BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. SECTIO SAESAREA
1.1 DEFINISI
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
1.2 JENIS – JENIS OPERASI SECTIO CAESAREA
Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
A. SECTIO CAESAREA TRANSPERITONEALIS
1. Sectio sesar klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri). Dilakukan
dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
Mengeluarkan janin dengan cepat.
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik. Sayatan bisa diperpanjang
proksimal atau distal.
Kekurangan:
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang
baik. Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
2. Sectio sesar ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim).
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical
transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
Penjahitan luka lebih mudah.
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
4
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus
ke rongga peritoneum.
Perdarahan tidak begitu banyak.
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Kekurangan:
Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri
uterine pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak.
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
B. SECTIO CAESAREA EKSTRA PERITONEALIS
yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal.
Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Sayatan memanjang (longitudinal).
2. Sayatan melintang (transversal).
3. Sayatan huruf T (T insicion).
Jenis incisi pada sectio sesar sebaiknya mengikuti garis langer. Kulit terdiri dari epidermis dan
dermis. Garis Langer's ( Langer 1861 ) : garis-garis tranversal sejajar pada tubuh manusia. Bila
Insisi kulit dikerjakan melalui garis Langer's ini maka jaringan parut yang terbentuk adalah
minimal .
5
1.3 INDIKASI
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko
pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan sectio sesarea
proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal (Dystosia):
Fetal distress.
His lemah/melemah.
Janin dalam posisi sungsang atau melintang.
Bayi besar (BBL > 4,2 kg).
Plasenta previa.
Kelainan letak.
6
Disproporsi Cevalo-Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul).
Rupture uteri mengancam.
Hydrocephalus.
Primi muda atau tua.
Partus dengan komplikasi.
Panggul sempit.
Problema plasenta.
Riwayat seksio sesarea dan distosia merupakan indikasi utama seksio sesaea di amerika serikat
dan negara industri di barat lainnya. Walaupun kita tidak mungkin membuat daftar menyeluruh
semua indikasi yang layak untuk seksio sesaea lebih dari 85 persen seksio sesaria dilakukan atas
indikasi
1. Riwayat seksio sesaea
2. Distosia persalinan
3. Gawat janin
4. Letak sungsang
RIWAYAT SECTIO SESAREA SEBAGAI INDIKASI SECTIO SESAREA
Selama bertahun – tahun uterus yang memiliki jaringan parut dianggap merupakan kontra
indikasi untuk melahirkan karena kekhawatiran terjadinya ruptur uteri. Pada tahuin 1916 cragin
mengutarakan pendapatnya yang terkenal dan sekarang tampak berlebihan “sekali seksio sesarea
selalu seksio sesarea”. Namun perlu diingat saat cragin mengemukakan pendapatnya ini , dokter
kebidanan secara rutin melakukan incisi vertikal klasik di uterus. Memang incisi transversal kerr
belum direkomendasikan sampai pada tahun 1921. Perlu ditekankan juga bahwa sebagian rekan
satu era dengan cragin tidak setuju dengan pendapatnya. J. whitrigde williams (1917) menyebut
pendapat itu berlebihan.
Tahun 1978 merupakan tahun penting dalam sejarah riwayat seksio sesarea. Merril dan
gibss (1978) melaporkan dari university of texas di san antonio bahwa pelahiran pervaginam
secara aman dapat dilakukan pada 83 persen pasien yang pernah mengalami sectio sesarea.
7
Pelaporan ini memicu minat terhadap pelahiran pervaginam dengan riwayat sectio sesarea
(VBAC) ketika hanya 2 persen wanita amerika yang pernah menjalani sectio sesarea berupaya
melahirkan pervaginam. Di amerika serikat VBAC meningkat secara sangat bermakna sehingga
pada tahun 1996 telah terjadi peningkatan 14 kali lipat (menjadi 28 persen) wanita dengan
riwayat sectio sesarea melahirkan pervaginam.
Sejak tahun 1989 terdapat beberapa laporan yang diterbitkan di seluruh Amerika Serikat
dan Kanada yang menyarankan bahwa VBAC lebih beresiko daripada yang diperkirakan
(leveno 1999) sebagai contoh scott (1991) menyarankan “pandangan alternatif terhadap
keharusan percobaan persalinan.” Didasarkan pada pengalaman terjadinya ruptur uteri di Utah.
Ia melaporkan 12 wanita yang mengalami ruptur uteri saat melahirkan pervaginam. Dua wanita
memerlukan histerektomi, tiga kematian perinatal dan dua bayi mengalami gangguan neurologis
jangka panjang yang signifikan. Potter dkk (1998) kemudian melaporkan terjadinya 26 ruptur
uteri di Salt Lake City antara tahun 1190 dan 1996 serta 23 persen bayi meninggal atau cedera
akibat afiksia intra partum.
Laporan-laporan semacam ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang keamanan
VBAC dan meningkatkan silang pendapat (Flamm 1997) memang, American College of
Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan suatu practice buletin revisi tahun 1998 dan 1999
yang mendesak agar percobaan pelahiran pervaginam dilakukan secara lebih berhati-hati. Dalam
satu bagian tertulis “karena ruptur uteri dapat sangat membahayakan, VBAC harus dicoba
hanya di institusi yang memiliki perlengkapan untuk berespon terhadap kedaruratan dengan
dokter yang selalu siap untuk memberikan perawatan darurat.”
