RANCANGAN LAPORAN GOOD GOVERNANCE PADA
ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Liana Khodijah
NIM: 11140820000091
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2019 M
ii
RANCANGAN LAPORAN GOOD GOVERNANCE PADA ORGANISASI
PENGELOLA ZAKAT
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Liana Khodijah
NIM: 11140820000091
Di Bawah Bimbingan
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2019 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Kamis, 03 Mei 2018 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa/i:
Nama : Liana Khodijah
No. Induk Mahasiswa : 11140820000091
Jurusan : Akuntansi
Judul Skripsi :Rancangan Laporan Good Governance Pada Organisasi
Pengelola Zakat
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan
selama proses Ujian Komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut dinyatakan
LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 03 Mei 2018
1. Dr. Rini, M.Si.,Ak.,CA
NIP: 197603152005012002 Penguji I
2. Hepi Prayudiawan, S.E.,Ak.,M.M (……………………………)
NIP : 197205162009011006 Penguji II
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Kamis, 26 September 2019 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa/i :
Nama : Liana Khodijah
No. Induk Mahasiswa : 11140820000091
Jurusan : Akuntansi
Judul Skripsi :Rancangan Laporan Good Governance pada Organisasi
Pengelola Zakat
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan
selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa/i tersebut dinyatakan lulus
dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 September 2019
1. Yessi Fitri SE.,M.Si.,Ak.,CA. (…………………………)
NIP. 19760924 200604 2 002 Ketua Penguji
2. Reskino, SE.,M.Si.,Ak.,CA.,CMA.,CERA (………………………..)
NIP. 197409282008012004 Penguji Ahli
3. Dr. Rini, M.Si., Ak.,CA.
NIP. 19760315 200501 2 002
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Liana Khodijah
No. Induk Mahasiswa : 11140820000091
Jurusan : Akuntansi
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya :
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa
izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui
pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa
saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang
berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 20 Agustus 2019
(Liana Khodijah)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Liana Khodijah
2. Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 28 April 1996
3. Alamat : Jl. Aliandong Rt.01 Rw.09 No.68
Bojongsari-Depok 16516
4. No. Telp : 081271595958
5. Alamat email : [email protected]
II. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Samsuri
2. Ibu : Nining Karminah
3. Anak ke : 2 dari 4 bersaudara
III. PENDIDIKAN
Tahun 2002 – 2008 : SD Negeri Bojongsari 03 Depok
Tahun 2008 – 2011 : MTs Negeri 1 Bogor
Tahun 2011 – 2014 : SMK Al-Hasra Depok
Tahun 2014 – 2018 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Departemen Dana Usaha Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
Akuntansi 2015.
2. Wakil Bendahara Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Akuntansi 2016
3. Bendahara KKN FIGHT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.
vii
V. PENGALAMAN KERJA
1. PT. BPRS Al-Hijrah Amanah sebagai staf Magang periode Januari-Maret 2013
2. Pasadena Factory Outlet sebagai Freelancer periode Mei 2014-Januari 2017
3. PT. Rekadaya Mitra Utama sebagai Frontdesk pada Klub Tamansari Pesona Bali
(PT. Wika Realty) periode Januari 2018-Agustus 2019
viii
RANCANGAN LAPORAN GOOD GOVERNANCE PADA ORGANISASI
PENGELOLA ZAKAT
ABSTRAK
The purpose of this study was to make a draft report of good governance on zakat
management organizations and to see the implementation of good governance on zakat
management organizations in Indonesia. This study is a qualitative study using descriptive
method. Data were obtained by questionnaires and interview sessions for 4 OPZ.
Respondents of this study are amil who are in management structure of the zakat
management organization.
The result of this study shows that the draft report of good governance on zakat
management organizations involving indicators of transparency of financial and non-
financial information which includes zakat management organizations product and services,
salary ratios, non-halal income and the implementation, compliance function, internal audit
function, external audit function, self assessment of good governance implementation, total of
legal issues, information and responsibilities of each position, information on organizational
structure, total of distribution and receiver of donation, implementation of sharia principles,
transactions that contain conflicts of interest, list of consultants and advisory boards, total
internal fraud, maximum limits for distribution donation, and the last the remuneration
policy. Overall, 4 OPZ has implemented good governance according to regulation of each
OPZ.
Keyword: report of good governance, zakat management organization.
ix
RANCANGAN LAPORAN GOOD GOVERNANCE PADA ORGANISASI
PENGELOLA ZAKAT
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat rancangan laporan good governance pada
organisasi pengelola zakat dan melihat pelaksanaan good governance yang telah
dilaksanakan oleh organisasi pengelola zakat di Indonesia. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif. Data diperoleh dengan cara
memberikan kuesioner dan wawancara kepada 4 OPZ. Responden penelitian ini adalah amil
yang berada di badan pengurus dari organisasi pengelola zakat.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rancangan laporan good governance pada
organisasi pengelola zakat meliputi indikator transparansi informasi keuangan dan
nonkeuangan termasuk produk dan layanan OPZ, rasio gaji, pendapatan non halal dan
pelaksanaannya, fungsi kepatuhan, fungsi internal audit, fungsi audit eksternal, self assesment
pelaksanaan GG, jumlah permasalahan hukum, informasi dan tanggung jawab dari masing-
masing jabatan, informasi struktur organisasi, jumlah penyaluran dan penerima dana,
pelaksanaan prinsip syariah, transaksi yang mengandung benturan kepentingan, daftar
konsultan dan dewan penasihat, jumlah internal fraud, batas maksimal penyaluran dana, dan
yang terakhir adalah kebijakan remunerasi. Secara keseluruhan 4 OPZ ini telah melaksanakan
good governance sesuai dengan peraturan dari masing-masing OPZ.
Kata kunci: Laporan Good Governance, Organisasi Pengelola Zakat.
x
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW semoga sampai kepada
keluarganya, para sahabatnya dan selaku kita para umatnya.
Penyusunan skripsi ini yang berjudul “Rancangan laporan good governance pada
Organisasi Pengelola Zakat” dimaksudkan untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar
Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis sangat
bersyukur atas selesainya penulisan dan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa
banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, maka dari itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnnya
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini terutama
kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Samsuri dan Mamah Nining Karminah yang selalu
memberikan semangat, dukungan, materi serta doa yang tiada henti kepada penulis.
Terima kasih untuk semua kepercayaan serta limpahan kasih sayang yang telah
diberikan kepada penulis, semoga penulis dapat menjadi kebanggaan serta sumber
kebahagiaan kalian.
2. Kakak tersayang beserta suami dan anaknya, Teh Devi, A Bayu dan Raffandra yang
selalu memberikan doa, semangat dan bantuan yang tiada hentinya kepada penulis.
3. Adik tersayang, Sabina dan Nadiya yang membantu dan memberikan semangat
kepada penulis.
4. Ibu Dr. Rini., Ak., CA selaku Dosen Pembimbing Skripsi, sekaligus Dosen
Pembimbing Akademik penulis. Terimakasih karena telah bersedia meluangkan
waktunya, tenaga serta dengan sabar memberikan pengarahan dan bimbingan kepada
penulis dalam penulisan skripsi ini. Dan telah memberikan arahan serta bimbingan
kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswi di Jurusan Akuntansi
5. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE.,Ak.,M.Si.,CA.,QIA.,BKP.,CRMP selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
xi
6. Ibu Yessi Fitri, S.E., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Fitri Damayanti, SE.,M.Si selaku Sekertaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas seluruh ilmu pengetahuan yang telah
diajarkan kepada penulis. Semoga kedepannya ilmu yang telah diberikan bermanfaat
bagi penulis.
9. Seluruh staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan kemudahan kepaada penulis disetiap urusan yang penulis
butuhkan.
10. Seluruh bagian dari Badan Pengurus OPZ yang telah mendukung penulis dengan
bersedia mengisi kuesioner dan meluangkan waktu untuk bisa diwawancarai oleh
penulis serta mendoakan kelancaran pembuatan skripsi ini.
11. Keluarga keduaku, Keju (Firdha, Fatin, Najah, Mahhal dan Mutia) yang telah
menemani dan tidak pernah meninggalkan penulis dari awal kuliah hingga akhir masa
perjuangan penulisan skripsi. Terimakasih karena selalu ada dan terus memberikan
semangat, bantuan serta doa yang tiada henti. Dan terimakasih karena selalu
mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat seperjuanganku di Baliview, Eka Maulida dan Icha Kusumaningrum.
Terimakasih telah mewarnai hari-hari penulis. Terimakasih telah menjadi tempat
berkeluh kesah dan selalu menjadi sumber keceriaan bagi penulis. Terimakasih atas
bantuan, dukungan, serta doa agar penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
13. Sahabatku sedari SMK, Bakoye (Anggi, Fani, Eneng, Kiki, Boye, Anis, Tuti, dan
Puput) terimakasih telah selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
14. Sahabatku sedari kecil, Septi, Bagas, Fikri, Elka, April, Nia. Yang telah menemani
disaat penulis butuh hiburan dan selalu memberikan semangat dan doa kepada
penulis.
15. Keluarga kecil kelas C 2014 serta keluarga besar Akuntansi 2014 yang telah banyak
memberikan motivasi kepada penulis.
16. Keluarga besar HMJ Akuntansi yang telah memberikan banyak pembelajaran dan
pengalaman organisasi kepada penulis.
17. Sahabat dan Sahabati KOMFEIS yang telah memberikan banyak pengalaman
berorganisasi kepada penulis.
xii
18. Terimakasih kepada Dwi Oktaviani, Nisrina, Neng Halimatu dan Asri Sulastri yang
telah berjuang bersama penulis menyelesaikan skripsi ini, dan selalu mengingatkan
agar segera menyelesaikan skripsi ini.
19. Kepada Hafiz Alfian, terimakasih atas segala yang telah diberikan kepada penulis
selama ini, hingga tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan rasa terimakasih
dari penulis. Love❤
20. Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta kritik yang membangun dari berbagai
pihak.
Jakarta, 28 Agustus 2019
Liana Khodijah
xiii
DAFTAR ISI
COVER DALAM i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI iv
LEMBAR PENGESAHAN KARYA ILMIAH v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
ABSTRACT viii
ABSTRAK ix
KATA PENGANTAR x
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR LAMPIRAN xviii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Identifikasi Masalah 10
C. Pembatasan Masalah 11
D. Rumusan Masalah 11
E. Tujuan Penelitian 11
F. Manfaat Penelitian 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14
A. Tinjauan Literatur 14
1. Pengertian Zakat 14
a. Hikmah dan Manfaat Zakat 15
b. Syarat Wajib Zakat 16
c. Macam-Macam Zakat 19
2. Organisasi Pengelola Zakat 21
xiv
a. BAZNAS Pusat 22
b. BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota 23
c. Lembaga Amil Zakat 25
3. Good Corporate Governance 26
a. Prinsip-Prinsip GCG 28
b. Manfaat GCG 35
B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu 43
C. Kerangka Pemikiran 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 52
A. Ruang Lingkup Penelitian 52
B. Metode Penentuan Sampel 52
C. Metode Pengumpulan Data 53
D. Operasionalisasi Variabel Penelitian 54
E. Metode Analisis Data 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 58
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 58
1. Waktu Penelitian 58
2. Karakteristik Profil Responden 60
B. Hasil Penelitian 61
1. Rancangan Laporan GG untuk OPZ 62
2. Penerapan GG pada OPZ 69
a. Penerapan GG pada BAZNAS Pusat 69
b. Penerapan GG pada LAZ Al-Azhar Peduli Umat 75
c. Penerapan GG pada LAZ Baitulmaal Muamalat 83
d. Penerapan GG pada LAZISMU 88
3. Hasil dan Pembahasan Penelitian 95
a. Analisis Transparansi Kondisi Keuangan dan Non Keuangan 97
b. Analisis Rasio Gaji Tertinggi dan Gaji Terendah 102
c. Analisis Pendapatan Non Halal dan Penggunaannya 103
d. Analisis Fungsi Kepatuhan 105
e. Analisis Fungsi Audit Eksternal 107
f. Analisis Self Assessment Pelaksanaan GG 109
xv
g. Analisis Jumlah Permasalahan Hukum 111
h. Analisis Rangkap Jabatan DPS 113
i. Analisis Informasi Tugas dan Tanggung Jawab, dan Informasi
Struktur Organisasi 115
j. Analisis Informasi Penyaluran Dana 118
k. Analisis Pelaksanaan Prinsip Syariah 120
l. Analisis Fungsi Audit Internal 122
m. Analisis Transaksi yang Mengandung Benturan Kepentingan 125
n. Analisis Daftar Konsultan Keuangan dan Penasihat Lembaga 126
o. Analisis Jumlah Penyimpangan 128
p. Analisis Batas Maksimal Penyaluran Dana 129
q. Analisis Kebijakan Remunerasi 130
r. Informasi Asnaf 131
BAB V PENUTUP 132
A. Kesimpulan 132
B. Implikasi 132
C. Keterbatasan 133
D. Saran 133
DAFTAR PUSTAKA 135
LAMPIRAN-LAMPIRAN 140
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Organisasi Pengelola Zakat Skala Nasional 8
Tabel 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu 44
Tabel 3.1 Kuesioner Rancangan Laporan GG 55
Tabel 3.2 Pertanyaan Wawancara 56
Tabel 4.1 Daftar Organisasi Pengelola Zakat Skala Nasional 59
Tabel 4.2 Profil Responden 60
Tabel 4.3 Hasil Kuesioner Penelitian 63
Tabel 4.4 Pengelompokan Hasil Kuesioner 65
Tabel 4.5 Hasil Rancangan Laporan GG 96
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pernyataan Kuesioner 138
Lampiran 2 Pertanyaan Wawancara 140
Lampiran 5 Surat Penelitian 141
Lampiran 3Peraturan Bank Indonesia No.11/33/PBI/2009 145
Lampiran 4 Peraturan OJK 10/SEOJK.03/2014 193
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menjalankan operasional perusahaan tidak hanya
memperhatikan kepentingan untuk perusahaan saja. Tetapi perusahaan juga
diharuskan untuk tetap memperhatikan kepentingan para pemegang saham,
pegawai, pelanggan dan masyarakat. Maka dari itu, perusahaan harus
mempunyai sistem yang menopang kegiatan tersebut. Yaitu kegiatan
pengendalian tata kelola perusahaan yang menghubungkan antara perusahaan
dengan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan.
Pasca terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan pada tahun
1998, hingga tumbangnya Pemerintahan Orde baru, masyarakat negeri ini
berharap ada perubahan yang signifikan terhadap sektor ekonomi, baik
ekonomi makro dilihat dari laju pertumbuhan infrastruktur maupun ekonomi
mikro yang dapat menyentuh dan dirasakan langsung oleh masyarakat
Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pergantian rezim ini sudah 18 tahun
lamanya dan sudah 5 (lima) kali pergantian Pemerintahan, Masyarakat negeri
ini masih menunggu terobosan Pemerintahan saat ini dalam menerapkan paket
2
kebijakan ekonomi sehingga pertumbuhan dan daya serapnya dapat dirasakan
langsung oleh masyarakat (Sobir, 2016).
Krisis ekonomi pada tahun tersebut terjadi akibat buruknya
pelaksanaan corporate governance. Kinerja perusahaan yang buruk
disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah kegagalan perusahaan
dalam melakukan pemantauan dan menentukan perencanaan strategis. Faktor
lain yang menyebabkan buruknya kinerja perusahaan adalah pelanggaran
terhadap etika bisnis. Seperti diketahui, budaya sogok-menyogok, suap-
menyuap, Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) yang marak mewarnai
praktik bisnis di Indonesia maupun di negara lainnya (Darmawan, 2013).
Kasus korupsi terus mendera BUMN kita. Kasusnya merentang luas
mulai dari pengadaan barang, anggaran fiktif, terjerat suap, hingga gratifikasi
proyek. Lebih miris lagi, pelakunya adalah direktur BUMN itu sendiri.
Belakangan, ada direktur Krakatau Steel yang terkena Operasi Tangkap
Tangan (OTT) oleh KPK karena suap. Kasus yang sama menjerat Direktur
PLN dalam kasus suap PLTU Riau 1. Belum lagi masalah investasi pertamina
yang justru mengantar mantan direkturnya, Karen Agustiawan ke jeruji besi
dengan dakwaan majelis hakim bahwa investasi tersebut merugikan Rp. 568
miliar bagi negara. BUMN harus didorong memiliki tata kelola perusahaan
yang baik atau bisa disebut good corporate governance (GCG). Ini usaha
3
lama yang tidak kunjung dapat dilakukan dengan baik. Bahkan setelah
diperjelas dalam keputusan Menteri BUMN No. PER-01/MBU/2011 tentang
penerapan tata kelola perusahaan yang baik pada BUMN juga tidak kunjung
terlaksana, malah berita korupsi pejabat BUMN yang didapat masyarakat
(detik.com).
Tidak hanya kasus korupsi pada BUMN, Polres Kota Pagaralam
akhirnya melakukan penahanan terhadap empat orang tersangka yang diduga
terlibat kasus penggelapan Dana Amil Zakat (BAZ) Kota Pagaralam. Tindak
pidana ini diduga dilakukan tersangka sejak tahun 2004 hingga 2014.
Semestinya potongan 2,5% dari gaji pegawai BAZ tidak mereka setor ke
rekening BAZ Kota Pagaralam. Sehingga dalam kurun waktu 13 tahun
berdasarkan hasil audit BPKP kerugian keuangan Negara mencapai Rp.
659.025.311. keempat tersangka dikenai pasal 8 dan 2 ayat 1, 2 UU No 31
tahun 1999 junto UU No 20/21 tentang UU tindak pidana korupsi dengan
diancam hukuman mnimal lima tahun penjara (tribunnews.com).
Selanjutnya Unit Tipikor polres Gorontalo Kota, menggiring mantan
bendahara Badan Amil Zakat Daerah (BAZNAS) Kota Gorontalo IR alias
Iyam (41), masyarakat Kelurahan Tomulabutao Selatan, Kecamatan
Dungingi, Kota Gorontalo ke ruang tahanan Polres Gorontalo Kota.
Penahanan ini dikarenakan dugaan penyaahgunaan anggaran dan kewenangan
4
sebagai bendahara di BAZNAS Kota Gorontalo sejak 2014-2015. Dalam
melaksanakan tugasnya sebagai bendahara, tersangka telah menerima setoran
dana zakat dan infaq dari para bendahara SKPD yang bersumber dari gaji
ASN yang dipotong sebesar 2,5%. Tersangka tidak melaksanakan
kewajibannya untuk menyetorkan dana zakat infaq ke rekening Baznas Kota
Gorontalo, melainkan digunakan secara pribadi, sehingga hal itu
mengakibatkan kerugian terhadap BAZNAS dengan nilai Rp. 526.627.855
(hargo.co.id).
Tak hanya kasus korupsi dana zakat di Kota Pagaralam dan Kota
Gorontalo, Majelis Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Palu menjatuhkan
vonis pidana penjara empat tahun kepada Tamsul Soda mantan bendahara
Badan Amil Zakat (BAZDA) Parigi Moutong, terdakwa kasus dugaan korupsi
sebesar Rp. 375 juta BAZDA Parimo. Dana tersebut dipergunakan Tamsul
tidak sesuai peruntukannya, tanpa sepengetahuan ketua dan pengurus Bazda
lainnya. Dana tersebut tidak disimpan di rekening resmi Bazda melainkan
rekenng pribadi miliknya (media.alkhairaat.id).
Maka dari itu penerapan tata kelola sangat penting dalam pengambilan
keputusan. Tata kelola juga menjadi tolak ukur bagi organisasi dalam
menjalankan operasionalnya. Dengan menerapkan prinsip Good Corporate
Governance atau tata kelola perusahaan bisa mencegah terjadinya Kolusi,
5
Korupsi, dan Nepotisme (KKN), meningkatkan kinerja organisasi dan
meningkatkan kualitas kerja dari para karyawan.
Efektivitas pelaksanaan corporate governance sangat tergantung dari
peran atau actions yang dilakukan oleh elemen-elemen dalam struktur corpo-
rate governance. Elemen-elemen tersebut adalah komisaris baik dari unsur
independen maupun bukan, komite audit, kepemilikan saham oleh insitusi,
kepemilikan saham dan jasa audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang
bereputasi. Harapannya adalah semakin efektif peran yang dilakukan oleh
elemen-elemen struktur corporate governance, semakin meningkatkan
kualitas informasi akuntansi dari sudut pandang users (Miqdad, 2012).
Penerapan Good Corporate Governance ini dinilai dapat memperbaiki
citra organisasi yang sempat buruk, melindungi kepentingan stakeholders
serta meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan etika-etika umum pada industri perbankan dalam rangka
mencitrakan sistem perbankan yang sehat. Selain itu penerapan Good
Corporate Governance diharapkan dapat berpengaruh terhadap kinerja
organisasi, dikarenakan penerapan Good Corporate Governance ini dapat
meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi resiko akibat tindakan
pengelolaan yang cenderung menguntungkan diri sendiri (Aditya P, 2015).
6
Di Indonesia, praktik GCG telah diatur dalam beberapa undang-
undang dan peraturan, sehingga implementasi prinsip-prinsip GCG salah
satunya di-dorong oleh kepatuhan terhadap regulasi (seperti UU PT no
40/2007, peraturan Bapepam-LK, Peraturan Bank Indonesia no 8/4/PBI/2006
yang dirubah menjadi no 8/14/2006 tentang Peraturan GCG bagi bank
umum)(Miqdad, 2012).
Sedangkan penerapan GCG pada perbankan syariah telah diatur oleh
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009. Pelaksanaan GCG pada
bank syariah tidak hanya dimaksudkan untuk memperoleh pengelolaan bank
yang sesuai dengan lima prinsip dasar yang telah ditetapkan serta sesuai
dengan prinsip syariah, akan tetapi juga ditujukan untuk kepentingan yang
lebih luas (Siswanti, 2016).
Dengan dibuatnya Pedoman Umum Good Corporate Governance
menandakan bahwa tata kelola perusahaan atau Good Corporate Governance
telah menjadi perhatian bagi pemerintah dan pelaku bisnis. Tata kelola
perusahaan tidak hanya diterapkan pada perusahaan yang berorientasi pada
profit. Tata kelola perusahaan juga sebaiknya diterapkan pada perusahaan
yang berorientasi pada pelayanan masyarakat atau nonprofit.
Organisasi yang berorientasi pada pelayanan yang sekarang sedang
berkembang adalah Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat. Saat ini
7
penyaluran zakat fitrah, zakat mal ataupun infaq dan shadaqah telah
terkoordinasi dengan baik. Penyaluran zakat fitrah tidak hanya dikumpulkan
oleh amil zakat untuk kemudian secara langsung disalurkan ke pihak
penerima zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS), namun dana ZIS yang diterima
dikelola untuk pengembangan ekonomi guna meningkatkan kualitas hidup
bagi penerima dana ZIS. Pengelolaan ZIS telah dilakukan oleh beberapa
lembaga dalam keorganisasian Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.
Adanya badan pengelola ZIS tersebut merupakan suatu hal yang
menggembirakan, karena pengumpulan dana penghimpunan ZIS terus
meningkat. Namun disisi lain hal ini memunculkan tantangan bagi
pendayagunaan dana ZIS agar efektif dan berdampak luas di masyarakat
(Endahwati, 2014).
Saat ini potensi zakat umat islam di Indonesia sangat besar sehingga
perlu dikelola secara profesional, aman, dan teratur melaui Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) sehingga bisa dimaksimalkan pemanfaatannya. Potensi
zakat di Indonesia mencapai Rp. 286 triliun. Untuk merealisasikan potensi itu
maka perlu digerakkan kesadaran membangun zakat sebagai instrumen dalam
pengentasan kemiskinan. Upaya menggali potensi dan optimalisasi peran
zakat melalui BAZNAS belum berjalan maksimal karena banyak faktor yang
menyelimutinya. Salah satu upaya merealisasikan potensi itu dapat dilakukan
8
BAZNAS dengan aktif menyosialisasikan dirinya ke masyarakat sehingga
masyarakat bisa mempercayai pengelolaan zakat. (sindonews.com)
Dalam pelaksanaannya BAZNAS ini dikelola oleh pemerintah. Selain
BAZNAS ada juga Lembaga Amil Zakat. Lembaga Amil Zakat yang dikelola
oleh pihak nonpemerintah dalam menghimpun dana zakat, lalu disalurkan
kembali kepada para mustahik.
Saat ini, BAZNAS sedang mendorong pengumpulan zakat sesuai
dengan perundangan pada setiap kabupaten/kota. Dalam penghimpunan zakat,
BAZNAS mengedepankan layanan kepada muzaki (Pembayar Zakat) dan
mustahik (penerima zakat) agar mudah dalam menunaikan zakat. Dalam
pelaksanaannya BAZNAS bekerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya
dibantu oleh Lembaga Amil Zakat dalam memberikan fasilitas dalam
pembayaran zakat. Pengelolaan zakat terus didorong untuk meningkatkan
akuntabilitas pengelolaan keuangan yang telah dilaksanakan.
Dengan adanya pembayaran zakat dari para muzaki, dapat mendorong
pengurangan kemiskinan yang ada di Indonesia. Zakat dapat juga menjadi
solusi dalam memecahkan masalah-masalah sosial dan ekonomi. Pengentasan
kemiskinan, kesenjangan sosial, pengangguran, dan kesenjangan ekonomi
(pendapatan) merupakan beberapa contoh permasalahan yang dapat
9
dipecahkan dengan zakat. Hal ini dapat dilakukan melalui optimalisasi
pengumpulan dan distribusi zakat secara efektif kepada pihak yang berhak
menerima (Anwar, 2012).
Kondisi tersebut dapat dicapai melalui tata kelola zakat secara efektif,
professional dan bertanggung jawab. Perencanaan yang matang,
pengorganisasian yang tepat, aktualisasi dan kontrol yang baik merupakan
gambaran dari profesionalisme dan keefektivan tata kelola zakat yang
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memecahkan
masalah sosial, ekonomi dan kemasyarakatan (Anwar, 2012).
Tabel 1.1
Daftar LAZ Skala Nasional
NO NAMA WEBSITE
LAPORAN
GCG
1 BAZNAS http://baznas.go.id/ ×
2 LAZ Dompet Dhuafa Republika https://www.dompetdhuafa.org/ ×
3 LAZ Al-Azhar Peduli Umat http://alazharpeduli.org/ ×
4 LAZ Baitulmaal Muamalat http://www.baitulmaalmuamalat.org ×
Berlanjut kehalaman berikutnya
10
Tabel 1.1 (Lanjutan)
NO NAMA WEBSITE
LAPORAN
GCG
5
Lembaga Amil Zakat Infak dan
Shadaqah Nahdatul Ulama
(LAZISNU)
https://www.nucare.id/ ×
6 LAZ Global Zakat https://globalzakat.id/ ×
7 LAZ Muhammadiyah https://www.lazismu.org/ ×
8 LAZ Dewan Da’wah Islamiyah
Indonesia http://www.laznasdewandakwah.or.id/ ×
9 LAZ Yayasan Kesejahteraan
Madani https://yakesma.org/ x
10 LAZ Yayasan Griya Yatim &
Dhuafa https://griyayatim.com/ x
11 LAZ Rumah Zakat Indonesia https://www.rumahzakat.org/ x
12 LAZ Daarut Tauhid https://dpu-daaruttauhiid.org/web/ x
13 LAZ Nurul Hayat https://www.nurulhayat.org/ x
14 LAZ Inisiatif Zakat Indonesia https://izi.or.id/ x
15 LAZ Yatim Mandiri Surabaya http://yatimmandiri.org/ x
16 LAZ Lembaga Manajemen Infak
Ukhuwah Islamiyah http://lmizakat.org/ x
17 LAZ Dana Sosial Al Falah
Surabaya http://ydsf.org/ x
Berlanjut kehalaman berikutnya
11
Tabel 1.1 (Lanjutan)
NO NAMA WEBSITE
LAPORAN
GCG
18 Yayasan Rumah Yatim Ar-
Rohman Indonesia http://www.rumah-yatim.org/web/ x
19 LAZ Baitul Maal Hidayatullah https://www.bmh.or.id/ x
18 Yayasan Rumah Yatim Ar-
Rohman Indonesia http://www.rumah-yatim.org/web/ x
20 LAZ Perkumpulan Persatuan
Islam http://www.pzu.or.id/ x
21 LAZ Yayasan Daarul Qur’an
Nusantara (PPPA) http://www.pppa.or.id/ x
22 LAZ Yayasan Baitul Ummah
Banten https://lazisbu.org/
x
23 LAZ Yayasan Mizan Amanah https://www.mizanamanah.or.id/
x
24 LAZ Panti Yatim Indonesia Al
Fajr http://pantiyatim.or.id/
x
Sumber: website masing-masing organisasi pengelola zakat
Dari data diatas dapat kita ketahui bahwa dari 24 organisasi pengelola
zakat, tidak ada satupun yang sudah melaporan good governance. Hal ini
terlihat dari laporan good governance yang tidak dipublikasi melalui website.
Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan yang mengatur tentang pelaporan
good governance pada organisasi pengelola zakat. Pelaksanaan dan pelaporan
laporan good governance tersebut bisa menjadi penilaian lebih bagi kinerja
12
dari organisasi pengelola zakat dan akan meningkatkan kepercayaan dari
masyarakat terhadap organisasi pengelola zakat. Maka dari itu, peneliti sangat
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pencatatan dan pelaporan good
governance bagi lembaga amil zakat. Maka dari itu peneliti memberikan judul
penelitian ini adalah “Rancangan Laporan Good Governance pada
Organisasi Pengelola Zakat”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat diambil identifikasi masalah yang
akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu Organisasi Pengelola Zakat skala
Nasional yang memerlukan laporan good governance untuk bisa
meningkatkan kinerja dari kegiatan operasional perusahaan.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki batasan penelitian. Peneliti
berfokus pada organisasi pengelola zakat skala nasional, karena organisasi
pengelola zakat juga memerlukan adanya laporan good governance untuk
mencerminkan kinerja dari kegiatan operasionalnya.
13
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan yang
hendak diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana rancangan laporan Good Governance yang tepat untuk
diterapkan pada organisasi pengelola zakat?
2. Sudahkah organisasi pengelola zakat melaksanakan Good Governance
dalam kegiatan operasionalnya?
E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk membuat rancangan laporan good governance pada organisasi
pengelola zakat.
b. Melihat pelaksanaan good governance yang telah dilaksanakan oleh
organisasi pengelola zakat.
14
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan dengan tujuan dari penelitian ini, maka diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Kontribusi Teoritis
Bagi bidang akademik, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait dengan
Good Governance pada organisasi pengelola zakat.
b. Manfaat Praktisi
1) Untuk organisasi pengelola zakat
Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai pelaporan
Good Governance yang dapat diterapkan pada organisasi pengelola
zakat.
2) Untuk Akademisi
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai rancangan
laporan Good Governance bagi organisasi pengelola zakat. Serta
dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.
3) Bagi Pemerintah
Penelitian ini bisa dijadikan acuan atau gambaran pembuatan
peraturan tentang laporan Good Governance yang sesuai dengan
organisasi pengelola zakat di Indonesia.
15
4) Bagi Masyarakat
Penelitian ini bisa dijadikan gambaran laporan good governance,
sehingga masyarakat yang sudah mengeluarkan sebagian hartanya
untuk berzakat bisa mengetahui kinerja dari organisasi pengelola
zakat.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Zakat
Zakat adalah isim masdar dari kata zaka-yazku-zakah, oleh
karena kata dasar zakat adalah zaka yang berarti berkah, tumbuh,
bersih, baik dan bertambah. Dengan makna tersebut, orang yang telah
mengeluarkan zakat diharapkan hati dan jiwanya menjadi bersih.
(Fakhrudin, 2008:13)
Secara bahasa, zakat berarti tumbuh (numuww) dan bertambah
(ziyadah). Jika diucapkan, zaka al-zar’, artinya adalah tanaman itu
tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zaka al-nafaqah, artinya
nafkah tumbuh dan bertambah jika diberkati. (Wahbah Al-Zuhayly,
2005:82)
Menurut Abdurrahman al-jaziri, kata zakat secara bahasa
bermakna al-tathhir wa al-nama’. Sedangkan secara terminology
(istilahan/istilah), zakat adalah pemilikan harta yang dikhususkan
kepada mustahiq (penerima) dengan syarat-syarat tertentu.
Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun
2011, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim
17
atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya
sesuai dengan syariat islam.
Dari pengertian zakat diatas, dapat disimpulkan bahwa zakat
adalah sebagian harta yang dikeluarkan oleh seorang muslim untuk
diberikan kepada orang yang berhak, dan zakat berfungsi untuk
membersihkan hati dan jiwa bagi yang telah mengeluarkan zakatnya.
a. Hikmah dan Manfaat Zakat
Zakat mempunyai manfaat dan hikmah yang sangat besar, baik
bagi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat), mustahiq (orang
yang berhak menerima zakat), harta itu sendiri maupun bagi
masyarakat keseluruhan. Menurut Wahbah Al-Zuhayly, hikmah
zakat meliputi:
1) Zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan
tangan para pendosa dan pencuri.
2) Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan
orang-orang yang sangat memerlukan bantuan.
3) Zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil.
4) Zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta
yang telah dititipkan kepada seseorang.
18
b. Syarat-syarat wajib Zakat
Harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus telah memenuhi
persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan secara syara’.
Wahbah Al-Zuhayly membagi syarat zakat menjadi syarat wajib
dan syarat sah.
1) Syarat wajib zakat antara lan
a) Merdeka
Seorang budak tidak dikenai kewajiban membayar
zakat, karena dia tidak memiliki sesuatu apapun. Semua
yang dimilikinya adalah milik tuannya.
b) Islam
Seorang non muslim tidak wajib membayar zakat.
adapun mereka yang murtad (yang keluar dari agama
islam), terdapat beberapa pendapat. Menurut Imam Syafi’I,
orang murtad diwajibkan membayar zakat terhadap
hartanya sebelum dia murtad. Sedangkan menurut Imam
Hanafi, seorang murtad tidak dikenai zakat terhadap
hartanya karena perbuatan riddahnya telah menggugurkan
kewajiban tersebut.
19
c) Baligh dan berakal
Anak kecil dan orang gila tidak dikenai zakat pada
hartanya, karena keduanya tidak termasuk dalam ketentuan
orang yang wajib mengerjakan ibadah.
d) Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati.
Harta tersebut adalah harta yang memang wajib
dizakati, seperti emas dan perak, surat-surat berharga,
barang tambang dan barang temuan, barang dagangan,
tanam-tanaman dan buah-buahan, serta hewan ternak.
