BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang berimplantasi diluar
endometrium rongga uterus. Implantasi normalnya berada di lapisan endometrium
rongga uterus. Risiko kematian akibat kehamilan ektopik lebih besar daripada
angka pelahiran per vaginam atau induksi aborsi. Selain itu, prognosis
keberhasilan kehamilan berikutnya juga menurun pada wanita dengan kehamilan
ektopik.
Prevalensi kehamilan ektopik di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik di antara 4.007 persalinan, atau 1
di antara 26 persalinan. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28
sampai 1:329 tiap kehamilan. Sedangkan jumlah prevalensi kehamilan ektopik
meningkat di Amerika Serikat selama dua dekade belakangan. Jumlah sebenarnya
telah meningkat melampaui proporsi pertumbuhan penduduk. Angka kehamilan
ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan meningkat empat kali lipat dari
tahun 1970 sampai 1992. Pada tahun 1992, hampir 2% dari seluruh kehamilan
adalah kehamilan ektopik. Dari semua kematian yang disebabkan oleh kehamilan
10 persennya disebabkan oleh kehamilan ektopik.
Menurut World Health organization, bahwa pada tahun 2006 terdapat
2,5% ibu menderita kehamilan ektopik terganggu. Di afrika dan amerika angka
kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan ektopik terganggu berkisar 0,5%.
Di benua Asia kematian ibu yang disebabkan kehamilan ektopik terganggu
1
berkisar 0,5%. Persentase angka kematian ibu tertinggi yang disebabkan
kehamilan ektopik terganggu terdapat di negara berkembang berkisar 4,9%.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kehamilan ektopik
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang terjadi dan berada di luar batas
endometrium yang normal. Sebelum definisi ini pernah dikemukakan istilah
kehamilan ekstrauteri, artinya kehamilan yang terjadi dan berada di luar uterus.
2.2 Etiologi dan Patogenesis
Bila nidasi terjadi di luar kavum uteri atau di luar endometrium, maka
terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab
kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan
dalam nidasi embrio ke endometrium, diantaranya adalah:
Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan
saluran tuba yang berkelok kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba
tidak berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba
dapat merupakan predisposisi. Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan
endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital.
3
Adanya tumor di sekitar saluran tuba menyebabkan perubahan bentuk dan
patensi tuba juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.
Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau besar maka zigot tersendat
pada saat perjalanan melalui tuba sehingga kemudian berhenti dan tumbuh di
saluran tuba.
Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih
panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat.
Faktor lain
Termasuk pemakai IUD dimana proses peradangan dapat timbul pada
endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik. Faktor umur dan merokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya
kehamilan ektopik.
4
Tabel 2.1 Faktor Risiko Kehamilan Ektopik
Faktor risiko Risikoa
Risiko tinggi
Bedah korektif tuba 21,0
Sterilisasi tuba 9,3
Riwayat kehamilan ektopik 8,3
Pajanan DES in utero 5,6
IUD 4,5-45
Patologi tuba yang tercatat 3,8-21
Risiko sedang
Infertilitas 2,5-21
Riwayat infeksi genital 2,5-3,7
Banyak pasangan 2,1
Risiko ringan
Riwayat bedah panggul/abdomen
Merokok
Vaginal Douche
0,93-3,8
2,3-2,5
1,1-3,1
Hubungan seks <18 tahun 1,6
DES = dietilestradiol
aNilai tunggal adalah odds ratio umum dari penelitian homogen:
nilai ganda adalah kisaran nilai dari penelitian heterogen.
Sumber: Cuningham FG, et al 2006
5
2.3 Jenis-jenis Kehamilan Ektopik
Gambar 2.1 Insiden Kehamilan Ektopik Menurut Lokasi Anatomi
Gambar di atas menjelaskan bahwa kemungkinan lokasi kehamilan
ektopik berdasarkan anatomi genetalia interna wanita bisa berada pada tuba (pada
bagian fimbrae, ampular, istmik dan intertisial), ovarium, angular, intramural
abdominal dan serviks. Namun lokasi implantasi yang paling sering yaitu pada
tuba (paling sering, 90-95%, dengan 70-80% di ampulla) karena tuba merupakan
jalur utama perjalanan ovum. Kemudian lokasi tersering kedua pada serviks,
kemudian ovarium, dan abdominal.