American College of Obstetrican and Ginecologist (1999) mengamati bahwa “menjadi semakin
jelas bahwa VBAC berkaitan dengan peningkatan kecil tetapi bermakna dengan resiko ruptur
uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan bayi... Perkembangan ini yang mendorong pendekatan
lebih berhati-hati dalam percobaan persalinan bahkan oleh pendukung VABC yang paling gigih
sekalipun, menggambarkan perlunya dilakukan evaluasi ulang terhadap rekomendasi VBAC.
Maka dari itu ditetapkan rekomendasi VBAC dari American College of Obstetrican and
Ginecologist (1998,1999) yang sedang berlaku, yang walaupun mendorong kita untuk berhati-
hati, juga secara gigih mendorong VBAC.
8
Rekomendasi the American Obsterticians and Ginecologist (1999) tentang seleksi kandidat untuk
pelahiran pervaginam dengan riwayat sectio saesarea (VABC)
Kriteria Seleksi
Riwayat satu atau dua kali seksio saesarea transversal rendah.
Panggul adekuat secara klinis.
Tidak ada parut atau riwayat ruptur uteri lain
Sepanjang persalinan aktif selalu tersedia dokter yang mampu memantau persalinan dan
melakukan seksio saesarea darurat.
Ketersediaan anestesi dan petugas untuk seksio saesarea darurat
Dari american college of obstetricans and ginecologists (1999).
Dari tabel diatas juga harus diperhitungkan pada kasus riwayat sectio sesar multipel, jaringan
parut yang tidak diketahui, presentasi bokong, kehamilan kembar, kehamilan postmatur, dan
kecurigaan makrosomia. Sebelum VBAC dilaksanakan pada keadaan-keadaan diatas perlu
dilakukan studi lanjut tentang efek sampingnya.
Score flamm dan Geiger juga dapat dipakai untuk menilai kandidat yang cocok untuk lahir
pervaginam. Adapun score Flamm and Geiger untuk VBAC antara lain:
1. Usia di bawah 40 tahun (2 poin).
2. Ada riwayat pernah melahirkan normal/per vagina:
A. Sebelum dan setelah sesar (4 poin)
B. Setelah sesar pertama (2 poin)
C. Sebelum sesar pertama (1 poin)
D. Belum pernah melahirkan per vagina (0 poin)
3. Indikasi pada sesar sebelumnya adalah selain karena partus tak maju (1poin)
Parameter 1-3 ini berarti bisa dinilai sebelum masuk persalinan.
4. Pendataran serviks (dinilai oleh dokter dalam persalinan)
a. >75% (2 poin)
9
b. 25-75% (1 poin)
c. <25% (o poin)
5. Dilatasi serviks minimal 4 cm (1 poin).
Selanjutnya poin dijumlah, dan dilihat nilai terhadap persentase keberhasilan:
0-2 : 42-49%
3 : 59-60%
4 : 64-67%
5 : 77-79%
6 : 88-89%
7 : 93%
8-10 : 95-99%
Bila persentase keberhasilan kurang dari 50%, pasien sangat dianjurkan melalui sesar lagi. Tetapi
bila lebih dari 90%, dianjurkan melalui vagina.
JENIS INCISI UTERUS SEBELUMNYA
Pasien dengan jaringan parut melintang yang terbatas di segmen uterus bawah kecil
kemungkinan mengalami robekan jaringan parut simptomatik pada kehamilan berikutnya. Secara
umum angka terendah untuk ruptur dilaporkan untuk incisi transversal rendah dan tertinggi pada
incisi yang meluas ke fundus (incisi klasik). Genre dkk. (1997) melaporkan ruptur uteri 7 persen
sebelum persalinan pada 62 wanita dengan incisi uterus klasik. Ruptur uteri juga dilaporkan
tinggi (8 persen pada wanita dengan riwayat sectio saesarea dan malformasi uterus unikornuata,
bikornuata, didelfis dan septata (Ravasia dkk, 1999).
Angka ruptur uteri pada wanita dengan riwayat incisi vertikal yang tidak mencapai
fundus masih diperdebatkan. Namun, berdasarkan indikasi dilakukan incisi vertikal, jarang
dokter yang tidak melakukan incisi meluas ke segmen aktif. Martin dkk (1997) serta shipp dkk
(1999) melaporkan bahwa wanita dengan incisi uterus vertikal rendah tidak memperlihatkan
peningkatan resiko ruptur uteri dibandingkan dengan wanita incisi transversal. American college
of obstetricans and ginecologists (1999) menyimpulkan bahwa walaupun bukti ilmiah masih
10
terbatas dan tidak konsisten, wanita dengan incisi vertikal di segmen bawah uterus yang tidak
meluas ke fundus dapat menjadi kandidat VBAC.