Harta yang dizakati disyaratkan produktif, yakni
berkembang sebab salah satu makna zakat adalah
berkembang dan produktivitas tidak dihasilkan kecuali dari
barang-barang yang produktif.
e) Harta tersebut telah mencapai nishab (ukuran jumlah)
Maksudnya ialah nishab yang ditentukan oleh syara’
sebagai tanda kayanya seseorang dan kadar-kadar berikut
yang mewajibkannnya zakat.nishab emas adalah 20 mitsqal
atau dinar. Nishab perak adalah 200 dirham. Nishab biji-
bijian, buah-buahan setelah dikeringkan, menurut selain
mazhab Hanafi ialah lima watsaq (653kg). Nishab kambing
adalah 40 ekor, unta 5 ekor dan sapi 30 ekor.
20
f) Harta tersebut adalah milik penuh.
Harta tersebut berada dibawah control dan didalam
kekuasaan pemiliknya. Menurut sebagian ulama, bahwa
harta itu berada ditangan pemiliknya, didalamnya tidak
tersangkut dengan hak orang lain dan ia dapat
menikmatinya. Atau bisa juga dikatakan sebagai
kemampuan pemilik harta mentransaksikan miliknya tanpa
campur tangan orang lain. Hal ini disyaratkan karena pada
dasarnya zakat berarti pemilikan dan pemberian untuk
orang yang berhak. Ini tidak aan terealisasi kecuali bila
pemilik harta betul-betul memiliki harta tersebut secara
sempurna.
g) Telah berlalu satu tahun atau cukup haul (ukuran waktu,
dan masa).
h) Tidak adanya hutang
Jika seseorang mempunyai harta tapi berhutang, maka
hendaklah dia melunasi hutangnya dahulu, kemudian
dibayar zakatnya jika memenuhi nishab.
i) Melebihi kebutuhan dasar atau pokok
Barang-barang yang dimiliki untuk kebutuhan pokok,
seperti rumah pemukiman, alat-alat kerajinan, alat-alat
21
industry, sara transportasi dan angkutan, seperti mobil dan
perabotan rumah tangga, tidak dikenakan zakat. demikian
juga uang simpanan yang dicadangkan untuk melunasi
hutang, tidak diwajibkan zakat.
2) Syarat-syarat Sah Pelaksanaan Zakat
a) Niat
Pelaksanaan zakat termasuk salah satu amalan. Ia
merupakan ibadah seperti halnya sholat yang salah satu
syaratnya adalah niat.
b) Tamlik (memindahkan kepemilikan harta kepada
penerimanya)
Tamlik menjadi syarat sahnya pelaksanaan zakat, yakni
harta akan diberikan kepada mustahik (orang yang berhak
menerima zakat).
c. Macam-Macam Zakat
1) Zakat mal (zakat harta)
Adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga
badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan
orang-orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu
tertentu dalam jumlah minimal tertentu.
22
2) Zakat fitrah (zakat jiwa)
Adalah pengeluaran yang wajib dikeluarkan oleh setiap
muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan
keluarga yang wajar pada malam dan hari raya idul fitri.
d. Asnaf penerima zakat
Dalam QS. At-Taubah ayat 60, terdapat delapan golongan
asnaf penerima zakat, yaitu:
1) Fakir, yaitu orang yang sengsara dalam hidupnya, tidak
mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi
kehidupannya.
2) Miskin, yaitu orang yang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dan dalam keadaan yang serba
kekurangan.
3) Amil, yaitu orang yang diberi wewenang untuk
mengumpulkan dan membagikan dana zakat.
4) Mualaf, yaitu orang yang baru memeluk agama islam yang
imannya masih lemah.
5) Riqab, yaitu untuk memerdekakan budak, mencakup juga
untuk melepaskan orang muslim yang ditawan oleh orang-
orang kafir.
23
6) Gharimin, yaitu orang yang terlilit hutang karena untuk
kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup untuk
membayarnya.
7) Fisabilillah, yaitu untuk keperluan pertahanan dan kejayaan
islam dan kemaslahatan kaum muslimin.
8) Ibnu sabil, yaitu orang-orang yang sedang dalam perjalanan
bukan maksiat yang mengalami kesengsaraan dalam
perjalanannya.
2. Organisasi Pengelola Zakat
Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun
2011 tentang pengelolaan zakat, pengelolaan zakat adalah kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. pengelolaan zakat
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan
dalam pengelolaan zakat, dan meningkatkan manfaat zakat untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan. Dalam pelaksanaan pengelolaan zakat, pemerintah
membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), yang melakukan
pengelolaan zakat secara nasional. Adapula Lembaga Amil Zakat
(LAZ) yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu
24
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. dan yang
terakhir ada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang dibentuk oleh
BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
a. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dibentuk oleh
pemerintah, yang berkedudukan di ibu kota Negara. BAZNAS
merupakan lembaga pemerintah nonstructural yang bersifat
mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional. Dalam melaksanakan tugasnya,
BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
1) Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat
2) Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
3) Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
4) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan
zakat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat
bekerjasama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan
25
peraturan perundang-undangan. BAZNAS melaporkan hasil
pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui
Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
paling sedikit satu kali dalam satu tahun.
b. BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat
provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS Provinsi dan
BAZNAS Kabupaten/kota. BAZNAS Provinsi dibentuk oleh
menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan
BAZNAS. BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS. BAZNAS Provinsi dan BAZNAS
Kabupaten/Kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di
provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS,
BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk
UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik Negara, badan
usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan republic
Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat
kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
26
BAZNAS provinsi bertanggung jawab kepada BAZNAS dan
pemerintah daerah provinsi. BAZNAS provinsi melaksanakan
tugas dan fungsi BAZNAS pada tingkat provinsi sesuai dengan
kebijakan BAZNAS. Hal yang wajib dilakukan dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi BAZNAS provinsi adalah sebagai berikut:
1) Melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atas
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat di
tingkat provinsi.
2) Melakukan koordinasi dengan kantor wilayah kementrian
agama dan instansi terkait di tingkat provinsi dalam
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
3) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan zakat,
infak dan sedekah, serta dana sosial keagamaan lainnya kepada
BAZNAS dan gubernur.
BAZNAS kabupaten/kota betanggung jawab kepada BAZNAS
provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. BAZNAS
kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS pada
tingkat kabupaten/kota sesuai dengan kebijakan BAZNAS.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BAZNAS
kabupaten/kota wajib:
27
1) Melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
atas pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat di tingkat kabupaten/kota.
2) Melakukan koordinasi dengan kantor wilayah kementrian
agama dan instansi terkait di tingkat kabupaten/kota dalam
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
3) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan
zakat, infak dan sedekah, serta dana sosial keagamaan
lainnya kepada BAZNAS provinsi dan bupati/walikota.
c. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Untuk membantu BAZNAS dalam melaksanakan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,
masyarakat dapat membentuk LAZ. Pembentukan LAZ wajib
mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
Izin pembentukan LAZ berlaku untuk jangka waktu lima tahun
dan dapat diperpanjang.
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit
kepada BAZNAS secara berkala. Seperti halnya BAZNAS, LAZ
28
terbagi menjadi LAZ berskala nasional, LAZ berskala provinsi,
dan LAZ berskala kabupaten/kota.
3. Good Corporate Governance
Forum For Corporate Governance Indonesia (FCGI: 2004)
mendefinisikan bahwa corporate governance sebagai seperangkat
aturan yang mendefinisikan hubungan antara pemegang saham,
manajer, kreditur, pemerintah, karyawan dan pihak-pihak pemegang
kepentingan lain baik internal maupun eksternal, berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban atau sebuah system dimana sebuah
perusahaan diarahkan dan dikendalikan.
Syakhroza dalam wibawani (2006) menyatakan bahwa
corporate governance sebagai suatu sistem yang digunakan “board”
untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi (directing,
controlling, and supervising) pengelolaan sumber daya organisasi
secara efisien, efektif, ekonomis dan produktif (E3P) dengan prinsip-
prinsip; Transparansi (transapency), Akuntabilitas (accountability),
Pertanggung jawaban (responsibility), Independensi (independency)
dan keadilan (fairness) dalam ragka mencapai tujuan organisasi.
Menurut peraturan Bank Indonesia nomor 11/33/PBI/2009
good corporate governance merupakan salah satu upaya untuk
29
melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai
etika yang berlaku secara umum pada industri perbankan syariah.
Good Corporate Governance (GCG) adalah seperangkat
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk
menciptakan nilai tambah bagi stakeholder. GCG memacu
terbentuknya pola manajemen yang profesional, transparan, bersih dan
berkelanjutan. (Nuswandari, 2009).
Tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate
Governance (GCG) sebagai sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan sehingga diharapkan dapat memberikan kepercayaan
terhadap manajemen dalam mengelola kekayaan pemilik (pemegang
saham), selain itu Tata kelola perusahaan yang baik dapat
meminimalkan konflik kepentingan dan meminimumkan biaya
keagenan (Waryanto, 2010).
Good Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik
Modal, Komisaris/Dewan Pengawas, dan Direksi) untuk
meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan
peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi, 2014).
30
Berdasarkan pengertian good corporate governance diatas
maka dapat disimpulkan bahwa good governance bagi organisasi
pengelola zakat adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan
hubungan antara para pemegang kepentingan baik internal maupun
eksternal, dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan yang
berlaku. Dalam hal ini salah satu hubungan pemegang kepentingan
eksternal adalah muzakki.
a. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut SK Menteri BUMN Nomor: Kep.117/M-MBU/2002
tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance
diutarakan bahwa prinsip Good Corporate Governance meliputi:
1) Transparansi
Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materiil dan relevan mengenai perusahaan.
Menurut Fadli (2015) mengatakan bahwa transparansi
(transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure)
dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses
oleh pemangku kepentinga. Transparansi diperlukan agar
pelaku bisnis syariah menjalankan bisnis secara objektif dan
sehat. Pelaku bisnis syariah harus mengambil inisiatif untuk
31
mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundangan, tetapi juga hal yang penting untuk
pengambilan keputusan yang sesuai dengan ketentuan syariah.
2) Akuntabilitas (Accountability)
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif.
Menurut Fadli (2015) mengatakan bahwa akuntabilitas
(accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam
organisasi dan cara mempertanggung jawabkannya. Pelaku
bisnis syariah harus dapat mempertanggungjawabkan
kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu bisnis
syariah harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan pelaku bisnis syariah dengan tetap
memperhitungkan pemangku kepentingan dan masyarakat
pada umumnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
32
3) Kewajaran (Fairness)
Keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak
stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Fadli (2015) mengatakan bahwa kewajaran
dan kesetaraan mengandung unsur kesamaan perlakuan dan
kesempatan. Setiap keputusan bisnis, baik dalam skala individu
maupun lembaga, hendaklah dilakukan sesuai kewajaran dan
kesetarahaan sesuai dengan apa yang biasa berlaku, dan tidak
diputuskan berdasarkan suka atau tidak suka. Pada dasarkan,
semua keputusan bisnis akan mendapatkan hasil yang
seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis,
baik di dunia maupun di akhirat. Dalam melaksanakan
kegiatannya, pelaku bisnis syariah harus senantiasa
memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan,
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
4) Pertanggungjawaban (Responsibility)
Kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat.
33
Menurut Fadli (2015) mengatakan bahwa dalam
pelaksanaan dengan asas responsibilitas, pelaku bisnis syariah
harus mematuhi peraturan perundang-undangan dan ketentuan
bisnis syariah, serta melaksanakan tanggungjawab terhadap
masyarakat dan lingkungan.
5) Independensi
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
Menurut Fadli (2015) mengatakan bahwa pelaksanaan
asas independensi, bisnis syariah harus dikelola
secaraindependen sehingga masing-masing pihak tidak boleh
saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak
manapun.
Kriteria Good Corporate Governance menurut versi
The Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD), yaitu sebagai berikut:
34
1) The Right pf Shareholders.
Hak para pemegang saham terdiri dari hak
untuk menerima informasi yang relevan mengenai
perusahaan pada waktu yang tepat, mempunyai peluang
untuk ikut berpartisipasi dalam setiap pengambilan
keputusan termasuk dalam hal pembagian
keuntungan/laba perusahaan. pengendalian terhadap
perusahaan haruslah dilakukan secara efisien dan
setransparan mungkin.
2) The Equitable Treatment of Shareholders
Adanya perlakuan yang adil kepada seluruh
pemegang saham, khususnya bagi para pemegang
saham minoritas atau asing, yang terdiri dari ha katas
pengungkapan yang lengkap mengenai segala informasi
perusahaan yang material. Seluruh pemegang saham
dengan kelas saham yang sama harus diperlakukan
secara adil. Anggota corporate board dan manajer
diharuskan mengungkapkan segala kepentingannya
yang material atas setiap transaksi perusahaan yang
telah terjadi.
35
3) The Role of Shareholders in Corporate Governance
Peran pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap perusahaan haruslah diakui melalui penetapan
secara hukum. Kerangka kerja good corporate
governance harus dapat mendorong kerjasama yang
aktif antara pihak perusahaan dengan stakeholders demi
menciptakan kemakmuran dan perusahaan yang sehat
secara finansial.
4) Disclosure and Transparency
Adanya pengungkapan dan transparansi yang
akurat dan tepat waktu atas segala hal yang material
terhadap kinerja perusahaan, kepemilikan dan tata
kelola perusahaan, serta masalah lain yang berkaitan
dengan karyawan dan stakeholders. Laporan keuangan
haruslah diaudit oleh pihak yang independen dan
disajikan berdasarkan standar kualitas tertinggi.
5) The Responsibilities of The Board
Kerangkan kerja good corporate governance
harus menjamin adanya arahan, bimbingan dan
pengaturan yang strategis atas jalannya operasional
maupun finansial perusahaan, pemantauan dan
36
pengawasan yang efektif oleh corporate board, dan
adanya pertanggungjawaban corporate board kepada
perusahaan dan pemegang saham.
Kelima kriteria dari OECD diatas oleh The
International Corporate Governance Network (ICGN)
ditetapkan sebagai standar minimal kriteria good corporate
governance, yang dapat diterima dan merupakan titik temu
yang menakjubkan dari berbagai konsep umum mengenai
tata kelola perusahaan diberbagai Negara dengan latar
belakang budaya, praktek, dan kepentingan yang berbeda.
The International Corporate Governance Network (ICGN)
ini merupakan sebuah forum ang didirikan pada tahun
1995 dan merupakan perwakilan-perwakilan dari lembaga-
lembaga investor terkemuka, perusahaan-perusahaan,
lembaga finansial, para akademisi serta pihak-pihak lain
yang memang berkepentingan (menaruh perhatian)
terhadap perkembangan praktek tata kelola perusahaan
secara global.
37
b. Manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang menerapkan
good corporate governance, yaitu sebagai berikut:
1) Good Corporate Governance secara tidak langsung akan dapat
mendorong pemanfaatan sumber daya perusahaan kea rah yang
lebi efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan turut
membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan
ekonomi nasional.
2) Good Corporate Governance dapat membantu perusahaan dan
perekonomian nasional dalam hal menarik modal investor
dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan kepercayaan
investor dan kreditor domestik maupun internasional.
3) Membantu pengelolaan perusahaan dalam
memastikan/menjamin bahwa perusahaan telah taat pada
ketentuan, hukum, dan peraturan.
4) Membantu manajemen dan corporate board dalam
pemantauan asset perusahaan.
5) Mengurangi korupsi
38
Adapun indikator yang ada dalam peraturan Bank Indonesia
nomor 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan good orporate
governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah,
adalah sebagai berikut:
1) Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas.
Pesyaratan dewan komisaris seperti jumlah, komposisi,
krteria, rangkap jabatan, hubungan keluarga, dan persyaratan
lain bagi anggota dewan komisaris tunduk kepada ketentuan
Bank Indonesia yang terkait. Dewan komisaris wajib
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG. Anggota dewan komisaris wajib
menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya secara optimal.
2) Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
39
kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam dan di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas.
Pesyaratan direksi seperti jumlah, komposisi, krteria,
rangkap jabatan, hubungan keluarga, dan persyaratan lain bagi
anggota direksi tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia yang
terkait. Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan
pengelolaan BUS berdasarkan prinsip kehati-hatian dan prinsip
syariah. Direksi wajib mengelola BUS sesuai dengan
kewenangan dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam
anggaran dasar BUS dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Direksi wajib melaksanakan GCG dalam setiap
kegiatan usaha BUS pada seluruh tingkatan atau jenjang
organisasi.
3) Komite-komite
Komite dibentuk oleh dewan komisaris untuk
mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
dari dewan komisaris. Dewan komisaris wajib membentuk
paling kurang yaitu komite pemantauan risiko, komite
40
remunerasi dan nominasi, dan komite audit. Jabatan rangkap
ketua komite hanya dapat merangkap jabatan sebagai ketua
komite paling banyak satu komite lainnya pada BUS yang
sama. Tugas dan tanggung jawab komite diatur dalam PBI
nomor 11/33/PBI/2009 pasal 39. Hasil rapat komite wajib
dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan
baik.
4) Dewan Pengawas Syariah
Dewan pengawas syariah adalah dewan yang bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.
Pesyaratan dewan pengawas syariah seperti jumlah,
komposisi, krteria, rangkap jabatan, hubungan keluarga, dan
persyaratan lain bagi anggota dewan pengawas syariah tunduk
kepada ketentuan Bank Indonesia yang terkait. Tugas dan
tanggung jawab dewan pengawas syariah wajib dilaksanakan
sesuai dengan prinsip-prinsip GCG. Anggota dewan pengawas
syariah wajib menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya secara optimal.
Anggota dewan pengawas syariah wajib mengungkapkan
rangkap jabatan sebagai anggota dewan pengawas syariah pada
41
lembaga keuangan syariah lain dalam laporan pelaksanaan
GCG sebagaimana diatur dalam peraturan bank Indonesia.
5) Fungsi Kepatuhan, Audit Intern dan Audit Ekstern
BUS wajib memiliki satu orang direktur yang bertugas
untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank
Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
direktur kepatuhan.
BUS wajib menerapkan fungsi audit intern yang efektif
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
penerapan standar pelaksanaan fungsi audit intern bank umum.
BUS wajib melaksanakan fungsi audit intern yang independen
terhadap satuan kerja operasional.
BUS wajib menunjuk Akuntan Publik dan Kantor
Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia dalam
pelaksanaan audit laporan keuangan BUS.
6) Batas Maksimum Penyaluran Dana
Pelaksanaan penyaluran dana wajib mengikuti
ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum
penyaluran dana.
42
7) Aspek Transparansi Kondisi Bank Umum Syariah
BUS wajib melaksanakan transparansi kondisi
keuangan dan nonkeuangan kepada stakeholders. Dalam
pelaksanaannya BUS wajib menyusun dan menyajikan laporan
keuangan sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. Tidak
hanya transparansi kondisi keuangan, BUS wajib
melaksanakan transparansi informasi mengenai produk dan
penggunaan data nasabah BUS sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Informasi
Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
8) Pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan
dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa.
BUS wajib melaksanakan pemenuhan prinsip syariah
dalam kegiatan operasional BUS sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia tentang pelaksanaan prinsip syariah
dalam penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa bank syariah.
9) Pelaporan internal dan benturan kepentingan
Dalam rangka meningkatkan kualitas proses
pengambilan keputusan oleh direksi serta kualitas proses
43
pengawasan oleh dewan komisaris dan dewan pengawas
syariah, BUS wajib memastikan ketersediaan dan kecukupan
pelaporan internal yang didukung oleh system informasi
manajemen yang memadai.
Dalam hal penanganan bentuan kepentingan, anggota
dewan komisaris, anggota direksi dan pejabat eksekutif
dilarang mengambil tindakan yang dapat mengurangi asset
atau mengurangi keuntungan BUS.
10) Laporan dan penilaian pelaksanaan GCG
BUS wajib menyusun laporan pelaksanaan GCG pada
setiap akhir tahun buku. BUS wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan GCG kepada pemegang saham dan kepada Bank
Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
Lembaga Pemeringkat Indonesia, Perhimpunan Bank-Bank
Umum Nasional (Perbanas), satu lembaga penelitian di bidang
ekonomi dan keuangan, dan satu majalah ekonomi dan
keuangan. Paling lambat dilaporkan tiga bulan setelah tahun
buku berakhir. Laporan pelaksanaan GCG, paling kurang
meliputi:
a) Kesimpulan umum dari hasil self assesment atas
pelaksanaan GCG BUS
44
b) Kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris, hubungan
keuangan dan hubungankeluarga anggota Dewan
Komisaris dengan pemegang saham pengendali, anggota
Dewan Komisaris lain dan/atau anggota Direksi BUS serta
jabatan rangkap pada perusahaan atau lembaga lain.
c) Kepemilikan saham anggota Direksi serta hubungan
keuangan dan hubungan keluarga anggota Direksi dengan
pemegang saham pengendali, anggota Dewan Komisaris
dan/atau anggota Direksi lain.
d) Rangkap jabatan sebaga anggota Dewan Pengawas Syariah
pada lembaga keuangan syariah lainnya.
e) Daftar konsultan, penasihat atau yang dipersamakan
dengan itu yang digunakan oleh BUS.
f) Kebijakan remunerasi dan fasilitas lain (remuneration
package) bagi Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah.
g) Rasio gaji tertinggidan gaji terendah.
h) Frekuensi rapat Dewan Komisaris.
i) Frekuensi rapat Dewan Pengawas Syariah.
j) Jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan
upaya penyelesaian oleh BUS
45
k) Jumlah permasalahan hukum baik perdata maupun pidana
dan upaya penyelesaian oleh BUS
l) Transaksi yang mengandung benturan kepentingan.
m) Buy back shares dan/atau buy back obligasi BUS.
n) Penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik jumlah maupun
pihak penerima dana
o) Pendapatan non halal dan penggunaannya.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Adapun hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu
yang dijadikan referensi atau acuan oleh penelitian dapat dilihat dalam
tabel 2.1
46
Tabel
2.1
Hasi
l P
en
eli
tian
Terd
ahulu
No
Peneli
ti
(Tahun)
Judul
Peneli
tian
Meto
dolo
gi
Peneli
tian
Hasi
l P
eneli
tian
Pers
am
aan
Perb
edaan
1
Cahyo
Luth
fi
Adio
no
dan
Mahfu
d
Sholi
hin
(2014)
Anali
sis
Pengungkapan
Tata
K
elo
la B
ank S
yari
ah
Di
Indonesi
a
Vari
abel:
Tata
Kelo
la
Obje
k p
eneli
tian i
ni
adala
h B
ank S
yari
ah
Peneli
tian
ini
bert
uju
an
untu
k
men
guji
ti
ngkat
pengungkapan t
ata
kelo
la
pada
lapora
n
tahunan
BU
S
dengan
indik
ato
r yang
ada
dala
m
PB
I N
o. 11/3
3/P
BI/
2009.
2
Ria
n
Ikm
al
Darm
aw
an
(201
3)
Anali
sa
Penera
pan
Good
Corp
ora
te
Govern
ance
Pada
PT
. B
NI
(Pers
ero
)
Tbk
Vari
abel:
Tata
Kelo
la
Obje
k p
eneli
tian i
ni
adala
h B
ank S
yari
ah
Secara
um
um
penera
pan
pri
nsi
p-
pri
nsi
p
GC
G
yang
meli
puti
transp
ara
nsi
, kem
andir
ian,
pert
anggungja
waban,
akunta
bil
itas
dan
kew
aja
ran
pada
PT
.BN
I
dil
aksa
nakan
dengan
cukup
baik
mesk
ipun
masi
h
ada
kendala
-
kendala
yang d
ihadapi
B
ers
am
bu
ng p
ad
a h
ala
man
sela
nju
tnya
47
Tabel
2.1
(L
anju
tan
)
No
Peneli
ti
(Tahun)
Judul
Peneli
tian
Meto
dolo
gi
Peneli
tian
Hasi
l P
eneli
tian
Pers
am
aan
Perb
edaan
3
Am
ali
a
Ika
Pari
stu
(2014)
Sis
tem
P
engendali
an
Inte
rnal
Pada
Lem
baga
Am
il
Zakat
(Stu
di
Kom
para
tif
Lem
baga A
mil
Zakat
Al
Azhar
Peduli
Um
mat
dan L
em
baga A
ml
Zakat
Dom
pet
Dhuafa
)
1.
Jenis
Peneli
tian
:
Kuali
tati
f
2.
Sum
ber
data
: P
rim
er
3.
Meto
de
Anali
sis:
desk
ripti
f
kuali
tati
f
4.
Obje
k
Peneli
tian:
Lem
baga
Am
il
Zakat
Vari
abel
dis
ini
adala
h p
engendali
an
inte
rnal.
S
edangkan
peneli
tian
kali
in
i
adala
h
good
corp
ora
te
govern
ance.
LA
Z
Do
mpet
Dhuafa
m
em
enuhi
pers
yara
tan
pem
bentu
kan
LA
Z
yang t
ert
uang d
i U
U N
o.
23 T
ahun
2011
dan
LA
Z
Do
mpet
Dhuafa
menera
pkan
kom
ponen
pengendali
an i
nte
rnal
B
ers
am
bu
ng p
ad
a h
ala
man
sela
nju
tnya
48
Tabel
2.1
(L
anju
tan
)
No
Peneli
ti
(Tahun)
Judul
Peneli
tian
Meto
dolo
gi
Peneli
tian
Hasi
l P
eneli
tian
Pers
am
aan
Perb
edaan
4
Sherl
iza
Puat
Nels
on,
Raedah
Sapin
gi,
dan
Masl
ina
Ahm
ad
(2017).
Identi
fyin
g
Dis
clo
sure
Item
s fo
r Z
akat
Inst
ituti
on.
Peneli
tian
dil
akukan
pada
lem
baga
zakat
dan
untu
k
mem
beri
tahukan
item
pengungkapan
pada
lapora
n
tahunan.
Peneli
tian
dil
akukan
pada
lem
baga
zakat
di
Mala
ysi
a
Item
dari
pengungkapan z
akat
perl
u
dim
asu
kan
dala
m
lapora
n
tahunan
lem
baga z
akat.
Ite
m p
engu
ngkapan
dik
ate
gori
kan
sesu
ai
dengan
tem
a
dari
masi
ng
-masi
ng l
em
baga z
akat.
5
Biy
ati
Ahw
aru
mi,
Pro
f.
Drs
.
H.T
jip
toh
ad
i Saw
arj
uw
on
o,
M.E
c.,
Ph.d
., A
k.
(20
15)
Desa
in G
oo
d C
orp
ora
te
Govern
an
ce (
Gcg)
Un
tuk
Mencap
ai
Kap
asi
tas
Efe
kti
f
Pro
du
ksi
Di
Peru
sahaan
Air
Min
um
Dala
m
Kem
asa
n (
Am
dk)
Aid
rat
Lam
on
gan
Vari
abel
Good
Corp
ora
te
Govern
ance.
Obje
k
peneli
tian
ini
adala
h p
eru
sahaan a
ir
min
um
.
Susu
nan desa
in G
CG
yan
g beru
pa
tahapan
-tahapan
penera
pan
GC
G
yang
tela
h
dis
esu
aik
an
dengan
peru
sahaan A
MD
K.
B
ers
am
bu
ng k
eh
ala
man
beri
kutn
ya
49
Tabel
2.1
(L
anju
tan
)
No
Peneli
ti
(Tahun)
Judul
Peneli
tian
Meto
dolo
gi
Peneli
tian
Hasi
l P
eneli
tian
Pers
am
aan
Perb
edaan
6
Achm
ad
Syaif
ul
Hid
ayat
Anw
ar
(2012)
Model
Tata
kelo
la
Badan
Dan L
em
baga A
mil
Z
akat
Sebagai
Upaya
Untu
k
Menin
gkatk
an
Pem
berd
ayaan
Ekonom
i
Masy
ara
kat
(Stu
di
Pada
Badan
/ L
em
baga
Am
il
Zakat
Di
Kota
Mala
ng)
Obje
k
peneli
tian
pada
OP
Z.
Dan
anali
sis
mengenai
tata
kelo
la.
Hasi
l peneli
tian
beru
pa b
uku p
anduan
tata
kelo
la
zakat
untu
k
kegia
tan
pere
ncanaan,
pela
ksa
naan,
pengaw
asa
n
dan
pendis
trib
usi
an
zakat.
Rancangan
dra
f m
odel
tata
kelo
la
BA
Z
dan
LA
Z
menit
ikbera
tkan
pada p
ensi
nerg
ian d
an k
ete
rpaduan
pela
ksa
naan
pro
gra
m
BA
Z
dan
LA
Z,
uta
manya untu
k m
engura
ngi
pers
ain
gan
yang
kura
ng
sehat
dia
nta
ra
BA
Z
dan
LA
Z,
dan
pers
ain
gan
anta
r L
AZ
. R
ancangan
dra
f m
odel
tata
kelo
la
ters
ebut
did
asa
rkan
pada
hasi
l yang
tela
h
dic
apai
BA
Z
dan
LA
Z
sert
a
kondis
i-kondis
i yang
berp
ote
nsi
menim
bulk
an m
asa
lah.
B
ers
am
bu
ng k
eh
ala
man
beri
kutn
ya
50
Tabel
2.1
(L
anju
tan
)
No
Peneli
ti
(Tahun)
Judul
Peneli
tian
Meto
dolo
gi
Peneli
tian
Hasi
l P
eneli
tian
Pers
am
aan
Perb
edaan
7
Yosi
D
ian
Endahw
ati
(2014)
Akunta
bil
itas
Pengelo
laan
Zakat,
Infa
z, D
an S
hadaqah
(ZIS
)
Obje
k
peneli
tian
pada
Badan
Am
il
Zakat
Hanya
sebata
s
pra
kti
k
akunta
bil
itas
BA
Z
Akunta
bil
itas
pengelo
laan
ZIS
pada
BA
Z
kabupate
n
Lum
aja
ng
did
asa
rkan
pada
akunta
bil
itas
vert
ikal
dan
hori
zonta
l.
Pri
nsi
p
yang
dit
ekankan
dala
m
akunta
bil
itas
vert
ikal
adala
h
pri
nsi
p a
manah.
Sedangkan p
rinsi
p
yang
dit
ekankan
dala
m
akunta
bil
itas
hori
zonta
l adala
h
pri
nsi
p
pro
fess
ional
dan
transp
ara
n.
Pra
kti
k
akunta
bil
itas
pengelo
laan
dana
ZIS
yang
dil
akukan
ole
h
BA
Z
meru
pakan
sinerg
i dari
akunta
bil
itas
spir
itual,
akunta
bil
itas
layanan,
akunta
bil
itas
pro
gra
m,
dan
akunta
bil
itas
lapora
n.
B
ers
am
bu
ng k
eh
ala
man
beri
kutn
ya
51
Tabel
2.1
(L
anju
tan
)
No
Peneli
ti
(Tahun)
Judul
Peneli
tian
Meto
dolo
gi
Peneli
tian
Hasi
l P
eneli
tian
Pers
am
aan
Perb
edaan
8
Ahm
ad
Fadli
(2015)
Penera
pan G
ood C
orp
ora
te
Govern
ance
(GC
G)
Pada
Perb
ankan S
yari
ah
Vari
abel:
G
ood
Corp
ora
te
Govern
ance
Obje
k
peneli
tian
pada B
ank S
yari
ah
Dala
m
penil
aia
n
GC
G,
perl
u
penera
pan
terl
ebi
dahulu
dari
lem
baga
yang
bers
angkuta
n,
agar
penil
aia
n
tepat
sasa
ran
dan
sesu
ai
dengan h
ara
pan.
9
Ahm
ad
Roziq
dan
Wid
ya
Yanti
(2015)
Pengakuan,
Pengukura
n,
Penyaji
an
dan
Pengungkapan
Dana
Non
Hala
l pada
Lapora
n
Keuangan L
AZ
Obje
k
peneli
tian:
LA
Z
Peneli
tian i
ni
tenta
ng
Dana N
on H
ala
l
LA
Z R
um
ah Y
ati
m M
andir
i, L
AZ
Rum
ah
Zakat,
dan
LA
Z
DD
Sura
baya d
ala
m m
en
yusu
n l
apora
n
keuangan
mengacu
pada
PS
AK
109.
Nam
un d
ala
m p
erl
akuan d
ana
non
hala
l,
keti
ganya
belu
m
sepenuhnya
sesu
ai
dengan
kete
ntu
an yang ada di
PS
AK
109.
Dana
non
hala
l bers
um
ber
dari
peneri
maan
bunga
dan
jasa
gir
o
pada b
ank k
onvensi
on
al.
B
ers
am
bu
ng k
eh
ala
man
beri
kutn
ya
52
Tabel
2.1
(L
anju
tan
)
No
Peneli
ti
(Tahun)
Judul
Peneli
tian
Meto
dolo
gi
Peneli
tian
Hasi
l P
eneli
tian
Pers
am
aan
Perb
edaan
10
H.
Must
afa
Hasb
ar
dan
Nuru
l G
aib
i
Kurn
ia
S
(2016)
Anali
sis
Inple
menta
si
GC
G d
an P
enera
pan
PS
AK
109 T
enta
ng
Akunta
nsi
Zakat
Pada
LA
Z D
om
pet
Dhuafa
cabang S
ula
wesi
Sela
tan
Obje
k
peneli
tian
pada
Org
ansa
si
Pengelo
la
Zakat
dan v
ari
abel
GC
G
Pada
peneli
tian
ini
juga
men
ganali
sis
penera
pan
PS
AK
109
Pri
nsi
p-p
rinsi
p
GC
G
tela
h
di
imple
menta
sikan
pada
LA
Z
DD
cabang
Sula
wesi
S
ela
tan,
wala
upun
secara
le
gali
tas
kebij
akan
belu
m
secara
fo
rmil
dit
era
pkan.
PS
AK
109
tenta
ng
Akunta
nsi
Z
akat
tela
h
dit
era
pkan
pada
LA
Z
DD
C
abang
Sula
wesi
Sela
tan.
11
Warn
o
(2016)
Akunta
bil
itas
Pengelo
laan Z
akat,
Infa
k
dan S
hodaqoh (
ZIS
)
dala
m P
enera
pan U
U
Pengelo
laan Z
aat
No. 23
Tahun 2
011 P
ada
Lem
baga P
engelo
la
Zakat
Obje
k
peneli
tian
pada O
PZ
Hanya
mela
kukan
peneli
tian
pada
indik
ato
r A
udit
inte
rnal
dan
Audit
Ekst
ern
al
Enti
tas
pro
fit
maupun
non
pro
fit
mem
butu
hkan
pengelo
laan
keuangan
untu
k
bis
a
mencapai
tuju
an
dari
enti
tas
ters
ebut.
