Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA: Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta 2014 1/173
TEKNIK KONSERVASI SUMBERDAYA AIR
Oleh: Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA
Lecture note:
Magister Pengelolaan Sumberdaya Air (MPSA)
Magister Pengelolaan Bencana Alam MPBA) Magister Pengelolaan Air dan Air Limbah MPA2L)
Magister Teknik dan Manajemen Sumberdaya Air (MTMSA)
Department of Civil Engineering
Faculty of Engineering Gadjah Mada University
Yogyakarta, 2014
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 2
I. PENDAHULUAN
A. Bangunan-Bangunan Keairan
1. Bangunan Sungai dan Danau a. Tebing
b. Pelindung Tebing
Groin/Groyne Lining
c. Pengendali Dasar Sungai
Ground Sill
d. Pengendali Sedimen
Chek Dam Sabo Dam Sand Pocket Diversion Dam Tanggul
e. Sudetan (Short cut)
f. River Training/Con-Bottle Neck
g. Pintu Air Pelayaran
h. Dermaga
2. Bendung
a. Tubuh Bendung
b. Pintu Pengambilan
c. Pilar
d. Pintu Pembilas
e. Kolam Pengendap Lumpur/Sandtrap f. Pintu dan Saluran Penguras
g. Lantai Hilir dan Hulu
h. Sayap Tebing
i. Kolam Olak Peredam Energi
j. Tanggul Banjir (lokasi bendung di dataran rendah)
k. Saluran Induk
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 3
3. Bendungan a. Main Dam b. Coffer Dam/ nantinya bagian dari main-dam c. Emergency Dam runtuh lebih dulu d. Diversion Tunnel/Channel e. Spillway f. Bottom Outlet menguras sedimen memanfaatkan diversion tunnel g. Outlet Works/Intake h. Effective Storage i. Dead Storage j. Fish Ladder
4. Sabodam (Checkdam) a. Badan Bendung (gravity dam atau bronjong) b. Kolam Olak
c. Groundsill d. Sayap
e. Tanggul
f. Diversion Dam g. Sandpocket
5. Drainase Urban a. Anti-Air
1). Saluran Pengumpul
2). SaluranPembuang
3). Polder 4). Pompa
5). Manholes 6). Saluran Pengendap
7). Trash Rack
b. Pro-Air
a). Sumur Peresapan Air Hujan (Recharge Well)
b). Parit Peresapan Air Hujan (Recharge Trench) c). Taman Peresapan Air Hujan (Recharge Yard)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 4
6. Bangunan Irrigasi a. Irrigasi
1). Waduk
2). Bng Sadap/Pries deau: Intake dan Free Intake 3). Saluran : Primer, Sekunder, Tersier
4). Bng Bagi : Primer, Sekunder, Tersier
5). Bng Pengukur Debit
6). Kantong Lumpur
7). Pintu Pembilas
8). Rumah Pompa
9). Jembatan
10).Terjunan
11). Gorong-Gorong
12). Got Miring
13). Talang
14). Syphon
b. Drainasi
1). Saluran
2). Tanggul
3). Pelindung tebing
7. Rawa Pasang Surut (Irrigasi dan drainasi)
a. Saluran: Primer, Sekunder, Tersier
b. Bng Sadap: Primer dan Sekunder
c. Bng Bagi: Primer, Sekunder,Tersier
d. Pengukur Debit
e. Kolam Tando
f. Pintu Air
g. Jembatan
h. Pompa
i. Leve
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 5
8. Pantai dan Pelabuhan
a. Pantai
1). Groin/Groyne 2). Tetraport 3). Hexaport 4). Lining 5). Turap
6). Reklamasi
b. Pelabuhan
1). Break Water 2). Pengaman Pantai
3). Dermaga/Pier/Jetty 4). Pelabuhan Putar
5). Kolam Sandar
6). Alur Tunda
7). Bng Pelengkap
9. Bangunan Tenaga Air
a. Hydro Power Electric Plant (PLTA) 1). Pintu Pengambilan (Intakegate/headgate) 2). Saluran Palu Air (Waterhammer) 3). Peredam Energi (Surge Tank) 4). Penstock 5). Turbine dan Generator Set 6). Pembuang (Drafttube) 7). Switchyard, Transmission
b. Micro Hydro Electric Plant (PLTMH) 1). Turbin
2). Generator
3). Governor 4). Kolam tando harian
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 6
10. Bangunan Air Minum a. Sumber mata air
Kaptering Reservoir
Kolam Purifikasi (desinfektansi/ozonisasi)
b. Sumber air sungai
Bendung (tetap dan gerak)
Bangunan pengambilan
Reservoir
Kolam Koagulasi
Kolam Sedimentasi
Aerasi
Kolam filtrasi
Kolam Purifikasi (desinfektansi/ozonisasi)
c. Pelengkap
Distribusi dan Plumbing Pompa
Pelepas Tekan
Pelepas Gelembung Udara
Kolam tando harian
11. Bangunan Pengolah Air Limbah a. Infrastruktur
1). Saluran Pengumpul
2). Saluran Pembawa
3). Instalasi Pengolah Air Limbah
4). Horizontal Subsurface Wetland 5). Vertical Subsurface Wetland
b. Jenis limbah
1). Limbah Domestik
2). Limbah Rumah Sakit
3). Limbah Industri
Industri tekstil
Industri makanan dan minuman
Industri kimia
Industri kulit
Industri kertas
Industri farmasi
Agroindustri
Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3)
Dll.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 7
B. Air Dalam Konteks Kultural
1. Predikat Air Bangsa-bangsa didunia ini sejak zaman dahulu kala telah menempatkan air sebagai
barang berharga karena no life without water dengan cara memberi predikat yang
luhur sbb:
fons vita : latin
nectar dan ambrosia : yunani
levens water : belanda
the elixir of life : inggris
Lebens elixier : jerman
la source de vie : prancis
maul khayat : arab
somber odik : madura
dgaga wa tau mat : bugis
tirta nirmala, tirta kamandalamrta njiwani, banyu beningpawitasari, banyu panghuripan : sansekerta
2. Air dan Religi a. Kitab suci
Quran surat Al Baqarah ayat 25: Berilah khabar gembira bagi orang-orang yang
beriman dan beramal salih, bahwa sesungguhnya untuk mereka itu surga yang
mengalir air sungai di bawahnya (bagian ayat ini terdapat 35 buah tersebar
dalam berbagai surat). Tiap-tiap mereka mendapat rezeki dari pada buah-
buahannya, mereka berkata: Ini seperti rezeki yang diberikan kita dahulu.
Selain sungai juga terdapat sekitar 15 ayat dalam berbagai surat yang
menggambarkan surga dengan mata air seperti salah satunya dalam surat Adz
Dzaariyaat ayat 15: Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam
taman (surga) dan di mata air-mata air.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 8
b. Ritual keyakinan
1). Islam
Wudhu sebagai cara bersuci fisik sebelum sholat, atau sebelum kontak vertical lainnya
2). Nasrani
Asperges me (perciki daku dgn air suci) pada acara misa, agar bersih laksana salju
3). Hindu
Percikan air sesudah upacara sembahyang dari air suci atau tirta amerta untuk kesejahteraan dan keselamatan umat
4). Budha
Percikan air dalam prosesi upacara pemberkatan untuk kebaikan, keselamatan
dan kesejahteraan umat.
c. Tri Hita Karana
Menyangkut 3 hal:
Parahiyangan : Harmoni hubungan antara manusia dengan Tuhan
Pawongan : Harmoni hubungan antar manusia dengan manusia
Palemahan : Harmoni hubungan antar manusia dengan lingkungan
d.Tiga urusan manusia
Habluminallah (urusan ketuhanan)
Habluminannas (urusan kemanusiaan)
Hablumilalami (urusan lingkungan)
e. Tri Hamargi Hutami
Menyangkut tiga hal:
Sangkan Paraning Dumadi: Asal muasal kejadian (ketuhanan)
Manunggaling Kawula Gusti: Menyatunya bawahan atasan (kemanusiaan)
Hamemayu Hayuning Bawono : Memelihara indahnya jagat raya (lingkungan)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 9
3. Budaya
a. Konsep penamaan
Di Jawa Barat secara ethimologi, nama diawali sukukata ciatau cai yang berarti air:
Cibeureum : air merah
Cibodas : air putih Ciamis : air manis
Di Kalimantan Barat banyak tempat menggunakan kata sei dan di Lampung dgn way
yang berarti sungai atau air.
b. Pemali
Tabu menimbun sumur walau sudah tak difungsikan lagi sebagai pengambilan air.
Padahal celaka yang dimaksud menurut tafsir saintifik adalah kelak akan
kekurangan air bila sejak awal manusia tidak berupaya untuk
mengkoservasikannya.
c. Alegori
Di Jawa ada klassifikasi tanaman dgn istilah: pala kependhem yang berkonotasi
tenggelam (ketela, ubi, talas dll), pala kesimpar yang mensiratkan terlecehkan
(semangka, labu, mentimun dll) dan pala gemandhul yang bermakna mengangkasa
(mangga, durian, nangka dll).
Maka untuk mempertahankan keberadaan pulau Jawa dari segi ketersediaan air,
budidaya pala gemandhul lah pilihannya bukan pala kependhem atau pala kesimpar
(Sunjoto, 1994). Secara teknis pala gemandhul dihasilkan dari tanaman tahunan
bukan tanaman musiman seperti pala kependhem atau pala kesimpar, hingga
dengan basis tanaman tahunan maka erosi lahan menjadi lebih kecil dan
probabilitas infiltrasi lebih besar.
d. Prosesi tradisi
1). Siraman mantenan (acara sebelum ijab qobul).
Dalam hidupnya orang memerlukan upacara perkawinan dan dengan
disyaratkannya mandi wajib dengan air yang berasal dari tujuh sumber mata air
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 10
maka untuk tetap dapat terlaksananya upacara perkawinan dari generasi ke
generasi maka keberadaan sumber air harus tetap terjaga kelestariannya.
2). Mitoni (upacara kandungan bayi 7 bulan)
Dalam hidupnya orang memerlukan regenerasi dan dengan disyaratkannya
upacara mandi air yang berasal dari tujuh sumber mata air maka untuk tetap
dapat terlaksananya melanjutkan keturunan maka keberadaan sumber air
diharapkan akan tetap terjaga kelestariannya.
4. Historis infrastruktur
a. Prasasti keairan
1). Prasasti Tukmas (Dakawu)
Prasasti ini merupakan salah satu prasasti peninggalan masa kerajaan Mataram
Kuno di wilayah Jawa Tengah antara tahun 500-700 Masehi. Prasasti ini
ditemukan di daerah kaki Gunung Merbabu tepatnya di Dusun Grabag, Desa Dak
Awu, Kabupaten Magelang, terpahat pada sebuah batu yang berada di dekat
sumber mata air Tuk Mas yang berarti mata air emas yang muncul dipuncak
bukit Tuk Mas sampai saat ini yang dimanfaatkan sebagai sumber air minum kota
Magelang. Ditulis dalam bahasa Sanskrit dan menggunakan aksara Pallava-
Grantha yang diperkirakan berasal dari wilayah India Selatan. Aksara prasasti ini
sudah banyak yang rusak. Namun bagian yang masih dapat dibaca antara lain
menyebutkan adanya sebuah sungai yang mengalir bagaikan Sungai Gangga dan
pula subha sitatoya (air suci yang bersih tak bernoda). Pada prasasti ini terdapat
pula lukisan alat-alat, seperti trisula, kendi, kapak, sangkha, cakra, dan bunga
tunjung.
