Laporan Kasus Non Psikotik
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2)
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : Diploma 3 (D3)
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : BTP Blok M1 No.96 Makassar/ Jayapura,Papua
LAPORAN PSIKIATRI
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Sulit tidur
B. Riwayat gangguan sekarang
1. Keluhan dan Gejala:
Dialami sejak ± 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sulit tidur hampir
setiap hari, pasien mengeluhkan sulit memulai tidur. Bila pasien tertidur 1-2
jam, pasien sering terbangun, dan setelah itu pasien sulit untuk memulai tidur
lagi. Pasien juga mengeluhkan sesak napas, rasa keram-keram, leher terasa
tegang sampai sakit kepala. Awalnya, pada bulan Juli tahun 2011, pasien
bertengkar dengan pemilik tanah tempat pasien tinggal dan membuka usaha.
Tanah yang ditempati pasien tinggal dan membuka usaha itu, setelah dilakukan
pendataan ternyata milik pemerintah. Padahal pasien telah membayar harga
jual tanah tersebut kepada orang yang mengklaim memiliki tanah itu. Pasien
merasa ditipu oleh pemilik tanah dan pasien harus membayar lagi sewa tanah
tersebut kepada pemerintah. Saat ini, masalah itu telah selesai tapi sekitar 1
bulan terakhir pasien terus memikirkan jangan sampai ada orang yang ingin
mencelakainya atau mengguna-gunainya. Sekitar 2 minggu terakhir, pasien
merasa malas bekerja karena rasa takut yang dialami dan pasien merasa tidak
punya tenaga untuk bekerja. Riwayat berobat di dokter Penyakit Dalam di
Jayapura, dan diberi obat Alprazolam 0,5 mg 1x1. Pasein merasa tidurnya baik
tapi stelah itu memburuk kembali.
2. Hendaya/Disfungsi:
a. Hendaya sosial: (+)
b. Hendaya pekerjaan: (+)
c. Hendaya penggunaan waktu senggang: (+)
3. Faktor stressor psikososial:
Permasalahan pasien dengan pemilik tanah tempat pasien tinggal dan
membuka usaha.
4. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis
sebelumnya:
1
Tidak ada
C. Riwayat gangguan sebelumnya:
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami hal yang sama, ini adalah
pertama kalinya ia rasakan. Trauma (-), Infeksi (-), Alkohol (-), Obat-obatan
(-), Kejang (-),Merokok (-).
D. Riwayat Kehidupan Pribadi :
Riwayat Prenatal dan Natal
Lahir normal cukup bulan ditolong oleh bidan.
Riwayat masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)
Tidak mengalami keterlambatan pertumbuhan
Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Baik. Tidak memiliki gangguan bersosialisasi
Riwayat masa kanak-kanak akhir/pubertas/remaja (11-18 tahun)
Hubungan dengan teman-teman pasien cukup baik.
Riwayat masa dewasa (18 tahun keatas)
Riwayat pekerjaan: Pasien bekerja sebagai pedagang.
Riwayat pendidikan: Pendidikan terakhir pasien adalah D3
Riwayat perkawinan: Pasien sudah menikah, dan memiliki 3 anak yang
semuanya adalah laki-laki.
Pasien adalah pribadi yang suka bergaul dengan tetangganya.
E. Riwayat kehidupan keluarga:
Pasien anak kedua dari 10 bersaudara (♂,♀,♂,♂,♀,♀,♀,♀,♂,♂)
Pasien sudah menikah dan punya 3 orang anak
Hubungan pasien dengan suami dan anak baik
Hubungan dengan keluarga yang lain baik
Di keluarga, ada adik yang mengalami keluhan yang sama.
F. Situasi sekarang:
Saat ini pasien tinggal bersama suami dan anak ketiganya di Jayapura
Anak pertama dan kedua sedang kuliah di Makassar.
G. Persepsi pasien tentang diri sendiri dan kehidupannya:
Pada saat ini pasien merasa dirinya sakit dan membutuhkan pengobatan.
AUTOANAMNESIS (03 April 2012)
Pasien datang ke poli Jiwa RSWS ditemani oleh Ibu Pasien dengan memakai
jilbab merah, baju ungu lengan panjang, celana hitam panjang, terlihat rapi
dengan mimik agak cemas.
DM : Selamat pagi, bu, nama saya Gusti, saya dokter muda yang bertugas
disini, boleh saya tahu siapa nama ibu?
P : Pagi,dok, nama saya ibu S dok. (pasien duduk agak gelisah sambil
sesekali memegang tasnya)
DM : Ibu S datang sama siapa?
P : Sama saya punya mama,dok.
DM : Kalau boleh tahu, umurnya ibu berapa
P : 45 tahun,dok.
DM : Pekerjaannya ibu apa?
P : Saya jaga toko yang saya punya,dok
2
DM : Ibu berasal darimana?
P : Saya sebenarnya orang Makassar, saya lahir dan besar di Makassar,
tapi karna saya ikut suami yang bekerja di Jayapura, jadi saya
sekarang tinggal di Jayapura,dok.
DM : Ibu berapa orang bersaudara?
P : Saya anak kedua dari 10 bersaudara,dok.
DM : Ibu sudah menikah?