Wanita yang pernah mengalami ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan. Mereka
yang mengalami ruptur sebatas di segmen bawah dilaporkan memiliki angka rekurensi 6 persen
pada persalinan berikutnya, sedangkan mereka yang riwayat ruptur mencakup uterus bagian atas
mempunyai resiko rekurensi sebesar 32 persen. (Reyes-Ceja dkk, 1969; Ritchie, 1971)
Idealnya wanita dengan riwayat ruptur uteri atau incisi klasik atau bentuk T melahirkan
dengan sectio saesarea setelah paru janin matang sebelum awitan persalinan dan bahwa para
wanita tersebut diberitahu mengenai bahayanya bersalin tanpa bantuan dan tanda-tanda
kemungkinan ruptur uteri. Dalam mempersiapkan laporan operasi setelah melakukan incisi
uterus vertikal, dokter perlu mencatat luas sebenarnya dari jaringan parut sedemikian sehingga
mungkin tidak disalah artikan oleh dokter berikutnya.
JUMLAH SECTIO SAESAREA SEBELUMNYA.
Resiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah incisi sebelumnya. Miller dkk
(1994) dalam sebuah studi terhadap 12.707 wanita yang menjalani percobaan kelahiran per
vaginam setelah sectio saesarea melaporkan angka masing-masing 0,6 persen dan 1,8 persen bagi
mereka dengan satu dan dua kali sektio saesarea sebelumnya. Caughey (1999) membandingkan
ruptur uteri pada 3757 wanita dengan riwayat satu kali jaringan parut uterus dibandingkan
dengan 134 wanita yang memiliki riwayat dua kali incisi. Jenis incisi uterus sebelumnya tidak
dispesifikasi selain keterangan bahwa seksio saesarea berulang biasanya menggunakan incisi
klasik. Angka ruptur uteri secara bermakna meningkat lima kali lipat pada wanita dengan riwayat
dua kali sectio saesarea dibandingkan dengan satu kali riwayat sectio saesarea (3,7 persen versus
0,8 persen). American College of Obstetricans and Ginecologists (1999) berpendapat bahwa
wanita dengan riwayat dua kali sectio saesarea incisi transversal rendah dapat dipertimbangkan
untuk menjalani VBAC.
INDIKASI SEKSIO SEBELUMNYA
11
Angka keberhasilan percobaan persalinan sedikit tergantung pada indikasi seksio
saesarea sebelumnya. Secara umum sekitar 60 sampai 80 persen percobaan persalinan
pervaginam pada pasien dengan riwayat seksio saesarea berhasil (american college of
obstetricans and ginecologists 1999). Angka keberhasilan agak membaik apabila seksio saesar
sebelumnya dilakukan atas indikasi presentasi bokong atau gawat janin daripada distosia. Angka
keberhasilan VBAC bagi wanita yang seksio saesarea pertamanya untuk presentasi bokong
adalah 91 persen dan menjadi 84 persen apabila indikasi awalnya ialah gawat janin (Wing dan
Paul, 1998). Angka tersebut turun menjadi 77 persen pada mereka dengan distosia sebagai
indikasi seksio sesarea.
Riwayat kelahiran pervaginam baik sebelum atau sesudah sectio saesarea secara
bermakna meningkatkan prognosis keberhasilan VBAC. Bahkan, faktor prognostik yang paling
menguntungkan adalah riwayat kelahiran pervaginam.
Menurut American College of Obstetricans and Ginecologists (1999) terdapat
kecenderungan untuk memperluas indikasi penerapan VBAC. Indikasi-indikasi tersebut
mencakup riwayat sectio saesarea multipel, jaringan parut yang tidak diketahui, presentasi
bokong, kehamilan kembar, kehamilan postmatur dan kecurigaan makrosomia.
OKSITOSIN DAN ANALGESIA EPIDURAL
Pemakaian oksitosin untuk menginduksi atau augentasi persalinan dilaporkan menjadi
penyebab ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Tunner (1997) mengamati
bahwa 13 diantara 15 wanita dengan ruptur uteri yang dirawat di Coombe Hospital di Dublin
antara tahun 1982 dan 1991 merupakan wanita dengan riwayat seksio sesarea yang mendapat
oksitosin, biasanya untuk induksi persalinan.
Sebaliknya, pemakaian oksitosin intravena secara berhati-hati untuk augmentasi
persalinan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea di rumah sakit ini jarang berkaitan dengan
ruptur uteri. Zellop dkk (1999) mengamati kasus-kasus ruptur uteri di Brigham and Women
Hospital setelah induksi atau augmentasi persalinan pada wanita dengan riwayat satu kali seksio
sesarea. Ruptur uteri terjadi pada 2,3 persen dari mereka yang diinduksi dibandingkan
augmentasi (1 persen) atau persalinan spontan (0,4 persen). American College of Obstetricans
and Ginecologists (1999) merekomendasikan pemantauan pasien secara ketat apabila digunakan
12
oksitosin atau gel prostaglandin pada wanita dengan riwayat seksio sesarea yang menjalani
percobaan persalinan pervaginam.