2). Prasasti Pananggaran dan Sumundul
Prasasti ini bertarikh tahun 791 Saka (869 M) adalah dua batu prasasti yang
ditemukan pada halaman kompleks Candi Kedulan yang berada di dusun Kedulan,
Kel. Tirtomartani, Kec. Kalasan, Kab. Sleman. Prassasti ini dikeluarkan oleh
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 11
seorang tokoh bernama Rakyan Wiku Padan Lwar bernama Pu Manohari. Dapat
diketahui pula bahwa prasasti tersebut mengandung data sejarah terkait dengan
pendirian suatu bendungan (dawuhan) di desa Panangaran yang dibangun untuk
mengairi tegal sekeliling bangunan suci (parhyanan) atau dapat juga pembangunan
tanggul sungai secara kontinyu akibat adanya banjir yang melanda daerah
bangunan suci dan permukiman. Nampak jelas dari gradasi perlapisan tanah
penimbunnya akhirnya candi Kedulan tertutup material hasil erupsi gunung
Merapi yang berubah menjadi lahar dingin melanda daerah ini dan terjadi tidak
hanya dalam sekali banjir (Gambar 1.).
Gambar 1. Candi Kedulan di Kalasan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
(personal collection photo = pcp)
3). Prasasti Cunggrang
Prasasti Cunggrang bertarikh tahun 851 S (926 M), di Gempol Pasuruan,
menyebut nama Rake Hino Pu Sindok Sri Isana Wikrama Dharmmatungga juga
menyebut bangunan suci sang hyang dharmmasramma ing pawitra dan sang hyang
tirtha pancuran. Prasasti Cunggrang tersebut menceritakan perbaikan pancuran
pawitra sekitar Gunung Penanggungan. Salah satu patirtaannya disebutkan adalah
Sumber Tetek di Utara Timur Gunung Penanggungan. Di lokasi ini terdapat
bangunan-bangunan penting keagamaan dan pendidikan yaitu prasada silunglung
(altar pemujaan), patapan (tempat bertapa) dan tirtha pancuran.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 12
4). Prasasti Manukaya
Prasasti ini memuat angka tahun 882 (960 M) yang sekarang didekatnya
dibangun istana Tampaksiring, menyebut raja Indrajaya sing hawarmmadewa
yang isinya antara lain perluasan tirtha di air hampul (Gambar 2.). Cerita awalnya
bersumber dari sebuah prasasti Batu yang masih tersimpan di Desa Manukaya
menyebutkan pura ini dibangun oleh Sang Ratu Sri Candra Bhayasingha
Warmadewa di daerah Manukaya. Di sini terdapat sebuah mata air yang sangat
besar, yang hingga sekarang dikeramatkan oleh penduduk setempat. Kekunaan
yang terdapat disini ialah sebuah lingga-yoni dan arca lembu.
5). Prasasti Kamalagyan
Prasasti Kamalagyan tahun 1037 M, dusun Klagen, desa Ropodo, Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo yaitu penanda pembangunan waduk Wringin Sapta oleh Raja
Airlangga. Bendungan ini untuk membangun daerah agar terhindari dari banjir
tahunan luapan Kali Brantas. (Kompas, 25/01/2014, hal. 14)
6). Prasasti Kusmala (Kandangan) tahun 1350 M menjelaskan bahwa Bathara
Matahun membangun bendungan sehingga kawasan sebelah timur Daha dapat
terairi menjadi daerah irigasi. (Kompas, 25/01/2014, hal. 14)
7). Prasasti Jiyu (Trailokyapuri)
Prasasti Jiyu (Trailokyapuri) tahun 1350 M menyatakan bahwa raja membangun 2
bendungan untuk mengairi daerah Kalamas dan Trailokyapuri. (Kompas,
25/01/2014, hal. 14)
5). Prasasti Samirana
Bertarikh tahun 1370 (1448 M), didesa Samirana kec. Getasan Semarang,
bagian atas prasasti terdapat gambar phallus (lingga) yg oleh para ahli diartikan
sbg lambang kesuburan.
b. Candi petirtaan (keairan)
Di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara al:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 13
candi Bale Kambang di Semarang,
candi Kunthi, Lerep, Semboja Kalitelon > Boyolali
candi Senjaya di Salatiga,
candi Payak di Yogyakarta,
candi Simbatan Wetan di Magetan,
candi Songgoriti, Jalatunda & Amertamanthana di Malang,
candi Goa Gajah di Gianyar,
candi Tirta Empul di Tampak Siring (Gambar 2),
candi Tirta Gangga di Karang Asem,
candi Narmada di Lombok, (fontaine)
candi Tikus di Trowulan, (diduga sbg kaptering, Gambar 3.) candi Cetha
Gambar 2. Tirtha di air hampul di Tampak Siring, Bali (Sumber: http://www.asiaexplorers.com/indonesia/tirta_empul_tampaksiring.htm-cited 10/01/13)
Thesis bahwa Candi Tikus yang berada dalam kompleks ibu kota Kerajaan
Majapahit (9 kali 11 km2) adalah sebagai kaptering didukung oleh beberapa hal
antara lain:
Terletak di lereng dan di hilir spring belt G. Welirang (+3.156m) yang
terletak di sisi selatannya dengan formasi batuan permeable.
Daerah sekitar pegunungannya mempunyai curah hujan tahunan yang
tinggi.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 14
Elevasi candi lebih tinggi dari daerah layanan yaitu pusat kerajaan
Majapahit dan berjarak cukup dekat hingga hydraulic head masih cukup
untuk pengaliran secara gravitasi.
Saat ini di dalam candi tersebut masih muncul mata air dari arah hulu
kehilir walau dengan debit kecil.
Candi berada ditengah kolam yang mengelilinginya.
Kolam candi dilengkapi dengan intake dan pelimpah.
Sisa penggalian menunjukkan teknologi hidraulik yang maju seperti pipa
pembawa dengan diameter sampai 50 cm, 3 macam pipa distribusi
berbahan keramik bakar, fontaine dan hiasan untuk sistem drainase
berbahan batu pahat serta Kolam Segaran sebagai reservoir yang luas.
Gambar 3. Candi Tikus di Trowulan Mojokerto Jawa Timur (pcp)
c.Bangunan Air
1).Penyediaan air Kraton Boko
Kraton Ratu Boko atau Kerajaan Raja Boko yang diduga dibangun pada abad ke 8,
terletak sekitar 2 km arah selatan dari Candi Prambanan Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) terletak di puncak bukit +196 m-dpl atau sekitar 80 m dihitung
dari dataran sekitar. Sebagai kraton atau kerajaan dipastikan bahwa lokasi ini
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 15
merupakan tempat hunian dan karena lokasi berada diatas puncak bukit maka
secara teoritis tak mempunyai cadangan sumber air yang mudah untuk didapat
seperti mata air. Untuk memenuhi kebutuhan air domestik diduga menggunakan
reservoir berupa sumuran-sumuran dengan diameter sekitar 5 meter yang digali
pada batuan andesit kedap air (Gambar 4.). Reservoir ini berdekatan dengan
Pemandian Keputren (wanita) yang merupakan bangunan pada elevasi lebih rendah
hingga memungkinkan cara mandi dengan memanfaatkan aliran secara gravitasi.
Dari rumah induk istana di sebelahnya terdapat selokan keliling yang mengalirkan
air ke sumuran-sumuran tersebut, ini berarti memanfaatkan air hujan yang jatuh
diatap. Cara ini seperti layaknya pemanenan air hujan di daerah kabupaten
Gunungkidul yang merupakan daearah miskin air di DIY yaitu menampung air
hujan dari atap dengan bak-bak tampungan ferro cement.
Gambar 4. Diduga sebagai reservoir penyimpan air untuk kebutuhan air domestik(pcp)
2). Kolam Segaran Kerajaan Majapahit
Kolam Segaran, segara (Jawa) sama dengan laut dan segaran berarti seperti laut
yang saat ini telah dipugar seluas 6 ha (Gambar 5a.) adalah kolam buatan untuk
melengkapi keindahan kerajaan Majapahit, Trowulan, Mojokerto Jawa Timur
yang dibangun oleh pada abad ke 13 dan kolam ini juga mempunyai fungsi
konservasi air. Pasokan air ini diduga dari Candi Tikus yang sekaligus sebagai
sumber air untuk pemenuhan kebutuhan domestik kerajaan, juga untuk fontaine
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 16
di taman lengkap dengan pipa distribusinya (Gambar 5b.) dan saluran drainase
dan ujung pembuangnya (Gambar 5c). Hal ini menunjukkan bahwa pada era itu
para engineernya telah mampu menguasai ilmu-ilmu keairan, hidrolika, ilmu bahan
dan dilandasi dengan seni yang tinggi.
Gambar 5a. Kolam Segaran di Trowulan Mojokerto Jawa Timur (pcp)
Gambar 5b. Fontaine dan pipa air bersih kerajaan Majapahit (Foto: Prof. Hardjoso P.)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 17
Gambar 5c. Saluran dan outlet drainase perkotaan kerajaan (pcp)
3). Daerah Irigasi Trowulan (Kompas, 25/01/2014, hal. 14)
Kawasan ibukota Majapahit, Trowulan ditempatkan dalam daerah diantara 4
sungai yaitu di utara Kali Brantas, timur Kali Barangkal, selatan Kali Kepiting dan
barat Kali Gunting, hingga daerah ini merupakan endapan alluvial letusan gunung
berapi dari gunung Welirang (+3.156m) dan Pegunungan Anjasmoro yang subur
dan kaya air. Dari peta rekonstruksi dari foto udara hitam putih disimpulkan
bahwa daerah Trowulan ini telah dibangun waduk maupun kanal-kanal irigasi
(Arifin).
Gambar 5d. Sketsa lokasi ibukota Trowulan dan peta irigasi hasil rekonstruksi (Kompas,
25/01/2014, hal. 14).
4). Pemuliaan Air di DAS Pakerisan (Kompas, 25/01/2014, hal. 14)
Enam situs DAS Pakerisan Kabupaten Gianyar Bali, menjadi saksi lokasi
pemuliaan air. Dari hulu, hutan di sekitar Tirta Empul dan Tirta Mangening
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 18
(suber mata air), wilayah ini dikeramatkan oleh raja-raja Dinasti Marwadewa. Di
hilirnya dibangun empat candi yaitu Candi Tebing Gunung Kawi, Pangukur-Ukur,
Tegal Linggah dan Gua Garba yang dibangun dengan cara memahat batu tebing
sungai. Pembuatan candi langsung memahat tebing ini dimaksudkan untuk tidak
merusak ekosistem sungai secara keseluruhan selain sebagai tempat sakral
untuk pertemuan antara manusia dengan dewa.
