PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN IBADAH SISWA
MTS AL-FALAH JAKARTA SELATAN
Oleh :
M A K F I A H NIM : 101011020585
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2006 M / 1427 H
id4352906 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sangat dalam kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan
karunia-Nya kepada seluruh isi alam. Dia yang telah menciptakan manusia sebagai
makhluk yang terbaik (ahsan taqwim). Dia pula yang mengajarkan manusia dengan
kalam-Nya untuk menggali keagungan dan kebesaran-Nya.
Rangkaian shalawat dan salam semoga tercurah kepada baginda Nabi
Muhammad SAW pembawa risalah pamungkas yang menjadi panutan bagi seluruh
manusia. Dengan membawa wahyu al-Quran sebagai teks suci yang mampu
menerangi dan menembus sampai segala penjuru zaman.
Selama penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan
bahan-bahan (data), maupun pembiayaan dan sebagainya. Namun, berkat
kesungguhan hati dan kerja keras yang disertai dorongan dan bantuan dari berbagai
pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu Alhamdulillah dapat diatasi dengan
sebaik-baiknya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan atas penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih
penulis sampaikan pula kepada :
id4371718 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
ii
1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Dosen Penasehat Akademik penulis pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Segenap Dosen yang telah membimbing dan mengajar penulis dalam menempuh
pendidikan selama kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.
5. Pimpinan perpustakaan utama dan perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta serta perpustakaan
Iman Jama yang telah menyediakan dan melayani dengan penuh keikhlasan
dalam peminjaman literatur yang dibutuhkan.
6. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang
dengan kesabarannya telah memberi petunjuk, bimbingan, dan pengarahannya
sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
7. Bapak H. Fudhail Salim selaku kepala sekolah Madrasah Tsanawiyah Al-Falah
8. Ayahanda H. Thabrani (Alm) dan Ibunda Hj. Maisaroh yang dengan ketabahan
dan kesabarannya serta ketawaduannya membimbing dan membesarkan ananda
dengan penuh kasih sayang. Kakak-kakak dan adik-adikku yang selalu
memberikan motivasi dan semangat serta dukungan kepada penulis dalam
iii
penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT menjadikan mereka orang-orang
yang selalu dimuliakan.
9. Seluruh teman-teman dan sahabat serta kepada seluruh mahasiswa PAI angkatan
2001, khususnya kelas B yang telah membantu penulis dalam proses studi di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta hingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini.
Akhirnya tak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih juga kepada semua
pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung
terhadap proses penyelesaian skripsi ini. Semoga mereka mendapat balasan yang
berlipat ganda dari Allah SWT.
Jakarta, Nopember 2006
Penulis
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI .. iv
DAFTAR TABEL . vii
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah .. 1
B. Permasalahan .. 5
1. Identifikasi Masalah . 5
2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Metode Penelitian 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian . 7
E. Sistematika Penyusunan .. 8
BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 9
A. Kajian Pustaka . 9
1. Pemahaman Pendidikan Agama ... 9
a. Pengertian Pemahaman .. 9
b. Pengertian Pendidikan Agama ... 11
2. Ibadah .. 18
a. Pengertian Ibadah .. 18
b. Hakikat Ibadah .. 24
c. Perintah Melaksanakan Ibadah .. 25
id4397359 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
v
d. Motivasi Ibadah . 28
e. Hikmah Melaksanakan Ibadah .. 30
B. Kerangka Berpikir .. 32
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 35
A. Variabel Penelitian . 35
1. Pengertian Variabel . 35
2. Variabel Bebas 36
3. Variabel Terikat ... 36
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian . 37
1. Pemahaman Pendidikan Agama . 37
2. Pelaksanaan Ibadah 37
C. Metode Penelitian ... 37
D. Populasi dan Sampel .. 39
E. Teknik Pengumpulan Data . 40
F. Teknik Analisis Data . 43
G. Pengajuan Hipotesis .. 46
BAB IV : HASIL PENELITIAN 47
A. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Al-Falah ... 47
B. Deskripsi Data 54
C. Analisis Data .. 58
D. Interpretasi Data . 61
vi
BAB V : PENUTUP 63
A. Kesimpulan . 63
B. Saran-saran . 64
DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pembinaan manusia
yang berkualitas, cerdas, dan bertanggung jawab atas diri dan masyarakat, bangsa dan
negaranya, terutama tanggung jawab spiritual agar anak didik dapat menjalankan
ajaran agamanya dengan baik. Tanggung jawab yang besar tersebut merupakan
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan dasar pendidikan
meliputi keyakinan beragama, nilai moral, aturan pergaulan , dan sikap hidup yang
mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Lingkungan
keluarga dijadikan sebagai teladan dalam beribadah karena sejak awal anak
dilahirkan, setiap waktu diperlihatkan cara-cara beribadah sebagai modal kehidupan
akhirat.
Dalam keluarga, orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar
dalam pembentukan pribadi anak, baik dari aspek sikap maupun spiritual. Orang tua
harus memperkenalkan dan memperlihatkan kewajiban-kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh anak sejak dini, sehingga pada waktunya nanti, ketika anak
tersebut sudah terkena kewajiban untuk melaksanakan sesuatu - dalam hal ini ibadah
- ia sudah terbiasa melakukannya tanpa ada rasa beban dan tanpa harus ada paksaan.
id4410343 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
2
Orang tua mempunyai kewajiban untuk membimbing anak-anaknya dalam hal
agama. Sudah selayaknya orang tua mencontohkan bahkan mengajak anaknya untuk
melaksanakan ibadah. Setiap masuk waktu shalat, orang tua semestinya mengajak
anaknya untuk shalat berjama'ah dan berdzikir setelah shalat, sehingga jika dilakukan
terus-menerus anak akan benar-benar terbiasa melakukannya sampai ia dewasa
bahkan sampai ia meninggal. Begitu juga dengan puasa, orang tua harus mendidik
anaknya untuk melakukan puasa sejak dini, walaupun anak belum kuat untuk
melakukan puasa sampai waktu magrib, hendaknya anak dibiasakan untuk
meneladani orangtuanya melakukan puasa sampai waktu yang ia sanggupi, sampai
zuhur misalnya.
Pendidikan agama dalam keluarga ini merupakan pendidikan luar sekolah,
sejak anak baru dilahirkan sampai ia sudah cukup usia untuk memperoleh pendidikan
pada jalur formal (sekolah). Jalur pendidikan agama di sekolah dilaksanakan melalui
kegiatan pembelajaran secara berjenjang dan berkesinambungan. Dengan demikian,
sekolah meneruskan pembinaan yang telah diletakkan dasar-dasarnya melalui
pendidikan keluarga sehingga sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
mempunyai peranan dan tanggung jawab yang tidak sederhana dalam pelaksanaan
tugasnya.
Pendidikan agama sebagai mata pelajaran di sekolah mempunyai peranan
penting dalam menanamkan rasa takwa kepada sang Khaliq yang pada akhirnya dapat
menimbulkan rasa keagamaan yang kuat dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang
baik sesuai dengan ajaran agama yang diyakini tentunya juga dengan melaksanakan
3
ibadah secara sempurna sebagai bekal akhirat. Pendidikan agama di sekolah
hendaknya tidak hanya diberikan berupa materi-materi saja, tetapi juga harus
mengadakan praktek jika ada hubungan dengan perbuatan atau ibadah, seperti shalat,
mengaji, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perbuatan dalam pendidikan
agama.
Dengan pemberian pendidikan agama di sekolah diharapkan anak didik
memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keyakinan akan agama yang dianutnya
sehingga menimbulkan kesadaran beragama dengan selalu melaksanakan ibadah
sebagaimana yang telah diperintahkan.
Walaupun anak sudah masuk dalam pendidikan formal, lingkungan keluarga
tidak dapat lepas tangan begitu saja. Keluarga, khususnya orang tua tetap harus
mengontrol anak ketika ia berada di luar sekolah dengan selalu mengingatkan untuk
melaksanakan ajaran agama dan selalu mengajak anggota keluarga untuk
melaksanakan ibadah bersama-sama.
Pendidikan agama tidak hanya didapat dari lingkungan keluarga dan sekolah,
lingkungan masyarakat pun mempunyai peran untuk mendidik seseorang untuk
menambah pengetahuan mengenai ajaran agama. Di lingkungan masyarakat biasanya
sering diadakan pengajian-pengajian untuk menambah wawasan seseorang mengenai
agama dengan segala aspeknya. Lingkungan masyarakat yang baik dan selalu
menjunjung tinggi nilai-nilai agama akan membuat seseorang bisa menjadi manusia
yang sadar akan kodratnya sebagai makhluk Allah.
4
Baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, ketiganya saling
mendukung satu sama lain dan hendaknya menjadi satu kesatuan yang bisa
menjadikan manusia sebagai insan kamil dengan selalu menjalankan ajaran agama
dengan sebaik-baiknya yang dapat membawa manusia memperoleh keberuntungan
baik di dunia dan di akhirat.
Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, tidak hanya membekali
seseorang dengan pengetahuan agama atau pengembangan intelektualnya saja, tetapi
juga mengisi dan menyuburkan perasaan keberagamaan yang kuat sehingga bisa
menjalani kehidupan dengan berpedoman kepada ajaran agama. Namun demikian,
kenyataan yang ada belum memuaskan. Ternyata banyak sekali para siswa dan siswi
yang notabene selalu memperoleh pendidikan agama secara baik, baik di lingkungan
keluarga maupun lingkungan sekolah, dan berada dalam lingkungan yang bisa
dibilang masih memegang nilai-nilai ajaran agama, meninggalkan kewajibannya
sebagai seorang hamba dengan mengabaikan pelaksanaan ibadah.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti peserta didik
Madrasah Tsanawiyah Al-Falah Jakarta Selatan. Karena itu, penulis akan membahas
penelitian dengan judul : PEMAHAMAN PENDIDIKAN AGAMA DAN
PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN IBADAH DI MTS AL-
FALAH JAKARTA SELATAN.
5
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Pelaksanaan ibadah dipengaruhi oleh banyak hal, yang dapat diidentifikasi
sebagai berikut, antara lain :
a. Bimbingan dari orang tua.
b. Pemahaman yang mendalam mengenai pendidikan agama.
c. Lingkungan yang kondusif.
d. Pelatihan atau pembiasaan yang dilakukan sejak kecil.
e. Keimanan yang kokoh.
