Download - refrat struma

Transcript
Page 1: refrat struma

BAB I

PENDAHULUAN

Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Dengan majunya

industri maka akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.Begitu pula dengan daerah di

sekitar industri akan dapat berkembang juga di berbagai bidang. Hal ini akan meningkatkan taraf

ekonomi dan sosial masyarakat. Namun dengan majunya perindustrian, akan terdapat pula

dampak negatif dari industri. Salah satunya adalah dampak negatif terhadap kesehatan paru baik

bagi pekerja maupun masyarakat di sekitar industri akibat adanya pencemaran udara yang terjadi

dari hasil pengolahan industri.

Jenis penyakit paru yang dapat timbul pada para pekerja dan masyarakat sangat

bermacam-macam, tergantung dari jenis partikel atau paparan yang terhisap. Terhisapnya

partikel bahan-bahan, debu-debu , zat-zat kimia dapat menimbulkan gangguan pernapasan

berupa batuk kronis, sesak nafas, di mana pada pemeriksaan foto rontgen thorax tampak

kelainan-kelainan yang kadang-kadang menyerupai penyakit paru lain, seperti gambaran radang

atau keganasan. Dalam hal ini peran dari pemeriksaan radiologis sangatlah penting untuk

menegakkan diagnosis dan menilai kecacatan paru pada penyakit paru akibat debu.

Untuk melakukan diagnosa penyakit dan usaha pencegahan terjadinya kelainan-kelainan

tersebut, maka pengetahuan yang cukup tentang dampak debu terhadap paru serta pengetahuan

yang cukup untuk mengenali gambaran radiologis penyakit paru akibat kerja sangat diperlukan.

Hal ini sangat penting untuk meningkatkan produktifitas, kesehatan dan taraf hidup para pekerja

maupun masyarakat yang berada disekitar tempat industri.

1

Page 2: refrat struma

BAB II

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

A.Anatomi paru-paru

Paru-paru merupakan organ pada sistem pernafasan yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler dan berfungsi sebagai tempat pertukaran antara oksigen dari udara luar dengan karbondioksida dari dalam tubuh. Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Berbentuk konus yang memiliki apeks di bagian kranial dan basis di bagian kaudal.

Paru-paru kanan terdiri atas 3 lobus, yaitu lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Lobus superior dan lobus medius dipisahkan oleh fissura horizontalis, sedangkan lobus medius dan lobus inferior dipisahkan oleh fissura oblique. Lobus superior paru kanan terbagi menjadi tiga segmen yaitu segmen apicale, segmen anterior dan segmen posterior. Lobus medius paru kanan terdiri atas segmen medial dan segmen lateral. Sedangkan lobus inferior paru kanan dibagi menjadi lima segmen yaitu segmen apicobasal, segmen medialbasal, segmen laterobasal, segmen anterobasal, dan segmen posterobasal.

Paru-paru kiri terdiri atas 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior yang terpisahkan oleh fissura oblique. Lobus superior paru kiri terbagi menjadi empat segmen yaitu segmen apicoposterior, segmen anterior, segmen lingula superior, dan segmen lingula inferior. Lobus inferior paru kiri dibagi menjadi lima segmen yaitu segmen apical, segmen mediobasal, segmen laterobasal, segmen anterobasal, dan segmen posterobasal.

2

Page 3: refrat struma

Pada paru terdapat 2 sistem pendarahan yang berbeda fungsinya yaitu sistem pendarahan oleh Aa dan Vv pulmonalis (berfungsi pada faal respirasi) dan sistem pendarahan oleh Aa dan Vv brochiales (berfungsi pada metabolisme jaringan paru).

Paru-paru mendapatkan inervasi simpatis dari truncus simpaticus (Th III, IV, V) dan inervasi parasimpatis dari N vagus.

B.Anatomi saluran nafas

Berdasarkan letak anatominya, saluran pernafasan pada manusia dibagi menjadi dua sistem yaitu sistem pernafasan eksternal (atas) dan internal (bawah). Sistem pernafasan eksternal dimulai dari tempat masuknya udara ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut hingga mencapai trachea, sedangkan sistem pernafasan internal merupakan kelanjutan dari sistem pernafasan eksternal hingga mencapai alveolus di paru-paru. Pada referat ini akan lebih ditekankan mengenai anatomi dari sistem pernafasan internal.

