Download - Referat Obsessive Compulsive Disorder

Transcript
Page 1: Referat Obsessive Compulsive Disorder

Referat

Obsessive Compulsive Disorder

Pembimbing:

Dr. Ni Wayan Ani Sp.KJ

Disusun Oleh:

M. Fahrezha

110.2008.313

SMF Ilmu Kesehatan Jiwa

RS. Jiwa Islam Klender

Desember 2013

Page 2: Referat Obsessive Compulsive Disorder

DAFTAR ISI

Daftar Isi ………………………………………………………. 1

BAB I

Pendahuluan ………………………………………………………. 2

BAB II

Tinjauan Pustaka ………………………………………………………. 3

Definisi ………………………………………………………. 3

Epidemiologi ………………………………………………………. 3

Etiologi ………………………………………………………. 3

Patofosiologi ………………………………………………………. 5

Man. Klinis ………………………………………………………. 7

Diagnosis ………………………………………………………. 10

Diagnosis Banding ………………………………………………………. 13

Penatalaksanaan ………………………………………………………. 14

Prognosis ………………………………………………………. 15

BAB III

Kesimpulan ………………………………………………………. 16

Daftar Pustaka ………………………………………………………. 17

1

Page 3: Referat Obsessive Compulsive Disorder

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gangguan obsesif kompulsif merupakan sekelompok gejala yang

beranekaragam yang ditandai oleh adanya obsesif dan/atau kompulsif yang menyita

waktu atau secara signifikan mengganggu keseharian pasien dalam hal pekerjaan,

keluarga, kehidupan sosial serta menyebabkan penderitaan yang bermakna. Obsesif

adalah suatu pikiran, perasaan, ide ataupun sensasi yang mengganggu dan berulang-

ulang. Bila obsesif adalah suatu aktivitas mental, maka kompulsif adalah suatu

perilaku yang sadar, teratur, dan berulang-ulang, seperti menghitung, memeriksa,

ataupun menghindari. Meskipun perilaku kompulsif dilakukan pasien untuk

menghindarkan dirinya dari kecemasan, kerap kali hal tersebut tidak mempengaruhi

kecemasannya bahkan meningkatkan kecemasannya.

Hingga kini, penyebab dari gangguan obsesif-kompulsif belum dapat

ditentukan dengan pasti. Terdapat bukti yang kuat adanya faktor biologis dan genetik.

Di lain pihak, faktor psikologis seperti proses belajar, kepercayaan yang salah, dan

pikiran yang katastrofik ditunjukkan pada sebagian besar pasien dan tampaknya

memainkan peran yang penting pada penampakan gejala dan bertahannya gejala.2

Pikiran atau bayangan obsesi dapat kekhawatiran yang biasa tentang apakah

pintu sudah dikunci atau belum sampai fantasi aneh dan menakutkan tentang

bertindak kejam terhadap orang yang disayangi. Istilah kompulsif menunjuk pada

dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu

pikiran obsesif mengakibatkan suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif dapat

berupa berulang kali memeriksa pintu yang terkunci, kompor yang sudah mati atau

menelepon orang yang dicintai agar selalu bisa memastikan keselamatannya.1,2

2

Page 4: Referat Obsessive Compulsive Disorder

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Tindakan obsesi adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, impuls,

yang berulang dan intrusif. Kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan

disadari seperti menghitung, memeriksa, dan menghindar.

Tindakan kompulsi merupakan usaha untuk meredakan kecemasan yang

berhubungan dengan obsesi namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan.

Pasien dengan gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi tidak

beralasan sehingga bersifat egodistonik.1

Epidemiologi

Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar

gangguan mulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa

terjadi pada masa kanak-kanak. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan dewasa

sama. Namun untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif

dibandingkan perempuan.

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya merupakan orang-orang

yang sukses, pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka menghakimi, sangat berhati-

hati, kaku, dan pencemas yang kronis yang menghindari keintiman dan hanya

menikmati sedikit kesenangan dalam hidupnya. Mereka suka bimbang dan banyak

permintaannya dan sering kali dianggap sebagai orang yang dingin, pendiam, dan

tidak ramah.1,2

Etiologi

Penyebab gangguan obsesi kompulsi bersifat multifaktor, yaitu interaksi

antara faktor biologik, genetik, faktor psikososial.