5). Segarayasa Sultan Agung
Bangunan bendungan telah dibuat di era Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593-
1645) dan memerintah Karaton Mataram (1613-1645) sebagai taktik strategi
perang dan sekaligus penguasa kraton Mataram ketika pusat pemerintahannya di
Plered, yang mana kraton ini dikeliling dengan waduk buatan dengan cara
membendung sungai Opak dengan tujuan sebagai benteng pertahanan karena
dengan adanya reservoir ini bagian timur dan selatan kraton adalah berupa
genangan air hasil pembendungan dan bagian baratnya adalah bukit terjal hingga
bagian terbuka tinggal dari utara. Selain untuk pertahanan juga sekaligus
mematuhi konsep kota ngadepake pasir ngungkurake wukir yang juga memiliki
manfaat untuk konservasi air (Gambar 6). Saat ini genangan air waduk telah
kering menjadi daratan karena bangunan bendungannya telah runtuh dan daerah
bekas genangan ini dinamai Segarayasa, artinya laut buatan atau artificial
(segara = laut, yasa = membuat). Sedangkan daerah yang pada saat itu tak
tenggelam termasuk bekas lokasi keraton mempunyai nama yang masih sama
dengan fungsinya pada zaman tersebut sebagai layaknya penamaan suatu lokasi
sekitar karaton kerajaan Mataram yang sampai saat ini masih berlaku di Karaton
Surakarta maupun Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 19
Gambar 6. Maket Kraton Plered ibukota Kerajaan Mataram era Sultan Agung
(Sumber: Laboratorium Sejarah Universitas PGRI-Yogyakarta)
6). Daerah Irigasi Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah raja yang memerintah Kasultanan Banten
(1651-1682) telah menciptakan suatu lahan pertanian sekitar 30.000-40.000 ha
sawah di tambah ribuan kebun kelapa mulai di desa Bendung kecamatan Tanara
kabupaten Serang hingga diduga beliau mendapat sebutan Sultan Ageng
Tirtayasa (tirta=air, yasa=membuat). Karya yang ditinggalkan adalah mulai
membendung air sungai yang dilengkapi dengan pintu air, mengalirkan dengan
kanal atau saluran antara 30-40 km agar air mencapai lahan sawah juga jalan
inspeksi lengkap dengan jembatan (Gambar 7). Kanal atau saluran pembawa ini
dilengkapi dengan pintu air, bangunan pemecah enerji atau tangga air, syphon dll.
Daerah irigasi ini berada di lembah sungai Ciujung dan sungai Cidurian juga di
lembah sungai Cimanceuri yang mana dari sungai-sungai inilah air berasal
dialirkan kedaerah lebih rendah untuk budidaya padi yang sampai saat ini masih
merupakan lumbung padi Provinsi Banten. Tidak hanya memanfaatkan air sungai
namun juga meningkatkan tampungan dan memanfaatkan air rawa dengan
memasang pintu-pintu air, menjadikan rawa sebagai tampungan pada musim
penghujan dan memanfaatkan airnya pada musim kemarau. Teknik ini juga
U
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 20
bermanfaat untuk mengendalikan banjir di daerah hilirnya selain menjadikannya
daerah pertanian. (Kompas, 24/05/2013, hal 45)
Gambar 7. Jembatan pada saluran pembawa atau kanal konstruksi lengkung dengan
konstruksi pasangan bata merah (Kompas. 24/05/2003).
7). Waduk Kalibayem Hamengku Buwono I
Hasil Perjanjian Giyanti pada 1755 Mataram dibagi menjadi dua kerajaan yaitu
kraton Surakarta dengan penguasa Sunan Paku Buwono III (PB III) dan pusat
pemerintahannya tetap kraton lama dan kraton Ngayogyakarta Hadiningrat
diperintah oleh Sultan Hamengku Buwono I (HB I). Sebagai kerajaan baru kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat belum mempunyai pusat pemerintahan maka
dibuatlah di Umbul Pacethokan di hutan Bering. Dalam menunggu selesainya
pembangunannya HB I tinggal di Pesanggrahan Ambarketawang. Pesanggrahan ini
dilengkapi dengan tata air yaitu untuk memenuhi kebutuhan air sekaligus
membuat taman dibuatlah bendungan tipe urugan tanah dan waduk yang
terbentuk disebut dengan nama Kalibayem yang mana diduga kata bayem berasal
dari becik dan ayem yang berarti bagus dan tenteram. Sampai dengan tahun 1980
an waduk yang terbentuk ini masih merupakan daerah tujuan wisata air lokal yang
cukup ramai dikunjungi, dengan tampungan air yang cukup dalam dan bersih dan
selain berada dalam jarak dekat dengan kota juga mudah dijangkau dengan
kendaraan pribadi maupun umum, namun saat ini (Foto pada Oktober 2012) telah
penuh sedimen dan tanaman gulma enceng gondok menutup 95% permukaannya
(Gambar 8.).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 21
Gambar 8. Reservoir bendungan Kalibayem tipe urugan (kiri) dan spillway sekaligus sebagai
jembatan (kanan) (pcp).
8). TamansariHamengku Buwono I
Taman Sari Yogyakarta atau Taman Sari Karaton Yogyakarta adalah situs bekas
taman atau kebun istana Keraton Yogyakarta, yang dapat dibandingkan dengan
Kebun Raya Bogor sebagai kebun Istana Bogor. Kebun ini dibangun pada zaman
Sultan Hamengku Buwono I (HB I) pada tahun 1758-1765. Taman ini memiliki luas
lebih dari 10 ha dengan sekitar 57 bangunan baik berupa gedung, kolam
pemandian, jembatan gantung, kanal air, maupun danau buatan beserta pulau
buatan dan lorong bawah air. Kebun yang digunakan secara efektif antara 1765-
1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai
tenggara kompleks Magangan. Namun saat ini, sisa-sisa bagian Taman Sari yang
dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja
(Gambar 9.).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 22
Gambar 9. Gerbang dan kolam utama Tamansari (water castle) Kraton Yogyakarta (pcp)
9). TirtonadiMangkunegara I
Taman Tirtonadi adalah taman indah yang berada di pinggir sungai di tengah kota
Surakarta yang secara harafiah dapat diterjemahkan tirto = air dan adi = indah
atau unggul. Dengan konsep taman ini bantaran sungai akan menjadi bersih hingga
air yang mengalir bebas limbah dan air yang terkonservasipun berkualitas baik.
Dalam kaitan historis dengan Pura Mangkunegaran, kawasan itu dulunya adalah
taman milik istana RM Said yang kemudian bergelar KGPAA Mangkunegara I.
Selain itu pelestarian sungai juga diharapkan mampu menjadi fungsi pelestarian
lingkungan serta perbaikan sumber daya air sekaligus wisata air, juga saat ini
tepat untuk menyongsong penanggulangan dampak global warming (Gambar 10.).
10). Sawah surjan Paku Alam V
Wilayah Kadipaten Pakualaman adalah Adikartoberada di Kabupaten Kulonprogo
bagian selatan diantara sungai Progo dan sungai Bogowonto yang saat ini meliputi
kecamatan Wates, Temon, Panjatan. Galur dan Lendah. Sebagian besar wilayah
tersebut berupa rawa yang pada saat itu merupakan sumber produksi ikan air
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 23
tawar. Rawa ini terbentuk dari dataran rendah pantai akibat endapan dominan
pasir gunung Merapi yang terangkut aliran air laut dan mendapat suplai air dari
sungai Serang yang berhulu di pegunungan Menoreh. Akibat pembendungan hasil
sedimentasi dibagian selatan maka lahan pasir tersebut tergenang dan menjadi
rawa dengan luas sekitar 7.500 10.000 ha. Akibat pertambahan penduduk
hingga produksi ikan tak memenuhi kebutuhan maka KGPAA Paku Alam V (1833-
1900) berinisiatif merubah rawa ini menjadi lahan pertanian dengan cara
membuat kanal-kanal pengatus air kearah laut sepanjang sekitar 50 km. Salah
satu kanal atau saluran pembuang dengan dimensi terbesar tersebut saat ini
disebut secara resmi dengan kali Serang yang oleh penduduk disebut sungai
Satrawi atau pengatus rawa (sat = kering, rawi = rawa) seperti pada Gambar 11.
yang sebenarnya adalah artificial river. Untuk dapat menanam sepanjang tahun
pada lahan yang surplus air ini dibuatlah solusi cerdas dengan menciptakan suatu
petak sawah berdampingan dengan elevasi berbeda antara 0,5 1 meter. Maksud
dari ide ini adalah menciptakan dua tipe lahan yaitu kering yang berelevasi tinggi
dan lahan basah yang berelevasi lebih rendah hingga hampir sepanjang waktu
lahan yang dulunya rawa ini dapat ditanamai dengan dua jenis sifat tanaman
(Gambar 21.). Lahan bagian rendah ini menciptakan kemungkinan memperlambat
laju runoff hingga probabilitas konservasi air meningkat. Karena petaksawah ini
membentuk lajur selang seling maka disebut dengan sawah sistem surjan karena
menyerupai pola tenun surjan yang berjalur beda warna. Pembangunan irigasi ini
kemudian dilanjutkan oleh penerusnya KGPAA Paku Alam VII (1882-1937). Pada
saat ini sawah tersebut masih berfungsi dengan baik hanya perubahan tataguna
lahan menjadi perkampungan penduduk selama 200 tahun sampai saat ini telah
menyusutkan sekitar setengah luas awalnya. Sisa arkeologis yang masih utuh
adalah bangunan peristirahatan yang dibangun sekaligus sebagai tempat
pengawasan pelaksanaan maupun pemantauan nya yang terletak di tepat sebelum
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 24
pintu masuk timur daerah wisata pantai Glagah (Hasil wawancara dengan KGPAA
Paku Alam IX).
Gambar 11. Sungai Satrawi yg juga disebut sungai Serang dengan break water pada muara untuk menciptakan alur alian sungai.
11). Balekambang Mangkunegara VII
Taman Balekambang adalah bangunan rumah yang ada diatas air atau secara
harafiah dapat diterjemahkan bale adalah rumah dan kambang berarti
mengapung. Dengan pesona yang luar biasa taman balekambang adalah sejenis
villa buat kelompok kaum berada era yang dahulu. Taman Balekambang dibuat
pada tahun 1921 oleh KGPAA Mangkunegara VII diatas tanah seluas 9,80 Ha
dengan mengadopsi penataan kota di Eropa yang mana banyak didapatkan taman-
taman nan indah dikota-kotanya. Taman ini dibangun untuk kedua putrinya yaitu
GRAy Partini Husein Djayaningrat dan GRAy Partinah Sukanto sehingga figure
keduanya menjadi spot yang menakjubkan ditaman yang yang luas tersebut yakni
kedua patung putri dari KGPAA Manguknegara VII yang pertama berada
ditengah kolam sedangkan satunya lagi berada ditengahtengah air
mancur. Dengan kolam air dan rimbunnya pepohonan sebagai sentral taman
berarti akan menciptakan peningkatan infiltrasi air kedalam tanah (Gambar 10.).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 25
Gambar 11 . Taman Tirtonadi Surakarta dan Taman Balekambang Surakarta (Sumber: http://yogacandblog.blogspot.com/2008/08/taman-sungai-kalianyar-tirtonadi.htmldan http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/12/08/taman-balekambang-solo-hijau-dan-
menyenangkan/ -cited 10/01/13)
12). Langensari Kasultanan Yogyakarta
Langensari adalah merupakan sebuah embung atau retarding basin terletak di
Kota Madya Yogyakarta yang dibangun pada era Karaton Ngayogyakarto
Hadiningrat. Embung ini mendapat pasokan air dari Kali Belik yang bersumber di
Kampus UGM yang berupa mata air dan telaga. Sejak tahun 1980an, di sekitar
telaga yang bersumber dari kedua mata air tersebut yaitu Umbul Lanang (mata
air lelaki) dan Umbul Wadhon (mata air perempuan) telah dihijaukan yang saat
ini populer dengan nama Lembah UGM sebagai ajang pasar padat mingguan atau
Sunmor (sunday morning market). Selain itu telaga ini (Gambar 12a.) maupun
lembah di hilirnya belum dimanfaatkan sepenuhnya sebagai retarding basin
dengan menampung air dari sungai Belik ketika surplus air pada saat hujan deras
agar daerah hilir tidak terbebani banjir. Ide pemanfaatan ini pernah dilontarkan
oleh Presiden Universiteit Gadjah Mada atau Rektor pertama UGM Prof.
