BAB I
PENDAHULUAN
Hoarseness (Parau) adalah Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan
dalam memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau perubahan suara pada
nada dan kualitasnya. Suara tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar atau
parau. Produksi suara sendiri merupakan suatu hasil dari koordinasi diantara
sistem pernapasan, fonasi dan artikulasi, dimana masing-masing dipengaruhi oleh
teknik bersuara dan status emosianal setiap individu.12
Ada beberapa kelainan atau gangguan bicara, antaralain : kelainan
artikulasi (dislalia, disatria, gangguan irama); gangguan simbolisasi (afasia),
gangguan suara (disfonia).15,16 Disfonia yaitu merupakan istilah umum untuk
setiap gangguan suara untuk yang disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi,
terutama laring, baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan
penyakit melainkan merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring.
Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa suara parau atau serak yaitu
suara terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya, suara
lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spastik),
suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau
ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.17
Hoarseness (suara parau) adalah hal yang sering dikeluhkan oleh pasien
yang mengalami perubahan pada suara. Penyebab suara parau baru dapat
diketahui setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan
dapat dilihat kondisi pita suara dengan menggunakan indirect laryngoscopy,
flexible nasolaryngoscopy atau strobovideolaryngoscopy.
Penyebab suara parau dapat bermacam macam yang prinsipnya menimpa
laring dan sekitarnya. Penyebab ini secara garis besar dapat diklasifikasikan
berupa adanya kelainan kongenital, proses infeksi, proses inflamasi, adanya tumor
baik jinak ataupun ganas, adanya trauma serta penyakit sistemik. Penyalahgunaan
suara adalah satu dari beberapa banyak penyebab umum suara parau dan
1
merupakan penyebab terjadinya vocal nodule. Higiene vokal yang baik dapat
mencegah dan mengobati suara parau dan terapi suara merupakan pengelolaan
penting pada beberapa kasus suara parau.10
Perkembangan berbagai profesi yang mengandalkan suara untuk bekerja
seperti penyiar, presenter, penyanyi merupakan profesi yang akhir-akhir ini
berkembang pesat. Suara parau pada profesi tersebut cukup ditemukan
pravelensinya 9,7-13%. Dengan penatalaksanaan yang kurang baik ternyata
pravelensinya meningkat menjadi 73%.1 Di Inggris sekitar 50.000 pasien per
tahun dirujuk ke bidang THT karena bermasalah dengan suaranya.10
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan dalam memproduksi suara
ketika mencoba berbicara, atau perubahan suara pada nada dan kualitasnya.
Suara tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar, atau terjadi perubahan
volume atau pitch (tinggi rendah suara).17
Perubahan dari suara biasanya berkaitan dengan gangguan pada pita
suara yang merupakan bagian pembentuk suara yang terdapat di larynx
(gambar A). Selama bernafas, pita suara saling menjauh (gambar B). ketika
berbicara atau bernyanyi, pita suara saling mendekat (gambar C), dan udara
keluar dari paru, getaran udara menghasilkan suara.7 Semakin tebal dan
semakin kecil ukuran pita suara, getaran yang dihasilkan semakin cepat.
Semakin cepat getaran suara yang dihasilkan semakin tinggi. Pembengkakan
pada pita suara dapat mengakibatkan tidak menyatunya kedua pita suara
sehingga dapat terjadi perubahan pada suara.1
Gambar1. Laring dan posisi pita suara
3
Suara parau bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala
dari suatu penyakit. Keluhan suara parau tidak jarang kita temukan dari klinik,
suara parau ini digambarkan dengan pasien yang mengeluarkan suara yang
kasar lebih rendah dari suara aslinya walaupun suara serak merupakan suatu
gejala tetapi jika prosesnya berlangsung lama maka merupakan tanda awal
dari penyakit yang serius di daerah tenggorok.6
B. ANATOMI
Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi untuk
menghasilkan kualitas suara yang baik, yaitu : sistem pernapasan, laring, dan
traktus vokalis supraglotis.
Sistem respirasi berfungsi sebagai pompa yang menghasilkan aliran
udara spontan dan terus-menerus melalui glotis. Hal ini didukung oleh otot-
otot dada, perut, diafragma yang berperan dalam pernapasan. Selama bersuara,
udara yang terpompa menghasilkan perbedaan takanan melalui celah glottis
yang sempit yang menandai suatu efek Bernaulli. Mengikuti inhalasi, otot
dinding perut berkontrasi untuk memudahkan aliran udara yang tetap melalui
glottis.8
Sistem pernapasan menghasilkan sebuah aliran udara tetap yang
mendukung sebuah nada suara biasa dan ketika meningkat akan
mengahasilkan volume suara yang lebih keras. Lemahnya otot dinding perut,
penyakit pada paru atau sebab umum lain dapat mempengaruhi pengaturan
kapasitas sistem pernapasan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas dari
suara yang dihasilkan.8
Laring merupakan organ pembentuk suara yang kompleks yang terdiri
dari beberapa tulang rawan serta jaringan otot yang dapat menggerakan pita
suara. Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas.
Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih
besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, batas
bawah adalah kaudal kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun
dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang
4
hioid berbentuk seperti huruf U, permukaan atas dihubungkan dengan lidah,
mandibula, dan tengkorak oleh otot dan tendo. Sewaktu menelan, kontraksi
otot-otot ini menarik laring keatas, sedangkan jika diam, maka otot ini bekerja
membuka mulut dan membantu menggerakan lidah.3,7
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis,
kartilago krikoid, kartilago aritaenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago
tyroid. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid dengan
ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran
membentuk sendi dengan kartilago tiroid membentuk artikulasi krikotiroid.
Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan
belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilado krikoid, disebut
artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan)
melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang
kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago
triticea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral. 3,7
Gambar 2. Anatomi laring menggambarkan muskulus dan kartilago utama.
A. gambaran posterior laring B. Gambaran superior laring
Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,
5
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika,
ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago
aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan intrinsik.
Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,
sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri.
