Download - Referat Mata Okebingit

Transcript

NEOPLASTIC MASQUERADE SYNDROMES

Disusun Oleh : Ranti Lona Tayo (0961050142)Anggun Valensia Manja Situmorang (0961050145)Brayen Pangeran Yosua Simatupang (1061050094)Agnes Meyta Arpinda Tampubolon (1061050109)

PEMBIMBING : dr. Gilbert W. S. Simanjuntak, Sp.M (K),

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas Kristen IndonesiaPERIODE 26 Januari 28 Februari 2015

KATA PENGANTARPuji dan syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas kasihNya yang begitu besar sehingga Penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul Neoplastic Masquerade Syndromes ini untuk memenuhi syarat mengikuti program kepanitraan pendidikan profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Mata. Dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :1. Ketua SMF Ilmu Penyakit Mata dan sekaligus pembimbing dalam penyusunan Referat ini dr. Gilbert W. S. Simanjuntak, Sp.M (K),2. dr. Grace dan dr. Di Ajeng yang telah membimbing dan meluangkan waktunya selama 5 minggu ini,3. Ka Etty dan Ka Lina yang telah baik membantu dalam tugas bekerja di poli Mata, dan4. Untuk teman- teman dari UKI yang selalu membagi ilmu dan pengalamannya dalam kepanitraan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini tidak lepas dari kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Jakarta, Januari 2015

Penulis

BAB IPENDAHULUANMasquerade syndromes adalah suatu kelainan yang ditandai dengan inflamasi / peradangan intraokular. Penggunaan istilah Masquerade Syndromes pertama kali dikemukakan tahun 1967 pada kasus karsinoma konjungtiva yang bermanisfestasi sebagai konjungtivitis kronik. Saat ini Masquerade Syndrome digunakan untuk menggambarkan kelainan pada kronik uveitis. Beberapa diagnosis banding yang berkaitan dengan Masquerade syndromes : Intraokular : limpoma, melanoma koroid, metastasis intraokular, retinoblastoma, para-neoplastik retinopati. Area konjungtiva dan palpebra : melanoma konjungtiva, karsinoma sel squamosa, limpoma konjungtiva, karsinoma sel basal, karsinoma kelenjar sebasea palpebra, dan kalazion.Keluhan yang biasanya disampaikan oleh pasien adalah penglihatan semakin buram, penglihatan berbayang / floaters, mata merah dan nyeri. Penglihatan buram merupakan manifestasi dari peradangan pada bilik mata depan dan iris, atau akibat lain dari infiltrasi pada badan vitreus (vitritis, uveitis), retina maupun koroid.Penggunaan obat-obatan golongan kortikosteroid biasanya menyebabkan keluhan-keluhan diatas muncul secara lambat, sehingga menyebabkan tertundanya penegakan diagnosis Masquerade Syndromes. Penegakan diagnosis secara dini dan tatalaksana awal sangatlah penting untuk hasil terapi yang baik.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata

Gambar 2.1. Anatomi MataYang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik mendadak ataupun perlahan). Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada pigmen melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit pigmen = biru, tidak ada pigmen = merah / pada albino). 2.2 Media Refraksi Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. 2.2.1. Kornea Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu: 1. Epitel Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan

2. Membran Bowman Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descement Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.

5. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi

6. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

2.2.2. Aqueous Humor (Cairan Mata) Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (di dalam mata). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.

2.2.3. Lensa Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata. Keadaan patologik lensa ini dapat berupa: Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia, Keruh atau apa yang disebut katarak, Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasiLensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.

2.2.4. Badan Vitreous (Badan Kaca) Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi. Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis. 2.2.5. Panjang Bola Mata Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.

2.3. Klasifikasi Klasifikasi kelainan refraksi adalah: 1. Miopia 2. Hipermetropia, dan 3. Astigmatisme Namun, presbiopia tidak termasuk dalam kelainan refraksi. Presbiapia merupakan kelainan refraksi pada usia lanjut akibat perubahan fisiologis lensa yang menjadi tidak kenyal.

2.4 Fisiologi Mata Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak. Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk. Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat.

