LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI
” MODALITAS RASA DALAM RONGGA MULUT ”
Oleh :
Malun Nasrudin (121610101094)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2012/2013
1
MODALITAS RASA DALAM RONGGA MULUT
I. Pendahuluan
A. Permasalahan
1.Bagaimana pengenalan bentuk benda di rongga mulut dan area wajah?
2.Bagaimana two point discrimination di rongga mulut dan area wajah?
3.Bagaimana pengenalan suhu di rongga mulut dan area wajah?
4.Bagaimana persepsi rasa pada beberapa area lidah?
5.Bagaimana rasa nyeri pada jaringan di rongga mulut dan area wajah?dengan
rangsangan tekanan,dingin, dan panas?
6.Bagaimana pemeriksaan vitalitas gigi? dengan rangsangan
tekanan,dingin,panas,perkusi, dan palpasi?
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui modalitas rasa di rongga mulut dan
area wajah terhadap beberapa rangsangan serta untuk mengetahui vitalitas gigi baik itu
dengan rangsang tekanan,suhu maupun palpasi.
C. Dasar Teori
1.1 Dasar Teori Modalitas Rasa di Rongga Mulut
Indera pengecap adalah organ penting pada manusia yang membuat manusia
memilih makanan sesuai dengan keinginannya dan kebutuhan-kebutuhan jaringan,
selain itu, dapat juga berfungsi untuk menghindarkan tubuh dari substansi beracun.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi rasa, antara lain :
1. Sistem Indera seperti penglihatan, pembau, dan pendengar
2. Makanan : tekstur makanan, suhu, kandungan bahan-bahan, kandungan
air, dan udara dalam makanan.
Menurut penelitian, terdapat sel pengecap yang berespon paling baik terhadap
rangsang pahit sedangkan yang lain terhadap asin, manis, atau asam. Sebagian berespon
terhadap lebih dari satu modalitas dan sebagian terhadap keempatnya. MSG sebenarnya
bukan merupakan rasa yang dapat muncul sendiri, MSG merupakan kombinasi dari
beberapa rasa, sehingga diduga ada pengecap rasa tambahan yaitu umami. Modalitas
2
rasa ini mengindrai rasa glutamat dan glutamat monosodium yang basah terdapat pada
masakan asia varian reseptor glutamat metatropik (Ganong.2003).
Pengecapan merupakan fungsi utama dari taste buds di dalam rongga mulut.
Reseptor perasa atau taste buds ditemukan pada papila lidah (papila sircumvalata,
fungiformis, foliata, dan viliformis). Taste buds adalah struktur kecil yang terdapat di
permukaan lidah, palatum, epiglotis, laring dan faring. Di sekitar dari sel perasa terdapat
filamen yang mirip rambut. Setiap taste buds biasanya hanya berespon pada satu dari
empat rangsang rasa primer, bila substansi rasa berada dalam konsentrasi rendah, tetapi
pada konsentrasi tinggi, sebagian besar taste buds dapat dirangsang oleh dua, tiga, atau
empat rangsang kecap primer dan juga oleh beberapa rangsang kecap yang lain (non
primer). Sel-sel pengecap terus menerus digantikan melalui pembelahan mitosis dari
sel-sel epitel di sekitarnya. Ketahan (umur) setiap sel pengecap ini sekitar 10 hari.
Hingga saat ini terdapat lima macam rasa yang dapat dikenali yaitu :
1. asin, terletak di ujung lidah;
Rasa asin dibentuk oleh garam-garam yang terionisasi. Kualitas rasanya
berbeda-beda antara garam yang satu dengan yang lain karena garam juga membentuk
sensasi rasa yang lain selain rasa asin.
2. manis, terletak di ujung lidah;
Rasa manis tidak dibentuk atas satu golongan kelas substansi kimia saja.
Beberapa tipe substansi kimia yang menyebabkan rasa ini mencakup gula, glikol,
alcohol aldehid, keton, amida, ester, asam amino, beberapa protein kecil, asam sulfonat,
asam halogenasi dan garam-garam dari timah dan berilium. Perubahan yang sangat
manis menjadi pahit.
3. asam, terletak pada dua pertiga bagian samping lidah;
Rasa asam disebabkan oleh asam. Intensitas dari sensasi rasa ini hampir
sebanding dengan logaritma dari konsentrasi ion hidrogen, makin asam suatu asam
makin kuat sensasi yang terbentuk.
4. pahit, terletak pada bagian posterior lidah dan palatum molle.
Rasa pahit tidak dibentuk hanya oleh satu tipe substansi kimia, tetapi substansi
rasa pahit hampir seluruhnya dibentuk oleh substansi organik. Dua golongan substansi
tertentu cenderung menimbulkan rasa pahit adalah (a) substansi rasa organik rantai
3
panjang yang mengandung nitrogen dan (b) alkaloid, seperti yang terdapat pada banyak
zat yang terkandung dalam obat-obatan, seperti kina, kafein, striknin, dan nikotin.