Sardjito (testamen Prof. Hardjoso P. 2013). Saat ini mata air yang debit mata
airnya semakin lama semakin mengecil tersebut karena catchment area nya
telah dipenuhi permukiman dan belum seluruhnya mengimplementasikan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 26
konservasi air hujan, dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air domestik
kampus UGM. Untuk berbagai masalah tersebut diatas saat ini pada tahun 2013,
UGM telah mencanangkan program zero runoff salah satunya akan
memanfaatkan kawasan lembah ini sebagai retarding basin selain dengan
recharge systems yaitu recharge well, recharge trench maupun recharge yard.
Dari segi kualitas air penulis mengusulkan danau lembah UGM diisi dengan air
supplesi dari selokan Mataram secara langsung yang kulitasnya jauh lebih baik,
dengan menggunakan pipa untuk meningkatkan kualitasnya yang saat ini
cenderung payau. Saat ini air supplesi tersebut tidak dialirkan kedalam danau
karena dalam perjalannannya sepanjang sekitar 400 meter di kali Belik telah
tercemar limbah domestik dari kawasan permukiman padat di hulunya.
Sedangkan Langensari di tahun 1970an masih berupa embung dan di tahun
1980an diurug dan diatasnya didirikan bangunan sekolah serta kantor Kwarda
Pramuka (Gambar 13.). Pemerintah Kota Yogyakarta berencana mengembalikan
fungsi embung dengan tujuan konservasi dan mengatasi genangan air ketika
curah hujan tinggi dan diharapkan pada tahun akhir 2013 nanti, embung ini sudah
berfungsi kembali seperti sedia kala.
Gambar 12. Lembah UGM dengan danau, hutan kampus dan instalasi pompa air (pcp).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 27
Gambar 13. Embung Langensari yang telah ditimbun sampai pada akhir tahun 2012 berupa sekolah, perkantoran dan lapangan terbuka sebelum direfungsikan (pcp).
13). Selokan Mataram
Selokan Mataram adalah saluran yang mengairi daerah persawahan di DIY yang
dibangun mulai tahun 1920 an pada bagian hulu (Gambar 14.). Pada masa
pendudukan Jepang di Indonesia (Yogyakarta) yaitu sekitar 1940-1945, dengan
tujuan mencegah pengiriman rakyat Karaton Ngayogyakarta Hadiningngrat untuk
menjadi Romusha (tenaga kerja paksa) Sultan HB IX berinisiatif menciptakan
proyek besar yaitu melanjutkan Selokan Mataram pada bagian hulu untuk
mrnciptakan daerah irigasi yang lebih luas. Dengan kredo bahwa bumi Mataram
bakal loh jinawi rikala kali Progo lan kali Opak wus nyawiji (bumi Mataram akan
sejahtera bila air kali Progo telah menyatu dengan air kali Opak). Sebagaimana
diketahui bahwa kali Progo berada di bagian tepi barat DIY sedangkan kali Opak
berada di tepi bagian timurnya. Dari segi ilmu keairan kredo ini adalah sangat
cerdas karena kali Opak yang debitnya kecil tak mencukupi untuk suplai daerah
irigasi maka harus mendapat supllesi dari kali Progo yang debitnya relative
surplus. Maka solusi pembangunan Selokan Mataram sangat tepat karena selain
mengairi sawah dan menambah tampungan air tanah sepanjang saluran dari barat
sampai ke timur juga memberikan supplesi guna menambah debit sungai-sungai
kecil yang dilaluinya sampai kali Opak hingga pada musim kemaraupun tersedia
air untuk irigasi. Selokan ini saat ini masih menjadi andalan untuk irigasi di DIY
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 28
selain selokan yang lain semisal Selokan Van der Wijk, Kalibawang, dan selokan
di bendung Kamijoro, Sapon, Grembyangan dan Tegal beserta puluhan bendung-
bendung kecil permanen lainnya.
Gambar 14.Selokan Mataram bagian hulu dan bagian hilir pada awal pembanguan (atas) dan
pada saat ini (bawah).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 29
C. Kuantitas Air
Tabel di bawah ini mendiskripsikan dengan teknologi yang layak secara teknis
maupun ekonomi bahwa volume air dan bagian-bagiannya dalam proses siklus
hidrologi. Dari Tabel 1. s/d Tabel 7. ini dapat ditarik benang merah bahwa jumlah
air yang dapat dikelola untuk keberlangsungan hidup manusia hanya sekitar 2 % dari
jumlah total air di bumi.
Table 1.Water distribution in the earth (Todd,1970)
Items Volume x106 Percentage
Ocean location
Saline Water 1,320Km3 97.300%
Continents location
o Lake fresh water 0.125Km3 0.0090%
o Lake saline water 0.104Km3 0.0080%
o Rivers 0.00125Km3 0.0001%
o Soil moisture 0.067Km3 0.0050 %
o Groundwater (above 4000 m)
8.350 Km3 0.6100 %
o Eternal ice and snow 29.200Km3 2.1400%
Total volume 37.800Km3 2.800%
Atmosphere location:
Vapor 0.013Km3 0.001%
Total water 1,360Km3 100.000%
Table 2. Water distribution in the earth (Nace,1971)
Items Volume x106 Percentage
Saline water 1,370Km3 94.000%
Ice & snow 30Km3 2.000%
Vapor 0.010%
Groundwater 60Km3 4.000%
Surface water 0.040%
Total water 100.000%%
Table 3. Water distribution in the earth (Huissman,1978) Items Volume x10
6 Percentage
Free water, consist of: 1,370Km3
Saline water 97.200%
Ice & snow 2.100%
Vapor 0.001%
Fresh water, consist of: 0.600 %
Groundwater 98.80 % Surface water 1.20%
Total water 100.000%
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 30
Table 4. Water distribution in the earth (Baumgartner and Reichel, 1975 in Lee, 1980) Items Volume Percentage
Solid 2.782 x107 Km3 2.010 %
Liquid 1.356 x109 Km3 97.989 %
Oceans 1.348 x109 Km3 97.390 %
Continent; groundwater 8.062 x106 Km3 0.583 %
Continent; surface water 2.250 x105 Km3 0.016 %
Vapor 1.300 x104 Km3 0.001 %
Total (all forms) 1.384 x109 Km3 100.000%
Saline water 1.348 x109 Km3 97.938 %
Fresh water 3.602 x107 Km3 2.202 %
Table 5. Fresh water distribution in the earth (Baumgartner and Reichel, 1975 in Lee,1980)
Items Volume Percentage
Solid 2.782 x107 Km3 77.23 %
Liquid 8.187 x106 Km3 22.73 %
Groundwater 7.996 x106 Km3 22.20 %
Soil moisture 6.123 x104 Km3 0.17 %
Lakes 1.261 x105 Km3 0.35 %
Rivers, organic 3.602 x103 Km3 0.01 %
Vapor 1.300 x104 Km3 0.04 %
Total (all forms) 3.602 x107 Km3 100.00 %
Table 6. Fresh water distribution in the earth (UNESCO, 1974in Chow, 1980)
Item Area (106 km2)
Volume (km3)
Total water (%)
Freh water (%)
Ocean 361.3 1,338,000,000
Groundwater
Fresh 134.0 10,530,000 0.76 30,1
Saline 134.8 12,870,000 0.93 -
Soil moisture 82.0 16,500 0.0012 0.05
Polar ice 16.0 24,023,500 1.7 68.6
Other Ice & snow 0.3 340,000 0.25 1.0
Lakes
Fresh
Saline
1.2 91,000 0.007 0.26
0.8 85,400 0.006 -
Marches 2.7 11,470 0.0008 0.03
Rivers 148.8 2,120 0.0002 0.006
Biological water 510.0 1,120 0.0001 0.003
Atmospheric water 510.0 12,900 0.001 0.04
Total water 510.0 1,385,984,610 100
Fresh water 148.8 35,029,210 2.5 100
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 31
Table 7.Annual average water balance components for the earth (Baumgartner & Reichel, 1975 in Lee, 1980) (Gambar 15.)
Item Continent Ocean Earth
Area (106 km2)
Volume (103 km3)
Precipitation
Evaporation
Discharge
Average depth (mm)
Precipitation
Evaporation
Discharge
148.90
+111
-71
-40
+745
-477
-269
361.10
+385
-425
+40
+1066
-1177
+111
510.00
+496
-496
0
+973
-973
0
Gambar 15.Earth water balance components, in 103 km3 (Baumgartner & Reichel, 1975 in Lee R., 1980)
Note:
Above tables from Table 1. till Table 7. follow English style writing of numerical
coma and point.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 32
D. Degradasi Sumberdaya Air
a. Proses kerusakan sumberdaya air menurut Princes lecture note.
Prof. Prince seorang gurubesar keairan dari Universitas Kalsruhe Germany dalam
lecture note di Jurusan Teknik Sipil UGM pada tahun 1996 telah menyodorkan
suatu flowchart tentang kerusakan sumberdaya air yang disebabkan oleh
urbanisasi. Karena akibat perpindahan penduduk dari rural ke urban yang biasanya
padat penduduk ini akan memerlukan kerapatan bangunan meningkat yang akhirnya
ada masalah dengan Urban Climate Change, Water Resources, Flood Control dan
Pollution Control (Gambar 16.).
Gambar 16. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi (Prince, 1996)
b. Proses kerusakan sumberdaya air dan alternative solusinya.
Sunjoto (2011) mengembangkan flowchart yang dibangun oleh Prince tersebut
diatas bahwa urbanisasimengakibatkan empat masalah yang sama yaitu Urban
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 33
Climate Change, Flood Control, Groundwater Controldan Pollution Control
Problems.Namun tak bertenti sampai disini, bukan hanya proses kerusakan tapi
juga alternative solusinya yaitu dengan asas Pro-Water Mazhab atau Con-Water
Mazhab (Gambar 17.).