P : Iya,dok. Saya sudah menikah dan punya 3 anak, laki-laki semua,dok.
DM : Kalau boleh tahu, kenapa ibu sampai berobat ke sini?
P : Saya susah skali tidur kalo malam dok.
DM : Sudah sejak kapan ibu rasakan susah tidur?
P : kira-kira sudah hampir 3 bulan,dok..
DM : Susah tidurnya seperti apa,bu? Sepanjang malam tidak bisa tidur
atau bagaimana?
P : Kalau malam,dok,,susah sekali ka mau tidur, trus biasanya kalo saya
tidur 1-2 jam, saya sering bangun,dok,,trus kalo mau tidur lagi susah.
DM : Hampir setiap hari ibu rasakan keluhan ini?
P : iya,dok, hampir setiap malam.
DM : Apalagi yang ibu rasakan selain itu?
P : Setiap hari juga saya rasa sesak napas, rasa keram-keram saya punya
tangan sama kaki,dok, leher ku juga rasanya tegang, sering juga sakit
kepala,dok…
DM : Kapan mulai ibu rasakan keluhannya ini?
P : Bersamaan dengan susah tidur,dok.. sudah 3 bulan yang lalu,mi
juga.
DM : Semua keluhannya ibu ini bersamaan munculnya atau ada waktu
tertentu baru muncul, misalnya cuma malam hari atau bagaimana?
P : Seperti bersamaan semua,dok, kadang-kadang saya rasa seperti
ini,dok. Trus, dok saya takut juga,dok….
DM : Takut, kenapa bu?
P : Saya takut dok ada orang mau celakai saya, ada yang mau guna-
gunaika,dok.
DM : Sudah sejak kapan bu dan kenapa ibu bisa bilang seperti itu?
P : Sudah sejak 3 bulan yang lalu,dok. Saya takut sama itu orang yang
sudah tipu saya,dok.
DM : Bagaimana masalahnya ibu sampai ditipu?
P : Kan waktu bulan juli tahun lalu,dok, saya beli tanahnya itu orang
untuk saya tinggal sama buka usaha di Jayapura. Trus ternyata, tanah
yang dia jual sama saya,dok, itu bukan punyanya.
DM : Trus, tanah itu milik siapa bu?
P : Katanya setelah di data,dok, itu tanah milik pemerintah. Tapi, saya
sudah bayar itu harga tanah sama itu orang. Saya sudah ditipu sama
itu orang.
DM : Sekarang, bagaimana masalahnya?
3
P : Sekarang sudah selesai masalahnya,dok. Tapi, saya harus bayar
harga tanah itu lagi, jadi 2 kali saya bayar,dok. Tapi, saya takut sama
itu orang yang tipu saya.
DM : Kan masalah ibu sudah selesai, kenapa masih takut dengan orang
itu?
P : Saya selalu pikir,dok. Saya takut dia mau celakai saya karna masalah
itu atau dia mau guna-gunai saya,dok. Itu terus saya pikir,dok selama
ini.
DM : apakah semua masalah ini mengganggu pekerjaannya ibu?
P : Sudah 2 minggu ini,dok saya rasanya malas untuk jaga toko saya
lagi, serasa saya sudah tidak punya lagi tenaga untuk bekerja,dok,
saya juga rasa kurang konsentrasi kalo lagi kerja,dok.
DM : Kalau nafsu makannya ibu, bagaimana?
P : Masih agak baik ji,dok. Tapi, kadang-kadang saya juga malas
makan.
DM : Sebelumnya, apakah ibu pernah berobat dengan keluhan yang ibu
alami?
P : Saya sudah berobat ke dokter penyakit dalam di Jayapura,dok.
DM : Trus, dokter disana bilang apa?
P : Dokter cuma bilang sakit saya karna terlalu banyak pikiran,dok. trus,
saya dikasi obat ini,dok (Sambil memperlihatkan obat Alprazolam 0,5
mg).
DM : Berapa kali ibu minum, obat ini?
P : Saya minum setengah tablet tiap malam,dok.
DM : Bagaimana setelah minum obat bu?
P : Ya, ada sedikit perubahan,dok. tapi, saya masih tidak bisa tidur
sampai pagi,dok. saya selalu bangun subuh,dok.
DM : O, begitu bu, trus bagaimana hubungan ibu dengan suami dan anak-
anak?
P : baik-baik ji,dok. malahan suami dan anak-anak yang dorong saya
untuk pergi ke dokter juga.
DM : Ngomong-ngomong, ibu masih ingat nama saya?
P : Iya,dok, Gusti kan.
DM : Baiklah. Bu. Lebih lanjutnya kita akan ketemu dengan dokter yang
ahli untuk pengobatannya Ibu. Terima kasih atas informasinya ya bu.
P : Sama-sama,dok.
II. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum:
1. Penampilan:
Tampak seorang wanita berkulit kuning langsat, memakai baju ungu
lengan panjang, celana hitam, memakai jilbab merah, perawakan
sedang sesuai umur, kesan cukup rapi.
2. Kesadaran:
Baik
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
4
Pasien duduk agak gelisah sambil memegang tas yg dipangkunya.