2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, masalah yang ada hanya akan dibatasi
sebagai berikut :
a. Pemahaman di sini adalah kemampuan yang dimiliki anak didik mengenai
pendidikan agama yang telah diperolehnya di dalam keluarga maupun
sekolah, yang dijaring melalui tes yang dilakukan sendiri oleh penulis.
b. Ibadah di sini hanya dibatasi pada ibadah shalat dan puasa.
6
c. Siswa MTs Al-Falah dibatasi pada siswa kelas III MTs Al-Falah Jakarta
Selatan tahun pelajaran 2006/2007.
Dengan demikian, dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas,
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan tingkat
pelaksanaan ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa
yang kurang memahami agama.
C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan riset lapangan dan metode
deskriptif komparatif dalam bentuk eksperimen untuk mencari perbedaan. Data-data
yang diperoleh dikumpulkan melalui observasi, yaitu mengamati secara langsung
tempat penelitian, tes yang dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa,
penyebaran angket yang dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan ibadah siswa, dan
wawancara yang berfungsi sebagai penguat dari data-data yang dikumpulkan.
7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah "untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
tingkat pelaksanaan ibadah antara siswa MTs Al-Falah yang lebih memahami agama
dengan siswa MTs Al-Falah yang kurang memahami agama.
Penelitian yang dilakukan mengenai pemahaman pendidikan agama dan
pengaruhnya terhadap pelaksanaan ibadah diharapkan dapat dipergunakan sebagai
bahan masukan yang obyektif, yaitu :
a. Bagi Penulis
Menjadi bahan masukan untuk dapat memperbaiki kelemahan dan
kekurangan yang ada pada diri sendiri, serta mampu meningkatkan kualitas
ibadah dengan bertambahnya pengetahuan yang diperoleh.
b. Bagi Guru Agama dan Siswa
Sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan pemahaman siswa
mengenai pendidikan agama, sehingga dapat memperbaiki kualitas ibadah dalam
diri siswa umumnya dan guru agama itu sendiri pada khususnya.
8
D. Sistematika Penyusunan
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membagi lima bab dengan beberapa
sub babnya, dengan keterangan singkat seperti di bawah ini :
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
permasalahan yang didalamnya terdapat identifikasi masalah dan pembatasan serta
perumusan masalah, metode penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, dan
sistematika penyusunan.
Bab II adalah kajian pustaka dan kerangka berpikir yang berisi mengenai
pengertian pemahaman, pengertian pendidikan agama, pengertian ibadah, hakikat
ibadah, perintah melaksanakan ibadah, motivasi ibadah, hikmah melaksanakan
ibadah, dan kerangka berpikir.
Bab III merupakan metodologi penelitian yang berisi tentang variabel
penelitian yang didalamnya terdapat pengertian variabel, variabel bebas dan terikat,
definisi operasional variabel penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel,
teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan pengajuan hipotesis.
Bab IV adalah hasil penelitian yang didalamnya terdapat gambaran umum
mengenai Madrasah Tsanawiyah Al-Falah, deskripsi data, analisis data, dan
interpretasi data.
Bab V merupakan kesimpulan secara umum mengenai permasalahan yang
dibahas pada bab-bab sebelumnya dan pada bab ini penulis berusaha memberikan
saran-saran yang diperoleh dari hasil penelitian.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKADAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Pemahaman Pendidikan Agama
a. Pengertian Pemahaman
Pemahaman merupakan proses berpikir dan belajar. Dikatakan
demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu diikuti dengan
belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara
memahami.1
Pemahaman adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini ia tidak hanya hapal secara verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan, maka operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan.2
1W.J.S. Porwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991), h. 636
2Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997), cet. ke-8, h. 44
id4424828 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
10
Di dalam ranah kognitif menunjukkan tingkatan-tingkatan kemampuan
yang dicapai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dapat dikatakan
bahwa pemahaman tingkatannya lebih tinggi dari sekedar pengetahuan.
Definisi pemahaman menurut Anas Sudijono adalah "kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.
Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih
tinggi dari ingatan dan hafalan".3
Menurut Saifuddin Azwar, dengan memahami berarti sanggup
menjelaskan, mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, meramalkan, dan
membedakan.4 Sedangkan menurut W. S. Winkel, yang dimaksud dengan
pemahaman adalah :
Mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dalam data tertentu, seperti dalam grafik.5
Dari berbagai pendapat di atas, indikator pemahaman pada dasarnya
sama, yaitu dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat
3Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), cet. ke-4, h. 50
4Saifuddin Azwar, Tes Prestasi, (Yogyakarta : Liberty, 1987), h. 62
5W. S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta : PT. Gramedia, 1996), cet. ke-4, h. 246
11
mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, menafsirkan,
memperkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis,
memberi contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan
mengikhtisarkan. Indikator tersebut menunjukkan bahwa pemahaman
mengandung makna lebih luas atau lebih dalam dari pengetahuan.
Dengan pengetahuan, seseorang belum tentu memahami sesuatu yang
dimaksud secara mendalam, hanya sekedar mengetahui tanpa bisa menangkap
makna dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Sedangkan dengan pemahaman,
seseorang tidak hanya bisa menghapal sesuatu yang dipelajari, tetapi juga
mempunyai kemampuan untuk menangkap makna dari sesuatu yang dipelajari
juga mampu memahami konsep dari pelajaran tersebut.
b. Pengertian Pendidikan Agama
Untuk memudahkan pemahaman tentang pengertian pendidikan
agama, maka terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian pendidikan dan
pengertian agama secara umum.
Pendidikan dalam bahasa Arabnya adalah tarbiyah dengan kata kerja
rabba. Kata kerja rabba yang artinya mendidik sudah digunakan pada zaman
Nabi. Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini juga digunakan untuk Tuhan,
karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara, malah
12
mencipta. Kata lain yang mengandung arti pendidikan adalah addaba,6 dan
allama.
Pendidikan berasal dari kata "didik", mendapat awalan "me" sehingga
menjadi "mendidik", artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam
memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan
pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan dapat
diartikan sebagai sebuah proses dengan menggunakan metode-metode tertentu
sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah
laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan
representatif, pendidikan adalah "the total process of developing human
abilities and behaviors, drawing on almost all life's experiences",7 yang
berarti seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-
perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman
kehidupan. Pendidikan diartikan sebagai tahapan kegiatan yang bersifat
kelembagaan yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan
individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya.
Prof. Mahmud Yunus dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok
Pendidikan dan Pengajaran, mengemukakan berbagai pengertian dari para
ahli didik dan ahli filsafat mengenai pengertian pendidikan, yaitu :
6Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), cet. ke-2, h. 25
7M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), cet. ke-1, h. 5
13
1) Menurut Plato, seorang filosof Yunani, pendidikan adalah mengasuh jasmani dan rohani supaya sampai kepada keindahan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai.
2) Jules Simin, filosof Perancis, mengemukakan pengertian pendidikan adalah jalan untuk merubah akal menjadi akal yang lain dan mengubah hati menjadi hati yang lain.
3) John Milton, seorang ahli didik dan ahli syair bangsa Inggris, menjelaskan pendidikan yang sempurna adalah mendidik anak-anak supaya dapat melaksanakan segala pekerjaan, baik pekerjaan khusus atau pekerjaan umum dengan ketelitian, kejujuran, dan kemahiran, baik waktu aman atau waktu perang.
4) Menurut Pestalozzi, seorang ahli didik Swiszerland, pendidikan adalah menumbuhkan segala tenaga anak-anak dengan pertumbuhan yang sempurna dan seimbang.
5) Pengertian pendidikan menurut Herbert Spencer, filosof pendidikan bangsa Inggris, adalah menyiapkan manusia supaya hidup dengan kehidupan yang sempurna.
6) James Mill, filosof Inggris, menurutnya, pendidikan adalah menyiapkan seseorang supaya dapat membahagiakan dirinya khususnya, dan orang lain umumnya.
7) dan menurut Sully, seorang filosof Inggris yang juga ahli didik dan ahli jiwa, pendidikan adalah menyucikan tenaga tabiat anak-anak supaya dapat hidup berbudi luhur, berbadan sehat, serta berbahagia. 8
Prof. Drs. H.M. Arifin, M.Ed. mengungkapkan pengertian pendidikan
adalah "usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan
mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam
bentuk pendidikan formal maupun nonformal".9 "Pendidikan adalah suatu
proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan
8H. Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1990), cet. ke-3, h. 5
9H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), h. 14
14
pola-pola tingkah laku tertentu pada anak-anak atau orang yang sedang
dididik".10
Pendidikan menurut M. Athiyah al-Abrasyi adalah "mempersiapkan
manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah
airnya, tegap jasmaninya, sempurna budi pekerti (akhlaknya), teratur
pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, bertolong-tolongan
dengan orang lain, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun tulisan".11
Menurut Chatib Thoha, untuk memahami pendidikan dengan benar,
pendidikan dapat dibedakan dari dua pengertian yang bersifat teoritik filosofis
dan pengertian pendidikan dalam arti praktis.
Pengertian pendidikan dalam arti filosofis adalah "pemikiran manusia
terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun
teori-teori baru dengan mendasarkan kepada pemikiran normatif, spekulatif,
rasional empirik, rasional filosofis, maupun historik filosofis".12
Pendidikan dalam arti filosofis mengarah kepada pengembangan
terhadap masalah-masalah pendidikan yang ada, bagaimana menyusun strategi
dan metode yang layak dan sesuai dengan apa yang akan diajarkan, menyusun
10Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan,: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1989), cet. ke-2, h. 32
11 H. Mahmud Yunus, op. cit., h. 13
12H.M. Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offes, 1996), cet. ke-1, h. 89
15
teori-teori baru supaya proses pendidikan yang dijalankan dapat mencapai hasil
yang diinginkan.
