PEMANFAATAN PITA FREKUENSI RADIO 2,4 GHZ UNTUK KEPERLUAN INTERNET
Posted on 28 Januari, 2006 by Anton
Buat temen-temen yang biasa menggunakan media wireless untuk koneksi internet rasa-rasanya
informasi ini perlu anda baca, sebab kalo anda belum tau informasi ini, bisa saja tiba-tiba ada
orang dari depparpostel menagih biaya ijin frekwensi wireless :) , so mudah-mudahan
bermanfaat… BTW, informasi ini aku sadur dari milis dikmenjut_at_yahoogroups.com. Aku
tetep sertakan nama sendernya.. Date: Tue, 30 Dec 2003 10:51:06 +0700 From: “Yanti Herdiati
Kartika” To: dikmenjur_at_yahoogroups.com Subject: [dikmenjur] Info 2,4 Ghz Berdasarkan
peraturan radio internasional (Radio Regulations) yang diterbitkan oleh International
Telecommunication Union (ITU), frekuensi radio 2400-2483.5 Mhz untuk Region 2 dan Region
3 (dimana negara Indonesia tergabung dalam Region 3 ini) dialokasikan untuk layanan : TETAP,
BERGERAK, RADIOLOKASI (dengan status primer), dan Amatir Radio (status sekunder).
Sedangkan untuk Region 1 tidak ada perbedaan peruntukan, kecuali layanan Radiolokasi yang
berstatus sekunder. Selain itu, pada catatan kaki (foot note) Radio Regulations S5.150,
dinyatakan bahwa pita frekuensi 2,4 GHz tersebut digunakan juga untuk keperluan ISM
(Industrial, Scientific, and Medical), sehingga setiap layanan telekomunikasi yang menggunakan
band tersebut harus dapat menerima interferensi yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan ISM.
Perlu ditegaskan disini bahwa penggunaan pita 2,4 GHz untuk keperluan ISM hanya untuk
industri, penelitian dan kedokteran, dengan daya pancar rendah dan persyaratan teknis yang ketat
sesuai ketentuan ITU, dan tidak termasuk untuk keperluan telekomunikasi. Misalnya untuk
keperluan microwave oven, spectrum analyzer, dan electrical surgical units (ESU) yang tidak
diatur dan tidak diproteksi dari kemungkinan gangguan pengguna frekuensi lain. Di Indonesia,
pita frekuensi 2,4 GHz pada awalnya digunakan untuk kegiatan microwave link yang umumnya
digunakan sebagai back bone infrastruktur telekomunikasi antar kota (jarak jauh). Dengan
perkembangan teknologi wireless access untuk keperluan Wireless-LAN pada pita frekuensi 2,4
GHz, maka pita frekuensi ini juga dapat dimanfaatkan oleh penyelenggara jasa Internet untuk
akses internet berbasis nirkabel di luar gedung, yang saat ini sedang marak. Secara ekonomis,
maraknya penyelenggaraan jasa internet berbasis nirkabel (Wireless-LAN) tidak lepas dari
langka dan masih mahalnya akses internet melalui kabel (fixed lined). Sehingga dengan
dimanfaatkannya teknologi wireless access dapat meningkatkan penetrasi penggunaan internet
dengan tarif yang relatif terjangkau. Selain itu, maraknya pemanfaatan pita frekuensi 2,4 GHz
untuk akses internet nirkabel juga dipicu oleh membanjirnya produksi perangkat telekomunikasi
yang bekerja pada pita frekuensi 2,4 GHz tersebut. Pemasangan dan pengoperasian sistem
wireless amat mudah dilakukan di mana saja dan kapan saja, dengan kecepatan transmisi data
yang dapat melebihi teknologi kabel. Bahkan dengan teknologi spread spectrum, sistem internet
nirkabel ini telah memungkinkan satu pita frekuensi dapat digunakan oleh beberapa pengguna
secara serempak pada saat bersamaan. Kemudahan dalam pemasangan dan pengoperasian
perangkat ini serta membanjirnya perangkat tersebut di Indonesia menyebabkan banyaknya