Trachea atau batang tenggorok adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm. trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronkus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang

3

Page 4: refrat struma

melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru (alveolus).

Alveolus adalah kantung udara berbentuk seperti anggur, berdinding tipis, dan dapat mengembang yang terdapat di ujung percabangan saluran napas. Ruang interstitial antara alveolus dan kapiler di sekitarnya membentuk sawar yang sangat tipis yang memisahkan udara di dalam alveolus dengan darah kapiler paru. Ketipisan sawar ini mempermudah terjadinya proses pertukaran gas. Pada dinding alveolus terdapat pori-pori Khon yang berukuran kecil. Adanya pori-pori Khon ini memungkinkan terjadinya ventilasi kolateral yaitu pengaliran udara ke alveolus-alveolus yang berdekatan. Ventilasi kolateral ini sangat penting untuk mengalirkan udara segar ke alveolus yang salurannya tersumbat akibat suatu penyakit.

4

Page 5: refrat struma

C.Fisiologi pernafasan

Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:

1. Ventilasi proses pertukaran gas antara udara luar dengan tubuh.2. Transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek : (1) Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara

darah sistemik dan jaringan.(2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus(3) reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.

3. Respirasi sel stadium akhir dari respirasi. Selama respirasi sel,metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.

VentilasiProses ventilasi terdiri dari dua fase, yaitu fase inspirasi (pernapasan aktif) dan ekspirasi

(pernapasan pasif). Pada fase inspirasi, otot-otot pernapasan berkontraksi untuk memperbesar volume rongga

dada. Otot utama dalam proses inspirasi normal adalah diafragma dibantu oleh musculus intercostalis eksternus. Saat diafragma berkontraksi, terjadi pendataran dari diafragma yang menyebabkan bertambahnya dimensi vertikal rongga dada. Kontraksi dari musculus intercostalis eksternus akan mengangkat sangkar iga ke arah atas dan luar. Hal ini akan menambah dimensi horizontal dari rongga dada. Bertambahnya volume rongga dada akan mengakibatkan tekanan udara di dalamnya menurun dan lebih rendah dari udara luar sehingga gas dari udara luar dapat masuk ke paru.

Pada fase ekspirasi, otot-otot pernapasan akan berelaksasi. Iga dan diafragma kembali ke posisi semula. Hal ini mengakibatkan jaringan paru yang elastis kembali ke ukuran semula dan mengeluarkan gas di dalam paru secara pasif.

5

Page 6: refrat struma

BAB III

PNEUMOCONIOSIS

A.Definisi

Pneumoconiosis adalah penyakit paru yang disebabkan pengendapan partikel bahan-

bahan, debu mineral ataupun logam yang terhirup dalam jangka waktu panjang dan

menimbulkan kelainan pada paru.

Pneumoconiosis secara umum digunakan untuk menggambarkan reaksi non-neoplastik

dari paru terhadap partikel debu yang terhirup. Istilah pneumoconiosis juga secara umum

membedakan dari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan debu-debu organik, seperti

pneumonitis alergi, organic toxic dust syndrome, atau penyakit seperti asthma, bronkhitis, dan

emfisema.

Gambar paru dengan pengendapan partikel debu

6

Page 7: refrat struma

Karakter dan berat-ringannya reaksi jaringan paru terhadap debu yang terhirup ditentukan

oleh 5 faktor dasar, yaitu:

1) Sifat dari debu yang terhirup, khususnya ukuran partikel dan derajat fibrogenik dari jenis

debu tersebut(partikel terinspirasi yang berukuran diantara 0.5 – 5 µm adalah yang

biasanya tertahan dalam paru, tetapi serat asbestos dan partikel talk dapat lebih besar dari

ukuran ini).

2) Jumlah dari debu yang tertahan dalam paru.

3) Durasi dan intensitas dari paparan.

4) Interval sejak onset paparan. Latensi yang panjang sejak paparan pertama (20-30 tahun)

adalah keadaan yang khas untuk terjadinya pneumoconiosis.

5) Idiosinkrasi individual atau keanehan dari reaksi tubuh seseorang.

B.Karakteristik Debu Penyebab Pneumoconiosis

Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran

napas akibat debu. Faktor itu antara lain:

Faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan

sifat kimiawi, lama paparan.

Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi

saluran napas dan faktor imunologis.

7

Page 8: refrat struma

Gambar partikel debu

Berdasarkan ukurannya, partikel debu yang dapat dihirup berukuran 0,1 sampai 10

mikron (µm). Dari ukuran debu yang terhirup, dapat diketahui tempat di mana debu tersebut

tertahan sebagai berikut:

1. Ukuran 5-10 mikron tertahan dan tertimbun pada saluran napas bagian atas.

2. Ukuran 3-5 mikron tertahan dan tertimbun pada saluran napas tengah (trachea

dan bronkus).

3. Ukuran 1-3 mikron tertahan dan tertimbun mulai dari bronkiolus terminalis

sampai alveoli. Disebut debu respirabel dan merupakan yang paling berbahaya.

4. Ukuran < 1 mikron tidak mudah mengendap di alveoli.

5. Ukuran 0,1-0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar masuk alveoli; bila

membentur alveoli partikel tesebut dapat tertimbun di situ.

Meskipun batas debu respirabel adalah 3 mikron, tetapi debu dengan ukuran 5-10 mikron

dengan kadar tertentu dapat masuk ke dalam alveoli. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron

akan dikeluarkan semuanya bila jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara.

8

Page 9: refrat struma

Bila jumlahnya 1.000 partikel per milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah itu akan

ditimbun dalam paru.

Berdasarkan reaksi terhadap jaringan, partikel debu dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Debu nonfibrogenik debu yang tidak menimbulkan reaksi jaringan paru.

Contoh: debu besi, kapur, timah.

Debu ini dulu dianggap tidak merusak paru dan disebut debu inert, kemudian saat

ini diketahui bahwa tidak ada debu yang benar-benar inert. Dalam dosis besar,

semua debu bersifat merangsang dan dapat menimbulkan reaksi walaupun ringan.

Reaksi itu berupa produksi lendir berlebihan; bila hal ini terus berlangsung dapat

terjadi hiperplasi kelenjar mukus. Jaringan paru juga dapat berubah dengan

terbentuknya jaringan ikat retikulin.

Penyakit paru ini disebut pneumoconiosis nonkolagen.

2. Debu fibrogenik Timbul reaksi jaringan paru sehingga terbentuk fibrosis.

Contoh:debu silika bebas, batubara dan asbes.

Penyakit ini disebut pneumoconiosis kolagen.

Gambar mikroskopik partikel debu non fibrogenik

9

Page 10: refrat struma

C.Patofisiologi Reaksi Paru Terhadap Debu

Debu yang masuk ke dalam saluran napas, menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme

pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh

makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan

penyempitan. Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir

bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi

obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat.

Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di

bagian awal saluran limfe paru yang kemudian akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang

bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas menyebabkan terjadinya autolisis.

Makrofag yang lisis bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag

baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis, keadaan ini terjadi berulang-

ulang. Pembentukan dan dekstruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada

pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis

ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan interstisial. Fibrosis

menyebabkan paru menjadi kaku, dan menimbulkan gangguan pengembangan paru yaitu

kelainan fungsi paru yang restriktif.

Pneumoconiosis biasanya timbul setclah paparan bertahun-tahun. Apabila kadar debu

tinggi atau kadar silika bebas tinggi dapat terjadi silikosis akut yang bermanifestasi setelah

paparan 6 bulan. Dalam masa paparan yang sama seseorang dapat mengalami kelainan yang

berat sedangkan yang lain kelainnya ringan akibat adanya kepekaan individual.

D.Diagnosis

10

Page 11: refrat struma

Penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan

penyakit paru lain yang tidak disebabkan oleh debu di tempat kerja. Untuk menegakkan

diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan, dan hal-hal yang

berhubungan dengan pekerjaan, karena penyakit biasanya baru timbul setelah paparan yang

cukup lama. Riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan paparan debu dan lama paparan

hendaklah diketahui secara lengkap. Faktor-faktor untuk mengenal riwayat pekerjaan dan

lingkungan adalah sebagai berikut:

– Penyakit sekarang: gejala-gejala yang berhubungan dengan pekerjaan.

– Pekerjaan lain yang terkena gejala serupa.