2.3.1 Kehamilan Tuba
Kehamilan tuba menurut tempat nidasi dapat digolongkan menjadi
kehamilan ampuler, kehamilan isthmik, kehamilan intertisial:
1. Kehamilan ampuler yaitu kehamilan yang terjadi dalam ampula tuba.
a. Lumen ampula tuba cukup besar terdapat endothelial dengan villi sehingga
spermatozoa dan ovum paling lama tinggal di ampula tuba.
6
b. Kesempatan konsepsi paling besar terjadi diampula tuba yang terletak 1/3
bagian distal tuba fallopii.
c. Implantasi hasil konsepsi insitu mempunyai keadaan sebagai berikut:
i. Terjadi gangguan implantasi sehingga hasil konsepsi mengalami
absorpsi.
ii. Terjadi abortus tuba sehingga menimbulkan timbunan darah
intraabdominal menjadi hematokele.
iii. Terjadi ruptur kearah ligamentum latum sehingga terjadi hematoma
intraligamenter.
iv. Terjadi ekspulsi abortus dan akhirnya menjadi kehamilan abdominal
sekunder.
v. Tumbuh kembang janin di antara lapisan muskulus dan serosa tuba
fallopii.
d. Hasil konsepsi pada kehamilan ampuler dapat ditemukan keadaan:
i. Perdarahan akibat abortus tuba menyebabkan timbunan darah
intraabdominal.
ii. Timbunan darah sekitar adneksa menyebabkan kehamilan ektopik
dalam bentuk hematokel mudah dipalpasi
2. Kehamilan isthmik yaitu kehamilan yang terjadi dalam isthmus tuba.
a. Lumennya kecil sehingga mudah terjadi destruksi lapisan endosalping oleh
hasil konsepsi sejak umur kehamilan 6 hari.
b. Daya tampung lumen yang kecil menyebabkan cepat terjadi ruptur dan
menimbulkan perdarahan intraabdominal.
7
c. Perdarahan yang terjadi tidak terlalu cepat sehingga masih ada waktu
untuk mendapatkan pertolongan adekuat.
d. Tuboplasti dapat diduga akan menimbulkan hamil ektopik rekuren
e. Hasil konsepsi pada kehamilan istmik dapat ditemukan keadaan:
i. Dengan teknik linier insisi lumen tuba yang kecil akan menimbulkan
gangguan transportasi hasil konsepsi.
ii. Menimbulkan hamil ektopik rekuren (berulang).
iii. Kehamilan ektopik isthmus paling sering menimbulkan ruptur
sehingga menimbulkan perdarahan intraabdominal.
3. Kehamilan intertisial yaitu kehamilan terjadi dalam pars intertisial tuba.
a. Letaknya intramural.
b. Vaskularisasi dapat mendukung tumbuh kembang janin menjadi besar
bahkan sampai aterm.
c. Ada kemungkinan ekspulsi menuju kavum uteri sehingga menjadi aterm di
uterus.
d. Hasil konsepsi pada kehamilan intertisial dapat ditemukan keadaan:
i. Jika tidak sanggup menampung dan terjadi ruptur menimbulkan
perdarahan banyak dan cepat hilang dari sirkulasi.
ii. Terlambat pertolongan terjadi syok irreversible sampai meninggal.
iii. Bentuk interstisial hamil ektopik menyebabkan kematian maternal
paling tinggi.
Patogenesis:
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
8
kemudian akan mengalami berbagai proses seperti pada kehamilan pada
umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk
pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami
beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini.
Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan
ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa
hari.
Abortus ke dalam tuba (abortus tubaria)
Perdarahan yang terjadi karena pembentukan pembuluh-pembuluh darah
oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada
derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, nudigah dengan
selaputnya dilepaskan ke dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah
kearah ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung
pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi
pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili
koriales ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika.
