i
PENGARUH POSISI MIRING 30 DERAJAT MENGGUNAKAN
ABSORBENT TRIANGLE PILLOW TERHADAP DEKUBITUS
GRADE I PADA PASIEN GANGGUAN PENURUNAN
KESADARAN DI RUANG ICU RSUD
SRAGEN
SKRIPSI
“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Tri Wahyuni
NIM S10045
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, karena berkat rahmat
Allah dan petunjuk-petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
naskah skripsi yang berjudul :
“Pengaruh Posisi Miring 30 Derajat Menggunakan Absorbent Triangle Pillow
Terhadap Dekubitus Grade I pada Pasien Gangguan Penurunan Kesadaran”
Dalam penyusunan naskah skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa
dorongan, bimbingan dan motivasi-motivasi dari berbagai pihak niscaya penulis
tidak akan mampu menulis naskah skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta, yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku ketua Prodi S1
Keperawatan, yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada semua
mahasiswanya.
3. Ibu bc.Yeti Nurhayati, M.Kes, selaku pembimbing utama, dan Ibu Yuana
Dwi Anggraini, S.Kep., Ns selaku pembimbing pendamping, yang telah
memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Oktavianus S.Kep., Ns yang berperan memberi arahan serta masukan
untuk penulis dengan penuh kesabaran sehingga proposal skripsi dapat
terselesaikan dengan baik.
5. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah
memberikan segenap ilmu dan pengalamanya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Direktur RSUD Sragen yang telah memberiakan izin kepada peniliti
sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan di RSUD Sragen.
v
iv
vi
DAFTAR ISI
JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
DAFTAR SINGKATAN xii
ABSTRAK xiii
ABSTRACT xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.4 Manfaat Penelitian 6
1.5 Keaslian Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori 9
2.1.1 Tingkat Kesadaran 9
2.1.2 Dekubitus
2.1.2.1 Pengertian 10
2.1.2.2 Penyebab 11
vii
2.1.2.3 Klasifikasi dekubitus 15
2.1.2.4 Lokasi Luka Dekubitus 18
2.1.2.5 Patofisiologi Luka Dekubitus 18
2.1.2.6 Komplikasi Dekubitus 20
2.1.3 Posisi Miring 30 Derajat 20
2.1.4 Absorbent Triangle Pillow 22
2.2 Kerangka Teori 24
2.3 Kerangaka Konsep 25
2.4 Hipotesis 25
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 26
3.2 Populasi dan Sampel 27
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 29
3.4 Definisi Operasional 30
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 31
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data 33
3.7 Etika Penelitian 36
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Analisis Univariat 39
4.1.1 Karakteristik Responden 39
4.1.2 Kejadian Luka Tekan 41
4.1.3 Lokasi Lika Tekan 42
4.2 Analisis Bivariat 43
4.2.1 Pengaruh Absorbent Triangel Pillow 43
BAB V PEMBAHASAN
vi
viii
5.1 Hasil Analisis Univariat 45
5.1.1 Karakteristik Responden 45
5.1.1.1 Usia 45
5.1.1.2 Jenis Kelamin 46
5.1.1.3 Tingkat Kesadaran 47
5.2 Kejadian Luka Tekan 47
5.3 Hasil Analisis Bivariat 48
5.4 Pengaruh Absorbent Triangle Pillow 48
5.5 Keterbatasan Penelitian 53
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan 55
6.2 Saran 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
viii
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
1.1 Keaslian Penelitian 7
3.1 Desain Penelitian 27
3.2 Definisi Operasional 30
4.1 Karakteristik Usia Responden 39
4.2 Karakteristik Jenis Kelamin Responden 40
4.3 Karakteristik Tingkat Kesadaran Responden 40
4.4 Kejadian LukaSebelum dan Sesudah 41
4.5 Lokasi Luka Tekan 42
4.6 Pengaruh Absorbent Triangle Pillow 43
ix
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Faktor Terjadinya Luka Tekan 11
2.2 Stadium Luka Tekan menurut NPUAP 16
2.3 Lokasi Luka Tekan 18
2.4 Bagan Patofisiologi Luka Dekubitus 19
2.5 Posisi Miring 30 Derajat 22
2.6 Sketsa Absorbent Triangel Pillow 23
2.7 Kerangka Teori Penelitian 24
2.8 Kerangka Konsep Penelitian 25
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
1 Jadwal Kegiatan
2 Usulan Topik
3 Pengajuan Judul Skripsi
4 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
5 Lembar Oponent
6 Lembar Audience
7 Lembar Persetujuan Proposal dan Skripsi
8 Pengajuan Ijin Penelitian
9 Lembar Pemberian Ijin Penelitian RSUD Sragen
10 Lembar Pemberian Ijin Penelitian KESBANGPOL DAN LINMAS
Kab. Sragen
11 Lembar Pemberian Ijin Penelitian BAPPEDA Kab. Sragen
12 Permohonan Menjadi Responden
13 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
14 Prosedur Pelaksana Intervensi Posisi Miring 30 Derajat
Menggunakan Absorbent Triangle Pillow
15 Lembar Obsevasi
16 Format Pengaturan Posisi Harian Pada Kelompok Intervensi
17 Format Pengaturan Posisi Harian Pada Kelompok Kontrol
18 Absorbent Triangle Pillow
19 Lembar Konsultasi Proposal dan Skripsi
20 Hasil Data SPSS
xi
xii
DAFTAR SINGKATAN
EPUAP (European Pressure Ulcer Advisory Panel)
ICU (Intensive Care Unit)
NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory Panel)
xii
xiii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2014
Tri Wahyuni
Pengaruh Posisi Miring 30 Derajat Menggunakan Absorbent Triangle Pillow
Terhadap Dekubitus Grade I pada Pasien Gangguan Penurunan
Kesadaran di Ruang ICU RSUD Sragen
Abstrak
Penurunan kesadaran menyebabkan pasien mengalami gangguan
mobilisasi yang menyebabkan pasien harus tirah baring yang terus menerus
sehingga memungkinkan terjadinya luka tekan. Pencegahan dekubitus sejak dini
merupakan tanggung jawab utama perawat, salah satu pencegahan dekubitus
adalah memberikan posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle
pillow.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh posisi miring 30
derajat menggunakan absorbent triangle pillow terhadap dekubitus.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif desain quasi eksperimen
dengan pendekatan one group pretest-post test with control. Jumlah sampel terdiri
dari 9 responden dengan kelompok kontrol 4 responden dan kelompok intervensi
5 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi. Tempat
penelitian di ICU Rumah Sakit Umum Daerah Sragen. Data di analisa
menggunakan uji chi square.
Hasil uji chi square didapatkan nilai p=0,003 yang berarti ada pengaruh
pemberian posisi miring 30 derjat menggunakan absorbent triangle pillow
terhadap dekubitus.
Pemberian posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle pillow
berpengaruh terhadap kejadian dekubitus grade I.
Kata Kunci : Dekubitus, Gangguan Penurunan Kesadaran, Posisi Miring
30 Derajat, Absorbent Triangel Pillow
Daftar Pustaka : 32 (2000-2013)
xiii
xiv
BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA
2014
Tri Wahyuni
THE EFFECT OF A 30-DEGREE ELEVATION USING ABSORBENT TRIANGLE PILLOW ON
THE DECUBITUS ULCERS OF GRADE I
IN THE CLIENTS WITH REDUCED CONSCIOUSNESS
DISORDERS AT THE INTENSIVE CARE UNIT
OF LOCAL GENERAL HOSPITAL
OF SRAGEN
Abstract
Reduced consciousness causes the clients to bear mobilization disorders which
make them undergo prolonged bed rests continuously. This will possibly trigger the
incidence of pressure ulcers or decubitus ulcers. The early prevention of decubitus
ulcers is the main responsibility of nurses. One of the preventions is regulating the
position of the clients with a 30-degree elevation using absorbent triangle pillow.
The objective of this research is to investigate the effect of a 30-degree
elevation using absorbent triangle pillow on the incidence of decubitus ulcers.
This research used the quasi experimental research with the one group pretest-
post test with control design. It was conducted at Local General Hospital of Sragen. The
samples of the research consisted of 9 respondents. They were divided into two groups,
4 in Control Group and 5 in Experimental Group. The data of the research were collected
through sheet of observation. They were then analyzed by using the chi square test.
The result of the test shows the value of p is 0.003 meaning that there is an
effect of a30-degree elevation using absorbent triangle pillow on the incidence of
decubitus ulcers. Thus, it can be concluded that the regulation of the position of the
clients with a-30 degree elevation using the absorbent triangle pillow has an effect on
the incidence of decubitus ulcers of Grade I.
Keywords: Decubitus, decreased consciousness disorders, a-30 degree elevation, and
absorbent triangle pillow
xv
References: 32 (2000-2013)
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu aspek penting dalam pelayanan keperawatan adalah
menjaga dan mempertahankan integritas kulit klien agar senantiasa terjaga
dan utuh. Kerusakan integritas kulit dapat berasal dari luka karena trauma dan
pembedahan, namun juga dapat disebabkan karena tertekannya kulit dalam
waktu lama yang menyebabkan iritasi dan akan berkembang menjadi luka
tekan atau dekubitus (Setiyawan 2010).
Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan
karena adanya kompresi jaringan lunak diatas tulang yang menonjol dan
adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu lama yang menyebabkan
gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Kondisi yang
berlangsung lama ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia,
iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel. National
Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) mengatakan dekubitus dibagi
menjadi empat stadium. Stadium 1 yaitu ada perubahan dari kulit yang dapat
diobservasi. Stadium 2 yaitu hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis,
dermis atau keduanya. Stadium 3 yaitu hilangnya kulit secara lengkap,
meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi
tidak sampai pada fascia. Stadium 4 yaitu hilangnya lapisan kulit yang
2
lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot,
tulang dan tendon (Nursalam 2011).
Dekubitus menimbulkan sebuah ancaman dalam pelayanan kesehatan
karena kejadiannya semakin hari semakin meningkat. Kejadian dan
prevalensi dekubitus di Amerika, Kanada, dan Inggris sebesar 5%-32%
(Spilsbury et al 2007), di negara Eropa berkisar antara 8.3% - 22.9% (survei
European Pressure Ulcer Advisory Panel (EPUAP dalam Young, 2004).
Menurut Suriadi (2004) angka kejadian dekubitus di Indonesia mencapai
33,3% (Seongsook et al 2004 dalam yusuf 2010). Penelitian yang dilakukan
di RS Dr. Sardjito Yogyakarta di Ruang A1, B1, C1, D1, dan B3 IRNA
periode bulan Oktober 2001 dari 40 pasien tirah baring didapatkan insiden
dekubitus 40%.
Survey yang dilakukan di RSUD Sragen pada bulan Januari tahun
2013 di instalasi rawat inap diperoleh hasil bahwa dari 113 pasien tirah baring
didapatkan insiden dekubitus 38%. Angka-angka tersebut lebih besar jika
dibandingkan dengan standar nosokomial rumah sakit yang bisa diterima
yaitu dengan angka kejadian dekubitus <5% (Narni et al, 2008). Angka ini
relatif tinggi dan akan semakin meningkat serta menimbukan komplikasi jika
tidak dilakukan upaya dalam pencegahannya (Dian et al 2010). Mobilisasi
pada pasien gangguan penurunan kesadaran yang dilakukan di RSUD Sragen
hanya saat pasien dilakukan mandi dimiringkan dan setelah itu tidak
dimiringkan sehingga resiko dekubitus akan lebih tinggi.
3
Ada dua hal yang berhubungan dengan resiko terjadinya dekubitus
yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi
dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilisasi,
inaktifitas, dan penurunan sensori persepsi. Faktor yang mempengaruhi
toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor
intrisik. Faktor instrisik yaitu faktor yang berasal dari pasien, sedangkan yang
di maksud dengan faktor ekstrinsik yaitu faktor-faktor dari luar yang
mempunyai efek deteriorasi pada lapisan eksternal dari kulit (Nursalam
2011). Pasien yang berbaring terus menerus di tempat tidur tanpa mampu
untuk mengubah posisi beresiko tinggi terkena dekubitus. Dekubitus juga
dapat menyebabkan nyeri yang berkepanjangan, rasa tidak nyaman,
meningkatkan biaya dalam perawatan dan penanganannya serta menyebabkan
komplikasi berat yang mengarah ke sepsis, infeksi kronis, sellulitis,
osteomyelitis, dan meningkatkan prevalensi mortalitas pada klien lanjut usia
(Sari 2007).
Mobilisasi adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang
berbaring terus menerus di tempat tidur tanpa mampu untuk mengubah posisi
berisiko tinggi untuk terkena dekubitus. Imobilisasi adalah faktor yang
signifikan dalam kejadian dekubitus (Nursalam 2011).
Kelembapan dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan
kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi.
4
Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit udah terkena pergesekan
(friction) dan perobekan jaringan (shear) (Nursalam 2011).
Peran perawat sangat diperlukan dalam perawatan pasien, untuk
mengurangi angka kejadian dekubitus tersebut dengan cara memberikan
pengaturan posisi merupakan sebuah terapi yang dapat mencegah
berkembangnya kondisi ini. Evidenced based yang telah dikemukakan
sebelumnya, membuktikan bahwa dekubitus dapat dicegah. Salah satu
rekomendasi yang ditawarkan yakni pengaturan posisi. Saat ini telah
dikembangkan bentuk pengaturan posisi yang dikenal sebagai posisi miring
30 derajat (Young 2004). Pengaturan posisi yang dimaksud bukanlah sekedar
perubahan posisi menurut jangka waktu tertentu, namun penataan posisi
sedemikian rupa yang dimaksud adalah posisi yang dapat memfasilitasi
kecukupan oksigen sebagai nutrisi bagi jaringan kulit. Pengaturan posisi
miring 30 derajat memiliki tekanan yang paling minimal dibandingkan posisi
dengan derajat kemiringan lainnya. Tekanan yang minimal ini akan
memperlambat terjadinya perkembangan luka tekan. Pemberian posisi miring
ini setiap dua jam sekali dilakukan miring kiri, terlentang dan miring kanan
selama 3 hari. Terinspirasi dari penelitian yang ada dibuat absorbent triangle
pillow yang merupakan sebuah bantal segitiga untuk mencegah kelembapan,
tekanan dan gesekan untuk pencegahan dekubitus.
Latar belakang tersebut melandasi peneliti untuk melakukan penelitian
“Pengaruh posisi miring 30 derajat mengunakan absorbent triangle pillow
5
terhadap dekubitus grade I pada pasien gangguan penurunan kesadaran di
ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Sragen”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba merumuskan
permasalahan yaitu ”Adakah pengaruh posisi miring 30 derajat menggunakan
absorbent triangle pillow terhadap dekubitus grade I pada pasien gangguan
penurunan kesadaran di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Sragen?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis pengaruh diberikannya posisi 30 derajat
menggunakan absorbent triangle pillow terhadap dekubitus grade I pada
pasien gangguan penurunan kesadaran di ruang ICU Rumah Sakit Umum
Daerah Sragen.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden gangguan penurunan
kesadaran di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Sragen.
2. Untuk mengidentifikasi kejadian dekubitus sebelum dilakukan posisi
miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle pillow terhadap
dekubitus grade I pada pasien gangguan penurunan kesadaran di ruang
ICU Rumah Sakit Umum Daerah Sragen.
6
3. Untuk mengidentifikasi kejadian dekubitus sesudah dilakukan posisi
miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle pillow terhadap
dekubitus grade I pada pasien gangguan penurunan kesadaran di ruang
ICU Rumah Sakit Umum Daerah Sragen.
4. Menganalisa pengaruh diberikannya posisi miring 30 derajat
menggunakan absorbent triangle pillow terhadap dekubitus grade I pada
pasien gangguan penurunan kesadaran di ruang ICU Rumah Sakit Umum
Daerah Sragen.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi rumah sakit
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang
positif untuk mencegah dekubitus dan dapat di aplikasikan di rumah sakit
1.4.2 Manfaat bagi institusi pendidikan
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan tentang
pengaruh posisi 30 derajat menggunakan absorbent triangle pillow terhadap
dekubitus grade I pada pasien gangguan penurunan kesadaran.
1.4.3 Manfaat bagi peneliti lain
Penelitin ini dapat menjadi data dasar bagi peneliti lainnya untuk
melakukan penelitian selanjutnya terkait pencegahan dekubitus. Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk menggali
ide-ide kritis dan upaya-upaya rasional yang mampu dikembangkan sebagai
7
pencegahan dekubitus, mengingat prevalensi dekubitus yang semakin
meningkat.
1.4.4 Manfaat bagi peneliti
Sebagai pembelajaran dan pengalaman dalam melakukan penelitian yang
terkait dengan keperawatan posisi miring 30 derajat menggunakan
absorbent triangle pillow terhadap dekubitus grade I pada pasien gangguan
penurunan kesadaran, serta media pengembangan kompetensi diri sesuai
dengan keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan dalam meneliti
masalah yang berkaitan dengan keperawatan dasar manusia.
1.4.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
No Nama
Peneliti
Judul
Peneliian
Metode Hasil Penelitian
1 Dame
Elysabeth
Tutiarnauli
Tarihoran
Pengaruh
Posisi Miring
30 Derajat
Terhadap
Kejadian Luka
Tekan Grade I
(Non
Blanchable
Erythema)
Pada Pasien
Stroke Di
Siloam
Hospitals
Penelitian
Quasi
Eksperimental
dengan
kelompok
kontrol ini
menggunakan
teknik
purposive
sampling
dengan 33
responden,
masing-masing
16 kelompok
kontrol dan 17
kelompok
intervensi.
Kejadian luka
tekan pada
kelompok secara
statistik sangat
signifikan
(p=0,039),
OR=9,600,
dimana
kelompok
kontrol
berpeluang
terjadi luka
tekan hampir 10
kali dibanding
kelompok
intervensi.
2 Nuh Huda Pengaruh
Posisi Miring
Untuk
Mengurangi
Metode
penelitian
adalah
prospektif
Berdasarkan
data dari 20
pasien yang
dilakukan posisi
8
Luka Tekan
Pada Pasien
Dengan
Gangguan
Persyarafan
cohort, besar
sampel
sebanyak 20
responden,
yang diambil
secara
purposive
sampling, di
Unit Stroke
RS. Cipto
Mangunkusu
mo Jakarta.
Dengan
kriteria pasien
mengalami
parese
ekstremitas,
gangguan
gerak,
kekuatan otot
kurang 3.
miring 30
derajat, 19 orang
bebas dari
resiko terjadinya
luka tekan,
sedangkan 1
orang luka
tekan Gr I. Dari
data tersebut
masih terdapat 1
orang yang
mengalami
kejadian luka
tekan yang
terdapat di
daerah sakrum
yang ditandai
dengan kulit
tampak intak,
tampak
kemerahan dan
hangat.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Tingkat Kesadaran
Kesadaran menpunyai arti luas. Kesadaran dapat didefinisikan
sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian implus eferen dan
aferen. Keseluruhan impuls aferen dapat disebut input susunan saraf pusat
dan keseluruhan dari impuls aferen dapat disebut output susunan saraf
(Muttaqin 2008).