1. Faktor Biologis

a. Neurotransmitter

Banyak uji coba klinis yang dilakukan terhadap berbagai obat

mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat

di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan.

3

Page 5: Referat Obsessive Compulsive Disorder

Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif

kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. Beberapa peneliti

mengatakan bahwa sistem neurotransmitter kolinergik dan

dopaminergik pada pasien gangguan obsesif-kompulsif adalah 2

bidang penelitian riset untuk masa depan.

b. Penelitian pencitraan otak

Tomografi Emisi Positron telah menemukan peningkatan aktivitas

(metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis

(khususnya kauda), dan singulum pada pasien dengan gangguan

obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT) dan pencitraan

resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran

kaudata secara bilateral pada pasien dengan gangguan obsesif-

kompulsif.

c. Genetika

Data genetik yang ada entang gangguan obsesif kompulsif konsisten

dengan hipotesis bahwa penurunan gangguan obsesif kompulsif

memiliki suatu komponen genetika yang bermakna. Penelitian

keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan

bahwa 35% sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-

kompulsif juga menderita gangguan.

d. Data biologis lainnya

Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram (EEG)

tidur, dan penelitian neuroendokrin telah menyumbang data yang

menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan

obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang

lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien gangguan

obsesif kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan

yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti

penurunan latensi REM (rapid eye movement). Penelitian

neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan dengan

gangguan depresif, seperti nonsupresi pada dexamethasone-

suppression test pada kira-kira sepertiga pasien dan penurunan sekresi

hormon pertumbuhan pada infus clonidine (catapres).

4

Page 6: Referat Obsessive Compulsive Disorder

2. Faktor Perilaku

Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah teori stimuli yang dibiasakan.

Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan kecemasan atau ketakutan

melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan

peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan

atau gangguan.

Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa

tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran

obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku

kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan.

Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan

dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar

menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari.

3. Faktor Psikososial

Faktor kepribadian dan faktor psikodinamika.2

Patofisiologi

Lebih dari 50% pasien dengan gejala gangguan obsesif kompulsif gejala

awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa

yang stressfull, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga. Seringkali

pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan penyakit

bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien mengalami perjalanan

penyakit yang berflukuasi sementara sebagian lain menetap/terus menerus ada.

Proses patofisiologi yang mendasari terjadinya OCD belum secara jelas

ditemukan. Penelitian dan percobaan terapeutik menduga bahwa abnormalitas pada

neurotransmitter serotonin (5-HT) di otak secara berarti terlibat dalam kelainan ini.

Secara kuat didukung pula oleh efikasi pengobatan dengan serotonin reuptake

inhibitor (SRIs) pada OCD.

Bukti-bukti yang ditemukan juga terdapat dugaan adanya abnormalitas system

transmisi dopaminergik pada beberapa kasus OCD. Pada beberapa penelitian kohort,

Sindroma Tourette dan tic kronik multiple pada umumnya ada bersamaan dengan

OCD dengan pola autosomik dominan. Gejala OCD pada tipe-tipe pasien seperti ini

memiliki respon yang baik dengan terapi kombinasi SSRIs dan antipsikotik.

5

Page 7: Referat Obsessive Compulsive Disorder

Penelitian dengan menggunakan pencitraan fungsional pada pasien OCD telah

memperlihatkan suatu pola yang abnormal. Terutama MRI dan positron emission

tomography (PET) telah menunjukkan peningkatan aliran darah dan aktivitas

metabolik pada korteks orbitofrontal, system limbic, nucleus kaudatus, dan thalamus,

dengan kecenderungan berada perdominan di daerah kanan. Pada beberapa penelitian,

daerah yang mengalami over-aktivitas ini telah mengalami perubahan ke arah normal

setelah terapi dengan SSRIs dan atau cognitive behavioral therapy (CBT). Temuan ini

mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa gejala pada OCD dikendalikan oleh

terganggunya inhibisi intrakortikal dari jalur transmisi orbitofrontal-subkortikal yang

berperan dalam mediasi emosi yang kuat, dan respon autonom terhadap emosi

tersebut. Cingulotomy, intervensi bedah saraf, kadang-kadang digunakan pada OCD

yang resisten pengobatan, untuk mengganggu jalur transmisi tersebut.

