PRESENTASI KASUS
“Open Fracture Digiti I, II, III, IV, V Pedis Sinistra”
Pembimbing :
dr. Aris Handoko, Sp.OT
Disusun Oleh:Andika Pratiwi G4A014049
SMF BEDAHRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :
Open Fracture Digiti I, II, III, IV, V Pedis Sinistra
Diajukan untuk memenuhi salah satu ujian
kepanitraan klinik dokter muda SMF Bedah
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun Oleh:
Andika Pratiwi G4A014049
`
Purwokerto, Desember 2015
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
dr. Aris Handoko, Sp.OT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan presentasi kasus ini. Presentasi kasus
yang berjudul “Open Fracture Digiti I, II, III, IV, V Pedis Sinistra” ini
merupakan salah satu syarat ujian kepanitraan klinik dokter muda SMF Bedah
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Aris Handoko, Sp.OT
sebagai pembimbing atas waktu yang diluangkan, bimbingan, dan saran yang
sifatnya membangun dalam penyusunan presentasi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih
belum sempurna serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.
Purwokerto, Desember 2015
Penulis
I. PENDAHULUAN
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Tn. Sumaryo
b. Umur : 40 Tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. Agama : Islam
f. Alamat : Lebakgowah RT 06/09 kecamatan Lebaksiu, Tegal
g. Tanggal masuk : 13 Oktober 2015
h. Tanggal periksa : 15 Oktober 2015
i. Nomor CM : 00968338
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Luka terbuka di kaki kiri
Keluhan Tambahan
- Nyeri di kaki kiri
- Kaki kiri tidak bisa digerakkan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Margono Soekarjo tanggal 13
Oktober 2015 pukul 22.30 WIB. Pasien rujukan dari RSUD Soesilo Slawi
dengan crush injury regio pedis sinistra. Pasien mengalami kecelakaan
sepeda motor pada pagi hari tanggal 13 Oktober 2015 pukul 09.00. Sesaat
setelah kecelakaan pasien masih sadarkan diri, pingsan (-), pusing (+),
muntah (-). Pasien mengalami luka terbuka pada kaki kiri karena tertindih
sepeda motor. Pasien mengaku kaki kiri terasa nyeri dan tidak dapat
digerakkan, ketika pasien coba menggerakan kaki, nyeri bertamba berat
dan tidak tertahankan. Pasien sempat di bawa ke rumah sakit terdekat dari
lokasi kecelakaan dan akhirnya di rujuk ke Rumah Sakit Margono
Soekarjo karena membutuhkan tindakan lebih lanjut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat hipertensi disangkal
2. Riwayat diabetes melitus disangkal
3. Riwayat sakit jantung disangkal
4. Riwayat trauma disangkal
5. Riwayat alergi obat disangkal
6. Riwayat operasi disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama
2. Riwayat diabetes melitus disangkal
3. Riwayat hipertensi disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di rumah dengan seorang istri dan dua orang anak.
Pasien Berkerja sebagai wirasasta. Pasien memiliki riwayat merokok, tidak
memiliki riwayat konsumsi alkohol.
III.PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Berat badan : 65 kg
d. Tinggi Badan : 166 cm
e. Vital Sign
Tekanan Darah : 100/ 70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36 x/menit
f. Status Generalis
1. Kepala : mesochepal, simetris, rambut hitam, distribusi rambut
merata, rambut tidak mudah dicabut.
2. Mata : konjungtiva anemis (-), sklera nikterik (-), pupil bulat
isokor 2mm/2mm, reflex cahaya (+/+) normal.