Alimul (2008) menyatakan bahwa penilaian status kesadaran ada dua
yaitu penilaian kulitatif dan kuantitatif. Penilaian secara kualitatif antara lain
Compos Mentis, Apatis, Somenolen, Sopor, Koma, Delirium. Compos
Mentis adalah pasien yang mengalami kesadaran penuh dengan memberikan
respons yang cukup terhadap stimulasi yang diberikan. Apatis adalah pasien
yang mengalami acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya. Somenolen
adalah pasien yang meliliki kesadaran yang lebih rendah, ditandai dengan
pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur dan tidak responsif terhadap
rangsangan yang ringan, tetapi masih memberikan respons pada rangsangan
yang kuat. Sopor adalah pasien yang tidak memberikan respons ringan
maupun sedang, tetapi masih memberikan respons sedikit pada rangsangan
yang kuat dengan adanya refleks pupil terhadap cahaya yang yang masih
10
positif. Coma adalah pasien yang tidak dapat bereaksi terhadap stimulasi
atau rangsangan apapun sehingga refleks pupil terhadap cahaya tidak ada.
Delirium adalah tingkat kesadaran paling bawah, ditandai dengan
disorientasi yang sangat iritatif terhadap rangsangan sensorik.
2.1.2 Dekubitus
2.1.2.1 Pengertian
Dekubitus adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang
disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang
yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam
jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan
pada suplai darah pada daerah tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal
ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi
jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Nursalam 2011).
Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan jaringan
mengalami nekrosis yang biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang
yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu lama yang
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi 2004).
11
2.1.2.2 Penyebab
Braden dan Bergstrom (2000) dalam young (2010)
mengembangkan sebuah skema untuk mengembangkan faktor-faktor
risiko untuk terjadinya dekubitus berikut ini :
Gambar 2.1 Faktor terjadinya luka tekan
Mobilitas
Persepsi sensori
Faktor Ekstrinsik :
Kelembapan
Gesekan
Tenaga yang
merobek
Aktivitas
Faktor instrinsik :
Nutrisi
Umur
Tekanan ateriolar
Faktor hipotesis
lain :
Stress Emosional
Merokok
Temperatur Kulit
Tekanan
Perkembangan
luka
Toleransi jaringan
12
Nursalam (2011) mengatakan ada dua hal yang utama yang berhubungan
dengan risiko terjadinya dekubitus, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan.
Faktor yang memengaruhi durasi dan intensitas tekanan di atas tulang yang
menonjol adalah imobilisasi, inaktifitas, dan penurunan sensori persepsi.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua
yaitu faktor ekstrinsik dan faktor instrinsik. Faktor instrinsik yaitu faktor yang
berasal dari pasien, sedangkan yang dimaksud dengan faktor ekstrinsik yaitu
faktor-faktor dari luar yang mempunyai efek deteriorasi pada lapisan eksternal
dari kulit. Dibawah ini adalah penjelasan dari masing-masing faktor diatas :
1. Faktor tekanan antara lain :
a. Mobilisasi dan aktivitas
Mobilisasi adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol
posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah.
Pasien yang berbaring terus menerus di tempat tidur tanpa mampu untuk
mengubah posisi berisiko tinggi untuk terkena dekubitus. Imobilisasi adalah
faktor yang signifikan dalam kejadian dekubitus.
b. Penurunan persepsi sensori
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan kemampuan untuk merasakan sensasi nyeri akibat tekanan di atas
tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan
mudah terkena dekubitus.
13
2. Faktor ekstrinsik antara lain :
a. Kelembapan
Kelembapan yang disebabkan inkontinensia dapat mengakibatkan
terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi
akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan
kulit udah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan dekubitus daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat
merusak permukaan kulit.
b. Tenaga yang merobek (shear)
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek
jaringan, pembuluh darah, serta struktur jaringan yang lebih dalam yang
berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari
tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam semi
fowler yang melebihi 30 derajat. Pada posisi ini pasien bisa merosot ke
bawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun
kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan impitan pada pembuluh
darah kulit, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot namun
hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.
c. Pergesekan (friction)
Peresekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak
14
permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian
sprei pasien yang tidak berhati-hati.
3. Faktor intrinsik antara lain :
a. Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya dekubitus.
Penelitian Guenter (2000) dalam Nursalam (2011) mengatakan stadium tiga
dan empat dari dekubitus pada orang tua berhubungan dengan penurunan
berat badan, rendahnya kadar albumin, dan asupan makanan yang tidak
mencukupi.
b. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena
dekubitus karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan.
Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin,
penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan
kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini beserta faktor penuaan
lain akan membuat toleransi kulit terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga
yang merobek menjadi berkurang.
c. Tekanan anteriolar yang rendah
Tekanan anteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit
terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah
mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemik.
15
4. Faktor hipotesis antara lain :
a. Stres emosional
Depresi dan stress emosianal kronik, misalnya pada pasien
psikiatrik, juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari
dekubitus.
b. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah
dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Suriadi
(2002) dalam Nursalam (2011) mengatakan ada hubungan yang signifikan
antara merokok dengan perkembangan terhadap dekubitus.
c. Temperatur kulit
Peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan
resiko terjadinya dekubitus.
2.1.2.3 Klasifikasi dekubitus
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) mengatakan
dekubitus di bagi menjadi empat stadium :
1. Stadium satu
Adanya perubahan dari kulit yang diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, akan nampak salah satu tanda.
Tanda yang muncul adalah perubahan temperatur kulit (lebih dingin
atau lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau
lunak), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit
16
putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sementara itu pada orang berkulit gelap luka akan kelihatan sebagai
warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis, dan dermis,
atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial, abrasi, melepuh,
atau membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada
fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
4. Stadium empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang
luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang dan tendon. Adanya
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV
dari dekubitus.
Gambar 2.2 Stadium Luka Tekan menurut NPUAP 2009
17
Metode lain dari pengklasifikasian luka tekan yaitu dengan
mengobservasi staging dan warna menurut Crisp & Taylor (2006) yaitu :
1. Luka yang sudah nekrois diklasifikasikan sebagai Blacks wounds
2. Luka dengan eksudat, serabut debresis berwarna kuning sebagai Yellow
wounds
3. Luka dengan fase active healing dan lebih bersih, tampilan warna mulai
dari merah muda sampai granulasi berwarna merah dan jaringan epitel
mulai tumbuh sebagai Red wound
4. Perpanduan dari berbagai warna, contoh 25% yellow wounds. 75% red
wounds
Selain sistem klasifikasi diatas, indikator lain selain waktu kulit,
faktor suhu, tampilan “orange peel”, kontur kulit, data laboratorium, dapat
menjadi faktor pendukung dalam memprediksi luka tekan khususnya
pasien dengan warna kulit yang lebih gelap (Crisp & Taylor 2006).
Para klinisi sering memilih metode klasifikasi berdasarkan warna
karena lebih mudah dan cepat. Secara umum disetujui bahwa
menggambarkan kondisi luka tekan, tidak hanya sekedar klasifikasi
berdasarkan warna dan tingkatannnya, tetapi juga gambaran secara
komprehensif. Namun, sebelum melakukan klasifikasi luka tekan,
beberapa hal harus diperhatikan. Luka yang tertutup oleh jaringan nekrotik
seperti jaringan parut tidak dapat langsung dinilai sebelum dilakukan
debridement, sehingga jaringan yang rusak dapat diobservasi (Crisp &
Taylor, 2006).
18
2.1.2.4 Lokasi Luka Dekubitus
Stephen & Haynes (2006), mengilustrasikan area-area beresiko
luka dekubitus :
Gambar 2.3 Lokasi Luka Dekubitus
Luka dekubitus terjadi dimana tonjolan tulang kontak dengan
permukaan. Adapaun lokasi yang paling sering adalah bokong, tumit, dan
panggul (Stephen & Haynes, 2006).
2.1.2.5 Patofisiologi Luka Dekubitus
Luka dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama
pada area permukaan tulang yang menonjol dan mengakibatkan
berkurangnya sirkulasi darah pada area yang tertekan dan lama kelamaan
jaringan setempat mengalami iskemik, hipoksia, dan berkembang menjadi
19
nekrosis. Tekanan yang normal pada kapiler adalah 32 mmHg. Apabila
tekanan kapiler melebihi dari tekanan darah dan struktur pembuluh darah
pada kulit, maka akan terjadi kolaps. Dengan terjadi kolaps akan
menghalangi oksigenasi dan nutrisi ke jaringan, selain itu area yang
tertekan menyebabkan terhambatnya aliran darah. Dengan adanya
peningkatan tekanan arteri kapiler terjadi perpindahan cairan ke kapiler, ini
akan menyokong untuk terjadi edema dan konsekuensinya terjadi autolisis.
Hal lain juga bahwa aliran limpatik menurun, ini juga menyokong terjadi
edema dan mengkontribusi untuk terjadi nekrosis pada jaringan (Suriadi
2004).