Perbedaan ini disebabkan oleh lumen tuba pars ampularis yang lebih luas
sehingga dapat lebih mudah terjadi pertumbuhan hasil konsepsi jika dibanding
dengan bagian ismus dengan lumensempit. Pada pelepasan hasil konsepsi yang
9
tidak sempurna pada abortus, perdarahan dapat terus berlangsung. Perdarahan
yang terus berlangsung, darisedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi
mola kruenta. Perdarahan yang terus berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-biruan(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostiumtuba. Darah ini dapat berkumpul dalam kavum
douglassi dan membentuk hematokel retrouterina.
Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya, ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur
ialah penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti
koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini dapat terjadi perdarahan dalam
rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai
menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi
pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut
melalui ostium tuba abdominal. Bila pada abortus dalam tuba dengan ostium tuba
tersumbat, rupture sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah
menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-
kadang rupture terjadi diarah ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat
kehamilan interligamneter.Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat dapat
keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil
konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan dapat terus berlangsung sehingga
penderita akan dapat cepat jatuh kedalam keadaan anemia atau syok oleh karena
10
hemorrhagia. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke kavum
Douglassi yang makin lama makin banyak dan akhirnya dapat memenuhi rongga
abdomen. Bila penderita tidak dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan,
nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya; bila besar, kelak dapat
berubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk
mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum
latum, dasar panggul, dan usus.
Gambaran Klinis:
Gambaran klinik kehamilan ektopik belum terganggu tidak khas, dan
penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adalnya kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba dan ruptur tuba. Pada umumnya ibu
menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin merasa nyeri sedikit di
perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vagina,
uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin besarnya tidak sesuai dengan
usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar
diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada pemeriksaan USG sangat membantu
menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah intrauterus atau kehamilan ektopik.
Untuk itu memeriksakan kehamilan muda sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG.
11
Bila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur pada tuba
tempat lokasi nidasi kehamilan ini akan memberi gejala dan tanda yang khas yaitu
timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau
pingsan. Ini adalah pertanda khas terjadinya kehamilan ektopik yang terganggu.
Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,
abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi,
keadaan umum penderita sebelum hamil.
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada
ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya
disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke
dalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak
terus-menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tapi setelah darah
masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke
seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang difragma,
sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterin,
menyebabkan defekasi nyeri.
Perdarahan pervaginam juga tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
yang terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum
uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak
banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan dari 51–93 %. Perdarahan
berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati,
desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
12
Amenorea juga merupakan tanda penting walaupun sering tidak jelas,
karena gejala dan tanda bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadi nidasi
pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan ruptur tuba karena tidak bisa
menampung peertumbuhan mudigah selanjutnya. Lamanya amenorea bergantung
pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak
mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Frekuensi berkisar 23–97%.
Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal
bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, yang disebut
dengan nyeri goyang positif atau slinger pijn. Juga kavum Douglasi menonjol dan
nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah.
Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan
gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut
sampai gejala-gejala yang samar-samar, sehingga sukar membuat diagnosis,
pemeriksaan USG dapat dilakukan secara perabdominal atau pervaginam.
Umumnya kita akan mendapatkan gambaran uterus yang tidak ada kantong
gestasinya dan mendapatkan gambaran kantong gestasi yang berisi mudigah
diluar uterus. Gambar USG kehamilan ektopik sangat bervariasi bergantung pada
usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (rupture, abortus) serta banyak
dan lamanya perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara
USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah/janin
hidup yang letaknya diluar kavum uteri. Namun, gambaran ini hanya dijumpai
pada 5-10% kasus.