4. Pembicaraan
Spontan, lancar, intonasi rendah.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
B. Keadaan afektif (mood), perasaan dan empati:
1. Mood : Cemas
2. Afek : Cemas
3. Empati : dapat dirabarasakan
4. Keserasian : Serasi
C. Fungsi intelektual (kognitif)
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : sesuai taraf
pendidikan
2. Daya konsentrasi: Baik
3. Orientasi (waktu,tempat dan orang) : baik
4. Daya ingat :
a. Jangka panjang : baik
b. Jangka pendek : baik
c. Jangka segera : baik
5. Pikiran abstrak : baik
6. Bakat kreatif : ada. Pasien merasa berbakat untuk berdagang.
7. Kemampuan menolong diri sendiri : baik.
D. Gangguan persepsi:
1. Halusinasi : Tidak ada.
2. Ilusi : Tidak ada.
3. Depersonalisasi : Tidak ada.
4. Derealisasi : Tidak ada.
E. Proses berpikir
1. Arus pikiran
Produktivitas : baik
Kontinuitas : relevan, koheren
Hendaya berbahasa : tidak ada
2. Isi pikiran
Preokupasi : Tidak ada.
Gangguan isi pikiran : Tidak ada.
Waham kebesaran : Tidak ada.
F. Pengendalian impuls:
Baik
G. Daya nilai
1. Norma sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realitas : Baik
H. Tilikan (insight) :
Derajat 6 (keyakinan penuh bahwa dirinya sakit dan butuh pengobatan).
I. Taraf dapat dipercaya :
5
Dapat dipercaya
III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
Pemeriksaan Fisik
1. Status Internus
Tekanan darah : 120/70 mmHg,
Nadi : 72x/mnt,
Suhu : 36,5˚C
Frekuensi pernapasan : 20x/mnt.
2. Pemeriksaan Status Neurologis
GCS 15 (E4 M6 V5)
Tanda rangsang menings : kaku kuduk (-), kernig sign (-)
Pupil bulat, isokor, 2,5 mm
Refleks cahaya langsung dan tidak langsung dalam batas normal
Tidak ditemukan reflex patologis
Sistem saraf otonom dalam batas normal
IV. IKTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang wanita 45 tahun datang berobat ke Poli Jiwa RSWS dengan
keluhan sulit tidur. Keluhan ini dialami sejak ± 3 bulan yang lalu, pasien
mengeluhkan sulit tidur hampir setiap hari, dimana pasien merasa sulit
untuk memulai tidur. Bila pasien tidur sekitar 1-2 jam, pasien sering
terbangun, dan setelah itu pasien sulit tidur kembali. Pasien juga sering
merasa sesak napas, rasa keram pada kaki dan tangan, leher tegang, dan
sakit kepala. Pasien merasa takut dan sering berpikir ada orang yang akan
mencelakainya atau mengguna-gunainya. Pikiran ini muncul ketika pasien
punya masalah dengan pemilik tanah tempat pasien tinggal dan membuka
usaha. Awalnya, pada bulan juli 2011, pasien bertengkar dengan pemilik
tanah tersebut karena setelah dilakukan pendataan ternyata tanah yang dibeli
oleh pasien itu milik pemerintah. Pasien merasa ditipu oleh orang yang
mengklaim memiliki tanah tersebut dan pasien harus membayar sewa
kepada pemerintah. Saat ini masalah tersebut telah selesai karena pasien
telah membayar sewa tanah tersebut. Pasien juga mengeluhkan sudah
sekitar 2 minggu, pasien merasa malas bekerja karena terus memikirkan
masalah itu dan merasa tidak punya tenaga untuk bekerja. Pasien juga
merasa tidak punya waktu lagi untuk menghabiskan akhir pekan bersama
keluarga, pasien juga merasa malas untuk keluar rumah. Nafsu makan
pasien masih baik, tetapi kadang-kadang pasien malas makan.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan penampilan pasien rapi,
aktivitas psikomotor agak gelisah saat wawancara, kesadaran baik,
verbalitas spontan, mood dan afek cemas, empati dapat dirabarasakan, taraf
pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan sesuai dengan taraf
pendidikan. Orientasi waktu, tempat, dan orang baik, kemampuan menolong
diri sendiri baik.
Tidak terdapat gangguan persepsi, proses berpikir yaitu arus pikiran
dan isi pikiran dalam keadaaan baik. Pengendalian impuls dan daya nilai
6
baik. Pasien merasa dirinya sakit dan merasa membutuhkan pengobatan
dan taraf kepercayaan pasien masih dapat dipercaya.
V. EVALUASI MULTI AKSIAL
Aksis I:
Berdasarkan alloanamnesa dan autoanamnesa, didapatkan gejala klinik
bermakna yaitu sulit tidur. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress)
dan disability bagi pasien dan keluarganya sehingga disimpulkan sebagai
Gangguan Jiwa. Dari pemeriksaan status internus dan neurologis tidak
ditemukan kelainan sehingga kemungkinan adanya gangguan mental
organik dapat disingkirkan. Tidak ditemukan hendaya dalam menilai realita
sehingga gangguan jiwa psikotik dapat disingkirkan. Dari pemeriksaan
status mental didapatkan gejala klinis yang bermakna yaitu afek pasien
cemas, pasien merasa takut ada orang yang akan mencelakainya atau
mengguna-gunainya, pasien juga mengeluhkan sesak napas, rasa keram-
keram pada kaki dan tangan, leher terasa tegang, dan sakit kepala. Keluhan
ini sudah dialami sejak ± 3 bulan yang lalu dan dirasakan pasien hampir
setiap hari. Sekitar 2 minggu terakhir, pasien juga mengeluhkan malas
bekerja karena terus memikirkan masalah itu ditambah pasien merasa tidak
punya tenaga untuk bekerja. Akhir-akhir ini, pasien juga mengeluhkan
malas keluar rumah dan jarang menghabiskan waktu bersama keluarga
untuk berakhir pekan.
