Download - Referat HPP

Transcript
Page 1: Referat HPP

BAB I

PENDAHULUAN

Tiga penyebab kematian ibu yang paling lazim adalah perdarahan, infeksi, dan

penyakit hipertensi. Perdarahan yang terjadi saat persalinan merupakan akibat banyaknya

darah yang keluar dari tempat perlekatan plasenta, trauma traktus genitalia dan adjacent

struktur atau keduanya. Meskipun demikian, perdarahan postpartum merupakan suatu

gambaran suatu kejadian, dan bukan suatu diagnosis. Setengah dari kematian ibu yang

diakibatkan perdarahan dikarenakan perdarahan postpartum (Bonnar, 2000). Ketika

perdarahan yang banyak terjadi, penyebab yang spesifik harus ditemukan. Atonia uteri, salah

satu penyebab retensio plasenta – termasuk plasenta akreta dan variasinya, dan laserasi

traktus genitalis merupakan penyebab dari sebagian besar kasus perdarahan postpartum.

Dalam 20 tahun terakhir ini, plasenta akreta menggantikan atoni uteri sebagai penyebab

tersering dari perdarahan postpartum yang membutuhkan histerektomi (Chesnut and

colleagues, 1985; Zelop and coworkers, 1993).1

Frekuensi kejadian pasti dari perdarahan postpartum sulit ditentukan. Suatu consensus

yang dapat dipercaya mengatakan 1-10% dari kehamilan dengan komplikasi perdarahan

postpartum. Perdarahan postpartum memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Berdasarkan data CDC, 17% kematian maternal karena perdarahan, sepertiga hingga

setengahnya merupakan perdarahan postpartum. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

insiden perdarahan postpartum tinggi pada wanita ras Asia dan Hispanik.2

Page 2: Referat HPP

BAB II

PERDARAHAN POSTPARTUM

I. DEFINISI

Secara tradisional perdarahan postpartum didefinisikan sebagai kehilangan

darah sebanyak 500 mL atau lebih setelah selesainya kala III.

Perdarahan postpartum merupakan suatu komplikasi potensial yang

mengancam jiwa pada persalinan pervaginam dan sectio cesaria. Meskipun

beberapa penelitian mengatakan persalinan normal seringkali menyebabkan

perdarahan lebih dari 500 mL tanpa adanya suatu gangguan pada kondisi ibu. Hal

ini mengakibatkan penerapan definisi yang lebih luas untuk perdarahan

postpartum yang didefinisikan sebagai perdarahan yang mengakibatkan tanda-

tanda dan gejala-gejala dari ketidakstabilan hemodinamik, atau perdarahan yang

mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik jika tidak diterapi. Kehilangan darah

lebih dari 1000 mL dengan persalinan pervaginam atau penurunan kadar

hematokrit lebih dari 10% dari sebelum melahirkan juga dapat dianggap sebagai

perdarahan post partum.2

Wanita dengan kehamilan normal yang mengakibatkan hipervolemia yang

biasanya meningkatkan volume darah 30 – 60 %, dimana pada rata-rata wanita

sebesar 1-2 L (Pitchard, 1965). Wanita tersebut akan mentoleransi kehilangan

darah, tanpa ada perubahan kadar hematokrit postpartum, karena kehilangan darah

pada saat melahirkan mendekati banyaknya volume darah yang ditambahkan saat

kehamilan.1

Saat ini perdarahan postpartum dibagi dalam :2

Perdarahan post partum primer, bila perdarahan terjadi dalam 24

jam pertama.

Perdarahan post partum sekunder, bila perdarahan terjadi setelah

24 jam pertama hingga 6 minggu setelah persalinan

Page 3: Referat HPP

II. ETIOLOGI

Penyebab perdarahan postpartum disebabkan 4 T yaitu: 2

Tone - atonia uteri

Trauma - trauma uteri, servik, atau vagina

Tissue - retensio plasenta atau bekuan darah

Thrombin- Koagulopati

Tone (tonus)

Atonia uteri dan kegagalan kontraksi dan relaksasi miometrium dapat

mengakibatkan perdarahan yang cepat dan masif dan hipovolemik syok. Uterus

yang terlalu meregang baik absolut maupun relatif, adalah faktor resiko mayor

untuk atonia uteri. Uterus yang terlalu teregang dapat diakibatkan oleh gestasi

multifetal, makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misalnya

hidrosefalus berat); suatu struktur uteri yang abnormal; atau gangguan persalinan

plasenta atau distensi dengan perdarahan sebelum plasenta dilahirkan.

