RETORIKA DAKWAH K.H. JAMHARI ABDUL JALALDI PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH CIPINING
BOGOR-JAWA BARAT
SkripsiDiajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh GelarSarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
OlehACHMAD GHAUZIE AN-NUUR
107051001933
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAMFAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013 M / 1434 H
i
ABSTRAK
Achmad Ghauzie An-Nuur
“Retorika Dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal di Pondok Pesantran Darunnajah Cipining-Bogor Barat”
K.H. Jamhari Abdul Jalal adalah Muballigh yang terbilang sukses dan beliau pun seorang yang dapat dijadikan figur dengan uswatun hasanah yang beliau miliki. Mulai dari kesederhanaan dan kelembutan tutur katanya dalam berdakwah sampai dengan keteladanan beliau. Beliau menyampaikan dakwahnya di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining-Bogor Barat dan di Majlis Ta’lim yang di agendakan oleh pihak pesantren bukan hanya untuk yang bermukim di dalamnya namun masyarakat sekitar pun mendapatkannya. Keberhasilan K.H. Jamhari terlihat jelas, selain bertambah santri setiap tahunnya, jamaah yang hadir pun bertambah dari kalangan masyarakat sekitar.
Dari apa-apa yang telah dipaparkan di atas, muncul beberapa pertanyaan: Bagaimana konsep retorika K.H. Jamhari Abdul Jalal? Bagaimana konsep dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal? Bagaimana penerapan retorika dalam berdakwah yang dilakukan oleh K.H. Jamhari Abdul Jalal?. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana konsep retorika dan dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal serta mengetahui bagaimana penerapan retorika dakwahnya. Manfaatnya adalah memberikan kontribusi positif bagi pengembangan penelitian melalui pendekatan Ilmu Komunikasi, menambah pengetahuan bagi penulis, dan umumnya untuk yang lain, yang terjun pada dunia dakwah, khususnya retorika dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal.
Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus, maka penulis menggunakan Teori Lima Hukum Retorika yang terdiri dari menemukan bahan, menyusun bahan, memilih bahasa, mengingat materi, dan menyampaikan dakwah dengan lisan.
Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan refresentatif dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis yaitu metode yang mendeskripsikan gagasan primer yang diperoleh dari hasil proses observasi, wawancara, dan dokumentasi yang akan menghasilkan penafsiran penulis. Waktunya dari bulan Maret s/d April 2012 yang berlokasi di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining-Bogor Barat. Tehniknya dengan observasi langsung, dimana beliau melakukan dakwah. Mengikuti dan hadir pada beberapa ceramah umum beliau. Wawancara langsung dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal dan ketua biro dakwah, Ustadz, dan Ustadzh, serta santri dan mengumpulkan dokumentasi tentang K.H. Jamhari Abdul Jalal.
Dari beberapa pengamatan penulis pada retorika dakwah yang beliau gunakan terbilang bagus, dikemas dengan menarik sehingga materi dakwah pun mudah dipahami oleh jamaah. Dakwah yang beliau gunakan bersifat informasi dan edukasi. Dakwah beliau tanpa paksaan namun dengan kelembutan dan kesederhanaan beliau menjadi daya tarik yang luar biasa.
i
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, pemilik
semesta alam dan sumber segala ilmu, dan dengan hidayah-Nya selalu tercurah
kepada makhluk-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah pada manusia yang berakhlak luar
biasa, manusia agung yang diciptakan oleh yang Maha Agung, manusia besar
yang diciptakan yang Maha Besar, yaitu baginda Nabi Muhammad SAW yang
telah membimbing umatnya dari masa kegelapan (jahiliyah) hingga menuju
cahaya terang benderang dengan al-Quran dan as-Sunnahnya.
Penulis menyadari benar, bahwa skripsi yang sudah merupakan bagian
tidak terpisahkan dari penulis, ternyata adalah suatu kebanggaan dan begitu
banyaknya orang yang ikut memberikan semua yang dibutuhkan oleh penulis
dalam proses penyelesaiannya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A selaku Wakil Dekan I, bapak
Drs. H. Mahmud Djalal, M.A selaku Wakil Dekan II, dan bapak Drs. Study
Rizal LK, M.A selaku Wakil Dekan III.
2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
dan Ibu Umi Musyarofah, MA, Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
ii
3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pembimbing skripsi ini, yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. Bapak serta Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan dedikasinya sebagai
pengajar, yang memberikan berbagai pengarahan, pengalaman serta
bimbingan kepada penulis selama dalam masa perkuliahan.
5. Pimpinan Perpustakan Utama dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta seluruh staf dan
karyawannya yang telah melayani dan menyiapkan fasilitas literatur, sampai
penulis bisa menyelesaikan study ini.
6. Para pegawai\staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan pelayanan yang prima kepada penulis.
7. Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Suherman dan Ibu Nasroh yang dengan penuh
rasa cinta dan kasih sayang yang tulus dan ikhlas mengasuh dan mendidik
serta senantiasa mendo’akan penulis, sehingga bisa mengenyam pendidikan
formal tingkat perguruan tinggi hingga selesai.
8. Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining, Bapak K.H Jamhari Abdul
Jalal, Lc beserta keluarga, hormat dan ta’dzim penulis kepada beliau yang
telah memberi waktu luang kepada penulis untuk mewawancarai walau
ditengah kesibukannya.
9. Para Ustadz, Ustadzh, dan Santri serta seluruh pengurus Pondok Pesantren
Darunnajah Cipining yang telah berkenang untuk menjadi responden dalam
iii
skripsi yang berjudul Retorika Dakwah K.H Jamhari Abdul Jalal di Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining.
10. Kakak dan adik-adikku tersayang; Soraya Khairunnisa, Rochman Adi
Negara, Alissa Azzahra, yang ikut andil dalam memberikan bantuan dan
motivasi pada penulis baik moril maupun material, serta semua saudara-
saudaraku yang pernah memberikan dorongan, semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan yang ikut andil dalam memberikan bantuan dan
dorongan terutama KPI D angkatan 2007 khususnya; Miftahul Munji’at,
Abdul Mujib, Sholahuddin Al-Ayyubi, Irvan Fahmi Akbar, Abi Sakti,
Muhammad Badrussalam, Agus Mana, Herman, Nafisul Qodar, Abdillah
Sultani, Ahmad Tamami, Lucky Isnaini, dan Shohib, serta teman-teman yang
lain yang penulis tidak sebutkan akan tetapi penulis tidak akan pernah
lupakan.
12. Keluarga Besar KKN Cipongkor-Cicangkang Hilir-Bogor. Semoga tali
silaturahmi dan persahabatan kita tidak akan pernah terputus.
13. Semua pihak yang terlibat membantu dalam penulisan skripsi ini.
Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendo’akan semoga
bantuan, dukungan, bimbingan perhatian yang telah diberikan oleh semua pihak
akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai limpahan
rahmat, hidayah serta berkah-Nya, Amin ya Roobal ‘Alamin.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sepenuhnya dapat
menentramkan kegelisahan intelektual menyirami bahagia ilmiah, untuk itu
iv
penulis sangat berlapang dada menerima masukan-masukan yang bersifat
membangun. Semoga skripsi ini dihadapan anda ini dapat memberikan kontribusi
positif, memperluas wawasan keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 04 Maret 2013
Penulis
Achmad Ghauzie An-Nuur
NIM: 107051001933
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….... vi
BAB I : PENDAHULUAN …………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………..1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………. 4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 4
D. Manfaat Penelitian …………………………………………... 5
E. Metodologi Penelitian ………………………………………. 5
F. Tinjauan Pustaka ……………………………………………. 8
G. Sistematika Penulisan ……………………………………….. 9
BAB II : LANDASAN TEORITIS RETORIKA DAN DAKWAH … 11
A. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………. 11
1. Pengertian Retorika …………………………………….. 11
2. Tujuan Retorika ……………………………………….... 14
3. Fungsi Retorika …………………………………………. 15
4. Lima Hukum Retorika ………………………………….. 17
5. Jenis-Jenis Pidato ………………………………………. 20
vi
6. Sifat-Sifat Pidato ……………………………………….. 22
B. Ruang Lingkup Dakwah ………………………………… 24
1. Pengertian Dakwah ……………………………………... 24
2. Unsur-Unsur Dakwah …………………………………... 26
3. Bentuk-Bentuk Dakwah ……………………………….... 33
4. Hubungan Retorika dengan Dakwah …………………… 34
BAB III : BIOGRAFI K.H. JAMHARI ABDUL JALAL ………….... 36
1. Riwayat Hidup K.H. Jamhari Abdul Jalal …………………. 36
2. Organisasi dan Aktivitas K.H. Jamhari Abdul Jalal ……….. 37
3. Gambaran Pondok Pesantren Darunnajah Cipining ……….. 39
BAB IV : HASIL DAN ANALISIS ……………………………………. 47
1. Konsep Retorika menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal ……… 47
2. Konsep Dakwah menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal ……… 51
3. Penerapan Retorika Dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal …… 54
BAB V : PENUTUP ……………………………………………………. 68
1. Kesimpulan ………………………………………………… 68
2. Saran-Saran ………………………………………………… 70
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 72
LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Retorika berasal dari bahasa Inggris Rethoric yang artinya “Ilmu Bicara”.
Dalam perkembangannya, retorika disebut dengan seni berbicara dihadapan
umum atau ucapan untuk menciptakan kesan yang diinginkan. Adapaun dakwah
berasal dari bahasa arab yang artinya “mengajak atau menyeru”.
Banyak sekali pengertian dakwah oleh para ahli dakwah, tapi pada
prinsipnya dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah mengubah situasi dan kondisi
yang apa adanya kepada situasi dan kondisi yang seharusnya seperti yang
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, yang diinginkan dari
dakwah adalah terjadinya perubahan ke arah kehidupan yang islami.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa retorika dakwah adalah
kepandaian menyampaikan ajaran islam secara lisan guna terwujudnya situasi dan
kondisi yang islami.1
Seringkali retorika disamakan dengan public speaking, yaitu suatu bentuk
komunikasi lisan yang disampaikan kepada kelompok orang banyak. Tetapi
sebenarnya retorika itu bukan sekedar berbicara dihadapan umum, melainkan
1 Ahmad Yani, Bekal menjadi Khatib dan Mubaligh, (Jakarta: Al-Qalam, 2005),
hal. 15.
2
suatu gabungan antara seni berbicara dan pengetahuan atau masalah tertentu untuk
meyakinkan pihak orang banyak melalui pendekatan persuasive.2
Dalam bahasa arab disebut Fannul Khitobah yaitu seni pidato atau
berbicara.3 Seorang da’i dituntut agar bisa memilah-milih kata yang digunakan
dalam berdakwah dengan struktur kata-kata yang rapih dan teratur agar
masyarakat dapat mengerti saat mendengarkannya, walau pun seringkali ayat dan
hadist yang mereka sampaikan sama, akan tetapi tidak semua da’i dapat
menyusun pesan dakwahnya dengan baik. Maka retorika digunakan sebagai ilmu
untuk memandu dan membimbing seorang da’i agar dapat merancang dan
menampilkan kata yang baik dan persuasif, memiliki relevansi yang tinggi dan
memiliki peran yang besar dalam berdakwah.
Dakwah pun akan diterima dengan baik apabila da’i-da’i mengetahui
secara tepat kepada siapa dakwah itu ditujukan, karena setiap manusia itu tidaklah
sama. Baik dari segi usia, tingkat kecerdasan, dan status sosialnya dalam
masyarakat.
Menyampaikan dakwahnya dengan diwarnai oleh karakteristik berbicara
yang memakai teknik retorika yang sempurna, sehingga mampu mempengaruhi
para pendengar untuk mengikuti ajaran yang disampaikan. Kesemuanya ini
menuntut agar para da’i lebih arif dan bijaksana mengetahui siapa yang
2 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, (Bandung: PT
Remaja Rosda Karya).3 H. Busrah Lubis, Metodologi dan Retorika Dakwah: Petunjuk Praktis Khutbah
dan Pidato, (Jakarta: PT. Tursina, 1999), hal. 59.
3
dihadapinya sehingga apa yng diserukan dapat meningkatkan wawasan dan
menyempurnakan akhlakul karimah.
Dari sekian banyak da’i-da’i yang mampu membuat mad’u terkesima akan
gaya bicaranya yang khas saat menyampaikan materi dakwahnya, salah satunya
adalah K.H. Jamhari Abdul Jalal. Beliau adalah seorang tokoh ulama yang
memiliki sebuah lembaga pendidikan yaitu Pondok Pesantren Darunnajah
Cipining-Bogor.
K.H. Jamhari Abdul Jalal adalah sosok mubaligh yang terbilang sukses
dalam penyampaian dakwahnya, khususnya di Pondok Pesantren yang sampai
saat ini beliau bina. Dengan sistem penyampaian gaya bahasanya, beliau dapat
memberikan pemahaman yang baik di kalangan santri, ustadz, ustadzah,
karyawan, dan masyarakat sekitar.
Beliau adalah seorang figur yang selalu dapat dijadikan contoh oleh
jamaahnya dalam hal gaya bicara, sehingga dengan gaya bicara yang terbilang
lembut dan santun tersebut, jamaahnya dengan mudah menerima dan dapat
mengaplikasikan apa yang telah dipahami.
Berdasarkan pertimbangan dan alasan yang telah diuraikan di atas, oleh
sebab itulah penulis tertarik untuk membahas retorika dakwah yang digunakan
oleh K.H. Jamhari Abdul Jalal dalam menyampaikan dakwah Islam khususnya di
Pondok Pesantren Darunnajah Cipining-Bogor. Maka dengan demikian skripsi ini
penulis memberikan judul “Retorika Dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal di
Pondok Pesantren Darunnajah Cipining-Bogor Barat.”