5. umami, terletak di ujung lidah;
Rasa umami adalah rasa yang diperoleh karena rangsangan pada reseptor
metabotropic glutamate receptor (mGIuR4) yang sensitive terhadap monosodium
glutamate (MSG). Monosodium glutamate umumnya ditambahkan pada makanan untuk
menguatkan rasa (dan berbahan dasar saus kedelai), yang mungkin dapat menstimulasi
reseptor umami.
Proses adanya rangsangan sampai terjadi impuls berupa pengenalan bentuk
rangsang bisa terjadi karena adanya reseptor sensorik yang mengirim sinyal ke sistem
saraf pusat, di sistem saraf pusat terjadi pengumpulan sinyal dan akhirnya muncul
tanggapan berupa pengenalan bentuk benda. Pengenalan bentuk benda di lidah ini
karena adanya resptor rata (taktil) pada lidah, bentuk paccini yang merupakan reseptor
raba didapatkan pada jaringan subkutan, otot dan sendi (Guyton.1983:107).
1.2 Dasar Teori Sensasi di Rongga Mulut
Sel reseptor pengecap adalah kemoreseptor yang berespon terhadap bahan-bahan
dalam cairan mulut yang membasahi reseptor-reseptor tersebut. Reseptor pengecap
(sekunder) dikumpulkan bersama pada tasted bud, terutama pada lidah dan palatum.
Bahan- bahan ini bekerja pada mikrovili yang ada di pori-pori pengecap untuk
mencetuskan potensial generator di sel reseptor yang menimbulkan potensial aksi di
neuron sensorik.
Reseptor dingin definitif telah didefinisikan, ia adalah ujung saraf yang
bermielin kecil jenis A delta yang ujungnya menonjol ke dalam permukaan dasar sel
basal epidermis. Dipihak lain reseptor hangat definitif belum ditemukan. Mungkin
reseptor ini merupakan satu jenis dari ujung saraf bebas (Guyton.1996:452).
Serat-serat saraf sensorik dari papil-papil pengecap di dua pertiga anterior lidah
berjalan dengan cabang korda timpani, nervous facialis, dan serat-serat saraf dari
sepertiga posterior lidah mencapai batang otak melalui saraf glosoparingeus. Nukleus
traktus solitarius untuk dapat menyatu ke dalam medula oblongata harus bergabung
dengan kedua sarafnya. Di sana mereka bersinaps dengan neuron-neuron ordo kedua
yang aksonnya melintasi garis tengah dan bertemu dengan lemnikus medialis, berakhir
4
di nukleus-nukleus pemancar sensorik spesifik pada talamus bersama serat untuk
sensasi sentuh nyeri dan suhu. Impuls dipancarkan dari sini ke daerah proyeksi
pengecapan di kortek serebrum di kaki girus pasca sentralis. Pengecapan tidak memiliki
daerah proyeksi yang terpisah tetapi digambarkan di bagian girus pasca sentralis yang
melayani sensasi kulita dan wajah.
Impuls pengecapan melintasi saraf otak ketujuh, kesembilan, dan kesepuluh
menuju batang otak, tempat mereka berakhir di dalam traktus solitarius. Isyarat mula-
mula ke talamus dan kemudian ke area operkulum –insulaparietal korteks serebri. Area
ini terletak pada pinggir lateral girus post sentralis dalam fisura Sylvii yang erat
berhubungan dengan atau malahan bertindihan dengan daerah lidah area somatik 1.
Terdapat banyak variasi dalam distribusi keempat papil pengecap dasar pada
berbagai spesies dan dalam suatu spesies tertentu antar individu. Pengecapan
memperlihatkan after -reaction dan fenomena kontras yang serupa dalam beberapa hal
dalam after- image dan kontras penglihatan. Sebagian adalah tipuan kimia, tetapi
sebagian lain mungkin benar-benar merupakan fenomena sentral.
