Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kasus kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan serius yang menjadi masalah
kesehatan di negara maju maupun berkembang. Di negara berkembang seperti
Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak kecelakaan lalu
lintas yang cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan (14-15% per tahun) dengan
pertambahan prasarana jalan hanya sebesar 4% per tahun. Lebih dari 80% pasien yang
masuk ke ruang gawat darurat adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa
tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda, dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya
merupakan kecelakaan yang disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda,
olah raga, dan korban kekerasan.1,2
Di Amerika Serikat, kejadian kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% korban meninggal sebelum tiba
di rumah sakit dan lebih dari 100.000 korban menderita berbagai tingkat kecacatan
akibat kecelakaan lalu lintas tersebut.1
Indonesia dewasa ini menghadapi permasalahan kecelakaan lalu lintas jalan yang
cukup serius, menurut data dari Mabes Polri setiap tahun tercatat 9.856 orang
meninggal akibat kecelakaan lalu lintas jalan tersebut. Tingginya korban kecelakaan
tersebut disadari telah mendorong tingginya biaya pemakai jalan, dan secara ekonomi
menyebabkan terjadinya pemborosan sumber daya. Berbagai upaya penanganan juga
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 1
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
telah dilakukan untuk mengurangi jumlah dan kelas kecelakaan lalu lintas jalan
(accident severity) tersebut.3
Di Jakarta sendiri, dari 614 kasus kecelakaan lalu lintas yang diotopsi sepanjang tahun
1982, 490 kasus sebab kematiannya merupakan hasil kecelakaan lalu lintas yang fatal,
yang mana korban kecelakaan lalu lintas mengalami luka-luka , seperti luka di bagian
kepala, ekstrimitas atas, ektrimitas bawah, tubuh depan , dan tubuh belakang.2
Distribusi korban kecelakaan lalu lintas terutama kelompok usia produktif antara 15-
44 tahun dan lebih didominasi kaum laki-laki. Kelompok ini merupakan aset sumber
daya manusia yang sangat penting untuk pembangunan bangsa.4
B. DEFINISI
Menurut UU NO.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, Pasal 1 No.24
disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak
diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan
yang lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda.5
Berdasarkan UU NO.22 Tahun 2009 Pasal 229 No.1-5 membagi kecelakaan lalu
lintas sendiri menjadi 3, yaitu:5
1. Kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
kendaraan dan/atau barang.
2. Kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan
dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
3. Kecelakaan lalu lintas berat, yaitu merupakan kecelakaan yang mengakibatkan
korban meninggal dunia atau luka berat.
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 2
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
BAB II
CEDERA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS
Kejadian cidera dan kejadian fatal terjadi dalam berbagai jenis transportasi tetapi jika
dihitung secara numerik kecelakaan lalu-lintas jalan raya mendominasi kejadian kecelakaan
di seluruh dunia. Di negara-negara maju, sebagian besar korban kecelakaan jalan raya adalah
korban yang berusia di bawah 50 tahun, dan pada kalangan usia muda tren ini bahkan
cenderung meningkat. Pola cidera, kejadian fatal dan hal-hal lainnya, memiliki perbedaan
bergantung pada jenis korbannya, yakni korban sebagai penumpang kendaraan, pengendara
motor, pengendara sepeda atau pejalan kaki.6
A. DINAMIKA CIDERA AKIBAT KECELAKAAN DALAM BERKENDARA
Banyak fakta fisik dasar yang dapat membantu menjelaskan pola cidera akibat kecelakaan
lalu-lintas yang begitu kompleks, khususnya yang diderita oleh pengendara. 6
1) Cidera pada organ kelenjar disebabkan oleh perubahan tingkat gerakan. Kecepatan
berapapun asalkan konstan tidak memberikan pengaruh seperti yang terbukti dalam
perjalanan ruang angkasa atau rotasi bumi. Sebaliknya, perubahan kecepatanlah yang
meninggalkan akibat traumatik – baik itu perubahan menjadi lebih cepat (akselerasi)
atau menjadi lebih lambat (deselerasi). 6
2) Perubahan kecepatan dapat diukur dalam ‘gravitasi’ atau ‘G forces’. Jumlah yang
dapat ditoleransi oleh tubuh sangat bergantung pada arah melajunya gaya. Deselerasi
pada gaya 300 G dapat menyelamatkan orang dari cidera dan bahkan hingga 2000 G
pun orang dapat selamat dari ancaman kecelakaan, dengan sarat bahwa gerakan
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 3
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
sebesar itu menuju pada sudut yang benar sesuai dengan sumbu panjang tubuh.
Tulang frontal dapat tahan terhadap gaya sebesar 200 G tanpa menderita fraktur dan
ketahanan maksimal ini bahkan mencapai gaya sebesar 400 G. Ketahanan yang sama
juga dimiliki oleh bagian thoraks. 6
3) Selama akselerasi atau deselerasi kerusakan kelenjar yang terjadi akan bergantung
pada gaya yang berlaku tiap bidang unit, seperti halnya sebuah pisau tajam yang
memiliki daya tembus yang lebih baik dibandingkan pisau tumpul jika digerakkan
dengan gaya yang sama. Jika seorang pengendara mobil menghentikan mobilnya dari
kecepatan 800 km/jam dengan membenturkan kepalanya pada bagian windscreen
frame sebesar 10 cm3, maka kerusakan yang terjadi akan lebih parah daripada gaya
deselerasi tersebar hingga 500 cm3 dengan bantuan sabuk pengaman. 6
4) Antara 60 dan 80 persen tabrakan kendaraan (baik dalam struktur yang tetap maupun
dalam kendaraan yang lainnya) bersifat frontal, sehingga menyebabkan deselerasi
yang keras. Adapun 6 persen lainnya diderita pada bagian belakang (rear impacts)
kendaraan, yang mempercepat laju kendaraan dan penumpangnya. Sisanya, sekitar
setengah akibat tabrakan akan menimpa bagian samping. 6
5) Dalam frontal impact yang umum terjadi, tidak akan pernah terjadi penghentian yang
instan pada kendaraan, bahkan meskipun kendaraan tersebut meluncur dan menabrak
struktur yang sangat masif sekalipun. Kendaraan itu mengalami deformasi dari bagian
depan sehingga akan selalu terjadi jarak dan waktu deselerasi, meskipun kadarnya
kecil. Dalam kenyataannya, riset desain pabrikan kendaraan saat ini membuat
ketentuan yang keteat untuk memperkecil akibat tabrakan bagi pengendara dan
penumpangnya. Tujuan riset ini ialah memperpanjang jarak dan memperlama waktu
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 4
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
berhentinya kendaraan, sehingga G value yang bertindak pada penumpang dapat
dikurangi. 6
6) Nilai G-forces dapat dihitung dengan rumus: G = C (V2)/D, dimana V adalah
kecepatan (km/jam), D adalah jarak berhenti (meter) setelah kejadian, dan C adalah
konstanta (0,0039). (Jika V dalam m/jam dan D dalam feet, maka C menjadi bernilai
0,04). Sebagai contoh, jika sebauh mobil melaju dengan kecepatan 80 km/jam
menabrak sebuah dinding batu sehingga mobil tersebut melesak sedalam 25 cm ke
dalam dinding, dilanjutkan dengan terpental sejauh 50 meter, maka tingkat
deselerasinya akan sebesar 33 G. jika seorang penumpang terikat erat pada sabuk
pengaman (dalam prakteknya hampir mustahil terjadi demikian), maka ia akan
mengalami deselerasi yang sama, sehingga penumpang tersebut akan selamat. 6
Akan tetapi, jika penumpang tersebut tidak terikat erat pada sabuk pengaman, ia akan
terus bergerak ke depan dengan kecepatan 80 km/jam dan akan mengalami G-forces yang
besar, yang merupakan ukuran yang akan bergantung pada jarak berhenti deformasi
(beberapa sentimeter dari kompresi kelenjar) saat ia membentur struktur mobil internal
yang berada di depannya. 6
B. POLA CIDERA PADA PENUMPANG KENDARAAN
Jenis kendaraan (selain sepeda motor) dalam teorinya memiliki sedikit perbedaan dalam
mekanisme kejadian cidera, namun sebagian besar survei statistik membaginya ke dalam