Berdasarkan gejala-gejala tersebut, maka menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III) diagnosis
pasien ini adalah Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2).
Aksis II
Ciri Kepribadian tidak khas
Aksis III
Tidak ada
Aksis IV
Terdapat stressor psikososial yaitu masalah dengan pemilik tanah tempat
pasien tinggal dan membuka usaha.
Aksis V
Gejala-gejala yang dialami pasien termasuk gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik (GAF Scale 70-
61).
VI. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik : tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang
bermakna, tetapi di duga terdapat ketidakseimbangan neurotransmiter,
maka pasien memerlukan pasikofarmakologi.
7
2. Psikologik : ditemukan afek cemas akibat permasalahan yang dialami
sehingga diperlukan terapi psikologi.
3. Sosiologik : ditemukan gejala yang ditimbulkan yang mengganggu
dalam bekerja sehingga memerlukan sosioterapi.
VII. PROGNOSIS
Dubia et bonam
Hal-hal yang meringankan prognosis:
- Motivasi pasien untuk sembuh besar.
- Tingkat pendidikan yang baik
- Dukungan dari anak-anak pasien.
VIII. PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA
Menurut buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ III), konsep gangguan jiwa adalah sindrom atau
pola perilaku atau psikologik seseorang, yang secara klinik cukup
bermakna dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
(distress) atau hendaya (disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang
penting dari manusia.
Diagnosis Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi dapat ditegakkan
jika memenuhi kriteria PPDGJ III berikut ini:
- Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-
masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat
untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa
gejala otonomik Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai
gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk
beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau
hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja
(sifatnya free floating atau mengambang).
- Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsure-unsur berikut:
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di
ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb).
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak
dapat santai).
c. Overaktifitas otonomik (kepala terasa dingin, berkeringat,
jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung,
pusing kepala, mulut kering).
- Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan
untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan somatik berulang
yang menonjol.
- Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk
beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis
utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak
memenuhi criteria lengkap dari episode depresif, gangguan
anxietas fobik, gangguan panic, atau gangguan obsesif kompulsif.
8
IX. RENCANA TERAPI
Farmakoterapi : Alprazolam 0,5 mg 0- ½ -1
Flouxetin 20 mg 1-0-0
Psikoterapi :
Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menceritakan keluhan dan isi hati pasien sehingga pasien menjadi
lega.
Konseling : memberikan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya dan memahami kondisi dirinya lebih baik dan
menganjurkan untuk berobat teratur.
Sosioterapi : pasien diberikan dorongan dan menciptakan lingkungan
yang kondusif.
X. FOLLOW UP
Membantu keadaan umum pasien dan menilai perkembangan
penyakit serta menilai efektivitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan
timbulnya efek samping obat yang diberikan.
9
BAKAR PATOLOGIS (PIROMANIA)
BAB I
Pendahuluan
Bakar Patologis atau Piromania termasuk ke dalam gangguan
kebiasaan dan impuls. Gangguan ini termasuk gangguan perilaku tertentu yang
tidak termasuk dalam rubrik lain. Gangguan ini ditandai oleh tindakan
berulang yang tidak mempunyai motivasi rasional yang jelas, serta yang
umumnya merugikan kepentingan penderita sendiri dan orang lain
(maladaptif). Penderita biasanya melaporkan bahwa perilakunya berkaitan
dengan impuls untuk bertindak yang tidak dapat dikendalikan. Terdapat
periode prodromal berupa ketegangan dengan rasa lega pada saat terjadinya
tindakan tersebut. Tidak termasuk:kebiasaan memakai alcohol atau zat
psikoaktif yang berlebihan (F10-F19), gangguan kebiasaan dan impuls
mengenai seksual (F65.-), atau perilaku makan (F52.-). (bukan sekunder
terhadap sindrom gangguan jiwa lain). 1
Ada 6 keadaan yang termasuk ke dalam gangguan kebiasaan dan
impuls yaitu, gangguan eksplosif intermittent, kleptomania, piromania,
penyakit yang berkaitan dengan perjudian, trikotilomania, dan gangguan
kebiasaan dan impuls yang tidakn spesifik. Setiap gangguan yang ada memiliki
karakter yaitu ketidakmampuan dalam menahan impuls, mengontrol, dan
menahan godaan untuk melakukan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya
ataupun orang lain. Individu dengan pengendalian impuls memiliki ciri-ciri
berikut: pertama, individu tidak dapat menahan suatu impuls, dorongan, atau
godaan untuk melakukan suatu tindakan yang berbahaya bagi mereka sendiri
atau orang lain. Individu mungkin secara disadari atau tidak disadari