Bagan alur patofisiologi luka dekubitus menurut Suriadi (2004)
Gambar 2.4 patofisiologi luka dekubitus
Tekanan yang terlokalisir
Peningkatan tekanan arteri kapiler pada kulit
Iskemik
Nekrosis
Terhambatnya aliran darah
20
2.1.2.6 Komplikasi Dekubitus
Dekubitus merupakan sebuah tatanan klinis bagi perawat, yakni
terkait dengan tindakan preventif perawat dan mengenai penatalaksanaan
pada setiap tahap terjadinya dekubitus sehingga tidak terjadi komplikasi
yang tidak diharapkan. Dekubitus memiliki beberapa dampak yang serius,
baik secara klinis, psikologis, sosial, dan implikasi ekonomi. Dampak
secara klinis berupa adanya gangguan dan ketidaknyamanan. Dalam klinis
yang lebih ekstrim lagi yakni pasien meninggal akibat kompliksi luka
tekan tersebut. Hal ini di dukung dari pernyataan Ayello (2007) bahwa
luka tekan menimbulkan komplikasi serius pada pasien, seperti sepsis
bahkan kematian.
Durasi waktu yang dibutuhkan untuk penanganan atau
pengobatannya, pasien dapat menghabiskan waktu selama berbulan-bulan,
dan beberapa kasus mencapai tahunan. Dampak yang serius dari luka
tekan khususnya pada pasien lanjut usia yang mengalami penurunan
fungsi akan lebih luas pengaruhnya tidak hanya pada pasien namun juga
sistem pelayanan kesehatan. Gangguan integritas kulit masalah yang
sangat serius dan potensial menyebabkan kematian dan penderitaan pasien
(Crisp & Taylor 2006).
2.1.3 Posisi Miring 30 Derajat
Berdasarkan evidenced based yang telah dikemukakan sebelumnya,
terbukti bahwa luka tekan dapat dicegah. Salah satu rekomendasi yang
21
ditawarkan yakni pengaturan posisi. Saat ini telah dikembangkan bentuk
pengaturan posisi yang dikenal sebagai posisi miring 30 derajat. Pengaturan
posisi miring 30 derajat memiliki tekanan yang paling minimal
dibandingkan posisi dengan derajat kemiringan yang lainnya. Tekanan yang
minimal ini akan memperlambat terjadinya perkembangan luka tekan
karena menfasilitasi suplai oksigen sebagai nutrisi jaringan kulit. Peneliti
memilih untuk melakukan intervensi dengan posisi miring 30 derajat karena
posisi miring 30 derajat dapat memfasilitasi suplai oksigen sebagai nutrisi
jaringan kulit dan kelembapan sehingga tidak terjadi luka tekan. Pada saat
pasien diposisikan semi fowler yang melebihi 30 derajat, pada posisi ini
pasien bisa merosot ke bawah sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak
kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan impitan
pada pembuluh darah kulit, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam
seperti otot namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan
kulit (Nursalam 2011).
Penelitian yang dilakukan Colin menemukan bahwa saat pasien
diposisikan miring sampai dengan 90 derajat, akan menimbulkan kerusakan
suplai oksigen yang dramatis pada area trokanter dibandingkan dengan
pasien diposisikan miring hanya dengan 30 derajat (Colin 1996). Young
(2004) menjelaskan tentang bagaimana mengatur posisi miring 30 derajat
pada pasien guna mencegah terjadinya luka tekan. Prosedur awalnya yaitu
pasien ditempatkan persis ditengah tempat tidur, dengan menggunakan
bantal untuk menyanggah kepala dan leher. Selanjutnya menempatkan
22
penyanggah pada sudut antara bokong dan matras, dengan cara
memiringkan panggul setinggi 30 derajat. Bantal berikutnya ditempatkan
memajang diantara kedua kaki.
Gambar 2.5 Posisi Miring 30 Derajat Mengguakan Absorbent Triangle Pillow
2.1.4 Absorbent Triangle Pillow
Absorbent Triangle Pillow adalah bantal segitiga yang digunakan
untuk penyanggah dalam rangka pencegahan tekanan, gesekan dan
kelembapan. Kelembapan akan mengakibatkan kulit mudah terkena
pergesekan (fiction) dan perobekan jaringan (shear). Perobekan jaringan
merupakan kekuatan mekanisme yang meregangan dan merobek jaringan,
pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan
dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering adalah ketika
pasien diposisikan semi flower yang melebihi 30 derajat. Pada posisi ini
pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak
23
kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Tekanan anteriolar yang rendah
akan mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi
tekanan yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi
iskemik. Sehingga absorben triangle pillow digunakan sebagai penyanggah
sekaligus sebagai pencegah kelembapan, tekanan dan gesekan untuk
mencegah terjadinya dekubitus. Absorbent triangle pillow dibuat dari bantal
busa berbentuk limas segitiga dan dilapisi perlak serta diberikan sarung
bantal dan diberikan kapas empuk yang berfungsi sebagai absorbent yang
dapat mencegah kelembapan, tekanan dan gesekan kulit. Absorbent ini
terbuat dari bahan pempers. Absorbent triangel pillow dibuat dengan lebar
30 cm, tinggi 15 cm, panjang 22,5 cm dan dengan sudut 30 derajat.
Gambar 2.6 Sketsa absorbent triangle pillow
Panjang
22,5 cm
Lebar 30 cm
Tinggi 15 cm 30º
24
2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.7 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Tarihoran (2010), Huda (2012)
Pasien gagguan
kesadaran
Imobilisasi/tirah
baring
Kerusakan/trauma pada
kulit
Faktor yang
mempengaruhi
Nutrisi
Temperatur
Resiko dekubitus
Gesekan Kelembapan Tekanan
Faktor yang Faktor yang Faktor yang Faktor yang
25
2.3 Kerangka Konsep
Gambar 2.8 Kerangka Konsep Penelitian
2.4 Hipotesis Penelitian
H0 : tidak ada pengaruh pemberian posisi miring 30 derajat menggunakan
absorbent triangle pillow terhadap dekubitus pada pasien gangguan
penurunan kesadaran
Ha : ada pengaruh pemberian posisi miring 30 derajat menggunakan
absorbent triangle pillow terhadap dekubitus pada pasien gangguan
penurunan kesadaran
Resiko
dekubitus
Sebelum dilakukan
intervensi Pemberian posisi
miring 30 derajat
menggunanakan
absorbent triangle
pillow
Setelah dilakukan
intervensi
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini
menggunakan desain quasy experiment dengan pendekatan one group pretest-
post test with control. Rancangan penelitian quasy experiment ini berupaya
untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan
kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental. Dalam rancangan ini,
kelompok eksperimental diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak.
Pada kedua kelompok perlakuan diawali dengan pra-tes, dan setelah
pemberian perlakuan diadakan pengukuran kembali (pasca-tes) (Nursalam
2013). Peneliti ingin mengetahui pengaruh posisi miring 30 derajat
menggunakan absorben triangle pillow terhadap dekubitus antara dua
kelompok yaitu kelompok A (intervensi) dan kelompok B (kontrol).
Kelompok A (intervensi) adalah kelompok responden yang diberikan posisi
miring 30 derajat menggunakan absorbent triangel pillow. Kelompok B
(kontrol) adalah kelompok responden yang tidak diberikan posisi miring 30
derajat menggunakan absorbent triangle pillow.
27
Adapun rancangan dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 3.1 Desain Penelitian one group pretest-post test with control
Subjek Pre Test Perlakuan Post Test
K-A 0 + 01-A
K-B 0 - 01-B
Keterangan :
K-A : Subjek perlakuan
K-B : Subjek kontrol
+ : Intervensi miring 30 derajat menggunakan absorbent
triangle pillow
- : tidak diberikan intervensi
0 : Observasi sebelum diberikan intervensi
01 (A-B) : Observasi kejadian dekubitus (kelompok intervensi dan
kontrol)
3.2 Populasi dan Sempel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yag telah ditetapkan
(Nursalam 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien gangguan
penurunan kesadaran yang ada di ICU RSUD Sragen selama periode 21
April 2014 sampai 18 Mei 2014.
28
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang terpilih dengan sampling
tertentu mewakili populasi yang ada (Nursalam 2013). Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik total sampling dengan
pendekatan purposive. Total sampling dengan pendekatan purposive adalah
suatu teknik pengambilan sempel secara keseluruhan dengan cara memilih
sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
(Nursalam 2013), sehingga peneliti melakukan seleksi terhadap pasien
gangguan penurunan kesadaran di ICU RSUD Sragen yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Sedangkan kriteria
eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi
kriteria inklusi dari studi dari berbagai sebab (Nursalam 2013).
Kriteria inklusi :
1. Pada penelitian ini adalah pasien penuruan kesadaran dengan somnolen,
sopor, coma
2. Pasien berumur 50 - 80 tahun
3. Pasien di ICU perawatan hari pertama
4. Keluarga pasien menyetujui pasien menjadi responden dan akan
menandatangani lembar persetujuan penelitian (informed consent)
29
Sementara kriteria eksklusi penelitian ini antara lain :
1. Pasien gangguan kardiovaskuler
2. Pasien gangguan muskuloskeletal
3. Pasien post operasi
4. Sudah terdapat luka tekan sebelumnya
5. Keluarga pasien menolak pasien menjadi responden
6. Pasien meninggal
Dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sampel yang diambil
sebanyak 9 responden dengan somnolen dan sopor masing-masing 1
responden dan coma 7 responden dibagi 2 kelompok yaitu 5 orang
mendapatkan posisi miring 30 derajat menggunakan absorben triangel
pillow dan 4 orang tidak diberikan posisi miring 30 derajat menggunakan
absorbent triangle pillow.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Sragen.