Reseptor rasa nyeri hanya dirangsang oleh gradasi panas atau dingin yang
ekstrim, karena itu bersama reseptor dingin dan reseptor panas bertanggung jawab
terhadap terjadinya sensasi ”sangat dingin” (freezing cold) dan sensasi ”panas yang
menyengat” (burning hot) (Guyton & Hall.1997:774)
5
II. Hasil Percobaan
Pengenalan Bentuk Berbagai Benda di Rongga Mulut dan Area Wajah
Bentuk Ukuran (mm) Waktu Ukuran asli
Persegi Panjang 0,5 1 menit 20 detik 0,6
Bulat 1 2 menit 1,1
Segitiga 0,6 13 detik 1,2
Oval 2 40 detik 2,2
Two Point Discrimination di Rongga Mulut dan Area Wajah
Tempat Perlakuan Jarak Pengenalan Dua Titik (mm)
Palatum 2 mm
Mukosa Pipi 1 mm
Gingiva 3 mm
Bibir Atas 1 mm
Bibir Bawah 2 mm
Leher 2 mm
Dahi 2 mm
Hidung 2 mm
Cuping Telinga 4 mm
Pipi Kiri dan Kanan 1 mm
Dagu 1 mm
Anterior Lidah 1 mm
Lateral Lidah 2 mm
Dorsal/Atas ½ antero-posterior
Lidah
3 mm
Posterior Lidah 1 mm
Pengenalan Suhu di Rongga Mulut dan Area Wajah
Tempat Perlakuan Air Dingin Air Hangat
6
Anterior Lidah Dingin Hangat
Lateral Lidah Dingin Hangat
Dorsal/Atas ½ antero-
posterior Lidah
Dingin Hangat
Posterior Lidah Dingin Hangat
Palatum Dingin Panas
Mukosa Pipi Dingin Hangat
Gingiva Dingin Tidak terlalu
Bibir Atas Dingin panas
Bibir Bawah Dingin panas
Leher Sangat dingin panas
Dahi Sangat dingin panas
Hidung Dingin panas
Cuping Telinga Dingin panas
Pipi Kiri Lebih Dingin panas
PipiKanan Dingin panas
Dagu Dingin panas
Persepsi Rasa Pada Beberapa Bagian Lidah
Orang
coba
Bagian
yang di
uji
Yang dilakukan pada tiap bagian perlakuan
perempuan Air
garam
Air gula cuka kina umami
1 Asin Manis Asam Pahit Ya
2 Asin Tidak
terlalu
Asam Pahit Tidak
3 Asin Tidak
terlalu
Asam Tidak
terlalu
Ya
4 Asin
sekali
Manis Asam Tidak
terlalu
Ya
5 Asin Tidak Tidak Tidak Ya
7
sekali terlalu terlalu terlalu
6 Asin Tidak
terlalu
Asam Tidak terlalu
Ya
7 Tidak
terlalu
Manis Asam Tidak terlalu
Ya
8 Asin Manis Asam Tidak terlalu
Ya
Rasa Nyeri Pada Jaringan Rongga Mulut dan Area Wajah
a. Rangsangan Tekan
Tempat Perlakuan Kedalaman (mm)
Gingiva 1 mm
Bibir Atas 1 mm
Leher 1 mm
Dahi 3 mm
Mukosa Pipi Kanan 4 mm
Pipi kanan 3 mm
Dorsal/Atas ½ antero-posterior Lidah 2 mm
b. Rangsangan Dingin
Tempat
Perlakuan
0° 5° 10° 20° Waktu Ukuran
1 √ - - - 2 ++++
2 √ - - - 3 ++
3 √ - - - 3 ++
4 √ - - - 2 +++
5 √ - - - 5 ++
6 √ - - - 4 ++
7 √ - - - 5 ++
8 √ - - - 5 ++
c. Rangsangan Panas
8
Tempat
Perlakuan
60° 70° 80° 90° Waktu Ukuran
1 - - √ √ 1 ++++
2 - - √ √ 4 ++
3 - - √ √ 8 ++
4 - - √ √ 5 +++
5 - - √ √ 3 +++
6 - - √ √ 2 +++
7 - - √ √ 3 ++
8 - - √ √ 3 ++
Pemeriksaan Vitalitas Gigi
A. Test Vitalitas Gigi Dengan Suhu Dingin
Gigi Respon yang Dirasakan
Insisive pertama kanan rahang Bawah Dingin dan Ngilu
Molar pertama kanan rahang Bawah Dingin dan Ngilu
B. Test Vitalitas Gigi Dengan Suhu Panas
Gigi
yang
diuji
Respon air Respon Gurtap Percha
IA IB IIA IIB IIIA IIIB I II III
41 panas basah panas basah Panas
Linu
basah Panas
Linu
+++
Panas
Linu
++
Panas
Linu
+
46 panas basah panas basah Panas
Linu
basah basah basah basah
C. Test Vitalitas Gigi Dengan Tekan
9
Gigi Percobaan 2 3
Insisive pertama
kanan rahang Bawah
Ketukan terasa lebih
kuat
Ketukan terasa lebih kuat
Ketukan terasa lebih kuat
Molar pertama kanan
rahang Bawah
Ketukan kurang terasa Ketukan kurang terasa
Ketukan kurang terasa
D. Test Perkusi Gigi dan Palpasi
Perkusi
Gigi 2 3
Insisive pertama kanan
rahang Bawah
Tekanan lebih ringan Tekanan lebih ringan
Molar pertama kanan rahang
Bawah
Takanan lebih terasa Takanan lebih terasa
10
III. Pembahasan
3.1 Pengenalan bentuk berbagai benda di rongga mulut
Dari hasil Percobaab didapatkan waktu bervariasi dari masing-masing orang
coba dalam mengenali berbagai bentuk benda. Variasi kecepatan waktu dalam
mengenali benda-benda tersebut bergantung sensitivitas dari tiap-tiap orang.selain itu
Kecepatan mengenali beberapa bentuk benda ini tergantung pada seberapa luas
permukaan benda tersebut yang bersentuhan pada permukaan lidah. Semakin besar luas
permukaan bendah yang bersentuhan dengan permukaan lidah maka semakin cepat pula
benda tersebut mudah dikenali. Hal ini dikarenakan semakin besar luas permukaan
benda tersebut maka rangsangan yang diberi pada lidah akan semakin kuat dan reseptor
yang terangsan akan semakin banyak sehingga intrepetasi dari SSP juga semakin cepat.
