8/14/2019 Puisi Joko Prast
1/77
Abimanyu: Roroireng
Seribu bunga sepanjang jalan yang kau lintasSaat senja yang basah sisa gerimisSore tadi. Mengantar iringan langkah kudaSeorang satria dengan panah dan busur membujur
Seribu bunga ditebar seorang pengantarBasah oleh sisa tangis sesore itu. BeratMelepas penghias selendangnya dahuluIbu, restumu temaniku di padang kurusetra
Kala subuh basah embun dingin anginTerdengar kabar satria telah pulang
Seribu panah melintang menembusTubuh halusnyaBasah darah menggenangDiantar tangis seorang ibu
Karangmalang, 23 Juni 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
2/77
Adzan
Ketika kutatap dua menara menjulangMengantar alun panggilan TuhanSeketika terendap debu-debu pada mata
Ketika kudengar lagi derap, riuh, gemuruhDi lorong-lorong, pinggiran jalanMenjelma gumpal menyumpal telingaMencipta kabut menutup mata
Tiada terdengar lagi suara langitHanya lirih rintih penyesalanTak terlihat cahaya suciHanya remang sisa nista
Dan seutas cemas kala temaramHari berganti malamTerdengar suara panggilanSebagai satu kerlapPenembus gelap
Mujahidin, 24 Juni 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
3/77
Adzan Maghrib
Rembang mengambang. Suara sumbang. Ada kupu-kupuMencari inap di antara daun-daunLemas. Sehabis panas. Gending-gending menjelang remangMenyusup-nyusup daun
Aku tak dapat melangkahi menepi pagiKau mengantarkan mata untuk memandangi langit yang menetaskanKelip-kelip cahaya saat biru dikubur hitam
Ada suara sayup menyusup katup telingaBegitu hafal dengan irama, lafal, berikut vokalnyaKau hanya mengantarTak sampai menyampaikan pada makrifat yang kau dioramakanPada sebuah pergantian rona langitPada rembang yang mengambang
Aku hanya mendengar lafal-lafalSementara hingar bingar, hiruk pikukDunia masih berkecamuk tak karuan
Kita hanya mendengarTak pernah menyimak
Karangmalang, 29 Februari 2004, 17.30.07
8/14/2019 Puisi Joko Prast
4/77
Aku: Batu dan Bisu
Sebutir batu tergelincir di hilir suatu kaliKecemplung terseret arus derasTerantuk-antuk melayang tenggelamTerus mengalir terkubur pasir
Sebutir batu yang kau bawa dari hulu sehabisHujan gerimisMasih membatu belum terkikisTerpendam dalam pasir. Dan hampir-hampir terbenamTerbenam
Ada kata yang tak sempat menembusMengantuk arus yang menghunusMenyayat-nyayatTak sempat air mata tercipratLarut pada air kali yang tak bening lagiHanya membisu. Menjadi saksi kebekuankuDan keacuhanmu menyusuri kalimuKarena aku batu..
Karangmalang, 260204, 22.10.44
8/14/2019 Puisi Joko Prast
5/77
Aku Ingin Hari Segera Pagi
Aku ingin hari segera pagiMendengar lagi kicau-kicau paksi
Melihat lagi tetes embun bak pelangiDari daun-daun padiDi sawah yang terhampar bersemi
Aku ingin hari segera pagiMenyahut salam sang mentariBersama pak taniMemanggul pacul di tangan kiriDan sarapan pagi bersama istri
Aku ingin hari segera pagi
Menyingkap malam yang sepiBerganti siulan sejukkan hatiMenggulung gelap yang menyayat sanubariDengan cahya surya hangatkan bumi
Aku ingin hari segera pagiMenyaksikan bocah-bocah berlari-lariDi tepi jalan sambil bernyanyiMemakai tas dan topiMenjadi penghias harapan negeri
Aku ingin hari segera pagiMengusir bayangan yang menariSepanjang malam iniYang tlah pergi tak kembaliSampai hari benar-benar pagi
Karangmalang, 2 Mei 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
6/77
Aku, Kau, dan Rembulan
Sampai hafal aku akan adamuKau terus berjumbul-jumbul di keremangan jalankuSetapak tak berlampu
Aku yang buta oleh silauan pancarmuMasih mendengar sesahutan burung hantu, gagak, katak, dan belalangMenjelang malam. Begitu jumbuh
Aku tak mengharapkan subuh tibaYang membukakan kembali matakuMelihat kembali kemunculan matahariKarena aku telah buta
Hanya saja aku hafal akan adamuBersanding dengan rembulan tepat di atas jalankuYang keremanganDi persimpangan, aku hanya menatapIri pada bulan yang menyandingmu, cahaya!Kau dan rembulan menyiluetkan aku
Tetapi adamu, menjadikan aku menari-nariDengan alunan anginMenjadi sebuah diorama tentang kerinduakuUntuk bermandikanmu