Peneltian ini dilakukan selama 28 hari yaitu 21 April 2014 sampai 18 Mei
2014 dengan memberikan posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent
triangle pillow dan mengobservasi kejadian dekubitus.
30
3.4 Definisi Oprasional
Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel Independen dan Dependen
Variabel Definisi Alat dan Cara
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
(1) (2) (3) (4) (5)
Independen
Posisi miring
30 derajat
menggunakan
absorbent
triangle pillow
Pemberian
posisi saat
pasien
berbaring
miring 30
derajat baik
kekanan
maupun kekiri
dengan
disokong
penyanggah
yang telah
didesain oleh
peneliti.
Penyanggahan
ini terbuat dari
busa yang
empuk
sehingga saat
diberikan
penyanggah
ini
kelembapan,
tekanan dan
gesekan tetat
terjaga.
Cara ukur :
SOP, mencatat
pelaksanaan
pengaturan
posisi miring
30 derajat
menggunakan
absorben
triangle pillow
Alat ukur : -
1. Tidak
dilakukan
miring 30
derajat
(kontrol)
2. Dilakukan
miring 30
derajat
(intervensi)
Nominal
31
Penyanggah
ditempatkan
dibawah area
sakral dengan
durasi selama
2 jam sekali
dengan kepala
dielevasikan
setinggi 30
derajat untuk
mencegah agar
tubuh tetap
dalam posisi
stabil.
Dependen
Kejadian
dekubitus
Dekubitus
adalah
kerusakan
jaringan yang
terlokalisir
yang
disebabkan
karena adanya
kompressi
jaringan yang
lunak diatas
tulang yang
menonjol dan
adanya
tekanan dari
luar dalam
jangka waktu
yang lama.
Derajat luka
tekan menurut
sistem
klasifikasi
yang
ditetapkan oleh
EPUAP–
NPUAP
2009
1. Terjadi
luka tekan
grade I
Kulit
kemerahan,
kontur dan
hangat.
2. Tidak
terjadi luka
tekan grade
I (Non
Blanchable
Erythema).
Kulit,
kemerahan
(-), kontur
(-) dan
hangat (-).
Nominal
3.5 Alat penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.6.1 Alat Penelitian
32
Instrumen yang di gunakan untuk intervensi penelitian adalah
absorbent triangle pillow. Sedangkan alat yang digunakan untuk menilai
kejadian dekubitus menggunakan derajat luka tekan menurut sistem
klasifikasi yang ditetapkan oleh EPUAP–NPUAP 2009 dengan
menggunakan lembar observasi serta alat dokumentaasi (buku dan bolpoin).
3.6.2 Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dilakukan dengan observasi. Data diambil
dari pasien yang mengalami gangguan penurunan kesadaran dengan
somnolen, sopor, coma yang tidak terjadi dekubitus dan diberikan posisi
miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle pillow. Ada dua
kelompok yaitu kelompok kontrol yang tidak dilakukan posisi miring 30
derajat menggunakan absorbent triangle pillow dan kelompok intervensi
yang diberikan posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle
pillow. Prosedur pelaksanaan intervensi posisi miring 30 derajat
menggunakan absorbent triangle pillow terhadap dekubitus grade I pada
pasien gangguan penurunan kesadaran yang pertama adalah membina
kontrak dan hubungan saling percaya kepada keluarga klien, yang kedua
menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga klien, yang ketiga
pempersiapkan klien, tempat dan peralatan yang akan digunakan dalam
intervensi miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle pillow, yang
keempat yaitu langkah-langkah dalam pengaturan posisi miring 30 derajat,
33
yang kelima melakukan pendokumentasian kejadian dekubitus pada lembar
observasi.
Langkah-langkah pengaturan posisi miring 30 derajat sebagai
berikut: menempatkan pasien persis ditengah tempat tidur, menggunakan
bantal untuk menyanggah kepala dan leher dengan sudut ketinggian tidak
lebih dari 30 derajat untuk mencegah terjadinya melorot sehingga mencegah
terjadinya gesekan yang dapat mencetuskan luka tekan, menempatkan satu
bantal diantara kedua kaki persis dengan bentuk memanjang, menekuk
sedikit kedua kaki pasien sebelum dimiringkan, memiringkan tubuh pasien
ke kiri, terlentang, ke kanan tiap dua jam secara bersamaan mulai dari
bagian punggung hingga panggul pasien setinggi 30 derajat, menempatkan
absorbent triangle pillow pada sudut antara bokong dan matras (yang paling
utama dibawah area sakral), mengusahakan area tumit tidak tertekan, dapat
disanggah dengan menempatkan satu bantal lagi dibawah tumit.
Penelitian ini menggunakan tool observasi yang dibuat oleh peneliti
yang berisi identitas responden, klasifikasi dekubitus menurut NPUAP dan
format pengaturan posisi harian. Identitas responden yaitu berisi inisial
responden umur, jenis kelamin, alamat dan kesadaran, serta klasifikasi
dekubitus menurut NPUAP grade I. Format pengaturan posisi harian berisi
identitas responden yaitu inisial responden, tempat tanggal lahir, diagnosa
medis, jenis kelamin, kesadaran, hari rawat, tanggal dimulai penelitian dan
tanggal penelitian berakhir serta mengevaluasi perkembangan kondisi kulit.
Perkembangan kondisi kulit yang diobservasi adalah adanya kemerahan,
34
hangat dan kontur. Pengisian evaluasi perkembangan kondisi kulit dengan
cara mencentang bila terjadi, serta mengisi paraf apabila telah dilakukan
miring tiap 2 jam pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesuai
prosedur di rumah sakit.
3.6 Teknik Pengelolaan dan Analisa Data
3.6.1 Teknik Pengelolaan
Peneliti melakukan beberapa tahap dalam pengolahan data meliputi
pengecekan data (editing), pemberian kode data (coding), pengolahan data
(tabulating), pemrosesan data (entering), pembersihan (clearing) (Azwar &
Prihartono 2003).
1. Editing (pengecekan data)
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kelengkapan, kejelasan dan
kesesuaian data. Mulai dari identitas responden dan penilaian pretest dan
post test yang telah dilakukan.
2. Coding (pemberian kode data)
Tahap ini merupakan suatu proses penyusunan secara sistematis
data mentah kedalam bentuk yang mudah dibaca untuk pengolahan data.
Penelitian membuat kode untuk hasil penelitian yang didapat. Koding
merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi berbentuk
bilangan atau angka. Kode data yaitu untuk jenis kelamin 1 adalah laki-
laki, 2 adalah perempuan, 3 adalah middle age (45-59), 4 adalah elderly
35
(60-70), 5 adalah old (75-90), 6 adalah intervensi, 7 adalah kontrol serta
untuk kejadian luka tekan 1 adalah terjadi, 2 adalah tidak terjadi.
3. Tabulating (pengolahan data)
Keluaran hasil data merupakan hasil pengolahan data. Hasil
pengolahan data disajikan dalam bentuk angka.
4. Entering (pemprosesan data)
Pada tahap ini dilakukan pemindahan data yang telah diubah
menjadi kode kedalam mesin pengolahan data. Pemrosesan data
dilakukan dengan memasukan data ke paket program komputer yaitu
SPSS yang sesuai dengan variabel masing-masing secara teliti untuk
meminimalkan kesalahan.
5. Clearing (Pembersihan)
Proses membersihkan data untuk memastikan data telah benar
dengan cara mengecek kembali apakah ada kesalahan atau tidak, untuk
selanjutnya dianalisis menggunakan komputer.
3.6.2 Analisis Data
Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Untuk
alasan tersebut dipergunakan uji statistik yang cocok dengan variabel
penelitian, data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik
statistik kuantitatif dengan menggunakan analisis unviariat dan bivariat.
1. Analisis unviariat ini dilakukan terhadap tiap variable dari hasil
penelitian. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase
36
dari tiap variable dan dinarasikan meliputi jenis kelamin, usia dan
kesadaran.
2. Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi, dalam hal ini untuk mengetahui adanya
pengaruh pemberian posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent
triangle pillow terhadap dekubitus pada pasien penurunan kesadaran.
Dalam penelitian ini untuk menguji dan menganalisa data peneliti
menggunakan Uji-chi square. Interpretasi dengan menggunakan tingkat
kepercayaan 95% atau α =5%. Hastono (2007) mengatakan ketentuan
pengambilan keputusan ini adalah sebagai berikut :
a. p value > α (0,05) maka Ho diterima atau Ha ditolak, yang berarti
tidak ada pengaruh pemberian posisi miring 30 derajat menggunakan
absorbent triangle pillow terhadap dekubitus.
b. p value ≤ α (0,05) maka Ho ditolak atau Ha diterima, yang berarti
ada pengaruh pemberian posisi miring 30 derjat menggunakan
absorbent triangle pillow terhadap dekubitus.
3.7 Etika Penelitian
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai
berikut :
3. 7.1 Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan.
37
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian serta mengetahui dampaknya. Subjek yang bersedia harus
menandatangani lembar persetujuan, apabila subjek tidak bersedia, maka
peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang harus ada
dalam informed consent tersebut antara lain partisipasi pasien, tujuan
dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur
pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan,
informasi yang mudah dihubungi, dll.
3. 7.2 Anonimty (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan.