3. Hidung : deviasi septum (-), discharge (-)
4. Telinga : simetris, discharge (-)
5. Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), hiperemis (-)
6. Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar limfe tidak membesar
7. Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris, jejas (-) ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikuler kedua lapang paru, rhonki (-),
wheezing (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : kiri atas SIC II LPSS, kiri bawah SIC V LMCS
: kanan atas SIC II LPSD, kanan bawah SIC IV
LPSD
Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : cembung
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan (-)
9. Ekstrimitas
Superior : akral hangat, edema -/-, sianosis -/-, deformitas -/-
Inferior : akral hangat, edema -/-, sianosis -/-, deformitas -/-
Pedis sinistra :
Luka terbuka di dorsum pedis dengan ukuran
Panjang 20cm lebar 10 cm dalam 2 cm. Tampak
tulang- tulang jari kaki.
g. Status lokalis
Regio Pedis Sinistra
Look : Luka terbuka dengan ukuran panjang 20cm, lebar 10 cm, dalam 2
cm. Tampak ossa pedis.
Feel : nyeri (+), nyeri tekan (+),
Move : ROM (-)
Gambar 1. Status lokalis pedis sinistra
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium Darah lengkap
Pemeriksaan Hasil Kesimpulan
Hemoglobin 9,5 g/dL Rendah
Leukosit 15070 U/L Tinggi
Hematocrit 25 % Normal
Eritrosit 3.1 juta Normal
Trombosit 101.000 Rendah
Ureum 24.4 mg/dL Tinggi
Kreatinin 0.74 mg/dL Normal
GDS 106 md/dL Normal
Natrium 134 mmol/L Rendah
Kalium 3.5 mmol/L Normal
Klorida 97 mmol/L Rendah
b. Rontgen Pedis Sinistra
Gambar 2. Foto rontgen pedis sinistra
V. RESUME
a. Anamnesis
- Laki- laki usia 40 tahun datang ke IGD RSMS tanggal 13 Oktober
2015 pukul 22.30
- Keluhan utama: luka terbuka pada kaki kiri
- Keluhan tambahan: nyeri pada kaki kiri, kaki kiri tidak bisa di
gerakkan, pusing (+), pingsan (-), kejang (-).
- Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pukul 09.00, kaki kiri
tertindih motor.
c. Pemeriksaan Fisik
Vital sign : Dalam batas normal
Status generalis : Dalam batas normal
d. Status lokalis : Region pedis sinistra
1. Look : Luka terbuka dengan ukuran panjang 20cm, lebar 10 cm,
dalam 2 cm. Tampak ossa pedis.
2. Feel : nyeri (+), nyeri tekan (+),
3. Move : ROM (-)
VI. DIAGNOSIS KERJA
Open Fracture Digiti I, II, III, IV, V Pedis Sinistra
VIII.PENATALAKSANAAN
a. Terapi Awal
- Survey Primer
Lakukan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Disability, exposure)
- Bersihkan luka dari kotoran bekas kecelakaan, seperti pasir, tanah
dan bekuan darah. Dapat juga diberikan betadine setelah luka
dibersihkan
- Kompres luka terbuka mengunakan kassa steril yang dibasahi
dengan larutan Nacl untuk mencegah kontaminasi bakteri
b. Tindakan Non Bedah
- IVFD Ringer Laktat 20 tpm
- Inj. Ceftriaxon 3x1 gram IV
- Inj. Ketorolac 2x1 ampul
- Inj. Ranitidin 1x1 ampul
- Inj. ATS 1 ampul
- Inj. Dexametason 1 ampul
c. Tindakan Bedah.
Penatalaksanaan bedah pada fraktur terbuka dengan cara dilakukan
debridement luka di kamar operasi untuk menghindari sepsi pasca
trauma. Selanjutnya dilakukan pemasangan OREF.
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Fraktur didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas struktur tulang,
dapat berupa pemutusan tulang maupun jaringan kartilago. Menurut Mansjoer
(2000), fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan rudapaksa. Patah tulang atau fraktur
didefinisikan sebagai hilagnya atau terdapat gangguan integritas dari tulang,
termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum dan jaringan yang ada di
sekitarnya ( Moran, 2008).