Kontraksi miometrium yang buruk dapat diakibatkan karena kelelahan

akibat persalinan yang lama atau percepatan persalinan, khususnya jika

distimulasi. Dapat juga merupakan hasil dari inhibisi kontraksi oleh obat seperti

anestesi halogen, nitrat, AINS, MgSO4, beta-simpatomimetik, dan nifedipin.

Penyebab lain plasenta letak rendah, toksin bakteri, hipoksia, dan hipotermia.

Page 4: Referat HPP

Tissue (Jaringan)

Kontraksi dan retraksi uterus menyebabkan terlepasnya plasenta.

Pelepasan plasenta yang lengkap mengakibatkan retraksi yang berkelanjutan dan

oklusi pembuluh darah yang optimal.

Retensio plasenta lebih sering bila plasenta suksenturiata atau lobus

aksesoris. Setelah plasenta dilahirkan dan dijumpai perdarahan minimal, plasenta

harus diperiksa apakah plasenta lengkap dan tidak ada bagian yang terlepas.

Plasenta memiliki kecenderungan untuk menjadi retensio pada kondisi

kehamilan preterm yang ekstrim (khususnya < 24 minggu), dan perdarahan yang

hebat dapat terjadi. Kegagalan pelepasan menyeluruh dari plasenta terjadi pada

plasenta akreta dan variannya. Pada kondisi ini plasenta lebih masuk dan lebih

lengket. Perdarahan signifikan yang terjadi dari tempat perlekatan dan pelepasan

yang normal menandakan adanya akreta sebagian. Akreta lengkap dimana seluruh

permukaan plasenta melekat abnormal, atau masuk lebih dalam (plasenta inkreta

Page 5: Referat HPP

atau perkreta), mungkin tidak menyebabkan perdarahan masif secara langsung,

tapi dapat mengakibatkan adanya usaha yang lebih agresif untuk melepaskan

plasenta. Kondisi seperti ini harus dipertimbangkan jika plasenta terimplantasi

pada jaringan parut di uterus sebelumya, khususnya jika dihubungkan dengan

plasenta previa.

Semua pasien dengan plasenta previa harus diinformasikan risiko

terjadinya perdarahan post partum yang berat, termasuk kemungkinan

dibutuhkannya transfuse dan histerektomi. Darah mungkin dapat menahan uterus

dan mencegah terjadinya kontraksi yang efektif.

Akhirnya, darah yang tertinggal dapat mengakibatnya distensi uterus dan

menghambat kontraksi yang efektif.

Trauma

Kerusakan traktus genitalis dapat terjadi spontan atau karena manipulasi yang

digunakan pada saat persalinan.

Trauma dapat terjadi pada persalinan yang lama dan sulit, khususnya jika

pasien memiliki CPD relatif atau absolut dan uterus telah distimulasi dengan

oksitosin atau prostaglandin. Pengontrolan tekanan intrauterin dapat mengurangi

risiko terjadinya trauma. Trauma juga dapat terjadi pada manipulasi janin intra

maupun ekstra uterin. Risiko yang paling besar mungkin dihubungkan dengan

versi internal dan ekstraksi pada kembar kedua; bagaimanapun, ruptur uteri dapat

terjadi sebagai akibat versi eksternal. Akhirnya, trauma mengakibatkan usaha

untuk mengeluarkan retensi plasenta secara manual atau dengan menggunakan

instrumen.