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid)
dan ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik
yang suprahioid adalah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid,
m.milohioid. Otot-otot yang infrahioid adalah m. sternohioid, m.omohioid,
m.tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik
laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid berfungsi menarik laring keatas.
Otot-otot intrinsik laring adalah m.krikoaritenoid lateral,
m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika, dan
m.krikotiroid. otot-otot ini terletak pada bagian lateral laring. Otot-otot
intrinsik laring yang terletak di posterior, adalah m.aritenoid transversum,
m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoid posterior. 3,7
Rongga laring. Batas atas rongga laring (cavum laringeus) adalah aditus
laringeus, batas bawahnya adalah bidang yang melalui pinggir bawah
kartilago krikoid. Batas depannya adalah permukaan belakang epiglotis,
tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah
lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya adalah
membrana kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkus
kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya adalah M.Aritenoid
transversus dan lamina kartilago krikoid. Dengan adanya lipatan mukosa pada
ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika
vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). 3,7
6
Gambar 3. Potongan midsagital memperlihatkan dasar laring
Dalam menilai tingkat pembukaan rima glotis dibedakan dalam 5 posisi
pita suara, yaitu posisi median, posisi paramedian, intermedian, abduksi
ringan dan abduksi penuh. Pada posisi median kedua pita suara terdapat di
garis tengah, pada posisi paramedian pembukaan pita suara berkisar 3-5 mm
dan pada posisi intermedian 7 mm. Pada posisi abduksi ringan pembukaan pita
suara kira-kira 14 mm dan pada abduksi penuh kira-kira 18-19 mm. 3,7
Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotidis,
sedangkan antara plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan
plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum
laring, glotik dan subglotik. Vestibulum laring adalah rongga laring yang
terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini disebut daerah supraglotik.
Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut
ventrikulus laring morgagni. Rima glottis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian
intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran adalah ruang
antara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian
interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di
bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di
7
bawah pita suara (plika vokalis).3 Pada orang dewasa dua pertiga bagian pita
suara adalah membran sedangkan pada anak-anak bagian membran ini hanya
setengahnya. Membran pada pita suara terlibat dalam pembentukan suara dan
bagian kartilago terlibat dalam proses penapasan. Jadi kelainan pada pita suara
akan berefek pada proses bersuara dan atau pernapasan, tergantung lokasi
kelainannya.8
Traktus vokalis supraglotis merupakan organ pelengkap yang sangat
penting karena suara yang dibentuk pada tingkat pita suara akan diteruskan
melewati traktus vokalis supraglotis. Di daerah ini suara dimodifikasi oleh
beberapa struktur oral faringeal (seperti lidah, bibir, palatum dan dinding
faring), hidung dan sinus. Organ tersebut berfungsi sebagai articulator dan
resonator.3 Perubahan pada posisi, bentuk, atau kekakuan pada dinding faring,
lidah, palatum, bibir dan laring akan merubah dari produksi kualitas suara.8
Persarafan laring. Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus,
yaitu n. laringis superior dan n. laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan
campuran saraf motorik dan sensorik. Nervus laringis superior mempersarafi
m. krikotiroid, memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara.3
Saraf ini mula-mula terletak di atas m. konstriktor faring medial, di
sebelah medial a. karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu
mayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal
superior, membagi diri menjadi 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus
internus. Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m. konstriktor faring
inferior dan menuju ke m. krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh
m. tirohioid terletak di sebelah medial a. tiroid superior, menembus membrane
hiotiroid dan bersama-sama a. laringis superior menuju ke mukosa laring.3
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n. rekuren setelah saraf
itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren
merupakan cabang dari n. vagus. Nervus rekuren kanan akan menyilang a.
subklavia kanan di bawahnya, sedangkan n. rekuren kiri akan menyilang arkus
aorta. Nervus laringis inferior berjalan di antara cabang-cabang a. tiroid
inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada
8
permukaan medial m. krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi
krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus
posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian
lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring
bagian superior dan mengadakan anastomose dengan n. laringis superior
ramus internus.3
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior
dan a. laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a. tiroid
superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian
belakang membrana tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari
n.laringis superior kemudian menembus membrana ini untuk berjalan ke
bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus pirifomis, untuk
mempendarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan
cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n. laringis inferior
berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir
bawah dari m.konstriktor faring inferior. 3,7
Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan
otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior. Pada daerah setinggi
membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan cabang yang berjalan
mendatari sepanjang membrane itu sebagai sapai mendekati tiroid. Kadang-
kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membrane
krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena
laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis
superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior. 3,7
Pembuluh limfe untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Di
sini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah
lipatan vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis
dan a.laringis superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari
bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior
9
berjalan ke bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar
servikal dalam, dan beberapa di antaranya menjalar sampai sejauh kelenjar
supraklavikular. 2,3,7
Gambar 4. pembuluh darah dan persyarafan laring
C. FISIOLOGI
Laring berfungsi untuk proteksi, respirasi, sirkulasi, menelan, emos serta
fonasi, dapat digambarkan sebagai berikut : 2,7
1. Fungsi Proteksi
Adalah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam
trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara
bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena
pengangkatan laring keatas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.
Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi m.
tiroaritenoid dan m. aritenoid. Selanjutnya, m. ariepiglotika berfungsi
sebagai sfingter. Penutupan rima glottis terjadi karena adduksi plika
10
vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekan karena adduksi
otot-otot ekstrinsik. Selain itu dengan reflek batuk, benda asing yang
telah masuk kedalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga
dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
2. Fungsi Respirasi
Adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila
m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus
vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis
terbuka.
3. Fungsi Sirkulasi
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara didalam traktus
trakebronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,
sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian
laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
4. Fungsi laring dalam membantu proses menelan
Dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah keatas,
menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke
hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring.
5. Fungsi untuk mengekspresikan emosi
Seperti berteriak, mengeluh, menangis, dan lain-lain.
Untuk fonasi, membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada.
Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika
vokalis dalam aduksi, maka m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid
ke bawah dan depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan
m. krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke
belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi.
Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke
depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya
plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.
11
D. PROSES PEMBENTUKAN SUARA
Sistem produksi suara, pusat kontrol suara dan penghubung keduanya
mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan.10
1. Sistem produksi suara
Laring (voice box) terdiri atas kartilago dan otot-otot serta memiliki
sepasang pita suara yang akan saling menjauh saat inspirasi dan
mendekat saat ekspirasi. Pita suara dapat saling mendekat dan menjauh
sehingga dapat mengatur jumlah udara yang melewatinya. Frekuensi
getaran yang melalui pita suara dapat berubah secara cepat oleh karena
otot di sekitar pita suara dan tekanan udara saat bernafas, sehingga
timbul nada pada suara yang diproduksi. Pharynx dan cavum oris
keduanya bertindak sebagai resonator.
Suara yang dihasilkan merupakan hasil koordinasi dari lidah, rahang
bawah, palatum mole. Proses ini dinamakan artikulasi.
2. Pusat kontrol suara
Kontrol suara berada pada otak yang menerima dan mengirimkan
kembali rangsang dari berbagai tempat yang berbeda seperti
diafragma, otot-otot dinding dada, abdomen, larynx, pharynx, cavum
oris, palatum mole dan rahang bawah serta mengkoordinasi seluruh
bagian tersebut
3. Neuron penghubung
Syaraf yang berperan penting dalam membawa sinyal dari otak menuju
otot-otot penghasil suara adalah n. laryngeus, yang merupakan cabang
langsung dari n. vagus.7
Gambar 5. Proses Pembentukan Suara
12
Pita suara saat menarik nafas dalam, posisi respirasi
Pita suara tertutup, posisi fonasi
Pita suara terbuka, terdapat celah sempit antara bagian interkartiloago,
posisi berbisik
E. ETIOLOGI
13
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan
pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.
Kelelahan suara merupakan keadaan kompleks dan melibatkan banyak organ
tubuh sesuai dengan hambatan yang terjadi pada fisiologi pembentukan suara
serta sifat biomekanis pita suara.
Penyebab suara parau dapat bermacam macam yang prinsipnya
menimpa laring dan sekitarnya. Penyebab ini secara garis besar dapat
diklasifikasikan berupa adanya kelainan kongenital (laringomalasia, laryngeal
webs); proses infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus ataupun jamur
(laryngitis akut, laryngitis kronis); proses inflamasi (nodules, polip, kista,
LPR); adanya tumor jinak (papilloma, hemangioma, limphangioma) ataupun
tumor ganas; adanya trauma serta penyakit sistemik.
Beberapa penyebab suara parau yang jarang terjadi antara lain alergi,
masalah pada tiroid, gangguan pada syaraf, dan trauma pada area pita suara.1
Suara parau dapat terjadi dalam waktu lama apabila seseorang
menggunakan suara berlebihan, terlalu keras, atau menggunakan suara dalam
waktu yang sangat lama.
1. Kelainan Kongenital
a. Laringomalasia
Merupakan penyebab tersering suara parau saat bernafas pada bayi
baru lahir. Kelainan kongenital laring pada laringomalasia
kemungkinan merupakan akibat dari kelainan genetik atau kelainan
embriologik. Walaupun dapat terlihat pada saat kelahiran, beberapa
kelainan baru nampak secara klinis setelah beberapa bulan atau tahun.
Dua teori besar mengenai penyebab kelainan ini adalah bahwa
kartilago imatur kekurangan struktur kaku dari kartilago matur,
sedangkan yang kedua mengajukan teori inervasi saraf imatur yang
menyebabkan hipotoni. Sindrom ini banyak terjadi pada golongan
sosio ekonomi rendah, sehingga kekurangan gizi mungkin merupakan
salah satu faktor etiologinya.
14
b. Laringeal webs
Merupakan suatu selaput jaringan pada laring yang sebagian
menutup jalan udara. 75 % selaput ini terletak diantara pita suara,
tetapi selaput ini juga dapat terletak diatas atau dibawah pita suara.
2. Infeksi
a. Infeksi virus
Infeksi paling banyak yang menyebabkan suara parau dikarenakan
oleh infeksi virus. Virus penyebab yang paling sering yaitu rhinovirus
(common cold virus) , adenovirus, influenza virus dan parainfluenza
virus.
b. Infeksi bakteri
Infeksi bakteri pada daerah laring bisa terjadi, epiglottitis bakterial
oleh Hemophilus influenzae type B (HiB) merupakan salah satu yang
sering terjadi dan kadang dapat menimbulkan infeksi yang fatal.
Bakteri penyebab yang lain yaitu Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pneumoniae tetapi jarang.
c. Infeksi jamur
Infeksi jamur candida pada mulut dan tenggorokan kadang bisa
menyebabkan suara parau pada anak yang sehat, tetapi ini merupakan
komplikasi yang jarang terjadi kecuali anak dengan imunosupresi
(kemoterapi, HIV, atau Immune deficiency syndrome).
Laringitis merupakan penyebab tersering suara parau yang dapat
diakibatkan infeksi virus atau bakteri dan biasanya terjadi bersamaan
dengan common cold. Inflamasi menyebabkan pembengkakan jaringan-
jaringan laring.
15
Pembengkakan korda vokalis terjadi pada infeksi saluran napas atas,
common cold, atau pemakaian suara berlebihan. Radang laring dapat akut
atau kronik.1
Laringitis Akut
Laringitis akut merupakan radang mukosa pita suara dan laring
kurang dari tiga minggu. Penyebab radang ini adalah bakteri. Pada radang
ini terdapat gejala radang umum seperti demam, malaise, dan gejala lokal
seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri
menelan atau berbicara serta gejala sumbatan laring.
Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak,
terutama di atas dan bawah pita suara. Terapi yang diberikan berupa
istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari., menghirup udara
lembab, menghindari iritasi pada laring dan faring. Antibiotika diberikan
jika peradangan berasal dari paru.1,3
Laringitis Kronik
Penyakit ini ditemukan pada orang dewasa. Sebagai faktor yang
mempermudah terjadinya radang kronis ini ialah intoksikasi alkohol atau
tembakau, inhalasi uap atau debu yang toksik, radang saluran napas dan
penyalahgunaan suara (vocal abuse).