L
AZ
meru
pakan e
nti
tas
non p
rofi
t yang
sum
ber
keuangan
bera
sal
dari
masy
ara
kat.
D
engan
dik
elu
ark
an
UU
N
o.2
3
tahun
2011
dan
PP
No.1
4
tahun
2014,
maka
haru
s
dib
uat
desa
in a
udit
untu
k L
AZ
.
S
um
ber:
Dio
lah
dari
berb
ag
ai
refe
rensi
53
C. Kerangka Pemikiran
Dengan adanya laporan Good
Governance diharapkan bisa melihat
kinerja dari organisasi dan menambahkan
kepercayaan dari masyarakat terhadap
organisasi tersebut.
Berkembangnya organisasi pengelola
zakat di Indonesia. Tetapi belum ada
peraturan yang mengatur tentang
laporan good governance pada
organisasi pengelola zakat.
GAP
Rancangan Laporan Good Governance pada
Organisasi Pengelola Zakat
Hasil pengujian dan Pembahasan
Simpulan dan Saran
54
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Sevilla (2006)
bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang meliputi
pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab
pertanyaan yang menyangkut keadaan waktu yang sedang berjalan
dari pokok suatu penelitian (Ekky Dwi, et all: 2013)
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan
Good Governance pada organisasi pengelola zakat. Dan
penelitian ini diharapkan bisa menghasilkan rancangan laporan
Good Governance bagi organisasi pengelola zakat.
B. Metode Penentuan Sample
Populasi penelitian ini dilakukan pada empat organisasi
pengelola zakat (OPZ) berskala nasional yang terdaftar di Badan
Amil Zakat Nasional. Sampel dari responden adalah badan
pengurus dari setiap lembaga amil zakat berskala nasional yang
berada di wilayah Jakarta. Empat OPZ yang menjadi sampel
penelitian ini dipilih karena termasuk kedalam skala nasional yang
berpusat di Jakarta dan telah mengizinkan melakukan penelitian.
53
C. Metode Pengumpulan Data
1. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam
mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-
surat, pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan
tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya (Sarwono J, 2006:225).
Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan informasi organisasi pengelola
zakat.
2. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan segala sesuatu yang dilakukan
oleh peneliti untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan
topik atau masalah yang sedang diteliti. Informasi tersebut bisa
diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-
karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan,
ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia dan sumber-
sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.
3. Kuesioner dan Wawancara
Kuesioner merupakan salah satu alat yang penting untuk
pengambilan data. Sedangkan wawancara merupakan teknik
pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan pihak-
54
pihak terkait yang bertujuan untuk mendalami informasi yang
belum didapat pada survey pendahuluan dan mengkonfirmasi
informasi yang ada pada data sekunder (Ahmad Roziq dan Widya
Yanti). Wawancara dan kuesioner ditujukan kepada badan
pengurus lembaga amil zakat yang dilakukan langsung oleh
peneliti. Wawancara dan kuesioner terdiri atas sejumlah
pertanyaan mengenai pelaksanaan Good Corporate Governance
dan rancangan laporan Good Corporate Governance yang layak
diterapkan pada lembaga amil zakat.
D. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Perancangan merupakan proses bekerjanya sebuah sistem
yang menjalankan fungsi-fungsi yang sudah direncanakan.
Corporate governance adalah seperangkat aturan yang
mendefinisikan hubungan antara pemegang saham, manajer,
kreditur, pemerintah, karyawan dan pihakpihak pemegang
kepentingan lain baik internal maupun eksternal, berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban, atau sebuah sistem dimana
sebuah perusahaan diarahkan dan dikendalikan (FCGI: 2004).
Prinsip dari good corporate governance adalah Perlakuan
yang setara antar pemangku kepentingan (fairness), Transparansi
55
(transparency), Akuntabilitas (accountability), Responsibilitas
(responsibility) dan Independensi. (Sobir, 2016).
Adapun pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner dan
wawancara dapat dilihat pada tabel 3.1. dan tabel 3.2.
Tabel 3.1
Kuesioner Rancangan Laporan Good Governance
No. Indikator Referensi
1 Aspek transparansi kondisi LAZ dengan
memberitahu informasi keuangan dan non
keuangan, termasuk produk atau layanan
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
2 Rasio gaji tertinggi dan gaji terendah PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
3 Pendapatan non halal dan penggunaannya PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
4 Fungsi kepatuhan PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
5 Fungsi Audit Eksternal PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
6 Self Assesment pelaksanaan GCG PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
7 Jumlah permasalahan hukum PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
8 Rangkap jabatan sebagai anggota Dewan
Pengawas Syariah pada lembaga keuangan
syariah lainnya
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
9 Informasi tugas dan tanggung jawab Dewan
Pembina
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
10 Informasi tugas dan tanggung jawab Dewan
Pengawas
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
11 Informasi tugas dan tanggung jawab Badan
Pengurus
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
12 Informasi tugas dan tanggung jawab Badan
Eksekutif
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
13 Informasi Struktur Organisasi PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
Bersambung pada halaman selanjutnya
56
Tabel 3.1. (Lanjutan)
No. Aspek Referensi
14 Penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik
jumlah maupun pihak penerima dana.
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
15 Pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
16 Fungsi Audit Internal PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
17 Transaksi yang mengandung benturan
kepentingan
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
18 Daftar konsultan atau penasihat PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
19 Jumlah penyimpangan (Internal Fraud) yang
terjadi dan upaya penyelesaian oleh LAZ
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
20 Batas maksimum penyaluran dana PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
21 Kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi
Dewan Pembina, Dewan Pengawas, Badan
Pengurus dan Badan Eksekutif
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
10/SEOJK.03/2014
Sumber: PBI NO. 11/33/PBI/2009 dan 10/SEOJK.03/2014
Tabel 3.2
Pertanyaan Wawancara
No. Indikator Referensi
1 Sudahkah OPZ yang Bapak/Ibu pimpin
menerapkan good governance? Dan apa yang
menjadi acuan ketika menerapkan good
governance tersebut?
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
2 Apa saja yang dilakukan OPZ untuk
menginformasikan produk dan layanan zakat?
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
3 Apakah OPZ yang Bapak/Ibu pimpin
mempunyai divisi audit internal? Apa saja yang
dilaksanakan oleh fungsi audit internal dan apa
yang menjadi kendala dalam pelaksanaan audit
internal?
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
Zakat Core Principle-15
Bersambung pada halaman selanjutnya.
57
Tabel 3.2 (Lanjutan)
No. Indikator Referensi
4 Apakah penyusunan laporan keuangan mengacu
pada PSAK? Apabila iya, mengacu pada PSAK
berapa dan apabila tidak, apa yang menjadi
acuan ketika menyusun laporan keuangan?
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
5 Apa saja yang menjadi kendala dalam
penyusunan laporan keuangan?
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
6 Apakah laporan keuangan telah diaudit oleh
auditor eksternal? Apabila sudah, KAP manakah
yang menjadi auditor eksternal?
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
Zakat Core Principle-16
7 Apakah laporan keuangan telah dipublikasi
dalam website? Apabila belum, apa yang
menjadi kendalanya?
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
Zakat Core Principle-17
8 Adakah konsultan keuangan atau penasihat
lembaga?
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
9 Apakah ada batas maksimal penyaluran dana?
Apa yang menjadi penilaian untuk menyalurkan
dana tersebut?
PBI NO. 11/33/PBI/2009,
Sumber: PBI NO. 11/33/PBI/2009 dan Zakat Core Principle
E. Metode Analisis Data
Teknik analisis data difokuskan pada analisis rancangan
laporan good governance. Dimana diawali dengan kegiatan
pengisian kuesioner dan selanjutnya identifikasi pelaksanaan good
governance yang sudah diterapkan oleh organisasi pengelola
zakat. Tujuannya untuk melihat indikator apa saja yang
dibutuhkan pada laporan pelaksanaan good governance bagi
organisasi pengelola zakat.
58
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Waktu Penelitian.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan sesi
pengisian kuesioner dan selanjutnya sesi wawancara. Pengisian kuesioner
dan sesi wawancara tersebut dilakukan secara langsung oleh peneliti
dengan mendatangi responden pada setiap organisasi pengelola zakat.
Pengisian kuesioner dan proses wawancara dilakukan mulai tanggal 2 Juli
2019 hingga 21 Agustus 2019.
Penelitian ini dilakukan terhadap badan pengurus organisasi
pengelola zakat yang meliputi bagian kepatuhan dan bagian akuntansi.
Sampel dari penelitian ini adalah 4 organisasi pengelola zakat yang
berpusat di Jakarta. Masing-masing organisasi pengelola zakat
melaksanakan satu kali wawancara dan diberikan satu kuesioner. Daftar
organisasi pengelola zakat yang menjadi responden dapat dilihat dalam
tabel 4.1
59
Tabel 4.1
Daftar Organisasi Pengelola Zakat Skala Nasional
Sumber: masing-masing website
Waktu pelaksanaan wawancara dan pengisian kuesioner pada
BAZNAS Pusat dilakukan pada tanggal 2 Juli 2019. Proses wawancara
dan pengisian kuesioner pada LAZ Al-Azhar Peduli Umat dilaksanakan
pada tanggal 18 Juli 2019. Lalu proses wawancara dan pengisian
kuesioner pada LAZ Baitulmaal Muamalat dilaksanakan pada tanggal 23
Juli 2019. Dan yang terakhir pada LAZ Muhammadiyah dilaksanakan
pada tanggal 21 Agustus 2019.
NO NAMA LAZNAS ALAMAT
1 BAZNAS
Wisma Sirca, Jl. Johar No 18,RT 18/6,
Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat Telp.
021 –21393341 Email :
http://baznas.go.id/
2 LAZ Al-Azhar Peduli Umat
Komplek Masjid Al-Azhar, Jl.
Sisingamangaraja, Kebayoran Baru. Jl. RS
Fatmawati No. 27, Kel. Gandaria, Kec.
Cilandak, Jakarta Selatan. Tlp. 021-7221504
http://alazharpeduli.org/
3 LAZ Baitulmaal Muamalat
Ruko Mitra Matraman Blok A1 Jl.
Matraman Raya No. 27 Jakarta. Tlp. 62 21
8591 8138, 62 21 85918139
http://www.baitulmaalmuamalat.org
4 LAZIS Muhammadiyah
Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl.
Menteng Raya 62 Jakarta Pusat 10340. Tlp.
021-3150400
https://www.lazismu.org/
60
2. Karakteristik Profil Responden
Responden dari penelitian ini adalah badan pengurus dari organisasi
pengelola zakat. Jabatan yang diamanahkan responden pada organisasi
pengelola zakat terdiri dari bagian kepatuhan dan bagian akuntansi.
Peneliti memberikan kuesioner dan melakukan wawancara secara
langsung kepada responden. Berikut ini merupakan deskripsi mengenai
identitas dari responden penelitian yang terdiri dari nama, asal organisasi
pengelola zakat, usia, jabatan dan lama bekerja pada organisasi pengelola
zakat yang akan disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2
Profil Responden
No Nama Usia Asal OPZ Jabatan Lama
Bekerja
1 Hanum 37 BAZNAS Manajer Badan
Penelitian &
Pengembangan
4 Tahun
2 Rahmatullah
Sidik
42 LAZ Al-Azhar
Peduli Umat
Kadiv.
Kepatuhan
10 Tahun
3 Mohamad
Safitri
45 LAZ
Baitulmaal
Muamalat
Manajer
Keuangan
1 Tahun
3 Bulan
4 Virelly
Angelly
43 LAZ
Baitulmaal
Muamalat
Manajer Biro
Kepatuhan
9 Bulan
5 M. Adi
Rosadi
41 LAZISMU R&D Monev 5 Tahun
6 Ria Fitria 41 LAZISMU Keuangan 2 Tahun
Sumber: data yang diolah
61
Berdasarkan tabel 4.2, satu responden berasal dari BAZNAS
Pusat, satu responden berasal dari LAZ Al-Azhar Peduli Umat, dua
responden berasal dari LAZ Baitulmaal Muamalat, dan dua responden
berasal dari LAZISMU. Terdapat dua responden merupakan manajer
badan penelitian dan pengembangan yaitu dari BAZNAS Pusat dan
LAZISMU. Dua responden merupakan bagian keuangan dan manajer
keuangan yaitu dari LAZ Baitulmaal Muamalat dan LAZISMU. Dua
responden merupakan manajer atau kepala divisi dari biro kepatuhan yaitu
dari LAZ Al-Azhar Peduli Umat dan LAZ Baitulmaal Muamalat . Jenis
kelamin dari responden sebanyak empat orang berjenis kelamin laki-laki,
dan dua orang berjenis kelamin perempuan. Usia dari masing-masing
responden mulai dari 37 tahun sampai dengan 45 tahun. Pengalaman
bekerja pada bidang yang ditekuni saat ini juga beragam, mulai dari 9
bulan sampai dengan 10 tahun.
B. Hasil Penelitian
Pembahasan dalam bab ini, melaporkan hasil penelitian yang
dilakukan pada organisasi pengelola zakat dengan melaksanakan proses
pengisian kuesioner dan sesi wawancara.
62
1. Rancangan Laporan Good Governance untuk Organisasi
Pengelola Zakat
Pembahasan pada subbab ini akan menjawab rumusan masalah
yang pertama yaitu “Bagaimana rancangan laporan Good
Governance yang tepat untuk diterapkan pada organisasi pengelola
zakat?” Peneliti memberikan kuesioner secara langsung kepada
responden. Kuesioner ini berisi indikator apa saja yang seharusnya
dilaporkan pada laporan good governance oleh organisasi pengelola
zakat ketika telah melaksanakan good governance.
Sumber dari indikator dalam kuesioner ini adalah dari
peraturan bank Indonesia nomor 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan
good corporate governance bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah, dan salinan surat edaran otoritas jasa keuangan nomor
10/SEOJK.03/2014 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum
syariah dan unit usaha syariah. Tabel 4.3 akan menggambarkan hasil
kuesioner dari rancangan laporan good governance bagi organisasi
pengelola zakat.
63
Ta
bel
4.3
Ku
esi
on
er d
an
hasi
l k
uesi
on
er P
en
eli
tian
Pern
yata
an
B
AZ
NA
S
LA
ZN
AS
AL
-AZ
HA
R
LA
ZN
AS
BM
M
LA
ZIS
MU
S
TS
S
T
S
S
TS
S
T
S
1
Asp
ek
transp
ara
nsi
ko
ndis
i k
euangan
dan
nonk
eu
an
gan
,
term
asu
k i
nfo
rmasi
pro
du
k a
tau l
ayan
an
X
X
X
X
2
Rasi
o g
aji
tert
ing
gi
dan g
aji
tere
ndah
X
X
X
X
3
Pend
apata
n n
on h
ala
l d
an p
enggun
aan
nya
X
X
X
X
4
Fun
gsi
kepatu
han
X
X
X
X
5
Fun
gsi
Aud
it E
kst
ern
al
X
X
X
X
6
Self
Ass
esm
en
t pela
ksa
naan
GC
G
X
X
X
X
7
Jum
lah p
erm
asa
lah
an
ho
kum
X
X
X
X
8
Rangk
ap
jabata
n s
eb
agai
an
ggo
ta D
ew
an
Pen
gaw
as
Syari
ah
pad
a l
em
bag
a k
euan
gan
syari
ah l
ain
nya
X
X
X
X
9
Info
rmasi
tu
gas
dan t
an
ggu
ng j
aw
ab D
ew
an P
em
bin
a
X
X
X
X
10
Info
rmasi
tu
gas
dan t
an
ggu
ng j
aw
ab D
ew
an P
en
gaw
as
X
X
X
X
11
Info
rmasi
tu
gas
dan t
an
ggu
ng j
aw
ab B
ad
an P
en
gu
rus
X
X
X
X
12
Info
rmasi
tu
gas
dan t
an
ggu
ng j
aw
ab B
ad
an E
kse
kuti
f X
X
X
X
13
Info
rmasi
Str
uktu
r O
rgan
isasi
X
X
X
X
Bers
am
bun
g p
ad
a h
ala
man
sela
nju
tnya.
64
Ta
bel
4.3
(la
nju
tan
)
B
AZ
NA
S
LA
ZN
AS
AL
-AZ
HA
R
LA
ZN
AS
BM
M
LA
ZIS
MU
No
. P
ern
yata
an
S
T
S
S
TS
S
T
S
S
TS
14
Pen
yalu
ran d
an
a u
ntu
k k
egia
tan s
osi
al
baik
jum
lah m
au
pun
pih
ak p
en
eri
ma d
an
a.
X
X
X
X
15
Pela
ksa
naan p
rin
sip sy
ari
ah dala
m k
egia
tan p
enghim
punan
dan
a d
an p
en
yalu
ran d
an
a s
ert
a p
ela
yan
an j
asa
X
X
X
X
16
Fun
gsi
Aud
it I
nte
rnal
X
X
X
X
17
Tra
nsa
ksi
yan
g m
en
gan
dung b
entu
ran k
ep
enti
ngan
X
X
X
X
18
Daft
ar
ko
nsu
ltan a
tau
pen
asi
hat
X
X
X
X
19
Jum
lah
pen
yim
pan
gan
(I
nte
rnal
Fra
ud
) yan
g
terj
adi
dan
upaya p
en
yele
saia
n o
leh
LA
Z
X
X
X
X
20
Bata
s m
ak
sim
um
pen
yalu
ran d
ana
X
X
X
X
21
Keb
ijakan
rem
un
era
si d
an f
asi
lita
s la
in b
agi
Dew
an P
em
bin
a,
Dew
an P
en
gaw
as,
Bad
an
Pengu
rus
dan B
ad
an E
kse
ku
tif
X
X
X
X
Su
mber:
Data
yan
g d
iola
h
65
Petunjuk pengisian kuesioner tersebut adalah responden
memilih salah satu dari pilihan jawaban atas penyataan yang
menggambarkan hal-hal yang perlu dimasukan kedalam laporan good
governance pada organisasi pengelola zakat. Responden memilih
setuju (S) atau tidak setuju (TS) dengan memberikan tanda silang
(X). Dari kuesioner yang telah diisi oleh responden, maka bisa kita
lihat pengelompokan hasil kuesioner pada table 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4
Pengelompokan Hasil Kuesioner
No. Pernyataan S TS
1 Aspek transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan,
termasuk informasi produk atau layanan 4
2 Rasio gaji tertinggi dan gaji terendah 2 2
3 Pendapatan non halal dan penggunaannya 3 1
4 Fungsi kepatuhan 4
5 Fungsi Audit Eksternal 4
6 Self Assesment pelaksanaan GCG 4
7 Jumlah permasalahan hokum 3 1
8 Rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah
pada lembaga keuangan syariah lainnya 4
9 Informasi tugas dan tanggung jawab Dewan Pembina 4
10 Informasi tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas 4
11 Informasi tugas dan tanggung jawab Badan Pengurus 4
12 Informasi tugas dan tanggung jawab Badan Eksekutif 4
13 Informasi Struktur Organisasi 4
14 Penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik jumlah maupun
pihak penerima dana. 4
15 Pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana
dan penyaluran dana serta pelayanan jasa 4
16 Fungsi Audit Internal 4
17 Transaksi yang mengandung benturan kepentingan 3 1
Berlanjut kehalaman berikutnya
66
Tabel 4.4 (Lanjutan)
No. Pernyataan S TS
18 Daftar konsultan atau penasihat 3 1
19 Jumlah penyimpangan (Internal Fraud) yang terjadi dan upaya
penyelesaian oleh LAZ 3 1
20 Batas maksimum penyaluran dana 4
21 Kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi Dewan Pembina,
Dewan Pengawas, Badan Pengurus dan Badan Eksekutif 3 1
Sumber: Data yang diolah
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada indikator yang pertama
yaitu aspek transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan
termasuk informasi produk atau layanan organisasi pengelola zakat
mendapat empat responden yang setuju. Pada indikator kedua yaitu
rasio gaji tertinggi dan terendah mendapat dua responden setuju dan
dua responden tidak setuju. Responden yang setuju adalah BAZNAS
Pusat dan LAZ Baitulmaal Muamalat. Dan dua responden yang tidak
setuju adalah LAZ Al-Azhar Peduli Umat dan LAZISMU. Pada
indikator yang ketiga yaitu pendapatan non halal dan penggunaannya
mendapat tiga responden setuju dan satu responden tidak setuju.
Responden yang setuju adalah BAZNAS Pusat, LAZ Al-Azhar
Peduli Umat dan LAZISMU. Sedangkan satu responden yang tidak
setuju adalah LAZ Baitulmaal Muamalat. Pada indikator keempat
yaitu fungsi kepatuhan mendapat empat responden yang setuju.
67
Pada indikator kelima yaitu fungsi audit eksternal
mendapatkan empat responden yang setuju. Sama seperti pada
indikator keenam yaitu self assessment pelaksanaan good governance
yang mendapatkan empat responden yang setuju. Pada indikator
ketujuh yaitu jumlah permasalahan hukum mendapat tiga responden
yang setuju dan satu responden yang tidak setuju. Tiga responden
yang setuju adalah BAZNAS Pusat, LAZ Baitulmaal Muamalat, dan
LAZISMU. Sedangkan satu responden yang tidak setuju adalah LAZ
Al-Azhar Peduli Umat. Pada indikator kedelapan yaitu rangkap
jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah pada lembaga
keuangan syariah lainnya mendapat empat responden yang setuju.
Selanjutnya pada indikator kesembilan sampai indikator ke 12
yaitu informasi tugas dan tanggung jawab dewan pembina, informasi
tugas dan tanggung jawab dewan pengawas, informasi tugas dan
tanggung jawab badan pengurus, dan informasi tugas dan tanggung
jawab badan eksekutif mendapat empat responden yang setuju. Sama
halnya dengan indikator ke 13 yaitu informasi struktur organisasi
yang mendapatkan jumlah empat responden yang setuju.
Lalu pada indikator ke 14 yaitu penyaluran dana untuk
kegiatan sosial baik jumlah maupun pihak penerima dana
mendapatkan empat responden yang setuju. Selanjutnya pada
68
indikator ke 15 yaitu pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa
mendapatkan empat jumlah responden yang setuju. Sama halnya
dengan indikator ke 16 yaitu fungsi audit internal yang mendapatkan
empat responden yang setuju.
Pada indikator ke 17 yaitu transaksi yang mengandung
benturan kepentingan mendapatkan tiga responden setuju dan satu
responden tidak setuju. Responden yang setuju adalah BAZNAS
Pusat, LAZ Baitulmaal Muamalat, dan LAZISMU. Sedangkan satu
responden yang tidak setuju adalah LAZ Al-Azhar Peduli Umat.
Selanjutnya pada indikator ke 18 yaitu daftar konsultan atau dewan
penasihat yang mendapatkan tiga responden yang setuju dan satu
responden tidak setuju. Responden yang setuju adalah BAZNAS
Pusat, LAZ Al-Azhar Peduli Umat, dan LAZISMU. Sedangkan satu
responden yang tidak setuju adalah LAZ Baitulmaal Muamalat.
Selanjutnya pada indikator ke 19 yaitu jumlah penyimpangan
(internal fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaian oleh organisasi
pengelola zakat mendapatkan tiga responden yang setuju dan satu
responden yang tidak setuju. Responden yang setuju adalah
BAZNAS Pusat, LAZ Baitulmaal Muamalat, dan LAZISMU.
Sedangkan satu responden yang tidak setuju adalah LAZ Al-Azhar
69
Peduli Umat. Pada indikator ke 20 yaitu batas maksimal penyaluran
dana mendaparkan empat responden yang setuju. Dan indikator yang
terakhir adalah kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi dewan
pembina, dewan pengawas, badan pengurus, dan badan eksekutif
mendapatkan tiga responden yang setuju dan satu responden yang
tidak setuju. Tiga responden yang setuju adalah BAZNAS Pusat,
LAZ Baitulmaal Muamalat, dan LAZISMU sedangkan satu
responden yang tidak setuju adalah LAZ Al-Azhar Peduli Umat.
2. Penerapan Good Governance pada Lembaga Amil Zakat Skala
Nasional
Dalam subbab ini akan menjawab rumusan masalah yang
kedua yaitu “Sudahkah organisasi pengelola zakat melaksanakan
good governance dalam kegiatan operasionalnya?”. Sumber
penelitian ini berasal dari wawancara secara langsung yang telah
dilakukan peneliti dengan responden.
a. Penerapan Good Governance pada BAZNAS Pusat
1) Penerapan dan Acuan Penerapan Good Governance
Baznas pusat telah memiliki standar organisasi yang
baku, dalam menjalankan organisasinya mengacu pada
undang-undang yang berlaku. Dari undang-undang
70
tersebut dijadikan peraturan oleh baznas pusat. Peraturan
yang menjadi acuan dalam pelaksanaan Good Governance
adalah dari Zakat Core Principle. Zakat Core Principle
ini dibuat oleh BAZNAS dan digunakan di beberapa
Negara.
Tugas daripada baznas pusat ini adalah perencanaan,
pelasksanaan pengumpulan dan penyaluran, pengendalian
pengumpulan dan penyaluran, dan pelaporan dan
pertanggung jawaban dalam pengelolaan zakat. Untuk
perencanaan dalam organisasi baznas pusat dibuatlah
peraturan mengenai rencana kegiatan dan anggaran
tahunan (RKAT).
2) Informasi Produk dan Pelayanan Zakat
Dalam pelaksanaan kegiatannya, BAZNAS Pusat
dalam menginformasikan produk dan layanan zakatnya
dengan cara sosialisasi dan edukasi mengenai BAZNAS.
Yang melaksanakan fungsi tersebut adalah divisi
marketing komunikasi dan humas. Mekanisme
penyampaian informasi produk dan layanan zakat pada
BAZNAS Pusat yaitu dengan melalui via media dan tatap
muka. Via media dilakukan melalui media cetak, media
71
elektronik dan media sosial. Sosialisasi tatap muka
dilakukan dengan mendatangi instansi atau perusahaan-
perusahaan, dan BAZNAS Pusat juga sering membuka
counter didalam mall untuk memperkenalkan produk dan
layanan dari BAZNAS Pusat.
3) Pelaksanaan Fungsi Audit Internal dan Fungsi Audit
Eksternal
Pelaksanaan fungsi audit internal pada BAZNAS Pusat
dilakukan oleh bagian audit internal yang setingkat
dengan direktorat. Dalam menjalankan fungsi audit
internal, auditor melaksanakan tiga fungsi. Yaitu audit
keuangan, audit kepatuhan syariah, dan audit audit khusus
investigasi. Audit keuangan dan audit kepatuhan syariah
adalah audit yang paling utama karena sudah diatur dan
ditetapkan dalam undang-undang. Sedangkan audit
khusus investigasi dilakukan ketika terjadi fraud dalam
pelaksanaan penyaluran dana zakat. Fraud terjadi ketika
BAZNAS Pusat bekerjasama dengan mitra untuk
menyalurkan dana zakat. Mitra tersebut wanprestasi
dengan cara tidak menyalurkan dana yang seharusnya
disalurkan kepada mustahik. Dalam menyelesaikan fraud
72
tersebut, pihak BAZNAS Pusat memberikan pilihan
kepada mitra agar mengembalikan dana atau menyalurkan
dana tersebut kepada mustahik didukung dengan laporan
pertanggung jawaban.
Kendala umum dalam pelaksanaan fungsi audit internal
dalam hal ini adalah kurangnya dokumen perencanaan
penyaluran dana zakat. Hal ini dikarenakan proses
kerjasama yang belum matang. Yaitu ketika BAZNAS
Pusat diharuskan untuk segera menyalurkan dana zakat,
tetapi kontrak kerjasama penyaluran dana zakat belum
rampung. Dalam hal pemilihan auditor internal, BAZNAS
Pusat mempunyai kriteria bahwa setiap auditor harus
kompeten dan berlatar belakang pendidikan audit.
Dalam pelaksanaan fungsi audit eksternal, BAZNAS
Pusat secara rutin telah menggunakan jasa audit eksternal
untuk mengaudit laporan keuangan BAZNAS Pusat. KAP
yang menjadi auditor eksternal dari BAZNAS Pusat
adalah KAP Ahmad Raharjo Utomo (AR Utomo). Untuk
hasil opini laporan keuangan tahun 2017, BANAS Pusat
mendapakan opini wajar tanpa pengecualian.
73
4) Penyusunan Laporan Keuangan
Dalam penyusunan laporan keuangan, BAZNAS Pusat
mengacu pada PSAK 109 yang mengatur tentang
akuntansi zakat dan infak/sedekah. Laporan keuangan dari
baznas pusat telah secara rutin dipublikasi dalam website
BAZNAS Pusat. Hal ini dikarenakan telah diatur dalam
peraturan BAZNAS no.4 tahun 2018 tentang LAZ dan
BAZNAS harus melaporkan laporan keuangan perenam
bulan sekali dan satu tahun sekali. Kendala dalam
melaporkan laporan keuangan ini adalah kurangnya
regulasi dari kemenag yang mengatur tentang kewajiban
pelaporan laporan keuangan. Sehingga banyak LAZ yang
tidak melaporkan laporan keuangannya kepada BAZNAS.
Akan lebih efektif apabila setiap LAZ diharuskan untuk
melaporkan laporan keuangannya kepada kemenag. Hal
ini dikarenakan kemenag bisa mencabut izin operasional
dari LAZ tersebut. BAZNAS Pusat mempunyai aturan
mengenai pelaporan laporan keuangan pada masing-
masing website dari LAZ. Akan tetapi, peraturan tersebut
hanya bersifat himbauan bukan kewajiban.
74
5) Konsultan dan Dewan Penasihat Lembaga
Dalam hal yang menjadi bagian dari konsultan ataupun
dewan penasihat bagi BAZNAS Pusat terletak pada fungsi
anggota. Anggota yang dimaksud disini adalah para ahli
yang membidangi fungsi-fungsi spesifik dalam
pengelolaan zakat. Seperti anggota yang mensupervisi
fungsi keuangan, anggota yang mensupervisi fungsi
penyaluran, anggota yang mensupervisi fungsi syariah.
Jadi BAZNAS Pusat tidak memiliki konsultan keuangan
maupun dewan penasihat lembaga yang berasal dari
eksternal.
6) Batas Maksimal Penyaluran Dana
BAZNAS Pusat dalam hal penyaluran dana, memiliki
SK ketua yang mengatur tentang limitasi penyaluran dana
zakat. Masing-masing dari ketentuan nominal penyaluran
dana akan disetujui oleh kepala divisi, direktur, anggota,
dan ketua anggota. Semakin tinggi jumlah penyaluran
dana, maka yang akan menyetujui penyaluran dana
tersebut berada di struktur organisasi tertinggi.
Penilaian dari BAZNAS Pusat untuk menyalurkan dana
zakat adalah orang tersebut benar-benar mustahik,
75
sehingga akan ditetapkan oleh bagian penyaluran dana
berapa jumlah dana yang akan diterima oleh mustahik
tersebut. Apabila ada saudara dari mustahik tersebut
terlibat dalam teroris, maka BAZNAS Pusat akan tetap
menyalurkan dana tersebut kepada mustahik. Hal ini
dikarenakan yang menjadi tetoris bukanlah mustahik
tersebut, melainkan saudaranya. Dan BAZNAS Pusat
tetap memberikan hak penyaluran dana zakat kepada
mustahik.
b. Penerapan Good Governance pada LAZNAS Al-Azhar
1) Penerapan dan Acuan Penerapan Good Governance
LAZ Al-Azhar Peduli Umat telah membuat peraturan
sendiri mengenai operasional tata kelola lembaga. Dengan
membuat mekanisme-mekanisme tentang pengawasan,
pengendalian dan indeks kepatuhan. Sehingga
pelaksanaan kegiatan operasional dari LAZ Al-Azhar
Peduli Umat sudah ada penilaian tersendiri.
LAZ Al-Azhar Peduli Umat sampai saat ini belum
membuat laporan pelaksanaan good governance, karena
belum ada peraturan yang mewajibkan organisasi
pengelola zakat untuk membuat laporan pelaksanaan dari
76
good governance. Dan dalam pelaksanaannya, LAZ Al-
Azhar Peduli Umat berpatokan pada peraturan yang telah
dibuat sendiri untuk memastikan bahwa kegiatan
operasional telah berjalan sesuai dengan peraturan dan
kebijakan yang dibuat oleh LAZ Al-Azhar Peduli Umat.
Pelaksanaan dan pelaporan laporan good governance
merupakan salah satu hal yang penting untuk jalannya
kegiatan dari sebuah lembaga. Dengan adanya laporan
pelaksanaan good governance membuat donatur atau
muzakki merasa lebih percaya dan tidak menyesal dalam
menyalurkan dana zakatnya kepada organisasi pengelola
zakat.
2) Informasi Produk dan Pelayanan Zakat
Dalam menginformasikan produk dan pelayanan zakat,
LAZ Al-Azhar Peduli Umat memanfaatkan media
publikasi. Media publikasi tersebut berupa media cetak
dan media sosial. Salah satu yang dibuat secara rutin dua
bulan sekali oleh LAZ Al-Azhar Peduli Umat adalah
majalah care. Majalah care ini disebarkan kepada
masyarakat, terutama muzakki dan internal Al-Azhar.
Didalamnya berisi tentang penyaluran dana zakat guna
77
mengentaskan kemisikinan. Hal lain yang dilakukan
untuk menginformasikan produk dan layanan adalah
dengan cara membuat muzakki gathering.
3) Pelaksanaan Fungsi Audit Internal dan Fungsi Audit Eksternal
Dalam pelaksanaan fungsi audit internal, LAZ Al-
Azhar Peduli Umat mempunyai direktorat pengawasan.
Direktorat pengawasan ini dibentuk oleh Yayasan
Pesantren Islam Al-Azhar. Direktorat pengawasan ini
secara rutin mengaudit LAZ Al-Azhar Peduli Umat yang
berfungsi untuk mengevaluasi kinerja dari pelaksanaan
kegiatan operasional dari LAZ Al-Azhar Peduli Umat.
Direktorat pengawasan juga membantu LAZ Al-Azhar
Peduli Umat dalam menyiapkan segala dokumen yang
dibutuhkan ketika pelaksanaan audit oleh KAP.
Dalam pelaksanaan fungsi audit eksternal, LAZ Al-
Azhar Peduli Umat telah menggunakan jasa audit
eksternal untuk mengaudit laporan keuangan LAZ Al-
Azhar Peduli Umat. KAP yang menjadi auditor eksternal
dari LAZ Al-Azhar Peduli Umat adalah KAP Mucharam
dan Rekan. Untuk hasil opini laporan keuangan tahun
78
2017, LAZ Al-Azhar Peduli Umat mendapakan opini
wajar tanpa pengecualian
4) Penyusunan Laporan Keuangan
LAZ Al-Azhar Peduli Umat dalam menyusun laporan
keuangan mengacu pada PSAK 109 mengenai Akuntansi
Zakat dan infak/sedekah. Dalam pelaksanaannya tidak ada
kendala dalam penyusunan laporan keuangan tersebut.