2.4.1 Proses Visual Mata Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells. Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata. Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina. Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic. Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri. Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.4.1 Jaras Penglihatan

2.4.2 Tajam Penglihatan Tajam penglihatan merupakan padanan dari bahasa inggris "Visual Acuity" yang didefinisikan sebagai buruk atau jelasnya penglihatan yang bergantung pada tingkat kejelasan upaya pemfokusan di retina. Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan sistem penglihatan untuk membedakan berbagai bentuk. Penglihatan yang optimal hanya dapat dicapai bila terdapat suatu jalur saraf visual yang utuh, stuktur mata yang sehat serta kemampuan fokus mata yang tepat.Tajam penglihatan dapat dibagi lagi menjadi recognition acuity dan resolution acuity. Recognition acuity adalah tajam penglihatan yang berhubungan dengan detail dari huruf terkecil, angka ataupun bentuk lainnya yang dapat dikenali. Resolution acuity adalah kemampuan mata untuk mengenali dua titik ataupun benda yang mempunyai jarak sebagai dua objek yang terpisah.

a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu. Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata dan setiap mata diperiksa terpisah. Mata yang tidak dapat membaca satu huruf pun pada kartu Snellen diuji dengan cara menghitung jari. Jika tidak bisa menghitung jari, mata tersebut mungkin masih dapat mendeteksi tangan yang digerakkan secara vertikal atau horizontal. Tingkat penglihatan yang lebih rendah lagi adalah kesanggupan mempersepsi cahaya. Mata yang tidak dapat mempersepsi cahaya dianggap buta total.Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang, seperti: Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak enam meter. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak satu meter berarti tajam penglihatannya adalah 1/300. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol.

b. Uji Lubang Kecil Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurang terjadi akibat kelainan refraksi atau kelainan organik media penglihatan. Penderita duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter. Penderita disuruh melihat huruf terkecil yang masih terlihat dengan jelas. Kemudian pada mata tersebut ditaruh lempeng berlubang kecil (pinhole atau lubang sebesar 0.75 mm). Bila terdapat perbaikan tajam penglihatan dengan melihat melalui lubang kecil berarti terdapat kelainan refraksi. Bila terjadi kemunduran tajam penglihatan berarti terdapat gangguan pada media penglihatan. Mungkin saja ini diakibatkan kekeruhan kornea, katarak, kekeruhan badan kaca, dan kelainan makula lutea.

NEOPLASTIC MASQUERADE SYNDROMESMasquerade syndromes adalah kondisi yang meliputi adanya sel intraokular tetapi tidak terjadi uveitis yang dimediasi oleh imun. Keadaan ini dapat dibedakan menjadi kondisi neoplastik dan non-neoplastik. Masquerade syndromes mencapai 5% dari semua pasien dengan uveitis.3.1 DefinisiMasquerade sindrom secara klasik didefinisikan sebagai perwujudan yang meniru kondisi peradangan, tetapi yang sebenarnya karena proses neoplastik. Sejarah dan pemeriksaan dengan investigasi tambahan yang sesuai dan evaluasi histopatologi spesimen jaringan diperlukan untuk membuat diagnosis yang benar. Banyak kondisi yang dapat menghasilkan keadaan yang mirip dengan kondisi peradangan. Para penulis meninjau kondisi neoplastik yang dapat dianggap menyamar. Yang paling umum pada kasus ini adalah limfoma intraokular primer atau limfoma sistem saraf pusat primer, yang didominasi terjadi pada orang tua.Neoplastic masquared syndrome dapat menjelaskan 2% -3% dari semua pasien terlihat di klinik rujukan uveitis tersier. Sebagian besar dari sindrom ini adalah pasien dengan keterlibatan intraokular dari limfoma SSP primer.3.2 Histologilimfosit abnormal dapat diisolasi secara manual atau dengan menangkap laser, dan polymerase chain reaction (PCR) tes dilakukan untuk mendeteksi IgH, bcl-2 (keluarga protein yang mengatur apoptosis), atau gamma reseptor T-limfosit penyusunan ulang gen. Hal ini meningkatkan hasil diagnosis sampel paucicellular.Jika diagnosa dengan aspirasi vitreous atau aspirasi subretina tidak dapat dilakukan, baik teknik biopsy chorioretina internal maupun eksternal bisa digunakan untuk menangani dalam mendiagnosa PCNSL.3.3 Primary Central Nervous System LymphomaHampir semua (98%) utama limfoma sistem neervous pusat (PCNSLs) adalah limfoma non-Hodgkin B-limfosit. Sekitar 2% adalah lymhomas T-limfosit. Meskipun PCNLS terutama mempengaruhi pasien dalam kelima mereka ke dekade ketujuh kehidupan, hal itu juga terjadi, dalam kasus yang jarang terjadi, pada anak-anak dan remaja. kejadian PCNSL appers akan meningkat dan diproyeksikan terjadi in1 dari setiap 100.000 pasien imunokompeten.Temuan KlinisSekitar 25% pasien dengan PCNLS memiliki keterlibatan okular; sekitar 15% mungkin memiliki keterlibatan okular saja. Situs keterlibatan okular dapat mencakup vitreous, retina, subretinal epitel pigmen (sub-RPE), kombinasi daripadanya. Keluhan yang paling umum dari pasien yang mengalami penurunan visus.Pemeriksaan mengungkapkan tingkat variabel vitritis dengan adanya variabel sel bilik mata depan. Pemeriksaan retina klasik ditemukan infiltrat subretinal kuning, epitel subretinal pigmen dan kombinasi diantaranya. Temuan tersebut dapat terlihat seperti lesi putih dari nekrosis akut retina, toksoplasmosis, cabang angiitis yang buram, atau obstruksi arteriol retina bersama bekas luka chorioretinal multifokal dan vaskulitis retina. Lesi bervariasi dengan ketebalan sekitar 1 mm sampai 2 mm.Banyak pasien ini keliru didiagnosis dengan uveitis autoimun dan diobati dengan obat anti-imflamasi. Hal ini dapat meningkatkan infiltrasi seluler vitreous, tetapi efeknya tidak tahan lama dan uveitis sering menjadi resisten terhadap terapi. Diagnosis lebih mudah ketika terdapat lesi retina.Tanda SSP dapat mucul bervariasi secara alami. Perubahan bentuk tampaknya tanda pertama yang paling sering tampat, karena lokasi periventrikular dari banyak lesi SSP. Tanda neurologis lainnya termasuk hemiparesis, tanda-tanda serebelar, serangan epilepsi, dan kelumpuhan saraf kranial. Penyemaian cairan serebrospinal sel limfoma terjadi pada 42% pasien dengan PCNSL. Glaukoma, uveitis, dan neurologis tanda-tanda yang terjadi bersama-sama telah dilaporkan, dan ini disebut sindrom GUN.