Sampai aku hafal akan adamu, CahayaBersama rembulanSampai aku buta di remang malamSampai subuh menjemputkuKetika tubuhku berpeluh embun
Karangmalang, 27 Februari 2004, 22.28.42
8/14/2019 Puisi Joko Prast
7/77
Awal dan Akhir
Jika kau berkata perpisahan adalah pedihMaka pertemuan itu sebuah sembilu
Kalau kau yakin akhir itu hanyalah pepasirMaka awal adalah air
2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
8/77
Belenggu
Seperti merpati mengitari mentariDi atas petak-petak hijau tembakauDi antara rerindang pohon yang ditumbangTiang pembentang benangTempat mengalir isi televisi, lampu, seterika
Si Kembar Sindoro-Sumbing sempat menyunggingSenyum basabasi
Tapi, bukan bebas, kawanToh, kembali juga dalam sarangAtau semacam keranjang
Matahari telah nyemplung balik bukitMenyipratkan gurat jingga
Namun tangan itu belum jemu jugaMenyingkap sayapMemutar keranjang
O. merpati terbangOrang-orang berangSenyum si kembar masih membentang
Temanggung, 9 Juni 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
9/77
Bisu
Tatkala sukma tertimpa daun talasBergetarMendesak dan meledak
Alirkan sungai sejuta kataMencari muaraMuara samudra temukan makna
Tapi sejuta terbendung batuLalu sembunyi balik matahariSurya bertahta bawah jendela
Jendela terbungkus bola
Bola membentang benangBenang tersangkut kabutPutus
6 Mei 2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
10/77
Bocah Kecil dengan Segenggam Kerikil
Di antara reruntuh tubuh-tubuh ituDi sela-sela puing-puing sekedar peneduh
Seorang bocah kecil menatap sarat ratap: hanya sebatang kara kini ia
Elang-elang lintaskan batang-batang rudal melantak,Moncong-moncong tank memuntah,Capung-capung raksasa liar menghujankan bisa kematianSegalanya tajam terekamSedang hanya butir-butir kerikil tergenggam
Dilemparnya lurus menembus masa depan yang terkikisDimaunya damai lekas digapai
Ditatapnya derai-derai dari mata ibundaMengalir berbutir-butir bening sebening nuraninya
Dan darah yang telah membasuhTanah-tanah tandus ituBersama peluhHanyutkan pengharapan, angan, dan masa depan
Di antara reruntuh serta puing-puing cita dan cintaBocah kecil itu menggenggam sebutir kerikil lukaDan akan terus tergenggam
Sampai segalanya tenggelam
Yogyakarta, April 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
11/77
Bulan Sabit Akhir Bulan
Kau pejamkan mataKala langkahku bungkam menjelang buram malamKakiku kram dalam kelam
Kau terjemahkan kegelapanDalam keterhentianku, dalam kekakuanku
Mungkin kau tertawaLewat senja yang menyipratkan sandikalaSeperti mengejek kepergian matahari(bukan ucapan selamat malam)
kau pun bertepuk tanganmenyipratkan bintang-bintang malambersama cericit binatang malammengucapkan selamat bobokpadaku yang kini mabok
Tidurlah sayang, kau boleh mimpikan akuTapi jangan lupa esok kau cariTukang pijat pengobat kakimu.
Bangsat! aku mengumpat.
Rupanya kau tahuDalam suntuk aku belum mengantuk(masih mengutuk)Dalam kepincanganku kutembus malamSeraya menyambut bulan sabit di akhir bulan
Karangmalang, 26 Februari 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
12/77
Bunga
Kini saatnya merangkai kembaliKelopak-kelopak bunga yang berjatuhanMahkota-mahkota yang berguguranAgar bisa kita persembahkanSebagai salam perpisahan
Perpus SMP 8, 270804, 09.42
8/14/2019 Puisi Joko Prast
13/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
14/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
15/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
16/77
Buta
Ingin kubaca kata-kata yang tertata di kaca jendelaMengeja ujaran-ujaran yang mengalirLewat pancaran cahayaSebab laci bicara terkunci dalam diam
Dari luar, hanya sunyi menjamah rumah ituMulut pintu terkatup bisu
Ya, hanya cahaya yang membawa kata-kata dan ujaran-ujaranTapi tak sampai pada mataYang buta
Karangmalang, 24 September 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
17/77
Cermin Sunyi
Sunyi dibalik kacaTak kutemui wajahkuKala bercermin
Dan mengapa wajah memudarPada air kolamYang kejatuhan kerikilBekas lempar
Hanya gelombangLalu sunyi lagi