Pengertian pendidikan dalam arti praktik adalah "suatu proses
pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi yang dimiliki subyek
didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta membudayakan
manusia melalui proses transformasi nilai-nilai yang utama".13
Pendidikan dalam arti praktik merupakan suatu proses pembelajaran
yang berlangsung baik secara formal maupun nonformal dengan memberikan
pengetahuan dan bimbingan secara langsung kepada seseorang sehingga orang
tersebut dapat memperoleh pengetahuan dan dapat mengembangkan potensi
yang dimilikinya secara optimal.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih, membimbing,
dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri seseorang melalui
suatu proses dengan menggunakan metode-metode tertentu, baik secara formal
maupun nonformal, sehingga orang tersebut memperoleh pengetahuan dan
pemahaman, membentuk pola tingkah laku tertentu untuk menciptakan
kepribadian yang mandiri supaya sampai kepada kesempurnaan yang mungkin
dicapai.
13Ibid., h. 99
16
Setelah dikemukakan berbagai pengertian mengenai pendidikan dari
berbagai sumber pendapat para ahli, akan dijelaskan pengertian mengenai
agama.
Mahmud Syaltut menyatakan :
Agama adalah ketetapan-ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman hidup manusia. Syaikh Muhammad Abdul Badran berupaya menjelaskan arti agama dengan menunjuk kepada al-Qur'an, bahwa agama adalah hubungan antara makhluk dengan Khaliknya. Hubungan ini diwujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.14
Menurut Harun Nasution, "agama adalah ajaran-ajaran yang
diwahyukan Tuhan melalui Rasul".15 Sedangkan Prof. Leuba mendefinisikan
agama adalah "peraturan Ilahi yang mendorong manusia berakal untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, oleh karena agama diturunkan
Tuhan kepada manusia adalah untuk kebahagiaan baik di dunia maupun di
akhirat".16
Dengan melihat pengertian pendidikan dan agama, maka pendidikan
agama adalah usaha sadar untuk membentuk kepribadian anak didik sesuai
dengan ajaran-ajaran Islam secara sistematis melalui bimbingan, pengajaran,
atau latihan dalam bentuk formal maupun nonformal.
14M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1994), cet. ke-9, h. 209-210
15Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Press, 1984), cet. ke-2, h. 10
16H. M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, (Jakarta : PT. Golden Teravon Press, 1998), cet. ke-1, h. 6
17
"Pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang falsafah, dasar dan
tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktik pendidikan
didasarkan kepada nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur'an dan
Hadis Nabi".17
Dalam GBPP pengertian pendidikan agama Islam adalah "usaha sadar
untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau
latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional".18
Zuhairini mendefinisikan pengertian pendidikan agama adalah "usaha-
usaha secara sistematis dan pragmatis dalam anak didik agar supaya mereka
hidup sesuai dengan ajaran Islam".19
Berdasarkan pengertian pemahaman dan pendidikan agama seperti
diuraikan di atas, maka bila dirangkaikan pemahaman pendidikan agama
merupakan kemampuan seseorang untuk mempertahankan sesuatu yang
dianggap benar, membedakan mana yang termasuk perbuatan baik dan buruk,
memberikan contoh yang baik kepada sesama, dapat menerangkan sesuatu hal
17H. M. Thoha, op. cit., h. 99
18Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, (Jakarta : DEPAG, 1997), h. 1
19H. Zuhairini, dkk, Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya : Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1978), cet. ke-1, h. 27
18
yang dapat dipahami dan lain sebagainya. Apabila seseorang telah memahami
ajaran agama tersebut, meyakini dan mengamalkan semua perintah dan larangan
dari ajaran agama tersebut, maka keyakinannya yang telah menjadi bagian
integral dari kepribadiannya itulah yang akan mengawasi segala perbuatannya
baik lahir maupun batin.
2. Ibadah
a. Pengertian Ibadah
Ibadah mengandung banyak pengertian berdasarkan sudut pandang para
ahli dan maksud yang dikehendaki oleh masing-masing ahli. Dalam hal ini
penulis melihat pengertian ibadah yang dikemukakan oleh berbagai ahli.
Secara etimologi "kata ibadah diambil dari bahasa Arab - yang berarti beribadah atau menyembah".20
Yusuf al-Qardhawi juga menjelaskan bahwa :
Kata "ibadah" diambil dari bahasa Arab yang secara etimologi berasal dari akar kata - yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina di hadapan yang disembah, disebut abid (yang beribadah). Budak disebut
20Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Indonesia Arab, (Yogyakarta : Multi Karya Grafika, t.th ), cet. 5, h. 1268
19
abd, karena dia harus tunduk dan patuh serta merendahkan diri terhadap majikannya.21
Menurut Abu al-A'la al-Maududi, kata secara kebahasaan pada mulanya mempunyai pengertian ketundukan seseorang kepada orang lain dan
orang tersebut menguasainya. Oleh karena itu, ketika disebut kata dan
, yang cepat tertangkap dalam pikiran orang adalah ketundukan dia, kehinaan budak di hadapan majikan dan mengikuti segala macam perintahnya.22
Ahli lughat (ahli bahasa) mengartikan kata ibadah dengan taat,23 arti ini
dipergunakan dalam firman Allah yang berbunyi :
"Apakah Aku tiada pesankan kepadamu, wahai anak Adam, yaitu jangan kamu mentaati syaitan; bahwasanya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu". (Q.S. Yasin / 36 : 60)
Selain itu juga, kata ibadah ini diartikan berdoa,24 seperti firman Allah :
21Yusuf al-Qardhawi, Ibadah dalam Islam, Terj. Umar Fanani, (Surabaya : PT.Biru Ilmu, 1988), h. 37
22Ibid.
23 Hasbi ash-Shiddiqy, Kuliah Ibadah : Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah, (Jakarta
: Bulan Bintang, 1994), cet. ke-8, h. 1-2
24Ibid., h. 2
20
40 "Bahwasanya segala mereka yang membesarkan diri dan berdoa kepada-Ku (menyeru-Ku untuk memohon hajatnya)". (Q.S. al-Mu'minun / 40 : 60)
Adapun pengertian ibadah secara terminologi adalah
"Ibadah itu nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah dan mengharapkan pahala-Nya".25
Pengertian umum ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik
yang dapat dipahami maknanya (ma'qulat al-ma'na) seperti hukum yang
menyangkut dengan muamalat pada umumnya, maupun yang tidak dipahami
maknanya (ghairu ma'qulat al-ma'na), seperti thaharah (bersuci) dan shalat,
baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun
yang berhubungan dengan lidah seperti zikir dan yang berhubungan dengan hati
seperti niat.
Selanjutnya Yusuf Qardhawi mengemukakan pengertian ibadah di
kalangan orang Arab sebagai berikut :
25Yusuf al-Qardhawi, op. cit., h. 38
21
"Ibadah adalah puncak ketundukan yang tertinggi yang timbul dari kesadaran hati sanubari dalam rangka mengagungkan yang disembah".26
Kata ibadah diartikan berbeda menurut pandangan para ahli dalam
bidangnya masing-masing :
1) Pengertian ibadah menurut ulama Tauhid
Ulama Tauhid mengartikan ibadah dengan :
"Meng-Esakan Allah, menta'zhimkan (mengagungkan)-Nya dengan sepenuh hati ta'zhim serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kita kepada-Nya (menyembah Allah sendiri-Nya)".
Dalam pengertian ini, termasuk penyembahan hanya kepada Allah
dengan mengagungkan-Nya dan tidak menyekutukannya dengan yang lain,
serta termasuk pula bentuk pengabdian seorang hamba dengan selalu tunduk
dan patuh dengan aturan-Nya.
2) Pengertian menurut ulama Tasawwuf
Adapun ulama tasawwuf mengartikan ibadah dengan :
"Seorang mukallaf mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan Tuhannya".27
26Ibid.
22
Dalam pengertian ini seorang hamba wajib untuk mendahulukan hal-hal
yang sesuai dengan ketentuan dan hukum Allah. Sesuatu yang menurut
seseorang baik tapi tidak di mata Allah, harus ditinggalkan dan sebaliknya
sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan seseorang tapi tidak bertentangan
dengan ketentuan dan hukum Allah, harus dikerjakan. Hal ini dilakukan untuk
membesarkan Allah.
3) Pengertian menurut Fuqaha :
Dalam pengertian Fuqaha, ibadah itu adalah :
"Segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat".28
Dalam pengertian ini segala perbuatan yang dilakukan manusia adalah
perbuatan baik, karena tujuan yang akan dicapai dari perbuatan tersebut adalah
keridhaan dan pahala dari Allah. Jika perbuatan yang dilakukan itu tidak baik,
maka tidak akan mungkin memperoleh ridha dan pahala dari Allah.
4) Pengertian ibadah menurut ulama Akhlak
Ulama Akhlak mengartikan ibadah dengan :
27A. Rahman Ritongga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1997), cet. ke-1, h. 2
28Ibid., h. 3
23
"Mengerjakan segala taat badaniah dan menyelenggarakan segala syari'at (hukum)".29
Dalam pengertian ini, masuk akhlak (budi pekerti) dan masuk pula
segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban yang diwajibkan atas seorang
pribadi), baik mengenai diri sendiri maupun mengenai keluarga dan masyarakat
bersama.
Dari keempat pengertian ibadah tersebut, dapat disimpulkan bahwa
ibadah adalah melaksanakan segala ketaatan dan perintah Allah yang berkaitan
dengan akhlak dan kewajiban sebagai seorang pribadi dan seorang yang
bermasyarakat yang sesuai dengan ketentuan Allah walaupun bertentangan
dengan keinginan pribadi, melaksanakan syariat dan hukum Allah dengan selalu
mengagungkan dan mengesakan-Nya dengan cara menyembah kepada-Nya
tanpa menyekutukan dengan sesuatu pun untuk mencapai keridhaan dan
mengharap pahala-Nya di akhirat.
b. Hakikat Ibadah
29Syahminan Zaini, Problematika Ibadah dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta : Kalam Mulia, 1989), cet. ke-1, h. 19
24
Hasbi ash-Shiddiqy menyatakan bahwa "hakikat ibadah adalah
ketundukan jiwa yang timbul karena hati (jiwa) merasakan cinta akan Tuhan
yang ma'bud (disembah) dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri'tikad
bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tidak dapat mengetahui
hakikatnya".30
Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa :
Dalam syari'at Islam, ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang paling dalam kepada Allah. Unsur yang tertinggi adalah ketundukan, sedangkan kecintaan merupakan implementasi dari ibadah tersebut. Di samping itu, ibadah juga mempunyai unsur kehinaan, yaitu kehinaan yang paling rendah di hadapan Allah. Pada mulanya ibadah merupakan hubungan, karena adanya hubungan hati dengan yang dicintai, menuangkan isi hati, kemudian tenggelam dan merasakan keasyikan, yang akhirnya sampai kepada puncak kecintaan kepada Allah.31
Orang yang tunduk kepada orang lain serta mempunyai unsur kebencian
tidak dinamakan 'abid (orang yang beribadah), begitu pula orang yang cinta
kepada sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, seperti orang cinta kepada anak
atau temannya. Kecintaan yang sejati adalah kecintaan kepada Allah.