Pada laringitis kronis terdapat perubahan pada selaput lendir,
terutama selaput lendir pita suara. Pada mikrolaringoskopi tampak
bermacam-macam bentuk, tetapi umumnya yang kelihatan ialah edema,
pembengkakan serta hipertrofi selaput lendir pita suara atau sekitarnya.
Terdapat juga kelainan vaskular, yaitu dilatasi dan proliferasi, sehingga
selaput lendir itu tampak hiperemis.
Bila peradangan sudah sangat kronis, terbentuklah jaringan fibrotik
sehingga pita suara tampak kaku dan tebal, disebut laringitis kronis
hiperplastik. Kadang-kadang terjadi keratinisasi dari epitel, sehingga
tampak penebalan pita suara yang di suatu tempat berwarna keputihan
16
seperti tanduk. Pada tempat keratosis ini perlu diperhatikan dengan baik,
sebab mungkin di bawahnya terdapat tumor yang jinak atau yang ganas.4
Suara parau juga dapat disebabkan oleh tuberkulosis (TB) dan lues.1,3
Gambar 6. laring dan pita suara pada laringitis
3. Inflamasi
Berkembangnya nodul, polip atau granuloma pada pita suara dapat
diakibatkan oleh iritasi dan inflamsi yang kronis pada pita suara yang
berasal dari merokok, batuk, penyalahgunaan suara dan terpapar racun dari
lingkungan.
a. Nodules
Nodule paling sering didapatkan pada anak-anak dan wanita. Pada
laki-laki jarang. Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul vokal
termasuk screamer’s nodule, singer’s node, atau teacher’s node.
Nodulus jinak dapat terjadi unilateral dan timbul akibat penggunaan
korda vokalis yang tidak tepat dan berlangsung lama. Letaknya sering
pada sepertiga anterior atau di tengah pita suara, unilateral atau
bilateral.
Klinis yang ditimbulkan adalah suara parau, kadang-kadang
disertai batuk. Pada pemeriksaan terdapat nodul di pita suara sebesar
kacang hijau atau lebih kecil, berwarna keputihan. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan laring tidak langsung / langsung.
Beberapa pasien berespon baik dengan pembatasan dan reedukasi
17
vokal, namun banyak juga yang memerlukan pembedahan
endoskopik.6,8
Gambar 7. Vocal Nodule
b. Polip
Polip laring ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada pria
dari pada wanita, dan sangat jarang didapatkan pada anak. Pada
pemeriksaan, polip paling sering ditemukan di sekitar komisura
anterior, tampak bulat, kadang-kadang berlobul, berwarna pucat,
mengkilat dengan dasarnya yang lebar di pita suara, dan tampak kapiler
darah sangat sedikit serta ditemukan dapat tunggal atau multipel namun
paling sering unilateral.
Pada polip yang besar, meskipun dasarnya di pita suara, polip ini
ditemukan di subglotik. Epitel di sekitar polip tidak berubah, tidak ada
tanda radang. Polip dengan vaskularisasi yang banyak akan berwarna
merah, kadang-kadang terjadi fibrotik, sehingga tidak tampak mengkilat
lagi.
Pengangkatan bedah harus dilakukan pada satu sisi berturut-turut,
untuk mencegah pembentukan sinekia pada komisura anterior.
Pembedahan harus diikuti menghentikan merokok dan reedukasi vokal.
Jika tidak demikian, mungkin terjadi kekambuhan jaringan polipoid
yang tebal sepanjang korda vokalis.8
18
Gambar 8. Polip pada pita suara
c. Kista
Kista pita suara merupakan massa yang terdiri dari membran
(sakus). Kista dapat berlokasi dekat permukaan pita suara atau lebih
dalam, dekat ligament. Sama seperti nodul dan polip, ukuran dan
lokasi mengganggu getaran dari pita suara dan menyebabkan suara
parau. Terapi pembedahan diikuti terapi vokal merupakan terapi yang
disarankan.1
Gambar 9. Kista pada pita suara
d. Laringofaringeal Refluks
19
Laringofaringeal refluks adalah suatu keadaan dimana kembalinya
isi perut kedalam esofagus dan masuk kedalam tenggorokan (laring
dan faring). Beberapa sinonim untuk LPR dari beberapa literature
kedokteran: reflux laryngitis, laryngeal reflux, gastropharyngeal reflux,
pharyngoesophageal reflux, supraesophageal reflux, extraesophageal
reflux, atypical reflux. Dan yang paling diterima dari berbagai sinonim
terrsebut adalah extraesophageal reflux.12
Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograde dari asam
lambung atau isinya (pepsin) ke supraesofagus dan menimbulkan
cidera mukosa. Sehingga terjadi kerusakan silia yang menibulkan
pembentukan mucus, aktivitas mendehem (throat clearing) dan batuk
kronis yang berakibat iritasi dan inflamasi pada faring.
Patofisiologi tentang LPR masih menjadi kajian banyak para
ilmuan. Sampai saat ini dua hipotesis yang diterima dikalangan ilmuan
untuk proses terjadinya LPR. Hipotesis yang pertama yaitu asam
lambung secara langsunng menciderai laring dan jaringan sekitarnya.
Hipotesis yang kedua menyatakan bahwa asam lambung dalam
esofagus distal merangsang reflex vagal yang mengakibatkan
bronkokonstriksi dan gerakan mendehem (throat clearing) dan batuk
kronis, yang pada akhirnnya menimbulkan lesi pada mukosa saluran
nafas.
Pasien dengan LPR bisanya mempunyai gejala yang tidak spesifik
seperti globus sensation, kelelahan vocal, suara serak, batuk kronis,
tenggorokan terasa kering, sakit tenggorokan dan disfagia.