4
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Peneliti sangat menyadari bahwa aktivitas dakwah yang beliau lakukan
sangatlah padat, oleh sebab itu tidak mungkin semua data mengenai
retorika dakwah yang disampaikan oleh beliau saat berdakwah penulis
cantumkan dalam skripsi ini. Maka dari itu, penelitian ini hanya
difokuskan pada retorika dakwah yang beliau gunakan di Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining-Bogor Barat, mulai dari bulan Maret
sampai dengan Bulan April 2012.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis membuat
perumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana konsep retorika K.H. Jamhari Abdul Jalal?
b. Bagaimana konsep dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal?
c. Bagaimana penerapan retorika dalam berdakwah yang dilakukan oleh
K.H. Jamhari Abdul Jalal?
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian pasti ada tujuan di dalamnya, berdasarkan pokok
permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui bagaimana konsep retorika menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal
b. Mengetahui bagaimana konsep dakwah menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal
c. Mengetahui bagaimana K.H. Jamhari Abdul Jalal menerapkan retorika
dakwah dalam berdakwah
5
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hal yang positif, khususnya
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Memberikan kontribusi bagi
penulis dan umumnya bagi yang terjun pada dunia dakwah, yang berkaitan
tentang retorika sebagai alat utama dalam menyiarkan dakwah islami.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapakan agar menjadi bahan tambahan bagi da’i-da’i
yang menyampaikan dakwahnya dengan se-efektif dan se-efesien
mungkin, agar dakwahnya bisa diterima oleh khalayak yang berkenan
dengan retorika K.H. Jamhari Abdul Jalal.
E. Metodologi Penelitian
Agar data yang diperoleh sesuai dengan yang diperlukan, maka metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Dalam penelitian
ini penulis menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif atau
analisa kritis, yaitu metode yang memiliki beberapa langkah penerapan.4
Langkah pertama adalah mendeskripsikan gagasan primer yang menjadi
bahan utama. Gagasan primer ini yang menjadi bahasan utama. Gagasan
primer ini diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan nara sumber.
4 Mastuhu, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan Antar Disiplin Ilmu,
(Bandung: Pusjarlit dan Nuansa, 1998), Cet ke-1, hal.45-47.
6
Langkah selanjutnya adalah membahas gagasan primer tersebut yang pada
hakikatnya adalah memberikan penafsiran penulis terhadap gagasan yang
telah dideskripsikan.
2. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek dalam penelitian skripsi ini adalah K.H. Jamhari Abdul Jalal dan
sebagai obyeknya adalah retorika beliau pada dakwahnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Yaitu pengamatan langsung dengan indera penglihatan yang berarti
tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.5 Teknik pada penelitian ini,
penulis mendatangi ustadz yang bermukim di lingkungan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining serta mengikuti dakwah K.H. Jamhari
Abdul Jalal.
Guna memperoleh data yang kongkrit, hal-hal yang berkaitan tentang
retorika. Penulis melakukan observasi dengan mengikuti kegiatan-
kegiatan beliau yang berhubungan dengan retorika, di antaranya:
Tausiyah/Ceramah Umum untuk Karyawan dan Karyawati Pesantren
setiap hari Sabtu, pada pukul 09.00 pagi di Pondok Pesantren
Darunnajah Cipining.
Tausiyah/Ceramah Umum untuk Pengurus Santri Darunnajah
Cipining (OSDC) setiap hari Minggu ba’da shalat shubuh di Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining.
5 Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet ke-1, hal. 186.
7
Tausiyah/Ceramah Umum untuk Masyarakat sekitar pesantren setiap
hari Senin, pada pukul 08.00 pagi di Pondok Pesantren Darunnajah
Cipining.
Tausiyah/Ceramah Umum untuk Dewan Guru Pesantren setiap hari
Rabu ba’da shalat shubuh di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining.
Tausiyah/Ceramah Umum untuk Seluruh Santri setiap hari Jum’at
ba’da shalat shubuh di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-
pertanyaan kepada informan.6
Penulis melakukan wawancara dengan orang-orang yang layak
memberikan informasi dan tanggapan terkait penelitian yang dilakukan
yaitu Ust Ahmad Rosichin, S.Pd.I, Ust Katena Putu Gandhi, S.Pd.I, Ust
Nasikhun, S.E, Ust Khusnul Mubarok Noor, dan beberapa santri di
Pondok Pesantren Darunnajah Cipining. Guna mendapatkan informasi
tentang penerapan retorka dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal dari
tanggal 06 Maret sampai dengan 15 Maret 2012.
c. Dokumentasi
Dalam hal ini penulis berusaha mengumpulkan dokumentasi yang
berkaitan tentang kegiatan dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal dan
Pondok Pesantren Darunnajah Cipining. Baik berupa buku, tulisan, atau
6 Joko Subagyo, Metode Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rhineka Cipta,
1991), Cet ke-1.
8
juga foto beliau ketika berdakwah dan berkas-berkas lain yang
berkaitan dengan retorika dakwah. Dokumen ini digunakan untuk
melengkapi data-data hasil penelitian yang sebenarnya telah dilakukan.
Adapun pedoman yang digunakan dalam skripsi ini adalah pedoman
penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang oleh CeQDA (Center
for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
F. Tinjauan Pustaka
Sebelum penulis mengadakan penelitian lebih lanjut, maka langkah
pertama adalah meninjau pustakaan serta menelaah skripsi-skripsi terdahulu yang
mempunyai obyek dan subyek yang hampir sama, diantaranya:
1. Retorika Dakwah K.H. Abdurahman Al-Madinah di Pondok Pesantren Al-
Hidayah, karya Hari Haryanto Tahun 2010.
2. Retorika Dakwah Habib Munzir Al-Musawa pada Majelis Rasulullah
S.A.W di Masjid Al-Munawar Jakarta Selatan karya Roby Auliya Tahun
2010.
3. Retorika Dakwah K.H. Ahmad Syafi’i Mustawa karya Abdul Fatah Tahun
2009.
Walau pun skripsi ini terlihat agak sama, namun jika diteliti lagi akan
menemukan perbedaan. Yang menjadi perbedaan skripsi ini dengan skripsi lain
adalah skirpsi ini membahas retorika dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal di Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining.
9
Jika skripsi-skripsi yang lalu membahas retorika di pengajian atau majelis-
majelis ta’lim, maka skripsi ini membahas retorika di lingkungan Pesantren
Darunnajah Cipining. Namun, tidak menutupi kemungkinan peneliti pun meneliti
retorika beliau di luar pondok pesantren.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini ditulis secara sistematis, dan terbagi menjadi lima bab, yang
masing-masing bab terdiri dari beberapa sub. Adapun sistematikanya sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan, manfaat
penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan
sistematika penulisan.
BAB II : Landasan teoritis retorika dan dakwah, terdiri dari ruang
lingkup retorika, yang membahas pengertian retorika,
tujuan retorika, fungsi retorika, lima hukum retorika, jenis-
jenis pidato, dan sifat-sifat pidato. Ruang lingkup dakwah,
yang membahas pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah,
bentuk-bentuk dakwah, dan hubungan retorika dengan
dakwah.
BAB III : Biografi K.H. Jamhari Abdul Jalal, yang terdiri dari
riwayat hidup, pendidikan, organisasi, aktivitas dakwah,
10
dan gambaran umum Pondok Pesantren Darunnajah
Cipining.
BAB IV : Hasil dan analisis, yang terdiri dari Persepsi K.H.
Jamhari Abdul Jalal tentang konsep retorika, tentang
konsep dakwah, dan penerapan retorika dakwah K.H.
Jamhari Abdul Jalal.
BAB V : Yang merupakan bagian akhir dari skripsi ini, terdiri dari
kesimpulan dan saran.
11
BAB II
LANDASAN TEORITIS RETORIKA DAN DAKWAH
A. Ruang Lingkup Retorika
1. Pengertian Retorika
Secara leksikal (makna kamus), kata retorika berarti keterampilan
berbahasa secara efektif, studi tentang pemakaian bahasa secara efektif dalam
karang-mengarang dan seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis.
Dari tiga definisi ini, yang sesuai dengan tujuan pembahasan pada saat
ini adalah definisi yang pertama dan ketiga, walau definisi yang ketiga juga
menunjukkan adanya pergeseran dari makna retorika yang sebenarnya.1
Dalam arti yang sempit berarti retorika adalah bagaimana seseorang
menggunakan tutur bahasa yang baik dan jelas agar dapat mempengaruhi
orang lain dengan tujuan dan maksud tertentu. Di tinjau dari segi bahasa,
retorika berasal dari bahasa yunani yaitu rhetor, yaitu seorang juru pidato
yang mempunyai sinonim orator.2
Sedangkan dalam bahasa arab disebut fannul khitabah, sedangkan
reorika menurut enclyclopedia britania, retorika adalah kesenian
1 Amirudin Rahim, Retorika Hirarki, (Surakarta: Era Edicitra Intermedia, 2010),
hal. 762 M.H. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern, (Jakarta: CV. Firdaus,
1993), cet-1, hal. 10
12
menggunakan bahasa untuk menghasilkan kesan yang diinginkan terhadap
pembaca dan pendengar.3
Beberapa pakar berpendapat tentang definisi retorika dari segi istilah,
di antaranya:
a. I Gusti Ngurah Oka berpendapat bahwa retorika adalah ilmu yang
mengajarkan tindak dan usaha efektif dalam persuasi penataan dan
penampilan kultur untuk membina saling pengertian dan kerjasama
serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.4
b. Wahidin Saputra berpendapat bahwa retorika adalah ilmu yang
mempelajari tentang bagaimana bertutur kata dihadapan orang lain
dengan sistematis dan logis untuk memberikan pemahaman dan
meyakinkan orang lain.5
c. Jalaluddin Rahkmat berpendapat bahwa retorika adalah pemekaran
bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa
selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam medan fikiran.6
d. Gorys Keraf berpendapat bahwa retorika adalah suatu teknik pemakaian
bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang
tersusun baik.7
3 Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, (Jakarta: PT.
Rhineka Cipta), hal. 364 I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Sejarah Pengantar, (Bandung:
Terate, 1976), cet-1, hal. 135 Wahidin Saputra, Retorika Dakwah Lisan, (Buku Ajar Fakultas Ilmu Dakwah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Dakwah Press, 2006), hal. 26 Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 5
13
e. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, retorika adalah keterampilan
bahasa secara efektif dalam karang-mengarang atau seni berpidato yang
muluk-muluk dan bombastis.8
Dalam menggunakan retorika dibutuhkan kepandaian berbicara.
Kepandaian berbicara itu mengenai menjelaskan, mengungkapkan, dan
mengutarakan apa yang terdapat dalam fikiran dan perasaan. Setiap manusia
telah diberikan anugerah untuk pandai berbicara, seperti dalam firman-Nya
dalam Surat Ar-Rahman ayat 1-4:
, , ,
“(tuhan) yang Maha pemurah, Yang telah mengajarkan Al Quran.Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.”
Pandai berbicara merupakan warisan biologis dari ke dua orang tua
yang bersifat genetis dan otomatis. Pandai berbicara adalah hasil dari proses
pembelajaran oleh lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam Al-Qur’an,
Allah berfirman pada surat Al-Balad ayat 8-9:
“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, Lidah dan dua buah bibir.”
Allah swt memudahkan semua itu dengan karunia-Nya berupa
perangkat lunak, yaitu potensi kemampuan berbicara dan perangkat keras,
7 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum,
2007), cet-17, hal. 18 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka), edisi ke-2, hal. 953
14
yaitu lidah dan bibir, termasuk kedua telinga. Dengan begitu manusia mampu
memproduksi kata-kata dan kalimat tidak terbatas banyak jumlahnya.9
Berbicara yang efektif seyogyanya menyenangkan, memiliki daya
tarik, mengasikkan, mengesankan, mencapai tujuan secara jelas serta
mengundang rasa simpatik pendengar. Untuk berbicara yang efektif
diperlukan ilmu retorika.
Dalam berpidato, ada beberapa etika retorika yang harus diperhatikan.
Di antaranya sebagai berikut:
a. Memperhatikan kondisi tertentu. Hal ini memerlukan keputusan yang
bijaksana, humanistik, dan etis sosial;
b. Memperhatikan standar benar tidaknya ditentukan hukum;
c. Memperhatikan nilai adat istiadat dan tata nilai kesopanan yang berlaku
pada masyarakat;
d. Memperhatikan alasan yang logis atau fakta yang ada;
e. Memiliki kekuatan dalil atas nash.10
2. Tujuan Retorika
Retorika sebagai ilmu yang berdiri sendiri, dikatakan bahwa tujuannya
adalah persuasi. Maksud dari pada persuasi di sini adalah yakinnya penaggap
tutur akan kebenaran gagasan topik si penutur. Persuasi adalah suatu seni
verbal yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu
9 Amirudin Rahim, Op.Cit, hal. 410 Drs. Yusuf Zainal Abidin, Pengantar Retorika, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2013), cet-1, hal. 69
15
yang dikehendaki pembicara pada waktu ini dan pada waktu yang akan
datang.11
Sedangkan menurut Erwin P. Bettinghaus (1973), persuasi merupakan
suatu usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau perilaku
orang melalui transmisi pesan.12 Secara massa retorika bertujuan sebagai
berikut:
a. To Inform, yaitu memberikan penerangan dan pengertian kepada massa,
guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan pengertian
dengan sebaik-baiknya.
b. To Convise, yaitu meyakinkan dan menginsafkan.
c. To Inspire, yaitu menimbulkan inspirasi dengan teknik dan sistem
penyampain yang baik dan bijaksana.
d. To Intertain, menggembirakan, menghibur atau menyenangkan, dan
memuaskan.
e. To Ectuate (to put into action), yaitu menggerakkan dan mengarahkan
mereka untuk bertindak menetralisir dan melaksanakan ide yang telah
dikomunikasikan oleh orator dihadapan massa.13
3. Fungsi Retorika
Menurut Plato, berfungsi untuk memberikan kemampuan dalam
menggunakan bahasa yang sempurna, dan merupakan jalan bagi seseorang
11 Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2000), cet-12, hal. 11812 I Gusti Ngurah Oka, Op. Cit, hal. 6313 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, t.t), hal.