mobil dan van kecil yang berbobot mati 1,5 ton, pada satu pihak dan pada pihak lain
kendaraan berat, seperti truk dan bus, meskipun kelompok yang disebut terakhir ini
memiliki fitur yang berbeda yang lebih mirip dengan pesawat penumpang. 6
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 5
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
Kendaraan berat pengangkut barang biasanya mengalami kerusakan/akibat yang lebih
ringan daripada kendaraan kecil jika terjadi kecelakaan karena memiliki massa dan
kekuatan yang lebih besar, dan juga ketinggiannya dari permukaan tanah. Kerusakan
struktural dari pengaruh dengan kendaraan-kendaraan yang ukurannya lebih kecil akan
lebih ringan dan sering terjadi pada bagian di bawah posisi pengemudi. Meskipun
demikian, karena daya deselerasinya lebih kecil, maka para penumpang tetap rentan
terhadap pola-pola cidera. 6
Van berbobot ringan secara umum identik dengan mobil dalam hal akibat kecelakaan
yang menimpa penumpang yang duduk di bagian depan kendaraan. Dalam kenyataannya
mereka dapat memiliki resiko yang lebih besar, karena van-van modern yang ada saat ini
cenderung memiliki bagian depan yang datar dan oleh sebab itu memiliki sedikit atau
bahkan tidak memiliki potensi ‘’pental’ yang dapat memperlama waktu berhenti. Dengan
mengkonsentrasikan perhatian pada mobil, sebagian besar korban kecelakaan kendaraan,
pola cidera berbeda-beda menurut kedudukan penumpang di dalam kendaraan yang
mengalami kecelakaan/tabrakan. 6
1. PENGEMUDI
Banyak penyelidikan yang telah dilakukan oleh oleh organisasi-organisasi riset jalan
raya dan pabrikan mobil dengan menggunakan model rekaan korban kecelakaan,
didukung dengan peralatan perekam dan sinematografi kecepatan tinggi. Langkah-
langkah ini menghasilkan gambaran yang detil tentang urutan kejadian tabrakan
kendaraan bermotor. Saat kejdian yang paling sering terjadi muncul, yakni frontal
impact, pengemudi yang tidak mengenakan sabuk pengaman pertama-tama tergeser
ke arah depan sehingga kakinya membentur bagian facia/parcel-shelf, dan perut atau
dada bagian bawahnya kontak dengan bagian bawah kemudi. Badan pengemudi
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 6
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
tersebut kemudian menekuk di sekitar kemudi dan mulai naik. Kepala menuju ke
depan, dan terjadi fleksi bagian tulang servik dan thoraks. Komponen ke depan dan ke
atas ini menyebabkan benturan kepala pada bagian windscreen, upper windscreen
rim, atau rangka mobil bagian samping (side pillar). Windscreen sering mengalami
perforasi oleh kepala atau wajah, dan seluruh badan dapat terpelanting dan menabrak
kaca, memecah kaca tersebut dan jatuh ke tanah, atau bahkan ke aspal. 7
Satu lagi faktor penyebab cidera adalah adanya intrusi bagian-bagian struktural ke
dalam kompartemen penumpang. Meskipun mobil-mobil keluaran sekarang telah
didesain sedemikian rupa sehingga dapat menjaga kompartemen penumpang agar
tetap sentral, jika pengaruhnya besar, mesin atau komponen front-wheel dapat
terdorong ke belakang hingga ke daerah kursi tempat pengemudi/penumpang,
sehingga pengemudi mengalami intrusi. Tidak jauh berbeda, bagian atap mobil atau
pilar sudut bagian depan mobil (yang disebut pula sebagai ‘A’-frame) dapat menimpa
pengemudi. 6
Salah satu pengaruh intrusi kolom, mesin, dan gearbox dapat berupa daya floor up in
ke belakang yang bertumpu pada kaki. Pedal kendali juga berperan di dalam intrusi,
dan dalam kondisi rem mendadak atau mengubah gigi secara mendadak tekanan fleks
pada kaki akan mendesak kaki tersebut sehingga mempengaruhi kondisi pelvis. kolom
kemudi yang pada awalnya mendapatkan resiko terburuk akibat intrusi, terdorong ke
belakang sehingga terjadilah cidera pada bagian dada atau perut. Desain modern telah
mengurangi bahaya ini dengan membuat kolom menjadi teleskopis, atau dapat
disesuaikan, tetapi cidera tetaplah dapat terjadi – kadang-kadang akibat rem otomatis
pada kemudi. Dalam kejadian ini, jika pengemudi tidak mengenakan sabuk pengaman
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 7
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
maka ia akan terpental ke bagian samping dan jatuh ke jalan raya, khususnya dalam
peristiwa tabrakan yang beruntun. 6
Di dalam rear impact, pengemudi mengalami akselerasi dan, jika ia tidak terikat erat
pada sabuk pengaman, maka pengemudi tersebut akan menderita hiperekstensi yang
parah pada bagian leher, sering diikuti dengan serangkaian kejadian deselerasi,
bahkan saat mobil membentur kendaraan atau tertabrak dari depan, sehingga
menyebabkan terjadinya ‘whiplash’. 7
Di dalam side impacts, cidera bergantung pada seberapa berat intrusi pada pintu dan
panel samping pengemudi. Alat-alat pengekang belum tentu dapat melindungi,
meskipun kendaraan-kendaraan modern biasanya telah memperkuat side-impact bars
yang dipasang bersama dengan pintu. 6
Kisaran kejadian-kejadian traumatik tersebut di atas dapat menghasilkan lesi-lesi
berikut ini pada pihak pengemudi jika ia tidak mengenakan sabuk pengaman atau
dilindungi oleh kantung udara:
(a) Pengaruh bagi fascia dapat menyebabkan abrasi, laserasi dan fraktur kaki di sekitar
lutut atau betis bagian atas.7
(b) Tekanan kaki pada lantai mobil, khususnya jika mengalami intrusi oleh mesin,
dapat menyebabkan fraktur di bagian manapun dari bagian kaki hingga bagian
femur. Kaki tersebut dapat mengalami cidera oleh kontak yang keras dengan fascia
atau dashboard dan persendian paha dapat mengalami dislokasi posterior. Adapun
kejadian yang tidak lazim adalah fraktur pada pelvis; bagian yang biasanya
mengalami cidera adalah persendian sakroiliak. Menurut Mant, yang mengadakan
penelitian terhadap 100 kecelakaan yang dialami oleh pengemudi, terdapat 22
kejadian cidera pelvis dan 31 kejadian cidera perut bagian bawah.8
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 8
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
(c) Pengaruh abdomen dan dada dari roda kemudi dapat menyebabkan cidera internal
yang parah, biasanya ruptur pada bagian liver (50 persen) dan, yang kurang sering
terjadi, pada bagian spleen (36 persen). Akan terjadi luka pada permukaan kulit,
namun kejadian ini sering tidak mengakibatkan cidera internal. Laserasi kulit
jarang terjadi kecuali jika roda kemudi membentur atau melukai bagian
tulang/rangka dada. Lesi-lesi lain akibat roda kemudi adalah luka pada paru-paru,
fraktur pada rusuk dan sternum, kontusi jantung dan haemothoraks atau
pneumothoraks, atau bahkan kedua-duanya. Hampir 70 persen dari data yang
dihimpun oleh Mant menunjukkan kejadian patah tulang rusuk.8
(d) Cidera perut bagian atas kurang lazim terjadi namun dapat terjadi dari gaya yang
dipindahkan oleh pegangan roda kemudi atau dari benturan dengan windscreen,
pilar, intrusive roof, bonnet atau lantai mobil jika kejadian berlangsung pada posisi
refleks protektif. Hanya 19 persen dari data yang dikumpulkan oleh Mant yang
menunjukkan adanya cidera pada bagian lengan.8
(e) Cidera yang paling jelas terlihat adalah pada bagian wajah dan kepala. Cidera ini
disebabkan oleh proyeksi terhadap pentalan menuju arah windscreen. Pengemudi
yang tidak mengenakan sabuk pengaman akan terangkat naik dan mengalami fleksi
ke depan sehingga bagian dahi dan tengkoraknya akan kontak dengan upper rim
dari windscreen sehingga menyebabkan laserasi. Bagian wajah sering menderita
luka akibat pecahan kaca. Pada sebagian besar kendaraan Eropa kaca tidak
dilaminasi, sehingga jika pecah maka pecahannya akan berupa serpihan berbentuk
kubus kecil yang ujungnya relatif tumpul. Akan tetapi serpihan-serpihan tumpul ini
masih dapat menyebabkan laserasi superfisial, sering dalam bentuk ‘V’ pendek
atau pola ‘sparrow-foot’. Cidera seperti ini tidak membahayakan nyawa akan tetapi
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 9
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
mengindikasikan pengaruh yang cukup untuk melempar pengemudi ke arah kaca.