Proses adanya rangsangan sampai terjadi impuls berupa pengenalan bentuk
rangsang bisa terjadi karena adanya reseptor sensorik yang mengirim sinyal ke sistem
saraf pusat, di sistem saraf pusat terjadi pengumpulan sinyal dan akhirnya muncul
tanggapan berupa pengenalan bentuk benda. Pengenalan bentuk benda di lidah ini
karena adanya resptor rata (taktil) pada lidah, bentuk paccini yang merupakan reseptor
raba didapatkan pada jaringan subkutan, otot dan sendi (Guyton.1983:107)
3.2 Two point Discrimination di rongga mulut dan area wajah.
Pada hasil percoban yang didapatkan, pada sebagian besar orang coba
didapatkan bahwa daerah yang paling sensitif adalah bagian ujung lidah,gusi, dan leher.
Sensitivitas terhadap rangsangan ini tergantung pada reseptor dari rangsangan tekan ini.
Rangsangan tekan tekan umumnya disebabkan oleh adanya perubahan pada jaringan
yang lebih dalam (Guyton.1996:430). Reseptor dari rangsangan tekan adalah reseptor
taktil ujung saraf bebas. Pada daerah yang lebih sensitif seperti pada bagian lidah, wajah
dan leher memiliki reseptor yang lebih banyak pada daerah lain.
3.3 Pengenalan suhu di rongga mulut dan area wajah
Terdapat dua jenis organ indera suhu yaitu organ yang berespon secara
maksimum terhadap suhu sedikit di atas suhu tubuh, dan organ berespon secara
maksimum terhadap suhu sedikit dibawah suhu tubuh. Yang pertama adalah organ
indera untuk suhu yang kita sebut panas, dan yang kedua untuk suhu yang kita sebut
11
dingin. Meskipun demikian, rangsangan yang adekuat sebenarnya adalah perbedaan
antara dua derajad panas, karena dingin bukan merupakan suatu bentuk energi.
Akan tetapi perangsangan yang adekuat sebenarnya ada 2 derajat suhu yang
berbeda, kerena dingin bukan merupakan bentuk energi Berdasarkan penenelitian,
daerah peka dingin pada tubuh 4-10 kali lebih banyak dari daerah yang peka panas.
Organ perasa suhu adalah ujung-ujung saraf telanjang yang berespon terhadap suhu
absolut (Ganong.1983:107-08).
Reseptor dingin definitif telah didefinisikan, ia adalah ujung saraf yang
bermielin kecil jenis A delta yang ujungnya menonjol ke dalam permukaan dasar sel
basal epidermis. Dipihak lain reseptor hangat definitif belum ditemukan. Mungkin
reseptor ini merupakan satu jenis dari ujung saraf bebas (Guyton.1996:452).
Jadi, jelaslah bahwa indera suhu ini dengan nyata sekali berespons terhadap
perubahan suhu di samping dapat berespons terhadap tingkat temperatur yang tetap.
Oleh karena itu, ini berarti bila suhu kulit secara aktif menurun, maka orang itu akan
merasa lebih dingin daripada bila suhu itu tetap tingginya. Sebaliknya, bila suhu secara
aktif naik maka orang itu akan merasa lebih hangat daripada bila suhu tetap konstan.
(Guyton & Hall, 1997 : 775).
Berdasarkan hasil percobaan dapat memperlihatkan bahwa terdapat daerah peka-
dingin dan daerah peka-panas yang terpisah di rongga mulut dan area wajah. Organ
indera suhu adalah ujung-ujung saraf bebas yang berespon terhadap suhu mutlak,
bukan terhadap gradien suhu di rongga mulut. Reseptor dingin berespon terhadap suhu
10-38 C, dan reseptor panas berespon terhadap suhu dari 30-45 C.