13
Diagnosis:
Dengan metode diagnostik modern sekalipun, wanita dengan kehamilan
ektopik yang ruptur dapat datang dengan hipovolemia dan syok. Sejumlah laporan
dari total hampir 2400 ibu dengan kehamilan ektopik yang dipastikan secara
bedah. Hampir seperempat dari total 2400 ibu dengan kehamilan ektopik datang
dalam keadaan syok, tetapi proporsi ini berkisar dari 1% sampai 50% dalam
berbagai rangkaian penelitian.
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan hemoglobin dan sel darah merah berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin dan
hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak satu jam selama tiga
kali berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat
mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Pada kasus jenis tidak
mendadak biasanya ditemukan anemia, harus diingat bahwa penurunan
hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahn
bila leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari
infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang
melebihi 20.000 biasanya menunjukkan keadaan yang terakhir.
b. Tes kehamilan
Apabila tesnya positif, itu dapat membantu diagnosis khususnya
terhadap tumor-tumor adneksa yang tidak ada sangkut pautnya dengan
14
kehamilan. Tes kehamilan yang negatif tidak banyak artinya, umumnya tes
ini menjadi negatif beberapa hari setelah meninggalnya mudigah.
c. Ultrasonografi
Dapat dinilai kavum uteri kosong atau berisi, tebal endometrium,
adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglasi berisi
cairan.
d. Kuldosintesis
Kuldosintesis merupakan suatu pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu
membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Bila pada pengisapan
ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan diperhatikan
apakah darah yang dikeluarkan merupakan darah segar berwarna merah
yang dalam beberapa menit akan membeku yang merupakan darah berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk. Ataukah darah tua berwarna cokelat
sampai hitam yang tidak membeku atau yang berupa bekuan kecil-kecil
yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
e. Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir
untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang
lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian
dalam dapat dinilai.
15
Kehamilan tuba mempunyai suatu prognosa dan penatalaksanaan. Adapun
prognosa dan penatalaksanaan kehamilan tuba adalah:
Di masa lalu salpingektomi biasanya dilakukan untuk mengangkat tuba
fallopii yang rusak dan berdarah. Selama dua dekade lalu kemajauan teknik untuk
diagnosis dan terapi yang lebih dini pada wanita yang memiliki peran risiko tinggi
terjadinya kehamilan ektopik telah memungkinkan penatalaksanaan definif untuk
kehamilan ektopik yang tidak ruptur sekalipun belum ada gejala klinis. Yang
penting diagnosis dini meski menyebabkan insidennya lebih tinggi telah membuat
banyak kasus kehamilan ektopik dapat memperoleh terapi medis.
1. Penatalaksanan bedah
a. Salpingostomi
Prosedur ini digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil yang
panjangnya biasanya kurang dari 2 cm dan terletak di sepertiga distal tuba
fallopii. Insisi linier sepanjang 10 sampai 15 mm atau kurang dibuat pada
tepi antimesenterik tepat di atas kehamilan ektopik. Produk konsepsi
biasanya terdorong keluar dari insisi dan dapat diangkat atau dibilas keluar
dengan hati-hati. Tempat perdarahan kecil dikendalikan dengan
elektrokauter jarum atau laser, dan insisinya dibiarkan tanpa jahit agar
mengalami penyembuhan persekundam. Prosedur ini cepat dan mudah
dilakukan dengan laparoskop dan sekarang merupakan metode bedah
”standar emas” untuk kehamilan ektopik yang ruptur.
b. Salpingotomi
16
Prosedurnya sama dengan prosedur salpingostomi kecuali bahwa
insisinya ditutup dengan benang Vicryl 7-0 atau yang serupa. Tidak ada
perbedaan prognosis dengan atau tanpa penjahitan.
c. Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dilakukan melalui laparoskopi operatif dan
dapat digunakan baik untuk kehamilan ektopik yang ruptur maupun yang
tidak ruptur. Tindakan ini dilakukan jika tuba fallopii mengalami penyakit
atau kerusakan yang luas. Ketika mengangkat tuba dianjurkan untuk
melakukan eksisi berbentuk segitiga atau baji tidak lebih dari sepertiga
luar bagian intertisial tuba tersebut. Tindakan yang disebut reseksi kornual
ini dilakukan dalam upaya untuk memperkecil rekurensi kehamilan di
puntung tuba yang jarang terjadi.