penggunaan perangkat ini secara tidak terkendali. Hal ini berpotensi menimbulkan terjadinya
interferensi diantara pengguna yang sudah ada sehingga menyebabkan kekacauan dalam
penggunaan pita frekuensi apabila tidak diatur. Berdasarkan pertimbangan sosial ekonomis, serta
memperhatikan besarnya potensi frekuensi 2,4 GHz dalam memperluas pilihan media penyebar
informasi, dan untuk mencegah terjadinya saling interferensi antar pengguna pita frekuensi
tersebut yang dapat menimbulkan kerugian bagi semua pihak, maka Pemerintah (Departemen
Perhubungan c.q. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi) yang didukung oleh komunitas
telekomunikasi memfasilitasi kebutuhan tersebut dengan penetapan peraturan untuk
memanfaatkan teknogi W-LAN ini pada pita frekuensi 2,4 GHZ (Keputusan Direktur Jenderal
Pos dan Telekomunikasi Nomor 241/DIRJEN/2000 Tahun 2000). Sesuai peraturan tersebut
maka pita frekuensi 2,4 GHz dapat digunakan oleh penyelenggara jasa internet untuk wireless
LAN akses bersama dengan pengguna microwave link. Untuk penggunan micriwave link
memiliki status primer sedangkan untuk pengguna W-LAN memiliki status sekunder.
Berdasarkan regulasi yang berlaku, pemanfaatan pita frekuensi 2400-2483.5 MHz untuk
keperluan internet harus berizin sebagaimana pemanfaatan pita frekuensi lainnya. Secara yuridis,
keharusan penggunaan pita frekuensi dengan izin telah diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang
No. 36 Tahun 1999 jo Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2000 (untuk
izin frekuensi radio) dan Peraturan Pemerintah No.52 Tahun 2000 (untuk izin penyelenggaraan
telekomunikasi). Secara sosiologis, terbitnya Keputusan Direktur Jenderal No.241/DIRJEN/2000
merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah dengan komunitas pengguna pita frekuensi 2,4
GHz untuk keperluan internet. Keputusan Direktur Jenderal tersebut hanya mengatur ketentuan
teknis penggunaan pita frekuensi 2,4 GHz, sedangkan ketentuan penyelenggaraan tidak diatur.
Sedangkan ketentuan besaran tarif Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi Radio ditetapkan
dalam aturan tersendiri berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan komunitas tersebut,
yaitu sebesar Rp.2,7 juta per tahun per Base Transceiver Station (BTS) dengan kapasitas
maksimal 11 Mbps, yang sebelumnya besaran tarifnya adalah sebesar Rp.27 juta. Sebagai
perbandingan, jika mempergunakan kabel besarannya kurang lebih Rp. 13 juta per bulan dengan
kapasitas 2 Mbps, sehingga dalam setahun wajib membayar Rp.780 juta pertahun dengan
kapasitas 11 Mbps. Dengan demikian, kebijakan yang telah diambil oleh Pemerintah telah
mendukung upaya peningkatan penetrasi akses internet bagi masyarakat. ADVERTORIAL
DIREKTORAT JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI Tulisan ini aku sadur dari milis
dikmenjur… dan ternyata Pak Onno sebagai salah satu praktisi wireless membantah akan adanya
kesepakatan mengenai Keputusan Dirjen Telekomunikasi (yang aku tebalkan), berikut ini
komentar Beliau… : — START OF COMMENT– Jakarta, 31 Desember 2003 Kepada Yth.
Bapak Djamhari Sirat DIRJEN POSTEL FAX 021 386-0754, 386-0781, 384-4036 Dengan
Hormat, Terus terang saya amat sangat menyesalkan advetorial DIRJEN POSTEL berjudul
“Pemanfaatan Pita Frekuensi Radio 2.4GHz Untuk Keperluan Internet” di media nasional.