Karangmalang, September 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
18/77
Damai yang Ditulis dengan Darah
Tanah tandus itu telah tergores darahTanah kerontang dan gersang itu terbanjirkan darahSungai-sungai kering itu bermataairkan darahDan mengalirkan airmata yang telah mengering
Hanyakah dengan darahHendak tumbangkan sebatang tonggak?Tetapi rumah-rumah kami yang luluh lantakDan tubuh-tubuh kami yang berguguranMenyusul asa, masa depan, dan harapanYang berpuing-puing berserak
Cumakah kau tumpahkan darah kamiMengganti sumur-sumur yang tlah kau kuras?Atau memang hatimu yang mengerasSedang airmata kami tiada dapatMembasuhnyaKarena pintu itu kian terkatup
Airmata dan darah telah tertumpahSemoga kan membasuh luka-luka kamiDan marah itu tenggelam dalam darahPun tuliskan dan lukiskan sekedar damaiKetika penerus jaman kan sampai
Yogyakarta, April 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
19/77
Desah Bocah Kecil di Perak Purnama
Ada desah dari dada bocah kecilYang berenang-renangPada aliran perak purnamaSuatu malamMengaisi puisi yang tercecer di emper-emper langit
Ada desah dari dada bocah kecilSaat tersangkut pada awan malamSaat gagal menggapai puisiYang tergantung pada bintang-bintang malam
Ada desah di dada bocah kecilTerhempas ditabrak gagak disambar kelelawarDari himpitan awanDari celah cahaya perak purnama
Ada desah di dada bocah kecilTertegun di bumiDitemani embunDisaksikan awanDiterangi bulanMenatap puisi yang masih menggantungPada bintang-bintang malam
Karangmalang, 17 September 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
20/77
Di Akhir Penghujan
: Liy
Sisa luka yang terciprat senjaDan angin lembahYang mulai merayap dari atap-atapSindoro. Seraut paras yang menggoresnyaBelum seluruh hapus pada pupus-pupusPengharapan. Masih menuntunTangan mencetak sajak pada kertasYang basah oleh gerimis bulan desember
Alun seruling mendayuMeluruh rayu
Yang berbisik dan mengusik kekosongan
Terdengar cicit seekor pipitKala sisa penghujan bulan mei belum redaSaat semburat merah matahari belum terlihat
Mengajak kubersajakMenawarkan penawar
Karangmalang, 22 Juni 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
21/77
Di Akhir Penghujan (II)
Ketika kau panjat pahatan batu-batu ituMungkin tak kau baca pahatan dalam dadakuKarena barangkali sudah membatu
Oh ya aku lupa memasang stupaKukira (kalau tak yakin) mungkin belum sampai puncak
Dan ketika hujan bulan mei (sebagai sisa sebuah musim)Mengguyur menjelang kumandang adzan sore ituTiada melunturkan sebuah pahatan yang kian membatuSejak setahun lalu
Borobudur-Jogja, Mei 2004-05-13
8/14/2019 Puisi Joko Prast
22/77
Di Sebuah Terminal
Di bawah terik membakar
Aku duduk dalam kotak yang kan mengantarBadan yang hendak mengejarSekedar beberapa lembar saja
Kudengar derap-derap kakiYang kukira juga sedang mengejarEntah apa..
Mengiring alunan biola dan gitarBerdendang biar dapat uluran
Botol-botol, kotak, dan bungkus-bungkus tertataTurut ditawar
Ayo melaju! Jangan hanya menderu!Aku sudah sangat rindu!
Jombor, 17 Mei 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
23/77
Di Sebuah Terminal (II)
Ini bukan terminal pelarian. Pemberhentian
Dari kemelut yang mengkabut dan menyulutKeputusasaan. Ini hanyalah perantara, tempat mengumpulkanHarapan yang berkeping-kepingSeperti para pengamen dari bis ke bisMengumpulkan tali hidup sekeping-sekeping
Tak kan kuhentikan laju jalan iniDi tengah perjalanan
Maka kutunggu kau di terminalDi titik final
Meski semua bakal menjadi fatal
Jombor-Muntilan, Agustus 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
24/77
Fathul Makkah
Masih terngiang denting-denting pedangMenyimbah darah badar dan uhudDan tombak yang melonjak pada lambung SingaLalu jantung terkunyah perempuan
Masih mendesir saat terusirRumah dan tanah lahirTersingkirHanya daun-daun penggiring lapar
Gaung sumpah serapah, maki,Lemparan batu-batuSampai kotoran unta serta ludah
Kini..........Dengan seratus ribu pasukanTanpa tombak, panah, juga pedang
KembaliMereka tak bernyaliDan dari lisannya yang muliaBertitah sepatahKalian bebas sudah!