d. Reseksi segmental dan anastomosis
Reseksi massa dan anastomosis tuba kadang kala digunakan untuk
kehamilan isthmus yang tidak ruptur. Prosedur ini digunakan karena
salpingostomi dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut dan
penyempitan lebih lanjut pada lumen yang sudah kecil. Setelah segmen
tuba dibuka, mesosalping di bawah tuba diinsisi dan isthmus tuba yang
berisi massa ektopik direseksi. Mesosalping di jahit sehingga merekatkan
kembali puntung tuba. Segmen tuba tersebut kemudian diposisikan satu
sama lain secara berlapis dengan jahitan terputus menggunakan benang
Vycril 7-0, lebih disukai menggunakan kaca pembesar. Penjahitan
17
dilakukan di lapisan muskularis dan tiga lapisan serosa dengan perhatian
khusus untuk menghindari lumen tuba.
2. Pentalaksanaan medis yaitu dengan metotreksat
Dilaporkan obat ini sebagai lini pertama untuk kehamilan ektopik. Sejak
laporan ini telah banyak laporan memaparkan keberhasilan terapi semua jenis
kehamilan ektopik dengan menggunakan berbagai regimen metotreksat. Seiring
dengan bertambahnya pengalaman, terapi medis menjadi setara dengan ”standar
emas” salpingostomi. Meskipun demikian masih terdapat keengganan untuk
menggunakan terapi medis karena takut akan terjadi ruptur tuba.
Dalam rangkaian penelitian center tunggal terbesar dilaporkan angka
keberhasilan sebesar 91% pada 350 wanita yang diberi terapi metotreksat. Dari
hasil tersebut 283 wanita diberi metotreksat dosis tungal, 60 wanita dengan dua
dosis, dan satu wanita dengan empat dosis. Dalam sebuah percobaan acak dari
Belanda, hasil yang setara dilaporkan dengan pemberian metotreksat sistemik dan
salpingostomi laparoskopik.
Perdarahan intraabdomen aktif merupakan kontraindikasi kemoterapi.
Ukuran massa ektopik juga penting, direkomendasikan bahwa metotreksat
hendaknya tidak digunakan jika kehamilannya lebih dari 4 cm. Keberhasilannya
paling besar bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba berdiameter tidak
lebih dari 3,5 cm, janin mati, dan kadar β-hCG kurang dari 15.000 mIU. Menurut
American College of Obstetricians and Gynaecologists (1998), kontraindikasi lain
adalah menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal,
diskrasia darah, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.
18
2.3.2 Kehamilan Abdominal
Hampir semua kasus kehamilan abdominal terjadi setelah ruptur dini atau
abortus kehamilan tuba ke dalam rongga peritoneum. Implantasi primer telur yang
dibuahi di peritoneum sangat jarang terjadi dan telah dilaporkan enam kasus yang
terdokumentasi dengan baik. Centers of Control memperkirakan bahwa insiden
kehamilan abdominal adalah 1 dalam 10.000 kelahiran hidup. Di Parkland
Hospital yang sering menerima kehamilan ektopik, kehamilan abdominal lanjut
jarang terjadi dan ditemukan pada sekitar 1 dalam 25.000 kelahiran.
Biasanya setelah menembus dinding tuba, plasenta yang sedang tumbuh
mempertahankan perlekatannya dengan tuba tetapi berangsur keluar batas dan
berimplantasi di lapisan sub serosa sekitarnya. Sementara itu janin terus tumbuh
di dalam rongga peritoneum. Kadang kala plasenta ditemukan pada daerah utama
tuba dan pada aspek posterior ligamentum latum dan uterus. Pada kasus lain
setelah ruptur tuba, konseptus berimplantasi kembali di mana pun di rongga
peritoneum. Pada beberapa kasus insisi seksio sesarea terdahulu akan ruptur pada
awal kehamilan sehingga menimbulkan kehamilan di dalam lipat peritoneum
vesikouterina. Ditemukan seorang wanita yang kehamilannya sudah ruptur
melalui sebuah bekas insisi sesarea vertikal jauh sebelum kelahiran. Plasenta tetap
berimplantasi di segmen bawah uterus dan seksio sesarea ulang menjelang aterm
mengungkap kehamilan abdominal dengan janin yang sehat di luar uterus.