Apabila makna ibadah yang diberikan oleh masing-masing ahli ilmu
diperhatikan baik-baik, nyatalah bahwa pengertian yang diberikan oleh satu
golongan menyempurnakan pengertian yang diberikan oleh golongan lain.
Dengan kata lain, masing-masing pengertian saling melengkapi dan
menyempurnakan. Oleh karena itu, tidaklah dipandang telah beribadah
30Hasbi ash-Shiddiqy, op. cit., h. 8-9
31Yusuf Qardhawi, op. cit., h. 31
25
(sempurna ibadahnya) seorang mukallaf kalau hanya mengerjakan ibadah-
ibadah dalam pengertian fuqaha atau ahli ushul saja, melainkan di samping ia
beribadah dengan ibadah dalam pengertian fuqaha tersebut, ia juga melakukan
ibadah dengan ibadah yang dimaksudkan oleh ahli tauhid, ahli hadis, ahli tafsir
serta ahli akhlak. Maka apabila telah terkumpul pengertian-pengertian tersebut,
barulah terdapat padanya hakikat ibadah.
c. Perintah Melaksanakan Ibadah
Di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah
kepada hamba Allah untuk melaksanakan ibadah. Ibadah dalam Islam
sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah dalam arti penyembahan
yang terdapat dalam agama-agama primitif, melainkan sebagai perwujudan rasa
syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah atas hamba-hamba-Nya.
Adapun ayat-ayat yang menyatakan perintah untuk melaksanakan ibadah
tersebut di antaranya sebagai berikut :
1) Firman Allah dalam surat Yasin ayat 60, berbunyi :
26
"Apakah Aku tiada pesankan kepadamu, wahai anak Adam, yaitu jangan kamu mentaati syaitan; bahwasanya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu". (Q.S. Yasin / 36 : 60)32
2) Firman Allah dalam surat adz-Dzariyat ayat 56, berbunyi :
"Dan tiada Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mentauhidkan Aku (menyembah akan Aku sendiri)". (Q.S. adz-Dzariyat / 51 : 56)33
Dari ayat di atas, jelaslah bahwa Allah menciptakan jin dan manusia
semata-mata untuk menyembah-Nya, walaupun sebenarnya Allah tidak berhajat
untuk disembah ataupun dipuja oleh manusia. Allah adalah Maha Sempurna dan
tidak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu, kata "liya'budun" dalam ayat di
atas lebih tepat bila diartikan tunduk dan patuh. Sehingga arti ayat tersebut
menjadi "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka tunduk dan patuh kepada-Ku".
3) Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 36, berbunyi :
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu", maka di
32Dewan Penerjemah, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Medinah : Mujamma' Khadim al-Haramain al-Syarifain al-Malik Fahd li al-Thiba'at al-Mushaf al-Syarif, 1971), h. 712
33Ibid., h. 862
27
antara umat-umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan ada pula di antara orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan rasul-Nya". (Q.S. an-Nahl : 36)34
4) Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 25, berbunyi :
"Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. al-Anbiya : 25)35
5) Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 92, berbunyi :
"Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku". (Q.S. al-Anbiya : 92)36
Dari ayat-ayat yang telah dikemukakan di atas, tampak jelas bahwa
Allah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.
Diutusnya para Rasul untuk menyampaikan syari'at yang telah ditetapkan oleh
Allah kepada umat manusia adalah supaya manusia mengetahui kewajiban-
kewajiban apa saja yang harus dilaksanakannya dalam rangka mensyukuri
nikmat yang telah Allah anugerahkan kepadanya.
34Ibid., h. 407
35Ibid., h. 498
36Ibid., h. 507
28
d. Motivasi Ibadah
Motivasi merupakan penggerak utama dalam suatu pekerjaan. Karena
itu besar kecilnya motivasi untuk mengerjakan suatu pekerjaan tergantung pada
besar kecilnya motivasi terhadap pekerjaan tersebut. Suatu pekerjaan yang
dikerjakan dengan gairah yang besar, akan besar pula kemungkinan
keberhasilannya. Sedangkan pekerjaan yang dikerjakan dengan gairah yang
kecil, akan kecil pula kemungkinan keberhasilannya. Karena gairah yang kecil
akan menimbulkan kelesuan dan kemalasan dan suatu pekerjaan yang
dikerjakan dengan lesu dan malas dapat dipastikan tidak akan mencapai
keberhasilan.
Dengan demikian, apabila orang-orang mukmin menginginkan ibadah
mereka berhasil dengan baik, maka mereka harus mempunyai motivasi yang
besar bagi ibadahnya tersebut. Dalam buku "Problematika Ibadah dalam
Kehidupan Manusia", diungkapkan beberapa motivasi beribadah, yaitu :
1) Karena tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah.
2) Karena manusia sudah berjanji untuk taat kepada Allah.
3) Karena bahagia yang diinginkan.
4) Karena manusia harus kembali ke negeri asalnya.37
Motivasi yang pertama sebagaimana firman Allah :
37Syahminan Zaini, op. cit., h. 80
29
"Dan tiada Aku jadikan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mentauhidkan Aku (menyembah akan Aku sendiri)". (Q.S. adz-Dzariyat / 51 : 56)
Adalah suatu keharusan, kalau sesuatu itu berlaku atau dipakai sesuai
dengan tujuan penciptaannya. Manusia, karena tujuan penciptaannya adalah
beribadah kepada Allah, maka ia harus memenuhi seluruh pribadi dan
kemampuannya untuk taat kepada Allah.
Motivasi yang kedua adalah Allah menyatakan bahwa sewaktu manusia
di alam arwah dahulu sudah mengadakan perjanjian dengan-Nya dengan cara
berdialog. Allah bertanya kepada roh-roh manusia :
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab : "Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi". (Q.S. al-A'raf : 127)
Konsekuensi dari perjanjian tersebut adalah manusia harus menaati
Allah, yaitu melakukan perintah Allah untuk beribadah karena ibadah bagi
manusia adalah untuk memenuhi janjinya sendiri kepada Allah. Apabila mereka
tidak beribadah kepada Allah, maka mereka disebut pengkhianat.
Motivasi yang ketiga yaitu setiap manusia menginginkan kebahagiaan.
Bahagia yang diinginkan adalah bahagia untuk pribadi dan keluarga. Jika cinta
akan bahagia, maka manusia harus membahagiakan pula saudara-saudara
lainnya, saling menguatkan bagaikan satu tubuh yang apabila satu anggota
tubuhnya sakit, maka anggota tubuh lainnya merasakan sakit pula. Bahagia itu
30
dapat dicapai dengan jalan berkorban dan beribadah. Oleh karena itu, apabila
manusia ingin berbahagia, maka mereka harus beribadah.
Motivasi yang keempat adalah, pada mulanya Nabi Adam bersama
isterinya tinggal di dalam surga. Hal ini berarti bahwa negeri asal manusia
adalah surga. Tetapi karena tipu daya syaitan, mereka memakan buah dari
pohon yang dilarang untuk memakan buahnya, kemudia Allah memerintahkan
mereka untuk tinggal di bumi untuk sementara. Selama berada di bumi mereka
diberi tugas sebagai khalifah Allah, memenuhi tujuan Allah menciptakan
manusia dan memenuhi janji manusia kepada Allah. Semua itu adalah ibadah
kepada Allah untuk dapat kembali ke negeri asalnya. Manusia harus beribadah
kepada Allah karena merekalah yang diberi hak oleh Allah untuk kembali ke
surga.
e. Hikmah Melaksanakan Ibadah
Pada dasarnya ibadah membawa seseorang untuk memenuhi perintah
Allah, bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dan melaksanakan hak
sesama manusia. Oleh karena itu, tidak mesti ibadah itu memberikan hasil dan
manfaat kepada manusia yang bersifat material, tidak pula merupakan hal yang
mudah mengetahui hikmah ibadah melalui kemampuan akal yang terbatas.
Ibadah merupakan pengujian terhadap manusia dalam menyembah Allah. Ini
berarti ia tidak harus mengetahui rahasianya secara terperinci. Seandainya
31
ibadah itu harus sesuai dengan kemampuan akal dan harus mengetahui hikmah
atau rahasianya secara terperinci, tentu orang yang lemah kemampuan akalnya
untuk mengetahui hikmah tersebut tidak akan melaksanakan atau bahkan
menjauhi ibadah. Mereka akan menyembah akal dan nafsunya, tidak akan
menyembah Tuhan.
Mengenai hikmah melaksanakan ibadah ini, al-Ghazali mengungkapkan
bahwa ibadah bertujuan untuk menyembuhkan hati manusia, sebagaimana obat
untuk menyembuhkan badan yang sakit. Sebagai contoh ibadah dapat
menyembuhkan hati manusia, misalnya seseorang yang sedang resah dan
gelisah, keresahan dan kegelisahannya dapat disembuhkan dengan shalat.
Begitu juga orang yang mempunyai penyakit tamak atau rakus dalam hal makan
dan minum, penyakit tersebut dapat dikurangi bahkan dapat disembuhkan bila
orang tersebut rajin berpuasa.