Gambar 17. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi dan alternatif solusinya
(Sunjoto, 2011)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 34
E. Imbangan Air
1. Deskripsi
Terminologi
Imbangan Air (IA) adalah nisbah antara Kebutuhan Air (KA) dengan Air Tersedia
(AT) yaitu:
IA = KA / AT x 100 % (1)
Bila:
IA > 75 % berarti : kritis
IA > 100 % berarti : buruk
Kebutuhan Air adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk hidup manusia per tahun
meliputi untuk pemenuhan kebutuhan air domestik, pertanian, industri dll yang
secara rinci akan dijelaskan di berikut. Sedangkan Air Tersedia adalah air yang
dapat dimanfaatkan dari potensi hujan yang jatuh di daerah tersebut. Dengan
perbedaan dasar perhitungan Air Tersedia mengakibatkan adanya berbagai metoda
perhitungan Imbangan Air.
2.Metode Perhitungan Imbangan Air
Berbagai metoda perhitungan Imbangan Air pada hakekatnya adalah bagaimana
mendapatkan air tersedia dari data lapangan yang tersedia adalah sbb:
Berbasis aliran mantab (PU, 1984)
Berbasis sumberdaya (Anonim, 1990)
Berbasis saldo di musim kemarau (PU, 1991)
Berbasis debit sungai andalan (Triatmodjo, 1998)
Berbasis infiltrasi andalan (Sunjoto, 2012)
a. Imbangan Air berbasis aliran mantab(PU, 1984)
Cara ini dalam menetapkan Air Tersedia dari Aliran Mantap (dependable flow)
dibagi jumlah penduduk. Dependable flow adalah jumlah air hujan yang dengan pasti
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 35
dapat digunakan untuk menopang kehidupan manusia dengan segala pendukungnya
didapat dari 25-35% dari Aliran Permukaan Total. Aliran permukaan total dihitung
dari neto curah hujanyaitu curah hujan dikurangi evapotranspirasi dikalikan luas
daerah. Presipitasi diambil rerata tahunan dari set data curah hujan tersedia misal
dapat dihitung dari curah hujan rerata dari 11 tahun pencatan. Untuk perhitungan
Imbangan Air nya seperti pada contoh berikut ini.
1). Kebutuhan Air
a). Kebutuhan Air secara umum : 1,95 m3/kpt/hr dengan perincian sbb:
Air untuk pertanian : 1,840 m3/kpt/hr
Air untuk domestik : 0,100 m3/kpt/hr
Air untuk industri : 0,010 m3/kpt/hr
b). Kebutuhan air fungsi pulau
Kebutuhan untuk masing masing pulau dihitung oleh PU (1984) yang
besarannya tergantung dari kebiasaan maupun hidroklimatisasi masing masing
pulau seperti pada Tabel 11.untuk perkapita dan pada Tabel 17. untuk
perprovinsi.
c). Kebutuhan air rinci
Kebutuhan air rinci adalah beutuhan air yang dihitung untuk semua kebutuhan
manusia secara langsung maupun tidak langsung, yang secara rinci akan
dibahas di bagian berikut.
2). Air Tersedia (AT)
AT: aliran mantap (AM) dibagi jumlah penduduk (JP) atau:
=
(2)
AM atau dependable flow adalah air yang dengan pasti dapat dimanfaatkan oleh umat manusia.
AM = 25 % s/d 35 % dari aliran permukaan total (APT) atau:
= (2)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 36
(Note: APTsurface runoffdan = 25% s/d 35%)
APT: curah hujan efektif (CHE) kali luas daerah (LD) atau:
= (2)
CHE: curah hujan (CH) dikurangi evapotranspirasi (ET) atau:
= (2)
Maka Air Tersedia (AT):
=
(2e)
Keterangan:
=25% s/d 35% (PU, 1984).
Penentuan harga ini tergantung dari kondisi tataguna lahan Daerah Aliran
Sungainya yaitu bila building coverage, bangunan konservasi lainnya misal
bendungan dengan reservoir, embung, recharge system dll., diimplemtasikan
secara maksimal di daerah tersebut, maka harga ini dapat mencapai 35%
sedangkan ketika keadaan sebaliknya harganya diambil 25%.
3). Proyeksi jumlah penduduk
Jumlah penduduk fungsi waktu:
= exp (3)
atau: = +
(3)
dengan:
Pt : jumlah penduduk pada tahun ke t
Po: jumlah penduduk pada tahun dasar
r : tingkat pertumbuhan penduduk
t : jumlah tahun yang diperhitungkan
Contoh:
Data utk pulau Jawa dan Madura pada thn 1985 :
Jumlah penduduk : 91.269.000 kpt
Tingkat pertumbuhan pddk : 2,27 %
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 37
Kebutuhan air : 523,5 m3/kpt/th (Tabel 11.)
maka jumlah penduduk pada tahun:
P1993 = 91.269.000 exp (0,0227 x 8)
= 91.269.000 x 1,1991
= 109.443.000 kpt
P2000 = 91.269.000 exp (0,0227 x 15)
= 91,269.000 x 1,4956
= 128.292.000 kpt
4). IA di pulau Jawa dan Madura
Secara cepat imbangan air tahunan dapat dihitung dengan mudah untuk berbagai
wilayah dengan mendasarkan pada formulasi diatas dengan menggunakan model
seperti Tabel 8.
Tabel 8. Perhitungan Air Tersedia di pulau Jawa dan Madura
No
Pulau
LD
CH
ET
CHE
APT
AM
JP
AT
-
-
m2
m/th
m/th
m/th
m3/th
m3/th
kpt
m3/kpt/th
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-
-
-
-
-
3-4
2x5
25-35% x 6
-
7:8
1
Jawa &
Madura (1985)
132.187
x106
2,58
1,25
1,33
175.809
x106
43.952
x106
91,269
x106
481,57
2
Jawa &
Madura
(1993)
132.187
x106
2,58
1,25
1,33
175.809
x106
43.952
x106
109,443
x106
401,30
3
Jawa &
Madura
(2000)
132.187
x106
2,58
1,25
1,33
175.809
x106
43.952
x106
128,292
x106
342,2
Sumber: Direktorat Bina Program Pengairan Departemen Pekerjaan Umum (1984)
Maka IA di pulau Jawa dan Madura adalah:
IA 1985 = 523,5 / 481,57 = 109 %
IA 1993 = 523,5 / 401,30 = 130 %
IA 2000 = 523,5 / 342,20 = 152,98 %
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 38
5). IA di Indonesia
Dibawah ini disajikan perhitungan Aliran Mantap utk berbagai wilayah (Tabel 9.)
Tabel 9. Curah hujan Aliran Permukaan Total di Indonesia Tahun 1984.
Pulau Luas
Km2
Curah
Hujan
mm/th.
Evapotrans
pirasi
mm/th.
Curah Hujan
Efektif
mm/th.
Aliran
Permukaan
Total
106 m3/th
Aliran
Mantap
106
m3/th.
Jawa & Madura 132.187 2.580 1.250 1.330 175.809 43.952
Sumatera 473.606 2.820 1.350 1.470 696.201 174.952
Kalimantan 539.460 2.990 1.400 1.590 857.741 214.435
Sulawesi 189.216 2.340 1.200 1.140 215.706 53.927
Bali 5.561 2.120 1.100 1.020 5.672 1.418
N.T.B 20.177 1.450 1.050 400 8.071 2.018
N.T.T 47.876 1.200 1.000 200 9.575 2.394
Maluku 74.505 2.370 1.200 1.170 87.171 21.793
Irian Jaya 421.981 3.190 1.400 1.790 755.346 188.837
INDONESIA 1.904.519 2.810 -- -- 2.811.292 * 702.824
Sumber: Direktorat Bina Program Pengairan Departemen Pekerjaan Umum (1984)
Untuk perhitungan Potensi Air dan Air Tersedia dapat dilihat dalam Tabel 10.
Tabel 10. Keadaan penduduk, potensi air dan air tersedia di Indonesia.
Pulau Jumlah penduduk
(103 kpt)
Potensi air
m3/kpt/thn
Air tersedia
m3/kpt/thn
1980 2000 1980 2000 1980 2000
Jawa & Madura 91.269,1 128.450,8 1.926,0 1.368,7 481,5 342,2
Sumatera 28.016,7 49.312,8 24.849,5 14.118,0 6.212,4 3.529,5
Kalimantan 6.723,1 11.298,0 127.581,2 75.919,9 31.895,3 18.979,9
Sulawesi 10.409,5 15.017,6 30.328,6 14.363,5 7.582,2 3.590,9
Bali 2.469,9 3.257,7 2.296,6 1.741,1 574,1 435,3
N.T.B 2.724,7 4.007,5 2.962,2 2.013,9 740,7 503,5
N.T.T 2.737,2 3.728,5 3.498,1 2.568,1 874,5 642,0
Maluku 1.411,0 2.251,3 61.719,6 38.720,3 15.444,9 9.680,0
Irian Jaya 1.173,9 1.737,7 643.450,0 434.681,5 160.862,5 100.670,1
INDONESIA 146.935,1 219.061,9 19.132,9 12.833,3 4.783,2 3.208,3
Sumber: Direktorat Bina Program Pengairan Departemen Pekerjaan Umum (1984)
Sedangkan Imbangan Air dapat dihitung untuk berbagai wilayah yaitu ratio
Kebutuhan Air dengan Air Tersedia (Tabel 11.)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 39
Tabel 11. Imbangan air di Indonesia pada tahun 2000.
Pulau Air tersedia
m3/kpt/thn
Kebutuhan Air
m3/kpt/thn
Perbandingan
(2) & ((1) % Jawa & Madura 342,2 523,5 153
Sumatera 3.529,5 485,7 13
Kalimantan 18.979,9 333,2 1,8
Sulawesi 3.590,9 738,7 21
Bali 435,3 318,9 73
N.T.B 503,5 292,8 58
N.T.T 642,0 292,7 45
Timor Timur 967,6 292,6 30
Maluku 9.680,0 292,9 3
Irian Jaya 108.670,4 358,2 0,3
INDONESIA 3.200,5 505,7 15,8
Sumber: Direktorat Bina Program Pengairan Departemen Pekerjaan Umum (1984)
b. Imbangan Air berbasis sumberdaya (Anonim, 1990)
Yang dimaksud sumberdaya dalam hal ini adalah:
Sumber daya air primer : curah hujan
Sumber daya air sekunder : aliran permukaan
Sumber daya tersier : air tanah.
1). Ketersediaan Air
Kertersediaan air dihitung dari sumberdaya air sekunder kali luas wilayah. Sumber
daya air sekunder dapat dihitung dari sumber daya air primer dengan persamaan
(Anonim, 1990):
= 0,94 1000 (4)
dengan:
R : aliran permukaan rerata tahunan (mm/th)
P : Curah hujan rerata tahunan (mm/th)
Untuk di Indonesia,
IKSA: Ketersediaan Sumberdaya Air dibagi jmlh penduduk
Ketersediaan Air dihitung dari sumberdaya primer(Tabel 12).
Indeks Ketersediaan Sumberdaya Air (IKSA)
Cadangan air tanah serta perhitungan besaran asalnya dapat (Tabel 14)
Cadangan air tanah menurut sebaran lateralnya (Tabel 15).
Cadangan air tanah dalam sebaran kabupaten(Tabel 16a s/d 16e).
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 40
2). Kebutuhan Air
Kebutuhan Air untuk tahun-tahun tertentu dapat di lihat di Tabel 11.