Insiden kehamilan abdominal meningkat setelah transfer gamet
intrafallopii, fertilisasi in vitro, dan induksi abortus. Endometriosis, tuberkulosis,
dan IUD mungkin juga berperan dalam peningkatan insiden.
19
Kehamilan abdominal ada 2 macam :
a. Kehamilan abdominal primer, dimana telur dari awal mengadakan
implantasi dalam rongga perut.
Syaratnya :
i. Tuba dan ovarium normal
ii. Tidak terdapat fistula uteroplasenter
iii. Implantasi umumnya di sekitar uterus, ovarium, dan cavum douglasi
iv. Kehamilan abdominal lanjut sulit dibedakan dengan abdominal
sekunder.
b. Kehamilan abdominal sekunder, yang asalnya kehamilan tuba dan setelah
ruptur baru menjadi kehamilan abdominal.
Syaratnya :
i. Terjadi reimplantasi dari hasil konsepsi yang telah mengalami: ruptur
tuba, ekspulsi dari osteum tuba eksternumnya, ekspulsi dari fistula
uteroplasenter.
ii. Kejadiannya jarang
iii. Tindakan operasinya berbahaya akibat perdarahan yang sulit
dihentikan.
Untuk menentukan kehamilan abdominal diperlukan suatu gejala dan
tanda. Adapun gejala dan tanda kehamilan abdominal adalah:
Karena ruptur atau abortus dini kehamilan tuba merupakan kejadian
pendahulu yang umum pada kehamilan abdominal, setelah ditinjau kembali,
biasanya terdapat riwayat yang mencurigakan. Kelainan yang mungkin di ingat
20
antara lain adalah spotting atau perdarahan ireguler bersama dengan nyeri
abdomen yang biasanya paling menonjol pada salah satu atau kuadaran bawah.
Wanita yang mengalami kehamilan abdominal mungkin merasa tidak enak
tetapi tidak cukup berat sampai memerlukan pemeriksaan secara mendalam.
Mual, muntah, flatulen, konstipasi, diare, dan nyeri abdomen masing-masing
timbul dalam berbagai tingkatan. Multipara dapat mengatakan bahwa kehamilan
ini tidak ”seperti biasanya”. Pada kehamilan lanjut, gerakan janin dapat
menimbulkan nyeri.
Posisi janin yang abnormal sering kali dapat di palpasi, tetapi mudahnya
mempalpasi bagian janin bukan merupakan tanda yang dapat diandalkan. Masase
abdomen pada kehamilan tidak merangsang massa tersebut berkontraksi
sebagaimana yang hampir selalu terjadi pada kehamilan intrauterin lanjut. Serviks
biasanya bergeser bergantung sebagian pada posisi janin, dan serviks mungkin
berdilatasi tetapi pendataran bermakna tidak lazim terjadi. Uterus tampak seolah
melapisi sebagian bawah massa kehamilan. Bagian kecil atau kepala janin kadang
kala dapat dipalpasi melalui forniks dan teridentifikasi dengan jelas berada di luar
uterus.
Apabila telah terjadi kehamilan abdominal dilakukan penatalaksanaan
untuk menolong ibu dan mencegah komplikasi yang mungkin dapat diakibatkan
dari kehamilan abdominal. Adapun penatalaksanaan kehamilan abdominal akan
dijelaskan dibawah ini yaitu:
21
1. Penatalaksanaan bedah
Pembedahan kehamilan abdominal dapat mencetuskan perdarahan
yang berbahaya dan harus disediakan darah segera dalam jumlah yang cukup.