Institusi anda jelas-jelas telah melakukan MISLEADING INFORMASI kepada masyarakat /
publik Indonesia, sebagai berikut: 1. Memberi kesan bahwa WLAN tidak mungkin berstatus
primer. Lihat penjelasan dibawah tentang konsekuensi menaikan WLAN menjadi status primer.
2. Memberikan kesan bahwa interferensi WLAN sulit di atur. Silahkan membaca teknik
mendisain jaringan Wireless MAN di http://www.apjii.or.id/onno/the-guide/wifi 3. Memberikan
kesan bahwa komunitas setuju dengan KEPDIRJEN No. 241/2000. Perlu ditekankan bahwa saya
& banyak rekan komunitas yang tidak setuju dengan KEPDIRJEN 241/2000 sejak awal di
terbitkan hingga detik ini. Saya pribadi (dan saya yakin banyak rekan komunitas) tetap
berpendapat bahwa, 1. Bebaskan ISM & UNII (2.4 GHz, 5.2GHz dan 5.8GHz) band dari lisensi.
2. Pengguna ISM & UNII band tidak perlu lisensi maupun registrasi. 3. Semua peralatan yang
digunakan tidak perlu di approve oleh POSTEL / Pemerintah, jika sudah di approve oleh FCC &
ESTI yang merupakan regulator di negara maju. 4. Pengguna di batasi daya pancar pada EIRP
30-36 dBm untuk minimalisasi interferensi dengan ancaman pasal 38 Undang Undang 36 Tahun
1999 5. Koordinasi penggunaan frekuensi bersama (frequency sharing & reuse) maupun disain
Wireless Metropolitan Area Network dilakukan secara lokal oleh komunitas. Yang akan di
peroleh pemerintah dengan pembebaskan ISM & UNII band ini adalah: 1. Lonjakan user Internet
ISM band dari satu (1) juta menjadi 17.8 juta user. 2. Kenaikan BHP Jasa Internet menjadi Rp.
21 Milyard/Tahun. 3. Kenaikan PPh Jasa menjadi Rp. 128 Milyard/tahun. 4. Masukan PPN dari
Investasi peralatan sekitar Rp. 600 Milyard. 5. Lonjakan tambahan kebutuhan komputer yang
mendekati 2 juta unit. 6. Lonjakan tambahan kebutuhan peralatan ISM band yang mendekati
130.000 unit. 7. Justifikasi migrasi industri antenna & tower menjadi manufaktur peralatan ISM
band senilai US$4.5 juta dengan nilai komponen US$650.000 saja. Pengorbanan pemerintah
pada memigrasi existing 2900 microwave link senilai Rp. 626 Milyard yang tercover dari
masukan PPN investasi peralatan yang mendekati Rp. 600 Milyard dan PPh Jasa & BHP Jatel.
Semua detail perhitungan dapat di download dari bagian file mailing list mastel-anggota,
telematika, genetika, indowli di yahoogroups.com dengan nama file impact-ism-unii.xls. Terus
terang, pengalamanan implementasi ISM band dan VoIP telah saya presentasikan di dua (2)
workshop session dan satu (1) panel di World Summit on Information Society, Geneve 9-12
Desember 2003 atas undangan Industry Canada, IDRC, UNDP, CERN, GLOCOM. Banyak
memperoleh tanggapan positif & keinginan belajar dari Indonesia dari banyak negara di dunia.