Abnormalitas inhibisi yang serupa telah diobservasi pada sindroma Tourette,

dengan postulat yang mengatakan adanya modulasi abnormal di daerah ganglia

basalis.

Penelitian yang lebih baru memberikan perhatian lebih pada abnormalitas

system glutamatergik dan kemungkinan untuk menggunakan terapi glutamatergik

untuk OCD. Walaupun dimodulasi oleh serotonin dan neurotransmitter lainnya,

sinaps-sinaps pada jalur cortico-striato-thalamo-cortical diduga kuat terlibat pada

pathogenesis OCD yang utamanya melalui neurotransmitter glutamate dan gamma-

aminobutyric acid (GABA). Studi-studi preklinik dan beberapa laporan kasus serta

beberapa penelitian kecil lainnya telah menyediakan beberapa terapi-terapi

pendukung yang menggunakan agen spesifik glutamatergik. Walau demikian, agen-

agen ini (seperti memantine, n-acetylcysteine, riluzole, topiramate, glycine) memiliki

efek glutamatergik dan efek farmakologis yang bermacam-macam, sehingga jika

mereka dilihat efektif terhadap pengobatan OCD, penting untuk mengklarifikasi

terhadap mekanisme kerja terapeutik yang lainnya.1,2

6

Page 8: Referat Obsessive Compulsive Disorder

Manifestasi Klinis

Pada umumnya obsesi dan kompulsi mempunyai gambaran tertentu seperti:

1. Adanya ide atau impuls yang terus menerus menekan ke dalam kesadaran

individu.

2. Perasaan cemas atau takut akan ide atau impuls yang aneh.

3. Obsesi dan kompulsi egoalien.

4. Pasien mengenali obsesi dan kompulsi merupakan sesuatu yang abstrak dan

irasional.

5. Individu yang menderita obsesi kompulsi merasa adanya keinginan kuat untuk

melawan.

Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsi, yaitu:

1. Kontaminasi

Pola yang paling sering adalah obsesi tentang kontaminasi, yang diikuti oleh

perilaku mencuci dan membersihkan atau menghindari obyek yang dicurigai

terkontaminasi.

2. Sikap ragu-ragu yang patologik

Pola kedua yang sering terjadi adalah obsesi tentang ragu-ragu yang sering

diikuti dengan perilaku kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang

situasi berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak

mengunci pintu rumah).

3. Pikiran yang intrusif

Pola yang jarang adalah pikiran yang intrusif tidak disertai kompulsi, biasanya

pikiran berulang tentang seksual atau tindakan agresif.

4. Simetri

Obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak

lamban, misalnya makan bisa memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur

kumis dan janggut.

Pola yang lain: obsesi bertemakan keagamaan, trichotilomania, dan menggigit-

gigit jari.1

7

Page 9: Referat Obsessive Compulsive Disorder

8

Page 10: Referat Obsessive Compulsive Disorder

Tabel Persentase Gejala Obsesi

Tabel Persentase Gejala Kompulsi

9

Page 11: Referat Obsessive Compulsive Disorder

Diagnosis

Kriteria diagnosis menurut DSM-IV:

A. Salah satu obsesif atau kompulsif

Obsesif didefinisikan sebagai berikut:

a. Pikiran, impuls atau bayangan yang pernah dialami yang berulang dan

menetap yang intrusive dan tidak serasi yang menyebabkan ansietas

dan distress, yang ada selama periode gangguan.

b. Pikiran, impuls, atau bayangan bukan ketakutan terhadap problem

kehidupan yang nyata.

c. Individu berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,

atau bayangan atau menetralisir dengan pikiran lain atau tindakan.

d. Individu menyadari bahwa pikiran, impuls, bayangan yang berulang

berasal dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar atau pikiran

yang disisipkan).