menentang impuls dan mungkin merencanakan atau tidak merencanakan
tindakan tersebut. Kedua, sebelum melakukan tindakan , mereka merasakan
ketegangan atau rangsangan yang meningkat. Ketiga, saat melakukan tindakan,
individu dengan gangguan ini merasakan merasakan kesenangan, kegembiraan,
atau pelepasan. Tindakan adalah ego-sintonik yaitu sejalan dengan harapan
sadar pasien yang segera. Segera setelah tindakan, pasien mungkin merasakan
penyesalan yang murni, mencela diri sendiri, atau rasa bersalah, atau mungkin
tidak mersakannya. Penyebab keenam kategori pengendalian impuls tersebut
masih belum diketahui secara pasti, tetapi ada banyak faktor yang diduga
berpengaruh terhadap kejadian ini, seperti faktor psikodinamika dan
psikososial tampak berinteraksi untuk menyebabkan gangguan. Gangguan
yang terjadi mungkin memiliki mekanisme neurobiologist yang sama.2
10
BAB II
Pembahasan
A. Definisi
Piromania merupakan keadaan yang termasuk ke dalam gangguan
kebiasaan atau impuls yang ditandai dengan adanya dorongan yang tidak dapat
ditolak untuk melakukan pembakaran, dimana muncul perasaan puas atau lega
ketika api mulai membakar.2 Piromania adalah sikap yang rekuren, kesengajaan
melakukan pembakaran, ataupun timbulnya ketegangan atau afektif sebelum
melakukan pembakaran, atau suatu tindakan atau daya tarik dengan api dan
suatu kepuasan dan kebebasan yang berkaitan dengan pembakaran.3 Piromania
merupakan suatu bentuk kesengajaan dalam melakukan pembakaran untuk
kesenganangan dan kepuasan setelah api mulai membakar objek tersebut.
Dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders yang
disebut juga DSM, piromania diklasifikasikan sebagai suatu gangguan impuls
atau kebiasaan. Hal ini berarti seseorang yang didiagnosa sebagai piromania
gagal mengatasi keinginan impulsif melakukan pembakaran, hal ini berbeda
dengan kejahatan yang terorganisasi seperti teroris ataupun para penjahat yang
suka melakukan pembakaran.4
Berdasarkan The American Heritage Dictionary, piromania
diartikan sebagai sebagai hilangnya control impuls untuk melakukan
pembakaran. Definisi ini cukup sederhana tetapi kadang-kadang sulit ketika
mendiagnosa seseorang dengan kebiasaan membakar dan berkaitan dengan
penanganan psikiatri.5 Piromania merupakan satu dari beberapa gangguan
kontrol impuls yang ditandai adanya keinginan untuk melakukan pembakaran
dan kesengajaan tersebut bertujuan untuk mendapatkan kesenangan atau
kepuasan ketika melakukan hal tersebut. Tindakan ini tidak bertujuan untuk
mencari uang, niat untuk balas dendam, ataupun kemarahan.6
B. Etiologi dan Patofisiologi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan
pembakaran yang tergolong kedalam piromania, yaitu faktor individu dan
lingkungan.
1. Faktor Individu
Faktor individu yang dapat berperan menyebabkan kejadian ini adalah:
a) Sikap dan tingkah laku yang antisosial atau tidak suka bergaul.
b) Sikap yang suka untuk mencari sensasi. Biasanya anak-anak dan remaja
yang suka melakukan pembakaran biasanya bosan dengan keadaan yang
sekarang dan sulit untuk mencari kesenangan untuk menghilangkan rasa
bosannya.
c) Sikap yang suka untuk mencari perhatian orang-orang disekitarnya.
Dengan melakukan pembakaran dan sebagainya, seseorang dapat mencuri
perhatian orang-orang disekitarnya, misalnya orang tua mereka.
d) Ketidakmampuan atau tidak memiliki keterampilan sosial. Banyak anak
dan remaja yang melakukan tindakan suka membakar karena mendapat
dinilai sebagai seorang penyendiri dan tidak memiliki teman serta tidak
11
memliki kemampuan atau keterampilan.
e) Ketidaktahuan tentang keamanan yg berhubungan dengan api ataupun
ketidaktahuan bahaya yang akan ditimbulkan oleh api.
2. Faktor Lingkungan
Adapun faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kejadian
piromania:
a) Pengawasan yang lemah dari orang tua terhadap perilaku anak.
b) Proses melihat penggunaan api yang ceroboh oleh orang dewasa yang
terlalu dini bagi anak.
c) Orang tua mengabaikan anak-anaknya ketika bermain api.
d) Menyaksikan orang-orang disekitarnya yang menggunakan api dengan
semaunya.
e) Stress menjalani kehidupan dengan sejumlah masalah yang ada. Seorang
anak akan bisa melakukan sesuatu seperti bermain api dan sebagainya
ketika memiliki masalah yang sulit dipecahkan.4
Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang munculnya keadaan
gangguan kebiasaan dan impuls, diantaranya:
Teori Psikodinamika
Teori ini dikemukakan oleh Freud dan Otto Fenichel. Suatu implus
adalah suatu kecenderungan untuk bertindak, untuk menurunkan ketegangan
yang meningkat yang disebabkan oleh dorongan instinktual yang telah
dibangun atau oleh menurunya pertahanan ego terhadap dorongan. Gangguan
pengendalian implus memiliki suatu usaha untuk melewati (by pass)
pengalaman gejala yang mengganggu atau afek yang menyakitkan
dengan berusaha bertindak pada lingkungan. Penelitian yang sering Freud
telaah, dapat ditengarahi para peneliti menengarahi bahwa perilaku implusif
adalah berhubungan dengan super ego yang lemah dan struktur ego yang
lemah berhubungan dengan trauma psikis akibat kerugian di masaanak-anak
(atau salah satu tugas perkmabnagn sebelumnya).