Ibadah juga dapat menyembuhkan badan yang sakit, misalnya saja orang
yang mempunyai penyakit reumatik atau pegal-pegal pada persendian tubuhnya,
hal itu insya Allah dapat disembuhkan apabila orang tersebut rajin
melaksanakan shalat, karena gerakan-gerakan yang dilakukan dalam shalat
menyerupai gerakan olah raga yang dapat menyehatkan dan melenturkan sendi
pada tubuh manusia. Begitu juga orang yang mempunyai penyakit maag, insya
Allah dapat dikurangi bahkan dapat disembuhkan dengan berpuasa, karena
ketika seseorang berpuasa fungsi lambung tidak bekerja terlalu keras sehingga
bisa beristirahat dan ketika berbuka disunnahkan untuk memakan makanan
32
yang manis dan lembut agar fungsi lambung tidak langsung bekerja dengan
berat, tetapi bertahap.
Manusia tidak semuanya dapat mengetahui keistimewaan dan rahasia
obat tersebut, yang mengetahui hanyalah para dokter atau orang yang
mempunyai spesialisasi tentang obat tersebut. Pasien hanya mengikuti perintah
dokter dalam menggunakan obat yang cocok sesuai dengan dosisnya. Dia tidak
akan membantah terhadap apa yang ditentukan oleh dokter tersebut. Oleh
karena itu, menurut al-Ghazali, "ibadah wajib dilaksanakan sebagaimana yang
telah dicontohkan oleh para Nabi, karena mereka dapat mengetahui rahasia-
rahasianya berdasarkan inspirasi kenabian, bukan dengan kemampuan akal".38
B. Kerangka Berpikir
Sikap dan kepribadian seseorang yang telah memiliki pemahaman tentang
ajaran agama akan berbeda jika dibandingkan dengan seseorang yang tidak, belum,
atau kurang memiliki pemahaman tentang ajaran agama. Perbedaan tersebut akan
terlihat dalam sikap dan perbuatannya sehari-hari. Seseorang yang telah memahami
ajaran agamanya cenderung akan melakukan perbuatan-perbuatan yang dibolehkan
dalam agamanya dan selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya selaku hamba
Allah. Orang tersebut juga akan selalu berusaha agar ia tidak melakukan hal-hal yang
dilarang bahkan yang diharamkan dalam ajaran agamanya.
38A. Rahman Ritongga dan Zainuddin, op. cit., h. 8
33
Kaitannya dengan ibadah, seperti shalat, puasa, dan mengaji, merupakan hal
yang diwajibkan dalam ajaran agama Islam yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap
Muslim. Kewajiban tersebut harus selalu dilakukan pada waktu-waktu yang telah
ditentukan. Shalat dilakukan 5 kali dalam sehari semalam, puasa wajib dilakukan
ketika memasuki bulan Ramadhan, dan mengaji harus selalu dilakukan setiap
harinya.
Bagi orang yang memiliki pemahaman tentang ajaran agama Islam, ia
cenderung akan selalu melakukan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dengan
melaksanakan ibadah secara rutin dan selalu berusaha agar tidak pernah
meninggalkan ibadahnya dimanapun ia berada, karena ia menyadari bahwa ibadah
yang diwajibkan benar-benar wajib untuk dilaksanakan dan tidak boleh ditinggalkan.
Ia melaksanakan ibadah tersebut semata-mata untuk memperoleh ridha dan pahala
dari Allah. Jika ia meninggalkan ibadah tersebut dengan sengaja, maka ia akan
berdosa dan kelak akan mendapatkan ganjaran dari Allah.
Sebaliknya, bagi orang yang tidak atau kurang memiliki pemahaman tentang
ajaran agama Islam, ia akan bersikap acuh untuk melaksanakan ibadah yang
sebenarnya diwajibkan dalam ajaran Islam. Ia hanya akan melakukan ibadah ketika
ada waktu dan kesempatan dan ketika ia mau saja, bahkan bisa saja ia meninggalkan
ibadah dengan sengaja untuk melakukan pekerjaan lain. Ia belum betul-betul
memahami bahwa ibadah wajib yang ia tinggalkan sebenarnya akan membawa
kerugian bagi dirinya sendiri kelak.
34
Tinggi rendahnya tingkat pelaksanaan ibadah seseorang dapat ditentukan dari
tinggi rendahnya pemahaman ajaran agama yang dimilikinya. Walaupun demikian,
tidak menutup kemungkinan ada orang yang memiliki pengetahuan agama yang
sangat luas bisa meninggalkan ibadah dan bahkan melakukan hal-hal yang dilarang
agama.
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
1. Pengertian Variabel
Variabel berasal dari bahasa Inggris variable dengan arti : ubahan,
faktor tak tetap, atau gejala yang dapat diubah-ubah. Variabel pada dasarnya
bersifat kualitatif namun dilambangkan dengan angka.1 "Variabel juga dapat
diartikan sebagai gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian".2 Dalam
pengertian lain disebutkan bahwa variabel adalah "segala sesuatu yang dijadikan
objek pengamatan penelitian".3
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu pemahaman pendidikan
agama sebagai variabel bebas (independent variable) disebut juga sebagai
variabel X dan pelaksanaan ibadah sebagai variabel terikat (dependent variable)
disebut juga sebagai variabel Y.
1Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Ed. 1, Cet. 12, h. 33
2Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), h. 111
3Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1998), h. 205
id4447703 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
36
2. Variabel Bebas
Yang dimaksud varibel bebas adalah kondisi-kondisi atau karakteristik-
karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka menerangkan
hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Karena fungsi variabel ini
sering disebut variabel pengaruh, sebab berfungsi mempengaruhi variabel lain,
jadi secara bebas berpengaruh terhadap variabel lain.4 Adapun yang menjadi
variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemahaman pendidikan agama.
3. Variabel Terikat
Yang dimaksud variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang
berubah atau muncul ketika penelitian mengintroduksi pengubah atau mengganti
variabel bebas. Menurut fungsinya, variabel ini dipengaruhi oleh variabel lain,
karenanya juga sering disebut variabel yang dipengaruhi atau variabel
terpengaruh".5 Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat atau
terpengaruh adalah pelaksanaan ibadah.
4Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 1997), cet. Ke-1, h. 119
5Ibid., h. 119
37
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Pemahaman Pendidikan Agama
Dalam penelitian ini, pemahaman pendidikan agama adalah variabel X.
Variabel X ini bisa mempengaruhi/berpengaruh terhadap variabel yang lain.
Untuk mengetahui tingkat pemahaman pendidikan agama pada siswa MTs Al-
Falah, penulis memberikan tes yang soal-soalnya disusun sendiri oleh penulis
sehingga dari hasil tes yang dilakukan diperoleh dua kelompok sampel, yaitu
kelompok yang lebih memahami agama dan kelompok yang kurang memahami
agama.
2. Pelaksanaan Ibadah
Dalam penelitian ini, pelaksanaan ibadah merupakan variabel Y.
Variabel Y ini biasanya dipengaruhi oleh variabel X. Untuk mengetahui sejauh
mana pelaksanaan ibadah siswa, penulis menyebarkan angket yang berisi 15 soal,
penulis memberikan sekor pada setiap jawaban yang diberikan siswa, yaitu sekor
3 untuk jawaban a, sekor 2 untuk jawaban b, dan sekor 1 untuk jawaban c.
C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan riset lapangan, yaitu mencari dan
mengumpulkan informasi tentang masalah yang dibahas dari lapangan (tempat
38
melakukan penelitian tersebut). Peneliti juga menggunakan metode deskriptif
komparatif. Hal ini penulis gunakan mengingat variabel yang diteliti dan masalah
yang dirumuskan, serta hipotesis yang diajukan mengarah pada bentuk deskriptif
komparatif.
"Ciri dari metode deskriptif komparatif ini adalah digunakan untuk
mendapatkan pemahaman tentang apakah ada perbedaan nilai suatu observasi
(disebut variabel terikat atau dependen) berdasarkan klasifikasi subyek (disebut
variabel bebas atau independen)",6 dan untuk mencari perbedaan tingkat pelaksanaan
ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang
memahami agama penulis menggunakan metode eksperimen, karena belum diketahui
apakah ada perbedaan atau tidak pelaksanaan ibadah yang dilakukan oleh siswa yang
lebih memahami agama dan siswa yang kurang memahami agama.
Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemahaman pendidikan
agama, sedangkan variabel terikatnya adalah pelaksanaan ibadah. Dalam hal ini
penulis mencoba membandingkan mengenai pelaksanaan ibadah yang dilakukan oleh
siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang pemahaman terhadap
pengetahuan agama.
6Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), cet. Ke-1, h. 306
39
D. Populasi dan Sampel
"Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan sampel adalah
sebagian wakil populasi yang akan diteliti".7 Dalam penelitian ini, yang menjadi
populasi adalah siswa kelas III MTs Al-Falah Jakarta Selatan, pada tahun ajaran
2006/2007 yang berjumlah 225 orang dari 6 kelas.
Dalam menentukan sampel yang diambil, penulis mengacu kepada pendapat
Suharsimi Arikunto, yaitu : Apabila subjeknya kurang dari 100 orang, lebih baik
jumlah populasi tersebut diambil semuanya sehingga menjadi penelitian populasi,
namun apabila jumlah sumbernya besar atau lebih dari seratus orang dapat diambil
antara 10 15 % atau 20 25 % atau lebih".8 Berdasarkan pendapat di atas, maka
penulis hanya mengambil 17 % dari keseluruhan populasi tersebut, atau sebanyak 38
orang, dengan perhitungan sebagai berikut : 17 x 225 = 38,25 dibulatkan menjadi 38 100 orang.
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara
acak (random sampling), "yaitu pengambilan atau penentuan ukuran jumlah anggota
sampel dan teknik pemilihan anggota yang masuk ke dalam sampel tersebut dipilih
secara acak".9
7Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 115-117
8Ibid., h. 99
9Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta : Logos, 1997), h. 88
40
Pemilihan sampel ini penulis lakukan dengan sistem undi, yaitu dengan cara
menuliskan nama-nama seluruh responden dalam potongan-potongan kertas,
kemudian dikocok seperti arisan. Nama yang keluar yang kemudian penulis jadikan
sebagai sampel.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data sangat dibutuhkan adanya teknik yang tepat dan
relevan dengan jenis data yang ingin dicari. Adapun data yang diperlukan dalam
penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi yaitu kegiatan pengamatan secara langsung ke tempat penelitian
di MTs Al-Falah IV, Jl. Mirah Kencana Jakarta Selatan untuk mengetahui
keadaan sekolah tersebut.