Kemampuan seseorang untuk dapat menentukan perbedaan gradasi sensasi suhu
didapat dengan perangsangan relatif terhadap bemacam-macam tipe ujung saraf. Secara
khusus hendaknya diperhatikan bahwa respon yang dikeluarkan sesuai dengan tingkat
tingginya suhu.
Dari percobaan yang dilakukan, maka dapat diketahui bahwa tubuh berespon lebih
sensitif terhadap dingin dari pada panas. Hal ini dikarenakan jumlah reseptor dingin
kira-kira tiga sampai sepuluh kali reseptor hangat, dan pada berbagai daerah tubuh
jumlah reseptor bervariasi, 15 sampai 25 titik dingin per sentimeter persegi pada daerah
permukaan dada yang luas. Sedangkan jumlah titik hangatnya lebih sedikit. (Guyton &
Hall,1997 : 774)
12
Untuk mengetahui sensitifitas terhadap rangsang dingin dan panas dengan
menggunakan jangka yang diawali dengan jarak 3 cm dan dilakukan penambahan
sampai orang coba mampu mengenali kedua titik jangka sebagai 2 titik Berdasarkan
hasil percobaan daerah paling sensitif terhadap rangsang dingin adalah palatum, bibir
atas, bibir bawah, anterior lidah. Sedangkan area paling sensitif terhadap rangsang panas
adalah palatum dan anterior lidah. Sensitifitas terhadap rangsang dingin dan panas
dipengaruhi oleh jumlah reseptor saraf dan ketebalan jaringan.
3.4 Persepsi rasa pada beberapa lidah.
Pada manusia telah ditentukan 4 pengecapan (rasa) dasar: asam, manis, pahit, dan
asin. Meskipun terdapat tumpang tindih yang cukup luas, zat yang pahit terutama
dikecap dibelakang lidah, yang asam disepanjang tepi lidah, yang manis diujung lidah,
dan yang asin di dorsum anterior lidah. Zat yang asam dan pahit juga terasa di palatum
yang juga agak peka untuk manis dan asin. Keempat modalitas ini dapat dirasakan di
faring dan epiglotis (Ganong.2003)
Menurut penelitian, terdapat sel pengecap yang berespon paling baik
terhadap rangsang pahit sedangkan yang lain terhadap asin, manis, atau asam. Sebagian
berespon terhadap lebih dari satu modalitas dan sebagian terhadap keempatnya. MSG
sebenarnya bukan merupakan rasa yang dapat muncul sendiri, MSG merupakan
kombinasi dari beberapa rasa, sehingga diduga ada pengecap rasa tambahan yaitu
umami. Modalitas rasa ini mengindrai rasa glutamat dan glutamat monosodium yang
basah terdapat pada masakan asia varian reseptor glutamat metatropik (Ganong.2003)
Golongan alkaloid (misalnya kafein, niotin, striknin, morfin, dn turunan
tumbuhan toksik laiinya) atau zat-zat beracun menimbulkan rasa sakit, mungkin sebagai
mekanisme protektif untuk menghindari ingesti senyawa-senyawa yang memiliki
potensi berbahaya ini (Sherwood. 2001: 190).
Hingga saat ini terdapat lima macam rasa yang dapat dikenali yaitu :
1. asin, terletak di ujung lidah;
2. manis, terletak di ujung lidah;
3.asam, terletak pada dua pertiga bagian samping lidah;
4.pahit, terletak pada bagian posterior lidah dan palatum molle.
5.umami, terletak di ujung lidah;
13
Dari percobaan ini orang coba diminta untuk merasakan dan menyebutkan apa
yang dirasakan pada setiap bagian lidah. Sehingga didapatkan hasil yaitu pada persepsi
rasa manis, hampir semua lidah dapat merasakan rasa manis sehingga bagian yang
paling sensitif terhadap rasa manis adalah bagian 1 atau anterior lidah dan bagian yang
tidak dapat merasakan rasa manis adalah bagian 4 atau posterior lidah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa rasa manis lebih dominan dirasakan pada bagian ujung lidah dan ½
dorsal anterior lidah. Dan pada persepsi rasa asin, semua bagian lidah dapat merasakan
rasa asin. Rasa asin lebih dominan dirasakan pada daerah ujung, samping kanan dan
kiri. Pada persepsi rasa pahit, semua bagian lidah dapat merasakan rasa pahit tetapi rasa
pahit lebih dominan pada bagian ½ dorsal posterior lidah. Pada persepsi rasa asam
semua bagian lidah dapat merasakan rasa asam, tetapi rasa asam ini lebih dominan pada
lidah bagian samping. Persepsi rasa pedas dapat dirasakan pada semua bagian lidah,
tetapi lidah lebih dominan pada bagian ½ dorsal posterior lidah dan ½ antero posterior
lidah. Sedangkan pada persepsi rasa umami semua bagian lidah juga dapat
merasakannya dan lebih dominan pada lidah bagian anterior. Berdasarkan teori dapat
diketahui bahwa rasa tertentu dapat dirasakan dibeberapa bagian lidah.