Dahulu pemakaian analgesia epidural diperdebatkan karena kekhawatiran bahwa
analgesia epidural dapat menutupi nyeri ruptur uteri. Namun pada kenyataannya, kurang dari 10
persen wanita dengan robekan jaringan parut mengalami nyeri dan perdarahan dan deselerasi
frekuensi denyut jantung janin merupakan tanda yang paling mungkin pada kejadian ini (Flamm
dkk.,1990) . Beberapa studi membuktikan keamanan analgesia epidural yang dilakukan dengan
benar (Farmer dkk., 1991; flamm dkk.,1994)
SEKSIO SESAREA ELEKTIF BERULANG
Apabila direncanakan seksio sesarea berulang, perlu dipastikan bahwa janin sudah matur
sebelum persalinan efektif tersebut. American College of Obstetricans and Ginecologists
1991/1995) telah membuat petunjuk mengenai penentuan waktu operatif elektif. Menurut kriteria
ini, seksio sesarea elektif dapat dipertimbangkan pada atau setelah 39 minggu apabila paling
tidak satu kriteria pada tabel dipenuhi. Pada keadaan lain harus dibuktikan tercapainya
kematangan paru janin dengan analisis cairan amnion sebelum dilakukannya seksio sesarea
elektif. Alternatifnya, kita menunggu awitan persalinan spontan.
Kriteria penentuan waktu seksio sesarea elektif berulang
Setidaknya satu diantara kriteria dibawah harus terpenuhi pada seorang wanita dengan daur haid
normal dan tidak menggunakan kontrasepsi oral beberapa waktu sebelumnya:
1. Bunyi jantung janin telah tercatat 20 minggu dengan fetoskop non elektronik atau selama
30 minggu dengan doppler.
2. Waktu sudah berlalu 36 minggu sejak uji kehamilan koriogonadotropin urin atau serum
yang dilakukan di labolatorium memberikan hasil yang positif.
3. Ukuran panjang kepala bokong dengan USG yang diperoleh pada 6 – 11 minggu,
mendukung perkiraan usia gestasi sekurangnya 39 minggu.
4. Pemeriksaan USG yang dilakukan pada minggu ke 12 sampai 20 memastikan usia gestasi
paling sedikit 39 minggu yang ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
13
II. LETAK LINTANG
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan
kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong
berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas
panggul. Kelainan letak pada janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk kelainan dalam
persalinan (distosia). Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan
kelainan tenaga (his), kelainan letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.
Angka kejadian letak lintang sebesar 1 dalam 300 persalinan. Hal ini dapat terjadi karena
penegakkan diagnosis letak lintang dapat dilihat pada kehamilan muda dengan menggunakan
ultrasonografi. Pemeriksaan USG juga bermanfaat dalam menegakkan adanya plasenta previa.
Beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan angka kejadian letak lintang antara lain: RSUP
Dr. Pirngadi, Medan 0,6%; RS Hasan sadikin, Bandung 1,9%; RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo
selama 5 tahun 0,1% dari 12827 persalinan; sedangkan Greenhill menyebut angka 0,3% dan
Holland 0,5 – 0,6%.
Dengan ditemukannya letak lintang pada pemeriksaan antenatal, sebaiknya diusahakan
mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Persalinan letak lintang memberikan
prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya. Faktor – faktor yang mempengaruhi
kematian janin pada letak lintang di samping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan
ruptura uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi
untuk melahirkan janin.
II.1. DEFINISI
Letak lintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan sumbu panjang janin
kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu. Bila sumbu panjang tersebut membentuk
sudut lancip, hasilnya adalah letak lintang oblik. Letak lintang oblik biasanya hanya terjadi
sementara karena kemudian akan berubah menjadi posisi longitudinal atau letak lintang saat
persalinan. Oleh karena itu, di Inggris letak lintang oblik dinyatakan sebagai letak lintang yang
tidak stabil.
14
Letak lintang kasep adalah keadaan dimana saat terjadi penurunan janin, bahu janin
tertahan di pintu atas panggul, dengan kepala di salah satu fosa iliaca dan bokong di fosa iliaca
lainnya. Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit kuat di atas panggul. Uterus
kemudian berkontraksi dengan kuat dengan upaya yang sia-sia dalam usaha mengatasi halangan
tersebut. Setelah beberapa saat, akan terbentuk cincin retraksi yang semakin lama semakin
meninggi dan semakin nyata. Jika tidak cepat ditangani akhirnya dapat mengalami ruptur, baik
bayi maupun ibu dapat meninggal.
Letak lintang kasep (“neglected transverse lie”)
Terdapat lingkaran muskular (pathological retraction ring-Bandl” ) diatas SBR yang sudah
sangat menipis.
Tekanan His disebarkan secara sentripetal pada dan diatas lingkaran retraksi patologis
sehingga regangan terus bertambah dan
menyebabkan robekan pada segmen bawah rahim.
II.2. INSIDENSI
Angka kejadian letak lintang berkisar antara 0,5 – 2 %. Dari beberapa rumah sakit
pendidikan di Indonesia dilaporkan : Medan 0,6 %, Jakarta 0,1 % (1948), Bandung 1,9 %.
Grenhill melaporkan 0,3 %.
15
II.3. ETIOLOGI
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai faktor, sering pula
penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor – faktor tersebut adalah :
1. Fiksasi kepala tidak ada, karena panggul sempit, hidrosefalus, anensefalus, plasenta
previa, dan tumor – tumor pelvis.
2. Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, anak kecil, atau sudah mati.
3. Gemelli (kehamilan ganda)
4. Kelainan uterus, seperti arkuatus, bikornus, atau septum
5. Lumbar skoliosis
6. Pelvic kidney dan kandung kemih serta rektum yang penuh.
7. Sebab terpenting terjadinya letak lintang ialah multiparitas disertai dinding uterus dan
perut yang lembek.