Kerusakan yang umum terjadi adalah pada bagian mata.6
(f) Pengaruh windscreen rim atau pilar ujung – atau setelah pentalan terjadi – dapat
menyebabkan berbagai jenis atau derajat cidera pada kepala, termasuk laserasi,
retak tulang tengkorak, haemorrhage intrakranial atau kerusakan/gegar otak. Dalam
daftar yang dikumpulkan oleh Mant terdapat 42 kejadian fraktur tulang tengkorak
pada 100 orang pengemudi. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan yang diderita
oleh penumpang yang duduk di depan, seperti yang dilaporkan oleh Eckerts yang
menghimpun 300 kejadian serupa di Amerika Serikat, di mana pengemudi
menderita cidera dua kali lebih banyak dibandingkan penumpangnya, meskipun
laporan tersebut tidak menyebutkan berapa banyak kecelakaan yang melibatkan
pengemudi sekaligus penumpangnya.6
(g) Hiperfleksi tulang serviks saat bagian kepala terayun dapat menyebabkan fraktur
atau dislokasi. Sering terdapat komponen ganda di dalam hiperfleksi deselerasi
yang diikuti oleh hiperekstensi ulangan jika kepala terbentur saat terjadi tabrakan
pada bagian depan. Rear impacts juga menyebabkan ‘whiplash effect ganda, seperti
yang dikemukakan sebelumnya.7
Satu jenis cidera yang sering luput dari perhatian pada proses otopsi ialah dislokasi
atlanto-oksipital, yang oleh Mant dimasukkan ke dalam seri/kelompok ketiga.
Fraktur-fraktur lain dapat terjadi di manapun pada cervical spine, sering pada
sekitar C5-6. Perlindungan sabuk pengaman tidak dapat mencegah kerusakan
cervical spine, meskipun kekangan yang erat pada bagian kepala dapat mengurangi
cidera yang disebabkan oleh hiperekstensi. Thoracic spine jarang mengalami
kerusakan, tetapi pada pengemudi yang tidak mengenakan sabuk pengaman
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 10
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
whiplash effect sejenis dapat melukai atau menggeser upper dorsal spine, sekitar
T5-6-7.6
(h) Satu jenis cidera thoraks yang lebih umum terjadi yang berhubungan dengan
deselerasi ialah rusaknya aorta. Kejadian ini dapat berhubungan dengan whihplash
effect yang parah terhadap thoracic spine, karena aorta terlepas menuju permukaan
anterior vertebrae di mana busur distal bergabung dengan segmen lurus. Barangkali
alasan yang paling umum terjadinya kerusakan aorta ialah efek ‘pendulum’ hati.
Jika thoraks mengalami deselerasi yang keras, maka massa jantung besar akan
berusaha terus bergerak menuju dan dapat secara literal menarik diri dari basal,
yang merupakan bagian yang paling kasar dari aorta. Pemisahan terjadi pada titik
di mana aorta menyatu dengan spinal pada ujung busur.8
Terjadinya kerusakan pada aorta sering berupa kerusakan sirkluar, yang hampir
sama tajamnya dengan transeksi. Kadang-kadang terjadi luka sobekan itimal
transversal tambahan yang menjadi satu dengan luka utama, yang disebut dengan
‘ladder tears’, karena bentuknya yang menyerupai tangga. Hal-hal demikian dapat
terjadi jika tidak ada kerusakan aktual yang terjadi dan dapat disebut sebagai
temuan insidental selama proses otopsi. Kadang-kadang lukanya cukup dalam
hingga menyebabkan diseksi lokal darah hingga terserap ke dalam intima, yang
kecenderungannya tidak menyebabkan kematian yang mendadak. Jarang sekali
terjadi kematian yang tertunda akibat diseksi besar beberapa jam atau beberapa hari
kemudian. Aorta yang mengalami kerusakan adalah lesi yang biasa terjadi pada
kecelakaan lalu-lintas – untuk kasus tabrakan antara dua mobil, penulis
menemukan tiga aorta transeksi diantara empat kejadian kecelakaan.6
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 11
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
Frekuensi terjadinya luka sobekan cukup lazim terjadi sehingga harus diperhatikan.
Luka ini memerlukan otopsi prosektor dan penanganan yang cermat agar tidak
menyebabkan artefactual ladder tears pada aorta.6
(i) Cidera-cidera lain yang menimpa dada dapat disebabkan oleh benturan dengan
roda kemudi, pentalan menuju windscreen atau benturan dengan jalan. Akan terjadi
kemungkinan luka atau laserasi pada bagian dada akibat benturan dengan roda
kemudi, meskipun keberadaan kantong udara dan sabuk pengaman dapat
mengurangi kejadian cidera seperti ini. Di bawah kulit, fraktur sternal dan rusuk
sering dijumpai, meskipun cidera visceral yang fatal dapat terjadi tanpa didahului
patahnya tulang rusuk pada usia muda karena tulang rusuk mereka lebih rawan.7
(j) Jantung dapat mengalami kerusakan meskipun tidak terjadi tanda-tanda atau
fraktur thoracic cage eksternal. Luka epikardium dan myokardium. Pada
kecelakaan dengan kecepatan tinggi jantung dapat benar-benar mengalami avulsi
dari asalnya dan berpindah ke bagian dada. Tingkat kerusakan yang lebih ringan
dapat melaserasi ventrikel amaupun atrium, dan menyebabkan hemorrhage yang
berat. Trombosis arteri koroner digambarkan mengikuti kontusi yang terjadi pada
ateri koroner. Penetrasi cidera dari sternum, rusuk atau objek-objek eksternal dapat
melaserasi jantung secara langsung. Hemorrhage subendokardial pada sisi kiri
septum interventrikuler dan otot-otot papiler di seberangnya tidak dapat dijadikan
sebagai tanda-tanda terjadinya benturan, tetapi dapat dijadikan sebagai indeks
hipotensi katastrofis. Hemorrhage subendokrinal juga dapat terjadi pada ruang di
sekitar jantung, seperti yang penulis pernah temukan pada luka korban kecelakaan
pesawat terbang.9
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 12
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
(k) Paru-paru adalah bagian yang termasuk sering mengalami gangguan setiap kali
terjadi kecelakaan lalu-lintas, baik karena tertusuk oleh patahan tulang rusuk yang
menembus pleura atau dari benda tumpul. Kejadian yang disebut terakhir sering
menyebabkan luka memanjang ke arah bawah menuju ke bagian posterior paru-
paru yang terdapat pada saluran paravertebral. Bagian dalam paru-paru dapat
mengalami kerusakan akibat pleura viskeral, yang berasal dari dorongan atau
variasi masif tekanan intrathoraks selama tabrakan terjadi. Paru-paru seringkali
menunjukkan daerah-daerah pendarahan di bawah pleura, yang dapat disebabkan
oleh kontusi langsung, aspirasi darah dari daerah-daerah yang mengalami
kerusakan atau oleh darah yang terserap masuk ke saluran udara dari bagian luka di
daerah mulut dan hidung.8
(l) Cidera yang umum dialami oleh bagian perut adalah rusaknya liver, yang dapat
mengalami kerusakan pada bagian manapun. Lesi yang umum terjadi adalah luka
sentral pada permukaan bagian atas, yang dapat meluas dan bahkan menyebabkan
sobeknya organ. Kerusakan yang lebih ringan sering terjadi dalam bentuk luka
paralel yang dangkal tetapi banyak, pada permukaan atas. Luka-luka subkapsuler
dapat terjadi dengan terbentuknya haematoma subkapsuler, yang pada gilirannya
akan ikut mengalami kerusakan.6
(m) Cidera atau luka akibat terpental adalah hal yang lazim terjadi pada kecelakaan
lalu-lintas, dan kejadiannya sangat membahayakan baik bagi pengemudi maupun
penumpang. Kecelakaan seperti ini cenderung terjadi pada tabrakan beruntun.