Sayang sekali kita mempunyai regulator telekomunikasi seperti POSTEL di Indonesia. Hormat
saya, Onno W. Purbo Tembusan * Mailing list Masyarakat Internet Indonesia, Redaksi Media
Massa, Koran, Majalah. * DPR RI Komisi IV FAX 021 571-5527, 572-0696, 573-4804 *
Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi FAX 021 345-1657 * Menteri Perindustrian FAX 021
5201606, 3846106 * Menteri Riset dan Teknologi FAX 021 310-2014, 021 3911789 * Menteri
Komunikasi dan Informasi FAX 021 384-0046 * Menteri Keuangan FAX 021 3500842 * Menko
Ekuin FAX 021 3440394 — END OF COMMENT– Wah..wah..wah… gimana nih komentar
praktisi warnet di Malang..? Berarti kudu siap-siap duit lagi untuk bayar ijin frekwensi dan tetek
bengek administrasinya lainnya neh… ada-ada aja nih peraturannya :)
http://antzon.wordpress.com/2006/01/28/pemanfaatan-pita-frekuensi-radio-24-ghz-untuk-
keperluan-internet/
Wireless LAN yang biasa disingkat WLAN menjadi teknologi alternatif dan relatif murah untuk
diimplementasikan di Indonesia, kondisi ini terjadi karena mahalnya infrastruktur kabel telepon
dan masih dikuasai oleh satu lembaga. Teknologi WLAN yang menjadi pertimbangan adalah
perangkat yang bekerja di frekuensi 2.4GHz atau disebut sebagai pita frekuensi ISM (Industrial,
Scientific and Medical). Frekuensi ini secara internasional dibebaskan atau unregulated,
terkecuali di Indonesia saat ini sedang dibuat aturannya. Semoga saja tidak menyimpang jauh
dari aturan internasionalnya sendiri.
1. Teknologi Dasar
Fungsi utama dari Wireless LAN adalah untuk menjangkau wilayah LAN yang sulit dicapai
dengan kabel tembaga biasa (copper wire), juga untuk menjangkau pengguna bergerak (mobile-
users). Ada empat komponen utama dalam membangun jaringan WLAN ini:
Access Point, merupakan perangkat yang menjadi sentral koneksi dari klien ke ISP, atau dari
kantor cabang ke kantor pusat jika jaringannya adalah milik sebuah perusahaan. Access-Point
berfungsi mengkonversikan sinyal frekuensi radio (RF) menjadi sinyal digital yang akan
disalurkan melalui kabel, atau disalurkan ke perangkat WLAN yang lain dengan dikonversikan
ulang menjadi sinyal frekuensi radio.
Wireless LAN Interface, merupakan device yang dipasang di Access-Point atau di
Mobile/Desktop PC, device yang dikembangkan secara massal adalah dalam bentuk PCMCIA
(Personal Computer Memory Card International Association) card.
Wired LAN, merupakan jaringan kabel yang sudah ada, jika Wired LAN tidak ada maka
hanya sesama WLAN saling terkoneksi.
Mobile/Desktop PC, merupakan perangkat akses untuk klien, mobile PC pada umumnya
sudah terpasang port PCMCIA sedangkan desktop PC harus ditambahkan PC Card PCMCIA
dalam bentuk ISA (Industry Standard Architecture) atau PCI (Peripheral Component
Interconnect) card.
Secara relatif perangkat Access-Point ini mampu menampung beberapa sampai ratusan klien
secara bersamaan. Beberapa vendor hanya merekomendasikan belasan sampai sekitar 40-an
klien untuk satu Access Point. Meskipun secara teorinya perangkat ini bisa menampung banyak
namun akan terjadi kinerja yang menurun karena faktor sinyal RF itu sendiri dan kekuatan sistem
operasi Access Point. Saat ini sistem operasi Access Point dikembangkan dengan dasar prosesor
i486 dan RAM 4-8MB.
Komponen logik dari Access Point adalah ESSID (Extended Service Set IDentification) yang
merupakan standar dari IEEE 802.11. Klien harus mengkoneksikan PCMCIA cardnya ke Access
Point dengan ESSID tertentu supaya transfer data bisa terjadi. ESSID menjadi autentifikasi
standar dalam komunikasi wireless. Dalam segi keamanan beberapa vendor tertentu membuat
kunci autentifikasi tertentu untuk proses autentifikasi dari klien ke Access Point.
