalau disatukan
ukurannya menjadi 10 x 80 cm. Dibentuk dengan menggunakan engsel dengan teknik
sambungan engsel. Letak pintu ini langsung pada dinding yang biasanya dilengkapi
dengan pegangan tangan yang disebut “cikepen”. Setiap pintu mempunyai 2 daun pintu.
Labah atau jendela terbuat dari papan yang tebal berukuran 8x30 cm memanjang di
tengah-tengah. Jendela ini dibuat miring ke luar 40 cm agarruangan di dalamnya lebih
luas. Jumlah jendela ada 82 dibagian depan, 2 dibagian belakang, dan 4 di bagian kiri
dan kanan rumah.
Buah para tempat meletakkan kayu bakar, letaknya persis di atas dapur. Berfungsi
juga sebagai tempat hasil panen agar tidak cepat kering. Materialnya dari kayu ukuran 20
x 30 cm. Cara penyambungannya memakai teknik sambungan “pen”.
10
Penutup atap terbuat dari ijuk hitam yang bersusun-susun hingga mencapai tebal 20
cm. Rangka terbuat dari bambu yang dibelah 1 x 3 cm dan diikat dengan rotan. Jarak
antar bambu 4 cm dengan bumbungan atap terbuat dari jerami yang tebalnya 15-20 cm.
Bagian terendah dari atap pertama di bagian pangkalnya ditanami tanaman menjalar pada
semua dinding dan berfungsi sebagai penahan hujan deras. Ujung dari atap yang
menonjol ditutup dengan tikar bambu yang indah. Fungsi utama dari ujung atap yang
menonjol ini adalah untuk memungkinkan asap keluar dari tungku dalam rumah.
Atap bertingkat dan berbentuk segitiga. Pembagian serba tiga ini melambangkan
adanya ikatan ”sangkap sitelu” yaitu ikatan tiga kelompok keluarga yang terdiri dari
Kalimbutu, Senina dan Sembunyak, sebagaimana pengertian “dalihan na tolu” (tungku
nan tiga) pada masyarakat Batak. Pinggiran atap rumah yang sama di semua sisi
bermakna bahwa keluarga yang mendiami memiliki tujuan yang sama.
Tajuk langit merupakan tiang pemikul bubungan atap yang terbuat dari kayu
berukuran 7 x 15 cm dan letaknya di paling atas atap dengan mengikatnya memakai tali
ijuk. Tanduk rumah merupakan pahatan berbentuk tanduk kerbau di ujung-ujung
bubungan rumah yang berfungsi sebagai ornamen rumah dan bermakna sebagai penjaga
penghuni rumah dari kekuatan roh jahat.
11
Gambar diatas merupakan potongan lengkap dari pondasi hingga atap Rumah Adat
Batak Karo.Terlihat material dan konstruksinya secara detail dan lengkap.
Gambar diatas adalah gambaran konstruksi dan sistem struktur pada bangunan
Rumah Adat Batak Karo. Mulai dari pondasi, tiang, sambungan-sambungan, hingga
konstruksi atap.
12
2.5 Ornamen dan Ragam Hias Rumah Adat Batak Karo
Dinding rumah terdapat ukiran 5 warna, dengan motif saling kait, yang masing-
masing warna pastilah memiliki makna sendiri, yang sayangnya tidak diketahui secara
pasti tentang makna tersebut. Menurut penuturan warga Karo, hanya tinggal para orang
tua lanjut usia saja yang paham mengenai makna 5 warna tersebut. Menurut seorang
warga Karo, bahwa 5 warna ukiran tersebut melambangkan keakraban dan kekerabatan
antara 5 marga besar dalam suku Batak Karo, yaitu:
1. warna Merah adalah simbol marga Ginting
2. warna Hitam, milik marga Sembiring
3. warna Putih, milik marga Siangin-Angin
4. warna Biru, milik marga Tarigan
5. warna Kuning Keemasan, milik marga Karo-Karo.
Ornamen-ornamen mengandung arti mistik, ini berkaitan
dengan kepercayaan pada masa itu. Secara umum menggambarkan jati diri, kebersatuan
keluarga dan permohonan keselamatan. Bahan pewarnanya dibuat dari alam (dah atah
taneh). Selalu menggambarkan cicak di dinding rumah mereka, baik nampak seperti
cicak sebenarnya ata upun bentuk yang menyerupainya artinya, orang Batak dapat
beradaptasi dengan lingkungannya seperti hidup cicak.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rumah Adat Batak Karo disebut Siwaluh Jabuh.
Dihuni oleh 8 keluarga atau kelipatannya.
Atap rumah adat batak karo ini bertingkat dengan patung kepala banteng diujungnya.
Ukuran rumah yang paling besar diantara rumah-rumah tradisional suku Batak lainnya.
Dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dengan cara dipantek dengan pasak atau diikat menyilang dengan tali.
Dinding dibuat miring ke arah luar agar terasa luas di dalam rumah.
Mampu bertahan hingga usia ratusan tahun.
3.2 Saran
Mengingat besarnya wilayah negara Indonesia dengan keanekaragaman budaya dan
rumah adatnya, masyarakat dapat mempelajari dan memahami teori serta praktik
pembangunan rumah adat mereka yang tentu akan berguna dikemudian hari bagi penulis
sebagai mahasiswa dan masyarakat lain yang bergerak dibidang arsitektur.
Disarankan agar Rumah Adat Batak Karo ini tetap dilestarikan karena bangunan ini
merupakan salah satu aset negara yang bisa diteruskan hingga anak cucu kita nanti.
14
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Pustaka
Sitanggang, Drs. Hilderia.1992.”Arsitektur Tradisional Batak Karo”.Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
B. Artikel Web
http://www.academia.edu/4884909/Rumah_Batak_Karo
http://planetbatak.blogspot.com/2013/09/rumah-adat-karo.html
http://ucujuhari.files.wordpress.com/2013/01/rumah-adat-batak.pdf
http://planetbatak.blogspot.com/2013/09/rumah-adat-karo.html
http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com/2013/11/penduduk-dan-pola-desa-suku-
batak.html
http://f-pelamonia.blogspot.com/2009/11/perkembangan-arsitektur-pada-rumah.html
http://bataketnic.blogspot.com/2013/05/rumah-adat-karo-sumatera-utara.html
http://archnewsnusantara.wordpress.com/2009/08/09/siwaluh-jabu-rumah-adat-batak-
karo/
15
Top Related