Banyak penelitian yang telah diusulkan oleh para produsen mobil untuk
mengeluarkan teknologi door locks untuk mengurangi resiko cidera. Meskipun
telah terjadi distorsi yang cukup berpengaruh pada rangka kendaraan, tidak ada
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 13
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
yang dapat mencegah terbukanya atau rusaknya pintu. Penelitian oleh Moore dan
Tourin di Cornell University menyimpulkan bahwa cidera akibat terpental diikuti
dengan lesi steering-column merupakan kejadian kedua yang paling sering
menyebabkan trauma, dan, jika korban sampai terpental, maka akan terdapat
kesempatan lima kali lipat untuk selamat dari kematian daripada korban
terperangkap di dalam mobil. Moore dan Tourin menemukan bahwa saat pintu
terbuka satu dari tiga penumpang akan terpental ke luar mobil.6
Hampir setiap jenis cidera, biasanya lebih dari satu, akan dialami oleh korban
setelah ia terpental, baik akibat kontak dengan permukaan jalan atau (dalam
proporsi yang signifikan) akutab tertabrak oleh kendaraan lain, khususnya dalam
kecelakaan kendaraan bermotor. 6
2. PENUMPANG YANG DUDUK DI KURSI DEPAN
Di negara-negara Barat terdapat lebih banyak pengemudi yang tewas atau luka-luka
akibat kecelakaan lalu-lintas daripada penumpang, namun hal ini menunjukkan bahwa
proporsi mobil-mobil di sana didominasi oleh pengemudi – yang termasuk dalam
sepertiga daftar yang dikumpulkan oleh Mant. Di negara-negara dengan rasio
kendaraan terhadap penduduk yang lebih rendah terjadi kebalikannya dan banyak
kecelakaan disebabkan oleh terlalu sesaknya penumpang. Pola cidera yang dialami
oleh penumpang sama dengan pengemudi, namun kedudukannya di dalam mobil
lebih membahayakan, seperti yang digambarkan di dalam sebuah film buatan
Michelin Thyre Company, Prancis, La Place du Mort. 6
Meskipun tidak ada benturan antara dada dan roda kemudi, namun tidak adanya
hubungan ini juga membantah perlindungan yang ditawarkan oleh pengemudi di
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 14
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
dalam mengurangi tabrakan/benturan dengan windscreen, yang barangkali
memberikan sesuatu yang dapat dijadikan perlindungan oleh pengemudi tersebut.
Satu lagi faktor ialah bahwa pengemudi memusatkan perhatiannya secara konstan
pada jalan sehingga ia jarang sekali memperingatkan penumpangnya saat terjadi
resiko kecelakaan. Hal demikian dapat menjelaskan terjadinya luka pada bagian
kepala dan kerusakan otak yang diderita oleh penumpang yang tidak mengenakan
sabuk pengaman dalam data yang dihimpun oleh Mant, di mana persentasenya adalah
55 persen dan 42 persen, dibandingkan dengan 64 dan 53 persen. Namun, angka ini
dihasilkan sebelum sabuk pengaman dan kantong udara umum digunakan sebagai
perlengkapan mobil. 8
3. PENUMPANG YANG DUDUK DI KURSI BELAKANG
Sebelum sabuk pengaman populer digunakan – bahkan di beberapa negara sekarang
diwajibkan – ditengarai bahwa posisi duduk di kursi belakang cukup aman, jika
dibandingkan dengan posisi duduk di depan.6
Meskipun keberadaan sabuk pengaman telah secara dramatis mengurangi resiko
kecelakaan dengan cidera serius bagi para penumpang yang duduk di kursi depan,
bahaya bagi penumpang yang duduk di kursi belakang menjadi jauh lebih nyata. Satu
rangkaian data menunjukkan bahwa 49 persen dari jumlah penumpang yang duduk di
kursi belakang dalam kecelakaan mobil mengalami cidera yang serius dan cukup
serius. Kampanye dan peraturan pemerintah sama-sama berusaha untuk
menggalakkan penggunaan sabuk pengaman, tetapi perhatian kurang diberikan pada
keamanan penumpang yang duduk di kursi belakang, dan penggunaan sabuk
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 15
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
pengaman tersebut memang telah menjadi kewajiban di negara Inggris dan beberapa
negara lain.6
Selama terjadinya deselerasi yang keras, para penumpang yang tidak mengenakan
sabuk pengaman yang duduk di kursi belakang diproyeksikan ke arah depan dan
terhempas ke bagian belakang kursi depan, termasuk bagian sandaran kepala. Mereka
dapat saja terlempar ke atas kursi, menabrak dan mengalami cidera yang lebih parah
dibandingkan penumpang yang duduk di kursi depan atau bahkan terpental ke arah
windscreen, yang kemungkinan dapat pecah karena benturan oleh penumpang yang
berada di depan. 7
Dalam tabrakan beruntun, penumpang kursi belakang memiliki trauma yang sama
beratnya, tetapi mengalami cidera yang kemungkinan lebih banyak karena terbentur
berkali-kali, seperti terbentur kaca, spion, pegangan pintu, dan winders jendela.
Perubahan desain telah berhasil mengurangi bahaya ini dengan dipasangnya pegangan
pintu yang lebih lembut atau counter-sunk dan mirror yang mudah untuk diturunkan
bilamana menonjol ke luar. Peristiwa terpental adalah penyebab kematian dan cidera
serius lain yang umum ditemukan pada penumpang kursi belakang. 6
4. CIDERA AKIBAT SABUK PENGAMAN
Seperti yang telah dikemukakan di atas, banyak negara sekrang telah memiliki
peraturan yang mewajibkan pemasangan sabuk pengaman pada kursi depan dan kursi
belakang. Jika tidak ada undang-undang yang berlaku mengenai hal ini, ajakan saja
tidak akan cukup membantu, terlepas dari fakta bahwa resiko tidak adanya sabuk
pengaman hanya mencapai 20-25 persen, seperti yang terjadi di Australia. Penurunan
resiko juga terjadi di Inggris setelah pemerintah negara tersebut mewajibkan
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 16
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
penggunaan sabuk pengaman. Bukan hanya kematian yang dapat ditekan, tetapi juga
cidera wajah dan khususnya kerusakan mata dapat pula dikurangi. 9
Sabuk pengaman saat ini hampir menjadi komponen reguler pada mobil dan dipasang
dengan posisi diagonal, atau dikenal dengan istilah “three-point attachment belt”.
Bentuk sabuk pengaman yang sederhana ini juga dipasang pada pesawat terbang, di
mana fungsinya efektif. Sebagian besar sabuk pengaman sekarang memiliki jenis
‘inertia-reel’, yang memungkinkan gerakan lambat tetap akan menghentak jika terjadi
benturan keras atau mendadak. Keuntungannya menggunakan sabuk pengaman, selain
lebih nyaman, sabuk pengaman slack belt dapat secara otomatis dibelitkan ke
sekeliling tubuh. Penambat atau kekang yang lebih kompleks, seperti double shoulder
harness dan crotch strap, hanya dipasang pada pesawat terbang mesin ringan,
paragliding dan mobil balap. Meskipun jauh lebih efektif, penggunannya secara sosial
tidak dapat diterima untuk kendaraan biasa, karena jenis sabuk pengaman yang satu
ini juga mencakup kekang bagian kepala, yang hampir menjadi satu-satunya cara
untuk mencegah kerusakan hiperfleksi pada cervical spine. 9
Berbagai bentuk sabuk pengaman berfungsi dengan:
(a) Menahan penumpang agar tidak lepas dari tempat duduk, sehingga proyeksi ke
arah depan terhadap roda kemudi, windscreen dan A frame sudut dapat dicegah.
Kepala, meskipun masih dapat mengalami hiperfleksi, akan terlindungi dari
benturan kaca dan badan tidak dapat diproyeksikan pada kaca, lantai mobil,
maupun jalan. Sabuk ini dapat menyesuaikan dengan intrusi belakang mesin,
lantai, atap mobil atau pilar ujung jika struktur-strukturnya mencapai tempat
duduk penumpang pada posisi duduk awal. Efektivitas dari sabuk pengaman ini
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 17
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
juga bergantung pada fiksasi yang aman dari tempat duduk terhadap lantai
kendaraan. 6
(b) Sabuk pengaman menahan penumpang di dalam kendaraan saat terjadi hempasan
pada bagian pintu, karena kejadian terpental cenderung menambah resiko
kematian atau cidera parah. Sabuk pengaman relatif tidak efektif jika terjadi efek
samping, kecuali mengurangi cidera-cidera akibat terpental pada korban side-
swipes yang mengenakan sabuk pengaman, walaupun alasannya kurang jelas. 6
(c) Memperlama waktu dan jarak deselerasi dengan menambah elastisitas sabuk,.