Rawannya segi keamanan ini membuat IEEE mengeluarkan standarisasi Wireless Encryption
Protocol (WEP), sebuah aplikasi yang sudah ada dalam setiap PCMCIA card. WEP ini berfungsi
meng-encrypt data sebelum ditransfer ke sinyal RF, dan men-decrypt kembali data dari sinyal
RF. Enkripsi yang umum dipakai adalah sebesar 40bit dan ada beberapa vendor tertentu yang
mengeluarkan WEP sampai 128bit. 2. Spread Spectrum
Bagaimana data bisa bergerak di udara? Wireless LAN mentransfer data melalui udara dengan
menggunakan gelombang elektromagnetik dengan teknologi yang dipakai adalah Spread-
Sprectum Technology (SST). Dengan teknologi ini memungkinkan beberapa user menggunakan
pita frekuensi yang sama secara bersamaan. SST ini merupakan salah satu pengembangan
teknologi Code Division Multiple Access (CDMA). Dengan urutan kode (code sequence) yang
unik data ditransfer ke udara dan diterima oleh tujuan yang berhak dengan kode tersebut. Dengan
teknologi Time Division Multiple Access (TDMA) juga bisa diaplikasikan (data ditransfer
karena perbedaan urutan waktu/time sequence).
Dalam teknologi SST ada dua pendekatan yang dipakai yaitu:
Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS), sinyal ditranfer dalam pita frekuensi tertentu yang
tetap sebesar 17MHz. Prinsip dari metoda direct sequence adalah memancarkan sinyal dalam
pita yang lebar (17MHz) dengan pemakaian pelapisan (multiplex) kode/signature untuk
mengurangi interferensi dan noise. Untuk perangkat wireless yang bisa bekerja sampai 11Mbps
membutuhkan pita frekuensi yang lebih lebar sampai 22MHz. Pada saat sinyal dipancarkan
setiap paket data diberi kode yang unik dan berurut untuk sampai di tujuan, di perangkat tujuan
semua sinyal terpancar yang diterima diproses dan difilter sesuai dengan urutan kode yang
masuk. Kode yang tidak sesuai akan diabaikan dan kode yang sesuai akan diproses lebih lanjut.
Frequency Hopping Spread Spectrum (FHSS), sinyal ditransfer secara bergantian dengan
menggunakan 1MHz atau lebih dalam rentang sebuah pita frekuensi tertentu yang tetap. Prinsip
dari metoda frequency hopping adalah menggunakan pita yang sempit yang bergantian dalam
memancarkan sinyal radio. Secara periodik antara 20 sampai dengan 400ms (milidetik) sinyal
berpindah dari kanal frekuensi satu ke kanal frekuensi lainnya.
Pita 2.4GHz dibagi-bagi ke dalam beberapa sub bagian yang disebut channel/kanal. Salah satu
standar pembagian kanal ini adalah sistem ETSI (European Telecommunication Standard
Institute) dengan membagi kanal dimulai dengan kanal 1 pada frekuensi 2.412MHz, kanal 2
2.417MHz, kanal 3 2.422MHz dan seterusnya setiap 5MHz bertambah sampai kanal 13.
Dengan teknologi DSSS maka untuk satu perangkat akan bekerja menggunakan 4 kanal
(menghabiskan 20MHz, tepatnya 17MHz). Dalam implementasinya secara normal pada lokasi
dan arah yang sama hanya 3 dari 13 kanal DSSS yang bisa dipakai. Parameter lain yang
memungkinkan penggunaan lebih dari 3 kanal ini adalah penggunaan antena (directional
antenna) dan polarisasi antena itu sendiri (horisontal/vertikal). Penggunaan antena Omni-
directional akan membuat sinyal ditransfer ke seluruh arah (360 derajat).
Teknologi FHSS ditujukan untuk menghindari noise/gangguan sinyal pada saat sinyal ditransfer,
secara otomatis perangkat FHSS akan memilih frekuensi tertentu yang lebih baik untuk transfer
data. Kondisi ini menjadikan satu keuntungan dibandingkan dengan DSSS.
Teknologi DSSS dan FHSS tidak saling interoperable artinya perangkat DSSS tidak akan bisa
melakukan koneksi ke perangkat FHSS dan sebaliknya. Berikut adalah tabel perbandingan DSSS
dengan FHSS:
Manakah yang lebih baik? Pertanyaan ini bisa membuat flame-war tersendiri baik di kalangan
vendor pembuat perangkat maupun penggunanya. Masing-masing akan berargumentasi
produknya yang terbaik, dengan kata lain sulit untuk membandingkan teknologi mana yang lebih
baik karena implementasi wireless 2.4GHz penuh dengan trik, di mana trik yang telah
dikembangkan di wilayah tertentu belum tentu akan berhasil sempurna diimplementasikan di
tempat lain.