– Paparan saat ini terhadap debu, gas bahan kimia dan biologi yang berbahaya.

– Laporan terdahulu tentang kecelakaan kerja.

– Riwayat pekerjaan meliputi catatan tentang semua pekerjaan terdahulu, hari kerja yang

khusus, proses pertukaran pekerjaan.

– Tempat kerja : Ventilasi, higiene industri dan kesehatan, pemeriksaan pekerja, pengukuran

proteksi.

– Riwayat penyakit dahulu : paparan terhadap kebisingan, getaran, radiasi, zat-zat kimia.

– Riwayat lingkungan : Rumah dan lokasi tempat kerja sekarang dan sebelumnya. Pekerjaan

lain yang bermakna

– Sampah/limbah yang berbahaya

– Polusi udara

– Hobi : mencat, memahat, mematri, pekerjaan yang berhubungan dengan kayu.

– Zat-zat pembersih rumah dan tempat kerja

E.Pemeriksaan Radiologis

11

Page 12: refrat struma

Pemeriksaan foto toraks sangat berguna untuk melihat kelainan yang ditimbulkan oleh

debu pada pneumoconiosis. Secara radiologis, pneumoconiosis dapat menghasilkan beraneka

ragam bentuk bayangan densitas tinggi. Bentuk-bentuk bayangan ini dapat berupa garis-garis

tipis, bercak-bercak noduler dengan ukuran beberapa millimeter (1-2 mm) sampai beberapa

sentimeter atau perselubungan pada paru yang menyerupai radang paru, kadang-kadang disertai

pembesaran kelenjar hilus.

Klasifikasi standar menurut ILO (International Labour Organization) dipakai untuk

menilai kelainan yang timbul. Perselubungan yang timbul dibagi atas perselubungan halus dan

kasar.

Klasifikasi Pneumoconiosis dari ILO

A. Perselubungan Halus (Small Opacities)

Perselubungan ini digolongkan menurut bentuk, ukuran, banyak dan luasnya. Menurut

bentuk dibedakan atas perselubungan halus bentuk lingkar dan bentuk ireguler.

Perselubungan bentuk lingkar dibagi berdasarkan diameternya, yaitu:

12

Page 13: refrat struma

p = diameter sampai 1,5 mm

q = diameter antara 1,5 - 3 mm

r = diameter antara 3 - 10 mm

Bentuk ireguler (tidak teratur) dibagi berdasarkan lebarnya, yaitu:

s = lebar sampai 1,5 mm (halus)

t = lebar antara 1,5 - 3 mm (sedang)

u = lebar antara 3 - 10 mm (kasar)

Untuk pelaporan bentuk dan ukuran kelainan digunakan dua huruf. Huruf pertama

menunjukkan kelainan yang lebih dominan, contoh p/s. ini berarti perselubungan lingkar ukuran

p lebih banyak, tetapi juga ada perselubungan ireguler ukuran s tetapi jumlahnya sedikit.

Kerapatan (profusion) kelainan didasarkan pada konsentrasi atau jumlah perselubungan

halus persatuan area. Dibagi atas 4 kategori, yaitu:

Kategori 0 = Tidak ada perselubungan atau kerapatan kurang dari 1.

Kategori 1 = Ada perselubungan tetapi sedikit.

Kategori 2 = Perselubungan banyak, tetapi corakan paru masih tampak.

Kategori 3 = Perselubungan sangat banyak sehingga corakan paru sebagian atau seluruhnya

menjadi kabur.

Untuk jenis-jenis dari opaksitas (perselubungan), dapat dibagi menjadi empat subkategori

standar, yaitu: 0/0, 1/1, 2/2, 3/3. Perselubungan dengan Profusion (kerapatan) yang sesuai

dengan standar diklasifikasikan sebagai 0/0, 1/1, 2/2 atau 3/3. Jika gambaran menunjukkan

profusi (kerapatan) yang lebih besar dari 1/1 standar, tetapi belum mencapai tingkatan kerapatan

2/2 standar, maka gambaran ini diklasifikasikan menjadi 1/2 jika lebih dekat kearah 1/1 standar,

atau diklasifikasikan menjadi 2/1 jika gambaran lebih dekat kearah 2/2 standar. Dengan sistem

13

Page 14: refrat struma

ini, angka sebelum garis miring menunjukkan kearah standar gambaran radiologi tersebut paling

dekat.