Tabel 12. Ketersediaan air dihitung dari data sumberdaya primer
No
Propinsi
Luas
(km2)
Curah hujan
( mm/thn)
Aliran per-
mukaan
(mm/th)
Jumlah ketersediaan
106 m3/thn
Jumlah ketersediaan (10%
rata-rata)
106 m3/bln
1 DI. Aceh 57.037 2.708 1.526 87.024 725
2 Sumatera Utara 72.561 2.633 1.455 105.558 880
3 Sumatera Barat 41.612 3.479 2.250 93.643 780
4 Riau 96.346 2.509 1.338 128.953 1.075
5 Jambi 48.518 2.760 1.574 76.385 637
6 Sumatera Selatan 101.118 2.654 1.474 149.087 1.242
7 Bengkulu 20.876 3.692 2.450 51.150 426
8 Lampung 33.345 2.560 1.387 46.238 385
9 DKI Jakarta 656 1.800 672 440 4
10 Jawa Barat 46.352 2.954 1.756 81.413 678
11 Jawa Tengah 34.531 2.816 1.627 56.188 468
12 DI Yogyakarta 3.212 2.047 904 2.903 24
13 Jawa Timur 48.267 2.105 959 46.277 386
14 Bali 5.655 2.111 964 5.454 45
15 Nusa Tenggara Barat 19.740 1.774 647 12.774 106
16 Nusa Tenggara Timur 46.100 1.750 625 28.798 240
17 Timor Timur 14.799 2.013 872 12.907 108
18 Kalimantan Barat 147.872 3.431 2.205 326.083 2.717
19 Kalimantan Tengah 154.831 3.200 1.988 307.826 2.565
20 Kalimantan Selatan 36.079 2.523 1.352 48.766 406
21 Kalimantan Timur 196.291 2.849 1.658 325.380 2.712
22 Sulawesi Utara 27.193 2.596 1.421 38.630 322
23 Sulawesi Tengah 61.629 2.499 1.329 81.907 683
24 Sulawesi Selatan 62.884 2.591 1.415 89.005 742
25 Sulawesi Tenggara 35.372 2.205 1.053 37.240 310
26 Maluku 78.180 2.509 1.339 104.660 872
27 Irian Jaya 413.951 3.337 2.117 876.309 7.803
JUMLAH 3.220.997 26.842
Sumber : Direktorat Bina Program Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum , 1991
Selain itu dibawah ini disajikan berbagai tabel yang berkaitan dengan masalah
keairan di Indonesia yaitu: Indeks Ketersediaan Sumberdaya Air, Sumberdaya Air
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 41
Tanah, Cadangan air Tanah, Potensi Air Tanah di berbagai provinsi di pulau Jawa
(Tabel 13 s/d Tabel 16e).
Tabel 13. Indeks ketersediaan sumberdaya air
No
Propinsi
m3 aliran /kpt/hari
Propinsi
m3 aliran /kpt/hari
1 DKI Jakarta 0,15 14 Sumatera Barat 65
2 DI Yogyakarta 2,8 15 Sumatera Selatan 66
3 Jawa Timur 4,0 16 Aceh 71
4 Jawa Tengah 5,5 17 Sulawesi Tenggara 77
5 Bali 5,5 18 Jambi 105
6 Jawa Barat 6,4 19 Riau 109
7 Nusa Tenggara Barat 11 20 Bengkulu 120
8 Lampung 21 21 Sulawesi Tengah 134
9 Sumatera Utara 29 22 Maluku 157
10 Sulawesi Selatan 35 23 Kalimantan Barat 279
11 Sulawesi Utara 43 24 Kalimantan Timur 481
12 Timor Timur 48 25 Kalimantan Tengah 610
13 Kalimantan Selatan 52 26 Irian Jaya 1.488
Sumber : Direktorat Bina Program Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum , 1991
Tabel 14. Sumberdaya air tanah menurut cekungan
No Daerah/Propisi Potensi air tanah
106m3/ha
No Daerah/Propisi Potensi air tanah
106 m3/ha
1.
2.
3.
4.
5.
6
7.
8.
9.
10.
11
12.
13
14
15
1. CEKUNGAN
INTRAMONTAN
Bandung
Garut
Ponorogo-Madiun
Kediri-Nganjuk
Bondowoso
Lumajang-Jember
2. LERENG GUNUNG API
Purwokerto
Surakarta-Sragen
Yogyakarta (U)
Probolinggo-Pacitan
Situbondo-Asembagus
Banyuwangi
Teluk-G.Sugih
3. SEDIMEN TERSIE|R
Banjarbaru-Martapura
Rantau-Barabai
-
-
215,9
7,9
456,4
543,6
29,3
64,7
-
18,6
58,1
22,5
32,3
21,4
35,1
43,0
-
3,6
6,8
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
4. DATARAN PANTAI
Cilegon
Serang-Tangerang
Jakarta
Karawang-Indramayu
Tegal-Pekalongan
Kendal
Semarang
Demak-Pati
Cilacap (U)
Kebumen-Purworejo
Jombang-Mojokerto
Banda Aceh
Medan-Tebing Tinggi
Padang
Palangkaraya
Sidenreng-Rappang
Aroki
-
17,0
43,0
115,3
107,7
89,9
21,4
28,8
25,2
16,2
15,6
28,8
7,7
146,6
15,3
2,5
16,2
14,0
Sumber : Soekardi, 1983 Keterangan : (U) : Unconfined Artesis
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 42
Tabel 15. Cadangan air tanah di Indonesia
No
Propinsi
P-E
(mm)
Permukaan
tinggi
Permukaan
sedang
Jumlah
km3
Imbuh air
tanah
l/d km2
Total air tanah
106 m3/ha
1 DI. Aceh 1.900 5.990 11.980 55.392 4,8 22,97
2 Sumatera Utara 1.450 14.220 7.110 70.787 4,6 28,13
3 Sumatera Barat 1.900 2.128 4.527 49.778 2,4 10,32
4 Riau 1.021 49.634 55.838 94.562 8,1 66,18
5 Jambi 1.150 9.322 12.430 44.924 3,7 14,36
6 Sumatera Selatan 1.465 23.628 110.265 103.688 9,3 83,32
7 Bengkulu 1.950 2.230 4.459 21.168 4,9 8,96
8 Lampung 900 1.439 4.318 33.307 1,8 5,18
9 Jawa Barat & DKI Jkt 1.536 9.829 19.658 46.300 7,8 31,20
10 Jawa Tengah 1.837 6.871 10.306 32.206 8,2 22,82
11 DI Yogyakarta 1.309 325 975 3.169 4,0 1,10
12 Jawa Timur 750 9.590 16.783 47.992 3,6 14,93
13 Bali 624 562 125 5.561 1,2 0,58
14 Nusa Tenggara Barat 330 2.174 6.522 20.177 1,0 1,74
15 Nusa Tenggara Timur 250 4.889 9.778 47.976 0,4 1,65
16 Kalimantan Barat 1.850 39.627 31.413 146.760 8,2 103,98
17 Kalimantan Timur 1.350 20.262 81.048 202.440 5,1 89,20
18 Kalimantan Tengah 1.500 46.966 62.621 152.600 9,5 125,25
19 Kalimantan Selatan 850 10.388 12.405 37.660 4,3 23,99
20 Sulawesi Utara 922 4.586 6.878 19.025 2,0 3,29
21 Sulawesi Selatan 1.122 7.750 23.251 72.781 3,5 22,01
22 Sulawesi Tengah 1.000 6.700 16.750 69.726 2,9 17,47
23 Sulawesi Tenggara 440 3.875 9.687 27.686 1,2 2,87
24 Maluku 1.120 915 1.372 74.505 2,5 16,09
25 Irian Jaya 1.800 210.990 126.594 421.981 14,8 539,59
26 Timor Timur 200 1.680 3.360 14.874 0,7 0,90
Sumber : Patty, 1993 (Unconfined/air dangkal) Keterangan: P : Precipitasi, E : Evaporasi
Tabel 16a. Potensi Air Tanah di Propinsi DKI Jakarta
No Kabupaten Potensi Air Tanah
(juta m3/th) ((m3/s)
1 Jakarta Selatan 89,95 2,85
2 Jakarta Timur 111,36 3,53
3 Jakarta Pusat 30,75 0,97
4 Jakarta Barat 72,77 2,31
5 Jakarta Utara 79,28 2,51
Sumber: Tim Dinamaritama (dlm Percik Oktober 2006)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 43
Tabel 16b. Potensi Air Tanah di Propinsi DIYogyakarta
No Kabupaten Potensi Air Tanah
(juta m3/th) ((m3/s)
1 Kulonprogo 59,75 1,89
2 Bantul 167,08 5,30
3 Gunungkidul 297,79 9,44
4 Sleman 311,88 9,89
5 KotaYogyakarta 19,41 0,62
Sumber: Tim Dinamaritama (dlm Percik Oktober 2006)
Tabel 16c. Potensi Air Tanah di Propinsi Jawa Barat
No Kabupaten Potensi Air Tanah
(juta m3/th) ((m3/s)
1 Bogor 1.122,29 35,59
2 Sukabumi 1.034,35 32,80
3 Cianjur 849,96 26,95
4 Bandung 1.514,95 48,04
5 Garut 1.528,21 48,48
6 Tasikmalaya 771,38 24,46
7 Ciamis 907,64 28,78
8 Kuningan 391,62 12,42
9 Cirebon 342,94 10,87
10 Majalengka 781,67 24,79
11 Sumedang 883,07 28,00
12 Indramayu 731,53 23,20
13 Subang 707,25 22,43
14 Purwakarta 253,83 8,05
15 Karawang 638,68 20,25
16 Bekasi 482,66 15,31
17 Kota Bogor 87,72 2,78
18 Kota Sukabumi 32,82 1,04
19 Kota Bandung 80,76 2,56
20 Kota Cirebon 10,48 0,33
21 Kota Bekasi 119,63 3,79
22 Kota Depok 124,70 3,95
Sumber: Tim Dinamaritama (dlm Percik Oktober 2006)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 44
Tabel 16d. Potensi Air Tanah di Propinsi Jawa Tengah
No Kabupaten Potensi Air Tanah
(juta m3/th) ((m3/s)
1 Cilacap 131,75 4,80
2 Banyumas 242,94 7,70
3 Purbalingga 160,41 5,09
4 Banjarnegara 302,72 9,80
5 Kebumen 124,18 3,94
6 Purworejo 58,21 1,85
7 Wonosobo 220,69 7,00
8 Magelang 560,79 17,78
9 Boyolali 245,06 7,77
10 Klaten 227,35 7,21
11 Sukoharjo 163,76 5,19
12 Wonogiri 348,75 11,06
13 Karanganyar 282,55 8,96
14 Sragen 224,62 7,12
15 Grobogan 342,69 10,87
16 Blora 38,67 1,23
17 Rembang 105,64 3,35
18 Pati 329,50 10,45
19 Kudus 144,86 4,59
20 Jepara 326,67 10,36
21 Demak 380,72 12,07
22 Semarang 242,80 7,70
23 Temanggung 407,06 12,91
24 Kendal 288,19 9,14
25 Batang 337,67 10,71
26 Pekalongan 352,16 11,17
27 Pemalang 301,48 9,56
28 Tegal 197,20 6,25
29 Brebes 250,40 7,94
30 Kota Magelang 5,14 0,16
31 KotaSurakarta 29,44 0,93
32 Kota Salatiga 12,64 0,40
33 KotaSemarang 146,23 4,64
34 Kota Pekalongan 32,95 1,04
35 Kota Tegal 6,68 0,21
Sumber: Tim Dinamaritama (dlm Percik Oktober 2006)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 45
Tabel 16e. Potensi Air Tanah di Propinsi Jawa Timur
No Kabupaten Potensi Air Tanah
(juta m3/th) ((m3/s)
1 Pacitan 65,71 2,08
2 Ponorogo 421,73 13,37
3 Trenggalek 10,70 0,34
4 Tulungagung 315,34 10,00
5 Blitar 460,27 14,60
6 Kediri 595,20 18,87
7 Malang 1.178,00 37,35
8 Lumajang 1.o88,80 34,53
9 Jember 1.695,89 53,78
10 Banyuwangi 1.642,60 52,09
11 Bondowoso 1.043,75 32,81
12 Situbondo 1.170,37 37,11
13 Probolinggo 833,08 26,42
14 Pasuruan 615,85 19,53
15 Sidoarjo 264,09 8,37
16 Mojokerto 360,32 11,43
17 Jombang 380,47 12,06
18 Nganjuk 454,63 14,42
19 Madiun 441,68 14,01
20 Magetan 288,28 9,14
21 Ngawi 441,29 13,99
22 Bojonegoro 254,97 8,09
23 Tuban 320,71 10,17
24 Lamongan 319,06 10,12
25 Gresik 233,58 7,41
26 Bangkalan 191,21 6,06
27 Sampang 154,55 4,90
28 Pamekasan 115,55 3,96
29 Sumenep 193,59 6,14
30 KotaKediri 26,44 0,84
31 Kota Blitar 14,20 0,45
32 KotaMalang 28,52 0,90
33 Kota Probolinggo 23,87 0,76
34 Kota Pasuruan 16,43 0,52
35 Kota Mojokerto 6,80 0,22
36 Kota Madiun 12,23 0,39
37 KotaSurabaya 114,39 3,63
Sumber: Tim Dinamaritama (dlm Percik Oktober 2006)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 46
c. Imbangan Air berbasis saldo di musim kemarau (PU, 1991).