Gejala tersebut bukan merupakan gejala yang harus ada pada LPR,
namun gejala lain yang biasanya menyertai adalah: eksaserbasi asma,
otalgia, lender tenggorakan berlehihan, halitosis (bauk mulut), sakit
leher, odinofagia, postnasal drip dan gangguan pada suara.12
4. Tumor
Tumor Jinak
20
a. Papilloma
Papiloma laring adalah suatu tumor jinak pada laring yang berasal
dari jaringan epitel skuamosa.4 Papiloma laring adalah tumor jinak
yang sering dijumpai pada anak-anak 80% pada usia kelompok usia di
bawah 7 tahun, sedangkan pada orang dewasa 20-40 tahun.4
Tumor ini dapat digolognkan dalam 2 jenis :
1. Papiloma laring juvenile
Ditemukan pada anak-anak biasanya berbentuk multipel dan
mengalami regresi pada waktu dewasa.
2. Pada orang dewasa
Biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami resolusi dan
merupakan prakanker dan menjadi ganas bila dijumpai subtype
yang spesifik yaitu HVP 16. Pada pasien dengan papilloma laring,
mukosa normalnya terdapat HVP pada 20% kasus, sebaliknya pada
mukosa jalan nafas yang normal ditemukan HVP 4% kasus.4
Gejala klinis yang timbul tergantung pada letak dan besarnya
tumor. Gejala yang paling sering dijumpai adalah perubahan suara.
Cohen (1980) menemukan 90% kasus terjadi perubahan suara.11 Suara
serak merupakan gejala dini dan keluhan yang paling sering
dikemukakan apabila tumor tersebut terletak di pita suara. Papilloma
laring dapat membesar, Kadang-kadang dapat mengakibatkan
sumbatan jalan nafas yang mengakibatkan stridor dan sesak.
Secara makroskopik dapat terlihat papiloma laring berupa lesi
eksofitik, seperti kembang kol, berwarna abu-abu atau kemerahan
dan mudah berdarah. Tipe lesi ini bersifat agresif dan mudah kambuh,
tetapi dapat hilang sama sekali secara spontan, letak dapat diadaerah
glottis, sub ataupun supraglotis.
Gambar 10. Papilloma Pada Pita Suara
21
Papilloma pada pita suara sebelah kiri
Bilateral papilloma
b. Hemangioma
Merupakan tumor jinak pembuluh darah, mungkin timbul pada daerah
jalan nafas dan menyebabkan suara parau atau lebih sering stridor.
c. Limphangioma ( higroma kistik)
Merupakan tumor pembuluh limfa. Sering timbul didaerah kepala dan
leher dan dapat mengenai pada jalan nafas yang menyebabkan stridor
atau suara parau.
Tumor ganas
Tumor Ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding
perempuan, dengan perbandingan 11 : 1. Terbanyak pada usia 56-69
tahun.4 Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan
beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring
22
yaitu : rokok, alkohol, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan
asbestosis.
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor
ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda.
Karsinoma Verukosa. Adalah satu tumor yang secara histologis
kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari
seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita
dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar
sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi
metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi
tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.4,5
Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas
laring. Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak
pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. two years
survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi
radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.4,5
Kondrosarkoma. Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang
rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki
40 – 60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.4,5
Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982,
klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas :
1. Supraglotis
Terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglottis sampai batas atas
glottis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
2. Glotis
Mengenai pita suara asli. Batas inferior glottis adalah 10 mm dibawah tepi
bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot – otot intrinsic pita
suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu, tumor glottis
dapat mengenai satu atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotis
23
sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau
prosesus vokalis kartilago arytenoid.
3. Subglotis
Tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli sampai batas
inferior krikoid.
Suara parau yang persisten atau perubahan suara yang lebih dari 2-
4 minggu ada perokok perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengenali
apakah terdapat kanker laring.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak
tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala
dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di
bagian bawah plika ventrikularis, atau di batas inferior pita suara, serak
akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat
merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini,
gejala pertama tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman,
rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang jarang
menimbulkan serak, kecuali tumornya eksentif. Fiksasi dan nyeri
menimbulkan suara bergumam (hot potato voice).
Pilihan terapi yang diberikan meliputi pembedahan, radiasi dan
atau kemoterapi. Ketika kanker laring ditemukan lebih awal maka pilihan
terapi berupa pembedahan atau radiasi dengan angka kesembuhan tinggi,
lebih dari 90%.5
Gambar 11. Karsinoma Sel Squamosa pada Laring
24
5. Trauma
Trauma laring merupakan suatu keadaan dimana laring mengalami
suatu kerusakan yang dapat disebabkan oleh trauma tumpul, trauma tajam,
dan penyebab lainnya. Hal ini menyebabkan fungsi laring sebagai proteksi
jalan nafas, pengaturan pernafasan dan penghasil suara terganggu,
sehingga dapat menimbulkan resiko kecacatan bahkan kematian.3
Pada trauma laring, gejala dan tanda klinis yang biasanya didapatkan
adalah sesak nafas. Batuk, batuk darah, emfisema subkutis (pada leher,
kepala, dada), sianosis, gangguan suara juga merupakan tanda dan gejala
klinis yang mengarah ke perlukaan jalan nafas.
a. Endotracheal intubasi pada pembedahan atau resusitasi bisa
menyebabkan suara parau.
b. Benda asing
Benda asing yang termakan oleh anak-anak bisa masuk ke laring dan
menyebabkan suara parau dan kesulitan bernafas.
c. Fraktur pada laring
Trauma langsung pada laring dapat menyebakan fraktur kartilago
laring yang menyebabkan lokal hematoma atau mengenai saraf.
6. Paralisis pita suara
Paralis berarti terganggunya kemampuan anggota tubuh untuk
bergerak dan berfungsi, yang biasanya diakibatkan karena kerusakan saraf.
Paralisis dapat terjadi juga pada pita suara. Paralisis pita suara terjadi
ketika salah satu atau kedua pita suara tidak dapat membuka ataupun
menutup dengan semestinya.13
Pada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus vagus dan
cabangnya yaitu nervus laringeus rekurens yang mempersarafi pita suara.