LAZ Al-Azhar Peduli Umat secara rutin mengirim
laporan keuangan perdua bulan sekali kepada Yayasan
Pesantren Islam Al-Azhar. Laporan keuangan tersebut
telah dipublikasi melalui media cetak seperti majalah care
yang diterbitkan sendiri oleh LAZ Al-Azhar Peduli Umat
dan diterbitkan di koran tempo. Tetapi laporan keuangan
LAZ Al-Azhar Peduli Umat belum secara rutin
diterbitkan pada website. Hal ini dikarenakan keterbatasan
yang dimiliki oleh LAZ Al-Azhar Peduli Umat, yaitu
website tersebut belum dikelola dengan baik. Tidak hanya
laporan keuangan, laporan tahunan pun belum diterbitkan
pada website.
Laporan keuangan dari LAZ Al-Azhar Peduli Umat
dikirim ke BAZNAS Pusat sesuai dengan peraturan yang
79
telah dibuat oleh BAZNAS Pusat. Laporan keuangan
tersebut adalah laporan keuangan persemester dan satu
tahun. Permintaan laporan keuangan tersebut
diinformasikan melalui surat edaran yang dikeluarkan
oleh BAZNAS Pusat.
5) Konsultan dan Dewan Penasihat Lembaga
Dalam pelaksanaannya LAZ Al-Azhar Peduli Umat
menggunakan jasa Farid Consulting sebagai konsultan
keuangan. Farid Consuting membantu LAZ Al-Azhar
Peduli Umat dalam menilai penghimpunan yang diterima
dan menilai penyaluran dana agar lebih efektif disalurkan
kepada penerima manfaat.
6) Batas Maksimal Penyaluran Dana
Salah satu kode etik amil yang ada di LAZ Al-Azhar
Peduli Umat adalah tidak boleh menolak mustahik yang
ingin mengajukan bantuan. Ketika dalam proses
wawancara untuk memenuhi persyaratan penyaluran dana,
mustahik tersebut tidak layak diberikan bantuan dana.
Maka dari LAZ Al-Azhar Peduli Umat memberikan
setidaknya uang transportasi pada calon mustahik
tersebut. Batas maksimal dan minimal penyaluran dana
80
zakat ditentukan oleh bagian penyaluran sesuai dengan
kriteria dari mustahik tersebut.
Program yang diberikan LAZ Al-Azhar Peduli Umat
tidak hanya penyaluran dana zakat berupa uang. Tetapi
mempunyai program pemberdayaan mustahik.
Perberdayaan tersebut dibagi menjadi pemberdayaan
perorangan dan keluarga, pemberdayaan komunitas,
pemberdayaan desa dan pemberdayaan berbasis kawasan.
Pemberdayaan perorangan dan keluarga ini diberikan
sejumlah modal untuk menunjang kegiatan usaha yang
telah dimiliki oleh pihak perorangan atau keluarga.
Pemberdayaan komunitas ini diberikan kepada mereka
yang mempunyai komunitas usaha. LAZ Al-Azhar Peduli
Umat akan memberikan sejumlah dana kepada Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM), dan memperbolehkan KSM
mengelola dana tersebut. Hal ini dilakukan agar
masyarakat sekitar tidak lagi meminjam uang kepada
rentenir, meningkatkan pendapatan dan merubah prilaku
masyarakat sekitar agar lebih produktif. Setiap keluarga
akan diberikan penurunan angka belanja. Maksudnya
adalah setiap keluarga akan diberikan tanaman seperti
81
tanaman cabai, terong, tomat yang disebut dengan dapur
hidup.
Pemberdayaan desa diberikan kepada desa yang telah
memenuhi persyaratan pemberdayaan dari LAZ Al-Azhar
Peduli Umat Sedangkan pemberdayaan berbasis kawasan
ini dengan menggabungkan beberapa desa yang
mempunyai potensi usaha.
Kode etik pertama dari LAZ Al-Azhar Peduli Umat
adalah tidak diperbolehkan menyalurkan dana bergulir
secara langsung kepada penerima dana atau kelompok
swadaya masyarakat. Tidak hanya memberikan dana
kepada kelompok swadaya masyarakat, LAZ Al-Azhar
Peduli Umat turut memantau dan mendampingi kegiatan
yang dikelola oleh kelompok swadaya masyarakat dengan
menunjuk seorang kader atau yang biasa disebut dasamas.
Regulasi yang biasa dibuat oleh dasamas dan kelompok
swadaya masyarakat adalah dengan mengadakan dana
tabbaru. Dana tabarru tersebut berguna ketika ada
penerima dana yang tidak bisa mengembalikan dana yang
telah diberikan. Ataupun penerima dana tersebut
melakukan kecurangan. Dana tabarru ini diperoleh dari
82
masing-masing anggota kelompok swadaya masyarakat
yang dipungut setiap seminggu sekali dalam acara kajian.
Dana tabarru tersebut dikumpulkan oleh bendahara
kelompok swadaya masyarakat, dan dana tabbaru
dipisahkan dengan dana qhardulhasan.
Untuk mencegah terjadinya penyaluran dana kepada
teroris, salah satu penilaian dari LAZ Al-Azhar Peduli
Umat adalah dengan melihat pola pikir keagamaan dari
penerima dana. Salah satunya dengan menanyakan
organisasi yang dari penerima dana tersebut seperti
muhammadiyah, NU atau PERSIS.
Mekanisme tahap penilaian dari calon muzakki adalah
yang pertama dengan melengkapi berkas-berkas yang
dibutuhkan. Setelah berkas tersebut lengkap, maka akan
dilakukan proses wawancara oleh konselor terhadap calon
muzakki. Dan apabila dari hasil wawancara tersebut
kurang meyakinkan pihak konselor, maka akan ada pihak
yang mensurvei lokasi tempat tinggal dari calon muzakki
tersebut.
83
c. Penerapan Good Governance pada LAZNAS Baitulmaal
Muamalat
1) Penerapan dan Acuan Penerapan Good Governance
Secara umum LAZ Baitulmaal Muamalat telah
melaksanakan tata kelola perusahaan. Dengan
menjalankan fungsi-fungsi dari setiap struktur organisasi,
menginformasikan produk dan layanan yang ada didalam
LAZ Baitulmaal Mualamat. LAZ Baitulmaal Muamalat
telah melaksanakan kegiatan lembaga sesuai dengan
kepatuhan syariah.
Yang menjadi acuan ketika melaksanakan good
governance dari LAZ Baitulmaal Mualamat adalah Al-
Quran, Hadist, undang-undang dan peraturan pemerintah
tentang pengelolaan lembaga amil zakat. LAZ Baitulmaal
Mualamat memiliki kode etik amil yang menjadi
penilaian bagi amil. Penilaian tersebut dilihat dari shiddiq,
amanah, tabligh dan fathonah.
Bagi LAZ Baitulmaal Mualamat melaksanakan good
governance adalah hal yang penting. Karena dalam
pelaksanaannya sumber dana yang diterima oleh LAZ
Baitulmaal Mualamat adalah dari para muzakki dan
84
donatur. Dengan melaksanakan good governance dan
melaporkannya maka tingkat kepercayaan muzakki
terhadap organisasi pengelola zakat meningkat.
2) Informasi Produk dan Pelayanan Zakat
Dalam menginformasikan produk dan layanan zakat,
LAZ Baitulmaal Mualamat tidak hanya menggunakan
media cetak. Selain menggunakan media cetak, LAZ
Baitulmaal Mualamat memanfaatkan sosial media dalam
rangka menginformasikan produk dan layanan. Untuk
memudahkan para muzakki dalam menyalurkan dana
zakatnya, LAZ Baitulmaal Mualamat bekerja sama
dengan OVO dan e-commerce. Hal ini dilakukan agar
muzakki bisa menyalurkan dana zakatnya dengan tidak
mendatangi kantor LAZ Baitulmaal Mualamat secara
langsung.
3) Pelaksanaan Fungsi Audit Internal dan Fungsi Audit Eksternal
Secara struktur organisasi, LAZ Baitulmaal Mualamat
memiliki divisi audit internal. Namun dalam pelaksanaan
fungsi audit internal tersebut belum memiliki ahli yang
menempati posisi dari divisi audit internal. Selama
85
menjalankan kegiatan operasionalnya, divisi biro
kepatuhanlah yang merangkap menjadi auditor internal.
Untuk mencegah terjadinya kecurangan yang ada di
LAZ Baitulmaal Mualamat, fungsi dari bagian penyaluran
dan keuangan dilakukan secara terpisah. Dan untuk
penyaluran dana tersebut diharuskan untuk langsung
diberikan kepada mustahik. Setelah menerima dana,
mustahik diharuskan untuk melaporkan laporan
pertanggung jawaban atas penerimaan dana dari LAZ
Baitulmaal Mualamat.
Dalam pelaksanaan fungsi audit eksternal, LAZ
Baitulmaal Muamalat secara rutin telah menggunakan jasa
audit eksternal untuk mengaudit laporan keuangan LAZ
Baitulmaal Muamalat. KAP yang menjadi auditor
eksternal dari LAZ Baitulmaal Muamalat adalah KAP
Ahmad Raharjo Utomo (AR Utomo).
4) Penyusunan Laporan Keuangan
Dalam penyusunan laporan keuangan LAZ Baitulmaal
Mualamat mengacu kepada PSAK 109 tentang zakat dan
infak/sedekah. Kendala dalam penyusunan laporan
keuangan adalah pada sistem. Karena sistem dari LAZ
86
Baitulmaal Mualamat masih dalam tahap pengembangan,
sehingga dalam penyusunan laporan keuangan masih
menggunakan excel. Sehingga dalam penyusunan laporan
keuangan masih memakan waktu yang cukup lama.
LAZ Baitulmaal Mualamat tidak memiliki peraturan
yang mewajibkan membuat laporan tahunan. Tetapi
mewajibkan untuk mempublikasi laporan keuangan yang
telah diaudit oleh pihak eksternal pada website. Dan
laporan keuangan dari LAZ Baitulmaal Mualamat tersebut
telah rutin dipublikasi pada website.
5) Konsultan dan Dewan Penasihat Lembaga
LAZ Baitulmaal Mualamat tidak memiliki konsultan
keuangan, tetapi memiliki konsultan program. Dimana
konsultan program tersebut berfungsi untuk menyusun
program yang akan dijalankan oleh LAZ Baitulmaal
Mualamat. Akan tetapi, jasa dari konsultan program
tersebut tidak dilakukan secara rutin, melainkan ketika
dibutuhkan maka akan menggunakan jasa konsultan
program tersebut.
87
6) Batas Maksimal Penyaluran Dana
Batas maksimal penyaluran dana oleh LAZ Baitulmaal
Mualamat tergantung seberapa besar penghimpunan yang
telah didapatkan. Besaran penyaluran setiap program
ataupun setiap mustahik tergantung kondisi dari setiap
mustahik.
Dalam penyaluran dana, LAZ Baitulmaal Mualamat
telah membuat disclaimer yang sudah diinformasikan
pada website. Disclaimer tersebut mengenai penolakan
penerimaan dana yang berasal dari kejahatan, bertujuan
untuk pencucian uang, dan larangan lainnya sesuai dengan
ketentuan syariah.
Yang mudah dilakukan ketika menghindari
penghimpunan dana yang berasal dari tindak kejahatan
ataupun pencucian uang adalah ketika dilakukan proses
wawancara secara langsung. Apabila hasil dari proses
wawancara tersebut kurang meyakinkan, maka pihak LAZ
Baitulmaal Muamalat bisa menolak penyaluran dana
tersebut.
88
d. Penerapan Good Governance pada LAZISMU
1) Penerapan dan Acuan Penerapan Good Governance
LAZISMU adalah lembaga amil zakat yang berada
dibawah organisasi masyarakat Muhammadiyah.
LAZISMU mempunyai misi menjadi lembaga amil zakat
yang amanah, professional dan terpercaya. Salah satunya
ketika mendapatkan dana dari donatur ataupun muzakki,
maka harus disalurkan sesuai dengan berapa banyak yang
diterima oleh LAZISMU.
Setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh LAZISMU
selalu disampaikan dan dipublikasikan melalui website.
Dengan mempublikasikan hasil kegiatan yang telah
dilakukan pada website, harapan dari LAZISMU adalah
donatur dapat percaya bahwa dana yang telah dikeluarkan
oleh donatur benar-benar tersampaikan kepada pihak yang
membutuhkan. Hal ini juga dilakukan untuk menjaga
integritas dari LAZISMU.
Demi menjaga integritas, LAZISMU akan
melaksanakan setiap poin-poin yang ada pada good
governance. Dengan adanya pelaksanaan good
governance yang seharusnya diwajibkan bagi setiap
89
lembaga amil zakat, akan membantu meningkatkan
kepercayaan dari muzakki untuk tetap menyalurkan dana
zakatnya kepada lembaga amil zakat.
Ketika menjalankan kegiatan operasionalnya,
LAZISMU sudah menerapkan fungsi-fungsi dari struktur
organisasi dan standar operasional perusahaan. Dalam
menilai kinerja dari amil, LAZISMU menggunakan kode
etik amil sebagai pondasi dalam menjalankan organisasi
dari LAZISMU.
2) Informasi Produk dan Pelayanan Zakat
Yang dilakukan LAZISMU dalam menginformasikan
produk dan pelayanan zakat adalah dengan cara
memanfaatkan setiap media yang ada. Seperti media cetak
dan media sosial. Dalam media sosial seperti website,
LAZISMU secara rutin memberikan informasi mengenai
layanan yang ada pada LAZISMU dan menginformasikan
kegiatan yang telah berjalan pada website tersebut.
3) Pelaksanaan Fungsi Audit Internal dan Fungsi Audit Eksternal
Pelaksanaan fungsi audit internal dari LAZISMU
dijalankan oleh badan pengawas. Audit yang dilaksanakan
pada LAZISMU adalah audit internal yang menjadi salah
90
satu tugas dari badan pengawas, audit eksternal yang
dilaksanakan oleh KAP, dan audit yang dilakukan oleh
lembaga pemeriksa dan pengawas keuangan (LPPK) dari
Muhammadiyah. Kendala yang ditemukan ketika
pelaksanaan audit internal, biasanya berupa kurang
lengkapnya dokumen-dokumen pendukung pada kegiatan.
Sebagai lembaga amil yang banyak bersentuhan dengan
masalah keuangan, LAZISMU di berbagai lini harus dapat
menunjukkan kepada publik bahwa tata kelola
kelembagaannya terus mengalami perbaikan. Salah
satunya adalah bahwa LAZISMU dapat diaudit oleh KAP
(independen). Akan tetapi proses audit belum dapat
dilakukan kepada LAZISMU sebagai sebuah entitas
(LAZNAS) yang satu dan terintegrasi. Audit keuangan ini
baru dilakukan secara parsial di kantor LAZISMU Pusat.
Namun demikian, LAZISMU telah menginstruksikan
kepada empat perwakilan LAZISMU provinsi untuk
pelaksanaan audit eksternal. KAP yang menjadi auditor
eksternal dari LAZISMU adalah KAP Ahmad Raharjo
Utomo (AR Utomo). Hasil audit tersebut LAZISMU
mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
91
Dari hasil ini tentu menjadi modal yang baik untuk
meningkatkan kepercayaan publik.
4) Penyusunan Laporan Keuangan
Laporan keuangan LAZISMU telah disusun sesuai
dengan PSAK 109 tentang zakat dan infak/sedekah.
Laporan keuangan LAZISMU telah secara rutin
dilaporkan kepada BAZNAS Pusat. Kendala yang
dihadapi ketika penyusunan laporan keuangan adalah
LAZISMU masih menginput secara manual laporan
keuangan, artinya LAZISMU masih belum menggunakan
sistem sehingga dalam menyusun laporan keuangan
memerlukan waktu yang lebih lama.
Tidak hanya laporan keuangan, LAZISMU juga
mengirimkan laporan terkait pelaksanaan operasional.
Laporan tersebut berupa data jumlah penghimpunan dan
penyaluran dana zakat, jumlah penerima manfaat atau
mustahik, dan program yang telah dilaksanakan oleh
LAZISMU. Laporan keuangan tahunan yang telah dibuat
oleh LAZISMU akan dikirimkan kepada muzakki, dan
kepada perusahaan yang menyalurkan dana zakatnya
kepada LAZISMU.
92
LAZISMU belum mempunyai peraturan mengenai
kewajiban mempublikasikan laporan keuangan pada
website. Laporan keuangan akan dilaporkan kepada
BAZNAS Pusat setiap enam bulan sekali. Jangka
waktunya adalah dua minggu awal di semester pertama
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5) Konsultan dan Dewan Penasihat Lembaga
Yang menjadi konsultan keuangan dan dewan penasihat
lembaga adalah dari Muhammadiyah. Ketika LAZISMU
diaudit oleh lembaga pemeriksa dan pengawas keuangan
dari Muhammadiyah, maka LAZISMU bisa
memanfaatkan lembaga pemeriksa dan pengawas
keuangan sebagai konsultan keuangan dan dewan
penasihat lembaga.
Selain menjadi pengawas operasional dari LAZISMU,
salah satu fungsi dari badan pengawas adalah sebagai
konsultan sekaligus dewan penasihat dari LAZISMU. Hal
ini dikarenakan badan pengawas LAZISMU ada yang
berasal dari KAP, dan dosen akuntansi. Artinya dalam hal
ini, LAZISMU tidak memiliki konsultan keuangan
maupun dewan penasihat lembaga dari ekstenal.
93
6) Batas Maksimal Penyaluran Dana
LAZISMU tidak memiliki batas maksimal penyaluran
dana. Besarnya penyaluran dana tergantung dari besarnya
penghimpunan dana yang diterima oleh LAZISMU.
Untuk proses penyaluran dana, ketika salah satu prosedur
dalam penyaluran dana belum lengkap, maka penyaluran
dana tersebut belum bisa dilakukan.
Program penyaluran yang ada pada LAZISMU tidak
hanya sebatas penyaluran dana, tetapi LAZISMU juga
mempunyai program pemberdayaan. Dimana dalam
pemberdayaan tersebut akan didampingi. Skema dalam
pendampingan pemberdayaan adalah dengan didampingi
sendiri oleh LAZISMU dan ada juga yang melalui mitra.
Dalam pelaksanaan pemberdayaan ini, LAZISMU
bekerjasama dengan majelis ekonomi yang ada di
Muhammadiyah untuk menyalurkan dana kepada
penerima manfaat. Setiap pelaksanaan pemberdayaan,
majelis ekonomi Muhammadiyah diwajibkan untuk
melaporkan laporan hasil kegiatannya kepada LAZISMU.
Tidak hanya bekerjasama dengan majelis ekonomi
Muhammadiyah, LAZISMU juga bekerjasama dengan
94
Baitul Maal wa Tanwil (BMT). Bentuk kerjasama yang
dilakukan LAZISMU adalah dengan memberikan bantuan
modal untuk operasional dari BMT. Dalam penyaluran
dana yang dilaksanakan oleh BMT, maka LAZISMU
mewajibkan kepada BMT untuk melaporkan hasil dari
penyaluran dana. Dari laporan yang telah diberikan oleh
BMT, LAZISMU akan mempublikasikan laporan pada
website dan majalah yang dibuat sendiri oleh LAZISMU.
Dalam rangka memperluas penyaluran atau
pendistribusian dana zakat, LAZISMU akan membantu
memberikan dana untuk LAZISMU tingkat daerah.
Setelah menyalurkan dana zakat, LAZISMU tingkat
daerah diwajibkan untuk memberikan laporan
pertanggungjawaban kepada LAZISMU Pusat.
Penyaluran atau pendistribusian dana tidak hanya
dilakukan di Indonesia, melainkan ketika ada Negara yang
memiliki masalah kemanusiaan, LAZISMU akan
memberikan sebagian dari yang dibutuhkan mereka.
Seperti memberikan pelayanan kepada pengungsi dan
memberikan pengetahuan tentang kesehatan.
95
3. Hasil dan Pembahasan Penelitian
Dari keempat hasil wawancara dengan organisasi pengelola
zakat yang telah diperoleh pada subbab sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa organisasi pengelola zakat telah melaksanakan
good governance dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
Walaupun belum ada peraturan ataupun undang-undang yang
mengatur tentang pelaksanaan good governance, tetapi organisasi
pengelola zakat mempunyai peraturan tersendiri yang berasal dari
manajemen tentang tata kelola lembaga atau good governance. Maka
dari itu dapat disimpulkan bahwa rancangan laporan good
governance pada organisasi pengelola zakat, dapat dilihat pada tabel
4.5
96
Tabel 4.5
Hasil Rancangan Laporan Good Governance
No. Pernyataan
1 Aspek transparansi kondisi keuangan dan non keuangan termasuk informasi
produk atau layanan
2 Rasio gaji tertinggi dan gaji terendah
3 Pendapatan non halal dan penggunaannya
4 Fungsi kepatuhan
5 Fungsi Audit Eksternal
6 Self Assesment pelaksanaan GCG
7 Jumlah permasalahan hokum
8 Rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah pada lembaga
keuangan syariah lainnya
9 Informasi tugas dan tanggung jawab Dewan Pembina
10 Informasi tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas
11 Informasi tugas dan tanggung jawab Badan Pengurus
12 Informasi tugas dan tanggung jawab Badan Eksekutif
13 Informasi Struktur Organisasi
14 Penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik jumlah maupun pihak penerima dana.
15 Pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran
dana serta pelayanan jasa
16 Fungsi Audit Internal
17 Transaksi yang mengandung benturan kepentingan
18 Daftar konsultan atau penasihat
19 Jumlah penyimpangan (Internal Fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaian oleh
LAZ
20 Batas maksimum penyaluran dana
21 Kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi Dewan Pembina, Dewan Pengawas,
Badan Pengurus dan Badan Eksekutif
Sumber: Data yang diolah.
97
a. Aspek transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan
termasuk informasi produk atau layanan.
Dari tabel 4.5 dapat kita lihat bahwa pada indikator Aspek
transparansi kondisi keuangan dan non keuangan termasuk
informasi produk atau layanan zakat masuk kedalam rancangan
laporan good governance pada organisasi pengelola zakat, hal ini
berdasarkan dari empat responden yang memilih setuju.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada empat
organisasi pengelola zakat, dalam melaporkan laporan keuangan
organisasi pengelola zakat ini mengacu pada PSAK 109 tentang
akuntansi zakat dan infak/sedekah. Dalam Peraturan Badan Amil
Zakat Nasional Republik Indonesia nomor 4 Tahun 2018 tentang
Pelaporan Pelaksanaan Pengelolaan Zakat, bahwa setiap
pengelola zakat wajib membuat dan menyampaikan laporan
pelaksanaan pengelolaan zakat setiap 6 (enam) bulan dan akhir
tahun. Laporan pelaksanaan pengelolaan zakat per enam bulan
sekali adalah laporan keuangan, laporan kinerja, dan laporan
pelaksanaan pengelolaan zakat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota. Sedangkan laporan akhir tahun pengelolaan zakat
adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh KAP, laporan
98
kinerja, dan laporan pengelolaan zakat nasional, provinsi,
kabupaten/kota.
Seperti yang dikatakan oleh Nikmatuniayah dan Marliyati
(2015) bahwa dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya
organisasi non profit, yakni LAZ menerima donasi dari donator
baik berbentuk benda maupun uang. Untuk menjaga kepercayaan
masyarakat yang telah menyumbangkan sebagian hartanya,
pengelola LAZ diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan
zakat sesuai dengan PSAK 109. Sedangkan penyusunan laporan
keuangan zakat yang akuntabel dapat dilakukan, karena
implementasi akuntansi zakat berlaku efektif.
Dalam peraturan BAZNAS, waktu pelaksanaan BAZNAS
melaporan laporan keuangan per enam bulan sekali dan laporan
akhir tahun kepada menteri agama adalah paling lambat 15
agustus tahun berjalan dan untuk laporan akhir tahun paling
lambat 15 maret tahun berikutnya. BAZNAS provinsi
melaporkan laporan keuangan kepada BAZNAS dan Gubernur
paling lambat 31 Juli tahun berjalan dan laporan akhir tahun
paling lambat 28 februari tahun berikutnya. BAZNAS
Kabupaten/kota menyampaikan laporan keuangan kepada
BAZNAS Provinsi dan Bupati/Wali Kota paling lambat 21 Juli
99
tahun berjalan dan laporan akhir tahun paling lambat 15 februari
tahun berikutnya. Sedangkan LAZ berskala nasional melaporkan
kepada BAZNAS paling lambat 31 Juli tahun berjalan dan
laporan akhir tahun paling lambat 28 februari tahun berikutnya.
Setiap lembaga amil zakat memanfaatkan media cetak maupun
media elektronik dalam menginformasikan produk dan layanan
yang berguna untuk menghimpun dana zakat. Tidak hanya
menggunakan media nonverbal seperti media cetak maupun
elektronik, lembaga amil zakat juga mengambil langkah untuk
membuka counter pada waktu tertentu agar lebih dekat dengan
muzakki atau penyalur dana zakat. Hal ini yang menjadikan
keempat responden memilih setuju dalam rancangan laporan
good governance pada indikator transparansi kondisi keuangan
dan nonkeuangan termasuk informasi produk dan layanan
organisasi pengelola zakat.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian H. Mustafa H dan
Nurul Gaibi K (2015) yang mengatakan bahwa pengungkapan
laporan keuangan untuk memberikan informasi pada pihak luar,
pengungkapan ini bertujuan untuk mengevaluasi prestasi kinerja
organisasi untuk satu periode serta menggambarkan
pertanggungjawaban lembaga amil zakat dalam mengelola
100
sumber daya dan kinerja yang dihasilkan dalam satu periode,
pengungkapan yang dikemukakan dalam laporan keuangan LAZ
Dompet Dhuafa cabang Sulawesi Selatan tampak pada laporan
keuangan sehingga memperoleh angka-angka dalam laporan
keuangan tersebut.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Anwar (2012) yang mengatakan bahwa salah satu bentuk
layanan BAZ dan LAZ yang bertujuan untuk memberikan
kemudahan kepada para muzakki yang belum memahami dalam
penghitungan zakat yang harus dibayarkan. Dengan demikian
diharapkan kegiatan pengumpulan zakat dapat dilakukan secara
efektif. Hal ini bisa dilakukan dengan cara yang pertama
konsultasi online, cara yang kedua simulasi perhitungan zakat
yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kelancaran
pembayaran zakat, cara yang ketiga yaitu muzakki menghitung
sendiri jumlah kewajiban zakatnya, dan yang terakhir muzakki
dapat meminta pengelola BAZ atau LAZ untuk mengitung
kewajiban zakatnya.
Jika aspek-aspek tersebut terlaksana secara sempurna, maka
kepercayaan nasabah pada perbankan syariah akan semakin
meningkat. Sehingga, produk-produk perbankan syariah, baik
101
funding maupun lending bisa dinikmati oleh semua nasabah.
Maka dari itu, dengan adanya model penilaian GCG harapannya
perbankan syariah semakin prudent dan semakin transparan serta
bebas dari kepentingan. Karena penilaian dengan model GCG
tidak hanya penilaian dari segi manajemen semata, namun lebih
pada penerapan good governance pada lembaga keuangan syariah
(Fadli, 2015).
Maka dari itu, transparansi kondisi keuangan dan nonkeuangan
termasuk informasi produk atau layanan merupakan hal yang
perlu dilaporkan pada laporan good governance pada organisasi
pengelola zakat. Dikarenakan laporan keuangan merupakan hal
penting bagi setiap organisasi. Kinerja dari suatu organisasi dapat
dilihat dari laporan keuangan yang telah dibuat pada periode
tertentu. Dan dengan menginformasikan produk atau layanan
yang ada di organisasi pengelola zakat, akan memudahkan
operasional dari organisasi pengelola zakat dalam menghimpun
dana sehingga lebih efektif, dan memudahkan muzakki untuk
mengetahui berapa dana zakat yang harus dikeluarkan.
102
b. Rasio Gaji Tertinggi dan Gaji Terendah
Pernyataan nomor kedua yaitu indikator rasio gaji tertinggi dan
terendah masuk kedalam rancangan laporan good governance
pada organisasi pengelola zakat, hal ini berdasarkan dari dua
responden yang setuju, dan dua responden tidak setuju. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Cahyo Lutfi A dan Mahfud S (2014)
yang mengatakan bahwa ketimpangan nampak pada indikator
rasio gaji terendah dan gaji tertinggi. Sesuai dengan penelitiannya
empat bank (44%) yang selalu mengungkapkan jumlah gaji dan
remunerasi lainnya juga melaporkan rasio gajian selama tiga
tahun terakhir. Sebaliknya, pengungkapan rasio gaji tertinggi dan
terendah tidak ditemukan pada lima bank lainnya (56)%.
Hal ini berarti masih kurangnya keterbukaaan mengenai
informasi rasio gaji tertinggi dan terendah pada bank syariah.
Selaras dengan penelitian ini, bahwa pada organisasi pengelola
zakatpun, kesadaran akan transparansi informasi mengenai rasio
gaji tertinggi dan terendah masih kurang. Hal ini ditunjukan
dengan dua dari empat organisasi pengelola zakat tidak setuju
dengan informasi mengenai rasio gaji tertinggi dan terendah
dilaporkan pada laporan good governance.
103
c. Pendapatan Non Halal dan Penggunaannya
Pernyataan nomor ketiga adalah indikator pendapatan non
halal dan penggunaannya masuk kedalam rancangan laporan
good governance pada organisasi pengelola zakat, hal ini
berdasarkan dari tiga responden yang setuju dan satu responden
yang tidak setuju. Dalam penelitian ini ada tiga responden yang
setuju dengan pernyataan menginformasikan pendapatan non
halal dan penggunaannya yaitu dari BAZNAS, LAZ Al-Azhar
Peduli Umat dan LAZISMU. Hal ini dikarenakan dari ketiga
organisasi pengelola zakat tersebut masih menggunakan rekening
bank konvensional dalam menjalankan operasionalnya. Sehingga
dari penggunaan rekening tersebut organisasi pengelola zakat
menerima pendapatan non halal yang berasal dari bunga bank.
Oleh karena itu ketiga organisasi pengelola zakat ini menyetujui
bahwa organisasi pengelola zakat wajib menyampaikan informasi
pendapatan non halal dan penggunaannya. Sedangkan satu
responden yaitu LAZ Baitulmaal Muamalat tidak menyetujui
karena dalam pelaksanaan operasionalnya tidak menggunakan
rekening pada bank konvensional, LAZ Baitulmaal Muamalat
hanya memiliki rekening pada bank muamalat dan bank bni
104
syariah, sehingga LAZ Baitulmaal Muamalat tidak memiliki
pendapatan non halal.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ahmad Roziq dan
Widya yanti (2012) yang mengatakan bahwa sumber dana non
halal pada LAZ Yatim Mandiri dan LAZ DD Surabaya sudah
sesuai dengan PSAK 109 yakni berasal dari penerimaan bunga
dan jasa giro sehingga alasan penerimaan dana non halal pada
kedua LAZ tersebut bisa dikatakan darurat. Namun pada LAZ
Rumah Zakat, sumber dana non halal berasal dari penerimaan
bunga dan donasi dari donatur yang merupakan bunga bank
sehingga alasan adanya penerimaan dana non halal belum bisa
dikatakan darurat sebab LAZ Rumah Zakat belum sesuai dengan
PSAK 109. Sampai saat ini, dana non halal pada LAZ Yatim
Mandiri dan LAZ DD Surabaya belum pernah disalurkan
sehingga bisa dikatakan kedua LAZ tersebut belum menerapkan
kebijakan penyaluran dana non halal sesuai dengan ketentuan
PSAK 109. Berbeda dengan LAZ Rumah Zakat, dana non halal
telah disalurkan sesuai ketentuan PSAK 109 yakni disalurkan
untuk biaya administrasi bank dan sarana umum.
Dengan demikian organisasi pengelola zakat yang mempunyai
sumber dana non halal dari pemakaian rekening pada bank
105
konvensional diwajibkan untuk mengungkapkannya pada laporan
keuangan. Dan untuk penggunaan dana non halal tersebut harus
disalurkan sesuai dengan peraturan pada organisasi pengelola
zakat, dan wajib mengungkapkan penggunaan dana non halal
pada laporan keuangan organisasi pengelola zakat.
d. Fungsi Kepatuhan
Pernyataan nomor empat adalah indikator fungsi kepatuhan
masuk kedalam rancangan laporan good governance pada
organisasi pengelola zakat, hal ini berdasarkan dari empat
responden yang memilih setuju. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Sukardi (2013) yang mengatakan bahwa fungsi
kepatuhan berfungsi sebagai pelaksana dan pengelola risiko
kepatuhan yang berkoordinasi dengan satuan kerja dalam
manajemen risiko. Fungsi kepatuhan melakukan tugas
pengawasan yang bersifat prefentif dan menjadi elemen penting
dalam pengelolaan dan operasional bank syariah, pasar modal,
asuransi syariah, pegadaian syariah serta lembaga keuangan
syariah non bank (koperasi jasa keuangan syariah). Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem
dan prosedur yang dilakukan oleh perbankan islam telah sesuai
106
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan Bank
Indonesia, Pemerintah, Bapepam-LK, Fatwa MUI, serta
penetapan hukum yang telah ditetapkan dalam standar
internasional IFSB, AAOIFI, Syariah Supervisory Board (SSB).
Hal ini telah diatur dalam peraturan bank Indonesia nomor
11/33/PBI/2009 dan surat edaran ojk nomor 10/SEOJK.03/2014.
Dimana dalam peraturan bank Indonesia nomor 11/33/PBI/2009,
menyatakan bahwa BUS wajib memiliki satu orang direktur yang
bertugas untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank
Indonesia dan peraturan perundang-undangan lainnya
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
direktur kepatuhan. Dalam surat edaran ojk nomor
10/SEOJK.03/2014, menyatakan bahwa satuan kerja kepatuhan
independen terhadap satuan kerja operasional. Bank telah
menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas pada satuan
kerja kepatuhan untuk menyelesaikan tugas secara efektif.
Hal ini menunjukan bahwa dalam kegiatan operasional
organisasi pengelola zakat harus memenuhi fungsi kepatuhan.