IA yang aman dihitung dari kebutuhan air musim kemarau fungsi AT pada musim
kemarau juga. KA dibawah ini mencakup KA domestik, industri, irigasi dan tidak
termasuk air penggelontoran. Harga dari IA per musim dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17. Imbangan air per musim kering di Indonesia
No.
Propinsi
Ketersediaan air
Kebutuhan air
Saldo
Rata-rata
106 m
3/thn
Debit
musim kering
106 m
3/thn
1990
2000
2015
1990
2000
2015
106 m3/thn 106 m
3/thn
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
DI Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa TenggaraTimur
Timor Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Irian Jaya
87.024
105.558
93.643
128.953
76.385
149.087
51.150
46.238
440
81.413
56.188
2.903
46.277
5.454
12.774
28.798
12.907
326.083
307.826
48.766
325.380
38.630
81.907
89.005
37.240
104.660
876.309
725
880
780
1.075
637
1.242
426
385
4
678
468
24
386
45
106
240
108
2.717
2.565
406
2.712
322
683
742
310
872
7.303
199
377
212
35
56
87
62
174
50
1.293
1.172
77
1.339
132
204
86
8
131
62
53
15
67
127
521
40
15
5
238
440
234
124
90
237
72
199
71
1.409
1.255
84
1.415
138
215
99
20
190
163
144
91
75
140
585
52
47
332
297
526
263
260
141
458
88
231
88
1.561
1.356
88
1.502
144
229
116
37
277
313
278
204
85
160
674
70
941
823
526
503
568
1.040
581
1.155
364
212
-47
-615
-703
-53
-953
-87
-97
154
99
2.586
2.503
354
2.696
255
555
221
270
857
7.298
487
440
547
950
546
1.005
354
186
-67
-730
-786
-59
-1.030
-92
-106
141
87
2.527
2.403
263
2.621
247
542
156
258
825
6.970
428
354
517
815
496
785
338
154
-84
-883
-888
-64
-1.116
-99
-122
124
70
2.441
2.252
128
2.507
237
523
68
240
778
6.480
TOTAL
3.220.977
26.842
6.600
8.159
10.363
20.242
18.683
16.478
Sumber : Direktorat Bina Program Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum (1991)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 47
d. Imbangan Air berbasis debit andalan (Triatmodjo, 2009)
1). Ketersediaan Air
Imbangan Air berbasis Debit Andalan Tahunan adalah rasio antara Ketersediaan
Air dengan Air Tersedia yang mana Air Tersedia tersebut berdasarkan data debit
tahunan/bulanan pada sungai yang mana data ini dapat berupa pengukuran debit
langsung secara kontinyu atau berdasar set data hujan yang diterjemahkan menjadi
debit sungai.
Untuk perhitungannya digunakan Debit Andalan yaitu debit minimum sungai dengan
besaran tertentu yang mempunyai kemungkinan terpenuhi untuk berbagai
kebutuhan. Untuk irrigasi debit minimum sungai untuk kemungkinan terpenuhi
ditetapkan 80 %, sedangkan untuk air baku ditetapkan 90 %. Misal dalam contoh
Tabel 18. debit andalan 80% samadengan 21,81 m3/s artinya kemungkinan
terjadinya debit serbesar 21,81 m3/s adalah 80% dari durasi pencatatan data.
Data debit dapat diambil rerata bulanan atau debit dua mingguan. Cara ini dapat
menghitung Imbangan Air Tahunan dan Imbangan Air Bulanan, sedangkan cara yang
terdahulu tadi hanya menghitung Imbangan Air Tahunan saja.
Tabel 18. Contoh perhitungan Debit Andalan Tahunandari data hujan (Triatmodjo, 2009)
Tahun
Debit
Tahunan
Urutan Andalan
Tahun Nomer Debit (%)
1989 30,21 1 33,10 9,09 1992
1990 22,81 2 32,20 18,18 1998
1991 25,05 3 30,21 27,27 1989
1992 33,10 4 29,45 36,36 1995
1993 26,54 5 27,45 45,45 1994
1994 27,45 6 26,54 54,55 1993
1995 29,45 7 25,76 63,64 1996
1996 25,76 8 25,05 72,73 1991
1997 21,86 9 22,81 81,82 1990
1998 32,20 10 21,86 90,91 1997
1999 19,87 11 19,87 100,00 1999
Dari Tabel 18. dapat disimpulkan bahwa Debit Andalan Tahunan 80% adalah sebesar
22,81 m3/s. Selain Imbangan Air Tahunan dapat juga dihitung Imbangan Air Bulanan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 48
yaitu nisbah antara Kebutuhan Air yang digunakan untuk hidup manusia beserta
pendukung kehidupannya (domestic, pertanian, industry dll) dengan Air Tersedia
rerata per bulan. Dengan cara ini dapat diketahui Imbangan Air untuk satu tahun
dengan fluktuasi bulanan.Air tersedia dihitung dari debit bulanan atau setengah
bulanan yang didapat dari pengukuran langsung maupun dapat dihitung dari data hujan
bulanan atau setengah bulanan yang ditransformasikan menjadi debit.Triatmodjo
(2009) lebih mengutamakan perhitungan Imbangan Air Bulanan karena menurutnya
akan didapatkannya kepastian pemenuhan kebutuhan air. Jelasnya bila mengandalkan
Imbangan Air Tahunan akan dapat terjadi keadaan pada bulan kering terjadi defisit
air walau secara perhitungan tahunan tak ada defisit air.
Contoh Perhitungan.
Data debit rerata dua minggu pertama bulanan suatu DAS seperti Tabel 19.
Tabel 19. Data debit rerata bulanan dua minggu pertama tahun 1989-1999, dari data hujan
(Triatmodjo, 2009)
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep 0kt Nop Des
1989 1,39 1,83 1,59 1,13 1,22 7,82 0,98 1,05 0,60 2,25 2,25 1,84
1990 1,33 0,84 1,41 0,75 0,87 0,62 0,66 0,61 0,60 0,60 0,60 1,13
1991 2,35 2,51 0,96 2,30 0,81 0,64 0,60 0,60 0,60 0,60 0,79 0,69
1992 2,92 1,75 1,67 2,24 0,73 0,69 0,79 0,60 1,00 0,93 1,71 1,72
1993 1,55 1,45 1,55 3,00 1,17 0,92 0,60 0,61 0,60 0,62 1,51 1,86
1994 1,93 2,39 2,49 1,96 0,80 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,77 2,23
1995 2,31 2,02 1,44 1,17 0,95 1,30 0,84 0,60 0,60 0,73 1,92 1,77
1996 1,28 1,53 0,96 1,00 0,60 0,62 0,61 0,66 0,66 1,16 1,78 2,39
1997 1,81 2,06 0,71 1,44 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,70 1,87
1998 1,36 1,91 1,88 1,59 1,01 1,13 1,05 0,82 0,69 1,34 1,57 0,82
1999 1,79 1,41 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 1,90
Dan dari tabel tersebut disusun untuk mendapatkan debit andalan bulanan dengan
menggunakan cara seperti dalam Tabel 20. Hasilnya Debit Andalan 80 % bulanan mulai
Januari-Desember adalah seperti baris urutan nomer 9, hingga dengan diketahuinya
data Kebutuhan Air rerata pada bulan-bulan tersebut akan dapat dihitung Imbangan
Air bulanan sepanjang tahun. Dari Gambar 18. dapat dilihat bahwa terjadi defisit air
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 49
pada bulan Juni, Juli dan Agustus karena Kebutuhan Air lebih besar daripada Debit
Andalan Bulanan walaupun masih lebih rendah daripada Debit Rerata Bulanan.
Tabel 20. Contoh Debit andalan 80% bulanan dua minggu pertama tahun 1989-1999 dari data
hujan. (Triatmodjo, 2009) Urut % Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep 0kt Nop Des
1 9,09 2,92 2,51 2,49 3,00 1,22 1,78 1,05 1,05 1,00 1,34 2,25 2,39
2 18,18 2,35 2,39 1,88 2,30 1,17 1,30 0,98 0,82 0,69 1,16 1,92 2,23
3 27,27 2,31 2,06 1,67 2,24 1,01 1,13 0,84 0,66 0,60 1,15 1,78 1,90
4 36,36 1,93 2,02 1,59 1,96 0,95 0,92 0,79 0,61 0,60 0,93 1,71 1,87
5 45,45 1,81 1,91 1,55 1,59 0,87 0,69 0,66 0,61 0,60 0,73 1,57 1,86
6 54,55 1,79 1,83 1,44 1,44 0,81 0,64 0,61 0,60 0,60 0,62 1,51 1,84
7 63,64 1,55 1,75 1,41 1,17 0,80 0,62 0,60 0,60 0,60 0,60 0,79 1,77
8 72,73 1,39 1,53 0,96 1,13 0,73 0,62 0,60 0,60 0,60 0,60 0,77 1,72
9 81,82 1,36 1,45 0,96 1,00 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,70 1,13
10 90,91 1,33 1,41 0,71 0,75 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,82
11 100,00 1,28 0,84 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,69
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Gambar 18. Air Tersedia Andalan bulanan versus Kebutuhan Air-Grafik tanpa skala. (Triatmodjo, 2009)
Comment:
Aliran mantab tahunan atau bulanan akan lebih baik bila didapat dengan
menggunakan data debit yang didapatkan dari continous measurement di sungai yang
menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR) karena merupakan data riil
Kebutuhan Air Bulanan Debit Andalan Bulanan Debit Rerata Bulanan
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 50
sungai terutama pada musim kemarau dari pada menggunakan data debit hasil
bangkitan data hujan.