Laserasi servikal sering dihubungkan dengan persalinan menggunakan forceps

dan serviks harus diinspeksi pada persalinan tersebut. Persalinan per vaginam

dengan bantuan (forceps atau vakum) tidak boleh dilakukan tanpa adanya

pembukaan lengkap. Laserasi servikal dapat terjadi secara spontan. Pada kasus ini,

ibu sering tidak dapat menahan untuk tidak mengedan sebelum terjadi dilatasi

Page 6: Referat HPP

penuh dari serviks. Terkadang eksplorasi manual atau instrumentasi dari uterus

dapat mengakibatkan kerusakan serviks. Sangat jarang, serviks sengaja diinsisi

pada posisi jam 2 dan/atau jam 10 untuk mengeluarkan kepala bayi yang terjebak

pada persalinan sungsang (insisi Dührssen).

Laserasi dinding vagina sering dijumpai pada persalinan pervaginam operatif,

tetapi hal ini terjadi secara spontan, khususnya jika tangan janin bersamaan

dengan kepala. Laserasi dapat terjadi pada saat manipulasi pada distosia bahu.

Trauma vagina letak rendah terjadi baik secara spontan maupun karena

episiotomi.

Trombosis

Pada awal periode postpartum, gangguan koagulasi dan platelet biasanya

tidak selalu mengakibatkan perdarahan yang massif, hal ini dikarenakan adanya

kontraksi uterus yang mencegah terjadinya perdarahan (Baskett,1999). Fibrin

pada plasenta dan bekuan darah pada pembuluh darah berperan pada awal masa

postpartum, gangguan padahal ini dapat menyebabkan perdarahan postpartum tipe

lambat atau eksaserbasi perdarahan karena sebab lain terutama paling sering

disebabkan trauma.

Abnormalitas dapat terjadi sebelumnya atau didapat. Trombositopenia

dapat berhubungan dengan penyakit lain yang menyertai, seperti ITP atau HELLP

sindrom (hemolisis, peningkatan enzim hati, dan penurunan platelet), abruptio

plasenta, DIC, atau sepsis. Kebanyakan hal ini terjadi bersamaan meskipun tidak

didiagnosa sebelumnya.

III. PATOFISIOLOGI2

Dalam masa kehamilan, volume darah ibu meningkat kurang lebih 50% (dari 4

L menjadi 6 L). Volume plasma meningkat melebihi jumlah total sel darah merah,

yang mengakibatkan penurunan konsentrasi hemoglobin dan hematokrit.

Peningkatan volume darah digunakan untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari

Page 7: Referat HPP

uteroplasenta dan persiapan terhadap hilangnya darah saat persalinan

(Cunningham, 2001).

Diperkirakan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 mL/menit, yang berarti

10-15% dari curah jantung. Kebanyakan dari aliran ini melewati plasenta yang

memiliki resistensi yang rendah. Pembuluh darah uterus menyuplai sisi plasenta

melewati serat miometrium. Ketika serat ini berkontraksi pada saat persalinan,

terjadi retraksi miometrium. Retraksi merupakan karakteristik yang unik pada otot

uterus untuk melakukan hal tersebut serat memendek mengikuti tiap kontraksi.

Pembuluh darah terjepit pada proses kontraksi ini, dan normalnya perdarahan

akan terhenti. Hal ini merupakan ’ligasi hidup’ atau ’jahitan fisiologis’ dari uterus

(Baskett,1999).

Atonia uteri adalah kegagalan otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan

beretraksi. Hal ini merupakan penyebab penting dari Perdarahan post partum dan

biasanya terjadi segera setelah bayi dilahirkan hingga 4 jam setelah persalinan.

Trauma traktus genitalia (uterus, serviks, vagina, labia, klitoris) pada persalinan

mengakibatkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan pada wanita yang

tidak hamil karena adanya peningkatan suplai darah terhadap jaringan ini. Trauma

khususnya berhubungan dengan persalinan, baik persalinan pervaginam maupun

persalinan sesar.

IV. GAMBARAN KLINIS2

Anamnesis

Selain menanyakan hal umum tentang periode perinatal, tanyakan tentang

episode perdarahan postpartum sebelumnya, riwayat seksio sesaria, paritas, dan

riwayat fetus gandaatau polihidramnion.

Tentukan jika pasien atau keluarganya memiliki riwayat gangguan

koagulasi atau perdarahan massif dengan prosedur operasi atau menstruasi.