Kompulsif didefinisikan oleh:

a. Perilaku berulang (misalnya mencuci tangan, mengecek) atau aktivitas

mental (berdoa, menghitung, mengulang kata dengan tanpa suara) yang

individu merasa terdorong melakukan dalam respons dari obsesinya,

atau sesuatu aturan yang dilakukan secara kaku.

b. Perilaku atau aktivitas mental ditujukan untuk mencegah atau

menurunkan distress atau mencegah kejadian atau situasi. Walaupun

perilaku atau aktivitas mental tidak berhubungan dengan cara yang

realistik untuk mencegah dan menetralisir.

B. Pada waktu tertentu selama perjalanan penyakit, individu menyadari bahwa

obsesi dan kompulsi berlebihan dan tidak beralasan. Catatan keadaan ini tidak

berlaku pada anak.

C. Obsesi dan kompulsi menyebabkan distress, menghabiskan waktu

(membutuhkan waktu lebih dari 1 jam perhari) atau mengganggu kebiasaan

normal, fungsi pekerjaan atau akademik atau aktivitas sosial.

D. Bila ada gangguan lain pada axis 1, isi dari obsesi dan kompulsi tidak terkait

dengan gangguan tersebut.

Gangguan tidak disebabkan efek langsung dari penggunaan zat, (misalnya

obat) atau kondisi medik umum.1

10

Page 12: Referat Obsessive Compulsive Disorder

Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif

atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari

selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber

penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala

obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

b. Setidaknya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun

ada pikiran lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang

memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau

anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas).

d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan

yang tidak menyenangkan.1,2,3,4

Pemeriksaan Status Mental

Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan depresi.

Penderita gangguan obsesif kompulsif sering kali juga menunjukan gejala depresi dan

sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran

obsesif selama episode depresinya. Pasien obsesif-kompulsif, khususnya laki-laki,

memiliki angka hidup membujang yang lebih tinggi daripada rata-rata. Jumlah

percekcokan perkawinan yang lebih tinggi daripada biasanya ditemukan pada pasien.

Seorang mahasiswa di perguruan tinggi midwestern melapor ke dokter bahwa

ia memiliki kesulitan belajar, karena sering menghabiskan waktu berjam-jam setiap

malamnya untuk membangkitkan kembali pikiran tentang peristiwa di siang hari,

khususnya interaksi dengan orang-orang di sekitarnya. Ia menyamakan kejadian

tersebut seperti memutar videotape setiap peristiwa secara berulang-ulang dalam

pikirannya. Penurunan prestasi mencemaskan dirinya.

Pasien berkata, pada pertanyaan lebih lanjut bahwa ia sring melakukan ritual

berdandan selama 2 jam jika bersiap pergi dengan teman-teman. Mencukur, mandi,

menyisir rambut, dan mengenakan pakaian, semuanya membutuhkan kesempurnaan.

Pasien tidak mengalami perenungannya tentang peristiwa di siang hari

menurut pengendaalian sadarnya, dan ia berusaha untuk mengabaikan dan menekan

hal tersebut. Kemenduaan tentang apakah pikiran itu adalah obsesi yang

11

Page 13: Referat Obsessive Compulsive Disorder

sesungghunya atau semata-mata pikiran obsesional mungkin merupakan kepentingan

diagnostik dalam membedakan gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan kecemasan

umum, di mana perenungan seringkali ditemukan. Pada kasus ini, pasien

menunjukkan gejala kompulsi yang jelas. Perilaku berulang yang dilakukan menurut

aturan tertentu atau dalam cara yang stereotipik yang tidak memberikan fungsi yang

berguna dan tidak menyenangkan.1,2

Siklus OCD

Persamaan Obsesi dan Kompulsi

Suatu pikiran atau dorongan yang mendesak ke alam sadar secara gigih dan

terus menerus.

Timbul perasaan takut yang hebatdan penderita berusaha untuk

menghilangkan pikiran atau dorongan itu.