Dari Gambar 18. terdapat defisit air dalam bulan Juni, Juli dan Agustus.
Sebenarnya ketika perthitungan IA tahunan tidak defisit keadaan defisit bulanan
tersebut tidak terjadi karena pada saat itu dapat memanfaatkan groundwater
storage yang ada dan kemudian akan diisi lagi ketika musim penghujan. Maka IA cara
berdasar infiltrasi air hujan lebih rasional, kecuali ketika sungai dilengkapi dengan
adanya reservoir dari bendungan.
e. Imbangan Air berbasis infiltrasi andalan (Sunjoto,2012)
Metode ini mendasarkan perhitungannya dari air terinfiltrasi dari curah hujan andalan
dikurangi evapotranspirasi andalan (Tabel 21). Logika berfikirnya adalah bahwa air
yang dengan pasti dapat digunakan oleh umat manusia adalah air yang meresap kedalam
tanah. Dan bila pada daerah tersebut terdapat suatu bendungan dengan
waduk/reservoir maka luas catchment area waduk dihitung eksklusive karena pada
waduk ini diperhitungkan runoff coefficient nya adalah 0,05 (Tabel
22a.&22b.&22c.&22d.).
Dengan diketahui curah hujan rerata tahunan andalan kemudian evapotranspirasi
andalan tahunan dan diketahui pula luas wilayah dengan tataguna lahannya dan masing-
masing runoff coefficient nya maka dapat dihitung jumlah air terinfiltrasi pada
daerah tersebut. Jumlah air terinfiltrasi yaitu curah hujan andalan dikurangi
evapotranspirasi pada tahun tersebut kali luas daerah. Volume air ini dibagi jumlah
penduduk maka didapatkan Air Tersedia. Sedangkan Kebutuhan Air dihitung dari
kebutuhan riil seperti contoh pada sesi berikut ini oleh Triatmodjo (2009).
Contoh perhitungan.
Data curah hujan rerata dari tahun 1989-1999, dan sekaligus penentuan Curah Hujan
Rerata Andalan dapat dilihat di Tabel 21. sbb:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 51
Tabel 21. Curah hujan tahunan andalansuatu DAS Model.
Tahun
CH
Tahunan
(mm)
EV
Tahunan
(mm)
Urutan Andalan
Tahun Nomer CH
(mm)
ET
(mm)
(%)
1989 3521 1600 1 3810 1400 9,09 1992/1990
1990 2780 1600 2 3720 1415 18,18 1998/1999
1991 3005 1500 3 3521 1420 27,27 1989/1997
1992 3810 1620 4 3445 1500 36,36 1995/1991
1993 3154 1530 5 3245 1520 45,45 1994/1994
1994 3245 1520 6 3154 1520 54,55 1993/1996
1995 3445 1590 7 3176 1530 63,64 1996/1993
1996 3176 1520 8 3005 1590 72,73 1991/1995
1997 2686 1420 9 2780 1600 81,82 1990/1989
1998 3720 1615 10 2686 1615 90,91 1997/1998
1999 2487 1415 11 2487 1620 100.00 1999/1992
Dalam perhitungan ini diandaikan suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan tataguna
lahan dan rencana pengembangannya seperti dalam Tabel 22. Rencana pengembangan
yang dimaksud adalah rencana adanya mengubah sebagian sawah tadah hujan dan
tegalan menjadi hutan dan membangun bendungan hingga didapatkan reservoir
penampung air. Ketika membangun bendungan sebagian dari luasan hutan, sawah tadah
hujan maupun tegalan akan menjadi catcment area dari bendungan, sedangkan luas
pengurangan akibat genangan reservoir diabaikan karena relative kecil dibanding luas
wilayah. Setelah dapat ditentukan curah hujan andalan dan evapotranspirasi andalan
(2.780 mm/th & 1600 mm/th) dari data seri hidrologi dengan menggunakan Tabel 21.
maka untuk menentukan Imbangan Air perlu menghitung volume air terinfiltrasi dan
untuk itu masih diperlukan data lain yaitu: tataguna lahan, jumlah penduduk, kebutuhan
air, runoff coefficient dan Kebutuhan Penutupan Bangunan (KTB bila diperlukan
menghitung luas permukiman), efisiensi atau porsi keberhasilan program sbb:
Curah hujan : 2.780 mm/th(Tabel 21.)
Evapotranspirasi (ET) : 1.600 mm/th (Tabel 21.)
Intensitas hujan (I) : 34,56 mm/j atau 96 l/s/km2
Jumlah penduduk : 3.501.765 kpt
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 52
Peningkatan jumlah penduduk (r) : 0
Kebutuah air : 523,50 m3/kpt/th
Kebutuhan Penutupan Bangunan (KTB) : 50 m2/kpt
Runoff coefficient of dam catchment area (C): 0,05 Efisiensirecharge systems : 60%
Dalam contoh ini ditampilkan enam keadaan dan step pelaksanaan usaha konservasi
berbeda untuk suatu wilayah yang sama yaitu:
Pertama, kawasan tanpa bendungan dan tanpa konservasi (Tabel 22a.).
Kedua, kawasan dengan konservasi namun tanpa bendungan (Tabel 22b.).
Ketiga, kawasan dengan bendungan namun tanpa konservasi(Tabel 22c.).
Keempat, kawasan dengan bendungan kemudian konservasi (Tabel 22d.)
Kelima, kawasan dengan konservasi kemudian bendungan (Tabel 22d.)
Keenam, kawasan dengan bendungandan konservasi bersamaan (Tabel 22d.).
Dari keenam keadaan tersebut akan dihitung volume air terinfiltrasi sebelum
maupun sesudah ada konservasi maupun pembangunan bendungan. Teknik
konservasi yang diimplentasikan adalah dengan vegetation coverage (reboisasi
atau penghijauan) untuk Sawah tadah hujan dan Tegalan menjadi hutan, dengan
recharge yard untuk Permukiman-halaman dan dengan recharge well atau recharge
trench untuk Permukiman-bangunan. Dengan diketahui jumlah air terinfiltrasi
maka dapat dihitung Air Tersedia dan kemudian Imbangan Air. Sedangkan
Kebutuhan Air dapat dihitung secara rinci untuk perhitungan detail dan dapat juga
menggunakan Tabel 11. untuk perhitungan awal. Dalam contoh ini digunakan
Kebutuhan Air untuk pulau Jawa.
Catatan:
Durasi pembangunan bendungan 5 tahun dan konservasi mulai berfungsi penuh
setelah 5 tahun, hingga Imbangan Air diukur pada tahun ke 0, 5 dan 10.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 53
Tabel 22a. Tataguna lahan suatu DAS tanpa bendungan tanpa konservasi.
No
Tata guna lahan
Luas (km2)
Runoff Coefficient )*** Sesudah konservasi
menjadi
Sebelum Sesudah
Konservasi
1 Hutan 1.442 0,32 0,32 hutan
2 Sawah tadah hujan 742 0,62 0,62 hutan
3 Tegalan 993 0,62 0,62 hutan
4a
4b
Permukiman-halaman 125 0,62 0,62 )*
Permukiman-bangunan 50 0,95 0,95 )**
Jumlah 3.352 - -
Tabel 22b. Tataguna lahan suatu DAS dengan konservasi tanpa bendungan.
No
Tata guna lahan
Luas
(km2)
Runoff Coefficient )*** Sesudah konservasi
menjadi
Sebelum Sesudah
Konservasi
1 Hutan 1.442 0,32 0,32 hutan
2 Sawah tadah hujan 742 0,62 0,32 hutan
3 Tegalan 993 0,62 0,32 hutan
4a 4b
Permukiman-halaman 125 0,62 0,32 )*
Permukiman-bangunan 50 0,95 0,05 )**
Jumlah 3.352 - -
Tabel 22c. Tataguna lahan suatu DAS dengan bendungan tanpa konservasi.
No
Tata guna lahan
Luas (km2)
Runoff Coefficient )*** Sesudah konservasi
menjadi
Sebelum Sesudah
Konservasi)****
1 Hutan 1.245 0,32 0,32 hutan
2 Sawah tadah hujan 597 0,62 0,62 hutan
3 Tegalan 771 0,62 0,62 hutan 4a
4b Permukiman-halaman 40 0,62 0,62
Permukiman -bangunan 21 0,95 0,95
5 Sub-DAS bendungan
a. Hutan 197 0,32 0,05 hutan
b. Sawah tadah hujan 145 0,62 0,05 hutan
c. Tegalan 222 0,62 0,05 hutan d. Permukiman-halaman 85 0,62 0,05 )*
e. Permukiman-bangunan 29 0,95 0,05 )** Jumlah 3.352 - -
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 54
Tabel 22d. Tataguna lahan suatu DAS dengan bendungan dan dengan konservasi.
No
Tata guna lahan
Luas (km2)
Runoff Coefficient )*** Sesudah konservasi
menjadi
Sebelum Sesudah
Konservasi)****
1 Hutan 1.245 0,32 0,32 hutan
2 Sawah tadah hujan 597 0,62 0,32 hutan
3 Tegalan 771 0,62 0,32 hutan 4a
4b Permukiman-halaman 40 0,62 0,32 )*
Permukiman -bangunan 21 0,95 0,05 )**
5 Sub-DAS bendungan
f. Hutan 197 0,32 0,05 hutan
g. Sawah tadah hujan 145 0,62 0,05 hutan h. Tegalan 222 0,62 0,05 hutan
i. Permukiman-halaman 85 0,62 0,05 )* j. Permukiman-bangunan 29 0,95 0,05 )**
Jumlah 3.352 - -
Note: )* halaman dengan recharge yard )** bangunan dengan recharge well/recharge trench ER=40%xET (Sunjoto, 2009)
)***menurut The Institution of Engineers Australia (1977) dgn I = 34,56 mm/j
)**** adalah vegetation coverage (rural) dan recharge systems (urban)
Maka volume air terinfiltrasi adalah (Sunjoto, 2009):
Volume air terinfiltrasi pada permukaan bumi maupun dengan recharge yard:
= (5)
Volume air terinfiltrasi pada lahan dengan recharge well dan recharge trench:
= , (6)
Kebutuhan Penutupan Bangunan (KTB) di pulau Jawa utk daerah rural adalah 60
m2/kpt, untuk daerah urban yaitu 35 m2/kpt dan untuk gabungan rural dan urban
sebesar 50 m2/kpt (Sunjoto, 2009).
Catchment area of dam dan diperhitungkan runoff coefficient nya C = 0,05 karena
air yang mengalir darinya baik aliran permukaan maupun bawah permukaan akan
tertampung dalam reservoir sebelum mengalir kesungai lagi.
Recharge systemsuntuk daerah urban adalah recharge well, recharge trench dan
recharge yard (Sunjoto, 2009)
dengan:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Handout Teknik Konservasi Sumberdaya Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2014 Page 55
V : volume air teri
Top Related