156
16
untuk memperoleh pengetahuan yang luas.14 Sedangkan I Gusti Ngurak Oka
menjelaskan bahwa retorika adalah:
a. Untuk menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia terutama
dalam hubungan kegiatan bertutur kata, termasuk ke dalam gambaran
ini antara lain gambaran proses kejiwaan ketika ia terdorong untuk
bertutur dan ketika ia mengidentifikasi pokok persoalan sampai retorika
bertutur ditampilkan.
b. Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa atau benda yang bisa
diangkat menjadi topik tutur, misalnya gambaran tentang hakikat,
struktur, dan fungsi topik tutur.
c. Mengemukakan gambaran yang terperinci tentang masalah tutur
misalnya dikemukakan tentang hakikat, struktur, dan bagian-bagian
topik tutur.
Berdasarkan dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut di atas,
disiapkan pula bimbingan tentang:
a. Cara memilih topik.
b. Cara-cara memandang dan menganalisa topik tutur untuk menentukan
sasaran ulasan yang persuasif dan edukatif.
c. Penulisan jenis tutur yang disesuaikan dan tujuan yang hendak dicapai.
14 Onong Uchjana Effendi, Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditia Bakti),
hal. 55
17
d. Pemilihan materi bahasa serta penyusunan menjadi kalimat-kalimat
yang padat, utuh, dan bervariasi. Pemilihan gaya bahasa dan gaya tutur
dalam penampilan tutur kata.15
Jika kita memahami fungsi retorika, maka akan sejalan dengan empat
fungsi komunikasi yaitu:
a. Mass Information untuk member dan menerima informasi kepada
khalayak. Hal ini bisa dilakukan oleh setiap orang dengan pengetahuan
yang dimiliki. Tanpa komunikasi informasi tidak dapat disampaikan
dan diterima.
b. Mass Education, yaitu memberi pendidikan. Fungsi ini dilakukan oleh
guru kepada murid untuk meningkatkan pengetahuan atau oleh siapa
saja yang memiliki keinginan untuk memberikan pendidikan.
c. Mass Persuasion, yaitu untuk mempengaruhi. Hal ini bisa dilakukan
oleh setiap orang atau lembaga yang member dukungan dan ini biasa
digunakan oleh orang yang bisnis, dengan mempengaruhi iklan yang
dibuat.
d. Mass Intertainment, yaitu untuk menghibur. Hal ini yang biasa
dilakukan oleh radio, televisi atau orang yang memiliki professional
menghibur.16
4. Lima Hukum Retorika
15 I Gusti Ngurah Oka, Op. Cit, hal. 6516 Raudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), cet-1, hal. 52
18
Ada lima tahapan membuat pidato atau yang sering dikenal dengan
(the five connons rethoric) atau lima hukum retorika. Menurut Aristoteles
dalam buku diksi dan gaya bahasa yang ditulis oleh Gorys Keraf, berikut ini:
a. Invention atau Heuresis, yaitu penemuan atau penelitian materi-materi.
Langkah ini mencangkup kemampuan untuk menemukan,
mengumpulkan, menganalisis, dan memilih materi yang cocok untuk
pidato. Menurut Aristoteles argument-argument harus dicari melalui
rasio, moral, dan afeksi. Karena ini dianggap sebagai bagian yang
sangat penting.
b. Disposition atau Taxis atau Oikonomia, adalah penyusunan dan
pengurutan materi (argument) dalam sebuah pidato.
c. Elocution atau Laxis, yaitu pengungkapan atau penyajian gagasan
dalam bahasa yang sesuai, meliputi komposisi bahasa, kerapihan,
kemahiran, ketajaman, kesopanan, kemegahan, dan hiasan fikiran.
d. Pronuntiatio atau Hypokrisis, yaitu menyajikan pidato. Penyajian
efektif dari sebuah pidato yang ditentukan oleh suara, sikap, dan gerak-
gerik tubuh.17
Dalam perkembangannya, kelima kanon hukum retorika tersebut
mendapat penafsiran yang semakin luas. Saat ini, pengertian “penciptaan”
sudah meluas dan mengacu pada pengertian konseptualisasi, yaitu proses
17 Gorys Keraf, Op. Cit , hal. 9-10
19
pemberian makna terhadap data melalui interpretasi (the process through
which we assign meaning to data through interpretation).18
Ini berarti suatu pengakuan terhadap fakta bahwa kita tidak sekedar
menemukan apa yang ada, menciptakannya melalui kategori interpretasi yang
kita gunakan. Pengaturan adalah proses mengorganisir simbol, yaitu
mengatur informasi yang terkait dengan hubungan di antara manusia, simbol
dan konteks yang terlibat.19
Untuk memperoleh topik/bahan yang akan disampaikan dalam
dakwah lisan dapat diambil dari beberapa hal berikut:
a. Peristiwa aktual yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat,
b. Peristiwa yang sedang diperingati,
c. Materi-materi agama,
d. Masalah-masalah kehidupan sosial,
e. Pengalaman pribadi.20
Pembicara yang baik selalu pandai dalam memilih kata-kata. Sehingga
pendengar jarang menyadari manipulasi daya tarik motif yang digunakan,
juga tidak mengetahui organisasi pesan dan system penyusunan pesan, tetapi
18 Morrissan dan Andy Corry Wardhani, Teori Komunikasi tentang Komunikator,
Pesan, Percakapan, dan Hubungan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), cet-1, hal. 4419 Ibid., hal. 4520 Wahidin Saputra, Retorika Monologika, (Bogor: Titan Nusa Perss, 2010), cet-
1, hal. 17-18
20
pendengar mengetahui pasti bahwa pembicara yang baik selalu pandai dalam
memilih kata-kata yang mudah dipahami oleh pendengar.21
Dalam menyusun pidato yang baik, ada sebuah prinsip komposisi
yaitu Unity (kesatuan), Coherence (berkaitan), dan Emphasis (titik berat).
Selain itu ada beberapa hal yang berkaitan erat dalam menyususun pidato,
yaitu:
a. Massage Organization (organisasi pesan),
b. Pengaturan Pesan,
c. Membuat Outline Pidato.22
5. Jenis – Jenis Pidato
Menurut ada tidaknya persiapan, sesuai dengan cara yang dilakukan
waktu persiapan dapat dikemukakan empat macam pidato, di antaranya
adalah:
a. Impromptu (Mendadak)
Metode ini adalah metode membawakan pidato tanpa persiapan dan
hanya mengandalkan pengalaman dan wawasan. Metode ini biasanya
digunakan dalam keadaaan darurat dan tidak terduga.23 Impromptu
sebaiknya dihindari, tetapi bila terpaksa, hal-hal berikut ini bisa
dijadikan pegangan:
Pikirkan terlebih dahulu teknik permulaan pidato yang baik.
21 Wahidin Saputra, Op. Cit, hal. 30-3122 Ibid., hal. 32-3523 Andi Yanuarita, Langkah Cerdas Mempersiapkan Pidato dan Mc,
(Yogyakarta: Teranova Books, 2012), cet-1, hal. 24
21
Tentukan sistem organisasi pesan.
Tentukan teknik menutup pidato yang mengesankan.
Dalam pidato ini sesuai dengan juru pidato yang berpengalaman.
Tentunya, mempunyai kelemahan dan kelebihan dalam pelaksanaan
pidato yang sifatnya mendadak.24
b. Manuskrip (Naskah)
Manuskrip dapat juga disebut tanpa naskah. Juru pidato membacakan
naskah dari awal hingga sampai akhir. Di sini berlaku istilah
“menyampaikan pidato” tetapi “membacakan pidato”.25
c. Memoriter (Menghapal)
Dalam metode ini, pembicara membuat teks kemudian menghafalnya.
Naskah yang telah disiapkan sebelumnya bukan untuk dibaca
melainkan untuk dihafalkan.26 Pesan pidato ditulis kemudian diingat
kata demi kata. Memoriter memungkinkan ungkapan yang tepat,
organisasi yang terencana, pemilihan bahasa yang teliti, gerak, dan
isyarat yang diintegrasikan dengan uraian.
d. Extemporaneous (Tanpa Persiapan)
Metode ini adalah metode pidato yang dipersiapkan dengan
menjabarkan materi pidato yang terpola secara lengkap. Terpola di sini
adalah materi yang disampaikan harus disiapkan garis-garis besar isinya
24 Drs. Wahidin Saputra, Op. Cit, hal. 1125 Ibid., hal. 12 26 Andi Yanuarita, Op. Cit, hal. 26
22
dengan menuliskan hal-hal yang dianggap paling penting.27 Jenis pidato
yang paling baik dan paling sering dilakukan oleh juru pidato yang
mahir. Biasanya pembicara sering melakukan latihan-latihan intensif.
6. Sifat – Sifat Pidato
a. Pidato informatif
Pidato informatif adalah pidato yang melibatkan informasi penting atau
seperangkat pengetahuan yang akan diberikan kepada penyimak.
Informasi yang kadaluwarsa atau yang sudah diketahui dengan baik
oleh penyimak akan mengurangi minat dan perhatian penyimak.28
Tujuan pidato informatif ini adalah menjelaskan kasus, menjelaskan
cara melakukan sesuatu, dan berbagi pengetahuan.
b. Pidato argumentatif
Pidato argumentatif adalah pidato dengan mengemukakan argumentasi,
dalil, dan alasan untuk mendukung atau menolak satu pernyataan opini,
pendapat atau keyakinan tertentu.29 Untuk memperkuat daya terima
argumentasi yang dikemukakan, dibutuhkan data-data faktual, statistik,
dan bukti-bukti maupun kesaksian.
c. Pidato persuasif
Pidato persuasif adalah pidato yang menghendaki reaksi penyimak
untuk melakukan atau meninggalkan tindakan, aksi, tingkah laku, atau
sikap tertentu sesuai harapan pembicara. Adapun tujuan utama dari
27 Andi Yanuarita, Op. Cit, hal. 2528 Amirudin Rahim, Op.Cit, hal. 11629 Ibid, hal. 116-117
23
pidato persuasif adalah membentuk tanggapan, memperkuat tanggapan,
dan menggunggah tanggapan.30 Dalam prinsipnya pidato persuasif
mempunyai tujuan, yaitu:
Membujuk demi konsitensi.
Membujuk demi perubahan-perubahan kecil.
Membujuk demi keuntungan.
d. Pidato rekreatif
Pidato rekreatif dapat disebut juga dengan pidato kekeluargaan. Pidato
ini pada umumnya menyuguhkan suatu kegembiraan yang dapat
dinikmati dengan rasa kekeluargaan dan persaudaraan. Lelucon dan
humor dapat digunakan untuk menghangatkan suasana.
Ada tiga teori humor menurut para filsuf yaitu Teori Superioritas, Teori
Bisosiasi, dan Teori Pelepasan Inhibisi.31
Perlu diingat pula bahwa belajar tentang retorika bisa meraih
keuntungan yang berarti, di antaranya:
Meningkatkan kecakapan berpidato yang baik sebagai pembicara,
pendengar, dan pengeritik;
Meningkatkan kecakapan akademik maupun profesionalisme dalam
berorganisasi, penelitian, gaya bahasa, dan sebagainya;
Mengembangkan kecakapan menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosial dan kecakapan berinteraksi;
30 Amirudin Rahim, Op.Cit, hal. 11731 Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011), cet-15, hal. 5
24
Mengembangkan masyarakat pada umumnya dengan memelihara
komunikasi yang bebas dan terbuka.32
B. Ruang Lingkup Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Dilihat dari segi bahasa kata dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu
bentuk isim masdar dari kata da’a-yud’u-da’watun yang artinya menyeru,
memanggil, mengajak, dan menjamu.33 Di dalam Al-Qur’an ada beberapa
ayat yang menunjukkan kata tersebut, antara lain dalam surat Yunus ayat 25:
“Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam)”.
Pada dasarnya, semua pribadi muslim berperan secara otomatis
sebagai juru dakwah.
Secara umum, adalah setiap muslim dan muslimah yang mukallaf
(dewasa), di mana kewajiban dakwah merupakan suatu yang melekat, tidak
terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah;
“sampaikan walau satu ayat”.
Secara khusus, adalah mereka yang mengambil keahlian khusus
(mutakhasis) dalam bidang agama Islam, yang dikenal dengan panggilan
32 Kustadi Suhandang, Retorika: Strategi, Teknik, dan Berpidato, (Bandung:
Nuansa, 2009), cet-1, hal. 133 Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah, 1973), hal. 127
25
ulama.34 Ada beberapa pengertian istilah menurut pakar-pakar ilmu dakwah,
antara lain:
a. Dakwah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah mengajak
manusia agar beriman kepada Allah dan Rasulallah saw dengan cara
membenarkan apa yang mereka beritakan dan mengikuti apa yang
mereka perintahkan.35
b. Dakwah menurut M. Quraish Shihab adalah seruan atau ajakan kepada
jalan keinsyafan atau mengubah situasi yang kurang baik menjadi
lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.36
c. Dakwah menurut M. Arifin adalah suatu kajian dalam seruan, baik
dengan lisan, tulisan maupun tingkah laku yang dilakukan secara
sadar dan berencana untuk mempengaruhi orang lain agar timbul
suatu pengertian, kesadaran, serta penghayatan ajaran agama tanpa
ada unsur paksaan.37
d. Dakwah menurut Abu Risman adalah segala usaha yang dilakukan
oleh seorang muslim atau lebih untuk merangsang orang lain agar
34 Wahyu Illahi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010),
cet-1, hal. 7735 Said Muhammad Nuh, Dakwah Fardiyah: Pendekatan Personal dalam
Dakwah, (Surakarta: Era Inter Media, 2000), cet-2, hal. 13-1436 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1999), cet-19, hal. 19437 M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara,
1993), hal. 6
26
memahami, meyakini, dan menghayati ajaran Isam sebagai pedoman
hidup dalam kehidupan.38
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa dakwah
adalah mengadakan suatu perubahan dan pembenahan, baik yang bersifat
individu maupun sosial sesuai dengan ajaran Islam.