3. 7.3 Confidentialiti (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil riset.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian tentang pengaruh posisi miring 30
derajat menggunakan absorbent triangle pillow terhadap dekubitus pada pasien
gangguan penurunan kesadaran di ICU RSUD Sragen. Berdasarkan data yang
diperoleh selama penelitian yang dilakukan 28 hari yaitu dari tanggal 21 April
2014 sampai 18 Mei 2014, pasien gangguan penurunan kesadaran yang memenuhi
kriteria inklusi adalah 9 responden. Dari 9 responden, dipilih 5 responden menjadi
kelompok intervensi yaitu kelompok yang diberikan posisi miring 30 derajat
menggunakan absorbent triangle pillow dan 4 responden sebagai kelompok
kontrol yaitu kelompok yang tidak diberikan posisi miring 30 derajat
menggunakan absorbent triangle pillow.
Posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle pillow diberikan
selama 2 jam dimiringkan kanan, 2 jam terlentang dan 2 jam dimiringkan kiri.
Intervensi dilakukan selama 3 hari berturut-turut dengan melakukan pre test dan
post test kemudian hasil dibandingkan. Pengumpulan data dan pelaksanaan
pengaturan posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle pillow
dilakukan langsung oleh peneliti dan asisten penelitian. Data yang memenuhi
syarat dianalisis dan disajikan berdasarkan analisis univariat dan bivariat.
Analisis data penelitian ditampilkan sebagai berikut :
39
4.1. Analisis Univariat
4.1.1 Karakteristik Responden
Hasil analisis karakteristik responden pada penelitian ini
menggambarkan distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan
tingkat kesadaran baik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Hasil penelitian terhadap 9 responden didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia pada Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol di ICU RSUD Sragen
21 April 2014 sampai 18 Mei 2014
(N=9)
No
Variable Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Total
f % f % F %
Usia
1 Middle age (45-59) 3 60 0 0 3 33.3
2 Elderly (60-70) 2 40 3 75 5 55.6
3 Old (75-90) 0 0 1 25 1 11.1
Total 5 100 4 100 9 100
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat digambarkan bahwa distribusi usia responden
pada kelompok intervensi paling banyak berada pada kelompok usia middle age
(usia pertengahan) yaitu sebanyak 3 responden (60%). Sementara jumlah
responden paling banyak pada kelompok kontrol berada pada usia elderly (usia
lanjut) yaitu sebanyak 3 responden (75%).
40
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin pada Kelompok
Intervensi dan Kelompok Kontrol di ICU RSUD Sragen
21 April 2014 sampai 18 Mei 2014
(N=9)
No Jenis Kelamin Intervensi Kontrol Total
f % f % F %
1 Laki-laki 4 80 3 75 7 77.8
2 Perempuan 1 20 1 25 2 22.2
Total 5 100 4 100 9 100
Berdasarkan tabel 4.2 dapat digambarkan bahwa distribusi responden
berdasarkan jenis kelamin pada kedua kelompok memiliki jumlah responden laki-
laki lebih banyak daripada responden perempuan. Responden berjenis kelamin
laki-laki berjumlah 7 responden (77.8 %).
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Kesadaran pada Kelompok
Kontrol dan Intervensi di ICU RSUD Sragen
21 April 2014 sampai 18 Mei 2014
(N=9)
Kesadaran Kontrol Intervensi Total
f % f % F %
Somnolen 1 25 0 0 1 11.1
Sopor 0 0 1 20 1 11.1
Coma 3 75 4 80 7 77.8
Total 4 100 5 100 9 100
41
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil tingkat kesadaran pada kelompok
kontrol dan intervensi yang paling banyak adalah coma yaitu 7 responden
(77.8%).
4.1.2 Kejadian Luka Tekan Sebelum dan Sesudah Dilakukan Perlakuan
pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 4.4
Distribusi Responden Menurut Kejadian Luka Tekan Sebelum
dan Sesudah Dilakukan Perlakuan pada Kelompok Kontrol
dan Intervensi di ICU RSUD Sragen
21 April 2014 sampai 18 Mei 2014
(N=9)
Kelompok Luka Tekan
Pre Test
Luka Tekan
Post Test
Terjadi % Tidak
Terjadi
% Terjadi % Tidak
Terjadi
%
Kontrol 0 0 4 100 4 100 0 0
Intervensi 0 0 5 100 0 0 5 100
Berdasarkan tabel 4.4 sebelum dilakukan perlakuan tidak didapatkan luka
tekan pada kelompok kontrol maupun intervensi (0%). Sedangkan setelah
dilakukan perlakuan, pada kelompok intervensi tidak didapatkan luka tekan (0%)
dan pada kelompok kontrol didapatkan 4 responden (100%) mengalami luka tekan
42
4.1.3 Lokasi Luka Tekan Sesudah diberikan Posisi Miring 30 Derajat
Menggunakan Absorbent Triangle Pillow pada Kelompok Kontrol dan
Intervensi
Tabel 4.5
Distribusi Lokasi Luka Tekan Responden Sesudah diberikan Posisi Miring 30
Derajat Menggunakan Absorbent Triangle Pillow pada Kelompok Kontrol
dan Intervensi di ICU RSUD Sragen
21 April 2014 sampai 18 Mei 2014
(N=9)
Pada tabel 4.5 memperlihatkan lokasi luka tekan sesudah diberikan posisi
miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle pillow pada kelompok
intervensi hanya 1 responden yang mengalami hangat pada tumit. Pada kelompok
kontrol 4 responden terjadi luka tekan yaitu responden pertama terjadi hangat,
kemerahan, kontur lembek pada sakrum dan bahu; responden kedua terjadi
N
o
Area Kelompok
Intervensi
Kelompok
Kontrol
Hangat Kemerah
an
Kontur Grade
Dekubitus
Hangat Kemerah
an
Kontur Grade
Dekubitus
1 Sakrum
Bahu
Ya
Tumit
Tidak Keras Tidak ada Ya Ya Lembek I
2 Bahu
Siku
Tidak Tidak Keras Tidak ada Ya Ya Lembek I
3 Sakrum
Bahu
Tidak Tidak Keras Tidak ada Ya Ya Lembek I
4 Sakrum Tidak Tidak Keras Tidak ada Ya Ya Lembek I
5 - Tidak Tidak Keras Tidak ada
43
hangat, kemerahan dan kontur lembek di bahu dan siku; responden ketiga hangat,
kemerahan dan kontur lembek pada sakrum dan bahu; responden keempat hangat
kemerahan dan kontur lembek terjadi pada sakrum. Berdasarkan NPUAP luka
tekan pada kelompok kontrol termasuk dalam klasifikasi dekubitus grade I.
4.2. Analisis Bivariat
Hasil analisis pada penelitian ini menggambarkan luka dekubitus
sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan dan pengaruh posisi miring 30
derajat menggunakan absorbent triangle pillow serta lokasi luka tekan, baik
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil penelitian terhadap 9
responden didapatkan hasil sebagai berikut :
4.2.1 Pengaruh Posisi Miring 30 Derajat Menggunakan Absorbent Triangle
Pillow
Tabel 4.6
Pengaruh Posisi Miring 30 Derajat Menggunakan Absorbent
Triangle Pillow dengan Luka Tekan pada Kelompok
Kontrol dan Intervensi di ICU RSUD Sragen
21 April 2014 sampai 18 Mei 2014
(N=9)
Variabel
Independen
Variabel Dependen p-value
Luka Tekan
Kelompok Luka Tekan Tidak Luka Tekan
N % N % 0.003
Kontrol 4 100 0 0
Intervensi 0 0 5 100
44
Pada tabel 4.6 didapatkan hasil analisis hubungan antara perlakuan posisi
miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle pillow dengan kejadian luka
tekan, ditemukan bahwa terdapat 4 responden (100%) pada kelompok kontrol
mengalami luka tekan. Sedangkan pada kelompok intervensi terdapat 0 responden
(0%) terjadi luka tekan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0.003, disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengaturan posisi 30 derajat
menggunakan absorbent triangle pillow dengan kejadian luka tekan pada
kelompok intervensi dan kontrol di ruang ICU RSUD Sragen. Pada kelompok
kontrol ada 4 responden yang mengalami luka tekan grade I masing-masing
dengan lokasinya sakrum, siku, dan bahu.
45
BAB V
PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian ini akan memaparkan secara lebih rinci
interpretasi dan diskusi hasil penelitian dengan merujuk kepada tujuan penelitian,
tinjauan literatur dan juga penelitian yang ada sebelumnya serta keterbatasan
penelitian.
5.1 Hasil Analisis Univariat
5.1.1 Karakteristik Responden
Pada karakteristik responden akan dibahas tentang usia, jenis
kelamin, tingkat kesadaran dan kejadian luka tekan sebagai berikut :
5.1.1.1 Usia
Pada penelitian ini sebagian besar usia responden berada pada
rentang usia elderly (55.6 %). Menurut Nursalam (2011) usia tua memiliki
resiko yang tinggi untuk terkena dekubitus karena kulit dan jaringan akan
berubah seiring penuaan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Purwaningsih (2000) bahwa prevalensi dekubitus 40 %
dominan pada usia 60-80 tahun. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot,
penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori dan
penurunan elastisitas kulit. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor
46
penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap
tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pemberian minyak
klaper saat massage terhadap kejadian dekubitus yang dilakukan di Rumah
Sakit Puri Cinere Depok menunjukkan bahwa dari 28 responden yang
terdiri dari 14 responden kelompok perlakuan dan 14 responden kelompok
kontrol, didapatkan responden yang berusia > 60 terdapat 24 responden
(92,9%), sedangkan responden yang berusia ≤ 60 tahun terdapat 4
responden (7,1%). Hal ini menunjukkan bahwa presentase pasien yang
dirawat dengan tirah baring total di ruang rawat inap Rumah Sakit Puri
Cinere Depok adalah responden dengan umur lebih dari 60 tahun. Menurut
Suriadi (2004) bahwa umur dapat mempengaruhi terjadinya luka
dekubitus, hal ini disebabkan pada usia lanjut terjadi perubahan kualitas
kulit, dengan adanya penurunan elastisitas dan kurangnya sirkulasi pada
dermis.