Hal ini dapat dilihat dari pendapat Otto Fenichel yang
menghubungkan perilaku implusif dengan usaha untuk menguasai kecemasan,
rasa bersalah, depresi, dan afek yang menyakitkan lainnya melalui tindakan. Ia
lebih lanjut berpendapat bahwa tindakan tersebut merupakan pertahanan
terhadap bahaya internal dan tindakan tersebut dapat menghasilkan pemuasan
agresif atau seksual yang menyimpang. Bagi pengamat sikap atau sosial,
gangguan atau perilaku implusif mungkin tampak rakus dan ingin tahu, tetapi
sebenarnya berhubungan dengan pemulihan dari rasa sakit.
Banyak bentuk masalah pengendalian implus, termasuk kleptomania,
berjudi, dan beberapa perilaku parifilia berhubungan dengan rasa diri yang
tidak lengkap. Ini berawal dari pengamatan bahwa jika diri tidak menerima
respon yang mengakui dan menegaskan dari orang lain yang mereka cari dari
persahabatan bermakna dalam kehidupan mereka, diri mungkin terpecah.
Sebagai cara menghadapi fragmentasi tersebut dan untuk mendapatkan
kembali rasa keutuhan atau keterpaduan diri, individu tersebut melakukan
perilaku implusif yang tampak bagi orang lain sebagai merusak diri sendiri.
Perilaku implusif atau menyimpang adalah suatu cara dimana anak
12
berharap mendapakankembali hubungan materal primitif. Perilaku implusif
adalah sikap yang penuh harapan diamanaanak masih mencari kasih sayang
dan cinta dari ibunya, bukan sikap yang menunjukan menyerahuntuk
mendapatkannya. Hal ini kemudian beberapa ahli terapi menekankan fiksasi
pada stadiumoral dari perkembangan. Individu berusaha menguasai
kecemasan, rasa bersalah, depresi, danafek menyakitkan lainya dengan
melakukan tindakan tersebut yang ditujukan untuk mendapatkan pemulihan
bahkan jarang berhasil kendati pun secara sementara.2
Teori Biologis
Penemuan neurotransmitter akhir-akhir ini mengilhami ilmuwan
memusatkan segala jenis gangguan dengan kemungkinan keterlibatan faktor
organik dalam gangguan pengendalian implus, khususnya bagi individu
dengan perilaku yang jelas kasar. Neurosains telah menunjukan bahwa daerah
otak tertentu, seperti sistem limbik, adalah berhubungan dengan aktivitas
implusif dan kasar, selain juga daerah otak lainya yang berhubungan dengan
inhibisi perilaku tersebut.Hormon tertentu, khususnya testoteron, telah
dihubungkan dengan perilaku kasar dan agresif. Gejala gangguan pengendalian
implus mungkin akan terus ditemukan sampai masa dewasa individu yang
diklasifikasikan sebagai penderita gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas di
masaanak-anaknya. Defisiensi mental seumur hidup , epilepsi, dan bahkan
sindroma otak yangreversibel telah lam dilibatkan dalam hilangnya
pengendalian implus.2
Teori Psikososial
Beberapa ilmuwan telah menekankan pentingnya aspek psikososial
dari gangguan, seperti peristiwa kehidupan awal. Model yang tidak tepat untuk
identifikasi dan tokoh orang tua yangsendirinya sulit untuk mengendalikan
implus juga semestinya dilibatkan. Di samping itu, faktor parental tertentu
seperti kekerasan di rumah, penyalahhgunaan alkohol, promiskuitas, dan
kecenderungan anti sosial diperkirakan penting.2
Adapula yang mengaitkan kejadian piromania dengan faktor etiologis lain,
yaitu:
Perilaku yang antisosial dan tidak memiliki aturan.
Mencari sensasi
Mencari perhatian orang lain
Berkurangnya kemampuan atau keterampilan sosial
Minimnya keterampilan dalam keamanan api.7
C. Epidemiologi
Piromania adalah gangguan yang sangat langka, dan insiden itu
adalah kurang dari satu persen pada kebanyakan studi; juga, piromania
merupakan proporsi yang sangat kecil dari penerimaan rumah sakit jiwa.
Piromania lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan oleh wanita.