4.5 Rasa Nyeri pada Jaringan Rongga Mulut dan Area Wajah
4.5.1. Rangsangan tekanan
Pada percobaan ini dilakukan untuk mengetahhui adanya rasa nyeri pada
jaringan rongga mulut dan area wajah. Sonde besar ditekan pada bagian beberapa
daerah lidah. Kemudian sonde ditekan sampai menimbulkan rasa nyeri kemudian
dilakukan pengukuran seberapa dalam sonde dapat menekan beberapa jaringan rongga
mulut dan area wajah sampai menimbulkan rasa sakit. Didapatkan bahwa daerah-daerah
tersebut mempunyai kedalaman yang berbeda sampai dapat merasakan nyeri. Seper
pada mukosa pipi pada 2 mm dan dahi pada 4 mm. Perbedaan ini disebabkan oleh
tingkat lapisan epitel yang ada padanya. Semakin tebal lapisan epitelnya seperti pada
dahi akan dalam reseptor nyeri yang dapat diterima.
Timbulnya rasa nyeri ini akibat rangsangan mekanis reseptor berupa
tekanan. Sensasi tekanan disebabkan oleh perubahan bentuk jaringan yang lebih dalam.
(Guyton, 1996 : 430)
14
4.5.2. Rangsangan panas
Reseptor rasa nyeri hanya dirangsang oleh gradasi panas atau dingin yang
ekstrim, karena itu bersama reseptor dingin dan reseptor panas bertanggung jawab
terhadap terjadinya sensasi ”sangat dingin” (freezing cold) dan sensasi ”panas yang
menyengat” (burning hot) (Guyton & Hall.1997:774).
Dari hasil yang dapat diketahui bahwa semakin tinggi suhu, maka
rangsangan nyeri juga semakin bertambah. Pada suhu sekitar 45°C, serabut nyeri mulai
terangsang oleh panas, dan rasa nyeri itu bertambah seiring kenaikan suhu. Adapun
tingkat perbedaan dalam penerimaan panas tergantung dari banyaknya reseptor kecap
yang terdapat pada daerah tersebut.
4.5.3. Rangsangan dingin
Pada percobaan ini menggunakan air dengan suhu 0°C,10°C dan 20°C. Pada
Percobaan ini semakin dingin suhunya maka reseptor semakin cepat dalam menerima
rangsang. Pada percobaan tersebut dapat diketahui pada beberapa bagian lidah tidak
sama dalam tingkat kecepatan menerima rangsang dingin. Misalnya pada suhu 0°C,
Daerah anterior lidah lebih cepat 1 detik dibandingkan pada daerah posterior lidah. Hal
ini disebabkan oleh perbedaaan reseptor kecap pada beberapa daerah di lidah sehingga
terdapat perbedaan dalam menerima rangsang dingin.
Pada suhu yang terlalu dingin (0°C) yang terangsang hanyalah serabut saraf
rasa nyeri. Bila suhu meningkat hingga 10°C sampai 15°C maka rasa sakitnya akan
menghilang, namun pada saat itu reseptor dingin mulai terangsang. Pada percobaan ini
orang coba merasakan rasa nyeri pada suhu 0°C dan 5°C, dan pada suhu 10°C dan 20°C
rasa nyeri mulai hilang dan berganti rasa dingin.
4.6 Pemeriksaan Vitalitas Gigi.
4.6.1 Pemeriksaan vitalitas gigi dengan suhu dingin
Tes vitalitas dengan suhu ini dilakukan pada gigi incisive pertama kanan
rahang bawah dan gigi molar pertama kanan rahang bawah. Test pada gigi incisive
pertama kanan rahang bawah dilakukan pada permukaan labial 1/3 incical. Sedangkan
15
pada gigi molar pertama dilakukan pada permukaan insisal mesio bukal cups. Dilakukan
pada bagian ini karena bagian ini mendekati tanduk pulpa dimana inervasi saraf pulpa
lebih banyak sehingga rangsangan akan diterima lebih cepat. Suhu dingin diperoleh
dengan cotton pellet yang diberi chlor-ethyl (suhu -5Cº).