Dapatkan informasi mengenai pengobatan, dengan pengobatan hipertensi

(calcium-channel blocker) atau penyakit jantung ( misal digoxin, warfarin).

Informasi ini penting jika koagulopati dan pasien memerlukan transfusi.

Tentukan jika plasenta sudah dilahirkan.

Page 8: Referat HPP

Pemeriksaan Fisik

Pada seorang wanita dengan perdarahan masif, secara simultan memerlukan

pemeriksaan fisik dan resusitasi. Fokuskan pemeriksaan pada pencarian penyebab

perdarahan. Pasien dapat tidak memiliki perubahan hemodinamik tertentu pada

awal syok akibat perdarahan fisiologik maternal hipervolemia. Perdarahan

postpartum selalu perlu disadari saat gangguan hemodinamik terjadi tanpa adanya

perdarahan masif.

Palpasi bimanual uterus terasa lunak, atonia, atau pembesaran uterus,

dengan suatu akumulasi darah yang banyak. Palpasi juga dapat merasakan

adanya hematom dalam perineum atau pelvis.

Selama penghisapan, inspeksi servik dan vagina dalam penerangan yang

cukup dapat melihat adanya robekan jaringan.

Periksa adanya jaringan plasenta yang hilang, yang menandakan adanya

kemungkinan retensio plasenta.

Kehilangan DarahTekanan Darah

(Sistolik)Tanda dan Gejala Derajat Syok

500-1000 mL

(10-15%)Normal Palpitasi, Takikardi, Gelisah Terkompensasi

1000-1500 mL

(15-25%)

Menurun ringan

(80-100 mm Hg)

Lemah, Takikardi,

BerkeringatRingan

1500-2000 mL

(25-35%)

menurun sedang

(70-80 mm Hg)Sangat lemah, Pucat, oliguria Sedang

2000-3000 mL

(35-50%)

Sangat turun

(50-70 mm Hg)Kolaps, Sesak nafas, Anuria Berat

Pendeteksian dan pendiagnosisan yang cepat dari kasus perdarahan

postpartum sangat penting untuk keberhasilan penatalaksanaan. Resusitasi dan

pencarian penyebab harus dilaksanakan dengan cepat sebelum terjadi sekuele dari

hipovolemia yang berat.

Page 9: Referat HPP

Diagnosis Perdarahan Setelah Bayi Lahir  9

Presenting Symptom and Other

Symptoms and Signs Typically

Present

Symptoms and Signs Sometimes

Present

Probable

Diagnosis

• Immediate PPHa

• Uterus soft and not contracted

• Shock

Atonic uterus

• Immediate PPHa

 

• Complete placenta

• Uterus contracted Tears of cervix,

vagina or perineum

• Placenta not delivered within 30

minutes after delivery

• Immediate PPHa

• Uterus contracted Retained placenta

• Portion of maternal surface of

placenta missing or torn membranes

with vessels

• Immediate PPHa

• Uterus contracted Retained placental

fragments

• Uterine fundus not felt on

abdominal palpation

• Slight or intense pain

• Inverted uterus apparent at vulva

• Immediate PPHb Inverted uterus

• Bleeding occurs more than 24

hours after delivery

• Uterus softer and larger than

expected for elapsed time since

delivery

• Bleeding is variable (light or

heavy, continuous or irregular) and

foul-smelling

• Anaemia

Delayed PPH

• Immediate PPHa (bleeding is intra-

abdominal and/or vaginal)

• Severe abdominal pain (may

decrease after rupture)

• Shock

• Tender abdomen

• Rapid maternal pulse

Ruptured uterus

Page 10: Referat HPP

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG2

Laboratorium

Darah Lengkap

oUntuk memeriksa kadar Hb dan hematokrit

oPerhatikan adanya trombositopenia

PT dan aPTT diperiksa untuk menentukan adanya gangguan koagulasi.

Kadar fibrinogen diperiksa untuk menilai adanya konsumtif koagulopati.

Kadarnya secara normal meningkat dari 300-600 pda kehamilan, pada kadar

yang terlalu rendah atau dibawah normal mengindikasikan adanya konsumtif

koagulopati.