Dengan dibuatnya subkategori seperti diatas, maka gambaran kerapatan mempunyai 12

kategori, yaitu:

0/- , 0/0, 0/1

1/0, 1/1, 1/2

2/1, 2/2, 2/3

3/2, 3/3, 3/+

Angka pertama menunjukkan kerapatan yang lebih dominan daripada angka

dibelakangnya. Kerapatan adalah petunjuk penting untuk menentukan beratnya penyakit serta

luasnya distribusi perselubungan berdasarkan pada area yang terkena.

B. Perselubungan Kasar (Large Opacities)

Perselubungan kasar dibagi atas 3 kategori yaitu A, B danC.

Kategori A = Satu perselubungan dengan diameter antara 1-5 cm, atau beberapa

perselubungan dengan dimater masing-masing lebih dari 1 cm, tapi bila diameter

semuanya di jumlahkan tidak melebihi 5 cm.

Kategori B = Satu atau beberapa perselubungan yang lebih besar atau lebih banyak dari A

dengan luas perselubungan tidak melebihi luas lapangan paru kanan atas.

Kategori C = Satu atau beberapa perselubungan yang jumlah luasnya melebihi luas

lapangan paru kanan atas atau sepertiga lapangan paru kanan.

BAB IV

14

Page 15: refrat struma

JENIS PNEUMOCONIOSIS

Pneumoconiosis diklasifikasikan secara baik sesuai dengan jenis debu mineral

penyebabnya. Klasifikasi ini tidak mudah akibat paparan di lingkungan perindustrian yang dapat

melibatkan lebih dari satu jenis debu yang bersifat fibrogenik. Oleh karena itu, kadang-kadang

pneumoconiosis dapat terdiri atas beberapa jenis partikel, misalnya: Anthrakosilikosis,

siderosilikosis.

Berdasarkan sifatnya, pneumoconiosis dibagi menjadi:

1. Pneumoconiosis Ganas: Akibat jenis partikel yang dapat menyebabkan proses fibrosis

paru serta menimbulkan keluhan sesak, batuk-batuk.

Termasuk dalam golongan ini antara lain: Silikosis, Asbestosis, Talkosis, Beryllosis

2. Pneumoconiosis Jinak: Partikel-partikel yang terhisap tidak menyebabkan fibrosis paru

sehingga keluhannya tidak ada atau sangat ringan.

Termasuk dalam golongan ini adalah: siderosis, baritosis (BaSO4), stannosis.

A.SILIKOSIS

Silikosis (Silicosis) adalah suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu

silika, yang dapat menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru.

Debu Silika

Terdapat 3 jenis silikosis:

15

Page 16: refrat struma

1. Silikosis kronis simplek, akibat paparan sejumlah kecil debu silika dalam jangka panjang

(lebih dari 20 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika

terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada.

2. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak

selama waktu yang lebih pendek (4-8 tahun). Peradangan, pembentukan jaringan parut

dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.

3. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam

waktu yang lebih pendek. Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga

timbul sesak nafas hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.

Silikosis simplek dan akselerata dapat mengakibatkan terjadinya fibrosif masif progresif.

Fibrosis ini terjadi akibat pembentukan jaringan parut yang menyebabkan kerusakan pada

struktur paru yang normal. Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu silika

selama beberapa tahun. Silika adalah unsur utama dari pasir, sehingga paparan biasa terjadi pada:

buruh tambang logam, pekerja pengecoran logam, pekerja pemotong batu dan granit, pembuat

tembikar yang biasanya timbul gejala setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada

pekerja penyemprotan dengan pasir (sandblasting), pembuatan terowogan dan pembuatan alat

pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam

waktu kurang dari 10 tahun.

Bila terhirup, serbuk silika masuk ke paru-paru dan sel pembersih (terutama makrofag)

akan mencernanya. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih ini menyebabkan terbentuknya

jaringan fibrosis pada paru-paru. Pada awalnya, daerah fibrosis ini hanya merupakan bungkahan

bulat yang tipis (silikosis noduler simplek), dan pada akhirnya bergabung menjadi massa yang

16

Page 17: refrat struma

besar (silikosis konglomerata). Akibat adanya jaringan fibrosis ini,paru-paru menjadi kurang

lentur dan penderita mengalami gangguan pernafasan.