Karangmalang, 2 juli 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
25/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
26/77
Hujan Melarang Kita
: Ocha
Hujan melarang kitaMelanjutkan langkahMenuju dunia yang disaratiUrat-urat menegang, aksara-aksaraSeperti benang kusut, dan lain sebagainyaSetelah sejenak kita mengasingkannya
Hujan melarang kitaMeratapi perpisahanDari sesenja perjumpaan sederhana
Pada pertengah perjalananPada pertengah dua dimensi yang kadang sulit berkolaborasiPertengah dua waktu perhubungan vertikal
(Dan ada makna dari pengalaman pertundaan itu,Selama hujan belum reda-dari langit dan dari pikiran-pikiran serta hatiyang mendung-selama perbincangan semalam ini)
Karangmalang, 3 November 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
27/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
28/77
I Love You
Kepada kamu,Kepada Bapak dan Ibu,Bahkan kepada Tuhanku,- bibirku kelu mengucap I Love You
Sengguh Cage, 20 Agustus 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
29/77
Ibu, Aku Lupa Cara Menangis
Ibu, di sini hanya kulihat pasir
Ada titik berkilauan seperti intanIbu, lihatlah.
Ia seperti matakuHanya mengembalikan deburan ombakKepada luapan laut kesedihan
Ibu, ia seperti matakuKeringMaka ajari aku cara menangis
Parangkusumo, 19 Juni 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
30/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
31/77
Kala Badai
: Roroireng
Seekor merpati putihMenabur bulu-bulunya hingga tertatihArungi belantara berujung pasirPutih
Badai kencang menerpa kencang menerjangSayapnya patah sebelah Jatuh lelah di lautan merahMemar dunia terlihat samarSepi sekitar tiada tanda hayati
Hanya hamparan biru tanpa tepi
Menangis merpati dalam gerimisLalu datang angin mengantarEntah kemana..
Yogyakarta, 2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
32/77
Kala Kapal Berlayar
Jika sebuah kapal telah berlayarDalam samuderamuTentu kan kau cari sebuah pelabuhanTambatan. Menuju pulau penuh ranau
Kenapa kau berhenti kala prahara menerpa?Padahal esok mentari kan menariMengapa kau biarkan setitik lobang Jadikan karam dan kandas?Padahal nyiur telah menanti dan melambai
Di pinggir pantai?
2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
33/77
Karena Kau Terlambat
: DSA
Ada hambat membuat kau terlambatKedatanganmu dinanti-nanti dengan hati yang berganti-gantiAntara gelisah, tanda tanya, cemas yang meremas-remasGelas kehampaan atas ketiadaanmu
Tahukah..Seseorang disana kau paksa berimprovisasiMengembalikan basi yang telah berkali-kali diceritakan
Ada hambat membuat kau terlambatMembuat kami menambatkan kerinduanAkan pertemuan dan perbincanganBahkan mungkin perdebatan
Tak usah kau sambat keterlambatanmuAngin pun masih tersenyum menyambutmuToh kaupun datang jugaMeski titik usai hampir tercapai(dan perbincangan pun dimulai)
C. 08. 101, 120504, 10.20.15
8/14/2019 Puisi Joko Prast
34/77
Kepada Yang Masih Tinggal
Ada yang belum hilang jugaWalau kemarau telah menghalauSemua sisa percik hujan di kaca jendela
Di sana aku masih melihat tempiasYang membiaskan siluet tubuhmuDi sana aku masih mendengar gemericikGerimis dari sela-sela dua matamu
Tidak! Tidak akan aku hapusSampai hujan turun kembaliMembanjiri kemarau yang lama merantauDi pulau-pulau hati kita
Yogyakarta, Juni 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
35/77
Keputusanmu
: Ri
Tiada kusangka sebilah lukaBagai garis mengiris menggores
Oleh sembilu meliku kalbuSenyummu itu
Mungkinkah kau tahu?