Kegiatan tersebut disampaikan dengan menggunakan liasan, tulisan,
dan tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha
mempengaruhi orang lain agar timbul pengertian keinsyafan dalam diri
individu dengan menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Unsur – Unsur Dakwah
a. Da’i
Da’i secara bahasa diambil dari bahasa arab, bentuk isim fa’il dari asal
kata da’a-yud’u-da’watun, artinya orang yang melakukan dakwah. Secara
terminologi, da’i yaitu setiap muslim yang berakal mukallaf (akil baligh)
dengan kewajiban dakwah.39 Menurut Dr. Musthafa Ar-Rafi’i, syarat-
syarat dan sifat yang harus dipenuhi sosok juru dakwah adalah:
Amal dan kegiatan da’i harus ikhlas karena mencari ridho Allah dan
kerena ingin meraih pahala dari Allah.
38 Abu Risma, Dakwah Islam Praktis dalam Pembangunan dalam Suatu
Pendekatan Sosiologis, (Yogyakarta: PLP2M, 1985), hal. 1239 Idris A. Shomad, Diktat Ilmu dakwah, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 2004), hal. 6
27
Seorang juru dakwah harus menjadi teladan dalam amal shaleh.\
Menempuh cara hikmah (bijaksana) terhadap pelajar dan intelek.
Melakukan metode “mauizhah hasanah” (nasihat yang baik) dalam
menghadapi orang awam dan orang biasa.
Seorang juru dakwah harus betul-betul menguasai ilmu yang sesuai
dengan jamaah dan menguasai teori dari bahasa aliyah pemikiran.
Seorang juru dakwah harus lembut dalam menyampaikan nilai-nilai
dan pandangan serta lembut memerangi kesesatan.
Dalam berdakwah ia bertujuan menarik manfaat dan menghilangkan
kemudharatan.
Harus sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan.
Harus mengetahui tabi’at kewajiban jamaah
Sang juru dakwah harus menggunakan kekuatan apabila cara
hikmah, jidal, dan mauizhah hasanah tidak mempan.40
Dalam berdakwah seorang da’i akan selalu menemukan sebuah ujian dan
tantangan yang pada dasarnya tidak diketahui. Seperti dalam firman-Nya
pada surat Al-Maidah ayat 49:
40 Mustthafa Ar-Rafi’i, Potret Juru Dakwah, (Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar,
2002), hal. 38-50
28
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”.
b. Mad’u
Mad’u manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima
dakwah, baik individu maupun sebagai kelompok, baik yang beragama
Islam maupun tidak. Dengan kata lain, manusia secara keseluruhan.41
Menurut Muhammad Abduh dalam bukunya Management Dakwah
karangan M. Munir dan Wahyu Illahi, mad’u terbagi menjadi tiga
golongan.42 Antara lain:
Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berfikir
kritis dan cepat menagkap persoalan.
Golongan awam yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berfikir
secara kritis dan mendalam serta belum mendapat pengertian-
pengertian yang tinggi.
Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka
senang membahas tetapi hanya dalam batas tertentu saja dan tidak
dapat membahas secara mendalam.
41 Munir dan Wahyu Illahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup), edisi ke-1, cet-2, hal. 2342 Ibid., hal 23-24
29
Sedangkan mad’u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat
dikelompokkan dalam delapan rumpun, adalah ulama-ulama, ahli juhud
dan ahli ibadah, penguasaan dan pemerintahan, kelompok ahli perniagaan,
industri dan sebagainya, fakir miskin dan orang lemah, anak, istri dan
kaum hamba, orang awam yang taat dan berbuat maksiat, dan orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.43 Dalam buku Types of
Communication, berdasarkan jenis beberapa khalayaknya dan sifat
audience dapat dikelompokkan menjadi:
Khalayak tidak sadar, kadang-kadang komunikan tidak menyadari
adanya masalahnya atau tidak tahu pengambilan keputusan.
Khalayak apatis, tipikal komunikan adalah tahu masalah akan tetapi,
mereka acuh tak acuh.
Khalayak yang tertarik tapi ragu, komunikan sadar akan adanya
masalah, tahu akan mengambil keputusan akan tetapi, mereka masih
meragukan keyakinan terhadap apa yang harus mereka ikuti atau
sebuah tindakan yang harus mereka jalani.
Khalayak yang bermusuhan, komunikan sadar akan adanya masalah
yang harus diatasi tetapi, mereka menentang usulan dari
komunikan.44
Dengan demikian seorang da’i harus mengetahui keberagaman mad’u dari
sudut ideologi, mereka ada yang atheis, musyrik, yahudi, nasrani, dan
43 Munzier Saputra, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet-1, hal. 88
44 Wahyu Illahi, Op. Cit, hal. 88
30
munafik. Ada juga yang muslim tapi masih membutuhkan bimbingan atau
umat Islam yang masih melakukan maksiat, mereka juga berbeda dari segi
intelektual, status sosial, kesehatan, pendidikan, ada yang buta huruf, ada
yang kaya, ada yang miskin, ada yang sehat dan yang sakit.
c. Materi Dakwah
Seorang da’i yang bijakasana adalah orang yang dapat mempelajari
realitas masyarakat dan kepercayaan mereka serta menempatkan mereka
pada tempatnya masing-masing, kemudian ia mengajak mereka
berdasarkan kemampuan akal, pemahaman, tabi’at, tingkat keilmuan dan
status sosial mereka dan seorang da’i yang bijak adalah yang mengetahui
metode yang akan dipakainya.45
Materi (maddah) dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang
disampaikan da’i dan mad’u, pada dasarnya bersumber dari Al-Qur’an dan
hadist sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syariah, dan akhlak.46
d. Metode Dakwah
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “mete” (melalui)
dan ”hodos” (jalan cara), maka metode adalah cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan.47 Metode dakwah adalah cara-cara
45 Said Al-Qathani, Menjadi Da’i Sukses, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), cet-1, hal.
9746 Nurul Badrutaman, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, (Jakarta: Grafindo,
2005), hal. 10947 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 61
31
yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi
dakwah.48 Atau kumpulan kegiatan untuk mencapai satu tujuan tertentu.
Pada surat An-Nahl ayat 165 menerangkan bahwa berdakwah itu
hendaknya dengan menggunakan metode hikmah (bijaksana) dan
mauidzhah hasanah (nasihat yang baik) agar orang-orang yang diajak
selalu mendapatkan siraman rohani yang merupakan obat penenang hati di
dalam setiap masalah. Bahkan ayat Al-Qur’an yang memanggil umat Islam
untuk melakukan dakwah bil hikmah dan maidzhah hasanah serta
mujadalah bil ihsan pada saat itu telah dipahami secara luas sebagai proses
komunikasi dan edukasi. Dengan demikian, prinsip-prinsip metode serta
teknik komunikasi dan edukasi berlaku dan berkembang dalam kegiatan
dakwah, selain itu juga terus menerus mengolah dan mengembangkan
pesan dari kegiatan dakwah tersebut.49
e. Media Dakwah
Media dakwah adalah peralatan dakwah yang digunakan untuk
menyampaikan atau menyalurkan materi dakwah.50 Dewasa ini, jenis-jenis
media atau sarana dakwah sangat banyak jumlahnya, antara lain: radio,
video, rekaman, televisi, surat khabar, majalah, tabloid, dan bahkan
jaringan informasi melalui komputer internet.
48 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Ciputat: Logos, 1997),
hal. 3449 M. Habib Chirzin, Orientasi Lembaga Dakwah dan Agenda Dakwah Masa
Depan, Seminar Nasional Dakwah dan Politik, (Jakarta: 12 September 1995), hal. 550 Wardi Bachtiar, Op. Cit, hal. 34
32
Media dakwah merupakan sarana untuk menyampaikan pesan agama
dengan mendayagunakan alat-alat atau temuan tekhnologi modern yang
ada pada zaman ini. Dengan begitu, banyaknya media dakwah yang
tersedia. Mereka seorang da’i memilih salah satu atau beberapa media saja
sesuai dengan tujuan atau hendak yang ingin dicapai sehingga apa yang
menjadi tujuan dakwah dapat tercapai dengan efektif dan efesien.
f. Tujuan Dakwah
Pada dasarnya dakwah dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan dan
kebahagiaan (sa’aah) bagi umat manusia baik dalam kehidupan mereka di
dunia maupun di akhirat kelak.51 Jika ditinjau dari aspek psikologis tujuan
dakwah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan, dan
pengalaman ajaran agama yang disampaikan oleh seorang da’i. sehingga
ruang lingkup dakwah meliputi masalah pembentukan sikap mental dan
pengembangan motivasi yang bersifat positif dalam segala aspek
kehidupan.52
g. Keberhasilan Dakwah
Ada beberapa kemungkinan menurut Ahmad Mubarok untuk keberhasilan
dakwah. Kemungkinan pertama, karena pesan dakwah yang disampaikan
seorang da’i memang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang
51 Dr. A. Ilyas Ismail, M.A, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekonstruksi
Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadani, 2006), cet-1, hal. 14052 H. M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet-4, hal. 5
33
merupakan suatu keniscayaan yang tidak mungkin ditolak, sehingga
mereka menerima pesan dakwah itu dengan antusias.
Kemungkinan kedua, kerena faktor seorang da’i, yaitu da’i tersebut
memiliki daya tarik dan pesona yang menyebabkan masyarakat sudah
dapat menerima pesan dakwahnya meski kualitas dakwahnya bisa jadi
sederhana saja.
Kemungkinan ketiga, karena kondisi psikologi masyarakat yang sedang
haus terhadap siraman rohani dan mereka terlanjur memiliki persepsi
positif pada setiap da’i, sehingga pesan dakwah sebenarnya kurang jelas
ditafsirkan sendiri oleh masyarakat dengan penafsiran jelas.
Kemungkinan keempat, karena faktor keemasan yang menarik, masyarakat
yang semula acuh tak acuh terhadap agama dan juga terhadap da’i setelah
paket dakwah yang diberi keemasan lain, maka paket dakwah berhasil
menjadi stimuli yang menggelitik persepsi masyarakat dan akhirnya
mereka pun merespon positif.53
3. Bentuk – Bentuk Dakwah
a. Dakwah bi al-Lisan
Dakwah ini dilakukan dengan menggunakan lisan, antara lain: qaulun
ma’rufun, dengan berbicara dalam pergaulan sehari-hari yang disertai
dengan misi agama yaitu agama Islam.
53 Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), cet-1,
hal. 161
34
b. Dakwah bi al-Hal
Dakwah yang dilakukan melalui berbagai kegiatan yang langsung
menyentuh kepada masyarakat sebagai obyek dakwah atau berdakwah
melalui perbuatan, mulai dari tutur kata, tingkah laku, sampai dengan pada
kerja bentuk nyata seperti mendirikan panti asuhan, fakir miskin, sekolah-
sekolah, rumah ibadah, dan lain-lain.54
c. Dakwah bi al-Qalam
Berbicara dakwah bi al-qalam tidak terlepas dengan memahami makna
tulisan. Dalam konteks ini, tulisan memiliki dua fungsi. Pertama, sebagai
alat komunikasi atau komunikasi ide yang produknya berupa ilmu
pengetahuan. Kedua, sebagai alat komunikasi ekspresi yang produknya
berupa karya seni (jurnalistik).55
4. Hubungan Retorika dengan Dakwah
Hubungan retorika dengan dakwah amatlah erat. Dalam komponen
kegiatan dakwah dan retorika memiliki keterkaitan, terutama ha ini dapat
dilihat dari segi media yang dipergunakan. Apakah media lisan, tulisan,
dan sebagainya. Di sini unsur bahasa memegang peranan yang sangat
menentukan.
Hubungan retorika dengan dakwah, T. A. Latief Rosydi dalam bukunya
“Dasar-dasar Retorika, Komunikasi dan Informasi” menyebutkan:
54 Rafi’uddin, dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah,
(Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 2455 Nurul Badrutaman, Op. Cit, hal. 175
35
“… Kemampuan dalam kemahiran menggunakan bahasa untuk melahirkan
pikiran dan perasaan itulah sebenarnya hakikat retorika. Kemahiran dan
kesenian menggunakan bahasa adalah masalah pokok dalam
menyampaikan dakwah. Karena itu antara dakwah dan retorika tidak bisa
dipisahkan. Di mana ada dakwah di sana ada retorika. Retorika dalam
artinya yang lama (sempit) di dalam bahasa arab Fannul Khitabah.56
Kesuksesan seorang da’i dalam khutbahnya lebih banyak ditunjang dan
ditentukan oleh kemampuan retorika yang dimiliki oleh da’i tersebut.
Jikalau dakwah belum berhasil seperti yang dicita-citakan dan menurut
garis yang telah ditetapkan semula, mungkin karena cara persuasi
(retorika) tidak menjadi perhatian dan tidak terpenuhi oleh para da’i.
Berdasarkan uraian di atas maka jelaslah bahwa retorika dan dakwah
amatlah erat hubungannya. Retorika dengan demikian dapat dikatakan
sebagai saran untuk mencapai tujuan dakwah tersebut. Dengan kata lain
pula, keberhasilan atau kegagalan dakwah itu sangat tergantung pada
retorika karena retorika tidak lain adalah seni pidato.