B. FAKTOR RISIKO
Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat usia, orang yang beresiko
tinggi untuk terjadi fraktur adalah orang dengan lanjut usia, orang yang
berkerja membutuhkan keseimbangan, masalah gerakan, pekerjaan yang
beresiko tinggi seperti tukang besi, supir, pembalap mobil, orang dengan
penyait degenerative ( Lockhart, 2001).
C. ETIOLOGI
a. Cedera langsung, berupa pukulan atau benturan langsung pada tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Cedera langsung pada tulang
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan terdapat kerusakan pada
kulit di atasnya
b. Cedera tidak langsung , berarti pukulan atau benturan berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan menopang badang sehingga
dapat menyebabkan fraktur klavikula
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras mendadak dari otot
D. FRAKTUR TERBUKA
1. Definisi
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan
dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga dapat terjadi kontaminasi
bakteri dan menimbulkan komplikasi berupa infeksi (Schaller, 2011).
Fraktur terbuka merupakan fraktur dimana terdapat hubungan fragmen
fraktur dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang
menembus dari dalam hingga kepermukaan kulit atau kulit dipermukaan
yang mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga
kedalam. Fraktur terbuka sering tmbul komplikasi berupa infeksi. Infeksi
bisa berasal dari flora normal di kulit ataupun bakteri pahthogen
khususnya bakteri gram (-). Golongan flora normal kulit, seperti
Staphylococus, Propionibacterium acne , Micrococus dan dapat juga
Corynebacterium(Schaller, 2011).
2. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut
Gustillo dan Anderson (1976), yang menilai fraktur terbuka berdasarkan
mekanisme cedera, derajat kerusakan jaringan lunak, konfigurasi fraktur
dan derajat kontaminasi. Kalsifikasi Gustillo ini membagi fraktur terbuka
menjadi tipe I, II, dan III :
Tabel 1. Klasifikasi Fraktur Terbuka
TIPE BATASAN
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
II Panjang luka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskulr dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.
Keterangan :
Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen
fraktur dan bersih. Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak
kominutif. Biasanya luka tersebut akibat tusukan fragmen fraktur
Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan
jaringn lunak dan fraktur tidak kominutif.
Tipe III dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada
kulit, jaringan lunak dan putus atau hancurnya struktur neurovaskuler
dengan kontaminasi, juga termasuk fraktur segmental terbuka atau
amputasi traumatik.
Fraktur terbuka tipe III, dibagi menjadi tipe IIIA, IIIB, IIIC
Tabel 2. Klasifikasi Fraktur terbuka derajat III :
TIPE BATASAN
IIIA Periostenum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan
jaringn lunak yang luas
IIIB Kehilangan jaringn lunak yang luas, kontaminasi berat, periostenal
striping atau terjadi bone expose
IIIC Disertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat
kerusakan jaringn lunak
Keterangan :
Tipe IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh
jaringan lunak, walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas
dan berat.
Tipe IIIB terjadi pada fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringn
lunak, sehingga tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat
pelepasan periosteum, fraktur kominutif. Biasanya disertai
kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy tanpa
memandang luas luka.
Tipe IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan
agar kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang
derajat kerusakan jaringan lunak.
Gambar 1. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo dan Anderson
3. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis fraktur terbuka dapat ditegakkan dengan cara melakukan
anamnesis (riwayat pasien), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesis
Deskripsikan dengan jelas mengenai keluhan penderita,
mekanisme trauma, lokasi dan derajat nyeri Faktor trauma kecepatan
rendah atau taruma kecepatan tinggi sangat penting dalam menentukan
klasifikasi fraktur terbuka karena akan berdampak pada kerusakan
jaringan itu sendiri. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
tempat ketinggian, luka tembak dengan kecepatan tinggi atau pukulan
langsung oleh benda berat akan mengakibatkan prognosis jelek
dibanding trauma sederhana atau trauma olah raga. Umur dan kondisi
penderita sebelum kejadian seperti penyakit hipertensi, diabetes melitus
dan sebagainya merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan juga.