5.1.1.2 Jenis Kelamin
Pada penelitian ini responden laki-laki berjumlah 7 responden
(77.8%), yang menjukan bahwa jumlah responden laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian
dampak berbaring dalam melindungi resiko dekubitus oleh Dian et al
(2010) yang menyebutkan pada kelompok yang diberikan intervensi
miring tiap 1 jam sekali yang berjenis kelamin laki-laki sejumlah 63,3 %
47
dan perempuan sebanyak 36,7 %, sedangkan di kelompok yang diberikan
intervensi miring setiap 2 jam sekali jumlah responden laki-laki dan
perempuan sama yaitu sejumlah 50 %. Menurut Suriadi (2004) jenis
kelamin bukan termasuk faktor risiko dekubitus. Hal ini didukung dengan
penelitian Setiyajati (2002) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin dan kejadian dekubitus.
5.1.1.3 Tingkat Kesadaran
Didalam penelitian ini didapatkan 9 responden (100%) yang dibagi
menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol, 5 responden (100%)
menjadi kelompok intervensi dan 4 responden (100%) menjadi kelompok
kontrol. Tingkat kesadaran pada kelompok kontrol terdiri dari 1 responden
(25%) dengan kesadaran somnolen dan 3 responden (75%) dengan
kesadaran coma. Sedangkan pada kelompok intervensi 1 responden (20%)
dengan kesadaran sopor dan 4 responden (80%) dengan kesadaran coma.
5.2 Kejadian Luka Tekan Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan
Pada penilitian ini sebelum dilakukan perlakuan tidak didapatkan luka
tekan (0%) pada kelompok kontrol maupun intervensi. Sedangkan setelah
dilakukan perlakuan, pada kelompok intervensi tidak didapatkan luka tekan
(0%) dan pada kelompok kontrol didapatkan 4 responden (100%) mengalami
luka tekan.
48
5.3 Hasil Analisis Bivariat
5.3.1 Pengaruh Absorbent Triangle Pillow
Pada penilitian ini didapatkan 4 responden (100%) pada kelompok
kontrol mengalami luka tekan dan 5 responden (100%) pada kelompok
intervensi setelah dilakukan posisi miring 30 derajat menggunakan
absorbent triangle pillow tidak terjadi luka tekan. Hasil uji chi-square
didapatkan hasil p value = 0.003 yang artinya ada perbedaan yang
signifikan setelah dilakukan posisi miring 30 derajat menggunakan
absorbent triangle pillow pada kelompok kontrol dan intervensi.
Dekubitus adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang
disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang
yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam
jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan
pada suplai darah pada daerah tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal
ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi
jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Nursalam 2011).
Dekubitus adalah cedera yang terlokalisasi pada kulit dan atau
jaringan dibawahnya biasanya diatas tonjolan tulang, akibat adanya
tekanan, atau kombinasi dari tekanan dan robekan. Klasifikasi dekubitus
grade I atau stadium satu adalah adanya perubahan dari kulit yang
diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, akan
nampak salah satu tanda. Tanda yang muncul adalah perubahan temperatur
kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih
49
keras atau lunak), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang
berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sementara itu, pada orang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai
warna merah yang menetap, biru atau ungu (NPUAP-EPUAP 2009).
Penelitian ini dilakukan pada pasien gangguan penurunan
kesadaran di ruang ICU RSUD Sragen. Pada pasien gangguan penurunan
kesadaran akan mengalami gangguan mobilitas fisik. Mobilitas adalah
kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan
aktifitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus
menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi
untuk terkena luka tekan.
Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka
tekan. Pasien dengan penurunan kesadaran tidak mampu untuk mengubah
posisi sehingga kulit akan mengalami tekanan yang merupakan kekuatan
mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah, serta
struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang
menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah
ketika pasien diposisikan dalam semi fowler yang melebihi 30 derajat.
Pada posisi ini pasien bisa merosot ke bawah, sehingga mengakibatkan
tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat
mengakibatkan impitan pada pembuluh darah kulit, serta kerusakan pada
jaringan bagian dalam seperti otot namun hanya menimbulkan sedikit
kerusakan pada permukaan kulit (Nursalam 2011). Penelitian yang
50
dilakukan Suriadi tahun 2003 di salah satu rumah sakit di Pontianak juga
menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk
perkembangan luka tekan (Setiyawan, 2010). Ignativicius & Workman
(2006) menegaskan bahwa luka tekan sering ditemukan pada orang dengan
pergerakan yang terbatas karena tidak mampu mengubah posisi untuk
menghilangkan tekanan.
Pada penelitian ini tingkat kesadaran pada kelompok kontrol terdiri
1 responden dengan kesadaran somnolen dan 3 responden dengan
kesadaran coma. Sedangkan pada kelompok intervensi 1 responden
kesadaran sopor dan 4 responden dengan kesadaran coma. Pasien dengan
penurunan kesadaran juga akan mengalami penurunan persepsi sensori.
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan
kemampuan untuk merasakan sensasi nyeri akibat tekanan di atas tulang
yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan
mudah terkena dekubitus (Nursalam 2011).
Selain imobilisasi dan penurunan sensori persepsi, kelembapan
juga merupakan faktor yang dapat menyebabkan dekubitus pada pasien
dengan gangguan penurunan kesadaran. Kelembapan disebabkan
inkontinensia yang dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan
kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi.
Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena
pergesekan (friction). Pegesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak
dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan
51
merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat
penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati. Sehinggga kulit akan
mengalami trauma dan terjadi dekubitus (Nursalam 2011).
Pada penelitian ini peneliti melakukan pencegahan dekubitus
dengan memberikan posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent
triangle pillow. Pada penelitian ini dilakukan intervensi perubahan posisi
miring kanan, terlentang dan miring kiri tiap 2 jam sekali dilakukan
perubahan posisi dengan menggunakan absorbent triangle pillow di daerah
sakrum responden selama 3 hari. Penelitian oleh Dian et al 2010 bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna antara keefektifan alih baring 1 jam
sekali dan alih baring 2 jam sekali dalam penurunan resiko dekubitus alih
baring 1 jam sekali dan alih baring 2 jam sekali sama efektifnya dalam
penurunan resiko dekubitus.
Peneliti memilih untuk melakukan intervensi dengan posisi miring
30 derajat karena posisi miring 30 derajat dapat memfasilitasi suplai
oksigen sebagai nutrisi jaringan kulit dan kelembapan sehingga tidak
terjadi luka tekan. Ketika pasien diposisikan dalam semi fowler yang
melebihi 30 derajat. Pada posisi ini pasien bisa merosot ke bawah,
sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya
masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan impitan pada pembuluh darah
kulit, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot namun
hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit (Nursalam
2011).
52
Tom Defloor yang pernah meneliti sepuluh posisi yang berbeda-
beda saat pasien diatas tempat tidur, dari kesepuluh posisi itu, didapatkan
bahwa tekanan yang paling minimal dicapai saat diposisikan miring 30
derajat (Defloor 2000). Penelitian yang dilakukan Maklebust dalam ”rule
of 30” yang memberikan posisi kepala tempat tidur pasien ditinggikan
sampai dengan 30 derajat dan posisi badan pasien dimiringkan sebesar 30
derajat dengan bantal busa terbukti dapat menjaga posisi pasien terbebas
dari penekanan pada area trokanter dan sakral (NPUAP 1996). Hal ini juga
didukung oleh penelitian oleh Seiler tahun 2005 (Vanderwee et al 2006),
dimana luka tekan pada area trokanter dan sakral dapat dieliminir dengan
memiringkan pasien posisi miring 30 derajat secara teratur dan
menyangganya dengan matras yang sangat lembut. Hal diatas didukung
oleh penelitian Colin, dimana saat pasien diposisikan miring sampai
dengan 90 derajat, akan menimbulkan kerusakan suplai oksigen yang
dramatis pada area trokanter dibandingkan dengan pasien diposisikan
miring hanya dengan 30 derajat (Colin 1996).
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pada kelompok
intervensi hanya 1 responden yang terjadi hangat pada tumit dan pada
kelompok kontrol 4 responden terjadi dekubitus grade I yaitu responden
pertama terjadi hangat, kemerahan, kontur lembek pada sakrum dan bahu;
responden kedua terjadi hangat, kemerahan dan kontur lembek di bahu dan
siku; responden ketiga hangat, kemerahan dan kontur lembek pada sakrum
53
dan bahu; responden keempat hangat kemerahan dan kontur lembek terjadi
pada sakrum.
Hasil penelitian ini terdapat sebanyak 4 responden dari kelompok
kontrol mengalami luka tekan. Pada kelompok intervensi 5 responden
yang diberi perlakuan posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent
triangle pillow, tidak diperoleh responden yang mengalami luka tekan.
Hasil uji chi square didapatkan p value = 0.003 yang berarti ada pengaruh
pemberian posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent triangle
pillow. Pemberian posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent
triangle pillow ini sangat bermakna dalam mencegah terjadinya luka tekan.