56 M.H. Israr, Op. Cit, hal. 94
36
BAB III
BIOGRAFI K.H JAMHARI ABDUL JALAL
A. Riwayat Hidup K.H. Jamhari Abdul Jalal
K.H. Jamhari Abdul Jalal adalah seorang putra dari Bapak Abdul Jalal,
Beliau dilahirkan di Kendal, pada tanggal 21 Agustus 1949. Beliau menikah
dengan seorang perempuan yang bernama Hj. Rahmah Manaf. Dari hasil
pernikahan tersebut, beliau dikaruniai 4 orang putra dan 2 orang putri, mereka
adalah Ridho Makky, S.Pd.I, Musthofa Zahir, S.Pd.I, Lc, Fathi Mubarok, Muna
Maulida, Sofa, dan Burhanur Robbi. Dari ke enam anak beliau, di antara mereka
sudah ada yang menikah yaitu Makky, S.Pd.I dan Musthofa Zahir, S.Pd.I, lc.1
Adapun mengenai pendidikan beliau formal dan non formal, di antaranya:
1. Beliau memulai pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (RS) dan tamat pada
tahun 1962
2. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Rakyat, beliau langsung
melanjutkan pendidikan di tingkat menengah, yaitu di Sekolah Menengah
Pertama (SMP Kanisius)
3. Tamat dari SMP Kanisius, beliau dikirim ke pesantren oleh ayahnya untuk
mengenyam pendidikan agama lebih mendalam. Adapun pesantren yang
pernah beliau tempati antara lain: Pondok Pesantren Luhur Mangkang
1 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau.
37
Dongdong Semarang Jawa Tengah, Pondok Pesantren Kaliwungu Kendal
Jawa Tengah, Pondok Pesantren Krayapan Kandal Jawa Tengah, dan
terakhir Pondok Modern Gontor Darussalam Ponorogo Jawa Timur.
4. Setelah beliau menimba ilmu di beberapa pesantren beliau melanjutkan
studinya di tingkat perguruan tinggi yaitu IPD. Fakultas Tarbiyah
Ponorogo Jawa Timur dan selesainya beliau dari perguruan tinggi tersebut,
beliau melanjutkan studinya ke Ummul Qura University Makkah Al
Mukarromah, Saudi Arabia, Fak. Syariah.2
Sepulangnya beliau dari Saudi Arabia, beliau langsung dipinta untuk
mengabdikan dirinya di berbagai Pondok Pesantren. Adapun pengalaman beliau
mengajar dan mendidik, di antaranya: Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar
Ponorogo Jawa Timur, Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa
Timur, Pondok Pesantren Darur Rahman Jakarta, Pondok Pesantren Darunnajah
Ulujami Jakarta, dan pada akhirnya beliau mendirikan lembaga sendiri yaitu
Pondok Pesantren Darunnajah yang terletak di Wilayah Cipining-Bogor dari tahun
1986 sampai sekarang dengan memegang mandat dan amanah dari K.H.
Mukhayar. K.H. Jamhari Abdul Jalal dipercayakan untuk menempatkan posisi
sebagai Pimpinan Pondok Pesantren.3
B. Organisasi dan Aktivitas Dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal
2 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau.3 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau.
38
K.H. Jamhari Abdul Jalal dikenal dengan sosok yang sangat bersahaja,
santun dalam bertutur dan bersikap serta mudah berinteraksi di masyarakat. Oleh
karena itu, di masa saat beliau masih nyantri, beliau memegang amanah untuk
bertanggung jawab dalam mengatur dan mengurusi di Bidang Pembangunan dan
Dapur Umum. Mulai hal-hal kecil tersebut beliau belajar banyak tentang
organisasi.
K.H Jamhari Abdul Jalal adalah seorang sosok yang juga aktif di berbagai
organisasi, baik organisasi yang ada dalam instansi kepemerintahan seperti rukun
tetangga dan rukun warga, maupun organisasi kemasyarakatan seperti remaja
masjid dan paguyuban. Beliau pun belajar bagaimana berorganisasi dengan baik
dan bagaimana mengelola organisasi itu dengan semaksimal mungkin. Pada
akhirnya ide-ide, gagasan, atau pun hasil pemikiran beliau pun banyak diterima
oleh rekan-rekan seperjuangan dan lingkungan sekitar.
Dengan demikian, nama K.H. Jamhari Abdul Jalal semakin akrab mulai
dari masyarakat sekitar hingga aparatur pemerintahan. Sampai-sampai beliau
pernah diberi mandat sebagai tim sukses salah satu calon lurah di wilayah saat
beliau tinggal.4 Adapun keikutsertaan beliau dalam beberapa organisasi, di
antaranya:
1. Beliau pernah menjabat sebagai ketua Yayasan Darul Amanah Sukorejo
Kendal Jateng,
4 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau.
39
2. Beliau pernah menjabat sebagai ketua Yayasan Darul Muttaqien Parung
Bogor Jabar,
3. Beliau pernah menjadi bagian dari Pengurus MUI Bogor Jabar,
4. Beliau pernah menjadi bagian dari Pengurus BAZIS Bogor Jabar,
5. Beliau pernah menjadi bagian dari Pengurus ICMI Orsat. Leuwi Liang
Bogor Jabar.
Kemudian pada saat ini, K.H. Jamhari Abdul Jalal mendapatkan
kepercayaan penuh dan memegang amanah serta sebagai ketua Dewan Nadzir
Yayasan Darunnajah Jakarta dan pimpinan Pesantren Darunnajah Cipining Bogor
sampai sekarang.5
C. Gambaran Pondok Pesantren Darunnajah Cipining
1. Sejarah Berdirinya
Pondok Pesantren Darunnajah Cipining didirikan oleh seorang Kyai
yang bernama K.H. Manaf Mukhayyar, yang dilahirkan di Jakarata pada
tanggal 29 Juni 1922 dan wafat di Jakarta pada tanggal 18 september 2005.
Pondok Pesantren Darunnajah Cipining berdiri atas dasar inisiatif
K.H. Mukhayar karena pada tahun 1985-1986 mulai dirasakan bahwa Pondok
Pesantren Darunnajah Ulujami di Jakarta Selatan tidak dapat menampung
seluruh peminat yang mendaftar dan sekaligus membantu program
pemerintah untuk mencerdasarkan kehidupan Bangsa, dalam rangka
5 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau.
40
pembangunan manusia seutuhnya. Hal ini mendorong pendiri pesantren untuk
segera mencari lokasi lain, guna membuka pesantren baru sebagai
pengembangan dasar pesantren yang telah ada, agar dapat menampung minat
para pendaftar tersebut.
Maka pada tahun 1986, dimulai pencarian lokasi tanah yang
memungkinkan dan akhirnya ditemukanlah kampung Cipining, Desa
Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lalu dimulai
pembelian tanah tegalan dan perkebunan milik penduduk, dari hasil iuran
santri Darunnajah Ulujami dan donantur serta para dermawan. Selanjutnya
dikukuhkan dengan persetujuan Gubernur Jawa Barat (Tertuang dalam SK.
NO. 593.82/SK. 259.S/AGR-DA/225-87, tanggal 24 ferbruari 1987) di lokasi
seluas 70 hertar.
Pada tahun 1987 dimulai pembangunan 16 ruang kamar dan kelas
serta beberapa bangunan lain yang kemudian dapat diselesaikan pada bulan
Juni 1988.
Pada tanggal 18 Juni 1988, diresmikanlah pembukaan Pesantren
Darunnajah 2 Cipining Bogor dan program pendidikannya dengan jumlah
santri putra sebanyak 200 orang (kelas 1 Tarbiyatul Mu’allimin Al
Islamiyah/I MTs.). hampir seluruh santri berasal dari peminat yang mendaftar
di Pesantren Darunnajah 1 Ulujami Jakarta. Hadir pada acara pembukaan
tersebut antara lain Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, Pengurus
41
Yayasan Darunnajah, tokoh masyarakat sekitar persantren dan segenap santri
dan wali santri.6
2. Visi dan Misi
Pondok Pesantren Darunnajah Cipining mempunyai visi “IMAMA”.
Yang berarti, keberadaan pondok ini ingin melahirkan dan mencetak para
pemimpin yang bertaqwa, berpengetahuan luas, dan menyampaikan
kebenaran serta mengaplikasikan ilmunya di masyarakat sekitar.
Adapun misi Pondok Pesantren Darunnajah Cipining adalah
mendalami pengetahuan tentang (ilmu-ilmu) agama islam/tafaqquh fi ad dien,
melihat mu’amalah ma’a al kholiq dan mu’amalah ma’a annas, melihat
kepemimpinan yang tangguh dan bertanggung jawab, menyelenggarakan
latihan-latihan seperti mengajar, da’wah islamiyah, baik dengan lisan maupun
tulisan dan life skills.7
3. Tingkat dan Unit Pendidikan
Tarbiyatul Mu’allimin Wa al-Mua’llimat al Islamiyah (TMMI) dalam
pengertian Indonesia adalah Pendidikan Keguruan, ditempuh selama 6 tahun
(3 tahun Madrasah Tsanawiyah dan 3 hatun Madrasah Aliyah ), dengan
diberikan kesempatan untuk mengikuti Ujian Negara (UN/UAS), juga
diselenggarakan Kelas Intensif (1 tahun) bagi mereka yang ingin
6 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau.7 Hasil Observasi dan Data dari Pusat Informasi Pondok Pesantren Darunnajah
Cipining
42
memperdalam keagamaan dan sekolah bahasa. Sebagai persiapan masuk ke
kelas X Madrasah Aliyah. Adapun unit-unit pendidikan yang diselenggarakan
Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining Bogor yaitu sebagai berikut:
a. Tarbiyatul Mu’allimin Wa al-Mua’llimat al Islamiyah (TMMI),
berasrama, putra putri.
b. Raudhatul Athfal, non asrama, putra putri.
c. Taman Pendidikan Al-qur’an, non asrama, putra putri.
d. Madrasah Ibtidaiyah, berasrama dan non asrama, putra putri.
e. Madrasah Diniyah/Sekolah Agama, non asrama, putra putri.
f. Madrasah Tsanawiyah, berasrama dan non asrama, putra putri.
g. Madrasah Aliyah, berasrama dan non asrama, putra putri.
h. Pesantren Kanak-Kanak, berasrama, putra putri.
i. Sekolah Menengah Pertama (SMP), berasrama dan non asrama,
Putra/putri.
j. Majlis Ta’lim, masyarakat/kaum ibu. (Pengantar TK, MI dan
masyarakat umum sekitar pesantren).
k. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berasrama dan non asrama
putra/putri.8
4. Kegiatan Extrakurikuler
8 Hasil Observasi dan Data dari Pusat Informasi Pondok Pesantren Darunnajah
Cipining
43
Kegiatan ini dikategorikan dalam dua hal, yakni yang wajib diikuti
oleh seluruh santri/siswa dan kegiatan yang dianjurkan di dalam
keikutsertaannya.
a. Kegiatan wajib
Muhadhoroh (latihan berpidato), (Indonesia,Arab dan Inggris).
Pramuka
Pendidikan Komputer
Praktek Mengajar (kelas III MA)*
Ptaktek Da’wah dan Pengembangan Masyarakat (kelas III MA)*
Kursus Mahir Dasar (kelas I MA)*
Riset Kependidikan (kelas III MA)*
Pengajian Kitab (Tafsir Al-Qur’an Al-Hadits, Sejarah Nabi dan
Sahabat, Kitab Fiqih/Kuning dan Kitab tentang Akhlak)
Seni Beladiri (pencak silat)
Organisasi dan Kepemimpinan (MA)
Safari Da’wah ke Masyarakat (seminggu sekali)
b. Kegiatan pilihan/Anjuran
Tilawah (seni baca) dan kajian Al-Qur’an
Rihlah Ilmiyah (study tour)
Olahraga
Keterampilan
Seni Budaya (teater, drumband,dll)
44
Koperasi, dan
Pertanian (kewirausahaan).9
5. Panca Jangka, Panca Jiwa dan Motto Pesantren
a. Panca Jangka Pesantren
Di dalam mengembang tugas, mengurus dan mengembangkan Pesantren
Darunnajah 2 Cipining Bogor, diambil kebijaksanaan strategi sistematis
dan berencana yang tertuang di dalam Panca Jiwa Pesantren, yaitu:
Peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran
Pembangunan sarana fisik yang memadai
Penggalian sumber dana
Penyiapan dan pemantapan kader
Pemenuhan kebutuhan umat/masyarakat sesuai dengan kemampuan
pesantren.10
b. Panca Jiwa Pesantren
Panca Jiwa Pesantren adalah keikhlasan, kesederhanaan, ukhuwah
islamiyah, berdikari dan kebebasan.11
c. Motto Pesantren
9 Hasil Observasi dan Data dari Pusat Informasi Pondok Pesantren Darunnajah
Cipining10 Hasil Observasi dan Data dari Pusat Informasi Pondok Pesantren Darunnajah
Cipining11 Hasil Observasi dan Data dari Pusat Informasi Pondok Pesantren Darunnajah
Cipining
45
Motto Pesantren itu sendiri adalah berbudi tinggi, berbadan sehat,
berpengetahuan luas, berfikir bebas, dan kreatif.12
6. Saran dan Presana serta Aset Pesantren
Pesantren Darunnajah Cipining memiliki beberapa sarana dan
prasarana yang menunjang segala aktifitas dan kegiatan yang ada di
dalamnya, yaitu:
a. Masjid (3 bangunan)
b. Gedung asrama Santri dan Guru
c. Gedung Sekolah/Ruang Belajar
d. Sarana MCK, Toilet dan Instalasi air bersih
e. Sarana air minum ultraviolet
f. Perumahan Guru Keluarga
g. Laboratorium Komputer (42 unit) Pentium IV
h. Aula (Gedung Pertemuan)
i. Perpustakaan (Pesantren dan Sekolah)
j. Lapangan Olahraga (Sepakbola, Basket, Volley, Badminton, Takraw,
dll)
k. Balai Kesehatan
l. Koperasi (Waserda dan Kantin)
m. Wartel
n. Alat Musik (gitar, rebana, drum band, dll)
o. Lahan Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Perikanan
12 Hasil Observasi dan Data dari Pusat Informasi Pondok Pesantren Darunnajah Cipining
46
p. Telephone dan Facsimile
q. Dapur Umum
r. Listrik PLN (33.000 Watt)
s. Rumah Pimpinan Pesantren
t. Kendaraan/Mobil 2 buah, motor 1 buah
u. Diesel Listrik dan Pompa air
v. Gudang penyimpanan
w. Kantor TU/Kepala Sekolah, Keuangan, Sekretariat Pesantren dan
Organisasi Pelajar.
x. Danau seluas ± 5000m.13
13 Hasil Observasi dan Data dari Pusat Informasi Pondok Pesantren Darunnajah
Cipining
47
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
A. Konsep Retorika menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal
Da’i merupakan subyek dalam aktivitas dakwah. Mau tidak mau, harus
memahami dan mengerti ilmu retorika, yang pada akhirnya mengarahkan pada
keberhasilan dakwahnya.