Jika fraktur terjadi akibat cedera ringan, curigailah lesi patologi. Nyeri,
memar, dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi
gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak.
Tanyakan mengenai gejala-gejala cedera yang berkaitan, seperti baal
atau hilangnya gerakan, kulit yang pucat/ sianosis, darah dalam urin,
nyeri perut, hilangnya kesadaran untuk sementara. Tanyakan juga
tentang cedera sebelumnya (Norvell, 2011).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah identisifikasi luka secara
jelas dan gangguan neurovaskular bagian distal dan lesi tersebut.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. Look (inspeksi)
Pembengkakan, memar, dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi
hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh atau tidak. Kalau kulit
robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka
(compound).
2. Feel (palpasi)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
3. Movement (gerakan)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih pnting
untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi
di bagian distal dari cedera.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan
keparahan kerusakan tulang dan jaringn lunak yang berhubungn
dengan derajat energi dari trauma itu sendiri. Bayangan udara di
jaringan lunak merupakan petunjuk dalam melakukan pembersihan
luka atau irigasi dalam melakukan debridement. Bila bayangan
udara tersebut tidak berhubungan dengan daerah fraktur maka dapat
ditentukan bahwa fraktur tersebut adalah fraktur tertutup. Radiografi
dapat terlihat bayangan benda asing disekitar lesi sehingga dapat
diketahui derajat keparahan kontaminasi disamping melihat kondisi
fraktur atau tipe fraktur itu sendiri. Diagnosis fraktur dengan tanda-
tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun pemeriksaan
radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi untuk melengkapi
deskripsi fraktur, kritik medikolegal, rencana terapi dan dasar untuk
tindakan selanjutnya. Sedangkan untuk fraktur-fraktur yang tidak
memberikan gejala kalsik dalam menentukan diagnosa harus
dibantu pemeriksaan radiologis sebagai gold standart (Schaller,
2011).
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan darah bertujuan untuk menilai tanda-tanda infeksi dan
komplikasi lanjutan dari fraktur. Selain itu, pemeriksaan darah dapat
membantu untuk persiapan tindakan terapi selanjutnya.
4. Komplikasi
a. Perdarahan, syok septik sampai kematian
b. Septikemia, toksemia oleh karena infeksi piogenik
c. Tetanus
d. Gangren
e. Perdarahan sekunder
f. Osteomielitis kronik
g. Delayed union
h. Nonunion dan malunion
i. Kekakuan sendi
. 5. Penatalaksanaan
Di Rumah Sakit, penilaian umum yang cepat merupakan langkah
yang pertama, dan setiap keadaan yang membahayakan jiwa dapat diatasi.
Luka kemudian diperiksa. Setelah itu dapat ditutup lagi dan dibiarkan
tidak terganggu hingga pasien berada di kamar bedah. Empat pertanyaan
yang perlu dijawab :
a. Bagaimana sifat luka tersebut.
b. Bagaimana keadaan kulit di sekitar luka.
c. Apakah sirkulasi cukup baik.
d. Apakah saraf utuh.
Semua fraktur terbuka, tidak peduli seberapa ringannya, harus
dianggap terkontaminasi, penting untuk mencoba mencegahnya infeksi.
Untuk tujuan ini, perlu diperhatikan empat hal yang penting :
a. Pembalutan luka dengan segera.
b. Profilaksis antibiotika.
c. Debridement luka secara dini.
d. Stabilisasi fraktur.