Temanggung, 27 Desember 2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
36/77
Kering
Aku ini selembar daun keringTerhempas dari dahannyaOleh hembusan sang angin.Melayang.Buta arah hampa tujuan
Harimau siang mencakar tulang-temulangDengan kuku-kuku berdebuRaja gelap menusuk-nusuk sumsumDengan jarum salju nan beku
Kurindu setitik embunMengisi segenap pori-poriKudamba akan kesuburanYang mampu mengembalikanHijauku yang lama menghilang
Yogyakarta, 2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
37/77
Kidung Rindu (I)
Ada sebuah seruling mendayu Jiwa bernada pilu bertaluEngkau berdiri di sanaNampak seukir senyum tersungging syahduGagap hanya aku tanpa daya
Pusara masih terpatri kokohEngkau masih senyum tawaNegeri inderaku melayang lewat jendelaImaji tutup jendela buka maya
18 September 2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
38/77
Kidung Rindu (II)
Ratap setiap hampa serebrumObelisk terjelma dalam sukmaRindu itu bagai saljuOh. kalbu yang dilanda rindu
Ikatan pudar jagat rasionalRemang khayali belenggu tak tentuEngkau yang membawa setangkai senyumNampak terus lintasi dan berotasiGapai setangkai tak sampai
21 September 2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
39/77
Marhabban yaa Ramadhan
Langit akan segera menurunkanKekasihnya, kekasih kita, kekasih jagad raya
Atau akankah kau sambut semataDengan petasan beserta padusan
Maka sudahkah kau siapkanUpacara penyambutanDengan jiwa suci dan lapang
Langit akan segera menurunkan
Kekasihnya, kekasih kita, kekasih jagad raya
Padahal, langit melepasnyaDengan membuka tujuh pintu surgaDan merapatkan tujuh pintu neraka
Dan tak pernah kita tahuTak pernah kita mengertiPerjumpaan iniMungkin yang terakhir kali
Karangmalang, Oktober-November 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
40/77
Masih Ada Waktu
Ada jeda di tengah perbincangan kitaSesuatu tiba-tiba membatu menjadi sandunganPercakapan yang belum sempat mengklimaksMari istirah sejenak. Menulis sajak sebelumKita mengantuk
Ada kabut mendadak membalutSebelum percakapan ini menyudutIjinkan aku menyulut sebatang rokokAgar menghalaunya dengan asap senyampangBelum sampai mengatap
Aku diam, engkau bungkam. Tak apa-apaMasih ada waktu kita nikmatiSecangkir teh sambil kita membacaSajak yang kita cetakAgar petak-petak perbincangan kitaTidak segera retakSebab masih ada waktuMasih ada waktu
Karangmalang, 6 Juni 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
41/77
Mencari Arti Mimpi
(suatu pagi yang diguyur gerimis sedari malam)
Ini sisa atau kuasa yang tertumpahGerimis yang melahirkan butir-butirSelama malamDan memagutkan mimpi-mimpi sendu
Dan pagi ini masih tumpahSeperti garis putus-putus yang memupuskanSebuah teka-teki untuk dijawab
Tapi puisiku ikut kabur
Seperti ini pagiYang menggumpal lalu meleburMenjadi rintik-rintik, butir-butir gerimis
Rasanya, nyata pada hari yang baru lahir iniDengan maya dari mimpi malam tadiSeperti ada hijabLalu kucoba menyelinap
Langit dan bumi pagi ini Juga terhijab awan
Terhubung hujanDapatkah puisiku menyambut hujanYang mengantarkannya ke langitAtau justru larut, mengaliri sungaiMenuju laut
Perjalanan itu begitu panjang
Rektorat UNY, 5 Oktober 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
42/77
Menjadi Dalang
: ChI (100503)
Kau pinjamkan selembar selendang Mengantar langkah gilakuPada sore itu
Kucoba membuka kataTapi mulut hanya bisu
Ingin tangan ini kulenggangTapi masih saja kaku
Mereka tetap saja kardusYang bergambar wayangMaaf, aku bukan dalang!
Secang, 17 Mei 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
43/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
44/77
Oase
Tubuh ini bersimbah peluhSetelah berpuluh mil ditempuh
Ada angin menyekaSeakan peka bahwa tiada lagiKesejukan dalam dada
Padang ini meradang dibakar matahariYang tiada tertopang rindangPohon-pohon atau sekedar belukar
Langkah kaki yang tak beralas lagiHanya sembulkan debu
Hamparan fatamorgana sudahBosan kureguk hanya tuk mengutuk dahaga
Tapi oase di tengah padangAkan menyambung perjalananMenuju taman telaga
Terban, 3 Juli 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
45/77
Pasir Putih Merintih
Aku ingin ikut larutBersama ombakMembasuh putihMenghias negeri tanpa mentari
Di siniBelai ombak tiada lagi ramahTangan-tangan kotor telah menjamahPenuh sampah
Buih putih di tengah bercemoohSekarang aku lebih putih
Sedih
Aku ingin ikut larutHingga tak ada lagi batasHingga tangan-tangan itu terhempas!
Karangmalang, 11 Mei 2003(Kenangan di Pantai Srau, Pacitan)
8/14/2019 Puisi Joko Prast
46/77
Pencarian dalam Goa
Kilau-kilau cahaya seperti marmer itu
Menghalau gelap goa ini
Tiba-tiba seperti kulihat berkas cahyaHati yang redup terselipDi antara kilau-kilau itu
Kucari, kukejarTapi ia telah menyatu di sanaTertancap di stalaktit yang bertenggerDan terjatuh pada satalakmitTerjepit.