Agar dapat beperan efektif, sabuk pengaman harus dipasang secara kencang pada
tubuh agar mendapatkan tingkat kekangan/ikatan yang tinggi, baik dengan
menyesuaikan pengaturnya maupun dengan menggunakan inertia reel. Sabuk
pengaman tidak boleh digunakan lagi jika telah bekas karena ‘daya melarnya’
lebih tinggi sehingga membayakan penggunanya. 6
(d) Memperluas daya bidang aplikasi deselerasi. Seperti yang dikemukakan
sebelumnya, badan harus menyerap apapun G-force yang berlaku atas badan
tersebut, dihitung dengan rumus G = C (V2)/D. jika diabsorbsi oleh pengaruh
lokal sejauh beberapa sentimeter pesrsegi di atas tulang kepala, maka cidera fatal
akan dapat terjadi. Deselerasi yang serupa dengan difusi thoraks dan abdomen
sebesar 500 cm3 dari sabuk pengaman juga akan mengurangi resiko cidera. 6
Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa sabuk pengaman dapat menyebabkan cidera,
yang biasanya tergolong parah. Inilah salah satu alasan mengapa peraturan di
sejumlah negara, namun sebagian besar peraturan tersebut dinilai tidak logis,
memiliki perbedaan sehingga resiko kematian dan cidera tetaplah tinggi setelah sabuk
pengaman diberlakukan. 9
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 18
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
Satu lagi kritisi yang tidak valid terhadap sabuk pengaman ialah karena alat ini
menghambat penggunanya untuk meloloskan diri dari bahaya kebakaran mobil.
Kebakaran yang terjadi pada mobil angkutan penumpang memang jarang terjadi
dalam kenyataan. Sebuah laporan penelitian dari Bako et al. (1970) di Kanada
menunjukkan bahwa dari 1297 buah kejadian kecelakaan kendaraan, hanya 24
kejadian yang berhubungan dengan kebakaran, dan hanya tiga pasien yang
mengalaminya.6
Pemasangan atau penempatan tali sabuk pengaman yang tidak tepat akan mengurangi
bidang kontak, tetapi dapat menambah resiko cidera. Tali yang longgar akan
memungkinkan badan untuk bergerak relatif dengan sabuk sbelum kekangan yang
tiba-tiba muncul, sehingga mengurangi jarak antara penumpang dan struktur-struktur
yang dihadapannya. 6
Meskipun ukurannya terlalu kecil untuk golongan anak-anak dan perempuan yang
bertubuh kecil, tetapi badan dapat masuk dari bawah tali kekang – yang disebut
dengan ‘submarining’ – atau dapat bertindak sebagai kekang penahan di sekeliling
leher. Beberapa perempuan menemukan bahwa kekang tali diagonal akan menekan
bagian payudara, meskipun tidak dipasang terlalu kencang, sehingga menambah
ketegangan selama deselrasi yang cenderung menciderai kelenjar yang ada pada organ
dada. 6
Perempuan hamil juga bermasalah dengan sabuk pengaman, tetapi meskipun cidera
uterine dan fetal merupakan kejadian yang paling lazim terjadi dan dapat dianggap
sebagai komponen transversal sabuk tiga titik.9
Cidera akibat mengenakan sabuk pengaman dapat berbeda-beda jenisnya dari cidera
ringan hingga berat. Luka permukaan kulit paling sering terjadi dan dapat dilihat pada
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 19
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
sekitar bidang diagonal letak sabuk yang menempel pada tubuh. Hal demikian lebih
jelas terlihat pada kasus kecelakaan pesawat terbang karena daerah tekanannya tidak
begitu luas. Luka kulit permukaan dapat terjadi pada dinding perut dan dada, tetapi
lesi yang berbahaya terdapat pada bagian visceral. Muatan abdominal mengalami luka
yang paling parah, khususnya jika menggunakan sabuk jenis lap-straps. Luka
mesentry, atau intenstine besar dan kecil biasanya terjadi karena fleksi akut akibat
penasangan lap-strap. Pembuluh besar dapat pula mengalami luka seperti halnya
caecum. Aorta abdominal dapat tergores dan lumbar spine dapat mengalami fraktur
kompresi atau dislokasi menuju cakram pada daerah midlumbar. 6
Tali diagonal biasanya mencegah cidera perut yang serius karena fungsinya mencegah
hiperfleksi, tetapi tali ini dapat pula menyebabkan cidera thoracic. Luka pada kulit
dan otot serta fraktur dapat menyertai terjadinya kerusakan klavikel atau sternum di
mana sabuk dipasang menyilang pada bagian tersebut. Beberapa penulis (lihat pada
daftar pustaka di belakang), telah mengadakan penelitian tentang cidera akibat sabuk
pengaman. 6
5. CIDERA AKIBAT KANTONG UDARA
Dalam beberapa tahun terakhir ini penggunaan kantung udara semakin intensif, dari
awalnya sekedar dipasang pada mobil-mobil mahal hingga sekarang dapat dijumpai
pada mobil-mobil yang harganya relatif murah. Alat ini terdiri atas kantong yang
berukuran besar, yang biasanya dilipat di dalam wadah pada kemudi dan di dalam
fascia di depan penumpang kursi depan.9
Sebuah alat deselerasi yang sensitif memicu inflasi dari kanister gas, yang terjadi
dalam hitungan seper-sekian detik. Deflasi juga terjadi dengan cepat, sehingga kontrol
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 20
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
mobil residu dan tindakan penyelamatan keluar dari kendaraan menjadi tidak
terhambat. 6
Kantung yang mengalami inflasi didesain untuk interposisi antara penumpang dan
struktur frontal kabin penumpang, untuk mencegah terjadinya benturan dan
hiperfleksi. 9
6. KERAWANAN ANAK-ANAK TERHADAP KENDARAAN
Masalah ini khususnya penting karena meliputi sejumlah aspek. Banyak negara yang
telah memberlakukan undang-undang untuk melindungi anak-anak yang menumpang
mobil karena mereka masih sangat rentan dan rawan terhadap ancaman kecelakaan. 6
Pertama, dapat dipahami, namun sangat berbahaya, jika orang dewasa dengan serta-
merta membolehkan anak-anak untuk menumpang tanpa sabuk pengaman di kursi
depan mobil. Beberapa orang tua bahkan memperbolehkan mereka untuk berdiri di
bagian ujung fascia tepat di bawah windscreen, sehingga hal ini sangat
membahayakan keselamatan anak. Tempat duduk anak yang dipangku oleh ibunya
juga berbahaya, karena berada pada titik deselerasi yang menghadap langsung dengan
windscreen. Kemungkinan terbesar benturan dengan fascia dan windscreen
menyebabkan kematian dan cidera wajah, khususnya pada bagian mata. 6
Sabuk pengaman untuk orang dewasa tidak tepat digunakan untuk anak-anak (atau
bahkan orang dewasa yang bertubuh kecil), karena titik fiksasi pada pilar pintu terlalu
tinggi bahkan meskipun tali dapat dipendekkan agar kencang. Diagonal dapat
melewati bagian tenggorokan sehingga resikonya sangat berbahaya. 6
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 21
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
Meskipun beberapa negara di Eropa telah memberlakukan larangan terhadap anak-
anak di bawah usia 14 tahun untuk duduk di kursi depan mobil, profesi medis di
Berlin yang mengkampanyekan hal serupa untuk pengendara sepeda motor. 6
Seperti yang dibahas di depan, kampanye serupa juga mempengaruhi pemasangan
sabuk pengaman kursi belakang untuk anak-anak dan dewasa. Setelah dilarang duduk
di kursi depan, anak-anak dianggap lebih aman jika duduk di kursi belakang, tetapi
banyak anak yang meninggal dan mengalami lebih banyak kecelakaan akibat
terbentur oleh kursi belakang, penumpang di depannya dan internal fitments. Tempat
duduk khusus di atas tempat duduk reguler kemudian diusulkan pemasangannya
untuk penumpang anak-anak, khususnya bayi. Pada tahun 1988 Parlemen Inggris
memberlakukan peraturan tempat duduk khusus anak-anak, kemudian pada tahun
1991 peraturan yang sama juga berlaku bagi orang dewasa. 6
7. CIDERA PADA PENGENDARA SEPEDA MOTOR
Meskipun di negara maju jumlah kendaraan roda dua (sepeda motor) lebih sedikit
daripada kendaraan roda empat atau lebih (mobil), namun tingkat kejadian cidera dan
kematian pada pengendara motor lebih tinggi. Sebagai contoh, di Inggris dan Wales
(1989) angka kematian pengendara motor usia 16-24 tahun lebih tinggi dibandingkan
kelompok usia yang sama yang mengendarai mobil (343 berbanding 323) meskipun
rasio jumlah motor:mobil di Inggris sangatlah kecil. Pada kelompok usia 24-44 tahun,
terdapat 192 pengendara motor dan 381 pengendara mobil yang tewas akibat
kecelakaan lalu-lintas.6
Pada kebanyakan kasus kecelakaan sepeda motor, posisi pengendara ketika
kecelakaan akan benar-benar terpental dari kendaraannya, sehingga biasanya daerah
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 22
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
kepala, pinggul, dan ekstrimitas akan menderita cidera yang parah sebagai akibat dari
kecelakaan.7
Dua ektremitas badan yang paling menderita akibat kecelakaan menunjukkan
tingginya angka luka-luka/cidera pada bagian dada dan perut.
