Rangkap Profesi Dokter danPengacara, Bolehkah?
Agus Purwadianto¹
Putri Dianita Ika Meilia²
1. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran, PB IDI & Dept. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, FKUI RSCM
2. MKEK PB IDI & Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RS Persahabatan
AbstractTingginya ekspektasi masyarakat terhadap
pelayanan kesehatanRentan terhadap tuntutan
malpraktik
DOKTER PENGACARA&
Meningkatkan keadilan?
Dua sisi
Pembela kolega Pembela pasien
RENTAN KONFLIK KEPENTINGAN
ORGANISASI PROFESI
Solusi
IDI & OP PENGACARA
Pendahuluan
American Medical Associations (AMA) pada
tahun 2010 melaporkan bahwa 61% darisemua dokter pernah dituntut atas
malpraktik pada akhir karirnya
Pelayanan kesehatan yang semakin maju→ harapan hidup masyarakat meningkat→ ekspektasi meninggi→ rentan tuntutan malpraktik
Rangkap ProfesiDOKTER – PENGACARA
Kesempatan untuk meningkatkan keadilan
namun
Dilema etik→ Loyalitas Ganda
Metode
• Melalui search engine Google & database jurnal etik kedokteran & biomedisPubmed, BMJ, NEJM dengan kata kunci “dokter”, “pengacara”, “hukum”, dan“kode etik kedokteran”.
• Berdasarkan penelusuran, didapatkan 9 literatur yang diterbitkan antara tahun2001 - 2017
• Analisis asimetrisitas hubungan dokter – pasien berubah menjadi asimetrisitassengketa medik
Hasil Penelusuran Literatur
• NEJM : Walter Channing (1825-1835) : peradilan sengketa medik sebaiknya oleh hakim sesama dokter (dp oleh juri)
• Dr-pengacara analog treating doctors : membela kepentingan klien/pasien & berhak memperoleh honorarium (parsial/partisan)
• Berbeda dengan hakim (sebagai penimbang keadilan para pihak bersengketa) & berbeda dengan SpFM selaku assessing doctors(keduanya imparsial)
• Ekses sengketa medik : defensive medicine – sama2 merugikan pasien > dokter (ec krisis malpraktik)
• Dr-pengacara : akses >>> sbg bukti awal (etiko-medikolegal) pendalilangugatan
Hasil literatur (2)
Pengacara dengan latarbelakang dokter
Kedokteran adalah bidang yang kompleks dan tidak layakuntuk ditangani oleh juri awam yang terlalumengandalkan testimoni berbagai saksi ahli
[ Walter Channing – Pimpinan The New England Journal of Medicine ]
Dokter hakekatnya diuji oleh sejawatnya (DISIPLIN)
Di AS: firma hukum pembelaan kasus medis, pengacara juga ahli
bidang kedokteran → dapat mengevaluasi sebuah kasusmalpraktik lebih holistik:FAIRNESS utk mengatasi ASIMETRISITAS DR-PASIEN &SENGKETA MEDIK
Keadilan bagi pasien korban malpraktik & hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanankesehatan terbaik: raison d’etre Dr - Pengacara
Dunia kedokteran tidak mampumeregulasi dirinya sendiri, selalu
bergerak utk melindungi kepentingandirinya sendiri seperti layaknya
profesi lainnya.[dr. Lawrence Schlachter – ahli bedah saraf yang
merangkap menjadi pengacara malpraktik]
POSISI ETIS DR-PENGACARA
Dr
pasien
(asimetri)
(simetri)
Dr – Pengacara(“hukum bergerak”)=“fisio-patofisiologi”Dr
pasien
Dr pasien
Kritik Dr. Schlachter : Ada budaya penyangkalan &kerahasiaan dalam dunia medis, seperti :• Kebohongan dokter di sidang pengadilan untukmembela sejawatnya,• RS merahasiakan rekam medis dari keluargapasien• Dokter tidak dijatuhi sanksi atas tuntutan sahmalpraktik
Profesi medis perlu meningkatkan tanggungjawabnya, dapat didukung denganberkecimpungnya dokter dalam ranah hukum.