2. Tes
"Tes adalah suatu percobaan yang dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab".10 Metode tes dalam penelitian ini
digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa mengenai agama
Islam. Dari hasil tes yang diadakan, sampel yang ada akan dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok yang lebih memahami agama dengan nilai 76 sampai
100, dan kelompok yang kurang memahami agama dengan nilai 50 sampai 75.
10M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), cet. 1, h. 11
41
3. Angket
"Angket adalah daftar pertanyaan yang setiap pertanyaan sudah disediakan
jawabannya untuk dipilih, atau telah disediakan tempat untuk mengisi
jawabannya".11 Metode angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
sejauh mana pelaksanaan ibadah siswa setelah memperoleh pengetahuan
mengenai agama.
Angket ini disusun berdasarkan skala nilai model likert. "Skala likert
menurut Kinnear, yaitu cara mengukur secara sistematis dengan memberikan skor
pada respon yang terjadi pada setiap pertanyaan".12 Angket ini terdiri dari 15
pertanyaan mengenai pelaksanaan ibadah.
4. Wawancara
Teknik wawancara penulis lakukan karena peranan guru agama dan kepala
sekolah sangat besar untuk meningkatkan pengetahuan dan bisa menambah
kesadaran para siswa untuk melaksanakan ibadah. Karena itulah penulis
menganggap penting mencari informasi dari kepala sekolah Madrasah
Tsanawiyah Al-Falah.
11Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : CV. Rajawali, 1993), h. 32
12Ibid., h. 35
42
Tabel 1
Kisi-Kisi atau Indikator Pemahaman Pendidikan Agama
Dimensi Indikator Item
Kognitif
1. Memahami pengertian shalat
2. Mengetahui hukum shalat
3. Mengetahui rukun shalat
4. Mengetahui syarat sah shalat
5. Mengetahui hikmah melaksanakan shalat
1
2
4
3
5
Kognitif
1. Memahami arti puasa
2. Mengetahui hukum puasa
3. Mengetahui hal yang membatalkan puasa
4. Mengetahui hal yang sunnah ketika berpuasa
5. Mengetahui hikmah melaksanakan puasa
6
8
9
10
7
Kognitif
1. Memahami makhraj huruf
2. Memahami hukum bacaan nun mati dan tanwin
3. Memahami hukum bacaan mim mati
4. Mengetahui macam-macam mad
11
12, 13
14
15
43
Tabel 2
Kisi-Kisi atau Indikator Pelaksanaan Ibadah
Dimensi Indikator Item
Melalui Perbuatan
1. Melaksanakan shalat wajib
2. Melaksanakan shalat berjamaah
3. Melaksanakan shalat sunnah
4. Melaksanakan shalat di awal waktu
5. Membaca al-Qur'an setelah shalat
6. Melaksanakan puasa bulan Ramadhan
7. Melaksanakan ibadah lain ketika berpuasa
1
2
3
4
6, 8
11, 13, 15
14
Melalui Keteladanan
1. Bersikap ikhlas dalam melaksanakan shalat
2. Bersikap khusu' dalam membaca al-Qur'an
3. Bersikap ikhlas dalam membaca al-Qur'an
4. Bersikap ikhlas dalam berpuasa
5
7
9, 10
12
Jumlah Soal 15
F. Teknik Analisis Data
Data-data yang telah terkumpul, selanjutnya diolah untuk kemudian dianalisa.
Tujuan dari analisa data adalah untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang
mudah dibaca dan diinterpretasi.
44
Dalam proses penyederhanaan ini, penulis menggunakan teknik komparatif,
"yaitu salah satu teknik analisa kuantitatif atau salah satu teknik analisa statistik yang
dapat digunakan untuk menguji hipotesa mengenai ada tidaknya perbedaan antar
variabel yang sedang diteliti".13 Dalam hal ini penulis menggunakan teknik analisis
test t, hal ini mengingat terdapat dua kelompok mean yang dibedakan, yaitu
kelompok yang lebih memahami agama (kelompok X) dan kelompok yang kurang
memahami agama (kelompok Y), maka rumus yang digunakan adalah :
to = Mx My SE Mx My
Prosedur test t dimulai dengan :
1. Mencari mean kelompok 1 (kelompok X), dengan rumus :
Mx atau M1 = X Nx
2. Mencari mean kelompok II (Kelompok Y), dengan rumus :
My atau M2 = Y Ny
3. Mencari deviasi standar sekor kelompok X dengan rumus :
SDx atau SD1 = X Nx
4. Mencari deviasi standar sekor kelompok Y dengan rumus : SDy atau SD2 = Y Ny
13Anas Sudijono, op. cit., h. 261
45
5. Mencari standar error mean kelompok X, dengan rumus :
SE atau SE = SD1 Mx M1 Nx - 1
6. Mencari standar error mean kelompok Y, dengan rumus :
SE atau SE = SD2 My M2 Ny - 1
7. Mencari standar error perbedaan antara mean kelompok X dan mean
kelompok Y, dengan rumus :
SE = SE + SE Mx My Mx My
8. Mencari to dengan rumus yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu :
to = Mx My SE Mx My
9. Menguji kebenaran/kepalsuan hipotesa yang diajukan dengan
membandingkan besarnya t hasil perhitungan (to) dan t yang tercantum pada
tabel t, dengan terlebih dahulu menentukan derajat kebebasannya, dengan
rumus :
df atau db = (Nx + Ny) - 2
46
G. Pengajuan Hipotesis
Untuk mengetahui apakah memang secara signifikan terdapat perbedaan
atau tidak tingkat pelaksanaan ibadah antara kedua kelompok, yakni kelompok yang
lebih memahami agama dan kelompok yang kurang memahami agama, maka
sebelum melakukan perhitungan, penulis terlebih dahulu mengajukan hipotesa
alternatif (Ha) dan hipotesa nihil (Ho) sebagai berikut :
Ha : Antara kelompok yang lebih memahami agama dan kelompok yang kurang
memahami agama, terdapat perbedaan tingkat pelaksanaan ibadah secara
signifikan.
Ho : Antara kelompok yang lebih memahami agama dan kelompok yang kurang
memahami agama, tidak terdapat perbedaan tingkat pelaksanaan ibadah
secara signifikan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah Al-Falah
1. Sejarah Berdiri dan Letak Geografisnya
Yayasan Tarbiyah Islamiyah Al-Falah adalah suatu yayasan yang bergerak
di bidang pendidikan, dakwah dan sosial. Lahirnya YTIA diawali pada kegiatan
pendidikan yang dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat sekitarnya.
Di penghujung tahun 1960-an, tepatnya tahun 1968, mencari anak-anak
lulusan Tsanawiyah sangat langka. Kala itu banyak terjadi pernikahan pada usia
muda, karena kebanyakan mereka melangsungkan pernikahan belum menamatkan
Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Ini berarti murid-murid SD dan MI
sudah berguguran, sebelum sampai kelas VI.
Dengan berpedoman pada khittah Yayasan dan latar belakang seperti
tergambar di atas, para tokoh Al-Falah bertekad untuk memperbaiki kondisi
masyarakat. Jalan yang paling tepat adalah membuka lembaga pendidikan yang
lebih tinggi dari SD atau MI.
Dalam tempo dua tahun, MI Al-Falah berkembang pesat. Setelah
memperhatikan berbagai kemungkinan dan menyimak berbagai pendapat di
lingkungan tenaga pendidik, maka pada tahun 1969 didirikan Madrasah
Tsanawiyah Al-Falah.
id4469125 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
48
Pada awalnya MTs Al-Falah menempati lokasi Al-Falah I di Kp. Baru
Sukabumi Selatan Jakarta Barat. Saat itu ada kelas I dan II. Untuk menampung
siswa tamatan SD, dikelola kelas khusus yang dikenal dengan kelas persiapan
yang hampir semua adalah pelajaran agama. Saat itu kepala sekolahnya adalah H.
Ubaidillah Isa yang juga merangkap sebagai kepala sekolah Al-Falah I pagi dan
petang. Karena tidak mungkin terus-menerus merangkap, maka terhitung sejak
tahun 1970, diangkatlah Husni Mansyur, BA sebagai kepala sekolah MTs Al-
Falah.
Di bawah kepemimpinan Bapak Husni Mansyur dan sekretarisnya H.A.
Dumyati, MTs Al-Falah terus berkembang. Atas kerjasama KH. Rahmatullah
Shiddiq selaku pendiri YTIA dan KH. Azhari, tahun 1972 MTs Al-Falah hijrah
menempati lokasi Jl. Masjid An-Nuur Grogol Utara Jakarta Selatan yang diberi
nama Al-Falah III, dan kegiatan belajar mengajar dilakukan pagi hari. Kendati
sampai tahun 1972 MTs Al-Falah sudah menamatkan siswanya beberapa kali,
tetapi baru pada tahun 1973 MTs Al-Falah mengikutsertakan muridnya dalam
ujian negara yang menginduk pada MTs AIN (sekarang MTsN).
Al-Falah terus berkembang seperti harapan semula, sehingga pada tahun
1973, MTs Al-Falah menempati tiga lokasi, yaitu : Al-Falah III di Jl. Masjid An-
Nuur Jakarta Selatan, Al-Falah V di Kemandoran, dan Al-Falah VI di Pondok
Pesantren Al-Falah Kp. Baru Jakarta Barat. Untuk memudahkan realisasi dan
pelaksanaan tugas, ditetapkan pimpinan di tiap-tiap lokasi sekolah. Untuk Al-
Falah III ditunjuk KH. Hibatullah Shiddiq selaku kepala sekolah MTs Al-Falah
49
dengan pembina OSIS H. Syahril Murodi dan Drs. Sahlani. Pimpinan Harian MTs
Al-Falah V dipegang oleh H. Fudhail Salim dengan pembina OSIS Muhammad
Yasin Yahya dan Asmat Madina.