(a) Karena pengendara jatuh ke tanah, maka cidera kepala lebih sering terjadi,
menyebabkan 80 persen kematian (Bothwell). Meskipun helm pelindung telah
menjadi perangkat wajib pengendara di sebagian besar negara, namun tingkat
keparahan kecelakaan sering mengalahkan pengaruh protektif dari helm
tersebut.6
(b) Benturan dengan permukaan jalan atau kendaraan lain yang melacu cepat
menyebabkan gegar otak, tetapi seringnya bersifat temporoparietal. Satu
komplikasi yang biasa terjadi adalah fraktur pada tulang tengkorak basal.
Terjadinya keretakan pada dasar tulang tengkorak yang melintang menuju tulang
sfenoid melalui pituitary fossa dikenal dengan sebutan motorcyclist’s fracture.
Satu lagi jenis lain ring fracture di sekitar foramen magnum di dalam posterior
fossa disebabkan oleh benturan pada ujung kepala. Leher menjadi bagian tubuh
yang paling sering menderita dan Mant menemukan adanya fraktur cervical spine
yang parah, bahkan meskipun pengendara telah mengenakan helm dengan benar.
Kontusi korikal dan laserasi, kadang-kadang contrecoup, cukup berat sehingga
menyebabkan terjadinya ekstrusi kelenjar otak. 6
(c) Kaki sering menjadi sasaran cidera ketika terjadi kecelakaan sepeda motor, baik
oleh benturan awal dengan kendaraan lain maupun oleh struktur jalan, atau
terjepit oleh rangka motor. Laserasi, luka bakar friksi dan fraktur – sering
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 23
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
gabungan dari ketiganya – adalah hal yang umum terjadi. Mant mencatat fraktur
pada kaki dan pelvis pada 35 persen kasus yang ia teliti. 7
(d) Setiap bagian tubuh dapat mengalami cidera, tetapi tidak ada yang sesering
ekstremitas. Jatuh dari mesin, khususnya dengan kecepatan tinggi, dapat
menyebabkan patah tulang rusuk dan kerusakan viskeral, khususnya kerusakan
liver. 7
(e) Ketika pengendara terjatuh dan terpental dari sepeda motor, seluruh atau
sebagian tubuh pengendara akan bergesekan dengan jalan dalam kecepatan tinggi
sehingga terjadi abrasi luas pada banyak permukaan tubuh.7
(f) Cidera yang umum dialami oleh pengendara motor adalah kecelakaan ‘trail-
gating’, di mana pengendara melaju ke arah belakang sebuah truk sehingga
motornya masuk ke kolong truk tersebut, tetapi kepala si pengendara terbentur
oleh tail-board (bak belakang truk). Dekapitasi dapat terjadi pada sebagian besar
kasus yang ekstrim, namun cidera kepala dan leher yang parah hampir tak
terhindarkan. Truk di banyak negara saat ini harus dilengkapi dengan palang besi
yang kuat untuk menghindari masuknya korban kecelakaan sepeda motor ke
dalam truk. Helm penyelamat dapat berfungsi untuk menjadi tameng atau
pelindung benturan yang sebagian bergantung pada getaran, sekaligus
mengendalikan G-force deselerasi.6
8. CIDERA PADA PENGENDARA SEPEDA
Secara umum luka-luka yang dialami oleh pengendara sepeda bukan berupa luka-luka
yang serius dan tidak mengancam nyawa. Hal ini dikarenakan kecepatan pengendara
sepeda yang tidak terlalu cepat.7
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 24
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
Jenis luka-luka atau cidera yang diderita oleh pengendara sepeda hampir sama dengan
yang diderita oleh pengendara motor, karena sepeda memiliki instabilitas yang sama
dengan kecepatan yang jauh lebih rendah. Sekali lagi cidera kepala akibat benturan
mendominasi kejadian kecelakaan pengendara sepeda. Adapun jenis cidera lainnya
meliputi cidera paha dan dada. Kerusakan sekunder pada bagian bahu juga sering
terjadi. 7
9. CIDERA PADA PEJALAN KAKI
Di seluruh dunia, kecelakaan lalu-lintas yang dialami oleh pejalan kaki adalah
kejadian yang paling sering dijumpai. Terdapat sekitar 50 persen dari sepertiga
kematian di jalan raya dialami oleh pejalan kaki. Kejadian paling sering ditemukan
pada daerah-daerah yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi, misalnya di Asia
Selatan, sebagian Afrika, Timur Tengah dan Amerika Tengah. Sebagian besar pejalan
kaki tertabrak oleh mobil atau truk, dan jenis kendaraan membedakan dinamika
pengarunya, yang – berbeda dari cidera yang dialami oleh penumpang – merupakan
sebuah proses akselerasi, bukan deselerasi. 6
Jenis dan pola cidera pada pejalan kaki dipengaruhi oleh 4 faktor yang berperan
dalam kecelakaan transportasi pada pejalan kaki. Berikut adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi pola cidera pada pejalan kaki.7
a) Kecepatan kendaraan
b) Jenis kendaraan
c) Adanya pengereman atau tidak
d) Umur pejalan kaki yang tertabrak
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 25
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
Cidera awal disebabkan oleh benturan pertama kendaraan dengan korban, sedangkan
cidera lanjutan disebabkan oleh benturan lanjutan dengan tanah. Beberapa penulis
juga menggunakan istilah ‘cidera tersier’ untuk mendeskripsikan terjadinya benturan
korban dengan tanah, karena cidera ‘sekunder’ mereka hubungkan dengan benturan
dengan kendaraan, misalnya saat korban berusaha menghindari tabrakan/kontak
dengan windscreen. 7
(a) Ketinggian bumper kendaraan (‘fender’) berada di bawah pusat gravitasi pejalan
kaki usia dewasa, yang berada pada daerah perut. Sehingga benturan pertama
cenderung menghantam kaki dari bagian bawah korban dan memutarnya menuju
ke arah kendaraan. Bergantung pada profil depan mobilnya, pejalan kaki yang
tertabrak dapat terlempar ke depan maupun terjempit ke arah mobil. 6
(b) Jika korban terlempar ke depan, maka cidera sekunder akan dialami oleh adanya
benturan dengan tanah, serta benturan awal pada kaki dan sering juga pada
bagian paha. Bahaya berikutnya muncul jika saat korban terpental ke depan, di
sana datang kendaraan menghampiri korban.6
(c) Jika korban cenderung jatuh menghampiri kendaraan yang menabraknya, maka ia
akan kontak dengan windscreen. Kontak yang keras dengan kaca depan ini akan
membuat korban mengalami cidera awal. Cidera seperti ini dapat terjadi jika
kendaraan melaju pada kecepatan 23 km/jam (sekitar 15 m/jam; di bawah 19
km/jam tubuh biasanya akan diproyeksikan ke depan. Jika kecepatannya tinggi,
terkadang badan akan melenting seperti gerakan salto menuju ke atap kendaraan
yang menabraknya. Hal demikian lebih cenderung terjadi jika mobil tidak
mengerem, tetapi tetap melaju melewati orang yang ditabraknya. 6
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 26
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
(d) Dalam sebagian besar kasua, pejalan kaki yang tertabrak dengan posisi
menghampiri atau melompati objek yang menabraknya kemungkinan akan
terlempat menuju sisi mobil, dan cidera sekunder akan ia alami saat jatuh ke
tanah atau tertabrak oleh kendaraan lainnya. Korban akan jatuh ke tanah di depan
kendaraan. 6
(e) Jika benturan/tabrakan terjadi dalam kecepatan tinggi, misalnya lebih dari 50
km/jam (31 m/jam), tubuh akan terpental tinggi di udara dengan jarak tertentu,
baik ke samping maupun sejajar dengan mobil – atau bahkan ke arah belakang.