Adapun menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal, retorika adalah berbicara atau
berkomunikasi dihadapan orang banyak dengan menggunakan kata yang baik dan
santun serta menggunakan gaya atau seni pada saat berdakwah, sehingga mad’u
enak mendengarkan apa yang disampaikan.1
Retorika pada dasarnya selalu digunakan dalam setiap dakwah dengan
lisan, tidak ada dakwah dengan lisan tanpa menggunakan retorika. Oleh karena itu
retorika menjadi sesuatu yang penting dan haris dimiliki setiap da’i.
Ust Ahmad Rosichin berpendapat tentang K.H. Jamhari Abdul Jalal,
bahwa retorika yang beliau gunakan sangatlah bijaksana. Beliau pandai memilah-
milih kata dan kata yang digunakan bervariatif melihat kualitas mad’u. Jadi,
1 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
48
mad’u dengan mudah memahami dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.2
Dalam retorika seorang da’i idealnya dituntut mempunyai kepandaian
dalam berbicara. Perubahan-perubahan retorika menyesuaikan dengan tujuan yang
akan dicapai, maka buku-buku pegangan mengenai retorika juga hanya mencakup
sebagian saja dari aspek retorika yang ada. Tiap zaman memilih dan menentukan
aspek yang dianggapnya pantas. Dengan kata lain, tiap zaman orang bebas
menciptakan seni wacana baru yang dianggapnya paling sesuai.
Fungsi retorika menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal adalah agar mad’u
senang dan mudah memahami apa yang disampaikan dan diuraikan. Tanpa
retorika, dakwah akan sangat hambar dan monoton. Maka, dengan retorika dapat
dikemas sedemikian rupa agar menarik perhatian mad’u dan kebutuhan mad’u
tentang dakwah itu sendiri tersalurkan dengan baik.3
Retorika juga berfungsi sebagai pembimbing atau pengarah da’i untuk
mengambil keputusan yang tepat, memahami masalah kejiwaan manusia pada
umumnya dan kejiwaan orang-orang yang akan datang dan sedang dihadapi,
menemukan ulasan yang baik, dan mempertahankan diri serta mempertahankan
kebenaran dengan alasan yang masuk akal.
Dalam berdakwah seorang da’i dituntut agar memahami betul apa yang
diinginkan mad’u agar dakwah yang disampaikan benar-benar sampai kepada
2 Wawancara Pribadi dengan Ust Ahmad Rosichin, tanggal 06 Maret 2012 di Kediaman Beliau
3 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
49
masyarakat sehingga dapat merubah jalan fikiran orang lain ke dalam perbuatan
yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.
Seni berbicara merupakan rasa atau warna yang melengkapi setiap kata
yang terlontar dalam proses komunikasi, sehingga setiap kata yang keluar dari
lisan dan enak didengar serta mampu membuat jamaah terpukau.
Retorika sangat dibutuhkan menjadi penambah daya tarik yang
disampaikan untuk mad’u. Berdakwah tanpa retorika bagaikan sayur asam kurang
garam. Jadi, yang membuat dakwah itu lengkap adalah retorika.4
Penggunaan humor saat berdakwah itu hanya sisipan untuk menghidupkan
suasana dakwah itu sendiri. Tanpa humor pun, isi ceramah tetap mempunyai daya
sentuh yang kuat untuk audience, maka akan berhasil dakwahnya. Jadi humor itu
bersifat sisipan, boleh ada atau boleh tidak. Kembali kepada karakter dan ilmu
pengetahuan yang dimiliki seorang da’i. Yang terpenting mad’u harus khusu’ dan
meresapi pesan dakwah yang disampaikan oleh da’i-da’i.
Menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal, humor itu humor itu menjadi salah
satu bagian dari retorika walau hanya sebatas pelengkap dan pemanis agar dakwah
lebih segar dalam menerima materi agama. Jika tema yang disampaikan secara
monoton atau serius, maka akan menciptakan image terlalu serius dan terkadang
membosankan.5
4 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau5 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
50
Humor bukan menjadi salah satu penentu keberhasilan dakwah, tetapi
menjadi bagian dari retorika. Dalam menggunakan humor, seorang da’i harus
dengan cermat memahami mad’u yang ada dihadapannya. Pilihan kata yang tidak
bijak bisa menjadi dampak negatif pada dakwah itu sendiri, maka dari itulah perlu
pertimbangan dalam menciptakan humor dalam berdakwah.
Ust Katena Putu Gandhi meyakini bahwa K.H. Jamhari Abdul Jalal
memahami betul jika dakwah itu bersifat monoton, maka akan membuat mad’u
merasa jenuh dan bosan. Namun, beliau dapat mempertimbangkan seberapa
besarkah humor itu dikeluarkan agar dakwah yang beliau sampaikan tetap bisa
diterima dan dipahami oleh mad’u.6
Batasan humor dalam retorika harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi saat berhadapan dengan mad’u. contoh; saat da’i berhadapan dengan
orang yang tidak begitu mengenal agama maka bahasa retorika pun harus
disampaikan dengan menggunakan tingkat sesederhana mungkin.7
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa K.H. Jamhari
Abdul Jalal dalam menjadikan retorika bagian atau alat dakwah amatlah
bijaksana. Beliau tidak begitu saja memakai retorika tanpa mempertimbangkan
kualitas jamaahnya. Retorika memang menjadi seni namun tetap harus terjaga
kualitas dakwah itu sendiri, dengan demikian retorika tersebut menjadi salah satu
keberhasilan dalam berdakwah.
6 Wawancara pribadi dengan Ust Katena Putu Ghandi, tanggal 07 Maret 2012 di
Kediaman Beliau7 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
51
B. Konsep Dakwah menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal
Dakwah dilakukan dengan berbagai kegiatan atau aktifitas yang memiliki
strategi dan pendekatan yang menarik sehingga dakwah itu menjadi berharga.
Kegiatan dakwah itu sendiri tidak terpatok hanya dengan berceramah, namun
sebenarnya sangatlah luas.
K.H. Jamhari Abdul Jalal berpendapat, bahwa dakwah itu banyak
macamnya. Mengajar itu dakwah, mengajarkan pengajian-pengajian juga dakwah,
membangun masyarakat juga dakwah, dan membina masyarakat juga semuanya
dakwah. Jadi, dakwah itu luas, baik itu bersifat formal maupun nonformal.8
Konsep dakwah yang digunakan beliau sangat variatif, mulai dari isi atau
materi sampai dengan metode yang digunakan. Isi atau materi saat berdakwah,
beliau tidak hanya pada satu pokok, seringkali beliau menyampaikan sesuatu yang
sedang mencuat di masyarakat dan penyampaiannya itu penuh dengan ketegasan
jadi jamaah tidak merasa bingung.
Dengan demikian, dakwah secara luas bukan hanya ceramah mimbariyyah
saja, akan tetapi merupakan praktek dalam kehidupan sehari-hari yang
mempunyai nilai ajakan kepada orang lain agar mereka tertarik pada pengamalan
ajaran agama Islam. Oleh karena itu, memberikan contoh kepada orang lain dalam
kebaikan, maka itu disebut dakwah.
8 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
52
Tujuan dakwah menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal salah satunya yaitu
Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Pada intinya mengajak umat ke jalan taqwa dan juga
memberikan penjelasan tentang hak dan batil. Seorang da’i saat berdakwah harus
mempunyai tujuan, sehingga dapat tercapai apa yang diharapkan dan dakwah itu
tidak sia-sia.9
Melihat dari tujuan dakwah tersebut, sebenarnya dakwah sudah semakin
mudah menerapkannya dengan seiringnya perkembangan dunia, maka dakwah
pun semakin berkembang. Metode-metode dan strategi-strategi yang digunakan
oleh da’i-da’i bisa lebih efektif dan efesien serta harapan dari sebuah dakwah bisa
terealisasikan. Da’i-da’i tidak terlepas mengacu pada metode yang ditawarkan
oleh Al-Qur’an, yaitu dengan hikmah wal mauidzhotil hasanah wal mujaddalah.
Begitu pun halnya dengan beliau mengacu pada metode tersebut.10
K.H. Jamhari Abdul Jalal menyatakan bahwa perkembangan dakwah
sebenarnya sudah sangat berkembang pesat terlebih didukung dengan media-
media komunikasi yang semakin terbuka untuk menyiarkan agama Islam, jadi
tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak menyampaikan suatu risalah. Jika
seseorang tidak mampu melakukan dakwah dengan lisan maka berpeluang
menyampaikan dakwah tersebut melalui media-media yang ada saat ini.11
9 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau10 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau11 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
53
Bagi beliau, dalam berdakwah tidak ada batasan umur maka beliau
berdakwah sampai akhir hayat karena itu sudah menjadi sebuah kewajiban setiap
insan di muka bumi yang mendapatkan anugerah dari Allah swt. Dalam
berdakwah yang paling penting adalah kita harus mempertebal kualitas dakwah
mulai dari materi-materi dakwah dan pengaplikasian diri dengan apa yang
disampaikan kepada mad’u.12
Menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal, da’i yang professional yaitu da’i yang
menganggap bahwa ceramah itu adalah sebagai bagian dari diri sendiri dan yang
menjadi tanggung jawab moral bagi da’i itu sendiri, bukan bertujuan untuk
kepentingan diri da’i sendiri. Kegagalan berdakwah menurut beliau itu beragam.
Dakwah yang disampaikan tidak sama dengan perilaku seorang da’i dan isi
dakwah yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan mad’u serta
penyampaian dakwah itu sendiri yang sedikit kurang bisa diterima oleh mad’u
karena da’i tersebut tidak mengetahui karakteristik mad’u. Apalagi saat seorang
da’i tersebut mengharapkan imbalan materi dari apa yang disampaikan.13
Sebagai da’i harus memberikan uswatun hasanah kepada mad’u tentang
ibadah dan mauamalah dalam praktek kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Dengan demikian, ketika da’i mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan
sementara da’i juga harus mencontohkannya kepada mad’u, maka mad’u akan
menerima dan mengikutinya. Oleh karena itu, nasehat atau pesan beliau untuk
12 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau13 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
54
da’i-da’i atau pun muballigh-muballigh yang mau mengharapkan kesuksesan
dalam berdakwah adalah seorang da’i harus ikhlas dalam berdakwah dan mau
belajar untuk memperdalam agar dakwah itu menjadi sangat berharga. Kemudian
seorang da’i bukan hanya mempunyai tugas menyampaikan saja namun lebih dari
itu, mulai dari tanggung jawab moral dan juga perkembangan Islam itu sendiri.
Dakwah bukanlah mainan tapi sebuah amanah besar, jadi dakwah itu harus
terkonsep secara jelas dan baik. Banyak aspek yang harus dipahami dan
dimengerti oleh seorang da’i agar dakwah itu benar-benar tersampaikan tanpa ada
cacat.14
Da’i yang terbilang sukses dan professional bagi beliau adalah da’i yang
berdakwah bukan hanya pada ceramah saja melainkan dakwah melalui berbagai
hal. Seorang da’i harus menjadi contoh untuk mad’u atau jamaahnya. Suksesnya
seorang da’i adalah seberapa besar mad’u memahami dan menerapkan apa yang
disampaikan oleh da’i itu sendiri. 15
C. Penerapan retorika dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal
K.H. Jamhari Abdul Jalal mengatakan bahwa sebelum berdakwah ada
faktor-faktor atau aspek dalam berdakwah yaitu ikhlas dan sabar. Apapun dan
14 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau15 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
55
bagaimana pun kondisinya seorang da’i harus menetapkan hatinya pada dua aspek
tersebut.16
Retorika dengan dakwah saling berhubungan karena dakwah adalah untuk
mengajak dan menyeru kepada kebaikan maka retorika menjadi alat untuk
bagaimana dakwah itu menjadi lebih enak dan nyaman diterima dan dipahami
oleh mad’u. Saat berdakwah itu, seorang da’i harus memiliki harus memiliki seni
dan gaya penyampaian maka disitulah retorika berperan untuk keberhasilan
dakwah itu sendiri.17
Retorika yang digunakan, strategi yang dianggap jitu dan humor yang
memaniskan isi dari penyampaian tidaklah berarti, jika seorang da’i jika seorang
da’i mengharapkan imbalan bersifat materi dari mad’u. seni yang mempesona.
Penampilan yang luar biasa hanya menjadi tontonan belaka, jika rasa keikhlasan
dan kesabaran seorang da’i tidaklah kuat dan penuh keteguhan hati.
Rasulallah saw bersabda “Khotibunnas ,,ala Qadri ,,Uqullihim” yang
berarti “berbicaralah kalian menurut kadar kemampuan mereka”. Oleh karena
itu, sebagai seorang da’i harus mengetahui dan menyesuaikan diri kepada kondisi
dan situasi mad’u dalam berdakwah. Menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal ada tiga
klasifikasi mad’u yang beragama Islam, yang harus disesuaikan oleh da’i dalam
berdakwah, sebagai berikut:
16 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau17 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
56
1. Golongan umat Islam yang matang dalam beragama, yaitu mereka yang
menyadari diri bahwa mereka berasal dari Allah dan akan kembali kepada
Allah swt. Cara berdakwah kepada orang yang matang dalam beragama
yaitu dengan mengajak mereka untuk selalu istiqomah dalam menjalankan
pengabdian diri yang ikhlas kepada Allah swt.