Pemeriksaan Radiologi

USG dapat membantu menemukan abnormalitas dalam kavum uteri dan

adanya hematom.

Angiografi dapat digunakan pada kemungkinan embolisasi dari pembuluh

darah.

Pemeriksaan Lain

Tes D-dimer (tes monoklonal antibodi) untuk menentukan jika kadar serum

produk degradasi fibrin meningkat. Penemuan ini mengindikasikan gangguan

koagulasi.

VI. PENATALAKSANAAN 4

Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah uterus berkontraksi dengan

baik, atau adakah perdarahan karena atonia uteri.

Pada kasus dengan faktor predisposisi atonia uteri, setelah bayi lahir

disuntikkan synthetic oxytocin 10 UI IM. Apabila dalam 30 menit plasenta belum

Page 11: Referat HPP

lahir dilakukan pengeluaran plasenta secara manual. Tetapi bila terjadi perdarahan

banyak meskipun belum sampai 30 menit plasenta juga harus segera dilahirkan.

Setelah plasenta lahir disuntikkan uterotonika methyl ergometrin maleat 0,2 mg

IV sekaligus dilakukan pemijatan pada corpus uteri. Apabila kontraksi uterus tetap

jelek dan perdarahan terus terjadi, maka dipasang infus synthetic oxytosin 10 UI,

pasang dower catheter, berikan oxygen dan teruskan pemijatan uterus. Cari

penyebab dari perdarahan post partum apakah hipotonia uteri, robekan jalan lahir,

sisa plasenta ataukah gangguan pembekuan darah. Terapi sesuai penyebab yang

ditemukan.

Penggunaan Obat Oksitosik 9

  Oxytocin Ergometrine/ Methyl-ergometrine

15-methyl Prostaglandin F2α

Dose and route

IV: Infuse 20 units in 1 L IV fluids at 60 drops per minute 

IM: 10 units

IM or IV (slowly): 0.2 mg IM: 0.25 mg

Continuing dose 

IV: Infuse 20 units in 1 L IV fluids at 40 drops per minute

Repeat 0.2 mg IM after 15 minutes

If required, give 0.2 mg IM or IV (slowly) every 4 hours 

0.25 mg every 15 minutes

Maximum dose

Not more than 3 L of IV fluids containing oxytocin

5 doses (Total 1.0 mg) 8 doses (Total 2 mg)

Precautions/Contrain-dications

Do not give as an IV bolus

Pre-eclampsia, hypertension, heart disease

Asthma

Pada kasus dengan perdarahan pasca persalinan dengan kontraksi uterus baik, maka

segera dilakukan inspekulo untuk melihat robekan serviks atau vagina. Bila ditemukan segera

lakukan penjahitan/ hemostasis. Pada gangguan pembekuan darah : transfusi darah segar/

plasma segar/ fibrinogen.

Page 12: Referat HPP

Managemen Perdarahan Postpartum

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Referat HPP

1. Cunningham, F.Gary, Norman F. Gant, et all. Williams Obstetrics international edition.

21 st edition. Page 619-663.

2. Wainscott, Michael P. Pregnancy, Postpartum Hemorrhage. http://www.eMedicine.com.

May 30, 2006.

3. Smith, John R, Barbara G. Brennan. Postpartum Hemorrhage.

http://www.eMedicine.com. June 13, 2006.

4. Wiknjosastro, Hanifa, Abdul Bari Saifudin, Triatmojo Rachimhadhi. Ilmu Kebidanan.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.Jakarta. 2002.

5. http://www.pregnancyinfo.net .Post Partum Hemorrhage.

6. htpp://www.WHO.int. Managing Complication in Pregnancy and Childbirth.

7. ALARM International. Hemorrhage in Pregnancy. 2nd edition. Page 49-53.

8. Schuurmans, et al, 2000, SOGC Clinical Practice Guidelines, Prevention and

Management of postpartum Haemorrhage, no. 88, April 2000.

9. BiblioMed Textbook Clinical Obstetrics. Operatif Obstetrics. Management Pospartum

Haemorrhage. vol 2. Part 7.