Akan sulit bagi kita mengestimasikan kecepatan tabrakan dari sifat cidera yang
dialami. Hal demikian akan fatal bahkan meskipun dalam kecepatan yang rendah
(10 km/jam, atau 6 m/jam), namun benturan dalam kecepatan tigngi bisanya
hanya berakibat cidera ringan. Jika korbannya anak-anak, meskipun pola umum
cideranya sama, ukuran tubuhnya yang lebih pendek dan berat badan yang lebih
ringan akan mempengaruhi mekanisasi tabrakan. Kontak awal terjadi pada
bagian tubuh yang lebih tinggi, sehingga korban anak-anak cenderung terpental
ke depan dibandingkan berputar ke atas, meskipun banyak pula yang terpelanting
ke arah kendaraan penabrak. 6
(f) Jika pejalan kaki ditabrak oleh kendaraan lebih besar, misalnya van, truk, atau
bus, titik awal tabrakan lebih tinggi dan dapat menyebabkan cidera awal pada
pelvis, perut, tulang bahu, lengan atau kepala. Karena profil yang dimiliki oleh
jenis-jenis kendaraan ini, maka tidak ada tabrakan yang membuat korban
terpental ke arah kendaraan, dan korban biasa bergerak ke depan dan menderita
cidera/luka-luka sekunder akibat benturan dengan jalan. 7
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 27
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
C. PENYEBAB KEMATIAN DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS
Kematian karena luka parah lebih mudah dijelaskan, misalnya luka parah pada bagian
kepala yang kemudian mengalami gegar otak dan pendarahan. Seringkali cidera yang
berbeda-beda lebih sulit untuk dipelajari, namun dalam kasus-kasus yang umum orang
umumnya akan menganggapnya sebagai ‘cidera beragam (multiple injuries), karena
cidera yang dialami oleh korban bermacam-macam bentuknya. 6
Saat kematian terjadi akibat kecelakaan di jalan, atau korban kemudian tewas setelah
bertahan beberapa saat setelah ditabrak, biasanya akan terdapat kerusakan mukuloskeletal
atau organ, hemorrhage parah, blokade aliran udara dari darah, atau asfiksia traumatis
dari fiksasi bagian dada yang disebabkan oleh benturan dengan bagian kendaraan.
Korban yang sempat bertahan hidup namun kemudian meninggal dapat disebabkan oleh
terjadinya pendarahan yang tanpa henti, hemorrhage sekunder, kegagalan renal akibat
hipotensi dan/atau kerusakan otot yang ekstensif, embolisme lemak, infeksi lokal, infeksi
dada atau sistemik lainnya, infarksi myokardial atau serebral dan sequeale lainnya. 6
Adanya penyakit alami juga menjadi pertimbangan yang penting di dalam kematian
akibat kecelakaan lalu-lintas, seperti kemungkinan adanya kematian yang disebabkan
oleh penyakit yang diderita korban. Sedangkan kerusakan pada indera penglihatan atau
pendengaran dapat pula menyebabkan kecelakaan, meskipun hal demikian hampir tidak
pernah dimasukkan ke dalam catatan otopsi. Tentu saja, kemungkinan lainnya ialah
pengaruh konsumsi alkohol yang menyebabkan intoksisasi pada diri korban. 6
Jika pembahasan kita melibatkan pihak pengemudi atau pilot – atau bahkan kapten kapal
– maka adanya penyakit atau intoksikasi dapat menjadi unsur pengaruh yang sangat
penting. Pendapat umum menyatakan bahwa kematian mendadak jarang menyebabkan
kendaraan lepas kendali. Penelitian yang dilakukan oleh Schmidt terhadap 39 kasus
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 28
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
kematian di Jerman menemukan bahwa 97 persen dari penyakit kardiovaskuler dan 90
persen dari penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian di jalan raya. Sementara
itu Morild di Norwegia menemukan bahwa 14 dari 133 kasus kematian akibat kecelakaan
lalu lintas disebabkan oleh penyakit, terutama atheroskeloris koroner. 6
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 29
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
BAB III
PEMERIKSAAN FORENSIK PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS
A. PEMERIKSAAN FORENSIK
Dalam rangka membantu proses peradilan dalam hal menyelesaikan kasus hukum
mengenai kecelakaan lalu lintas, seorang dokter adalah seorang ahli yang tepat bagi
penegak hukum untuk memeriksa barang bukti yang berupa mayat, orang hidup, bagian
tubuh manusia, atau sesuatu yang berasal dari tubuh manusia.10
Kegiatan otopsi secara umum identik dengan prosedur yang biasanya berlaku , tetapi
ditambah dengan perhatian khusus pada hal-hal berikut ini:
1. Karena ketentuan pidana terlibat di dalam kasus kecelakaan lalu-lintas, maka
masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum seperti identitas mayat dan
kontinuitas bukti harus dipastikan. 6
2. Mayat harus dikenakan pakaian, jika kondisinya saat dibawa ke rumah sakit telah
tewas, shingga cidera yang ia derita dapat dicocokkan dengan kerusakan pakaian yang
dikenakannya. Seringkali hal demikian mustahil dilakukan, khususnya jika korban
tidak memungkinkan untuk dibawa dengan mengenakan pakaian sebelum ia
mengalami kecelakaan. 6
3. Sampel darah harus didapatkan dari golongan darah dan sekarang mungkin
disesuaikan dengan ‘sidik jari DNA’ dalam kasus ‘tabrak-lari’ yang di tempat
kejadiannya ditemukan bercak darah atau petunjuk-petunjuk lainnya. 8
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 30
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
4. Pemeriksaan eksternal, seperti untuk semua jenis kematian akibat trauma, adalah hal
yang sangat penting sehingga harus dilakukan secara detil, akurat dan tercatat semua.
Ketinggian pola cidera di atas permukaan tungkai korban harus ditandai, untuk
membandingkannya dengan dimensi kendaraan penabraknya. Semua jenis bukti dapat
ditemukan oleh seorang ahli patologi, dari bercak cat dan serpihan kaca hingga
bagian-bagian dari struktur kendaraan. 7
5. Otopsi yang menyeluruh harus dilakukan, bukan hanya menjadi semacam katalog
daftar cidera yang dialami oleh korban. Adanya kemungkinan penyakit yang diderita
oleh korban sebelum ia tewas tertabrak, maupun penyakit yang mungkin diderita oleh