2. Golongan umat Islam yang berada dipertengahan, yaitu mereka yang
belum matang dalam beragama, mereka berada dalam golongan ittiba
(mengikuti kepada orang yang mengerti dan mengetahui dari mana sumber
ajaran tersebut, namun mereka belum memfokuskan diri untuk mendalami
tentang pengetahuan agama Islam). Cara berdakwah kepada orang yang
berada dipertengahan dalam beragama yaitu dapat mengajak mereka untuk
mencapai kepada kematangan dalam beragama atau lebih memantapkan
diri dalam beragama dan meyakini dalam hati bahwa kita milik Allah dan
akan kembali kepada Allah swt.
3. Golongan muslim yang awam, yaitu mereka yang belum mengetahui
agama secara mendalam, mereka tergolong orang-orang yang taqlid (ikut-
ikutan dalam beragama, belum mengetahui agama Islam secara kafah).
Cara berdakwah kepada orang yang awam yaitu dengan mengajak mereka
agar lebih mengetahui dan mencintai terhadap ajaran agama Islam yang
dapat menyelamatkan mereka hidup di dunia dan akhirat.18
Melihat dari pada golongan yang telah dipaparkan oleh beliau, maka pada
akhirnya dakwah memang harus dipertimbangkan dari segala aspek seperti segi
18 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
57
bahasa yang digunakan, sifat bahasa yang digunakan, dan lain-lain. Tidaklah sama
antara satu orang dengan sekumpulan jamaah pada saat mendengarkan dakwah
beliau maka dari itu saat berdakwah perlu mengenal dan memahami kerakteristik
mad’u yang ada dihadapannya.
K.H. Jamhari Abdul Jalal dengan segala pengalaman dakwah yang beliau
miliki, sudah tentu beliau tidaklah mungkin berdakwah tanpa mengenal dan
memahami mad’u. Dakwah yang beliau lakukan sangat baik karena untuk
memahami dan mengenal mad’u dengan berbagai cara. Golongan-golongan
tersebut perlu dengan keberagaman metode dan strategi dalam berdakwah. Akan
tetapi, kumpulan mater-materi yang beliau miliki cukup banyak pada akhirnya
beliau tidak begitu kesulitan.
Beliau berpendapat, dalam penerapan retorika yang efektif adalah dengan
mengetahui peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi saat ini atau dapat dikatakan
hal-hal yang sedang banyak dijadikan pembicaraan saat ini karena ini sesuatu
yang faktual dan akurat menjadi sebuah bahan retorika.19
Penerapan retorika dakwah sangat penting, demi menunjang keberhasilan
dalam berdakwah. Penerapan retorika dakwah harus tepat pada tujuan dan sasaran
mengingat beragam tingkat kesadaran dan kemampuan daya nalar masyarakat.
Untuk memudahkan penulis dalam menjelaskan jawaban terhadap penerapan
retorika dakwah yang beliau gunakan, maka penulis membaginya dalam beberapa
langkah, diantaranya:
19 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
58
1. Materi Dakwah
a. Menentukan bahan dan topik
Seorang da’I perlu mempunyai wawasan yang luas mengenai segala aspek,
meskipun memang tidak secara mutlak memilikinya. Dengan begitu
tidaklah sulit dalam menemukan bahan yang disampaikan dalam
berdakwah. K.H. Jamhari Abdul Jalal mencari bahan melalui berbagai
referensi dan melihat gejala-gejala yang sedang dihadapi oleh mad’u saat
ini melalui berbagai media.20
Beliau adalah seorang da’i yang sangat komitmen dan konsisten serta
memiliki integritas dan loyalitas yang tinggi dalam perkembangan dan
kemajuan Islam. Maka, beliau pun tidak lepas dari info-info atau isu-isu
yang menyangkut pergeseran dalam dunia Islam. Dengan begitu, beliau
mampu menemukan bahan-bahan yang aktual dan faktual.
Menurut beliau, bukan hal yang mudah karena beliau pun harus berhati-
hati agar bahan tersebut benar adanya yang terjadi di masyarakat.21 Beliau
meyakini bahwa setiap da’i harus mampu menemukan dan menentukan
bahan yang akan disampaikan saat berdakwah agar dakwah itu terfokuskan
kepada pembahasan utama.
b. Menyusun dan menguasai materi
20 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau21 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
59
K.H. Jamhari Abdul Jalal berusaha merangkai bahan tersebut menjadi
sebuah pokok-pokok penyampaian yang memiliki arah dan tujuan yang
jelas, jadi mad’u tidak kebingungan untuk memahaminya.22
Penyusunan materi dakwah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
merupakan suatu kewajiban bagi seorang da’i, agar dakwah tersebut
terarah dan terkonsep secara matang serta tingkat keberhasilannya pun
cukup baik. Namun, penguasaan dalam materi tersebut juga harus menjadi
perhatian da’i.
Khawatir isi dakwah itu menjadi melenceng jauh dari penyusunan yang
sudah disiapkan sebelumnya dan sulit membangun kredibilitas seorang
da’i. Pada akhirnya, penyusunan dan penguasaan materi menjadi hal yang
terpenting.
c. Memilih bahasa yang efektif
Menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal, ada hal yang tidak kalah pentingnya
yaitu bahasa yang digunakan maka seorang da’i harus cerdas dalam
menata bahasa yang digunakan.23
Seorang da’i harus cerdas memilah-milih kata dan mengemasnya dengan
bahasa yang tepat agar mad’u mau dan dengan mudah menangkap maksud
22 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau23 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
60
yang disampaikan. Dalam retorika, bahasa lisan harus menggunakan kata-
kata yang jelas, tepat, dan menarik.
Salah satu petunjuk Al-Qur’an bagi mereka yang menjalankan dakwah
adalah dianjurkan da’i-da’i dalam melakukan dakwah itu sesuai dengan
kadar kemampuan orang yang didakwahi dan dengan bahasa kaum
mereka, bukan dengan bahasa yang tidak dipahami oleh pendengar-
pendengar dakwah. Sebagaimana dalam firman-Nya pada Surat Ibrahim
ayat empat:
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”
d. Mengingat materi
Pokok-pokok tersebut beliau baca berulang agar beliau selalu ingat dan itu
menjadi tehnik jitu bagi beliau, ketimbang beliau menghafal teks secara
keseluruhan.24
Jika seorang da’i tidak mempersiapkan materinya dengan optimal, maka
akan berakibat fatal. Seringkali ditemui seorang da’i yang tidak
mempunyai persiapan maka akan menyebabkan timbulnya sifat ragu,
24 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok
Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
61
kaku, hilangnya konsentrasi, keluarnya keringat dingin, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, lebih baik dipertimbangkan dakwahnya dari
segala sisi.
e. Penyajian pidato
K.H. Jamhari Abdul Jalal berpendapat, dalam menyajikan pidato perlu
memperhatikan jasmaninya. Jika terlihat kurang mendukung dalam
dakwah, maka dapat membuat mad’u tidak nyaman saat
mendengarkannya. Jasmani yang beliau maksud seperti bahasa tubuh dan
suara.25
K.H. Jamhari Abdul Jalal meyakini setiap da’i memiliki
keberagaman tehnik dalam berdakwah. Dimana pun dan kapan pun,
seorang da’i perlu adanya persiapan dalam berdakwah.26 Beliau tidak
sepenuhnya dan tidak jarang pula menggunakan pada teori lima hukum
retorika, namun beliau punya pertimbangan dan tolak ukur jika
menggunakan teori tersebut. Teori lima hukum retorika sangat baik dan
berguna menjadi pedoman karena bisa menjadi sebuah solusi untuk
menciptakan dakwah yang sangat luar biasa.
Pertimbangan yang dilakukan oleh K.H. Jamhari Abdul Jalal
adalah melihat mad’u dari segala aspek, mulai dari karakter pendidikan
sampai dengan karakter psikologi mad’u. Jadi, tidak semua penyampain
25 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
26 Wawancara Pribadi dengan K.H. Jamhari Abdul Jalal, (Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah Cipining) di Kediaman Beliau
62
dakwahnya mengikuti apa yang terdapat pada teori lima hukum retorika
seperti halnya yang terdapat pada beberapa referensi. Salah satu ceramah
yang beliau sampaikan mengenai “kebersihan”:
“Kembali mengingatkan bahwa betapa pentingnya kebersihan. Islam mengajarkan kita untuk menjaga kebersihan. Kita juga diperintahkan untuk melakukan sholat 5 waktu. Tetapi sholat itu sendiri tidak akan diterima ketika seseorang itu tidak dalam keadaan bersih. Padahal sebelum sholat, kita berwudhu untuk membersihkan anggota badan. Walaupun belum tentu anggota badan kita ini kotor, tetapi kita diperintahkan untuk mebasuh muka, membasuh tangan, membasuh kaki dan anggota badan tersebut rawan untuk menjadi kotor. Tetapi sholat pun tidak akan diterima jika kita menggunakan pakaian yang kotor atau terkena najis, maka Islam memerintahkan kepada kita bahwa jika kita habis buang air sebaiknya kita beristinja atau cebok. Baik buang air kecil, apalagi jika buang air besar. Selain itu, kita dalam makan pun harus bersih. Ketika sebelum dan sesudah makan kita harus mencuci tangan kita. Begitu pula kehidupan kita harus bersih. Kita sebagai umat Islam harus menjaga keindahan dan kebersihan hidup ini. Jangan justru orang-orang islam yang menjadi contoh orang-orang yang tidak bersih atau jorok. Hal terkecil yang ada disekitar kita yaitu, kita harus menjaga kebersihan kamar. Hendaknya anggota kamar tersebut tidak membuang sampah sembarangan. Buanglah sampah pada tempatnya. Tidak baik jika sampah kertas atau plastik berada dimana-mana dalam kamar. Jika kita menyapu lantai, jangan membuangnya hanya di teras bahkan membuangnya pada selokan-selokan. Itu akan membuat lingkungan menjadi tercemar, maka buanglah sampah pada tempatnya. Untuk mempermudah pekerjaan ini, anggota kamar tersebut dapat membuat jadwal piket untuk membersihkan kamar. Jadi tidak hanya satu orang saja yang mejaga kebersihan, namun seluruhnya. Sehingga lingkungan sekitar kita menjadi bersih dan nyaman. Tak hanya itu, dalam berpakaian kita harus bersih. Walapun jika baju yang kita gunakan masih bersih tetapi sudah berkeringat, kita harus tetap menggantinya. Jika tidak, maka akibatnya kita dapat terkena penyakit kulit. Seperti gatal-gatal, panu, kudis, kurap dan lain sebagainya. Sprei kasur pun harus rutin diganti, jangan sampai 3 minggu atau selebihnya tidak diganti. Begitupun sarung bantal dan guling. Kasur pun harus menggunakan sprei, jangan sampai kita tidur di kasur yang tidak menggunakan sprei. Itu akan mempersulit untuk membersihkan kasur tersebut, maka kita harus mengatur kebersihan tersebut. Dengan itu, kita juga dapat mengajarkan kebersihan kepada orang lain, kepada semua orang Islam. Karena kebersihan adalah kewajiban untuk kita semua dan kita akan mendapatkan pahala yang besar. Tidak harus karyawan atau petugas kebersihan saja yang harus
63
menjaga kebersihan, tapi ini adalah tanggung jawab kita semua. Saat-saat ini banyak anak-anak yang membuang bungkus makanan jajanannya ke tempat sembarangan, membuang makan juga sembarangan. Dalam Islam itu dilarang dan bila seseorang yang melakukan sesuatu yang dilarang tersebut adalah dosa. Jika seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang tersebut maka dia akan menderita. Baik di dunia maupun diakhirat. Dengan contoh misalnya, dia terkena penyakit gatal-gatal dan diakhirat nanti pun kita akan mendapatkan siksa. Siksa tidak hanya ada saat kita di akhirat saja, tetapi juga saat kita berada di alam kubur. Hingga pada suatu hari Rasulullah sedang berjalan didekat makam, tiba-tiba beliau mendengar suara orang yang sedang disiksa. Dengan kekuasaan Allah beliau dapat mendengar jeritan orang yang sedang disiksa dan beliau mengetahui bahwa orang yang sedang disiksa di dalam kubur tersebut karena dia tidak pernah beristinja setelah buang air. Maka kita harus menjaga kebersihan. Jangan membuang sampah sembarangan. Sampai Rasulullah menyatakan juga bahwa selemah lemahnya iman adalah membersihkan sampah. Jika sedang berkendara, janganah membuah sampah bukan pada tempatnya, namun kita yang melihat sampah itu, pungutlah dan buanglah pada tempatnya. Maka Allah akan memberikan pahala untuk kita. Biarkanlah mereka yang mebuang sampah sembarang akan mendapatkan dosa dari Allah. Dalam hal makan, janganlah mebuang makanan begitu saja. Jika hendak mengambil makan jangan mengambil sebanyak-banyaknya. Akibatnya jika makanan tersebut tidak habis makan pasti kita akan membuangnya. Dan itu hanya terbuang percuma begitu saja. Kebanyakan kita akan membuang makanan tersebut kedalam selokan. Maka sebaiknya ambilah makanan secukupnya, agar makanan tidak terbuang begitu saja. Makanan yang kita makan harus habis dan harus bersih. Tidak ada satupun makanan yang tersisa. Seseorang yang makannya tidak bersih maka tidak akan mendapatkan keberkahan. Apa yang telah kita makan tidak mendapatkan berkah, akibatnya sakit-sakitan. Banyak masalah kehidupan, hidup menjadi tidak sehat dan lain-lain. Maka, janganlah sekali-sekali membuang-buang makanan.”
2. Media Dakwah
Media adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi
ceramah kepada mad’u. Media dakwah yang digunakan dalam dakwah bil
lisan tidak terlalu banyak, seperti dakwah-dakwah yang dilakukan oleh da’i-
da’i yang lain.
64
Dalam berdakwah, K.H. Jamhari Abdul Jalal menggunakan microfon
atau wireless, jikalau jamaahnya banyak namun jika tidak beliau tidak
menggunakannya. Selain berdakwah di atas mimbar, seringkali beliau
menggunakan bangku atau kursi saat berdakwah karena beliau yang sudah
berumul lanjut usia.