Jika terjadi penekanan maupun kerusakan terhadap nervus ini maka akan
terjadi paralisis pita suara, di mana pita suara tidak dapat beradduksi.
Secara normal, ketika berfonasi, kedua pita suara beradduksi, tetapi karena
25
terjadi paralisis salah satu atau kedua pita suara, maka vibrasi yang
dihasilkan oleh pita suara tidak maksimal. 9, 12,13,14
Gambar 12. Paralisis Pita Suara
7. Penyakit sistemik
a. Endokrin: hypothyroidisme, acromegaly
b. Rheumatoid arthritis berdampak pada kaitan antar sendi pada laring
c. Penyakit Granulomatous contoh. sarcoid, Wegener's, syphilis, TB
Tabel.1Penyebab Suara parau pada umumnya3
Disfoni fungsional
Secaraanatomi normal, tetapi terjadi penggunaan yang abnormal dari mekanisme suara. Kondisi ini terkait dengan stress, gangguan psikologi atau kompensasi dari infeksi saluran napas atas.
Laryngeal papilloma
Pertumbuhan massa di laring yang disebabkan oleh infeksi HPV
Disfoni akibat ketegangan otot
Gangguan suara sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan atau tidak seimbang saat bicara. Kondisi ini diakibatkan oleh teknik bicara yang tidak tepat dan biasanya berhubungan dengan refluk laryngitis.
Reflux laryngitis Inflamasi laring yang disebabkan iritasi asam lambung.
Reinke's.d.e edema
Akumulasi cairan pada pita suara. Kondisi ini berkaitan dengan merokok dan penyalahgunaan suara. Dapat juga pada refluk laringitis.
Disfoni Spasmodik
Suatu kondisi di mana suara terhenti tiba-tiba dan bicara yang terputus-putus. Hal ini merupakan disfonia yang terjadi secara fokal pada otot-otot laring.
26
Paralysis pita suara
Kelemahan atau tidak bergeraknya satu atau kedua pita suara.
Vocal nodules Pembentukan jaringan fibrotik pada pita suara. Biasa disebut ”nodes”
F. EPIDEMIOLOGI
Di dunia barat sekitar sepertiga penduduk yang menggunakan suaranya
untuk bekerja. Di Inggris sekitar 50.000 pasien per tahun dirujuk ke bidang
THT karena bermasalah dengan suaranya.10
G. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya suara parau :
1. Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih
2. Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring
3. Merokok (juga merupakan faktor resiko utama terjadinya karsinoma
Laring)
4. Penyalahgunaan obat-obatan
5. Stres, gelisah, depresi dapat menyebabkan tremor pita suara
6. Laringofaringeal refluk
7. Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama
8. Minum alkohol, kopi berlebihan
9. Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai seperti bandara dan bar
10. Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal utama misal : guru,
aktor, penyanyi
H. GEJALA KLINIS
Keluhan yang menyertai suara parau bervariasi pada setiap orang
tergantung intensitas dan etiologi yang mendasari suara parau tersebut, dapat
dirasakan sementara atau intermiten maupun terus-menerus atau kontinu.
27
Gejala klinis yang umum, antara lain : 6
1. Rasa gatal di tenggorokan
2. Perasaan adanya benda asing di tenggorokan
3. Suara tercekat di tenggorokan
4. Ketidakmampuan menghasilkan suara yang jernih
5. Perubahan suara baik disertai nyeri tenggorokan atau tidak
6. Nyeri dan sulit menelan
7. Batuk
Gejala klinis spesifik timbul berkaitan dengan etiologi yang mendasari :
1. Radang laring akut biasanya disertai gejala lain seperti demam, dedar
(malaise) nyeri menelan atau berbicara, batuk, di samping suara parau.
Kadang-kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta
cekungan di epigastrium, sela iga dan sekitar klavikula. Pada pasien dengan
laryngitis akut ada satu keadaan yang disebut disfoni ventricular, yaitu
keadaan plika ventricular yang mengambil alih fungsi fonasi dari pita suara,
misalnya sebagai akibat pemakaian suara yang terus-menerus. Inilah
pentingnya istirahat berbicara (vocal rest) pada pasien laryngitis akut,
disamping pemberian obat-obatan.
2. Radang laring kronik tidak spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronis
atau bronchitis kronis atau karena penggunaan suara seperti berteriak-teriak
atau biasa berbicara keras (vocal abuse). Radang kronik spesifik misalnya
tuberkulosa dan lues. Gejalanya selain suara parau, terdapat juga gejala
penyakit penyebab atau penyakit yang menyertainya.
3. Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala tergantung dari lokasi tumor,
misalnya tumor pita suara segera timbul suara parau dan bila tumor tumbuh
menjadi besar menimbulkan sumbatan jalan nafas. Tumor ganas biasanya
28
tumbuh lebih cepat. Tumor ganas sering disertai gejala lain, misalnya batuk
(kadang batuk darah), berat badan menurun, keadaan umum memburuk.
4. Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh gangguan persarafan, baik
sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama dengan
paralisis sensorik. Kejadiannya dapat unilateral atau bilateral. Lesi
intracranial biasanya mempunyai gejala lain dan muncul sebagai kelainan
neurologic selain dari gangguan suaranya. Penyebab sentral, misalnya
paralisis bulbair, siringomelia, tabes dorsalis, multiple sklerosis. Penyebab
perifer, misalnya struma, pasca strumektomi, limfadenopati koli, trauma
leher, tumor oesofagus dan mediastinum, aneurisma aorta dan arteria
subklavia dextra.
5. Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsic laring yang sering
ditemukan dalam klinik. Gambaran posisi pita suara dapat bermacam-
macam tergantung otot mana yang terkena. Karena saraf laring superior dan
inferior bersifat motorik dan sensorik, maka biasanya paralisis motorik
terdapat bersamaan paralisis sensorik pada laring. Paralisis motorik otot
laring dapat digolongkan menurut lokasi, jenis otot yang terkena dan
jumlah otot yang terkena. Penggolongan menurut lokasi, misalnya dikenal
paralisis unilateral dan bilateral. Menurut jenis otot yang terkena dikenal
paralisis aduktor atau paralisis abductor atau paralisis tensor. Sedangkan
penggolongan menurut jumlah otot yang terkena, paralisis sempurna atau
tidak sempurna. Secara klinik paralisis otot laring dikenal unilateral midline
paralysis, unilateral incomplete paralysis, bilateral midline paralysis,
bilateral incomplete paralysis, complete paralysis, adductor paralysis,
thyroarythenoid muscle paralysis dan cricothyroidmuscle paralysis.
I. DIAGNOSIS BANDING
TABEL.2DIAGNOSIS BANDING
29
Kualitas Suara Differential diagnosis
Breathy Paralisis pita suara, disfoni karena Spasme abductor, disfoni fungsional
Hoarse Paralisis pita suara, disfoni karena ketegangan otot, laryngitis karena refluk
Low-pitched
Oedema Reinke, penyalahgunaan suara, refluk laryngitis, paralysis pita suara, disfoni karena ketegangan otot
Strained Disfoni karena spasme m. adductor, disfoni karena ketegangan otot, refluk laryngitis
Tremor Parkinson, tremor essential pada kepala dan leher, disfonia karena spasme, disfoni karena ketegangan otot
Vocal fatigue
Disfoni karena ketegangan otot, paralysis pita suara, refluk laryngitis, penyalahgunaan suara
J. PEMERIKSAAN KLINIS
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan umum (status generalis),
pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat
laring melalui kaca laring, maupun pemeriksaan laring langsung dengan
laringoskop atau dengan mikroskop, mikrolaringoskopi dan bedah mikro
laring. Visualisasi laring mungkin diperlukan untuk menentukan kondisi dari
pita suara apakah ada lesi atau gerakan yang abnormal yang mendasari
kelainan suara. Secara umum, pemeriksaan laring harus dilakukan jika suara
parau menetap selama lebih dari 2 minggu.14
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mendiagnosis suara parau diperlukan evaluasi lanjut (pemeriksaan
penunjang) yang mendetail karena sebagian besar penderita dengan suara
parau tidak mencari pertolongan medis karena keluhan ini biasanya
berlangsung singkat. Beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis
suara parau :
30
1. Pemeriksaan laboratorium darah (rutin, hitung eosinofik dan Ig E) untuk
mengetahui adanya infeksi dan alergi yang mendasari).
2. Pemeriksaan rontgen, CT scan, MRI untuk mengetahui adanya sinusitis,
deformitas struktur fonasi.
3. Laringostomi untuk melihat pita suara apakah ada nodul, kista, polip, dan
kanker tenggorokan.
4. Stroboskop digunakan untuk melihat pita suara untuk mendiagnosa
kondisi yang menimbulkan suara serak. Pasien mendengung atau berbicara
pada sebuah mikrofon yang meng-aktifkan stroboskop pada frekuensi
yang sama atau sedikit berbeda. Sumber cahaya dan kamera diposisikan
oleh endoskopi.
5. Pemeriksaan mikrobiologik dengan kultur usap tenggorok.
6. Evaluasi
L. PENATALAKSANAAN
Karena akibat yang timbul akibat kelelahan bersuara, maka perlu
beberapa langkah pencegahan maupun terapi. Bila belum timbul keluhan,
pencegahan merupakan hal yang terpenting. Beberapa peneliti menyarankan
untuk minum air setiap beberapa saat setelah berbicara. Laki-laki yang minum
air akan dapat membaca dengan kualitas suara yang baik dalam waktu yang
lebih lama dibandingkan dengan yang tidak diberi minum air. Hal yang sama
didapatkan pada penyanyi karaoke amatir. Istirahat bersuara merupakan salah
satu tehnik untuk mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara. 8
31
Faktor-faktor lain yang menjadi faktor risiko terjadinya kelelahan
bersuara juga harus diperhatikan. Penggunaan alkohol, merokok, dan obat-
obatan tertentu sebaiknya dihindari karena dapat mempengaruhi kondisi
permukaan plika vokalis. Salah satu penyebab iritasi laring adalah refkuks dari
esofagus. Hal ini dapat mempercepat kelelahan bersuara karena akan
mengakibatkan hilangnya lapisan mukus permukaan pita suara serta
terkelupasnya epitel. Beberapa hal yang dianjurkan untuk mencegah refluks
antara lain, pertama menghindari konsumsi kafein dan coklat karena akan
mengakibatkan relaksasi spinkter esofagus. Kedua, hindari makan dan minum
pada jam tidur dan sebaiknya tunggu 2-3 jam setelah makan baru kemudian
tidur atau posisi ditinggikan. Bila sudah ada gejala refluks mungkin
diperlukan obat-obatan untuk menetralisir asam lambung atau mengurangi
produksinya. 4,8
Ada beberapa pendekatan penatalaksanaan. Pertama, terapi suara dengan
komponen utama berupa edukasi dasar anatomi dan fisiologi produksi suara.
Pasien harus mengerti hubungan antara gangguan suara dan penyebabnya
sehingga lebih menyadari apa yang boleh dilakukan dan apa yang dihindari.
Kedua, konservasi suara yang prinsipnya lebih praktis dan realistis
dibandingkan terpai suara. Caranya adalah dengan mengurangi penggunaan
suara atau istirahat bersuara (vocal rest) pada pasien dengan laringitis akut,
disamping pemberian obat-obatan, yang bertujuan mengurangi oedem
jaringan. Perlu juga mengurangi sumber penyalahgunaan suara dan
menggunakan alat pengeras suara.