II.4. DIAGNOSIS
(1) Inspeksi
Abdomen biasanya melebar dan fundus uteri membentang hingga sedikit diatas
umbilikus. Perut membuncit ke samping.
(2) Palpasi
Fundus uteri lebih rendah dari usia kehamilan seharusnya.
Tidak ditemukan bagian bayi di fundus dan bagian segmen bawah rahim, kecuali kalau
bahu sudah masuk ke dalam pintu atas panggul.
Kepala (keras, bundar, ballotement positif) teraba di salah satu fosa iliaca dan bokong
(massa nodular yang besar) pada fosa iliaca lainnya.
16
(3) Auskultasi
Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
(4) Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
Pada pemeriksaan dalam, pada tahap awal persalinan, bagian dada bayi, jika dapat diraba
dapat dikenali dengan adanya rasa bergerigi dari tulang rusuk. Bila dilatasi bertambah,
skapula dan klavikula pada sisi toraks yang lain akan dapat dibedakan. Posisi aksila
menunjukkan posisi tubuh ibu tempat bahu bayi menghadap. Pada tahap lanjut persalinan,
bahu akan terjepit erat di rongga panggul dan salah satu tangan atau lengan sering mengalami
prolaps ke vagina dan melewati vulva.
17
18
MEKANISME PERSALINAN
Anak normal yang cukup bulan tidak mungkin lahir secara spontan dalam letak lintang.
Janin hanya dapat lahir spontan, bila kecil (prematur), sudah mati dan menjadi lembek atau bila
panggul luas.
Beberapa cara janin lahir spontan
a. Evolutio spontanea
(1) Menurut DENMAN
Setelah bahu lahir kemudian diikuti bokong, perut, dada, dan akhirnya kepala.
(2). Menurut DOUGLAS
Bahu diikuti oleh dada, perut, bokong dan akhirnya kepala.
b. Conduplicatio corpore
Kepala dan perut berlipat bersama – sama lahir memasuki panggul. Kadang – kadang
oleh karena his, letak lintang berubah spontan mengambil bangun semula dari uterus menjadi
letak membujur, kepala atau bokong, namun hal ini jarang terjadi. Kalau letak lintang dibiarkan,
maka bahu akan masuk ke dalam panggul, turun makin lama makin dalam sampai rongga
panggul terisi sepenuhnya oleh badan janin. Bagian korpus uteri mengecil sedang SBR
meregang. Hal ini disebut Letak Lintang Kasep = Neglected Transverse Lie.
Adanya letak lintang kasep dapat diketahui bila ada ruptura uteri mengancam; bila tangan
dimasukkan ke dalam kavum uteri terjepit antara janin dan panggul serta dengan narkosa yang
dalam tetap sulit merubah letak janin.
Bila tidak cepat diberikan pertolongan, akan terjadi ruptura uteri dan janin sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam rongga perut.
Pada letak lintang biasanya :
19
ketuban cepat pecah
pembukaan lambat jalannya
partus jadi lebih lama
tangan menumbung (20-50%)
tali pusat menumbung (10%)
20
Keterangan :
VL : Versi Luar
VE : Versi Ekstraksi
Versi adalah suatu tindakan merubah letak janin dari suatu kutub ke kutub yang lain yang lebih
menguntungkan untuk persalinan pervaginam
PEMBAGIAN VERSI:
Berdasarkan Arah Pemutaran
1. Versi Sefalik : bagian terendah janin diubah menjadi kepala
2. Versi Podalik : bagian terendah janin diubah menjadi bokong
Berdasarkan Cara Pemutaran :
1. Versi Luar / Eksternal : kedua tangan penolong berada di luar uterus
Versi luar terbagi menjadi:
i. Versi Sefalik : merubah bagian terbawah jadi kepala
ii. Versi Podalik : merubah bagian terbawah jadi bokong
2. Versi Dalam / Internal : Kedua tangan penolong berada di dalam uterus
3. Versi Kombinasi : Salah satu tangan penolong berada di luar uterus, dan satu lagi berada di
dalam uterus
Berdasarkan Pembukaan Serviks / kontraksi uterus
1. Versi Braxton Hicks : Dilakukan pada pembukaan 2-3 cm
2. Versi ekstraksi : Dilakukan pada pembukaan lengkap
VERSI LUAR
22
Versi Luar ada dua macam, yaitu:
VERSI SEFALIK:
Dilakukan pada : - presentasi bokong
- Letak lintang
VERSI PODALIK
Dilakukan pada : - letak lintang
- presentasi kepala dengan tali pusat terkemuka
- presentasi kepala dengan tangan terkemuka
Kontraindikasi dalam melakukan versi luar
1. Ketubah pecah
2. Hipertensi ; dapat menyebabkan terjadinya solusio plasenta
3. Cacat rahim (bekas SC) dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri
4. Plasenta Previa/perdarahan ante partum
5. Kehamilan Ganda dapat menyebabkan interlocking dan bergesernya janin yang lainnya
Syarat untuk melakukan Versi Luar :
1. Ketuban belum pecah
2. Tidak ada DKP/panggul sempit
3. Janin diyakini dapat lahir pervaginam
4. Pembukaan < 4 cm
5. Bagian terendah janin masih dapat dibebaskan dari pintu atas panggul
6. Tersedia Ruang operasi jika diperlukan seksio sesar darurat
Tahapan Dalam Melakukan Versi Luar:
Dalam melakukan versi luar, terdapat 4 tahapan:
1. Tahap Mobilisasi: Mengeluarkan bagian terendah janin dari PAP
2. Tahap Eksentrasi : Meletakkan bagian terendah ke fossa iliaka agar radius rotasi lebih pendek
3. Tahap Rotasi : Memutar bagian terendah janin ke arah yang diinginkan
4. Tahap Fiksasi: Memfiksasi perut ibu dengan tujuan letak janin tidak berubah kembali
23
Ad. 1. Tahap mobilisasi:
Adalah tahap dimana penolong membebaskan bagian terbawah janin dari pintu atas panggul,
Posisi penolong berada di sebelah kiri ibu, menghadap kaki ibu.