Penanganan fraktur terbuka
Pada kasus fraktur terbuka diperlukan ketepatan dan kecepatan
diagnosis pada penanganan agar komplikasi terhindar dari kematian atau
kecacatan. Penatalaksanaan fraktur terbuka derajat III meliputi tindakan
life saving dan life limb dengan resusitasi sesuai dengan indikasi,
pembersihan luka dengan irigasi, eksisi jaringan mati dan debridement,
pemberian antibiotik (sebelum, selama, dan sesudah operasi), pemberian
anti tetanus, penutupan luka, stabilisasi fraktur dan fisioterapi. Tindakan
definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih
inflamasi/ infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat
dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca trauma
Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III secara umum adalah
sebagai berikut :
a. Pertolongan pertama
Secara umum adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
dan mencegah gerakan-gerakan fragmen yang dapat merusak jaringan
sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa menggunakan splint atau bandage
yang mudah dikerjakan dan efektif. Luka ditutup dengan material
yang bersih dan steril.
b. Resusitasi
Penatalaksanaan sesuai dengan ATLS (Advance Trauma Life
Support) dengan memberikan penanganan sesuai prioritas (resusitasi),
bersamaan itu pula dikerjakan penanganan fraktur terbuka agar
terhindar dari komplikasi. Kehilangn banyak darah pada frkatur
terbuka derajat III dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan dapat
diperberat oleh rasa nyeri yang dapat menyebabkan syok neurogenik.
Tindakan resusitasi dilakukan dilakukan bila ditemukan tanda syok
hipovolemik, gangguan nafas atau denyut jantung karena fraktur
terbukaseringkali bersamaan dengan cedera organ lain. Penderita
diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat atau transfusi darah dan
pemberian analgetik selama tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan
radiologis dilakukan setelah pasien stabil.
c. Penilaian awal
Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam
observasi dan penanganan awal yang memadai. Fakta-fakta pada
pemeriksaan harus direkam dengan baik termasuk trauma pada daerah
atau organ lain dan komplikasi akibat fraktur itu sendiri.
d. Terapi antibiotik dan anti tetanus serum (ATS)
Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah
terjadinya trauma. Antibiotik adalah yang berspektrum luas, yaitu
sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2 gram) dan dikombinasikan
dengan aminoglikosid (gentamisin 1-2 mg/kgBB tiap 8 jam) selama 5
hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan setiap hari dengan
memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik disesuaikan
dengan hasil kultur dan sensitifitas terbaru. Bila dalamperawatan
ditemukan gejala dan tanda infeksi, maka dilakukan pemeriksaan
kultur dan sensitifitas ulang untuk penyesuaian ualng pemberian
antibiotik yang digunakan. Pemberian anti tetanus diindikasikan pada
fraktur kruris terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka
yang dalam, luka yang terkontaminasi, luka dengan kerusakan
jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan sepsis. Pada
penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus dapat
diberikan gemaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis 250 unit
pada penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa, 125 unit pada usia 5-
10 tahun dan 75 unit pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula
diberikan serum anti tetanus dari binatang dengan dosis 1500 unit
dengan tes subkutan0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat
imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis boster
0,5 ml secara intramuskular.
e. Debridement
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan
jaringan mati, memberikan persediaan darah yang baik di seluruh
bagian itu. Dalam anestesi umum, pakaian pasien dilepas, sementara
itu asisten mempertahankan traksi pada tungkai yang mengalami
cedera dan menahannya agar tetap ditempat.
DAFTAR PUSTAKA
Gustilo RB, Merkow RL, Templeman D.1976. The management of open
fractures. J Bone Joint Surg Am;72(2):299-304
Mansjoer. A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Medica Aesculpalus,
FKUI;Jakarta
Moran DS, Israeli E, Evans RK, Yanovich R, Constantini N, Shabshin N, et
al. 2008. “Prediction model for stress fracture in young female recruits
during basic training”. Med Sci Sports Exerc:S636-44.
Norvell J G, Kulkarni R.2011. Tibial and Fibular Fracture. Diakses di
http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview . tanggal
akses : 22 Oktober 2015.
Schaller, T.M. Calhoun, J.H.2011. Open Fracture. E-medicine. Medscape.
DOKUMENTASI