Angka kejadian piromania umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak
dan remaja dibandingkan dengan usia dewasa. Di Amerika Serikat Pada tahun
1992, kejadian pembakaran sekitar 40% dilakukan oleh anak berusia dibawah
18 tahun, Pada tahun 2001, angka tersebut bertambah menjadi 55%.4
13
Seorang Psikiater, Nina Lindberg dan koleganya di Finlandia
melakukan review selama 20 tahun dan melakukan evaluasi terhadap 600
orang penjahat laki-laki. Kebanyakan dai penjahat itu memiliki gangguan
mental, termasuk gangguan personal, psikosis dan retardasi mental. Sekitar
68% dari mereka mabuk ketika melakukan pembakaran. Dengan melakukan
evaluasi menggunakan DSM-IV kriteria untuk piromania, ditemukan hanya 12
orang dari 600 orang yang memenuhi kriteria tersebut. Namun, 9 dari 12 orang
tersebut dalam keadaan mabuk saat melakukan pembakaran, mereka mengaku
kepuasan dan kesenangan meningkat setelah minum alkohol sebelum
melakukan pembakaran. Lindberg dan koleganya kemudian berkesimpulan
kurang dari 2% dari kejahatan pembakaran tersebut yang dapat dikategorikan
kedalam piromania.5
D. Gejala Klinis
Banyak studi klinis yang menemukan bahwa pengaturan kebakaran
jarang terjadi dengan sendirinya, tetapi biasanya terjadi dengan perilaku buruk
lainnya. Motif yang baru-baru ini mendapat perhatian adalah yang paling
menyenangkan, teriakan minta tolong, pembalasan terhadap orang dewasa, dan
keinginan untuk menyatukan kembali keluarga. Sepertinya itu adalah
kombinasi dari pyromania dan perilaku buruk yang memulai pengaturan api.
Pengaturan api di antara anak-anak dan remaja dapat berulang atau periodik.
Tapi kemudian ada orang lain yang mungkin hanya mencari untuk membuat
api besar selama masa stres. Beberapa gejala pyromania adalah depresi,
konflik dalam hubungan, dan kemampuan masyarakat miskin untuk m
engatasi stres dan kecemasan.2
Adapun gejala-gejala yang ada pada piromania yaitu adanya
kesengajaan dalam melakukan pembakaran pada satu kesempatan atau lebih,
adanya ketertarikan melakukan pembakaran, pembakaran yang dilakukan
bukan untuk mendapatkan uang, kemarahan, alasan sosial dan politik, ataupun
berkaitan dengan aktivitas kriminal, adanya ketegangan saat melakukan
pembakaran diikuti kepuasan saat melakukan pembakaran, adanya kesenangan
melihat kebakaran.6
E. Diagnosis
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia (PPDGJ III), Untuk diagnosis pasti bakar patologis atau piromania:
Gambaran yang esensial dari gangguan ini adalah:
a) Berulang-ulang melakukan pembakaran tanpa motif yang jelas,
misalnya motif untuk mendapatkan uang, balas dendam, atau alasan
politis.
b) Sangat tertarik menonton peristiwa kebakaran,dan
c) Perasaan tegang meningkat sebelum melakukan, dan sangat
terangsang (intense excitement) segera setelah berhasil
dilaksanakan.
Bakar patologis harus dibedakan dari:
14
a) Sengaja melakukan pembakaran tanpa gangguan jiwa yang nyata
(dalam kasus demikian motifnya jelas).
b) Pembakaran oleh anak muda dengan gangguan tingkah laku (F91.1),
dimana didapatkan gangguan perilaku lain seperti mencuri, agresi,
atau membolos sekolah.
c) Pembakaran oleh orang dewasa dengan gangguan kepribadian
dissosial (F60.2), dimana didapatkan gangguan perilaku social lain
yang menetap seperti agresi, atau indikasi lain perihal kurangnya
peduli terhadap minat dan perasaan orang lain.
d) Pembakaran pada skizofrenia (F20.-), dimana kebakaran adalah
khas ditimbulkan sebagai respons terhadap ide-ide waham atau
perintah dari suara halusinasi.
e) Pembakaran pada gangguan mental organic (F00-F09), dimana
kebakaran ditimbulkan karena kecelakaan akibat adanya
kebingungan (confusion), kurangnya daya ingat atau kurangnya
kesadaran akan konsekuensi dari tindakannya, atau campuran dari
faktor-faktor tersebut.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) IV,
Ciri-ciri diagnostik dari piromania yaitu:
1) Kesengajaan dan penuh dengan tujuan untuk melakukan pembakaran
lebih dari satu kesempatan.
2) Timbul Ketegangan dan afektif sebelum melakukan perbuatan.
3) Daya tarik dengan, menarik perhatian, kecurigaan tentang, atau
atraksi pada api dan keadaan atau situasi yang ada (misalnya,
paraphernalia, penggunaan, dan konsekuensi).
4) Munculnya kesenangan, kepuasan, kebebasan ketika melakukan
pembakaran, atau ketika menyaksikan atau ikut serta dalam perbuatan
tersebut.
5) Pembakaran yang dilakukan bukan untuk mencari uang, sebagai suatu
ekspresi terhadap ideology sosiofatikal untuk merahasikan kejahatan
criminal, untuk mengungkapkan kemarahan atau balas dendam, untuk
meningkatkan taraf kehidupan, sebagai jawaban atas suatu delusi atau
halusinasi, atau sebagai suatu hasil ketidakmampuan (misalnya
demensia, retardasi mental, intoksikasi zat).
6) Pembakaran yang dilakukan tidak menjadi bukti dari gangguan
perilaku, suatu episode mania, ataupun gangguan kepribadian
antisosial.