Pada test vitalitas dengan suhu dingin ini, didapatkan hasil bahwa gigi orang
coba merasakan sensasi dingin dan lama-kelamaan menjadi ngilu. Hal ini menunjukkan
gigi masih bisa menghantarkan rasa dingin. Respon ini menunjukkan bahwa gigi yang
di test masih vital. Stimulus yang diaplikasikan pada pulpa vital biasanya menimbulkan
nyeri tajam dan sebentar jika material pengetesnya diangkat. (Waltan.1997:80)
4.6.2 Tes Vitalitas dengan suhu panas
Tes panas dapat dilakukan dengan menggunakan cara yang berbeda-beda yang
mengasilkan derajat temperatur yang berbeda. Daerah yang akan dites akan diiisolaso
dan dikeringkan, kemudian udara hangat dikenakan pada permukaan gigi yang terbuka
dan respon pasien dicatat. Bila diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk
mendapatkan suatu respons, harus digunakan air panas, burnisher panas, guta perca
panas atau kompoun (compound) panas atau sembarang instrumen yang dapat
menghantarkan temperatur yang terkontrol pada gigi. Bila menggunakan benda padat,
seperti gutta percha panas, panas tersebut dikenakan pada bagian sepertiga oklusobukal
mahkota yang terbuka (Grossman.1995:15).
Pada test vitalitas dengan suhu panas ini, dilakukan dua kali perlakuan, yaitu
menggunakan air dengan suhu kamar dan menggunakan air panas. Dari percobaan
dilakukan dengan cara menyemprotkan air panas pada seluruh permukaan gigi yang
ditest kemudian didapatkan hasil bahwa orang coba merasa panas dan lama kelamaan
menjadi nyeri, dan dari percobaan yang dilakukan dengan menyemprotkan air dengan
suhu kamar orang coba merasa hangat. Hal ini memperlihatkan dari gigi tersebut masih
bisa menghantarkan sensasi panas sedangkan adanya rasa nyeri disebabkan karena
ekspansi isi pulpa. Dari hasil yang didapatkan maka dapat dikatakan gigi masih vital.
Stimulus yang diaplikasikan pada pulpa vital biasanya menimbulkan nyeri
tajam dan sebentar jika material pengetesnya diangkat. Jika tidak ada respon yang
dihasilkan pada gigi yang ditest menandakan bahwa pulpanya nekrosis (Walton &
Torabinejad 1997:80-81).
4.6.3. Tes vitalitas gigi dengan tekan
16
Test tekan ini digunakan untuk mengetahui keradangan jaringan periodontal.
Test tekan dilakukan dengan menekankan handel kaca mulut pada gigi yang ditest yaitu
gigi insisive pertama kanan rahang bawah dan gigi molar kanan rahang bawah. Test
tekan ini dilakukan 3 kali. Dari percobaan yang dilakukan didapatkan orang coba
merasakana danya tekanan pada gigi tetapi tidak merasa sakit. Hal ini menunjukkan
tidak ada keradangan pada jaringan periodontal.
4.6.4. Tes perkusi gigi dan palpasi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler positif yang jelas
menandakan adanya inflamasi periodontium. Perkusi merupakan indikator paling baik
yang dapat menunjukkan dengan tepat adanya penyakit periapeks (Walton.1997:79).
Seperti halnya perkusi, palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi
telah meluas kearah periapeks. Respon positif pada palpasi menandakan adanya
inflamasi periradikuler (Walton & Torabinejad.1997:79)
Pada percobaan ini test perkusi dilakukan pada gigi insisive pertama dengan
mengetuk-ngetukkan handel kaca mulut pada gigi yang ditest. Dari percobaan yang
dilakukan didapatkan bahwa gigi merasa ada ketukan tetapi tidak sakit. Hal ini
menunjukkan tidak ada keradangan pada jaringan periodontal.
Palpasi dilakukan pada gingiva gigi insisive pertama. Dari pemeriksaan yang
dilakukan didapatkan hasil bahwa tidak ada pembengkakan pada gingiva. Hal ini
menunjukkan jaringan periodontal normal.
PERTANYAAN:
1. Bagian mulut dan wajah yang mana yang lebih sensitive terhadap pengenalan
bentuk benda?
2. Bagian mulut dan wajah yang mana yang lebih sensitive mengenali jarak antar
dua titik?jelaskan mengapa?
3. Bagian lidah mana yang lebih sensitive terhadap suhu?jelaskan mengapa?
4. Bagian lidah mana yang lebih sensitive terhadap nyeri?jelaskan mengapa?
5. Apakah percobaan anda sesuai dengan teori yang anda peroleh?
6. Bagian lidah mana yang lebih sensitive terhadap rasa manis,asin,pahit,asam,dan
umami?