si pengendara harus dipertimbangkan. Lesi jantung dan serebral lama dan baru
khususnya penting untuk dijadikan petunjuk. 6,7
6. Pemeriksaan alkohol dan obat-obatan pada kecelakaan merupakan suatu yang penting.
Konsumsi alkohol oleh pengemudi dan pejalan kaki telah menyebabkan 25.000
kematian dari total 800.000 kecelakaan di Amerika serikat setiap tahunnya. Alkohol
adalah penyebab terbesar kecelakaan fatal pada kecelakaan tunggal. Beberapa obat
seperti obat antihistamin dan antidepresi yang dikonsumsi sesaat sebelum mengemudi
juga dapat menyumbangkan sejumlah kasus kecelakaan kendaraan bermotor.8
Penyalahgunaan obat-obatan seperti penyalahgunaan amphetamine, marijuana, dan
obat-obatan terlarang dapat diidentifikasi dari tubuh korban melalui sampel darah dan
urine. Pemeriksaan toksikologi ini sangat berguna bagi pihak asuransi dalam hal
prosedur untuk melakukan klaim asuransi. Apabila pengendara terbukti lalai dalam
berkendara karena pengaruh alcohol atau obat-obatan non narkotik, pengendara dapat
dikenai pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009. Hal ini berbeda apabila pengendara dalam
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 31
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
pengaruh konsumsi narkotik, pengendara akan dikenai pasal berlapis pasal 112 jo,
pasal 132, subsider 127 UU no. 35 tahun 2009 tentang narkotika. 5,8
B. BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN MENGGUNAKAN KENDARAAN
BERMOTOR
Bunuh diri dengan kendaraan bermotor adalah salah satu hal yang sulit dalam praktek
forensik. Kecuali situasi dan bukti-bukti jelas. Cara dan posisi kematian pada
pemeriksaan forensik sangat penting bagi pihak perusahaan asuransi dalam hal klaim
terhadap asuransi tersebut.8
Beberapa fakta dan penemuan yang biasanya dapat membantu menegakkan bunuh diri
dengan kendaraan bermotor:8
1. Adanya percobaan bunuh diri pada beberapa waktu sebelumnya
2. Adanya riwayat depresi pada korban
3. Adanya bukti kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi
4. Tidak adanya bukti melakukan pengereman.
5. Tabrakan dengan pohon, jembatan, atau benda-benda keras lain yang mengenai sudut
mati pada tengah-tengah bagian depan kendaraan.
6. Adanya catatan sebelum kematian yang menyebutkan bahwa ingin bunuh diri.
Pada kasus pembunuhan dengan kendaraan bermotor, pembunuhan dapat dilakukan
melalui 4 cara:
a) Pembunuhan terencana pejalan kaki dengan menggunakan kendaraan. Investigasi
situasi seperti ini tidaklah sulit jika pembunuhan tersebut terdapat saksi disekitar
tempat kejadian perkara. Jika pengendara mobil meninggalkan lokasi dan tidak
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 32
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
ada bukti adanya perencanaan sebelumnya, maka kejadian seperti ini dapat
diklasifikasikan sebagai tabrak lari.8
b) Tabrak lari. Hal ini mungkin merupakan salah satu tindakan kriminal dengan
kendaraan yang menyebabkan cidera serius ataupun kematian. Pengendara “secara
tidak sengaja” membunuh ataupun melukai seseorang dan meninggalkan lokasi
untuk melarikan diri dari hukum.8
Hal yang berhubungan dengan kelalaian dalam berkendara diatur dalam pasal 310
UU No. 22 Tahun 2009, dimana pasal tersebut mendeskripsikan kecelakaan dalam
4 kondisi yang dibagi berdasarkan atas tingkat cedera yang dialami korban.
Dimulai dari cedera ringan, sedang, berat, dan meninggal dunia, hukuman yang
diterima disesuaikan dengan seberapa parah kondisi korban. Kelalaian yang
dimaksud dalam pasal ini adalah tidak adanya unsur kesengajaan pengendara
dalam berkendara yang mengakibatkan kecelakaan yang dialami korban.
Contohnya dalam berkendara pengendara tidak ugal-ugalan, mabuk sambil
berkendara, atau berkendara sambil menelpon, dan lain-lain.5
Luka ringan adalah luka yang tidak menyebabkan sakit atau halangan dalam
melakukan pekerjaan (jabatan atau pencarian). Luka sedang adalah luka/cedera
diantara luka berat dan luka ringan (misalnya vulnus laceratum, vulnus scissum,
atau fraktur) yang tidak mengancam nyawa. Dengan kata lain, luka sedang
merupakan luka yang menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan untuk
sementara waktu. Luka yang termasuk luka berat dirinci dalam KUHP pasal 90
antara lain adalah jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut, tidak mampu
terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan, kehilangan salah
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 33
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
satu pancaindera, mendapat cacat berat, menderita sakit lumpuh, terganggunya
daya pikir selama empat minggu lebih, gugur atau matinya kandungan seorang
perempuan.11
Apabila terdapat unsur kesengajaan dalam berkendara yang mengakibatkan
kecelekaan, maka pengendara dapat dikenakan pasal 311 UU No. 22 Tahun 2009.
Hal ini disesuaikan dengan cara berkendara pengemudi, apabila mengemudi
dengan ugal-ugalan pengendara dapat dikenai pasal berlapis, pasal 283 UU No. 22
Tahun 2009 tentang mengemudikan kendaraan dengan tidak wajar. Apabila
pengendara mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan atau melanggar
rambu lalu lintas lainnya, maka pengendara dapat dikenai pasal 287 UU No. 22
Tahun 2009 tentang pelanggaran rambu-rambu lalu lintas.5
Berbeda lagi dalam hal tabrak lari, dalam kasus ini pengendara akan dikenai pasal
berlapis, pasal 312 UU No. 22 Tahun 2009. Dalam pasal ini hukuman yang akan
didapat pengendara akan jauh lebih berat.5
Hal penting pada investigasi tabrak lari adalah indentifikasi dari kendaraan dan
pengemudi yang menyebabkan kematian. Pemeriksaan yang teliti dari TKP,
tubuh, dan pengumpulan bukti adalah hal yang penting. Beberapa barang yang
harus dikumpulkan misalnya: pakaian termasuk sepatu, darah, urin, rambut dari
kepala dan kelamin, kotoran, kaca, oli dan karat pada pakaian dan tubuh.8
c) Kecelakaan palsu untuk menyebunyikan tindakan kriminal. Kejadian ini sangat
jarang ditemukan, tetapi bukan berarti tidak ada. Seseorang bisa saja dibunuh
dengan suatu maksud, kemudian tubuhnya diletakan di dalam kendaraan dan
kemudian didorong ke jalan raya agar terlihat seperti kecelakaan. Ketelitian yang
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 34
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
tinggi dibutuhkan dalam mengidentifikasi kasus seperti ini. Pemeriksaan terhadap
seluruh luka dan penyebab kematian dapat membantu dalam proses identifikasi.8
d) Menyembunyikan tindakan kriminal dengan membakar korban di dalam mobil.
Pada kasus seperti ini dapat dilakukan tes CO, karena pada kasus
menyembunyikan korban di dalam mobil dan dibakar, kadar carboxyhemoglobin
pada darah akan rendah. Pemeriksaan otopsi lainnya juga dapat ditemukan adanya
luka-luka lain yang dapat menyebabkan kematian selain luka bakar.8
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 35
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauzi AA. Penanganan cedera kepala di puskesmas. [updated 2007 Desember] Available
from: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-1.htm
2. Hardajati S. Penerapan variable traffic controllers system di dki Jakarta. [updated 2007
Agustus] Available from : http://www.digilib.itb.ac.id.ai
3. Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum. Perhitungan besaran biaya kecelakaan lalu
lintas dengan menggunakan metoda the gross output. Available from :
www.pu.go.id/satmika/balitbang/sni/buat%20web/rsni%202005/pedoman%20teknik/
pusjatan/pd%20t-02-2005-b.pdf
4. Saanin S. Cedera kepala. [updated 2002 Januari] Available from :
http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/sebab.html
5. Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. Available from :
www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt4a604fffd43d3/parent/lt4a604fcfd406d
6. Knight B. Transportation injuries. Forensic Pathology Second Edition. New York :
Oxford University Press, 1996. Pages : 275-293
7. Vincent J., Dominick J. Transportation deaths. Handbook of Forensic Pathology Second
Edition. Georgetown : Landes Bioscience, 1998. Page : 175 – 183
8. Fatteh A. Transportation fatalities. Handbook of Forensic Pathology. Philadelphia : J.B.
Lippincott Company, 1973. Pages: 209 – 219
9. Shepherd R. Transportation injuries. Simpson’s Forensic Medicine. New York : Oxford
University Press, 2003. Pages: 87-92
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 36
Aspek Medikolegal Kecelakaan Lalu Lintas
10. Dahlan S. Status dokter dalam proses peradilan pidana. Ilmu Kedokteran Forensik
Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2004. Pages: 17 – 21
11. Sitoresmi D. Aspek medikolegal trauma kimia, kecelakaan kerja, serta regulasi
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Available from:
http://www.berbagimanfaat.com/2011/12/trauma-kimia-kecelakaan-kerja-regulasi.html
Bagian Ilmu Kedokteran ForensikFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraPeriode 21 Mei – 16 Juni 2012 37