Ingin aku menjeritAntara bahgia menatapRedup cahyaku yang terulur dari hatiDan sedihTatkala tangan ini gagal menggapainya
Kucoba bersandar pada lekukDinding lorong gelap ini
Dan tanpa kusadari
Kaki ini telah berpijak lagiPada mulut goa
Karangmalang, 11 Mei 2003(Kenangan di Goa Gong, Pacitan)
8/14/2019 Puisi Joko Prast
47/77
Perbedaan
: AT
Masihkah ada ruang yang pantas untuk menampungMembendung dan mengusung bongkahan-bongkahanBatu yang membumbung dari ledakan angkaraYang mengklimaks dan memuncak
Lantaran sebutir kerikil kecil yang terlemparMengutubkan dua insan yang hampir menyatu
Mereka terlemparMereka terhempas
Mungkin hanya isak penyesalanMelapukkan batu ituMenumbuhkan lumut penyambutBunga kenangan yang hampir layuTapi tak mampu memecah kutubYang ternjur membatu
Perpustakaan SMP N 8, 14 Agustus 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
48/77
Perjalanan
Berpijak pada tapak-tapakPerjalanan ini menikungMenuju palung yang sarat tapak-tapak hitamBerkarat
Beranjak dari pasir yang membanjirMengisi ruang hampaMenghampar seperti tikar-tikar terkapar
Lama langkah ini menelikung belum berujungTapi telah kurasakan panas yang meranggaskan napas
Lalu mengangkasa asap hitamSerupa malamMengantar mata pada kebutaan
Aku masih berjalanDengan satu mata yang masih menyelinapDi antara asap
Karangmalang, 26 September 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
49/77
Perjalanan Cinta
Ada cinta yang terpahat
Ada cinta yang tertambatAda cinta yang terhambatMembuat terlambat mengucapAku cinta padaMU
Perpus SMP 8 YK, 210804, 09.36
8/14/2019 Puisi Joko Prast
50/77
Prahara Dewata
Dalam kebisingan mereka berputarDalam redup remang-remangTak terhitung waktu semua pudarOleh gelegar dan lidah-lidah berpijar
Lalu mereka berlari di atas kerikil-kerikil panasMeleleh mengalir menuju padang pasirLewati karang, gua-gua, dan hutan bambu
Butir-butir mutiara bercucuran dari jendelaLalu tiap gerbang rapat tak berbukaSang raja berhenti melayang
2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
51/77
Protonema
Ada langit tersayat megaMengalun sebuah gurit tentang elegiYang pada klimaksnya memecahTangis serupa hujan
Ada kemarahan di wajahmuKau cambuk-cambukkanSeperti petir-petir berloncatanBerkilatan menghajar kegelapanMenghajar kebatuanku
Getir yang kurasakan lewat cucuran hujan ituBerdenting-denting di atas gentingDan iramanya lama-lama menumbuh lumut kehidupanMenghalau paraunya dari kemarau musim lalu
Karangmalang, Februari 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
52/77
Puisi Tanpa Kata
Malam ini kuingin menulis sebait puisi
Yang kadang bisa membakar sepiTetapi pena ini terlena di atas kertas:Hanya terangguk-angguk mendengarHalilintar, banjir, badai yang berkecamukDi antara tulang-tulang yang seakanTelah kering setelah lelah mengejaDenyut-denyut darah yang setiap detikMelayani lalu-lalang anginDan tak pernah ditemui arti
Terpelanting penaku tepat di antara
Batu tua yang lama terdiamDan sungai yang terus mengalirkan darah
Namun sempat memuntahkan gumpalanYang terbendung di ujung sana
Meski tak sepatah kataMembungkus semua makna
Karangmalang, 26 April 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
53/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
54/77
Resah Semesta
Kudengar bisik angin yang tlah berselingkuh
Dengan musim, mengabarkan: Manusia yang memulai dulu
Kudengar kabar musim yang telah menyelewengDengan masa, mengatakan: Manusia yang tak setia
Kudengar tangis bumi yang mengubur suburnyaMeratapi: Manusia telah menggali liangnya
Kudengar matahari yang garang membakar, marah: Manusia telah menyulutnya(dengan merobek atmosfer)
Kudengar sungai yang telah disetubuhi sampahMenyumpah: Manusia tak kan bisa bercermin lewat beningku
Kudengar manusia berkeluh kesah: Alam tiada ramah pada kita
Dan alam pun menyanggah: Bukannya kami marahManusia yang tak ramah!
Yogyakarta, 22 Mei 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
55/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
56/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
57/77
Sajak Perpisahan
Suatu sore yang merembang petang di jelangKepamitan matahariMenyemburat sandaikala di cakrawalaMenjingga atas sebuah kerinduan dari jenuhHujan yang turun berbulan-bulan
Matahari menyurup tanpa tiraiTak ada mendung membendungKadang begitu mudah mengucap selamat tinggalSeperti siang menitipkannya pada ciprat sandaikalaBegitu saja mengalir menyisakan gelap
Lambaianku seperti matahari di balik bukit ituYang Kau lihat lewat jendelaWalau tak menyisakan kata,Masihkah kau dengar lirih isakku?