7. Mengapa perlu dilakukan test vitalitas gigi?
17
8. Untuk apa test perkusi dan palpasi dilakukan?
JAWABAN PERTANYAAN:
1. Bagian mulut dan wajah yang lebih sensitive terhadap pengenalan bentuk benda
adalah bagian ujung lidah. Hal ini dikarenakan pada bagian ujung lidah banyak
terdapat tonjolan papilla fungiformis yang dipermukaannya banyak terdapat
taste bud (reseptor perasa). Semakin banyak taste bud maka daerah tersebut
semakin sensitive. Selain itu juga dapat ditentukan oleh luas permukaan benda
dan jumlah serta sensitivitas reseptor sensorik ujung saraf bebas berupa reseptor
tekan dan raba.
2. Bagian mulut yang paling sensitive terhadap jarak antara dua titik adalah ujung
lidah, sedangkan pada daerah wajah yang paling sensitive adalah bibir.
Banyaknya papilla fungiformis pada ujung lidah menyebabkan lidah sensitive
terhadap jarak antara dua titik. Karena papilla fungiformis banyak mengandung
taste bud. Sedangkan pada bibir, sensitive dikarenakan banyak reseptor rasa
nyeri pada bibir.Hal ini juga dapat dikarenakan pada bagian jaringan tersebut
lebih sensitive pada rangsangan tekan. Rangsangan tekan memunculkan sensasi
akibat perubahan bentuk jaringan. Pada bibir dan ujung lidah memiliki tekstur
yang lebih tebal atau dalam sehingga bisa menangkap rangsangan tekana lebih
sensitive.
3. Bagian lidah yang paling sensitive terhadap suhu adalah ujung lidah.
Dikarenakan pada bagian ujung lidah banyak terdapat papilla fungiformis yang
banyak mengandung taste bud. Taste bud inilah yang menghantarkan
rangsangan, sehingga makin banyak taste bud makin sensitive bagian lidah
tersebut.
4. Bagian lidah yang sensitive terhadap nyeri adalah ujung lidah. Nyeri dihantarkan
oleh reseptor yang terdapat pada taste bud. Pada bagian ujung lidah banyak
terdapat papilla fungiformis yang pada bagian ujungnya banyak terdapat taste
bud sehingga lebih sensitive.
5. Hasil percobaan sesuai dengan teori, dimana pengenalan bentuk benda,
pengenalan jarak antara dua titik, rangsangan suhu dan nyeri lebih sensitive pada
bagian ujung lidah
18
6. Bagian lidah anterior lebih sensitive terhadap rangsang rasa asin, manis. Dan
umami. Bagian lidah lateral lebih sensitive terhadap rangsangan asam. Bagian
lidah posterior lebih sensitive terhadap rasa pahit.
7. Tes vitalitas gigi diperlukan untuk menentukan kadaan jaringan pulpa.
Sensitivitas atau nyeri yang dirasakan merupakan suatu petunjuk vitalitas pulpa.
Bila diketahui pulpa masih vital (gigi vital) maka biasanya gigi masih dapat
dipertahankan. Tes vitalitas pulpa juga berguna untuk keperluan perawatan
endodontik.
8. Test palpasi dan perkusi dilakukan untuk mengetahui ataupun mengevaluasi
status periodonsium sekitar suatu gigi.
19
IV. Kesimpulan
1. kecepatan mengenali suatu benda dipengaruhi oleh luas permukaan benda dan
banyaknya reseptor yang terangsang.
2. Rangsangan tekan disebabkan perubahan jaringan yang lebih dalam. Sensitivitas
terhadap rangsangan ini tergantung pada reseptor dari rangsangan tekan ini
(reseptor taktil ujung saraf bebas).
3. Tubuh lebih sensitif terhadap rangsangan suhu dingin dari pada suhu panas.
Dikarenakan jumlah reseptor dingin 4-10 kali reseptor panas.
4. Persepsi rasa terdapat pada beberapa bagian lidah. Rasa asin terletak pada bagian
ujung lidah, rasa manis terlatak pada ujung lidah, rasa asam terletak pada dua
pertiga bagian samping lidah, rasa pahit terletak pada bagian posterior lidah dan
palatum mole, umami terletak pada bagian ujung lidah.
5. Timbulnya rasa nyeri merupakan akibat rangsangan mekanis reseptor berupa
tekanan. Sensasi tekanan disebabkan oleh perubahan bentuk jaringan yang lebih
dalam.
6. Reseptor rasa nyeri hanya dirangsang oleh gradasi panas atau dingin yang
ekstrim.
7. Test Vitalitas gigi digunakan untuk mengetahui derajat vitalitas gigi.
8. Test Perkusi, Tekan dan palpasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
keradangan pada jaringan periodontal.
20
DAFTAR PUSTAKA
Bence, Richard.1990. Endodontik Klinik. Jakarta: UI Press.
Brossman, Louis.1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta: EGC.
Ganong.1983. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Guyton & Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee.2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem,edisi 2. Jakarta:
EGC.
21
Top Related