Ad.2 Tahap Eksentrasi
Adalah tahap setelah membebaskan bagian terendah janin, kemudian diletakkan di fossa iliaca.
Pada Tahap ini penolong berada di sebelah kanan ibu, menghadap muka ibu
Ad.3 Tahap Rotasi
Pada tahap ini penolong merotasi janin dengan kedua tangan. Arah putaran dilakukan ke arah
yang lebih dekat ke pintu atas panggul, atau ke arah yang tidak ada tahanan. Setelah putaran
berhasil dilakukan, diperiksa denyut jantung janin, apakah terjadi gawat janin atau tidak
Ad.4. Tahap Fiksasi
Setelah dilakukan rotasi sesuai dengan yang diinginkan, perut ibu dipasang gurita, selama satu
minggu sampai kontrol ulang
Versi Luar dianggap gagal apabila:
1. Ibu merasa kesakitan, versi luar harus segera dihentikan
2. Terjadi gawat janin, maka janin dikembalikan di posisi semula
3. Terdapat tahanan saat memutar janin
Komplikasi versi luar:
1. Pada tali pusat yang terlalu pendek, dapat menyebabkan solusio plasenta
2. Pada tali pusat yang terlalu panjang, dapat menyebabkan lilitan tali pusat.
3. Ketuban pecah
4. Ruptur uteri
24
VERSI EKSTRAKSI
Versi yang dilakukan secara kombinasi, dimana terdapat dua macam tindakan, yaitu versi , dan
ekstraksi. Versi ini dilakukan pada pembukaan lengkap
Indikasi pada versi ekstraksi:
1. Anak kedua gemelli letak lintang
2. Letak kepala dengan prolaps tali pusat
3. Presentasi dahi
Kontra indikasi pada versi ekstraksi:
1. Ruptur uteri
2. Cacat rahim (bekas SC)
Syarat dilakukan versi ekstraksi:
1. Pembukaan lengkap
2. Ketuban belum pecah/ baru pecah
3. Janin belum masuk pintu atas panggul
4. Dinding rahim harus rileks, karena itu harus dilakukan dalam keadaan narkose umum.
II.5 PROGNOSIS
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi kelainan – kelainan
yang menyebabkan letak lintang, seperti misalnya panggul sempit, tumor panggul dan plasenta
previa masih tetap dapat menimbulkan kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang
memberikan prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya.
♦ Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan
ekstraksi. Partus lama, ketuban pecah dini, dengan demikian mudah terjadi infeksi intrapartum.
♦ Bagi janin
25
Angka kematian tinggi (25 – 49 %), yang dapat disebabkan oleh :
1) Prolapsus funiculi
2) Trauma partus
3) Hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus
4) Ketuban pecah dini
II.6 PENATALAKSANAAN
Presentasi lintang pada awal persalinan adalah indikasi untuk melakukan sectio sesar.
Setelah persalinan berjalan dengan baik, percobaan utuk mengubah posisi janin menjadi letak
longitudinal dengan manipulasi abdomen tidak mungkin berhasil. Pada minggu ke 39 sebelum
persalinan atau pada awal persalinan, bila selaput ketuban masih utuh dapat dilakukan tindakan
versi luar pada presentasi lintang tanpa disertai komplikasi lain . Pada saat melakukan sectio
sesar, akibat terperangkapnya tubuh janin dalam segmen bawah rahim maka insisi uterus lebih
baik dilakukan secara vertikal.
Pada primigravida umur kehamilan kurang dari 28 minggu dianjurkan posisi lutut dada,
jika lebih dari 28 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal dianjurkan posisi lutut dada sampai
persalinan.Pada multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu dianjurkan posisi lutut
dada untuk merubah posisi janin secara spontan, jika lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar,
kalau gagal posisi lutut dada tetap dianjurkan sampai persalinan.
Pada letak lintang belum kasep, ketuban masih ada, dan pembukaan kurang dari 4 cm,
dicoba versi luar. Jika pembukaan lebih dari 4 cm pada primigravida dengan janin hidup
dilakukan sectio caesaria, jika janin mati, tunggu pembukaan lengkap, kemudian dilakukan
embriotomi. Pada multigravida dengan janin hidup dan riwayat obstetri baik dilakukan versi
ekstraksi, jika riwayat obsterti jelek dilakukan sectio sesar. Pada letak lintang kasep janin hidup
dilakukan sectio sesar, jika janin mati dilakukan embriotomi.