Manifestasi klinis

Penderita silikosis noduler simplek tidak memiliki masalah pernapasan, tetapi mereka

dapat menderita batuk berdahak akibat iritasi pada saluran napasnya.

Silikosis konglomerata dapat menyebabkan batuk berdahak dan sesak nafas. Pada

awalnya sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun pada akhirnya sesak

nafas dapat timbul juga pada saat beristirahat.

Keluhan pernafasan dapat memburuk dalam waktu 2-5 tahun setelah penderita berhenti

bekerja. Kerusakan pada paru-paru ini dapat berefek pada jantung yang pada akhirnya bisa

menyebabkan cor pulmonale. Penderita silikosis juga sangat rentan pada infeksi tuberculosis, di

mana terjadi peningkatan resiko untuk menderita tuberculosis sebanyak tiga kali.

Gejala tambahan yang mungkin dapat ditemukan pada silikosis akut antara lain:

Demam

batuk

Penurunan berat badan

Manifestasi Radiologis

Manifestasi radiologis pada Silikosis menunjukkan bayangan multi nodular yang

berdiameter antara 1 – 10 mm. Nodul yang terbentuk biasanya berbatas tegas dan dengan

densitas dan ukuran yang sama. Pembesaran kelenjar limfe hilus sering muncul pada silikosis,

dan disebut dengan Egg-shell calcification. Kalsifikasi ini timbul akibat pengendapan dari

17

Page 18: refrat struma

garam kalsium di sekeliling kelenjar limfe yang membesar. Tanda merupakan pathognomonik

untuk silikosis.

Pada gambar diatas terlihat gambaran bayangan multinodular di kedua paru, dan pada gambar dibawah terlihat

gambaran Egg-shell calcification di daerah hilus.

18

Page 19: refrat struma

B. ASBESTOSIS

Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat menghirup serat-

serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang luas. Asbestos terdiri dari serat

silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di

dalam dalam paru-paru, menyebabkan timbulnya jaringan fibrosis dan dapat juga menyebabkan

penebalan pleura.

Pemaparan asbes bisa ditemukan di industri pertambangan, konstruksi dan industri

lainnya. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi dari partikel yang terbawa ke

rumah di dalam pakaian pekerja.

19

Page 20: refrat struma

Asbestos

Manifestasi klinis

Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul hanya setelah terbentuknya

jaringan fibrosis dalam jumlah banyak yang berakibat hilangnya elastisitas paru-paru. Pasien

dengan Asbestosis memiliki gejala awal sesak nafas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk

melakukan gerak badan. Sebagian penderita dapat mengalami sesak nafas berat hingga terjadi

kegagalan pernafasan. Berat ringannya penyakit tergantung pada lama paparan dan jumlah serat

yang terhirup.

Manifestasi Radiologis

Perubahan gambaran radiologis yang terjadi pada asbestosis dapat meliputi parenkim

paru dan pleura. Perubahan pada parenkim paru lebih jelas terlihat pada bagian tengah dan

bawah paru. Gambarannya dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik fibrosis noduler,

terutama pada pada paru kiri disekitar parakardial sehingga bayangan jantung sering menjadi

kabur. Bila proses berlanjut, bisa terlihat gambaran sarang tawon di lobus bawah. Diafagma

dapat meninggi pada stadium lanjut karena paru mengecil.

Pada pleura terdapat empat jenis perubahan, antara lain: pembentukan pleural-plaque,

penebalan pleura difus, kalsifikasi pleura, dan efusi pleura. Tanda-tanda tersebut dapat muncul

20

Page 21: refrat struma

sendiri ataupun berkombinasi dengan yang lain. Penebalan pleura atau pleural-plaques biasanya

muncul bilateral dan lebih prominent pada sepertiga medial hemitoraks.

Pada gambar diatas dapat terlihat kalsifikasi Pleural-plaque yang disebabkan karena asbestosis

C. TALKOSIS

Talk adalah Magnesium Silikat yang terhidrasi yang banyak digunakan bahan-bahan

kosmetik, pelumas industri, dan sebagai filling agent dalam industri farmasi. Secara geologis

Talk sering ditemukan bersama dengan silica dan asbes, sehingga sulit untuk menentukan

gambaran radiologis dan perubahan patologis yang timbul karena paparan talk saja.