Berdakwah pada zaman sekarang tidak hanya dilakukan oleh
muballigh-muballigh di masjid saja, tetapi bisa dilakukan dengan banyak cara
dan banyak tempat serta banyak media yang bisa digunakan. Media-media
dakwah tersebut seperti televisi, koran, majalah, buku, lagu, dan internet.
Sedangakan dalam penampilannya saat beliau berdakwah, beliau
selalu memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
a. Vokal
Volume beliau dalam menyampaikan dakwahnya atau ceramah
bersifat sedang karena sudah menggunakan sound system yang
memang sudah tentu bisa diatur tingkat tinggi rendahnya suara.
Tidak sering juga beliau menggunakan volume yang agak tinggi,
dengan melihat jumlah hadirnya jamaah.
Artikulasi beliau sangat jelas dan jarang terdengar suara yang
sumbang atau samar-samar daam pengucapan kata dan kalimat saat
berceramah.
Pause (istirahat secara sadar), beliau pernah melakukan namun tidak
dalam jangka waktu yang lama hanya satu menit atau dua menit, itu
65
pun dilakukan untuk menarik nafas atau minum air putih yang selalu
dipersiapkan sebelum menyampaikan ceramahnya.
Infleksion (tekanan intonasi suara), beliau memiliki tingkat suara
yang datar, namun beliau menaiki tekanan intonasi suara jika ada
yang harus dipertegaskan. Biasanya hal-hal yang bersifat penting.
b. Fisik
Fose beliau sangat sederhana dan tenang saat menyampaikan
dakwahnya. Dari segi penampilan, beliau menggunakan baju muslim
putih dilapisi dengan jas atau dengan gamis putih yang dipandankan
dengan kopiyah hitam atau putih, dan menggunakan sorban.
Kesederhanaan beliau tersebut tertampak jelas kharisma dan pribadi
yang menawan.
Gesture (bahasa tubuh) beliau tidak terlalu berlebihan. Saat duduk
maupun berdiri saat menyampaikan dakwahnya. Beliau
menggunakan bahasa tubuh sesuai dengan yang disampaikan karena
bukan hanya dalam penggunaan bahasa, namun bahasa tubuh
menjadi pelengkap untuk menekankan pada pokok-pokok tertentu.
Mimik beliau yang selalu ditampakkan adalah senyuman dengan
penuh ketenangan. Senyuman yang beliau lakukan pun sering
dilakukan saat beliau istirahat secara sadar. Beliau memandangi
mad’u dengan penuh kasih sayang.
Dalam menyampaikan ceramah, K.H. Jamhari Abdul Jalal selalu
mengulas kembali di akhir ceramahnya dengan sebuah pokok-pokok yang
66
disampaikan. Dengan begitu, apa yang beliau sampaikan dapat dengan benar
dipahami oleh jamaahnya.
Dalam ceramah yang bersifat umum dikalangan santri, ustadz/ustadzh,
karyawan/i, dan masyarakat sekitar, beliau selalu memberikan kesempatan
pada jamaah yang ingin bertanya seputar yang disampaikan. Dengan begitu,
jamaah pun merasa dihargai dan dihormati sehingga apapun yang menjadi
ketidaktahuan jamaah berkurang.
Dari sebuah uraian di atas tentang penerapan retorika dakwah K.H.
Jamhari Abdul Jalal dapat disimpulkan bahwa beliau berhasil dan sukses
dalam melaksanakan penyampaian dakwah sesuai dengan yang ada dalam
ilmu retorika. Mulai dari materi dakwah yang sesuai dengan kebutuhan
jamaah, metode yang cocok untuk di terima dakwahnya, bahasa yang
digunakan mudah dipahami, memberikan ilustrasi maupun contoh yang tidak
keluar dari tema, dan memahami cara mendalam situasi dan kondisi yang ada
disekitar serta memahami akan karakteristik mulai dari psikologi dan
tingkatan ilmu yang dimiliki jamaahnya.
Selama pengamatan penulis mengikuti aktifitas dakwah beliau saat
berceramah dan penyampaian dakwah islamiyah, beliau mampu menarik
perhatian jamaah dan jamaah sangat antusias mendengarkannya.
Dari beberapa jamaah yang di wawancarai, semua merespon baik atas
retorika dakwah yang beliau gunakan dan wawancara ini tingkatnya
bervariasi. Kepandaian dan kecerdasan beliau dalam mengemas retorika
67
sebagai alat dakwah dan dakwah sebagai subyek. Dalam hal ini beliau
berhasil menggunakan retorika untuk mencapai keberhasilan dalam dakwah.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan skripsi ini, penulis dapat
menyimpulkan, bahwa ada tiga butir yang merujuk pada permasalahan dan tujuan
penelitian. Yaitu:
1. Retorika menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal adalah bagaiamana cara
seseorang da’i bertutur kata yang berkaitan dengan dakwah sehingga
orang yang menyimak itu bisa menerima dan memahami dengan mudah
apa yang diutarakan. Setiap da’i memiliki karakteristik yang berbeda-beda
dalam menggunakan retorika sebagai bagian dari keberhasilan dakwahnya.
Mulai dari metode penyampaian, pemilihan kata atau bahasa, bahasa
tubuh, intonasi tingkat suara, dan lain-lain. K.H. Jamhari Abdul Jalal saat
berdakwah menggunakan bahasa sehari-hari dan menggunakan sebuah
contoh atau ilustrasi dari sebuah peristiwa yang sering terjadi serta
penyampaiannya menggunakan volume yang berintonasi rendah, lembut,
dan sangat tegas dalam menyampaikan tentang hukum Islam terhadap
persoalan-persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pada
umumnya. Sehingga jamaah yang hadir merasa nyaman dengan gaya atau
seni yang beliau gunakan. Ketenangan dan kelembutan beliau membuat
69
kharisma dan kredibilitasnya tidak diragukan lagi dalam dakwah
islamiyah.
2. Dakwah menurut K.H. Jamhari Abdul Jalal bukanlah lisan saja yang
kegiatan di atas mimbar kemudian ke mimbar lain namun dakwah bisa
bersifat formal dan non formal. Seperti, mengajar dan membina
masyarakat salah satunya. Salah satu tujuan dakwah adalah amar ma’ruf
nahi munkar, maksudnya adalah memberi pemahaman di masyarakat
sekitar mengenai hal-hal yang baik dan hal-hal yang tidak baik dengan
harapan terciptanya kehidupan yang lebih baik atau juga kehidupan yang
islami dengan mengharapkan keridhoan-Nya. Metode dakwah adalah cara
seorang da’i bagaimana dalam menyampaikan dakwah mengenai apa-apa
yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah disampaikan
mudah dimengerti, dipahami dan diamalkan oleh mad’u dalam kehidupan
sehari-hari. Konsep dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal tidak
memprioritaskan kepada satu atau dua masalah saja yang sedang aktual di
masyarakat namun, melihat segala aspek. Adapun yang menjadi perhatian
atau bahan pertimbangan adalah psikologi dan tingkat keilmuan, karena
pada dasarnya setiap individu berbeda dasar pemikirannya kecuali pada
sebuah kelompok yang mempunyai sebuah kesamaan.
3. Ciri khas penerapan retorika dakwah K.H. Jamhari Abdul Jalal adalah
ketegasan dalam memberikan kedudukan hukum Islam terhadap persoalan
yang tengah terjadi di masyarakat, pesan dakwah yang beliau sampaikan
sangat mudah diterima oleh jamaah yang hadir pada saat beliau
70
berdakwah. Dengan segala kesederhanaan beliau, tampak jelas kepribadian
beliau yang memukau dan mengagumkan. Dalam pelaksanaan retorika
dakwah beliau mempersiapkan tahapan-tahapan, seperti menguasai dan
menenukan topik yang akan dibahas, penyampaian dengan bahasa yang
baik, intonasi dan artikulasi yang jelas, dan humor yang dapat
menyegarkan suasana jamaah. Penerapan retorika dakwah K.H. Jamhari
Abdul Jalal pada umumnya, pak kyai menyampaikan dakwahnya diawali
dengan salam dan muqoddimah terlebih dahulu yang di dalamnya
termasuk do’a, kemudian mengeluarkan dalil berupa ayat-ayat Al-Qur’an
atau Al-Hadist yang berkenaan dengan tema, penggunaan tata bahasa yang
arif dan bijaksana serta menyesuaikan situasi dan kondisi, mengingat
klasifikasi mad’u beraneka ragam. Namun, bukanlah hal yang sulit untuk
mengajak jamaah agar dapat menyimak apa yang beliau sampaikan.
B. Saran
Ada beberapa saran yang penulis ajukan dalam penerapan retorika dakwah K.H.
Jamhari Abdul Jalal, semoga saran-saran ini dapat bermanfaat. Dalam hal ini
penulis mengajukan saran, yaitu:
1. Memaksimalkan perkembangan tekhnologi dan media yang sudah ada
sebagai bagian dari alat bantu pelaksanaan dakwah kyai, agar dakwah kyai
bisa dirasakan oleh masyarakat yang lebih luas dari sebelumnya.
2. Dakwah adalah tugas yang sangat mulia sesuai dengan perintah Allah dan
Rasul-Nya. Semoga kyai tetap istiqomah dalam menjalankan dakwah
Islam, dengan selalu melakukan perbaikan-perbaikan secara terus-
71
menerus, karena figur dan sosok yang lembut lagi tegas seperti kyai sangat
dibutuhkan oleh masyarakat dan da’i-da’i muda yang membutuhkan
pembinaan.
3. Kepada segenap ustadz, ustadzh, wali santri, santri, karyawan, karyawati,
dan jamaah Pondok Pesantren Darunnajah Cipining agar terus
menjalankan kewajibannya dan mendukung program-program yang
bernilai di kemudian hari dengan selalu memberikan gagasan dan ide, agar
Pondok Pesantren Darunnajah Cipining bisa tetap jaya dan bertahan demi
kemajuan di dalamnya serta kemajuan bagi agama dan bangsa.
72
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Datok Tombak. Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, Jakarta: PT.
Rhineka Cipta.
Abidin, Drs. Yusuf Zainal. Pengantar Retorika, Bandung: CV Pustaka Setia,
2013.
Arifin, H. M. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara,
1993.
-----------------. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara,
1997.
---------------. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Bachtiar, Wardi. Meteriologi Penelitian Ilmu Dakwah, Ciputat: Logos, 1997
Badrutamam, Nurul. Dakwah Kolaboratif Tamrizi Taher, Jakarta: Grafindo, 2005.
Chirzin, M. Habib. Orientasi Lembaga Dakwah dan Agenda Dakwah Masa
Depan, Seminar Nasional Dakwah dan Politik, Jakarta: 12 September
1995.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka.
Effendi, Onong Uchjana. Filsafat Komunikasi, Bandung: Citra Aditia Bakti, 2013.
73
Illahi, Wahyu. Komunikasi Dakwah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
Ismail MA, Dr. A. Ilyas. Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekonstruksi
Pemikiran Dakwah Harakah, Jakarta: Penamadani, 2006.
Israr, M.H. Retorika dan Dakwah Islam Era Modern, Jakarta: CV. Firdaus, 1993.
Keraf, Gorys. Diksi Dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1984.
----------------. Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
----------------. Argumentasi dan Narasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Lubis, H. Basrah. Metodologi dan Retorika Dakwah Petunjuk Praktis Khutbah
dan Pidato, Jakarta: PT. Tursina, 1999.
Matsuhu. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Tinjauan Antar Disiplin Ilmu,
Bandung: Pusjarlit dana Nuansa, 1998.
Meleong, Lexy J. Meteologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
M. Munir dan Wahyu Ilahi. Menejemen Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Morissan dan Andy Corry Wardhani. Teori Komunikasi tentang Komunikator,
Pesan, Percakapan, dan Hubungan, Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.
Mubarok, Ahmad. Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.
74
Munzier Supatra dan Harjani Hefni. Metode Dakwah, Jakarta, Prenada Media,
2006.
Nuh, Said Muhammad. Dakwah Fardiyah, Pendekatan Personal dalam Dakwah,
Surakarta: Era Intermedia, 2000.
Oka, I Gusti Ngurah. Retorika Sebuah Tinjauan Sejarah Pengantar, Bandung:
terate, 1967.
Qathani, Sa’id. Menjadi Da’i Sukses, Jakarta: Qisthi Press, 2005.
Rafi’i, Musthafa. Potret Juru Dakwah, Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar, 2002.
Rafi’uddin, dan Maman Abdul Djaliel. Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung:
Pustaka Setia, 2001.
Rahim, Amirudin. Retorika Hararki, Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2010.
Rakhmat, Jalaluddin. Retorika Modern: Pendekatan Praktis, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1998.
-------------------------. Retorika Modern: Pendekatan Praktis, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011.
Risma, Abu. Dakwah Islam Praktis dalam Pembangunan Suatu Pendekatan
Sosiologis, Yogyakarta: PLP2M, 1985.
Roudhonah. Ilmu Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.
75
Saputra, Wahidin. Retorika Dakwah Lisan, Buku Ajar Fakultas Dakwah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta: Dakwah Pres 2006.
---------------------. Retorika Monologika Kiat dan Tips Praktis Menjadi Mubaligh,
Bogor: Titan Nusa Press, 2010.
Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an Fungsi Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1999.
Shomad, Idris A. Diktat Ilmu Dakwah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas
Dakwah Dan Komunikasi, 2004.
Subagyo, Joko. Metode Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rhineka Cipta, 1991.
Suhandang, Kustadi. Retorika: Strategi, Tekhnik, dan Taktik Berpidato, Bandung:
Nuansa, 2009.
Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pertama, 1997.
Yani, Ahmad. Bekal Menjadi Khatib dan Mubaligh, Jakarta: Al- Qalam, 2005.
Yanuarti, Andi. Langkah Cerdas Mempersiapkan Pidato dan Mc, Yogyakarta:
Teranova Books, 2012.
Yunus, Muhammad. Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemahan, 1973.
Top Related