Vendor wireless dan produknya yang mengembangkan perangkat spread-spectrum 2.4GHz
antara lain:
Cisco Systems Aironet 340 Series
Lucent Technologies Orinoco
3Com AirConnect
Apple Computer AirPort
BreezeCOM BreezeACCESS, BreezeNET PRO 11, and BreezeNET DS.11
Enterasys RoamAbout
Intermec Intermec 2101, 2100, and 2102
Nokia A020, A032
Nortel Networks e-Mobility
Proxim Harmony, RangeLAN-DS, RangeLAN2, Symphony, and Stratum
Symbol Technologies Spectrum24
3. Teknologi Alternatif
Selain teknologi Spread Spectrum dengan metoda DSSS dan FHSS ada beberapa teknologi
alternatif lainnya yang masih dikembangkan.
BlueTooth
BlueTooth awalnya dikembangkan untuk mengkoneksikan laptop, PDA (Personal Digital
Assistance) dan Telepon Selular secara wireless. Merupakan generasi mendatang jaringan peer-
to-peer. Spesifikasi awal BlueTooth disiapkan untuk wireless voice dan transmisi data jarak
pendek.
HiperLAN 2
High Performance Radio LAN type 2 adalah broadband wireless yang beroperasi di frekuensi
5Ghz dengan transmisi bisa mencapai 54Mbps. HiperLAN 2 dipromosikan oleh FCC (Federal
Communications Commission) dan ETSI Broadband Radio Access Network (BRAN) dan lebih
banyak dikembangkan di Eropa.
IEEE 802.11
Standar IEEE 802.11 mengkhususkan pengembangan teknologi lapisan fisik dan link wireless
LAN (lapisan 1 dan 2 OSI). Ada 6 standar yang dipakai:
802.11a, 5GHz dengan teknologi OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplex)
802.11b, DSSS pada lapisan fisik dengan transfer data 5.5 sampai 11Mbps.
802.11d, standar kebutuhan fisik (channel, hopping, pattern, MIB snmp)
802.11e, pengembangan aplikasi LAN dengan Quality of Service (QoS), keamanan dan
autentifikasi untuk aplikasi seperti suara, streaming media dan konferensi video.
802.11f, rekomendasi praktis untuk Multi-Vendor Access Point Interoperability melalui Inter-
Access Point Protocol Access Distribution System Support.
802.11g, standar untuk penggunaan DSSS dengan transfer 20Mbps dan OFDM 54Mbps.
Standar ini backward-compatible dengan 802.11b dan bisa dikembangkan sampai lebih dari
20Mbps
4. Istilah
Berikut beberapa istilah yang akan sering dijumpai dalam dunia wireless 2.4GHz:
Broadband:
sebuah tipe transmisi data dengan menggunakan satu media dengan membawa beberapa kanal
sekaligus, contohnya TV Kabel.
Bandwidth:
ukuran lebar pita frekuensi yang digunakan dalam sinyal radio, contohnya bandwidth total dari
perangkat 2.4GHz adalah 80MHz. Dalam bit rate lebih sering ditujukan untuk menampilkan
kecepatan transfer data, misalnya 11Mbps untuk perangkat mutakhir wireless 2.4GHz.
Bit-rate:
kecepatan bit data yang ditransmisikan ke lapisan fisik (dalam konteks lapisan OSI), sering
juga disebut sebagai signalling rate, sedikit berbeda dengan arti throughput. Throughput
umumnya merupakan hasil akhir pengetesan sebuah koneksi dengan data yang besar dan dalam
waktu yang tidak singkat.
Carrier:
frekuensi dasar yang digunakan oleh sistem. Proses modulasi akan menghasilkan sinyal tengah
dari lebar pita bandwidth yang tersedia.