SUASANA “INDIVIDUALIS” AMERIKA → KRISIS MALPRAKTIK;SISTEM HUKUM ANGLO SAXON: BATTLE OF EXPERT (PERDATA)Cocok utk Budaya setempat
HASIL
Konteks Dr-Pengacara membela pasien
Positif
• Menyeimbangkan asimetrisitasutk transparansi, akuntabilitas & mutu yankes = bela pasien krn : • Schlachter hypotesis : bohong, nir-
akses rekam medik, “impunitas” Dr
• Populis : restorative justice utkpasien / keluarga yang menderita cq KTD
Negatif
• Konflik kepentingan : ec Partisan ke ex pasien vs kesejawatan ke TS
• Nir-loyal ke IDI & jajarannya utk > penyelesaian internal
• “pemberatan” / pelemahan mental TS krn dalil gugatan sbg >< substansi sumpah Dr (nilai ideal universal ) & KODEKI (ini kewajiban Dr) di tengah Dr perlu di “booster” hak2 pembelaannya
“Kesehatan pasienku akan menjadi pertimbanganku yang pertama” [Deklarasi Jenewa]
“Saya akan senantiasa mengutamakan kepentingan pasien, dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat”
Sisi Negatif PEMBERATAN “SUMBER KESALAHAN DR = MELANGGAR SUMPAH / KODEKIMENGGESER BEBAN PEMBUKTIAN ‘TERBALIK” ADA DI DR= RES IPSA LOQUITUR (THE THINGS SPEAK FOR ITSELF)
PASAL KODEKI: 8 (profesionalisme), 9 (kejujuran & kebajikan); 10 (penghormatan hak2 pasien & sejawatnya)11 (pelindung kehidupan); 14 (konsul & rujukan)17 (pertolongan darurat)
Membela Pasien (3) – Dr TS yang digugatnya mengalami “Syndroma Litigasi”
Positif
• ??
Negatif
• Dr-pengacara “mencampur-adukkan” etik-disiplin-hukum → TS tergugat hilang percaya diri, bingung, serba salah berkepanjangan, stress emosional (rasionalitas sulit karena merasa lebih dulu >< kewajiban idealnya)
• > berat dari sekedar komplain pasien kasus medik sulit
• > berat dari pasien yang dokter
• Tekanan makin berat bila Dr-Pengacara merupakan aktivis IDI & jajarannya
Dr – Pengacara(non RS/FKTP)
Bukan“Pengacara – dr Spesialis”
“Pengacara – dr ““ Pengacara – S. Ked”
Dr – Pengacara
Klinisi Non klinisi
Praktisi medis Non Praktisi
Spesialis Umum
Sp FMNon Sp FM
Non-Aktivis IDI & jajaran Aktivis IDI & jajaran
Praktisi Non Praktisi Non Praktisi Praktisi
Pengacara-1 Pengacara-2 NonPengacara
Pengacara Yankes (Sengketa Medik) → Advokat perorangan, Badan Hukum, LBH
Pembela dr/RS Pembela Pasien/Keluarga
Analisis RL Terkait Akses Bukti & Pembuktian
NonPengacara
ANALISIS KONFLIK KEPENTINGAN SISI PENGACARA
Bela Klien Pasien Bela Klien Dr
Bukan ex pasien ex pasiennya Dr ex Dr–nya pasien Bukan ex dr pasien
****
** : derajat konflik kepentingan “ double dipping phenomenon”
Insider/background medical information → duty to information (D1/><D2/D4)Different modalities / EBM info → duty of care (D1/><D2/D4)High cost/volume/varieties → damages (D3)Contributory patient’s negligenceOther : - Cap of professional indemnity
- Latent error- Burden of proof
Completeness of proof/evidences
***
formalmaterial
KETIDAKPASTIANHUKUM • Makro: Sistem nasional liabilitas medik (-)
• Doktrin malpraktik inkonsisten diterapkan• Kebebasan gugat/adu/lapor(ps 66@3 UU Pradok)
Dr
pasien
•“D3 = Malpraktik” (resultaatverbintenis)•Bujukan pengacara “kompensasi bagidua” •Era post – truth (marah→ pradugabersalah >>>)
•>>> Dr bermasalah•Bad barrel theory (latent error)•Konflik etikolegal permanen•Interkolaborasi jelek•Kompetensi bioetik menurun
(sosiologis)
DIPERLUKAN PENYUSUNANNSPK SISTEM NASIONAL PERTANGGUNG-JAWABAN MEDIK
Etika profesi Advokat
• Independensi advokat : PerhimpunanAdvokat Indonesia (PERADI) mensyaratkanadvokat tidak berstatus sebagai pegawainegeri/pejabat negara, termasukTNI/POLRI, berdasarkan UU No. 18 tahun2003 : hakekatnya secara etis utkmenghindari double dipping & konflik kepentingan
• Peraturan terkait rangkap profesi pengacara -dokter perlu disusun, khususnya utk mengadukan pengacara-Dr yang melanggar etik.