Dimana dalam pelaksanaan operasional lembaga amil zakat harus
sesuai dengan kepatuhan syariah dan segala peraturan yang
berlaku. Dan setiap organisasi pengelola zakat diwajibkan untuk
107
memiliki divisi kepatuhan yang mengawasi kegiatan
operasionalnya. Maka dari itu organisasi pengelola zakat
diwajibkan untuk menginformasikan pelaksanaan fungsi
kepatuhan dalam kegiatan operasionalnya. Karena muzakki atau
masyarakat secara luas bias melihat bahwa organisasi pengelola
zakat telah mematuhi segala peraturan yang berlaku dan tentunya
sesuai dengan prinsip syariah.
e. Fungsi Audit Eksternal
Pernyataan nomor lima adalah indikator fungsi audit eksternal,
masuk kedalam rancangan laporan good governance pada
organisasi pengelola zakat, hal ini berdasarkan dari empat
responden yang memilih setuju. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Warno (2016) yang menyatakan bahwa audit eksternal
berfungsi untuk memberikan opini pembanding atas audit internal
dalam menjaga kepatuhan terhadap prinsip-prinsip standar
akuntansi dan auditing, kesesuaian dengan prinsip syariah, dan
lain-lain. Auditor eksternal berperan untuk memastikan bahwa
laporan keuangan bank telah disajikan secara profesional dan
sesuai dengan standar laporan keuangan dan memastikan bahwa
keuntungan ataupun kerugian yang diungkapkan dalam laporan
108
keuangan benar-benar merefleksikan kondisi bank sebenarnya
serta memastikan bahwa profit yang dihasilkan bukan dari usaha
yang bertentangan dengan syariah. Auditor eksternal dalam hasil
auditnya akan memberikan opini atau pendapat apakah hal-hal
yang telah diaudit di bank syariah terutama laporan
keuangannnya telah disajikan secara wajar dan menggunakan
prinsip dan standar akuntansi yang diterima umum.
Hal ini berarti dalam pelaksanaan kegiatan operasional
organisasi pengelola zakat juga wajib menunjuk Akuntan Publik
dan Kantor Akuntan Publik untuk memeriksa apakah laporan
keuangan sudah dicatat secara wajar. Dan organisasi pengelola
zakat wajib menginformasikan laporan keuangan yang telah
diaudit pada media yang digunakan oleh organisasi pengelola
zakat, baik itu media cetak maupun media sosial. Karena dalam
pelaksanaan kegiatan operasional organisasi pengelola zakat
bersumber dari penghimpunan dana zakat para muzakki. Dengan
telah mengaudit laporan keuangannya pada KAP akan membuat
muzakki semakin percaya kepada organisasi pengelola zakat,
bahwa keuangan yang telah dikelola oleh lembaga amil zakat
telah dilaporkan secara wajar, maka dari itu kinerja dari
organisasi pengelola zakat akan meningkat.
109
Hal ini yang menjadikan keempat responden memilih setuju
dalam rancangan laporan good governance pada indikator fungsi
audit eksternal, karena pada keempat responden ini telah
melaporkan laporan keuangan dengan mengacu pada PSAK 109
dan telah dilaksanakan audit eksternal secara rutin.
f. Self Assesment Pelaksanaan GCG
Pernyataan nomor enam adalah indikator self assessment
pelaksanaan good governance, masuk kedalam rancangan laporan
good governance pada organisasi pengelola zakat, hal ini
berdasarkan dari empat responden yang memilih setuju. Dalam
peraturan bank Indonesia nomor 11/33/PBI/2009 dan surat edaran
ojk nomor 10/SEOJK.03/2014, yang menyatakan bahwa BUS
wajib melakukan self assesment atas pelaksanaan GCG paling
kurang satu kali dalam setahun.
Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga
dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang
diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu
perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian
perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat
110
mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan
rekomendasi yang doberikan (Darmawan, 2013).
Fadli (2015) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan penilaian
kesehatan, perbankan syariah terlebih dahulu melakukan self
assessment (penilaian yang dilakukan sendiri oleh bank yang
bersangkutan) terhadap tingkat pelaksanaan GCG di bank
tersebut, kemudian OJK melakukan penilaian yang meliputi
unsur-unsur tersebut. jika kedua belah pihak telah melakukan
penilaian, maka ada kroscek hasil dari penilaian kedua belah
pihak tersebut. jika ada ketidakcocokan maka dilakukan evaluasi
bersama antara pihak bank dan pihak OJK.
Dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan
good corporate governance, bank diwajibkan secara berkala
melakukan self assessment secara komprehensif terhadap
kecukupan pelaksanaan good corporate governance, sehingga
apabila masih terdapat kekurangan dalam
pengimplementasiannya, bank dapat segera menetapkan rencana
tindak (action plan) yang melipui tindakan korektif (corrective
action) yang diperlukan (Arbaina, 2012).
Hal ini berarti dalam pelaksanaan good governance, organisasi
pengelola zakat juga diwajibkan melakukan self assesment atas
111
pelaksanaan good governance. Dengan melakukan self
assessment terhadap pelaksanaan good governance, maka
organisasi pengelola zakat dapat melihat seberapa besar nilai atau
peringkat yang didapat atas pelaksanaan good governance
tersebut. Self assessment pelaksanaan good governance dapat
dilakukan dengan cara melihat pelaksanaan dari governance
structure, governance process, dan governance outcome. Dan
dari self assessment tersebut bisa dijadikan evaluasi terhadap
pelaksanaan good governance pada tahun-tahun berikutnya.
g. Jumlah Permasalahan Hukum
Pernyataan nomor tujuh adalah indikator jumlah permasalahan
hukum yang mendapat jumlah tiga responden memilih setuju dan
satu responden memilih tidak setuju. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Cahyo Lutfi A dan Mahfud S (2014) yang mengatakan
bahwa sebanyak lima bank selalu mengungkapkan masalah
hukum yang dialaminya. Beberapa di antara kelima bank tersebut
bersedia memberikan rincian tentang perkara yang dihadapi,
seperti yang ditemukan pada laporan tahunan Syariah Mandiri
tahun 2010 dan 2011. Tiga BUS tidak mengungkapkan jumlah
kasus hukum pada ketiga laporan tahunannya, sementara satu
112
bank, yaitu Syariah Bukopin baru mengungkapkannya pada tahun
2011.
Hal ini menandakan bahwa melaporkan jumlah permasalahan
hukum yang dihadapi, baik itu perdata maupun pidana
merupakan bentuk dari keterbukaan suatu organisasi. Karena
dalam aspek keterbukaan atau transparansi berisikan keterbukaan
dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan. Hal ini berarti bagi setiap organisasi tidak hanya
BUS, organisasi pengelola zakat pun wajib menginformasikan
jumlah permasalahan hukum yang sedang dihadapi oleh
organisasi pengelola zakat. Apabila setiap organisasi pengelola
zakat menginformasikan jumlah permasalahan hukum tersebut
dan cara penyelesaiannya pada laporan good govrnance, maka
akan menambah penilaian bagi muzakki. Hal ini dikarenakan
semakin sedikit permasalahan hukum yang dihadapi oleh
organisasi pengelola zakat, maka semakin terpercaya bahwa
organisasi pengelola zakat telah melaksanakan tata kelola
perusahaan yang baik atau good governance.
113
h. Rangkap Jabatan sebagai Anggota Dewan Pengawas Syariah
pada Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
Pernyataan nomor delapan adalah indikator rangkap jabatan
sebagai anggota dewan pengawas syariah pada lembaga keuangan
lainnya yang mendapat jumlah empat responden setuju.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Cahyo Luthfi A dan
Mahfud Sholihin (2014) yang mengatakan bahwa sebanyak lima
bank syariah selalu mengungkapkan rangkap jabatan Dewan
Pengawas Syariah (DPS). Tingkat pengungkapan pun beragam,
dari hanya menyatakan telah memenuhi undang-undang yang
berlaku seperti pada laporan BRI Syariah 2010 dan 2011, hingga
terperinci dengan mengungkapkan organisasi lain tempat DPS
menjabat, seperti pada laporan BRI Syariah 2012. Bank Victoria
Syariah memiliki nilai terendah dengan tidak mengungkapkan
indikator ini pada tiga tahun terakhir.
Menurut Mardian (2015) mengatakan bahwa realita
menunjukan bahwa beberapa DPS memiliki rangkap jabatan DPS
di beberapa lembaga keuangan syariah. Karena faktor tertentu,
kondisi ini masih ditoleril oleh regulasi yang ada. Terdapat empat
aturan yang memperbolehkan rangkap jabatan tersebut, namun
masih tumpang tindih yaitu PBI No.11/3/2009 tentang Bank
114
Umum Syariah yang menyatakan bahwa DPS minimal dua orang
dan atau maksimal 50% dari jumlah direksi. Pada PBI
No.11/10/2009 tentang Unit Usaha Syariah menyatakan bahwa
DPS minimal dua orang dan maksimal tiga orang. Selanjutnya
pada PMK No.152/PMK.010/2012 tentang Tata Kelola
Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian
menyatakan bahwa DPS minimal satu orang, serta jabatan
rangkap hanya diperbolehkan di dua perusahaan. Dan yang
terakhir adalah Bapepam-LK PER.06/2012 menyatakan bahwa
DPS minimal dua orang dan maksimal boleh merangkap jabatan
di tiga perusahaan pembiayaan lainnya.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) ini bertugas untuk mengawasi
operasional bank dan produk-produk bank syariah agar sesuai
dengan prinsip syariah. DPS harus membuat pernyataan secara
berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah
berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat
dalam laporan tahunan (annual report) bank bersangkutan
(Maradita, 2014).
Maka dari itu informasi mengenai rangkap jabatan DPS pada
lembaga keuangan lainnya diperlukan bagi organisasi pengelola
zakat. Hal ini dikarenakan masyarakat/muzakki bisa mengetahui
115
rangkap jabatan yang di emban oleh DPS pada lembaga keuangan
mana saja, dan bisa menilai tingkat keefektifan dari fungsi DPS
pada organisasi pengelola zakat.
i. Informasi Tugas dan Tanggung Jawab dari Dewan Syariah,
Badan Pengawas, Badan Pengurus, Badan Eksekutif, dan
Informasi Struktur Organisasi
Pada indikator selanjutnya yang menginformasikan tugas dan
tanggung jawab dari masing-masing divisi dan informasi struktur
organisasi, mendapat jumlah empat responden yang setuju.
Menurut Gabriel Kartika P dan Ronny H.M (2013) mengatakan
bahwa perusahaan membentuk struktur perusahaan sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dan selalu disempunakan dari waktu ke
waktu. Perusahaan menggunakan struktur perusahaan berbentuk
lurus (line organization) artinya hubungan otoritas atasan dan
bawahan dimana seseorang atasan membuat keputusan dan
memberitahukan pada bawahannya. Fungsi unit bisnis sudah
berjalan dengan baik dan tidak ada karyawan yang merangkap
pekerjaan karena tanggung jawab masing-masing jabatan sudah
dijabarkan sangat jelas di struktur perusahaan yang dibuat.
116
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Darmawan (2013) yang mengatakan bahwa perusahaan harus
dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan
dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan syarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman pokok pelaksanaannya adalah perusahaan harus
menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing
organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras
dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan.
Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan
semua karyawan memiliki kemampuan sesuai dengan tugas,
tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
Menurut Biyati Ahwarumi dan Tjiptohadi (2015) mengatakan
bahwa restrukturisasi organisasi pada GCG sangat penting karena
dapat membuat budaya perusahaan yang baru dapat
meningkatkan transparansi, pertanggungjawaban, akuntabilitas,
independensi perusahaan. Dengan dilakukan restrukturisasi
organisasai ini diharapkan setiap bagian paham, tau dan
117
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan tugas, kewajiban,
tanggungjawab dan target masing-masing bagian.
Hal ini sesuai dengan prinsip akuntabilitas yang menjelaskan
kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana dengan efektif. Maka
dari itu setiap organisasi wajib mempunyai struktur organisasi
yang jelas, tak terkecuali organisasi pengelola zakat sehingga
dapat memisahkan dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab
dari masing-masing bagian secara efektif.
Dengan adanya struktur organisasi ini dan telah menjalankan
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan masing-masing bagian,
organisasi pengelola zakat perlu menginformasikan hal tersebut
dalam laporan good governance. Dengan menginformasikan
fungsi dan tanggung jawab dari masing-masing struktur
organisasi, maka organisasi pengelola zakat telah memenuhi
prinsip transparansi. Karena pada aspek transparansi, termasuk
keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan. Dan dengan melaporkannya pada
laporan good governance, maka akan membuat muzakki menilai
bahwa organisasi pengelola zakat tersebut amanah dalam
118
menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan yang telah
diberikan.
j. Penyaluran Dana untuk kegiatan sosial baik jumlah maupun
pihak Penerima Dana
Pernyataan selanjutnya adalah indikator penyaluran dana untuk
kegiatan sosial baik jumlah maupun pihak penerima dana
mendapat jumlah empat responden yang setuju. Menurut Gita
Danastri P dan Mahfud Sholihin (2015) mengatakan bahwa rata-
rata per indikator tertinggi diungkapkan pada indikator dana
kegiatan sosial. Hal ini dimungkinkan karena walaupun tidak
semua BUS mencantumkannya secara spesifik pada bagian
laporan tata kelola, pengungkapan dana kegiatan sosial ini dapat
ditemukan pada laporan keuangan yang biasanya terlampir
bersama laporan tahunan perusahaan, maupun bagian tersendiri
yang membahas corporate social responsibility (CSR).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Endahwati (2014) yang
mengatakan bahwa BAZ sebagai organisasi pengelola zakat akan
berhubungan dengan muzakki dalam pengumpulan dana ZIS.
Hubungan BAZ dengan muzakki tersebut akan menciptakan
akuntabilitas layanan BAZ terhadap muzakki. Dalam
119
akuntabilitas laporan, prinsip utama yang digunakan oleh BAZ
adalah prinsip transparansi dan kejujuran. Dengan prinsip ini
BAZ berupaya memberikan informasi laporan kegiatan maupun
laporan pengumpulan dan pendistribusian dan ZIS secara jelas,
jujur dan dapat dipercaya.
Penelitian ini pun sejalan dengan penelitian H. Mustafa H dan
Nurul G.K (2016) yang mengatakan bahwa pada dasarnya dana
yang dikumpulkan LAZ Dompet Dhuafa merupakan bukan milik
lembaga amil,tetapi merupakan titipan para muzakki yang harus
disalurkan sesuai dengan ketentuan syariah. Untuk itu lembaga
amil harus melaporkan kinerja dan laporan keuangan sebagai
tanggungjawab terhadap para muzakki dan masyarakat, laporan
keuangan harus dibuat secara periodic dan secara transparan dan
wajar.
Hal ini berarti organisasi pengelola zakat pun sebagai lembaga
yang menghasilkan dana dari penyaluran yang diberikan
muzakki, maka diwajibkan melaporkannya. Ketika lembaga amil
zakat menginformasikan penghimpunan dan penyaluran pada
laporan good governance, akan membuat muzakki lebih percaya
terhadap lembaga amil zakat bahwa dana yang telah dikeluarkan
oleh muzakki tersalurkan dengan baik. Dengan adanya informasi
120
tersebut akan membuat muzakki untuk tetap menyalurkan dana
zakatnya kepada lembaga amil zakat.
k. Pelaksanaan Prinsip Syariah
Pernyataan selanjutnya adalah indikator pelaksanaan prinsip
syariah dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana
mendapat empat responden yang memilih setuju. Dalam
peraturan bank Indonesia nomor 11/33/PBI/2009 dan surat edaran
ojk nomor 10/SEOJK.03/2014, yang mewajibkan BUS untuk
melaksanakan pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan
operasionalnya dalam penghimpunan dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa. Apabila tidak melaksanakan sesuai dengan
prinsip syariah, maka akan ada sanki yang akan dikenakan. Maka
dari itu organisasi pengelola zakat adalah salah satu lembaga
yang berlandaskan pada prinsip syariah, yang kegiatan
operasionalnya harus berlandaskan prinsip syariah. Dengan
menginformasikan pelaksanaan kegiatan operasional sesuai
dengan prinsip syariah pada laporan good governance, maka
muzakki bisa melihat bahwa organisasi pengelola zakat terbebas
dari unsur riba dan menjungjung tinggi prinsip syariah.
121
Hidayati (2008) mengatakan bahwa tugas dewan pengawas
syraiah adalah secara langsung melakukan pengawasan dan
kontrol terhadap segala kegiatan dari suatu lembaga keuangan
islam dalam rangka memastikan ditegakkan prinsip-prinsip islam
dalam suatu lembaga keuangan islam. Peran pengawas syariah
menjadi sangat penting dalam rangka perkembangan industri
lembaga keuangan islam. Fungsi dan tanggung jawab yang
dimiliki tidak hanya berkenaan dengan akuntabilitas dari suatu
lembaga keuangan islam, tetapi juga dalam hal pengelolaannya
yang tidak hanya dipertanggungjawabkan ke masyarakat, tetapi
juga kepada Allah SWT sebagai pemilik segalanya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Warno (2016) yang
mengatakan bahwa auditor syariah akan menunjukan hasil
auditnya dengan memberikan opini apakah entitas yang diaudit
dinyatakan shari’a compliance atau tidak. Apakah terjadi sesuatu
kesalahan ataupun pelanggaran dalam kegiatan audit entitas
syariah maka pihak yang harus bertanggung jawab adalah
manajemen bank syariah, sedangkan tanggung jawab auditor
terletak pada opini yang diberikan. Kegiatan pengawasan dan
audit pada entitas syariag adalah salah satu rangkaian yang saling
122
mendukung dalam kegiatan tata kelola perusahaan (corporate
governance) yang harus dilakukan sesuai dengan standar dan
memperhatikan kode etik. Seluruh kegiatan ini dilakukan dengan
tujuan utama yaitu menjaga kepercayaan masyarakat terhadap
entitas syariah dalam melaksanakan prinsip dan aturan syariah.
Hal ini berarti sebagai organisasi pengelola zakat yang
menjalankan operasional berlandaskan prinsip syariah, maka
OPZ senantiasa melaksanakan kegiatan penghimpunan dana
maupun penyaluran dana sesuai dengan prinsip syariah. Dan
senantiasa melakukan evaluasi terhadap kegiatan agar selalu
sesuai dengan prinsip syariah.
l. Fungsi Audit Internal
Pernyataan selanjutnya adalah indikator fungsi audit internal
yang mendapat empat responden yang memilih setuju. Dalam
peraturan bank Indonesia nomor 11/33/PBI/2009 dan surat edaran
ojk nomor 10/SEOJK.03/2014, yang menyebutkan bahwa BUS
wajib menerapkan fungsi audit internal yang efektif, dan
melaksanakan fungsi audit internal yang independen.
Pelaksanaan fungsi audit internal ini harus didukung oleh personil
dalam jumlah yang memadai dan kompeten di bidangnya.
123
Berdasarkan hasil wawancara dari responden, pelaksanaan
fungsi audit internal dari BAZNAS dijalankan oleh divisi audit
internal itu sendiri. Bagi LAZ Al-Azhar Peduli Umat,
pelaksanaan fungsi audit internal berasal dari Yayasan Pesantren
Islam Al-Azhar yaitu yayasan yang menaungi LAZ Al-Azhar
Peduli Umat. Sedangkan LAZ Baitulmaal Muamalat tidak
memiliki SDM untuk mengisi bagian dari auditor internal,
walaupun secara struktur organisasi ada. Fungsi audit internal
dijalankan oleh bagian kepatuhan. Dan yang terakhir pelaksanaan
fungsi audit internal bagi LAZISMU dilaksanakan oleh badan
pengawas dari LAZ itu sendiri dan dari lembaga pemeriksa dan
pengawas keuangan (LPPK) dari Muhammadiyah yang menaungi
LAZISMU. Hal ini yang menjadikan keempat responden memilih
setuju dalam rancangan laporan good governance pada indikator
fungsi audit internal, karena pada keempat responden ini telah
menjalankan fungsi audit internal.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Siti Maria M dan Siska
Putri I (2015) yang mengatakan bahwa pengendalian internal
yang diukur dengan konsep COSO yang terdiri dari komponen
lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas
pengendalian, informasi dan komunikasi, pemantauan sebagian
124
besar penerapannya telah dilaksanakan pada YDSF dapat berjalan
dengan efektif dan efisien. Hal ini berdampak pada peningkatan
kepercayaan donatur untuk menaruh dana zakat, infak dan
shodakoh ke YDSF agar dikelola dan didistribusikan ke
masyarakat miskin yang membutuhkan dengan jumlah yang
meningkat pula. Sehingga tingkat kemiskinan di Kabupaten
Jember semakin berkurang.
Hal ini berarti ketika fungsi audit internal telah berjalan dengan
baik, maka kegiatan operasional dari lembaga amil zakat juga
berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan dengan terlaksananya
fungsi audit internal, maka kegiatan operasional dari lembaga
amil zakat akan dievaluasi, sehingga membantu manajemen
lembaga amil zakat dalam memberikan pertanggung jawaban
yang lebih efektif dan akan lebih dipercaya oleh masyarakat.
Penelitian ini juga sejalan dengan Paristu (2014) yang
menyatakan bahwa pengendalian intern dapat mengatasi
permasalahan yang berkaitan dengan pengawasan dan pelaporan
dalam rangka menciptakan akuntabilitas dan transparansi yang
diharapkan masyarakat. Pengendalian intern diharapkan mampu
menjadikan lembaga amil zakat sebagai lembaga pengelola zakat
yang profesional melalui penerapan tata kelola yang baik (good
125
governance) sehingga berdampak pada kepercayaan masyarakat
semakin meningkat.
m. Transaksi yang Mengandung Benturan Kepentingan
Pernyataan selanjutnya adalah indikator transaksi yang
mengandung benturan kepentingan yang mendapat jumlah tiga
responden yang setuju dan satu responden yang tidak setuju.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Cahyo Lutfi A dan
Mahfud S (2014) yang mengatakan bahwa tingkat pengungkapan
yang cukup tinggi terlihat pada indikator transaksi dengan
benturan kepentingan. Sebanyak empat bank yang selalu
mengungkapkannya, sementara empat bank mengungkapkan
pada dua tahun yang diteliti, dan satu bank yaitu Victoria Syariah
tidak ditemukan pengungkapannya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Darmawan (2013) yang
mengatakan bahwa untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-
masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak
dapat diintervensi oleh pihak lain. Pedoman pokok pelaksanaan
yaitu masing-masing organ perusahaan harus menghindari
terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak
126
terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan
kepentingan dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
Dalam hal ini berarti organisasi pengelola zakat harus
memastikan bahwa setiap transaksi yang ada dalam pelaksanaan
kegitan operasional harus terbebas dari benturan kepentingan.
Yaitu tidak mengurangi aset dan tidak merugikan organisasi
pengelola zakat. Maka dari itu, organisasi pengelola zakat
diperlukan untuk membuat dan menerapkan kebijakan yang
mengatur tentang benturan kepentingan ini. Yaitu bagaimana cara
organisasi pengelola zakat menangani benturan kepentingan
tersebut, dan bagaimana pencatatannya. Sehingga ketika
organisasi pengelola zakat menginformasikan dan
mengungkapkan transaksi dengan benturan kepentingan, baik itu
ada maupun tidak ada maka organisasi pengelola zakat telah
memenuhi prinsip dari profesional atau independensi.
n. Daftar Konsultan dan Dewan Penasihat
Pernyataan selanjutnya adalah indikator daftar konsultan atau
penasihat yang mendapat tiga responden setuju dan satu
responden tidak setuju. Dari hasil wawancara yang telah
127
dilakukan, secara umum organisasi pengelola zakat, baik
BAZNAS maupun LAZ tidak mempunyai konsultan keuangan
maupun dewan penasihat dari eksternal secara tetap. Fungsi
konsultan maupun dewan pengawas langsung dijalankan oleh
bagian dari struktur organisasi lembaga. Adapun LAZ Baitulmaal
muamalat yang pernah menggunakan jasa konsultan terkait
produk dan layanan. Dan LAZ Al-Azhar peduli umat memakai
Farid Consulting sebagai konsultan keuangan. Hal ini yang
menjadikan ketiga responden memilih setuju dalam rancangan
laporan good governance pada indikator daftar konsultan atau
penasihat, dan satu reponden memilih tidak setuju dengan
rancangan tersebut.
Hal ini berarti sangat penting menginformasikan dan
melaporkan lembaga yang menjadi konsultan dan dewan
penasihat bagi suatu organisasi. Dengan menginformasikan
lembaga yang menjadi konsultan atau menjadi penasihat
lembaga, maka masyarakat bisa mengetahui siapa saja yang
menjadi konsultan atau penasihat dalam pelaksanaan kegiatan
operasional dari organisasi pengelola zakat.
128
o. Jumlah Internal Fraud yang terjadi dan Upaya Penyelesaian
Pernyataan selanjutnya adalah indikator jumlah penyimpangan
(Internal Fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaian, yang
mendapat tiga responden yang setuju dan satu responden yang
tidak setuju. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Cahyo Lutfi
A dan Mahfud S (2014) yang mengatakan bahwa tingkat
pengungkapan jumlah penyimpangan (internal fraud) hanya tiga
bank dengan nilai pengungkapan tertinggi yang selalu
mengungkapkan indikator ini, yaitu Muamalat, Syariah Mandiri,
dan BCA Syariah.
Hal ini berarti dengan menginformasikan jumlah
penyimpangan yang terjadi dan cara penyelesaian yang dilakukan
oleh organisasi pengelola zakat, akan menjadikan penilaian bagi
muzakki terhadap organisasi pengelola zakat dalam
menyelesaikan penyimpangan yang terjadi. Semakin sedikit
penyimpangan, akan menjadikan organisasi pengelola zakat lebih
dipercaya dalam masyarakat, sehingga tingkat penyaluran dana
dari muzakki akan meningkat.
129
p. Batas Maksimum Penyaluran Dana
Pernyataan selanjutnya adalah indikator batas maksimal
penyaluran dana, yang mendapat empat responden yang memilih
setuju. Dalam peraturan bank Indonesia nomor 11/33/PBI/2009
dan surat edaran ojk nomor 10/SEOJK.03/2014, yang
mewajibkan dalam melaporkan GCG paling tidak
menginformasikan batas maksimum penyaluran dana. Hal ini
berarti bagi setiap organisasi pengelola zakat diperlukan untuk
menginformasikan apakah terdapat batasan dari penyaluran dana
zakat.
Dari hasil wawancara dengan responden, setiap lembaga amil
zakat mempunyai batas maksimal penyaluran dana, yaitu
tergantung dari berapa besar jumlah penghimpunan dana zakat
yang diterima oleh masing-masing LAZ. Pada masing-masing
LAZ mempunyai persyaratan masing-masing dalam penyaluran
dana, yang ditangani oleh bagian penyaluran dana. Hal ini yang
menjadikan keempat responden memilih setuju dalam rancangan
laporan good governance pada indikator batas maksimum
penyaluran dana, karena pada keempat responden ini memiliki
kriteria tersendiri dalam penyaluran dana.
130
q. Kebijakan Remunerasi dan Fasilitas Lainnya bagi Dewan
Syariah, Badan Pengawas, Badan Pengurus, dan Badan
Eksekutif
Selanjutnya indikator kebijakan remunerasi dan fasilitas lain
yang diperoleh pada masing-masing bagian dari struktur
organisasi yang mendapat jumlah tiga responden yang memilih
setuju dan satu responden memilih tidak setuju. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Cahyo Luthfi A dan Mahfud Sholihin
(2014) yang mengatakan bahwa nilai rata-rata kebijakan
remunerasi dan fasilitas lain adalah yang tertinggi (91%).
Pengungkapan jumlah komisaris, direksi, dan DPS berpengaruh
signifikan terhadap terhadap tingginya nilai indicator ini, karena
informasi tersebut ditemukan pada seluruh 27 laporan keuangan
yang diteliti, baik didalam bagian tata kelola perusahaan maupun
bagian lainnya.
Hal ini menandakan bahwa dengan adanya kebijakan
remunerasi dan fasilitas lain yang diterima dan diinformasikan
dalam laporan good governance, maka masyarakat akan melihat
bahwa remunerasi dan pemberian fasilitas lain sudah dijalankan
sebagaimana mestinya, yaitu sesuai dengan kebijakan yang
berlaku pada organisasi pengelola zakat.
131
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rancangan laporan good
governance pada organisasi pengelola zakat dan mengetahui pelaksanaan
good governance pada organisasi pengelola zakat. Objek penelitian ini adalah
BAZNAS Pusat, LAZ Al-Azhar Peduli Umat, LAZ Baitulmaal Muamalat,
dan LAZISMU yang merupakan organisasi pengelola zakat skala nasional.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka hasil penelitian dan
pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rancangan laporan pelaksanaan good governance atau tata kelola OPZ
terdiri dari transparansi informasi produk dan layanan LAZ, rasio gaji,
pendapatan non halal dan pelaksanaannya, fungsi kepatuhan, fungsi
internal audit, fungsi audit eksternal, self assesment pelaksanaan GG,
jumlah permasalahan hukum, informasi dan tanggung jawab dari masing-
masing jabatan, informasi struktur organisasi, jumlah penyaluran dan
penerima dana, pelaksanaan prinsip syariah, transaksi yang mengandung
benturan kepentingan, daftar konsultan dan dewan penasihat, jumlah
internal fraud, batas maksimal penyaluran dana, dan yang terakhir adalah
kebijakan remunerasi.
132
2. BAZNAS Pusat, LAZ Al-Azhar Peduli Umat, LAZ Baitulmaal Muamalat,
dan LAZISMU telah melaksanakan good governance atau tata kelola,
yang pelaksanaannya mengikuti peraturan yang ada pada masing-masing
LAZ.
B. Implikasi
Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini, organisasi pengelola
zakat bisa menerapkan good governance dan melaporkannya pada masing-
masing website yang dimiliki. Karena dengan adanya laporan good
governance ini akan meningkatkan kinerja dari organisasi pengelola zakat,
sehingga akan menambah kepercayaan muzakki dan masyarakat dalam
menyalurkan dana zakatnya pada OPZ.
Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan salah satu acuan dalam
untuk membuat laporan good governance bagi OPZ. Dan bisa dijadikan salah
satu pertimbangan bagi pemerintah untuk membuat peraturan mengenai
kewajiban pelaksanaan dan pelaporan good governance pada organisasi
pengelola zakat.
C. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa pengetauhan dan pengalaman peneliti baik
secara teoritis dan praktisi terbatas. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya literatur yang relevan di dalam penelitian ini.
133
2. Terbatasnya objek responden yang menjadi sumber dalam penelitian ini,
yaitu baru empat LAZ. Dan LAZ skala nasional yang diteliti masih dalam
wilayah Jakarta.
D. Saran
Peneliti menyadari bahwa pengetahuan dan pengalaman peneliti baik
secara teoritis dan praktisi masih terbatas. Dengan melihat keterbatasan pada
penelitian ini, maka saran yang bisa disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah lebih banyak literatur
yang relevan dengan topik penelitian.
2. Peneliti selanjutnya diharapkan bisa menambah jumlah objek penelitian
dan tidak hanya terbatas pada LAZ skala nasional yang ada di wilayah
Jakarta, sehingga bisa menyempurnakan penelitian ini.
134
DAFTAR PUSTAKA
Aditya P, Putra. 2015. Studi Komparatif Pelaksanaan Good Corporate Governance
(GCG) Perbankan Konvensional Dan Perbankan Syariah Di Indonesia.
Jurnal Akuntansi AKUNESA
Ahwarumi, Biyati dan Prof. Drs.H. Tjiptohadi S. 2015. Desain Good Corporate
Governance (GCG) Untuk Mencapai Kapasitas Efektif Produksi Di
Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Aidrat Lamongan. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis.
CNN Indonesia. (2017, 20 September). OJK: Praktik GCG Perusahaan Indonesia
Masih Tertinggal. Diakses pada 9 agustus 2019. Dari
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170920070153-78-242846/ojk-
praktik-gcg-perusahaan-indonesia-masih-tertinggal
Danistri P. Gita dan Mahfud Sholihin. 2015. Analisis Perbandingan Pengungkapan
Tata Kelola Perusahaan Pada Bank Umum Konvensional Dan Bank Umum
Syariah Di Indonesia 2010-2013. Jurnal Riset Manajemen, Vol.2, No.2, Hal.
114-128
Darmawan, Rian Ikmal. 2013. Analisa Penerapan Good Corporate Governance Pada
PT. BNI (Persero) Tbk. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya,
Vol.2 No.1
Detik.com. (2019, 24 Juni). Sengkarut Tata Kelola BUMN Kita. Diakses pada 9
agustus 2019. Dari https://news.detik.com/kolom/d-4597705/sengkarut-tata-
kelola-bumn-kita?_ga=2.229756188.184960386.1567946946-
418549333.1567946946
Dwi Ferlinda, Ekky, et al., 2013. Implementasi Good Corporate Governance Dalam
Meningkatkan Kualitas Pelayanan (Studi pada PT. Telkom Banyuwangi).
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 4, Hal.22-30
Endahwati, Yosi Dian. 2014. Akuntabilitas Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Shadaqah
(ZIS). Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika Vol. 4, No.1
135
Fadli, Ahmad. 2015. Penerapan Good Corporate Governance (GCG) Pada
Perbankan Syariah. Al-Mashraf, Vol.2, No.1
Faozan, Akhmad. 2010. Implementasi Good Corporate Governance dan Peran
Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah. Jurnal Ekonomi Islam Volume
VII, No. 1.
Hargo.co.id (2018, 19 September). Mantan Bendahara Baznas Kota Ditahan, Mau
Tahu Alasannya?. Diakses pada 30 September 2019. Dari
http://hargo.co.id/berita/mantan-bendahara-baznas-kota-ditahan-mau-tahu-
alasannya.html
Hasbar H.Mustafa dan Nurul Gaibi K.S. 2016. Analisis Imlementasi Good Corporate
Governance Dan Penerapan PSAK 109 Tentang Akuntansi Zakat Pada
Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Cabang Sulawesi Selatan. AKMEN
Jurnal Ilmiah, Vol.13 No.1
Hery, SE., M.Si. 2013. Rahasia Pembagian Dividen Dan Tata Kelola Perusahaan.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media
Hj. Sedarmayanti, M.Pd., APU. 2007. Good Governance (Keperinthan Yang Baik)
Dan Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan Yang Baik).