Seiring dengan perkembangan, mulai tahun pelajaran 1997/1998, MTs Al-
Falah menempati tiga lokasi, yaitu : MTs Al-Falah II di Jl. Pos Pengumben
Sukabumi Selatan Jakarta Barat. Kegiatan pembelajaran dilangsungkan siang
hari, pimpinan harian dipegang oleh Yusri HK, dengan pembina OSIS
Muhammad Yasin Yahya. MTs Al-Falah III di Jl. Masjid An-Nuur Grogol Utara
Kebayoran Lama Jakarta Selatan, pimpinan harian dipegang oleh H. Fudhail
Salim dengan pembina OSIS H. Syahril Murodi, BA. MTs Al-Falah IV berada di
Jl. Mirah Kencana Permata Hijau Kebayoran Lama Jakarta Selatan, pimpinan
harian dipegang oleh Drs. Ibnu Umar Susilo dengan pembina OSIS Helmi Yusuf,
M.Ag.
Secara keseluruhan MTs Al-Falah sejak tahun 1983 sampai tahun 2002
dipegang oleh KH. Hibatullah Shiddiq. Sedangkan mulai tahun pelajaran
2002/2003 hingga saat ini, kepala MTs Al-Falah dipegang oleh H. Fudhail Salim
dan Wakil Kepala dipegang oleh H. Royani Husin. Pimpinan harian dipegang
oleh Yusri HK untuk unit kelas II dan H. Chozin Masud, BA untuk unit kelas VII
(mulai tahun pelajaran 2004/2005).
50
2. Visi dan Misi Madrasah Tsanawiyah Al-Falah
Dalam menjalankan proses pendidikannya, Madrasah Tsanawiyah Al-
Falah memiliki visi dan misi yang ingin dicapai. Visi dan misi tersebut adalah:
a. Visi Madrasah Tsanawiyah Al-Falah
Madrasah Tsanawiyah Al-Falah memiliki visi : mengembangkan sumber
daya manusia yang berakhlak mulia dan berkualitas dalam pengamalan
IMTAQ dan IPTEK.
b. Misi Madrasah Tsanawiyah Al-Falah
Misi Madrasah Tsanawiyah Al-Falah yaitu :
1) Melaksanakan pendidikan dengan berbekal iman dan taqwa dalam
meningkatkan akhlakul karimah.
2) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan siswa sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dijiwai ajaran Islam.
3) Meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru dalam menyikapi era
globalisasi.
4) Mengantarkan siswa ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
5) Menjalin ukhuwah antar sesama.
3. Struktur Organisasi
Dalam suatu organisasi dan perkumpulan diperlukan kerjasama yang
terstruktur dengan baik. Demikian halnya dengan MTs Al-Falah. Dalam
mengelola sekolah ini, kepala sekolah tidak dapat bekerja sendiri dan memerlukan
51
kerjasama dari banyak orang. Maka terbentuklah struktur organisasi Madrasah
Tsanawiyah Al-Falah sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI MADRASAH TSANAWIYAH AL-FALAH
Kepala Madrasah H. Fudhail Salim
Wakil Kepala Madrasah Pimpinan Harian Al-Falah III Pimpinan Hartian Al-Falah II Ass. Bidang Sarana Prasarana Ass. Bid. Sarana Kurikulum Ass. Bid. Kesiswaan H.A. Royani Husin Yusri HK, S.Pd.I H. Chozin Masud, BA
Bendaharawan Kepala Tata Usaha Drs. Ibnu Umar Susilo H. Ahmad Shopi
Bidang Kerjasama Masyarakat Wali Kelas dan Guru KH. Achfasj HT Rusli Sahal
Koordinator Laboratorium Koordinator BK Pustakawan Bidang Kesiswaan Drs. A. Sofyan Hz EM. Sofyan, S.Pd. Ahmad Syarifuddin Helmi Yusuf, M.Ag Jasmani HM Ahmad Fadhil Iwan Anshori
S I S W A
52
4. Keadaan Guru, Pegawai, dan Siswa
Tabel 3
Daftar Jumlah Staf Pengajar, Tata Usaha, dan Pembantu Sekolah
MTs Al-Falah Tahun 2006/2007
Staf Pengajar Tata Usaha Pembantu Sekolah Laki-laki 32 Laki-laki 3 Laki-laki 4 Perempuan 15 Perempuan 1 Perempuan 0
Jumlah 47 Jumlah 4 Jumlah 4
Dari 47 staf pengajar, hampir semuanya sudah menyelesaikan pendidikan
sampai jenjang strata 1 sesuai dengan bidangnya masing-masing, hanya sekitar 5
orang pengajar yang masih dalam proses pendidikan untuk mencapai strata 1, bahkan
ada seorang pengajar yang sudah menyelesaikan studinya sampai jenjang strata 2. Hal
ini sangat menunjang keberhasilan pendidikan yang ada di MTs Al-Falah karena para
pengajarnya sudah mempunyai kompetensi di bidangnya masing-masing untuk
mentransfer ilmu kepada para siswanya.
Tabel 4
Daftar Pegawai Administrasi MTs Al-Falah Tahun 2006/2007
No Jabatan Nama 1. Bidang Kurikulum Yusri HK, S.Pd.I 2. Bidang Kesiswaan H. Chozin Masud, BA 3. Bidang Keorganisasian Helmi Yusuf, M.Ag., Iwan Anshori,
dan Ahmad Fadhil 4. Bidang Humas KH. Achfasj HT dan Rusli Sahal 5. Bidang Sarana dan Prasarana H. A. Royani Husin
53
No Jabatan Nama 6. Koordinator Laboratorium Drs. A. Sofyan Hz. Dan Jasmani HM 7. Koordinator Bimbingan dan Konseling EM. Sofyan, S.Pd. 8. Pustakawan Ahmad Syarifuddin
Tabel 5
Daftar Jumlah Siswa MTs Al-Falah Tahun 2006/2007
Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah I 79 93 172 II 109 111 220 III 106 119 225
5. Sarana dan Prasarana
Untuk keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di
sekolah tidak terlepas dari tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan,
sarana dan prasarana dalam pendidikan akan memberikan pengaruh baik pada
peningkatan mutu serta kualitas pendidikan di sekolah tersebut.
Dalam hal ini, sarana dan prasarana yang tersedia di MTs Al-Falah sangat
memadai untuk menunjang kelancaran proses pembelajaran. Sarana dan prasarana
yang dimiliki MTs Al-Falah dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6
Sarana dan Prasarana MTs Al-Falah
No Jenis Jumlah 1. Ruang Kantor 5 buah
54
No Jenis Jumlah 2. Ruang Guru 3 buah 3. Ruang BK 3 buah 4. Ruang Kelas 17 buah 5. Perpustakaan 1 buah 6. Laboratorium Komputer 1 buah 7. WC. Guru 3 buah 8. WC. Siswa 6 buah 9. Masjid 1 buah 10. Mushalla 1 buah
6. Kurikulum yang Digunakan
Sesuai dengan perkembangan kurikulum, mulai tahun pelajaran
2004/2005, MTs Al-Falah telah menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi
atau Kurikulum 2004 untuk kelas VII. Sementara kelas II dan III tetap
menggunakan Kurikulum 1994. Untuk memenuhi tuntutan Kurikulum 2004, MTs
Al-Falah telah menggunakan media audiovisual dalam kegiatan pembelajaran.
Penerapan Kurikulum 2004 untuk tahun pelajaran 2005/2006 berlaku untuk kelas
VII dan VIII, dan pada tahun ini, yakni tahun pelajaran 2006/2007 Kurikulum
2004 tetap diterapkan untuk kelas VIII dan kelas IX, sedangkan untuk kelas VII
digunakan kurikulum 2006.
B. Deskripsi Data
Untuk mendapatkan gambaran mengenai pemahaman pendidikan agama
dan pelaksanaan ibadah, penulis memberikan tes untuk mengetahui tingkat
55
pemahaman dengan jumlah soal 15. 5 soal untuk pengetahuan mengenai shalat, 5 soal
untuk pengetahuan mengenai puasa, dan 5 soal untuk pengetahuan mengenai ilmu
tajwid. Dan untuk mengetahui tingkat pelaksanaan ibadah penulis memberikan
angket dengan jumlah 15 soal yang terdiri dari 5 soal untuk pertanyaan mengenai
shalat, 5 soal untuk pertanyaan mengenai puasa, dan 5 soal untuk pertanyaan
mengenai mengaji. Tes yang telah diisi diberi nilai dengan
perhitungan jumlah soal benar x 100, sehingga dari tes tersebut diperoleh dua jumlah soal
kelompok yang berbeda, yaitu kelompok yang lebih memahami agama dengan nilai
76 sampai 100 yang berjumlah 19 siswa dan kelompok yang kurang memahami
agama dengan nilai 50 sampai 75 yang berjumlah 19 siswa. Dan angket yang telah
diisi diberi skor masing-masing skor 3 untuk jawaban a, skor 2 untuk jawaban b, dan
skor 1 untuk jawaban c.
Di bawah ini penulis sajikan data-data yang telah diperoleh dalam bentuk
tabel :
Tabel 6
Daftar Siswa Yang Lebih Memahami Agama
No Pemahaman Agama Pelaksanaan Ibadah 1. 80 38 2. 80 36 3. 80 36 4. 80 40 5. 80 35 6. 80 36 7. 87 35
56
No Pemahaman Agama Pelaksanaan Ibadah 8. 87 35 9. 87 36 10. 87 42 11. 87 40 12. 93 37 13. 93 36 14. 93 39 15. 93 41 16. 93 42 17. 100 39 18. 100 39 19. 100 39
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa ada 6 siswa yang memperoleh nilai
80, 5 siswa memperoleh nilai 87, 5 siswa memperoleh nilai 93, dan 3 siswa
memperoleh nilai 100. Kesemuanya dikategorikan sebagai siswa yang lebih
memahami agama karena kriteria nilai yang diberikan sudah terpenuhi, yakni nilai 76
sampai 100. Nilai-nilai pemahaman di atas penulis peroleh dari hasil tes yang penulis
lakukan sendiri dan nilai pelaksanaan ibadah diperoleh dari hasil penyebaran angket
yang penulis lakukan.