26
III LETAK SUNGSANG
III.1 DEFENISI
Kehamilan letak sungsang yaitu janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan
bokong bagian bawah kavum uteri (Prawiroharjo, Sarwono 1999).
III.2 KLASIFIKASI
Letak bokong murni (Fank Breech)
Letak bokong dengan kedua tungkai
terangkat keatas (flexi pada sendi panggul
dan ekstensi pada sendi lutut, sehingga
kaki terletak berdekatan dengan kepala)
Letak sungsang sempurna (Complete
Breech)
Letak bokong dimana kaki ada disamping
bokong (satu atau kedua lutut dalam
keadaan fleksi)
Letak sungsang tidak sempurna
(Incomplite Breech) . Letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga
kaki atau lutut, terletak paling bawah pada jalan lahir.
(Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, Sinopsis Obsetri jilid 1 edisi 2, 1998)
III.3 DIAGNOSA
Anamnesa
Kehamilan terasa penuh dibagian atas dan gerakan terasa lebih banyak dibagian bawah.
27
Pemeriksaan luar
biasanya, dengan pemeriksaan leopold I, kepala janin yang keras, bulat dan dapat diraba dengan
ballotement sudah menempati fundus uteri, perasat leopold II, menunjukkan punggung sudah
berada pada satu sisi abdomen dan bagian-bagian kecil berada pada sisi yang lain. Pada perasat
Leopold III bila engagement belum terjadi diameter interoanterika panggul janin belum
melewati pintu atas panggul bokong janin masih bisa diraba diatas pintu atas panggul. Setelah
terjadi engagement leopold IV menunjukkan posisi bokong yang mapan dibawah simpisis. Suara
jantung janin biasanya terdengar paling keras pada daerah sedikit diatas umbilikus, sedangkan
bila telah terjadi engagement kepala janin, suara jantung terdengar paling keras di bawah
umbilikus.
Pemeriksaan dalam
Pada presentasi bokong murni, kedua tuberositas iskiadika, sakrum maupun anus
biasanya teraba, dan setelah terjadi penurunan lebih lanjut, genitalia eksterna dapat dikenali.
Terutama pada partus lama, bokong dapat sangat membengkak sehingga menyebabkan kesulitan
untuk membedakan muka dengan bokong; anus dapat dikira mulut dan tuberositas iskiadika
dapat disangka tulang pipi. Namun, dengan pemeriksaan yang cermat, kesalahan tersebut dapat
dihindari karena jari tangan pemeriksa akan menghadapi tahanan otot pada anus, sedangkan
rahang yang lebih keras dan kurang kenyal ketika diraba akan terasa pada mulut. Selanjutnya,
ketika jari tangan dikeluarkan dari anus, kadang-kadang jari tersebut berlumuran dengan
mekonium. Mulut dan kedua tonjolan pipi akan membentuk bangunan segitiga, sedangkan
tuberositas iskiadika dan anus akan membentuk garis lurus. Akan tetapi, petunjuk yang lebih
tepat bisa diperoleh berdasarkan lokasi sakrum dan prosesus spinosus, yang dapat menegakkan
diagnosis tentang posisi dan macamnya. Pada presentasi bokong sempurna, kaki dapat diraba di
sebelah bokong, sedangkan pada presentasi kaki, letak salah satu atau kedua kaki lebih rendah
daripada bokong. Pada presentasi kaki, kaki kanan maupun kaki kiri dapat ditentukan melalui
hubungannya dengan ibu jari kaki. Ketika bokong turun lebih jauh ke dalam rongga panggul,
genetalia dapat diraba.
28
III.4 ETOLOGI / PENYEBAB LETAK SUNGSANG
1. Sudut Ibu
a. Keadaan rahim
Rahim arkuatus
Setum pada rahim
Uterus Dupletis
Mioma bersama kehamilan
b. Keadaan plasenta
Plasenta retak rendah
Plasenta previa
c. Keadaan jalan lahir
Kesempitan panggul
Difermitas tulang panggul
Terdapat tumor yang menghalangi jalan lahir dan perputaran keposisi kepala
2. Sudut janin
Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang
Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
Hidrosefalus atau Anensefalus
Kehamilan kembar
Hidramneon atau Oligohidramneon
Prematuritas
III.5 PERSALINAN PADA PRESENTASI SUNGSANG :
29
1. Persalinan pervaginam:
o Persalinan sungsang spontan pervaginam (cara Bracht)
o Ekstraksi bokong parsialis
o Ekstraksi bokong / kaki totalis
2. Persalinan perabdominal: Sectio Caesar
Indikasi :
o Janin besar
o Janin “viable” dengan gawat janin
o Nilai anak sangat tinggi ( high social value baby )
o Keadaan umum ibu buruk
o Inpartu tapi dengan kemajuan persalinan yang tidak memuaskan ( partus lama,
“secondary arrest“ dsbnya)
o Panggul sempit atau kelainan bentuk panggul
o Hiperekstensi kepala
o Bila sudah terdapat indikasi pengakhiran kehamilan dan pasien masih belum
inpartu (beberapa ahli mencoba untuk mengakhiri kehamilan dengan oksitosin
drip)
o Disfungsi uterus (beberapa ahli mencoba untuk mengakhiri persalinan dengan
oksitosin drip)
o Presentasi bokong tidak sempurna atau presentasi kaki
o Janin sehat preterm pada pasien inpartu dan atau terdapat indikasi untuk segera
mengakhiri kehamilan atau persalinan.
o Gangguan pertumbuhan intrauterine berat
o Riwayat obstetri buruk
o Operator tidak berpengalaman dalam melakukan pertolongan persalinan sungsang
spontan pervaginam
o Pasien menghendaki untuk dilakukan sterilisasi setelah persalinan ini.