2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
58/77
Satu Kata
Adakah satu kata yang bisa membinasa
Kecamuk macam-macam yang mengamuk-amukDalam otak yang telah mengombakHanya menjelma keluk asap mengepul dari mulutYang lama membisu
Dari sekian ombak membadaiBelum juga menerjang karangHanya pecah membuih dan tenggelamAtau menyipratkan ketakberdayaan, kejemuan, bahkan kelelahan
Ya, hanya asap merayap-rayap
Menyimpan segenap penat
Memang terlalu sulit menyederhanakanDeburan ombak yang kadang menyiklusMeski hanya dengan satu kata
Karangmalang, 10-12 April 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
59/77
Satu yang Tersisa
: Sofi
Rasanya enggan kutinggalkanSebuah persinggahanSetelah lelah berjelajahYang belum usai
Saat itu, engkau, juga teman-temanmuBertemu mukaLalu kusapa engkauKutatap wajahmu satu-satuDan kurasakan betapa lezatnya
Pertemuan ini
Namun sehabis itu,Entah apa yang kau rasaMungkin perjalanan dalam lorong-lorong gelapBercampur asam dan enzim-enzimYang tak pernah kau kenal sebelumnya
Sengaja kukenalkan kauDalam perutku yang sedari tadi berkata-kataBerdendang-dendang
Tentang lagu kekosonganTapi sayangPerjalanan harus dilanjutkanDan satu yang tersisaTak sempat kuberpamitan(hanya terpaku dalam kesendirianpada sebuah piring, kesepian)
Temanggung, 2 November 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
60/77
Sebelum Malam Tiba
Sebelum malam tiba
Kuingin hiasi langit dengan pelangiTempat lewat bidadariSetelah usai gerimis sore ini
Sebelum malam tibaKuingin menyungging senyum pada mentariYang terkantuk-kantuk dan sebentarMenyisir bukit di ufuk barat
Sebelum malam tibaKuingin menikmati jingga sandaikala
Dan kusalami awan-awan putihYang bergulung-gulung satu-satu
Sebelum malam tibaIngin kusempatkan memetik melatiBuat bunda yang duduk di berandaAgar tangisnya menjelma tawa
Sebelum malam tibaBiar semua warna terbias lewat kaca rumahBiar semua tahu seperti apa aku
Dan kan kuterima hitam atau putih akhirnyaYogyakarta, 30 April 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
61/77
Sekelumit Bait di Persimpangan
Sekelumit bait mengalir lewatCelah-celah resah saatSimpang jalan mengangaAntara jurang dan tebing terjalYang tak dapat kubedakan
Mata telah kehilangan cahayaHanya tabir hitam melayang-layangMenghadang sinar yang terpendam
Hanya sekelumit bait ituMenjadi ratap dan zikirAgar kaki tiada terkilir
Mujahidin, 24 Juni 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
62/77
Senja di Parangkusumo
Deburan ombak yang mengarak-arak
Mengingatkan gelak tawaSebagai persembunyian isak tangis yang menyerakkan
Sengaja tak kuperlihatkan piluYang memalu, mengeping-kepingkanBongkahan karang yang tak kuatLagi menahan hantamanmu
Kini yang ada hanya hampar pepasirYang membanjir di setiap pesisir hatiSebagai endapan air mata
Yang belum juga mengering
Yogyakarta, Juni 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
63/77
Senja di Telengria
: Aj
Aku ingin mengganti senjaDi kaki gunungYang dingin anginnyaMenjadi saksi runtuhnya hati
Dengan senja di tepi sebuah pantaiYang damai
Dan ombak yang membelaiMenggugah sayap harap
Hingga terbangSeperti camar itu!
Karangmalang, Mei 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
64/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
65/77
Senyum yang Tersimpan
Wajah itu menyeringai di balik tirai
Seperti bulan pucat setelah memanjatDi balik selimut awan pekatBintang tak setia lagi bersanding di sampingnya: hanya menggigil sepi
Gerimis merontokkan jarak antara mata dan wajah ituHanya desir angin mengabarkanBahwa dari puncak bukit ituMatahari masih menyimpan senyum
Dan ia kabarkan pada bulan
Sebentar lagi kau pun akan tersenyumdalam perut bukit ini
Yogyakarta, 13 April 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
66/77
Sesaat Itu
Beberapa waktu itu
Hanya tatapHanya kataHanya duduk dalam satu lingkaranTak lebih
Sesaat, waktu ituTatap menjadi bermaknaKata menjadi buta
Dan lingkaran itu berputarMenuju bunga-bunga bermekaran
Detik telah mengubah arahYang tak kutahu darimana pijakan
Entah..Aku jadi suka menatapTapi tak sanggup berkata
Karangmalang, 3 Agustus 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
67/77
Sesuatu yang Terlampaui