Sebelum operasi harus dipasang dua jalur infus intravena yang masing-masing
dapat menghantarkan volume cairan dalam jumlah besar dengan cepat. Bila
waktunya memungkinkan, persiapan usus secara mekanis harus dilakukan.
Perdarahan masif yang sering terjadi pada saat pembedahan kehamilan
abdominal disebabkan oleh kurangnya konstriksi pembuluh darah yang
mengalami hipertrofi dan terbuka setelah pelepasan plasenta. Pelepasan
plasenta parsial kadang kala terjadi secara spontan dan mengharuskan bedah
laparotomi.
2. Penatalaksanaan plasenta
Penatalaksanaan plasenta diperlukan pada kasus kehamilan abdominal
disebabkan karena pengangkatan plasenta selalu membawa risiko perdarahan,
pembuluh darah yang memberi darah pada plasenta harus di ligasi sebelum
plasenta diangkat. Pelepasan parsial dapat timbul spontan atau lebih mungkin
pada saat pelaksanaan operasi ketika sedang mencoba menentukan secara
tepat lokasi perlekatan plasenta. Karena itu yang paling baik adalah
menghindari eksplorasi yang tidak perlu pada organ sekitar. Secara umum
bayi harus dilahirkan, tali pusat dipotong dekat plasenta, dan abdomen ditutup.
22
Pada kehamilan abdominal terdapat suatu prognosis terutama pada
keadaan ibu. Adapun prognosis dari kehamilan abdominal adalah:
Pada kehamilan abdominal angka kematian ibu sangat meningkat
dibandingkan dengan kehamilan normal. Hal ini dikarenakan kehamilan
abdominal merupakan kehamilan didaerah rongga peritoneum dimana yang
seharusnya rongga tidak terisi oleh hasil konsepsi. Namun dengan perencanaan
praoperasi yang tepat, kematian ibu telah diturunkan dari kira-kira 20% menjadi
kurang dari 5% dalam 20 tahun terakhir. Pada banyak kasus terdapat banyak
sekali morbiditas pada wanita yang selamat.
2.3.3 Kehamilan Ovarium
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni: (1) Tuba pada
sisi kehamilan harus normal, (2) Kantong janin harus berlokasi pada ovarium, (3)
Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari proprium (4)
Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi ruptur pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan
dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga
tidak terjadi ruptur, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas
ovarium yang mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.
23
Penggunaan IUD pada saat yang sama tampaknya amat berkaitan dengan
kehamilan ovarium, dilaporkan empat kasus kehamilan ovarium yang ibunya
masih menggunakan IUD copper-7 in situ.
Penatalaksanaan klasik untuk kehamilan ovarium adalah bedah.
Perdarahan dini untuk lesi kecil ditangani dengan reseksi baji pada ovarium atau
kistektomi. Bila terdapat lesi yang lebih besar, paling sering dilakukan
ovariektomi. Baru ini laparoskopi telah digunakan untuk melakukan reseksi atau
untuk ablasi laser pada kehamilan ovarium. Pada kehamilan ovarium yang belum
ruptur pengobatan dengan metotreksat dilaporkan telah berhasil.
2.3.4 Kehamilan Serviks
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan
ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui
12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan.
Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan,
sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut: (1)
Ostium uteri internum tertutup, (2) Ostium uteri eksternum terbuka sebagian, (3)
Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik, (4) perdarahan uterus setelah
fase amenorea tanpa disertai rasa nyeri, (5) serviks lunak, membesar, dapat lebih
besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk hour-glass uterus.
24
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham. 2007. Obstetri Williams, 21th edn. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Gde IB, Chandranita IA, Fajar IBG. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Prawirohardjo S. Winknjosastro H. 2009. Ilmu Kandungan. 4th edn. Yayasan Bina
Pustaka. Jakarta.
Prawirohardjo S. Winknjosastro H. 2009. Ilmu Kebidanan. 4th edn. Yayasan Bina
Pustaka. Jakarta.
Rusdianto. Kehamilan Ektopik. Diakses tanggal 4 September 2009.
www.geocities.com.
25