Tabel 8
Daftar Siswa Yang Kurang Memahami Agama
No Pemahaman Agama Pelaksanaan Ibadah 1. 53 38 2. 53 34 3. 60 36 4. 60 27 5. 60 36 6. 60 37 7. 67 36
57
No Pemahaman Agama Pelaksanaan Ibadah 8. 67 34 9. 67 32 10. 67 34 11. 67 40 12. 67 38 13. 67 34 14. 67 26 15. 73 35 16. 73 36 17. 73 34 18. 73 34 19. 73 34
Dari tabel di atas, terlihat bahwa terdapat 2 siswa yang memperoleh nilai 53, 4
siswa memperoleh nilai 60, 8 siswa memperoleh nilai 67, dan 5 siswa memperoleh
nilai 73. Kesemuanya dikategorikan sebagai siswa yang kurang memahami agama
karena kriteria nilai yang diberikan sudah terpenuhi, yakni nilai 50 sampai 75.
Dari tabel 7 dan 8 di atas, siswa yang lebih memahami agama akan
dilambangkan dengan X dan siswa yang kurang memahami agama akan
dilambangkan dengan Y. Di bawah ini, data di atas penulis rangkum dalam bentuk
tabel yang lebih sederhana :
58
Tabel 9
Sekor Pelaksanaan Ibadah Siswa Yang Lebih Memahami Agama dan Siswa
Yang Kurang Memahami Agama
No Siswa Yang Lebih Memahami Agama
Siswa Yang Kurang Memahami Agama
1. 38 38 2. 36 34 3. 36 36 4. 40 27 5. 35 36 6. 36 37 7. 35 36 8. 35 34 9. 36 32 10. 42 34 11. 40 40 12. 37 38 13. 36 34 14. 39 26 15. 41 35 16. 42 36 17. 39 34 18. 39 34 19. 39 34
C. Analisis Data
Untuk memudahkan mengetahui tingkat perbedaan pelaksanaan ibadah antara
siswa yang lebih memahami agama yang dilambangkan dengan X dengan siswa yang
kurang memahami agama yang dilambangkan dengan Y, penulis memasukkan data
yang diperoleh melalui angket ke dalam tabel berikut :
59
Tabel 10
Tabel Perhitungan Untuk Memperoleh Mean Dan Standar Deviasi Dari
Kelompok X (Siswa Yang Lebih Memahami Agama) dan Kelompok
Y (Siswa Yang Kurang Memahami Agama)
No X Y x y x y 1. 38 38 0 +3 0 9 2. 36 34 -2 -1 4 1 3. 36 36 -2 +1 4 1 4. 40 27 +2 -8 4 16 5. 35 36 -3 +1 9 1 6. 36 37 -2 +2 4 4 7. 35 36 -3 +1 9 1 8. 35 34 -3 -1 9 1 9. 36 32 -2 -3 4 9 10. 42 34 +4 -1 16 1 11. 40 40 +2 +5 4 25 12. 37 38 -1 +3 1 9 13. 36 34 -2 -1 4 1 14. 39 26 +1 -9 1 81 15. 41 35 +3 0 9 0 16. 42 36 +4 +1 16 1 17. 39 34 +1 -1 1 1 18. 39 34 +1 -1 1 1 19. 39 34 +1 -1 1 1
X = 721 Y = 665 x = 101 y = 212
Dari tabel 8 telah kita peroleh X = 721, Y = 665, x = 101, y = 212,
Nx = 19, dan Ny = 19. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pelaksanaan ibadah
antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang memahami
agama, dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :
60
to = Mx My
SE Mx My
Namun sebelum menggunakan rumus di atas, diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Mencari mean kelompok I (kelompok X), dengan rumus :
Mx atau M1 = X = 721 = 38,25 dibulatkan menjadi 38 Nx 19
2. Mencari mean kelompok II (Kelompok Y), dengan rumus :
My atau M2 = Y = 665 = 35 Ny 19
3. Mencari deviasi standar sekor kelompok X dengan rumus :
SDx atau SD1 = x = 101 = 5,3158 = 2,3056 Nx 19
4. Mencari deviasi standar sekor kelompok Y dengan rumus :
SDy atau SD2 = y = 212 = 11,1579 = 3,3403 Ny 19
5. Mencari standar error mean kelompok X, dengan rumus :
SE atau SE = SDx = 2,3056 = 2,3056 = 2,3056 = 0,5434 Mx M1 4,2426 Nx 1 19 1 18
6. Mencari standar error mean kelompok Y, dengan rumus :
SE atau SE = SDy = 3,3403 = 3,3403 = 3,3403 = 0,78732 My M2 4,2426 Ny 1 19 1 18
61
7. Mencari standar error perbedaan antara mean kelompok X dan mean kelompok Y,
dengan rumus :
SE = SE + SE = 0,5434 + 0,78732 Mx My Mx My
= 0,2953 + 0,6199 = 0,9152 = 0,957
Dengan diperolehnya SE akhirnya dapat diketahui harga to, yaitu : Mx My
to = M1 M2 = 38 35 = 3 = 3,1348 SE 0,957 0,957 M1 M2
D. Interpretasi Data
Setelah diketahui besar to = 3,1348, kemudian dilakukan interpretasi dengan
membandingkan to yang diketahui sebesar 3,1348 dengan t tabel. Untuk mendapatkan
t tabel terlabih dahulu dicari df atau db dengan rumus df = (Nx + Ny) 2 = (19 + 19)
2 = 38 2 = 36.
Dengan df sebesar 36, kemudian berkonsultasi dengan tabel nilai t, baik pada
taraf signifikansi 5 % maupun pada taraf signifikansi 1 %. Ternyata pada taraf
signifikansi 5 % t tabel = 2,03, sedangkan pada taraf signifikansi 1% t tabel = 2,72.
Karena to telah diperoleh sebesar 3,1348 sedangkan t tabel = 2,03 dan 2,72,
pada taraf signifikansi 5 % to lebih besar dari t tabel (3,1348 > 2,03), maka hipotesis
nihil (Ho) ditolak sedangkan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Ini berarti bahwa
untuk taraf signifikansi 5 % terdapat perbedaan tingkat pelaksanaan ibadah antara
62
siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang memahami agama.
Dan pada taraf ini ada pengaruh yang signifikan antara pemahaman agama terhadap
pelaksanaan ibadah.
Selanjutnya pada taraf signifikansi 1 % to lebih besar dari t tabel (3,1348 >
2,72), maka hipotesis nihil (Ho) ditolak sedangkan hipotesis alternatif (Ha) diterima.
Ini berarti bahwa untuk taraf signifikansi 1 % pun terdapat perbedaan tingkat
pelaksanaan ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang
kurang memahami agama. Dan pada taraf ini dapat dikatakan bahwa pemahaman
pendidikan agama berpengaruh terhadap pelaksanaan ibadah.
Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa baik pada taraf signifikansi 5 % atau
taraf signifikansi 1 % to lebih besar dari t table, sehingga dapat dikatakan bahwa
hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nihil (Ho) ditolak. Ini membuktikan
bahwa ada perbedaan tingkat pelaksanaan ibadah secara signifikan antara siswa yang
lebih memahami agama dengan siswa yang kurang memahami agama.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini merupakan penelitian awal, yang mana peneliti hanya meneliti
dari satu sudut permasalahan saja, yaitu pengaruh pemahaman pendidikan agama
terhadap pelaksanaan ibadah. Berdasarkan data-data yang telah dihimpun, penulis
memperoleh kesimpulan bahwa dari sekitar 38 responden siswa kelas III MTs Al-
Falah Jakarta Selatan yang diteliti, diketahui bahwa siswa yang mempunyai
pemahaman yang lebih mengenai agama sekitar 19 siswa dan ada sekitar 19 siswa
yang kurang memahami agama.
Dari 38 siswa yang diteliti, kebanyakan mereka melaksanakan ibadah dengan
baik, baik siswa yang mempunyai pemahaman lebih mengenai agama maupun siswa
yang kurang pemahamannya mengenai agama. Hal ini terlihat dari tabel 7 dan 8
mengenai data siswa yang lebih memahami agama dan siswa yang kurang memahami
agama. Dari kedua tabel tersebut tidak terlihat perbedaan yang mencolok, hasil skor
angket yang telah disebarkan tidak jauh berbeda antara tabel 7 dan tabel 8.
Setelah dianalisa lebih lanjut, ternyata terdapat perbedaan tingkat pelaksanaan
ibadah antara siswa yang lebih memahami agama dengan siswa yang kurang
memahami agama baik pada taraf signifikansi 5 % maupun pada taraf signifikansi
1%. Hal ini disebabkan karena dari hasil perhitungan yang dilakukan to lebih besar
id4489078 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
64
dari t tabel yakni to 3,1348 dan t tabel 2,03 (3,1348 > 2,03) pada taraf signifikansi 5 %,
dan to lebih besar dari t tabel pada taraf signifikansi 1 %, yakni to 3,1348 dan t tabel
2,72 (3,1348 > 2,72). Dan dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pemahaman
pendidikan agama dapat mempengaruhi pelaksanaan ibadah pada siswa MTs Al-
Falah Jakarta Selatan.
B. Saran Saran
Melihat hasil penelitian yang dilakukan penulis, pada akhirnya penulis ingin
memberikan saran yang mudah-mudahan dapat diterima oleh semua pihak yang
terkait sebagai berikut :
1. Kepada para siswa, hendaklah selalu melaksanakan ibadah, terutama ibadah-
ibadah yang memang sudah menjadi kewajiban manusia sebagai hamba Allah.
Walaupun adik-adik belum memahami secara sempurna mengenai ibadah
tersebut, adik-adik harus tetap rutin melakukannya, karena yakinlah di setiap
ibadah yang adik-adik lakukan pasti akan diberikan ganjaran berupa pahala
oleh Allah.
2. Kepada pihak sekolah, hendaklah selalu memberikan pemahaman secara baik
dan gamblang kepada para anak didiknya terutama mengenai agama supaya
mereka benar-benar mengetahui dan memahami apa yang harus mereka
lakukan ketika hidup di dunia ini. Selain itu sebaiknya para anak didik dilatih
65
dan dibiasakan untuk melaksanakan ibadah dengan cara melakukan ibadah
secara bersama-sama ketika mereka berada di sekolah.
3. Untuk para orang tua, hendaklah selalu mengingatkan ketika anak lupa akan
kewajibannya dan memberi contoh kepada anak-anaknya dalam pelaksanaan
ibadah sehingga jika hal ini
Top Related