Dr-Pengacara Membela Dokter
• Sejalan dengan etika kesejawatan dalam sumpah & KODEKI (apalagi TS teradu/tergugat mengalami syndroma litigasi):• “Setiap dokter memperlakukan teman sejawat sebagaimana ia ingin
diperlakukan”
• “Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung”
• Loyalitas ke TS = loyalitas ke OP/IDI & jajarannya, karena ketidakpastian hukum kedokteran:• Konsep Dr-pasien sbg hubungan fidusier, dasar upaya maksimal, mahluk
penolong kemanusiaan & orientasi kepentingan terbaik pasien cqprognosis (humaniora kes), mampu memberi keputusan klinis yang etis di tengah kemajuan iptekdok (bioetika)
• Meniadakan defensive medicine
• Membuat JKN lebih manusiawi utk proteksi kehidupan, kesehatan & finansial seluruh rakyat
Pembelaan hukum kasus sengketa medik YANG ETIS:
Dokter-Pengacara
Pembela koleganya dari gugatan-ngawur malpraktik
Pembela pasien dgn gugatan malpraktik jelas yang koleganya diduga impunitas ec asimetrisitas Dr > pasien
Dengan syarat : mampu mengatasi setiap detik konflik kepentingan dirinya utk : loyalitas profesional kepada organisasi profesi pengacaranya vs organisasi profesi kedokteran yang dirinya sama2 sebagai anggota.
Ingat doktrin slippery slope ec double dipping & inkonsistensi hasrat “mengadili” (seolah imparsial) padahal dirinya adalah partisan
Kesimpulan:Karena negatif > positifnya: Rangkap profesi Dr-
pengacara yang berperkara sengketa medik membela pasien & menggugat/menuntut TS saat ini tidak
memadai secara etis.Mutatis mutandis : Rangkap profesi Dr-pengacara yang
dalam perkara sengketa medik membela dokter terhadap aduan/gugatan pasien saat ini masih memadai
secara etisDr-pengacara yang menangani perkara non-sengketa medik dipandang etis sepanjang mematuhi secara
bersama KODEKI dan kode etik organisasi pengacaranya
Saran : Peran ORGANISASI PROFESI
(termasuk MKEK) IDI:segera membuat aturan lebih khusus (“peran etikolegal”) – diskusi
dengan asosiasi keseminatan Dr-pengacara (mestinya segera dibentuk di bawah IDI) & interkolaborasi dengan organisasi profesi advokat,
menyelesaikan dilema etik akibat konflik kepentingan loyalitas klien & bela korsa organisasi.
Referensi
1. Krupa C. Medical liability: By late career, 61% of doctors have been sued. American Medical News. August 16, 2010. http://www.amednews.com/article/20100816/profession/308169946/2/#cx Accessed July 6, 2017
2. Sritharan K, Russell G, Fritz Z, Wong D, Rollin M, Dunning J et al. Medical oaths and declarations. BMJ. 2001;323(7327):1440-1441.3. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia. Lafal Sumpah Dokter Indonesia. 2012.
http://ididenpasar.id/wp-content/uploads/2014/09/Lafal_Sumpah_Dokter_Indonesia.pdf Accessed July 6, 20174. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman
Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. 2002. https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf Accessed July 6, 2017
5. Annas G. Doctors, Patients, and Lawyers — Two Centuries of Health Law. New England Journal of Medicine. 2012;367(5):445-450.6. Sacks, Leichter & Roskin. Medical Malpractice Attorneys. 2017. http://www.doctorlawyergroup.com/practice-areas/ Accessed
July 6, 20177. Schlachter L, Bechtel J. Malpractice. New York, NY: Skyhorse Pub.; 2017.8. Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. 2014.
http://www.peraturan.go.id/uu/nomor-18-tahun-2003.html Accessed July 6, 2017
ARTIKEL DAPAT DIUNDUH DI: ilmiah.id/indeks.php/jeki/article/view/2/1
Agus Purwadianto
• Ketua Dewan Pertimbangan Klinis & APKESI • Ex Staf Ahli Menteri Bid Teknologi Kes & Globalisasi• Ex Kepala Badan Litbangkes • Gurubesar I.K. Forensik & Medikolegal (07)• Doktor Filsafat (03)• MSi Sosio-Kriminologi (00)• SpF (konsultan etiko-medikolegal) (05)• Diplome of Forensic Med Groningen Univ (02)• SH (97), SpF (83), dr (79)• Ex Ketua MKEK Pusat IDI, ex Ketua Kolegium IK Forensik Indonesia• Ex Staf Ahli Bid Hukum & HAM Kemenkokesra RI (08)• Ex Karo Hukor Depkes RI• Ex Anggota WHO Global Advisory Vaccine Safety Committee• Wakil Ketua Komisi Bioetika Nasional• Perintis/dosen S3 Kekhususan Bioetika FKUI
21
Top Related