Selalu aku terlaluiWaktu selalu melajuTerhempas dari perjalanan masaTak sempat kucatat sejarahKarna aku selalu terlalui
Karna kata yang tak terutarakan menggunungDalam lidah bergulung-gulung jadi gaungPada langit-langit mulut
Kau telah merangkai perjalananBersama masa merajut sejarahSeperti burung yang bercengkeramaBersama angin dan awan
Aku hanya dahan yang bungkamDari cerita-cerita yang disampaikan anginDan dari hujan yang mendesahkan air mata
Karangmalang, Desember 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
68/77
Siluet Daun Cinta(di ujung senja)
Daun-daun cinta telah berguguranDi padang kemarauMerindu embun
Daun-daun cinta berguguranMenyisakan ranting keringYang tertahan pada dahan-dahan hatiLupa bahwa matahari senjaMencubit manja(mungkin sebagai ganti ucapan selamat malam)
Daun-daun cinta berguguranMencipta siluet di balik jingga senjaKetika dihalau angin senja yang parauDi padang kemarau
Angin yang parauKemarau yang kering Juga cahaya senja yang galauBerkolaborasi di sisi-sisi siluetMendistorsikan romantikaKuncup-kuncup daun di awal penghujan
Karangmalang, 21 September 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
69/77
Tak Perlu Sembadra Jadi Srikandi
: APA
Selendangmu kan jadi gendewaBukan dengan tangan atau keretaPanah-panah kan tercipta lewat kata Jangan menangisi tak boleh majuCukup cetak AbimanyuAmarta dan Astina di telapak kakimu
Yogyakarta, 2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
70/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
71/77
Takdir
: PIS
Katakan bahwa kau tiada terbawaHawa yang dulu tak pernah kau ceritakanTentang masaTentang rasaYang senantiasa membingkai dewasa
Dulu, katanya kau suka angka-angkaAtau kerangkaBegitu asik kau rangkaiMenjadi bingkai-bingkai karyamu
Kini, kau suka kata-kataDan gerak dan mimikSerta sesuatu yang dikatakan artistik: suatu transformasi bahasa
Katakan bahwa kau tiada terbawaAtau terjerumusDalam kamus yang tiada kau pahamiKatakan bahwa kau tak kan hapusMimpi-mimpi yang kini kau sangka pupus
(Suatu saat kau kan temukan rumus-rumus)Hanya perlu kau pahamiBahwa sesuatu yang ditentukanAdalah artiDan masa serta rasa tentang dulu dan kiniAkan bermakna untuk kelak
Karangmalang, November 2003-Maret 2004
8/14/2019 Puisi Joko Prast
72/77
Tangis Hutan Cemara
: Sumbing Sindoro
lekuk hijau hutan cemaradijilat lidah merahmembaralalu dipeluk hijau tembakau
dan ketika kemarau usaitangis cemara menjelmaamuk air membahanamenjadi bencana
Temanggung, 28 Juni 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
73/77
Tenggelam
Kala bola lentera hari
Menyisir gunung perahuMemanggil niyaga-niyaga jelagaMenabuh gending-gending malam
Dan lawa-lawa tertawaMengitari bumi mencari mangsa
Matahari telah tenggelamDan tenggelam pula mataharikuDalam kelamOleh senyum yang terkulum
Masih terekam dalam pita hitamKata-kata maha tajamKau lepaskan menghunjamSeiring selamnya senjaAkupun ikut tenggelam
Temanggung, 27 Desember 2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
74/77
Tergantung Pada Kosong
: Tono
Kepalaku tergantung pada pakuYang kutancapkan sendiri di tengah tembokTanpa lukisanTanpa tulisanHanya kosong
Seperti sepotong baju yang menggantungPada gantungan yang tergantung di pakuYang terpaku di tembokKosongTanpa lukisanTanpa tulisan(ketergantungan menyisakan kekosongan)
Sengguh Cage, 11 November 2003
8/14/2019 Puisi Joko Prast
75/77
8/14/2019 Puisi Joko Prast
76/77
Titip Salam
Sepi kurasa hampa tiada napasHanya tetes-tetes embun di ubun-ubun
Kuhirup sehelai wewangi dari hulu kaliTerbawa hembusan angin dari gunung
Lama dunia diam tanpa suaraLantas kudengar ketukan pintu
Tersentak, menjeritAku tergigitSesuatu yang dari pintu
Melayang aku seakan terbang
Kulupa dimana tempatku berpijak
Wahai angin yang dari gunungTolong sampaikan salamkuPada bumiku
6 Oktober 2002
8/14/2019 Puisi Joko Prast
77/77
Joko Prasetyo yang lahir di Temanggung, 28 Agustus 1982. Mahasiswa PBSI
angkatan 2001 ini pernah ikut meramaikan KM Al-Huda, HIMA PBSI, dan juga belajar
sastra di UNSTRAT. Beberapa karyanya pernah dimuat dalam antologi Mencari Tanda
Sunyi, majalah Kreativa, Buletin Mozaik, Buletin Sweng, Cybersastra.net, dll. Kost di
Karangmalang A 30 b Yk.
Email: [email protected]
mailto:[email protected]:[email protected]Top Related