Pekerja yang beresiko tinggi untuk menderita talkosis adalah pekerja batu marmer,

pekerja yang menangani material yang di giling pada suatu pabrik, dan pekerja yang melapisi

benda-benda berbahan dasar karet dengan talk untuk penyimpanan.

21

Page 22: refrat struma

Magnesium silikat (Talk)

Manifestasi klinis

Gejala pada talkosis mirip dengan pneumoconiosis lain, seperti dyspnoe dan batuk produktif.

Pada auskultasi dapat ditemukan suara nafas melemah (diduga disebabkan karena penebalan

pleura) dan ronkhi terutama pada basal paru.

Manifestasi Radiologis

Pada pemeriksaan radiologic ditemukan fibrosis noduler pada lapangan paru bawah

seperti pada Asbestosis.

Pada gambar diatas dapat terlihat nodul-nodul opak kecil difus dengan batas tidak tegas pada kedua lapang paru

22

Page 23: refrat struma

D. BERYLLIOSIS

Berylliosis merupakan penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat menghirup udara

yang tercemar oleh debu logam beryllium. Pekerja yang rentan terhadap penyakit ini di

antaranya ialah pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga,

pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio, pabrik keramik, kedokteran gigi,

pesawat angkasa luar dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.

Manifestasi klinis

Debu logam beryllium dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis

dengan gejala demam, batuk kering, dan sesak napas. Pada penderita berylliosis terdapat

peningkatan resiko terjadinya kanker paru.

Manifestasi Radiologis

Gambaran radiologis dari Berylliosis tidak khas. Pada stadium akut terjadi pneumonitis

kimiawi dengan gambaran edema dan perdarahan berupa bayangan suram paru disertai dengan

pembesaran hilus. Keadaan ini dapat menghilang secara spontan dan masuk ke stadium kronik.

Pada stadium kronik, gambaran berubah menjadi granuler atau noduler fibrotic, di mana pada

stadium lanjut tampak gambaran berupa garis fibrotic atau atelektasis terutama di lobus atas.

Tampak nodul lobus superior bilateral dengan perselubungan mass-like opacity di kanan atas paru.

23

Page 24: refrat struma

CT

Scan toraks menunjukkan adanya perselubungan mass-like opacity pada peribronkovaskular di daerah lobus atas

kanan, dengan penebalan nodular sepanjang interlobular septa (panah).

E. ANTRAKOSIS

Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu

batubara atau disebut juga coal worker’s pneumoconiosis. Penyakit ini biasanya dijumpai pada

pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan

penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga

pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan

bakar batubara.

Manifestasi klinis

24

Page 25: refrat struma

Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun dengan gejala menyerupai pneumokoniosis

lainnya. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit

silikoantraksosis (partikel debu penyebabnya merupakan campuran antara debu batu bara dan

silika) dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis.

Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu

yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Antrakosis murni

menjadi berat bila disertai dengan komplikasi (emphysema) yang memungkinkan terjadinya

kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis

yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan

silikoantrakosis sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Penyakit

tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya.

Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang  menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat

adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang

paru-paru.

Manifestasi Radiologis

Gambaran radiologis pada coal worker’s pneumoconiosis biasanya sulit untuk dibedakan

dengan gambaran silikosis. Secara statistik, perbedaan utama antara antrakosis dengan silikosis

adalah nodul pada antrakosis cenderung lebih kecil, dan pada silikosis lebih cenderumg

mengarah kepada progressive massive fibrosis (PMF) yaitu nodul dengan Ø >1 cm.

25

Page 26: refrat struma

Pada gambar di samping tampak area dengan

nodul-nodul opak kecil pada kedua lapang paru

F. BISINOSIS

Bisinosis adalah penyakit yang disebabkan oleh terhirupnya serat kapas di udara ke

dalam paru-paru. Serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil,

perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau

tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.

Serat kapas penyebab bisinosis

26

Page 27: refrat struma

Manifestasi klinis

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal

penyakit bisinosis ini berupa sesak napas dan dada terasa berat, terutama pada hari Senin (yaitu

hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis, setiap hari Senin pekerja yang menderita

bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas

yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis.

Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti

dengan penyakit bronkhitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emfisema.

Manifestasi Radiologi

Gambaran radiologis dari bisinosis sangat jarang ditemui, laporan baru-baru ini

menunjukkan adanya abnormalitas ground-glass (translusensi homogen) pada basal, dengan

disertai nodul centrilobular pada CT Scan.

G. PNEUMOCONIOSIS JINAK (Siderosis, Baritosis, Stannosis)

Pneumoconiosis Jinak (Benign Pneumoconioses) adalah suatu penyakit yang terjadi

akibat adanya sejumlah besar debu di dalam paru-paru, yang sifatnya jinak. Debu yang terhirup

adalah debu di udara yang pada proses inhalasi tertahan di paru-paru. Jumlah debu yang

tertimbun tergantung kepada lamanya pemaparan, konsentrasi debu di dalam udara yang

terhirup, volume udara yang dihirup setiap menitnya dan sifat pernafasannya. Pernafasan yang

lambat dan dalam, cenderung akan mengendapkan lebih banyak debu daripada pernafasan yang

cepat dan dangkal. Debu di dalam paru-paru menyebabkan suatu reaksi jaringan, yang jenis dan

lokasinya bervariasi, tergantung kepada jenis debunya.

27

Page 28: refrat struma

Pneumoconiosis jinak bisa disebabkan oleh terhirupnya debu logam besi, timah/kaleng

dan barium. Siderosis terjadi sebagai akibat dari terhirupnya oksida besi, baritosis terjadi karena

menghirup barium dan stannosis terjadi karena terhisapnya unsur-unsur timah.

Manifestasi klinis

Terhirupnya debu besi, timah maupun barium, menyebabkan perubahan struktur paru

yang sangat ringan sehingga hanya menimbulkan sedikit gejala serta tidak mengganggu fungsi

paru.. Selama proses inspirasi (menghirup udara), partikel debu di udara yang memiliki garis

tengah lebih dari 10 µm, disaring oleh bulu-bulu di hidung. Partikel debu lainnya, yang masuk

melalui mulut, disimpan di dalam saluran pernafasan bagian atas. Partikel debu yang berdiameter

5-10 µm, cenderung akan tinggal di dalam lendir yang menyelimuti bronkus dan bronkiolus,

kemudian disapu ke arah tenggorokan oleh rambut-rambut lembut (silia). Dari tenggorokan

mereka akan dibatukkan atau dibuang, tetapi beberapa diantaranya ada yang tertelan. Partikel

berdiameter kurang dari 5 µm, lebih mudah mencapai jaringan paru-paru.

Manifestasi radiologis

Pada siderosis, endapan debu besi yang terhisap di paru berupa bayangan noduler dengan

densitas yang lebih tinggi daripada jaringan fibrotik dan mempunyai batas yang tegas. Tidak

pernah terjadi pembesaran hilus dan umumnya tidak ada keluhan.

Pada baritosis, memperlihatkan opaksitas yang tinggi dari barium, gambaran yang

membedakan pada Roentgen toraks adalah bayangan tebal yang ekstrim. Bagian apeks dan basal

paru biasanya tetap terlihat, dan bayangan massif tidak ada. Gambaran lesi ini semakin

berkurang setelah pasien dibawa ke lingkungan yang terbebas dari debu tersebut.

28

Page 29: refrat struma

SIDEROSIS BARITOSIS

29

Page 30: refrat struma

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai

Penerbit FKUI, Jakarta. 2005

2. Sutton, David. Text Book Of Radiology And Imaging. Chuchill Livingstone. Edisi VI.

1998

3. Soerodiwirio, Soekotjo. Radiologi Traktus Respiratorius. UPF Radiologi FK UNPAD.

Bandung. 1984.

4. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. Edisi IV. 2007

5. http://pneumokoniosis.wordpress.com/

6. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.pdf

7. http://en.wikipedia.org/wiki/Silicosis

8. http://en.wikipedia.org/wiki/Coalworker%27s_pneumoconiosis

9. http://en.wikipedia.org/wiki/Asbestosis#Signs_and_symptoms

10. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000130.htm#Definition

11. http://www.britannica.com/EBchecked/topic/465474/pneumoconiosis

12. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_AlergidanImunologi.pdf/

06_AlergidanImunologi.html

30