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan dari piromania adalah menghilangkan kebiasaan atau
perilaku tersebut. Perlu dilakukan pengontrolan terhadap perilaku suka
membakar pada anak dan remaja.3
Penanganan pasien dengan piromania meliputi:
1. Terapi Farmakologis
Pengobatan piromania secara farmakologis dapat menggunakan obat
15
golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor), seperti Sertraline,
Paroxetine, Fluvoxamine, Flouxetine, dan Citalopram.7,8
2. Cognitive Behavioral Therapy
Terapi ini bermanfaat untuk mencari ketertarikan seseorang dalam
kegiatan yang lain selain pembakaran dan memberikan kegiatan sosial yang
lain bagi seorang piromaniak.7,9
3. Psikoterapi dan Sosioterapi
Terapi ini bermanfaat karena memberikan kesempatan kepada pasien
piromania untuk menceritakan keluhan dan isi hati pasien sehingga muncul
kelegaan bagi pasein. Dengan psikoterapi juga dapat bermanfaat untuk
mempererat hubungan antara dokter dan pasien yang dapat membantu dokter
untuk menggali semua informasi yang dibutuhkan dari pasien. Psikoterapi juga
dapat digunakan oleh dokter untuk memberikan pengertian kepada pasien
tentang penyakit yang dialami dan pasien dapat memahami kondisi dirinya
secara labih baik dan dokter dapat menganjurkan kepada pasien untuk berobat
lebih teratur.3,7
Selain psikoterapi, juga dilakukan sosioterapi bagi pasien dengan memberikan
pengertian kepada keluarga pasien agar dapat memahami kondisi pasien dan
diharapkan keluarga dapat memberikan motivasi kepada pasien untuk terlepas
dari penyakitnya.3,8
G. Prognosis
Prognosis piromania pada anak dan remaja tergantung dari faktor
penyebabnya baik individu maupun lingkungan. Anak dan remaja yang
mengalami piromania dapat mengalami ketidakmampuan dan masalah
sosialkultur. Namun, dengan terapi yang adekuat dapat mengarhakan kepada
prognosis yang lebih baik. Piromania yang terjadi pada usia dewasa memiliki
prognosis yang sedikit lebih buruk. Dalam beberapa kasus, ada pasien dengan
remisi spontan tetapi penyembuhan secara menyeluruh belum diketahui.4
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Bakar Patologis atau Piromania termasuk ke dalam gangguan
kebiasaan dan impuls. Gangguan ini termasuk gangguan perilaku tertentu yang
tidak termasuk dalam rubrik lain. Gangguan ini ditandai oleh tindakan
berulang yang tidak mempunyai motivasi rasional yang jelas, serta yang
umumnya merugikan kepentingan penderita sendiri dan orang lain
(maladaptif). Piromania adalah sikap yang rekuren, kesengajaan melakukan
pembakaran, ataupun timbulnya ketegangan atau afektif sebelum melakukan
pembakaran, atau suatu tindakan atau daya tarik dengan api dan suatu
kepuasan dan kebebasan yang berkaitan dengan pembakaran. Ada beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya piromania, yaitu faktor individu
dan lingkungan. Ada juga beberapa teori yang berkaitan dengan piromania,
16
yaitu teori psikodinamika, teori biologi, dan teori psikoterapi. Kejadian
piromania sangat langka, ada penelitian yang mendapatkan hanya sekitar 2%
pasien piromania ada dari berbagai kasus pembakaran yang terjadi. Adapun
gejala-gejala yang ada pada piromania yaitu adanya kesengajaan dalam
melakukan pembakaran pada satu kesempatan atau lebih, adanya ketertarikan
melakukan pembakaran, pembakaran yang dilakukan bukan untuk
mendapatkan uang, kemarahan, alasan sosial dan politik, ataupun berkaitan
dengan aktivitas kriminal, adanya ketegangan saat melakukan pembakaran
diikuti kepuasan saat melakukan pembakaran, adanya kesenangan melihat
kebakaran. Diagnosis dari piromania dapat ditegakkan dengan Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ III) atau
dengan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) IV.
Penatalaksanaan bagi piromaniak dapat dilakukan dengan terapi farmakologis,
cognitive behavioural therapy, terapi psikososial dan sosioterapi.
Daftar Pustaka
1. Maslim, Rusdi, dr. 2003. Buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ III). Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI.
2. Scrib. Gangguan Pengendalian Impuls. Jakarta: Scrib,Corp.3. Kay, Jerald, and Allan Tasman. 2005. Essentials of Psychiatry. USA:
Jhon Wiley & Sons, Ltd.4. American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. Mental
Disorder-Piromania. 3615 Wisconsin Avenue, NW, Washington, DC 20016-3007.
5. Freudenrich, Craigh, PhD. 2012. What is Pyromania?. Discovery Fit and Health.
6. Bipolar Central. 2012. Pyromania. USA: Biporal Central,Ltd.7. Health Disease.org. Pyromania, Causes, Symptoms and Treatment. 8. University of Minnesota Impuls Control Disorders Clinic. Pyromania-
Epidemiology and Treatment. USA: eNotes.com.9. Health and Fitness Centre. 2012. Symptoms of Pyromania. USA.
17
Top Related