Pemeriksaan PenunjangPada pemeriksaan ultrasonografi memperlihatkan penebalan koroidal, debris vitrous, lesi korioretinal meningkat dan serous retinal yang lepas. Fluorescein angiografi memperlihatkan gambaran area hipofluorescent yang disebabkan blockade dari massa tumor sub-RPE atau penggumpalan RPE. Defek jendela hyperfluorescent juga dapat disebabkan oleh atrofi RPE dari penyembuhan spontan akibat infiltrasi RPE. Pola leopard-spot yang tidak biasa pada hyperfluorescent dan hypofluorescence juga dicatat. Studi Magnetic resonance imaging (MRI) pada otak menunjukan lesi isointense pada T1 dan isointense sampai lesi hiperintens pada T2. CT Scan menunjukkan beberapa lesi periventrikular menyebar saat tidak ada kontras. Jika digunakan kontras intravena, lessi periventrikular ini dapat meningkat. Analisis cairan serebrospinal dapat menunjukan sel lyphoma di sepertiga pasien.Metode diagnosis yang berasal dari jaringan adalah metode definitif untuk menampilkan PCNSL. Sel lyphoma jelas diidentifikasi dari cairan cerebrospinal dapat menegakan diagnosis, menghindarkan kebutuhan untuk pars plana dapat digunakan biopsi vitreous. Namun, kehadiran sel vitreous sebagai sumber yang tidak dapat diidentifikasikan atau kasus dugaan uveitis tidak respon terhadap terapi seperti yang diharapkan (terutama pada pasien yang lebih tua dari 65 tahun) memerlukan sebuah biopsi vitreous. Biasanya ini dilakukan melalui vitrectomy pars plana. idealnya, setidaknya 1ml sampel vitreous murni harus diperoleh. Di samping itu, biopsi retina, sebuah aspirasi material sub RPE, atau keduanya juga dapat diperoleh selama vitrectomy. Pendekatan ini dapat meningkatkan hasil diagnostik dan sangat penting saat sebelumnya hasil biopsi vitreous telah negatif. Komunikasi dengan ahli patologi ophtalmic berpengalaman sebelum operasi untuk menentukan metode yang digunakan untuk fiksasi dan pengiriman . Sebagian dari spesimen secara khusus disiapkan untuk kedua pemeriksaan sitologi dan permukaan sel penanda penentuan dengan sitometri. Meskipun langkah-langkah ini, hasil diagnosa dari spesimen vitrectomy jarang lebih dari 65% yang positif. Biopsi kedua pada vitreous mungkin ada jika didukung oleh adanya gambaran klinis.Analisis sitokin dalam sampel vitreus dapat membantu dalam mendukung diagnosis limfoma intraokular. Tingkat Interleukin-10 (IL-10) yang meningkat dalam vitreus pasien dengan limfoma terjadi karena diproduksi oleh limfosit B ganas. Sebaliknya, tingginya IL-6 ditemukan dalam vitreus pasien dengan uveitis inflamasi. Dengan demikian, rasio relatif IL-10 untuk IL-6 sering meningkat pada limfoma intraokular dan mendukung untuk menegakkan diagnosis.