Karena absorben triangle pillow adalah bantal segitiga yang telah di
desain oleh peneliti untuk mencegah gesekan tekan dan kelembapan
sehingga sangat efektif digunakan untuk pencegahan dekubitus.
5.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengkaji temperatur, berat badan
klien atau IMT, edema pada klien dan riwayat merokok responden yang
mungkin dapat berpengaruh terhadap terjadinya luka tekan. Peneliti memiliki
keterbatasan selama proses penelitian seperti waktu dalam penelitian yang
dilakukan selama 28 hari namun hanya memperoleh 9 responden yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Perlunya jangka waktu yang lama
dalam proses penilitian ini untuk mendapatkan responden yang lebih banyak.
Pada saat proses penelitian ada beberapa pasien sudah melakukan informed
54
consent namun mengalami perburukan kondisi yang kemudian meninggal
sehingga menjadi kriteria ekslusi.
55
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan penelitian ini adalah :
6.1.1 Usia responden sebagian besar adalah elderly 55.6 % (5 responden).
6.1.2 Jenis kelamin responden sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebanyak
77.8 % (7 responden).
6.1.3 Tingkat kesadaran sebagian besar adalah coma 77.8 % (7 responden)
6.1.4 Sebelum dilakukan perlakuan tidak didapatkan luka tekan (0 %) pada
kelompok kelompok kontrol maupun intervensi.
6.1.5 Sesudah dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi tidak didapatkan
luka tekan pada seluruh responden (0 %) dan pada kelompok kontrol
mengalami luka tekan 100 % (4 responden).
6.1.6 Ada pengaruh pemberian posisi miring 30 derajat menggunakan absorbent
triangle pillow terhadap kejadian dekubitus grade I dengan p value = 0.003
di ICU RSUD Sragen tahun 2014.
56
6.2 Saran
6.2.1 Institusi Rumah Sakit
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang
positif bagi rumah sakit sebagai upaya pencegahan dekubitus dan dapat
diaplikasikan di rumah sakit.
6.2.2 Institusi Pendidikan
Kiranya hasil penelitian ini dapat berguna dan bisa diaplikasikan
dalam proses belajar mengajar, terlebih pada praktik lapangan. Khususnya
bagi institusi pendidikan sebagai suatu wadah yang tepat dalam membekali
calon-calon perawat profesional yang tanggap akan situasi dan kritis dalam
pemecahan masalah.
6.2.3 Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya kiranya dapat menggali lebih jauh ide-ide
kreatif yang dapat diteliti untuk mengatasi kejadian luka tekan yang
fenomenal seperti analisa faktor sub skala braden terhadap kejadian luka
tekan. Penelitian selanjutnya juga perlu mempertimbangkan untuk
menambah jumlah sampel yang lebih besar lagi guna hasil yang lebih
representatif.
57
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz 2008, Keterampilan dasar praktik klinik kebidanan, Edisi 2, Jakarta,
Salemba Medika.
Ayello, E 2007, ‘Predicting pressure ulcer risk, Try this: Best practice in nursing
care to older adult’, Issued No. 5, diakses 2 Mei 2014,
http://consultgerirn.org/uploads/File.
Ayello, E & Lyder, C.H. 2008, ‘Pressure ulcers: A patient safety issue’, Chapter
12 diakses 5 Mei 2014 http://www.ahrq.gov/qual/nurseshdbk/docs.
Azwar, A., Prihartono, J, 2003, Penelitian kedokteran dan kesehatan masyarakat,
Batam : Binarupa Aksara.
Braden, BJ, Bergstrom, N 2000, ‘A conceptual schema for the study of th etiology
of pressure sores, Rehabilitation nursing’, 25, hal. 105-110, diakses 29 Juli
2013, http://www.ebscohost.com/uph.edu.
Crisp, J., Taylor, C 2006, Potter& Perry’s fundamentals of nursing, 2 nd edition,
St, Louis Missouri : Mosby Elsevie.
Colin, D, 1996, ‘Comparison of 90 °and 30° laterally inclined positions in the
prevention of pressure ulcer using transcutaneous oxygen and
carbondioxide pressure, Advances in wound care 1996’, 9 (3), hal. 35-38,
diakses 2 Desember 2013, http://www.ebscohost.com/uph
Defloor, T, 2000, ’The effect of position and mattress on interface pressure’,
Applied nursing research. Vol. 13 No. 1, diakses 29 April 2014,
http://www. ebscohost.com/uph.edu.
58
Defloor, T., Vanderwee, K., Wilborn, D., Dassen, T. 2006, ‘Pressure ulcer
prevention and repositioning’, diakses 2 Mei 2014,
http://www.ahrq.gov/qual/nursehdbk/pdf.
Defloor, T 2007, ‘The effect of various combinations of turning and pressure
reducing devices on the incidence of pressure ulcer’, International journal
of nursing Studies Vol. 42 Hal. 37-46, diakses 2 Mei 2014, http://www.
ebscohost.com/uph.
Dian Martini, Asiandi & Diyah, YH 2010, ‘The impact of the lying change in
protecting the risk of dekubitus on the patients at RSUD Banyumas’, di
akses 29 Juli 2013.
European Pressure Ulcer Advisory Panel and National Pressure Ulcer
Advisory Panel, 2009, Prevention and treatment of pressure ulcers:
quick reference guide. Washington DC: National Pressure Ulcer
AdvisoryPanel; diakses 24 Juli 2013,
http://www.npuap.org/Final_Quick_Prevention_for_web_2013.pdf.
Hastono, S.P., 2007, Analisa data kesehatan, Depok, FKM-UI.
Huda, N 2012, ‘Pengaruh posisi miring untuk mengurangi luka tekan pada pasien
dengan gangguan persyarafan’ vol. 3, no. 2, hal. 29-33.
Ignatavicius, D, & Workman, M.L, 2006, Medical surgical nursing: Critical
thinking for collaborative care, 5th Ed, St, Louis, Missouri
Laporan rekam medis RSUD Sragen 2013, Kejadian dekubitus RSUD Sragen,
Medical Record Department RSUD Sragen.
59
Muttaqin, Arif 2008, Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persarafan, Jakarta, Salemba Medika
Narni TS, Christantie E, Haryani 2008, ‘Pengaruh pemberian pendidikan
kesehatan terhadap pengethuan dan keterlibatan keluarga dalam
pencegahan dekubitus pada pasien tirah baring’, vol. 03l, No.03l, hal.
193-201.
NPUAP (National Pressure Ulcer Advisory Panel 1996, ‘Quick reference guide’,
diakses 29 Juli 2013, www.npuap.org/guidelin es.
Nursalam, 2013, Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan
pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan, Edisi 2,
Jakarta, Salemba Medika
Nursalam, 2011, Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional, Edisi 3, Jakarta, Salemba Medika
Purwaningsih, 2000, ‘Analisis dekubitus pada pasien tirah baring di ruang A1, B1,
C1, D1 dan ruang B3 IRNA Dr. Sardjito Yogyakarta’, Skripsi, Yogyakarta
Sari, Y 2007, ‘Luka Tekan: Penyebab dan Pencegahan’, diakses 29 Juli 2013,
www.ppni.com
Setiyajati, A 2002, Faktor-faktoryang mempengaruhi kejadian dekubitus pada
pasien tirah baring Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, [Karya Tulis
IImiah], Yogyakarta, FK UGM.
Setiyawan, 2010, ‘Hubungan tingkat pengetahuan, sikap dengan perilaku perawat
dalam upaya pencegahan dekubitus di rumah sakit Cakra Husada Klaten’,
Jurnal KesMaDaSka, Vol 1 No. 1, Juli 2010 (1-7) diakses 29 Juli 2013,
http://etd.eprints.ums.ac.id/908/1/j220060012.pdf.
60
Spilsbury, K., Nelson, A., Cullum,N., Iglesias, C., Nixon, J., Mason, S 2007,
‘Pressure ulcers and their treatment and effects on quality of life: Hospital
inpatient perspectives’, Journal of advanced nursing vol. 57, No. 5 Hal.
494-504, diakses 29 Juli 2013. http://www.ebscohost.com/uph.edu
Stephen & Haynes, 2006, ‘NICE pressure ulcer guideline: Summary and
implications for practice’, Journal of wound care, diakses 29 Juli 2013,
http://www.ebscohost.com/uph.edu.
Suriadi, 2004, Perawatan luka, Edisi I, Jakarta, CV. Sagung Setyo.
Tarihoran, DET 2010, ‘Pengaruh posisi miring 30 derajat terhadap kejadian luka
tekan grade 1 (Non Blanchable Erythema) pada pasien stroke di Siloam
Hospitals’, tesis, Universitas Indonesia.
Vanderwee, K., Grypdonck., Bacquer, De., Defloor, T, 2006, ‘Effectiveness of
turning with unequal time intervals on the incidence of pressure ulcer
lesions’, Journal of advanced nursing Vol. 57, Hal. 59-68, diakses 2 mei
2014, http://www. ebscohost.com/uph.edu.
Young, 2004, ‘The 30 ° tilt position vs the 90 ° lateral and supine positions in
reducing the incidence of non blanching erythema in a hospital inpatient
population’, Journal of tissue viability, Vol. 14 No. 3, diakses 29 Juli
2013, http://www.ebscohost.com/uph.edu.
Yusuf, Saldy 2010, Konsep dasar luka dekubitus, Kumpulan materi kuliah,
Yogyakarta, UGM