Bandung: Sumber Sari Indah
Ika Paristu, Amalia. 2014. Sistem Pengendalian Internal Pada Lembaga Amil Zakat
(Studi Komparatif Lembaga Amil Zakat Al-Azhar Peduli Umat Dan Lembaga
Amil Zakat Dompet Dhuafa. Jurnal Dinamika Akuntansi dan Bisnis, Vol.1
No,2, Hal. 150-168
Ilhami, Haniah. 2009. Pertanggungjawaban Dewan Pengurus Syariah Sebagai
Otoritas Pengawas Kepatuhan Syariah Bagi Bank Syariah. Mimbar Hukum,
Vol.21, No.3
Kartika P, Gabriela dan Ronny H. Mustamu. 2013. Studi Deskriptif Penerapan
Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Pada Perusahaan Keluarga Di
Bidang Manufaktur Kayu. Agora Vol.1 No.1
136
Luthfi Adiono, Cahyo dan Mahfud Sholihin. 2014. Analisis Pengungkapan Tata
Kelola Bank Syariah Di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.18,
No.2
Maradita, Aldira. 2014. Karakteristik Good Corporate Goernance Pada Bank
Syariah Dan Bank Konvensional. Yuridika, Vol.29 No.2
Mardian, Sepky. 2015. Tingkat Kepatuhan Syariah Di Lembaga Keuangan Syariah.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam, Vol. 3, No.1
Maria Wardayati, Siti dan Siska Putri I. 2015. Analisis Pengendalian Intern COSO
Pada Pengelola Dana Zakat, Infaq Dan Shadaqah (ZIS) (Studi Kasus Pada
Yayasan Dana Sosial Al-Falah Cabang Jember). Analisa Journal of Social
and Religion.
Media.alkhairaat.id (2017, 12 Juli). Terpidana Korupsi Zakat di Parimo Dipenjara 4
tahun. Diakses pada 30 September 2019. Dari
https://media.alkhairaat.id/terpidana-korupsi-zakat-di-parimo-dipenjara-4-
tahun/
Miqdad, Muhammad. 2012. Praktik Tata Kelola Persahaan (Corporate Governance)
Dan Usefulness Informasi Akuntansi(Telaah Teoritis dan Empiris). Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.14, No.2
Nelson, Sherliza Puat, Raedah Sapingi dan Maslina Ahmad. 2017. Identifying
Disclosure Items for Zakat Institution. Proceedings of the Asian Academic
Accounting Association (Four A) Annual Conference 2017.
Nuha, Ulin. 2018. Optimalisasi Peran Dewan Pengawas Syariah Pada Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus Di Assosiasi Koperasi Warga NU
Jepara). Malia: Journal of Islamic Banking and Finance, Vol.2 No.2.
Nikmatuniayah dan Marliyati. 2015. Akuntabilitas Laporan Keuangan Lembaga Amil
Zakat Di Kota Semarang. MIMBAR, Vol.31, No.2
137
Palembang.tribunnew.com (2017, 10 Juli). Polres Pagaralam Tahan Empat
Tersangka Kasus Dana BAZ. Kerugian Negara /capai Rp. 650 juta. Diakses
pada 30 September 2019. Dari
https://palembang.tribunnews.com/2017/07/10/polres-pagaralam-tahan-
empat-tersangka-kasus-dana-baz-kerugian-negara-capai-rp-65-m
Roziq, Ahmad dan Widya Yanti. 2015. Pengakuan, Pengukuran, Penyajian Dan
Pengungkapan Dana Non Halal Pada Laporan Keuangan Lembaga Amil
Zakat. Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Septi K, Hana. 2015. Good Corporate Governance Dalam Meningkatkan Kepuasan
Muzakki Di Badan Amil Zakat Nasional. Jurnal Membangun Profesionalisme
Keilmuan.
Sindonews.com. (2018, 31 Mei). Zakat berpotensi entaskan kemiskinan. Diakses
pada 9 agustus 2019. Dari
https://nasional.sindonews.com/read/1310378/15/zakat-berpotensi-
entaskan-kemiskinan-1527739586
Siswanti, Indra. 2016. Implementasi Good Corporate Governance Pada Kinerja Bank
Syariah. Jurnal Akuntansi Multiparadigma Vol.7, No.2, Hal.156-326
Siti Arbaina, Endang.2012. Penerapan Good Corporate Governance Pada
Perbankan Di Indonesia. Jurnal Akuntansi AKUNESA, Vol.1 No.1
Syaiful H.A, Achmad. 2012. Model Tatakeola Badan Dan Lembaga Amil Zakat
Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
(Studimpada Badan/Lembaga Amil Zakat Di Kota Malang). Jurnal Humanity
Vol.7, No.2.
Warno. 2016. Akuntabilitas Pengelolaan Zakat Infak Dan Shodaqoh (ZIS) Dalam
Penerapan UU Pengelolaan Zakat No. 23 Tahun 2011 Pada Lembaga
Pengelola Zakat. Jurnal STIE Semarang, Vol. 8, No.2
Warno dan Sri Wiranti S. 2015. Audit Untuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Jurnal STIE
Semarang, Vol.7 No.2
138
Wibowo, Edi. 2010. Implementasi Good Corporate Governance Di Indonesia. Jurnal
Ekonomi dan Kewirausahaan Vol.10, No.2
Widyawati I.R, Nurul. 2014. Lembaga Amil Zakat, Politik Local, Dan Good
Governance Di Jember. KARSA, Vol.22 No.2
Zaid Sobir, Obing. 2016. The Implementation Of Good Corporate Gvernance (GCG)
and Learning Organization In State Companies And Government. Jurnal
Adbispreneur Vol.1, No.3, Hal. 259-266
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 11/ 33 /PBI/2009
TENTANG
PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa dalam rangka membangun industri perbankan syariah yang
sehat dan tangguh, diperlukan pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah yang
efektif;
b. bahwa pelaksanaan Good Corporate Governance di dalam
industri perbankan syariah harus memenuhi prinsip syariah
(sharia compliance);
c. bahwa pelaksanaan Good Corporate Governance merupakan
salah satu upaya untuk melindungi kepentingan stakeholders dan
meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku serta nilai-nilai etika yang berlaku secara umum
pada industri perbankan syariah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b dan huruf c dipandang perlu untuk menetapkan
Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah;
Mengingat ...
- 2 -
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756);
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4867);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM
SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.
BAB I ...
- 3 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dari
Bank Umum Konvensional termasuk Unit Usaha Syariah dari
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri;
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut BUS adalah Bank
Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
3. Bank Umum Konvensional adalah Bank Konvensional yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah;
4. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit
kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah;
5. Prinsip ...
- 4 -
5. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam di bidang perbankan
syariah yang tertuang dalam bentuk fatwa Dewan Syariah
Nasional – Majelis Ulama Indonesia;
6. Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas;
7. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung
jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan
perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan, baik di dalam dan di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas;
8. Direktur UUS adalah direktur Bank Umum Konvensional atau
pimpinan kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di
luar negeri yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan UUS;
9. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang
tidak memiliki:
a. hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham
dan/atau hubungan keluarga dengan pemegang saham
pengendali, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota
Direksi; atau
b. hubungan keuangan dan/atau hubungan kepemilikan saham
dengan Bank,
sehingga ...
- 5 -
sehingga dapat mendukung kemampuannya untuk bertindak
independen;
10. Good Corporate Governance, yang selanjutnya disebut GCG,
adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip
keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility), profesional (professional),
dan kewajaran (fairness);
11. Stakeholders adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan
secara langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan usaha dan
kelangsungan usaha Bank;
12. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bertugas
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah; dan
13. Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang bertanggung jawab
langsung kepada Direksi dan/atau mempunyai pengaruh terhadap
kebijakan dan operasional Bank seperti kepala divisi atau
pemimpin kantor cabang.
Pasal 2
(1) Bank wajib melaksanakan GCG dalam setiap kegiatan usahanya
pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
(2) Pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi BUS
paling kurang harus diwujudkan dalam:
a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan
Direksi;
b. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan fungsi
yang menjalankan pengendalian intern BUS;
c. pelaksanaan ...
- 6 -
c. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas
Syariah;
d. penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern;
e. batas maksimum penyaluran dana; dan
f. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan BUS.
(3) Pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi UUS
paling kurang harus diwujudkan dalam:
a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direktur UUS;
b. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas
Syariah;
c. penyaluran dana kepada nasabah pembiayaan inti dan
penyimpanan dana oleh deposan inti; dan
d. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan UUS.
Pasal 3
Bank Indonesia melakukan penilaian terhadap pelaksanaan GCG
Bank.
BAB II ...
- 7 -
BAB II
BANK UMUM SYARIAH
Bagian Pertama
Dewan Komisaris
Paragraf 1
Persyaratan Dewan Komisaris
Pasal 4
Jumlah, komposisi, kriteria, rangkap jabatan, hubungan keluarga, dan
persyaratan lain bagi anggota Dewan Komisaris tunduk kepada
ketentuan Bank Indonesia terkait.
Pasal 5
(1) Mantan anggota Direksi BUS tidak dapat menjadi Komisaris
Independen pada BUS yang bersangkutan sebelum menjalani
masa tunggu (cooling off) paling kurang selama 6 (enam) bulan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
mantan Direksi BUS yang melakukan fungsi pengawasan.
Pasal 6
(1) Usulan pengangkatan dan/atau penggantian anggota Dewan
Komisaris kepada Rapat Umum Pemegang Saham dilakukan
dengan memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan
Nominasi.
(2) Dalam hal anggota Komite Remunerasi dan Nominasi memiliki
benturan kepentingan (conflict of interest) dengan usulan yang
direkomendasikan, maka dalam usulan tersebut wajib
diungkapkan ...
- 8 -
diungkapkan adanya benturan kepentingan serta pertimbangan-
pertimbangan yang mendasari usulan tersebut.
Paragraf 2
Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Pasal 7
Dewan Komisaris wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.
Pasal 8
(1) Dewan Komisaris wajib melakukan pengawasan atas
terselenggaranya pelaksanaan GCG dalam setiap kegiatan usaha
BUS pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Dewan Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan
nasihat kepada Direksi.
(3) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Dewan Komisaris wajib memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan kebijakan strategis BUS.
(4) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Dewan Komisaris dilarang terlibat dalam pengambilan
keputusan kegiatan operasional BUS, kecuali pengambilan
keputusan untuk pemberian pembiayaan kepada Direksi sepanjang
kewenangan Dewan Komisaris tersebut ditetapkan dalam
Anggaran Dasar BUS atau dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
Pasal 9 ...
- 9 -
Pasal 9
Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa Direksi telah
menindaklanjuti temuan audit dan/atau rekomendasi dari hasil
pengawasan Bank Indonesia, auditor intern, Dewan Pengawas Syariah
dan/atau auditor ekstern.
Pasal 10
Dewan Komisaris wajib memberitahukan secara tertulis kepada Bank
Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukannya:
a. pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang keuangan
dan perbankan; dan
b. suatu kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan usaha
BUS.
Pasal 11
(1) Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya, Dewan Komisaris wajib membentuk paling
kurang:
a. Komite Pemantau Risiko;
b. Komite Remunerasi dan Nominasi; dan
c. Komite Audit.
(2) Pengangkatan anggota komite sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh Direksi berdasarkan keputusan rapat Dewan
Komisaris.
(3) Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa komite yang telah
dibentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan
tugasnya secara efektif.
(4) Dewan ...
- 10 -
(4) Dewan Komisaris wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja
setiap komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Pedoman dan tata tertib kerja komite sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) harus dievaluasi dan dilakukan pengkinian secara berkala.
Pasal 12
(1) Dewan Komisaris wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja
yang bersifat mengikat bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
(2) Pedoman dan tata tertib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling kurang mencantumkan:
a. waktu kerja; dan
b. pengaturan rapat.
Pasal 13
Anggota Dewan Komisaris wajib menyediakan waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal.
Paragraf 3
Rapat Dewan Komisaris
Pasal 14
(1) Rapat Dewan Komisaris wajib diselenggarakan paling kurang 1
(satu) kali dalam 2 (dua) bulan.
(2) Rapat Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dihadiri paling kurang oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah
anggota Dewan Komisaris.
(3) Rapat Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dipimpin oleh Komisaris Utama.
(4) Dalam ...
- 11 -
(4) Dalam hal Komisaris Utama berhalangan hadir maka rapat Dewan
Komisaris dapat dipimpin oleh salah seorang anggota Dewan
Komisaris.
Pasal 15
(1) Seluruh keputusan Dewan Komisaris yang dituangkan dalam
risalah rapat merupakan keputusan bersama seluruh anggota
Dewan Komisaris.
(2) Hasil rapat Dewan Komisaris wajib dituangkan dalam risalah
rapat dan didokumentasikan dengan baik.
(3) Dalam hal terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinions) atas
hasil keputusan rapat Dewan Komisaris, maka perbedaan
pendapat tersebut wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah
rapat beserta alasannya.
Paragraf 4
Aspek Transparansi Dewan Komisaris
Pasal 16
Anggota Dewan Komisaris wajib mengungkapkan:
a. kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih
pada BUS yang bersangkutan;
b. hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan pemegang
saham pengendali, anggota Dewan Komisaris lain dan/atau
anggota Direksi;
c. rangkap jabatan pada perusahaan atau lembaga lain,
dalam laporan pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia ini.
Pasal 17 ...
- 12 -
Pasal 17
(1) Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan BUS untuk
kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain yang dapat
mengurangi aset atau mengurangi keuntungan BUS.
(2) Anggota Dewan Komisaris dilarang mengambil dan/atau
menerima keuntungan pribadi dari BUS selain remunerasi dan
fasilitas lainnya yang ditetapkan Rapat Umum Pemegang Saham.
(3) Anggota Dewan Komisaris wajib mengungkapkan remunerasi dan
fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada laporan
pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia ini.
Bagian Kedua
Direksi
Paragraf 1
Persyaratan Direksi
Pasal 18
Jumlah, kriteria, rangkap jabatan, hubungan keluarga dan persyaratan
lain bagi anggota Direksi tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia
terkait.
Pasal 19
Usulan pengangkatan dan/atau penggantian anggota Direksi kepada
Rapat Umum Pemegang Saham, dilakukan dengan memperhatikan
rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi.
Paragraf 2 ...
- 13 -
Paragraf 2
Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
Pasal 20
(1) Direksi bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolaan
BUS berdasarkan prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah.
(2) Direksi wajib mengelola BUS sesuai dengan kewenangan dan
tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar
BUS dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 21
Direksi wajib melaksanakan GCG dalam setiap kegiatan usaha BUS
pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 22
Direksi wajib menindaklanjuti temuan audit dan/atau rekomendasi
dari hasil pengawasan Bank Indonesia, auditor intern, Dewan
Pengawas Syariah dan/atau auditor ekstern.
Pasal 23
Dalam rangka melaksanakan GCG sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, Direksi wajib memiliki fungsi paling kurang:
a. Audit Intern;
b. Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko; dan
c. Kepatuhan.
Pasal 24 ...
- 14 -
Pasal 24
Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham.
Pasal 25
Direksi harus mengungkapkan kepada pegawai kebijakan BUS yang
bersifat strategis di bidang kepegawaian.
Pasal 26
Anggota Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain
yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi Direksi.
Pasal 27
Direksi hanya dapat menggunakan jasa konsultan, penasihat, atau
yang dapat dipersamakan dengan itu sepanjang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. proyek bersifat khusus yang sangat diperlukan untuk kegiatan
usaha BUS;
b. didasari oleh kontrak yang jelas, yang sekurang-kurangnya
mencakup tujuan, ruang lingkup kerja, tanggung jawab, jangka
waktu pelaksanaan pekerjaan dan biaya; dan
c. konsultan merupakan pihak independen yang profesional dan
memiliki kualifikasi yang cukup untuk melaksanakan proyek
secara efektif dan efisien.
Pasal 28 ...
- 15 -
Pasal 28
Direksi wajib menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan
dan tepat waktu kepada Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas
Syariah.
Pasal 29
(1) Setiap anggota Direksi wajib memiliki kejelasan tugas dan
tanggung jawab sesuai dengan bidang tugasnya.
(2) Direksi wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja yang bersifat
mengikat bagi setiap anggota Direksi.
(3) Pedoman dan tata tertib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) paling kurang mencantumkan:
a. waktu kerja; dan
b. pengaturan rapat.
Pasal 30
Setiap keputusan Direksi bersifat mengikat dan menjadi tanggung
jawab seluruh anggota Direksi.
Paragraf 3
Rapat Direksi
Pasal 31
(1) Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan melalui
rapat Direksi.
(2) Hasil rapat Direksi wajib dituangkan dalam risalah rapat dan
didokumentasikan dengan baik.
(3) Dalam ...
- 16 -
(3) Dalam hal terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinions) atas
hasil keputusan rapat Direksi, maka perbedaan pendapat tersebut
wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta
alasannya.
Paragraf 4
Aspek Transparansi Direksi
Pasal 32
Anggota Direksi wajib mengungkapkan:
a. kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima persen) atau lebih,
baik pada BUS yang bersangkutan maupun pada bank dan
perusahaan lain, yang berkedudukan di dalam dan di luar negeri;
b. hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan pemegang
saham pengendali, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota
Direksi lainnya,
dalam laporan pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia ini.
Pasal 33
(1) Anggota Direksi dilarang memanfaatkan BUS untuk kepentingan
pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi aset
atau mengurangi keuntungan BUS.
(2) Anggota Direksi dilarang mengambil dan/atau menerima
keuntungan pribadi dari BUS, selain remunerasi dan fasilitas
lainnya yang ditetapkan Rapat Umum Pemegang Saham.
(3) Anggota ...
- 17 -
(3) Anggota Direksi wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada laporan pelaksanaan
GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
Bagian Ketiga
Komite-Komite
Paragraf 1
Struktur dan Keanggotaan Komite
Pasal 34
(1) Anggota Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf a paling kurang terdiri dari:
a. seorang Komisaris Independen;
b. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang
perbankan syariah; dan
c. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang
manajemen risiko.
(2) Anggota Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memiliki integritas dan reputasi keuangan yang
baik.
(3) Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diketuai oleh Komisaris Independen.
(4) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite Pemantau
Risiko.
(5) Mayoritas anggota Komisaris yang menjadi anggota Komite
Pemantau Risiko harus merupakan Komisaris Independen.
Pasal 35 ...
- 18 -
Pasal 35
(1) Anggota Komite Remunerasi dan Nominasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b paling kurang terdiri
dari:
a. 2 (dua) orang Komisaris Independen; dan
b. seorang Pejabat Eksekutif yang membawahi sumber daya
manusia.
(2) Komite Remunerasi dan Nominasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diketuai oleh Komisaris Independen.
(3) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite Remunerasi
dan Nominasi.
(4) Mayoritas anggota Komisaris yang menjadi anggota Komite
Remunerasi dan Nominasi harus merupakan Komisaris
Independen.
Pasal 36
(1) Anggota Komite Audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (1) huruf c paling kurang terdiri dari:
a. seorang Komisaris Independen;
b. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang
akuntansi keuangan; dan
c. seorang pihak independen yang memiliki keahlian di bidang
perbankan syariah.
(2) Anggota Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memiliki integritas dan reputasi keuangan yang baik.
(3) Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh
Komisaris Independen.
(4) Anggota ...
- 19 -
(4) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite Audit.
(5) Mayoritas anggota Komisaris yang menjadi anggota Komite Audit
harus merupakan Komisaris Independen.
Pasal 37
(1) Mantan anggota Direksi BUS tidak dapat menjadi pihak
independen sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) huruf b
dan huruf c serta Pasal 36 ayat (1) huruf b dan huruf c pada BUS
yang bersangkutan sebelum menjalani masa tunggu (cooling off)
paling kurang selama 6 (enam) bulan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
mantan Direksi BUS yang melakukan fungsi pengawasan.
Paragraf 2
Jabatan Rangkap Ketua Komite
Pasal 38
Ketua komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3), Pasal
35 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (3) hanya dapat merangkap jabatan
sebagai ketua komite paling banyak pada 1 (satu) komite lainnya pada
BUS yang sama.
Paragraf 3
Tugas dan Tanggung Jawab Komite
Pasal 39
Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) huruf a mempunyai tugas dan tanggung jawab paling kurang:
a. melakukan evaluasi tentang kebijakan manajemen risiko;
b. melakukan ...
- 20 -
b. melakukan evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan
manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan tersebut;
c. melakukan evaluasi pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko
dan Satuan Kerja Manajemen Risiko,
guna memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris.
Pasal 40
Komite Remunerasi dan Nominasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan tanggung jawab paling
kurang:
a. terkait dengan kebijakan remunerasi:
1) melakukan evaluasi terhadap kebijakan remunerasi;
2) melakukan evaluasi terhadap kesesuaian antara kebijakan
remunerasi dengan pelaksanaan kebijakan tersebut; dan
3) memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai
kebijakan remunerasi bagi Dewan Komisaris, Direksi, Dewan
Pengawas Syariah, Pejabat Eksekutif dan pegawai secara
keseluruhan.
b. terkait dengan kebijakan nominasi:
1) memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai
sistem serta prosedur pemilihan dan/atau penggantian anggota
Dewan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah;
2) memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai
calon anggota Dewan Komisaris, Direksi dan/atau Dewan
Pengawas Syariah;
3) memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai
calon pihak independen yang akan menjadi anggota Komite
sebagaimana ...
- 21 -
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b dan
huruf c serta Pasal 36 ayat (1) huruf b dan huruf c.
Pasal 41
Komite Remunerasi dan Nominasi dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab terkait dengan kebijakan remunerasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 butir a, paling kurang wajib memperhatikan:
a. kinerja keuangan;
b. pemenuhan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva;
c. kewajaran dengan peer group; dan
d. pertimbangan sasaran dan strategi jangka panjang BUS.
Pasal 42
(1) Komite Audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf c memiliki tugas dan tanggung jawab paling kurang:
a. melakukan evaluasi atas pelaksanaan audit intern dalam
rangka menilai kecukupan pengendalian intern termasuk
kecukupan proses pelaporan keuangan; dan
b. melakukan koordinasi dengan Kantor Akuntan Publik dalam
rangka efektivitas pelaksanaan audit ekstern.
(2) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, Komite Audit paling kurang melakukan evaluasi
terhadap:
a. pelaksanaan tugas yang dilaksanakan oleh fungsi audit intern;
b. pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas hasil temuan audit
dan/atau rekomendasi dari hasil pengawasan Bank Indonesia,
Pasal 42 ...
auditor ...
- 22 -
auditor intern, Dewan Pengawas Syariah, dan/atau auditor
ekstern,
guna memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris.
(3) Komite Audit memberikan rekomendasi mengenai penunjukan
Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik kepada Dewan
Komisaris.
Paragraf 4
Rapat Komite
Pasal 43
Hasil rapat komite wajib dituangkan dalam risalah rapat dan
didokumentasikan dengan baik.
Bagian Keempat
Dewan Pengawas Syariah
Paragraf 1
Persyaratan Dewan Pengawas Syariah
Pasal 44
Jumlah, kriteria, rangkap jabatan dan persyaratan lain bagi Dewan
Pengawas Syariah tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia terkait.
Pasal 45
(1) Usulan pengangkatan dan/atau penggantian anggota Dewan
Pengawas Syariah kepada Rapat Umum Pemegang Saham
dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi Komite
Remunerasi dan Nominasi.
(2) Masa ...
- 23 -
(2) Masa jabatan anggota Dewan Pengawas Syariah paling lama sama
dengan masa jabatan anggota Direksi atau Dewan Komisaris.
Paragraf 2
Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah
Pasal 46
Dewan Pengawas Syariah wajib melaksanakan tugas dan tanggung
jawab sesuai dengan prinsip-prinsip GCG.
Pasal 47
(1) Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
(2) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain:
a. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas
pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank;
b. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank agar
sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama Indonesia;
c. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama Indonesia untuk produk baru Bank yang belum ada
fatwanya;
d. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan Prinsip
Syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank; dan
e. Meminta ...
- 24 -
e. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari
satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
(3) Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan Laporan Hasil
Pengawasan Dewan Pengawas Syariah secara semesteran.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan setelah
periode semester dimaksud berakhir.
(5) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) akan diatur lebih rinci dalam Surat Edaran
Bank Indonesia.
Pasal 48
Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib menyediakan waktu yang
cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara
optimal.
Paragraf 3
Rapat Dewan Pengawas Syariah
Pasal 49
(1) Rapat Dewan Pengawas Syariah wajib diselenggarakan paling
kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
(2) Pengambilan keputusan rapat Dewan Pengawas Syariah dilakukan
berdasarkan musyawarah mufakat.
(3) Seluruh keputusan Dewan Pengawas Syariah yang dituangkan
dalam risalah rapat merupakan keputusan bersama seluruh
anggota Dewan Pengawas Syariah.
(4) Hasil ...
- 25 -
(4) Hasil rapat Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dituangkan dalam risalah rapat dan
didokumentasikan dengan baik.
Paragraf 4
Aspek Transparansi Dewan Pengawas Syariah
Pasal 50
Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib mengungkapkan rangkap
jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah pada lembaga
keuangan syariah lain dalam laporan pelaksanaan GCG sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
Pasal 51
(1) Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang memanfaatkan BUS
untuk kepentingan pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang
dapat mengurangi aset atau mengurangi keuntungan BUS.
(2) Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang mengambil dan/atau
menerima keuntungan pribadi dari BUS selain remunerasi dan
fasilitas lainnya yang ditetapkan Rapat Umum Pemegang Saham.
(3) Anggota Dewan Pengawas Syariah wajib mengungkapkan
remunerasi dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada
laporan pelaksanaan GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia ini.
(4) Anggota Dewan Pengawas Syariah dilarang merangkap jabatan
sebagai konsultan di seluruh BUS dan/atau UUS.
Bagian ...
- 26 -
Bagian Kelima
Fungsi Kepatuhan, Audit Intern dan Audit Ekstern
Paragraf 1
Fungsi Kepatuhan
Pasal 52
(1) BUS wajib memiliki 1 (satu) orang direktur yang bertugas untuk
memastikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai direktur kepatuhan.
(2) Dalam rangka membantu pelaksanaan tugas direktur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BUS wajib melaksanakan fungsi
kepatuhan yang independen terhadap satuan kerja operasional.
(3) Pelaksanaan fungsi kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus didukung oleh personil yang paling kurang memiliki
pengetahuan dan/atau pemahaman tentang operasional perbankan
syariah.
Paragraf 2
Fungsi Audit Intern
Pasal 53
(1) BUS wajib menerapkan fungsi audit intern yang efektif
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
penerapan standar pelaksanaan fungsi audit intern bank umum.
(2) BUS wajib melaksanakan fungsi audit intern yang independen
terhadap satuan kerja operasional.
(3) Pelaksanaan ...
- 27 -
(3) Pelaksanaan fungsi audit intern sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus didukung oleh personil dalam jumlah yang memadai dan
kompeten di bidangnya, dengan paling kurang terdapat 1 (satu)
orang personil yang memiliki pengetahuan dan/atau pemahaman
tentang operasional perbankan syariah.
(4) Laporan hasil audit intern terkait pelaksanaan pemenuhan Prinsip
Syariah disampaikan kepada Dewan Pengawas Syariah.
Paragraf 3
Fungsi Audit Ekstern
Pasal 54
(1) BUS wajib menunjuk Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik
yang terdaftar di Bank Indonesia dalam pelaksanaan audit laporan
keuangan BUS.
(2) Penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu
memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham
berdasarkan calon yang diajukan oleh Dewan Komisaris.
(3) Pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku mengenai hubungan antara BUS
dengan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik.
Bagian ...
- 28 -
Bagian Keenam
Batas Maksimum Penyaluran Dana
Pasal 55
Pelaksanaan penyaluran dana wajib mengikuti ketentuan Bank
Indonesia mengenai batas maksimum penyaluran dana.
Bagian Ketujuh
Aspek Transparansi Kondisi BUS
Pasal 56
(1) BUS wajib melaksanakan transparansi kondisi keuangan dan non-
keuangan kepada Stakeholders.
(2) Dalam rangka pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan
non-keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUS wajib
menyusun dan menyajikan laporan sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank.
Pasal 57
BUS wajib melaksanakan transparansi informasi mengenai produk
dan penggunaan data nasabah BUS sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Informasi Produk
Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
Pasal 58
(1) BUS wajib melaporkan kepada Bank Indonesia apabila terjadi
perubahan terhadap:
a. pedoman ...
- 29 -
a. pedoman manajemen risiko termasuk pedoman risk control
system, sistem pengendalian intern, sistem teknologi informasi
yang digunakan dan pedoman GCG;
b. sistem dan prosedur kerja yang digunakan dalam kegiatan
operasional BUS.
(2) BUS wajib menyampaikan laporan perubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia paling lambat 1
(satu) bulan sejak terjadinya perubahan atau sesuai jangka waktu
tertentu apabila diatur secara khusus dalam ketentuan Bank
Indonesia lain yang mengatur mengenai penyampaian laporan
tersebut.
(3) BUS wajib melaporkan struktur kelompok usaha yang terkait
dengan BUS termasuk badan hukum pemilik BUS sampai dengan
ultimate shareholders kepada Bank Indonesia 1 (satu) tahun sekali
untuk posisi akhir tahun dan setiap terdapat perubahan struktur
kelompok usaha yang menyebabkan perubahan pengendali BUS.
(4) Laporan struktur kelompok usaha untuk posisi akhir tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari
Laporan Tahunan BUS.
(5) BUS wajib menyampaikan laporan perubahan struktur kelompok
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Bank
Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan setelah terjadinya
perubahan.
Bagian ...
- 30 -
Bagian Kedelapan
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan
Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa
Pasal 59
BUS wajib melaksanakan pemenuhan Prinsip Syariah dalam kegiatan
operasional BUS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Penghimpunan Dana dan
Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
Bagian Kesembilan
Pelaporan Internal dan Benturan Kepentingan
Paragraf 1
Pelaporan Internal
Pasal 60
Dalam rangka meningkatkan kualitas proses pengambilan keputusan
oleh Direksi serta kualitas proses pengawasan oleh Dewan Komisaris
dan Dewan Pengawas Syariah, BUS wajib memastikan ketersediaan
dan kecukupan pelaporan internal yang didukung oleh sistem
informasi manajemen yang memadai.
Paragraf 2
Penanganan Benturan Kepentingan
Pasal 61
(1) Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif dilarang
mengambil tindakan yang dapat mengurangi aset atau mengurangi
keuntungan BUS.
(2) Benturan ...
- 31 -
(2) Benturan kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
diungkapkan dalam setiap keputusan.
(3) Untuk menghindari pengambilan keputusan yang berpotensi
mengurangi aset atau mengurangi keuntungan BUS, BUS harus
memiliki dan menerapkan kebijakan intern mengenai:
a. pengaturan mengenai penanganan benturan kepentingan yang
mengikat setiap pengurus dan pegawai BUS, antara lain tata
cara pengambilan keputusan; dan
b. administrasi pencatatan, dokumentasi dan pengungkapan
benturan kepentingan dimaksud dalam risalah rapat.
Bagian Kesepuluh
Laporan dan Penilaian Pelaksanaan GCG
Paragraf 1
Laporan Pelaksanaan GCG
Pasal 62
(1) BUS wajib menyusun laporan pelaksanaan GCG pada setiap akhir
tahun buku.
(2) Laporan pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
paling kurang meliputi:
a. kesimpulan umum dari hasil self assesment atas pelaksanaan
GCG BUS;
b. kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris, hubungan
keuangan dan hubungan keluarga anggota Dewan Komisaris
dengan pemegang saham pengendali, anggota Dewan
Komisaris lain dan/atau anggota Direksi BUS serta jabatan
rangkap ...
- 32 -
rangkap pada perusahaan atau lembaga lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16;
c. kepemilikan saham anggota Direksi serta hubungan keuangan
dan hubungan keluarga anggota Direksi dengan pemegang
saham pengendali, anggota Dewan Komisaris dan/atau
anggota Direksi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32;
d. rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah
pada lembaga keuangan syariah lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50;
e. daftar konsultan, penasihat atau yang dipersamakan dengan
itu yang digunakan oleh BUS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27;
f. kebijakan remunerasi dan fasilitas lain (remuneration
package) bagi Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(3), Pasal 33 ayat (3) dan Pasal 51 ayat (3);
g. rasio gaji tertinggi dan gaji terendah;
h. frekuensi rapat Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1);
i. frekuensi rapat Dewan Pengawas Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1);
j. jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan upaya
penyelesaian oleh BUS;
k. jumlah permasalahan hukum baik perdata maupun pidana dan
upaya penyelesaian oleh BUS;
l. transaksi yang mengandung benturan kepentingan;
m. buy back shares dan/atau buy back obligasi BUS;
n. penyaluran ...
- 33 -
n. penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik jumlah maupun
pihak penerima dana; dan
o. pendapatan non halal dan penggunaannya.
(3) Pengungkapan kebijakan remunerasi dan fasilitas lain
(remuneration package) bagi Dewan Komisaris, Direksi, dan
Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf f paling kurang mencakup jumlah anggota Dewan
Komisaris, jumlah anggota Direksi, jumlah anggota Dewan
Pengawas Syariah serta jumlah keseluruhan gaji, tunjangan
(benefits), kompensasi dalam bentuk saham, bentuk remunerasi
lainnya dan fasilitas yang ditetapkan Rapat Umum Pemegang
Saham.
Pasal 63
(1) BUS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan GCG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 kepada pemegang saham
dan kepada:
a. Bank Indonesia;
b. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI);
c. Lembaga pemeringkat di Indonesia;
d. Perhimpunan Bank – Bank Umum Nasional (Perbanas);
e. 1 (satu) lembaga penelitian di bidang ekonomi dan keuangan;
dan
f. 1 (satu) majalah ekonomi dan keuangan,
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun buku berakhir.
(2) Bagi BUS yang telah memiliki homepage wajib
menginformasikan laporan pelaksanaan GCG sebagaimana
dimaksud ...
- 34 -
dimaksud pada ayat (1) pada homepage BUS paling lambat 3
(tiga) bulan setelah tahun buku berakhir.
(3) BUS dianggap terlambat menyampaikan laporan pelaksanaan
GCG apabila BUS menyampaikan laporan dimaksud kepada Bank
Indonesia melampaui batas akhir waktu penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi belum melampaui 1
(satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan.
(4) BUS dianggap tidak menyampaikan laporan GCG apabila BUS
belum menyampaikan laporan dimaksud hingga akhir batas waktu
keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 64
Penyusunan laporan pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 62 diatur lebih rinci dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 65
Penyampaian laporan pelaksanaan GCG kepada Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf a dialamatkan
kepada:
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta
10350, bagi BUS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia;
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BUS yang berkantor pusat
di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia dengan
tembusan kepada Direktorat Perbankan Syariah.
Paragraf 2 ...