Obsesi dan kompulsi itu dirasakan sebagai asing, tidak disukai, tidak dapat

diterima, tetapi tidak dapat ditekan.5

12

Page 14: Referat Obsessive Compulsive Disorder

Diagnosis Banding

1. Kondisi Medis

Persyaratan diagnostik DSM IV tentang ketegangan personal dan gangguan

fungsional membedakan gangguan obsesif-kompulsif dari pikiran dan

kebiasaan berlebihan yang umumnya atau ringan. Gangguan neurologis utama

yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette,

gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan kadang-kadang

komplikasi trauma dan pascaensefelitik.

Gangguan Tourette

Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal

yang hampir setiap hari terjadi. Gangguan Tourette dan gangguan obsesif-

kompulsif memiliki onset usia yang sama dan gejala yang mirip. Kira-kira

90% pasien dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif, dan

sebanyak 2/3 nya memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-

kompulsif.

2. Kondisi Psikiatrik

Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesif-

kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia,

dan gangguan depresif. Gangguan obsesif-kompulsif biasanya dapat

dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain.

Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan

fungsional yang berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif. Fobia

adalah dibedakan dengan tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan

kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat disertai oleh gagasan

obsesif, tetapi pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif saja tidak

memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat.2

13

Page 15: Referat Obsessive Compulsive Disorder

Tatalaksana

Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah faktor

biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan

terapi perilaku.

A. Psikofarmakologi:

1. Clomipramine

3 x 25 mg (efek samping: mengantuk, dll)

2. SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor)

Dapat diberikan fluoxetin (2 x 20 mg), atau sertraline (2 x 50 mg), atau

esitalopram (2 x 10 mg), atau fluvoxamin (2 x 50 mg).

B. Psikoterapi:

Banyak pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif yang resisten terhadap

usaha pengobatan yang diberikan baik dengan obat maupun terapi perilaku.

Walaupun gangguan obsesif-kompulsif dasarnya adalah biologik, namun

gejala obsesif kompulsifnya mungkin mempunyai makna psikologis penting

yang membuat pasien menolak pengobatan. Eksplorasi psikodinamik terhadap

resistensi pasien terhadap pengobatan sering memperbaiki kepatuhan

pengobatan.

Jenis psikoterapi yang diberikan dapat berupa:

a. Psikoterapi suportif

b. Terapi perilaku

c. Terapi kognitif perilaku

d. Psikoterapi dinamik

Beberapa penelitian mendapatkan bahwa kombinasi farmakoterapi dan terapi

perilaku lebih efektif menurunkan gejala obsesif kompulsif.1,4

14

Page 16: Referat Obsessive Compulsive Disorder

Prognosis

Kira-kira 20-30% pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna,

sementara 40-50% perbaikan yang sedang. Sedang sisanya 20-40% gejalanya

menetap dan memburuk. Sepertiga dari gangguan obsesif-kompulsif disertai

gangguan depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki

risiko bunuh diri.

Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, onset masa kanak,

kompulsi yang bizzare, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas dengan

gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham dan adanya

gangguan kepribadian. Indikasi adanya prognosis baik adalah adanya penyesuaian

sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejala yang

episodik.1,2

15

Page 17: Referat Obsessive Compulsive Disorder

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gangguan obsesif–kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan

adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak

waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress).

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala–gejala obsesif atau tindakan kompulsif

atau kedua–duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut–

turut. Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif

diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak, genetika,

faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan faktor

psikodinamika.

Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan

obsesif–kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah

laku. Prognosis pasien dinyatakan tidak bisa sembuh sempurna. Dengan pengobatan

bisa memberikan pengurangan gejala.1,2,5

16

Page 18: Referat Obsessive Compulsive Disorder

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumawardhani, Dr, Sp.KJ (K) (2013). “Buku Ajar Ilmu Psikiatri”. Jakarta:

Penerbit FKUI

2. Kaplan, Harold; Sadock, Benjamin (2010). “Sinopsis Psikiatri”. Jakarta:

Penerbit Binarupa Aksara

3. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (1993).

“Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III di Indonesia.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI

4. Maslim, Rusdi (2001). “Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa”. Jakarta:

Penerbit FK Unika-Atma Jaya

5. Maramis, Willy F.; maramis, Albert A. (2013). “Catatan Ilmu Kedokteran

Jiwa, Edisi 2”. Jakarta: Airlangga University Press

17