Mekanisme persalinan sungsang spontan per vaginam
30
Terdapat perbedaan dasar antara persalinan pada presentasi sungsang dengan persalinan
pada presentasi belakang kepala. Pada presentasi belakang kepala, bila kepala sudah lahir maka
sisa tubuh janin akan mengalami proses persalinan selanjutnya dan umumnya tanpa kesulitan.
Pada presentasi sungsang, lahirnya bokong dan bagian tubuh janin tidak selalu dapat diikuti
dengan persalinan kepala secara spontan. Dengan demikian maka pertolongan persalinan
sungsang pervaginam memerlukan keterampilan khusus dari penolong persalinan. Engagemen
dan desensus bokong terjadi melalui masuknya diameter bitrochanteric bokong melalui diameter
oblique panggul. Panggul anterior anak umumnya mengalami desensus lebih cepat
dibandingkan panggul posterior. Pada saat bertemu dengan tahanan jalan lahir terjadi putar paksi
dalam sejauh 450 dan diikuti dengan pemutaran panggul anterior kearah arcus pubis sehingga
diameter bi-trochanteric menempati diameter antero-posterior pintu bawah panggul. Setelah
putar paksi dalam, desensus bokong terus berlanjut sampai perineum teregang lebih lanjut oleh
bokong dan panggul anterior terlihat pada vulva. Melalui gerakan laterofleksi tubuh janin,
panggul posterior lahir melalui perineum. Tubuh anak menjadi lurus ( laterofleksi berakhir )
sehingga panggul anterior lahir dibawah arcus pubis. Tungkai dan kaki dapat lahir secara spontan
atau atas bantuan penolong persalinan. Setelah bokong lahir, terjadi putar paksi luar bokong
sehingga punggung berputar keanterior dan keadaan ini menunjukkan bahwa saat itu diameter
bisacromial bahu sedang melewati diameter oblique pintu atas panggul. Bahu selanjutnya
mengalami desensus dan mengalami putar paksi dalam sehingga diameter bis-acromial berada
pada diameter antero-posterior jalan lahir. Segera setelah bahu, kepala anak yang umumnya
dalam keadaan fleksi maksimum masuk panggul melalui diameter oblique dan kemudian dengan
cara yang sama mengalami putar paksi dalam sehingga bagian tengkuk janin berada dibawah
simfisis pubis. Selanjutnya kepala anak lahir melalui gerakan fleksi. Engagemen bokong dapat
terjadi pada diameter tranversal panggul dengan sacrum di anterior atau posterior. Mekanisme
persalinan pada posisi tranversal ini sama dengan yang sudah diuraikan diatas, perbedaan
terletak pada jauhnya putar paksi dalam ( dalam keadaan ini putar paksi dalam berlangsung
sejauh 900 ). Kadang-kadang putar paksi dalam terjadi sedemikian rupa sehingga punggung anak
berada dibagian posterior dan pemutaran semacam ini sedapat mungkin dicegah oleh karena
persalinan kepala dengan dagu didepan akan jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan dagu di
belakang selain itu dengan arah pemutaran seperti itu kemungkinan terjadinya hiperekstensi
31
kepala anak juga sangat besar dan ini akan memberi kemungkinan terjadinya “after coming
head” yang amat besar.
III.6 PROGNOSIS
Bagi ibu kemungkinan robekan pada perenium lebih besar, juga karena dilakukan
tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi mudah terkena infeksi.
Karena frekuensi pelahiran dengan tindakan lebih tinggi, termasuk di dalamnya sectio sesarea
maka terdapat morbilitas materna yang lebih tinggi dan mortalitas yang sedikit lebih tinggi pada
kehamilan yang dipersulit presentasi bokong persisten. Resiko ini juga cenderung meningkat
lebih tinggi lagi bila dilakukan sectio sesarea darurat dan bukan sectio sesar selektif. Biasanya
persalinan tidak berlangsung lama, sebesar 9,2 jam untuk nulipara dan 6,1 jam untuk multipara.
Bagi anak Prognosa tidak begitu baik, karena ada gangguan peredaran darah plasenta
setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit antara kepala dan panggul,
anak bisa menubrito asfiksia. Faktor penyebab kematian perinatal ialah kelahiran prematur,
kalainan kongenital serta trauma lahir.Dengan teknik sectio sesarea mortalitas menurun dari 9
persen menjadi 3 persen (Albrechtsen dkk, 2000).
III.7 PENANGANAN / TERAPI
Kerena kita tahu bahwa prognosis bagi anak tidak begitu baik, maka usahakan merubah
letak janin dengan versi luar. Tujuannya adalah untuk merubah letak menjadi letak kepala hal ini
dilakukan pada primi dengan kehamilan 34 minggu, mulai dengan usia kehamilan 36 minggu
dan tidak ada panggul sempit, gemeli atau plasenta previa.
32
Top Related