- 35 -
Paragraf 2
Self Assessment Pelaksanaan GCG
Pasal 66
(1) BUS wajib melakukan self assessment atas pelaksanaan GCG
yang mencakup hal-hal sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2)
paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
(2) Tata cara self assessment sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 67
(1) Dalam rangka melakukan penilaian terhadap pelaksanaan GCG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bank Indonesia dapat
melakukan evaluasi terhadap hasil self assessment pelaksanaan
GCG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1).
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bank Indonesia dapat meminta BUS untuk melakukan perbaikan
atas pelaksanaan GCG.
BAB III
UNIT USAHA SYARIAH
Bagian Pertama
Direktur UUS
Pasal 68
Direktur UUS bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan pengelolaan
UUS berdasarkan prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah.
Pasal 69 ...
- 36 -
Pasal 69
Direktur UUS wajib menindaklanjuti rekomendasi dari hasil
pengawasan Dewan Pengawas Syariah.
Pasal 70
Direktur UUS wajib menyediakan data dan informasi terkait dengan
pemenuhan Prinsip Syariah yang akurat, relevan dan tepat waktu
kepada Dewan Pengawas Syariah.
Bagian Kedua
Dewan Pengawas Syariah
Pasal 71
(1) Ketentuan tentang Dewan Pengawas Syariah yang berlaku bagi
BUS sebagaimana dimaksud dalam Bab II Bagian Keempat
tentang Dewan Pengawas Syariah dalam Peraturan Bank
Indonesia ini berlaku pula bagi Dewan Pengawas Syariah pada
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS dan kantor
cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
memiliki UUS.
(2) Pengangkatan Dewan Pengawas Syariah pada UUS yang dimiliki
oleh kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar
negeri, ditetapkan oleh pimpinan tertinggi di Indonesia dari kantor
cabang tersebut.
Bagian ...
- 37 -
Bagian Ketiga
Penyaluran Dana Kepada Nasabah Pembiayaan Inti
dan Penyimpanan Dana Oleh Deposan Inti
Pasal 72
UUS wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana
kepada nasabah pembiayaan inti dan penyimpanan dana oleh deposan
inti.
Bagian Keempat
Aspek Transparansi Kondisi UUS
Pasal 73
(1) UUS wajib melaksanakan transparansi kondisi keuangan dan non-
keuangan kepada Stakeholders.
(2) Dalam rangka pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan
non-keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UUS wajib
menyusun dan menyajikan laporan sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank.
Bagian Kelima
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana
dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa
Pasal 74
UUS wajib melaksanakan pemenuhan Prinsip Syariah dalam kegiatan
operasional UUS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Penghimpunan Dana dan
Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
Bagian ...
- 38 -
Bagian Keenam
Pelaporan Internal
Pasal 75
Dalam rangka meningkatkan kualitas proses pengawasan oleh Dewan
Pengawas Syariah, UUS wajib memastikan ketersediaan dan
kecukupan data/informasi bagi Dewan Pengawas Syariah.
Bagian Ketujuh
Laporan dan Penilaian Pelaksanaan GCG
Paragraf 1
Laporan Pelaksanaan GCG
Pasal 76
(1) UUS wajib menyusun laporan pelaksanaan GCG pada setiap akhir
tahun buku.
(2) Laporan pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan
pelaksanaan GCG Bank Umum Konvensional dan/atau kantor
cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
memiliki UUS dimaksud.
(3) Laporan pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
paling kurang meliputi:
a. kesimpulan umum dari hasil self assesment atas pelaksanaan
GCG UUS;
b. rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah
pada lembaga keuangan syariah lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50;
c. daftar ...
- 39 -
c. daftar konsultan, penasihat atau yang dipersamakan dengan
itu yang digunakan oleh UUS;
d. kebijakan remunerasi dan fasilitas lain (remuneration
package) bagi Dewan Pengawas Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3);
e. frekuensi rapat Dewan Pengawas Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1);
f. jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan upaya
penyelesaiannya oleh UUS;
g. jumlah permasalahan hukum baik perdata maupun pidana dan
upaya penyelesaiannya oleh UUS;
h. penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik jumlah maupun
pihak penerima dana; dan
i. pendapatan non halal dan penggunaannya.
(4) Pengungkapan kebijakan remunerasi dan fasilitas lain
(remuneration package) bagi Dewan Pengawas Syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d paling kurang
mencakup jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah, jumlah
keseluruhan gaji, tunjangan (benefits), kompensasi dalam bentuk
saham, bentuk remunerasi lainnya, dan fasilitas yang ditetapkan
Rapat Umum Pemegang Saham.
Pasal 77
Penyusunan laporan pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 diatur lebih rinci dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 78 ...
- 40 -
Pasal 78
(1) UUS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan GCG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 kepada Bank Indonesia
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun buku berakhir.
(2) UUS dianggap terlambat menyampaikan laporan pelaksanaan
GCG apabila UUS menyampaikan laporan dimaksud kepada Bank
Indonesia melampaui batas akhir waktu penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi belum melampaui 1
(satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan.
(3) UUS dianggap tidak menyampaikan laporan GCG apabila UUS
belum menyampaikan laporan dimaksud hingga akhir batas waktu
keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penyampaian laporan pelaksanaan GCG UUS kepada Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialamatkan
kepada Direktorat Perbankan Syariah, Jl. MH Thamrin No.2,
Jakarta 10350, dan/atau Kantor Bank Indonesia setempat.
Paragraf 2
Self Assessment Pelaksanaan GCG
Pasal 79
(1) UUS wajib melakukan self assessment atas pelaksanaan GCG
UUS yang mencakup hal-hal sebagaimana diatur dalam Pasal 2
ayat (3) paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
(2) Tata cara self assesment atas pelaksanaan GCG UUS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Surat Edaran Bank
Indonesia.
Pasal 80 ...
- 41 -
Pasal 80
(1) Dalam rangka melakukan penilaian terhadap pelaksanaan GCG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bank Indonesia dapat
melakukan evaluasi terhadap hasil self assessment atas
pelaksanaan GCG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1).
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bank Indonesia dapat meminta UUS untuk melakukan perbaikan
atas pelaksanaan GCG.
BAB IV
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Pelaksanaan GCG
Pasal 81
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, Pasal 6 ayat (2), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 ayat
(1), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13, Pasal 14 ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 16, Pasal 17,
Pasal 20 ayat (2), Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26,
Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31, Pasal 32,
Pasal 33, Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 35 ayat (3), Pasal 36
ayat (2) dan ayat (4), Pasal 38, Pasal 41, Pasal 43, Pasal 46, Pasal 47,
Pasal 48, Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 53 ayat (5), Pasal 60, Pasal 61 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 62 ayat (1), Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 66 ayat
(1), Pasal 69, Pasal 70, Pasal 72, Pasal 75, Pasal 76 ayat (1), dan Pasal
79 ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 58
Undang-Undang ...
- 42 -
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
antara lain berupa:
a) teguran tertulis;
b) penurunan tingkat kesehatan berupa penurunan peringkat faktor
manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan;
c) pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
d) pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan
e) pemberhentian pengurus Bank dan selanjutnya menunjuk dan
mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang
Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan
Bank Indonesia.
Pasal 82
(1) Dalam hal terdapat 3 (tiga) kali teguran tertulis dari Bank
Indonesia terkait pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 46,
Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 50 dan
Pasal 51, maka BUS atau UUS terkait harus mengganti anggota
Dewan Pengawas Syariah tersebut.
(2) Dalam hal Dewan Pengawas Syariah tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
sampai dengan izin usaha Bank dicabut, maka anggota Dewan
Pengawas Syariah dimaksud dapat dikenakan sanksi berupa
pelarangan menjadi anggota Dewan Pengawas Syariah di
perbankan syariah paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal
pencabutan izin usaha Bank oleh Bank Indonesia.
Pasal 83 ...
- 43 -
Pasal 83
BUS yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 52 ayat (1), Pasal 53 ayat
(1) dan ayat (2), dan Pasal 54 dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai penugasan direktur
kepatuhan dan penerapan standar pelaksanaan fungsi audit intern bank
umum dan Peraturan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank.
Pasal 84
BUS yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 55 dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai batas
maksimum penyaluran dana.
Pasal 85
BUS yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 56 dan Pasal 57 dan UUS
yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 73 dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang
Transparansi Kondisi Keuangan Bank dan Peraturan Bank Indonesia
tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data
Pribadi Nasabah.
Pasal 86
BUS yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 59 dan UUS yang tidak
memenuhi ketentuan Pasal 74 dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
dalam Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa
Bank Syariah.
Bagian ...
- 44 -
Bagian Kedua
Sanksi Pelaporan
Paragraf 1
Laporan Pelaksanaan
Pasal 87
(1) BUS yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3) dan UUS yang terlambat
menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
ayat (2) dikenakan sanksi kewajiban membayar paling banyak
sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja
keterlambatan.
(2) BUS yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63 ayat (4) dan UUS yang tidak menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3) dikenakan
sanksi kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan teguran tertulis oleh
Bank Indonesia.
(3) BUS yang menyampaikan laporan yang dinilai tidak benar
dan/atau tidak lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 62 dan
UUS yang menyampaikan laporan yang dinilai tidak benar
dan/atau tidak lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 76
dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar
paling banyak sebesar Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah) dan dapat dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal
58 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, berupa:
a. penurunan tingkat kesehatan yaitu penurunan peringkat faktor
manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan;
b. pelarangan ...
- 45 -
b. pelarangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
c. pembekuan kegiatan usaha tertentu;
d. pemberhentian pengurus Bank dan selanjutnya menunjuk dan
mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum
Pemegang Saham mengangkat pengganti yang tetap dengan
persetujuan Bank Indonesia; dan/atau
e. pencantuman anggota pengurus, pegawai, pemegang saham
Bank dalam daftar tidak lulus melalui mekanisme uji
kemampuan dan kepatutan (fit and proper test).
(4) Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan setelah Bank diberikan 2 (dua) kali surat
teguran oleh Bank Indonesia dengan tenggang waktu 7 (tujuh)
hari kerja untuk setiap teguran dan Bank tidak memperbaiki
laporan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah surat
teguran terakhir.
Paragraf 2
Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah,
Pedoman, Sistem dan Prosedur serta Struktur Kelompok Usaha
Pasal 88
(1) Bank yang tidak menaati ketentuan pelaporan hasil pengawasan
Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47 ayat (4), pelaporan perubahan pedoman, sistem dan prosedur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2),
serta pelaporan perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) dan ayat (5), dapat dikenakan
sanksi administratif sesuai Pasal 58 Undang-Undang Nomor 21
tahun …
- 46 -
tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa :
a. teguran tertulis dan sanksi kewajiban membayar paling
banyak sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari
kerja kelambatan untuk setiap laporan;
b. teguran tertulis dan sanksi kewajiban membayar paling
banyak sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah)
apabila Bank tidak menyampaikan laporan.
(2) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Bank belum
menyampaikan laporan dimaksud setelah 1 (satu) bulan sejak
batas akhir penyampaian laporan, untuk pelaporan perubahan
pedoman, sistem dan prosedur serta pelaporan perubahan
struktur kelompok usaha.
(3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Bank belum
menyampaikan laporan dimaksud setelah 2 (dua) bulan sejak
batas akhir penyampaian laporan, untuk pelaporan hasil
pengawasan Dewan Pengawas Syariah.
(4) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menghapuskan kewajiban Bank untuk menyampaikan laporan
dimaksud.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 89
Ketentuan mengenai larangan rangkap jabatan bagi anggota Dewan
Pengawas Syariah sebagai konsultan di BUS dan/atau UUS
sebagaimana …
- 47 -
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (4) wajib dipenuhi paling
lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal berlakunya Peraturan Bank
Indonesia ini.
Pasal 90
Laporan pelaksanaan GCG BUS untuk posisi laporan akhir Desember
2009 tetap mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober
2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia ini diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 92
Dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini maka PBI
No.8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum beserta ketentuan
perubahannya dinyatakan tidak berlaku bagi BUS.
Pasal 93 …
- 48 -
Pasal 93
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2010.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 7 Desember 2009
Pjs GUBERNUR BANK INDONESIA,
DARMIN NASUTION
Diundangkan di : Jakarta
Pada tanggal : 7 Desember 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 175
DPbS
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 10/SEOJK.03/2014
TENTANG
PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA
SYARIAH
- 2 -
KERTAS KERJA PENILAIAN SENDIRI (SELF ASSESSMENT)
PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Tujuan
1. Penilaian governance structure bertujuan untuk menilai kecukupan
struktur dan infrastruktur tata kelola Bank agar proses pelaksanaan
prinsip Good Corporate Governance menghasilkan outcome yang sesuai
dengan harapan stakeholders Bank. Yang termasuk dalam struktur tata
kelola Bank adalah Komisaris, Direksi, Komite, Dewan Pengawas Syariah,
dan satuan kerja pada Bank. Adapun yang termasuk infrastruktur tata
kelola Bank antara lain adalah kebijakan dan prosedur Bank, sistem
informasi manajemen serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-
masing struktur organisasi.
2. Penilaian governance process bertujuan untuk menilai efektivitas proses
pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance yang didukung oleh
kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank sehingga
menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan stakeholders Bank.
3. Penilaian governance outcome bertujuan untuk menilai kualitas outcome
yang memenuhi harapan stakeholders Bank yang merupakan hasil proses
pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance yang didukung oleh
kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola Bank.
Yang termasuk dalam outcome mencakup aspek kualitatif dan aspek
kuantitatif, antara lain yaitu:
- kecukupan transparansi laporan;
- kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
- kepatuhan terhadap prinsip syariah;
- perlindungan konsumen;
- obyektivitas dalam melakukan assessment/audit;
- kinerja Bank seperti rentabilitas, efisiensi, dan permodalan; dan/atau
- peningkatan/penurunan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku
dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi Bank seperti fraud,
pelanggaran Batas Maksimum Penyediaan Dana (BMPD), pelanggaran
ketentuan terkait laporan Bank kepada Otoritas Jasa Keuangan.
1. Pelaksanaan...
- 3 -
No Kriteria/Indikator Analisis
1. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan
Komisaris
A. Governance Structure
1) Jumlah anggota Dewan Komisaris paling
kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak sama
dengan jumlah anggota Direksi.
2) Paling kurang 1 (satu) orang anggota Dewan
Komisaris berdomisili di Indonesia.
3) Paling kurang 50% (lima puluh persen) dari
jumlah anggota Dewan Komisaris adalah
Komisaris Independen.
4) Dewan Komisaris tidak memiliki rangkap
jabatan kecuali terhadap hal-hal yang telah
ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku
tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah, yaitu hanya merangkap jabatan
sebagai:
a) anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau
Pejabat Eksekutif pada 1 (satu)
lembaga/perusahaan bukan lembaga
keuangan;
b) anggota Dewan Komisaris atau Direksi yang
melaksanakan fungsi pengawasan pada 1
(satu) perusahaan anak lembaga keuangan
bukan Bank yang dimiliki oleh Bank;
c) anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau
Pejabat Eksekutif pada 1 (satu) perusahaan
yang merupakan pemegang saham Bank;
atau
d) pejabat pada paling banyak 3 (tiga) lembaga
nirlaba.
5) Komisaris Independen dapat merangkap jabatan
sebagai Ketua Komite paling banyak pada 2
(dua)...
- 4 -
No Kriteria/Indikator Analisis
(dua) Komite pada Bank yang sama.
6) Mayoritas anggota Dewan Komisaris tidak saling
memiliki hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua dengan sesama anggota Dewan
Komisaris dan/atau anggota Direksi.
7) Dewan Komisaris telah memiliki pedoman dan
tata tertib kerja yang telah mencantumkan
antara lain pengaturan etika kerja, waktu kerja,
dan rapat.
8) Seluruh anggota Dewan Komisaris memiliki
integritas, kompetensi, dan reputasi keuangan
yang memadai.
9) Anggota Dewan Komisaris independen yang
berasal dari mantan anggota Direksi yang
berasal dari Bank yang bersangkutan dan tidak
melakukan fungsi pengawasan yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen telah menjalani masa
tunggu (cooling off) paling kurang selama 6
(enam) bulan.
10) Seluruh Komisaris Independen tidak ada yang
memiliki hubungan keuangan, kepengurusan,
kepemilikan saham, dan/atau hubungan
keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali,
anggota Dewan Komisaris lainnya, dan/atau
anggota Direksi atau hubungan keuangan
dan/atau hubungan kepemilikan saham dengan
Bank, yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen.
11) Seluruh anggota Dewan Komisaris telah lulus fit
and proper test dan telah memperoleh surat
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
12) Anggota Dewan Komisaris memiliki kompetensi
yang memadai dan relevan dengan jabatannya
untuk menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya...
- 5 -
No Kriteria/Indikator Analisis
jawabnya serta mampu mengimplementasikan
kompetensi yang dimilikinya dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
13) Anggota Dewan Komisaris memiliki kemauan
dan kemampuan untuk melakukan
pembelajaran secara berkelanjutan dalam
rangka peningkatan pengetahuan tentang
perbankan dan perkembangan terkini terkait
bidang keuangan/lainnya yang mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
14) Komposisi Dewan Komisaris tidak memenuhi
ketentuan karena adanya intervensi pemilik.
B. Governance Process
1) Pengangkatan dan/atau penggantian anggota
Dewan Komisaris telah memperhatikan
rekomendasi Komite Nominasi atau Komite
Remunerasi dan Nominasi dan memperoleh
persetujuan dari RUPS.
2) Dewan Komisaris telah melaksanakan tugasnya
untuk memastikan terselenggaranya
pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank
pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
3) Dewan Komisaris telah melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Direksi secara berkala maupun
sewaktu-waktu, serta memberikan nasihat
kepada Direksi.
4) Dalam rangka melakukan tugas pengawasan,
Komisaris telah mengarahkan, memantau dan
mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis
Bank.
5) Dewan Komisaris telah menyetujui,
mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko dan
strategi...
- 6 -
No Kriteria/Indikator Analisis
strategi Manajemen Risiko paling kurang 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau dalam
frekuensi yang lebih sering dalam hal terdapat
perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi
kegiatan usaha Bank secara signifikan.
6) Dewan Komisaris mengevaluasi pertanggung
jawaban Direksi dan memberikan arahan
perbaikan atas pelaksanaan Manajemen Risiko
secara berkala. Evaluasi dilakukan dalam
rangka memastikan bahwa Direksi mengelola
aktivitas dan Risiko-Risiko Bank secara efektif.
7) Dewan Komisaris menyetujui dan mengawasi
Rencana Bisnis Bank dan rencana korporasi.
8) Dewan Komisaris tidak terlibat dalam
pengambilan keputusan kegiatan operasional
Bank, kecuali pengambilan keputusan untuk
pemberian pembiayaan kepada Direksi
sepanjang ditetapkan dalam Anggaran Dasar
Bank dan/atau RUPS.
9) Dewan Komisaris telah memastikan bahwa
Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan
rekomendasi dari Satuan Kerja Audit Intern
(SKAI) Bank, auditor eksternal, hasil
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, hasil
pengawasan Dewan Pengawas Syariah,
dan/atau hasil pengawasan otoritas lainnya.
10) Dewan Komisaris memberitahukan secara
tertulis kepada Otoritas Jasa Keuangan paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang keuangan dan perbankan, dan keadaan
atau perkiraan keadaan yang dapat
membahayakan kelangsungan usaha Bank.
11) Dewan Komisaris telah melaksanakan tugas
dan tanggung jawab secara independen.
12) Dewan...
- 7 -
No Kriteria/Indikator Analisis
12) Dewan Komisaris telah membentuk Komite
Audit, Komite Pemantau Risiko, serta Komite
Remunerasi dan Nominasi.
13) Pengangkatan anggota Komite telah dilakukan
Direksi berdasarkan keputusan rapat Dewan
Komisaris.
14) Dewan Komisaris telah memastikan bahwa
Komite yang dibentuk telah menjalankan
tugasnya secara efektif.
15) Dewan Komisaris telah menyediakan waktu
yang cukup untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara optimal.
16) Rapat Dewan Komisaris membahas
permasalahan sesuai dengan agenda rapat dan
diselenggarakan secara berkala, paling kurang 1
(satu) kali dalam 2 (dua) bulan.
17) Pengambilan keputusan rapat Dewan Komisaris
telah dilakukan berdasarkan musyawarah
mufakat atau suara terbanyak dalam hal tidak
terjadi musyawarah mufakat.
18) Anggota Dewan Komisaris tidak memanfaatkan
Bank untuk kepentingan pribadi, keluarga,
dan/atau pihak lain yang dapat mengurangi
aset atau mengurangi keuntungan Bank.
19) Anggota Dewan Komisaris tidak mengambil
dan/atau menerima keuntungan pribadi dari
Bank selain remunerasi dan fasilitas lainnya
yang ditetapkan RUPS.
20) Pemilik melakukan intervensi terhadap
pelaksanaan tugas Dewan Komisaris yang
menyebabkan kegiatan operasional Bank
terganggu sehingga berdampak pada
berkurangnya aset Bank dan/atau
berkurangnya keuntungan Bank.
C. Governance...
- 8 -
No Kriteria/Indikator Analisis
C. Governance Outcome
1) Hasil rapat Dewan Komisaris telah dituangkan
dalam risalah rapat dan didokumentasikan
dengan baik, termasuk pengungkapan
dissenting opinions secara jelas.
2) Hasil rapat Dewan Komisaris telah dibagikan
kepada seluruh anggota Dewan Komisaris dan
pihak yang terkait.
3) Hasil rapat Dewan Komisaris merupakan
rekomendasi dan/atau arahan yang dapat
diimplementasikan oleh RUPS dan/atau
Direksi.
4) Dalam laporan pelaksanaan Good Corporate
Governance, seluruh anggota Dewan Komisaris
telah mengungkapkan paling kurang:
a) kepemilikan sahamnya yang mencapai 5%
(lima persen) atau lebih pada Bank yang
bersangkutan maupun pada bank dan
perusahaan lain yang berkedudukan di
dalam dan di luar negeri;
b) hubungan keuangan dan hubungan
keluarga dengan Pemegang Saham
Pengendali, anggota Dewan Komisaris
lainnya, dan/atau anggota Direksi Bank;
c) rangkap jabatan pada perusahaan atau
lembaga lain; dan
d) remunerasi dan fasilitas lain.
5) Pelaksanaan pengawasan aktif terhadap
pelaksanaan kebijakan dan strategi Manajemen
Risiko telah dilakukan oleh Dewan Komisaris
secara efektif.
6) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan anggota Dewan Komisaris dalam
pengawasan Bank yang ditunjukkan antara lain
dengan peningkatan kinerja Bank, penyelesaian
permasalahan...
- 9 -
No Kriteria/Indikator Analisis
permasalahan yang dihadapi Bank, dan
pencapaian hasil sesuai ekspektasi pemangku
kepentingan (stakeholders).
Peningkatan budaya pembelajaran secara
berkelanjutan dalam rangka peningkatan
pengetahuan tentang perbankan dan
perkembangan terkini terkait bidang
keuangan/lainnya yang mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab anggota
Dewan Komisaris.
7) Kegiatan operasional Bank terganggu dan/atau
memberikan keuntungan yang tidak wajar
kepada pemilik yang berdampak pada
berkurangnya aset Bank dan/atau
berkurangnya keuntungan Bank, akibat
intervensi pemilik terhadap komposisi dan/atau
pelaksanaan tugas Dewan Komisaris.
8) Bank telah menerapkan Manajemen Risiko
secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan,
kebijakan usaha, ukuran, serta kemampuan
Bank.
2. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
A. Governance Structure
1) Jumlah anggota Direksi paling kurang 3 (tiga)
orang.
2) Seluruh anggota Direksi telah berdomisili di
Indonesia.
3) Mayoritas anggota Direksi wajib memiliki
pengalaman paling kurang 4 (empat) tahun
dengan jabatan paling rendah sebagai Pejabat
Eksekutif di industri perbankan dan paling
kurang 1 (satu) tahun diantaranya menjabat
paling rendah sebagai Pejabat Eksekutif pada
Bank.
4) Direksi...
- 10 -
No Kriteria/Indikator Analisis
4) Direksi tidak memiliki rangkap jabatan sebagai
Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada
bank, perusahaan dan/atau lembaga lain
kecuali terhadap hal-hal yang telah ditetapkan
dalam ketentuan yang berlaku tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
yaitu menjadi Dewan Komisaris dalam rangka
melaksanakan tugas pengawasan atas
penyertaan pada perusahaan anak bukan Bank
yang dikendalikan oleh Bank dan/atau
menduduki jabatan pada 2 (dua) lembaga
nirlaba.
5) Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama tidak memiliki saham melebihi
25% (dua puluh lima persen) dari modal disetor
pada perusahaan lain.
6) Mayoritas anggota Direksi tidak saling memiliki
hubungan keluarga sampai dengan derajat
kedua dengan sesama anggota Direksi,
dan/atau dengan anggota Dewan Komisaris.
7) Direksi telah memiliki pedoman dan tata tertib
kerja yang mencantumkan antara lain
pengaturan etika kerja, waktu kerja, dan rapat.
8) Direksi tidak menggunakan penasehat
perorangan dan/atau jasa profesional sebagai
konsultan kecuali untuk proyek yang bersifat
khusus, telah didasari oleh kontrak yang jelas
meliputi lingkup kerja, tanggung jawab, jangka
waktu pekerjaan, dan biaya, serta konsultan
merupakan Pihak Independen yang memiliki
kualifikasi untuk mengerjakan proyek yang
bersifat khusus.
9) Seluruh anggota Direksi memiliki integritas,
kompetensi, dan reputasi keuangan yang
memadai...
- 11 -
No Kriteria/Indikator Analisis
memadai.
10) Presiden Direktur atau Direktur Utama, berasal
dari pihak yang independen terhadap Pemegang
Saham Pengendali, yaitu tidak memiliki
hubungan keuangan, kepengurusan,
kepemilikan saham, dan hubungan keluarga.
11) Seluruh anggota Direksi telah lulus fit and
proper test dan telah memperoleh surat
persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
12) Anggota Direksi memiliki kompetensi yang
memadai dan relevan dengan jabatannya untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya
serta mampu mengimplementasikan
kompetensi yang dimilikinya dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
13) Anggota Direksi memiliki kemauan dan
kemampuan untuk melakukan pembelajaran
secara berkelanjutan dalam rangka
peningkatan pengetahuan tentang perbankan
dan perkembangan terkini terkait bidang
keuangan/lainnya yang mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.
14) Anggota Direksi membudayakan pembelajaran
secara berkelanjutan dalam rangka
peningkatan pengetahuan tentang perbankan
dan perkembangan terkini terkait bidang
keuangan/lainnya yang mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya
pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
15) Komposisi Direksi tidak memenuhi ketentuan
karena adanya intervensi pemilik.
B. Governance Process
1) Pengangkatan dan/atau penggantian anggota
Direksi telah memperhatikan rekomendasi
Komite Nominasi atau Komite Remunerasi dan
Nominasi...
- 12 -
No Kriteria/Indikator Analisis
Nominasi dan memperoleh persetujuan dari
RUPS.
2) Direksi telah mengangkat anggota Komite,
didasarkan pada keputusan rapat Dewan
Komisaris.
3) Anggota Direksi tidak memberikan kuasa
umum kepada pihak lain yang mengakibatkan
pengalihan tugas dan fungsi Direksi.
4) Direksi bertanggung jawab penuh atas
pelaksanaan kepengurusan Bank berdasarkan
prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah.
5) Direksi mengelola Bank sesuai kewenangan dan
tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6) Direksi telah melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya secara independen terhadap
pemegang saham.
7) Direksi telah melaksanakan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance dalam setiap
kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan
atau jenjang organisasi.
8) Direksi telah menindaklanjuti temuan audit
dan rekomendasi dari SKAI, auditor eksternal,
dan hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan,
hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah,
dan/atau hasil pengawasan otoritas lain.
9) Direksi telah menyediakan data dan informasi
yang akurat, relevan, dan tepat waktu kepada
Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas
Syariah.
10) Pengambilan keputusan rapat Direksi telah
dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat
atau suara terbanyak dalam hal tidak terjadi
musyawarah mufakat.
11) Setiap...
- 13 -
No Kriteria/Indikator Analisis
11) Setiap keputusan rapat yang diambil Direksi
dapat diimplementasikan dan sesuai dengan
kebijakan, pedoman, serta tata tertib kerja yang
berlaku.
12) Direksi telah menetapkan kebijakan dan
keputusan strategis melalui mekanisme rapat
Direksi.
13) Direksi tidak memanfaatkan Bank untuk
kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak
lain yang dapat mengurangi aset atau
mengurangi keuntungan Bank.
14) Direksi tidak mengambil dan/atau menerima
keuntungan pribadi dari Bank selain
remunerasi dan fasilitas lainnya yang
ditetapkan RUPS.
15) Pemilik melakukan intervensi terhadap
pelaksanaan tugas Direksi yang menyebabkan
kegiatan operasional Bank terganggu sehingga
berdampak pada berkurangnya aset Bank
dan/atau berkurangnya keuntungan Bank.
16) Direksi telah menyusun kebijakan Manajemen
Risiko dan strategi kerangka Manajemen Risiko
secara tertulis dan komprehensif dengan
memperhatikan tingkat Risiko yang diambil dan
toleransi Risiko terhadap kecukupan
permodalan. Setelah mendapatkan persetujuan
dari Dewan Komisaris, maka Direksi
menetapkan kebijakan, strategi, dan kerangka
Manajemen Risiko paling kurang 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun atau dalam frekuensi yang
lebih sering dalam hal terdapat perubahan
faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan
usaha Bank secara signifikan.
17) Direksi telah menyusun, menetapkan, dan
mengkinikan prosedur dan alat untuk
mengindentifikasi...
- 14 -
No Kriteria/Indikator Analisis
mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan
mengendalikan Risiko.
18) Direksi telah mengevaluasi dan/atau
mengkinikan kebijakan strategi dan kerangka
Manajemen Risiko paling kurang 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun atau dalam frekuensi yang
lebih sering dalam hal terdapat perubahan
faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan
usaha Bank, eksposur Risiko dan/atau Profil
Risiko secara signifikan.
19) Direksi bertanggung jawab atas pelaksanaan
kebijakan Manajemen Risiko dan eksposur
Risiko yang diambil oleh Bank secara
keseluruhan.
20) Direksi telah menyusun dan menetapkan
mekanisme persetujuan transaksi, termasuk
yang melampaui limit dan kewenangan untuk
setiap jenjang jabatan.
21) Direksi telah mengevaluasi dan memutuskan
transaksi yang memerlukan persetujuan
Direksi.
22) Direksi telah mengembangkan budaya
Manajemen Risiko pada seluruh jenjang
organisasi.
23) Direksi telah memastikan bahwa fungsi
Manajemen Risiko telah beroperasi secara
independen.
24) Rencana Bisnis Bank telah disusun secara
realistis, komprehensif, terukur (achievable)
dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian
dan responsif terhadap perubahan internal dan
eksternal.
25) Direksi telah mengkomunikasikan rencana
bisnis Bank kepada pemegang saham Bank dan
seluruh jenjang organisasi yang ada pada Bank.
C. Governance...
- 15 -
No Kriteria/Indikator Analisis
C. Governance Outcome
1) Direksi telah mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham
melalui RUPS.
2) Pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan
tugasnya diterima oleh pemegang saham
melalui RUPS.
3) Direksi telah mengungkapkan kebijakan-
kebijakan Bank yang bersifat strategis di bidang
kepegawaian kepada pegawai dengan media
yang mudah diakses pegawai.
4) Direksi telah mengkomunikasikan kepada
pegawai mengenai arah bisnis bank dalam
rangka pencapaian misi dan visi bank.
5) Hasil rapat Direksi telah dituangkan dalam
risalah rapat dan didokumentasikan dengan
baik, termasuk pengungkapan dissenting
opinion secara jelas.
6) Dalam laporan pelaksanaan Good Corporate
Governance, seluruh anggota Direksi telah
mengungkapkan paling kurang:
a) kepemilikan saham yang mencapai 5% (lima
persen) atau lebih pada Bank yang
bersangkutan maupun pada Bank dan
perusahaan lain yang berkedudukan di
dalam dan di luar negeri;
b) hubungan keuangan dan hubungan
keluarga dengan Pemegang Saham
Pengendali, anggota Dewan Komisaris,
dan/atau anggota Direksi lainnya Bank; dan
c) renumerasi dan fasilitas lainnya.
7) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan anggota Direksi dalam pengelolaan
Bank yang ditunjukkan antara lain dengan
peningkatan kinerja Bank, penyelesaian
permasalahan...
- 16 -
No Kriteria/Indikator Analisis
permasalahan yang dihadapi Bank, dan
pencapaian hasil sesuai ekspektasi
stakeholders.
8) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan dari seluruh karyawan Bank pada
seluruh tingkatan atau jenjang organisasi yang
ditunjukkan antara lain dengan peningkatan
kinerja individu sesuai tugas dan tanggung
jawabnya.
9) Peningkatan budaya pembelajaran secara
berkelanjutan dalam rangka peningkatan
pengetahuan tentang perbankan dan
perkembangan terkini terkait bidang
keuangan/lainnya yang mendukung
pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya pada
seluruh tingkatan atau jenjang organisasi yang
ditunjukkan antara lain dengan peningkatan
keikutsertaan karyawan Bank dalam sertifikasi
perbankan dan/atau pendidikan/pelatihan
dalam rangka pengembangan kualitas individu.
10) Pelaksanaan pengawasan secara aktif terhadap
pelaksanaan kebijakan dan strategi Manajemen
Risiko telah dilakukan oleh Direksi dengan
efektif.
11) Kegiatan operasional Bank terganggu dan/atau
memberikan keuntungan yang tidak wajar
kepada pemilik yang berdampak pada
berkurangnya aset Bank dan/atau
berkurangnya keuntungan Bank, akibat
intervensi pemilik terhadap komposisi dan/atau
pelaksanaan tugas Direksi.
12) Bank telah menerapkan Manajemen Risiko
secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan,
kebijakan usaha, ukuran, serta kemampuan
Bank.
13) Rencana...
- 17 -
No Kriteria/Indikator Analisis
13) Rencana Bisnis Bank telah disusun atas kajian
yang komprehensif dengan memperhatikan
peluang bisnis dan kekuatan yang dimiliki Bank
serta mengidentifikasikan kelemahan dan
ancaman (SWOT analysis)
14) Rencana Bisnis Bank telah menggambarkan
pertumbuhan Bank yang berkesinambungan.
3. Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite
A. Governance Structure
1) Komite Audit
a) Anggota Komite Audit paling kurang terdiri
dari seorang Komisaris Independen, seorang
Pihak Independen yang ahli di bidang
akuntansi keuangan, dan seorang Pihak
Independen yang ahli di bidang perbankan
syariah.
b) Komite Audit diketuai oleh Komisaris
Independen.
c) Mayoritas anggota Komisaris yang menjadi
anggota Komite Audit merupakan Komisaris
Independen.
d) Anggota Komite Audit memiliki integritas
dan reputasi keuangan yang baik.
2) Komite Pemantau Risiko
a) Anggota Komite Pemantau Risiko paling
kurang terdiri dari seorang Komisaris
Independen, seorang Pihak Independen yang
ahli di bidang perbankan syariah, dan
seorang Pihak Independen yang ahli di
bidang Manajemen Risiko.
b) Komite Pemantau Risiko diketuai oleh
Komisaris Independen.
c) Mayoritas anggota Dewan Komisaris yang
menjadi anggota Komite Pemantau Risiko
merupakan...
- 18 -
No Kriteria/Indikator Analisis
merupakan Komisaris Independen.
d) Anggota Komite Pemantau Risiko memiliki
integritas dan reputasi keuangan yang baik.
3) Komite Remunerasi dan Nominasi
a) Anggota Komite Remunerasi dan Nominasi
paling kurang terdiri dari 2 (dua) orang
Komisaris Independen dan seorang Pejabat
Eksekutif yang membawahi sumber daya
manusia.
b) Pejabat Eksekutif harus memiliki
pengetahuan dan mengetahui ketentuan
sistem remunerasi dan/atau nominasi serta
succession plan Bank.
c) Komite Remunerasi dan Nominasi diketuai
oleh Komisaris Independen.
d) Mayoritas anggota Komisaris yang menjadi
anggota Komite Remunerasi dan Nominasi
merupakan Komisaris Independen
e) Apabila Bank membentuk Komite tersebut
secara terpisah, maka:
(1) Pejabat Eksekutif anggota Komite
Remunerasi harus memiliki
pengetahuan mengenai sistem
remunerasi Bank; dan
(2) Pejabat Eksekutif anggota Komite
Nominasi harus memiliki pengetahuan
tentang sistem nominasi dan succession
plan Bank.
4) Anggota Komite Audit, Komite Pemantau Risiko,
serta Komite Renumerasi dan Nominasi bukan
merupakan anggota Direksi Bank yang sama
maupun Bank lain.
5) Rangkap jabatan Pihak Independen pada Bank
yang sama, Bank lain dan/atau perusahaan
lain telah memperhatikan kriteria independensi,
kriteria...
- 19 -
No Kriteria/Indikator Analisis
kriteria keahlian, mampu menjaga rahasia
Bank, kode etik, dan pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab sebagai anggota Komite.
6) Seluruh Pihak Independen anggota Komite tidak
memiliki hubungan keuangan, kepengurusan,
kepemilikan saham, dan/atau hubungan
keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali,
anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota
Direksi atau hubungan keuangan dan/atau
hubungan kepemilikan saham dengan Bank,
yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen.
7) Seluruh Pihak Independen yang berasal dari
mantan anggota Direksi yang berasal dari Bank
yang bersangkutan dan tidak melakukan fungsi
pengawasan yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen
telah menjalani masa tunggu (cooling off) paling
kurang selama 6 (enam) bulan.
8) Rapat Komite Audit dan Komite Pemantau
Risiko paling kurang dihadiri 51% (lima puluh
satu persen) dari jumlah anggota termasuk
Komisaris Independen dan Pihak Independen.
9) Rapat Komite Remunerasi dan Nominasi, paling
kurang dihadiri 51% (lima puluh satu persen)
dari jumlah anggota termasuk seorang
Komisaris Independen dan Pejabat Eksekutif.
10) Komposisi Komite tidak memenuhi ketentuan
karena adanya intervensi pemilik.
B. Governance Process
1) Komite Audit
Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan
Komisaris:
a) Komite Audit telah memantau dan
mengevaluasi perencanaan dan pelaksanaan
audit...
- 20 -
No Kriteria/Indikator Analisis
audit serta memantau tindak lanjut hasil
audit dalam rangka menilai kecukupan
pengendalian intern termasuk kecukupan
proses pelaporan keuangan.
b) Komite Audit telah melakukan review
terhadap:
(1) pelaksanaan tugas SKAI;
(2) kesesuaian pelaksanaan audit oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan
standar audit yang berlaku;
(3) kesesuaian laporan keuangan dengan
standar akuntansi yang berlaku; dan
(4) pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi
atas hasil temuan SKAI, Akuntan Publik,
hasil pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan dan/atau hasil pengawasan
Dewan Pengawas Syariah.
c) Komite Audit telah memberikan
rekomendasi penunjukan Akuntan Publik
dan KAP kepada Dewan Komisaris.
2) Komite Pemantau Risiko
Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan
Komisaris:
a) Komite Pemantau Risiko mengevaluasi
kebijakan dan pelaksanaan Manajemen
Risiko;
b) Komite Pemantau Risiko memantau dan
mengevaluasi pelaksanaan tugas Komite
Manajemen Risiko dan Satuan Kerja
Manajemen Risiko (SKMR).
3) Komite Remunerasi dan Nominasi
Untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan
Komisaris:
a) Komite Remunerasi telah mengevaluasi
kebijakan remunerasi bagi:
(1) Dewan...
- 21 -
No Kriteria/Indikator Analisis
(1) Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah dan telah
disampaikan kepada RUPS;
(2) Pejabat Eksekutif dan pegawai dan telah
disampaikan kepada Direksi.
b) Terkait dengan kebijakan nominasi, Komite
telah menyusun sistem, serta prosedur
pemilihan dan/atau penggantian anggota
Dewan Komisaris, Direksi, dan Dewan
Pengawas Syariah untuk disampaikan
kepada RUPS.
c) Komite Nominasi, telah memberikan
rekomendasi calon anggota Dewan
Komisaris, Direksi, dan/atau Dewan
Pengawas Syariah untuk disampaikan
kepada RUPS.
d) Komite Nominasi, telah memberikan
rekomendasi calon Pihak Independen yang
dapat menjadi anggota Komite kepada
Dewan Komisaris.
4) Rapat Komite diselenggarakan sesuai
kebutuhan Bank.
5) Keputusan rapat diambil berdasarkan
musyawarah mufakat atau suara terbanyak
dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat.
6) Hasil rapat Komite merupakan rekomendasi
yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh
Dewan Komisaris.
7) Pemilik melakukan intervensi terhadap
pelaksanaan tugas Komite, seperti misalnya
terkait rekomendasi pemberian remunerasi
yang tidak wajar kepada pihak terkait pemilik,
rekomendasi calon Dewan Komisaris/Direksi
yang tidak sesuai dengan prosedur pemilihan
dan/atau penggantian yang telah ditetapkan.
C. Governance...
- 22 -
No Kriteria/Indikator Analisis
C. Governance Outcome
1) Hasil rapat Komite telah dituangkan dalam
risalah rapat dan didokumentasikan dengan
baik, termasuk pengungkapan dissenting
opinions secara jelas.
2) Masing-masing Komite telah melaksanakan
fungsinya sesuai ketentuan yang berlaku
seperti misalnya pemberian rekomendasi sesuai
tugasnya kepada Dewan Komisaris.
4. Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan
Pengawas Syariah
A. Governance Structure
1) Jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah
paling kurang 2 (dua) orang atau paling banyak
50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota
Direksi.
2) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak
memiliki rangkap jabatan sebagai anggota
Dewan Pengawas Syariah kecuali yang telah
ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku
tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah, yaitu paling banyak pada 4
(empat) lembaga keuangan syariah lain.
3) Dewan Pengawas Syariah telah mendapatkan
fasilitas yang layak antara lain ruang kerja,
telepon, dan lemari arsip.
4) Dewan Pengawas Syariah telah memiliki paling
kurang 1 (satu) orang pegawai untuk
mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung
jawabnya.
5) Bank wajib mengajukan calon anggota Dewan
Pengawas Syariah untuk memperoleh
persetujuan Otoritas Jasa Keuangan sebelum
menduduki...
- 23 -
No Kriteria/Indikator Analisis
menduduki jabatannya.
6) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas
Syariah oleh RUPS berlaku efektif setelah
mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
7) Pengajuan calon anggota Dewan Pengawas
Syariah kepada Otoritas Jasa Keuangan
dilakukan setelah mendapat rekomendasi
Majelis Ulama Indonesia.
8) Seluruh anggota Dewan Pengawas Syariah
memiliki integritas, kompetensi, dan reputasi
keuangan yang memadai.
B. Governance Process
1) Pengangkatan dan/atau penggantian anggota
Dewan Pengawas Syariah telah memperhatikan
rekomendasi Komite Nominasi atau Komite
Remunerasi dan Nominasi dan memperoleh
persetujuan dari RUPS.
2) Dewan Pengawas Syariah telah melaksanakan
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance.
3) Dalam rangka melakukan tugas dan tanggung
jawabnya, Dewan Pengawas Syariah telah
memberikan nasihat dan saran kepada Direksi
serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai
dengan prinsip syariah.
4) Dewan Pengawas Syariah telah melaksanakan
tugas dan tanggung jawab yang meliputi antara
lain:
a) menilai dan memastikan pemenuhan prinsip
syariah atas pedoman operasional dan
produk yang dikeluarkan Bank;
b) mengawasi proses pengembangan produk
baru Bank agar sesuai dengan fatwa Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia;
c) meminta fatwa kepada Dewan Syariah
Nasional...
- 24 -
No Kriteria/Indikator Analisis
Nasional – Majelis Ulama Indonesia untuk
produk baru Bank yang belum ada
fatwanya;
d) melakukan review secara berkala atas
pemenuhan prinsip syariah terhadap
mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank;
dan
e) meminta data dan informasi terkait dengan
aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam
rangka pelaksanaan tugasnya.
5) Anggota Dewan Pengawas Syariah telah
menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
secara optimal.
6) Rapat Dewan Pengawas Syariah telah
diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) bulan.
7) Pengambilan keputusan rapat Dewan
Pengawas Syariah telah dilakukan berdasarkan
musyawarah mufakat.
8) Seluruh keputusan Dewan Pengawas Syariah
yang dituangkan dalam risalah rapat
merupakan keputusan bersama seluruh
anggota Dewan Pengawas Syariah.
9) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak
memanfaatkan Bank untuk kepentingan
pribadi, keluarga dan/atau pihak lain yang
dapat mengurangi aset atau mengurangi
keuntungan Bank.
10) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak
mengambil dan/atau menerima keuntungan
pribadi dari Bank selain remunerasi dan
fasilitas lainnya yang ditetapkan RUPS.
11) Anggota Dewan Pengawas Syariah tidak
melakukan...
- 25 -
No Kriteria/Indikator Analisis
melakukan rangkap jabatan sebagai konsultan
di seluruh Bank.
C. Governance Outcome
1) Hasil rapat Dewan Pengawas Syariah
dituangkan dalam risalah rapat dan
didokumentasikan dengan baik, termasuk
pengungkapan dissenting opinions secara jelas.
2) Dewan Pengawas Syariah telah menyampaikan
Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas
Syariah secara semesteran.
3) Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas
Syariah telah disampaikan kepada Otoritas
Jasa Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan
setelah periode semester dimaksud berakhir.
4) Dalam laporan pelaksanaan Good Corporate
Governance, seluruh anggota Dewan Pengawas
Syariah paling kurang telah mengungkapkan:
a) rangkap jabatan sebagai Dewan Pengawas
Syariah pada lembaga keuangan syariah
lain.
b) remunerasi dan fasilitas lain
5) Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan anggota Dewan Pengawas Syariah
dalam pengawasan kesesuaian kegiatan Bank
dengan prinsip syariah yang ditunjukkan
antara lain dengan peningkatan kinerja Bank
melalui penurunan pelanggaran terhadap
prinsip syariah dan penyelesaian permasalahan
yang terkait dengan pelanggaran terhadap
prinsip syariah.
5. Pelaksanaan prinsip syariah dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta
Pelayanan Jasa
A. Governance Structure
1) Bank...
- 26 -
No Kriteria/Indikator Analisis
1) Bank telah memiliki anggota Dewan Pengawas
Syariah dalam jumlah yang cukup dan
kompetensi yang memadai.
2) Bank telah memiliki paling kurang 1 (satu)
orang personil di fungsi kepatuhan yang
memiliki pengetahuan dan/atau pemahaman
tentang operasional perbankan syariah.
3) Bank telah memiliki paling kurang 1 (satu)
orang personil di fungsi audit intern yang
memiliki pengetahuan dan/atau pemahaman
tentang operasional perbankan syariah.
4) Bank memiliki fungsi pengembangan produk
yang independen terhadap unit bisnis (fungsi
penghimpunan dana, penyaluran dana, dan
pelayanan jasa).
5) Sumber daya manusia di fungsi pengembangan
produk memiliki pengetahuan dan/atau
pemahaman mengenai prinsip syariah dan
produk perbankan secara umum.
6) Sumber daya manusia di unit bisnis
(penghimpunan dana, penyaluran dana, dan
pelayanan jasa) memiliki pengetahuan
dan/atau pemahaman mengenai produk
perbankan syariah yang akan dijualnya.
B. Governance Process
1) Proses pengembangan produk baru telah
memperhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional
dan telah mendapat pendapat syariah dari
Dewan Pengawas Syariah
2) Pelaksanaan kegiatan penghimpunan dana,
penyaluran dana, dan pelayanan jasa Bank
telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional – Majelis Ulama Indonesia dan
pendapat syariah dari Dewan Pengawas
Syariah.
C. Governance...
- 27 -
No Kriteria/Indikator Analisis
C. Governance Outcome
1) Produk yang dimiliki oleh Bank telah sesuai
dengan Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan
Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia dan
telah dilengkapi dengan pendapat syariah dari
Dewan Pengawas Syariah.
2) Prosedur pelaksanaan (Standard Operating
Procedures/SOP) dalam penghimpunan dana,
penyaluran dana, dan pelayanan jasa telah
sesuai dengan prinsip syariah.
3) Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas
Syariah telah disampaikan secara semesteran
4) Laporan hasil audit intern terkait pelaksanaan
pemenuhan prinsip syariah telah disampaikan
kepada Dewan Pengawas Syariah.
6. Penanganan Benturan Kepentingan
A. Governance Structure
Bank memiliki kebijakan, sistem dan prosedur
penyelesaian mengenai:
1) benturan kepentingan yang mengikat setiap
pengurus dan pegawai Bank;
2) administrasi, dokumentasi dan pengungkapan
benturan kepentingan dimaksud dalam Risalah
Rapat.
B. Governance Process
Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat
Eksekutif tidak mengambil tindakan yang dapat
mengurangi aset Bank atau mengurangi
keuntungan Bank.
C. Governance Outcome
1) Benturan kepentingan yang dapat mengurangi
aset Bank atau mengurangi keuntungan Bank
telah diungkapkan dalam setiap keputusan dan
telah...
- 28 -
No Kriteria/Indikator Analisis
telah terdokumentasi dengan baik.
2) Kegiatan operasional bank bebas dari intervensi
pemilik/pihak terkait/pihak lainnya yang dapat
menimbulkan benturan kepentingan yang dapat
merugikan Bank atau mengurangi keuntungan
Bank.
3) Bank berhasil menyelesaikan benturan
kepentingan yang terjadi.
7. Penerapan Fungsi Kepatuhan Bank
A. Governance Structure
1) Satuan kerja kepatuhan independen terhadap
satuan kerja operasional.
2) Pengangkatan, pemberhentian dan/atau
pengunduran diri Direktur yang membawahkan
Fungsi Kepatuhan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
3) Bank telah menyediakan sumber daya manusia
yang berkualitas pada satuan kerja Kepatuhan
untuk menyelesaikan tugas secara efektif.
B. Governance Process
1) Direktur yang membawahkan Fungsi
Kepatuhan bertugas dan bertanggung jawab
antara lain:
a) memastikan kepatuhan Bank terhadap
ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dengan cara:
(1) menetapkan langkah-langkah yang
diperlukan dengan memperhatikan
prinsip kehati-hatian;
(2) memantau dan menjaga agar kegiatan
usaha Bank tidak menyimpang dari
ketentuan;
(3) memantau dan menjaga kepatuhan
Bank terhadap seluruh perjanjian dan
komitmen...
- 29 -
No Kriteria/Indikator Analisis
komitmen yang dibuat oleh Bank kepada
Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga
otoritas yang berwenang;
b) menyampaikan laporan pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab paling kurang secara
triwulanan kepada Direktur Utama dengan
tembusan kepada Dewan Komisaris atau
pihak yang berwenang sesuai struktur
organisasi Bank;
c) merumuskan strategi guna mendorong
terciptanya Budaya Kepatuhan Bank;
d) mengusulkan kebijakan kepatuhan atau
prinsip-prinsip kepatuhan yang akan
ditetapkan oleh Direksi;
e) menetapkan sistem dan prosedur kepatuhan
yang akan digunakan untuk menyusun
ketentuan dan pedoman internal Bank;
f) memastikan bahwa seluruh kebijakan,
ketentuan, sistem, dan prosedur, serta
kegiatan usaha yang dilakukan Bank telah
sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
g) meminimalkan Risiko Kepatuhan Bank;
h) melakukan tindakan pencegahan agar
kebijakan dan/atau keputusan yang diambil
Direksi Bank tidak menyimpang dari
ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
i) melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait
dengan Fungsi Kepatuhan.
2) Penunjukan Direktur yang membawahkan
Fungsi Kepatuhan telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
3) Direksi telah:
a) menyetujui kebijakan kepatuhan Bank
dalam...
- 30 -
No Kriteria/Indikator Analisis
dalam bentuk dokumen formal tentang
fungsi kepatuhan yang efektif;
b) bertanggung jawab untuk
mengkomunikasikan seluruh kebijakan,
pedoman, sistem dan prosedur ke seluruh
jenjang organisasi terkait;
c) bertanggung jawab untuk menciptakan
fungsi kepatuhan yang efektif dan permanen
sebagai bagian dari kebijakan kepatuhan
Bank secara keseluruhan.
4) Satuan kerja kepatuhan bertugas dan
bertanggung jawab antara lain:
a) membuat langkah-langkah dalam rangka
mendukung terciptanya Budaya Kepatuhan
pada seluruh kegiatan usaha Bank pada
setiap jenjang organisasi;
b) melakukan identifikasi, pengukuran,
monitoring, dan pengendalian terhadap
Risiko Kepatuhan dengan mengacu pada
peraturan yang berlaku mengenai
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah;
c) menilai dan mengevaluasi efektivitas,
kecukupan, dan kesesuaian kebijakan,
ketentuan, sistem maupun prosedur yang
dimiliki oleh Bank dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d) melakukan review dan/atau
merekomendasikan pengkinian dan
penyempurnaan kebijakan, ketentuan,
sistem maupun prosedur yang dimiliki oleh
Bank agar sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
e) melakukan upaya-upaya untuk memastikan
bahwa...
- 31 -
No Kriteria/Indikator Analisis
bahwa kebijakan, ketentuan, sistem dan
prosedur, serta kegiatan usaha Bank telah
sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku;
f) melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait
dengan Fungsi Kepatuhan.
C. Governance Outcome
1) Bank telah menyampaikan laporan pokok
pelaksanaan tugas Direktur yang
membawahkan Fungsi Kepatuhan dan laporan
khusus kepada Otoritas Jasa Keuangan dan
pihak terkait.
2) Cakupan laporan pelaksanaan tugas Direktur
yang membawahkan Fungsi Kepatuhan
tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
3) Bank berhasil menurunkan tingkat pelanggaran
terhadap ketentuan yang berlaku.
4) Bank berhasil membangun budaya kepatuhan
dalam pengambilan keputusan dan dalam
kegiatan operasional bank.
8. Penerapan Fungsi Audit Intern
A. Governance Structure
1) Struktur organisasi SKAI Bank telah sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2) Bank memiliki Standar Pelaksanaan Fungsi
Audit Intern Bank (Sistem Pengendalian dan
Fungsi Audit Internal), dengan:
a) menyusun Piagam Audit Intern (Internal
Audit Charter);
b) membentuk SKAI;
c) menyusun panduan audit intern.
3) Kelembagaan SKAI independen terhadap satuan
kerja operasional.
4) Bank...
- 32 -
No Kriteria/Indikator Analisis
4) Bank menyediakan sumber daya yang
berkualitas pada SKAI untuk menyelesaikan
tugas secara efektif.
B. Governance Process
1) Direksi bertanggung jawab atas:
a) terciptanya struktur pengendalian intern,
dan menjamin terselenggaranya fungsi audit
intern Bank dalam setiap tingkatan
manajemen;
b) tindak lanjut temuan audit intern Bank
sesuai dengan kebijakan dan arahan
Dewan Komisaris.
2) Bank menerapkan fungsi audit intern secara
efektif pada seluruh aspek dan unsur kegiatan
yang secara langsung diperkirakan dapat
mempengaruhi kepentingan Bank dan
masyarakat.
3) Bank melakukan kaji ulang secara berkala atas
efektifitas pelaksanaan kerja SKAI dan
kepatuhannya terhadap Sistem Pengendalian
dan Fungsi Audit Internal oleh pihak eksternal
setiap tiga tahun.
4) Rencana pemeriksaan SKAI Bank, kecukupan
ruang lingkup pemeriksaan serta kedalaman
pemeriksaan telah memadai.
5) Tidak terdapat penyimpangan dalam realisasi
atas rencana pemeriksaan SKAI Bank.
6) Bank merencanakan dan merealisasikan
peningkatan mutu keterampilan sumber daya
manusia secara berkala dan berkelanjutan.
7) SKAI telah melakukan fungsi pengawasan
secara independen dengan cakupan tugas yang
memadai dan sesuai dengan rencana,
pelaksanaan maupun pemantauan hasil audit.
8) SKAI telah melaksanakan tugas sekurang-
kurangnya...
- 33 -
No Kriteria/Indikator Analisis
kurangnya meliputi penilaian:
a) kecukupan Sistem Pengendalian Intern
Bank;
b) efektivitas Sistem Pengendalian Intern Bank;
c) kualitas kinerja.
9) SKAI telah melaporkan seluruh temuan hasil
pemeriksaan sesuai ketentuan yang berlaku.
10) SKAI telah memantau, menganalisis dan
melaporkan perkembangan tindak lanjut
perbaikan yang dilakukan auditee.
11) SKAI telah menyusun dan mengkinikan
pedoman kerja serta sistem dan prosedur untuk
melaksanakan tugas bagi auditor intern secara
berkala sesuai ketentuan dan perundangan
yang berlaku.
C. Governance Outcome
1) Direksi bertanggung jawab atas tersedianya
laporan kegiatan pelaksanaan fungsi audit
intern Bank kepada RUPS.
2) Temuan-temuan pemeriksaan SKAI telah
ditindaklanjuti dan tidak terjadi temuan yang
berulang.
3) SKAI bertindak obyektif dalam melakukan
audit.
4) Fungsi audit intern telah dilaksanakan secara
memadai dengan memperhatikan antara lain:
a) Program audit telah mencakup keseluruhan
unit kerja yang pelaksanaannya
mempertimbangkan tingkat risiko pada
masing-masing unit kerja.
b) Program audit dan ruang lingkup audit
telah memadai sesuai dengan prinsip-
prinsip Sistem Pengendalian dan Fungsi
Audit Internal antara lain terpenuhinya
independensi, objektivitas, tidak ada
pembatasan...
- 34 -
No Kriteria/Indikator Analisis
pembatasan dalam cakupan dan ruang
lingkup audit intern.
c) Terpenuhinya jumlah dan kualitas auditor
intern.
9. Penerapan Fungsi Audit Ekstern
A. Governance Structure
Penugasan audit kepada Akuntan Publik dan KAP
sekurang-kurangnya memenuhi aspek-aspek:
1) kapasitas KAP yang ditunjuk;
2) legalitas perjanjian kerja;
3) ruang lingkup audit;
4) standar profesional akuntan publik; dan
5) komunikasi Otoritas Jasa Keuangan dengan
KAP dimaksud.
B. Governance Process
1) Dalam pelaksanaan audit laporan keuangan
Bank, Bank menunjuk Akuntan Publik dan KAP
yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.
2) Penunjukan Akuntan Publik dan KAP yang
sama oleh Bank telah sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3) Penunjukan Akuntan Publik dan KAP terlebih
dahulu memperoleh persetujuan RUPS
berdasarkan rekomendasi dari Komite Audit
melalui Dewan Komisaris.
4) Akuntan Publik dan KAP yang ditunjuk, mampu
bekerja secara independen, memenuhi standar
profesional akuntan publik dan perjanjian kerja
serta ruang lingkup audit yang ditetapkan.
5) Akuntan Publik telah melakukan komunikasi
dengan Otoritas Jasa Keuangan mengenai
kondisi Bank yang diaudit dalam rangka
persiapan dan pelaksanaan audit.
6) Akuntan Publik telah melaksanakan audit
secara...
- 35 -
No Kriteria/Indikator Analisis
secara independen dan profesional.
7) Akuntan Publik telah melaporkan hasil audit
dan Management Letter kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
C. Governance Outcome
1) Hasil audit dan management letter telah
menggambarkan permasalahan bank yang
signifikan dan disampaikan secara tepat waktu
kepada Otoritas Jasa Keuangan oleh KAP yang
ditunjuk.
2) Cakupan hasil audit paling kurang sesuai
dengan ruang lingkup audit sebagaimana diatur
dalam ketentuan yang berlaku.
3) Auditor bertindak obyektif dalam melakukan
audit.
10. Batas Maksimum Penyaluran Dana
A. Governance Structure
Bank telah memiliki kebijakan, sistem dan
prosedur tertulis yang memadai untuk penyediaan
dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana
besar, berikut monitoring dan penyelesaian
masalahnya.
B. Governance Process
1) Bank telah secara berkala mengevaluasi dan
mengkinikan kebijakan, sistem dan prosedur
dimaksud agar disesuaikan dengan ketentuan
dan perundang-undangan yang berlaku.
2) Terdapat proses yang memadai untuk
memastikan penyediaan dana kepada pihak
terkait dan penyediaan dana dalam jumlah
besar telah sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
3) Pengambilan keputusan dalam penyediaan
dana diputuskan manajemen secara
independen tanpa intervensi dari pihak terkait
dan...
- 36 -
No Kriteria/Indikator Analisis
dan/atau pihak lainnya.
C. Governance Outcome
1) Penerapan penyediaan dana oleh Bank kepada
pihak terkait dan/atau penyediaan dana besar
telah:
a) memenuhi ketentuan yang berlaku tentang
Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD)
dan memperhatikan prinsip kehati-hatian
maupun perundang-undangan yang
berlaku;
b) memperhatikan kemampuan permodalan
dan penyebaran/diversifikasi portofolio
penyediaan dana.
2) Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
telah disampaikan secara berkala kepada
Otoritas Jasa Keuangan secara tepat waktu.
11. Transparansi Kondisi Keuangan dan Non Keuangan,
Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance
dan Pelaporan Internal
A. Governance Structure
1) Bank memiliki kebijakan dan prosedur
mengenai tata cara pelaksanaan transparansi
kondisi keuangan dan non keuangan.
2) Bank wajib menyusun Laporan Pelaksanaan
Good Corporate Governance pada setiap akhir
tahun buku dengan cakupan sesuai ketentuan
yang berlaku.
3) Tersedianya pelaporan internal yang lengkap,
akurat, dan tepat waktu yang didukung oleh
SIM yang memadai.
4) Terdapat sistem informasi yang handal yang
didukung oleh sumber daya manusia yang
kompeten dan security system Teknologli
Informasi (TI) yang memadai.
B. Governance...
- 37 -
No Kriteria/Indikator Analisis
B. Governance Process
1) Bank telah mentransparansikan kondisi
keuangan dan non-keuangan kepada
stakeholders termasuk mengumumkan Laporan
Keuangan Publikasi triwulanan dan
melaporkannya kepada Otoritas Jasa Keuangan
atau stakeholders sesuai ketentuan yang
berlaku.
2) Bank mentransparansikan informasi produk
Bank sesuai ketentuan yang berlaku tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan
Penggunaan Data Pribadi Nasabah, antara lain:
a) informasi secara tertulis mengenai produk
Bank yang memenuhi persyaratan minimal
sebagaimana ditentukan;
b) Petugas Bank (Customer Service dan
Marketing) telah menjelaskan informasi-
informasi produk kepada nasabah;
c) informasi produk yang disampaikan sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya;
d) Bank telah menyampaikan kepada nasabah
jika terdapat perubahan-perubahan
informasi produk;
e) informasi-informasi produk dapat terbaca
dengan jelas dan dapat dimengerti;
f) Bank memiliki layanan informasi produk
yang dapat diperoleh dengan mudah oleh
masyarakat;
g) Bank telah menjelaskan tujuan dan
konsekuensi penyebaran data pribadi
tersebut kepada nasabah;
h) nasabah yang data pribadinya
disebarluaskan telah memberikan
persetujuan atas pemberian data pribadinya
tersebut.
3) Bank...
- 38 -
No Kriteria/Indikator Analisis
3) Bank mentransparansikan tata cara pengaduan
nasabah dan penyelesaian sengketa kepada
nasabah sesuai ketentuan yang berlaku tentang
Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan.
4) Bank menyusun dan menyajikan laporan
dengan tata cara, jenis dan cakupan
sebagaimana diatur dalam ketentuan yang
berlaku tentang Transparansi Kondisi
Keuangan.
5) Bank telah menyusun Laporan Pelaksanaan
Good Corporate Governance dengan isi dan
cakupan sekurang-kurangnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
6) Dalam hal Laporan Pelaksanaan Good Corporate
Governance tidak sesuai dengan kondisi Bank
yang sebenarnya, Bank segera menyampaikan
revisi secara lengkap kepada Otoritas Jasa
Keuangan, dan bagi Bank yang telah memiliki
homepage wajib mempublikasikannya pula
pada homepage Bank.
7) Dalam hal terdapat perbedaan Peringkat Faktor
Good Corporate Governance dalam hasil
penilaian (self assessment) pada Laporan
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank
dengan hasil penilaian pelaksanaan Good
Corporate Governance oleh Otoritas Jasa
Keuangan, Bank:
a) Paling kurang melakukan revisi terhadap
Peringkat Faktor Good Corporate Governance
dan Definisi Peringkat hasil penilaian (self
assessment) dimaksud kepada publik
melalui Laporan Keuangan Publikasi pada
periode yang terdekat;
b) Segera menyampaikan revisi hasil penilaian
(self assessment) Good Corporate Governance
Bank...
- 39 -
No Kriteria/Indikator Analisis
Bank secara lengkap kepada Otoritas Jasa
Keuangan, dan bagi Bank yang telah
memiliki homepage wajib
mempublikasikannya pula pada homepage
Bank.
C. Governance Outcome
1) Laporan Tahunan telah disampaikan Bank
secara lengkap dan tepat waktu kepada
pemegang saham dan sekurang-kurangnya
kepada:
a) Otoritas Jasa Keuangan;
b) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI);
c) Lembaga Pemeringkat di Indonesia;
d) Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional
(Perbanas);
e) 1 (satu) lembaga penelitian di bidang
ekonomi dan keuangan;
f) 1 (satu) majalah ekonomi dan keuangan.
2) Transparansi laporan telah dilakukan secara
tepat waktu dengan cakupan sesuai ketentuan
pada homepage Bank, meliputi:
a) Laporan Tahunan (keuangan dan non-
keuangan);
b) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
sekurang-kurangnya dalam 1 (satu) surat
kabar berbahasa Indonesia yang memiliki
peredaran luas di tempat kedudukan kantor
pusat Bank.
3) Laporan Pelaksanaan Good Corporate
Governance telah mencerminkan kondisi Bank
yang sebenarnya atau sesuai hasil penilaian
(self assessment) Bank yang paling kurang
mencakup:
a) Kesimpulan Umum dari hasil self
assessment...
- 40 -
No Kriteria/Indikator Analisis
assessment atas pelaksanaan Good
Corporate Governance Bank;
b) kepemilikan saham, hubungan keuangan,
hubungan keluarga, dan rangkap jabatan
anggota Dewan Komisaris;
c) kepemilikan saham, hubungan keuangan,
dan hubungan keluarga anggota Direksi;
d) rangkap jabatan sebagai anggota Dewan
Pengawas Syariah pada lembaga keuangan
syariah lainnya;
e) struktur komite, keanggotaan komite, dan
keahlian anggota komite;
f) daftar konsultan, penasihat atau yang
dipersamakan dengan itu yang digunakan
oleh Bank;
g) kebijakan remunerasi dan fasilitas lainnya
bagi anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan
Dewan Pengawas Syariah;
h) rasio gaji tertinggi dan gaji terendah;
i) frekuensi rapat Dewan Komisaris;
j) frekuensi rapat Dewan Pengawas Syariah;
k) jumlah penyimpangan (internal fraud) yang
terjadi dan upaya penyelesaian oleh Bank;
l) jumlah permasalahan hukum dan
penyelesaian oleh Bank;
m) transaksi yang mengandung benturan
kepentingan;
n) buy back shares dan/atau buy back obligasi
Bank;
o) penyaluran dana untuk kegiatan sosial baik
jumlah maupun pihak penerima dana; dan
p) pendapatan non halal dan penggunaannya.
4) Laporan Pelaksanaan Good Corporate
Governance telah disampaikan secara lengkap
dan tepat waktu, kepada pemegang saham dan
kepada...
- 41 -
No Kriteria/Indikator Analisis
kepada:
a) Otoritas Jasa Keuangan;
b) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI);
c) Lembaga Pemeringkat di Indonesia;
d) Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional
(Perbanas);
e) 1 (satu) lembaga penelitian di bidang
ekonomi dan keuangan;
f) 1 (satu) majalah ekonomi dan keuangan.
5) Laporan pelaksanaan Good Corporate
Governance telah disajikan dalam homepage
secara tepat waktu.
6) Mediasi dalam rangka penyelesaian pengaduan
nasabah Bank dilaksanakan dengan baik.
7) Bank menerapkan transparansi informasi
mengenai produk dan penggunaan data pribadi
nasabah.
Kesimpulan:
Berdasarkan analisis terhadap seluruh kriteria/indikator penilaian tersebut di
atas, disimpulkan bahwa:
A. Governance Structure
- Faktor-faktor positif aspek governance structure Bank adalah ....
- Faktor-faktor negatif aspek governance structure Bank adalah ....
B. Governance Process
- Faktor-faktor positif aspek governance process Bank adalah ....
- Faktor-faktor negatif aspek governance process Bank adalah ....
C. Governance Outcome
- Faktor-faktor positif aspek governance outcome Bank adalah ....
- Faktor-faktor negatif aspek governance outcome Bank adalah ....
Ditetapkan...
berkualitas...
Top Related