Carrier-Sense:
pengecekan transmisi ke media yang ada untuk menentukan proses transmit, umumnya dengan
mengukur tingkat kekuatan sinyal yang diterima.
CDMA:
Code Division Multiple Access, teknik yang digunakan untuk membagi bandwidth yang sama
ke dalam kanal yang berbeda dengan menggunakan urutan kode.
CSMA:
Carrier Sense Multiple Access, penggunaan carrier sense untuk mengakses media. Merupakan
salah satu metoda utama dalam jaringan ethernet.
CSMA/CD:
CSMA Collision Detection, sebuah metoda dalam ethernet dengan terlebih dahulu mendeteksi
tumbukan/tabrakan (collision).
CSMA/CA:
CSMA Collision Avoidance, sebuah metoda dalam wireless LAN dengan menghindari
tumbukan.
Cell:
sel, kumpulan node dalam area yang sama yang bisa saling berkomunikasi, node yang berada
di luar jangkauan harus dibentuk sebuah sel baru.
Channel:
kanal, dalam istilah radio merupakan sinonim dari lebar frekuensi tertentu. Bisa juga
merupakan sebuah koneksi stream dari satu titik ke titik lain (bisa satu atau banyak), contoh
sederhananya adalah channel TV.
dB
(decibel): merupakan ekspresi logaritmik dari sebuah nilai. Digunakan dalam menyatakan
kekuatan sinyal (signal strength) dengan ekspresi dBm (decibel-miliWatt: referensi 1mWatt
setara dengan 0dBm). Perbedaan antara dua nilai dinyatakan dalam dB (tanpa m).
Fading:
variasi dalam kinerja kanal terhadap perubahan lingkungan, mengakibatkan perubahan dalam
kekuatan penerimaan sinyal.
FEC:
Forward Error Correction, sebuah teknik yang digunakan dalam menanggulangi kesalahan
yang dibuat dalam kanal yang banyak gangguan/noise dengan menambah bit redundancy dalam
transmisi data.
Modem:
Modulator Demodulator, dalam perangkat radio adalah bagian yang mengkonversikan data bit
ke dalam modulasi radio. Secara umum adalah perangkat yang mengkonversikan digital ke
analog dan sebaliknya.
Modulasi:
sebuah teknik yang mengkodekan informasi dalam frekuensi radio. Ada dua teknik yang
sering dipakai yaitu modulasi amplitudo (AM - merubah kekuatan gelombang) dan modulasi
frekuensi (FM - merubah waktu frekuensi).
Noise:
sinyal yang tidak dibutuhkan oleh perangkat radio, bisa berupa sinyal background, sinyal
interferensi maupun transmisi di luar jaringan.
Roaming:
kemampuan berpindah sel dalam satu jaringan.
SNR:
Signal to Noise Ratio, perbedaan kekuatan sinyal yang diharapkan terhadap sinyal noise
ataupun sinyal yang tak diinginkan.
ISM:
Industrial Scientific Medical, konteks implementasi dari sebuah teknologi. Frekuensi ISM
berada pada 900MHz, 2.4GHz dan 5GHz. Untuk kepentingan ISM secara internasional frekuensi
tersebut dibebaskan tanpa perlu lisensi khusus.
Bridge:
merupakan perangkat yang menghubungkan jaringan dengan jaringan (bisa sama atau
berbeda). Perangkat wireless LAN umumnya difungsikan sebagai bridge.
BSS:
Basic Service Set, merupakan kondisi yang diimplementasikan di perangkat Access Point,
seluruh node melakukan transmisi ke Access Point, dan disebar ke node lain.
IBSS:
Independent BSS, merupakan bentuk sederhana wireless LAN yang terdiri dari beberapa node
yang masing-masing bisa saling melihat yang lain (peer-to-peer) dan tidak ada yang bertindak
sebagai Access-Point.
Ad-hoc:
merupakan istilah lain dari IBS
http://mbahrudisblog.blogspot.com/2008/06/pengantar-wireless-lan-24ghz.html
Top Related