Terapi tingkah laku suara ditujukan untuk meningkatkan aspek teknik
penggunaan suara termasuk pernapasan perut, latihan penggunaan tinggi nada
dan istirahat yang benar, meningkatkan phrasing dan tehnik-tehnik spesifik
lainnya. Para penyanyi yang dilatih selama 3 bulan akan mengalami
penurunan serangan kelelahan bersuara secara bermakna dibandingkan
sebelum dilatih.4,8
Terapi medikamentosa terutama ditujukan untuk mengurangi oedem
jaringan dengan pemberian obat-obat anti inflamasi steroid atau nonsteroid. 4,5
32
Indikasi penggunaan antibiotik atau dekongestan antihistamin pada pasien
dengan suara parau jarang walaupun pada pasien juga terdapat rhinosinusitis
atau bakterial laringotrakeitis, yang mungkin menyebabkan terjadi komplikasi
pada pasien dengan suara parau.8
Indikasi tindakan bedah dilakukan tergantung penyebab dari suara parau.
Misalnya adanya suatu nodul atau polip yang terdapat pada pita suara maka
tindakan bedah mungkin diperlukan selain juga harus menghilangkan faktor
pencetus terbentuknya nodul atau polip akibat penyalahgunaan suara.8
Pada beberapa kondisi tertentu suaraparau memerlukan terapi yang
spesifik. Akan tetapi penatalaksanaan secara umum dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Terapi konservatif
Setiap tindakan dilakukan untuk mengidentifikasi dan menghilangkan
faktor penyebab seperti stres, merokok, dan alkohol. Minum banyak air
putih dapat mencegah tenggorokan dari kekeringan. Istirahat berbicara
selama dua sampai tiga hari.
2. Terapi Wicara
Speech therapist memegang peranan penting dalam memberikan terapi
terhadap pasien dengan gangguan pada suara, misal oleh karena vocal
nodule dan kesalahan penggunaan suara. Terapi memerlikan waktu
beberapa minggu atau beberapa bulan, sehinggga diperlukan motivasi
kepada pasien.
3. Terapi medikamentosa
Infeksi saluran pernafasan atas seringkali disebabkan oleh infeksi
virus. Tirah baring, pemberian parasetamol atau larutan aspirin gargle
dapat diberikan. Pemberian antibiotik dianjurkan jika terdapat infeksi
bakteri. Nasal spray diberikan pada pasien dengan inflamasi kronik sinus.
Pada pasien dengan gastroesofageal refluk, dapat diberikan medikasi
untuk mengurangi sekresi asam lambung.
4. Pembedahan
33
Pembedahan dianjurkan untuk diagnosis (contoh:biopsi) dan terapi
(contoh: mengambil massa tumor dan laser surgery). Operasi dapat
dilakukan dengan fibre optic endoscope dengan anestesi
umum.Pembedahan pada penyebab suara parau non-cancer hanya
diindikasikan jika penatalaksanaan dengan cara lain gagal.7
BAB III
KESIMPULAN
Suara serak merupakan suatu gejala tetapi jika prosesnya berlangsung
lama maka merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah tenggorok.
Berbagai dampak yang mungkin timbul akibat suara parau, yaitu dampak terhadap
kualitas hidup dan kelainan permanen pada laring. Dampak kualitas hidup
terutama terjadi akibat ketidakmampuan untuk berbicara terus menerus dalam
waktu lama, sehingga dapat mengganggu pekerjan, sosialisasi dengan masyarakat
sekitar dan juga secara ekonomis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi, inflamasi, tumor,
trauma, maupun penyakit sistemik. Penatalaksanaannya terdiri dari terapi
konservatif, terapi suara, terapi medika mentosa dan terapi operatif.
34
35
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery. 1994.
http://www.entassociates.com/hoarseness.htm
2. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi olahraga. Dalam Setiawan 1 ed. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran ed 9. EGC 1997:1339-1354.
3. Herman B, Kartosudiro S. 2002. Dalam Soepardi EA, Iskandar HN (eds).
Suara parau. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta; pp: 706-9.
4. Hermani B. Tumor Laring. Dalam Soepardi EA,dkk, penyunting. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher.
Edisi ke-6. Jakarta:FKUI; 2007; h 194-98.
5. Haryuna Sh, Tumor Ganas Laring. Bagian Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari
www. repository.usu.ac.id (diakses tanggal 23 April 2013).
6. Hull. 2000. Hoarseness. Journal of Respiratory Disease for Pediatricians.
http://www.drhull.com/EncyMaster/H/hoarseness.html. ( 22 April 2013)
7. Kadriyan H. 2008. Hoarseness. Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007
93. Dari http://www.kalbefarma1. com/cdk
8. Lundy, Donna R; Casiano, Roy R. 1999. Diagnosis and Management of
Hoarseness. Hospital
Physician journal. www.turner-white.com/pdf/hp_oct99_hoarse.pdf. ( 22
April 2013)
9. Paparela MM, Shumrick DA, Otolaryngology Head and Neck vol.3.
Philadelphia: W.B Saunders Company.
36
10. Rosen, Clark.1998. Evaluating Hoarseness: Keeping Your Patient's Voice
Healthy
11. Siti Hajar HT, “Anastesi Umum pada Penatalaksanaan Papiloma Laring
secara Bedah Mikrolaring”. Bagian Anastesiologi dan Reanimasi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 200. Medan. Didapat dari :
www.libraryusu.ca.id
12. Snow Jr JB, Ballenger JJ, Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery 16th ed. 2003. Spain: BC Decker Inc.
13. Vocal Cord Paralysis. http://emedicine.medscape.com/article/863779-
overview. (diakses tanggal 23 April 2013).
14. Zeitels SM, Healy GB; Laryngology and phonosurgery. N Engl J Med :
349(9):882-92.
(http://www.jaypeejournals.com/eJournals/ShowText.aspx?
ID=2421&Type=FREE&TYP=TOP&IN=_eJournals/images/
JPLOGO.gif&IID=199&isPDF=YES)
15. http://kinantijethaaa.blogspot.com/2010/06/gangguan-komunikasi.html
(diakses tanggal 29 Maret 2013).
16. http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/03/15/disfonia/
(diakses tanggal 29 Maret 2013).
17. http://sikkahoder.blogspot.com/2012/08/suara-serak-etiologi-dan-
penatalaksanaan.html#.UX12_Uo0nPg (diakses tanggal 29 Maret 2013)
37
Top Related