PenatalaksanaanDosis tinggi metotreksat secara intravena, bersama dengan pemberian intratekal melalui reservoir ommaya dalam kombinasi dengan terapi radiasi dan sitarabin intravena, adalah pilihan pertama. Lainnya menggunakan terapi intra-arteri dengan gangguan Blood-brain barrier untuk memfasilitasi akses obat ke SSP. Sekitar 56% dari pasien dengan keterlibatan okular akhirnya mengembangkan keterlibatan SSP, mendorong pengobatan profilaksis SSP bahkan dalam kasus penyakit mata yang tampaknya terisolasi.Pengobatan mata lokal dengan injeksi methotrexate (400g) intravitreal berulang juga dapat digunakan dalam hubungannya dengan pengobatan sistemik. Peran pengobatan ini saja penyakit mata terisolasi telah dipelajari; mungkin efektif dalam mengendalikan penyakit lokal, tapi efeknya pada kelangsungan hidup rata-rata dibandingkan dengan pengobatan sistemik tidak diketahui. karena ini didominasi limfoma sel B, penggunaan intraokular dari antibodi monoklonal terhadap resiko antigen CD20 pada sel B (rituximab) telah disarankan dan beberapa laporan penggunaannya telah dikemukakan; Namun, tidak ada data jangka panjang yang tersedia.Berdasarkan informasi yang tersedia, kemoterapi saja diindikasikan untuk pasien 60 tahun dan lebih tua karena toksisitas SSP berpotensi radiasi: untuk pasien yang lebih muda dari 60 tahun, kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi lebih disarankan. Efek negatif dari radiasi pada kualitas hidup sangat penting ketika mempertimbangkan pilihan terapi.

PrognosisMeskipun ketersediaan berbagai modalitas pengobatan dan rejimen, prognosis jangka panjang untuk pasien dengan PCNSL tetap sedikit. Kelangsungan hidup rata-rata dengan perawatan suportif saja 2-3 bulan, dan dengan pembedahan kelangsungan hidup rata-rata berada kisaran 1-5 bulan. Terpanjang kelangsungan hidup rata-rata dari berbagai laporan berkisar 40 bulan dengan pengobatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil prognosis pada pasien termasuk peningkatan usia, tingkat klasifikasi fungsional neurologi buruk, lesi tunggal dibandingkan beberapa lesi pada SSP, dan lesi pada hemisfer serebral dan serebelum dibandingkan inti dalam/lesi periventrikular (terakhir menunjukkan penyakuit yang lebih buruk).

BAB IIIKESIMPULAN

Masquerade syndromes adalah kondisi yang meliputi adanya sel intraokular tetapi tidak terjadi uveitis yang dimediasi oleh imun. Keadaan ini dapat dibedakan menjadi kondisi neoplastik dan non-neoplastik. Masquerade sindrom secara klasik didefinisikan sebagai perwujudan yang meniru kondisi peradangan, tetapi yang sebenarnya terjadi karena proses neoplastik. Sejarah dan pemeriksaan dengan investigasi tambahan yang sesuai dan evaluasi histopatologi spesimen jaringan diperlukan untuk membuat diagnosis yang benar.Keadaan ini dapat dibedakan menjadi kondisi neoplastik dan non-neoplastik. Pemeriksaan mengungkapkan tingkat variabel vitritis dengan adanya variabel sel bilik mata depan. Pemeriksaan retina klasik ditemukan infiltrat subretinal kuning, epitel subretinal pigmen dan kombinasi diantaranya. Temuan tersebut dapat terlihat seperti lesi putih dari nekrosis akut retina, toksoplasmosis, cabang angiitis yang buram, atau obstruksi arteriol retina bersama bekas luka chorioretinal multifokal dan vaskulitis retina. Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis yaitu Ultrasonografi, MRI, CT-Scan, dan Pemeriksaan histologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chan CC, Fisson S, Bodaghi B, The future of primary intraocular lymphoma (retinal lymphoma). Ocul immunol inflamm. 2009; 17 (6): 375-379.2. Korfel A, Thiel E, Masquerade Syndrome, Dtsch Arztebl 2007; 104(8): A 49053. Zamir E,Rao NA, Neoplastic masquerade syndromes, 2012 Mar-Apr;47(2):81-124.4. National Cancer Institute. Primary CNS Lymphoma Treatment. Diunduh dari www.cancer.gof/cancertopics/pdq/treatment/primary-CNS-lymphoma/patient/page1. Januari 2015